36 Master Bahasa Vol. I No. 2; Juli 2013:36−47
UNSUR-UNSUR RELIGIUS NOVEL EL-MANSIYA (YANG TERLUPAKAN) KARYA ZACK ARYA: TINJAUAN SEMIOTIK oleh Fatimah* ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis unsur-unsur religius dalam novel El-Mansiya yang meliputi akidah, syariah, akhlak, takwa, dan ilmu pengetahuan. Pendekatan yang digunakan deskriptif-kualitatif dengan teknik kajian semiotik, yakni ikon, indeks, dan simbol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) unsur akidah terdapat gambaran keimanan kepada Allah, keimanan kepada malaikat, keimanan kepada rasul, keimanan kepada kitab, keimanan kepada qadha & qadar; (2) unsur syariah ibadah terdapat gambaran ritual salat, puasa, dan doa, sedangkan syariah muamalah terdapat gambaran jenis al-muamalah al-madiyah; (3) unsur akhlak, terdapat gambaran akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap manusia, akhlak terhadap lingkungan, dan hubungan akhlak dengan ihsan (kebaikan); (4) unsur takwa terdapat gambaran hubungan manusia dengan Allah yang dilakukan dengan cara melaksanakan perintah-Nya, sedangkan bagi yang lebih tinggi takwanya menambahkan suluk pada bulan Ramadan; dan (5) unsur ilmu pengetahuan terdapat gambaran klasifikasi ilmu agama dan ilmu teori praktis serta kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang terdiri atas alim dan muta’alim. Berdasarkan penanda-penanda yang dianalisis, ternyata dalam novel El-Mansiya terdapat unsur-unsur religius yang meliputi akidah, syariah, akhlak, takwa, dan ilmu pengetahuan dalam jenis ikon, indeks, dan simbol, namun jenis ikon dan indeks lebih dominan digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan unsur-unsur religius masyarakat Aceh.
Kata Kunci: unsur religius, semiotik, penanda dan petanda
* Penulis adalah Guru SMAN 1 Meulaboh, Aceh Barat
37
Struktur Cerita Rakyat... (Fatimah) ABCTRACT
The research aimed to describe and analyse the religious element in the novel of El-Mansiya (yang terlupakan) involving belief, sharia, behavior, taqwa, and knowledge. The approach used was descriptive-qualitative by using a semiotic analysis, such as an icon, index, and symbol. The research results show that (1) in belief there was a faith for Allah, the faith for God’s Angels, the faith for Prophet, the faith for the book of God, and the faith for qadha and qadar; (2) in syaria law, the types of worhip is focused on daily ritual prayer, fasting, and praying, whereas sharia of muamalah was described in al-muamalah al-madiyah; (3) in the elements of behaviour, it included behaviour toward Allah, behavior with human being; behaviour toward environment, and behaviour toward ihsan (human reflection); (4) in term of taqwa, it was focused on human relationship with Allah conducted by obeying Allah’s commands, for the persons which were more faithful, they preferred to do suluk in Ramadan; and (5) in the knowledge elements, there were the religious knowledge and practical theory classifications and the duties consisting of alim and muta’alim. Based on the signifiers analysed it was found that in the novel of El-Mansiya (yang terlupakan) there were the religious elements including belief, sharia, behaviour, taqwa, and knowledge in the icons of index and symbol; however, the types of icon and symbol were more dominantly used by the writer in delivering the religious elements of Aceh’s society. Key Word: religious elements semiotic, signifier and signified Pendahuluan Penelitian ini berkaitan dengan unsur-unsur religius dalam novel El-Mansiya karya Zack Arya ditinjau dari semiotik. Unsur-unsur religius tersebut meliputi unsur akidah, syariah (ibadah dan muamalah), akhlak, takwa, dan ilmu pengetahuan. Kelima unsur religius dimaksud akan dikaji melalui tinjauan semiotik dalam jenis ikon, indeks, dan simbol. Penelitian ini dilaksanakan atas dasar sebagai berikut. Unsur-unsur religius dipandang sangat perlu ditanamkan kepada siswa. Untuk itu, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan tujuan kurikulum pendidikan nasional seperti yang dituliskan Pamungkas (2011:35) bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”. Karya sastra merupakan hasil cerminan masyarakat yang diwujudkan lewat bahasa.
Karya sastra juga ditulis berdasarkan refleksi pemikiran, perasaan, dan keinginan pengarang lewat bahasa yang kemungkinan ditulis dengan menggunakan tanda-tanda. Tanda-tanda yang berwujud bahasa itu sendiri bukan sembarang bahasa, melainkan bahasa khas, yakni bahasa yang memuat tanda-tanda atau semiotik (Endraswara 2003:63). Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut, yakni unsur-unsur religius apa saja yang terdapat dalam novel El-Mansiya (Yang Terlupakan) karya Zack Arya ditinjau dari semiotik dan tanda semiotik manakah yang dominan digunakan? Dalam Ensiklopedi Islam (2005:88) dituliskan bahwa “arti agama ditinjau dari bahasa (etimologi), yakni berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-menurun”. Adapun kata “din” menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan. Secara istilah (terminologi) agama, Anshari (dalam Supadie 2011:35) menyatakan bahwa “walaupun agama, din, religion, masing-masing mempu-
38 Master Bahasa Vol. I No. 2; Juli 2013:36−47 nyai arti etimologi sendiri, mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis terminologis, ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu: a) agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak di luar diri manusia; b) agama juga adalah satu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Maha mutlak tersebut; dan c) di samping merupakan satu sistem credo dan satu sistem ritus, agama juga adalah satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub di atas. Religius merupakan bagian dari kebudayaan. Untuk itu, sistem dari suatu agama yang satu dengan agama yang lain memiliki sistem religi yang berbeda. Istilah religious diartikan “bersifat religi; bersifat keagamaan” (Depdiknas, 2002:943). Lebih lanjut dituliskan bahwa “religiositas adalah pengabdian terhadap agama: kesalehan”. Kalau agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban; religiositas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh individu di dalam hati. Ali (2010: 199-400) membagi religius menjadi lima unsur dengan mengacu kepada rumusan religius Islam. Kelima unsur tersebut adalah akidah, syariah (ibadah dan muamalah), akhlak, takwa, dan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, Ali (2010:199) menguraikan akidah ditinjau dari dua pengertian yaitu menurut etimologi, “akidah adalah ikatan, sangkutan karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu.” Menurut pengertian teknis artinya adalah “iman atau keyakinan”. Untuk itu, akidah Islam ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam. Keenam rukun iman tersebut, yaitu (1) iman kepada Allah, (2) iman kepada malaikat-malaikat Allah, (3) iman kepada kitab-kitab Allah, (4) iman kepada rasul-rasul Allah, (5) iman kepada hari akhir (kiamat), dan (6) iman kepada qadha dan qadar. Menurut Ridwan (2009:28) makna harfiah
syariah adalah “jalan menuju sumber kehidupan.” Syariah adalah rujukan tindakan umat Islam dalam beragama, yang erat hubungannya dengan ibadah dan muamalah. Secara etimologi, syariah berarti jalan yang dilalui air untuk diminum atau tangga tempat naik yang bertingkat-tingkat. Dilihat dari segi ilmu hukum, “syariah adalah norma hukum dasar yang diwahyukan Allah yang wajib diikuti oleh umat Islam, baik dalam berhubungan dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat” (Ali, 2010:236). Dasar hukum syariah adalah al-Quran dan hadis rasul. Hukum Islam mencakup bidang (1) ibadah dan (2) muamalah. Hubungan manusia dengan Tuhan dalam melakukan kewajiban sebagai seorang muslim sewaktu mendirikan salat, mengeluarkan zakat, berpuasa selama bulan Ramadan, berdoa, dan menunaikan ibadah haji, termasuk ke dalam kategori ibadah. Ketetapan Tuhan yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia untuk bagian yang pokok-pokoknya saja, termasuk dalam kategori muamalah. Syarifuddin (2003:17) menguraikan bahwa “ibadah dalam istilah bahasa Arab diartikan dengan berbakti, berkhidmat, tunduk, patuh, mengesakan, dan merendahkan diri.” Dalam istilah Melayu ibadah diartikan sebagai perbuatan yang menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan untuk mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Syarifuddin (2003:175) menguraikan arti muamalah, yakni “saling berbuat atau berbuat secara timbal balik”. Secara sederhana dapat diartikan “hubungan antara orang dengan orang.” Dengan demikian, bila kata muamalah dihubungkan dengan lafaz fiqh, mengandung arti aturan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam pergaulan hidup di dunia. Menurut al-Fikri (dalam Suhendi 2008:4 dan dalam Ghazaly 2010:5) dalam kitabnya “al-Muamalah al-Madiyah wa al-Adabiyah” membagi muamalah menjadi dua bagian, yaitu: (a) al-Muamalah al-madiyah, yakni muamalah yang bersifat kebendaan karena objek muamalah adalah benda yang halal, haram, dan syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang
Struktur Cerita Rakyat... (Fatimah) memudaratkan dan benda yang mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, serta segi-segi yang lainnya, dan (b) al-muamalah al-adabiyah, yakni muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda yang bersumber dari panca indra manusia, yang unsur penegaknya adalah hakhak dan kewajiban-kewajiban, misalnya jujur, hasut, dengki, dan dendam. Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak dari khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Depdiknas (2002:20) menuliskan bahwa “akhlak adalah budi pekerti; kelakuan.” Ali (2010:356-359) menyebutkan butirbutir akhlak ada tiga, yakni 1) akhlak terhadap Allah dan 2) akhlak terhadap makhluk juga dibagi dua, yakni (a) akhlak terhadap manusia yang meliputi (i) akhlak terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad saw.), (ii) akhlak terhadap orang tua, (iii) akhlak terhadap diri sendiri, (iv) akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat, (v) akhlak terhadap tetangga, dan (vi) akhlak terhadap masyarakat dan (b) akhlak terhadap lingkungan hidup, 3) hubungan antara akhlak dengan ihsan. Depdiknas (2002:1126) menuliskan pengertian takwa sebagai berikut. (1) terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, (2) keinsafan diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, (3) kesalehan hidup. Oleh karena itu, orang yang bertakwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran: mengerjakan suruhan-Nya, tidak melanggar larangan-Nya, takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Orang yang takwa adalah orang yang menjaga (membentengi) diri dari kejahatan; memelihara diri agar diridai Allah; bertanggung jawab mengenai sikap, tingkah laku dan perbuatannya, dan memenuhi kewajiban.
39 H.A. Salim (dalam Ali, 2010:367), menuliskan empat jalur hubungan manusia dalam lingkup takwa yang bermakna memelihara, yakni (1) hubungan manusia dengan Allah, (2) hubungan manusia dengan hati nurani atau dirinya sendiri, (3) hubungan manusia dengan sesama manusia, dan (4) hubungan manusia dengan lingkungan hidup. Keempat unsur di atas mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu pengetahuan. Unsur-unsur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika memiliki ilmu pengetahuan yang memadai. Untuk itu, kedudukan ilmu sangat pen-ting dan sentral dalam agama Islam dan semua orang wajib menuntutnya. “Perkataan ‘ilm dilihat dari sudut kebahasaan bermakna penjelasan. Dipandang dari akar katanya berarti kejelasan. Menurut al-Quran, ilmu adalah suatu keistimewaan pada manusia yang menyebabkan manusia unggul terhadap makhlukmakhluk lain” (Ali, 2010:384). Agar dapat dipelajari dengan baik dan benar, ilmu itu perlu diklasifikasikan. al-Gazali (dalam Ali, 2010:390) menyebutkan empat klasifikasi ilmu yaitu, (1) ilmu-ilmu teoritis dan praktis, (2) ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai, (3) ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu intelektual, dan (4) ilmu fardu ‘ain (kewajiban setiap orang) dan ilmu fardu kifayah (kewajiban masyarakat). Supadie (2011:235) mengklasifikasikan ilmu dalam Islam menjadi dua bagian yaitu (1) ilmu fardu ‘ain dan (2) ilmu fardu kifayah. Istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda. Semiotika berarti ilmu tanda. Endraswara (2003:63) menyatakan bahwa “semiotik atau sering dinamakan semiologi yang artinya ilmu yang mempelajari tandatanda dalam karya sastra.” Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Sikana (2008:35) menguraikan bahwa “perkataan semiotik sebenarnya berasal daripada perkataan Yunani, yaitu dari akar kata semeion yaitu tanda atau sign.” Karya sastra menurut pandangan semiotik memiliki sistem sendiri yang berupa sistem tanda atau kode. Kode yang bersifat tanda ini
40 Master Bahasa Vol. I No. 2; Juli 2013:36−47 mempunyai banyak interpretasi. Semiotik berpandangan bahwa tanda-tanda atau kode-kode sekecil apapun yang terdapat dalam karya sastra penting untuk diperhatikan karena ia ikut membentuk sistem dan keseluruhan karya tersebut. Dalam hal ini, diharapkan peneliti jeli melihat tanda-tanda, kode-kode, atau premis-premis yang ada dalam karya sastra. Berdasarkan hubungan antara tanda dengan yang ditandakan, terdapat tiga jenis tanda, yakni 1) ikon, yaitu tanda yang secara inheren memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk. Misalnya foto dengan orang yang difoto atau peta dengan wilayah geografisnya. Sikana (2008:40) menuliskan bahwa “ikonik ialah tanda yang merujuk terus kepada objek yang digambarkan atau yang dibawa oleh objek dengan subjek”; 2) indeks, yaitu tanda yang mengandung hubungan kausal (sebab-akibat) dengan apa yang ditandakan. Misalnya asap menandakan adanya api, mendung menandakan akan turun hujan. Ratna (2009:421) menyebutkan bahwa “indeks merupakan salah satu unsur (object) semiotika Pierce dengan ciri-ciri hubungan sebab akibat, kedekatan eksistensi, seperti asap dengan api, tanda-tanda tertentu sebagai petunjuk jalan”; dan 3) simbol, yaitu tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbriter, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial tertentu. “Misalnya bendera putih sebagai simbol ada kematian” (Endraswara 2003:65) sedangkan untuk lingkungan sosial Aceh menggunakan simbol bendera merah sebagai lambang kematian. Misalnya, “mereka bisa melihat panji kecil merah yang terpasang di ranting tertancap di ujung jalan itu” (Arya, 2010:44). Metode Penelitian Penelitian ini merupakan kajian semiotik, yakni penelitian dengan mengkaji tanda-tanda yang terdapat dalam novel. Jenis penelitian ini kualitatif-deskriptif artinya yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi. Teknik penelitian ini mengumpulkan, menganalisis, dan memberikan makna pada kutipan-kutipan klausa dan kalimat yang berisi penanda-penanda unsur religius berupa akidah, syariah, ahklak, takwa, dan ilmu pengetahuan yang dikutip dari Novel
El-Mansiya. Teknik analisis data yang digunakan dengan mengadopsi langkah-langkah yang digunakan oleh (Miles dan Huberman 1992:1521 dan Sianifar 2007:55-56), yaitu 1) prosedur reduksi data; 2) penyajian data; dan 3) menarik kesimpulan/verifikasi Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam novel El-Mansiya terdapat unsur-unsur religius yang meliputi unsur akidah, syariah (ibadah dan muamalah), akhlak, takwa, dan ilmu pengetahuan. Unsur-unsur tersebut dikaji berdasarkan penanda-penanda yang berupa ikon, indeks, dan simbol. 1. Akidah Dalam unsur akidah, keimanan seperti yang digambarkan dalam novel, yakni menyembah pohon diiringi dengan asap kemenyan tidak dijumpai lagi dalam masyarakat Aceh sekarang ini. Hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk Aceh beragama Islam. Akan tetapi, daerah yang dikenal dengan sebutan Serambi Mekah ini tidak menutup diri untuk menerima penduduk yang bukan beragama Islam. Apalagi setelah kejadian besar Gempa dan Tsunami melanda Aceh, para pendonor yang notabene berasal dari berbagai negara kebanyakan beragama Kristen. Mereka juga dengan berbagai cara berusaha mendangkalkan akidah masyarakat Aceh. Dengan menggunakan berbagai cara pula masyarakat Aceh dapat mengagalkan misi mereka. Keimanan kepada Allah meliputi sifat-sifat –Nya. Walaupun tidak semua sifat Allah ditemukan dalam novel, setidaknya ada dua puluh sifat. Sifat-sifat tersebut antara lain adalah (1) Allah Maha Memperkenankan (al-Mujib), (2) Allah Maha Mengumpulkan (al-Jami’), (3) Allah Maha Penolong (al-Wali), (4) Allah Maha Kuasa (al-Qadir), (5) Allah Maha Mengetahui (al-Alim), (6) Allah Maha Menghitung (al-Munshi), (7) Allah Maha Adil (al-Adl), (8) Allah Maha Pengampun (al-Gaffar), (9) Allah Tempat Bergantung dan Memohon (asShamad), (10) Allah Maha Agung (al-Adhim), (11) Allah maha Mendengar (as-Sami’), (12) Allah Maha Memberi selamat (as-Salam), (13)
Struktur Cerita Rakyat... (Fatimah) Allah Maha Mengabulkan (al-Mujib), (14) Allah Maha Terpuji (al-Hamid), (15) Allah Maha Mengembalikan (al-Mu’id), (16) Allah maha Nyata Kekuasaann-Nya (adh-Dhahir), (17) Allah Maha Penghukum (al-Hakam), (18) Allah Maha Pemberi Siksa (al-Muntaqim), (19) Allah Maha Penerima Taubat (al-Tawwab), dan (20) Allah Maha Esa (al-Wahid). Keimanan kepada malaikat yang digambarkan dalam novel melalui malaikat pencabut nyawa. Malaikat adalah makhluk Allah yang sangat patuh dan taat kepada Allah. Kapan pun Allah perintahkan, saat itu pula dilakukan tanpa rasa lelah. Malaikat juga tidak pernah melakukan kesalahan sekecil apa pun. Sifat inilah yang seharusnya dicontoh oleh manusia dalam menjalankan tugas yang diamanahkan kepadanya. Manusia bisa mencontoh manajemen yang malaikat terapkan. Malaikat hanya fokus bekerja di satu bidang saja, taat dalam beribadah, mempunyai manajemen yang baik, dan menghargai pendapat yang lain. Keimanan kepada kitab ditemukan penanda membaca al-Quran di kuburan selama tujuh malam ketika ada anggota yang meninggal dunia. Gambaran seperti ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Aceh. Menurut sejarah, Rasulullah dan para sahabat tidak pernah membaca al-Quran di kuburan dengan maksud untuk ketenangan orang yang meninggal. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah tetapi dilakukan oleh umatnya dianggap perbuatan mengada-ada (bid’ah). Akan tetapi, Rasulullah menghimbau kepada umatnya untuk membaca al-Quran di rumah saja seperti sabdanya yang artinya: “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya syaitan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim). Dengan demikian, ajaran yang tersirat dalam hadist di atas adalah bahwa kuburan bukan tempat untuk membaca al-Quran. Tradisi mengaji setiap malam ditemukan dalam novel. Akan tetapi, fenomena yang terjadi dalam masyarakat, tradisi ini sudah nyaris hilang. Hal ini disebabkan karena para remaja Aceh sudah dipengaruhi oleh teknologi yang semakin canggih. Mereka sudah sangat ber-
41 gantung dengan internet yang kini sudah ada dalam hand phone-nya. Sehubungan dengan ini, pemerintah daerah merasa perlu melakukan tindakan yang persuasif. Dewasa ini, para pemegang kebijakan itu (khususnya Aceh Besar) menghimbau agar setiap rumah melakukan pengajian setelah magrib. Himbauan ini diberi nama “beut al-Quran bakda megrib”. Bahkan, himbauan ini sudah diluncurkan (launching) oleh Gubernur Aceh pada Kamis, 14 Maret 2013 yang lalu. Pengajian ba’da Magrib ini bukan saja berlaku untuk masyarakat Aceh secara umum, namun khusus setiap Kamis malam para Pejabat Pemerintah Aceh mengadakan kegiatan Kajian Tinggi Keislaman di Musalla Meulingoe Gubernur Aceh. Keimanan kepada rasul yang ditemukan dalam novel merupakan gambaran bahwa masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi rasulnya. Hal itu dibuktikan dengan aktivitas setiap malam Jumat mereka memuji nabinya sambil berselawat dalam sebuah zikir yang indah. Hampir setiap kampung mempunyai kelompokkelompok zikir yang juga menyanjung nabinya dengan pujian-pujian. Apalagi lagi setiap bulan maulid tiba, kelompok yang sudah mahir berzikir itu selalu menerima undangan untuk berzikir di mesjid-mesjid yang merayakan hari kelahiran nabi, yakni Maulid Nabi Muhammad saw. Keimanan kepada qadha dan qadar menggambarkan bahwa takdir manusia merupakan rahasia Allah yang tidak ada satu orang pun mengetahui. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyid (2009:54-55) bahwa “segala sesuatu yang terjadi di jagad raya ini, -baik berupa kejadian dan perbuatan yang baik maupun berupa kejadian dan perbuatan yang buruk- adalah sesuai dengan ilmu, kehendak, dan ketentuan Allah swt.” Sebagai orang yang beriman kita wajib yakin dan percaya sepenuh hati, bahwa semua perbuatan serta kejadian yang menimpa umat manusia di dunia ini telah ditakdirkan oleh Allah swt. termasuk kematian dan perjodohan. Allah telah menentukan jodoh seseorang. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surat ar-Ruum ayat 21 yang artinya “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
42 Master Bahasa Vol. I No. 2; Juli 2013:36−47 supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. Dalam novel dikisahkan bahwa tokoh Kamal dan Arnati menjalin hubungan asmara. Mereka yang bersama-sama saling berbagi cerita dalam suka dan duka terpaksa melanjutkan hubungan asmaranya melalui surat. Hal ini dilakukan oleh mereka karena jarak antara keduanya berjauhan. Arnati di Ketapang Manyang, sedangkan Kamal harus pindah ke Takengon. Dalam Islam, apapun alasannya berpacaran bukanlah jalan yang diridhai Allah, karena banyak segi mudharatnya. Setiap orang yang berpacaran cenderung untuk bertemu, duduk, dan pergi berdua. Hal ini merupakan larangan dalam syariah. Sebagaimana yang tercantum dalam hadist Nabi yang artinya: “Janganlah salah seorang di antara kamu bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang wanita, kecuali bersama dengan muhrimnya (H.R. at-Tirmizi dari Ibnu Umar). Dengan kata-lain, berpacaran atau berdua-duaan sama-saja membuka peluang bagi setan untuk menguasai kedua belah pihak dan selanjutnya menjerumuskan keduanya ke dalam perbuatan keji yaitu perzinahan. 2. Syariah (ibadah dan muamalah) Unsur syariah ibadah yang ditemukan dalam novel, menggambarkan ibadah salat, puasa, doa, haji, dan mengurusi jenazah. Dalam rukun Islam, salat menempati urutan kedua setelah syahadat. Ini berarti ketika manusia sudah masuk Islam dengan mengucap syahadat, hal yang pertama sekali dilakukan adalah salat. Seperti sabda Rasulullah yang berarti “Hal pertama yang diwajibkan oleh Allah swt atas umatku adalah shalat lima waktu, hal pertama yang diangkat dari amalanamalan mereka adalah shalat lima waktu, dan hal pertama yang dipertanyakan kepada mereka adalah shalat lima waktu.” Dengan demikian, salat merupakan tiangnya agama. Apabila tiangnya kokoh, selamatlah semuanya. Sebaliknya, apabila tiangnya rapuh, yang lainnya tidak bisa bersandar karena sandarannya tidak kokoh.
Ibadah puasa wajib dilaksanakan pada bulan Ramadan. Dalam novel, ritual ini ditemukan. Masyarakat dalam novel menyambut gembira kedatangan bulan penuh rahmat itu. Bahkan, ketika menyambut bulan Ramadan itu, anak-anak yang berada di perantauan pun pulang untuk menikmati nikmatnya daging megang. Mereka percaya bahwa bulan Ramadan merupakan bulan penghapus dosa dan segala amal perbuatan dilipatgandakan pahalanya. Sebagaimana masyarakat dalam novel, masyarakat Aceh juga mengalami hal yang sama. Mereka senang menjalankan perintah Allah selama sebulan penuh. Bahkan, ayat tentang puasa pun sudah mereka hafal. Salah satunya seperti firman Allah berikut ini yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa “( Q.S. al-Baqarah : 183 ) Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban umat Islam bagi yang mampu. Kata yang mampu di sini berarti mampu dalam bidang ekonomi (biaya/ ongkos haji), mampu secara fisik, dan mampu dalam kendaraan. Kewajiban berhaji sesuai dengan firman Allah yang artinya “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran: 97). Gambaran yang nyata pada masyarakat Aceh. Antusiasme masyarakat untuk menunaikan rukun Islam yang kelima itu ditandai dengan waiting list yang begitu lama. Faktanya, masyarakat Aceh sudah harus menunggu selama sepuluh tahun untuk mendapatkan panggilan berangkat ke tanah suci. Fakta inilah yang membuat pemerintah berpikir untuk mencari solusi alternatifnya. Salah satu solusi yang disarankan oleh pemerintah daerah (gubernur Aceh) adalah mengusahakan kembali lewat perjalanan laut. Artinya, selain biayanya tidak semahal haji via pesawat, kemungkinan besar kuotanya bisa bertambah.
Struktur Cerita Rakyat... (Fatimah) Berdoa merupakan salah satu bentuk ibadah, bahkan inti atau otaknya ibadah. Untuk itu, bagi umat Islam sangat dianjurkan berdoa setiap saat. Tidak ada satu hal pun dalam kehidupan yang tidak diawali dan akhiri dengan doa. Anjuran bahkan perintah ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Araf ayat 55-56 yang artinya: “Mohonlah (berdoalah) kamu kepada Tuhanmu dengan cara merendahkan diri dan cara halus, bahwasannya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas; dan janganlah kamu berbuat kebinasaan di bumi (masyarakat) setelah la baik; dan mohonlah (berdoalah) kamu kepada Allah dengan rasa takut dan loba (sangat mengharap); bahwasannya rahmat Allah itu sangat dekat kepada orang-orang, yang ihsan (Iman kepada Allah dan berbuat kebajikan).” Mengurusi jenazah merupakan ibadah wajib yang harus dilakukan oleh orang yang masih hidup. Hukumnya adalah fardhu kifayah, artinya apabila sudah dilakukan oleh muslim yang lain, gugurlah kewajiban ini. Kewajiban muslim terhadap orang yang sudah meninggal meliputi empat hal, yakni (1) memandikan jenazah, (2) mengafani jenazah (membungkus), (3) menyalatkan jenazah, dan (4) menguburkan jenazah. Sebagaimana dalam novel, masyarakat Aceh juga melaksanakan kewajibannya terhadap orang yang telah meninggal dunia. Bahkan di setiap kelurahan sudah ada orang tertentu yang ditunjuk khusus mengurusi jenazah. Mereka diberi uang honor yang bersumber dari masyarakat sendiri. Biasanya ada dua atau tiga orang. Mereka ini dipilih karena bisa menjaga rahasia yang mungkin saja ditemukan ketika mengurusi jenazah. Syarat ini menjadi syarat utama baginya. Seperti sabda Rasulullah berikut ini. Dari Abu Rafi Aslam pelayan Rasulullah saw. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang memandikan mayat kemudian ia menyembunyikan rahasianya maka Allah mengampunkan baginya empat puluh kali.” (Riwayat Al-Hakim)
43 Dalam bidang syariah muamalah terdapat jenis muamalah al-madiyah yang meliputi benda yang halal, benda-benda yang mudharat dan benda-benda yang maslahat, serta perkawinan kekerabatan. Terkait benda-benda yang halal, penanda yang ditemukan dalam cerita menunjukkan bahwa walaupun dalam keadaan terpaksa kelima orang yang berada di hutan dan kelaparan masih memilih hewan buruan yang halal. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Maidah:88) Ayat ini memerintahkan kepada manusia dalam memilih makanan tidak hanya dilihat halalnya saja tetapi baik untuk kesehatan lahir & batin. Ritual menyembah pohon atau benda apa saja yang dipakai sebagai medianya, jelas sangat dilarang dalam syariah Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya: “maka apa-kah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Lata dan al Huzza, dan Manah yang ketiga yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)” (QS. an-Najm 1920). Dalil ini menunjukkan bahwa pohon atau batu yang disembah, seperti dalam novel tidak dibenarkan karena mudharat. Benda yang dapat memberi maslahat kepada calon mempelai perempuan adalah mahar. Mahar adalah modal pertama dalam rumah tangga. Akan tetapi, ketentuan mahar dapat menjadi mudharat apabila calon mempelai laki-laki tidak mempunyai kesanggupan memberikan, sedangkan mereka sudah sangat mencintai dan berkeinginan untuk menikah. Kasus seperti inilah yang dapat mengubah benda yang sifatnya maslahat menjadi mudharat. Karena ketentuan mahar yang tinggi dan tidak bisa didapatkan, hal yang tidak diinginkan dapat terjadi di antara kedua mempelai, misalnya berzina. Masalah perkawinan kekerabatan, dalam Islam tidak ada halangan bagi laki-laki dan perempuan yang terikat tali persaudaraan sepupu/kerabat untuk melangsungkan perkawinan. Akan tetapi, melaksanakan perkawinan antara orang yang berjauhan hukumnya sunah. Hal ini berarti syariah Islam menganjurkan, demi
44 Master Bahasa Vol. I No. 2; Juli 2013:36−47 kemaslahatan hindarilah perkawinan antara orang mukmin : Hendaklah mereka mengulursaudara sepupu yang hubungan kekerabatannya kan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang sangat dekat. demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak 3. Akhlak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Penggambaran akhlak terhadap Allah dibuk- Maha Penyayang”. tikan dengan melaksanakan semua perintahAnjuran untuk berbuat baik kepada tetperintah-Nya dan menjauhi larangan-laran- angga terdapat dalam firman Allah dalam surah gan-Nya. Dalam novel dibuktikan dengan An-Nisaa ayat 36 yang artinya: “ Dan berbuat melaksanakan kewajiban salat lima waktu, men- baiklah kepada … tetangga yang dekat dan syukuri segala nikmat yang telah dikarunikan tetangga yang jauh …. Sesungguhnya Allah tikepada manusia, dan lainnya yang menunjukkan dak menyukai orang-orang yang sombong dan sikap baik terhadap Allah swt. Tidak ada satu membangga-banggakan diri. alasan pun yang membuat manusia ingkar dari Akhlak terhadap masyarakat dapat dinikmat-nikmat Allah. Sikap seperti dalam novel buktikan dengan cara memuliakan tamu, tercermin juga dalam kehidupan masyarakat. musyawarah, saling menolong, dan gotong Salah satu bukti umat Islam mencin- royong. Cara-cara seperti ini ditemukan dalam tai Rasulnya adalah dengan berselawat novel yang dianalisis. Memuliakan tamu sesuai kepadanya. Sesuai dengan sabda nabi yang dengan anjuran Rasulullah melalui sabda beliau dikisahkan oleh Ibnu Mas’ud ra nabi bersabda: yang artinya” Barangsiapa yang beriman ke“manusia yang paling dekat dengan aku nanti pada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia pada hari kiamat yaitu mereka yang paling ba- memuliakan tamunya pada saat istimewanya.” nyak membaca shalawat untukku.” (Riwayat At Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, Turmudzy) Berselawat kepada nabi juga dilaku- apakah saat istimewanya itu?” Beliau bersabkan oleh masyarakat Aceh. Mereka melakukan- da: “Hari dan malam pertamanya. Bertamu itu nya pada waktu-waktu selesai salat lima waktu, adalah tiga hari, kalau lebih dari tiga hari maka dan acara-acara keagamaan. itu adalah sedekah” (H.R. Bukhari dan MusSeorang anak yang taat kepada orang tua lim). Perintah musyawarah tercantum dalam dengan cara mendengarkan perintah orang tu- dua firman Allah, yakni 1) surah Ali Imran ayat anya, dan membantu mereka dengan bekerja. 159 yang artinya: “Dan bermusyawarahlah Sikap seperti dalam novel sesuai dengan ajaran kamu dengan mereka dalam urusan itu” dan 2) syariah Islam, bahwa seorang anak, walaupun surah Asy-Syuura ayat 38) yang artinya: “Dan sangat kecewa, harus selalu patuh kepada orang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah tua. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang antara mereka.” Saling menolong diperintahartinya: “ … dan hendaklah kamu berbuat baik kan kepada manusia dalam firman Allah yang kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. artinya: “Tolong-menolonglah kamu sekalian (Q.S. Al-Israa’: 23) (mengerjakan) kebaikan dan takwa.” (Q.S. Memakai jilbab merupakan salah satu cara Al-Maidah: 2). Gotong royong juga selalu yang dilakukan manusia sebagai haknya terha- dianjurkan oleh pemerintah daerah dan sekodap dirinya sendiri. Jilbab dipakai untuk menu- lah. Kegiatan “Jumat bersih” dilakukan oleh tupi aurat yang tujuannya untuk melindungi masing-masing instansi dan sekolah-sekolah. diri dari pandangan yang tidak diinginkan dari Akhlak terhadap lingkungan, yakni flora laki-laki. Cara ini diperintahkan oleh Islam se- dan fauna sebagai ciptaan Allah harus dapat dibagai pakaian untuk perempuan. Seperti firman manfaatkan oleh manusia dengan bijak. ManuAllah dalam surah Al-Ahzab:59 yang berarti: sia sebagai ciptaan Allah yang sempurna harus “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, menyayangi hewan dan tumbuh-tumbuhan dan anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang- memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Struktur Cerita Rakyat... (Fatimah) 4. Takwa Di mata Allah swt, semua manusia yang diciptakan-Nya adalah sama. Akan tetapi, hal yang membedakan baik dan tidak baiknya manusia tersebut dilihat dari sisi ketakwaannya kepada Allah. Salah satu bentuk ketakwaan manusia adalah menaati semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangannya. Dari semua perintah Allah kepada manusia, perintah salat, doa, dan puasa yang ditemukan dalam novel yang dianalisis. Tidak ada satu alasan pun yang diberikan oleh Allah untuk meninggalkan salat. Demikian juga dengan puasa pada bulan Ramadan. Bahkan bagi yang lanjut usia (lansia) menambahkan ritual suluk untuk meningkatkan ketakwaan dan mengekang hawa nafsu di bulan Ramadan. Keringanan salat dan puasa Ramadan hanya diberikan untuk orangorang yang mempunyai masalah dalam kesehatan dan perjalanan jauh. Terkait dengan doa, tidak ada satu kegiatan pun yang luput dari doa. 5. Ilmu pengetahuan Dalam novel yang dianalisis terdapat klasifikasi ilmu dan kewajiban menuntut ilmu. Klasifikasi ilmu terfokus pada ilmu-ilmu keagamaan, namun ilmu-ilmu yang lain seperti keterampilan dan ilmu teori praktis lainnya perlu dipelajari. Tujuannya selain untuk mengetahui prosesproses terjadinya sesuatu, pertumbuhannya, juga untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia. Apa pun jenis ilmu yang ada, semua perlu dipelajari. Untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut, tentunya tidak cukup hanya dipelajari sendiri saja. Untuk itu, perlu ada orang yang mencari ilmu (muta’alim) dan orang yang mempunyai ilmu (alim). Dalam Islam ada empat kelompok orang yang berilmu, yakni 1) Muddaris yaitu guru yang hanya mengajar mata pelajaran kemahiran saja; 2) Mualim yaitu guru yang tidak hanya mengajar mata pelajaran saja, namun turut mengajarkan ilmu-ilmu yang lain; 3) Mursyid yaitu guru yang menyampaikan ilmu dan menunjukkan jalan yang benar; dan 4) Murabbi yaitu guru yang mendidik, memelihara, mengasuh, mentarbiyahkan anak didiknya menjadi manusia yang berilmu, bertakwa, dan beramal saleh.
45 Untuk mengantarkan anak didik mencapai cita-citanya, peran seorang guru sangat menentukan. Peran apa saja yang ada pada guru? Djamarah (2005:43-48) menguraikan peranan seorang guru, yakni sebagai: 1) korektor, 2) inspirator, 3) informator, 4) organisator, 5) motivator, 6) inisiator, 7) fasilitator, 8) pembimbing, 9) demonstrator, 10) pengelola kelas, 11) mediator, 12) supervisor, dan 13) evaluator. Djamarah (2005:51) mengatakan bahwa “anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.” Sesuai dengan sabda Nabi yang artinya “kewajiban menuntut ilmu itu dimulai dari ayunan sampai ke liang lahat” (H.R. Muslim) Penutup Unsur-unsur religius yang digambarkan dalam novel meliputi unsur akidah, syariah (ibadah dan muamalah), akhlak, takwa, dan ilmu pengetahuan. Penggambarannya melalui penandapenanda yang berbentuk semiotik berupa ikon, indeks, dan simbol. Jenis semiotik yang tampak lebih dominan pada ikon dan indeks, sedangkan jenis simbol hanya ditemukan pada unsur akidah. Unsur akidah tergambar melalui penandapenanda dalam jenis ikon, indeks, dan simbol. Penggambaran yang menandakan akidah, yakni keimanan manusia terhadap rukun iman yang enam macam. Keenam rukun iman tersebut meliputi (1) iman kepada Allah swt., (2) iman kepada malaikat, (3) iman kepada rasul, (4) iman kepada kitab suci, (5) iman kepada hari akhir (kiamat), dan (6) iman kepada qadha dan qadar. Keimanan kepada Allah banyak ditandai dengan penanda-penanda yang berhubungan langsung dengan sebutan-sebutan nama Allah dan kata ganti -Nya. Penanda-penanda ini dapat ditemui pada jenis semiotik ikon dan indeks. Hal ini menandakan bahwa keimanan kepada Allah merupakan puncak tertinggi dibandingkan dengan keimanan-keimanan yang lainnya. Apabila manusia sudah yakin dengan adanya Allah sebagai pemegang kekuasaan, keyakinan terhadap yang lain dengan sendirinya akan mengikuti. Keimanan terhadap kitab suci yang merupakan
46 Master Bahasa Vol. I No. 2; Juli 2013:36−47 pedoman umat Islam menjadi ikon masyarakat Aceh dalam novel ini. Selawat menjadi ciri keimanan kepada Rasulullah. Unsur syariah ibadah sangat menonjolkan pelaksanaan salat lima waktu di samping ada juga salat sunat. Masyarakat Aceh pada umumnya selalu taat melaksanakan perintah salat dalam kehidupan sehari-hari. Ini juga menjadi ikon masyarakat Aceh yang religius. Ibadah puasa yang dijalankan di daerah Aceh menggambarkan adat-istiadat masyarakatnya. Penanda seperti timphan dan air mentimun menjadi ciri khas pelengkap saat berbuka puasa di bulan Ramadan, sedangkan hari meugang juga melengkapi tradisi yang tidak bisa dihilangkan. Dalam syariah muamalah, walaupun dalam keadaan darurat dianjurkan untuk memilih makanan dan minuman yang halal. Masalah pernikahan anak perempuan, masyarakat Aceh menentuan mahar yang berupa emas dalam jumlah tertentu. Mereka juga masih terbiasa menikahkan anak perempuan dengan kerabatnya. Penggambaran akhlak ditandai dengan penanda-penanda akhlak terhadap Allah sebagai petanda rasa syukur. Akhlak terhadap rasul dengan berselawat kepada nabi. Akhlak terhadap masyarakat dengan mengadakan rapat dan memperlakukan tamu dengan mulia. Akhlak terhadap diri sendiri dengan sifat sabar, ihklas, dan melindungi diri sendiri dengan berpakaian muslim. Akhlak terhadap lingkungan dengan memanfaatkan tumbuhan untuk beribadah, dan memperlakukan hewan dengan baik. Akhlak yang berhubungan dengan ihsan ditandai dengan petanda berdoa dengan khusyuk yang menandakan pendekatan diri kepada Allah swt. Unsur takwa menandakan bahwa manusia selalu memelihara hubungannya dengan Allah swt. Hal ini dilakukan sebagai bukti ketakwaannya. Hubungan dengan Allah ditandai dengan selalu takut dan melaksanakan semua kewajiban serta selalu bersyukur dengan nikmat yang diterimanya. Bulan Ramadan juga dijadikan kesempatan untuk meningkatkan ketakwaan masyarakat. Suluk menunjukkan salah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Unsur ilmu pengetahuan dalam novel ini
digambarkan melalui klasifikasi ilmu dan kewajiban menuntut ilmu. Ilmu agama khususnya mempelajari al-Quran menjadi tuntutan yang paling penting untuk remaja baik putra maupun putrinya, bahkan ibu-ibu. Hal ini disebabkan karena ilmu dalam al-Quran merupakan sumber dari segala ilmu. Untuk itu kewajiban menuntut ilmu melalui pendidikan apa saja harus ditempuh. Biaya bukan satu masalah yang menghambat cita-cita dalam hal menuntut ilmu. Akan tetapi, tekadlah yang harus selalu ada dalam diri manusia Dari semua unsur religius yang dianalisis tampak lebih dominan pada jenis ikon dan indeks, sedangkan jenis simbol hanya ditemukan pada akidah. Penggambaran simbol yang dimaksud adalah kutipan “Tuhan juga pasti telah menentukan di mana tulang rusukku berada.” (263) Yang menjadi simbol pada kutipan penanda ini adalah frasa “tulang rusukku.” Simbol tulang rusukku adalah jodoh atau pendamping hidup. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan beberapa hal berikut. Pertama, Kepada mahasiswa MPBSI agar dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai tambahan bahan bacaan khususnya dalam bidang sastra. Jika memungkinkan, hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi untuk melakukan penelitian yang serupa. Hal ini disebabkan karena penelitian dengan tinjauan semiotik ini belum banyak dilakukan oleh mahasiswa. Kedua, Kepada peneliti lanjutan, agar dapat meneliti hasil karya sastra khususnya yang dihasilkan oleh sastrawan Aceh. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran masyarakat Aceh secara keseluruhan. Gambaran masyarakat Aceh berupa kehidupan beragama, nasionalisme, sosial-budaya, sosial-ekonomi, sejarah, pendidikan, dan sebagainya yang dituangkan dalam karya sastra. Dengan demikian, nilai-nilai atau karakter yang ada dalam masyarakat dapat dipahami dan dilestarikan, sehingga apa saja yang bernilai tinggi dapat dipertahankan sebagai suatu kekayaan. Ketiga, Kepada pendidik dan calon pendidik di semua tingkatan satuan pendidikan khu-
Struktur Cerita Rakyat... (Fatimah)
47
susnya yang sedang mengambil program magis- Pamungkas, Agus. 2011. Amandemen UUD 1945. Yokyakarta: Buku Pintar. ter, agar jeli dan dapat mewaspadai tanda-tanda yang muncul dalam lingkungan sekolah dan masyarakat . Hal ini bertujuan agar usaha-usaha Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Sastra dan Cultural Studies Refresentasi Fiksi dan Fakta. yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak berYogyakarta: Pustaka Pelajar. tanggung jawab dapat terdeteksi sedini mungkin. Dengan demikian, kenyamanan proses belajarmengajar dapat berjalan seperti yang diharapkan ______, Nyoman Kuta. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. dalam kurikulum. Selanjutnya, usaha menanamYogyakarta: Pustaka Pelajar. kan karakter-karakter masyarakat Aceh dapat tercapai sesuai dengan tujuan. Ridwan, Hasan. 2009. Fiqh Ibadah (Refleksi Ketundukan Hamba Allah kepada AlKhaliq, Perspektif Al-Quran dan AsDAFTAR PUSTAKA Sunnah). Bandung: Pustaka Setia. Ali, Mohammad Daud. 2010. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Arya, Zack. 2010. Novel El-Mansiya (Yang Terlupakan). Pede Grafika: Banda Aceh.
Sami, Abdus dkk. 2007. Al-Quranku (dengan Tajwid Blok Warna). Jakarta: Lautan Lestari (Lestari Books) & Islamic Book Service.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Serambi Indonesia. Kamis, 14 Maret 2013. “Gubernur Launching Pengajian Ba’da Magrib” hlm 7. Banda Aceh.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 2005. Ensik- Sianipar,T. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Konsep, Prinsip dan lopedi Islam Jilid 1. Jakarta: Ichtiar Baru Aplikasi. Jakarta: Lembaga Manajemen van Hoeve. Universitas Negeri Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Sikana, Mana. 2008. Teori Sastera Kontemporari, Edisi III. Singapura: Pustaka Karya. Rineka Cipta. Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Peneli- Sufadie, Didiek Ahmad dkk. 2011. Pengantar Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo tian Sastra. Epistemologi, Model, Teori, Persada. dan Aplikasi. Yogyakarta: Center for Akademic Publising Servis (CAPS) Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Ghazaly, Abdul Rahman, dkk. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana.
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana Miles, Matthew dan Michael Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif. Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
