Kajian Metode Penyaringan Ketahanan Beberapa Genotipe Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Terhadap Kekeringan Dengan Menggunakan Larutan PEG Pada Stadia Perkecanbahan Study The Filtering of The Resistence of Soybean Genotype (Glycine max (L.) Merrill ) to the Drought By Using PEG Solution in The Stadium of Germination Oleh : Gatot Subroto * Abstrak Produktivitas kedelai di Indonesia masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan kedelai belum bias beradaptasi di lahan kering. Oleh karenannya perlu uji benih terhadap beberapa genotype di laboratorium untuk mengidentifikasi benih-benih yang mampu beradaptasi terhadap kekeringan. Beberapa metode telah dilakukan untuk menguji ketahanan dengan menerapkan larutan PEG dengan konsentrasi 0,75 Mpa/I. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat ketahanan dari 20 genotipe kedelai terhadap kekeringan pada stadia perkecambahan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan respon terhadap kekeringan dari genotype yang diuji. Hasil penelitian menunjukkan Galunggung adalah yang paling tahan, Malang 3473 agak tahan, Leuser memiliki ketahanan menengah, Wilis agak peka, dan Lokon adalah yang paling peka. Kata kunci : Resisten, Kedelai, Kekeringan, dan PEG
Abstract The productivity of Soybean in Indonesian has been still low. One of the cause is the grown soybean have not been able to adapt in dry land. Therefore the seed’s test in the laboratory needs to be done to identify the seed’s growing ability in condition of drought of some genotype several methods have been applied to abtain the resistence from some soybean genotype to the drought by applying PEG solution in the concentration of -0,75 Mpa/I. The objective of this research is identifying the level of resistence from twenty genotype of soybean plants to the drought in the stadium of germination. The research’s result shows different responds among genotype to the drought’s threats within the same concentration in the observed parameters. It has been obtained the different level of resistance from twenty soybean genotype which have been tested and have been selected five soyben genotype which are including the five levels of resistance to the drought’s threat’ i.e : galunggung as the resist genotype, Malang 3474 as the rather resist genotype, Lauser as the medium genotype, Wilis as the rather vulner genotype, and the Lokon as the vulner genotype. Key word : Resistance, Soybean, Drought, and PEG
PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu sumber protein yang penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen, di Indonesia kedelai menempati urutan ke-3 sebagai tanaman palawija setelah
jagung dan ubi kayu. Rata-rata luas pertanaman per tahun sekitar 703.878 ha dengan total produksi 518.204 ton (Suprapto, 2001). Untuk berhasilnya suatu pertanaman diperlukan genotipe yang mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan, karena tingginya hasil suatu tanaman salah satunya ditentukan oleh interaksi suatu genotipe terhadap kondisi lingkungan. Untuk memperoleh genotipe yang tahan terhadap kondisi lingkungan terutama genotipe yang tahan terhadap kondisi kekeringan perlu dilakukan percobaan di laboratorium terhadap benih yang akan ditanam. * Dosen PS. Agronomi Fakultas Pertanian Univ. Jember
Inti permasalahan yaitu Produktivitas kedelai di Indonesia masih rendah, salah satu penyebabnya adalah tanaman kedelai yang dibudidayakan tidak mampu beradaptasi di lahan dengan kondisi tercekam. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan dari 20 genotipe tanaman kedelai terhadap kekeringan pada stadia perkecambahan. Hipotesa yang diajukan yaitu terdapat tingkat ketahanan yang berbeda dari 20 genotipe kedelai yang diuji terhadap cekaman kekeringan dengan konsentrasi yang sama pada stadia perkecambahan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi : 20 genotipe kedelai, PEG 400, aquadest, fungisida Dithane M-45, kertas merang, plastic. Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi: baskom plastik, gelas piala 1000 ml, gelas ukur, pipet ukur, pinset, sprayer, cawan Petri, botol plastik, timbangan analitis, oven. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ulangan terhadap genotype kedelai yang diuji pada stadia perkecambahan dengan menggunakan larutan PEG dengan potensial osmotik -0,75 Mpa/liter. Hasil penelitian dianalisis dalam bentuk nilai indeks (NI = Nilai pengamatan dengan cekaman/nilai pengamatan kontrol) untuk semua parameter yang diamati.
Parameter yang menunjukkan beda nyata dalam analisis varian digunakan sebagai
parameter untuk pengelompokan ketahanan terhadap kekeringan. Dari genotipe kedelai yang telah diuji, dipilih 5 genotipe dengan ketahanan berbeda yaitu : tahan, agak tahan, sedang, agak rentan, dan rentan. Benih dengan ukuran seragam dibersihkan dan direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 selama 5 menit, kemudian dibilas dengan aquadest 3 kali.
Perkecambahan
dengan metode uji di atas kertas yaitu, kertas saring sebanyak 3 lembar diletakkan pada alas cawan Petri kemudian 20 benih dimasukkan dan diberi larutan PEG konsentrasi -0,75 Mpa/liter. Cawan Petri ditutup untuk mencegah terjadinya penguapan. Perkecambahan dengan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastic yaitu, diletakkan 2 lapis kertas merang diatas plastik dengan ukuran yang sama kemudian 20 benih diletakkan di atas kertas merang dalam satu deretan dengan jarak yang sama pada sepertiga bagian lebar kertas kearah
atas kemudian ditutup dengan kertas merang yang lain dengan
ketebalan sama. Gulungan dimasukkan ke dalam baskom plastik yang telah berisi larutan PEG. Untuk mengetahui pengaruh PEG terhadap imbibisi biji, 2 gram benih dimasukkan ke dalam botol plastik dan diberi larutan PEG selama 2 jam dan 4 jam. Kemudian benih dikeluarkan dari botol dan ditiriskan selama 3 menit. Pengamatan yang dilakukan meliputi indeks vigor, persentase kecambah normal, berat segar kecambah, panjang radikula, panjang hipokotil, panjang epikotil, imbibisi biji 2 jam, dan imbibisi biji 4 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis diperoleh F Tabel 5% sebesar 1,86 dan F Tabel 1% sebesar 2,4. Berikut pada Tabel 1 dicantumkan rangkuman F hitung untuk semua parameter.
Tabel 1.Rangkuman F hitung untuk semua parameter dari 20 genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada stadia perkecambahan. No Parameter 1. Indeks Vigor 2. Persentase Kecambah Normal 3. Berat Segar Kecambah 4. Panjang Radikula 5. Panjang Hipokotil 6. Imbibisi Biji 2 Jam 7. Imbibisi Biji 4 Jam Keterangan : ** berbeda sangat nyata
F Hitung 8,16** 2,66** 6,58** 8,02** 2,48** 4,52** 8,68**
Berdasarkan analisis ragam (Tabel 1) diperoleh F hitung lebih besar daripada
F
Tabel 1% yang berarti perbedaan di antara nilai tengah respon genotipe atau pengaruh perlakuan dikatakan berbeda sangat nyata. Hal ini menunjukkan adanya respon yang berbeda antar genotipe terhadap cekaman kekeringan dengan konsentrasi yang sama pada parameter yang diamati. Untuk mengetahui respon antar genotipe dari semua parameter yang berbeda sangat nyata dari hasil analisis ragam dilakukan Uji Beda Jarak Berganda Duncan.
Berikut pada Tabel 2 dicantumkan rata-rata nilai indeks untuk semua parameter dari 20 genotipe kedelai yang diuji ketahanannya terhadap cekaman kekeringan dengan larutan PEG pada konsentrasi -0,75 Mpa/liter serta notasi hasil Uji Duncan yang membandingkan semua perlakuan. Keragaman yang muncul di antara varietas-varietas kedelai yang diuji pada setiap parameter inilah yang menjadi dasar pengelompokan kelas ketahanan yang dapat dilihat pada Tabel 3. Penelitian ini menggunakan larutan PEG dengan konsentrasi -0,75 Mpa/liter.
Pada
penelitian ini dihasilkan pengelompokan kelas ketahanan terhadap cekaman kekeringan pada genotipe kedelai yang diuji dan masing-masing kelas ketahanan terpilih satu genotipe yang mewakili, yaitu Galunggung sebagai genotipe yang tahan, Malang 3474 sebagai genotipe yang agak tahan, Leuser sebagai genotipe sedang, Wilis sebagai genotipe agak rentan, dan Lokon sebagai genotipe rentan. Parameter indeks vigor diperlukan untuk menduga kekuatan benih atau kemampuan benih untuk menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang tidak menguntungkan (Justice dan Louis, 2001). Kevigoran benih salah satunya dipengaruhi oleh sifat genetik dari benih itu sendiri, di mana setiap varietas memiliki kepekaan yang berbeda terhadap faktor lingkungan.
Di samping itu setiap varietas memiliki kecepatan perkecambahan yang
berbeda (Kuswanto, 2002). Dengan demikian genotipe yang memiliki nilai indeks vigor rendah diasumsikan sebagai genotipe yang kurang mampu untuk tumbuh normal pada kondisi lapang yang kering atau kekurangan air.
Tabel 2. Rata-rata Indeks untuk Indeks Vigor, Persentase Kecambah Normal, Berat Segar Kecambah, Panjang Radikula, Panjang Hipokotil, Imbibisi Biji 2 Jam, dan Imbibisi Biji 4 Jam dari Perkecambahan 20 Genotipe Kedelai Pada Konsentrasi PEG-0,75 Mpa/liter. Genotipe Indeks Vigor
Persentase Kecambah Normal Wilis 21,47 defg 77,33 bcd Burangrang 40,61 bcd 114,29 a Lokon 13,00 g 55,56 d Bromo 51,04 a 76,19 cd Galunggung 46,61 ab 92,43 abc Dauros 45,25 abc 76,67 cd Dieng 24,51 defg 88,41 abcd Pangrango 31,43 cdef 57,97 cd Malabar 41,61 abc 95,24 abc Kawi 25,25 defg 116,67 a Leuser 29,75 defg 55,56 d Jaya Wijaya 41,02 abc 96,97 abc Tampomas 17,07 efg 86,11 abcd Malang 2805 48,61 a 92,75 abc Malang 2984 20,34 efg 89,40 abcd Malang 2999 11,16 g 84,85 abcd Malang 3072 45,47 ab 71,02 cd Malang 3474 40,91 abc 96,97 ab 234 31,98 bcde 79,17 bcd 482 16,58 fg 94,87 abc Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam
Nilai Indeks (%) Berat Segar Panjang Radikula Panjang Hipokotil Kecambah 42,70 ef 26,87 defg 12,10 abcdef 49,65 cdef 28,31 defg 21,17 a 23,95 g 14,61 gh 18,15 abc 70,06 ab 20,37 fgh 10,22 ef 70,21 a 40,39 cd 17,46 abcd 55,40 bcde 21,82 efgh 12,41 abcdef 39,41 efg 38,85 cd 12,06 bcdef 50,75 cdef 30,91 defg 10,96 cdef 47,22 def 40,47 bcd 13,31 abcde 45,93 def 51,12 ab 15,72 abcd 49,00 cdef 13,89 h 14,23 abcd 46,74 def 30,49 defg 10,98 cdef 45,30 def 41,26 abcd 20,44 ab 51,22 bcdef 34,20 cde 10,92 def 48,57 def 47,01 abc 18,26 abc 34,32 fg 45,21 abc 13,25 abcde 57,41 bcd 45,47 abc 12,78 abcdef 52,33 bcdef 57,82 a 14,08 abcde 58,09 abc 21,62 efgh 9,39 f 31,94 g 32,59 cdef 19,81 abc satu kolom, berarti berbeda tidak nyata dengan Uji Duncan 5%
Imbibisi Biji 2 Jam 72,35 61,28 81,13 82,14 80,92 77,78 82,3 85,43 76,71 86,71 67,98 72,46 79,11 66,67 79,47 94,57 74,00 86,11 73,94 81,05
efg g bcde bcde bcdef def abcd abcd def ab efg def cdef fg cdef a def abc def bcdef
Imbibisi Biji 4 Jam 74,35 70,76 70,85 82,37 76,43 82,46 75,81 67,27 79,21 78,57 72,36 71,52 81,95 58,22 91,30 90,35 86,67 77,51 78,14 73,97
cde efg def bc cd bc cde fg bcd bcd def def bc g a b bc cd bcd cde
Tabel
No
3. Pengelompokan Ketahanan Tanaman Kedelai terhadap Cekaman Kekeringan dengan Larutan PEG Berdasarkan Parameter Indeks Vigor, Persentase Kecambah Normal, Berat Segar Kecambah, Panjang Radikula, Panjang Hipokotil, Imbibisi Biji 2 Jam dan Imbibisi Biji 4 Jam. Parameter Tahan Bromo,Dauros,Mal ang 2805, Galunggung, Malang 3072
Kreteria Ketahanan Agak Tahan Sedang Malabar, Jaya 234, Wijaya, Malang Pangrango, 3474,Burangrang Leuser
1.
Indeks Vigor
2.
Persentas e Kecambah Normal Berat Segar Kecambah
Kawi, Burangrang
4.
Panjang Radikula
Malang 3474, Kawi
Malang 2984, Malang 3072, Malang 2999, Tampomas, Malabar, Galunggung.
5.
Panjang Hipokotil
Burangrang, Tampomas, 482
6.
Imbibisi Biji 2 Jam
7.
Imbibisi Biji 4 Jam
3.
Malang 2984, Dieng, Tampomas, Malang 2999 Malang 2805,Pangra ngo, Kawi, Burangrang, Leuser,Tam pomas, Malang 2984, Malabar, Wilis, Jaya Wijaya. Dieng, Malang 2805,482
234, Wilis, Dauros, Bromo, Malang 3072. Dieng,Malang 2999
Malang 2984, Lokon, Galunggung
Kawi, Leuser
Malang 3474, Malabar, Dieng, Malang 2999, Malang 3072, Dauros, Wilis
Malang 2999
Kawi, Malang 3474, Pangrango, Dieng, Bromo
Malang 3072, 234, Jaya Wijaya, Wilis, Leuser
Malang 2984 Malang 2999 Malang 3072
Dauros, Bromo, Tampomas, Malabar, Kawi,234
Lokon, 482, Galunggung, Malabar, Malang 2984, Dauros, Tampomas Malang 3474, Galunggung, Dieng, Wilis, 482, Leuser, Jaya Wijaya
Galunggung, Bromo
Malang 3474, Jaya Wijaya, Malabar, 482, Malang 2805, Galunggung 234, Malang 3072, Dauros, Malang 3474
Agak Rentan Kawi, Dieng, Wilis, Malang 2984
Pangrango, Jaya Wijaya, Burangrang, Wilis.
Lokon, Burangrang, Pangrango
Rentan Tampomas 482, Lokon, Malang 2999 Pangrango , Lokon, Leuser 482, Lokon
Dauros, 234, Bromo, Lokon, Leusser Jaya Wijaya, Pangrango , Malang 2805, Bromo, 234 Malang 2805, Burangran g
Malang 2805
Persentase kecambah normal menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan (Sutopo, 2000). Benih yang persentase kecambah normalnya tinggi berarti benih benih tersebut mampu untuk tumbuh pada kondisi lingkungan tercekam atau mempunyai potensi untuk tumbuh normal di lapang. Sebaliknya benih yang abnormal dianggap tidak berpotensi tumbuh di lapang atau tidak tahan dengan lingkungan tercekam. Untuk parameter berat segar kecambah terjadi akibat penyerapan air oleh benih yang terjadi pada tahap pertama biasanya berlangsung sampai jaringan mempunyai kandungan air 40-60%.
Meningkat lagi pada saat munculnya radikula sampai jaringan penyimpanan dan
kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air 70-90% (Sutopo, 2000). Jadi benih dari genotipe kedelai yang lebih tahan memiliki kemampuan untuk menyerap air lebih tinggi daripada benih genotipe yang lebih rentan dalam pengaruh cekaman kekeringan yang menciptakan osmotic tinggi. Pemanjangan radikula pada awalnya lebih ditentukan oleh proses pembesaran sel akibat penyerapan air (imbibisi) dan tidak diikuti oleh sintesis senyawa-senyawa baru. Pembelahan sel berperan pada pertumbuhan dan perkembangan kecambah atau bibit pada fase lebih lanjut. Proses pemanjangan radikula telah berlangsung sebelum terjadinya perobekan kulit benih (Lakitan, 2002). Benih dari genotipe kedelai yang lebih tahan terhadap cekaman kekeringan ini mempunyai system perakaran yang lebih panjang daripada genotipe yang lebih rentan. Oleh Sharp dan Davis (1979) dijelaskan bahwa akar mempunayi sesuatu yang dianggab sebagai mekanisme penyesuaian terhadap kekurangan air dengan zat terlarut di ujung akar dan menaikkan tekanan turgor, yang dapat menunjang pertumbuhan dalam waktu yang terbatas. Pada penelitian ini diperoleh pertumbuhan akar yang lebih panjang daripada hipokotil. Organ yang pertama terbentuk pada kebanyakan tanaman adalah akar.
Radikula akan
menembus kulit biji lebih dahulu disbanding hipokotil pada saat perkecambahan berlangsung pada kebanyakan species tanaman (Lakitan, 2002). Didukung pula oleh Gardner, et. al (1991) bahwa pada pertumbuhan sumbu embrio, awal pertumbuhan akar lembaga (radikula) lebih cepat daripada pucuk lembaga (Plumula) dan umumnya radikula pertama muncul dari kulit biji yang pecah. Pada Penelitian dengan perlakuan cekaman kekeringan dengan kelarutan PEG pada konsentrasi -0,75 Mpa/liter, epikotil tidak mampu tumbuh pada perkecambahan selama 6 hari sedangkan pada perlakuan kontrol epikotil dapat tumbuh. Konsentrasi larutan di dalam tanah sangat berpengaruh terhadap absorbsi air oleh akar tanaman, yaitu penyerapannya menjadi berkurang.
Keadaan ini ditandai dengan menurunnya kondisi pertumbuhan tanaman sebagai
akibat dari pengaruh osmosa terhadap potensial air di lingkungan akar (Abidin, 2000). Parameter imbibisi biji 2 jam diperlukan untuk mengetahui kemampuan biji dari masingmasing genotipe dalam mengabsorbsi air pada kondisi kering.
Imbibisi air merupakan awal
proses perkecambahan. Banyaknya air imbibisi tergantung pada komposisi kimia biji. Protein, getah, dan pektin lebih bersifat koloid dan hidrofilik dan lebih banyak mengalami imbibisi air daripada zat tepung (Gardner, et.al., 1991). Pada imbibisi biji 4 jam terjadi kenaikan berat biji pada beberapa genotipe. Adanya pengembangan (bertambahnya volume) dari imbibian sebagai akibat dari imbibisi.
Karena
molekul-molekul air yang masuk dan kemudian menetap di dalam imbibian. Akibat adsorbsi, air yang ada di dalam imbibian itu lebih padat daripada susunan air yang ada di luar imbibian, yang disebut juga air bebas (Dwidjoseputro, 1994).
KESIMPULAN Dari hasil penelitian, perhitungan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat tingkat ketahanan yang berbeda dari 20 genotipe kedelai yang diuji terhadap cekaman kekeringan dengan konsentrasi larutan PEG -0,75Mpa/liter pada stadia perkecambahan. 2. Dari 20 genotipe kedelai yang diuji dapat dipilih lima genotipe kedelai yang termasuk dalam lima tingkat ketahanan terhadap cekaman kekeringan yaitu Galunggung sebagai genotipe yang tahan, Malang 3474 sebagai genotipe yang agak tahan, Leuser sebagai genotipe sedang,
wilis sebagai genotipe agak rentan, dan Lokon sebagai genotipe
rentan. Dari penelitian yang menghasilkan 5 varietas kedelai yang terpilih untuk masing-masing kelas ketahanan terhadap cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG -0,75 Mpa/liter dapat dilakukan penelitian lebih lanjut di lapang dengan cekaman kekeringan pada berbagai stadia pertumbuhan (vegetatif dan generatif).
DAFTAR PUSTAKA Abidin,Z. 2000. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Angkasa. Bandung. Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Gardner, P.F.,R. Brent Pearce., dan Roger L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya . Universitas Indonesia. Jakarta. Justice. L. O., dan Louis H. Bass. 2001. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kuswanto, H. 2002. Dasar-dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Andi. Yogyakarta. Lakitan, B. 2002. Hortikultura, Teori, Budidaya, dan Pasca Panen. Raja Grafindo Persadi. Jakarta. Suprapto. 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutopo, L. 2000. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persadi. Jakarta.