1.
EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF PENYAKIT TANAMAN (S2): Percobaan Laboratorium Epidemi I Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id
1. PENDAHULUAN
4. REFERENSI
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
5. PROPAGASI
3. KEGIATAN BELAJAR
6. PENDALAMAN
1. PENDAHULUAN
penelitian adalah kejadian bagaimana suatu patogen mampu menyebabkan kejadi penyakit yang demikian serius di alam. Studi demikian harus dimulai dengan studi yang relatif mendasar yakni mengamati proses perkembangan patogen dari mulai perkecambahan spora, infeksi, sampai munculnya gejala beserta interaksinya dengan faktor-foktor yang memicunya seperti elemen cuaca atau ketahan jaringan tanaman. Untuk studi jenis demikian dapat dikembangkan dalam skala laboratorium karena memerlukan pengamatan yang relatif intensif dengan peralatan khusus seperti mikroskop, inkubator, laminar air flow, dan sebagainya; beserta teknik penangan yang spesifik pula seperti pewarnaan, penyayatan jaringan, penghitungan pertumbuhan, dan lain-lain. Mengingat pentingnya bagian ini maka dibagi dalam dua kali pertemuan yang tentu saja modulnyapun dibagi menjadi modul 9 dan modul 10.
9
SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)
Dalam studi epidemiologi secara kuantitatif hal yang perlu diperhatikan oleh
MODUL
Mata Kuliah / MateriKuliah
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Brawijaya University
2013
1. Memberikan ketrampilan secara langsung pada mahasiswa untuk secara aktif melakukan pengamatan dan penelitian kecil dalam skala laboratorium sebagai bahan diskusi kelas yang lebih luas. 2. Mengenalkan berbagai peralatan, bahan, dan ketrampilan penanganan penelitian dalam skala laboratorium. 3. Melatih mahasiswa kemampuan untuk bekerja mandiri dan menguasai teknik laboratorium.
3. KEGIATAN BELAJAR Dalam modul ini terdapat berbagai kegiatan yang dapat dilakukan para mahasiswa, yang tentu saja dapat dipilah manasaja yang lebih menarik dan memberikan nilai tambah bagai tugas akhirnya. Adapun kegiatannya meliputi: 1. Tentang menghitung kerapatan tanaman (CD = crop density) Kerapatan tanaman adalah jumlah tanaman (dalam hal serealia: batang) per unit luasan lapangan tertentu. Untuk menghitungnya terdapat beberapa cara yang lazim digunakan, yakni: 1) Frame-counting method. Cara ini menggunakan suatu alat dari kayu atau bambu berukuran kecil dan ringan sebanyak 4 buah, masing -masing sepanjang satu meter, yang kemudian ujung-ujungnya diikat dibuat sebuak kotak (frame) berukuran 1 m 2 . Alat ini digunakan untuk menghitung jumlah tanaman, batang, daun, dan lainnya; yang “terkurung” di dalamnya setelah alat tersebut dilemparkan secara acak ke populasi tanaman yang dihitung. Dengan melakukan lemparan beberapa kali m aka akan didapat sifat populasinya dari jumlah rata-ratanya. 2) Row-counting method. Metode ini dilakukan dengan menghitung sifat populasi tanaman dari sampel tanaman berdasarkan barisan tanaman memanjang dengan pola tetap untuk mengambil sampelnya atau dipilih secara acak. Dari jumlah sampel tanaman tersebut kemudian dihitung rata-ratanya, sebagai pewakil sifat populasinya, Adapun cara perhitungan kepadatannya adalah sebagai berikut: Jumlah batang per m dalam baris X Jumlah baris per m = Jumlah batang per m 2 Kedua metode dapat dilakukan pula secara periode tertentu, misalnya untuk mengikuti pertumbuhan bagian tanaman tertentu (jumlah dan tinggi, dan sebagainya). Bahan: Beberapa bahan yang harus disiapkan untuk melakukan percobaan ini adalah: frame-counting (1 m2), ajir untuk menandai sampel yang diambil ke arah baris memanjang, tali, alat pengukur, dan lain-lain. Pelaksanaan:
Page 2 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
1) Setiap peserta atau praktikan menghitung jumlah batang uji di lapangan dengan menggunakan
frame-counting
method.
Lemparkan
alat
tersebu t
secara
acak
ke
populasi tanaman kemudian setiap peserta menghitung bagian tanaman yang ada didalam
frame
tersebut,
mulai
dari
jumlah
batang,
daun,
tinggi
tanaman,
dan
sebagainya. Lakukan beberapa kali kemudian hitung rata -ratannya, dan bandingkan dengan hasil peserta lain untuk mendapatkan gambaran lebih objektif. 2) Hal serupa dilakukan dengan menggunakan row -counting method, yang dalam hal ini coba
pilih
baris
sepanjang
4
m,
kemudian
diberi
ajir
agar
bisa
diamati
perkembangannya beberapa kali tanpa merubah sampel. 3) Kombinasikan kedua metode tersebut dan hasil dari para peserta agar memperkecil tingkat kesalahan.
2. Menghitung indeks luas daun (LAI = leaf area index) Indeks luas daun merupakan proyeksi permukaan daun dalam m 2 per m2 luas lapangan dari seluruh tanaman pada m2 luasan lapangan tersebut. Untuk tanaman serealia (biji-bijian) menghitung LAI dimulai sejak perkecambahan (fase 0), kemudian meningkat menjadi saat tumbuh (fase 5 dan 6), dan menurun kembali menjadi 0 setelah mati. Untuk menghitung LAI banyak metode yang telah dikembangkan, namun demikian cara tersebut dapat dikelompokan menjadi dua yakni: metode destruktif dan metode non-destruktif, uraiannya seperti berikut: Metode destruktif. Untuk menghitung LAI hendaknya sampel daun dipanen dahulu pada ketinggian tanaman sekurang-kurangnya pada tegakan 1 m dan 0,5 m ke arah baris memanjang atau membandingkan sejumlah individu tangkai atau batang. Daun-daun dipotong menurut suatu instruksi, kemudian luasan permukaanya dapat diukur dengan menggunakan: planimeter, electronic leaf area meter, atau ventilated leaf area meter. Metode non-destruktif. Salah satu metode yang dikembangkan dari kategori ini adalah yang disebut dot counting method, yang menggunakan suatu lembaran plastik transparan, padanya terbagi menjadi suatu pola bergaris reguler berupa titik-titik hitam kecil. Garis-garis tersebut kemudian diletakan di atas permukaan daun yang akan diukur luasnya, dilakukan secara acak, kemudian jumlah titik yang menutup permukaan daun dihitung. Jumlah titik-titik tersebut menunjukkan luasan permukaan
daun.
Kelebihan
metode
adalah:
sederhana,
murah,
memungkinkan
dilakukan
pengukuran periodik, dan akurasinya dapat diatur. Bahan: Bahan yang perlu disiapkan adalah: planimeter, electronic leaf area meter, atau ventilated leaf area meter; dot counting strip.
Page 3 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Pelaksanaan:
2013
1. Setiap peserta mengambil serumpun tanaman serealia (jagung atau padi) dari lapangan percobaan dan ukurlah daun dengan menggunakan alat bantu berikut: planimeter, electronic leaf area meter, atau ventilated leaf area meter; dot counting strip. 2. Keempat metode pengukuran tersebut dibandingkan setelah menghitung LAI. 3. Isilah daftar isian berikut oleh setiap praktikan. Daftar isian LAI Nama pengamat
:
Tanggal pengamatan : Nomor lapangan
:
Jenis tanaman
:
Kultivar
:
Metode
:
No. daun Bagian -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
No. batang 1
2
3
4
5
6
7
8
x
x Rata-rata luas daun per batang
:…………………..m2
Jumlah batang per rumpun
:…………………..
Luas daun per rumpun
:…………………..m2
Jumlah batang/m2 area lapangan
:…………………..
LAI
:…………………..
Fase pertumbuhan tanaman
:…………………..
Catatan: x = rerata, w = lebar deviasi, s = standar deviasi Page 4 of 15
w
s
Mata Kuliah / MateriKuliah 3. Fase penetrasi powdery mildew (penyakit tepung)
Brawijaya University
2013
Suatu proses perkecambahan spora jamur patogen perlu dipelajari, demikian pula fase kuantitatif daur hidupnya. Salah satu fase yang menarik dalam daur hidupnya adalah fase penetrasi spora ke dalam jaringan tanaman. Tidak setiap tabung kecambah spora jamur dapat diamati, Harp dan Emge (1958) mengamati mildew pada jagung sebagai contoh paling sederhana. Bahan: Siapkan kultivar jagung; patogen Erysiphe graminis; Toluidine blue 0 – solution I (0,05 % toluidine blue 0 dalam 0,1 M fosfat buffer pada pH 6,8); Toluidine blue 0 – solution II (0,005 % toluidine blue 0 dalam 0,1 M fosfat buffer pada pH 6,8); Ethanol; Pinset; silet; pisau; gelas slide; mikroskop. Pelaksanaan: Daun pertama dari bibit jagung diinokulasi dengan spora Erysiphe graminis (penyebab penyakit tepung) pada permukaan abaxial dan diinkubasikan di rumah kaca (growth chamber) selama 36 jam. Setelah itu daun yang telah diinokulasi dipotong dengan gunting, kemudian diiris memanjang memakai silet tajam melalui lapisan epidermis bagian atas dan jaringan mesofil. Kemudian menguliti epidermis bagian bawah dengan menggunakan sebuah pinset. Striping pada epidermis dilakukan sebagai berikut: a. Celupkan strip epidermis dalam ethanol 96 % selama 10 menit, kemudian dikering anginkan. b. Strip tersebut dibilas dengan solution I c. Jaringan strip yang menunjukkan bercak-bercak direndam dalam larutan segar I selama 1,5 menit. d. Kemudian ditempatkan pada gelas sediaan yang diberi larutan II.
Untuk beberapa alasan stripping tidak mungkin dilakukan, maka penjernihan daun dilakukan dengan cara mencelupkan daun jagung tersebut dalam campuran ethanol-lactophenol (2:1) dan direbus dalam autoclave selama 3 menit. Sesudah perlakuan, perkecambahan spora dan penetrasi dari tabung kecambah diamati di bawah mikroskop. Teknik pelukaan dan stripping dapat dibandingkan degan menggunakan dua kultivar jagung, hal ini dimaksudkan untuk membandingkan proses penetrasi dan pembentukan haustorium. 4. Pengaruh sinar terhadap perkecambahan uredospora Dari percobaan ini dipelajari pengaruh sinar terhadap uredospora jamur karat. Bahan:
Patogen karat jagung (Puccinia graminis)
Settling tower (Ǿ 50 cm)
Alat inokulasi Page 5 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
40 cawan Petri (Ǿ 4 cm) dengan 2 mm water agar yang telah disaring.
1 cawan Petri (Ǿ 9 cm) dengan kertas filter dan gelas arloji.
Aluminium foil, filter (80).
Desicator dengan 40 persen formal dehyda.
Binominal probability paper.
Probit table
Mikroskop
Rak dengan tabung lampu flourescent, water bath dengan thermostat, baki seng dengan filter paper, air suling.
Pelaksanaan: Pelaksanaan dibagi menjadi tiga fase: a. Periode produksi spora b. Periode penyimpanan c. Periode perkecambahan spora Selama masing-masing fase tersebut, kondisi sinar dan kelembaban mempunyai pengaruh spesifik terhadap perilaku perkecambahsn spora. Untuk percobaan ini produksi spora diperlakukan dalam keadaan benar-benar terang dalam kondisi atmosfer tidak jenuh (rh 70 – 90 %). Selama penyinaran spora, spora-spora harus dihidrolisa dalam keadaan gelap. Selama perkecambahan spora waktu untuk penyinaran dan penggelapan bervariasi. Suatu homogenous sampel dari uredospora, adalah suatu sampel dimana semua spora sebanyak mungkin dapat digunakan. Kondisi tersebut di bawah ini perlu diamati dengan saksama: a. Semua tanaman inang yang berumur sama dan tumbuh di bawah kondisi lingkungan yang sama. b. Penggunaan garis monosporic dari karat atau garis unipustular. c. Inokulasi karat dilakukan pada tanggal yang sama d. Derajat kematangan spora harus sama. Derajat kematangan tersebut didapat dengan cara sebagai berikut: a) Dipilih
daun
yang
sporulasinya
baik
dan
dibersihkan
dari
spora
matang
dengan
menggunakan broad-beak-cyclone collector selama 24 jam atau 48 jam sebelum kumpulan spora digunakan dalam percobaan. b) 24 jam atau 48 jam setelah daun bersih dari spora matang, spora-spora untuk percobaan dikumpulkan dengan suatu alat loosely passing broad-beak-cyclone collector selama waktu sporulasi pada daun. c) Interval waktu antara (a) dan (b) sependek mungkin. Faktor pembatas adalah minimum spora yang dibutuhkan dalam percobaan.
Page 6 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Hidrasi:
2013
Setelah dikumpulkan, spora-spora tersebut dimasukan dalam gelar arloji secara dipencar, yang kemudian di masukkan dalam cawan Petri dengan diberi kertas filter (tissue) basah di bawahnya sebagai pelembab. Kemudian cawan Petri tersebut diinkubasikan di dalam lemari es sebagai pendingin (suhu 5-6oC, kondisi gelap) selama 8-16 jam. Perlakuan ini disebut sebagai hidrasi. Uredospora diketahui mengabsorbsi uap air dari atmosfer sekitar hingga mendekati kelembaban jenuh. Dari proses hidrasi kemudian cawan Petri diambil dan agar pengkabutan dalam gelas hilang, maka perlu dibuka tutupnya selama waktu ± 10 menit agar permukaannya kering. Proses perkecambahan spora Spora dikecambahkan di atas medium water agar yang berfilter dalam cawan Petri terbuka dengan garis tengah berukuran 4 cm. Setiap percobaan diulang beberapa kali untuk melihat variasi kemampuan spora berkecambah. Sinar. Perlakuan pengaruh sinar terhadap spora berkecambah dilakukan di dalam ruang (rak) yang diberi perlakuan penyinaran menggunakan lampu neon. Untuk perlakuan gelap maka cawan Petri yang ditutup dengan alumunium foil dan diletakan dalam rak yang sama dengan yang perlakuan terang secara acak. Pengontrolan suhu dalam rak tersebut selama perkecambahan didapat dengan menggunakan alatalat yang tersusun secara khusus. Cawan Petri ditempatkan di atas kertas basah berfilter dalam bakibaki seng. Baki-baki tersebut dinaikan dalam alat yang berisi air dan dibiarkan pada suhu konstan. Umtuk menghindari pencaran sinar lampu, filter air yang tebalnya 2 cm dinaikan 6 cm di atas dasar baki. Air yang mengalir melalui filter akan masuk dengan suhu 15 oC. Suhu dicek dengan termometer merkuri. Periode perkecambahan diidentifikasikan sebagai periode dalam jam dari aplikasi spora-spora ke agar dengan pengkabutan sampai fiksasi spora. Fiksasi dilakukan dengan meletakan cawan Petri dengan spora dalam sebuah desicator dengan 40 persen formaldehida selama 10 menit. Diantara fiksasi dan perhitungan spora, cawan Petri disimpan selama 1-2 hari dalam pendingin. Penghitungan spora yang berkecambah dan tidak berkecambah dilakukan di bawah mikroskop binokuler dengan pembesaran 100 kali. Bila sekelompok spora muncul, jangan diindahkan. Hanya spora-spora yang terpisah dari spora-spora lain yang dihitung. Untuk tiap-tiap cawan Petri 500 spora diklasifikasikan sebagai berkecambah atau tidak. Sebuah spora dianggap berkecambah bila tabung kecambah lebih panjang dari pada diameter terkecil spora. Deposit spora adalah jumlah spora setiap mm2. Dalam percobaan perkecambahan sebuah deposit spora kemungkinan besar karena self inhibition (saling menghambat). Nilai untuk self inhibition adalah sekitar 25 spora per mm2. Bila dua orang atau lebih melakukan percobaan secara bersama, tiap cawan Petri harus dibagi dalam beberapa bagian dengan ukuran sama sehingga ada bagian yang diambil Page 7 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
dengan menggambarkan garis di atas sisi bawah cawan, hal demikian adalah kesalahan yang perlu dihindari karena akan menimbulkan perbedaan diantara pengamat. Garis-garis ini harus digambar sebelum pengkabutan spora. Metode statistika dan definisi: Persentase perkecambahan spora adalah jumlah dari spora yang berkecambah dalam persen terhadap jumlah spora yang dihitung. Selama penghitungan diklasifikasikan dengan satu atau dua kelas berkecambah dan tidak berkecambah, perkiraan persentase perkecambahan didapat dari satu cawan sesuai dengan distribusi binomial. Uji siginifikansi dari suatu perbedaan antara dua perkiraan hendaklan dibuat grafik dengan menggunakan kertas binomial probabilitas nomor 31.298 dari Codex Book Co. Inc. (Ferguson, 1960). Saat spora berkecambah sesuai dengan devisi di atas adalah sulit mengukurnya, karena adanya variasi yang besar diantara masing-masing spora tentang saat perkecambahannya. Maka perkiraannya adalah berdasarkan distribusi normal dari populasi spora yang diamati tentang perkecambahannya, yakni dari saat spora tersebut diinokulasi ke dalam cawan Petri hingga sebagian besar sporanya berkecambah. Garis regresi dari persentase menurut waktu disebut sebagai garis probit. Kecepatan perkecambahan didefinisikan sebagai tangens dari sudut yang tercakup oleh garis probit dan proses waktu, dinyatakan sebagai probit unit per jam. Perhatian digambarkan dengan konsep stochastic dari perkecambahan per unit waktu. Standar deviasi σ adalah suatu ukuran untuk kecepatan rata-rata
perkecambahan
yang
secara
hipotetik menurut
kurva
normal
manunjukkan
variasi
perkecambahan menurut waktu. Secara numerik, kecepatan perkecambahan adalah kebalikan dari σ. Daerah di bawa kurva digunakan sebagai suatu alat untuk mengukur jumlah spora N (populasi) yang digambarkan dengan kurva normal tersebut. Nilai rata-rata μ dari distribusi normal untuk waktu perkecambahan, d dan μ dapat dihitung atau diperkirakan secara grafik dari garis probit. Perkecambahan terakhir. Adalah nilai maksimum dari persentase perkecambahan yang ditemukan pada akhir menurut seri waktu pengamatan tertentu. Suatu perkecambahan akhir yang tinggi (± 100 persen) dalam penelitian terkontrol adalah aktifitas percobaan yang diharapkan. Penggunaan contoh spora yang homogen dan kontrol yang ketat dari kondisi lingkungan selama periode produksi spora, tanpa menggunakan spora kurang matang atau terlalu matang, mungkin akan membawa akhir perkecambahan yang tinggi. Dalam beberapa sampel, bahkan setelah periode penantian yang lama, tidak semua spora benar-benar
berkecambah.
Dalam
hal
ini
mungkin
berguna
perkecambahan relatif dengan cara menghitung sebagai berikut: (100-1) persen perkecambahan Persentase perkecambahan relatif = persen perkecambahan akhir Page 8 of 15
untuk
komputerisasi
persentase
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
(100-1) digunakan sebagai ganti dari 100 untuk menghindari kesulitan dalam analisis probit. Pedoman suhu Suhu selama pertumbuhan serealia, periode produksi spora dan periode perkecambahan spora seharusnya mendekati optimal (untuk karat sekitar 18-20oC). Jadwal waktu percobaan Hari I : Jam 16.00 membersihkan daun dari spora-spora Hari II : Jam 16.00 mengumpulkan spora dan mulai dari dehidrasi. Hari III: Jam 09.00 pengkabutan spora, mulai percobaan, waktu seling 5 menit. Membungkus cawan Petri gelap dalam aluminium foil, tiap setengah jam 1 cawan dari setiap perlakuan dipindah ke desicator, kemudian diperhitungkan. Perlakuan a. Perkecambahan spora dengan sinar (L) b. Perkecambahan spora, 2 jam terang, sisanya gelap (L/D) c. Perkecambahan spora, 1 jam gelap, sisanya terang (D/L) d. Perkecambahan spora, dalam gelap (D). Semua cawan Petri diberi nomor 1-40 sebelum dimulainya percobaan dan ditempatkan dalam susunan secara acak, dan dipindahkan secara acak pula. Setelah pemindahan jumlah cawan harus dicatat dalam skema yang terorganisir. Hasil a. Isi skema organisasi b. Isi form perhitungan c. Isi form kalkulasi d. Buat grafik untuk perlakuan, ploting persentase perkecambahan terhadap waktu, menggunakan kertas probabilitas yang normal atau probit terhadap waktu pada kertas grafik biasa. e. Isi tabel hasil f.
Buat suatu uji dari signifikansi perbedaan antara dua perkiraan spora berkembah dan tidak berkecambah pada kertas probabilitas binomial untuk nomr-nomor dari perlakuan gelap.
g. Buat kesimpulan.
Page 9 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Lembar kerja
2013
Skema perlakuan
Perlakuan Terang Gelap/terang Terang/gelap Gelap
Perlakuan waktu (dalam hari) 0,5 1 1,5 2 2,5 3
4
5
6
7
Tabel hasil
μ
L L/D D/L D
δ
N
Form kalkulasi Nama
:__________________
Diameter pandang
:_______mm
Area
:_______mm2
Tanggal
:__________________
Deposit spora
:__________________
Spora per mm2 Uredospora dari
waktu (jam) 0,5 1 1,5 2 2,5 3 4 5 6 7
Terang + - %
:__________________ :__________________
N
Terang/gelap + - % N
Gelap/terang + - % N
Gelap + - %
N
Ket.: + = Jumlah total spora berkecambah; = Jumlah total spora tak berkecambah; % = Persentase perkecambahan; N = Rata-rata jumlah spora per bidang pandang. Page 10 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
5. Pengaruh kualitas cahaya terhadap perkecambahan spora
2013
Fase dan sub fase daur infeksi dari jamur dapat dipengaruhi oleh cahaya. Bukan hanya lamanya pencahayaan saja yang berpengaruh namun juga kualitas cahayanya; atau dengan kata lain berbagai bagian dari spektrum cahaya dapat menimbulkan reaksi yang berbeda-beda terhadap fase proses infeksi jamur patogen. Bahan a. Biakan dari: Sordaria fumicola, S. macrospora, S. humana dalam cawan Petri dengan garis tengah 3,5 cm. b. Tiga kotak percobaan khusus (lihat Gambar 1) c. Filter film (kodak): No. 21 (transmisi cahaya hanya 540 nm) No. 29 (transmisi cahaya hanya 600 nm) No. 48A (transmisi cahaya hanya 360-520 nm) No. 39 (transmisi cahaya antara 300-500 nm) d. 18 objek gelas e. Vaselin f.
Mikroskop binokuler
Percobaan Dipelajari pengaruh dari cahaya biru dan merah pada pembentukan askuspora dari Sordaria. Suatu biakan Sordaria (boleh pilih dari ketiga jenis di atas) dibiakan pada ekstrak ragi-agar pada kertas saring yang diletakan di bagian dalam dari cawan Pertri rangkap (garis tengah biakan 3-3,5 cm). Keseluruhannya dibuat sedemikian rupa sehingga cahaya hanya dapat sampai secara tegak lurus, sehingga biakan itu hanya dapat berkembang tegak lurus ke atas. Bila perithecium telah masak maka percobaan dapat dimulai. Pada tepi luar dari cawan Petri diletakan kapas lembab untuk mencegah kekeringan, dan keseluruhan cawan diletakan tanpa tutup dalam kotak percobaan (lihat gambar). Kotak percobaan ini dilengkapi dengan filter, disimpan selama semalam dalam kondisi gelap. Keesokan harinya, lubang itu ditutup dengan objek gelas yang diberi vaselin dan diletakan secara terbalik, kemudian cahaya dimasukkan lewat filter. Perhatikan: -
Cahaya hanya boleh masuk lewat filter
-
Sumber cahaya harus mengandung semua unsur cahaya.
Untuk mencegah pancaran panas langsung dari sumber cahaya, maka percobaan dilakukan dengan seperangkat lampu TL yang dipisahkan dengan filter air. Keseluruhan percobaan ini dilakukan dalam Page 11 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
suhu kamar. Percobaan ini dengan ulangan tiga kali, dengan perlakuan, yaitu: a) dengan filter 21 atau 29, b) dengan filter 48A atau 39, dan c) tanpa filter. Uraian: 1. Selama 3 jam sejak permulaan percobaan, maka setiap 0,5 jam objek gelas diganti (jangan lupa diberi vaselin). 2. Jumlah askuspora setiap objek gelas dihitung dan dicatat pada lembaran kerja. Harap semua spora dihitung. 3. Semua kertas kerja 614 – 09/09 – W1 diisi. 4. Probit dari persentase kumulatif itu dibandingkan pada kertas grafik biasa. 5. Buat kesimpulan.
Gambar 1. Alat percobaan (skematik)
6. Mengukur kecepatan jatuh spora (terminal fall velocity) Dalam udara tenang (still air), maka partikel-partikel yang berat di udara akan jatuh dengan suatu cara yang khas dan konstan yang disebut dengan istilah terminal fall velocity. Suatu partikel yang berada dalam posisi diam di udara akan segera ditarik oleh gaya berat bumi (gravitasi). Gesekan dengan udara meningkat lebih cepat dari pada kecepatan jatuhnya. Pada suatu saat akan dicapai suatu keadaan yang seimbang (terjadi keseimbangan). Kecepatan partikel tersebut akan berkurang (tereduksi) sampai nol, dan partikel tersebut akan jatuh dengan suatu kecepatan jatuh terminal yang konstan (Gambar 2).
Page 12 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Hukum Stoke (Stoke’s law)
2013
Hukum Stoke ini berlaku untuk benda-benda bulat yang licin, dengan diameter 1 sampai 100 μ, yang jatuh dalam udara yang tak bergerak (dalam keadaan permukaan, suhu, dan tegangan normal), rumusnya sebagai berikut:
Vr = kecepatan jatuh terminal (cm/detik) ρa = kepadatan benda (g/cm3) ρr
= kepadatan medium (g/cm3)
g
= percepatan gaya berat (cm/detik)
μ
= viscositas medium (g/cm per detik)
r
= jari-jari benda (cm)
Perhitungannya adalah:
Vr
Kg / m3 Xm / dtXm 2 m / dt Kg / m / dt
Bahan: -
Susunan sesuai dengan gambar
-
Berbagai jenis spora uji (karat, Alternaria, dll.)
-
Bubuk lycopodium
-
Stop watch
-
Kertas kerja
Pelaksanaan: Ukurlah kecepatan jatuh terminal rata-rata dari bubuk lycopodium dan spora sekurangnya 1 jenis jamur menurut pilihan. Spora-spora yang kering dengan bantuan alat (penghembus) dibawa kebagian atas dengan gelas arloji. Satu spora diikuti dengan mata selama jatuh melalui tabung gelas, kemudian waktu yang dibutuhkan untuk mencapai antara dua tanda (75 cm) diukur dengan gelas arloji. Hal ini dikerjakan terhadap sejumlah spora (sedikitnya 50 spora). Harus diingat bahwa spora yang dipilih adalah seragam. Spora yang jatuhnya terlalu cepat dapat diabaikan.
Page 13 of 15
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Uraian:
2013
1. Isilah kertas kerja bersangkutan untuk kedua jenis spora. 2. Buatlah suatu probit (diagram), yaitu pembagian frekuensi dari kecepatan jatuh terhadap kecepatan jatuh pada kertas grafik biasa. 3. Hal yang sama dilakukan juga namun pada kertas biasa. 4. Hitunglah kecepatan jatuh dari jenis-jenis spora yang terpilih dengan bantuan hukum Stoke. Hukum ini sebenarnya hanya berlaku untuk benda-benda bulat dan licin dengan suatu garis tengah dan kecepatan konstan, yang tentu saja tidak dijumpai pada kasus spora. Tetapi penyimpangan ini dapat diperhitungkan dengan ketentuan berikut: δ udara = 1 g/cc; ρ udara = 1,27 X 10 -3 g/cc; g = 981 cm/det2; μ udara (18oC)= 1,8 X 10-4 g/cm . detik. Kesimpulan:
Gambar 2. Skema alat percobaan Kertas kerja: Pengamat
:
Tanggal
:
Jamur
:
Tipe spora
:
Waktu jatuh (di atas 75 cm)
Score (n)
Vs (m/det)
n
Total N= Vs.n/N = rata-rata terminal fall velocity Perhitungan menurut Stoke:
Vs . n
Freq. % 100. n/N
100%
Page 14 of 15
Freq. kumulatif (%)
Probit
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
4. REFERENSI Johansen, D. A. 1940. Plant microtechnique. McGraw-Hill Book Comp., New York.523 h. Kelman, A. 1967. Sourcebook of laboratory exercises in plant pathology. W.H. Freeman and Comp., London. 370 h. Sastrahidayat, I. R. dan S. Djauhari. 2012. Teknik penelitian fitopatologi. UB. Press. 162 h. Zadoks, J.C. dan H.D. Frinking. 1975. Epidemiologie. LHW., Wageningen.
5. PROPAGASI Secara berkelompok mahasiswa menentukan topik pengkajian sehingga semua materi dapat terdistribusikan pada kelas, kemudian hasil dari masing-masing kelompok disajikan dalam presentase hasil dalam diskusi kelas atau laporan secara tertulis untuk dievaluasi oleh dosen pengampu.
6. PENDALAMAN 1. Apakah manfaat percobaan yang dilakukan dalam modul ini dalam menunjuang studi epidemiologi penyakit, jawablah dengan teori yang telah anda pelajari dan materi yang diberikan dalam modul ini. 2. Perhatikan Gambar 1, coba anda jelaskan secara detail mengenai peranan pencahayaan dalam hubungannya dengan pelepasan spora dari substratnya tersebut.
Page 15 of 15