EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Teknik Pengendalian
Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN
2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. BUKU ACUAN
1. PENDAHULUAN
Alam pada dasamya telah tercipta secara seimbang sehingga selama alat keseimbangan tersebut tidak rusak atau elemennya hilang, maka alam mampu melakukan pembaruan kemabali. Rantai makanan dalam pengendalian menjadi penting peranannya sehingga pemahaman hal tersebut perlu diberikan kepada mahasiswa agar supaya mereka mampu melakukan eksplorasi plasma nutfah yang bermanfaat bagi pengendalian penyakit. Menyampaikan berbagai cara pengendalian seperti: rotasi tanaman (crop rotasi), kultur praktis, cara fisis, seleksi, penggunaan bahan kimia (chemotheraphy), pengendalian hayati (biological control). Lebih banyak ditekankan pada teknik serta teori yang berhubungan dengan pengendalian hayati, khususnya yang bersifat soilbome pathogen.
12 SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)
Dikemukakan mengenai pengertian pengendalian yang berbeda dengan pemberantasan penyakit atas dasar orientasi lingkungan. Dikenalkan berbagai teknik atau cara pengendalian dengan titik beratnya kepada pengendalian secara hayati karena lebih menekankan pada pemanfaatan musuh-musuh alami patogen yang selama ini tersedia di lapangan hanya pemanfaatannya kurang dilakukan mengingat sedikitnya pengalaman dalam bidang tersebut.
MODUL
Mata Kuliah / MateriKuliah
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Brawijaya University
2013
Meningkatkan kemampuan analisis, pengetahuan, serta ketrampilan mahasiswa dalam menggunakan setiap skenario sebuah tindakan pengendalian sehingga dapat melakukan pengelolaan pertaniannya sesuai dengan keuntungan ekonomis, ekologis, maupun sosial.
3. KEGIATAN BELAJAR Secara umum pengendalian penyakit tumbuhan relatif luas, namun pada dasarnya adalah menganut pada dua hal pokok, yakni: 1. Membuat tumbuhan imun (tahan sama sekali) terhadap patogen dengan cara imunisasi yang dapat dilakukan dengan teknik ketahanan akibat genetik atau khemoterapi. Immunisasi pada prinsipnya adalah usaha untuk mengurangi kerentanan tumbuhan atau membuat immun terhadap patogen yang menyerangnya. Dalam praktek cara ini adalah dengan mengembangkan strain-strain yang resisten dari tumbuhan inang melalui hibridisasi atau seleksi tipe-tipe yang resisten. Untuk mendapatkan ketahan genetik biasanya dilakukan pencarian varietas tahan melalui seleksi atau hibridisasi. Sementara khemoterapi dilakukan dengan memberikan perlakuan bahan kimia tertentu secara bertahap sehingga akan menimbulkan ketahan kimiawi pada tumbuhan tersebut. 2. Melakukan usaha tertentu agar supaya tumbuhan terlindungi dari infeksi patogen yang dapat dilakukan dengan berbagai tekniknya, cara demikian disebut sebagai profilaksis. Profilaksis (bahasa Yunani berarti untuk menjaga atau mencegah) adalah prosedur kesehatan masyarakat untuk mencegah daripada mengobati penyakit. Ukuran profilastik terbagi antara profilaksis utama (untuk mencegah perkembangan penyakit) dan kedua (ketika penyakit sudah berkembang dan pasien terlindungi melawan proses yang semakin memburuk). Dalam pengelompokannya dibagi menjadi tiga bagian yakni: proteksi, peraturan, dan eradikasi. Proteksi dapat dilakukan melalui penggunaan bahan kimia (khemoterapi) yang bersifat proteksi atau pengelolaan lingkungan yang menguntungkan bagi tumbuhan namun tidak bagi patogen. Peraturan biasanya dilakukan oleh pihak berwenang dalam hal ini negara melalui lembaga seperti karantina dan pengamat hama-penyakit (monitoring). Sementara eradikasi biasanya dilakukan untuk penyembuhan dengan cara menghilangkan patogennya dari pertanaman, cara inilah yang banyak digunakan dalam pelaksanaan di lapangan, didalamnya termasuk cara dengan teknik rotasi tanaman, sanitasi, menggunakan pestisida, dan sebagainya. Namun dalam pelaksanaannya antara proteksi (perlidungan) dan eradikasi (penyembuhan) seringkali terjadi tumpang tindih tergantung pada tujuannya, misalnya tindakan berupa kimiawi bisa berifat proteksi atau eradikasi, tindakan kultur teknis berupa rotasi tanaman bisa mempunyai makna keduanya, dan seterusnya. Dalam rangka memberikan wawasan praktis mengenai pengendalian tersebut maka pada Tabel 1., disajikan diagramnya dengan mengambil beberapa contoh teknik pengendaliannya sebagai pewakil dari teknik-teknik pengendalian lainnya yang terus berkembang bersamaan dengan kemajuan wawasan tentang makna penyakit tumbuhan dan teknologi yang didapatnya. Page 2 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Tabel 1. Kretarium cara-cara pengendalian penyakit tumbuhan
Kretariumnya 1. Imunitas
Sifatnya 1. Ketahanan gen 2. Ketahanan kimia
Pengendalian penyakit tumbuhan
1. Proteksi 2. Profilaksis 2. Eradikasi
3. Peraturan
2013
Tekniknya 1. Rekayasa genetik 2. Breeding Khemoterapi 1. Khemoterapi 2. Manipulasi lingkungan 3. Fisis 4. Terpadu 1. Kheoterapi 2. Kultur praktis 3. Mekanis 4. Biologis (hayati) Karantina
Sehubungan dengan diagaram tersebut maka dalam uraian berikutnya dikemukakan beberapa contoh pengendalian tersebut yang dikemukakan secara ringkas sedangkan contoh yang agak detail dapat dipelajari dalam materi pembahasan lain mengingat luasnya masing-masing teknik pengendalian tersebut. 2. Beberapa contoh teknik pengendalian penyakit tanaman 2.1. Imunisasi Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. Agar supaya selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif barubaru ini, dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamis. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa Page 3 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang banyak diterapkan untuk ketahanan tubuh adalah melalui proses vaksinasi pada manusia. Sistem
kekebalan
tubuh
melindungi
organisme
dari
infeksi
dengan
lapisan
pelindung
kekhususan yang meningkat. Pelindung fisikal mencegah patogen seperti bakteri dan virus memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung tersebut, sistem imun bawaan menyediakan perlindungan dengan segera, tetapi respon tidak-spesifik. Sistem imun bawaan ditemukan pada semua jenis tumbuhan dan binatang. Namun, jika patogen berhasil melewati respon bawaan, vertebrata memasuki perlindungan lapisan ketiga, yaitu sistem imun adaptif yang diaktivasi oleh respon bawaan. Disini, sistem imun mengadaptasi respon tersebut selama infeksi untuk menambah penyadaran patogen tersebut. Respon ini lalu ditahan setelah patogen dihabiskan pada bentuk memori imunologikal dan menyebabkan sistem imun adaptif untuk memasang lebih cepat dan serangan yang lebih kuat setiap patogen tersebut ditemukan. Baik imunitas bawaan
dan
adaptif bergantung
pada
kemampuan
sistem
imun
untuk
memusnahkan baik molekul sendiri dan non-sendiri. Pada imunologi, molekul sendiri adalah komponen tubuh organisme yang dapat dimusnahkan dari bahan asing oleh sistem imun. Sebaliknya, molekul non-sendiri adalah yang dianggap sebagai molekul asing. Satu kelas dari molekul non-sendiri disebut antigen (kependekan dari generator antibodi) dan dianggap sebagai bahan yang menempel pada reseptor imun spesifik dan mendapatkan respon imun. Beberapa perisai melindungi organisme dari infeksi, termasuk perisai mekanikal, kimia dan biologi. Kulit ari tanaman dari banyak daun, eksoskeleton serangga, kulit telur dan membran bagian luar dari telur dan kulit adalah contoh perisai mekanikal yang merupakan pertahanan awal terhadap infeksi. Namun, karena organisme tidak dapat sepenuhnya ditahan terhadap lingkungan mereka, sistem lainnya melindungi tubuh, mekanisme pelirlindungan tersebut bersifat khas pada tanaman dan menjadi indikator adanya resistensi pada patogen tertentu. Oleh karena sifat-sifat kekhasan yang dipunyai tumbuhan tersebut berbeda-beda baik dari antara jenis, maka hal ini sering dijadikan suatu studi pengendalian untuk mendapatkan varietas tanaman tertentu yang punya ketahanan atas dasar bawaan atau kekhasannya tersebut. Penelitian untuk mendapatkan ketahan demikian umumnya dilakukan melalui kawin silang (plant breeding) agar supaya sifat tahan tersebut dapat diturunkan ke filialnya (keturunannya), yang akhirnya akan didapatkan varietas yang benar-benar imun setelah melalui proses seleksi yang panjang. Bahkan saat ini dengan adanya bioteknologi maka sifat imunitas suatu jenis tanaman tertentu dapat saja ditransfer ke inang lainnya untuk mendapatkan jenis yang imun tersebut. Telah diterangkan di atas bahwa tanaman dalam mempertahankan dirinya mempunyai alat-alat pertahanan tertentu yang mekanismenya sangat ditentukan oleh bagian mana yang diserang dan jenis patogen apa yang menyerang. Beberapa mekanisme tersebut dikemukakan oleh Agrios (2005) sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan berikutnya.
Page 4 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah Terdapat
dua
kelompok mekanisme
bagaimana
tanaman
Brawijaya University bereaksi
terhadap
2013
masuknya
pathogen, yang menyebabkan tingkatan imunitas tertentu pada tanaman tersebut, yakni: secara pasif dan aktif. 2.2. Kultur praktis (cultural practises) Teknik ini sebenamya mampu mengurangi terjadinya ledakan penyakit bila pola epidemiknya diketahui dengan benar sehingga jauh sebelum tanam telah dibuat skenarionya. Banyak alternatif yang dapat dibuat sebagai skenario dalam mengendalikan penyakit tertentu dengan teknik ini, antara lain adalah: pola tumpang sari (secara bersamaan dalam lahan ditanam berbagai jenis tanaman), pola tumpang gilir (sebelum panen tanaman utama telah disisipkan tanaman berikutnya), mengatur jarak tanam (untuk mengurangi kondisi yang kondusif bagi patogen), pengaturan irigasi (penggenangan atau pengeringan), pemangkasan (mengurangi kerimbunan pohon), waktu tanam, dan sebagainya. Untuk mengurangi penyakit bercak ungu pada bawang oleh Alternaria porri, sebaiknya bawang di tanam diluar musim hujan atau daerah dengan curah hujan tinggi. Cara bercocok tanam yang lain yang dapat digunakan untuk pengendalian adalah: 1. Menghilangkan tanaman inangnya dan tanaman yang sakit. 2. Pergiliran tanaman (tidak selalu dilaksanakan), yang secara spesifik dijelaskan dalam uraian di bawah. 3. Kebersihan kebun dengan menghilangkan sejumlah inokulum (mencuci tangan, mencuci peralatan pertanian, membuang sumber inokulum). 4. Memperbaiki kondisi pertumbuhan tanaman (pemupukan, drainase yang baik, penanggulangan gulma, dan sebagainya). 5. Menciptakan
kondisi
yang
kurang
menguntungkan
bagi
patogen
(merubah
pH
tanah,
penggenangan, mengurangi kerindangan agar tidak lembab, merubah jarak tanam). 6.
Menanam bibit bebas patogen (virus) dengan kultur jaringan.
Pengendalian kultur praktis dengan rotasi tanaman (crop rotation) Rotasi tanaman merupakan cara tertua dan umumnya efektif sebagai strategi pengendalian. Crop rotation secara sederhana diartikan sebagai tidak menanam jenis tanaman yang sama pada lahan yang sama setiap kali musim tanam dalam rangka mengurangi serangan patogen atau hama, lamanya rotasi umumnya sekitar 2-3 tahun. Sebagai contoh, bila jenis tanaman dari famili Brassica seperti, kubis, sprout dan cauliflower ditanaman terus menerus pada lahan yang sama maka ada kemungkinan munculnya penyakit puru akar oleh nematoda, yang akan mengurangi hasil panen atau bahkan membunuh tanaman. Cara ini dimaksud untuk memotong daur patogen di alam yang biasanya bertahan dari musim ke musim dalam inang yang sama atau inang alternatif yang umumnya ditanam petani. Pemotongan daur hidupnya dengan menanam jenis yang bukan inangnya dalam satu atau beberapa musim akan menyebabkan berkurangnya sumber inokulum pada musim berikutnya. Hal yang penting dalam rotasi tanaman adalah jangan sampai menggunakan tanaman dari famili yang Page 5 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah sama.
Brawijaya University
2013
Contoh: untuk mengurangi serangan nematoda Heterodera spp. pada kentang mate perlu
dirotasi dengan tanaman seperti serealia. Di bawah ini dikemukan suatu langkah dalam rotasi tanaman tersebut, yakni: 1. Harus diyakini bahwa tanaman yang akan menjadi pengganti pada musim berikutnya tidak dalam famili yang sama. 2. Buatlah daftar tanaman yang ingin ditanaman dengan pertimbangan kebutuhan pangsa pasarnya. Misal, menanam jenis sayuran yang diambil daunnya pada musim pertama, kemudian sayuran yang diambil buahnya, kemudian tanaman umbi, kemudian legum, kemudian bijian. 3. Tanamlah legum sebelum bijian atau serealia. 4. Gunakan pupuk hijauan. 5. Selalu dilakukan pendataan. 2.3. Cara fisis Banyak jenis pengendalian cara ini yang antara lain adalah: secara pemanasan yaitu dengan penggunaan metode perlakuan panas dimulai pada tahun 1888, ialah dengan jalan: termoterapi (heat treatment), mengukus tanah (soil steaming), dan solar heating (solarisasi). 2.3.1. Termoterapi Syarat agar cara ini bisa dilaksanakan adalah patogen harus lebih peka daripada jaringan inangnya. Hal ini menyebabkan pelaksanaan cara ini menjadi sangat terbatas, karena kebanyakan lembaga-lembaga biji tanaman peka terhadap panas. Termoterapi umumnya dipergunakan secara besar-besaran pada bibit tanaman yang berupa umbi (umbi lapis) dan bibit berupa potongan misalnya bibit tebu. Termoterapi tidak hanya dipergunakan untuk mengendalikan jamur dan nematoda, tetapi juga dapat dipergunakan untuk mendapatkan bibit yang bebas virus. Cara fisis dengan menggunakan air panas, misal merendam bibit atau biji-bijian dalam air panas pada suhu 52 oC selama 11 menit untuk membunuh penyakit “loose smut” (gosong bengkak) pada gandum atau padi. Pada suhu 43 oC selama 3 jam untuk membunuh nematoda Ditylenchus dipsaci pada umbi lapis. 2.3.2. Soil-steaming Umumnya diterapkan di rumah-rumah kaca di daerah-daerah beriklim sedang. Di daerah tropis, biasanya dilakukan pada tanah-tanah pesemaian untuk mendesinfeksikan tanah-tanah tersebut. Selama perlakuan, suhu dipertahankan pada 90 oC atau lebih, lamanya bervariasi dari 1/2 jam sampai 6 jam. Pada Gambar 6.12 dapat disimpulkan bahwa sebetulnya untuk mengeradikasi patogen jamur tidak diperlukan perlakuan yang sedemikian *'kejamnya". Tampak bahwa kebanyakan jamur saprofit juga peka terhadap panas. Bakteri patogen serta nematoda bahkan lebih peka lagi di bandingkan dengan jamur patogen.
Page 6 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Benih dari sebagian besar gulma pada perlakuan 70 oC selama 30 mertit sudah terbunuh. Perlakuan "lunak" seperti ini sudah cukup berat bagi mikroflora dan fauna tanah. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 6.13. dengan melihat laju respirasi mikroflora tanah setelah mendapatkan perlakuan panas 60oC selama 30 menit. Perlakuan ini dapat mematikan sebagian besar mikroflora tanah. Biomas yang mati menjadi makanan bagi yang masih hidup. Dapat diambil kesimpulan bahwa umumnya soil steaming dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari yang diperlukan. Perlakuan "pengukusan" atau steaming
pada
suhu
70oC
secara
teknis
sulit
dilakukan,
tetapi
perlakuan ini
cukup
untuk
menanggulangi penyakit dan beberapa bakteri yang membentuk spora dapat bertahan dan selanjutnya dapat bertindak sebagai antagonis dalam tanah. Perlakuan yang berlebihan dengan panas atau fumigan dapat menimbulkan keadaan bilogical vacum (kekosongan biologi), walaupun hal ini tidak berlangsung lama. Perlakuan dengan panas menyebabkan banyak makanan menjadi tersedia bukan saja dari sisa-sisa tubuh hewan atau tumbuhan tanah yang mati melainkan juga berasal dari senyawa-senyawa yang telah mengalami perubahan. Tanah-tanah semacam ini akhirnya menjadi substrat yang subur bagi mikroba. Ada empat sumber yang dapat menjadi asal koloni mikroba ialah: (1) spora jamur air-borne yang mendarat pada permukaan, (2) organisme yang dapat bertahan terhadap panas, misalnya spesies Bacillus, (3) mikroflora pada biji dan bahan-bahan tanaman, (4) flora yang berasal dari tanah bawah yang tidak terpengaruh. Aktivitas-aktivitas umumnya akan segera berlangsung kembali. Kebanyakan yang sangat khusus akan berlangsung kembali setelah sementara waktu, misalnya nitrifikasi membutuhkan waktu beberapa minggu. Bila spora patogen adalah yang pertama kali mendarat pada tanah yang sudah diperlakukan, maka patogen tersebut akan menyebar dengan cepat karena tidak adanya antagonis. Makin berat perlakuan yang telah diberikan (berarti makin dalam tempat organisme terbunuh) makin besar pula kesempatan penyebarah patogen tersebut. Sumber patogen lainnya adalah yang ikut bersama-sama bahan pertanaman. Hal ini menunjukan bahwa petani harus lebih berhati-hati dan harus menggunakan benih dan bibit yang akan ditanam pada tanah yang sudah di infestasi bukan dari tanah yang tidak diperlukan. Data penelitian menunjukan bahwa antagonis juga kembali dengan cepat misalnya terhadap Phytophthora crytogea dalam waktu 7 hari. Tapi hal ini tidak berarti bahwa kecelakaan tidak pernah terjadi. Misalnya pada Fusarium oxysporum pada tanah-tanah yang telah di fumigasi dan yang telah dipanasi. Perlu diteliti apakah antagonisme bisa diadakan dengan cara inokulasi antagonis pada tanah yang baru diperlakukan. Invasi tanah-tanah yang diperlakukan dengan sinar matahari oleh spora patogen air-borne belum pernah ditemui sampai sekarang. Mungkin hal ini disebabkan adanya sejumlah besar mikroflora yang tertinggal di tanah dapat langsung menimbulkan antagonisme yang cukup tinggi tingkatnya.
Page 7 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2.3.3. Solar heating
2013
Penggunaan panas matahari untuk mendisinfestasi tanah sudah dilakukan sejak dulu (sebelum 1940 di Indonesia dan Rusia), tetapi dilakukan dengan cara yang sederhana sampai diketemukan cara yang lebih efektif dan dapat dipergunakan secara besar-besaran. Caranya adalah dengan melapisi tanah memakai plastik tipis (polyethylene) yang gunanya untuk menangkap sinar matahari. Untuk itu diperlukan plastik yang tembus pandang atau transparan. Metode ini sangat sederhana; pertama tanah yang akan diperlakukan diairi untuk meningkatkan kepekaan patogen terhadap panas (spora yang kering jauh lebih tahan daripada yang basah), air juga berfungsi untuk mengalirkan panas kebagian lain (konduksi panas pada tanah basah lebih baik daripada tanah kering). Setelah itu tanah ditutup dengan plastik 25 - 30 cm dan dibiarkan tersinari matahari selama kurang lebih 4 minggu agar suhu tinggi yang dikehendaki dapat merata kedalaman yang diingini. Di Israel Katan (1980) dalam penelitiannya mampu mengurangi penyakit layu Fusarium pada tomat setelah tanahnya diberi mulsa plastik transparan (transparant polyethylen sheet) yang dengan itu suhu tanah naik karena radiasi sinar matahari sehingga patogennya mati. Penyakit loose smut pada padi patogennya dapat dibunuh dengan mencelupkan biji-biji padi yang akan digunakan sebagai benih pada air panas sekitar 52oC selama 10 menit. Demikian juga dengan perlakuannya mampu mengendalikan gulma dan Orabanche pada tanaman wortel di Israel (Gambar 6.14). Pengaruh solarisasi sangat tergantung pada lama periode penyinaran (Gambar 6.15) dan bila dibandingkan dengan kontrol tanpa mulsa plastik transparan maka nampak perbedaannya baik terhadap persentase tanaman sakit maupun indek penyakit dan laju infeksinya (Gambar 6.16). 2.4. Seleksi Cara ini prinsipnya adalah untuk mengurangi inokulum patogen yang terbawa benih, sehingga dilakukan dengan memilih benih yang benar-benar sehat dan biasanya dilakukan dengan metode bloter biji sebelum disemai. Dari situ akan diketahui tentang persentase kerusakan biji karena patogen sehingga dapat dikatakan layak atau tidak. Hal yang sama dapat pula dilakukan pada benih berupa tanaman misal stek, enten, umbi, dan sebagainya. 2.5. Pengendalian hayati (biological control) 2.5.1. Definisi Konsep pengendalian penyakit secara biologis bervariasi mulai dari konsep yang sangat luas yang meliputi manipulasi tanaman inang sampai yang sempit yaitu perubahan lingkungan biologis. Konsep yang relatip luas adalah penggunaan antagonisme dan juga penggunaan varietas tanah dan rotasi tanaman. Di dalam pembicaraan kita ini pengendalian biologis didefinisikan secara terbatas yaitu sebagai : suatu bentuk pengendalian dimana organisme selain tanaman inang dan pathogen-pathogen dimanfaatkan untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan pathogen pada tanaman inang atau mengurangi daya tahan (survival) pathogen.
Page 8 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Menurut Garret (1970) pengendalian hayati dalam arti luas adalah setiap kondisi yang menyebabkan daya tahan atau aktivitas patogen menurun karena adanya aktivitas mikro organisme, sehingga serangan patogen berkurang.
Pengendalian hayati dalam arti sempit (terbatas) adalah
penggunaan mikro organisme spesifik untuk mengendalikan organisme spesifik lainnya (Kerr dan Morgan, 1980). Sedangkan menurut Baker dan Cook (1974), pengendalian hayati merupakan pengurangan jumlah inokulum atau aktivitas patogen maupun parasit yang menimbulkan penyakit oleh satu atau lebih organisme, secara alami atau dilakukan melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis dengan mengintroduksi satu atau lebih antagonis. Aspek pengendalian hayati terutama ditujukan untuk memanipulasi mikro organisme kompetitif atau bersifat antagonis terhadap patogen tanaman yang interaksinya di alam dapat menurunkan atau mencegah terjadinya penyakit pada tanaman. Komponen yang mendukung pengendalian hayati adalah organisme-organisme saprob dan keseimbangannya di dalam tanah, dapat tumbuh lebih cepat serta mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mampu hidup pada substrat yang mati (Goto, 1990). Keberhasilan pengendalian hayati sangat ditentukan oleh jenis dan jumlah inokulum antagonis yang diberikan, jenis patogen yang akan dikendalikan, faktor lingkungan yang mempengaruhi, cara, saat aplikasinya ke dalam tanah (Cook dan Baker, 1996). Dalam aplikasinya mikro organisme yang bersifat antagonis dapat diberikan langsung ke dalam tanah beserta dengan substratnya yang berasal dari biakan murni, dalam bentuk penyelimutan benih, dengan menggunakan suspensi, atau dalam bentuk pelet. Mikro organisme antagonis dikatakan ideal apabila: (1) menghasilkan inokulum secara terus menerus dan tidak merusak tanaman, (2) tahan terhadap lingkungan yang ekstrim dibandingkan patogen, misalnya suhu yang ekstrim, kekeringan, pengaruh antibiosis, fungisida dan bakterisida (3) toleran terhadap parasit dan (4) dapat tumbuh dengan cepat (Baker dan Cook, 1974). Pada setiap contoh tanah yang diambil mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai antagonis terhadap mikro organisme lain jika berada pada kondisi lingkungan yang sesuai (Baker dan Cook, 1974).
Tanah di lapang ataupun rumah kaca pada setiap gramnya mengandung sekitar: 5 – 10
juta bakteri, 10.000 – 10 juta actinomycetes, 10.000 – 1 juta jamur, alga dan mikro fauna lain (Bollen, 1974).
Diantara sejumlah mikro organisme tersebut ada yang berperan sebagai antagonis terhadap
patogen tanaman. Mikroorganisme tanah yang bersifat antagonis dapat diperoleh dari contoh tanah dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain: (1) pengambilan sampel tanah pada musim yang tepat, yaitu pada saat antagonis berada pada keadaan paling aktif dalam menekan patogen yang akan diteliti, (2) sampel tanah diambil pada kedalaman tertentu, antara 5 – 15 cm atau diambil di sekitar zona perakaran tanaman.
Pada kedalaman ini biasanya mikro organisme antagonis berada pada keadaan
paling aktif (Baker dan Cook, 1974).
Menurut Subba Rao (1994), dengan bertambahnya kedalaman
tanah, mikro organisme tertentu akan menurun jenis dan kepadatannya. Page 9 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Berdasarkan aktifitasnya, antagonisme dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu: (1) kolonisasi, (2) kompetisi dan (3) antibiosis (Baker dan Cook, 1974).
Kolonisasi dapat terjadi jika inokulum mikro
organisme berada di sekitar tanaman atau terbawa melalui perantara. Kompetisi terjadi, jika 2 atau lebih organisme membutuhkan hal yang sama untuk hidupnya terutama dalam hal nutrisi, oksigen, sumber karbon, nitrogen, ruang dan sebagainya.
Konsekwensinya jika yang satu memperoleh maka
yang lain akan kekurangan. Sedangkan antibiosis, merupakan proses penghambatan suatu organisme karena adanya senyawa metabolit toksik yang dihasilkan organisme lain.
Senyawa metabolit toksit bisa
menyebabkan terjadinya lisis pada sel patogen. Lisis, merupakan suatu proses penghancuran, peleburan, pelarutan atau dekomposisi bahan organik oleh suatu organisme terhadap organisme lain (Baker dan Cook, 1974). Antagonisme dapat terjadi melalui 2 interaksi koloni antara 2 jamur yang ditumbuhkan pada medium yang sama dalam cawan petri, yaitu kontak dan pertumbuhan jamur dipisahkan oleh jarak tertentu (zona penghambatan).
Dalam hal ini ada 2 bentuk penghambatan yaitu: (1) jamur yang satu
terhenti pertumbuhannya setelah terjadi kontak sedangkan jamur yang lain tumbuh di atas atau di bawah jamur yang terhenti, (2) setelah terjadi kontak antara 2 jamur tersebut maka yang satu terhenti pertumbuhannya, kemudian jamur yang lain akan tumbuh pada kedua lapisan permukaan jamur yang terhenti pertumbuhannya (Skidmore dan Dickson, 1976). 2.5.2. Metode pengendalian biologis Sampai saat ini metode pengendalian secara biologi dapat dirinci dalam beberapa cara yang pembagiannya digambarkan pada skema dalam Gambar 1.
Gambar 1. Skema metode pengendalian biologi atau hayati penyakit tumbuhan 2.5.3. Tanah yang menghambat penyakit (disease-suppresive soils). Perlu diketahui bahwa tumbuhnya suatu tanaman peka pada suatu lahan tanpa adanya pengendalian sama sekali hanya mungkin berkat adanya sumbangan mikroflora tanah yang terusmenerus mengendalikan pathogen. Suatu keseimbangan mikroba yang menghalangi pathogen untuk tidak telalu merugikan hendaklah dianggap sebagai suatu keadaan yang normal. Tanah sangat Page 10 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
tergantung pada aktifitas antagonisme. Apabila penularan pathogen melalui biji-biji, bahan tanaman atau melalui udara tidak menimbulkan terjadinya penyakit (kerugian) terhadap tanaman maka tanah tersebut disebut mempunyai "daya hambat terhadap penyakit" (disease suppresive). Sebaliknya apabila antagonisme lemah dan pathogen dapat menimbulkan penyakit maka tanah tersebut disebut sebagai mempunyai "daya dorong terhadap penyakit" (disease conducsive = disease sensitive). Pada tanah yang dapat menghambat penyakit dibedakan menjadi dua macam, yakni: a) Non induced suppresive soils (SS) atau tanah yang menghambat tanpa adanya rangsangan). b) Induced suppresive soils atau tanah yang menghambat atas dorongan. Dalam hal ini penghambat terbentuk selama penanaman tanaman peka yang bedangsung terus-menerus. Pada keadaan ini penanaman yang terus-menerus mengakibatkan penurunan terjadinya penyakit. Penghambatan dirangsang oleh pathogen itu sendiri. Gejala ini telah banyak menarik para fitopatolog. Contohnya adalah antara lain; yang terjadi pada penyakit yang menyerang tanaman serealia di daerah temperate. Terbentuknya hiperparasitisme yang efektip mungkin merupakan salah satu dari mekanisme-mekanismenya.
Diskusi kita selanjutnya akan menyangkut penghambatan yang terjadi tanpa rangsangan (SS). Penyakit layu fusarium di Perancis merupakan contoh yang baik. Tabel 6.5 menunjukan bahwa tanah dari tempat ke lima (5) sangat menghambat penyakit. Tanah
yang sama juga menghambat layu
Fusarium pada tanaman lain tetapi tidak menghambat pathogen lain. Pada tanah 5 ternyata didapati populasi strain-strain F. oxysporum yang non-pathogenik dalam jumlah besar. Kemungkinan mikroba ini menempati daerah ekologis dari strain yang ganas. Hal
ini disebut crossed protection.
Mekanisme lain yangmengarah pada cross protection adalah immunisasi. Pathogen yang lemah dan strain yang tidak ganas merangsang resistensi tanaman terhadap pathogen lain. Cross-protection dapat digunakan dalam pengendalian penyakit secara biologis. Contohnya adalah pengendalian penyakit layu-fusarium pada tanaman ubi-jalar dengan menginokulasi stek-stek tanaman dengan inokulum strain Fusarium oxysporum yang non pathogenik yang diisolasi dari pembuluh tanaman yang sehat. 2.6. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (khemoterapi) Akhir-akhir ini penggunaan bahan kimia (pestisida, yang berarti pembunuh hama/pathogen) untuk mengendalikan pathogen cenderung dihindari yang disebabkan adanya kenyataan bahwa sering pathogen sasaran menjadi resisten setelah beberapa waktu kemudian, sehingga peningkatan dosis pestisida agar dapat membunuh ras baru tersebut dapat mencapai dosis mematikan (lethal dosis) bagi manusia. Dampak lainnya adalah sering ikut matinya jasad lainnya yang justru menjadi musuh alaminya bagi pathogen sehingga akan memotong alur rantai makanan (food chains) di alam. Demikian pula banyak pestisida yang bersifat resisten di alam sehingga sulit dirombak kembali dan menjadi pencemar lingkungan yang berbahaya. Hal Iain yang perlu diperhitungkan adalah kondisi alam di Indonesia yang beriklim tropik basah. Bahan kimia yang disemprotkan kepada tanaman, kalau ia tidak terserap oleh sistem tanaman jelas akan menjadi makanan empuk untuk dibasuh oleh hujan dan Page 11 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
diurai radiasi matahari. Intensitas radiasi yang demikian besar disekitar garis equator planet ini belum banyak diteliti efeknya terutama yang menyangkut daya uraian terhadap bahan kimia. Banyak sediaan obat tidak efektip atau turun daya bunuhnya karena kurang stabil dalam kondisi tropik. Untuk mendapatkan efikasi yang tetap, beberapa tindakan harus dikerjakan antara Iain frekuensi apiikasi diperbanyak atau dosis pemberian mesti ditingkatkan. Masih ada masalah lain yang muncul sebagai akibat peningkatan frekuensi pemberian obatobatan. Lapangan akan lebih cepat tercemar, melalui cemaran limbah yang dihasilkan. Teluk Jakarta tercemar logam berat, demikian berita di koran akhir-akhir ini, tidak mustahil bagian dari pencemarannya berasal dari kebun teh di daerah puncak, kalau itu misalnya kebun itu sering disemprot fungisida dengan bahan aktip tembaga. Sebab setelah tembaga tersebut melaksanakan tugasnya memberantas cacar teh, karena logam itu tidak seluruhnya diserap sistem tanaman tentu terhanyut aliran sungai Ciliwung dan sungai Cisadane dengan tujuan sementara laut Jawa. Tujuan akhirnya bukan mustahil tubuh kita-kita ini. Kesimpulan uraian di atas tidak lain adalah terdapatnya pemakaian bahan yang diberikan dalam jumlah banyak tetapi hanya sedikit yang terpakai sehingga sebagian besar terbasuh. Dibandingkan dengan limbah industri yang jauh lebih besar memang limbah pertanian masih jauh dibawah ambang toleransi yang diperbolehkan. Namun tentunya para ahli pertanian masih harus berusaha agar teknologi pertanian tetap menja di industri yang tidak menghasilkan polusi. Namun demikian hal ini bukan berarti bahwa penggunaan pestisida tidak diperlukan mengingat adanya intensitas penanaman tanaman pertanian yang harus terus ditingkatkan jika ingin memenuhi kebutuhan penduduk yang jumlahnya setiap tahun mengalami penambahan dengan cepat. Di lain pihak penambahan areal pertanaman melalui extensifikasi selain memerlukan pembukaan lahan baru yang biasanya cukup mahal memerlukan juga infestasi baru berupa jaringan pengairan, listrik dan sarana jalan baru. Kebanyakan negara berkembang yang jumlah dananya terbatas tidak mampu mengerjakan semua hal tersebut sekaligus sesuai dengan kebutuhan yang dituntut. Semua faktor itu memberi tekanan kepada peningkatan intensitas penanaman demi untuk memenuhi berbagai keperluan. Dengan demikian pertanian yang intensif memerlukan pemeliharaan tanaman secara intensif pula. Pemupukan yang diberikan pada varietas unggul meningkat dengan akibat tersedianya tanaman yang seragam kesuburannya menarik sekali bagi pathogen untuk tumbuh subur pula. Kondisi tropika basah di tanah air kita ini menyebabkan daur pathogen tumpang tindih dan cepat meningkat secara terus menerus. Kalau sudah demikian meningkat maka cara yang paling mudah dianjurkan tapi sulit dilaksanakan adalah memberantas penyakit dengan sistem cabut dan bakar. Sistem ini efektif di jaman Belanda dulu, tapi sulit dilaksanakan petani sekarang. Faktor psikologi bagi rakyat Indonesia masih sulit dibawa ke alam yang lebih rasional. Dengan alasan tersebut maka penggunaan pestisida menjadi penting dilakukan untuk mengendalikan serangan pathogen lebih luas lagi. Namun dengan alasan seperti tersebut di atas maka penggunaannya perlu diterapkan secara bijaksana, dan salah satu kebijakan yang menjadi konsensus dalam bidang hama penyakit adalah melalui terori ambang ekonomi (economic threshold), yakni penggunaan pestisida tertentu baru dapat direkomendasikan Page 12 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
apabila batas populasi terndah hama atau penyakit telah dicapai dan potensial akan terjadinya ledakan (outbreak).
Melihat sifatnya maka pestisida tersebut dapat bersifat protektif (perlindungan) dan kuratif (penyembuhan). Perlindungan adalah istilah yang dipakai, kalau tanaman inang terlindung dari suatu patogen dengan penempatan suatu penahan yang efektif (misalnya suatu fungisida), sehingga bahan kimia tersebut dapat membunuh patogen tersebut sebelum masuk tanaman, atau bahan kimia ini mencegah berkecambahnya spora-spora. Sementara pestisida yang bersifat penyembuhan adalah dengan jalan membunuh atau menghambat perkembangan pathogen setelah terjadi infeksi dalam tubuh tanaman.
4. REFERENSI Sastrahidayat, I.R. 2010. Fitopatologi (ilmu penyakit tumbuan). UB. Press, 200 h.
Page 13 of 13