EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan Dalam Proses Epidemi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN
4. 4. REFERENSI
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
5. 5. PROPAGASI
3. KEGIATAN BELAJAR
MODUL
6. PENDALAMAN
1. PENDAHULUAN bentuk hubungan antara faktor pemicu (dikenal dengan istilah stimulus) dan faktor terpicu (dikenal dengan istilah respons) yang bentuknya bervariasi mengikuti pola tertentu. Pola tersebut digambarkan dalam bentuk kurva respons yang menunjukkan ploting data yang didapat. Ploting data dalam kajian epidemiologi memegang peranan penting karena daripadanya seseorang sudah dapat informasi yang apabila dikaitkan dengan teori yang ada akan semakin jelas mengenai alasan kejadian tersebut. Disamping itu ploting data mempunyai hubungan dengan analisis lebih lanjut dalam rumusan statistika apabila ingin menganalisisnya lebih dalam dengan menggunakan software yang telah ada. Disamping alasan tersebut di atas dalam modul ini juga dikenalkan mengenai berbagai bentuk jenis penelitian dari yang mempunyai hubungan sederhana sampai dengan yang lebih kompleks dalam rangka mengenalkan teori hubungan sebab dan akibat. Mengingat demikian variatifnya bentuk hubungan dalam pertumbuhan makhluk hidup maka akan didapat pula variasinya untuk setiap data yang diploting
dengan
menggunakan
diagram
tersebut
dia
tas,
aspek
kecenderungan dalam diagram akan menjadi alasan tersendiri untuk dikaji lebih dalam apabila kemudian dianggap cukup rasional dan menarik.
SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)
Proses yang terjadi dalam epidemi penyakit tanaman adalah merupakan
3
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
2013
1. Mahasiswa mampu membuat hipotesis mengenai bentuk hubungan dalam epidemiologi dengan memisahkan mana peubah bebas (independent variable) dan mana peubah tak bebasnya (dependent variable). 2. Mahasiswa dapat memploting data berdasarkan statistika sehingga mudah melihat pola perkembangan penyakit berdasarkan teori yang ada, hal ini akan sangat membantu dalam pengujian kuantifikasi proses epidemi pada studi berikutnya. 3.
Mengenal bentuk-bentuk hubungan dua dimensi yang menghasilkan kurva, histogram, titik-titik, dsb., atau bentuk hubungan tiga dimensi dalam bentuk ruang yang menhasilkan bidang.
Dengan cara ini maka mahasiswa mempunyai kemapuan untuk mengaplikasikan teori-teori statistika yang pernah dipelajarinya menjadi suatu ilmu yang aplikatif dalam melihat pola hubungan epidemi penyakit.
3. KEGIATAN BELAJAR Mengenal bentuk hubungan dalam epidemi penyakit 1. Kurva respon Organisme hidup selalu dipengaruhi oleh lingkungannya dan sebaliknya organisme hidup dapat mempengaruhi
lingkungannya.
Hubungan
timbal
balik
dapat
diukur
berdasarkan
sifat
ketergantungannya, yang biasa dikenal dalam bentuk kurva sebagai variabel bebas (independent variable) dan variabel tak bebas (dependent variable). Dalam halnya dengan biologi dan lingkungan umumnya faktor lingkungan dimasukkan sebagai variabel bebas (contoh: suhu udara, kelembaban nisbi, intensitas sinar, dan sebagainya), sebaliknya faktor biologi dimasukkan dalam variabel tak bebas artinya tergantung faktor lingkungan (contoh: perkecambahan spora jamur, sporulasi, transportasi, dan sebagainya). Dalam penelitian, suatu variabel bebas umumnya diperlakukan sebagai sejumlah tingkatan atau kelas yang terpisah satu sama lain. Nilai setiap tingkatan atau kelas dari variabel bebas disebut sebagai rangsangan atau stimulus yang akan berhadapan dengan variabel tak bebas sehingga menunjukkan suatu nilai resultante tertentu yang disebut sebagai jawaban atau respon. Respon yang nampak umumnya bersifat sangat unik, yakni bahwa respon tersebut bisa terjadi hanya sekali atau berulang-ulang; misalnya respon yang ditunjukkan binatang terhadap stimulus lingkungan tertentu. Dalam respon yang terjadi secara berulang-ulang, dikenal suatu waktu atau periode dimana organisme tersebut tidak menunjukkan kepekaan terhadap stimulus tersebut, hal ini disebut sebagai periode tahan (refractory period).
Page 2 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2. Penjabaran stimulus
2013
Secara definitif stimulus pada dasarnya dapat dijabarkan dalam dua kejadian, yakni: a. Setiap perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan perilaku atau kebiasaan suatu organisme (behaviouristic definition). b. Setiap perubahan energi akan menyebabkan perubahan aktifitas indera penerima (mechanistic definition). Dari kedua definisi tersebut, para peneliti umumnya lebih menyukai definisi yang pertama bagi penelitiannya, mengingat sulitnya mengukur perubahan energi sebagai stimulus. Untuk memahami masalah tersebut marilah ambil contoh sebagai berikut: Spora jamur misalnya yang dikecambahkan dalam air pada hakekatnya hanya merupakan suatu perubahan energi yang begitu komplek yang diwujudkan dalam perubahan bentuk berupa perkecambahan. Dalam hal ini energi tentunya sulit diukur atau dilihat, namun terjadinya perkecambahan merupakan bukti dari fenomena perubahan energi tersebut. Dengan definisi pertama spora dalam air tersebut tentunya bisa berkecambah (respon) atau tidak (tidak respon), maka untuk mengetahui hal tersebut stimulnya dapat diukur besarannya (Gambar 1). 3. Hubungan respon dengan waktu Dalam kenyataan di alam tentunya tidak hanya melihat reaksi yang diberikan oleh sebutir spora terhadap lingkungannya, melainkan spora dalam jumlah tertentu (populasi spora). Dalam populasi tentunya tidak semua spora memberikan reaksi, hanya sebagian dari jumlah spora tersebut yang memberikan respon (misal berkecambah terhadap kehadiran air), hal ini disebut sebagai bagian yang berkecambah (the germination fraction). Secara statistika respon tersebut dikatakan nyata apabila sebagain besar fraksi tersebut berada dalam sebaran binomial dengan pengujian tertentu. Fraksi perkecambahan di atas apabila diplot dalam suatu kurva menurut waktu, tentunya akan berbeda dengan Gambar 1, karena bersifat dinamis yakni tergantung pada lamanya periode kehadiran air sebagai salah satu cara untuk mengukur stimulus. Dengan cara ini maka nampak bahwa akan terbentuk kurva yang condong ke kanan berbentuk huruf S (disebut pula Sygmoid curve), kurva ini sangat khas dalam studi biologi (Gambar 1.C). Dengan pengertian tersebut maka dalam studi biologi kita akan dihadapkan kepada perubahan kurva respon yang variatif, dari yang bersifat logika atau teoritis sampai pada dinamika yang dapat dihubungkan dalam bentuk persamaan tertentu seperti terlihat pada Gambar 1.
Page 3 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Gambar 1. Bentuk hubungan stimulus (X) dan respon (Y). A, bersifat teoritis; B, bersifat linier; C, bersifat sigmoid.
4. Beberapa contoh kurva respon a. Kurva berbentuk genta Apabila kurva tersebut di atas diplot dari nol meningkat ke suatu nilai maksimum
kemudian
turun lagi ke nol, maka kurvanya berbentuk genta (Gambar 2). Kurva ini mempunyai alas yang rata karena ada waktu minimum yang dijalani (minimum exposure time), yang di bawah waktu tersebut tidak terjadi perkecambahan.
Gambar 2. Kurva respon berbentuk genta
Page 4 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah b. Kurva optimum
Brawijaya University
2013
Kurva optimum dicirikan dengan tiga titik kardinal, yakni: (1) titik minimum yaitu titik dimana di bawahnya stimulus tidak menghasilkan respon; (2) titik maksimum yaitu titik dimana di atasnya stimulus tidak menghasilkan respon; dan (3) titik optimum yaitu titik dimana padanya nilai stimulus menghasilkan respon terbesar. Apabila stimulus meningkat dari minimum ke optimum, maka respon akan meningkat pula, mula-mula perlahan kemudian lebih cepat dan akhirnya perlahan kembali. Apabila kemudian stimulus diteruskan dari optimum ke maksimum, maka respon akan turun, mula-mula perlahan kemudian cepat dan akhirnya mencapai nol (Gambar 3).
Gambar 3. Kurva respon optimum tidak symetris, kemiringan cenderung ke kanan; kurva garis tipis normal, garis tebal optimal, titik tebal titik belok. Dalam perkembangannya kurva optimum tersebut mempunyai banyak variasi dalam rinciannya, yakni dapat lancip, agak tumpul atau bahkan rata di puncaknya (Gambar 4). Umumnya jarang yang simetris namun cenderung condong ke kanan.
Gambar 4. Beberapa bentuk kurva respon optimum dalam fraksi dari Clasterosporium carpophilum. A, pertumbuhan diameter koloni (maksimum 100 mm) pada medium agar dalam 30 hari; B, panjang tabung kecambah (maksimum 300μm) setelah 30 jam; C, persentase perkecambahan (maksimum 100) setelah 10 hari (Zadoks, et.al, 1975).
5. Nilai supra maksimal dan sub minimal Suatu stimulus dapat melebihi nilai maksimum, maka apabila terjadi demikian respon yang terjadi akan menjadi nol atau menyebabkan kematian, stimulus semacam ini disebut supra maksimal. Page 5 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Sebaliknya apabila stimulus kurang dari pada minimum dan tidak menghasilkan suatu respon disebut sebagai sub minimal, stimulus ini mungkin juga menyebabkan kematian, misal tempat yang rendah yang biasanya dapat mendorong kehidupan. Di dalam mendefinisikan suatu respon yang cocok haruslah berhati-hati. Pada tempat steril, kematian adalah respon yang terjadi akibat suhu supra maksimal. Apabila suhu tidak cukup tinggi, maka mungkin akan dijumpai suatu pertumbuhan optimum yang tidak diinginkan. Penyinaran U.V. dapat digunakan untuk sterilisasi. Namun hal ini agak jarang dilakukan karena beberapa jamur (misal: Phytophthora infestans), konidiumnya justru dirangsang untuk berkecambah di bawah penyinaran dosis maksimum tertentu dari U.V. Terdapat suatu periode waktu tertentu bagi penyinaran optimum untuk menstimulir perkecambahan tersebut. Contoh ini menunjukan bahwa istilah sub minimal dan supra maksimal hanyalah sesuai untuk respon tertentu. Apabila kematian responder merupakan target, maka kurva respon stimulus dapat disebut sebagai kurva kematian. Kurva kematian yang khas didapat di dalam desinfestasi dan sterilisasi dengan menggunakan alat-alat laboratorium atau pengalengan makanan. 6. Stimuli yang diputus-putus (interrupted stimuli). Untuk membahas hal ini dapat kita kaji stimulus sebagaimana yang terjadi pada suatu daun untuk perkecambahan spora jamur dan memberikan kesempatan tabung kecambah untuk tumbuh (kecuali powdery mildew). Apakah yang terjadi apabila daun mengering dan stimulus menjadi hilang? Biasanya perkecambahan spora atau pertumbuhan tabung kecambah berhenti (mati). Fase-fase tersebut adalah sangat peka terhadap kekeringan. Mycosphaerella musicola yang menyebabkan penyakit Sigatoga pada pisang adalah suatu perkecualian yang sudah dikenal. Spora-spora berkecambah di dalam air bebas dan tabung kecambah tumbuh di atas permukaan daun sampai penetrasi atau sampai daun kering. Tabung ini dapat tetap hidup dalam kekeringan di siang hari dan tumbuh lagi selama pembasahan daun selanjutnya. Umumnya disebabkan oleh adanya embun-embun di malam hari, spora-spora dapat tetap hidup selama 2 hari kekeringan dan tetap melakukan penetrasi. Dalam hal ini pembasahan daun tersebut disebut suatu stimulus yang terputus-putus. Dalam jamur, tingkat sempurna biasanya mempunyai nilai kehidupan dan merupakan penyambung kehidupan selama periode yang tidak sesuai bagi jamur. Pada beberapa ascomycetes suatu protoperithesium terbentuk selama musim dingin tetapi berkembang menjadi suatu perithesium yang mengandung ascogenus hanya apabila kebutuhan akan suhu dingin tertentu telah jenuh. Teliospore dari Puccinia graminis berkecambah hanya setelah melampaui suatu periode cuaca dingin dan atau adanya perubahan antara pengeringan dan pembasahan. Hal ini mungkin merupakan suatu stimulus yang terputus-putus tetapi perlu diadakan suatu penelitian lebih jauh. 7. Efek berganda dari stimuli lingkungan. Setiap stimulus lingkungan dapat mempunyai pengaruh yang berbeda di dalam unit respon stimulus yang berbeda. Contoh yang baik adalah suhu. Kelestarian fase dari daur infeksi mungkin mempunyai kurve optimum suhu yang berbeda. Akibatnya nilai periode laten pada suhu apabila suatu tingkat suhu diterapkan selama daur infeksi, kemungkinan nilai periode laten pada suhu optimum akan Page 6 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
lebih lama daripada periode laten yang dialami apabila pada setiap fase diberikan suhu optimum masing-masing. 8. Dua stimulus - bidang respon Masalah ini umum digunakan di dalam percobaan untuk mempelajari suatu pengaruh yang tak tergantung (independent variable) pada suatu waktu; misalnya pengaruh suhu terhadap periode laten. Percobaan tersebut melengkapi pengaruh dari pada variabel independent selanjutnya dapat dipelajari untuk mengukur respon yang sama, umpama pengaruh dari pada lamanya pembasahan daun terhadap periode laten. Dua percobaan menghasilkan dua kurve respon, satu menunjukan pengaruh suhu beberapa nilai yang ditetapkan dari pada lama pembasahan daun dan yang lain memperagakan pengaruh lama pembasahan daun pada
beberapa nilai suhu yang ditetapkan, kedua pengaruh ditunjukkan dalam
bentuk periode laten. Hasil ini tidaklah memberikan informasi yang cukup karena di alam suhu dan periode pembasahan dapat terjadi dengan banyak kombinasi. Periode laten yang dihasilkan tidak dapat diramalkan dari data tersebut mungkin saja terdapat beberapa perkecualian, tetapi pengalaman menunjukan bahwa biasanya tidak terjadi interaksi, dan akibatnya tidak terdapat suatu hukum yang sederhana untuk menduga pengaruh dari pada dua variabel independent terhadap satu variabel yang dependent. Alternatif lain untuk mendapatkan hasil suatu percobaan dengan dua stimuli adalah bidang respon (respons plane), yaitu dengan menggunakan suatu gambar tiga dimensi dengan dua variabel independent pada garis sumbu X dan Z dan variable yang dependent pada garis sumbu Y. 9. Saling tergantung Pendekatan secara experimental ini berdasarkan pada suatu hipotesa bahwa: “Dalam percobaan-percobaan segala sesuatu keadaannya sama, kecuali satu atau dua variabel yang independent yang dipilih untuk diuji”. Dalam beberapa keadaan percobaan, hipotesa ini tidak berlaku. Setiap variabel yang dependent tergantung secara berurutan pada banyak variabel independent yang dapat diukur bahkan dapat dikontrol. Disini “independent“ berarti bahwa variabel-variabel (stimulus) tidak dipengaruhi oleh responnya. Variabel-variabel
yang independent dapat dihubungkan, atau dapat interdependent. Di
udara terbuka interdependensi faktor lingkungan adalah lebih merupakan suatu hukum dari pada suatu perkecualian. Interpedensi variabel biotis sering terjadi tetapi kadang-kadang sulit dilihat. Semakin banyak variabel yang terlihat, semakin rumit pula proses pendugaan respon. Pemecahan yang biasa adalah analisa regresi berganda dan berbagai metode yang dapat dijumpai dalam buku statistika. Page 7 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
A. Penerapan dalam ruangan
Berhadapan dengan tugas untuk mendeterminasi hubungan sebab dan akibat
2013 dalam
mengurangi masalah menjadi suatu ukuran yang dapat diatur. Maka akan dicoba mengurangi masalah yang dihadapi
sehingga dapat memanipulasi suatu variabel independen tunggal pada suatu waktu,
yang dianggap sebagai penyebabnya, dan mempelajari reaksi dari satu variabel dependent yang di rancang sebagai akibatnya: kesemuanya merupakan situasi yang terjadi antara stimulus dan respons. Suasana lapangan sering memungkinkan beberapa pengurangan masalah, tetapi keadaan cuaca dan resiko-resiko adanyan infeksi yang tidak diiinginkan membatasi kemungkinan-kemungkinannya. Dalam situasi
yang demikian, peneliti-peneliti akan melakukan ulangan dalam rumah kaca atau
growth chamber, dimana teknik-teknik yang rumit dapat membantu menerapkan hipotesa secara kasar. Penggunaan growth chamber mempunyai kelebihan sebab pendekatan kepada satu stimulussatu respon dapat dilakukan. Dengan adanya ruangan yang terkontrol baik di laboratorium maupun rumah kaca, maka memungkinkan seorang peneliti melakukan pendekatan hubungan stimulus dan respon dalam tingkatan penelitian sesuai dengan stimulus atau respon yang ingin diketahui. Hal tersebut sangat penting dalam studi epidemiologi karena akan membangun suatu studi yang lebih kompleks interaksinya, sebagaimana kebanyakan studi epidemiologi umumnya. Dengan respon-respon tersebut akan memudahkan seorang peneliti untuk memberikan gagasan ataupun alasan terhadap kejadian epidemi di lapangan, yakni dengan membangun logika ilmiah dari hasil-hasil penelitian yang mungkin saja bersifat tunggal. Oleh karena itu untuk memudahkan bentuk percobaan manakah yang harus dibangun sebagai dasar asumsinya, maka dalam uraian berikut dikemukakan penggolongannya dan contoh penelitiannya. Penggolongan percobaan a. Satu stimulus menghasilkan satu respon (single input-single output experiments), yakni percobaan dengan hanya satu stimulus dan satu respon sebagai variabel yang diukur (Contoh Gambar 5 dan Gambar 6).
Gambar 5. Pengaruh kualitas sinar terhadap perkecambahan spora Cheilanthes feei pada tanaman berdaun jarum fern (Nondorf, et.al, 2003).
Page 8 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Gambar 6. Pengaruh suhu terhadap periode laten pada Puccinia striiformis f.sp. tritici, P. graminis tritici dan P. triticina pada gandum, serta Blumeria graminis f.sp. hordei pada barley (Cooke, et.al., 2006) b. Satu stimulus menghasilkan banyak respon (single input- multiple output experiments), yakni percobaan dengan satu stimulus dan lebih dari satu responnya sebagai variabel yang diukur (Contoh Gambar 7).
Gambar 7. Pengaruh curah hujan terhadap jumlah koloni dan insiden penyakit antraknose buah strawberry oleh Colletotrichum acutatum (Cooke, et.al., 2006). c. Banyak stimulus menghasilkan satu respon (multiple input-single output experiments), yakni suatu percobaan dimana jumlah stimulusnya lebih dari satu, tetapi responnya hanya satu variabel yang diukur (Contoh Gambar 8 dan 9). d. Multiple input-multiple output experiments. Untuk penelitian jenis ini sulit untuk dibuat gambarnya oleh karena itu sifatnya berinteraksi yang dapat dilakukan lewat pengujian statistika atau dinamika model.
Dengan kata lain, dengan adanya kontrol lingkungan secara ketat dan teknologi riset yang tinggi perbedaan respon dikurangi sampai sekecil-kecilnya, kecuali perbedaan (variance) yang Page 9 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
disebabkan oleh perbedaan stimulus. Perbedaan kapasitas percobaaan, dan jelasnya perbedaannya dipengaruhi oleh ratio variance. Maka teknik yang rumit dapat membantu peneliti untuk melihat lebih jelas. Tetapi perlu diingat, bahwa kejelasan penglihatan di dapat dengan menggunakan alat penghalang mata (yakni suatu alat/cara yang dilakukan atau dipakai untuk konsentrasi pandangan). sehingga mungkin dapat kehilangan pandangan terhadap masalah secara umum yang diinginkan.
Gambar 8. Pengaruh penyimpanan (hari) dalam kondisi dingin terhadap perkecambahan urediniospora Puccinia psidii (kiri). A. dingin beku (freezer), B. nitrogen cair, C. dingin kulkas. Kanan pengaruh terhadap jumlah pustul (Salustiano, et.al., 2008).
Gambar 9. Pengaruh suhu dan lama daun basah terhadap keparahan penyakit downy mildew pada anggur (Hamada, et.al., 2008). Suatu penelitian dapat diharapkan
sangat terperinci apabila varian-varian yang tidak
dikehendaki ditekan sejauh mungkin sehingga peneliti dapat melakukan pekerjaaanya lebih efisien dan efektif daripada melakukan penelitian yang menggunakan banyak tanaman dalam banyak ulangan. Peneliti seyogyanya meneliti stimulus majemuk dan/atau respon majemuk, dengan menggunakan beberapa tanaman ulangan yang juga jumlahnya sesedikit mungkin. Page 10 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Tekanan dari penelitian kemudian dapat dialihkan dari hubungan stimulus dan respons ke interaksi. Untuk mengevaluasi hasil percobaan yang digambarkan di atas maka dapat menggunakan teknik matematis dasar yaitu analysis of variance. B. Penerapan di lapangan Untuk penerapan lapangan, hipotesis yang dipakai di atas tidaklah sesuai, karena semua variabel terus berubah dan penganalisaannya menjadi kabur. Maka jalan keluarnya adalah: mengukur segala sesuatunya dan menduga kepentingan relatif dari setiap kovariasi antara dua variabel dengan analisa regresi berganda. Kemudian, diukurlah berberapa hal, seperti: data lingkungan; pertumbuhan tanaman inang; respons inang (umpama: derajat membuka stomata); pertumbuhan jamur; perkembangan penyakit, dan seterusnya. Untuk efisiensi pekerjaan adalah dengan cara menjawab pertanyaan, bukan mengukur, pilihan harus dibuat dengan betul diantara variabel-variabel yang diukur. Dari data literatur, pengetahuan peneliti, perasaan, hasil percobaan-percobaan lapangan dan laboratorium biasanya dapat menentukan pilihan atas jumlah variabel yang harus diukur. Hubungan antara suatu variabel dependent (umpama: keparahan penyakit) dan variabel independent, pilihan dapat dipelajari dengan menggunakan analisa regresi berganda. Tehnik analisis regresi berganda, dengan berbagai kemurniannya dapat dipelajari dalam banyak pustaka.
4. Referensi Cooke, B.M., D. G. Jones, dan B. Kaye. 2006. The epidemiology of plant diseases. Publsh. by Springer, Dordrecht, The Nederlands. 576 h. Hamada, E.; R. Ghin; P. Ross; M. J. P. Júnior; J. L. Fernandes. 2008. Climatic risk of grape downy mildew (Plasmopara viticola) for the State of São Paulo, Brazil. Nondorf, S. L., M. A. Dooley, M. Palmieri, dan L. J. Swatzell. 2003. The Effects of pH, temperature, light intensity, light quality, and moisture levels on spore germination in Cheilanthes feei. Southeast Missouri American Fern Journal 93(2):56-69. Salustiano M. E.; E. A. Pozza; A. C. Ferraz Filho; dan H. A. Castro. 2008. Viability of Puccinia psidii urediniospores stored in different environments. Trop. plant pathol. vol.33 no.4 Brasília.
5. PROPAGASI Mahasiswa diminta untuk melakukan ploting data dalam bentuk berbagai statistik seperti kurva, histogram, titik, bidang, dan sebagainya dengan menggunakan data hipotesis dan mencobanya untuk mendiskusikan dalam kelas agar supaya terbiasa membangun analisis rasional dalam melihat paparan hasil penelitian. Page 11 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
6. PENDALAMAN
2013
1. Dalam kejadian epidemi penyakit coba diinventarisasi manakah yang dimaksud dengan peubah bebas dan mana pula yang disebut peubah tak bebas, kemukakan satu contoh saja, beri alasan mengapa demikian serta buat bentuk hubungannya dalam bentuk kurva pertumbuhan. 2. Berikan analisis yang lengkap bagaimana cara anda membaca kurva garis pada Gambar 8 dan kurva bidang pada Gambar 9.
Page 12 of 12