MEMBUMIKAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI INDONESIA
A. PENGANTAR Ketua B. PENDAHULUAN B.1 Latar Belakang B.2 Fungsi dan Tugas C. CAPAIAN KINERJA KOMISI INFORMASI PUSAT 2014 C.1 Memperkuat Kelembagaan Menuju Komisi Informasi yang Mandiri dan Kredibel C.1.1 Kerja Sama (MoU) C.1.2 Publikasi 1) Penerbitan Newsletter Komisi Informasi Pusat 2) Website Pelayanan Informasi Komisi Informasi Pusat 3) Buku Komisi Informasi Pusat 4) Dialog Interaktif C.1.3 Perubahan Manajemen Internal dari Gugus Tugas ke Bidang C.2 Memperkuat Penanganan Sengketa Dan Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Atas Informasi Publik C.2.1 Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) C.2.2 Regulasi Hukum (a) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2014 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum (b) Draf Regulasi C.3 Mengarus-utamakan keterbukaan informasi publik dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara C.4 Memastikan dan memfasilitasi pemenuhan hak masyarakat terhadap informasi publik C.4.1 Pembentukan Komisi Informasi Provinsi C.4.2 Pembentukan PPID di Badan Publik C.4.3 Pembentukan Masyarakat Peduli Keterbukaan Informasi C.5 Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan UU KIP di Badan Publik C.6 Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia D. PENUTUP D.1 Kesimpulan D.2 Saran 1
KATA PENGANTAR Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat Tahun 2014 merupakan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dalam kurun waktu Tahun Anggaran 2014, yang dijabarkan dalam Visi, Misi, Tujuan, serta sasaran program dan kegiatan yang diemban Komisi Informasi Pusat sebagai perwujudan atas pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta Rencana Strategis Komisi Informasi Pusat tahun 2013-2017. Secara garis besar Laporan ini menyajikan berbagai capaian kinerja sepanjang tahun 2014 pada masing-masing bidang yang dibawahi langsung oleh Komisioner Komisi Informasi Pusat guna mewujudkan visi menjadikan Komisi Informasi sebagai Lembaga Mandiri, Kredibel, dan Menjadi Ikon dalam Mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang Akuntabel serta Masyarakat Informasi yang Partisipatif. Sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan pencegahan tindak pidana korupsi yang diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sehari-hari untuk meningkatkan kepercayaan publik atas kinerja dan pelayanan yang diberikan, Komisi Informasi Pusat terus meningkatkan kualitas dan profesionalitas kinerjanya demi terwujudnya akuntabilitas dan transparansi menuju tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Akhir kata, semoga Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat Tahun 2014 ini dapat memberikan informasi yang akurat, tepat, dan akuntabel bagi seluruh elemen masyarakat serta bermanfaat bagi kemajuan bangsa. Selamat membaca.
Jakarta, September 2015
2
B. PENDAHULUAN
B.1 Latar Belakang Pemberlakuan secara efektif Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) di Indonesia mulai 30 April 2010 membuka era baru alam keterbukaan informasi publik di tanah air. Lahirnya UU tersebut merupakan bagian dari implementasi semangat transparansi sebagai pemenuhan Hak Asasi Warga Negara untuk mengetahui informasi publik (right to know) yang dijamin pasal 28F UUD 1945. Meskipun terbilang baru, banyak kalangan menilai bahwa keberadaan UU KIP sangatlah strategis untuk memaksa badan publik agar merubah mindset-nya dalam mengelola hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik dari tertutup menjadi lebih terbuka kepada masyarakat. Selain itu, UU KIP juga diyakini mampu meningkatkan partisipasi publik dalam proses penyelenggaraan negara dan mencegah terjadinya tindakan KKN yang selama ini menjadi musuh utama pembangunan nasional. Meskipun dinilai sebagai UU yang sangat strategis, implementasi yang dilakukan oleh badan publik khususnya pemerintah sejauh ini belum menunjukkan capaian yang menggembirakan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2014, Badan/Lembaga Non Kementerian dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) tidak lebih bahkan kurang dari 50%. Padahal, PPID merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam konteks implementasi UU KIP yang dilakukan badan publik. Sebab, PPID merupakan ujung tombak pengelolaan dan pelayanan informasi publik yang akan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Tidak mengherankan jika saat ini, sengketa informasi di Komisi Informasi cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Sebagai lembaga yang dilahirkan oleh UU KIP untuk menjamin hak masyarakat atas informasi publik, Komisi Informasi Pusat khususnya telah melakukan berbagai macam upaya dalam memaksimalkan tugas dan fungsinya. Berbagai regulasi telah dikeluarkan guna mendorong implementasi UU KIP di badan publik dan juga penyelesaian sengketa informasi publik secara cepat, mudah, dan berbiaya ringan. Sejak 2010, sengketa informasi yang telah diregister di Komisi Informasi Pusat telah mencapai lebih dari 2500 kasus. Lebih dari 70% nya telah berhasil diselesaikan. Dengan terus meningkatnya tren permohonan informasi yang berujung pada sengketa informasi di Komisi Informasi, menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat akan hak asasinya dalam memperoleh informasi publik mulai meningkat. Hal tersebut berbanding lurus dengan semakin besarnya keingingan masyarakat untuk berpartisipasi dalam setiap proses pengambilan kebijakan dan juga pelaksanaan program-program yang berkaitan dengan 3
kepentingan publik. Dengan demikian, diharapkan hal tersebut akan berdampak pada penguatan daya saing masyarakat dan kualitas demokrasi yang pada akhirnya membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. B.2
Fungsi dan Tugas
Fungsi KIP berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. Tugas (1) Komisi Informasi bertugas: Menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. (2) Komisi Informasi Pusat bertugas: Menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi; menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang KIP kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta. (3) Komisi Informasi Provinsi dan/atau Komisi Informasi Kabupaten/Kota bertugas: “Menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi”.
4
CAPAIAN KINERJA KOMISI INFORMASI PUSAT 2014 C.1
Memperkuat Kelembagaan Menuju Komisi Informasi yang Mandiri dan Kredibel C.1.1 Kerja Sama (MoU) Sampai dengan tahun 2014, Komisi Informasi Pusat telah berhasil melakukan penandatangan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan beberapa lembaga. Lembaga-lembaga tersebut memiliki kaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan persoalan keterbukaan informasi publik. Mereka yang tidak terkait langsung utamanya adalah lembaga yang dianggap membutuhkan keberadaan KI. MoU yang telah dilakukan ini sangatlah penting dalam menguatkan dan mempercepat pelaksanaan keterbukaan informasi di badan publik. Di tahun 2014 telah dilakukan 2 (dua) MoU antar kelembagaan yaitu MoU Bawaslu dengan KPU, KPI, dan KIP tentang Kepatuhan Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Melalui Media Penyiaran pada tanggal 28 Februari 2014. MoU kedua dilaksanakan pada tanggal 12 September 2014 antara Komisi Informasi Pusat dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Tujuan adanya MoU ini adalah untuk menguatkan dan mempercepat pelaksanaan keterbukaan informasi bagi badan publik. Ditahun 2014 ini juga telah terjalin penyusunan MoU antara Komisi Informasi Pusat dengan Kepolisian Republik Indonesia. MoU ini bertujuan untuk mendukung penegakan hukum terhadap pelaksanaan UU Keterbukaan Informasi Publik.
Penandatanganan Nota Kesepahaman Komisi Informasi Pusat dengan Aliansi Jurnalis Indonesia
5
Tabel Kerjasama KIP Tahun 2014 NO NAMA LEMBAGA 1 Bawaslu, KPU, dan KPI
2
JUDUL KERJASAMA Kepatuhan Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Melalui Media Penyiaran Peran Serta Organisasi Jurnalis Dalam Mendorong Keterbukaan Informasi Publik
Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
C.1.2 Publikasi Beberapa publikasi yang telah dihasilkan oleh Komisi Informasi Pusat adalah berupa Newsletter yang terbit secara rutin setiap 4 bulan sekali, publikasi berbagai informasi dan data melalui website, dan satu buah buku yang dihasilkan berkat kerjasama antara KIP dengan JPIP. 1) Penerbitan Newsletter Penerbitan Newsletter bertitel majalah Buka! sudah dilaksanakan sebanyak 4 kali dalam Tahun 2014. a. Majalah Buka! edisi pertama telah diterbitkan pada bulan April 2014 untuk periode Januari-Maret. Pada edisi ini diangkat tema tentang Pemilu. Komitmen Komisi Informasi (KI) Pusat dalam mendukung penyelenggaraan pesta demokrasi yang digelar lima tahunan (Pemilihan Umum) yang jujur, adil dan transparan sudah tidak lagi diragukan. KI yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mengeluarkan regulasi untuk menjamin publik mendapatkan informasi Pemilhan Umum (pemilu) secara cepat. b. Majalah Buka! Edisi kedua telah diterbitkan pada bulan Juli 2014 berisi informasi berita KIP selama tiga bulan, masing-masing bulan April, Mei, dan Juni 2014. Tema yang diangkat pada edisi kali ini adalah tentang Pesta Demokrasi atau Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Dalam laporan utamanya, disebutkan pagelaran akbar pesta demokrasi Pemilihan Umum Presiden RI dan Wakil Presiden (Pilpres) sudah di depan mata. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjadwalkan Pilpres untuk memilih Presiden RI yang ke-7 pada hari Rabu, 9 Juli 2014. Pada hari itulah seluruh rakyat akan 6
menentukan pilihannya, yang berarti nasib bangsa ini lima tahun ke depan juga telah kita ukir bersama pada saat itu. c. Majalah Buka! Edisi ketiga telah diterbitkan pada bulan September 2014 bersamaan dengan pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi (KI) seluruh Indonesia di Mataram Nusa Tenggara Barat. Edisi ini berisi berita kegiatan dan sidang KIP mulai Juli, Agustus, dan September dengan laporan utama tentang “Menguatkan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik”. Dalam laporan utamanya diuraikan tentang sejarah pelaksanaan keterbukaan Informasi Publik baik di tingkat nasional maupun tingkat dunia. Pada awal peringatan Hari Hak untuk Tahu dilakukan oleh sejumlah aktivis di Sofia, Bulgaria pada Tahun 2002. Sementara di Indonesia baru resmi diundangkan pada 2010 bersamaan dengan terbentuknya Komisi Informasi Pusat (KIP). d. Majalah Buka! edisi pada bulan Desember 2014 yang merupakan edisi bulan Oktober, November, dan Desember. Pada edisi terakhir Tahun 2014 ini mengangkat tema tentang Meningkatkan Kualitas Monitoring dan Evaluasi Badan Publik 2014. Dalam laporan utamanya mengangkat mengenai peningkatan kualitas monev Badan Publik 2014. Peningkatan kualitas monev itu ditunjukkan dengan adanya upaya menyempurnaan sistem penilaian sehingga Badan Publik yang memiliki peringkat teratas benar-benar memiliki kualifikasi pelayanan Informasi Publik yang sangat baik. Output yang dihasilkan antara lain; Meningkatnya pemahaman Badan Publik dan masyarakat tentang kegiatan KIP. Kendala yang dihadapi Newsletter di Komisi Informasi Pusat, sudah terbit sebayak 4 kali dan terbitan terakhir pada bulan Desember 2014 yang bersamaan dengan kegiatan Pemeringkatan. Kendala yang dihadapi antara lain dalam pendistribusian ke Badan Publik belum berjalan efektif. 2) Website Pelayanan Informasi Komisi Informasi Pusat Website merupakan media penyampaian informasi yang paling efektif, karena mudah diakses dimanapun dan kapanpun selama terhubung dengan jaringan internet. Untuk meningkatkan pelayanan informasi kepada masyarakat, PPID Komisi Informasi Pusat menunjuk Tim Website untuk mengelola situs www.komisiinformasi.go.id serta mempublikasikan setiap kegiatan yang dihasilkan oleh Komisi Informasi Pusat.
7
Pada Triwulan III, telah melakukan beberapa penambahan konten atau aplikasi website, yaitu antara lain : a. Pembuatan aplikasi cache memory bertujuan agar website bisa diakselerasi dengan cepat dan responsif b. Pembuatan aplikasi google analytic yang bertujuan untuk melihat traffic pengunjung situs secara global dan menganalisis situs tentang celah aplikasi website. c. Pembuatan laporan pengunjung (sintex) yang berguna untuk melihat IP secara generic dan global. d. Pembuatan aplikasi backup (crown job) yang berguna untuk memback-up aplikasi, database secara periodic melalui sistem VPS (Virtual Private Server) e. Pembaharuan peta (google map) yang berguna untuk meng-update secara berkala tentang pointing wilayah Komisi Informasi. f. Pembuatan Information Controller berbasis PHP yang berguna untuk mempermudah admin untuk pengunggahan data putusan. g. Update PHP yang berguna untuk memperbesar ukuran foto, video, dll. h. Pembuatan aplikasi persidangan (si Persi) yang bersifat local. Aplikasi diperuntukkan untuk kebutuhan sidang oleh Majelis Komisioner dan Panitera Pengganti. Aplikasi ini memiliki fitur chatting secara keseluruhan dan private chatting antara Majelis dengan Majelis dan Majelis dengan Admin dan Panitera. Disamping itu dalam aplikasi ini ada menu Putusan dengan format pdf, jpg yang dapat memudahkan Majelis dalam pembacaan putusan, serta notulasi yang dibuat oleh admin yang terdiri dari unsur Tenaga Ahli, Asisten Ahli dan Tenaga Administrasi serta adanya menu e-library yang memudahkan Majelis dalam mencari regulasi undang-undang dan Peraturan dalam Proses persidangan Aplikasi ini berbasis .(dot) net. Kendala dalam Pengembangan Website, dalam proses maintenance website terdapat kendala yaitu antara lain pernah mengalami gangguan jaringan yang berakibat DNS berubah sehingga mempengaruhi koneksi website yang ada di Indonesia termasuk website Komisi Informasi, dan untuk aplikasi persidangan masih ada kendala dimana meja untuk komputer tersebut belum sesuai dengan yang diharapkan.
8
3)
Buku Komisi Informasi Pusat
Pada tahun 2014, Komisi Informasi Pusat berinisiatif melakukan kerjasama dengan JPIP untuk membuat sebuah buku tentang Hakikat Komisi Informasi dan Penyelesaian Sengketa Informasi. Buku setebal 500 halaman tersebut telah selesai dicetak dan didaftarkan di perpustakan nasional yang ditandai dengan adanya ISBN. Buku tersebut ditulis oleh Tenaga Ahli dan Asisten Ahli Komisi Informasi Pusat. Disamping berisi tentang segala hal tentang lembaga komisi informasi dan sengketa informasi, buku tersebut juga berisi sejumlah putusan-putusan sengketa informasi yang diharapkan dapat menjadi rujukan bagi komisi informasi di indonesia dan juga masyarakat umum. 4.
Dialog Interaktif
Sebagai lembaga yang relatif sangat muda, harus diakui bahwa eksistensi Komisi Informasi Pusat ditengah-tengah masyarakat masih sangat kurang. Oleh karenanya, media televisi dipilih sebagai sarana sosialisasi yang dilakukan oleh Bidang ASE. Media Televisi dipilih karena dianggap masih memiliki penetrasi yang tertinggi di masyarakat dibandingkan dengan media-media lainnya. Sosialisasi tersebut dikemas dalam bentuk acara dialog interaktif dibeberapa stasiun televisi di Indonesia, yakni: 1. 19 November 201TV ONE. Tema : Sosialisasi Pemeringkatan 2014. 2. 15 November 2014 JAK TV. Tema : Metode Pemeringkatan 2014. 3. 15 Desember 2014 SINDO TV. Tema : Hasil Pemeringkatan 2014. C.1.3 Perubahan Manajemen Internal dari Gugus Tugas ke Bidang Perubahan Manajemen Internal merupakan salah satu langkah dalam rangka efisiensi dan efektifitas untuk menjalankan tugas fungsi KI Pusat. Perubahan Manajemen semula dibentuk ke dalam beberapa Gugus Tugas yang ditugaskan kepada masing-masing anggota Komisi yang disahkan melalui Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat RI No. 06/KEP/KIP/VIII/2013 tentang Gugus Tugas Komisioner Komisi Informasi Pusat tertanggal 15 Agustus 2013. Perubahan Gugus Tugas diperbaharui melalui Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat RI No. 07/KEP/KIP/VIII/2014 tertanggal 1 September 2014 tentang Bidang Tugas Anggota Komisi Informasi Pusat dengan telah diselesaikannya tugas-tugas dalam masa transisi pergantian periode anggota KI Pusat. Pembagian Bidang Tugas dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Bidang Tugas Penyelesaian Sengketa Informasi, Bidang Tugas Kelembagaan dan Bidang Tugas Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi. Pembagian Bidang Tugas dibawahi oleh 2 (dua) Komisioner sebagai langkah efektifitas tugas KI Pusat yang dibantu oleh Tenaga Ahli dan Asisten Ahli. 9
C.2
Memperkuat Penanganan Sengketa dan Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Atas Informasi
C.2.1 Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) 1) Jumlah Register Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Jumlah permohonan teregister dalam setiap bulannya di tahun 2014 termuat dalam statistik pada Grafik 1. Jumlah total permohonan pada tahun 2014 adalah sebanyak 1354 permohonan. Grafik 1. Jumlah Register Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Per Tahun 2014
Permohonan pada tahun ini mencapai jumlah tertinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun didominasi oleh Pemohon tertentu yaitu Muhammad Hidayat S dengan menggunakan nama pribadi Pemohon selaku Warga Negara Indonesia menggunakan nama Kelompok Mata Umat, Perkumpulan Mata Umat,Pergerakan Mata Umat, Sahabat Muslim, Sahabat Muslim Indonesia dan Perkumpulan Sahabat Muslim Indonesia. Berdasarkan data yang ada, dari 1354 permohonan penyelesaian sengketa, sebanyak 1209 diantaranya adalah permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang sama. Dari grafik di atas dapat terlihat fluktuasi permohonan tiap bulannya tidak merata. Puncak permohonan terbanyak ada di bulan September 2014 sebanyak 463 permohonan.
10
Foto sidang ajudikasi
Foto mediasi.
2) Rekapitulasi Penyelesaian Sengketa Di tahun 2014 ini Komisi Informasi Pusat menyelesaikan79 sengketa di dalam kota dan 44 sengketa di luar kota. Demikian terlihat pada Tabe l1. Dengan klasifikasi penyelesaian sengketa melalui Mediasi, Ajudikasi, dan Penetapan yang didasarkan pada pencabutan permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik oleh Pemohon dan Pembatalan Registrasi. Total jumlah sengketa yang diselesaikan pada tahun ini adalah 123 sengketa.
11
Dari 123 Sengketa Informasi Publik yang telah diselesaikan oleh Komisi Informasi Pusat pada Tahun 2014, sebanyak 10 dari register Tahun 2012, sedangkan register Tahun 2013 sebanyak 74 dan register Tahun 2014 sebanyak 39, sehingga jumlah register 2014 sebanyak 1354 baru terselesaikan sebanyak 39. Tabel 1. Jumlah Sengketa yang diselesaikan Pada Tahun 2014 Penyelesaian Dalam Kota 55 PutusanAjudikasi 12 SepakatMediasi 12 Penetapan/Pencabutan PembatalanReg 79 Jumlah
Luar Kota 28 5 11 44
Jumlah 83 17 12 11 123
3) Jumlah Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik per tahun. Sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, terdapat 2549 permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang diajukan kepada Komisi Informasi Pusat. Sebagaimana terlampir dalam Tabel 2, yang memuat jumlah permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik per tahun. Tabel 2. Jumlah Sengketa Informasi per Tahun Tahun
Jumlah Permohonan Sengketa
2010
76
2011
419
2012
323
2013
377
2014
1354
TOTAL
2549
4) Dari jumlah Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi tersebut (2549 sengketa), sengketa yang telah diselesaikan oleh Komisi Informasi Pusat sebagai berikut :
12
Grafik 2. Penyelesaian Sengketa Informasi Hingga 2014
Dengan Tabel sebagai berikut :
Selesai Dalam Proses Total
733 1816 2549
C.2.2 Regulasi Hukum A. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2014 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum. Telah menjadi amanat UUD bahwa Pemilu harus dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam rangka mewujudkan negara yang demokratis. Upaya mewujudkan Pemilu yang demokratis sebagaima diamanatkan UUD tentu tidak akan tercapai tanpa adanya keterbukaan informasi atas penyelenggaraannya. Pemilihan Umum yang jujur, adil, dan demokratis disatu sisi dengan keterbukaan informasi atas penyelengaraannya di sisi yang lain sesungguhnya merupakan satu tarikan nafas yang sama, dalam upaya mewujudkan Pemilu sebagaimana yang diamanatkan oleh Konstitusi. Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas maka Komisi Informasi memandang perlu untuk memberikan jaminan dan perlindungan atas keterbukaan informasi penyelenggaraan Pemilu. Keterbukaan informasi dalam penyelenggaran Pemilu merupakan hak masyarakat sekaligus sarana untuk mewujudkan pemilu yang jujur, adil,
13
dan demokratis. Tanpa keterbukaan informasi dalam penyelenggaraannya, mustahil rasanya suatu Pemilu dapat dikatakan sebagai Pemilu yang demokratis. Dalam pada itu Komisi Informasi menggagas dan berupaya membentuk instrumen hukum untuk mengakomodasi dan melindungi hak masyarakat atas Informasi Penyelenggaraan Pemilu. Melalui pembentukan instrumen tersebut diharapkan hak masyarakat atas informasi penyelenggaraan Pemilu mendapat tempat sekaligus perlindungan hukum. Mengingat penyelenggaraan Pemilu merupakan satu rangkaian kegiatan yang terjadwal dan sistematis dengan batas waktu yang telah ditentukan, maka diperlukan juga instrumen hukum yang dapat menanggulangi waktu penyelenggaraan Pemilu yang demikian itu, salah satunya dengan cara mempercepat (akselerasi) proses layanan informasi Pemillu di Badan Publik Penyelenggara Pemilu dan proses penyelesaian sengketanya di Komisi Informasi, hingga akhirnya komisi informasi menghasilan perki 1 tahun 2014 Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum. B. Draf Regulasi Kegiatan penyusunan Modul Pelatihan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (PSIP) merupakan Kebutuhan sebagai langkah penyeragaman Hukum Acara di seluruh Komisi Informasi. Penyusunan Modul Pelatihan PSIP menghasilkan (tiga) Konsep Modul, yaitu Modul Kepaniteraan, Modul Mediasi dan Modul Ajudikasi. Kegiatan sosialisasi ketiga Modul tersebut tidak dilaksanakan. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik telah mengatur prosedur penyelesaian sengketa di Komisi Informasi, namun pengaturan tersebut belum lengkap dan rinci menjabarkan prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Dalam Peraturan Komisi Informasi (PERKI) Nomor 1 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, masih terdapat beberapa regulasi yang harus diatur sebagaimana perintah Perki 1/2013, diantaranya tentang pemeriksaan setempat, pemeriksaan jarak jauh, mediator pembantu dan lain-lain. Berdasarkan hal-hal di atas, Komisi Informasi Pusat menyusun beberapa peraturan sebagai bentuk dari amanat Perki 1/2013 dengan meminta masukan-masukan dari ahli di dalam maupun di luar lembaga Komisi Informasi Pusat melalui Focus Group Discusssion (FGD) yang menghasilkan: 1) Draft Peraturan Komisi Informasi Pusat tentang Pemeriksaan Setempat. Sebagaimana disebut dalam Pasal 56 PERKI 1/2013, dalam proses penyelesaian sengketa informasi publik, Mejelis Komisioner dapat melakukan pemeriksaan setempat guna 14
memperoleh bukti yang cukup. Namun tata cara pemeriksaan setempat belum diatur, sehingga mendesak untuk segera diatur. Sementara maksud dan tujuan agenda pemeriksaan setempat dalam proses Penyelesaian Sengketa Informasi melalui ajudikasi nonlitigasi adalah untuk melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yang menjadi obyek sengketa informasi yang dikecualikan oleh pihak Termohon yang tidak bisa dihadirkan dalam muka persidangan dan harus dilakukan pemeriksaan setempat di mana dokumen-dokumen itu disimpan oleh pihak Termohon. Pemeriksaan setempat tidak bisa secara serta merta dilakukan oleh Majelis Komisioner yang menerima, memeriksa dan memutus suatu sengketa tertentu. Diperlukan adanya suatu regulasi yang mengatur pemeriksaan setempat mulai dari asas pemeriksaan setempat, tata cara pemeriksaan setempat, pihak-pihak mana yang dapat meminta dilakukannya dan yang ikut serta dalam pemeriksaan setempat. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak terkait dengan mekanisme persidangan. Output kegiatan dari Focus Group Discusssion (FGD) yang menghasilkan Rancangan Peraturan Komisi Informasi Tentang Pemeriksaan Setempat. 2) Draft Rancangan Peraturan Komisi Informasi tentang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Jarak Jauh. Dalam perkembangan pelaksanaannya, mekanisme penyelesaian sengketa informasi sebagaimana diatur dalam Perki No.1 Tahun 2013 tidak luput dari kemajuan zaman dan teknologi. Salah satu dari perkembangan dan tuntutan zaman itu ialah mulai dirasakannya kebutuhan untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa informasi, baik mediasi maupun ajudikasi secara jarak jauh dengan menggunakan fasilitas/teknologi video conference. Melalui mekanisme seperti itu penyelesaian sengketa informasi dapat dilakukan tanpa bergantung dan terkendala oleh jarak, waktu, biaya dan lain sebagainya yang seringkali menjadi permasalahan dalam proses penyelesaian sengketa informasi secara konvensional/melalui pertemuan fisik secara langsung Dalam rangka menjawab dan memenuhi kebutuhan akan penyelesaian sengketa informasi yang cepat, biaya ringan, dan dapat mengatasi hambatan jarak, maka Komisi Informasi Pusat merasa perlu untuk menyiapkan sistem penyelesaian sengketa informasi yang memudahkan masyarakat, yaitu melalui pembentukan Peraturan tentang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Jarak Jauh. Output kegiatan dari Focus Group Discusssion (FGD) yang menghasilkan Rancangan Peraturan Komisi Informasi Tentang Pemeriksaan Jarak Jauh. 3) Draf Rancangan Peraturan Komisi Informasi tentang Syarat Dan Tata Cara Mediator Pembantu Selain Komisioner Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dibentuk untuk menjamin hak warga negara Indonesia untuk memperoleh informasi. Untuk menjalankan undang-undang tersebut maka sesuai mandat Pasal 23 UU KIP, 15
dibentuklah Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang juga berfungsi untuk menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Pelaksanaan mediasi dalam rangka mempertemukan pihak Pemohon dan Termohon untuk mengetahui kepentingan masing-masing pihak tidak selalu mudah dan cepat, sehingga terkadang diperlukan bantuan dari mediator pembantu selain komisioner. Sehingga, penetapan dan pengaturan lebih jauh mengenai mediator pembantu selain komisioner perlu dibentuk. Hal ini dengan khusus disebutkan dalam Pasal 20 ayat (6) Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik bahwa perlu disusunnya ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara mediator pembantu selain komisioner. Output kegiatan dari Focus Group Discusssion (FGD) yang menghasilkan Rancangan Peraturan Komisi Informasi Tentang Syarat Dan Tata Cara Mediator Pembantu Selain Komisioner C.3
Mengarus-utamakan keterbukaan informasi dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara
Komisi Informasi Pusat senantiasa menjadikan keterbukaan informasi sebagai prinsip dan jiwa dari setiap kebijakan penyelenggaraan negara. Sebab, sebagai negara yang menganut sistem demokrasi dalam pemerintahannya, keterbukaan informasi menjadi syarat mutlak dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu contoh yang coba dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat untuk mewujudkan rencana tersebut adalah dengan mendukung prioritas transparansi dalam audit keuangan yang menjadi tekad Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Komisi Informasi Pusat sangat mendukung tekad transparansi yang dicita-citakan Ketua BPK yang baru. Sebab, berdasarkan Pasal 9 UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik), laporan keuangan badan publik merupakan informasi yang wajib diumumkan kepada publik secara berkala. Hasil audit BPK yang telah disampaikan juga termasuk informasi terbuka dan bisa diakses oleh publik. KIP menilai hal tersebut dapat membuat pengelolaan keuangan di lembaga negara bisa lebih efisien, produktif, ekonomis, dan berdampak positif bagi kemakmuran rakyat. Selama ini BPK memiliki kewenangan untuk memberikan opini atau predikat kepada lembaga negara yang mengelola keuangan negara. Namun, indikator penilaian untuk memberikan predikat tersebut dirasa perlu diperkuat dan diperketat. Hal ini agar predikat tersebut mencerminkan tidak adanya korupsi. Oleh karenanya, KIP merekomendasikan agar BPK menjadikan Pasal 9 dan 11 UU KIP sebagai bagian indikator penilaian untuk menentukan opini atau predikat lembaga negara yang akan diaudit. Dengan demikian, pemeriksaan pengelolaan keuangan oleh BPK tidak hanya menyentuh sisi administratif. Namun, juga mampu menjangkau besaran komitmen transparansi lembaga negara dalam pengelolaan keuangannya. Dalam Pasal 9 UU KIP disebutkan bahwa setiap Badan Publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala. Salah satu informasi publik yang wajib diumumkan secara 16
berkala adalah mengenai laporan keuangan badan publik. Laporan keuangan tersebut setidaknya meliputi rencana dan laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Sedangkan dalam Pasal 11 disebutkan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi publik setiap saat. Informasi publik tersebut meliputi rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik, hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya, daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan, dan lain sebagainya. Ada banyak lagi rekomendasi yang telah dilakukan oleh KIP kepada lembagalembaga pemerintah agar mengarus-utamakan keterbukaan informasi publik dalam pengelolaan negara. Itu semua memang belum berbentuk tindakan secara formal, namun dengan semakin baiknya kesadaran masyarakat sebagai pressure group bagi pemerintah terhadap keterbukaan informasi, implementasi UU KIP di badan publik pemerintah diharapkan akan semakin baik kedepannya. C.4
Memastikan dan memfasilitasi pemenuhan hak masyarakat terhadap informasi publik
C. 4.1 Pembentukan Komisi Informasi Provinsi Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan undangundang dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota. Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara, Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota. Salah satu amanat UU KIP adalah pembentukan Komisi Informasi (KI) Daerah sebagaimana termaktub pada Pasal 60, Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UU KIP. Pada tahun 2014 Komisi Informasi yang telah terbentuk di seluruh Indonesia sejumlah 27 Komisi Informasi Provinsi, 3 Komisi Informasi Kabupaten dan 1 Komisi Informasi Kota. Komisi Informasi Provinsi yang terbentuk tahun 2014 adalah provinsi Papua pada tanggal 21 Januari 2014, Sumatera Barat pada tanggal 2 September 2014, Kalimantan Selatan pada tanggal 17 Agustus 2014. Sehingga jumlah Komisi Informasi yang telah terbentuk seluruh Indonesia adalah sebanyak 32. C.4.2 Pembentukan PPID di Badan Publik Wujud dari PPID yang Melaksanakan Ketentuan Keterbukaan Informasi Publik adalah Badan Publik yang sudah melaksanakan ketentuan keterbukaan informasi publik. Menurut ketentuan Keterbukaan Informasi Publik bahwa setiap Badan Publik wajib menunjuk dan mengangkat Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), 17
menetapkan Daftar Informasi Publik, menyusun SOP layanan informasi publik, membuat dan mengumumkan laporan tentang layanan informasi publik. Selama tahun 2011-2014 Komisi Informasi Pusat setiap tahun melakukan Survey untuk mengetahui tingkat kepatuhan Badan Publik dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Fokus penelitiannya adalah layanan informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib tersedia setiap saat, dan informasi yang wajib diumumkan secara serta merta. Survey tersebut dilakukan untuk kepentingan praktis sesaat, yaitu pemeringkatan badan publik dan bukan monitoring yang bersifat komprehensif dan secara terus menerus sepanjang waktu 1 tahun. Oleh karena itu parameter kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui ketaatan badan publik adalah pembentukan PPID. Apalagi data survey tahun 2014 menunjukan bahwa dari 414 kuesioner yang dikirim ke badan publik, yang mengembalikan hanya 166 atau 40,10%. Pembentukan PPID sepenuhnya berada di luar kendali Komisi Informasi Pusat dan sangat tergantung kepada niat baik (good will) Pimpinan Badan Publik. Namun peran dan dorongan yang telah dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat tidak bisa diabaikan begitu saja, Komisi Informasi Pusat telah memberikan penyuluhan/sosialisasi dan bimbingan teknis (Bimtek) kepada pimpinan badan publik maupun PPID serta pembelajaran edukasi melalui putusan-putusan sengketa informasi yang mewajibkan Badan Publik memberikan informasi yang diminta masyarakat sebagai pengguna dan pemohon informasi. Sampai dengan Desember Tahun 2014 jumlah Badan Publik yang telah membentuk PPID mencapai 339 PPID (48,84%) dari 694 Badan Publik yang dapat diintervensi, dengan rincian tabel 4 sebagai berikut :
No. 1 2. 3. 4. 5.
Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah PPID Tahun 2014 Telah Membentuk Lembaga Jumlah PPID Kementerian 34 34 Lembaga Non Kementerian 129 41 Provinsi 34 30 Kabupaten 399 174 Kota 98 60 Jumlah 694 339
% 100% 31,78% 88,23% 43,60% 61,22% 48,85%
Berdasarkan tabel 4 di atas jumlah instansi pemerintah yang sudah membentuk PPID sebanyak 339 instansi atau 48,85% dengan rincian instansi pemerintah pusat sebanyak 75 instansi atau 46,01%. Dan instansi pemerintah daerah sebanyak 264 instansi atau 49,72%. Kondisi ini menunjukan masih diperlukan berbagai langkah dan upaya kerja keras serta kerjasama di antara instansi terkait.
18
Dengan demikian capaian indikator kinerja PPID yang Melaksanakan Ketentuan Keterbukaan Informasi Publik sampai dengan akhir tahun 2014 menunjukan adanya peningkatan, seperti terlihat dalam tabel 5 berikut : Tabel 5 : Perkembangan jumlah PPID 2011-2014 URAIAN Jumlah PPID - Jumlah Badan Publik - Realisasi - Target - Capaian Kinerja
2011 154 519 29,67% 75% 39,56%
2012 199 554 35,92% 80% 44,90%
2013 227 590 38,47% 85% 45,26%
2014 339 694 48,84% 90% 54,26%
Perkembangan jumlah PPID terhitung sangat lambat. Hal ini mengingat bahwa UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik diberlakukan secara efektif sejak 31 April 2010. Beberapa kendala yang dihadapi dalam Pembentukan PPID, antara lain adalah : 1. Kurangnya komitmen dan kesadaran pimpinan badan publik terhadap hak dasar masyarakat atas akses informasi publik 2. Terbatasnya kemampuan SDM dan anggaran badan publik Kurangnya kesadaran dan kemampuan masyarakat sebagai pengguna dan pemohon informasi sehingga badan publik tidak terdorong untuk melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem layanan informasi yang dimilikinya. C.4.3 Pembentukan Masyarakat Peduli Keterbukaan Informasi Dalam rangka memperkuat kesadaran dan kompetensi masyarakat dalam memahami pentingnya keterbukaan informasi, Komisi Informasi Pusat melaksanakan program yang dinamakan fasilitasi jaringan kerja komunikasi pemohon dan pengguna informasi publik. Acara ini dilaksanakan dalam bentuk diskusi dan pembuatan rencana aksi untuk mendorong keterbukaan informasi di daerah masing-masing. Program tersebut telah dilaksanakan sebanyak 3 kali, yakni; a. b. c.
Pelaksanaan pertama dilaksanakan di Banjarmasin pada tanggal 20 Juni 2014 Pelaksanaan kedua dilaksanakan di Jambi pada tanggal 1 September 2014. Pelaksanaan ketiga di Cirebon pada tanggal 4 September 2014.
Dari ketiga kegiatan tersebut, peserta yang hadir adalah dari unsur LSM, Organisasi Pers, Mahasiswa dan Badan Publik di Provinsi Jambi, Provinsi Banjarmasin, dan Kota Cirebon. Acara ini sangat diminati oleh peserta, karena ada kalangan yang baru mengetahui
19
bagaimana tata cara dalam memperoleh informasi dan proses penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi. Output dari kegiatan ini antara lain; 1. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat (peserta) dalam menggunakan haknya atas akses informasi 2. Meningkatnya pemahaman bagi Pemohon Informasi untuk melakukan permohonan informasi ke Badan Publik setelah mendapatkan advokasi dan pendampingan sehingga UU KIP Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat berjalan dengan baik. 3. Terwujudnya jaringan kerja sama diantara komunitas masyarakat, LSM, Organisasi Kemahasiswaan sebagai Pengguna dan Pemohon Informasi. Dalam pelaksanaan program ini ditemukan beberapa kendala yang dihadapi. Pertama, tidak adanya evaluasi setelah terbentuknya Jaringan Kerja Komunikasi Pemohon dan Pengguna Informasi. Kedua, Jaringan Kerja Komunikasi Pemohon dan Pengguna Informasi terkadang berorientasi pada pembiayaan kerjanya.
C.5
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan UU KIP di Badan Publik
Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan UU KIP 2014 dilakukan selama 2 bulan dengan berbagai kegiatan. Kegiatan tersebut antara lain adalah penyusunan instrumen yang terdiri dari FGD penyusunan instrumen dan konsinyasi instrumen penilaian. Pesertanya terdiri dari Komisi Informasi Provinsi DKI, Banten, Komisioner Komisi Informasi Pusat, Sekretaris Komisi Informasi Pusat, Tenaga Ahli & Asisten Ahli Komisi Informasi Pusat. Penilaian Badan Publik dilakukan melalui pengisian instrumen berupa kuesioner penilaian mandiri yang dikirim kepada Badan Publik kemudian dilanjutkan dengan penilaian website Badan Publik dan visitasi terhadap beberapa Badan Publik yang masuk kedalam nilai minimal setiap kategorinya, visitasi dilakukan di Jakarta dan Luar Kota. Badan Publik di Jakarta yang visitasi meliputi Badan Publik Kementerian, Lembaga, BUMN serta Partai Politik. Badan Publik di Luar Kota yang di visitasi meliputi Badan Publik Perguruan Tinggi Negeri, Pemerintah Provinsi dan BUMN. Visitasi dilakukan pada Bulan November 2014 dengan visitor Tim Pemeringkatan yang terdiri dari Tenaga Ahli, Asisten Ahli dan beberapa dari Sekretariat. Kegiatan ini dilanjutkan dengan penyerahan piala dan piagam Keterbukaan Informasi Publik 2014 oleh Wakil Presiden di Istana Wakil Presiden pada tanggal 12 Desember 2014 yang didahului dengan acara diskusi publik mengenai pengelolaan dana desa Penganugerahan Pemeringkatan Keterbukaan Informasi di Badan Publik yang berlokasi di Wisma Antara atas kerjasama dengan Kementerian Keuangan. Pemeringkatan keterbukaan informasi pada Badan Publik ini, telah dilakukan oleh Komisi Informasi sejak tahun 2011. Dengan metode pemeringkatan yang terus dievaluasi dan 20
dikembangkan, Komisi Informasi berharap dapat memperoleh gambaran hasil yang real yang mewakili praktek implementasi keterbukaan informasi yang dilakukan oleh Badan Publik di Indonesia. Tahun ini, Komisi Informasi melakukan pemeringkatan keterbukaan informasi dengan membagi Badan Publik menjadi enam kategori yakni Kementerian, Lembaga/Badan, BUMN, Partai Politik, Perguruan Tinggi Negeri, dan Provinsi. Jumlah Badan Publik yang dikirim instrumen Kuesioner Penilaian Mandiri (Self Assessment Questioner) oleh Komisi Informasi Pusat adalah 414 (empat ratus empat belas). Sedangkan, Badan Publik yang mengembalikan berjumlah 166 (seratus enam puluh enam), yaitu sebagai berikut: No
Kategori Badan Publik
Dikirim
Diterima
1 2 3 4 5 6
Kementerian Lembaga/Badan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Partai Politik (Parpol) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Provinsi (Pemprov) TOTAL
34 135 138 12 61 34 414
24 53 49 4 16 20 166
Untuk mendapatkan hasil yang presisif sesuai dengan realitas implementasi keterbukaan informasi yang dilakukan oleh Badan Publik, Komisi Informasi melakukan 2 (dua) tahapan penilaian, yaitu: Tahap Pertama memiliki bobot nilai 60%, terdiri dari 2 (dua) kuesioner yang masingmasing kuesioner memiliki bobot penilaian, yakni : 1. Penyebaran Kuesioner Penilaian Mandiri (Self Assessment Questioner) ke seluruh Badan Publik dengan bobot nilai 25%. Yakni penilaian yang dilakukan secara mandiri oleh Badan Publik dengan mengisi kuesioner yang dikirimkan oleh Komisi Informasi. 2. Kuesioner (Verifikasi Website) dengan bobot nilai 75%; seluruh Badan Publik yang mengembalikan kuesioner tersebut kemudian dinilai oleh Tim Komisi Informasi melalui pemeriksaan dan pembuktian terhadap data dan informasi yang ada di website masing-masing Badan Publik berdasarkan keterangan responden berupa Link atau URL yang tertera pada kuesioner penilaian mandiri yang telah dituliskan oleh responden. Tahap Kedua memiliki bobot nilai 40%, Tahap Visitasi ke Nominasi Badan Publik yang memiliki bobot yang cukup untuk masuk dalam peringkat sepuluh terbaik atau Badan Publik yang memiliki Nilai minimum per kategori berdasarkan penilaian pada tahap satu. Yakni melakukan wawancara dan pembuktian secara langsung dokumen-dokumen atau informasi dalam berbagai format/kemasan berdasarkan keterangan yang diisi oleh responden Badan Publik. Kedua tahapan penilaian tersebut pada prinsipnya dilakukan untuk membedah informasi yang dikuasai Badan Publik berdasarkan UU KIP dan PERKI SLIP. Informasi tersebut yakni informasi yang wajib disediakan secara berkala, informasi serta merta, dan 21
informasi yang wajib disediakan setiap saat. Hal ini penting agar Badan Publik memiliki pemahaman terhadap kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam mengelola informasi publik. C.6
Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia
Kegiatan Rakornas telah dilaksanakan pada tanggal 12-14 September 2014 di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Tema Rakornas kali ini adalah Mewujudkan Masyarakat Informasi dalam Tata Kelola Pemerintahan Indonesia Baru yang Efektif. Sebagai Keynote Speaker sekaligus membuka acara adalah Armida S. Alisjahbana (Menteri PPN/ Bappenas). Adapun narasumber Seminar Nasional adalah Hamdan Zoelfa (Ketua MK) dan Abraham Samad (Ketua KPK) dalam Seminar I, serta Freddy H. Tulung (Dirjen IKP KemenKominfo) dan Raden Siliwanti (Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas) dalam Seminar II. Peserta berjumlah 200 orang yang terdiri Komisi Informasi Pusat serta 26 Komisi Informasi Provinsi dari 27 Komisi Informasi Provinsi yang telah terbentuk, 4 Komisi Informasi Kabupaten yaitu Komisi Informasi Bangkalan, Cirebon, Sumenep dan Komisi Informasi Kota Cirebon, kecuali Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat yang hadir sebagai Tim Peninjau. Output dari kegiatan ini adalah dokumen rekomendasi dari empat bidang komisi yaitu Komisi PSI, ASE, Kelembagaan, dan Eksternal. 1) Rekomendasi Rakornas Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi Menyetujui semua hasil rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi se-Indonesia (RAKORNAS) 2013 dan Rapat Kerja Teknis (RAKERNIS) 2014 : Non Regulasi i)
ii) iii) iv) v) vi) vii)
Penyelenggaraan Right To Know Day (RTKD) diselenggarakan di Jakarta oleh Komisi Informasi Pusat, jika diselenggarakan di Istana Presiden/Wakil maka penyelenggaraannya wajib dihadiri oleh Komisi Informasi Pusat, Provinsi, Kab/Kota. Rakornas 2014 mengusulkan tema besar untuk peringatan Right to Know Day 2014 mengandung unsur Budaya, Transparansi, Kemandirian dan Pemberantasan Korupsi, dan untuk Sub Tema disesuaikan dengan kearifan lokal. Menyepakati Pemeringkatan Badan Publik dilakukan bidang ASE sesuai kesepakatan Rakornas Tahun 2013. Menyepakati maskot Komisi Informasi untuk dilombakan. Menyepakati slogan Komisi Informasi : BUKA! Informasi Publik. Menyepakati adanya Mailing list khusus ASE. Menyepakati penyelenggaraan Capacity Building untuk staff & Komisioner bidang ASE pada bulan Oktober. Menyelenggarakan pertemuan rutin bidang ASE setiap 3 bulan sekali.
22
Regulasi i) Menyepakati Pedoman Standardisasi Strategi Komunikasi Komisi Informasi. ii) Menyepakati Standardisasi Materi Sosialisasi Komisi Informasi. iii) Menyepakati Standardisasi Instrumen Pemeringkatan Badan Publik dengan Metode : Tahap I : Self Assesment (25%) - Kuisioner dibuat berdasar standar layanan informasi publik dalam UU KIP dan Perki SLIP - BP mengisi sendiri atas kuisioner yang sudah disiapkan. - Diberi bobot 25 % mengandalkan kejujuran BP untuk menilai kondisi internalnya. - Data self assesssment digunakan sebagai informasi awal kondisi BP, sekaligus sebagai alat kendali untuk melakukan penilaian tahap berikutnya. Verifikasi Website (75%) - Harus ada tool berupa kuisioner untuk menilai ketersediaan informasi publik di website, terutama yang masuk kategori informasi diumumkan secara berkala. - Kuisioner diisi oleh tenaga verifikator KI. - Indikator penilaian didasarkan pada SLIP. Karena itu, beberapa indikator dalam self assessment yang dipandang relevan bisa dimasukkan dalam kuisioner verifikasi web. - Diberi bobot 75% karena website sekarang ini merupakan sarana paling lazim digunakan untuk mempublikasikan informasi. - Gabungan nilai Tahap I A dan B digunakan untuk menentukan BP mana yang akan divisitasi dalam setiap kelompok kategori BP. Tahap II : Visitasi Badan Publik (40%) - Visitasi diambil 10-15 % ranking tertinggi dari BP yg masuk tahap I di setiap rumpun BP - Harus ada tool berupa kuisioner yang digunakan sebagai panduan penilaian. - Kuisioner diisi oleh visitator KI. - Kuisioner tidak hanya untuk menggali data kuantitatif, tapi juga data kualitatif yang bisa dinarasikan secara singkat oleh visitator. - Visitasi ditekankan untuk melihat bukti-bukti materiil yang sudah diinformasikan dalam self assessment, terutama informasi yang masuk kategori tersedia setiap saat. - Visitasi juga untuk melihat suasana tempat layanan informasi, permohonan, pelayanan, serta inovasi-inovasi yang dilakukan BP. Merekomendasikan hasil rapat komisi bidang advokasi, sosialisasi dan edukasi sebagai berikut : i) Mengusulkan membentuk Forum Komunikasi PPID Komisi Informasi se-Indonesia 23
ii) Mengusulkan penguatan Strategi Komunikasi membangun Citra Lembaga iii) Mengusulkan membangun portal khusus putusan-putusan Komisi Informasi seIndonesia iv) Mengusulkan untuk menciptakan Mars Komisi Informasi v) Mengusulkan sosialisasi Instrumen dan metodologi Pemeringkatan Badan Publik dari Komisi Informasi Pusat kepada KI Provinsi dan KI Provinsi kepada KI Kab/Kota vi) Mengusulkan sosialisasi Instrumen dan metodologi Pemeringkatan Badan Publik yang dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat, Provinsi, Kab/Kota kepada Badan Publik vii) Mengusulkan kepada Pemerintah agar menetapkan 28 September sebagai Hari Keterbukaan Informasi Nasional secara resmi viii) Mengusulkan MoU dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membangun Budaya Keterbukaan Informasi Publik yang dimulai di sekolah tingkat dasar. ix) Mengusulkan untuk membuat pedoman Teknis Bidang ASE Rekomendasi Rakornas Komisi Eksternal Bentuk: Buku putih keterbukaan informasi untuk pemerintahan baru. KONTEKS STRATEGIS 1. RPJMN 2015-2019 (menjadikan Transparansi (keterbukaan informasi Publik) menjadi salah satu kata kunci.) 2. OGP (Presiden baru harus mengambil peran lebih maksimal bukan hanya sebagai alat diplomasi internasional tapi juga secara serius melakukan penguatan ke dalam) 3. Pemerintahan bersih sudah menjadi komitmen bangsa (dimulai dengan lihat visi misi presiden terpilih) 4. Inpres no. 2 tahun 2014 (Komisi Informasi menjadi satu aktor percepatan pemberantasan korupsi) 5. Implementasi UU KIP belum mencapai tujuan UU 6. Tranparansi belum menjadi budaya birokrasi (Reformasi birokrasi) 7. Partisipasi Publik/masyarakat belum efektif dan belum terlaksananya keterbukaan informasi publik 8. Agenda pencegahan tindak pidana korupsi dengan prinsip keterbukaan informasi publik 9. Insentif bagi badan publik ketika melakukan keterbukaan informasi Publik (insentif dimaknai sebagai keuntungan/kemanfaatan bukan hanya award/penghargaan) 10. Keterbukaan informasi diharapkan menjadi budaya dan kebutuhan menuju negara demokratis. REKOMENDASI UNTUK PEMERINTAH 2014-2019 1. Melakukan pengarus-utamaan keterbukaan informasi dalam seluruh kebijakan 24
2. 3.
4. 5.
publik: pembuatan regulasi, Keterbukaan Informasi menjadi indikator gagal atau berhasil sebuah badan publik, rekruitmen dan promosi pejabat publik. Menetapkan tanggal 30 April sebagai Hari keterbukaan informasi Nasional pada tahun 2015 Pencegahan korupsi melalui implementasi UU KIP dan Penguatan implementasi Inpres no. 2 tahun 2014 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2014 Memastikan pembentukan Komisi Informasi diseluruh propinsi sebagaimana yang diharuskan UU KIP Menetapkan regulasi tentang tata kelola lembaga dan keuangan komisi informasi
REKOMENDASI UNTUK DPR RI PERIODE 2014-2019 1. Memasukkan keterbukaan informasi sebagai asas dalam penyusunan undang-undang. 2. Melakukan revisi UU KIP untuk penguatan Komisi Informasi. REKOMENDASI UNTUK MA Memastikan lembaga peradilan untuk mengimplementasikan PERMA No. 2 Tahun 2011. PEMERINTAH DAERAH 1. Memastikan dukungan standar kelembagaan dan keuangan komisi informasi 2. Memastikan pembentukan PPID dan memaksimalkan fungsinya di lingkup pemerintahan Daerah. 2) Rekomendasi Rakornas Bidang Kelembagaan 1. 2.
3. 4.
5. 6.
Menyetujui melakukan judicial review terhadap Pasal 29 UU KIP secara perorangan dan legislative review terhadap UU KIP. Menerima rancangan Perki Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetapan Anggota Komisi Informasi dengan memperhatikan masukkan tentang juklak dan juknis anggota Komisi Informasi incumbent. Menerima rancangan Perki Kode Etik dengan memperhatikan semua masukan dari anggota rapat Komisi Kelembagaan. Menerima rancangan buku saku Pedoman Uji Konsekuensi untuk dimasukan pada revisi Perki Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Menerima Rancangan Perki Pedoman Tata Naskah Dinas dengan memperhatikan semua masukan anggota rapat Komisi Kelembagaan. Komisi Informasi Provinsi/Kabupaten/Kota yang menjadi anggota rapat Komisi Kelembagaan pada Rakornas Komisi Informasi se-Indonesia Tahun 2014 akan memberikan masukan mengenai Daftar Inventaris Masalah Revisi Perki Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik, rancangan Perki 25
Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetapan Anggota Komisi Informasi, Rancangan Perki Kode Etik, Rancangan Pedoman Uji Konsekuensi, Rancangan Perki Pedoman Tata Naskah Dinas kepada Komisi Informasi Pusat melalui surat elektronik (email) sampai batas waktu 1 Oktober 2014, apabila dalam jangka waktu tersebut anggota sidang Komisi Kelembagaan tidak memberikan masukkan maka dianggap menyetujui. Rekomendasi Rakornas Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Rekomendasi Rakernis Seluruh rekomendasi Rakernis 2014 yang dituangkan dalam Modul/Buku “Analisis Rekomendasi Rapat Kerja Teknis 2014”, diterima oleh seluruh anggota rapat Komisi Penyelesaian Sengketa Informasi. Komisi Informasi Pusat akan merapikan hal-hal yang terkait dengan produk-produk regulasi dan kajian yang telah dihasilkan oleh KI Pusat yang dituangkan dalam Modul/Buku “Analisis Rekomendasi Rapat Kerja Teknis 2014”, dengan memperhatikan semua masukan dari anggota rapat komisi, yang harus disampaikan paling lambat dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak ditandatanganinya berita acara ini. Apabila dalam jangka waktu tersebut anggota rapat komisi tidak memberikan masukan maka dianggap menyetujui hasil akhir. Regulasi 1. Tim Perumus Revisi Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Perki 1 Tahun 2013) segera menyusun daftar inventarisasi masalah dan jadwal kerja; 2. Menyelesaikan peraturan lebih lanjut untuk melengkapi Perki 1 Tahun 2013 antara lain tentang Pasal 8 Perki 1 Tahun 2013. Non Regulasi 1. Mempersiapkan kajian-kajian yang diperlukan dalam penyelesaikan sengketa informasi antara lain tentang legal standing Pemohon Badan Hukum. 2. Mengadakan Pelatihan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik untuk Majelis Komisioner Komisi Informasi.
26