EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Epidemi
Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN
4. REFERENSI
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
5. PROPAGASI
3. KEGIATAN BELAJAR
6. PENDALAMAN
MODUL
Suatu kejadian penyakit (epidemi) di alam sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik fisik, kimiawi, maupun biologi yang terjadi dalam populasi tanaman dimana epidemi tersebut terjadi. Khususnya faktor fisik yang terjadi oleh reaksi fisika sangat besar pengaruhnya baik langsung maupun tak langsung terhadap perkembangan penyakit. Dinamika dari pengaruh faktor tersebut secara strata dibagi menjadi dimensi makro yang umumnya
kejadian
dalam
udara
terbuka
(ambient
climate),
dimensi
menengah atau meso yang terjadi dalam pertanaman, atau dimensi mikro yang terjadi pada peremukaan tanaman. Unsur-unsur dari lingkungan fisik tersebut sangat luas dan mempunyai peranan yang sangat khusus pula, seperti pengaruh sinar terhadap spora, kebasahan daun terhadap infeksi, arus angin terhadap pelepasan spora, dsb.
SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)
4
1. PENDAHULUAN
Mata Kuliah / MateriKuliah
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Brawijaya University
2013
Modul ini sangat membantu para mahasiswa dalam proses pembelajarannya karena tercapainya beberapa tujuan, antara lain: 1. Mahasiswa mengenal secara luas faktor lingkungan yang penting yang berperanan dalam proses epidemi penyakit, dan daripadanya dapat merinci beberapa unsur lingkungan khususnya fisik yang mempunyai peranan dominan. 2. Mahasiswa bisa mengukur unsur-unsur tersebut berdasarkan peralatan berstandar atas dasar parameter tertentu. 3. Mengenal stratifikasi peranan lingkungan terhadap kejadian penyakit dan hal ini akan sangat membantu untuk mengenbangkan teori serta melakukan penelitian yang berjenjang pula.
3. KEGIATAN BELAJAR PENGARUH LINGKUNGAN FISIK TERHADAP EPIDEMI 1. Pendahuluan Peranan lingkungan sangat penting didalam perkembangan penyakit tumbuhan. Lingkungan berpengaruh baik terhadap inang maupun patogen; demikian pula inang dan patogen saling mempengaruhi; inang sering merubah lingkungan sedangkan patogen kurang berpengaruh. Di atas tiga elemen ini hadirlah seorang manager (pengatur), yaitu manusia. Keempat elemen tersebut (lingkungan, inang, patogen, dan manusia) saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain walaupun pengaruh masing-masing tidak sama besar tingkatannya. Susunan jenis tanaman dalam suatu lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit membentuk lingkungan biotis (biotic environment) dan abiotis (abiotic environment) yang dibagi menjadi lingkungan fisis dan khemis. 2. Aspek batas lingkungan Dalam hubungannya dengan proses epidemi penyakit, lingkungan dapat dibagi atas tiga tingkat berdasarkan aspek batas proses epidemi terjadi, waktu, dan keanekaragaman biotik yakni : mikro, meso, dan makro. a) Lingkungan mikro adalah ruangan dimana proses epidemi terjadi dalam batas yang kecil (sel atau jaringan). Bagian yang terbesar dari siklus infeksi (dari semenjak spora datang sampai membentuk spora lagi dan terbang) terjadi di lingkungan mikro ini. Lingkungan mikro pada daun disebut phyllosphere (filosfer) yang meliputi suatu lapisan udara laminer setebal 1 mm sekeliling helai daun. Filosfer berbentuk ruangan (tiga dimensi). Sedang permukaan daun sebenarnya disebut Page 2 of 9
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
phylloplane (filoplan) dan merupakan bidang dua dimensi. Begitu juga pada akar dikenal istilah rhizosphere (tiga dimensi) dan rhizoplane (dua dimensi).
b) Lingkungan meso. Dibentuk oleh pertanaman (yang merupakan inang) dengan segala ciri-ciri sekitar yang dipunyainya. Lingkungan ini, secara simultan (berturutan) mempengaruhi proses epidemi penyakit di dalam pertanaman. c) Lingkungan makro yaitu lapisan udara di atas pertanaman sampai ke troposphere. Beberapa proses epidemi yang sangat penting terjadi di dalam lingkungan ini, misalnya: penyebaran jarak jauh dari penyakit karat pada seralia. Fenomena meteorologi pada suatu skala yang lebih besar (makro), sangat mempengaruhi lingkungan pada skala yang lebih kecil (meso dan mikro). 3. Aspek waktu pada lingkungan Lingkungan selalu berubah-ubah, sejalan dengan perubahan siang dan malam dengan segala akibat epideminya. Disinipun, dibedakan antara skala mikro, meso, dan makro. Pada skala mikro yang jadi ukuran waktu adalah detik. Pelepasan spora secara aktif, misal askospora dari askoskarp terjadi dalam skala waktu detik. Kebanyakan kejadian pelepasan spora terjadi dalam skala mikro. Skala meso merupakan proses waktu dalam periode jam atau hari; jadi meliputi kejadian yang beritme harian. Misal pembentukan embun, perkecambahan spora dan penetrasinya, dan sebagainya. Skala makro biasanya ukuran waktunya dalam musim tanam suatu pertanaman (hari, minggu, bulan atau tahun) dan meliputi proses-proses siklus berulang (polycyclic). 4. Aspek keragaman lingkungan Diversitas (keaneka ragaman) adalah suatu konsep yang digunakan untuk mencirikan suatu lingkungan, dicirikan dengan adanya sejumlah (populasi) spesies yang masing-masing terdiri dari sejumlah individu, yang hidup bersama dalam lingkungan yang bersangkutan. Diversitas, begitu terbatasnya sehingga dapat dicerminkan dalam suatu angka, yang disebut diversity index. Diversitas suatu lingkungan mengandung maksud bahwa banyak spesies hidup bersama dan saling berinteraksi di dalam satu tempat (areal). Didalam membicarakan diversitas sering timbul pertanyaan, apakah seseorang dapat mengkategorikan tanaman dan bakteri dalam tanah ke dalam tingkat yang sama? Dalam hal ini perlu membedakan tiga macam tingkat, yaitu: mikro, meso dan makro. Tingkat mikro menyangkut mikroorganisme ganggang hijau-biru, bakteri, jamur dan lain sebagainya yang dapat menghuni tanah, udara atau tumbuh pada permukaan tanaman. Pada tingkat meso, meliputi ruang yang mengelilingi pertanaman dimana di dalamnya tanaman-tanaman berkompetisi satu sama lain dan juga dengan gulma. Serangga-serangga yang bergerak dari tanaman satu ke yang lain, dapat membawa polen dan inokulum serta memindahkannya. Manusia mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap diversitas pada tingkat meso ini, misal melalui pengendalian gulma. Page 3 of 9
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Pada tingkat makro, menyangkut suatu luasan kebun tertentu. Biasanya mempunyai jenis-jenis kultivar yang berbeda yang juga tercampur dalam kebun yang setengah dikelola dan yang masih liar. 5. Aspek fisis dari lingkungan 5.1. Masalah aliran fluxes Hukum fisika berlaku sama terhadap tanaman inang, patogen dan lingkungan. Namun demikian, kekomplekan lingkungan menyebabkan penerapan fisika menjadi suatu kesulitan dan memerlukan seorang ahli khusus. Dari sudut pandangan ilmu fisika, lingkungan patogen dan tanaman selalu berubah-ubah. Proses fisis yang terlihat sering diistilahkan sebagai flux dengan ciri kepadatan flux. Suatu flux (aliran) dapat dicerminkan sebagai suatu aliran “sesuatu”; kepadatan flux adalah intensitas aliran tersebut yang diperkirakan dalam jumlah “sesuatu” tersebut yang melewati
suatu
permukaan tegak lurus terhadap arah aliran per unit waktu tertentu. Flux yang terpenting adalah “energy flux” yang diberikan dalam unit energi yang mengalir lewat suatu unit permukaan per unit waktu. Disamping aliran energi, terdapat pula aliran gas (uap air, CO 2, pencemar-pencemar udara) dan bahan-bahan tertentu (debu, spora jamur). Beberapa flux dapat diukur dengan menggunakan beberapa alat sedang yang lain harus dihitung. Suatu kejadian proses fisis biasanya dapat diukur, umpamanya, debu yang tertumpuk di atas permukaan daun atau spora di atas permukaan daun. Beberapa pengukuran sulit dilakukan, umpama suhu permukaan daun. Ahli fitopatologi lebih suka melakukan pengukuran variabel-variabel fisis, tetapi banyak dari pengukuran tersebut menjadi tidak berarti karena kurangnya perbandingan (kalibrasi) dari alat, kesalahan penerapan alat, dan/atau generalisasi yang tidak betul dari hasil pengukuran. Sering juga, kalkulasi suatu variabel fisis (umpama: suhu permukaan daun) lebih memuaskan daripada pengukuran langsung. 5.2. Energi. Nilai angka energi flux suatu permukaan daun adalah hasil bersih dari penambahan suatu angka flux pemasukan (incoming) dan pengeluaran (out going). Nilai momentum suhu daun adalah suatu integral resultante energi flux dari kapasitas pemanasan daun. Selama siang hari, sinar matahari umumnya sangat panas. Suhu daun akan segera meningkat oleh pemanasan udara disekitarnya apabila pendinginan oleh pengaruh penguapan air tidak berlangsung. Pada keadaan ekstrim, suhu daun dapat mencapai 10 oC di bawah suhu disekitarnya. Apabila pendinginan tersebut terhenti (umpama: oleh sebab miselium jamur menempati xylem, sehingga aliran
Page 4 of 9
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
air terhenti), maka suhu daun akan meningkat dan dapat menyebabkan kerusakan akibat terlalu panas.
Selama malam hari dengan langit yang cerah, proses radiasi bisa tinggi, sehingga permukaan daun suhunya turun sangat rendah sehingga mengembun di atasnya. Pendinginan kemudian akan dibatasi oleh karena adanya panas laten dari uap air yang bekerja terhadap daun. Prinsip ini dapat diterapkan dalam proteksi tanaman, misal dengan menyemprotkan air ke kucup-kuncup apel untuk menghindari pembekuan di kebun-kebun di musim dingin di Eropa. Beberapa tanaman terutama di sub tropis dan tropis, dapat mengalami kerusakan yang parah akibat suhu rendah; misal pendinginan pada tanaman pisang dapat mencapai 130C sehingga mengakibatkan warna-warna coklat pada buahnya akibatnya tidak dapat dijual. 5.3. Radiasi Kebanyakan flux energi berupa radiasi yang mempunyai panjang gelombang yang berbeda. Sinar matahari dipengaruhi oleh atmosfer. Sinar yang datang yang berhubungan dengan kebutuhan di bumi dibedakan menjadi cahaya gelombang pendek (dengan panjang gelombang 400 -1000 nm) dan cahaya gelombang panjang yang disebut juga cahaya termal dengan panjang gelombang antara 1-15 nm. Penyinaran gelombang pendek relatif sedikit (kurang dari 5%) kebutuhannya di dalam lingkungan tanaman karena efek fisiologisnya. Energi cahaya gelombang pendek dapat digunakan di dalam fotosintesis sehingga merupakan kebutuhan dari pada tanaman dan selanjutnya bagi patogen. Pengaruh khusus dari radiasi terhadap jamur adalah sebagai berikut: 1) Radiasi sinar UV (210-330 nm) dapat membunuh beberapa macam spora jamur tetapi dapat menstimulir perkecambahan spora jamur Peronospora. 2) Penyinaran infra merah jarak dekat (near-infra red radiation,
1 µm) menstimulir pelepasan
askospora Venturia inaequalis dan apabila penyinaran ini diputus, maka dapat menghentikan pelepasannya. 3) Beberapa jenis jamur dapat berspora hanya apabila ada sinar UV. 4) Septoria nodorum membentuk piknidium apabila ada penyinaran dengan panjang gelombang sekitar 410 nm. 5) Perkecambahan uredospora dari Puccinia recondita dapat dikurangi oleh adanya cahaya. 6) Sebaliknya pembentukan apresorium oleh kecambah uredospora Puccinia graminis distimulir oleh cahaya.
Beberapa jamur dapat bersifat fototropik negatif (misal: perkecambahan uredospora P. recondita) atau positif (pembentukan peritesium pada Sordaria fimicola).
Ada yang berpendapat
bahwa sinar UV dapat berfungsi sebagai fungisida; namun dalam realitasnya diketahui bahwa intensitas sinar UV akan semakin tinggi dengan kenaikan altitude (tinggi tempat). Padahal pada Page 5 of 9
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
altitude tinggi ( 4000 m) ternyata masih didapat epidemi penyakit hawar daun kentang dan karat kuning pada gandum. Dengan demikian bagaimanapun sebetulnya hubungan antara efek UV terhadap kematian jamur dalam proses epidemiologi penyakit masih merupakan hal yang menarik untuk dikaji lebih jauh. 5.4. Pengaruh air Kebanyakan proses epidemiologi berhubungan dengan air bebas. Air bebas sampai di permukaan daun dapat melalui hujan, irigasi, pengembunan dan eksudasi. Hujan selalu terjadi dalam bentuk tetesan air yang berdiameter 0,2 - 4 mm, yang jatuh di atas tanaman dengan gaya damparan tertentu yang cukup besar sehingga mempengaruhi penyebaran spora jamur. Begitu jatuh di permukaan daun, air bebas dapat berpengaruh terhadap jamur untuk macam-macam kebutuhan; misal air dapat menstimulir atau menghambat produksi dan perkecambahan spora. Pada kebanyakan Ascomycetes spora-spora dari perithesium yang berada pada tanaman dan sisa-sisa tanaman mulai “ditembakkan” hanya apabila substratnya telah mendapatkan hujan paling tidak 0,5 mm. Kebanyakan perkecambahan spora memerlukan air bebas, tetapi konidium jamur tepung (powdery mildew) sering dihambat perkecambahannya oleh adanya air di permuakaan daun. Pengairan dengan cara penyemprotan (springkling) mempunyai pengaruh yang sama seperti air hujan. Eksudasi adalah suatu fenomena fisiologis, yang terjadi dikarenakan adanya pemompaan sejumlah air dari akar ke bagian atas tanaman untuk melakukan proses evapotranspirasi. Akan tetapi pada malam hari setelah terjadinya hari yang panas terik dimana akar tetap aktif oleh adanya panas tanah, maka air yang berkelebihan akan dikeluarkan lewat lubang hidatoda atau stomata sebagai eksudat. Pengembunan uap air akan mengakibatkan adanya tetes-tetes embun di permukaan daun. Pengembunan ini terjadi secara teratur pada setiap malam selama terjadinya pendinginan tanaman, sedangkan air bebas pengaruhnya terhadap kehidupan organisme filosfer sangat besar. Sejumlah uap air selalu ada di udara yang diberikan langsung sebagai kelembaban absolut dalam kg air/m3 udara, atau secara tak langsung sebagai tekanan uap air (vapor pressure) dalam milibar, atau juga tidak langsung sebagai kelembaban relatif (nisbi). Kelembaban nisbi digunakan pada kebanyakan pustaka karena lebih mudah diukur dengan menggunakan higrometer rambut. Telah diketahui bahwa kelembaban nisbi sebagai suatu ukuran adalah suatu paduan dari tekanan uap air dan suhu udara. Kelembaban nisbi yang sama dapat tampil pada suhu dan jumlah air yang berbeda di udara, sebagaimana dapat dibaca pada tabel-tabel atau diagram-diagram higrometris. Dengan demikian, penggunaan RH sebagai suatu ukuran dari uap air di udara cukup umum diketahui, namun perlu diperhatikan bahwa walaupun cukup memuaskan dalam beberapa hal (karena banyak objek biologis mengadakan reaksi/ berubah di dalam tekanan uap air dan dalam suhu Page 6 of 9
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
sebagaimana halnya rambut pada higrometer), tetapi secara ilmiah tidak sesuai. Untuk menghindari kesalah fahaman itu, suhu sebaiknya dikhususkan apabila digunakan RH.
Uap air relatif kecil peranannya dalam epidemiologi, tetapi jamur juga memberikan respons terhadap perubahan kandungan uap air. Banyak basidiomcetes berspora hanya apabila udara hampir jenuh dengan uap air. Beberapa jamur Peronospora melakukan perubahan yang cepat untuk melepaskan sporanya di dalam pengaruh tekanan uap air. Beberapa jenis jamur besifat higroskopis; tergantung pada kandungan uap air bebas di udara, spora jamur karat akan membengkok atau mengeriput, perubahan volume uredospora oleh suatu faktor kedua telah diamati. Banyak dari air yang tidak langsung tersedia bagi tanaman dan jamur; tentu saja tersedia pada uap air, air dalam tanaman dan tanah. Penghisapan air dan bentuk-bentuk ini memerlukan suatu pengerahan tenaga. Ukuran untuk kegunaan air adalah potensial air (water potensial), yang diberikan sebagai energi per unit air. Semakin besar tenaga yang dikerahkan untuk mengambil suatu air maka semakin kecil (kurang) nilai potensial dari air tersebut. Rumusnya sebagai berikut: =
J . kg-1
J . m-3
=
N . m-2
potensial
energi per
energi per
tekanan per
air
unit massa
unit volume
unit permukaan
Tentunya pula potensial air dapat dianggap sebagai suatu daya hisap negatif. Potensial air diberikan dalam berbagai satuan. Nilai potensial air dari tanah biasanya bervariasi antara titik jenuh (saturating point) dan titik layu (wilting point), suatu kisaran antara 0 sampai kira-kira - 1500 J .kg-1. Tanaman dan reaksinya terhadap penyakit jamur banyak dipengaruhi oleh variasi nilai potensial air tanah yang berada dalam kisaran tersebut, tetapi jamur yang berada di dalam tanah sedikit dipengaruhinya. Beberapa jenis jamur dapat hidup pada potensial air - 40.000 J.kg-1. Dalam kisaran kering, antara - 14.500 dan - 40.000 J.kg-1, mikroflora tanah kebanyakan terdiri dari Aspergillus spp. dan Penicillium spp. Dalam kisaran basah, actinomycetes memerlukan potensial air tanah lebih rendah dibandingkan bakteri. 6. Aspek kimiawi dari lingkungan Lingkungan kimiawi dari jamur dalam tanaman adalah subjek fisiologis dari parasitisme. Beberapa aspek dari lingkungan kimiawi berada di luar tanaman dan tanaman itu sendiri terkait dengan epidemi; beberapa penjelasannya dikemukakan seperti dibawah ini. Epidermis dan kutikula daun bukan merupakan penghalang yang tak dapat ditembus; karena cairan dapat menembus keduanya dari dua arah (permukaan atas dan bawah). Fungisida sistemik yang disemprotkan pada helaian daun dan masuk ke dalam tanaman, begitu pula senyawa-senyawa kimiawi lainnya, termasuk pemacu pertumbuhan (growth regulator). Melalui jalan yang sama, substansi yang dibentuk dalam daun dikeluarkan dari tanaman. Ekskresi meningkat dengan Page 7 of 9
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
bertambahnya umur oleh sebab kerusakan kutikula. Eksudat yang mengandung beberapa macam substansi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi jamur dan bakteri di filosfer dan rhizosfer kadang-kadang dapat meningkatkan patogenisitas. Beberapa ekskresi kimiawi punya suatu fungsi sebagai tanda yang menunjukan pada patogen bahwa “inilah inangmu”. Beberapa patogen diperlengkapi dengan alat yang dapat menangkap tanda tersebut dan beraksi dengan cepat. Peranan ekskresi akar sebagai stimulan khusus, penekan, dan pembunuh nematoda telah dipelajari dengan saksama; tetapi pengaruh ekskresi khusus dari tanaman terhadap jamur belum diketahui dengan jelas. Pada tingkat pertanaman, peranan eksudat dan CO 2 terhadap parameter epidemi praktis tidak diketahui. Kebanyakan bahan-bahan kimia yang bersifat khusus pada tingkat pertanaman adalah yang diberikan oleh manusia, seperti: pupuk, pengatur pertumbuhan dan fungisida. Fungisida dapat mempunyai efek sampingan yang menarik, antara lain: (1) Beberapa fungisida punya daya pengatur pertumbuhan terhadap inang. (2) Fungisida dapat mengubah lingkungan biotis. Pemberian Carbamat pada tanaman serealia untuk mengendalikan penyakit daun dapat meningkatkan hasil pada keadaan tidak ada serangan dengan memperpanjang kehidupan daun selama beberapa hari, sehingga lebih banyak hasil asimilasi dapat diangkut ke biji (kira-kira 200 kg berat kering per hektar per hari). Ini adalah apa yang disebut dengan pengaruh pacu (tonic effect) dari fungisida. Pada tingkat meso, pencemaran udara dapat memainkan peranan tertentu. Perlu dicatat bahwa polusi udara sebagai suatu faktor kondisi yang berpengaruh terhadap ketahanan tanaman dan berperanan selama epidemi terjadi. 7. Aspek biotik dari lingkungan Spesies lain disamping pasangan inang-patogen yang diteliti bersama-sama akan membentuk lingkungan biotis dari pasangan tersebut. Telaahannya disini hanya terbatas pada mikroorganisme dan sedikit mengenai ciri-ciri umum daripadanya. Pengaruh mikroba lain terhadap lingkungan penyakit dapat bersifat positif, negatif atau netral. Di dalam tanah, akar dapat mengakibatkan suatu efek selektif terhadap mikroflora tanah, memacu aktifitas beberapa organisme dan menekan yang lain. Daun yang belum terbuka bersifat hampir steril, tetapi dapat segera dihuni oleh mikroba yang mengambil energi dari eksudat dan sebaliknya dalam kasus suplay nitrogen melalui bakteri fiksasi-N dan ganggang hijau-biru. Sebagaimana halnya di tanah, mikroorganisme pada daun juga membentuk suatu komunitas dimana terjadi suksesi, dari organisme koloni awal sampai ke dekomposer akhir. Sejauh ini sedikit sekali diketahui tentang dunia yang padat ini dari filosfer dan rizosfer dan berarti
belum mengetahui banyak informasi mengenai aspek epidemiologinya. Kadang-kadang
lingkungan biotik sebagai pembatas patogen, seperti halnya pada kasus Mycosphaerella musicola, penyebab penyakit Sigatoka pada tanaman pisang, yang dapat menginfeksi hanya dalam satu atau dua hari setelah daun membuka, sebelum suatu flora filosfer berkembang. Page 8 of 9
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
4. REFERENSI
2013
Preece, T.F, dan C.H. Dickinson. 1971. Ecology of leaf surface microorganisme. Acad. Press., London. 300 p Robinson, R. 2001. Plant sciences. Macmillan References, New York, USA. 556 h. Zadoks, J.C. and R.D. Schein. 1979. Epidemiology and plant disease management. Oxford Univ. Press. New York. 427 h.
5.PROPAGASI 1. Pengenalan peralatan di laboratorium baik dalam growth chamber maupun dalam inkubator mengenai peranan unsur tertentu misal NUV (near ultra violet) yang diseting untuk proses perkecambahan spora jamur tertentu, atau peranan energi jenis air tertentu untuk terjadinya perkecambahan dan pertumbuhan jamur. 2. Mengenalkan cara mengukur dengan menggunakan peralatan cuaca. 3. Mahasiswa bekerja secara mandiri atau berkelompok dan mempersentasekan hasilnya di depan kelas.
6. PENDALAMAN 1. Kondisi cuaca sesaat dalam suatu proses epidemi penyakit di lapangan sering menjadi unsur pemicu bagi mewabahnya penyakit secara tidak terduga, coba sebutkan kejadian penyakit apakah yang terjadi seperti itu dan unsur cuaca apakah yang menjadi penyebabnya. 2. Jelaskan peranan unsur cuaca makro, meso, dan mikro dalam kejadian penyakit pada suatu populasi tanaman tertentu, dimanakan keterkaitan satu sama lainnya.
Page 9 of 9