EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Percobaan Laboratorium Epidemi II Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN
4. REFERENSI
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
5. PROPAGASI
3. KEGIATAN BELAJAR
6. PENDALAMAN
MODUL
Masih melanjutkan studi mengenai kemampuan percobaan epidemiologi dalam
skala
laboratorium
yang
menyajikan
berbagai
kasus
yang
berhubungan dengan proses bagaimana patogen menghasilkan inokulum yang akan menjadi materi penting bagi terjadinya epidemi di lapangan. Proses bagaimana masuknya (penetrasi) patogen ke jaringan inang dan kemudian berkembang serta menghasilkan inokulum baru (spora) adalah proses yang bersifat mikroskopis sehingga hanya dapat dipelajari dengan teknik
“laboratorium”
sehingga
kejadiannya
dapat
diikuti
dengan
dokumentasi yang memadai dari waktu ke waktu (menit, jam, atau hari). Disamping itu dalam modul ini dikembangkan pula suatu cara secara buatan mengenai proses inokulasi serta sporulasinya yang akan menjadi pelajaran sangat
berguna
untuk
studi
pada
patogen
lainnya
sehingga
studi
epidemiologi memberikan peranan penting pula bagi perkembangan studi biologi secara umum. Beberapa contoh yang menarik dalam studi ini adalah digunakannya patogen yang bersifat biotrophic fungi, mengingat gejala yang muncul sangat spesifik (misal penyebab penyakit karat) dan secara morfologi, spora jamurnya besar dan menarik (atraktif) untuk dilihat perkembangannya. Disamping itu patogen jenis ini tidak dapat dibiakkan dalam medium buatan sehingga diperlukan teknis khusus untuk inokulasinya, dan hal tersebut diperagakan dalam modul ini.
SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)
10
1. PENDAHULUAN
Mata Kuliah / MateriKuliah
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Brawijaya University
2013
1. Melatih mahasiswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam merekayasa peralatannya sendiri demi tercapainya tujuan penelitian. 2. Mengembangkan ketrampilan praktis mahasiswa dalam mengamati objek yang bersifat renik dan mampu melakukan dokumentasi terhadap kejadian yang dipelajarinya dengan baik dan benar serta menginformasikannya dalam bentuk pelaporan. 3. Membangun kerjasama mahasiswa untuk saling tolong-menolong dalam kerjasama tim karena penelitian yang baik adalah adanya kebersamaan untuk mengatasi kesulitan selama proses penelitian berlangsung.
3. KEGIATAN BELAJAR 1. Produksi spora secara kuantitatif Percobaan ini dapat dilakukan menurut cara Mehta dan Zadoks (1970) yang mengamati penelitian tentang penyakit karat coklat (Puccinia recondita) pada gandum dengan mengamati kelompok spora yang meliputi: 1. Periode laten yang pendek 2. Pembukaan pustul 3. Peningkatan produksi spora per hari 4. Produksi spora maksimal yang cepat dan tinggi 5. Penurunan produksi spora yang cepat 6. Periode sporulasi yang pendek Meskipun demikian nampaknya produksi spora total tidak tergantung dari persediaan spora dan kepadatan tumpukan spora. Jumlah produksi spora ternyata sangat tergantung alat fotosintesis dari inang. Sporulasi itu menjadi berlimpah bila tidak ada bagian daun yang dihilangkan. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui kapasitas sporulasi dari P. recondita pada bibit jagung. Bahan: -
Spora dari P. recondita f.sp. triticina
-
6 pot bibit tanamana jagung muda
-
Alat penghembus
-
Cycloon collector dan pompa
-
Alat pengukur luas daun
-
Haemocytometer
-
Collodium
-
Glycerol dan tween 40 Page 2 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah -
Kertas tak berlemak
-
Alat pengering
-
Ultrasound fibrator
Brawijaya University
2013
Pelaksanaan: Benih jagung ditanam dalam 6 pot, yang masing-masing ditanami 10 biji seragam. Pada permukaan pot diletakkan kertas tak berlemak. Kemudian daun yang tumbuh diinokulasi spora jamur dengan alat penghembus dengan tangan sedemikian rupa sehingga spora merata. Inokulasi ini berlangsung dengan cara: a. 10 mg spora (6 pot) atau b. 20 mg spora (6 pot) Setelah inokulasi maka tanaman tersebut diinkubasikan selama 24 jam dalam keadaan gelap dengan kelembaban nisbi 100 persen pada suhu 18 oC. Setelah masa inkubasi, maka pot tadi diletakkan pada keadaan kelembaban tinggi 90 % dan suhu 18oC pada ritme harian dan malam yang normal. Uraian: 1. 24 jam setelah inokulasi maka 1 pot dipakai untuk menentukan persediaan spora dan berat kering dari daun. Penentuan persediaan spora adalah sebagai berikut: Dibuat collodium string dari 5 lembar daun per pekerjaan dan dihitung jumlah spora (yang berkecambah maupun tidak) per satuan luas (sedikitnya 100 spora per permukaan daun). Kemudian tentukan luas permukaan daun-daun tersebut. Untuk menghitung berat kering daun dilakukan cara demikian: Letakan sisa daun-daun tersebut dalam alat pengering dengan suhu 80oC selama 24 jam, kemudian timbanglah daun tersebut. 2. Menentukan waktu inkubasi (yaitu timbulnya gejala pertama) dan periode laten (timbulnya pembukaan pustul pertama kali). 3. Sejak dari pembukaan pustul tersebut maka sporulasi (produksi spora) dihitung dengan menggunakan alat penghisap cycloon collector, yang dilakukan pada 50 bibit tanaman tersebut. Demikian juga pada spora-spora yang jatuh pada bagian bebas ikut dihitung dan ditimbang. Penghisapan spora tersebut berlangsung terus sampai 22 hari setelah inokulasi. 4. Bila sporulasi telah berjalan dengan baik maka apa yang disebut dengan faktor koreksi ditentukan. Hal ini dilakukan sebagai berikut: Spora pertama-tama dihisap secara normal. Setelah ditimbang spora direndam di dalam cairan yang mempunyai berat jenis kurang lebih sama dengan spora karat (yakni 1,1). Cairan ini terdiri atas: 43% larutan glyserol dan air kran + 5% Tween 40. Suspensi ini dikerjakan selama 1 menit dalam ultrasound fibrator (getaran 19.000/detik) dan kemudian diisi dengan cairan khusus tadi sampai 10 ml. Jumlah spora yang terdapat pada 10 ml larutan ini dihitung dengan bantuan haemocytometer. Sedangkan yang dianggap sebagai faktor koreksi adalah jumlah spora per mg spora segar. Dalam hal ini dianggap bahwa berat spora segar selama percobaan tetap konstan. Page 3 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
5. Isilah kertas kerja yang bersangkutan.
2013
6. Letakan pada kertas grafik produksi spora per hisapan (menurut skala waktu) per 50 helai daun. Tuliskan juga pada skala, waktu, hari inokulasi, dan akhir dari periode laten. Lakukan ini juga untuk produksi spora kumulatif per 50 helai daun. 7. Buat kesimpulan.
Kertas kerja: Pengamat
:_________________
Luas bidang pandang:_________________ Tgl. Inokulasi
:_________________
T = total
Tanaman
:_________________
x = rata-rata
Jamur
:_________________
W = lebar penyebaran
Perkecambahan spora
Tak berkecambah Jumlah total spora Persen kecambah Jumlah bidang pandang Jumlah permukaan pandang Jumlah spora per mm2 Jumlah spora per daun Coret yang tak perlu
Pelaksanaan Nomor daun 1
2
3
4
5
Hasil perhitungan T x W
2. Kecepatan sporulasi-waktu Uredospora di lapangan misalnya dari Puccinia striiformis pada serealia sulit sekali ditentukan berapa lama berlangsungnya antara lepasnya spora-spora yang masak oleh hujan dan angin, dan timbulnya jumlah spora masak yang baru dan siap menyebar. Suatu pandangan sekilas mengenai hal ini diperoleh di laboratorium oleh Rapilly et.al. (1970) dengan bantuan suatu terowongan angin. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara sporulasi dan waktu pada keadaan cuca yang konstan. Bahan: -
1 pot bibit jagung
-
Patogen karat
-
Terowongan angin buatan
-
12 cawan Petri (∅ 9 mm) dengan water agar
-
Etiket (untuk penomoran)
Page 4 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Pelaksanaan:
2013
Dalam hal ini dipakai jagung varietas peka yang mudah tertular penyakit karat. Sehelai daun yang dipenuhi oleh sorus patogen diletakkan di terowongan angin (dalam kondisi in situ). Sisa dari tanaman lain disingkirkan atau ditutup plastik. Terowongan angin debuat sebagai berikut: -
Kecepatan angin 0,5 m per detik
-
Kelembaban nisbi 70-90% dan konstan
-
Suhu udara dalam terowongan 22 oC. Uredospora ditangkap di bagian belakang terowongan angin ini oleh cawan Petri yang telah diisi
dengan water agar dan bernomor. Pada awal percobaan (disebut titik waktu t) itu selama 2 menit diberikan arus angin dengan kecepatan 2,5 m/detik, sehingga uredospora dapat dipisahkan dari uredosori. Cara ini diulang setiap 20 menit selama 3 jam. Setelah arus angin tadi, maka cawan Petri diganti baru pada setiap hembusan. Kemudian spora dihitung. Catatan: 1. Catatlah jumlah spora yang tertangkap pada kertas kerja 2. Buatlah di kertas grafik jumlah spora secara kumulatif terhadap waktu 3. Buat kesimpulan Lembar kerja: Pengamat
:________________________
Suhu
:________________________
Tanaman
:________________________
Kelembaban
:________________________
Jamur
:________________________
Kec. Angin
:________________________
Waktu (menit) 20 40 60 80 100
Jumlah spora kumulatif
Waktu
Jumlah spora kumulatif
120 140 160 180
3. Percepatan sporulasi – kelembaban nisbi udara Pada percobaan sebelumnya, kecepatan sporulasi dipelajari dalam hubungannya dengan waktu atau sebagai fungsi waktu dalam keadaan faktor cuacanya konstan. Namun bagaimana apabila faktor cuacanya bervariasi misalnya kelembaban nisbinya. Maka untuk itulah percobaan ini akan digunakan Page 5 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
untuk mengetahui sampai sejauhmana pengaruhnya bila kondisi udaranya justru tidak bergerak seperti dalam terowongan angin tersebut sebelumnya. Dengan kata lain percepatan sporulasi dipelajari dalam keadaan udara tenang sehingga dibiarkan lepas dari sorusnya secara alamiah tanpa angin. Bahan: -
6 pot dengan bibit gandum
-
Puccinia striiformis
-
6 kotak-sporulasi
-
Glycerin
-
Pita perekat
-
Mikroskop binokuler
Pelaksanaan: Disiapkan 6 pot bibit gandum dari varietas yang rentan, yang akan mampu menyebabkan perkembangan patogen sehingga mendapatkan spora yang melimpah. Inokulasi dengan patogen penyebab karat kuning (P. striiformis), tidak terlalu keras, lebih baik menggunakan pensil dan pada permukaan seluas 2 cm2. Pot-pot tersebut sebelum dimulai percobaan harus diperjarang dahulu jaraknya agar tidak menggangu satu tanaman ke lainnya. Perconaan dapat dimulai bila kelompok spora tersebut telah tumbuh dengan baik, tetapi masih belum lama berspora. Dari setiap pot dipilih satu benih yang mempunyai kelompok atau kumpulan spora yang rata dengan keseragaman yang rata. Pada bagian tengah dari bagian yang diinokulasi dari 6 benih tersebut dipilih suatu zona ± 1 cm 2, untuk pengmatan sementara bagaian lainnya ditutup dengan pita perekat. Daun-daun tersebut diletakkan sedemikian rupa dalam 6 kotak sporulasi tersebut (Gambar 1), sehingga daerah yang terbuka itu selalu tepat berada pada atau di atas objek gelas yang diolesi glyserin. Dalam kotak sporulasi telah terbentuk berbagai kepadatan udara relatif dengan bantuan berbagai campuran glyserin dan air (H2O) berdasarkan formula Deffose (1963), sebagai berikut: -
Kotak 1 (kelembaban 50%): 78,5% berat glyserin
-
Kotak 2 (kelembaban 60%): 70,5% berat glyserin
-
Kotak 3 (kelembaban 70%): 61,5% berat glyserin
-
Kotak 4 (kelembaban 80%): 48,5% berat glyserin
-
Kotak 5 (kelembaban 90%): 31,5% berat glyserin
-
Kotak 6 (kelembaban 100%): 0 % berta glyserin Seluruh percobaan ini dilakukan pada suhu 20 oC dan pencahayaan konstan.
Perhatian: Harus diingat bahwa: -
Daun-daun tersebut harus diketok (dipukul-pukul secara perlahan) sebelum percobaan. Page 6 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah -
Brawijaya University
2013
Lubang dari kotak untuk memasukkan objek gelas ini harus diletakkan pada posisi yang berlawanan dengan letak tanaman.
-
Seluruh lubang dari kotak itu harus ditutup dengan pita perekat selama percobaan.
-
Harus diikuti skala waktu sebagai berikut: Hari 1: Jam 8.30 – cairan dimasukkan dalam kotak kemudian ditutup dengan penutup cadangan. Jam 9.30
– percobaan dimulai
Jam 15.30– objek gelas ditukar dan dihitung spora yang tertangkap. Hari 2: Jam 8.30 – objek gelas (seri ke 2) diambil dan dihitung spora yang tertangkap. Uraian: 1. 6 jam setelah percobaan dimulai, secara hati-hati tutup kotak diketok sehingga spora yang sudah masak berjatuhan pada objek gelas. Objek gelas tersebut dengan hati-hati dikeluarkan dari kotak sporulasi dan diganti dengan objek gelas baru yang telah diolesi glyserin, kemudian semua spora pada objek gelas dihitung. 2. Sekali lagi, 17 jam kemudian (23 jam setelah percobaan dimulai) objek gelas tadi disingkirkan lagi, tetapi tidak diganti dengan yang baru, dan sporanya dihitung lagi. Kumpulan spora dari setiap daerah terbuka (diluar kotak) dihitung juga. 3. Kertas kerja diisi. 4. Jumlah spora yang ditangkap setelah 6 jam dan 23 jam dihitung dan selisihnya dibandingkan dengan KN pada kertas grafik biasa. Selisih antara dua kelompok spora menunjukkan produksi spora selama 17 jam sporulasi. 5. Buat kesimpulan.
Kertas kerja: Pengamat
:_________________
Tanggal
:_________________
Kelembaban (suhu 20oC)
Jumlah spora per pengamatan 23 jam
6 jam
Selisih
Jumlah kelompok spora
Jumlah spora per kelompok 23 jam
6 jam
50% 60% 70% 80% 90% 100% Page 7 of 13
Selisi h
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Gambar 1. Ilustrasi cara melakukan percobaan 4. Pencucian Suatu cara penyebaran spora yang penting adalah penyebaran melalui tetesan air hujan, misalnya tetesan air hujan yang jatuh melalui suatu kabut spora mempunyai kemungkinan mencuci keluar spora-spora dari kabut tersebut. Dengan cara ini spora-spora yang talah menempuh jarak yang jauh (misal diterbangkan angin) dapat terbawa ke bumi kembali, dimana spora-spora itu langsung dapat berfungsi sebagai sumber infeksi. Bahan: -
Pipa pvc sepanjang 13 m
-
Alat penetes
-
Kamar kabut spora
-
Filter selector
-
Gelas berdiameter 5 cm
-
Spora kering (misal karat)
-
Alat penyuntik dan mikroskop binokuler
Pelaksanaan: Melalui sebuah pipa sepanjang 13 meter, suatu tetetas air yang diketahui besarnya (diameternya) dijatuhkan dari sebuah alat penetes. 18 detik sebelum tetesan itu dijatuhkan, sporaspora karat (yang kuantitasnya diketahui) ditembakan dari sebuah alat penyuntikan ke dalam ruang kabut spora. Waktu 18 detik ini perlu untuk memperoleh pembagian yang homogen dari sporasporanya sebelum tetesan air jatuh melintasi kabut sporanya. Didalam ruang kabut sporanya kira-kira 10 cm dari dasarnya terdapat dua gelas berisi sedikit air. Salah satu diantaranya berada persis di bawah pipanya dan alat penangkap tetesan air yang mengandung spora tersebut. Gelas lainnya berfungsi sebagai blanko agar dapat menentukan besarnya kumpulan spora yang terjadi secara alamiah. Spora-spora yang terdapat dalam wadah air tersebut dihitung. Dengan cara ini orang dapat memperoleh gambaran mengenai banyaknya spora yang terangkut oleh tetesan air tersebut. Page 8 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Cara kerja:
2013
1. Percobaannya dilakukan dua kali dengan cara sebagai berikut: a. Ukur ukuran diameter tetesan air b. Kepadatan spora yang berbeda. Hitunglah banyaknya spora didalam air, yang dapat dilakukan dengan cara demikian: Spora-spora disedot dengan alat penyedot yang mempunyai filter selectronnya berukuran 3,1 mm. Setelah disedot, filternya dengan hati-hati diambil dari corongnya, diletakan kedalam suatu mangkok cawan Petri dan diperiksa dengan mikroskop binokuler. Filternya diperiksa lubang demi lubang dan sporanya dihitung. 2. Isilah lembar kerja. Lembar kerja: Pengamat
:__________________
Jamur
:__________________
Tanggal
:__________________
Bidang pandang
Kepadatan spora:…..gr Ukuran Ukuran tetesan air tetesan air x bl x bl
Kepadatan spora:…..gr Ukuran Ukuran tetesan air tetesan air x bl x bl
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ket.: x = filter dengan tetesan air; bl = blanko; n = jumlah spora per tetesan air.
5. Penyebaran spora – pelepasan aktif askuspora Banyak cara mekanisme pelepasan secara aktif. Dalam hal ini akan dipelajari pelepasan askuspora dari Pyrenomycetes. “Squirt gun mechanishm”: Diumpamakan energi pelepasan askuspora berasal dari tekanan osmotik. Suatu proses biokimia yang belum diketahui menyebabkan cepatnya sel aktif (askus) untuk mengembang. Askuspora dari isi sel lainnya ditekan kearah apex dari askus.
Meningkatnya tekanan yang mendadak menyebabkan
pecahnya askus pada tempat yang lunak, sehingga terhamburlah satu atau lebih askuspora dan sisi sel lainnya. Seluruh mekanisme ini disebut: squirt gun mechanishm. Askuspora akan melalui lapisan Page 9 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
udara tenang dan laminar dan mencapai jarak beberapa mililiter sampai 6cm atau lebih dari sumbernya, tergantung pada spesies jamur dan keadaan lingkungannya. Fisika : Dimensi fisika seperti karak yang ditempuh bagi penghamburan spora sangat ditentukan oleh fraksi ketahanan di udara. Hal ini membawa implikasi bahwa perbedaan antara penyebaran ke atas atau horisontal adalah kecil. Namun demikian pengukuran ke arah horisontal relatif lebih mudah. Persamaan energi untuk penembakan askuspora adalah: P V = ½ m v² ; P = tekanan hidrostatik dalam askus, V = pertukaran volume spora, m = massa spora, v = velositas awal pelepasan. Menurut Buller untuk menghitung pelemparan kearah horisontal adalah: D = 2/9.v.pd.r².n-1 ; D = jarak, V = velositas awal, pd = kerapatan spora (seperti air: 1000 kg.m -3) dikurangi kerapatan udara (1,27 kg.m-3), r = radius spora berbentuk spherik, n = viskositas udara (pada 18 2C: 1,8x 105
kg.m-1.9-1).
Rumus Buller serupa dengan hukum Stoke untuk terminal fall velocity: v = 2/9.pd.g r2.n-1; v = velositas jatuh terminal, g = daya gravitasi (9,81 m.s -2). Suatu tetesan air yang jath mempunyai velositas jatuh terminal: v = 1,2x108.r2m.s-1 suatu tetesan berukuran 10 u = beradius 10 -5m dari perhitungan mempunyai velositas jatuh terminal : v = 1,2x10-2m.s-2 Bahan – bahan : -
Biakan Sordaria macrospora, S. fimicola, atau S. humana pada kertas saring/agar ekstrak ragi
-
1 tabung (diameter kira-kira 4 cm)
-
1 gabus berlubang (diameter 2 cm) dan gelas piala
-
1 silinder dari karton
-
1 gelas sediaan (20x3 cm)
-
Kapas
-
Vaselin
-
Mikroskop/binoculer
-
Scoring form, counting form Page 10 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah Percobaan:
Brawijaya University
2013
Gunakan suatu tabung dengan panjang 25 cm (berdiameter 4 cm), bersama-sama dengan sebuah gabus dan tabung spesimen yang berisi kultur Sordaria microspora, S. fimicola atau S.humana (lihat gambar). Kultur tersebut hendaknya telah membentuk fase peritesia. Suatu gelas sediaan berukuran 20x3 cm, bervaselin diletakkan dalam tabung dan sepotong kapas basah ditaruh berlawanan dengan gabus untuk menjaga agar supaya kelembabannya tinggi. Seluruh tabung diletakkan dalam karton silinder dengan demikian sinar yang masuk hanya melalui satu sisi tabung, berlawanan dengan kultur Sordaria. Tabung diletakkan dalam posisi horisontal dalam ruangan yang bersuhu 21-24˚C atau pada suhu 7-10˚C (tergantung pilihan). Pelepasan : Jumlah spora sekali pelepasn dapat bervariasi dari 1 sampai 8. Sangat jelas bahwa sebagian besar jumlah yang dilepaskan adalah satu spora, kemudian bertipe 7 spora dan akan naik menjadi bertipe 8 spora. Kecenderungan spora terbagi dapat dihitung dengan rumus berikut :
N1 n 8 0 7 n 8 0 = kecenderungan pembagian, N = jumlah total grup spora, n = jumlah total spora (7/8 n, adalah jumlah total rantai diantara spora). Kecenderungan spora melekat bersama dipengaruhi oleh viskositas mucigel sekeliling spora. Dengan meningkatnya suhu viskositas rendah, dengan demikian nilai 0 akan meningkat sesuai dengan suhu. 13.1. Setelah 24 jam gelas sediaan dapat dikeluarkan dari tabung dan jumlah spora dan grup spora dapat dihitung. 13.2. Isilah format scoring. 13.4. Isilah format counting. 13.5. Buat grafik dari jumlah spora yang dilepaskan diplot terhadap jarak dari kultur. 13.6. Hitung kecenderungan spora untuk membagi dalam satu kultur, tetapi bandingkan hasilnya dengan teman lainnya yang telah memperlakukan dengan suhu berbeda. 13.7. Simpulkanlah. 6. Perkecambahan spora dan kebasahan daun Kebanyakan spora membutuhkan air bebas untuk berkecambah. Air bebas pada daun dapat disebabkan oleh salah satu atau kombinasi dari hal berikut : hujan, embun dan gutasi. Waktu yang Page 11 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
dibutuhkan adanya air bebas bagi spora hendaknya sepanjang mungkin agar supaya terjadi perkecambahan dan penetrasi.
Di dalam “ruang pertumbuhan”, dalam kondisi buatan, air bebas pada daun dibentuk dalam keadaan gelap pada tekanan uap air atmosfer yang sangat jenuh. Bahan – bahan : -
Jamur Puccinia recondita (penyebab karat cokelat pada gandum)
-
12 pot bibit gandum
-
12 silinder inkubasi dan kertas saring
-
Setting tower (0 50 cm)
-
12 cawan petri (0 50 cm)
-
Collodium
-
Mikroskop
-
Leaf area meter
-
Kertas probabilitas binominal
Percobaan : Gunakan 12 pot yang masing-masingnya berisi 10 tanaman gandum. Tanaman gandum yang dalam fase pembentukan 1 daun diinokulasi dengan uredospora Puccinia recondita. Untuk memastikan atmosfer sangat jenuh tanpa sinar, pot-pot tersebut diletakkan dibawah sinar inokulasi. Seluruh perlakuan diletakkan dalam ruang klimat pada suhu 18˚C (basah-gelap), pada waktu nol. Setiap setengah jam satu silinder inkubasi diambil dari satu pot. Lima daun dipilih secara acak, dipotong dan diletakkan hati-hati dalam cawan petri secara acak, dipotong dan diletakkan pada ruang klimat yang sama dengan 5 daun utama diletakkan pada ruang klimat yang sama tanpa silinder (sinar dan kelembaban 94%; sinar – “kering”). Collodium diletakkan pada permukaan atas (adaxial) dari 5 potongan daun. Pada setiap daun dihitung 500 spora dan klasifikasi berapa yang berkecambah dan tidak berkecambah, dan berapa spora yang terdeposit setiap daun (lihat dibawah “perkecambahan spora dan sinar”). Setelah striping luasan setiap daun diukur dengan leaf area meter. Pada akhir percobaan (setelah 6 jam) 12 pot yang masih ada tanamannya dapat dibiarkan dalam ruang klimat atau dipindahkan ke rumah kaca agar terjadi perkembangan pustul. Bila pustul telah berkembang baik, jumlah pustul per daun dihitung dan rata-ratakan setiap potnya. Hasil: 14.1. Isilah format kalkulasi untuk setiap perlakuan (setiap – setiap pot per setengah jam). 14.2. Periksalah keragaman deposit spora setiap percobaan dalam dan diantara perlakuan. 14.3. Periksalah untuk keragaman perkecambahan spora diantara daun dalam perlakuan dengan menggunakan kertas probabilitas binominal. Persentase perkecambahan per perlakuan di plot Page 12 of 13
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
terhadap waktu pada kertas probabilitas. Plotlah rata-rata jumlah pustul per perlakuan terhadap waktu. Perlakuan = waktu eksposing
4. REFERENSI Deffose, L. 1963. Un appareil pour l’etude de la sporulation en air dynamique conditionne pour l’humadite. Parasitica 19: 125-131. Mehta, Y.R. dan J.C. Zadoks. 1970. Uredospore production and sporulation periode of Puccinia recondita f.sp. triticina on primary leaves of wheat. Neth. J. Pl. Path. 76: 267-276. Rapilly, F., J. Fournet dan M. Skajennikoff. 1970. Etudes sur l’epidemiologie et la biologie de la jaune du ble Puccinia striiformis Westend. Ann. Phytopathol. 2: 5-31. Zadoks, J.C. dan H.D. Frinking. 1975. Epidemiologie. LHW, Wageningen.
5. PROPAGASI Mahasiswa melakukan secara berkelompok mengenai topik yang menarik dan kemudian dibuat laporannya, serta didiskusikan di depan kelas sehingga terjadi distribusi pengetahauan diantara kelompok. Dosen pengampu memfasilitasi dengan menyempurnakan alasan-alasan teoritis maupun praktisnya dari hasil pengamatan laboratorium tersebut.
6. PENDALAMAN 1. Bagaimanakah cara saudara mengukur tingkat viabilitas spora dengan menggunakan mikrometer di bawah mikroskop, dan apakah yang menjadi kretarium bahwa spora tersebut sudah berkecambah. 2. Apakah peranan kelembaban dalam percobaan pada Gambar 1 dan bagaimana cara anda memonitoring adanya peranan tersebut.
Page 13 of 13