ARTIKEL
Pura Pabean Pulaki, Di Banyupoh Gerokgak, Buleleng-Bali (Sejarah, Struktur dan Potensinya Sebagai Media Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah di SMA)
Oleh NI KADEK ARI INDRAYANI NIM. 1114023001
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2015 1
Pura Pabean Pulaki, Desa Banyupoh, Kec. Gerokgak Buleleng-Bali (Sejarah, Struktur dan Potensinya Sebagai Media Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah di SMA)
OLEH Ni Kadek Ari Indrayani * Dr. Luh Putu Sendratari, M. Hum **, Dra. Desak Made Oka Purnawati, M.Hum*** JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA E-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Sejarah Berdirinya Pura Pabean Pulaki,Buleleng,Bali. (2) Struktur dan Fungsi Dari Pura Pura Pabean Pulaki,Buleleng,Bali (3) Nilai-Nilai Karakter di balik Sejarah Pura Pabean Pulaki,Buleleng,Baliyang dapat dimanfaatkan sebagai media pendidikanKarakter dalam pembelajaran Sejarah di SMA. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah melalui beberapa langkah yakni (1) Heuristik (2) Kritik Sumber : Kritik ekstern dan Kritik intern (3) interpretasi (4) Historiografi Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, (1) Pura Pabean ini dibuat oleh warga lokal untuk menghargai jasa para pedagang antar pulau yang telah mengembangkan Teluk Pulaki hingga menjadi pelabuhan perdagangan/persinggahan.(2)Struktur Pura Pabean ini menggunakan konsep Tri Mandala yang terdiri dari Nista Mandala (Jaba Sisi), Madya Mandala (Jaba Tengah), dan Utama Mandala (Jaroan) yang dari segi arsitekturnya merupakan percampuran antara arsitektur Bali dan Cina di dalamnya yang dicirikan dengan dominan warna merah. (3) Nilai-nilai karakter yang dapat dipetik dari segi historis pura dan perpaduan kebudayaan antara kebudayaan Hindu-Budha di Pura Pabean ini yaitu : Religius, Toleransi, Kerjasama, Kerja Keras, Cinta Damai, Bersahabat dan Cinta Tanah Air. Nilai-nilai karakter tersebut kemudian di integrasikan ke dalam pembelajaran Sejarah yang tercermin dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).
Kata Kunci : Pura Pabean, Kebudayaan Hindu-Budha, Pendidikan Karakter
*penulis ** pembimbing I *** pembimbing II
This research was aimed to know the1 history of pabean pulaki tample buleleng bali, 2 the structure and function of pabean pulaki tample buleleng bali, the character values bhind the history of pabean pulaki tample buleleng bali which could be made use as character education media in the history learning of senior high school. This study uses historical research, trough several steps that (1) Heuristic, (2) Criticism of sources: internal criticism and external criticism, (3) interpretation, and (4) historiography. The result of this research showed that (1) Pabean Tample Customs is made by local residents for appreciate the services of the inter-island traders who have developed Gulf Pulaki to be a trading port / stopover. (2) The structure of the temple Customs uses the concept of Tri Mandala consisting of Nista Mandala (Jaba Sisi), Madya Mandala (Jaba Central), and Utama Mandala (Jeroan) the terms of its architecture is a mixture of Balinese and Chinese architecture in it that is characterized by the dominant red color.(3)The character values that could be gained from the historical view and the mix of culture of hindu and budha, were: religious, tolerance, cooperation, hard working, peace, friendly, and love the nation. Then, the character values were integrated to the history teaching and learning which was reflected in lesson plan. Key words: Pabean Tample, The Culture of Hindu Buddha, Character Education
*penulis ** pembimbing I *** pembimbing II
PENDAHULUAN Pulau Bali sangat identik dengan Pura. Di Bali terdapat ribuan pura yang tersebar diseluruh kabupaten/kecamatan dan desa-desa, oleh karena itu Bali sering diberi julukan sebagai Pulau Seribu Pura dan Pulau Dewata. Secara umum pura berfungsi untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya juga berfungsi untuk memuja roh leluhur. Namun tidak sedikit pula pura yang memiliki fungsi ganda, selain sebagai tempat persembahyangan pura juga dapat sebagai tempat rekreasi atau objek wisata seperti Pura Besakih, Pura Uluwatu, Pura Taman Ayun, Pura Pulaki, Pura Pabean dan lain-lain. Selain sebagai sebuah pura suci Hindu, Pura Pabean yang berada di sekitar kawasan Pulaki, Buleleng Barat ini juga menyimpan kisah sebagai persinggahan atau sebagai pelabuhan bagi pelaut-pelaut dari etnis luar Bali beberapa abad lalu. Dalam perwujudannya, pura ini memasukkan pula unsur-unsur religioitas agama Hindu Bali, Cina (Siwa, Buddha, Tao, Kong Hu Chu) dan Islam. Namun yang paling melekat di bagian Bali Utara tepatnya di derah pesisir pantai adalah antara Etnis Hindu dengan etnis Cina (Siwa, Buddha, Tao, Kong Hu Tju). Dimana hubungan antara dua etnis yang berbeda tersebut memungkinkan terjadinya proses saling mempengaruhi atau asimilasi budaya antar masyarakat etnik, yang dalam hal konteks Cina & Bali. Hasil hubungan tersebut bisa dalam bentuk akulturasi dari kedua unsur kebudayaan. Dari adanya akulturasi tersebutlah maka muncul beberapa pengaruh-pengaruh kebudayaan Cina baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya palinggih-palinggih yang menggabungkan beberapa keyakinan atau kepercayaan. Ini membuktikan adanya perkawinan kultur yang terjadi pada wujud arsitektur di Pura Pabean ini. Dimana pura ini disebut sebagai Pura Pabean sebagai Linggih Ida Ratu Syahbandar dan Ida Batari Dewi
Ayu Manik Mas Subandar, atau dengan sebutan lain Geriya Konco Dewi. Keberadaan pura ini adalah dibangun untuk menghargai Ratu Agung atau Ratu Ayu Syah Bandar yang dipuja sampai saat ini atas jasa-jasanya sebagai penguasa pelabuhan ini maka dibuatkanlah sebuah palinggih (bangunan pemujaan) pada Pura Pabean. Kata Subandar yang berasal dari kata bandar yang artinya pelabuhan, dan kata ratu artinya penguasa. Jadi selengkapnya berarti penguasa pelabuhan (Sulistyawati, 2011 :15) Dalam Pura Pabean ini juga tedapat altar dewa-dewa Cina (Dewa Budha, Dewa Langit, dan Dewi Kwan Im). Perpaduan budaya Bali-Tionghoa di Pura Pabean yang ada di sekitar lingkungan siswa dapat menjadi sebuah alternative pengembangan sumber belajar siswa terutama sumber yang berasal dari pengalaman nyata, pengalaman fisik dan pengalaman sosial. Jadi pengalaman-pengalaman tersebut dapat memberikan pemahaman yang mendalam bagi siswa terhadap suatu materi. Dengan keberadaan Pura Pabean ini dapat di gunakan sebagai media atau sumber untuk menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada siswa. Kemudian nilai-nilai karakter ini di integrasikan ke dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), yang diharapkan mampu menghapus stereotip, sikap dan pandangan egoistik, individualistik dan eklusif dikalangan peserta didik. Adapun potensi yang dimiliki Pura Pabean dapat dilihat dari segi historis dan struktur atau arsitektur di pura ini. Berdasarkan beberapa keunikan dan permasalahan yang ditemui pada Pura Pabean, maka diperlukan penelitian lebih mendalam dalam mengkaji beberapaa aspek tertentu terkait pura ini, sehingga penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan Pura Pabean dan manfaatnya bagi masyarakat Desa Banyupoh khususnya dan wilayah Buleleng pada umumnya untuk dapat dijadikan sumber belajar sejarah yang lebih efektif dan inovatif. Adapun judul yang penulis
angkat dalam penulisan penelitian ini adalah Pura Pabean Pulaki, Desa Banyupoh Kec. Gerokgak Buleleng-Bali (Sejarah, Struktur dan Potensinya Sebagai Media Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah di SMA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Sejarah Berdirinya Pura Pabean Pulaki,Buleleng,Bali. (2) Mengetahui Struktur dan fungsi Dari Pura Pura Pabean Pulaki,Buleleng,Bali. (3) Nilai-Nilai Karakter yang dapat dipetik dari Keberadaan Pura Pabean Pulaki,Buleleng,Baliyang dapat dimanfaatkan sebagai media pendidikanKarakter dalam pembelajaran Sejarah di SMA. METODE PENELITIAN Metode merupakan cara berfikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan penelitian dalam mencapai suatu tujuan penelitian. Di dalam melakukan penelitian, metode penelitian merupakan cara atau jalan yang mengatur dan menentukan langkah peneliti dalam penyelesaian penelitiannya. Hal ini memegang peranan penting karena berhasil tidaknya suatu penelitian atau tinggi rendahnya kualitas hasil penelitian banyak ditentukan oleh ketepatan dari seorang peneliti dalam memilih metode suatupenelitian(Moeleong,2001:130). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah. Adapun teknik dari penelitian sejarah yaitu : (1) Heuristik (pengumpulan data atau jejak sejarah). Pada tahap heuristik ini dapat dilakukan dengan cara melakukan observasi, wawancara dan studi dokumen. (2) Kritik Sumber, pada tahap ini data-data yang diperoleh dari berbagai informan melalui metode observasi, wawancara dan studi dokumentasi akan diolah, diverifikasi sehingga didapat data yang objektif. Dalam tahap kritik sumber ini terdiri dari Kritik Intern dan Kritik Ekstern (4) Historiografi (penulisan cerita sejarah).
HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Pura Pabean Pulaki, Desa Banyupoh, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng. Pura Pabean ini terletak di Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Pura Pabean berada di seberang depan Pura Pulaki tepatnya di Teluk Pulaki. Pura Pabean merupakan salah satu pesanakan (anak pura) dari Pura Pulaki yang menghadap langsung ke arah laut. Selain sebagai sebuah pura suci Hindu, Pura Pabean di kawasan Pulaki, Buleleng Barat ini juga menyimpan kisah sejarah, yakni sebagai tempat persinggahan atau sebagai pelabuhan bagi pelaut-pelaut dari etnis luar Bali beberapa abad lalu. Dalam perwujudannya, pura ini memasukkan pula unsur-unsur religioitas agama Hindu Bali, Cina (Siwa, Buddha, Tao, Kong Hu Chu) dan Islam. Menurut cerita turun temurun masyarakat di sekitar Pura Pabean, pada awalnya keberadaan Pura Pabean ini diawali dengan kedatangan pedagang yang berasal dari Madura yang di nahkodai oleh orang Cina yang berlayar sampai di wilayah Teluk Pulaki. Setelah sampai di Teluk Pulaki kemudian pedagang Madura dan orang-orang Cina ini melakukan aktivitas perdagangan secara intensif di wilayah Teluk Pulaki ini. Tidak lama kemudian Teluk Pulaki ini menjadi ramai di datangi oleh pedagang-pedagang dari luar daerah. Keberadaan Pura Pabean di Teluk Pulaki ini diperkirakan sejalan dengan perkembangn pelabuhan dagang tersebut yaitu sejak tahun 1411Ç atau sekitar tahun 1489 (Disbud, 2003:24). Namun pura ini baru di bangun secara permanen pada tahun 1990-an dan terus direnovasi secara berkesinambungan. Hingga saat ini Pura Pabean ini masih di puja oleh seluruh masyarakat Bali sebagai Pura Kahyangan Jagat/ Pura Dang Kayangan. Namun ada empat desa yang menjadi pengempon/pengemong yakni Subak Desa Gerokgak, Kalisada, Ume Anyar dan Yeh
Anakan. Jadi subak desa-desa tersebut untuk memohon kesuburan dan kesejahteraan. Jadi Pura Pabean ini berdiri didasari oleh rasa balas jasa atau hutang budi masyarakat lokal atas jasa dari para pedagang cina yang telah mengembangkan Teluk Pulaki ini menjadi pelabuhan dagang yang ramai pada saat itu. Dan untuk menghargai hal tersebut kemudian dipuja Ratu Agung atau Ratu Ayu Syah Bandar sampai saat ini atas jasa-jasanya sebagai penguasa pelabuhan ini maka dibuatkanlah sebuah palinggih (bangunan pemujaan) pada Pura Pabean. Adanya hubungan politik perdagangan antara Bali dan Tiongkok, terbukti dari pernah diperbantukannya seorang pejabat kerajaandari Tiongkok dalam pengelolaan pelabuhan di Bali. Diduga perbantuan itu dalam rangka proses pembelajaran pejabat-pejabat kerajaan Bali sendiri untuk alih pengetahuan dan teknologi di bidang perdagangan antar pulau ataupun penyalur dan pengecer, yang di Asia Tenggara pada masa lampau sampai sekarang memang lebih dikuasai oleh para pedagang Tionghoa (Sulistyawati, 2011 :24). Atas jasa perbantuan dan hubungan baik yang begitu tulus kerajaan Tiongkokitu, serta untuk selalu mengikat rasa persaudaraan antar rakyat keturunan Tionghoa dan Bali itulah diduga di bangunnya tonggak sejarah oleh raja dan rakyat Bali, yang sampai kini dikenal sebagai Ratu Gede Subandar dan Ratu Ayu Subandar(syahbandar). Struktur dan Fungsi Pura Pabean Menurut konsep Hindu, pura adalah simbolis gunung. Tuhan, para dewa, dan roh suci leluhur dianggap bersemayam di puncak gunung, sehingga gunung dipandang sebagai tempat suci. Kompleks bangunan pura dalam konsep Hindu tidak lain adalah refleksi dari Bhuana Agung dalam jagat raya (Suyasa,1996:8). KonsepsimasyarakatHindu tentang alam semesta didasarkan atas pandangan bahwa alam ini terbagi menjadi tiga bagian
yang disebut Tri Loka yakni alam bawah (bhurloka),alam tengah(bwahloka) dan alam atas (swah loka) (Sura, 1994 : 64). Azaz itu tercermin pula pada struktur konsep tempat suci yang terdiri atas tiga halaman yakni (1) jaba sisi yaitu halaman depan; (2) jaba tengah yaitu halaman tengah;(3) jeroan yaitu halaman dalam. Pembagian tempat suci terdiri dari tiga halaman tersebut juga berlaku di Pura Pabean yang mana juga dibagi menjadi tiga halaman yakni (1) jaba atau nista mandala sebagai symbol bhurloka; (2) jabatengah atau madya mandala sebagai simbol bwah loka; dan (3) jeroan atau utama mandala sebagai symbol swah loka. Semakin ke dalam semakin suci halaman puranya. Begitu juga halnya dengan Pura Pabean yang juga menggunakan konsep Tri Mandala yang tediri dari Utama Mandala (jeroan), Madya Mandala (jaba tengah), dan Nista Mandala (jaba sisi). Bangunan yang terdapat di area Nista Mandala (Jaba Sisi) terdiri dari,Jalan Setapak Menuju pura, Angkul-angkul/ gapura, Gandawar, Pengayatan Ratu Subandar dan Dewi Ceraki, dan Sumur Suci. Bangunan yang terdapat di area Madya Mandala (Jaba tengah) yaitu Bale Bengong, Bale Genah Dana Punia, Bale Pamedek/ pengunjung, Bale Kulkul, dan Bale Gong. Sedangkan bangunan pada area Utama Mandala (Jeroan) yaitu, Padmasana, Palinggih Ida Ratu Syahbandar dan Dewi Ayu Manik Mas Subandar (dua rong dalam satu palinggih, sebagai stana dua bersaudara raka-rai), Palinggih Bathara Baruna, Widiadari, Widiadara, Taksu, Ngerurah, Pengaruman Agung, Bale paselang, Bale Panggungan, dan Miniatur Klenteng/Pagoda. Secara umum pura berfungsi untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi-Nya. Pura digunakan oleh umat Hindu untuk melakukan upacara–upacara yang bersifat keagamaan. Pura tidak hanya memiliki fungsi tunggal yang hanya sebagai tempat pemujaan, akan tetapi juga mempunyai fungsi sebagai sarana tempat untuk pendidikan dan social budaya (Widana, 2002 : 69). Namun tidak hanya sebagai tempat bersembahyang, Pura Pabean ini juga memiliki fungsi-fungsi lain yaitu (1) Fungsi Religius : fungsi utama sebuah
pura sebagai tempat suci yaitu sebagai tempat persembahyangan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya. Pura Pabean ini juga termasuk salah satu Pura Kahyangan Jagat (Pura Umum) yang dapat dipuja oleh seluruh masyarakat Bali tanpa memandang jenis pekerjaan dan wangsa (keturunan). (2) Fungsi Sosial: fungsi utama sebuah pura sebagai tempat suci yaitu sebagai tempat persembahyangan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi-nya. Pura Pabean ini juga termasuk salah satu Pura Kahyangan Jagat (Pura Umum) yang dapat dipuja oleh seluruh masyarakat Bali tanpa memandang jenis pekerjaan dan wangsa (keturunan). (3) Fungsi Pendidikan: Di Pura Pabean juga dapat dipetik adanya fungsi pendidikan di dalamnya baik itu pendidikan keagamaan dan pendidikan non formal yang dapat diselipkan melalui dharma wacana, mekidung/mekekawin, belajar membuat penjor dan banten ketika dalam mempersiapkan upacara piodalan (4)Fungsi Budaya: Pura Pabean juga memiliki fungsi budaya khususnya dalam mengembangkan dan memantapkan berbagai jenis budaya misalnya saja pada Bidang Seni Suara contohnya dengan Mekidung/Makekawin, kemudian pada Bidang Seni Tari contohnya pementasan Tari Rejang dan Topeng Sidakarya pada saat Piodalan, dan terakhir adalah Seni Musik khususnya Tabuh (Gong) yang digunakan pada saat upacara berlangsung agar upacara terlihat lebih hidup. (5) Fungsi Ekonomi :Untuk menjaga kelestarian pura diperlukan suatu biaya perawatan sehingga dalam ini pura juga memiliki fungsi ekonomi yaitu tempat untuk menghinpun dana baik itu berupa pungutan wajib ataupun dana punia. Untuk dana pungutan wajib ini biasanya dilakukan oleh Desa yang mengempon Pura Pabean. Desa Gerokgak merupakan salah satu pengempon Pura Pabean. Ketika upacara piodalan akan berlangsung, anggota Subak Gerokgak akan diminta iuran wajib sebesar Rp. 125.000, begitu pula dengan subak-subak lainnya untuk kepentingan persiapan upacara piodalan. (6) Fungsi Rekreasi : Selain sebagai tempat untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya. Namun terdapat pula fungsi lain dari pura yakni sebagai tempat rekreasi. Tidak sedikit pura-pura yang ada di Bali memiliki pemandangan yang sangat eksotis baik itu perbukitan, danau, sungai, mata air ataupun lautan seperti, Pura Tirta Empul, Pura Besakih. Pura Tanah Lot, Pura Pulaki dan salah satunya juga termasuk Pura Pabean. Oleh
karena itu ketika kita melakukan persembahyangan secara tidak langsung pengunjung juga sekaligus dapat menikmati keindahan pemandangan yang ada di sekitar Pura Pabean ini yang berhadapan langsung dengan laut lepas dengan berlatar belakangkan pemandangan perbukitan. Selain itu Pura Pabean ini juga sering dikunjungi oleh turis lokal dan mancanegara. Oleh karena itulah sebuah pura juga dapat dikatakan memiliki fungsi rekreasi. (7) Fungsinya sebagai Sumber belajar Sejarah. Hal iyang dapat dapat dipelajari dari keberadaan Pura Pabean ini dapat dilihat dari segi Historisnya karena merupakan tempat besejarah sebagai pelabuhan perdagangan/pelabuhan persinggahan para pedagang antar pulau. Dari segi struktur dan arsitektur bangunan pura yang unik, yang didalamnya terdapat palinggih Ratu Syahbandar dan dewa-dewa cina lainnya . Palinggihpalinggih tersebut sangat khas dengan kebudayaan Cina dengan didominasi warna merah, hiasan berbentuk uang kepeng dan ukirukiran cina. Oleh karena itu hal-hal tersebut dapat disisipkan dalam pembelajaran sejarah terkait dengan Materi Ajar Masuknya Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Potensi Pura Pabean Pulaki sebagai Media Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Peran Pembelajaran Sejarah dalam pembentukan sikap nasionalisme guna mengantisipasi tantangan global dan berbagai gejolak disintegrasi yang melanda Indonesia akhir-akhir ini sangat dibutuhkan, hal ini mengingat pengalaman sejarah membuktikan sikap nasionalisme mampu membangkitkan dinamika siaol di masa lalu. Inti pembelajaran sejarah adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai kepahlawanan, kecintaan terhadap bangsa, jati diri, dan budi pekerti kepada anak didik. (Hugiono & Purwantana 1987:90). Melalui proses belajar sejarah bukan semata-mata menghafal fakta-fakta, tetapi siswa juga dapat mengenal kehidupan bangsanya secara lebih baik dan mempersiapkan kehidupan pribadi dan bangsanya yang lebih siap untuk masa depan (Hamid Hasan 1997:141) Pengajaran sejarah bangsa merupakan upaya terbaik untuk memperkuat kesatuan nasional dan untuk menanamkan semangat cinta tanah air dan jiwa patriotik. Oleh karena itu anak didik diharapkan mampu menemukan nilai-
nilai yang terkandung dalam materi sejarah yang telah dipelajarinya baik dalam konteks hubungan antar nilai-nilai yang terdapat dalam materi sejarah yang disampaikan atau dipelajari maupun hubungannya dengan nilai-nilai yang terjadi saat ini sebab pengalamn dalam sejarah bukan hanya untuk diketahui, tetapi diharapkan dapat menjadi pedoman dalam memperbaiki usaha-usaha di masa mendatang (Imam Barnadib , 1973:45). Untuk membantu meingkatkan pemahaman siswa terhadap nilai-nilai kesejarahan serta untuk dapat meningkatkan minat siswa dalam berlajar sejarah, peserta didik dapat melakukan kegiatan langsung dilapangan yaitu di sekitar lingkungan mereka sendiri, untuk mengkaji dan mengumpulkan fakta sejarah. Hal ini dapat di dukung dengan metode Pengajaran Sejarah Luar Kelas (out of class history teaching) yang masih berkaitan dengan metode discovery/inquiry yang samasama memberikan peranan aktif siswa dalam proses belajar sejarahnya (Widja, 1989:50-51). Dalam hal ini siswa di berikan tugas langsung ke lapangan (Pura Pabean) untuk mengamati secara langsung baik itu sejarah pura, struktur pura, fungsi fungsi, dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Keberadaan Pura Pabean Pulaki di Desa Banyupoh memiliki beberapa hal yang relevan untuk dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah khususnya untuk sekolahsekolah (SMA) di Kecamatan Gerokgak. Terdapatnya Teluk Pulaki yang pernah menjadi pelabuhan perdagangan dan sebagai tempat jalinan perdagangan antar etnis yang dapat dipakai sebagai alternative bagi guru untuk mengajarkan materi pembelajaran sejarah yang lebih kreatif, efektif, dan konseptual. Selain itu keunikan bentuk bangunan Pura Pabean yang sangat khas dengan budaya Cina sebagai bentuk akulturasi budaya Hndu-Budha. Dari 18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter kurikulum 2013 menurut Diknas penulis mengambil 6 nilai karakter yang sesuai dengan Keberadaan Pura Pabean Pulaki adalah: (1)Religius, (2)Toleransi, (3) Kerja Keras, (4)Cinta Damai, (5) Bersahabat,(6) Cinta Tanah Air. Nilai-nilai karakter ini juga kemudian dimasukkan kedalam KI 1 sampai dengan KI 4. Jadi enam nilai-nilai karakter tersebut kemudian disisipkan dalam pembelajaran sejarah di SMA kelas X dan dicantumkan dalam RPP. Oleh karena itu, pendidikan pewarisan budaya dan karakter bangsa penting bagi generasi muda untuk peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dan di harapkan peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Selain sebagai sebuah pura suci Hindu, Pura Pabean yang berada di sekitar kawasan Pulaki, Buleleng Barat ini juga menyimpan kisah sebagai persinggahan atau sebagai pelabuhan bagi pelaut-pelaut dari etnis luar Bali beberapa abad lalu. Dalam perwujudannya, pura ini memasukkan pula unsur-unsur religioitas agama Hindu Bali, Cina (Siwa, Buddha, Tao, Kong Hu Chu) dan Islam. Namun yang paling melekat di bagian Bali Utara tepatnya di derah pesisir pantai adalah antara Etnis Hindu dengan etnis Cina (Siwa, Buddha, Tao, Kong Hu Tju). Dimana hubungan antara dua etnis yang berbeda tersebut memungkinkan terjadinya proses saling mempengaruhi atau asimilasi budaya antar masyarakat etnik, yang dalam hal konteks Cina & Bali. Hasil hubungan tersebut bisa dalam bentuk akulturasi dari kedua unsur kebudayaan. Dari adanya akulturasi tersebutlah maka muncul beberapa pengaruh-pengaruh kebudayaan Cina baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya palinggih-palinggih yang menggabungkan beberapa keyakinan atau kepercayaan ini membuktikan adanya perkawinan kultur yang terjadi pada wujud arsitektur di Pura Pabean ini. Dimana pura ini disebut sebagai Pura Pabean sebagai Linggih Ida Ratu Syahbandar dan Ida Batari Dewi Ayu Manik Mas Subandar, atau dengan sebutan lain Geriya Konco Dewidan terdapat pula Palinggih Dewi Kwan Im. Hal menarik dan unik yang terdapat di Pura Pabean ini adalah adanya Palinggih Ida Ratu Syahbandar, Dewi Ayu Manik Mas Subandar dan Dewi Kwan Im yang sebagian besar diadopsi dari ornamen dan ragam hias gaya Cina. Seperti adanya motif naga pada bubungan, patra-patra Cina, pepalihan
berbentuk uang kepeng, dll. Pada satu sisi kiri di dalam area pura juga terdapat sebuah bangunan kecil berbentuk dasar segi delapan, sebagai tungku/tempat pembakaran kertaskertas Cina. Selain itu sebelah barat pura ini juga terdapat sebuah banguan miniatur Pagoda yang sangat khas dengan kebudayaan Cina. Keberadaan pura ini adalah dibangun untuk menghargai Ratu Agung atau Ratu Ayu Syah Bandar yang dipuja sampai saat ini atas jasa-jasanya sebagai penguasa pelabuhan ini maka dibuatkanlah sebuah palinggih (bangunan pemujaan) pada Pura Pabean. Berdasarkan keunikan-keunikan tersebut baik dari Segi Sejarah dan Struktur Bangunan Pura maka Pura Pabean ini memiliki potensi sebagai sumber belajar sejarah dan sebagai media penanaman nilai karakter pada SMA-SMA yang terdapat di sekitar Kecamatan Gerokgak. Jadi nilai-nilai karakter yang dapat disisipkan dalam pembelajaran sejarah yang tercermin dalam RPP yakni, Religius, Toleransi, Kerjasama, Kerja Keras, Cinta Damai, Bersahabat, dan Cinta Tanah Air. Dari nilai tersebut diharapkan siswa dapat mencintai dan melestarikan kemultikulturan yang ada di Indonesia, dan menjaga keharmonisan satu sama lain untuk dapat mengindari terjadinya konflik-konflik sosial/ SARA. SARAN -
-
Bagi Masyarakat Pada umumnya masyarakat sekitar Kecamatan Gerokgak yang bertanggung jawab sebagai pengempon pura dan masyarakat luas sudah memahami dan menghargai adanya keunikan yakni percampuran antara kebudayaan hindu dan kebudayaan cina/tionghoa yang terdapat di Pura Pabean. Diharapkan nantinya dapat menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat untuk menjungjung tinggi kerukan antar masyarakat dalam kehidupan sehari-hari agar tidak menimbulkan konflik SARA. Karena pada intinya kemultikulturan/keberagaman Indonesia patut kita jaga dan lestarikan bersama. Bagi Pemerintah Bagi pemerintah seharusnya juga ikut bertanggunga jawab dalam merawat keberadaan Pura ini. Selain itu berhubung dengan minimnya sumber mengenai keberadaan Pura ini diharapkan nantinya pemerintah dapat melakukan penelitian
lebih mendalam tentang keberadaan Pura Pabean.
-
Bagi Generasi Muda Sebagai generasi muda harusnya senantiasa menjaga dan memupuk rasa toleransi antar etnis yang berbeda sejak dini, agar kehidupan masyarakat yang multikultur tetap dapat terjaga dengan baik.
UCAPAN TERIMA KASIH Terselesaikannya artikel ini tidak terlepas dari bantuan dan kontribusi berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam menyusun artikel ini. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: (1) Ibu Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis muali dari perencanaan, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan artikel ini ; (2) Dra. Desak Made Oka Purnawati, M.Hum selaku Dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan serta dukungan moriil kepada penulis dalam penyusunan artikel ini (3) Bapak Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A., selaku Penguji dan Pembimbing III dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan masukan dan saran yang membangun kepada penulis selama pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan artikel ini. Serta semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Untuk itu semoga Tuhan memberikan berkahNya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Barnadib, Iman. 1973. Dasar-Dasar Metode Sejarah Pendidikan . Yogyakarta: Yayasan Penerbit FIPFKIP Yogyakarta. Hamid, Hasan S. 1997. “Kurikulum dan Buku Teks Sejarah” dalam Kongres
nasional Sejarah 1996 Jakarta Sub tema Perkembangan Teori dan Metodologi dan Orientasi Pendidikan Sejarah. Jakarta : Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasioanal Direktorat Kendral Kebudayaan Depdikbud. Hugiono dan Purwantana, P.K. 1987. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta : PT. Bina Aksara. JagatnathaSingaraja: Latar BelakangBerdirinyadan Makna Filosofisnya.Singaraja. Lexy J., Moleong. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Sulistyawati. 2011. Integrasi Budaya Tionghoa ke Dalam Budaya Bali dan Indonesia (Sebuah Bunga Rampai).Denpasar:Udayana. Sura, dkk, 1994. Agama Pengantar.Denpasar:CV. MasAgung. Sura,
Sebuah Kayu
I Gede. 1994. Agama Sebuah Pengantar. Denapsar : CV. Kayumas Agung.
Suyasa, I Wayan.1996. Pura Agung Suyasa, I Wayan. 1996. Pura Agung Jagatnatha Singaraja: Latar Belakang Berdirinya dan Makna Filosofisnya. Singaraja. Widana, I Gusti Ketut.2002.Mengenal Budaya Hindu Sebuah Pengntar.Denpasar. Widja, I Gde. 1989. Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah. Depdikbud : Jakarta