PERANAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Program Paket C pada PKBM Santika, Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta)
Oleh: Andhini Nurul Fatimah A14204048
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERANAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Program Paket C pada PKBM Santika, Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta)
Oleh: Andhini Nurul Fatimah A14204048
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2008
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa
: Andhini Nurul Fatimah
Nomor Pokok
: A14204048
Judul
: Peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Dalam Rangka Pengembangan Masyarakat
Dapat diterima sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi. NIP. 131 841 726
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131 124 019
Tanggal kelulusan:_____________________
LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERANAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH (SKRIPSI) PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN
SESUNGGUHNYA
DAN
SAYA
BERSEDIA
MEMPERTANGGUNG JAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Juni 2008
ANDHINI NURUL FATIMAH A14204048
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 3 Maret 1987 dari pasangan H. Agus Salim Hamid (Ayah) dan Hj. Siti Aisyah (Ibu). Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dengan kakak bernama Tendry Zulfah Maharani, dan tiga orang adik bernama Karina Rodwiyah, Lulu Chairizah, dan Muhammad Arya Thoriq. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah tahun 1992-1994 SD Islam Bhakti Ibu Jakarta, 1994-1998 SDN Dukuh 03 Jakarta, SLTP Negeri 24 Jakarta dan lulus pada tahun 2001, SMU Negeri 48 dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis memiliki beberapa pengalaman, baik dalam kegiatan organisasi maupun kegiatan kepanitiaan. Organisasi yang pernah dimasuki penulis adalah MISETA pada periode 20062007. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan, seperti Rabuan Dosen KPM dan Dies Natalis FEMA (MC) pada tahun 2006, POROS, dan ZONE A pada tahun 2006. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti English Journalistic Training pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) Dalam Rangka Pengembangan
Masyarakat”. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada : 1. Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi sebagai dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi, yang telah berkenan memberikan banyak masukan, arahan, pemikiran, bimbingan, maupun koreksi kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 2. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS yang telah berkenan menjadi dosen penguji utama dalam sidang skripsi. 3. Martua Sihaloho, MSi sebagai dosen penguji skripsi perwakilan dari komisi pendidikan. 4. Keluarga tercinta (My super “Mom”, Papa, Ka’ Endi, Kiyna, Lulu, dan Yaya), atas kasih sayang, motivasi, teguran, dan sejuta kisah berwarna yang telah menjadikan hidup penulis menjadi lebih bermakna. 5. Teman-temanku, Elin, Anyu, Ucie, Fanty, Pibi, Ntep, Nia, Christin, Putri, Lala, Bu Ratih, dan Bunda, atas dukungan yang diberikan kepada penulis.
6. Dwi Retno Hapsari, rekan seperjuangan dalam penyusunan skripsi. 7. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kerabat serta seluruh pihak yang telah memberikan dorongan semangat serta doa sehingga penyelesaian skripsi ini dapat terwujud.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait.
Bogor, Juni 2008
Andhini Nurul Fatimah
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI...............................................................................................
i
DAFTAR TABEL.......................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
vii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah.....................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………….
7
1.4 Kegunaan Penelitian.....................................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Jenis Program Pendidikan Nonformal..................
9
2.2. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat...............................................
11
2.2.1 Pengertian dan Jenis Program PKBM..................................
11
2.2.2 Urgensi Keberadaan PKBM.................................................
13
2.2.3 Implementasi Azas dan Konsep Pendidikan Orang Dewasa dalam PKBM........................................................................
14
2.3. Konsep dan Prinsip Pengembangan Masyarakat .........................
22
2.4 Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat..................................
27
2.5 Kerangka Pemikiran.......................................................................
31
2.6 Hipotesis Pengarah.........................................................................
34
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian............................................................................ 36 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 37 3.3 Penentuan Subjek Penelitian............................................................ 38 3.4 Teknik Pengumpulan Data............................................................... 39 3.5 Teknik Analisis Data........................................................................ 41 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat PKBM Santika.....................................................
44
4.2 Visi dan Misi PKBM Santika........................................................
46
4.3 Struktur Personal PKBM Santika dan Profil Pemilik Yayasan......
47
4.4 Kerjasama dengan Pihak Luar.......................................................
51
4.5 Karakteristik Warga Belajar pada PKBM Santika.......................... 52 4.6 Profil Wilayah dan Komunitas Setempat......................................... 54 V. URGENSI KEBERADAAN PKBM BAGI MASYARAKAT SEKITAR WILAYAH CIPAYUNG
5.1 Penanda Urgensi Keberadaan PKBM Santika………...................... 58 5.1.1 Penyesuaian Prioritas Calon Warga Belajar Oleh PKBM Santika………………………………………...................
58
5.1.2 Perolehan Ijazah dan Tuntutan “Pasar”........................................ 62 5.2 Kilasan Keberadaan PKBM “Semu” di Wilayah Cipayung............ 64 5.3 Ikhtisar............................................................................................. 65
VI. PERANAN PKBM SANTIKA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT 6.1 Refleksi Peranan PKBM Melalui Azas-Azas yang Dianut PKBM Santika……………………………………….………….. 67 6.1.1 Azas Kemanfaatan................................................................ 67 6.1.2 Azas Kebermaknaan……………………………………....
70
6.1.3 Azas Kebersamaan………………………………………... 74 6.1.4 Azas Kemandirian...............................................................
78
6.1.5 Azas Keselarasan.................................................................
80
6.1.6 Azas Kebutuhan...................................................................
81
6.1.7 Azas Tolong Menolong........................................................ 83 6.1.8 Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat dalam AzasAzas yang Dianut PKBM Santika.........................................
85
6.2 Konsep Pendidikan Orang Dewasa dalam Penerapan Proses Pembelajaran pada PKBM Santika.................................................. 87 6.2.1 Metode Pembelajaran bagi Warga Belajar Paket C di PKBM Santika.................................................................. 88 6.2.2 Kegiatan Tutorial di PKBM Santika..................................... 91 6.3 Ikhtisar............................................................................................. 95 VII. HAMBATAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN PADA PKBM SANTIKA DAN UPAYA PENYELESAIANNYA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT 7.1 Hambatan Pelaksanaan Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Masyarakat oleh PKBM Santika…………….....
97
7.1.1 Keterbatasan Waktu Pembelajaran....................................... 98
7.1.2 Minimnya Atensi Warga Belajar terhadap Proses Pembelajaran....................................................................... 99 7.2 Upaya Penyelesaian Beragam Hambatan Pelaksanaan Pendidikan dalam rangka PM oleh PKBM Santika..................
100
7.2.1 Pembenahan Sistem Pendidikan oleh Pihak Pengelola.....
101
7.2.2 Penggunaan Strategi Pembelajaran oleh Tutor..................
101
7.2.3 Inisiatif dari Para Warga Belajar.......................................
102
7.3 Ikhtisar........................................................................................
103
VIII. PENDIDIKAN BERBASIS KOMUNITAS DENGAN PENDEKATAN PARTISIPATIF DALAM KERANGKA GOOD GOVERNANCE SYSTEM..................................................
104
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan.................................................................................. 110 9.2 Saran ........................................................................................... 112 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 114 LAMPIRAN................................................................................................
116
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Nama Tutor PKBM Santika dan Mata Ajaran yang Diasuhnya.......................................................................
49
Jumlah Penduduk Kelurahan Bambu Apus Sasaran Pendidikan Nonformal Berdasarkan Kelompok Usia Tertentu (16-44 tahun) Tahun 2007...............................
57
Perkembangan Jumlah Warga Belajar yang Mengikuti Ujian Nasional Program Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika................................................................
71
Standar Alokasi Pembiayaan yang Dikenakan Bagi Warga Belajar Paket C....................................................
77
Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat dalam AzasAzas yang Dianut PKBM Santika...................................
86
Alokasi Waktu Pembelajaran untuk Satu Jam Pelajaran pada Program Paket C PKBM Santika............................
92
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
Bagan Kerangka Pemikiran............................................
33
Gambar 2
Situasi Wawancara Mendalam dengan Tutor PKBM Santika................................................................
40
Gambar 3
Panti Belajar PKBM Santika..........................................
44
Gambar 4
Situasi Belajar pada Kursus Komputer di PKBM Santika..............................................................................
46
Gambar 5
Struktur Personal PKBM Santika.....................................
48
Gambar 6
Persentase Jumlah Warga Belajar Program Paket C di PKBM Santika Tahun 2007/2008 Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan.....................................................
53
Situasi Persiapan Pasar Malam di Kelurahan Bambu Apus..................................................................................
56
Gambar 8
Gedung PKBM X..............................................................
64
Gambar 9
Situasi Belajar di PKBM Santika......................................
69
Gambar 10
Suasana Diskusi Antar Warga Belajar PKBM Santika.....
90
Gambar 11
Hubungan Aktor-Aktor yang Terlibat dalam Pendidikan Berbasis Komunitas dan Bentuk Peran Serta Setiap Aktor dalam Kerangka Good Governance System....................... 107
Gambar 7
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Sketsa Lokasi Penelitian.....................................................
117
Lampiran 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian...........................................
119
Lampiran 3 Teknik Pengumpulan Data dan Kebutuhan Data bagi Penelitian.............................................................................
120
Lampiran 4 Panduan Pertanyaan Penelitian...........................................
124
Lampiran 5 Jadwal Kegiatan Belajar Mengajar Program Paket C Tahun Ajaran 2007/ 2008...................................................
128
Lampiran 6 Profil Tutor PKBM Santika..............................................
129
Lampiran 7 Daftar Nama PKBM di Wilayah Jakarta Timur Tahun 2007...................................................................................
130
Lampiran 8 Catatan Wawancara Mendalam dengan Warga Belajar Paket C..............................................................................
131
Lampiran 9 Catatan Wawancara Mendalam dengan Tutor PKBM Santika..................................................................
133
Lampiran 10 Catatan Wawancara Mendalam dengan Ketua Pengelola PKBM Santika..................................................................
135
Lampiran 11 Laporan Pengamatan Berperanserta di PKBM Santika....
138
Lampiran 12 Daftar Responden dan Informan…………………………
140
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh semua manusia di dalam hidupnya. Menurut Hasbullah (2006), pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan, atau pimpinan yang di dalamnya mengandung unsurunsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya. Dalam konteks historisnya, pendidikan telah ada sejak awal adanya manusia, jauh sebelum munculnya Ilmu Pendidikan pada sekitar abad 19. Saat itu aktivitas mendidik dilakukan dengan mengandalkan intuisi ataupun pengalaman. Semua kegiatan tak terkecuali pendidikan selalu bermuara pada tujuantujuan yang hendak dicapai. Tanpa tujuan yang pasti sepertinya suatu usaha yang kita lakukan tidak akan menjadi berarti. Sama halnya dengan perumpamaan tentang makan. Jika kita tidak pernah memiliki rasa kenyang dan puas terhadap apa yang kita makan, aktivitas yang kita sebut “makan” tampaknya tidak akan senikmat sekarang, selezat apapun makanan yang kita santap. Berdasarkan analogi tersebut, adapun tujuan dari pendidikan adalah perubahan-perubahan pola tingkah laku yang diinginkan (Soeitoe, 1982). Membahas Pendidikan di masa kini, tampaknya skema kita akan beralih pada lembaga pendidikan; tempat berlangsungnya proses ajar didik. Lembaga pendidikan formal (sekolah) merupakan salah satu lembaga pendidikan di samping keluarga. Namun, pada dasarnya pendidikan di sekolah juga merupakan bagian dari pendidikan keluarga (Hasbullah, 2006).
Pada konteks kekinian, pendidikan tidak hanya terbatas pada pendidikan formal melainkan telah berkembang sampai ke jalur pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah) maupun informal. Berdasarkan Undang-undang No.20 tahun 2003, Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan salah satu jalur penyelenggaraan pendidikan nasional di samping pendidikan sekolah. Pendidikan Luar Sekolah merupakan instansi yang bertanggung jawab untuk membina kegiatan pendidikan masyarakat. Berbagai jenis program pendidikan nonformal telah diupayakan oleh pendidikan luar sekolah. Beberapa jenis program pendidikan yang sedang dikembangkan PLS saat ini mengacu pada pemaparan dari Tim FKIP (2007), meliputi: pendidikan Kecakapan Hidup, Anak Usia Dini, Kepemudaan, Pemberdayaan Perempuan, Keaksaraan, Keterampilan dan Pelatihan Kerja, Kesetaraan, dan pendidikan sejenis lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Salah satu upaya yang ditempuh PLS dilakukan dalam bentuk pendekatan yang berbasis masyarakat dengan wadah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang berperan dalam menjalankan pendidikan nonformal di perdesaan maupun perkotaan. Kebijakan awal mengenai penyelenggaraan PKBM bermula dari hasil pertemuan antara Kepala Bidang Dikmas se Indonesia dengan Direktur Dikmas di Bali awal tahun 1998. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan diantaranya (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2003):
1. Penyelenggaraan Program Dikmas yang sebelumnya cenderung terpencar pencar lokasinya perlu diatur kembali penempatannya agar memudahkan bagi para petugas untuk membina dan memantaunya. 2. Memperhatikan laporan dari para Penilik (Pengawas Fungsional PLS.P) bahwa hampir setiap kecamatan terdapat bangunan sekolah yang kosong atau kurang dimanfaatkan, maka hal tersebut dipandang sebagai peluang bagi kepentingan belajar masyarakat. Berdasarkan kesepakatan tadi maka Ditjen Diklusepora sejak pertengahan tahun 1998 mengeluarkan kebijakan sebagai berikut: -
Setiap Kepala Bidang Dikmas diharapkan mulai merintis Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di wilayahnya
-
Kegiatan Belajar Dikmas di PKBM tidak terbatas hanya program yang sudah dicanangkan oleh Dikmas saja tetapi bisa kegiatan belajar apa saja yang dibutuhkan masyarakat
-
PKBM yang menggunakan Gedung SD kosong atau bangunan kosong lainnya harus disertai izin pemakaian minimal selama lima tahun dan paling sedikit harus memiliki tiga lokal kelas
-
Perlu diusahakan agar PKBM yang akan dibentuk berada di tengahtengah pemukiman atau tempat tinggal calon warga belajar atau tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka
-
PKBM tidak perlu menggunakan atribut Dikmas atau Pemerintah, supaya benar-benar menjadi milik masyarakat.
Menurut Sihombing
(1999), Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat
merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa dengan membuat suatu wadah atau lembaga PKBM, akan didapat potensi-potensi baru yang dapat ditumbuhkembangkan serta dimanfaatkan atau didayagunakan, melalui pendekatan-pendekatan kultural ataupun persuasif. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) juga merupakan suatu wadah berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan budaya1. Konsep dasar PKBM dari, oleh, dan untuk masyarakat merujuk pada orientasinya yakni untuk pemberdayaan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Setiap lembaga pendidikan memiliki sebuah sistem pendidikan yang membentuknya. Tak terkecuali dengan PKBM sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal yang bertujuan memperluas kesempatan warga masyarakat, khususnya yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari nafkah. Salah satu komponen dari sistem tersebut adalah pendidik. Tutor, sebagai salah satu komponen yang penting dalam sistem pendidikan, sangat berperan sebagai pengajar yang baik. Usia warga belajar pada PKBM (dalam hal ini pada program Kesetaraan) yang tergolong ke dalam
1
Direktorat PTK-PNF, Profil Direktorat PTK-PNF PKBM, http://www.jugaguru.com/profile/49/, Diakses pada 28 Desember 2007.
kategori orang yang telah dewasa, menuntut para tutor untuk menerapkan konsep pendidikan orang dewasa (Andragogy) dalam menjalankan metode pembelajaran. Pendidikan orang dewasa berdasarkan rumusan Suprijanto (2007) merupakan
serangkaian
aktivitas
pendidikan
bagi
orang
dewasa
yang
menggunakan sebagian waktunya dan tanpa dipaksa ingin meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikapnya dalam rangka pengembangan dirinya sebagai individu dan meningkatkan partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya secara seimbang dan utuh. Sejalan dengan pemahaman tersebut, dalam konsepnya pengembangan masyarakat dapat diartikan sebagai salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial (Suharto, 2006).
Terkait pula dengan peranan tutor sebagai pendidik,
dewasa ini pengelolaan lembaga pendidikan nonformal secara profesional termasuk pula di antaranya PKBM, sering dianggap melihat sekolah dan pendidikan sebagai ajang bisnis dan kurang menempatkan anak didik sebagai subyek. Terkait dengan paradigma baru pendidikan yang menantang masyarakat untuk lebih aktif bahkan proaktif dalam mengembangkan dirinya berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat, fenomena tersebut hanya akan menciptakan hambatan-hambatan baru bagi peran serta lembaga pendidikan nonformal (dalam hal ini PKBM) untuk mendukung pengembangan masyarakat khususnya di wilayah perkotaan.
Bagaimana peran yang sesungguhnya dijalankan oleh ”aktor-aktor penggerak” (instansi pemerintah atau swasta maupun lembaga lainnya) dalam PKBM khususnya di wilayah hunian komunitas yang sarat akan kesan ”komersial” seperti Jakarta?, peneliti kemudian terinspirasi untuk mengkaji lebih dalam tentang peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka pengembangan masyarakat dalam hal ini peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat. 1.2 Perumusan Masalah Pemaparan teori dan data (fakta) di atas menggambarkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai salah satu wadah pelaksana pendidikan nonformal (sering disebut juga pendidikan luar sekolah) merupakan pendekatan baru yang dirancang sebagai basis koordinasi program-program pembelajaran di masyarakat. Kenetralan sifat yang dimiliki PKBM, dimana terdapat keleluasaan lembaga atau instansi pemerintah, swasta, LSM atau pihak lain untuk memanfaatkan keberadaan PKBM sepanjang untuk kepentingan kemajuan masyarakat, saat ini sering ”dicap” sebagai ajang bisnis. Isu tersebut tampaknya sangat bertentangan dengan konsep PKBM yang justru diintroduksikan sebagai alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Sama halnya dengan wilayah perdesaan, wilayah perkotaan seperti Jakarta, juga tidak terlepas dari fenomena keberadaan PKBM (baik swasta maupun negeri) yang saat ini tengah aktif ”menjalarkan” beragam program dan membentuk ”galur-galur” baru yang mencoba menumbuhkan potensi-potensi masyarakat (khususnya di masyarakat sekitar PKBM) yang tidak mampu atau belum sempat dikembangkan oleh jalur pendidikan formal.
Pertanyaan penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Bagaimana urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) bagi masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur? 2. Bagaimana peranan yang dijalankan oleh PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat, mengacu kepada penerapan azas-azas dan konsep pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk pendidikan dari PKBM Santika? 3. Sejauhmana upaya yang dijalankan oleh PKBM Santika untuk menyelesaikan berbagai hambatan pelaksanaan pendidikan dalam rangka mengembangkan masyarakat pembelajarnya? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan di dalam penulisan penelitian ini, terkait dengan perumusan masalah di atas, yaitu untuk: 1. Memahami urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) bagi masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur 2. Menganalisis peranan yang dijalankan oleh PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat, mengacu kepada penerapan azas-azas dan konsep pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk pendidikan dari PKBM Santika
3. Mendeskripsikan upaya yang dijalankan oleh PKBM Santika untuk menyelesaikan berbagai hambatan pelaksanaan pendidikan dalam rangka mengembangkan masyarakat pembelajarnya. 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademik maupun praktis bagi para tutor dan pengelola PKBM sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan, serta pemahaman yang lebih mendalam seputar peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka pengembangan masyarakat. 2. Bagi para tutor maupun pengelola PKBM, pemerintah setempat, serta dinas-dinas pendidikan terkait diharapkan mampu bekerjasama dalam upaya mengembangkan masyarakat (melalui pendidikan nonformal) yang belum berkesempatan untuk memperoleh pendidikan formal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis Program Pendidikan Nonformal Menurut Tim Penulis FKIP (2007), pendidikan masyarakat (community education) merupakan salah satu dari berbagai istilah yang muncul dalam bidang pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan masyarakat lebih dikenal dengan pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah. Coombs dalam Ihsan (2005) mengklasifikasikan pendidikan ke dalam tiga bagian, yaitu pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan nonformal. Klasifikasi pendidikan yang terakhir menurut teori Coombs yang dipaparkan Ihsan (2005), yakni pendidikan nonformal secara lebih spesifik di sebut juga dengan pendidikan luar sekolah yang dilembagakan. Pendidikan luar sekolah semacam ini adalah bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana di luar kegiatan persekolahan. Dalam hal ini, tenaga pengajar, fasilitas, cara penyampaian, dan waktu yang dipakai, serta komponen-komponen lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta, atau peserta didik agar didapat hasil yang memuaskan (Coombs dalam Ihsan, 2005). Sejalan dengan pernyataan Coombs yang dikutip oleh Ihsan tersebut, pendidikan nonformal juga dapat didefinisikan sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang menurut UU No. 20 tahun 2003.
Sesuai dengan definisi pendidikan nonformal yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003, menurut pengertian Axin dalam Soedomo (1989) yang dikutip Suprijanto (2007), pendidikan nonformal adalah kegiatan belajar yang disengaja oleh warga belajar dan pembelajar di dalam suatu latar yang diorganisasi (berstruktur) yang terjadi di luar sistem persekolahan. Pendidikan nonformal terbagi ke dalam beberapa tipe umum (jenis) program-program. Adapun empat kategori yang harus didiskusikan yakni: pusatpusat belajar berdasarkan sekolah, program-program pemuda nonformal, pendidikan dasar orang dewasa dan pengembangan masyarakat, dan training keterampilan kejuruan (Kadir, 1982). Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 20032, pendidikan nonformal mencakup pendidikan Kecakapan Hidup, Anak Usia Dini, Kepemudaan, Pemberdayaan Perempuan, Keaksaraan, Keterampilan dan Pelatihan Kerja, Kesetaraan, dan pendidikan sejenis lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Selain itu, satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Sejalan dengan isi UU No. 20 tahun 2003, menurut Sudjana (2006), program-program pendidikan luar sekolah mencakup pendidikan untuk keluarga, pendidikan dalam keluarga, kelompok bermain, taman penitipan anak, kelompok belajar keaksaraan fungsional, kelompok belajar paket (A, B, dan C), kelompok belajar usaha, kelompok berlatih olahraga, kursus-kursus, pelatihan, pengajian,
2
Lembaran Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, Diakses pada 23 November 2007.
pesantren, penyuluhan, magang, bimbingan belajar, kegiatan ekstrakurikuler, sanggar, padepokan, dan pembelajaran melalui media massa. Sementara itu, adapun jenis-jenis pendidikan nonformal yang sekarang sedang dan akan terus dikembangkan mencakup Pendidikan Kecakapan Hidup, Anak Usia Dini,
Kepemudaan, Pemberdayaan Perempuan, Keaksaraan,
Keterampilan dan Pelatihan Kerja, Kesetaraan, dan pendidikan sejenis lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik (Tim FKIP, 2007). Kesimpulan yang dapat dirumuskan, yakni: pengertian pendidikan nonformal sama halnya dengan definisi pendidikan masyarakat maupun pendidikan luar sekolah. Namun, berdasarkan klasifikasi Coombs yang tertuang dalam buku Dasar-dasar Kependidikan, pendidikan luar sekolah yang berarti pendidikan nonformal ialah pendidikan sekolah yang dilembagakan. Pendidikan nonformal merupakan bentuk atau jalur pendidikan di luar sistem persekolahan (pendidikan formal) yang terarah dan terencana, dilaksanakan dalam suatu organisasi (terstruktur dan berjenjang) yang ditujukan untuk pengembangan kemampuan peserta didik. 2.2 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) 2.2.1 Definisi dan Jenis Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan salah satu wadah dari program-program yang diluncurkan dari Direktorat Pendidikan Masyarakat Ditjen PLS.P. Berdasarkan definisi dari KNIU dan BP-PLS.P (2005), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah suatu wadah yang menyediakan informasi dan kegiatan belajar sepanjang hayat bagi setiap warga masyarakat agar
mereka dikelola dari, oleh, dan untuk masyarakat. PKBM menawarkan beberapa keuntungan bagi para warganya, yakni: PKBM adalah tempat terjadinya kegiatan pengembangan dan pembelajaran masyarakat yang didasarkan pada kebutuhan warga, PKBM menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan bagi warga sehingga mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas hidup dalam bidang pendidikan, pendapatan, kesehatan, lingkungan, agama, seni, serta budaya, dan PKBM merangsang kemandirian warga yang memungkinkan mereka berkontribusi terhadap pembangunan yang terjadi di lingkungan masyarakatnya bahkan pada pembangunan bangsa. PKBM memiliki beberapa jenis program yang terangkum di dalamnya (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2003), yakni: 1. Program Pengembangan Anak Dini Usia (PADU) 2. Program Pemberantasan Buta Huruf melalui Pendekatan Keaksaraan Fungsional (KF) 3. Program Kesetaraan Pendidikan dasar melalui Paket A setara SD, Paket B setara SLTP dan Paket C setara SMU 4. Program Pendidikan berkelanjutan antara lain Kelompok Belajar Usaha, Beasiswa/ magang dan kursus-kursus 5. Program lintas sektoral lainnya. Penjelasan di atas bermuara pada kesimpulan bahwa PKBM merupakan suatu wadah yang didirikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Berbagai jenis program
yang
dijalankan
oleh
PKBM
bermuara
pada
tujuan
untuk
memberdayakan masyarakat agar menjadi mandiri dan mampu memenuhi
kebutuhan belajarnya dalam rangka meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. 2.2.2 Urgensi Keberadaan PKBM Disadari atau tidak, masyarakat di manapun dan dalam kondisi bagaimanapun, tetap merupakan sumber inspirasi dan kreativitas manusia. Dalam konteks pendidikan nonformal, pola-pola pendekatan selama ini yang berpatokan pada paradigma yang beranggapan bahwa pendidikan masyarakat harus bersifat standar,
berorientasi
akademis,
dan
masyarakat
hanya
sebagai
objek
pembangunan, harus bergeser ke arah yang lebih dinamis dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan pendidikan masyarakat sekaligus sebagai pihak yang sangat berhak menentukan jenis program yang akan dilakukan serta untuk menikmati hasil-hasil pembangunan Indonesia tersebut, serta tidak bersifat standar dan lebih berorientasi pada pasar. Kesadaran terhadap pentingnya kedudukan masyarakat dalam proses pembangunan pendidikan, merupakan tonggak sejarah yang penting dalam menghadapi era globalisasi. Saat yang tepat ini bukan merupakan keterlambatan dalam mengambil keputusan untuk peluncuran strategi baru yang lebih inovatif. Justru kesadaran ini merupakan akumulasi beberapa keberhasilan sebelumnya (Sihombing, 1999). Bentuk kongkrit dari lahirnya kesadaran tersebut diwujudkan melalui pendekatan baru yang diharapkan dapat ditangkap oleh masyarakat sebagai pilihan terbaik guna membangkitkan kekuatan besar yang selama ini terpendam (Sihombing, 1999). Masih menurut pernyataan Sihombing (1999), pendekatan yang dimaksud olehnya ialah pendekatan yang disebut pendekatan pendidikan dengan basis masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), dengan harapan dapat dijadikan pijakan dan titik permulaan bagi semua komponen pembangunan bagi semua komponen pembangunan untuk memberdayakan potensi-potensi yang ada di dalam masyarakat. Sihombing (1999) menyatakan bahwa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Hal ini selaras dengan pemikiran bahwa dengan melembagakan PKBM, akan banyak potensi yang selama ini tidak tergali akan dapat digali, ditumbuhkan, dimanfaatkan dan didaya gunakan melalui pendekatanpendekatan kultural dan persuasif. Selain itu, masih menurut Sihombing (1999), PKBM juga diharapkan mampu menjadi sentra seluruh kegiatan pembelajaran masyarakat; kemandirian dan kehandalannya perlu dijamin oleh semua pihak. 2.2.3 Implementasi Azas dan Konsep Pendidikan Orang Dewasa dalam PKBM Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan salah satu wadah bagi pelaksanaan program-program pendidikan nonformal. Terkait dengan situasi yang dihadapi Indonesia saat ini, di masa yang akan datang pendidikan yang dalam hal ini pendidikan nonformal harus berorientasi pada aspirasi masyarakat (put customer first). Implementasi program-program pendidikan nonformal harus mengenali siapa pelanggannya. Dari pengenalan pelanggan ini, pendidikan akan memahami apa aspirasi dan kebutuhannya. Setelah mengetahui aspirasi dan kebutuhan mereka, barulah ditentukan sistem pendidikan yang termasuk di dalamnya kurikulum, tenaga pengajar, dan lain-lain yang berkaitan dengan pendidikan (Chan, 2006).
Berkenaan dengan pernyataan tersebut, sebagai sebuah lembaga yang dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat, secara kelembagaan, pada PKBM juga melekat beberapa azas. Azas-azas yang dianut oleh PKBM dapat dibagi menjadi tujuh azas, dan tidak menutup kemungkinan jika dikembangkan lagi dapat lebih dari tujuh, sepanjang azas-azas itu tidak saling bertentangan dan sesuai dengan misi yang harus diemban oleh PKBM. Azas-azas yang dimaksud meliputi (Sihombing, 1999): 1)
Azas kemanfaatan, setiap kehadiran PKBM harus benar-benar memberikan
manfaat
bagi
masyarakat
sekitar
dalam
upaya
memperbaiki dan mempertahankan kehidupannya. 2)
Azas kebermaknaan, PKBM dengan segala potensinya harus mampu memberikan dan menciptakan program yang bermakna dan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sekitar.
3)
Azas kebersamaan, PKBM merupakan lembaga yang dikelola secara bersama-sama, bukan milik perorangan, bukan milik satu kelompok atau golongan tertentu, dan bukan milik pemerintah. PKBM adalah milik bersama, digunakan bersama, untuk kepentingan bersama.
4)
Azas kemandirian, PKBM dalam pelaksanaan dan pengembangan kegiatan harus mengutamakan kekuatan diri sendiri. Meminta dan menerima bantuan dari pihak lain merupakan alternatif terakhir apabila kemandirian belum dapat tercapai.
5)
Azas keselarasan, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh PKBM harus sesuai dan selaras dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar.
6)
Azas kebutuhan, setiap kegiatan atau program pembelajaran yang dilaksanakan di PKBM harus dimulai dengan kegiatan pembelajaran yang benar-benar paling mendesak dibutuhkan oleh masyarakat.
7)
Azas tolong menolong, PKBM merupakan ajang belajar dan pembelajaran masyarakat yang didasarkan atas rasa saling asah, asih, dan asuh di antara sesama warga masyarakat.
Persyaratan yang diperlukan di dalam melaksanakan pendidikan nonformal pada PKBM, yakni adanya 10 patokan pendidikan masyarakat yang harus dimiliki (minimal tujuh komponen), meliputi (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2003): 1. Warga Belajar (WB) Prioritas adalah WB sekitar PKBM usia 10-44 tahun, buta aksara, putus sekolah: SD, SLTP, SLTA, dari keluarga kurang mampu atau miskin, dan warga masyarakat sekitar PKBM yang ingin memperoleh pengetahuan atau keterampilan di jalur pendidikan luar sekolah.
2. Kelompok Belajar Kumpulan warga belajar yang terdiri dari minimal 3-5 orang, maksimal 20-40 orang yang diikat dalam satu kelompok belajar pendidikan luar sekolah (KF, Paket A, Paket B, Paket C, Kejar Usaha, Beasiswa atau Magang). 3. Sumber Belajar (Tutor) Adalah warga masyarakat (guru) atau warga masyarakat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan serta mau mengabdi kepada warga masyarakat dengan jalan mengajar pendidikan dan keterampilan tertentu. 4. Pamong Belajar (Penyelenggara, Pengelola, Pelaksana) Adalah
seseorang
yang
telah
diserahi
tanggung
jawab
menyelenggarakan atau mengelola PKBM. 5. Sarana Belajar Adalah semua sarana atau alat yang menunjang berjalannya kegiatan proses belajar mengajar: (buku, alat tulis, alat peraga pendidikan, dan sebagainya). 6. Panti Belajar Adalah bangunan (gedung) yang digunakan sebagai tempat atau lokasi PKBM, yaitu:
-
Gedung sekolah atau bangunan lain yang tidak digunakan lagi.
-
Gedung sekolah atau bangunan ada izin dari kepala sekolah atau pemilik untuk digunakan sebagai PKBM minimal dalam jangka waktu lima tahun.
-
Gedung sekolah atau bangunan minimal memiliki dua ruangan (kelas).
-
Gedung sekolah atau bangunan letaknya tidak jauh dari warga masyarakat yang akan belajar di PKBM.
7. Program Belajar Beragam program pembelajaran yang dibutuhkan masyarakat. 8. Ragi Belajar Sesuatu yang dapat memotivasi kegiatan atau meningkatkan prestasi belajar warga masyarakat (warga belajar), seperti pujian, penghargaan, lomba, dan dana insentif dalam rangka peningkatan mutu. 9. Dana Belajar Dana yang diberikan kepada warga belajar untuk menunjang proses kegiatan belajar keterampilan dalam upaya melatih warga belajar untuk melakukan usaha produktif yang mengarah pada peningkatan mata pencaharian (program yang dibiayai oleh pemerintah).
10. Hasil Belajar Hasil yang telah dicapai oleh warga belajar baik kualitatif maupun kuantitatif setelah warga belajar menyelesaikan program relajar atau pendidikan tertentu di PKBM berupa: -
Hasil dari kegiatan belajar
-
Hasil dari keterampilan warga belajar
-
Pemasaran hasil keterampilan
Terkait dengan peranan yang dijalankan lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM, dalam pelaksanaan program-programnya, para sumber belajar (tutor) perlu memahami dan menerapkan konsep dasar pendidikan orang dewasa (Andragogy) yang dalam penelitian ini dibatasi hanya terfokus pada metode pembelajaran yang diterapkan oleh tutor dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan terjadi di dalam kelas. Pendidikan orang dewasa berdasarkan rumusan Suprijanto (2007) merupakan
serangkaian
aktivitas
pendidikan
bagi
orang
dewasa
yang
menggunakan sebagian waktunya dan tanpa dipaksa ingin meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikapnya dalam rangka pengembangan dirinya sebagai individu dan meningkatkan partisipasi dalam pengembangan sosial,ekonomi, dan budaya secara seimbang dan utuh. Pendidikan orang dewasa berbeda dengan pendidikan anak-anak. Menurut Suprijanto (2007), Pendidikan anak-anak berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan Permendiknas No.3 tahun 2008 dirumuskan bahwa metode pembelajaran digunakan oleh pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Berdasarkan rumusan tersebut, adapun penjelasan lebih lanjut mengenai metode pembelajaran di PKBM dapat diketahui dari pemaparan metode penyajian formal sebagai berikut. Menelaah paparan dari Suprijanto (2007), Ceramah atau kuliah adalah penyajian secara lisan oleh pembicara dengan menggunakan pemikiran dan ide yang terorganisasi. Masih menurut paparan Suprijanto (2007), Kuliah adalah cara yang cepat untuk memberikan informasi dan dengan menggunakan “catatan kuliah” dapat berpindah dari satu pemikiran ke pemikiran lain secara logis. Namun, pada ceramah dan kuliah yang asli, peserta tidak aktif sehingga pertemuan dinilai kurang positif (Morgan, et al., 1976 dalam Suprijanto, 2007). Sejalan dengan peran tutor, kegiatan pembelajaran menurut penjabaran Permendiknas No.3 tahun 2008 dibagi ke dalam tiga tahapan, yakni: pendahuluan, inti dan penutup. Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan inti, merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Tahapan kegiatan ketiga ialah penutup. Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian diri dan refleksi, umpan balik, serta tindak lanjut. Penjelasan di atas merumuskan bahwa PKBM sebagai wadah pendidikan nonformal memiliki peranan sebagai fasilitator dalam rangka pengembangan masyarakat. Berbagai jenis kegiatan yang mencakup Pendidikan, Keterampilan kerja, Layanan informasi, Kesehatan dan Kebersihan, Peningkatan kualitas hidup, Agama dan Budaya, dan kegiatan lainnya membuka kesempatan bagi setiap orang untuk menggagas, membuat keputusan, dan bertindak menuju tujuan akhir: Pemberdayaan masyarakat. Selain itu, dari penerapan azas-azas dan konsep pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk pendidikan di PKBM dapat dikaji lebih jauh mengenai peranan tiap-tiap komponen dalam rangka pengembangan masyarakat khususnya masyarakat di sekitar lokasi PKBM. Peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka pengembangan masyarakat sekitar akan tercermin antara lain dari keberhasilannya untuk mendorong masyarakat belajar secara mandiri, membantu memperkuat pemberdayaan masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhannya serta kontribusi PKBM terhadap kelangsungan serta peningkatan budaya masyarakat setempat melalui prinsip partisipasi sosial.
2.3 Konsep dan Prinsip Pengembangan Masyarakat Pengembangan Masyarakat (community development) sebagai suatu perencanaan sosial diartikan oleh Faisal (1981) dalam Suprijanto (2007) sebagai usaha, proses atau gerakan yang dimaksudkan agar masyarakat sebagai satu sistem sosial dapat berkembang menjadi mampu menolong diri sendiri dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya baik dibidang ekonomi maupun sosial. Seiring dengan pernyataan tersebut, Mardikanto (2003) dalam Suprijanto (2007) memberi arti pengembangan masyarakat sebagai usaha yang dilakukan oleh suatu komunitas (dengan atau tanpa bantuan pihak lain) untuk menumbuhkan kesadaran, mengembangkan daya pikir, sikap, dan keterampilan masyarakat setempat agar mereka secara mandiri mampu memanfaatkan potensi dan peluang untuk mengelola program pembangunan demi perbaikan kualitas hidup mereka secara berkelanjutan. Menurut Suharto (2006), pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Pemerintah kolonial Inggris pada tahun 1948 di Malaysia juga pernah mengartikan bahwa pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat (Brokensha dan Hodge, 1969 dalam Adi, 2003).
Beberapa pengertian pengembangan masyarakat dari tokoh-tokoh di atas, menggambarkan bahwa pengembangan masyarakat adalah usaha, cara, ataupun metode yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan serta mencapai kemandirian dan keberdayaan, melalui penekanan pada partisipasi aktif, inisiatif, dan proses pencapaian yang berkelanjutan. Selanjutnya, terdapat 22 prinsip pengembangan masyarakat yang saling berkaitan seperti berikut ini3: 1. Integrated Development ( Pembangunan Terpadu) Proses pengembangan masyarakat tidak berjalan secara parsial tetapi merupakan satu kesatuan proses pembangunan yang mencakup aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, lingkungan, dan personal. 2. Confronting Structural Disadvantage (Konfrontasi dengan Kebatilan Struktural) Prinsip ini mengakar pada perspektif keadilan sosial dalam pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, community workers harus waspada serta memperhitungkan kompleksitas yang ditemukan dalam suatu komunitas. 3. Human Rights (Hak Asasi Manusia) HAM sangat mendasar dan penting bagi community workers. Struktur masyarakat dan program yang dikembangkan tidak melanggar hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, program pengembangan masyarakat harus mengacu kepada prinsip-prinsip dasar HAM. 3 Jime Ife, “Community Development: creating community alternatives-vision, analysis and practice”, di dalam Fredian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat (Bogor: Fakultas Pertanian IPB, 2003), hlm. 37-45.
4. Sustainability (Keberlanjutan) Program pengembangan masyarakat berada dalam kerangka sustainability yang berupaya mengurangi ketergantungan kepada sumberdaya yang tidak tergantikan dan menciptakan alternatif serta tatanan ekologis, sosial, ekonomi, politik yang berkelanjutan di tingkat lokal. 5. Empowerment (Pemberdayaan) Pemberdayaan harus menjadi tujuan program pengembangan masyarakat. Makna pemberdayaan adalah “membantu” komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi menentukan kapasitas mereka di masa depan. 6. The Personal and The Political (Pribadi dan Politik) Pengembangan masyarakat perlu membangun keterkaitan antara aspek pribadi dan politik, individu dan struktur, masalah pribadi dan isu umum. 7. Community Ownership (Kepemilikan Komunitas) Kepemilikan komunitas menjadi aspek penting yang dapat membantu menciptakan identitas dan memberikan alasan untuk aktif dalam program pengembangan masyarakat dan mengefisienkan sumberdaya di tingkat komunitas. 8. Self-Reliance (Kemandirian) Prinsip ini mengimplikasikan agar warga komunitas mencari atau berusaha menggunakan sumberdaya sendiri apabila memungkinkan daripada menyandarkan diri pada bantuan luar.
9. Independence from The State (Ketidaktergantungan pada Pemerintah) Prinsip ini berkaitan erat dengan kemandirian dari suatu komunitas. Community workers dan warga komunitas harus lebih berhati-hati sebelum
menerima bantuan pemerintah namun tanpa harus menciptakan kecurigaan yang berlebihan terhadap pemerintah. 10. Immediate Goals and Ultimate Visions (Tujuan dan Visi) Tindakan untuk tujuan langsung tidak dibenarkan bila tidak sesuai dengan visi jangka panjang. Tindakan yang ditujukan untuk pencapaian visi jangka panjang juga tidak dibenarkan jika bertentangan dengan pencapaian tujuan. 11. Organic Development (Pembangunan Bersifat Organik) Community workers harus mampu menghargai dan menilai sikap tertentu warga komunitas, mengizinkan dan mendorongnya untuk berkembang pada jalannya yang memiliki keunikan masing-masing. 12. The Pace of Development (Kecepatan Gerak Pembangunan) Prinsip ini menekankan agar proses pembangunan dibiarkan berjalan dengan sendirinya tanpa dipercepat. 13. External Expertise (Keahlian Pihak Luar) Pendekatan ini tidak boleh ditetapkan tetapi harus secara alami dikembangkan dengan cara yang sesuai dengan situasi spesifik dan peka terhadap kebudayaan, tradisi masyarakat setempat, dan lingkungan.
14. Community Building (Membangun Komunitas)
Pengembangan masyarakat membawa warga komunitas ke dalam kegiatan bersama, penyelesaian masalah bersama, dan memperkuat interaksi yang bersifat formal dan informal. 15. Process and Outcome (Proses dan Hasilnya) Dalam pengembangan masyarakat, proses dan hasil adalah dua hal yang tak terpisahkan dan saling menunjang sehingga keduanya menjadi penting. 16. The Integrity of The Process (Keterpaduan Proses) Proses yang digunakan untuk mencapai tujuan harus sesuai dengan hasilhasil yang diharapkan, perihal keberlanjutan, keadilan sosial, dan lain-lain. 17. Non-Violence (Tanpa Kekerasan) Pengembangan komunitas dilaksanakan tanpa kekerasan struktural, yakni dengan cara tanpa mengubah lembaga yang ada dan struktur sosial masyarakat, serta melakukan perubahan melalui proses tanpa kekerasan. 18. Inclusiveness (Inklusif) Prinsip ini menekankan agar community workers tetap menghargai orang lain walaupun orang tersebut berlawanan pandangan. 19. Consensus (Konsensus) Penerapan prinsip ini ialah agar orang-orang yang terlibat dalam proses mencari penyelesaian terhadap suatu permasalahan dapat mencapai persetujuan dan betul-betul menyadari bahwa keputusan yang diambil adalah yang baik.
20. Co-operation (Kerjasama)
Pendekatan pengembangan komunitas berusaha membuat kerjasama pada tindakan masyarakat setempat, dengan cara membuat orang-orang bersama dan mencari untuk memberi imbalan pada prilaku kerjasama. 21. Participation (Partisipasi) Partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peran serta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat. 22. Defining Need (Mendefinisikan Kebutuhan) Dalam pengembangan komunitas, pendekatan harus mencari persetujuan dari berbagai macam kebutuhan. Untuk itu, peranan community workers yang sangat penting adalah membangun konsensus dari beragam kebutuhan warga komunitas. 2.4 Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (Ihsan, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya dilihat sebagai usaha penyampaian informasi dan pengajaran keterampilan semata, tetapi juga mencakup usaha untuk menjawab kebutuhan dari tiap individu masyarakat. Dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat merupakan sekumpulan banyak orang dari beragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai dengan yang berpendidikan tinggi.
Di lain pihak, dilihat dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut sebagai lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis (Ihsan, 2005). Masih menurut Ihsan (2005), masyarakat dan pendidikan memiliki keterkaitan dan saling berperan. Hal ini didukung pula oleh realita di era sekarang ini di mana setiap orang selalu menyadari akan peranan dan nilai pendidikan. Oleh karena itu, seperti pernyataan Syam (1986) yang dikutip oleh Ihsan (2005), setiap warga masyarakat bercita-cita dan aktif berpartisipasi untuk membina pendidikan karena masyarakat maju karena pendidikan dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan dalam masyarakat yang maju pula. Kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah: terdapat keterkaitan erat antara pendidikan dan pengembangan masyarakat karena melalui pendidikan diupayakan suatu proses pengembangan masyarakat melalui beragam pembekalan yang berujung pada perbaikan kualitas hidup masyarakat dalam rangka pencapaian
tujuan yang mereka harapkan. Pada sisi lain, keberhasilan dari
pengembangan masyarakat pada suatu wilayah tertentu diharapkan akan mampu mendorong terciptanya kualitas pendidikan masyarakat yang semakin maju pada wilayah tersebut. Menurut Ihsan (2005), masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Peran yang telah disumbangkan dalam rangka tujuan pendidikan nasional yakni berupa ikut membantu menyelenggarakan pendidikan, membantu pengadaan tenaga biaya, prasarana dan sarana, menyediakan lapangan kerja, biaya, membantu pengembangan profesi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Masih berdasarkan paparan Ihsan (2005), peranan masyarakat tersebut dilaksanakan melalui jalur perguruan swasta, dunia usaha, kelompok profesi dan lembaga swasta nasional lainnya. Dalam sistem pendidikan nasional masyarakat ini disebut ”Pendidikan Kemasyarakatan”. Program-program pendidikan masyarakat, sesuai dengan namanya, telah melebur dan bersenyawa dengan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan masyarakat seharusnya meliputi: seluruh warga masyarakat, yang membutuhkan pendidikan yang karena berbagai hal tidak mampu atau sempat untuk mengikuti pendidikan di jalur sekolah sepenuhnya, warga masyarakat yang ingin meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya yang tidak diperoleh pada jalur sekolah, masyarakat yang sudah atau akan bekerja namun dituntut memiliki kualifikasi tertentu yang tidak diperoleh dari jalur sekolah, serta masyarakat yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Sihombing, 1999). Beragam satuan pendidikan nonformal termasuk pula di dalamnya PKBM, harus menghadapi berbagai hambatan terkait dengan kinerja program-program yang dijalankan di dalamnya. Berbagai hambatan pendidikan masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut (Sihombing, 1999):
1. Perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu yang memadai. Misalnya, penilik Dikmas masih ada beberapa yang menangani lebih dari satu kecamatan, dan dari kecamatan yang ada belum seluruhnya memiliki penilik Dikmas. Demikian pula dengan kebutuhan akan tutor, sebagai contoh untuk paket B setara SLTP, seharusnya membutuhkan rata-rata delapan orang tutor, kenyataannya dilapangan baru dapat dipenuhi rata-rata lima orang tutor untuk setiap kelompok belajar. 2. Ratio modul untuk warga belajar program kesetaraan (Paket A, B, C) masih jauh dari mencukupi. Pada kenyataannya, ratio modul baru mencapai 1 : 3 (satu set modul untuk tiga orang warga belajar). Hal ini terjadi karena pengadaan modul murni dari pemerintah. 3. Tidak ada tempat belajar yang pasti. Hal ini menyebabkan adanya kesukaran pemantauan kebenaran pelaksanaan program pembelajaran. 4. Kualitas hasil pembelajaran sulit dilihat kebenarannya dan sukar diukur tingkat keberhasilannya. Hal ini terjadi karena pemerintah di dalam melaksanakan pembelajaran bisa di mana saja dan akan terjadi seperti apa yang ditulis di atas kertas. Secara teoritis memang benar, tetapi dalam pelaksanaannya sulit dipertanggung jawabkan. 5. Lemahnya akurasi data atau informasi tentang sasaran program. Kondisi ini disebabkan terbatasnya tenaga di lapangan baik kuantitas maupun kualitas serta sarana dan prasarana pendukungnya yang belum memadai. 6. Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dapat dilaksanakan tepat waktu.
2.5 Kerangka Pemikiran Pendidikan nonformal yang saat ini disebut juga dengan Pendidikan Luar Sekolah (PLS), merupakan salah satu jalur pendidikan di samping pendidikan formal. Berdasarkan latar belakang adanya life long educational program yang merupakan program pendidikan seumur hidup yang pada intinya menekankan bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar, dan adanya kesepakatan Diklusepora pada tahun 1998 mengenai pentingnya dirintis suatu tempat pembelajaran di tengah-tengah masyarakat, dengan program yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, maka mulai sejak itu dirintis sebuah wadah pelaksana pendidikan luar sekolah yang berwujud Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). PKBM Santika di wilayah Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur merupakan salah satu PKBM di wilayah perkotaan. Sejalan dengan hal tersebut, urgensi keberadaan PKBM di wilayah Cipayung, Jakarta Timur ditandai oleh beberapa kondisi diantaranya: penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh PKBM, dan adanya “pengikraran” ijazah sebagai penentu dari peningkatan kualitas hidup masyarakat oleh “pasar”. Beragam program dikembangkan oleh PKBM, salah satunya Program Kesetaraan (Paket A, B, dan C). Program belajar merupakan salah satu dari 10 komponen pendidikan masyarakat yang dimiliki oleh setiap PKBM. Terkait dengan pembahasan seputar keberadaan ijazah sebagai tuntutan “pasar”, adapun program yang dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah Program Kesetaraan Paket C. Secara umum, PKBM terbagi menjadi dua tipe, yaitu: PKBM negeri dan PKBM swasta. Sesuai dengan penjabaran mengenai netralitas PKBM, dalam
penelitian ini tipe PKBM yang dikaji adalah PKBM swasta. Peranan yang dijalankan PKBM Santika dalam mengembangkan masyarakat dikaji dengan melihat realisasi azas-azas yang dianut PKBM yang mencerminkan prinsip pengembangan masyarakat. Selain itu, peranan PKBM Santika juga dapat dikaji dari penerapan konsep pendidikan orang dewasa dalam proses pembelajaran yang sejalan dengan Permendiknas No.3 tahun 2008. Upaya penguatan kinerja organisasi dan keswadayaan masyarakat senantiasa dilakukan oleh PKBM agar mampu mengatasi beragam hambatan dalam pelaksanaan pendidikan masyarakat, baik berupa hambatan organisasional maupun
manusiawi.
Keberhasilan
PKBM
dalam
rangka
mendorong
pengembangan masyarakat (pemberdayaan warga belajar) tercermin dari beberapa indikator pencapaian tujuan yang meliputi: partisipasi, pemberdayaan, dan kemandirian. Hasil pencapaian indikator tersebut ditandai oleh peranan PKBM dalam hal penyelenggaraan, yakni: jumlah program semakin meningkat dan bermutu, bertambahnya jumlah mitra kerja, dukungan pendanaan memadai yang mandiri, sarana dan prasarana memadai, fungsi-fungsi organisasi berjalan lancar, partisipasi masyarakat meningkat, dan kesesuaian program dengan kebutuhan masyarakat, serta pengelolaan pembelajaran yang meliputi: proses pembelajaran berjalan baik dan lancar, meningkatnya pengetahuan atau wawasan, keterampilan, dan kemampuan warga belajar, pentingnya
pendidikan atau
meningkatnya kesadaran warga belajar akan
keterampilan, dan terbukanya kesempatan bagi
warga belajar untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan.
Pendidikan Nonformal
Keputusan Ditjen Diklusepora Tahun 1998
Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Program Kesetaraan (Paket C) Di wilayah Cipayung
Penyesuaian prioritas calon WB oleh PKBM Perolehan ijazah dan kebutuhan “pasar”
PKBM swasta
Konsep andragogy dalam proses pembelajaran Hambatan pelaksanaan pendidikan
Realisasi tujuh azas yang dianut PKBM - Metode belajar
Mendorong Pengembangan Masyarakat
-
Indikator: Partisipasi Pemberdayaan Kemandirian
Keterangan: : Berhubungan : Mempengaruhi Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Upaya penyelesaian beragam hambatan oleh PKBM
2.6 Hipotesis Pengarah 1. Urgensi Keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) bagi masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur dikondisikan oleh pola-pola pendekatan yang selama ini yang berpatokan pada paradigma yang beranggapan bahwa pendidikan masyarakat harus bersifat standar, berorientasi akademis, dan masyarakat hanya sebagai objek pembangunan, bergeser ke arah yang lebih dinamis dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan pendidikan masyarakat sekaligus sebagai pihak yang sangat berhak menentukan jenis program yang akan dilakukan serta untuk menikmati hasil-hasil pembangunan Indonesia tersebut, serta tidak bersifat standar dan lebih berorientasi pada pasar. 2. Peranan PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat ditunjukkan oleh penerapan
prinsip-prinsip
pengembangan
masyarakat
yang
dikaji
berdasarkan realisasi azas-azas dan konsep pendidikan orang dewasa (Andragogy) sebagai metode dan kegiatan pembelajaran di dalam komponen pendidikan PKBM. Beragam komponen tersebut minimal mencakup tujuh dari 10 komponen pendidikan. Peranan lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat tercapai oleh kemampuannya untuk mencapai indikator keberhasilan PKBM.
3. Beragam upaya yang sedang dilakukan oleh PKBM tampaknya masih belum mampu mengatasi beragam hambatan pelaksanaan pendidikan yang dihadapi PKBM, seperti: perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu yang memadai, ratio modul untuk warga belajar program kesetaraan (Paket A, B, C) masih jauh dari mencukupi, Kualitas hasil pembelajaran sulit dilihat kebenarannya dan sukar diukur tingkat keberhasilannya, Lemahnya akurasi data atau informasi tentang sasaran program, dan Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dapat dilaksanakan tepat waktu. Namun, sejauh ini permasalahan seputar tidak adanya tempat belajar yang pasti diduga sudah teratasi oleh adanya PKBM. Selain itu, Sifat netral yang dimiliki oleh PKBM dalam upaya penguatan kinerja organisasi dan keswadayaan masyarakat memberi kesan bahwa PKBM hanya sebuah ajang bisnis yang kurang menempatkan warga belajar sebagai subjek. Hal ini juga memungkinkan untuk penciptaan masalah baru terkait peranan PKBM dalam pengembangan masyarakat yang perlu diupayakan penyelesaiannya oleh PKBM.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Strategi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena dianggap mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci berkenaan dengan suatu peristiwa atau gejala sosial yang dalam hal ini mengenai peranan
Pusat
Kegiatan
Belajar
Masyarakat
(PKBM)
dalam
rangka
pengembangan masyarakat sekitar. Selain itu, pendekatan kualitatif mampu menggali berbagai realitas dan proses sosial maupun makna berdasarkan kepada pemahaman (pada penelitian ini berkenaan dengan ilmu kependidikan dan pengembangan masyarakat) yang berkembang dari para subjek penelitian. Pendekatan kualitatif lebih memfokuskan kedalaman dan kecukupan informasi sehingga dalam penelitian yang mengkaji lebih dalam tentang peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka pengembangan masyarakat, jumlah responden bukan menjadi pertimbangan pokok. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Tipe studi kasus yang dipilih ialah studi kasus instrumental, seperti yang dikemukakan oleh Stake dalam Sitorus (1998), bahwa studi kasus instrumental merupakan kajian atas suatu kasus khusus untuk memperoleh wawasan atas suatu isu atau wawasan untuk penyempurnaan teori. Dalam hal ini kasus tersebut merupakan instrumen bagi peneliti dalam memahami permasalahan tertentu. Kasus khusus yang dibahas dalam penelitian ini adalah keberadaan sebuah wadah pendidikan nonformal berwujud PKBM terkait dengan pengembangan masyarakat di sekitarnya.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja, yaitu di PKBM Santika, Jl. Bambu Wulung No. 2, Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. PKBM tersebut dipilih karena sangat terkait dengan kasus penelitian, dengan alasan antara lain: pertama, PKBM Santika merupakan salah satu PKBM di Kecamatan Cipayung yang aktif dalam hal kinerja program (PKBM Santika menjalankan program kesetaraan paket B dan C, serta keterampilan tambahan bagi warga belajar Paket C berupa kursus komputer). Kedua, PKBM Santika merupakan PKBM swasta yang dikelola secara swadaya oleh sebuah yayasan yang diharapkan sesuai untuk dijadikan tempat penelitian dalam hal mengetahui peranan ”aktor penggerak” dalam PKBM, yakni pemilik yayasan sebagai ketua pengelola PKBM yang juga hendak diteliti dalam penelitian ini. Pemilihan lokasi diharapkan mampu membantu peneliti dalam mencapai tujuan penelitian. Fokus penelitian ini adalah warga belajar paket C yang sedang belajar di kelas III. Hal ini dikarenakan, berdasarkan pada hasil penjajagan awal diperoleh data bahwa: pertama, pada dasarnya semua program pendidikan nonformal pada PKBM bertujuan untuk mengembangkan masyarakat sehingga peneliti diberi keleluasaan untuk memilih jenis program apapun (pada PKBM) untuk dijadikan kajian penelitian mengenai pengembangan masyarakat atau pemberdayaan. Kedua, pemilihan warga belajar kelas III pada paket C di PKBM Santika, dengan warga di dalamnya yang sebagian telah melewati pembelajaran pada tingkatan kelas dibawahnya (kelas I dan II) di PKBM tersebut, serta dengan lebih banyaknya jumlah warga belajar paket C diharapkan mampu membantu peneliti
untuk mendapat data yang lebih mendalam dan informasi yang lebih luas dari para warga belajar program paket C tersebut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2008. Kurun waktu penelitian yang ditetapkan peneliti mencakup waktu semenjak peneliti menyusun draft proposal penelitian sampai dengan terselesaikannya skripsi. Proses pengenalan lapang tahap awal (penjajagan) termasuk ke dalam kurun waktu tersebut yang telah dilakukan selama dua minggu pada bulan Februari, sedangkan tahap pengumpulan data dilakukan selama satu bulan pada bulan April (Lampiran 2). 3.3 Penentuan Subjek Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan fakta mengenai peranan PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, yang menjadi dasar pemilihan subjek penelitian bukanlah populasi melainkan keterwakilan aspek permasalahan. Subjek penelitian dipilih secara purposif dengan jumlah yang bergantung pada sumbangan pemahaman subjek terhadap kajian penelitian. Satuan analisis dalam penelitian ini adalah dua komponen dalam struktur organisasi PKBM Santika, yakni para pengurus PKBM dan komunitas warga belajar di dalamnya; dalam hal ini mencakup tiga orang pengelola PKBM Santika dan tiga orang tutor, serta enam orang warga belajar yang mengikuti program kesetaraan paket C (setara SMU) pada PKBM Santika. Sementara, informan dalam penelitian ini terdiri dari Ketua Pengelola PKBM Santika, Lulusan warga belajar pada program Paket C di PKBM Santika, Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung, dan informan lain yang diperoleh melalui teknik bola salju (snowball). Informan lain diperoleh dengan menanyakan pada informan kunci tentang siapa
saja orang-orang yang dapat memberikan informasi sesuai dengan topik penelitian (Lampiran 12). Responden dipilih secara sengaja (purposif), dengan rekomendasi dari informan kunci yang juga menjadi responden dalam penelitian ini (Ketua Pengelola PKBM Santika), dan merupakan temuan peneliti. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Denzin (1970) dalam Sitorus (1998) mengartikan triangulasi sebagai kombinasi dari sumber data, tenaga peneliti, teori, dan metodologi dalam suatu penelitian tentang gejala sosial. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data triangulasi dengan memadukan teknik pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen untuk dapat memperoleh kombinasi data yang akurat. Data kualitatif yang diperoleh dapat berupa data primer dan sekunder (Lampiran 3). Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam, dan pengamatan berperanserta kepada sejumlah responden dan informan yang berada di PKBM Santika serta informan di luar PKBM Santika, yakni Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Sebagai tahap awal pengumpulan data dilakukan dengan cara sengaja (purposif), yakni dengan mendatangi lokasi penelitian dan mewawancara pengelola PKBM sampai selanjutnya menggiring pada responden dan juga informan lain. Wawancara mendalam pada tahap awal dilakukan dengan pendekatan informal dengan responden dan sejumlah informan. Hal ini peneliti lakukan untuk dapat membina Rapport (Lampiran 8, 9, dan 10).
Foto: Lulu Chairiza.
Gambar 2. Situasi Wawancara Mendalam dengan Tutor PKBM Santika
Pengamatan berperanserta terbatas juga dilakukan peneliti dengan melibatkan diri ke dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas dan kegiatan belajar komputer agar dapat mengamati partisipasi warga belajar pada program paket C tersebut dengan lebih seksama dan penerapan metode pembelajaran yang dilakukan oleh para tutor dan kegiatan tutorial yang dilakukan. Selain itu, selama berada di lapangan, peneliti juga melakukan pengamatan berperanserta terbatas untuk memahami aktivitas yang terjadi antara tutor, pengelola, dan warga belajar di PKBM Santika setiap harinya. Peneliti membuat panduan pertanyaan untuk wawancara mendalam agar memudahkan penelitian. Hasil dari wawancara mendalam dan pengamatan ini penulis tuangkan dalam bentuk catatan harian yang menjadi data primer di dalam penelitian ini. Pencatatan hasil tersebut peneliti lakukan sesegera mungkin, yakni sebelum 24 jam setelah peneliti selesai mengambil data setiap harinya. Hal ini dilakukan agar memudahkan peneliti dalam mengingat data-data yang diperoleh. Data sekunder merupakan data-data yang didapat dari dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian. Dokumen tersebut diperoleh dari arsip-arsip PKBM yang bersangkutan, antara lain: Persentase jumlah warga belajar Program Paket C
tahun 2007/2008, Struktur organisasi PKBM Santika, Profil tutor, Jadwal kegiatan belajar Paket C, Perkembangan jumlah warga belajar yang mengikuti ujian nasional Program Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika, serta dokumen lain yang terkait dengan penerapan pendidikan di PKBM Santika. Sementara, datadata lain diperoleh dari data kependidikan di PLS setempat serta buku-buku mengenai ilmu kependidikan dan pengembangan masyarakat ataupun jurnal dalam internet yang terkait dengan topik penelitian. 3.5 Teknik Analisis Data Saat melakukan pengumpulan data di lapangan peneliti juga melakukan analisis data. Semua data yang telah didapat kemudian diolah melalui tiga jalur analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Tahapan analisis data primer dan sekunder yang peneliti lakukan dijabarkan sebagai berikut: -
Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data ”kasar” yang muncul dari beberapa catatan tertulis di lapangan. Catatan tertulis yang disebut juga catatan harian diperoleh dari hasil wawancara maupun hasil pengamatan berperanserta terbatas yang dipilih berdasar kategorisasi data yang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Reduksi dalam proses pengumpulan data mencakup kegiatan meringkas data, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan menulis memo (Sitorus, 1998). Reduksi ditujukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengeliminasi yang tidak perlu, dan mengorganisir data untuk memperoleh kesimpulan akhir. Berdasarkan
konsep tersebut, data yang sesuai dengan pertanyaan penelitian dijadikan bahan acuan dalam menyusun tulisan, sedang data yang tidak sesuai dengan pertanyaan penelitian tidak digunakan pada tahap selanjutnya dari analisis data. Data kemudian diklasifikasi ke dalam tiga kelompok sesuai dengan pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian. Tiga kelompok data tersebut adalah data-data mengenai urgensi
keberadaan
PKBM
bagi
masyarakat
sekitar
wilayah
Kecamatan Cipayung, peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat, mengacu kepada penerapan azas-azas dan konsep pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk pendidikan dari PKBM Santika, serta upaya yang dijalankan oleh PKBM Santika untuk menyelesaikan berbagai hambatan pelaksanaan pendidikan dalam rangka mengembangkan masyarakat pembelajarnya. -
Penyajian data, data yang telah direduksi kemudian disajikan dengan penyusunan sekumpulan informasi sehingga memungkinkan untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyusunan tersebut diawali dengan cara menghubungkan data-data ke dalam pertautan antara kategori satu dengan kategori lainnya. Kategori-kategori tersebut dijadikan sub bab pada skripsi ini. Tahap selanjutnya adalah memaparkan hasil penelitian. Pemaparan dilakukan dengan tetap berpijak pada sudut pandang tineliti memaknai peranan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat
(PKBM)
dalam
rangka
pengembangan
masyarakat. Penyajian data tersebut dilakukan dalam bentuk: tabel, gambar, serta berbagai kutipan penjelasan dari subyek yang seluruhnya
akan mengulas urgensi keberadaan PKBM bagi masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Cipayung, peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat, mengacu kepada penerapan azas-azas dan konsep pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk pendidikan dari PKBM Santika, serta upaya yang dijalankan oleh PKBM Santika untuk menyelesaikan berbagai hambatan pelaksanaan pendidikan dalam rangka mengembangkan masyarakat pembelajarnya. -
Penarikan kesimpulan, dalam hal ini juga meliputi verifikasi atas kesimpulan tersebut. Artinya, selama penelitian berlangsung, yakni sebelum merumuskan kesimpulan akhir peneliti melakukan proses lain yang berupa upaya peninjauan kembali terhadap berbagai data dan informasi yang telah diperoleh, baik berupa tinjauan pada catatan lapang maupun konfirmasi beragam temuan yang telah disusun oleh peneliti. Proses penelitian ini tidak tertutup pada perubahan. Oleh karena itu, dalam memaparkan keseluruhan hasil penelitian, penulis juga menyempurnakan atau merevisi kerangka pemikiran yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Tujuannya adalah untuk membantu
penulis
dalam
menarik
suatu
kesimpulan
mengarahkan pada pengambilan kesimpulan berikutnya.
yang
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Singkat PKBM Santika Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Santika, merupakan salah satu PKBM swasta yang terdapat di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Konsep ”PKBM swasta” dan ”PKBM negeri” merupakan kategorisasi yang diungkapkan oleh pengelola Yayasan Santika pada saat wawancara mendalam. PKBM swasta merupakan istilah untuk PKBM yang dikelola oleh instansi di luar pemerintah, sementara PKBM negeri merupakan suatu istilah bagi PKBM yang dikelola oleh pemerintah.
Foto: Andhini N.F
Gambar 3. Panti Belajar PKBM Santika
Berdasarkan wawancara tersebut juga diketahui bahwa pada awalnya, Pak Suy (pemilik yayasan dan pengelola PKBM Santika) merupakan pengelola program pendidikan persamaan tingkat SMP dan SMA. Saat itu, ia menempatkan kegiatan belajar tersebut pada sebuah STM di daerah Bambu Apus. Pada tahun 2001, setelah pemerintah menghimbau pelembagaan PKBM pada tahun 2000, ia pun mulai melembagakan PKBM Santika dan menjalankan kegiatan pembelajaran untuk Program Kesetaraan Paket B dan C. Melalui program tersebut, dimulailah
beragam upaya untuk mem-PKBM-kan masyarakat dan memasyarakatkan PKBM oleh PKBM Santika. Sejak tahun 1994, ia pun telah mendirikan dan mengelola sebuah sekolah formal (SMU Santika) yang masih berjalan sampai saat ini. Panti Belajar yang saat ini digunakan oleh PKBM Santika merupakan gedung yang sama dengan gedung penyelenggaraan kegiatan belajar pada SMU Santika. Kegiatan belajar SMU dilaksanakan sejak pagi hingga siang hari. Sementara, untuk kegiatan belajar di PKBM Santika dimulai sejak pukul 18.30-20.30 WIB. Kegiatan belajar bagi program Paket C dilaksanakan secara rutin setiap hari SeninJumat. Pada Program Paket B, kegiatan belajar-mengajar dilakukan setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Paparan lengkap mengenai jadwal kegiatan belajar di PKBM khusus untuk Program Kesetaraan Paket C dapat dilihat pada Lampiran 5. Beragam perkembangan telah dialami oleh PKBM Santika. Saat ini, panti belajar tersebut telah mengalami perkembangan. Jumlah kelas yang pada awalnya hanya berjumlah tiga kelas, saat ini telah bertambah menjadi tujuh lokal kelas. Selain itu, saat ini kelompok belajar Paket C juga diberikan satu pelajaran tambahan untuk meningkatkan keterampilan berupa kursus komputer. Kursus tersebut dilaksanakan setiap hari Senin sampai Jumat, pada pukul 15.00-17.00 WIB. Materi pelajaran untuk kursus mencakup program microsoft word dan excel. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola yayasan, diketahui bahwa saat ini jumlah warga belajar untuk program paket C (kelas I, II, dan III) masing masing berjumlah 24, 23, dan 115 orang.
Foto: Andhini N. F
Gambar 4. Situasi Belajar pada Kursus Komputer di PKBM Santika
Fenomena yang nantinya juga peneliti bahas pada bab selanjutnya terkait dengan keberadaan PKBM Santika, salah satunya mengenai penjurusan yang ada di PKBM Santika. Terhitung sejak awal pelembagaan PKBM tersebut, pihak pengelola memutuskan untuk membuka kelas IPS untuk program Paket C. Mata ajaran IPA hanya diberikan kepada kelompok belajar Paket C yang duduk di kelas satu. Namun, pada tahun ajaran 2006/2007, PKBM Santika sempat membuka kelas untuk jurusan IPA bagi 14 orang warga belajarnya. 4.2 Visi dan Misi PKBM Santika Sejalan dengan visi dan misi PKBM secara umum, PKBM Santika memiliki visi dan misi sebagai berikut. •
Visi Terwujudnya masyarakat yang lebih cerdas, mandiri, terampil, berbudi luhur, produktif yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan dan hidup harmonis, serta selalu mengembangkan diri secara positif sebagai manusia ciptaan Tuhan YME.
•
Misi Mengembangkan dan memfasilitasi usaha-usaha pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat di suatu komunitas tertentu secara dinamis sesuai dengan kebutuhan setempat, serta memobilisasi sumber daya dan partisipasi masyarakat (baik komunitas maupun masyarakat luas) dalam upaya
mendukung
penyelenggaraan
program
pembelajaran
pemberdayaan masyarakat. 4.3 Struktur Personal PKBM Santika dan Profil Pemilik Yayasan
dan
Klasifikasi pendidikan yang dipaparkan pada bab II, menurut teori Coombs yang dipaparkan Ihsan (2005), yakni pendidikan nonformal secara lebih spesifik di sebut juga dengan pendidikan luar sekolah yang dilembagakan. Pendidikan luar sekolah semacam ini adalah bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana di luar kegiatan persekolahan. Sebagai sebuah lembaga pendidikan nonformal yang dibina oleh penilik PLS (Dikmenti Kecamatan Cipayung), PKBM Santika juga memiliki struktur personal yang tersusun dari beberapa tingkatan jabatan yang mencerminkan tugas masing-masing komponen di dalamnya. Struktur personal PKBM Santika secara lebih jelas dapat dilihat pada bagan berikut.
BID. PENDIDIKAN
KASI. DIKMENTI
Yayasan Santika
Penilik
Ketua
Tata Usaha
Pimpinan Paket B
Pimpinan Paket C
Pimpinan Kursus Komputer
Tutor
Warga Belajar
Gambar 5. Struktur Personal PKBM Santika
Berikut merupakan penjabaran lengkap mengenai pengurus atau pengelola PKBM Santika yang terdiri dari Ketua, Tata Usaha, dan Penanggung jawab tiap program. - Pemilik Yayasan
: Suy
- Staf Tata Usaha
: Eyt
- Pimpinan Paket B
: Sun
- Pimpinan Paket C
: Rak
- Pimpinan Kursus
: Krt
Sementara, nama tutor (inisial) PKBM Santika beserta mata ajaran masing-masing, dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Nama Tutor PKBM Santika dan Mata Ajaran yang Diasuhnya No
Nama Tutor
Mata Ajaran
1.
Sun
Geografi, Sejarah
2.
Sul
PKn
3.
Was
Bahasa Indonesia
4.
Ems
Ekonomi
5.
Ans
Matematika
6.
Not
Bahasa Inggris
7.
Jkl
Tata Negara
8.
Krt
Sosiologi
9.
Rar
Kimia, Biologi, Fisika
Sumber: Arsip PKBM Santika.
Saat ini, dua dari sembilan tutor di atas berstatus non-aktif. Kedua orang tutor tersebut yakni tutor untuk mata pelajaran Ekonomi dan Bahasa Inggris. Kekosongan tersebut kemudian diatasi dengan cara menjadikan tutor lain dan pemimpin program Paket C sebagai pengganti para tutor yang non-aktif. Pelajaran Ekonomi di bimbing oleh Pimpinan Program Paket C, sementara untuk pelajaran Bahasa Inggris para warga belajar dibimbing oleh Pak Krt yang merupakan putra sulung dari pemilik Yayasan Santika. Akhirnya, saat ini PKBM Santika berjalan dengan bantuan dari delapan orang tutor (Lampiran 6). Sebagai sebuah PKBM yang dikelola oleh instansi non-pemerintah (swasta), tentu saja PKBM Santika memiliki ”induk” yang berperan untuk menyelenggarakan serangkaian program pendidikan yang dijalankannya. Dalam hal ini, Yayasan Santika merupakan instansi swasta yang berperan mengatur
serangkaian kegiatan pada PKBM Santika. Sebagai sebuah instansi, tentu saja Yayasan Santika sebagai penyelenggara
kegiatan PKBM Santika, memiliki
”aktor penggerak utama” di dalam struktur organisasi yang biasa disebut Ketua Yayasan. Pada kasus PKBM Santika, Bapak Suy merangkap sebagai ketua atau pemilik yayasan sekaligus sebagai ketua pengelola PKBM Santika. Sebelum beranjak ke bahasan lebih mendalam mengenai peranan yang dijalankan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat, pada bab ini juga dipaparkan mengenai profil pemilik dan ketua pengelola PKBM Santika. Bapak Suy merupakan seorang anak lurah Gombong yang lahir 59 tahun yang lalu, tepatnya pada 17 Februari 1949. Bapak dari empat orang anak ini merupakan warga Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Anak sulungnya (Krt), telah aktif menjadi tutor dan pemimpin program tambahan keterampilan (komputer) pada PKBM Santika sejak satu tahun yang lalu (menggantikan posisi adiknya, Baj). Sementara, salah satu putri dari Bapak Suy, Mah, saat ini dipercaya untuk menjadi Kepala Sekolah di SMU Santika. Awal kariernya, Bapak Suy yang merupakan lulusan Pendidikan Sekolah Guru Lanjutan Tingkat Pertama (PSG-LTP) setara D3 sempat menekuni usaha sebagai supplier dengan mendirikan serta menjalankan sebuah CV. Namun, karena usaha tersebut kurang berkembang, ia memutuskan untuk lebih menekuni dunia pendidikan. Sebelum aktif mengelola Yayasan Santika, berbagai pengalaman di bidang kependidikan telah dicapai oleh beliau. Beberapa pengalaman beliau, yakni menjadi Kepala Sekolah di SMP Budi Siswa 2, SMA Budi Siswa 1, dan SMP Manggarai, serta mendirikan berbagai sekolah,
diantaranya: SMA Budi Siswa 2, SMP Budi Siswa 2, STM YPMII, dan STM Manggarai. 4.4 Kerjasama dengan Pihak Luar Terhitung sejak awal menjalankan aktivitas sebagai sebuah lembaga pendidikan nonformal hingga saat ini, PKBM Santika tidak pernah bekerjasama dengan instansi lain (non-pemerintah). Namun, pada tahun 2002 PKBM Santika sempat mengadakan kerjasama dengan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Sudin Dikmenti) Jakarta Timur melalui proyek penyelenggaraan kursus komputer (program tambahan keterampilan) yang berjalan selama tiga tahun. Saat itu, pemerintah menyediakan tutor khusus yang diperuntukkan bagi warga belajar paket C yang mengikuti kursus komputer di PKBM Santika. Tahun 2005, PKBM Santika juga mendapatkan Block Grant dari pemerintah yang dialokasikan untuk membeli 12 unit komputer untuk kebutuhan kursus komputer para warga belajar. Akhirnya, saat ini PKBM Santika telah mampu menjalankan kursus komputer secara mandiri. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Ketua PKBM, diperoleh informasi bahwa alokasi bantuan pemerintah diprioritaskan bagi ”PKBM negeri”, sedangkan PKBM yang dikelola oleh pihak swasta umumnya dituntut untuk dapat menjalankan beragam program secara swadaya. Namun peran pemerintah terlihat jelas dalam hal penyelenggaraan ujian akhir nasional bagi para warga belajar Paket C. ”Kalau penyelenggaraan ujian nasional sepenuhnya dikerjakan oleh pemerintah, mulai dari menyediakan tempat untuk ujian sampai data hasil ujian semua mereka yang tangani. Tapi kalau bantuan-bantuan pengelolaan program untuk PKBM swasta tidak banyak, kita memang benar-benar swadaya saja. Kalau untuk bantuan pemerintah memang diutamakan ke PKBM negeri.” (Suy, 59 tahun)
Terkait dengan bahasan mengenai kerjasama dengan pihak luar, salah seorang tutor yang peneliti wawancara secara gamblang memaparkan bahwa sebenarnya pihak PKBM telah mengajukan beberapa proposal ke sejumlah instansi seperti pengajuan ke salah satu perusahaan selular ternama di Indonesia untuk membantu PKBM dalam mendidik keterampilan para warga belajar. Namun, sampai saat ini belum ada respon dari instansi-instansi tersebut. 4.5 Karakteristik Warga Belajar pada PKBM Santika Sesuai dengan pemaparan pada bab sebelumnya (bab III), yang menjadi responden pada penelitian ini adalah warga belajar pada PKBM Santika yang sedang mengikuti Program Kesetaraan Paket C di kelas III. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan pengamatan berperan serta, adapun karakteristik warga belajar pada PKBM Santika didominasi oleh masyarakat yang tinggal di luar wilayah Kelurahan Cipayung dengan rentang usia 16-45 tahun. Ketua pengelola PKBM Santika mengkategorisasikan warga belajar menjadi dua tipe; warga belajar biasa, dan warga belajar istimewa. Kategori inilah yang selanjutnya menjadi dasar penentuan responden (warga belajar) dalam penelitian. Penjabaran selengkapnya mengenai persentase jumlah warga belajar Program Paket C di PKBM Santika pada tahun 2007/2008 terurai dalam Gambar 6 berikut.
24.69%
Swasta dan Sipil ABRI
45.06%
Pekerja non staf Anak putus sekolah 30.25%
Gambar 6. Persentase Jumlah Warga Belajar Program Paket C di PKBM Santika Tahun 2007/2008 Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan
Terkait dengan Gambar 6, untuk tahun ajaran saat ini, jumlah warga belajar di PKBM Santika, dalam hal ini untuk Program Paket C kelas I, II, dan III berjumlah 162 orang warga belajar. Berdasarkan karakteristik warga belajar dalam aspek pekerjaan, dapat disimpulkan bahwa persentase jumlah warga belajar tertinggi pada Program Paket C di PKBM Santika merupakan warga belajar yang berasal dari kalangan anak putus sekolah (45,06 %). Sementara persentase jumlah warga belajar terendah adalah warga belajar yang berasal dari kalangan pekerja swasta (karyawan) dan sipil ABRI (24,69 %). Sejalan dengan kategorisasi yang telah dijabarkan oleh pengelola PKBM, warga belajar istimewa merupakan anggota masyarakat yang bekerja sebagai karyawan tetap atau swasta (contoh: Pegawai swasta, Staf administrasi, Staf pelaksana, dan sebagainya), dan anggota masyarakat usia sekolah yang tidak lulus ujian nasional atau di-drop out dari sekolah formal. Sementara, warga belajar biasa adalah warga belajar dengan karakteristik di luar karakteristik warga belajar istimewa. Contohnya Sipil ABRI, anggota masyarakat yang kurang mampu secara finansial, pekerja non-staf (Pesuruh, Petugas kebersihan, Pembantu rumah tangga,
dan sebagainya), maupun masyarakat usia sekolah yang ”enggan” mengikuti sistem pendidikan formal yang dijalankan oleh sekolah reguler. Berdasarkan hasil analisis dokumen berupa absensi warga belajar Paket C (kelas III)/ Januari 2008, dari 115 orang warga belajar Paket C yang terdaftar, hanya 9 sampai 22 orang yang hadir setiap harinya dalam kegiatan pembelajaran di PKBM Santika. Kondisi ini menggambarkan kurangnya atensi warga belajar akan pentingnya proses pembelajaran dalam sistem pendidikan. Hal ini diperkuat oleh pendapat salah seorang tutor PKBM Santika. ”Yah seperti yang mbak liat saja setiap harinya, paling cuma belasan orang yang datang. Apalagi kalau hujan.Tapi mau bagaimana, pikiran mereka juga sudah tidak fokus rata-rata. Ada yang sudah ngantuklah, ada yang cape karena habis kerja kan langsung datang ke PKBM. Jadi memang yang datang itu cuma yang benar-benar semangat saja.” (Ans, 33 tahun)
4.6 Profil Wilayah dan Komunitas Setempat Kelurahan Bambu Apus yang merupakan salah satu dari delapan kelurahan di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur dengan luas wilayah 3,17 Km2, berdasarkan registrasi penduduk tahun 20064 memiliki jumlah penduduk 15.389 jiwa yang terdiri dari 8.281 jiwa laki-laki dan 7.108 jiwa perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di kelurahan tersebut sebesar 2.961 KK. Berdasarkan survei fisik perkotaan tahun 20065, Kelurahan Bambu Apus terdiri dari lima RT dan 65 RW. Batas-batas wilayah Kelurahan Bambu Apus dapat dijabarkan sebagai berikut6.
4
Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Timur, Cipayung dalam Angka (Jakarta: BPSStatistics, 2007), hlm. 23. 5 Ibid., hlm. 10. 6 Ibid., hlm. 1.
Batas Utara
: Kelurahan Lubang Buaya
Batas Timur
: Kelurahan Setu
Batas Selatan
: Kelurahan Cipayung
Batas Barat
: Kelurahan Ceger
Membahas seputar komunitas setempat, yakni komunitas Kelurahan Bambu Apus, Berdasarkan demografi tahun 20037, mata pencaharian komunitas kelurahan ini sebagian besar adalah pedagang dengan persentase 31,94 persen. Selanjutnya adalah petani 19,38 persen, pegawai swasta 18,45 persen, PNS 12,43 persen, buruh 9,52 persen, dan TNI/POLRI sebesar 8,28 persen. Wilayah yang terkenal dengan Kelompok Kesenian Lenong Betawi Norai Grup ini merupakan sentra pengrajin sepatu Olah Raga lokal di RW 01. Selain itu juga terdapat pengrajin keranjang buah dari bambu/rotan di lingkungan RW 01 dan 02, serta pengrajin logam berupa jenis-jenis aksesoris di RW 02.
Terkait dengan kondisi keagamaan komunitas setempat, diketahui bahwa mayoritas warga Kelurahan Bambu Apus, yakni sebanyak 15.001 orang beragama Islam. Selanjutnya adalah umat Katolik sebanyak 214 orang, Protestan 121 orang, Hindu 20 orang, dan umat Budha sebanyak 33 orang. Terkait dengan fakta tersebut, belum terdapat sarana peribadatan bagi warga non-muslim. Saat ini, baru terdapat sembilan masjid dan 11 langgar di wilayah Bambu Apus bagi warga muslim di wilayah setempat8.
7
Rohmah, Profile Wilayah Kelurahan Bambu Apus, http://www.jaktim.beritajakarta.com/Info Wilayah_Detail.asp, Diakses pada 3 Maret 2008. 8 Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Timur, op.cit., hlm. 44-45.
Sejalan dengan keberadaan kelompok kesenian, Komunitas Kelurahan Bambu Apus juga masih mempertahankan tradisi berupa pertunjukan layar tancap, dangdutan, blantek dan lenong setiap kali ada warga komunitas yang menikah atau dikhitan, serta pasar malam yang masih relatif sering ditemukan di wilayah tersebut.
Foto: Andhini N.F
Gambar 7. Situasi Persiapan Pasar Malam di Kelurahan Bambu Apus
Pendidikan, bagi komunitas Kelurahan Bambu Apus merupakan hal yang perlu ditempuh oleh mereka dalam rangka memperbaiki kualitas hidup. Pernyataan ini, diantaranya tercermin dari jumlah penduduk Kelurahan Bambu Apus sasaran pendidikan nonformal berdasarkan kelompok usia tertentu (16-44 tahun) tahun 2007 pada Tabel 29.
9
BPPLSP Jayagiri, Sasaran Pendidikan Nonformal, http://bpplsp-reg2.info/pls1a.php2007, Diakses pada 16 Juni 2008.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kelurahan Bambu Apus Sasaran Pendidikan Nonformal Berdasarkan Kelompok Usia Tertentu (16-44 tahun) Tahun 2007 Jumlah Penduduk Sasaran Pendidikan Non Formal Kelurahan
Bambu Apus
16-18 tahun
15-24 tahun
25-44 tahun
L
P
L
P
L
P
398
458
1009
981
2687
2365
Sumber: BPPLSP.
Tabel 2 menunjukkan jumlah penduduk Kelurahan Bambu Apus pada rentang usia 16-44 tahun yang menjadi sasaran pendidikan nonformal tahun 2007 sebesar 7.898 jiwa. Angka ini membuktikan bahwa keberadaan PKBM Santika (dengan Program Paket C) sebagai salah satu wadah pendidikan nonformal di wilayah tersebut merupakan salah satu jawaban dari kebutuhan sebagian besar komunitas setempat.
BAB V URGENSI KEBERADAAN PKBM BAGI MASYARAKAT SEKITAR WILAYAH CIPAYUNG
5.1 Penanda Urgensi Keberadaan PKBM Santika Kajian mengenai urgensi keberadaan PKBM bagi masyarakat sekitar wilayah Cipayung, dapat ditelusuri dengan melihat beberapa kondisi yang menggambarkan urgensi tersebut pada PKBM Santika, yaitu: adanya penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh PKBM Santika, serta keterkaitan antara perolehan ijazah dengan tuntutan “pasar”. Konteks masyarakat sekitar dalam penelitian ini mencakup semua warga belajar PKBM Santika yang bertempat tinggal pada radius maksimum 10 Km dari lokasi PKBM Santika. Paparan lebih dalam mengenai urgensi keberadaan PKBM Santika bagi masyarakat di sekitarnya dapat dilihat pada bahasan berikut. 5.1.1 Penyesuaian Prioritas Calon Warga Belajar Oleh PKBM Santika Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya (bab IV), warga belajar di PKBM Santika digolongkan ke dalam dua tipe, yakni Warga Belajar Biasa (WBB) dan Warga Belajar Istimewa (WBI). Salah satu hal yang membedakan kedua tipe warga belajar tersebut ialah dalam hal jumlah biaya yang mereka keluarkan untuk mengikuti pembelajaran. WBI biasanya mengeluarkan biaya minimum Rp. 1.750.000,- , sementara WBB biasanya mengeluarkan biaya 100 sampai 800 ribu rupiah ditambah iuran bulanan (SPP).
Kelurahan Bambu Apus merupakan satu dari delapan kelurahan yang terdapat di Kecamatan Cipayung. Berdasarkan data wilayah Jakarta Timur,
kelurahan yang terletak di wilayah Kecamatan Cipayung, yakni: Lubang Buaya, Cipayung, Munjul, Pondok Ranggon, Cilangkap, Setu, Ciracas, dan Bambu Apus. Kecamatan Cipayung, dengan luas wilayah 27,36 Km persegi, merupakan satu dari 10 kecamatan di wilayah Jakarta Timur10. Terkait dengan kondisi tersebut, berdasarkan hasil analisis data sekunder (arsip PLS) keberadaan PKBM Santika dan tujuh PKBM lainnya di Kecamatan Cipayung juga dibarengi dengan menjamurnya 21 lembaga pendidikan formal SMU/SMK di wilayah tersebut. Bahkan saat ini di Kelurahan Bambu Apus, tengah dibangun sebuah sekolah negeri unggulan tingkat SMU oleh pemerintah DKI Jakarta. Membahas lebih jauh ke dalam PKBM Santika, diketahui bahwa komunitas warga belajar di PKBM tersebut juga diramaikan oleh masyarakat luar wilayah PKBM. Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap warga belajar Program Paket C, tutor, maupun pengelola, peneliti menemukan fakta bahwa warga belajar berasal dari wilayah yang beragam. Mulai dari masyarakat yang benar-benar tinggal di Kelurahan Bambu Apus, masyarakat yang tinggal di beberapa kelurahan lainnya pada Kecamatan Cipayung, masyarakat yang tinggal di kecamatan yang tersebar di wilayah Jakarta Timur, hingga masyarakat yang tinggal di luar wilayah Jakarta Timur (Slipi, Kebon Jeruk, Cibinong, dan sebagainya).
PKBM secara konseptual diprioritaskan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya, namun kasus penelitian ini diketahui bahwa pada PKBM swasta seperti PKBM Santika (yang dikelola pihak yayasan), konsep tersebut mengalami suatu penyesuaian. Dikatakan demikian karena berdasarkan data-data yang diperoleh melalui wawancara mendalam yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa saat ini warga belajar yang merupakan masyarakat luar 10
Pemda Kotamadya Jakarta Timur, Profil Wilayah http://www.timurjakarta.go.id/, Diakses pada 28 Desember 2007.
Jakarta
Timur,
wilayah PKBM juga banyak terdaftar di PKBM Santika. Hal ini tercermin dari kutipan pernyataan salah seorang tutor di bawah ini. “Kita ini sebagai PKBM swasta ya memang tidak mengandalkan bantuan pemerintah. Karena PKBM swasta tentulah yang kita usahakan untuk bisa dapat murid sebanyak mungkin. Dari awal memang PKBM ini berdiri bukan atas dasar ini lokasi yang cocok atau tidak, tapi karena ini warisan dari pendidikan persamaan yang dulu pernah ada itu kan. Tapi terus terang sekarang kita tidak mencari murid, tapi mereka yang datang sendiri. Dan memang justru masyarakat yang tinggalnya di luar Bambu Apus sekarang banyak sekali yang daftar di sini. Kalau masyarakat sekitar banyak juga dari Cipayung, Ceger, Setu, Ciracas, Lubang Buaya, dan Bambu Apus. Dan memang kalau yang dari Bambu Apus ya tidak lebih dari 10 persen lah. Nah karena kita swadaya jadi ya tidak etis juga kalau masyarakat luar kita tolak. Sekarang kita sudah lebih pakai penyesuaian saja mbak.” (Krt, 35 tahun)
Penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh PKBM Santika tersebut tampaknya menggambarkan urgensi keberadaan PKBM (dalam hal ini direpresentasikan oleh PKBM Santika) di sekitar wilayah Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur sebagai lembaga pendidikan nonformal yang melengkapi keberadaan lembaga pendidikan formal yang terus tumbuh di wilayah tersebut. Namun demikian, keberadaan PKBM Santika bagi masyarakat sekitar juga masyarakat luar bukan sekedar pelengkap yang tidak diperlukan tapi pelengkap yang dibutuhkan oleh masyarakat yang dengan berbagai alasan tertentu tidak mampu/ sempat mengikuti pembelajaran pada jalur pendidikan formal. Fakta seputar maraknya warga belajar yang berasal dari luar wilayah PKBM Santika, menurut pengelola PKBM Santika dapat disebabkan karena umumnya mereka yang hendak belajar di PKBM merasa “malu” jika warga di sekitar tempat tinggal mereka mengetahui bahwa mereka (yang umumnya sudah bekerja) mengikuti pembelajaran pada jalur nonformal (dalam hal ini Program Paket C). Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk mendaftarkan diri pada PKBM yang terletak jauh dari tempat tinggal mereka. Di sisi lain, dari hasil wawancara mendalam dengan salah seorang warga belajar Paket C (WBI),
diketahui bahwa saat ini banyak PKBM di Jakarta yang mengenakan biaya yang tinggi bagi para calon warga belajarnya. Ia menambahkan, PKBM Santika merupakan sebuah PKBM yang menurutnya tergolong murah dalam pengenaan biaya pembelajaran bagi masyarakat yang hendak mengikuti program paket yang berjalan pada PKBM Santika. ”Beberapa PKBM yang di wilayah rumah aku, yang aku tahu si ternyata mahal mbak, biaya masuknya rata-rata tiga jutaan. Trus sempat ada juga yang menawari home schooling tapi per bulannya 600 ribu, mahal kan.” (Mjr, 19 tahun)
Beragam alasan seputar penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh PKBM Santika yang diutarakan oleh beragam pihak tersebut, didukung pula oleh fakta bahwa Kelurahan Bambu Apus merupakan wilayah yang tidak luas, yakni hanya 3,17 kilometer persegi (berdasarkan hasil analisis data sekunder). Adanya fakta tersebut, ditambah dengan banyaknya sekolah formal setingkat SMU di Kecamatan Cipayung, kian memperkuat kesimpulan seputar urgensi keberadaan PKBM bagi masyarakat sekitar sebagai hal yang tidak mutlak diperlukan, namun tetap dibutuhkan oleh sebagian masyarakat sekitar yang tidak sempat atau belum mampu mengikuti pembelajaran pada lembaga pendidikan formal. Analisis ini didukung pula oleh pernyataan salah seorang tutor PKBM Santika berikut ini. “Di bilang sangat mendesak keberadaannya juga tidak, namun dibilang perlu ya memang diperlukan oleh sebagian masyarakat, baik masyarakat sekitar maupun masyarakat luar. Tapi memang masyarakat dari kelurahan sini tidak banyak karna kan luas Kelurahan Bambu Apus kan kecil. Kalau untuk masyarakat sekitar dalam artian se- Kecamatan Cipayung dan sebagian kelurahan di luar wilayah kecamatan sini ya lumayan banyak juga.” (Ans, 33 tahun)
Menindak lanjuti pemahaman tersebut, berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung, diketahui bahwa penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh PKBM swasta seperti PKBM Santika, bukan merupakan suatu hal yang patut dipermasalahkan oleh PLS selaku
Pembina. Walaupun pada dasarnya penyesuaian tersebut terkesan berbeda dengan konsep yang ada, namun selama penyesuaian tersebut mampu memfasilitasi lebih banyak kebutuhan masyarakat, penyesuaian tersebut lebih dianggap sebagai penyesuaian yang sifatnya tidak berlawanan dengan konsep dasar PKBM. 5.1.2 Perolehan Ijazah dan Tuntutan “Pasar” Kondisi lain yang menggambarkan urgensi keberadaan PKBM bagi masyarakat sekitar Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, terlihat dari adanya “pengikraran” ijazah sebagai penentu dari peningkatan kualitas hidup masyarakat oleh “pasar”. “Pasar” dalam konteks penelitian ini mengacu pada setiap pihak atau pelaku usaha maupun institusi yang terkait dengan proses pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, “pasar” yang dimaksud dapat berupa jalur pendidikan dengan jenjang yang lebih tinggi ataupun beragam perusahaan perekrut tenaga kerja. Paparan di atas merupakan hasil pengejawantahan dari pernyataan beberapa responden (warga belajar) dalam wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti yang merepresentasi urgensi keberadaan PKBM bagi warga belajar dalam konteks kepentingan personal mereka. Salah satu pernyataan responden (warga belajar) tercantum pada pernyataan berikut ini. “Karna saya berusaha untuk dapat penyesuaian dikerjaan saya, akhirnya saya daftar di PKBM Santika ini mbak. Sebelumnya kan saya bekerja dengan menggunakan ijazah SMP. Makanya saya ikut Paket C agar bisa dapat ijazah dengan cara yang benar trus saya bisa dapat penyesuaian karir di kerjaan saya.” (Sut, 31 tahun)
Pernyataan responden (warga belajar) lain yang juga menyoroti urgensi PKBM bagi masyarakat sebagai jalan alternatif bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, tercermin dari pernyataan berikut ini
“Apa ya, kalau aku bisa lulus dan dapat ijazah trus aku bisa lanjutkan ke kuliah mbak. Aku ingin sekali mbak jadi bidan. doain ya mbak agar bisa kuliah seperti mbak.” (Rsd, 18 tahun)
Terkait dengan perolehan ijazah sebagai suatu kebutuhan masyarakat dan tuntutan pasar, pengelola PKBM juga mengakui bahwa fenomena tersebut merupakan alasan utama dari warga belajar dalam mengikuti Program Kesetaraan (Paket C) dalam hal ini pada PKBM Santika. Pembahasan lebih lanjut mengenai peranan PKBM Santika akan dikaji pada bab berikutnya mengenai peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat.
5.2 Kilasan Keberadaan PKBM “Semu” di Wilayah Cipayung
Foto: Andhini N. F.
Gambar 8. Gedung PKBM X
Pembahasan mengenai keberadaan PKBM X di Kecamatan Cipayung, dipaparkan oleh peneliti sebagai tambahan pada bab ini untuk memberikan gambaran mengenai wujud dari fenomena keberadaan PKBM di wilayah Cipayung, yang “dimanfaatkan” oleh pihak swasta hanya sebagai “ajang bisnis”. Kinerja PKBM X yang menjalankan Program Paket A, B, dan C ini peneliti ketahui lebih dalam berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan tutor yang
pernah bekerja di PKBM X. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa PKBM X hanya mengadakan pembelajaran sekali seminggu, itupun tidak dihadiri oleh para warga belajar. “Aku kan pernah ngajar di situ, Yayasan X yang di SMA dan di PKBMnya. Tapi ternyata, upah yang PKBM tidak dibayarkan oleh pengelola. Ngajarnya tiap hari minggu. Trus murid PKBMnya ndak ada yang datang. Malah anak SMAnya yang disuruh datang. Saya jadi seperti kasih les ke anak SMA, bukannya ngajar murid paket PKBMnya.” (Rar, 40 tahun)
Sejalan dengan fakta tersebut, secara kebetulan pada saat peneliti sedang berada di kantor Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung, peneliti bertemu dengan seorang pengurus PKBM X. Saat itu, ia hendak mengantarkan proposal pengajuan dana bantuan (Block Grant) untuk paket B di PKBM X. Peneliti memutuskan untuk menanyakan mengenai dana bantuan kepada Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung dalam wawancara mendalam yang peneliti lakukan. Menurut Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung yang merupakan salah satu informan dalam penelitian, semua PKBM yang ada di Kecamatan Cipayung mendapat bantuan dana dari pemerintah, tidak terkecuali bagi PKBM X. Berdasarkan temuan ini, dapat disimpulkan bahwa “pemanfaatan” PKBM swasta oleh aktor penggeraknya merupakan fenomena yang ada di wilayah Cipayung, yang tercermin dari keberadaan PKBM seperti PKBM X. Namun, bahasan ini tidak peneliti kaji lebih dalam karena berdasarkan hasil penjajagan yang peneliti lakukan, diyakini bahwa kajian mendalam yang representatif mengenai peranan PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat di wilayah Cipayung tidak mampu dicapai dengan mengkaji kasus PKBM X. 5.3 Ikhtisar
Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) bagi masyarakat sekitar Cipayung, Jakarta Timur, dimaknai sebagai pelengkap institusi pendidikan formal yang masih dibutuhkan oleh komunitas setempat untuk dapat mengubah kehidupan mereka menjadi lebih berdaya. Bahkan, urgensi PKBM di wilayah tersebut juga dirasakan oleh sebagian anggota komunitas luar wilayah. Kesatuan anggota komunitas yang menyatukan diri sebagai warga belajar di PKBM Santika, terdiri dari individu-individu yang belum sempat/ tidak mampu mengikuti pembelajaran pada jalur pendidikan formal. Program Paket C yang dijalankan oleh PKBM Santika diyakini oleh sebagian anggota komunitas setempat dan luar wilayah sebagai peluang yang potensial bagi mereka untuk memperoleh ijazah yang mereka yakini sebagai syarat utama untuk dapat diterima oleh ”pasar”.
BAB VI PERANAN PKBM SANTIKA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT 6.1 Refleksi Peranan PKBM Melalui Azas-Azas yang Dianut PKBM Santika Membahas lebih lanjut mengenai peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat (PM), peneliti mengacu pada penerapan azas-azas PKBM dan konsep Pendidikan Orang Dewasa (Andragogy) dalam jalannya sistem pendidikan dari PKBM. Sistem pendidikan dari PKBM dalam hal ini terdiri dari 10 komponen pendidikan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya (bab II). Sebagai bahasan pertama peneliti akan menganalisis lebih dalam mengenai peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat, mengacu kepada penerapan azas-azas yang dianut PKBM. 6.1.1 Azas Kemanfaatan Azas kemanfaatan bermakna setiap kehadiran PKBM harus benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan hidupnya (Sihombing, 1999). Masyarakat sekitar, seperti yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya dalam hal ini dibatasi sebagai masyarakat yang tinggal pada radius terjauh 10 Km dari lokasi PKBM Santika. Pembatasan ini dilakukan untuk mempermudah pengkajian dalam penelitian. Merujuk kepada konsep tersebut, dalam menjalankan peranannya sebagai sebuah lembaga pendidikan nonformal, PKBM Santika (dengan Program Kesetaraan Paket B, C, dan program keterampilan tambahan berupa kursus komputer) telah menganut azas ini dalam rangka mengembangkan masyarakat. Hal ini didasarkan pada analisis terhadap berbagai pernyataan yang diungkapkan
oleh para responden (warga belajar, tutor Paket C, dan pengelola) yang bermuara pada suatu kepastian bahwa PKBM Santika, sebagai pelengkap pendidikan formal, bermanfaat bagi masyarakat sekitar, khususnya bagi masyarakat putus sekolah yang terdiri dari masyarakat sekitar yang tidak lulus ujian nasional pada jalur formal, dikeluarkan dari lembaga pendidikan formal (drop out) karena beberapa alasan tertentu, “enggan” mengikuti kegiatan persekolahan, maupun masyarakat sekitar yang kurang mampu. Salah satu pernyataan mengenai kemanfaatan program pada PKBM Santika tertuang dalam kutipan pernyataan salah seorang warga belajar kelas tiga Paket C yang tinggal di Kelurahan Bambu Apus berikut. “Sangat bermanfaat mbak untuk aku. Kan cita-cita aku mau jadi bidan, dan itu kan butuh ijazah SMA. Ya tujuan aku supaya bisa dapat ijazah SMA untuk melanjutkan sekolah kebidanan yang di Cikarang mbak. Trus kalau ikut kursus komputer yang di PKBM Santika itu untuk nambah kemampuan. Ya kan nanti kalau kerja mengetik jadi sudah bisa mbak.” (Rsd, 18 tahun)
Sejalan dengan pernyataan tersebut, kemanfaatan programprogram yang dijalankan oleh PKBM Santika, tidak hanya dirasakan oleh masyarakat sekitar yang menjadi warga belajarnya, tetapi juga oleh masyarakat luar yang banyak terdaftar sebagai warga belajar Paket C di PKBM Santika. Manfaat yang dimaksud dalam hal ini lebih mengarah pada keberadaan atau perolehan ijazah melalui Program Paket C di PKBM Santika bagi masyarakat untuk peningkatan karir, memperoleh pekerjaan, atau untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
Namun, jika dikaji lebih lanjut berdasarkan fakta yang didapat di lapang, baik melalui wawancara mendalam, pengamatan berperanserta terbatas, maupun analisis data sekunder (absensi warga belajar kelas III Paket C) diketahui bahwa kemanfaatan dalam hal proses pembelajaran masih belum didapatkan oleh sebagian besar warga belajar di PKBM Santika. Kondisi ini ditunjukkan oleh ratarata kehadiran warga belajar di kelas yang hanya berkisar pada angka 9 sampai 22 orang setiap harinya. Masyarakat luar yang terdaftar di PKBM Santika (pada umumnya
karyawan
swasta)
hampir dapat
dipastikan tidak mengikuti
pembelajaran di kelas. Seperti pernyataan salah seorang informan berikut ini. “Kebanyakan mereka kerja. Jadi tidak bisa dipaksakan juga untuk ikut pembelajaran di kelas. Mencari nafkah memang tetap prioritas utama. Ada yang seminggu sekali atau dua kali masih datang. Tapi untuk murid-murid yang karyawan lebih banyak motivasinya kurang untuk hadir di kelas. Cuma hadir pas ujian saja, sama dengan anak yang tidak lulus UN formal mereka tidak mau datang.” (Suy, 59 tahun)
Begitupun dengan warga belajar yang berasal dari masyarakat yang tidak lulus ujian nasional pada jalur pendidikan formal. Berdasarkan kutipan di atas juga diketahui bahwa mereka sama sekali tidak menghadiri pembelajaran di PKBM Santika. Mereka hanya hadir pada saat ujian nasional pendidikan kesetaraan diselenggarakan.
Foto: Andhini N. F.
Gambar 9. Situasi Belajar di PKBM Santika
6.1.2 Azas Kebermaknaan Azas kebermaknaan mencerminkan PKBM dengan segala potensinya harus mampu memberikan dan menciptakan program yang bermakna dan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sekitar (Sihombing, 1999). Menelisik lebih jauh mengenai azas kebermaknaan, dalam menjalankan peranannya, PKBM Santika dengan program yang dijalankannya, telah memiliki azas tersebut dalam rangka pengembangan masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan dengan menganalisis hasil belajar yang telah di capai oleh warga belajar. Hasil belajar yang dimaksud mencakup perkembangan jumlah lulusan Program Paket C pada PKBM Santika tahun 2005-2007, dan perkembangan lulusan Program Paket C PKBM Santika. Terkait dengan salah satu prinsip pengembangan masyarakat, yakni pemberdayaan, tujuan akhir beragam program PKBM pada dasarnya ialah untuk memberdayakan
masyarakat
dan
beragam
potensi
yang
dimilikinya.
Pemberdayaan oleh Ife (1995) dimaknai dengan “membantu” komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi menentukan kapasitas mereka di masa depan. Berdasarkan pemaknaan di atas, bukti adanya azas kebermaknaan dalam program yang dikembangkan oleh PKBM Santika terlihat dari kemampuannya dan Program Paket C dalam meningkatkan kesempatan komunitas warga belajar di dalamnya untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat (sekitar maupun luar).
Hal ini tergambar dari hasil analisis data sekunder yang peneliti sajikan dalam bentuk tabel mengenai perkembangan jumlah warga belajar yang mengikuti ujian nasional Program Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika tahun 2005-2007 di Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Jumlah Warga Belajar yang Mengikuti Ujian Nasional Program Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika tahun 2005-2007 Tahun Bulan
2005 Jun
2006 Nov
2007
Jun
Nov
Jun
Nov
Jumlah
IPS
108
168
120
115
153
100
Peserta
IPA
-
-
-
14
-
-
Jumlah
IPS
80
142
96
96
131
76
Lulusan
IPA
-
-
-
13
-
-
%
IPS
74,07
84,52
80,00
83,48
85,62
76,00
-
-
-
92,86
-
-
Kelulusan IPA
Sumber : Arsip PKBM Santika. Keterangan: UN untuk Jurusan IPA hanya dilaksanakan 1 kali (November 2006).
Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam satu tahun, PKBM Santika membagi pelaksanaan ujian nasional bagi warga belajar Paket C ke dalam dua periode kelulusan, yakni bulan Juni dan November. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun, persentase rata-rata jumlah lulusan PKBM Paket C untuk jurusan IPS berjumlah 81,28 persen Sementara, persentase kelulusan untuk jurusan IPA (yang hanya dilaksanakan satu kali pada November 2006) berjumlah 92,68 persen Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara kuantitas (hasil belajar warga belajar) PKBM Santika mampu membuktikan peranannya dalam pencapaian tujuan, yakni memberdayakan masyarakat pembelajar di dalamnya.
Terkait dengan perkembangan jumlah lulusan Paket C PKBM Santika, peneliti juga menggali informasi melalui wawancara mendalam dengan beberapa responden dan informan yang tahu persis mengenai kelanjutan studi maupun karier masyarakat yang telah memperoleh ijazah setara SMU melalui Program Paket C di PKBM Santika. Beberapa hasil wawancara tersebut menggambarkan bahwa pada umumnya, para lulusan PKBM Santika merasakan makna dari Program Paket C karena mereka berhasil melanjutkan studi di berbagai perguruan tinggi, dan tidak sedikit pula yang berhasil mendapatkan penyesuaian formasi jabatan atau kenaikan gaji pada karier mereka masing-masing. Contohnya, seorang ABRI berijazah SMP yang pernah mengikuti pembelajaran Paket C di PKBM Santika. Awalnya, ia hanya menduduki pangkat terbawah. Namun setelah lulus dan mengantongi ijazah Paket C dari PKBM Santika, ia pun diminta untuk mengikuti pendidikan lanjutan oleh angkatannya sehingga sekarang ia telah berhasil mendapat promosi untuk kenaikan pangkat. Sejalan dengan hal di atas, peneliti juga sempat mewawancarai seorang lulusan PKBM yang secara kebetulan peneliti temui pada saat sedang berada di PKBM Santika. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan tersebut (En, 35 tahun) didapat informasi seputar perkembangan lulusan PKBM. Informan, yang merupakan ibu dari seorang putra tersebut, datang ke PKBM untuk mengambil ijazahnya. Ia tercatat telah lulus dari Program Paket C pada PKBM Santika di tahun 2007 lalu. Selama terdaftar sebagai warga belajar, ia mengakui bahwa ia termasuk salah satu warga belajar yang rutin hadir pada pembelajaran. Hari itu, menurut pengakuannya, besok ia hendak mendapatkan
penyesuaian karier pada perusahaan tempatnya bekerja. Saat ini, ia tercatat sebagai salah seorang staf pada salah satu perseroan yang bergerak dibidang jasa. Masih menurut pernyataan Ibu En, ijazah Paket C benar-benar tidak mendapat pembedaan di perusahaannya bekerja. Hal ini terbukti dari keberhasilannya memperoleh penyesuaian karier tersebut. Ia pun menyatakan dengan tegas bahwa Program Paket C di PKBM Santika memiliki makna tersendiri baginya untuk memperbaiki hidup. Selain itu, selain adanya keinginan untuk memperbaiki hidup, pada awalnya ia memutuskan untuk mengikuti pembelajaran di kelas III Paket C pada PKBM Santika karena putranya yang telah duduk di bangku SMP selalu membahas pendidikan terakhir ibunya yang hanya mengandalkan ijazah SMP. “ Ikut Paket C di sini berarti buat saya mbak. Setelah lulus saya sekarang bisa dapat penyesuaian di kerjaan saya. Lumayan untuk menyekolahkan anak-anak saya. Jadi tidak sesulit dulu. Dan jadi tidak malu lagi sama anak saya itu.” (En, 35 tahun)
Sebagai catatan, berdasarkan paparan dari Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung, indikator keberhasilan jalannya peranan PKBM dalam memberdayakan masyarakat, ditandai oleh banyaknya jumlah lulusan PKBM. Sementara, untuk kompetensi warga belajar maupun lulusan bukan merupakan tolak ukur utama karena proses pembelajaran di PKBM dengan segala keterbatasannya, menempatkan kualitas lulusan PKBM pada konteks penilaian yang tidak mungkin disejajarkan dengan kualitas pengetahuan lulusan sekolah formal (dengan waktu belajar yang lebih banyak). “Indikator dilihat dari banyaknya jumlah kelulusan. Dalam hal ini berarti bisa diketahui bahwa PKBM Santika telah mencapai itu. Di samping itu, indikator lainnya adalah kemampuan PKBM untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yakni yang belajar di dalamnya. Seperti misalnya, untuk penyesuaian jabatan dan untuk orang-orang yang ingin lanjut kuliah, ini sudah terbukti. Malah ada beberapa lulusan PKBM yang diterima di universitas negeri. Dan ABRI juga banyak yang naik pangkat setelah ambil Paket C di PKBM.” (Mrt, 58 tahun)
Namun demikian, kebermaknaan Program Paket C pada PKBM Santika dalam membantu peningkatan keahlian (melalui program tambahan keterampilan berupa kursus komputer) dan pengetahuan para warga belajar melalui proses pembelajaran pada Program Paket B dan C, masih perlu diusahakan pengembangannya lebih lanjut agar keberdayaan yang didapat oleh setiap warga belajar di dalamnya tidak sebatas keberdayaan secara kuantitas (peningkatan kesempatan atau peluang untuk memperbaiki kualitas hidup) tapi juga kualitas (peningkatan pengetahuan dan keterampilan). Kajian ini didasarkan adanya penggunaan konsep fleksibilitas dari PKBM oleh warga belajar (dalam kajian ini untuk kasus PKBM Santika) sebagai “pemakluman” untuk tidak mengikuti proses pembelajaran di kelas. 6.1.3 Azas Kebersamaan Azas kebersamaan pada PKBM menurut Sihombing (1999), artinya PKBM merupakan lembaga yang dikelola secara bersama-sama, bukan milik perorangan, bukan milik satu kelompok atau golongan tertentu, dan bukan milik pemerintah. PKBM adalah milik bersama, digunakan bersama, untuk kepentingan bersama. Terkait dengan rumusan tersebut, khusus dalam hal perencanaan, PKBM Santika belum menunjukkan kemampuannya untuk mengelola PKBM dengan menerapkan azas tersebut secara total. Namun demikian, saat ini peran serta warga belajar PKBM Santika mulai mengalami peningkatan. Kondisi ini dapat dianalisis lebih lanjut dengan mengkaji keterlibatan atau partisipasi warga belajar dan tutor dalam serangkaian kinerja dan pengambilan keputusan dalam PKBM Santika, serta serangkaian kepentingan masing-masing pihak di dalamnya.
Kategorisasi PKBM menjadi dua tipe (negeri dan swasta) telah mempengaruhi konsep pengelolaan dalam PKBM Santika, sebagai representasi dari PKBM swasta. Menelaah lebih dalam mengenai penerapan azas kebersamaan dalam PKBM Santika, kajian seputar keterlibatan komunitas warga belajar dan partisipasi mereka khususnya dalam pengambilan keputusan, adalah bahasan yang tepat untuk mengawali analisis mengenai kebersamaan yang berjalan di PKBM Santika. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (bab IV), terhitung sejak awal pelembagaan PKBM Santika untuk Paket C, pihak pengelola memutuskan untuk membuka kelas hanya bagi jurusan IPS saja. Mata pelajaran IPA hanya diberikan kepada kelompok belajar Paket C yang duduk di kelas satu. Hal ini pada awalnya memang hanya diputuskan secara sepihak oleh pihak pengelola dengan mempertimbangkan kemampuan warga belajar mereka. “Dari awal memang pihak yayasan sudah mengarahkan bahwa PKBM Santika hanya membuka atau menyediakan kelas IPS. Mungkin didasarkan oleh pertimbangan seputar kemampuan murid PKBM.” (Ans, 33 tahun)
Namun, dalam penentuan jurusan Paket C yang dibutuhkan, saat ini PKBM Santika telah memberi kesempatan bagi warga belajar untuk mengajukan pendapat mereka. Hal ini dibuktikan dari dibukanya jurusan IPA pada tahun ajaran 2006/ 2007, atas pengajuan dari 14 orang warga belajar PKBM Santika. Fakta tersebut menunjukkan mulai adanya penyertaan warga belajar dalam pengambilan keputusan seputar kebutuhan program bagi mereka.
Masih terkait dengan partisipasi yang mencerminkan kebersamaan dalam pemilikan PKBM, dalam hal penentuan waktu belajar mengajar, pengelola PKBM Santika menjadwalkan kegiatan belajar mengajar dari hari Senin sampai Jumat. Hal ini tentu tidak dijalankan secara “saklek” seperti jadwal belajar pada lembaga pendidikan formal. warga belajar PKBM Santika diberikan keleluasaan untuk menghadiri kegiatan pembelajaran, khususnya bagi mereka yang sudah bekerja. Meskipun pada kenyataannya banyak dari mereka justru menyalahgunakan “pemakluman” ini, setiap harinya kegiatan pembelajaran tetap dilaksanakan, berapapun warga belajar yang hadir. Begitupun dalam hal penentuan jadwal kursus komputer di PKBM Santika. warga belajar diberi kebebasan untuk menentukan hari belajar yang mereka sanggup jalankan. “Kita tidak etis juga kalau memaksa mereka hadir terus untuk belajar. Kan prioritas utama mereka ya pastinya kerjaan dong. Paling seminggu satu atau dua kali hadir juga sudah bagus sekali. Tapi kalau anak-anak usia sekolah yang rajin ya tiap hari pasti datang. Seperti kursus komputer ini sebagai contoh, saya memang memberi keleluasaan bagi mereka. Bisanya datang hari apa, ya silahkan saja.” (Krt, 35 tahun)
Kegiatan pembelajaran di PKBM Santika juga telah memposisikan tutor sebagai komponen yang memiliki peran penting di samping warga belajar. Tanpanya, mustahil dapat terjadi interaksi belajar yang terarah dalam kelas. Pada PKBM Santika, tutor pun diberi kesempatan untuk menentukan hari belajar yang sanggup ia penuhi. Hal ini biasa di bahas dalam rapat tahunan yang rutin diadakan oleh ketua PKBM yang diantaranya membahas tentang kinerja para tutor.
Terkait dengan azas kebersamaan dalam aspek partisipasi dalam mengambil keputusan mengenai biaya masuk dan bulanan (SPP) di PKBM Santika, pengelola PKBM tidak menerapkan azas kebersamaan di dalamnya. “Awal masuk saya bayar seratus ribu trus untuk SPP bulanan beda mbak. Kelas satu itu 50, kelas dua 75, trus sekarang 100. Memang sudah ditentukan begitu mbak. Tapi saya ndak keberatan mbak, memang wajar, tidak terlalu memberatkan saya selama ini.” (Inw, 19 tahun)
Hal ini ditunjukkan dari adanya standar biaya masuk yang telah ditetapkan PKBM Santika. Selain itu, untuk kursus komputer, setiap warga belajar yang ikut mendaftar dikenakan biaya Rp. 50.000,- untuk setiap program pembelajaran (word dan excel). Standar tersebut secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 3.
Tabel 4. Standar Alokasi Pembiayaan yang Dikenakan bagi Warga Belajar Paket C Alokasi Biaya No
1.
Kriteria Warga Belajar Warga Belajar Biasa (WBB)
Biaya masuk Rp. 100.000,sampai Rp. 800.000,-
SPP I : Rp. 50.000,II : Rp. 75.000,-
Biaya lain Ujian: Rp. 20.000,Ijazah: Rp. 100.000,-
Keterangan
I, II, III : Tingkatan kelas
III : Rp. 100.000,-
2.
Warga Belajar Istimewa (WBI)
Minimum Rp. 1.750.000,-
Ujian: Rp. 20.000,Ijazah: Rp. 100.000,-
SPP sudah termasuk ke dalam biaya masuk
Sumber: Rumusan hasil wawancara mendalam
Sejalan dengan kondisi di atas, alokasi honor tutor juga telah memiliki standar baku yang ditetapkan oleh pengelola PKBM. Fakta tersebut menunjukkan bentuk pengelolaan sepihak yang diperankan oleh PKBM swasta seperti PKBM Santika.
“Honor tutor memang sudah ditentukan yayasan. Itulah, karena milik swasta jadi kalau untuk masalah keuangan baik murid atau tutor tidak ada hak untuk campur tangan sama sekali.” (Ans, 33 tahun)
Berdasarkan wawancara mendalam terhadap sejumlah tutor dan pengelola PKBM Santika, diketahui bahwa tutor PKBM Santika memiliki honor yang lebih besar dibanding honor tutor PKBM lainnya di wilayah Kecamatan Cipayung. Setiap satu jam pelajaran para tutor mendapat honor sebesar Rp. 40.000,-. “Honor tutor di sini bisa dicek paling besar diantara PKBM sekitar sini. Empat puluh ribu per satu jam pelajaran.” (Krt, 35 tahun)
Namun demikian, ketetapan honor yang telah diberlakukan oleh pihak pengelola PKBM dan standar biaya masuk PKBM Santika tersebut, tidak menjadi suatu hambatan bagi para warga belajar dan tutor PKBM Santika. Mereka secara tegas menyatakan bahwa PKBM Santika telah berhasil menjalankan kinerja secara swadaya. Keswadayaan, secara lebih dalam akan dibahas pada bahasan selanjutnya. 6.1.4 Azas Kemandirian Sihombing (1999) menyatakan azas kemandirian menekankan PKBM dalam pelaksanaan dan pengembangan kegiatan harus mengutamakan kekuatan diri sendiri. Meminta dan menerima bantuan dari pihak lain merupakan alternatif terakhir apabila kemandirian belum dapat tercapai. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan ketua pengelola PKBM Santika, seiring perkembangannya dapat ditegaskan bahwa PKBM Santika telah mampu mengurangi ketergantungan terhadap bantuan pihak lain (dalam hal ini pemerintah). Hasil wawancara tesebut menunjukkan bahwa pada dasarnya bantuan pemerintah untuk PKBM swasta tidaklah sebesar bantuan pemerintah untuk
PKBM negeri. Pada awalnya (2002), PKBM Santika masih mengandalkan bantuan pemerintah melalui proyek bantuan kursus komputer. Namun, saat ini PKBM Santika telah mampu menjalankan kursus komputer secara swadaya dengan tutor yang berasal dari dalam PKBM. Adanya swadaya dari masyarakat yang menjadi warga belajarnya, khususnya dalam pembiayaan (yang sedikit dibantu oleh Block Grant) PKBM Santika pantas untuk menyatakan kemampuannya untuk belajar berjalan secara mandiri. “Kalau dari pelaksanaan, misalnya pendanaan, untuk PKBM swasta hanya diberi bantuan saja setiap tahun. Tapi kalau PKBM negeri ya memang benarbenar full dibiayai dan dikelola oleh pemerintah mbak.” (Mrt, 58 tahun)
Ketersediaan tutor di PKBM Santika pun saat ini telah diperoleh secara mandiri. Bahkan, dapat dikatakan bahwa mayoritas tutor PKBM Santika merupakan masyarakat yang benar-benar sesuai dengan kriteria tutor dalam komponen pendidikan PKBM. Dikatakan demikian karena tutor-tutor PKBM Santika merupakan warga masyarakat (guru) atau masyarakat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dan mau mengabdi kepada masyarakat melalui pembelajaran. Selain itu, para masyarakat yang dipilih oleh PKBM Santika tersebut merupakan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi PKBM Santika sehingga dapat disimpulkan pula bahwa PKBM Santika telah mampu memberdayakan sumber daya di sekitar lokasi PKBM Santika sebagai tutor. Salah satu bukti nyata lainnya yang menggambarkan kemampuan PKBM untuk berusaha mencapai kemandirian ialah sedang berjalannya renovasi gedung atau panti belajar PKBM Santika. Meskipun dapat dipastikan bahwa renovasi ini
didukung pula oleh keberadaan lembaga pendidikan formal (SMA Santika) yang dibawahi oleh Yayasan Santika, namun kemampuan warga belajar PKBM untuk membiayai pembangunan gedung juga merupakan bukti adanya azas kemandirian pada PKBM Santika. Jumlah lokal kelas yang awalnya hanya berjumlah tiga kelas, saat ini berkembang menjadi tujuh kelas. Gedung pun sekarang tampak lebih nyaman karena telah berlantai keramik putih dan dinding telah terlapisi oleh cat tembok berwarna putih bersih. Rencana ke depan, PKBM Santika hendak menyediakan fasilitas internet bagi warga belajarnya. “Kita sudah betul-betul swadaya sekali. Sudah tidak mengandalkan pemerintah. Karena, memang PKBM swasta sejak awal tidak mendapat bantuan sebanyak PKBM negeri. Kita hampir seluruhnya biaya swadaya masyarakat.” (Eyt, 28 tahun)
6.1.5 Azas Keselarasan Azas keselarasan bermakna setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh PKBM harus sesuai dan selaras dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar (Sihombing, 1999). Mengacu kepada uraian tersebut, PKBM Santika telah berperan dalam menyelaraskan program-programnya dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar. Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya (bab V), diketahui bahwa di Kecamatan Cipayung terdapat 21 SMA/SMK yang tersebar di beberapa kelurahan. Sampai saat ini, perkembangan berbagai lembaga pendidikan formal tersebut masih terus berjalan. Perkembangan tersebut dibarengi dengan banyaknya jumlah anak putus sekolah di sekitar wilayah Cipayung, yang terdaftar sebagai warga belajar PKBM. Hal ini didasarkan pada pernyataan Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung (informan) dalam suatu kesempatan wawancara mendalam.
“Sebetulnya PKBM bagi masyarakat sekitar khususnya masyarakat di Kecamatan Cipayung sangat sesuai dalam rangka membelajarkan anak-anak putus sekolah yang banyak terdapat di wilayah Jaktim. Putus sekolah ini dibagi lagi, yaitu bisa putus sekolah karena tidak mampu atau anak yang tidak lulus ujian formal.” (Mrt, 58 tahun).
Pada konteks tersebut, keberadaan PKBM Santika dan program-program yang dijalankannya, pada akhirnya dapat dikatakan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar, yakni sebagai lembaga pendidikan pelengkap pendidikan formal yang dibutuhkan masyarakat. 6.1.6 Azas Kebutuhan Azas kebutuhan pada PKBM menurut Sihombing (1999) didefinisikan setiap kegiatan atau program pembelajaran yang dilaksanakan di PKBM harus dimulai dengan kegiatan pembelajaran yang benar-benar paling mendesak dibutuhkan oleh masyarakat. Terkait dengan penjabaran makna dari azas tersebut, ditambah dengan pemaparan pada azas-azas sebelumnya (azas kemanfaatan dan kebermaknaan), sangat terlihat bahwa Program Paket C ditambah dengan keterampilan tambahan (kursus komputer) merupakan pembelajaran yang diselenggarakan sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat. Fakta ini dapat disoroti, antara lain melalui pernyataan dari sebagian besar responden dan informan mengenai dibutuhkannya program-program pada PKBM Santika oleh mereka dalam rangka menambah kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup. “Saya merasa butuh ikut Paket C karena untuk dapat ijazah gitu. Kan ingin bisa lulus SMA biar dapat kerja saja, biar nasib tidak begini-begini saja.” (Soh, 21 tahun)
Menelisik lebih dalam mengenai penerapan azas kebutuhan oleh PKBM Santika, seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya (bab IV) kebutuhan masyarakat sekitar maupun masyarakat luar yang menjadi warga belajar mengarah pada kebutuhan untuk memperoleh ijazah setara SMU. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan sejumlah warga belajar, definisi peningkatan kualitas hidup dalam konteks penelitian ini dijabarkan sebagai: meningkatnya peluang warga belajar untuk mendapat penyesuaian formasi jabatan di pekerjaannya, terbukanya akses bagi warga belajar untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, atau meningkatnya kesempatan bagi warga belajar untuk mendapatkan pekerjaan. “Iya jelas, kan rata-rata memang ngejarnya ijazah, termasuk saya yang ingin dapat penyesuaian. Tapi selain itu memang wawasan jadi nambah juga, biar kadang yang dijelasin masuk, kadang tidak.” (Hem, 19 tahun)
Sejalan dengan penjabaran di atas, program tambahan berupa kursus komputer juga merupakan hasil konsensus antara pengelola, tutor, dan warga belajar Paket C. Berdasarkan pernyataan tutor komputer di PKBM Santika, diketahui bahwa kursus komputer baru mulai aktif dijalankan sejak Januari 2008. Menurutnya, kursus didasarkan atas kebutuhan warga belajar sehingga ia tidak mewajibkan kursus tersebut untuk diikuti oleh setiap warga belajar Paket C. Pengakuan tersebut sejalan dengan pernyataan salah seorang warga belajar berikut. “Kalau kursus komputer ya saya butuh untuk saya nanti kalau misalnya bisa kerja jadi sekertaris mbak, kan harus bisa mengetik.” (Inw, 19 tahun)
6.1.7 Azas Tolong Menolong Azas tolong menolong bermakna PKBM merupakan ajang belajar dan pembelajaran masyarakat yang didasarkan atas rasa saling asah, asih, dan asuh di antara sesama warga masyarakat (Sihombing, 1999). Membahas mengenai penerapan azas tolong menolong pada kinerja PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat (pemberdayaan komunitas), tampaknya PKBM Santika telah mampu menerapkan azas tersebut dalam konteks interaksi antar tutor, antar warga belajar, dan antara tutor dengan warga belajar. Tolong menolong antar tutor terlihat dari kerjasama dan komunikasi yang baik antar sesama pengajar dalam menyelesaikan beragam permasalahan terkait pengelolaan PKBM Santika. Contoh nyata mengenai hal ini terlihat dari penuturan salah seorang tutor mengenai konflik yang terjadi di dalam pengelolaan administrasi PKBM Santika. Pada awal bergabungnya salah seorang tutor yang merupakan putra dari pengelola dan pemilik Yayasan Santika di PKBM Santika, wewenang pengelolaan uang SPP warga belajar sempat ditangani oleh tutor tersebut. Namun, menurut pengakuan seorang tutor wewenang tersebut disalah gunakan sehingga selama tiga bulan honor tutor tidak dibayarkan. Akhirnya, setelah para tutor dan pengelola berunding, dan atas kerjasama yang baik maka kondisi yang sempat memicu kemarahan tutor tersebut dapat diselesaikan secara baik. Tolong menolong antar murid ditunjukkan ketika warga belajar istimewa yang sering tidak mengikuti pembelajaran diberikan salinan materi pelajaran oleh warga belajar yang hadir pada pertemuan sebelumnya yang tidak mereka hadiri.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa mereka saling membantu dalam hal pelaksanaan pembelajaran di PKBM Santika. Sejalan dengan hal tersebut, azas tolong menolong juga tercermin dari kerjasama antara tutor dengan warga belajar Paket C dalam hal interaksi belajar di kelas. Rumusan ini didasarkan pada hasil pengamatan berperanserta terbatas, baik pada saat pembelajaran warga belajar kelas tiga Paket C di dalam kelas maupun pada saat pelaksanaan kursus komputer, serta hasil wawancara mendalam dengan para tutor dan warga belajar Paket C di PKBM Santika. Keterbatasan waktu belajar atau waktu belajar yang singkat, mendorong tutor untuk lebih “cerdik” dalam mensiasati penyampaian inti materi pelajaran agar dapat ditangkap oleh warga belajar. “Guru di sini bagus mbak. Bagusnya tidak banyak teori, inti-inti pelajaran dijelasin semua, padahal kan susah juga karena waktu kan terbatas mbak. Salut deh makanya.” (Mjr, 19 tahun)
Begitupun sebaliknya, warga belajar senantiasa lebih menyadarkan posisi mereka sebagai individu yang telah dianggap dewasa untuk mampu menghargai kesediaan para tutor untuk mendampingi mereka. “Kalau dikelas, interaksi murid ke tutor juga baik. Mereka pasti bertanya kalau materi belum mengerti, mereka ndak diam saja. Jadi kami para tutor yang terbantulah.” (Rar, 40 tahun)
6.1.8 Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat dalam Azas-Azas yang Dianut PKBM Santika
Paparan mengenai refleksi peranan PKBM melalui azas-azas yang dianut PKBM Santika di atas, mengidentifikasikan adanya tiga prinsip pengembangan masyarakat yang dapat dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini. Tiga prinsip yang dimaksud, yakni: partisipasi, pemberdayaan, dan kemandirian. Untuk itu, pada paparan ini dibahas mengenai jalannya tiga prinsip tersebut dalam realisasi tujuh azas yang dianut oleh PKBM Santika. PKBM Santika dengan calon warga belajar yang terdiri dari anggota komunitas setempat dan luar wilayah, berupaya memfasilitasi kebutuhan anggota komunitasnya dengan prinsip keswadayaan. Berdasarkan paparan ketujuh azas yang dianut PKBM Santika dapat dirumuskan pada dasarnya PKBM Santika (dengan Program Paket C) mampu menjalankan peranannya sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal yang memiliki tugas memberdayakan komunitas pembelajarnya. Dalam hal ini, keberhasilan PKBM dalam rangka pemberdayaan ditunjukkan oleh kemampuannya memperbesar peluang atau kesempatan komunitas warga belajar (termasuk di dalamnya anggota komunitas setempat) untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas hidup mereka. Sejalan dengan hal itu, keswadayaan PKBM Santika juga menunjukkan suatu bukti nyata masih adanya “aktor penggerak” PKBM (dari pihak swasta) yang tidak memanfaatkan PKBM sebagai “ajang bisnis” semata, tapi berupaya untuk membelajarkan masyarakat yang membutuhkan pendidikan nonformal untuk mencapai tujuan yang mereka harapkan. Keswadayaan yang berhasil diwujudkan oleh PKBM Santika juga tidak terlepas dari adanya partisipasi masyarakat belajar terkait pengambilan keputusan
pada beberapa aspek di dalamnya. Walaupun demikian, masih terdapat beberapa hal seputar peranan PKBM Santika yang masih perlu dibenahi, terkait dengan pengelolaan dan pembelajaran di PKBM Santika. Paparan mengenai jalannya tiga prinsip pengembangan masyarakat dalam realisasi tujuh azas yang dianut oleh PKBM Santika tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat dalam Azas-Azas yang Dianut PKBM Santika Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat yang Dikaji Azas-Azas yang Dianut PKBM Santika Azas Kemanfaatan
Partisipasi Manfaat program belum dirasakan seluruh komunitas (warga belajar) karena keikutsertaan yang minim dalam proses pembelajaran dan keterbatasan waktu setiap anggota komunitas yang umumnya telah bekerja.
Program berhasil meningkatkan kesempatan komunitas memperbaiki kualitas hidup. Terbukti dari hasil belajar dan peningkatan keberdayaan lulusan PKBM dalam perolehan akses terhadap "pasar".
Azas Kebermaknaan
Azas Kebersamaan
Pemberdayaan
Komunitas dan tutor tidak dilibatkan dalam hal perencanaan dan pengambilan keputusan. Namun, peningkatan mulai ditunjukkan dalam hal penentuan
Kemandirian
jurusan untuk Paket C yang didasarkan pada kepentingan komunitas warga belajar. Komunitas setempat maupun luar wilayah yang tergabung di PKBM mampu mencapai kemandirian dalam mengelola dan membangun PKBM tanpa bergantung bantuan pemerintah.
Azas Kemandirian
Azas Keselarasan
Kehadiran PKBM di wilayah Bambu Apus melibatkan partisipasi sebagian anggota komunitas setempat dan luar wilayah yang tidak mampu/ belum sempat untuk mendapat pendidikan pada jalur formal.
PKBM Santika mampu memfasilitasi kegiatan pemberdayaan komunitas setempat dengan memanfaatkan sumber daya potensial di wilayah tersebut sebagai tutor.
Azas Kebutuhan
Program Paket C di PKBM menjawab kebutuhan warga belajar. Warga belajar tidak hanya berasal dari anggota komunitas setempat tetapi anggota komunitas luar wilayah.
Anggota komunitas yang mendapat pembelajaran di PKBM menjadi lebih berdaya dalam konteks peningkatan keinginan/ kesadaran (termasuk kepercayaan diri) untuk berubah.
Azas Tolong Menolong
Tolong menolong antar subjek pendidikan di PKBM terlihat dari peran serta dan interaksi antar anggota komunitas warga belajar serta antara tutor dengan warga belajar dalam pembelajaran.
6.2
Konsep Pendidikan Orang Dewasa Pembelajaran pada PKBM Santika
dalam
Penerapan
Proses
Seperti yang dipaparkan pada tinjauan teoritis, konsep Pendidikan Orang Dewasa (Andragogy) adalah serangkaian aktivitas bagi orang dewasa yang menggunakan sebagian waktunya dan tanpa dipaksa ingin meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikapnya dalam rangka pengembangan dirinya sebagai individu dan meningkatkan partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya secara seimbang dan utuh (Suprijanto, 2007). Terkait dengan peranan PKBM santika dalam rangka pengembangan masyarakat, jalannya proses pembelajaran (pada Program Paket C) oleh tutor, merupakan hal yang patut dikaji lebih dalam. Dikatakan demikian karena dalam rangka mengembangkan masyarakat secara total, mengacu pada konsep teoritis harus diwujudkan tidak hanya sebatas hasil yang dicapai namun juga totalitas mengembangkan pengetahuan dan keterampilan warga belajar melalui proses yang disebut pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut, tutor merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan di PKBM. Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya (bab II), tutor adalah sumber belajar yang merupakan warga masyarakat (guru) atau warga masyarakat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan serta mau mengabdi kepada warga masyarakat dengan jalan mengajar pendidikan dan keterampilan tertentu. Mengacu pada konteks andragogy, tutor berperan bukan sebagai pengajar yang memberi identifikasi dan peniruan kepada murid, namun lebih berperan dalam upaya pengarahan diri warga belajar untuk memecahkan masalah. Bab ini, akan mengkaji lebih lanjut mengenai metode pembelajaran dan kegiatan pembelajaran (tutorial) yang diterapkan oleh tutor pada PKBM Santika. 6.2.1 Metode Pembelajaran bagi Warga Belajar Paket C di PKBM Santika
Seperti yang telah dijabarkan dalam Permendiknas No.3 tahun 2008, metode pembelajaran digunakan oleh pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Hasil wawancara mendalam kepada tiga orang tutor PKBM Santika, menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang mereka terapkan didasarkan pada pertimbangan karakteristik warga belajar yang telah dianggap sebagai individu dewasa. Selain itu, waktu belajar yang terbatas (lebih kurang 40 menit/ satu jam pelajaran) ditambah dengan pelaksanaan pembelajaran pada malam hari juga ikut mempengaruhi metode pembelajaran yang dijalankan. Pada proses pembelajaran dapat dikatakan bahwa para tutor PKBM Santika telah berperan dalam menerapkan konsep andragogy di dalam metode pembelajaran mereka. Hal ini terlihat jelas dari adanya kesadaran para tutor bahwa mereka bukanlah guru melainkan seorang pendamping bagi warga belajar dewasa yang membutuhkan pembelajaran. “Ya tentu beda dengan cara mengajar anak SD. Kebetulan saya juga mengajar di SD. Kalau aku di sini hanya mendampingi saja. Yang pasti disesuaikan dengan usia mereka.” (Ans, 33 tahun)
Masih
menurut
pengakuan
para
tutor
PKBM
Santika,
metode
pembelajaran di PKBM Santika memang masih sejalan dengan pembelajaran pada sekolah formal. Metode penyajian formal berupa ceramah atau kuliah yang diselingi dengan diskusi masih menjadi pilihan bagi tutor PKBM Santika. Secara teoritis, kuliah adalah cara yang cepat untuk memberikan informasi dan dengan
menggunakan “catatan kuliah” dapat berpindah dari satu pemikiran ke pemikiran lain secara logis (Suprijanto, 2007). Hal ini sesuai dengan pelaksanaan yang sebenarnya. Pada saat memaparkan materi-materi pelajaran, para tutor PKBM Santika tidak hanya menjelaskan tetapi juga merangkumkan materi dalam bentuk catatan kuliah. Sejalan dengan fakta tersebut, sebagian besar tutor PKBM Santika juga memberikan materi dalam bentuk lembaran salinan (foto copy). Menyadari kekurangan dari metode penyajian formal berupa ceramah atau kuliah, para tutor PKBM Santika juga selalu berusaha mengajak warga belajar ke dalam suatu diskusi interaktif, baik dalam mata pelajaran sosial maupun mata pelajaran logika seperti Matematika. Namun, untuk pelajaran logika, tutor yang bersangkutan berusaha untuk menerapkan diskusi dalam bentuk pembahasan soal-soal bersama. Berdasarkan hasil pengamatan berperanserta terbatas yang peneliti lakukan pada kelas Matematika, terlihat jelas bahwa tutor tidak menempatkan diri sebagai “guru” melainkan lebih sebagai “rekan” yang mendampingi pembelajaran warga belajar. “Bagus-bagus, ngajarnya enak. Seperti Pak Kr misalnya, dia mengajar Bahasa Inggris. Pakai tanya jawab begitu, yang pasti guru-guru di sini mengajarnya enak, aktif dan bisa diskusi-diskusi. Tidak mencatat terus, tidak teori-teori saja.” (Hem, 19 tahun)
Meskipun tutor tidak memiliki rencana pelaksanaan pembelajaran secara tertulis, namun karena mayoritas telah berpengalaman sebagai guru, para tutor PKBM Santika telah mampu menjalankan peranannya dengan baik, terkait dengan proses pembelajaran bagi warga belajar Paket C.
Foto: Andhini N. F.
Gambar 10. Suasana Diskusi Antar Warga Belajar PKBM Santika Hasil wawancara mendalam dengan Ketua Pengelola PKBM Santika, menunjukkan bahwa totalitas pembelajaran yang belum tercapai pada program Paket C sama sekali tidak disebabkan oleh faktor peranan tutor, namun lebih disebabkan oleh minimnya kesadaran warga belajar untuk mengikuti proses pembelajaran. Masih menurut beliau, adapun indikator atau kompetensi yang hendak dicapai secara umum oleh Program Paket C adalah untuk menghasilkan sebanyak mungkin lulusan program, meningkatkan konfidensi warga belajar, serta meningkatkan penguasaan dan pemahaman materi dari warga belajar Paket C. Terkait dengan metode pembelajaran oleh tutor pada Program Paket C, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran yang diterapkan oleh tutor pada program tambahan keterampilan tersebut juga telah menerapkan konsep andragogy. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan pembelajaran, tutor tidak sekedar memberi penjelasan teoritis, tetapi langsung mengajak warga belajar mempraktekkan materi (Word dan Excel). Selama berjalannya pembelajaran komputer, tutor lebih berperan sebagai pendamping yang interaktif dalam membelajarkan warga belajar Paket C. Dalam kelas komputer, tutor biasanya tetap memberikan copy-an materi agar warga belajar dapat mempraktekkan materi yang diajarkan kapanpun mereka memiliki waktu luang.
6.2.2 Kegiatan Tutorial di PKBM Santika Sejalan dengan metode pembelajaran yang diterapkan tutor, pada dasarnya kegiatan tutorial dibagi ke dalam tiga tahapan pembelajaran, yaitu: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup (Permendiknas No. 3 tahun 2008). Oleh karena itu, pada bahasan ini akan diuraikan mengenai tahapan tersebut. Tabel 6. Alokasi Waktu Pembelajaran untuk Satu Jam Pelajaran pada Program Paket C PKBM Santika No
Jenis Kegiatan Belajar
Alokasi Waktu per Tahapan Kegiatan Pendahuluan
Inti
Penutup 1.
Program
Pokok
5 menit
25 menit
10 menit
10 menit
90 menit
20 menit
(kegiatan tutorial) 2.
Program tambahan keterampilan (kursus komputer)
Sumber: Rumusan dari hasil wawancara mendalam, dan pengamatan berperan serta di PKBM Santika
Waktu pelaksanaan untuk program keterampilan rutin dilakukan pada pukul 15.00-17.00 WIB setiap Senin sampai Jumat. Hal ini tentu saja sangat mendukung kelancaran penyampaian materi kepada warga belajar. Sementara, untuk kegiatan belajar pada program pokok (Paket C) di dalam kelas, alokasi waktu belajar yang sempit (tiga jam pelajaran/hari, @40 menit) tentu saja menyulitkan para tutor untuk mengoptimalkan kegiatan tutorial. Terkait dengan Permendiknas No.3 tahun 2008, pemaparan selengkapnya mengenai kegiatan tutorial pada masing-masing jenis kegiatan di PKBM Santika, dipaparkan di bawah ini.
-
Program Paket C (Pokok) a. Kegiatan Pendahuluan o Persiapan kondisi pembelajaran o Pengisian absensi warga belajar o Menyampaikan tujuan
b. Kegiatan Inti o Penyampaian materi baik secara lisan ataupun tulisan o Mengidentifikasi materi yang sulit o Memberikan latihan sesuai dengan tingkat kesulitan yang dialami warga belajar o Pembahasan secara interaktif (diskusi atau tanya jawab) c. Kegiatan Penutup o Bersama-sama dengan warga belajar merangkum pelajaran o Melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran o Memotivasi warga belajar untuk mendalami materi pembelajaran o Memberi kegiatan tindak lanjut (tugas terstruktur) o Menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya -
Program Keterampilan (komputer) a. Kegiatan Pendahuluan o Persiapan kondisi pembelajaran o Pengisian absensi warga belajar
o Menyampaikan tujuan b. Kegiatan Inti o Pembagian lembar instruksi praktek o Mengerjakan
materi
secara
bersama-sama
(tutor
hanya
mendampingi)
o Memfasilitasi interaksi antar peserta didik o Memberi feed back kepada warga belajar yang mengalami kesulitan dalam melakukan praktek c. Kegiatan Penutup o Melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. o Membuat kesimpulan tentang materi praktek bersama-sama dengan warga belajar o Memotivasi warga belajar untuk melatih keterampilan yang diberikan selepas pembelajaran usai o Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya Penjabaran di atas didasarkan pada hasil pengamatan berperan serta terbatas yang dilakukan peneliti dan hasil wawancara mendalam kepada sejumlah tutor yang bersangkutan. Paparan tersebut menunjukkan kegiatan belajar yang dijalankan oleh PKBM Santika berupa kegiatan tutorial. Terkait dengan istilah “tutorial”, tutor dalam hal ini tentu memiliki peran yang penting dalam membelajarkan masyarakat pembelajar yang telah dewasa.
Paparan kegiatan tutorial di atas, menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam tutorial di PKBM Santika dapat dikatakan telah mampu menempatkan warga belajar sebagai individu dewasa yang tidak membutuhkan pengajaran tetapi pembelajaran. Sementara tutor, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, telah mampu menempatkan diri sebagai pendamping dan bukan sebagai pengajar yang “paling tahu”. 6.3 Ikhtisar Keberhasilan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat ditunjukkan oleh kemampuannya untuk mencapai indikator pencapaian tujuan PKBM yakni partisipasi, pemberdayaan dan kemandirian. Pencapaian tersebut (dalam hal penyelenggaraan) dapat dibuktikan dari jumlah program yang semakin meningkat dan bermutu (azas kemanfaatan). Selain itu, saat ini PKBM Santika telah memiliki dukungan pendanaan yang memadai secara mandiri, serta memiliki sarana dan prasarana yang memadai (azas kemandirian). Pencapaian PKBM Santika juga dapat ditunjukkan dari partisipasi masyarakat sekitar dalam penyelenggaraan program yang semakin meningkat dalam hal penentuan jurusan dalam Paket C (azas kebersamaan), juga dari adanya kesesuaian antara program yang diselenggarakan dengan kebutuhan masyarakat sekitar (azas kebutuhan dan azas keselarasan). Sejalan dengan indikator dalam hal pengelolaan pembelajaran, peranan PKBM Santika dalam pengembangan masyarakat ditunjukkan oleh berjalannya proses pembelajaran dengan baik dan lancar, dimana setiap tutor maupun warga belajar saling membantu dalam pencapaian hasil belajar yang optimal (azas tolong menolong). Selain itu, meningkatnya pengetahuan atau wawasan,
keterampilan, dan kemampuan warga belajar yang mengikuti proses pembelajaran di PKBM Santika, serta terbukanya kesempatan bagi warga belajar untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraannya (azas kebermaknaan) yang dibuktikan dengan banyaknya jumlah lulusan PKBM Santika setiap tahunnya, telah menunjukkan tercapainya tujuan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat pembelajarnya. Metode pembelajaran yang diterapkan PKBM Santika masih sejalan dengan metode pembelajaran pada lembaga pendidikan formal, yakni penerapan teknik penyajian formal berupa kuliah atau ceramah (adanya “catatan kuliah”) dikombinasikan dengan teknik diskusi (untuk kursus komputer disertai praktek), dan diimbangi dengan peran tutor PKBM Santika yang menempatkan diri sebagai pendamping. Namun, masih terkait dengan proses pengelolaan pembelajaran, masih terdapat beberapa peran PKBM yang belum mampu dijalankan dengan baik oleh PKBM Santika, diantaranya: minimnya kesadaran warga belajar akan pentingnya mengikuti proses pembelajaran dalam pendidikan, yang kemudian membuat peningkatan pengetahuan atau wawasan, keterampilan dan kemampuan warga belajar secara keseluruhan berjalan lambat. Pada akhirnya, peranan PKBM Santika untuk mengembangkan masyarakat terbukti dari keberhasilannya dalam memberdayakan masyarakat pembelajarnya dalam hal peningkatan kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup melalui peran serta dari setiap anggota komunitas dengan prinsip kemandirian. Sejalan dengan itu, partisipasi komunitas sedang diupayakan seoptimal mungkin oleh PKBM melalui usaha penyertaan komunitas setempat
dan luar wilayah yang menjadi warga belajar, ke dalam proses pengambilan keputusan di PKBM Santika.
BAB VII HAMBATAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN PADA PKBM SANTIKA DAN UPAYA PENYELESAIANNYA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT 7.1 Hambatan Pelaksanaan Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Masyarakat oleh PKBM Santika Dalam rangka pengembangan masyarakat, beragam satuan pendidikan nonformal, tak terkecuali PKBM Santika hampir pasti dihadapkan dengan beragam hambatan, terkait dengan kinerja program-program yang dijalankannya. Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya (bab II), menurut Sihombing (1999), terdapat berbagai hambatan pendidikan masyarakat, antara lain: 1. Perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu tenaga yang memadai 2. Ratio modul untuk warga belajar program kesetaraan (Paket A, B, dan C) jauh dari mencukupi 3. Tidak ada tempat belajar yang pasti
4. Kualitas hasil pembelajaran sulit dilihat kebenarannya dan sulit diukur tingkat keberhasilannya 5. Lemahnya akurasi data atau info tentang sasaran program 6. Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dapat dilaksanakan tepat waktu
Terkait dengan paparan di atas, berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap warga belajar, tutor, dan pengelola PKBM Santika, didukung pula dengan hasil pengamatan berperanserta terbatas dan hasil analisis data sekunder (absensi warga belajar kelas tiga Paket C, data hasil belajar warga belajar pada Program Paket C, jadwal pelaksanaan belajar mengajar, dan profil tutor), adapun hambatan pelaksanaan pendidikan yang dirasakan oleh para subjek tersebut ialah keterbatasan waktu pembelajaran serta kurangnya atensi warga belajar akan pentingnya proses pembelajaran.
7.1.1 Keterbatasan Waktu Pembelajaran Seperti yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, penyelenggaraan pembelajaran pada malam hari, ditambah dengan waktu pembelajaran yang terbatas, telah disepakati oleh para subjek pendidikan di PKBM Santika sebagai hambatan utama dalam mengembangkan masyarakat (warga belajar). Menurut penuturan para tutor, terbatasnya waktu pembelajaran membuat mereka kesulitan untuk menyampaikan materi secara menyeluruh. Menelisik alokasi waktu pembelajaran khususnya pada Program Pokok Paket C, diketahui bahwa waktu yang dimiliki oleh setiap tutor untuk menyampaikan inti pelajaran hanya berkisar 25 menit. Hal ini tentu saja mendorong tutor untuk lebih berinisiatif dalam memanfaatkan waktu seoptimal mungkin. “Apa ya, hambatannya masalah waktu untuk mengajar yang sempit. Paling cuma 20menitan.” (Ans, 33 tahun)
Sejalan dengan fakta tersebut, warga belajar Paket C yang juga merupakan subjek dalam sistem pendidikan di PKBM Santika, menegaskan kenyataan bahwa waktu pembelajaran merupakan hambatan utama bagi mereka untuk bisa lebih berkembang. Hasil wawancara mendalam kepada seluruh responden warga belajar Paket C menunjukkan bahwa singkatnya waktu untuk mereka melakukan pembelajaran bersama tutor telah membuat mereka kesulitan untuk memahami isi materi secara utuh. Mereka pun menyadari bahwa pemilihan waktu belajar pada malam hari memang disesuaikan dengan kapasitas panti belajar yang memang pada siang hari digunakan oleh SMU Santika untuk belajar. Selain itu, Pemilihan waktu tersebut juga didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagian warga belajar merupakan orang-orang yang sudah bekerja. Hal inilah yang juga membuat 137 orang warga belajar tidak berkesempatan untuk mengikuti program tambahan keterampilan (komputer). “Waktu saja hambatannya. Kan saya kerja dari jam 7 sampai jam 4 sore. Jadi komputer juga tidak bisa ikut. Karena mulainya malam, jadi kalau di kelas sudah ngantuk-ngantuk. Dan waktu belajarnya sedikit.” (Hem, 19 tahun)
7.1.2 Minimnya Atensi Warga Belajar terhadap Proses Pembelajaran Terkait dengan hambatan tersebut, para pengelola dan tutor PKBM Santika merasakan bahwa kurangnya atensi warga belajar akan pentingnya proses pembelajaran juga semakin menghambat peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat. Kurangnya atensi tersebut dibuktikan dari minimnya jumlah kehadiran warga belajar pada kegiatan tutorial di dalam kelas. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, jumlah kehadiran warga belajar kelas tiga Paket C, berdasarkan hasil analisis data sekunder berupa absen warga belajar, hanya berkisar dari 9 sampai 22 orang setiap harinya. Sementara, didaftar absen pun dari 115 orang warga belajar kelas tiga Paket C yang terdaftar, hanya 46 orang warga belajar yang tercatat pernah hadir (minimal satu kali) dikelas. Hal ini menunjukkan bahwa 69 orang warga belajar kelas tiga Paket C dapat dipastikan belum pernah mengikuti proses pembelajaran.
“Motivasi murid yang rendah. Ini jelas terlihat dari kehadiran murid. Setiap hari paling hanya belasan yang hadir. Paling banyak 20anlah. Apalagi murid yang anak-anak tidak lulus UN sekolah formal, mereka sama sekali tidak ikut pembelajaran. Untuk yang sudah kerja ya saya menekankan kepada mereka untuk mengusahakan hadir walau sekali dua kali setiap bulannya. Tapi memang pekerjaan mereka harus diprioritaskan.” (Suy, 59 tahun)
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa minimnya atensi warga belajar akan pentingnya proses pembelajaran terbukti menghambat peranan PKBM Santika dalam rangka mengembangkan masyarakat pada konteks memberdayakan warga belajar dari aspek peningkatan pengetahuan dan keterampilan. 7.2 Upaya Penyelesaian Beragam Hambatan Pelaksanaan Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Masyarakat oleh PKBM Santika Serangkaian hambatan yang telah dipaparkan di atas, mendorong setiap subjek dalam komponen pendidikan di PKBM Santika untuk melakukan beragam upaya penyelesaian hambatan tersebut. Beragam upaya yang berbeda namun bermuara pada tujuan yang sama, masing-masing dilakukan oleh para pengelola, tutor, maupun warga belajar pada PKBM Santika. Paparan selengkapnya terurai pada pembahasan berikut.
7.2.1 Pembenahan Sistem Pendidikan oleh Pihak Pengelola Sejalan dengan beberapa hambatan yang dihadapi PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat, para pengelola; baik ketua, bendahara atau sekretaris, dan penanggung jawab masing-masing program, sepakat untuk mengupayakan suatu penyelesaian. Upaya dikhususkan untuk menjawab hambatan seputar minimnya atensi warga belajar akan pentingnya proses
pembelajaran.
Upaya
yang
dimaksud
adalah
dengan
cara
selalu
mengkomunikasikan pentingnya hadir dalam pembelajaran, serta memberikan paket-paket modul yang berisi rangkuman semua materi pembelajaran kepada warga belajar yang jarang/ tidak pernah hadir dalam proses belajar. “Dari awal kita selalu menyampaikan kepada mereka untuk mengusahakan hadir, dan sebagai upaya lain, kita juga sudah memberikan modul berisi rangkuman semua pelajaran. Ya baru sebatas itu saja. Karena sulit juga, mereka kan sudah bekerja.” (Suy, 59 tahun)
Hal ini dimaksudkan sebagai upaya alternatif pembelajaran bagi warga belajar (berupa belajar mandiri) yang dengan beberapa sebab tertentu tidak dapat mengikuti proses pembelajaran. 7.2.2 Penggunan Strategi Pembelajaran oleh Tutor Menelisik lebih lanjut mengenai upaya yang dijalankan oleh tutor untuk mensiasati “sempitnya” waktu belajar yang tersedia, dapat diketahui bahwa mereka berusaha menyesuaikan metode penyajian materi dengan waktu yang tersedia. Dalam hal ini, strategi-penyampaian-inti-materi adalah pilihan yang dianggap paling tepat oleh mereka. Strategi yang dimaksud merupakan cara penyampaian materi pelajaran, dimana para tutor tidak menjelaskan penjabaran materi secara keseluruhan namun lebih menekankan pada penyampaian materimateri yang dianggap sebagai inti dari keseluruhan materi. Selain itu, pengulangan materi secara beturut-turut juga tidak jarang dilakukan oleh tutor (khususnya tutor matematika) agar warga belajar benar-benar memahami poinpoin penting dari setiap materi yang disampaikan. Namun demikian, semua materi disampaikan secara urut dan tidak terpisah-pisah, sehingga para warga belajar terbantu dalam hal pemahaman materi pada waktu yang terbatas.
“Karena keterbatasan waktu mengajar, daripada saya memaksakan mereka mengerti semua bahasan, saya mengusahakan untuk lebih fokus pada inti materi yang penting-penting saja. Karena memang tidak mungkin kalau kita tetap bersikeras menjelaskan seperti kalau mengajar anak-anak. Malah kalau saya kadang biasanya sebulan mengulang-ulang satu materi terus menerus supaya mereka bisa benar-benar mengerti inti materi yang biasa keluar di ujian.” (Ans, 33 tahun)
7.2.3 Inisiatif dari Para Warga Belajar Tidak hanya pengelola dan tutor yang melakukan sejumlah upaya penyelesaian, tetapi warga belajar juga melakukan upaya-upaya terkait dengan hambatan berupa keterbatasan waktu pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada para warga belajar, umumnya mereka mensiasati hambatan tersebut dengan cara berinisiatif untuk menjalankan pembelajaran mandiri secara rutin. “Biasanya belajar dan baca-baca di rumah, jadi aku buat target gitu mbak. Setiap hari minimal satu sampai dua jam aku harus belajar sendiri di rumah.” (Rsd, 18 tahun)
Sejalan dengan hal tersebut, para warga belajar yang terbatasi oleh alasan-alasan seputar pekerjaan, memaparkan bahwa mereka selalu mengejar ketertinggalan dalam belajar dengan cara meng-copy materi dari warga belajar lainnya yang hadir di kelas.
“Untungnya waktu belajar di PKBM kan fleksibel. Kalau hambatan masalah mengejar materi ya saya bisa baca-baca materi sendiri di rumah, sesempat mungkinlah. Kan materi saya biasanya foto copy dari murid yang lain, kalau misalnya hari itu saya tidak hadir saya pinjam foto copy-an mereka untuk saya foto-copy lagi.” (Sut, 31 tahun)
7.3 Ikhtisar
PKBM Santika dalam menjalankan peranannya sebagai wadah pendidikan nonformal senantiasa menghadapi sejumlah hambatan, antara lain: keterbatasan waktu pembelajaran, dan minimnya atensi warga belajar terhadap pentingnya proses pembelajaran. Penyelenggaraan pembelajaran pada malam hari, ditambah dengan waktu pembelajaran yang terbatas, disepakati oleh para subjek pendidikan di PKBM Santika sebagai salah satu hambatan utama dalam mengembangkan komunitas. Selain itu, minimnya atensi warga belajar terhadap proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh rendahnya jumlah kehadiran warga belajar dalam kegiatan tutorial setiap harinya, terbukti telah menghambat peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat pada konteks memberdayakan komunitas dalam aspek peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Menindaklanjuti hambatan tersebut, setiap subjek pendidikan dalam PKBM Santika pun berupaya menyelesaikan beragam hambatan yang ada. Beberapa upaya yang dilakukan, yaitu: pembenahan sistem pendidikan oleh pihak pengelola (diantaranya melalui peningkatan komunikasi dengan warga belajar terkait dengan proses belajar), penggunaan strategi pembelajaran oleh tutor (dengan menyampaikan poin-poin penting dari setiap materi), dan inisiatif dari para warga belajar berupa belajar mandiri.
BAB VIII PENDIDIKAN BERBASIS KOMUNITAS DENGAN PENDEKATAN PARTISIPATIF DALAM KERANGKA GOOD GOVERNANCE SYSTEM Pelembagaan berbagai wadah pendidikan nonformal di Indonesia, termasuk pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), kian meramaikan perkembangan institusi kependidikan pada era kekinian. Perkotaan seperti Jakarta, tidak terlepas dari tren perkembangan PKBM yang aktif memfasilitasi beragam program ”kebutuhan” masyarakat. Sebagai wadah pendidikan yang secara konseptual
berbasis
komunitas,
sudah
sewajarnya
PKBM
menjalankan
pengelolaan berbagai kegiatan pendidikan masyarakatnya dengan pendekatan partisipatif. Di dalamnya, PKBM diharapkan mampu menjadi ”jembatan”
penghubung antara kepentingan pemerintah lokal dengan kebutuhan/ kepentingan warga masyarakat. PKBM Santika merupakan salah satu PKBM di wilayah Jakarta dengan status pengelolaan pihak swasta (Yayasan Santika). Kepemilikan semacam ini memang dimungkinkan karena adanya netralitas dalam pengelolaan PKBM. Netralitas yang dimaksud, yakni terdapat keleluasaan bagi setiap instansi baik pemerintah maupun swasta memanfaatkan PKBM sepanjang untuk kepentingan kemajuan masyarakat. PKBM Santika yang terletak di Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, aktif menjalankan Program Kesetaraan (dalam hal ini Paket C) selama tujuh tahun terakhir. Saat ini, untuk Program Paket C, 162 orang anggota komunitas setempat dan luar wilayah tercatat sebagai warga belajar di PKBM Santika. Kemandirian/ keswadayaan yang dimiliki PKBM Santika terbukti dari kemampuan
komunitas
warga
belajar
PKBM
tersebut
untuk
tidak
menggantungkan pendanaan PKBM kepada pihak pemerintah maupun penyokong dana lainnya. Bantuan pemerintah berupa Block Grant yang dialokasikan untuk kegiatan administrasi dan penyediaan sumber belajar, saat ini tidak lagi diterima oleh pihak PKBM Santika. Urgensi PKBM (khususnya PKBM Santika) bagi masyarakat sekitar Wilayah Cipayung dimaknai sebagai pelengkap institusi pendidikan formal yang masih dibutuhkan oleh komunitas setempat untuk dapat mengubah kehidupan mereka menjadi lebih berdaya. Bahkan, urgensi PKBM di wilayah tersebut juga dirasakan oleh sebagian anggota komunitas luar wilayah. Kesatuan anggota komunitas yang menyatukan diri sebagai warga belajar di PKBM Santika, terdiri
dari individu-individu yang belum sempat/ tidak mampu mengikuti pembelajaran pada jalur pendidikan formal. Hasil penelitian secara jelas menggambarkan bahwa komunitas warga belajar masih berorientasi pada perolehan ijazah sebagai syarat terpenting diterima oleh ”pasar”. Mereka belum menyadari bahwa saat ini keterampilan dan kemampuanlah yang menjadi syarat utama untuk dapat diterima oleh ”pasar” dan bertahan di dalamnya. Sejalan dengan urgensi di atas, peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat tercermin dari kemampuannya memfasilitasi warga belajar
dengan
Program
Paket
C
yang
dibutuhkan
oleh
komunitas,
mengembangkan PKBM secara mandiri (dengan swadaya masyarakat), dan beragam upaya untuk membangun partisipasi komunitas pembelajarnya. Namun, dalam hal partisipasi, PKBM Santika dengan statusnya sebagai lembaga pendidikan yang dikelola swasta, belum melibatkan komunitas warga belajarnya dalam kegiatan pengelolaan PKBM khususnya dalam perencanaan dan beberapa kegiatan pengambilan keputusan. Hal ini bertentangan dengan pendekatan partisipatif dalam pendidikan berbasis komunitas. Pihak swasta seharusnya mampu memposisikan peranannya sebagai ”fasilitator” bukan sebagai ”penguasa” yang tidak memberi keleluasaan kepada komunitas untuk meningkatkan peran serta mereka. Hambatan yang sering dihadapi oleh PKBM, tak terkecuali PKBM Santika, baru mampu diupayakan penyelesaiannya secara terpisah-pisah oleh masing-masing subjek pendidikan di dalamnya. Upaya penyelesaian yang sepatutnya mensinergikan upaya seluruh pihak (Pengelola, Tutor, dan Komunitas warga belajar) belum mampu dijalankan oleh PKBM Santika.
Terkait dengan paparan di atas, bagaimana sesungguhnya peranan yang dijalankan oleh ”aktor-aktor penggerak” dalam PKBM di komunitas komersial seperti Jakarta?. Studi kasus PKBM Santika dalam hal ini dianggap mampu menjawab pertanyaan tersebut. Membahas peranan aktor-aktor penggerak dalam PKBM, akan muncul tiga aktor utama yang ”bermain” di dalamnya. Ketiga aktor yang dimaksud, yakni: pemerintah, swasta, dan masyarakat. Konsep ini mengarah pada kerangka good governance system11 yang merupakan suatu konsepsi berisi gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat. Konsep good governance system dalam pelembagaan PKBM dijelaskan pada Gambar 11.
Pemerintah Lokal Insentif Swasta
PKBM Sumber Daya/ Potensi Lokal
Masyarakat (komunitas)
Gambar 11. Hubungan Aktor-Aktor yang Terlibat dalam Pendidikan Berbasis Komunitas dan Bentuk Peran Serta Setiap Aktor dalam Kerangka Good Governance System Sejalan dengan konsepsi tersebut, dapat diketahui bahwa tiga pihak yang berperan dalam pendidikan berbasis komunitas seperti PKBM, dalam kasus PKBM Santika
11
Dadang Solihin, Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance di Negara-Negara Berkembang, http://www.slideshare.net/, Diakses pada 16 Juni 2008.
mencakup Pemerintah lokal, Yayasan Santika, dan Komunitas warga belajar yang terdiri dari anggota komunitas setempat dan luar wilayah. Pemerintah lokal, berperan sebagai ”regulator” yang mengatur dan mengawasi jalannya kinerja pihak swasta (Yayasan Santika). Peran ini dijalankan dengan mengembangkan penilik fungsional PLS yang bertanggung jawab membina dan mengawasi serangkaian kegiatan pendidikan masyarakat yang dijalankan oleh PKBM Santika. Dalam hal ini, pemerintah lokal belum mampu menjalankan peranannya dengan optimal. Kondisi ini dibuktikan dari minimnya monitoring para penilik dari PLS setempat terhadap kinerja PKBM. Selain itu, dari hasil penelitian lapang, diketahui bahwa penilik PLS belum menjalankan tanggung jawab sesuai prosedur yang ditetapkan (dalam hal rutinitas pelaksanaan pembinaan). Penyerahan laporan kinerja PKBM yang seharusnya rutin dilakukan, faktanya hanya dikerjakan jika pihak pemerintah lokal di atasnya memberi instruksi. Terlepas dari kondisi tersebut, dalam hal penyelenggaraan ujian nasional bagi komunitas warga belajar PKBM, seluruh kegiatan ditangani secara penuh oleh pihak PLS. Pihak
swasta
(Yayasan
Santika),
berperan
sebagai
”fasilitator”
pemberdayaan komunitas. Sejauh ini, kemampuan yayasan tersebut untuk memberdayakan komunitas masih terbatas pada keberdayaan dalam konteks peningkatan kesempatan/ peluang komunitas untuk memperbaiki kualitas hidup. Hal ini tercermin dari persentase rata-rata jumlah lulusan PKBM Santika setiap tahunnya yang lebih dari 80 persen, serta perkembangan anggota komunitas yang telah lulus dari PKBM. Membahas tentang netralitas PKBM, pihak swasta harus
tetap menyadari bahwa pendidikan yang berbasis komunitas tidak hanya melibatkan partisipasi komunitas dan beragam potensi lokal dalam pelaksanaan program semata. Namun, sejak awal perencanaan program hingga evaluasi akhir, komunitas wajib dilibatkan. Masyarakat (komunitas), sebagai salah satu aktor utama dalam kerangka good governance system, berperan sebagai ”partisipan aktif” yang berhak untuk merencanakan, melaksanakan, bahkan mengevaluasi kegiatan pendidikan berbasis komunitas yang mereka jalankan. Terkait dengan kasus PKBM Santika, kesadaran komunitas sebagai aktor yang berhak menentukan (perencanaan) masih belum terlihat. Hal ini terbukti dari tidak adanya keterlibatan komunitas warga belajar dalam perencanaan di PKBM Santika. Serangkaian kajian tersebut pada akhirnya bermuara pada suatu kesimpulan bahwa PKBM sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat yang dipercaya oleh pihak pemerintah sebagai regulator, telah mampu menunjukkan peranannya sebagai wadah pendidikan nonformal berbasis komunitas yang memberdayakan
komunitas
pembelajarnya,
dalam
konteks
peningkatan
kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup. Berlawanan dengan kondisi tersebut, PKBM Santika belum mampu secara total melibatkan partisipasi aktif komunitas di dalam serangkaian kegiatan pendidikan berbasis masyarakat. Terlepas dari minimnya partisipasi masyarakat di dalam pendidikan berbasis komunitas, pada dasarnya PKBM merupakan salah satu contoh terbaik dari prinsip keswadayaan (kemandirian) dalam rangka pengembangan masyarakat.
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan salah satu wadah pembelajaran bagi masyarakat. Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) bagi masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, tergambar oleh dua kondisi yang direpresentasikan oleh PKBM Santika, yaitu: adanya penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh PKBM Santika, serta adanya “pengikraran” ijazah sebagai tuntutan “pasar”. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa urgensi keberadaan PKBM dimaknai sebagai pelengkap institusi pendidikan formal yang masih dibutuhkan oleh komunitas setempat dan luar wilayah untuk mengubah kehidupan mereka menjadi lebih berdaya. Program Paket C yang dijalankan oleh PKBM Santika diyakini oleh
sebagian anggota komunitas setempat dan luar wilayah sebagai peluang yang potensial bagi mereka untuk memperoleh ijazah yang mereka yakini sebagai syarat utama untuk dapat diterima ”pasar”. PKBM Santika telah mampu menjalankan peranannya sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal yang memiliki tugas mengembangkan masyarakat dalam konteks pemberdayaan dari segi peningkatan kesempatan atau peluang warga belajar untuk memperbaiki kualitas hidup. Mengacu kepada penerapan azas-azas PKBM, keberhasilan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat ditunjukkan oleh kemampuannya untuk mencapai indikator pemberdayaan, meliputi: partisipasi, dan kemandirian. Terkait dengan indikator tersebut, partisipasi warga belajar masih belum dikembangkan secara total. Metode pembelajaran yang diterapkan oleh tutor pada PKBM Santika yang termasuk dalam bahasan konsep andragogy, didasarkan pada pertimbangan karakteristik warga belajar yang telah dianggap sebagai individu dewasa. Metode pembelajaran yang diterapkan PKBM Santika diimbangi dengan peran tutor PKBM Santika yang menempatkan diri sebagai pendamping. Namun, terkait dengan proses pengelolaan pembelajaran, masih terdapat beberapa peran PKBM yang belum mampu dijalankan dengan baik oleh PKBM Santika, diantaranya: minimnya kesadaran warga belajar akan pentingnya mengikuti proses pembelajaran
dalam
pendidikan,
yang
kemudian
membuat
peningkatan
pengetahuan atau wawasan, keterampilan dan kemampuan warga belajar secara keseluruhan berjalan lambat. Beberapa hambatan yang dihadapi PKBM Santika dalam menjalankan peranannya, antara lain: keterbatasan waktu pembelajaran, dan minimnya atensi
warga belajar terhadap pentingnya proses pembelajaran. Subjek pendidikan dalam PKBM Santika pun berupaya menyelesaikan beragam hambatan yang ada. Beberapa upaya yang dilakukan, yaitu: pembenahan sistem pendidikan oleh pihak pengelola, penggunaan strategi pembelajaran oleh tutor, dan inisiatif dari para warga belajar berupa belajar mandiri.
9.2 Saran Setelah paparan mengenai kesimpulan akhir mengenai peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka pengembangan masyarakat, adapun saran yang dapat penulis jabarkan terkait dengan topik penelitian, yaitu: o Pihak pengelola PKBM Santika harus lebih menerapkan prinsip transparansi dalam pengelolaan PKBM, khususnya dalam hal kelancaran honor tutor dan penetapan standar alokasi biaya belajar bagi masyarakat pembelajar di dalamnya. Meskipun pada konsep PKBM swasta, pengaturan pembiayaan secara sepihak oleh pihak penyelenggara merupakan kondisi yang dibenarkan, namun baik tutor dan warga belajar berhak mengetahui setiap hal terkait dengan pembiayaan di PKBM Santika.
o Staf pengelola PKBM Santika sebaiknya menjalankan wewenang yang diberikan oleh ketua pengelola PKBM Santika dengan tanggung jawab penuh, khususnya dalam hal pengelolaan dana belajar milik masyarakat pembelajar. o Pimpinan Paket C dan Tutor PKBM Santika sebaiknya menyusun rencana proses pembelajaran agar tercipta proses belajar yang lebih terarah dan sistematis dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran di PKBM Santika (mengembangkan masyarakat).
o Pengelola PKBM Santika sebaiknya lebih mengarahkan warga belajar untuk hadir dalam pembelajaran di kelas dan tidak hanya hadir dalam ujian nasional saja agar perkembangan hasil belajar secara kuantitas dapat dipertanggungjawabkan oleh kualitas hasil belajar masyarakat pembelajar yang juga turut berkembang. o Komunitas warga belajar PKBM Santika, khususnya yang belum pernah mengikuti kegiatan tutorial di kelas harus lebih berinisiatif untuk menyempatkan diri hadir dalam kegiatan tersebut. Selain itu, diperlukan pula kegiatan belajar mandiri oleh masyarakat pembelajar agar mereka benar-benar berkembang baik secara kualitas maupun kuantitas. o Pihak penilik PLS diharapkan lebih mengoptimalkan peranannya dalam membina PKBM secara benar dan rutin sesuai prosedur yang
ada agar dapat mendukung peranan PKBM dalam rangka mendorong pengembangan masyarakat. o Setiap anggota komunitas setempat dan luar wilayah Cipayung yang masih berorientasi kepada perolehan ijazah, harus menyadari bahwa kemampuan dan keterampilan adalah syarat utama untuk bertahan di dalam persaingan ”Pasar”. Ijazah, sebagai salah satu syarat diterima oleh ”pasar”, bukanlah faktor utama yang menjamin individu dapat bertahan di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: FE-UI. Chan, Sam M.dan Tutu T. Sam. 2006. Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Depdiknas. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008: tentang standar proses pendidikan kesetaraan program paket A, B, dan C. Jakarta: Depdiknas. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. 2003. Informasi Ringkas Tentang Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Bandung: CV. Aria Duta. Direktorat Pendidikan Masyarakat. 2003. Pedoman Pengelolaan dan Pembinaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Jakarta: Depdiknas. Hasbullah. 2006. Dasar Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo. Ife, Jime. 1995. Community Development: creating community alternativesvision, analysis and practice. Melbourne: Longman. Ihsan, Fuad. 2005. Dasar Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Kadir, M. Sardjan. 1982. Perencanaan Pendidikan Non Formal. Surabaya: Usaha Nasional. KNIU, dan BP-PLSP Jayagiri. 2005. Panduan Penyelenggaraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. KNIU dan BP-PLSP Jayagiri. Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press. Sihombing, Umberto. 1999. Pendidikan Luar Sekolah: Kini dan Masa Depan. Jakarta: PD. Mahkota. Sitorus, M T Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial. Soeitoe, Samuel. 1982. Psikologi Pendidikan: Untuk Para Pendidik dan Calon Pendidik. Jakarta: LP-FEUI. Sudjana, Djuju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah: Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama. Suprijanto, H. 2007. Pendidikan Orang Dewasa: Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Tim Penulis FKIP UT. 2007. Pendidikan Masyarakat. Jakarta: Universitas Terbuka.
Lampiran 1 Sketsa Lokasi Penelitian Dalam Sketsa Jakarta Timur
: Lokasi Kecamatan Cipayung
Dalam Sketsa Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur
: Lokasi PKBM Santika Jl.Bambu Wulung, Kelurahan Bambu Apus
Lampiran 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Februari Kegiatan
Maret
April
Mei
Lokasi 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
I. PROPOSAL DAN KOLOKIUM 1. Menyusun Draft dan Revisi
Kampus IPB
2. Konsultasi Proposal
Kampus IPB
3. Orientasi Lapang 4. Kolokium
PKBM Santika Kampus IPB
II. STUDI LAPANG 1. Pengumpulan Data 2. Analisis Data
Juni
PKBM Santika Jakarta
3
4
1
2
3
4
III. PENULISAN LAPORAN 1. Analisis Lanjutan
Kampus IPB
2. Penyusunan Draft dan Revisi
Kampus IPB
3. Konsultasi Laporan
Kampus IPB
IV. UJIAN SKRIPSI 1. Sidang
Kampus IPB
2. Perbaikan Skripsi
Kampus IPB
Keterangan: Pelaksanaan penelitian tahun 2008.
Lampiran 3 Teknik Pengumpulan Data dan Kebutuhan Data Bagi Penelitian 1.
Masalah Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di wilayah Cipayung, Jakarta Timur
• • • • • •
Data yang diperlukan Latar belakang berdirinya PKBM Santika Pemaknaan PKBM dari sudut pandang warga belajar Perkembangan jumlah warga belajar Jumlah PKBM di wilayah Jakarta Timur Jumlah PKBM di Kecamatan Cipayung Keberadaan PKBM “X”
Sumber Data Data Primer: Pengelola PKBM dan Warga belajar pada Kelompok belajar Paket C Informan: Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur Mantan Tutor PKBM X
-
Data Sekunder: Data jumlah warga belajar tiap tahun Data perkembangan jumlah PKBM di wilayah Jakarta Timur (khususnya Kecamatan Cipayung)
Teknik Pengumpulan Data Wawancara mendalam Analisis data sekunder: Arsiparsip di PKBM Santika dan Data Internal PLS Kecamatan setempat
2. Peranan yang dijalankan oleh PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat
• Azas-azas PKBM yang dianut oleh PKBM Santika • Karakteristik warga belajar di PKBM Santika • Karakteristik Tutor PKBM Santika • Kepengurusan dalam struktur organisasi • Kondisi panti dan sarana belajar • Perkembangan program paket C dan program tambahan yang ada di dalamnya • Ada tidaknya ragi dan dana belajar • Hasil belajar yang dicapai oleh warga belajar Paket C • Metode pembelajaran yang diterapkan oleh tutor • Perkembangan jumlah lulusan PKBM
Data Primer: Warga belajar pada kelompok belajar Paket C di PKBM Santika, Para Tutor program Paket C di PKBM Santika, dan Pengelola PKBM Santika, lulusan PKBM Santika (program Paket C) Data sekunder: Beberapa arsip PKBM Santika, Arsip PLS Kecamatan Cipayung, data kependudukan, buku-buku tentang ilmu pendidikan dan pengembangan masyarakat
Wawancara mendalam Pengamatan berpartisipasi Analisis data sekunder dari PLS penilik PKBM Santika dan arsip milik PKBM Santika dan data kependudukan dari internet
3. Upaya yang dijalankan PKBM Santika untuk mengatasi berbagai hambatan dalam pelaksanaan pendidikan nonformal dalam rangka mengembangkan masyarakat pembelajarnya
• Hambatan yang dihadapi oleh pengelola PKBM Santika dalam hal kinerja program yang dijalankan (khususnya Paket C) • Hambatan yang dihadapi tutor dalam menjalankan metode pembelajaran • Hambatan yang dihadapi WB Paket C dalam menjalankan metode pembelajaran • Upaya yang dilakukan pengelola PKBM Santika dalam rangka mencapai keswadayaan dan penguatan organisasi • Upaya yang dilakukan para tutor PKBM Santika dalam rangka mencapai keswadayaan dan penguatan organisasi
Data primer: Para Pengelola PKBM Santika, Tutor program Paket C di PKBM Santika, serta warga belajar Paket C Informan: Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur
Data sekunder : Beberapa dokumen PKBM Santika, arsip PLS Kecamatan Cipayung mengenai laporan peninjauan kinerja PKBM di Kecamatan Cipayung, dan buku-buku tentang ilmu pendidikan dan pengembangan masyarakat
Wawancara mendalam Pengamatan Berpartisipasi Analisis data sekunder antara lain : Arsip PKBM Santika dan arsip PLS Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur
• Upaya yang dilakukan para warga belajar di PKBM Santika dalam rangka mencapai keswadayaan dan penguatan organisasi • Kerjasama yang pernah atau sedang dilakukan PKBM Santika dengan pihak lain (terutama pemerintah) • Kinerja petugas penilik dari PLS
Lampiran 4 Panduan Pertanyaan Penelitian PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM •
Petunjuk : Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan oleh peneliti untuk menggali secara langsung tentang fakta yang terkait dengan aspek-aspek kajian penelitian. Catatan singkat kemudian akan ditulis dalam ruang kosong pada kertas panduan pertanyaan untuk wawancara mendalam, dan akan dikembangkan menjadi laporan. Pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan kategori pertanyaan berdasarkan subject matter yang akan diwawancarai.
•
Biodata Responden/Informan* Hari/ Tanggal : Lokasi Wawancara : Nama : Usia : Jenis Kelamin :
•
Panduan Pertanyaan Wawancara A. Responden A.1 Pengelola PKBM I. Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) 1. Bagaimana awal mula terbentuknya PKBM Santika? 2. Siapa saja yang berperan dalam terbentuknya PKBM Santika? 3. Apa tujuan dibentuknya PKBM Santika? 4. Bagaimana antusiasme masyarakat sekitar terhadap keberadaan PKBM Santika sampai saat ini? II. Peranan yang dijalankan oleh lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat 5. Bagaimana kondisi awal PKBM Santika saat terbentuk? (dalam hal kondisi program, karakteristik dan jumlah tutor dan warga belajar, struktur organisasi, pembiayaan, ketersediaan sarana dan prasarana belajar, sampai kerjasama dengan pemerintah ataupun lembaga lain) 6. Bagaimana kondisi PKBM Santika saat ini? (dalam hal kondisi program, karakteristik dan jumlah tutor dan warga belajar, struktur organisasi, pembiayaan, ketersediaan sarana dan prasarana belajar, sampai kerjasama dengan pemerintah ataupun lembaga lain) 7. Siapakah yang memutuskan program-program yang tengah dijalankan oleh PKBM Santika? 8. Apa yang menjadi dasar penentuan program-program yang dijalankan PKBM Santika? 9. Bagaimana peran pemerintah dalam hal pengelolaan PKBM Santika? 10. Bagaimana kualitas lulusan warga belajar Program Kesetaraan Paket C di PKBM Santika dibandingkan kualitas lulusan sekolah formal?
III.
Upaya yang dilakukan PKBM terkait hambatan yang seringkali dihadapi 11. Apa sajakah kesulitan/hambatan yang dihadapi PKBM Santika dalam hal pembiayaan? 12. Apa sajakah kesulitan/hambatan yang dihadapai PKBM Santika dalam hal pengembangan program? 13. Apa sajakah kesulitan/hambatan yang dihadapai PKBM Santika dalam hal penyediaan sarana, prasarana dan sumber belajar? 14. Apa sajakah kesulitan/hambatan yang dihadapi PKBM Santika dalam hal kerjasama dengan pemerintah? 15. Upaya apa saja yang telah maupun akan dilakukan oleh PKBM Santika untuk mengatasi beragam hambatan tersebut?
A.2 Warga Belajar (Paket C) I. Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) 1. Mengapa anda memutuskan untuk mengikuti program Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika? II. Peranan yang dijalankan oleh lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat 2. Bagaimana partisipasi warga belajar dalam hal penetapan besarnya iuran bulanan di PKBM Santika? 3. Bagaimana partisipasi warga belajar dalam hal pengaturan jadwal pelaksanaan kegiatan belajar di PKBM Santika? 4. Bagaimana partisipasi warga belajar dalam hal pembelajaran bersama tutor di PKBM Santika? 5. Apakah pernah ada penilik dari pihak pemerintah yang datang pada saat kegiatan di PKBM sedang berlangsung? 6. Apakah manfaat yang anda dapat dengan mengikuti program Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika? 7. Menurut anda, program apa sajakah yang benar-benar dibutuhkan oleh warga masyarakat sekitar PKBM Santika, selain program yang telah dijalankan sekarang? 8. Apakah manfaat yang anda dapat dengan mengikuti pelatihan komputer yang merupakan program keterampilan tambahan bagi warga belajar Paket C pada PKBM Santika? 9. Bagaimana pendapat anda mengenai warga belajar istimewa? 10. Bagaimana perlakuan pengelola maupun tutor PKBM Santika terhadap warga belajar biasa dan terhadap warga belajar istimewa? 11. Bagaimana pendapat anda mengenai kualitas para tutor di PKBM Santika? 12. Apakah pihak pengelola PKBM Santika memberikan dana insentif bagi warga belajar yang tidak mampu membayar iuran bulanan? 13. Bagaimana ketersediaan sumber belajar di PKBM Santika? 14. Bagaimana kesesuaian jadwal belajar dengan kegiatan belajar mengajar yang dijalankan?
III.
Upaya yang dilakukan PKBM terkait hambatan yang seringkali dihadapi 15. Apakah hambatan yang anda alami selama menjadi warga belajar pada PKBM Santika? (dalam hal pembiayaan, pembelajaran, maupun waktu belajar) 16. Upaya apa yang anda lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut? 17. Sejauhmana upaya anda mampu mengatasi berbagai hambatan yang anda alami?
A.3 Tutor I. Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) 1. Sebagai seorang tutor di PKBM Santika, bagaimana pendapat anda mengenai pentingnya keberadaan PKBM tersebut bagi masyarakat di sekitar kelurahan Bambu Apus, Jakarta Timur? II. Peranan yang dijalankan oleh lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat 2. Bagaimana partisipasi tutor dalam hal penetapan besarnya upah tutor di PKBM Santika? 3. Menurut pendapat anda sebagai seorang tutor, apakah program Kesetaraan Paket C yang dilengkapi dengan pelatihan komputer merupakan program yang benar-benar dibutuhkan masyarakat sekitar PKBM Santika? Mengapa? 4. Bagaimana partisipasi warga belajar dalam proses pembelajaran bersama tutor pada PKBM Santika? 5. Bagaimana karakteristik warga belajar secara keseluruhan? 6. Bagaimana kinerja pengelola PKBM Santika saat ini dalam rangka mengembangkan masyarakat sekitar? III.
Upaya yang dilakukan PKBM terkait hambatan yang seringkali dihadapi 7. Bagaimana ketersediaan sumber belajar di PKBM Santika? 8. Bagaimana kesesuaian jadwal belajar dengan kegiatan belajar mengajar yang dijalankan? 9. Apakah hambatan yang anda alami selama menjadi tutor pada PKBM Santika? (dalam hal proses penerapan metode ajar-didik bagi warga belajar, upah tutor, ketersediaan fasilitas maupun waktu belajar) 10. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?
B. Informan B.1 Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung 1. Mengapa pendirian PKBM di wilayah Kecamatan Cipayung menjadi penting keberadaannya? 2. Apa keunggulan PKBM Santika dibanding dengan PKBM lain yang ada di Kecamatan Cipayung, terkait dengan peranannya untuk mengembangkan masyarakat sekitar? 3. Sejauhmana keaktifan kinerja penilik PLS dalam memantau pengelolaan PKBM Santika? 4. Bagaimana kinerja yang ditampilkan oleh pengelola PKBM Santika selama ini? 5. Berapa jumlah PKBM (swasta dan negeri) di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur?
6. Adakah bantuan yang diberikan oleh pemerintah bagi PKBM di wilayah Cipayung (khususnya PKBM Santika)? 7. Jika ada, Apa sajakah bantuan yang telah diberikan tersebut? 8. Apakah terdapat pertemuan rutin antara pihak PLS dengan para pengelola PKBM se-Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur? 9. Apa sajakah hambatan yang masih dikeluhkan oleh para pengelola PKBM (khususnya PKBM Santika) di Kecamatan Cipayung dalam hal pelaksanaan program-programnya? 10. Sejauhmana pihak PLS menindaklanjuti keluhan ataupun masukan dari para pengelola PKBM tersebut? B.2 Lulusan Program Kesetaraan Paket C di PKBM Santika 1. Mengapa anda memilih PKBM Santika sebagai tempat pembelajaran bagi anda? 2. Apa sajakah perubahan yang anda alami setelah menyelesaikan pendidikan nonformal (Paket C) pada PKBM Santika, terkait dalam hal perbaikan kualitas hidup? 3. Sejauhmana kinerja para pengelola dan tutor PKBM Santika berperan dalam mengembangkan masyarakat sekitar yang menjadi warga belajarnya? 4. Bagaimana ketersediaan fasilitas pada PKBM Santika mendukung kelancaran proses pembelajaran di PKBM tersebut? 5. Jika anda saat ini sudah/sedang bekerja, apakah di lingkungan tempat anda bekerja, ijazah program Paket C yang anda peroleh dari PKBM Santika benar-benar disamakan dengan masyarakat lain yang memiliki ijazah melalui lembaga pendidikan formal, terkait dengan kesempatan anda sebagai masyarakat untuk dapat berkembang dengan lebih baik? B.3 Mantan Tutor PKBM “X” 1. Apa sajakah program yang dijalankan di PKBM X? 2. Bagaimana situasi pembelajaran di PKBM X? 3. Bagaimana karakteristik warga belajar PKBM X? 4. Bagaimana peran yang dijalankan oleh PKBM X selama ini? 5. Bagaimana pengelolaan PKBM X? (dalam aspek pembiayaan, dan ketersediaan sumber daya)
Keterangan : pertanyaan lanjutan akan dikembangkan di lapangan * : coret yang tidak perlu
Lampiran 5 JADWAL KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR PROGRAM PAKET C TAHUN AJARAN 2007/2008 No. Hari 1. Senin
Kelas I Matematika Geografi Ekonomi
Kelas II Ekonomi Matematika Geografi
Kelas III Geografi Ekonomi Matematika
2.
Selasa
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia Ekonomi
Ekonomi Bahasa Inggris Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia Ekonomi Bahasa Inggris
3.
Rabu
Bahasa Indonesia Matematika PKn
Matematika PKn Bahasa Indonesia
PKn Bahasa Indonesia Matematika
4.
Kamis
Fisika Kimia Biologi
Sosiologi Sosiologi Tata Negara
Tata Negara Tata Negara Sosiologi
5.
Jumat
PKn Bahasa Inggris Sejarah
Bahasa Inggris Sejarah PKn
Sejarah PKn Bahasa Inggris
128
Lampiran 6 PROFIL TUTOR PKBM SANTIKA
No.
Nama
L/P
Umur
Status Perkawinan
Agama
Pendidikan Terakhir
Alamat
1 Rak
L
47 tahun
Kawin
Islam
S1
Komplek TMII Bambu Apus Jakarta Timur
2 Sun
P
44 tahun
Kawin
Islam
S1
Komplek TMII Bambu Apus Jakarta Timur
3 Ans
P
33 tahun
Kawin
Islam
D3
Jl. Bambu Hitam No. 56 Bambu Apus
4 Was
L
46 tahun
Kawin
Islam
D3
Jl. Lubang Buaya No. 156 Jakarta timur
5 Sul
L
46 tahun
Kawin
Islam
S1
Jl. Bambu Apus, Gg. SDN 01, Jakarta Timur
6 Jkl
L
52 tahun
Kawin
Islam
S1
Jl. Bambu Apus Jakarta Timur
7 Rar
P
40 tahun
Kawin
Islam
S1
Jl. Gempol, Bambu Apus Jakarta Timur
8 Krt
L
35 tahun
Kawin
Islam
D3
Jl. Palem Kartika, Bambu Apus
Lampiran 7
DAFTAR NAMA PKBM DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2007
Lampiran 8
CATATAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN WARGA BELAJAR PKBM SANTIKA
Para responden yang berasal dari kategori warga belajar PKBM Santika menjelaskan bahwa proses awal mereka bergabung di PKBM tersebut didukung oleh informasi dari rekan ataupun kerabat yang pernah mendapat pembelajaran Paket C pada PKBM Santika. Terdapat beragam hal yang melatar belakangi para anggota komunitas tersebut untuk memilih PKBM sebagai tempat belajar. Umumnya, keterbatasan keuangan, waktu, dan kemampuan diri, dan status/ posisi dalam suatu pekerjaan, merupakan faktor yang mendorong mereka untuk belajar di PKBM Santika. Warga belajar yang berhasil diwawancarai juga mengungkapkan bahwa dari segi biaya, PKBM Santika tidak memberatkan calon warga belajar. Biaya disesuaikan dengan keadaan calon warga belajar. Namun, besarnya dana yang harus dikeluarkan telah ditetapkan oleh pihak PKBM Santika, sesuai kriteria yang telah distandarisasi secara sepihak oleh pengelola PKBM Santika. Sejalan dengan hal tersebut, jika dibandingkan dengan PKBM bertipe swasta lainnya di wilayah Jakarta, menurut warga belajar, PKBM Santika termasuk lebih murah dalam penetapan biaya masuk dan bulanan (SPP). Biaya masuk berkisar antara Rp. 100.000,- sampai lebih dari Rp. 1.750.000,-. Sementara SPP untuk warga belajar Paket C kelas I, II, dan III masing-masing sebesar Rp. 50.000,- , Rp. 75.000,- , dan Rp. 100.000,-. Biaya lain yang biasanya dikenakan, yakni biaya untuk ujian/ semester sebesar Rp. 20.000,- , dan uang ijazah sejumlah Rp. 100.000,-. Hasil pengakuan para responden (warga belajar) menunjukkan bahwa rekan-rekan maupun kerabat mereka yang telah lulus dari Paket C PKBM Santika, mampu mencapai keadaan hidup yang lebih baik dibandingkan masa sebelum mereka memiliki ijazah Paket C. Hal inilah yang diduga turut membentuk mind set para anggota komunitas tersebut yang meyakni bahwa ijazah merupakan syarat utama untuk dapat diterima oleh ”pasar”. Beragam cerita terkait perkembangan lulusan PKBM berhasil diketahui dari para responden. Seluruh cerita dari warga belajar menunjukkan bahwa tidak sedikit lulusan PKBM (Paket C) yang mendapatkan pekerjaan. Selain itu, banyak pula lulusan PKBM Santika yang berhasil mendapatkan kenaikan pangkat di pekerjaannya, dan juga berhasil melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Program Paket C di PKBM Santika yang setara dengan SMA, juga menjalankan kegiatan belajar di dalamnya. Kegiatan belajar berupa tutorial dilakukan secara rutin setiap Senin sampai Jumat, pukul 18.30 hingga 20.30 WIB. Sejalan dengan itu, PKBM Santika juga memiliki pelajaran tambahan keterampilan berupa kursus komputer yang dilaksanakan setiap hari Senin sampai Jumat, pukul 15.00 hingga 17.00 WIB. Berdasarkan pemaparan dari responden (warga belajar), untuk kursus komputer masing-masing dari mereka dikenakan biaya tambahan. Setiap program komputer (word dan excel) yang mereka ikuti, mengharuskan mereka membayar Rp. 50.000,-. Namun demikian, untuk pelajaran tambahan keterampilan ini, warga belajar tidak diharuskan mengikuti kegiatan tersebut. Para warga belajar yang mengikuti pelajaran/ kursus komputer mengakui bahwa mereka merasa program tersebut memang sama manfaatnya dengan pembelajaran Pakt C di kelas. Bagi mereka, kursus komputer diyakini berguna bagi karir mereka kelak. Membahas lebih lanjut mengenai kemanfaatan dan kebutuhan Program Paket C, mereka menyatakan bahwa semua mereka jalankan untuk dapat memperbaiki kehidupan mereka. Peningkatan kualitas hidup oleh mereka ditandai dengan keberhasilan mereka untuk mendapat pekerjaan, memperoleh penyesuaian karir dan pendapatan di pekerjaan mereka, ataupun ketika mereka berhasil melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (perguruan tinggi). Terkait dengan kondisi PKBM Santika, para responden (warga belajar) sepakat bahwa PKBM Santika unggul dalam hal kualitas tutor. Kemampuan tutor oleh para warga belajar, diakui sangat berperan dalam kelancaran proses pembelajaran di kelas. Menurut mereka, tutor PKBM Santika telah mampu menempatkan diri sebagai rekan/ pendamping yang tidak ”menggurui”. Cara mengajar para tutor yang interaktif, dan tidak membosankan, juga diakui sebagai faktor yang membantu warga belajar untuk memahami materi. Tugas rumah (PR) yang biasanya diberikan kepada warga belajar, sering dibahas (didiskusikan) di kelas. Meskipun buku paket pelajaran tidak disediakan, sebagian besar tutor selalu membuat salinan materi kepada warga belajar ataupun memberikan catatan kuliah kepada mereka. Hal ini juga turut memperlancar situasi pembelajaran di PKBM Santika. Keterbatasan waktu pembelajaran yang dilakukan pada malam hari, disepakati oleh para responden sebagai hambatan utama pelaksanaan pendidikan di PKBM Santika. Pemilihan waktu belajar pada malam hari memang dilakukan atas pertimbangan keterbatasan waktu komunitas warga belajar yang harus bekerja pada siang hari. Selain itu, gedung yang dijadikan panti belajar PKBM tidak memungkinkan untuk digunakan pada pagi hari karena diisi oleh murid SMA Santika. Pada akhirnya, upaya penyelesaian pun harus dilakukan oleh pihak warga belajar. Upaya tersebut yakni belajar mandiri yang semata-mata dilandasi oleh inisiatif para warga belajar PKBM Santika.
Lampiran 9
CATATAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN TUTOR PKBM SANTIKA
Keberadaan PKBM di wilayah Cipayung diakui oleh tutor sebagai pelengkap yang sifatnya sangat dibutuhkan oleh sebagian anggota komunitas setempat. Bahkan, pentingnya PKBM Santika juga dirasakan oleh sebagian anggota komunitas luar wilayah Cipayung. Hal ini tergambar dari adanya kebutuhan ijazah bagi komunitas untuk dapat memperbaiki hidupnya. Berdasarkan hal tersebut, adanya PKBM Santika dengan Program Paket C nya dianggap sesuai dengan kebutuhan komunitas. Dikatakan demikian karena pada dasarnya keberadaan Program Paket C disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan komunitas setempat. Kompetensi komunitas warga belajar PKBM Santika menurut tutor memang tidak bisa disamakan dengan kompetensi murid-murid sekolah formal. Mereka menyebut keterbatasan waktu pembelajaran sebagai kondisi yang membatasi peningkatan kompetensi para warga belajar. Untuk itu, para tutor mengagumi semangat warga belajar yang menyempatkan diri hadir dalam pembelajaran di kelas. Kegiatan belajar di dalam kelas, sesuai dengan keberadaan tutor, berwujud kegiatan tutorial. Tutor berusaha seoptimal mungkin untuk menempatkan diri mereka sebagai rekan yang mendampingi warga belajar dalam pembelajaran. Metode belajar yang dipilih PKBM Santika masih sesuai dengan teknik pembelajaran formal berupa ceramah/kuliah dan dikombinasikan dengan diskusi. Metode disesuaikan dengan rentang usia warga belajar yang tergolong dewasa. Ketersedian modul belajar di PKBM diakui oleh tutor memang hanya sebatas pemberian salinan materi (foto copy) maupun catatan kuliah. Pemilikan buku paket hanya diperoleh sebagian warga belajar yang memang membutuhkan tambahan bahan belajar Setiap harinya, jumlah warga belajar yang mengikuti pembelajaran berjumlah antara sembilan sampai 22 orang. Hal ini memang sejalan dengan adanya fleksibilitas waktu dalam pembelajaran di PKBM Santika. Namun, para tutor menyayangkan kondisi tersebut. Menurut mereka, proses dan hasil belajar merupakan hal yang harus berjalan dengan seimbang. Terkait dengan pembelajaran di PKBM Santika, para tutor melihat adanya beberapa perubahan. Awalnya, warga belajar didominasi oleh anggota komunitas
yang telah bekerja. Namun, saat ini warga belajar dari kalangan anak putus sekolah banyak tergabung di PKBM Santika. Berdasarkan pandangan salah seorang tutor, hal ini disebabkan adanya anak-anak usia sekolah yang mampu namun ”enggan” mengikuti pembelajaran pada jalur formal. Alasan-alasan seputar peraturan sekolah formal yang ”saklek” disebut oleh tutor sebagai salah satu kemungkinan penyebab ”keengganan” tersebut. Membahas tentang keswadayaan PKBM Santika, para tutor bersepakat bahwa PKBM Santika dan komunitas pembelajarnya telah mampu mencapai kemandirian. Terbukti dari kemampuan PKBM untuk merenovasi panti belajar, meningkatkan besarnya honor bagi tutor (Rp. 40.000,-/ satu jam pelajaran), dan menjalankan program dengan lancar tanpa bergantung dari bantuan pihak manapun termasuk pemerintah. Namun, dalam hal pelibatan/ peranserta warga belajar maupun tutor, khususnya dalam hal perencanaan, pihak PKBM sama sekali tidak ada keleluasaan. Meskipun saat ini mulai muncul keleluasaan dalam pemilihan jurusan untuk Program Paket C, partisipasi masih belum dijadikan pendekatan utama dalam jalannya pendidikan di PKBM Santika. Kondisi ini menurut tutor didasari oleh status kepemilikan PKBM Santika yang dikelola oleh pihak swasta (Yayasan Santika). Peningkatan partisipasi dalam hal pemilihan jurusan pada Paket C tidak menutup fakta mengenai penentuan jurusan IPS oleh PKBM Santika sebagai satusatunya jurusan yang ditetapkan pada awal pelembagaan PKBM Santika. Menanggapi fakta tersebut, para tutor memaparkan bahwa penentuan tersebut memang datang dari pihak pengelola. Hal ini diyakini oleh tutor, sebagai keputusan yang didasarkan pada kondisi ataupun kemampuan dari calon warga belajar. Keterbatasan waktu yang sempat tersirat pada paparan di atas, merupakan hambatan utama yang dirasakan oleh para tutor, khususnya dalam hal pelaksanaan kegiatan tutorial. Rentang waktu yang sempit (25 menit) untuk menyampaikan materi kepada warga belajar, menyulitkan tutor untuk memastikan tersampaikannya inti materi pada setiap jam pelajaran. Untuk itu, para tutor berupaya untuk mensiasati kondisi tersebut dengan cara menerapkan strategipenyampaian-inti-materi dalam setiap kegiatan tutorial.
Lampiran 10
CATATAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN KETUA PENGELOLA PKBM SANTIKA
Nama Responden Usia Pekerjaan Tempat Waktu Pewawancara
: Suy : 59 tahun : Pemilik Yayasan Santika, Ketua PKBM Santika : Ruang Ketua PKBM Santika : 19.00- 20.30 WIB : Andhini Nurul Fatimah
Pada awalnya, Pak Suy menjalankan program pendidikan persamaan SMP dan SMA. Saat itu, meskipun gedung penyelenggaraan pendidikan nonformalnya masih menumpang pada sebuah gedung STM Setia Budi, demi membantu masyarakat yang ingin belajar namun tidak memiliki kesempatan belajar di sekolah formal, Pak Suy tetap berusaha menjalankan pendidikan persamaan sebaik dan setekun mungkin. Pada tahun 2001, beliau berhasil menggantikan pendidikan persamaan ke dalam bentuk baru berupa PKBM yang dinamakan PKBM Santika. Berikut ini dijabarkan perkembangan PKBM sejak awal hingga saat ini. Komponen PKBM Kondisi awal (tahun 2001) Tutor Enam orang Lokal kelas pada Tiga kelas Panti Belajar Fasilitas Warga belajar (Paket C) Program
Pengelolaan Ragi belajar Sarana belajar
20 orang Paket B, dan Paket C
Masih bergantung bantuan pemerintah Modul dari pemerintah
Kondisi terkini (tahun 2008) Delapan orang Tujuh kelas (tiga kelas yang dibuka untuk kegiatan belajar PKBM) TBM (belum difungsikan) 162 orang
Paket B, Paket C, dan tambahan keterampilan untuk Paket C (Kursus komputer) pada Swadaya WB 12 unit komputer Modul berupa foto copyan dan bantuan dari pemerintah
Berdasarkan pengakuan beliau, tutor di PKBM Santika memiliki keunggulan karena mayoritas merupakan sarjana strata satu dengan pengalaman mengajar yang dimiliki oleh setiap tutor PKBM. Sementara, warga belajar Paket C di PKBM Santika yang berjumlah 162 orang merupakan warga belajar yang berasal dari wilayah yang beragam di Jakarta. Mereka dikategorisasi oleh beliau ke dalam dua tipe Warga belajar (WB); Warga Belajar Biasa (WBB) dan Warga Belajar Istimewa (WBI). Warga belajar istimewa merupakan anggota masyarakat yang bekerja sebagai karyawan tetap/ swasta (contoh: Pegawai swasta, bagian administrasi, Staf pelaksana, dan sebagainya), dan anggota masyarakat usia sekolah yang tidak lulus ujian nasional atau di-drop out dari sekolah formal. Sementara, warga belajar biasa adalah warga belajar dengan karakteristik di luar karakteristik warga belajar istimewa. Contohnya Sipil ABRI, anggota masyarakat yang kurang mampu secara finansial, pekerja non-staf (Pesuruh, Petugas kebersihan, Pembantu rumah tangga, dan sebagainya), maupun masyarakat usia sekolah yang ”enggan” mengikuti sistem pendidikan formal yang dijalankan oleh sekolah reguler. Saat ini, PKBM Santika sudah dapat dikatakan mandiri. Di samping karena statusnya sebagai PKBM swasta yang memang tidak mendapat bantuan penuh dari pemerintah, PKBM Santika juga telah mampu menerapkan keswadayaan warga belajar yang baik dalam hal pembiayaan. Peran pemerintah, diakui oleh Pak Suy, terlihat jelas dalam hal penyelenggaraan ujian nasional saja. ”Kalau penyelenggaraan ujian nasional sepenuhnya dikerjakan oleh pemerintah, mulai dari menyediakan tempat untuk ujian sampai data hasil ujian semua mereka yang tangani. Tapi kalau bantuan-bantuan pengelolaan program untuk PKBM swasta tidak banyak, kita memang benar-benar swadaya saja. Kalau untuk bantuan pemerintah memang diutamakan ke PKBM negeri.” (Suy, 59 tahun)
Terkait dengan masyarakat pembelajar di PKBM Santika, Pak Suy selaku ketua pengelola PKBM Santika menyadari bahwa partisipasi warga belajar dalam mengikuti kegiatan pembelajaran memang masih minim. Banyaknya jumlah warga belajar yang telah bekerja, menciptakan waktu pembelajaran menjadi jauh lebih ”fleksibel” dari konsep yang semestinya. “Kebanyakan kan mereka kerja. Jadi tidak bisa dipaksakan juga untuk ikut pembelajaran di kelas. Mencari nafkah memang tetap prioritas utama. Ada yang seminggu sekali atau dua kali masih datang. Tapi untuk murid-murid yang karyawan lebih banyak motivasinya kurang untuk hadir di kelas. Cuma hadir pas ujian saja, sama seperti anak yang tidak lulus UN formal pada tidak mau datang mereka.” (Suy, 59 tahun)
Kondisi tersebut pada akhirnya mengantarkan Ketua pengelola PKBM Santika pada suatu kesimpulan bahwa minimnya atensi warga belajar PKBM Santika akan pentingnya mengikuti proses pembelajaran, merupakan suatu hal yang telah menghambat pelaksanaan pendidikan oleh PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat. Hal ini tercermin dari kutipan pernyataan beliau, berikut ini. “Motivasi murid yang rendah. Ini jelas terlihat dari kehadiran murid. Setiap hari paling hanya belasan yang hadir. Paling banyak 20anlah. Apalagi murid yang anak-anak tidak lulus UN sekolah formal. Mereka sama sekali tidak ikut pembelajaran. Untuk yang sudah kerja ya saya menekankan kepada mereka untuk mengusahakan hadir walau sekali dua kali setiap bulannya. Tapi memang pekerjaan mereka harus diprioritaskan.” (Suy, 59 tahun)
Menindaklanjuti masalah tersebut, Pak Suy, selaku ketua pengelola PKBM Santika dan juga pengelola lainnya berupaya menyelesaikan masalah yang ada. Beberapa upaya yang dilakukan, yakni dengan cara selalu mengkomunikasikan pentingnya hadir dalam pembelajaran, serta memberikan paket-paket modul yang berisi rangkuman semua materi pembelajaran kepada warga belajar yang jarang/ tidak pernah hadir dalam proses belajar. “Dari awal kita selalu menyampaikan kepada mereka untuk mengusahakan hadir. Sebagai upaya lain, kita juga sudah memberikan modul berisi rangkuman semua pelajaran. Baru sebatas itu saja. Karena sulit juga, mereka kan sudah bekerja.” (Suy, 59 tahun)
Selain itu, dalam rangka mengembangkan warga belajar, Pak Suy selaku Ketua PKBM Santika sedang berencana untuk melakukan pemasangan internet bagi warga belajar PKBM Santika. Terkait dengan pengembangan yang sedang dijalankan oleh PKBM Santika, terhitung sejak tahun 2005, PKBM Santika melakukan renovasi panti belajar dalam rangka memenuhi keinginan warga belajar PKBM Santika dalam rangka penciptaan kondisi pembelajaran yang nyaman dan lancar.
Lampiran 11 LAPORAN PENGAMATAN BERPERANSERTA
Hari/ tanggal Lokasi pengamatan Objek pengamatan
: Jum’at, 11 April 2008 : Kegiatan belajar pada pelajaran komputer : 1. Kegiatan belajar pada pelajaran komputer 2. Metode pembelajaran yang diterapkan oleh tutor 3. Aktivitas tutor dan warga belajar pada kegiatan
pembelajaran komputer 4. Sarana belajar yang tersedia Objek yang diamati 1. Kegiatan belajar
Penjelasan Kegiatan pembelajaran yang dijalankan pada kelas komputer ialah kegiatan tutorial, dimana tutor (Pak Krt) menempatkan diri sebagai pendamping. Hal ini ditunjukkan dari pengakuan beliau serta terlihat dari cara beliau membelajarkan warga belajar. Selama pengajaran, kegiatan tutorial dibagi ke dalam tiga sesi, yakni: pendahuluan, inti, dan penutup. Pada awalnya, lebih kurang 10 menit beliau mempersiapkan kondisi pembelajaran, menyelesaikan absensi warga belajar (WB), dan menyampaikan tujuan belajar hari itu, yakni tentang program excel (membuat jurnal dari suatu perusahaan perdagangan). Setelah itu, kegiatan berlanjut kepada kegiatan inti berupa praktek pembuatan jurnal selama 90 menit. Pada kegiatan inti terlihat bahwa tutor tidak bersifat sebagai guru yang “paling tahu” namun beliau lebih memberi keleluasaan masing-masing warga belajar untuk mengerjakan tugas bersama-sama. Warga belajar terlihat aktif mengajukan beragam pertanyaan dan tutor selalu mendampingi dan memberi feed back yang baik. Sisa waktu 20 menit terakhir di gunakan tutor untuk melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, membuat kesimpulan tentang materi praktek bersama-sama dengan WB, memotivasi WB untuk melatih keterampilan yang diberikan selepas pembelajaran usai, dan menyampaikan rencana pembelajaran pada
2. Metode pembelajaran
pertemuan berikutnya. Untuk pelajaran komputer konsep POD jelas terlihat. Terbukti dari adanya praktek langsung oleh warga belajar untuk mngeplikasi program excel yang didampingi oleh tutor. Dalam hal ini tutor tidak hanya menjelaskan namun memberi lembaran kerja pada warga belajar untuk dikerjakan masingmasing. Namun demikian, peluang untuk berdiskusi terbuka luas. Selama praktek berlangsung, tutor terlihat aktif membantu warga belajar dalam praktek pengerjaan tugas yang diberikan. Interaksi terjalin dengan baik dengan adanya metode pembelajaran berupa praktek yang digunakan oleh tutor. Hal ini dibuktikan oleh adanya komunikasi dua arah antara tutor dan WB berupa pertanyaan yang disampaikan oleh WB perihal rumus-rumus pada aplikasi excel yang belum mereka mengerti yang diikuti oleh penjelasan yang baik oleh tutor.
3. Aktivitas
Kursus dimulai pada pukul 15.00- 17.00 WIB dan dihadiri oleh 4 orang warga belajar yang kesemuanya perempuan. Namun, satu orang WB datang terlambat. Mereka terdiri dari WB Paket C kelas dua dan tiga yang masing masing bernama Tu, El, Ed, dan Rn.
4. Sarana
Terdapat lima unit komputer berwarna hitam berjajar di atas meja kayu panjang berwarna cokelat. Menurut pengakuan tutor komputer, saat ini hanya lima unit komputer dari jumlah total 12 unit yang bisa diaktifkan. Hal ini menurutnya dikarenakan keterbatasan dalam hal penyediaan listrik. Di samping meja tutor yang terletak di seberang deretan komputer, terdapat rak berukuran cukup besar yang berisi buku-buku paket pelajaran bagi warga belajar kelas satu dan dua. Menurut paparan tutor tersebut, bukubuku tersebut merupakan subsidi dari pemerintah. Rak yang berisi buku-buku, diketahui kemudian sebagai bagian kecil dari buku-buku TBM (semacam perpustakaan) yang saat ini sedang dibuat ruang khusus untuk TBM tersebut.
Lampiran 12
DAFTAR RESPONDEN DAN INFORMAN No
Nama
Status dalam penelitian Responden Informan
1.
Suy
9
2.
Rak
3.
9
Usia (tahun)
Keterangan
59
Ketua PKBM Santika
9
47
Pimpinan Paket C
Eyt
9
32
Tata Usaha
4.
Krt
9
35
Tutor
5.
Rar
9
40
Tutor
6.
Ans
9
33
Tutor
7.
Sut
9
31
Warga Belajar
8.
Inw
9
19
Warga Belajar
9.
Hem
9
19
Warga Belajar
10. Mjr
9
19
Warga Belajar
11. Rsd
9
18
Warga Belajar
12. Soh
9
21
Warga Belajar Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung Lulusan PKBM Santika
9
13. Mrt
9
58
14. End
9
35