DAMPAK POLA ASUH PERMISIF DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK KELOMPOK B DI PAUD CEMPAKA DESA TOLINGGULA ULU KECAMATAN TOLINGGULA KABUPATEN GORONTALO UTARA Oleh Meylan Harun Ruslin W. Badu, Samsiah Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana dampak pola asuh permisif dalam pembentukan karakter anak Kelompok B di Paud Cempaka Desa Tolinggula Ulu Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara?”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dampak pola asuh permisif dalam pembentukan karakter anak Kelompok B di Paud Cempaka Desa Tolinggula Ulu Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mendeskripsikan data hasil wawancara langsung dnegan orang tua sebagai objek penelitian tentang dampak pola asuh permisif pada pembentukan karakter anak. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa secara umum dampak pola asuh permisif dapat merusak pembentukkan karakter tanggung jawab pada anak, hal ini dapat terlihat diantaranya; (1) anak tidak memahami kewajibannya untuk melakukan sesuatu sepenuh hati tanpa merasa terpaksa atau terbebani, (2) anak tidak mengembalikan barang pada tempatnya semula setelah menggunakannya, (3) anak tidak mengakui tindakannya ketika berbuat kesalahan, (4) anak tidak menyelesaikan tugas hingga tuntas. Perilaku tersebut yang dilakukan oleh anak, dipengaruhi oleh dampak pola asuh orang tua yang tidak peduli dengan pola pengembangan anak dalam berperilaku sehari-hari, sehingga menyebabkan anak seenaknya untuk bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri. Kata Kunci : Pola Asuh Permisif, Pembentukan Karakter, Anak Usia Dini.
1
PENDAHULUAN Karakter merupakan bawaan individu dalam menyikapi satu hal, atau dapat diartikan bahwa
karakter
adalah
sifat
bawaan
seseorang
yang
mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, dan tabiat dari individu itu sendiri. Adapun faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter dari tiap individu dapat dilihat dari faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi pembentukan karakter adalah diri sendiri, maksudnya bahwa seseorang memiliki suatu fondasi yang dapat mengukur ketebalan atau kekuatan dari dalam dirinya. Jadi dapat dikatakan apabila seorang individu memiliki fondasi yang sangat kuat dan kokoh dalam dirinya maka ia mampu membentuk jati diri atau karakter yang sesuai dengan apa yang ia inginkan dan harapan tanpa memandang apakah orang lain akan menerima atau tidak. Sedangkan faktor ekstern yang mempengaruhi pembentukan karakter individu adalah pendidikan. Sufyarma, (2001:183) mengungkapkan bahwa pendidikan harus mampu membangun peradaban yang memanusiakan manusia. Berdasarkan pendapat itu, maka dapat ditegaskan bahwa apapun karakter yang dimiliki oleh seseorang, itu merupakan hasil dari suatu pendidikan. Pendidikan yang dimaksud dapat mempengaruhi pembentukan karakter seseorang dibagi menjadi tiga bagian yaitu keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dimana seorang individu pertama kalinya memulai kehidupan, bahkan dalam keluarga pula pada umumnya seseorang mengakhiri kehidupannya. Jadi dapat dijelaskan bahwa dalam keluargalah tempat terjadi dan berlangsungnya proses pendidikan yang akan mempengaruhi terhadap kehidupan anak selanjutnya. Cara orang tua dalam mendidik anaknya agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan seperti mengantarkan anak pada tahapan perkembangan sesuai dengan pertambahan usia dan tugas perkembangan secara utuh dan optimal dipengaruhi oleh pola asuh. Pola asuh merupakan bentuk atau sistem dalam menjaga, merawat dan mendidik anak yang dilakukan oleh orang tua. Dalam penelitian ini, pola asuh yang diterapkan orang tua lebih ditekankan kepada pola asuh yang diterapkan oleh ibu. Hal ini dikarenakan ibu atau orang tua memiliki peranan yang sangat 2
penting dalam hal pembentukan karakter anak. Salah satu pola asuh yang dilakukan orang tua adalah pola asuh permisif. Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang ingin dilakukan tanpa mempertanyakan. Sehingga dampak pada anak kurang memiliki kemandirian yang berakibat pada kurangnya tanggung jawab anak. Sesuai pengamatan peneliti pada anak kelompok B di PAUD Cempaka Desa Tolinggula Ulu Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara, bahwa anak belum memiliki karakter tanggung jawab yang baik, terlihat dari jumlah 10 orang anak, masih terdapat 5 orang anak yang belum memiliki karakter tanggung jawab. Hal ini dilatar belakangi pada pola asuh orang tua terutama pola asuh permisif yang apabila kalau tidak dipecahkan, maka akan berakibat fatal pada kehidupan anak selanjutnya terutama berkaitan dengan peran tanggung jawab. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berlokasikan di Paud Cempaka Desa Tolinggula Ulu Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara dengan judul “Dampak Pola Asuh Permisif Dalam Pembentukan Karakter Anak Kelompok B Di PAUD Cempaka Desa Tolinggula Ulu Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dampak pola asuh permisif dalam pembentukan karak anak Kelompok B di Paud Cempaka Desa Tolinggula Ulu Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara. KAJIAN TEORI 1. Pengertian Pola Asuh Permisif Permisif adalah suatu bentuk pola asuh orang tua dimana didalamnya terdapat aspek-aspek kontrol yang sangat longgar terhadap anak, hukuman dan hadiah tidak pernah diberikan, semua keputusan diserahkan kepada anak, orang tua bersikap masa bodoh dan pendidikan bersifat bebas (Hurlock 1993:125). Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang ingin dilakukan tanpa mempertanyakan. Pola asuh ini tidak menggunakan aturanaturan yang ketat bahkan bimbinganpun kuran gdiberikan, sehingga tidak ada 3
pengendalian atau pengontrolan serta tuntutan kepada anak. Kebebasan diberikan penuh dan anak diijinkan untuk memberikan keputusan untuk dirinya sendiri, tanpa pertimbangan orang tua dan berperilaku menurut apa yang diinginkannya tanpa ada kontrol dari orang tua. Karena kurang adanya arahan, baik yang berlaku dalam lingkungan keluarga maupun di lingkungan sosial, meskipun sengaja melanggar peraturan, tidak diberlakukan hukuman dan juga tidak ada hadiah bagi yang berperilaku sosial dengan baik. Jadi orang tua membiarkan anak berbuat dengan sesuka hati dengan sedikit kekangan, memanjakan dan memenuhi kehendaknya agar mereka senang. Remaja dengan orang tua permisif cenderung seenaknya sendiri, kurang bertanggung jawab, manja dan kurang berfikir dalam bertindak karena remaja tidak diberi bimbingan dan arahan oleh orang tua untuk berperilaku yang baik. Dalam pola asuh ini orangtua bersifat permisif (serba membolehkan), tidak mengendalikan, kurang menuntut. Mereka tidak terorganisasi dengan baik atau tidak efektif dalam menjalankan rumah tangga, lemah dalam mendisiplinkan dan mengajar anak-anak, hanya menuntut sedikit dewasa dan hanya member sedikit perhatian dalam melatih kemandirian dan kepercayaan diri. Orang tua dengan pola asuh permisif dibiarkan mengatur tingkah laku mereka sendiri dan membuat keputusan sendiri. Hurlock (1999:94) pola asuh permisif tidak menggunakan aturan-aturan ketat bahkan bimbinganpun jarang sekali di berikan sehingga tidak ada pengendalian dan pengontrolan serta tuntutan kepada anak. Kebebasan diberikan penuh dan anak diijinkan membuat keputusan untuk dirinya sendiri tanpa pertimbangan orang tua dan boleh berperilaku menurut apa yang diinginkan tanpa ada kontrol dari orangtua. 2. Aspek-Aspek Pola Asuh Permisif Menurut Baumrind (dalam Mussen 2004:399), secara garis besar pola asuh orang tua terdiri dari empat aspek, antara lain:
kontrol, Hukuman dan
hadiah, dominasi dan Komunikasi. Empat aspek tersebut terdap dalam semua jenis pola asuh, termasuk dalam pola asuh permisif hanya saja kadarnya yang berbeda. Proboningrum (2001:23) 4
bahwa aspek-aspek dari salah satu jenis pola asuh, yaitu pola asuh permisif orangtua, antara lain : a. Orang tua bersifat toleren terhadap anak Orang tua tidak peduli dengan tindakan anak yaitu dengan tidak ada batasan atau peraturan-peraturan tertentu dalam keluarga. b. Hukuman atau hadiah tidak pernah diberikan Tidak ada tindakan dari orang tua terhadap sikap anak baik yang bersifat positif maupun negatif, yang berupa hadiah atau hukuman. c. Komunikasi hampir tidak ada Orang tua dan anak jarang sekali terjalin komunikasi yang melibatkan kedua belah pihak yang aktif. d. Semua keputusan di serahkan kepada anak Kebebasan di berikan kepada anak sepenuhnya dalma pengambilan keputusan tanpa memperhatikan kebutuhannya. e. Kontrol terhadap anak longgar Tindakan orang tua yang tidak peduli dengan semua tindakan anak atau sikap anak. 3. Pengertian Karakter Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan perilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan kerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan setiap pertaggungjawabkan setiap akibat dari keputusanya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika. Scerenko (dalam Samani, 2011:42) mengemukakan bahwa “Karakter merupakan atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang suatu kelompok atau bangsa. Sementara itu, The Free Dictionary dalam situs onlinenya, yang dapat diunduh
5
secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu kombinasi kualitas atau ciriciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau suatu benda dengan yang lain. Karakter, juga didefinisikan sebagai suatu deskripsi dari atribut, ciri-ciri, atau kemampuan seseorang”. Tafsir (2011:12) juga dapat mengemukakan bahwa “Karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang. Hal-hal yang sangat abstrak yang ada pada diri seseorang, sering orang menyebutnya dengan tabiat atau perangai. Dengan mengetahui adanya karakter, seorang dapat memperkirakan reaksi-reaksi dirinya, terhadap berbagai fenomena yang muncul dalam diri ataupun hubunganya dengan orang lain, dalam berbagai ke adaan, serta sebagaimana mengendalikanya”. Berdasarkan pernyataan para ahli tersebut, maka karakter merupakan sebuah gambaran kepribadian yang dimiliki oleh seseorang yang diakibatkan oleh lingkungan dalam kehidupannya sehari-hari. 4. Proses Pembentukan Karakter Menurut Buku Pedoman Penanaman Nilai-nilai Karakter Kebangsaan pada Program Pendidikan Anak Usia Dini (2010). Ada 12 nilai karakter yang dapat dibentuk pada anak sejak usia dini. Yaitu: a.
Membentuk nilai sopan santun. Penanaman nilai ini, anak ditumbuhkan cara bersikap dan menghargai orang lain, misalnya: Anak terbiasa mengucapkan kata-kata santun seperti terima kasih, maaf, tolong, anak menghormati orang tua dan orang lain yang lebih tua.
b.
Membentuk nilai tanggung jawab. Penanaman nilai ini bertujuan agar anak memahami kewajibannya untuk melakukan sesuatu sepenuh hati tanpa merasa terpaksa atau terbebani, seperti: anak mengembalikan barang pada tempatnya semula setelah menggunakannya, anak mengakui tindakannya ketika berbuat kesalahan, anak menyelesaikan tugas hingga tuntas.
c.
Membentuk
nilai
kejujuran.
Penanaman
nilai
ini bertujuan untuk
membiasakan anak agar bersikap jujur. Misalnya anak dapat atau mau mengatakan suatu kejadian yang sebenarnya (tidak bohong dan tidak berbuat curang).
6
d.
Membentuk sikap disiplin. Hal ini bertujuan agar anak bisa membiasakan melalukan sesuatu misalnya: mau mengantri, mau meletakkan sesuatu pada tempatnya atau mengikuti aturan yang ditetapkan.
e.
Membentuk nilai cintah dan kasih sayang dalam lingkup ini, anak ditanamkan nilai untuk mencintai orang lain. Penanaman nilai ini mendidik anak untuk berbagi dengan orang lain, anak bermain bersama dengan temannya dan anak mau membantu kesulitan orang lain.
f.
Membentuk nilai kepedulian. Penanaman nilai ini ke anak bertujuan untuk tidak mementingkan diri sendiri dan mau memperhatikan orang lain. Misalnya; anak gembira bila mendengar berita tentang temannya yang menyenangkan, dan bersedih bila mendengar berita yang menyedihkan, anak bersedia membantu orang lain, anak senang berbagi dengan orang lain.
g.
Membentuk nilai keberanian. Melalui penanaman nilai ini, anak memiliki kepercayaan diri untuk berbuat hal yang baik, seperti: anak berani menyatakan pendapatnya, bertanya, menjawab pertanyaan, melakukan tantangan dan pantang menyerah.
h.
Membentuk nilai kemandirian. Penanaman nilai ini bertujuan agar anak terbiasa melakukan keperluan dirinya, misalnya: anak terbiasa memakai sepatu sendiri, memakai pakaian sendiri, makan sendiri, menemukan mainan sendiri.
i.
Kerja Keras. Anak dibiasakan melakukan sesuatu dengan tekun sungguhsungguh dalam melakukan kegiatan. Misalnya menyelesaikan permainannya sampai tuntas, tidak cepat merengek minta bantuan orang lain.
j.
Membentuk nilai gotong-royong. Anak ditanamkan nilai bekerja untuk kepentingan bersama, seperti: anak melibatkan diri dalam kebersihan, anak merapikan tempat bermain secara bersama-sama, membuat gagasan main bersama dan mengerjakannya bersama-sama.
k.
Membentuk nilai keadilan. Penanaman nilai ini mendidik anak untuk tidak membeda-bedakan temannya, memilih teman atau mengolok-olok teman yang tidak disenanginya.
7
l.
Membentuk nilai pengendalian diri. Anak didik untuk mengekang dan menahan keinginannya, misalnya: anak bersedia berpisak dengan orang tuanya ketika di TPA, anak dapat menegur temannya yang berbuat salah dengan cara yang sopan, anak dengan sabar menunggu giliran ketika makan, memilih mainan, ke toilet dan lainnya.
5.
Dampak Pola Asuh Permisif Terhadap Pembentukan Karakter Tanggung jawab Pada Anak Menurut Hurlock (1993:125) mengemukakan bahwa pola asuh permisif
dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang ingin dilakukan
tanpa
mempertanyakan. Pola asuh ini tidak menggunakan aturan-aturan yang ketat bahkan bimbingan pun kurang diberikan, sehingga tidak ada pengendalian atau pengontrolan serta tuntuan kepada anak. Berdasar hal tersebut menyebabkan pengaruh terhadap pembentukan karakter anak khususnya tanggung jawab. Perilaku yang dilakukan oleh anak, dipengaruhi oleh dampak pola asuh orang tua yang tidak peduli dengan pola pengembangan anak dalam berperilaku sehari-hari, sehingga menyebabkan anak seenaknya untuk bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak dari pola asuh permisif terhadap pembentukan karakter tanggung jawab pada anak menjadikan anak tidak melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini terjadi karena anak tidak ada rasa peduli terhadap aturan yang telah ditetapkan. 5. Pola Asuh Orang Tua Yang Baik Dalam Pembentukkan Karakter Anak Menurut Amin (dalam Munier, 2012) mengemukakan bahwa “Keluarga adalah lingkunganyang paling utama untuk menentukan masadepan anak. Demikian pula karakter/budi pekerti anak yang baik dimulai dari dalam keluarga. Dalam hal ini ibu merupakan peran utama, karena ibu yang melahirkan, sangat dekat dengan anak, paling sayang dengan anak”.
8
Sebelum anak masuk sekolah, (pendidikan formal) pendidikan yang pertama kali yang diberikan kepada anak adalah pendidikan dalam keluarga. Walaupun sebelum itu anak dimasukan kedalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), namun peran pendidikan dalam keluarga sangat menentukan karekter/budi pekerti anak. Muhamad Suwaid (dalam Amin, 2011:46) beberapa kebiasaan yang perlu diberikan kepada anak antara lain: a) Orang tua mengajak anak mengikuti pertemuan dengan orang dewasa, di mesjid, pertemuan-pertemuan yang direncanakan tempatnya; b) Menyuruh melaksanakan tugas rumah, melatih mandiri, menghargai waktu dan keuangan; c) Membiasakan mengucapkan salam. (setiap salam adalah sunat terutama umat Muslim); d) Menjenguk anak yang sakit; e) Memilih teman yang baik, yang penting teman yang berkelakuan baik; f) Melatih berdagang, jika anak ingin mandiri nantinya; g)Menghadiri acara yang disyaratkan . melatih anak agar semakin bermasyarakat. Orang tua yang menjalani kehidupan dengan anak-anak di rumah dalam waktu 24 jam sehari semalam. Waktu 24 jam itu lebih dari cukup untuk mendidik anak-anak, membiasakan karakter yang baik kepada anak-anak membentuk budi pekerti/akhlak mulia kepada anak-anak. Pendidikan semacam ini merupakan tanggung jawab orang tua sepenuhnya. Di sekolah anak-anak hanya mendapatkan pelajaran agama hanya 2 jam pelajaran (2 x 45 menit = 90 menit) saja. Lebih banyak menekankan pada pelajaran agama ketimbang pendidikan agama. Kebiasaan kebiasaan yang sejatinya diberikan kepada orang tua, kepada anakanaknya dalam rangka pendidikan karakter/budi pekerti adalah: a) Kebiasaan mengenal tuhan dalam sebutan sederhana dalam keseharian seperti Allah, Allahu Akbar; b) Kebiasaan sholat (sembahyang) berjamaah dengan orang tua, selesai sholat bersalaman mencium tangan orang tua; c) Kebiasaan sopan santun kepada orang tua, guru, anggota keluarga yang lebih tua, kepada saudara dalam rumah, dan kepada tetangga; d) Kebiasaan meminta ijin bila hendak keluar rumah, pergi kerumah teman untuk belajar, pergi kesekolah, pergi mengaji ke surau, ke mesjid, kerumah guru mengaji; e) Kebiasaan mencium tangan orang tua
9
bila hendak kepergian; f) Kebiasaan menyayangi orang tua dan orang tua menyayangi anak, itulah sifat Allah: g) Kebiasaan berjalan menunduk di hadapan orang tua, guru, orang yang lebih tua, dan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama; h) Kebiasaan menyapa orang yang lebih tua dengan sapaan yang menunjukan rasa hormat; i) Kebiasaan mendidik anak supaya jujur. Disuruh belanja supaya jujur, bila ada uang kembali harus dikembalikan; j) Kebiasaan mendidik anak supaya amanah. Disuruh menyampaikan pesan atau barang kepada tetangga supaya sampai ketujuanya; k) Kebiasaan membantu pekerjaan orang tua dirumah terutama anak perempuan; l) Kebiasaan kepada anak supaya tidak iri hati kepada saudara sendiri. Schulman dan Mekler (dalam Samani, 2011:141-143) bahwa ada tiga fondasi pengembangan karakter, yaitu: Terkait dengan fondasi pertama, apakah internalisasi standar dari orang tua tentang yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk dapat dihayati oleh anak, sepenuhnya bergantung pada sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan, sebagai uswatun hasanah. Orang tua, termasuk guru, harus benar-benar dapat menjadi contoh bagi anak, karena ia konsisten,istiqamah, dan menjalankan apa-apa yang baikdan tidak menjalani apa-apa yang buruk. Hal yang paling penting disini adalah orang tua yang hangat dan akrab (loving parents) jauh lebih efektif sebagai teladan daripada orang tua yang ingin dan kurang perhatian pada anak. Fondasi kedua adalah pengembangan rasa empati terhadap anak. Anak pada fitrahnya sudah memiliki rasa empati sejak dia lahir. Pembiasaan dan penciptaan lingkungan oleh orang tua-lah yang kemudian akan menimbulkan rasa empati itu. Fondasi ketiga adalah pengembangan dan pemerolehan standar moral bagi anak itu sendiri. Paling akhir selayaknya kepekaan seseorang tentang apa-apa yang baik dan apa-apa yang salah harus bersemayam dalam diri anak dan menjadi milik anak itu sendiri. Ia harus memiliki standar tentang bagaimana seharusnya seseorang memperlakukan orang lain dan menjadi orang seperti apa mereka nantinya. Dalam kaitan ini maka tugas orang tua termasuk guru adalah memupuk
10
rasa percaya diri anak agar selalu memegang teguh serta mengembangkan standar tentang yang baik dan yang buruk tersebut, sehingga dihayatinya sebagai perilakunya sehari-hari. Kemudian diwujudkan dalam tindakan saat perinteraksi dengan sesama manusia, berkomunikasi dengan tuhanya, dan interaksi dengan alam lingkungan disekitarnya. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif berupa deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi serta dokumentasi dan proses analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengukur objektivitas dan keabsahan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang, secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, membandingkan hasil wawancara dengan isi atau dokumen yang berkaitan, Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dampak pola asuh permisif terhadap pembentukan karakter tanggung jawab pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. hal tersebut di sebabkan karena anak cenderung tidak diperhatikan ataupun salah dalam memberikan perhatian. Hal ini dikarenakan orang tua kurang memahami masa-masa perkembangan serta tata cara dalam mengasuh anak. Adapun pola asuh permisif yang biasanya terjadi kepada anak diantaranya: 1) Orang tua tidak menggunakan aturan yang ketat atau pun sebaliknya terlalu berlebihan; 2) Orang tua kurang memberikan bimbingan yang optimal terhadap anak; 3) Kurangnya pengendalian orang tua terhadap anak; 4) Orang tua cenderung memberikan kebebasan penuh kepada anak; 5) Orang tua memberikan kebebasan untuk membuat keputusan sendiri pada anak; 6) Orang tua membiarkan anaknya berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkannya. 11
Hasil penelitian terhadap indikator yang dipaparkan di atas, menyebabkan perilaku anak yang tidak baik, diantaranya anak dapat bertindak sesuka hati, anak cenderung cengeng dan manja, anak tidak mendengar apa diberitahukan oleh orang tuanya, anak tidak disiplin serta tidak bertanggung jawab terhadap apa yang di amanahkan orang tuanya ataupun gurunya. Hal tersebut apabila dibiarkan secara terus menerus tanpa pantauan atau pun bimbingan dari orang tuanya, maka pola asuh tersebut dapat merusakan masa depan anak. Kenyataan lain di lapangan yang ditimbulkan oleh dampak dari pola asuh permisif yakni Anak tidak memahami kewajibannya untuk melakukan sesuatu sepenuh hati tanpa merasa terpaksa atau terbebani, anak tidak mengembalikan barang pada tempatnya semula setelah menggunakannya, anak tidak mengakui tindakannya ketika berbuat kesalahan, anak tidak menyelesaikan tugas hingga tuntas, perilaku tersebut yang dilakukan oleh anak, dipengaruhi oleh dampak pola asuh orang tua yang tidak peduli dengan pola pengembangan anak dalam berperilaku sehari-hari, sehingga menyebabkan anak seenaknya untuk bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri. Dengan demikian sebagai orang tua harus bisa memahami dan belajar tentang pola asuh agar tidak terjebak dalam sebuah kasih sayang yang salah, sehingga bisa mengakibatkan rendahnya tanggung jawab terhadap diri anak, rendahnya nilai kasih sayang, nilai sopan santun dan nilai pengendalian diri dalam diri anak. sehingga sebagai orang tua agar tidak menerapkan pola asuh yang salah. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa secara umum dampak pola asuh permisif dapat merusak pembentukkan karakter tanggung jawab pada anak, hal ini dapat terlihat dari 10 orang anak terdapat beberapa orang yang tidak memahami kewajibannya untuk melakukan sesuatu sepenuh hati tanpa merasa terpaksa atau terbebani, anak tidak mengembalikan barang pada tempatnya semula setelah menggunakannya, anak tidak mengakui tindakannya ketika berbuat kesalahan, anak tidak menyelesaikan tugas hingga tuntas, perilaku tersebut yang dilakukan oleh anak, dipengaruhi oleh dampak pola 12
asuh orang tua yang tidak peduli dengan pola pengembangan anak dalam berperilaku sehari-hari, sehingga menyebabkan anak seenaknya untuk bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri. 2. Saran a. Melalui hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran kepada orang tua agar tidak salah dalam memberikan pola asuh kepada anak, oleh sebab itu orang tua harus belajar dan mengetahui macam-macam pola asuh dan dampaknya terhadap anak. b. Penulis juga menyarankan agar pihak sekolah atau pun dinas terkait agar bisa memberikan pemahaman kepada orang tua dalam hal pola asuh agar perkembangan anak dapat terbentuk dengan karakter yang baik. c. Penulis menyarankan kepada guru di sekolah agar sekali-sekali mengadakan kunjungan rumah agar bisa melihat secara langsung bentuk pola asuh orang tua yang diberikan kepada anaknya. DAFTAR PUSTAKA Amin, M. Maswardi. 2011. Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Tanjung Pinang: Baduose Media Hurlock. 1999. Psikologi Perkembangan Sepanjang Tentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga Mussen. 2004. Pengembangan dan Kepribadian Anak. Jakarta: Arcan Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia Proboningrum. 2001. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadja mada University Press. Samani. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Santrock. 2003. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
13