EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Metode Survey Epidemi Penyakit Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id
MODUL
1. PENDAHULUAN
4. REFERENSI
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
5. PROPAGASI
3. KEGIATAN BELAJAR
6. PENDALAMAN
Penelitian epidemiologi adalah merupakan penelitian terapan yang berskala lapangan, sehingga pendekatannya adalah bagaimana mengetahui kejadian penyakit apa adanya (kondisi alami) dari waktu ke waktu, sehingga peranan monitoring sangatlah penting dilakukan. Dengan pengertian tersebut maka penelitian yang bersifat eksploratif dengan menggunakan metode survey menjadi hal yang paling sering dilakukan dalam penelitian epidemiologi. Sementara penelitian yang bersifat eksperimental umumnya digunakan sebagai penguat dalam pembahasan terjadinya epidemi penyakit tertentu atas dasar teori dan hasil penelitian yang valid. Didamping itu metode survey sangat berguna pula dalam melakukan penelitian yang bersifat historis (masa lalu) dari kejadian penyakit tertentu dalam
suatu
daerah
untuk
mendapatkan
informasi
mengenai
perkembangannya, tingkat keparahannya, cara bertahannya, pembawanya, dan sebagainya. Kasus penyakit Minamata di Jepang yang muncul pada tahun 40-an menjadi bukti mengenai peranan survey epidemiologi pada saat itu yang ternyata sangat berguna dalam pengembangan epidemiologi saat ini. Untuk
melakukan
survey
penyakit
di
lapangan
selain
pengetahuan
symtomatologi dan etiologi penyakit juga diperlukan kemahiran penaksiran keparahan penyakit (fitopatometri). Dalam modul ini hal tersebut dicotohkan dalam suatu alur penelitian lapangan berupakaN pengamatan terhadap sampel populasi pada beberapa komoditas tanaman contoh.
SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)
12
1. PENDAHULUAN
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
2. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memberikan percontohan mengenai penggunaan metode survey untuk mengenal jenis penyakit dan penyebabnya serta cara pengamatannya di lapangan, sehingga akan sangat membantu mahasiswa untuk penelitian nantinya. 2. Mengenalkan metode postulat Koch dalam rangka identifikasi penyebab penyakit. 3. Mengenalkan cara penentuan sampling sebaran penyakit dalam suatu lahan pertanian.
3. KEGIATAN BELAJAR Dalam melakukan atau melaksanakan suatu penelitian ilmiah maka salah satu persyaratan yang mendapatkan prioritas perhatian adalah bagaimana prosedur hal tersebut dilaksanakan berdasarkan kaedah-kaedah saintifik. Didalamnya termasuk antara lain adalah: o
pengumpulan informasi tentang objek penelitian untuk mendapatkan perumusan permasalahan yang representative,
o
membuat hipotesis (pendugaan sementara) mengenai objek yang menjadi kajian tersebut bagaimana “seharusnya”,
o
membuat kerangka yang tepat bagaimana hipotesis tersebut akan dibuktikan, yang dikenal dengan rancangan penelitian,
o
menentukan jumlah anggota pewakil populasi (disebut sampel) dari populasi sesungguhnya dengan dasar kaedah ilmiah (missal statistic) agar supaya informasi yang didapat tidak bias (tidak menunjukkan sifat populasi sesungguhnya),
o
melakukan pengamatan atau pengumpulan sifat-sifat populasi melalui sampel tersebut secara kuantifikasi (disebut dengan istilah data) dan menghindari sedapat mungkin yang bersifat kualifikasi, kecuali bila terpaksa agar supaya tidak salah persepsi,
o
melakukan analisis secara kritis terhadap data yang didapat dengan kaedah ilmiah, baik landasan teoritis (studi kepustakaan) maupun praktis (analisis matematika atau statistika).
o
Membuat kesimpulan yang akurat secara objektif dan faktual, dan bukan bersifat subjektif dan emosional sehingga dapat dijadikan landasan ilmiah bagi peneliti lain atau punya nilai guna yang dapat diwujudkan terbentuknya teknologi tertentu.
Semua kaedah ilmiah yang disebutkan di atas dikenal sebagai paradigma ilmiah atau prosedur ilmiah yang bersifat kuantitatif. Akan tetapi terdapat prosedur lain yang bersifat kualitatif karena kesulitan untuk membuat formulasi dari objek yang jadi kajiannya, hal ini umumnya terjadi pada bidang sosial tertentu atau seni yang memerlukan paradigm tertentu. Dalam studi yang dikemukakan buku ini meruntut pada paradigma pertama yakni dengan mengajukan hipotesis “bahwa jenis tanaman sayuran tertentu yang ditanaman di daerah sentral produksi mendapatkan serangan patogen tertentu yang menjadi penyakit utamanya”. Untuk membuktikan hal tersebut dan agar supaya bidang kajian tidak berkembang terlalu luas, maka hipotesis tersebut dibuktikan dengan menggunakan rancangan penelitian berupa survey di lapangan sentral produksi sayuran dataran tinggi. Sedangkan jenis sayuran Page 2 of 8
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
dibatasi kepada tanaman: asparagus, bawang-bawangan, kubis, sawi, wortel, tomat, cabai, seledri, dan jenis kacang-kacangan. Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di beberapa lokasi penghasil tanaman sayuran di Jawa Timur (Malang dan Pasuruan) pada beberapa musim tanam. Identifikasi dan pengujian patogenisitas terhadap patogen penyebab penyakit tanaman sayuran dilakukan di laboratorium Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Penelitian ini berlangsung beberapa tahap sesuai dengan musim tanam dan keberadaan tanaman sayuran tertentu di daerah yang bersangkutan. Metode penelitian Rancangan. Penelitian ini bersifat eksplorasi dengan pengamatan langsung di lapangan pertanaman sayuran yang dipilih tersebut di atas, dengan menggunakan metode survey di daerah sentral pertanaman. Penentuan sampling. Inventarisasi penyebab penyakit dilakukan dengan metode "sampling tak langsung" (Cochran, 1978), yaitu pengambilan sampel pada areal pertanaman dilakukan dengan mengetahui peta daerah lahan. Kemudian membuat garis sumbu Y dan sumbu X yang dilakukan pada luasan areal tersebut dengan menggunakan tali rafia. Untuk menentukan petak sampel maka dilakukan secara acak dengan metode skala sumbu Y dan skala sumbu X, sehingga diperoleh pertemuan titik untuk petak sampel dari sumbu Y dan sumbu X. Petak sampel ditentukan sebanyak 100 petak pada areal pertanaman sayuran dalam lahan pertanaman. Setiap petak sampel ditentukan kurang lebih sepuluh meter persegi (2x5 meter), sehingga dalam satu petak sampel terdapat variasi populasi tanaman yang tergantung dari jarak tanamannya. Secara skematis model pengambilan sampel pengamatan ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Contoh pengambilan sampel pada areal pertanaman secara sampling tak langsung (Cochran, 1978). Ket.: P1 s/d P10 = merupakan petak sampel 1 sampai dengan petak sampel 10. Untuk mengetahui pola sebaran dari masing-masing penyakit menurut Kerr (1980) adalah berdasarkan nilai keragamannya, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Page 3 of 8
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
( x ) 2 2 ( x ) n s2 n 1 Ket.: = S2 = x jumlah setiap jenis penyakit dalam satu unit contoh yang teramati.
2013
= fungsi x; n = jumlah petak
Inventarisasi. Koleksi bagian tanaman sakit yang diperoleh dari hasil pengambilan sampel areal pertanaman pertanaman adalah sebagai berikut: setiap sampel yang diduga terkena penyakit dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berbeda-beda pada setiap contoh bahan, diberi etiket bertuliskan lokasi sampel, tanggal pengambilan, jenis penyakit. Untuk menjaga kelembaban dalam kantong plastik tersebut, maka di dalamnya diberi kapas yang dibasahi dengan air agar kelembaban tetap tinggi dan contoh bahan tetap segar. Sampel-sampel tersebut kemudian dibawa ke laboratorium untuk diamati dan dideteksi lebih lanjut. Contoh tanaman yang diambil meliputi: daun, buah dan seluruh organ tanaman yang menunjukkan adanya gejala akibat serangan patogen penyakit tanaman serta mengamati gejala (symptom) dan tanda-tanda (sign) penyebab penyakit yang ditemukan secara visual dari tanaman tersebut. Gejala yang tampak dilapangan didokumentasi menggunakan kamera digital (merek Canon), baik pada pertanaman maupun pada individu tanaman agar didapat gambar yang jelas dan menyeluruh. Selain itu dilukiskan pula secara verbal mengenai bentuk gejala, warna, perkembangan atau perubahannya dan membandingkannya dengan pustaka yang ada untuk penentuan identifikasi penyebabnya. Indentifikasi. Identifikasi penyebab penyakit dilakukan di laboratorium Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya; baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis mencakup gejala-gejala yang tampak pada tanaman sayuran, pertumbuhan miselium atau tubuh buah yang dapat diamati dengan mata langsung (dengan bantuan lensa tangan) dan selanjutnya dicatat. Sedangkan pengamatan secara mikroskopis dilakukan berdasarkan morfologi patogennya seperti: tipe dan bentuk spora dan (atau) tubuh buah, warna dari spora, miselium serta jumlah sel. Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan membuat sediaan pada gelas obyek yaitu mengambil sebagian dari patogen yang tampak pada gejala dengan menggunakan jarum ose atau mengiris melintang dengan silet. Kemudian diamati di bawah mikroskop binokuler (tipe Olympus) dengan pembesaran 400 kali, dan hasil yang diperoleh terlebih dahulu dibandingkan dengan buku pedoman dan difoto. Penyediaan inokulum. Inokulum diperoleh dari isolasi tanaman sakit yang sudah diketahui patogen penyakitnya. Pembuatan isolat tersebut dilakukan dengan cara mengambil bagian tanaman sakit (terinfeksi), kemudian dicuci dengan aquadest steril dan direndam dalam alkohol 70 persen selama tiga menit. Dari bagian tanaman sakit tersebut dipotong pada batas jaringan yang sakit kemudian diletakkan dalam cawan Petri (merek Pyrex dengan diameter 9 cm) steril yang berisi media PDA (potato dextrose agar instan produksi Merck-Jerman) dan kemudian diinkubasikan selama dua sampai tiga hari untuk merangsang pertumbuhan patogennya. Untuk mendapatkan biakan murni jamur dalam Page 4 of 8
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
jumlah banyak, maka hasil isolasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi
2013
(merek Pyrex) yang berisi
media PDA miring dan dikoleksi dalam kulkas (refresher) suhu sekitar 50C.
Reinokulasi (Postulat Koch). Untuk meyakinkan adanya hubungan inang dengan patogen maka dilakukan inokulasi kembali (Postulat Koch) dari masing-masing isolat yang sudah dibuat terhadap tanaman sayuran sehat (dilakukan di rumah kaca). Tanaman sayuran yang digunakan untuk inokulasi kembali ditanam dalam pot di rumah kaca sebagai kultur pot. Benih sebelum ditanam dicuci dengan air steril, kemudian direndam dalam sublimat satu persen selama 15 menit. Benih-benih tersebut ditanam dalam bak persemaian berisi tanah yang disterilkan dengan formalin empat persen dengan maksud menghambat atau mematikan patogen-patogen dalam tanah. Setelah benih tumbuh sekitar 2-3 daun, maka bibit tersebut siap untuk dipindahkan ke medium pot plastik (polybag). Mempersiapkan polybag yang diisi dengan tanah steril yaitu sebanyak lima kilogram tanah steril. Memindahkan bibit-bibit yang cukup umur tersebut ke tiap-tiap polybag, tiap satu polybag ditanami satu bibit tanaman. Tanaman dipelihara baik dengan pemberian pemupukan dan penyiraman agar tumbuh normal. Melakukan inokulasi kembali terhadap tanaman sayuran dengan memberikan 10 mililiter air steril pada setiap tabung reaksi yang berisi inokulum murni, dikocok perlahan-lahan menggunakan tangan agar spora larut dalam air menjadi suspensi masa spora. Mengoleskan masing-masing suspensi tersebut pada tanaman sayuran sehat pada bagian yang di lapangan menunjukkan gejala, baik dengan cara pelukaan (menggunakan jarum steril) atau penempelan (menggunakan isolasi). Kemudian hasil inokulasi tersebut diinkubasikan selama beberapa hari dengan menutup permukaan tanaman menggunakan kantong plastik transparan berlubang, setelah itu dilakukan pengamatan gejala yang ditimbulkannya secara intensif. Terhadap munculnya gejala dari proses reinokulasi tersebut dicatat waktunya (masa inkubasi), dan kekhasan bentuk gejalanya serta sign yang muncul diamati dengan saksama, sementara terhadap patogennya yang diisolasi kembali dari gejala tersebut diamati di laboratorium di bawah mikroskop untuk mengetahui kembali bentuk morfologinya. Hal ini sesuai dengan standar Postulat Koch untuk memastikan penyebabnya (Sastrahidayat, 2010). Penghitungan tingkat serangan. Adalah pengukuran seberapa besar suatu penyakit terjadi pada bagian tanaman tertentu, yang umumnya dihitung dengan penentuan nilai X, yaitu bagian tanaman yang sakit tersebut. Untuk perhitungan epidemiologi jaringan tanaman yang terserang (X) dipakai sebagai pengganti persentase serangan (PA = procentage of attack).
X
PA 100
Dari nilai X ini dapat dihitung DAI (disease area index = indeks luas yang terserang):
DAI
PA LAI X LAI 100
Pada rumus ini LAI berarti indeks luas daun tanaman atau proyeksi permukaan daun dalam m 2 per m2 luas lapangan untuk semua tanaman di atas luas lapangan m2 yang bersangkutan. Page 5 of 8
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Untuk menggambarkan keparahan penyakit biasanya dibuat dengan cara membagi kisaran antara bagian yang bebas penyakit sampai terkena seluruhnya menjadi sejumlah kategori serangan atau kelas-kelas serangan. Pembagian ini harus dilakukan dengan cermat. Apabila jumlah kelas yang dibedakan itu terlalu kecil maka akan sulit untuk membuat deskripsi perbedaannya, sebaliknya apabila jumlahnya terlalu banyak maka akan memakan waktu untuk menentukan pemilahannya dalam hal kecocokan bagian yang terserang. Terdapat berbagai cara untuk menentukan pemilahan bahan tanaman yang terserang penyakit, yakni: - Skala penyakit. Memberikan gambaran secara verbal dan angka mengenai kelas-kelas yang harus dibedakan (Tabel 1). - Diagram luas standar. Terdiri atas gambar-gambar skematis mengenai pemilahan yang harus dibedakan, untuk maksud ini digunakan seperti dikemukakan oleh James (1971). - Kunci lapangan. Yaitu metode cepat untuk penilaian visual penyakit pada daun pada seluruh tanaman dalam plot-plot dan dalam kebun produksi (Tabel 2). Skala penyakit berkisar antara 0 - 100% berpenyakit, tetapi suatu pilihan selalu dibuat diantara sejumlah kelas-kelas persentase serangan (PA) yang berbeda, misalnya 0,1 %; 1%; 5%; 10%, 20%; .....dst. Ketetapan metode ini cukup untuk penerapan praktis. Pengamatan yang terlatih dapat memperkirakan persentase serangan tersebut. Catatan: Perlu diperhatikan gejala yang berukuran sama tidak berarti berpengaruh sama. Serangan Piricularia oryzae pada leher malai tanaman padi walaupun berukuran sama dengan luka pada daun akan mempunyai pengaruh yang secara dramatis berbeda terhadap hasil dan kerugian panen. Dengan menggunakan diagram luas standar maka harus dibedakan persentase luas daun sebenarnya dari gambar yang dipindahkan ke persentase penyakit relatif mulai dari 0 sampai 100 persen, skala 2 untuk keparahan penyakit relatif lebih umum dipakai. Tabel 1. Sistem skoring keparahan penyakit hawar batang bergetah oleh Didymella bryoniae pada semangka (Gusmini, et.al., 2002). Skor (nilai) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kretarium Tidak ada gejala Daun menguning (hanya indikasi tanaman sakit) Gejala ringan, pada daun terjadi nekrosis <20% Gejala sedang, pada daun terjadi nekrosis 21-45% Gejala meluas, pada daun terjadi nekrosis >45% Beberapa daun mati, pada batang tak ada gejala Gejala ringan, pada daun terjadi nekrosis <20%; dan adanya nekrosis pada petiole dan batang sepanjang <3 mm Gejala sedang, pada daun terjadi nekrosis 21-45%; dan adanya nekrosis pada petiole dan batang sepanjang 3-5 mm Gejala meluas, pada daun terjadi nekrosis >45%; dan adanya nekrosis pada petiole dan batang sepanjang >5 mm Tanaman mati
Page 6 of 8
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Tabel 2. Skala lapangan untuk mengukur keparahan hawar daun kentang oleh Phytophthora infestans (Zadoks dan Schein, 1979). Tingkat serangan (%) 0 0,1 1 5 25
50 75 95 100
Deskripsi Tak nampak gejala di lapangan Hanya sedikit tanaman terserang disana-sini; nampak 12 bercak dalam radius 12 yard Nampak sekitar 10 bercak per tanaman, atau bercak meluas ringan Sekitar 50 bercak per tanaman, atau terserang satu helai dari 10 daun terserang Hampir setiap helai daun menunjukan luka, tanaman masih tumbuh normal, tetapi lapangan mulai berbau busuk hawar daunnya masih hijau sekalipun setiap tanaman terserang Setiap tanaman terserang dan ½ luas daun rusak oleh hawar: kebun nampak masih hijau disertai bercak-bercak coklat Sekitar ¾ luasan daun rusak oleh hawar: kebun nampak didominasi warna coklat dibandingkan hijau. Hanya sedikit daun yang nampak hijau, tetapi batang masih hijau Seluruh daun mati dan batangnya juga mati atau hampir mati
Mengingat sistem skoring ini belum menunjukan keparahan penyakit dalam bentuk persentase yang umumnya menjadi panduan umum, maka dari skor yang didapat tersebut perlu dikelompokan menjadi sistem numerik dengan menggunakan rumus yang umum diacu dalam proteksi tumbuhan (Anonim, 1984 dan Karnataka, 2007), sebagai berikut:
I
(n.v) X 100% , dengan keterangan sebagai berikut: N .Z
I = Tingkat serangan (%), n = jumlah skor yang sama, v = nilai skor, N = jumlah sampel yang diamati, Z = nilai skor tertinggi (dalam contoh angka 9). Untuk jenis penyakit lainnya dapat dikembangkan sendiri apabila belum didapat dan perlu dilakukan validitasnya dengan menggunakan beberapa pengamat yang kemudian hasilnya dipadukan untuk melihat sampai seberapa jauh standar deviasinya. Sebagai catatan perlu diketahui bahwa skoring yang dibuat jangan terlalu banyak atau sedikit karena akan menyulitkan dalam memposisikan kretariumnya, maksimal sekitar 10 dan minimal sekitar 7. Skala lapangan tersebut sangat membantu untuk bekerja cepat dalam menduga kerusakan di lapangan secara langsung bagi para petani atau petugas survey karena telah diduga langsung ke persentase penyakitnya. Analisis dan pelaporan data. Berdasarkan
hasil
pengamatan di
lapangan
dan
obeservasi
laboratorium, maka didapatkan bukti faktual (data) mengenai jenis penyakit dan patogennya pada tanaman sayuran yang disurvey. Hasilnya kemudian dianalisis berdasarkan studi kepustakaan terhadap Page 7 of 8
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
gejala, sign, maupun morfologi patogennya; dan setelah didapatkan kepastian hasil maka dibuat laporannya dalam bentuk dokumen tertulis disertai gambar atau foto-fotonya. Buku ini merupakan dokumentasi orisinil dari hasil penelitian yang dilakukan secara ilmiah tersebut.
4. REFERENSI Agrios, G.N. 2005. Plant pathology. Elsevier Acad. Press, Amsterdam, New York. 922 h. Alexopoulos. 1962. Laboratory manual for introductory mycology. Barnett, H.L. 1972. Illustrated genera of imperfect fungi. Burgess Publishing Company. Minneopolis. Minnesota. 241 hal. Booth. 1971. The genus of Fusarium. Breed et.al. 1962. Berge’s manual of determinative bacteriology. Burgess et.al. 2008. Diagnostic manual for plant disease in Vietnam. Gusmini, G., T.C. Wehler, dan G.J. Holmes. 2002. Disease assessment for seedling screening and detached leaf assay for gummy stem blight in watermelon. Cucurbit Genetics Cooperative Report 25: 36-40. Streets. 1980. Diagnosis penyakit tanaman. Visudieva. 1963. Indian Cercosporae. Von Arx. 1978. The genera of fungi–sporulating in pure culture.
5. PROPAGASI Mahasiswa melakukan survey lapangan secara berkelompok pada kebun tanaman dengan berbagai jenis
tanaman
dan
dilatih
untuk
melakukan
inventarisasi
serta
isolasi
penyebabnya,
serta
mendokumentasi pengamatannya dengan menggunakan camera digital agar supaya menjadi bahan laporan yang sempurna. Hasil pengamatan didiskusikan dalam kelas dan dibuat laporan secara tertulis.
6. PENDALAMAN 1. Sebutkan beberapa alasan pokok mengapa inventarisasi penyakit dari lahan pertanian pada sentral komoditas tertentu sangat diperlukan ditinjau dari aspek epidemiologinya. 2. Bagaimana cara anda membuat peta penyakit tanaman berdasarkan ploting data pada daerah tertentu. 3. Apakah hubungan antara inventarisasi penyakit dan monitoring penyakit dalam suatu kebun atau pertanaman tertentu. Page 8 of 8