Keterbukaan Informasi Publik Dan Status Dokumen Pertanahan*
Oleh: Alamsyah Saragih **
I Latar Belakang Pemberlakuan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UUKIP) telah membawa implikasi luas atas jaminan hak warga negara dalam mengkasses informasi yang dikuasai oleh Badan Publik. UU KIP merupakan regulasi operasional atas hak konstitusional warga negara: Pasal 28F UUD 1945: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Antara sengketa informasi dan sengketa hak milik atas tanah. Memasuki tahun ketiga pelaksanaan UUKIP, permohonan informasi yang berlanjut ke tahap sengketa informasi juga mulai memasuki ranah informasi di bidang pertanahan. Hampir keseluruhan permohonan informasi di bidang pertananahan yang mulai masuk ke taraf penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi terkait dengan sengketa hak milik atas tanah. Untuk itu diperlukan penajaman batas wilayah kerja penanganan sengketa informasi pertanahan, karena sengketa hak milik atas tanah bukanlah wilayah kerja Komisi Informasi sebagaimana dimandatkan oleh UU KIP. Kebanyakan pemohon yang mengajukan penyelesaian sengketa informasi terkait dengan tanah berfokus atas tidak terpenuhinya permohonan informasi mereka kepada kantor pertanahan setempat mengenai perubahan status kepemilikan atas tanah. Umumnya ada dua argumen penolakan: (i) pemohon bukanlah pihak yang memiliki hak secara yuridis; (ii) pemberian informasi telah diatur oleh peraturan perundangundangan tersendiri, dan pemohon tidak termasuk sebagai pihak yang diberi kewenangan untuk mengakses informasi tersebut. Perkembangan nilai ekonomis tanah dari waktu ke waktu telah menyebabkan sengketa pertanahan yang dalam kurun waktu tertentu bersifat laten menjadi ‘manifested’. Secara sosiologis, peluang terjadinya claim akan adanya kekeliruan dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah dapat saja terjadi. Meskipun negara telah menerapkan pengumuman terbuka melalui media masa selama jangka waktu tertentu sebagai salah satu tahapan pendaftaran tanah. Di berbagai tempat claim atas adanya tumpang-tindih (overlapping) kepemilikan telah pula meningkatkan permintaan pihak tertentu untuk mengetahui informasi mengenai riwayat kepemilikan atas suatu tanah. * Makalah ini disampaikan pada Diskusi Ahli yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat dengan tema Status Dokumen Pertanahan dalam Perspektif Keterbukaan Informasi Publik, di Hotel Milenium Jakarta, Tanggal 10 April 2012. ** Penulis adalah Anggota Pada Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia. Suatu lembaga mandiri yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Krisis kepercayaan dan upaya alternatif? Meskipun negara telah menjamin upaya penyelesaian sengketa hak milik atas tanah melalui pengadilan, dalam praktik sebagian pemohon informasi merasa perlu untuk mengetahui terlebih dahulu informasi terkait perubahan hak milik atas tanah yang menjadi objek sengketa untuk memastikan apakah mereka akan menempuh jalur penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau tidak. Dalam praktik, yang bersangkutan dapat saja meminta notaris pembuat akta tanah untuk melihat informasi mengenai perubahan status tersebut ke kantor pertanahan setempat, namun peristiwa ini umumnya terjadi ketika pihak yang bersangkutan membutuhkan informasi yang akurat dan berkekuatan hukum. Perlu didalami lebih jauh apakah rendahnya tingkat kepercayaan telah menjadi salah satu faktor inherent yang menyebabkan peristiwa ini terjadi. Menempuh penyelesaian sengketa informasi melalui Komisi Informasi adalah salah satu jalur yang mereka tempuh untuk mengatasi hal tersebut. II Pendaftaran Tanah, Data Pribadi dan Keterbukaan Informasi UU No. 5 tahun 1960 tentang Perturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam kepemilikan tanah sebagaimana dinyatakan pada salah satu konsideran Berpendapat bahwa: … perlu adanya hukum agraria nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Segaris dengan pengertian tersebut adalah penegasan mengenai hak menguasai negara dan kewenangan negara dalam menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang, dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan angkasa sebagaimana di atur dalam pasal 2 UUPA. Secara gramatikal, perlindungan tersebut adalah jaminan kepastian hukum dalam hal kepemilikan, penguasaan dan penggunaan atas tanah. Dalam paraktik, bersamaan dengan berkembangnya rezim HAM yang beroirientasi pada perlindungan atas hakhak pribadi (privacy) dan liberalisme yang berorientasi kuat pada perlindungan atas investasi di Indonesia, tujuan tersebut telah pula ditafsirkan meluas. Ditafsirkan bahwa proteksi informasi atas kepemilikan tanah juga wajib dilakukan oleh institusi yang menguasai dokumen pertanahan, baik untuk kepemilikan individu maupun upaya membangun iklim investasi yang menarik. Adakah ketentuan legal di bidang pertanahan yang mengatur hal tersebut? Secara khusus mengenai status data yuridis terkait tanah diatur melalui Peraturan Menteri Agraria No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada bagian kesepuluh tentang Penyajian Informasi data Fisik dan Yuridis, dinyatakan bahwa informasi yang terbuka untuk umum adalah dalam bentuk Surat Keternagan Pendaftaran Tanah.1 1
Peraturan Menteri Agraria No. 3 tahun 1997, Pasal 187: (1) Informasi tentang data fisik dan data yuridis yang ada pada peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah terbuka untuk umum dan dapat diberikan kepada pihak yang berkepentingan secara visual atau secara tertulis; (2) Informasi tertulis tentang data yuridis mengenai sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Surat Keterangan Pendaftaran Tanah; (3) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan bentuk sesuai daftar isian 209.
2
Lebih jauh, peraturan ini menyatakan bahwa hanya kepada pemegang hak dapat diberikan salinan batas bidang tanah miliknya dengan tanah yang berbatasan (pasal 188). 2 Pada bagian lebih lanjut, regulasi ini mengatur bahwa kewajiban Kantor Pertanahan sebagai Badan Publik yang menguasai dokumen-dokumen yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran merupakan dokumen negara yang harus ‘disimpan’ dan ‘dipelihara’ menurut perturan perundang-undangan yang berlaku.3 Ketentuan tentang penyimpanan dan pemeliharaan dokumen milik negara telah diatur melalui UU N0. 43 tahun 2009 tentang Kearsipan. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang N0. 43 tahun 2009 tentang Kearsipan, Indonesia telah meninggalkan mindset kerahasiaan negara absolut. Status dokumen negara tidak lagi dapat dijadikan sebagai alasan untuk menetapkannya sebagai dokumen yang dirahasiakan, kecuali diatur oleh undang-undang. Pada prinsipnya semua informasi yang dikuasai oleh Badan Publik bersifat terbuka selain yang dikecualikan berdasarkan Undang-undang. UUKIP memberikan hak Badan Publik untuk menolak memberikan informasi dengan alasan substansial maupun dengan alasan prosedural. 4 Penolakan dengan alasan substansial, dimaksudkan untuk jenis informasi yang dikecualikan sebagaimana di atur dalam pasal 17. 5 Sedangkan penolakan berdasarkan alasan prosedural ditujukan untuk jenis informasi terbuka, namun tata cara pemberian informasi telah diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan.6 Secara eksplisit tidak ditemui ketentuan yang mengatur bahwa dokumen pertanahan adalah dokumen rahasia. Meskipun ada ketentuan yang menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang digunakan sebagai dasar pendaftaran tanah adalah dokumen negara, tidaklah dapat ditafsirkan bahwa dokumen tersebut secara otomatis adalah dokumen rahasia. Pembatasan atau pengecualian yang diatur dalam regulasi ini lebih bersifat prosedural daripada substansial, dimana diperlukan izin Kepala Kantor Wilayah kepada pemegang hak yang bersangkutan dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen pendaftaran tanah yang menjadi dasar pembukuan hak atas namanya.7 UUKIP mengatur bahwa pengecualian mesti bersifat ketat dan terbatas, melalui suatu pengujian atas konsekuensi yang ditimbulkan, dan pengujian atas kepentingan publik.8 Kerahasiaan atas suatu dokumen maupun informasi harus didasarkan atas 2
___ibid, Pasal 188 ayat (2): Kepada pemegang hak dapat diberikan salinan atau fotocopy peta yang menunjukkan batas-batas bidang tanahnya dengan bidang-bidang tanah yang berbatasan. 3 ___ibid, Pasal 192 ayat (1): Semua daftar umum dan dokumen-dokumen yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran merupakan dokumen negara yang harus disimpan dan dipelihara menurut pertauran perundang-undangan yang berlaku; 4 Lihat risalah pembahasan rapat Panja RUU KMIP (yang kemudian disahkan menjadi UU KIP) pada tanggal 26 Juni 2007 dan 3 September 2007. 5 UUKIP, pasal 6 ayat (1): Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6 ___ibid, pasal 6 ayat (2): Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 7 Peraturan Menteri Agraria No. 3 tahun 1997, Pasal 192 ayat (4): Dengan izin Kepala Kantor Wilayah kepada pemegang hak yang bersangkutan dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen pendaftaran tanah yang menjadi dasar pembukuan hak atas namanya yang tersimpan di Kantor Pertanahan. 8 UUKIP, Bagian kesatu tentang Asas, Pasal 2: (1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik; (2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas; (3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik
3
suatu kriteria konsekuensi bahaya yang ditimbulkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.9 Untuk itu harus dapat dijelaskan tujuan setiap kerahasiaan atau pengecualian berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, untuk melihat apakah tujuan pengecualian tersebut masih memiliki relevansi dengan konsekuensi bahaya yang telah ditetapkan pada pasal 17 UUKIP (prejudiced based exemption).10 Salah satu tujuan UUKIP adalah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.11 Untuk tujuan tersebut maka pada ketentuan lebih lanjut Undang-Undang ini mengatur: Pasal 11 ayat (1) UUKIP: Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi: b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
Sertifikat terkait hak atas tanah merupakan produk suatu keputusan publik, sehingga termasuk dalam kategori infomasi yang wajib disediakan oleh Badan Publik yang menguasai informasi tersebut. Kendati demikian, UUKIP juga mengatur jenis informasi yang dikecualikan, sebagaimana diatur oleh pasal 6 ayat (3) huruf c, yakni informasi yang menyangkut hak-hak pribadi. Secara lebih terperinci, informasi pribadi yang masuk dalam kategori dikecualikan dalam UUKIP, yakni: Pasal 17 huruf h UUKIP: Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. riwayat dan kondisi anggota keluarga; 2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang; 3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang; 4. hasilhasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau 5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.;
Tanah dalam kesatuan dengan nilai ekonomis dan kepemilikannya adalah informasi mengenai aset sesorang. Dengan demikian aset berupa tanah termasuk informasi pribadi yang dikecualikan berdasarkan UUKIP. Akan tetapi, meskipun suatu Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi yang dikecualikan. UUKIP juga mengatur pengecualian atas pengecualian tersebut:
dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana; (4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan UndangUndang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya. 9 UUKIP, pasal 19: Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang. 10 th Lihat: Birkinshaw, Patrick. 2010. Freedom Of Information, The Law, The Practice And The Ideal. 4 ed. Cambridege University Press, pp 155-156. 11 Pasal 3 ayat (1) UU KIP.
4
Pasal 18 ayat (2) UUKIP: Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila: a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik;
Pasal ini memberikan perlakuan khusus dalam mengakses informasi pribadi. Sepanjang pemohon informasi mendapat persetujuan tertulis dari pihak yang rahasianya diungkap, informasi tersebut wajib diberikan oleh badan publik yang menguasai dokumen. Semua perbuatan hukum yang terjadi secara langsung terhadap aset seseorang termasuk dalam kategori informasi mengenai kondisi asetnya. Dalam rezim privacy, pemilik aset adalah pemilik informasi atas aset tersebut (subyek data). Dengan demikian, pemohon informasi termasuk pihak yang memiliki hak untuk mengetahui atau mendapatkan informasi perubahan kepemilikan atas tanah ketika terjadi perbuatan hukum langsung mengenai tanah tersebut, sepanjang mendapatkan persetujuan tertulis dari pemilik informasi (dalam hal ini pemilik tanah tersebut, atau mereka yang memiliki hubungan perdata dengan pemilik). Meskipun informasi tersebut tertuang dalam suatu dokumen negara yang dikuasai oleh suatu badan publik tertentu. Salah satu tujuan kerahasiaan pribadi adalah untuk melindungi hak-hak pribadi seseorang dari intervensi negara dan pasar. Wacana perkembangan kerahasiaan pribadi (privacy) pada tataran internasional biasanya dimulai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948 yang secara khusus melindungi kerahasiaan pribadi terkait komunikasi dan teritori: article 12: No one should be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks on his honour or reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such interferences or attacks.
Ketentuan tersebut kemudian diadopsi oleh Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Perkembangan tidak hanya masuk ke rumusan-rumusan komprehensif, tapi juga masuk ke wilayah-wilayah sektoral, seperti: kerahasiaan pribadi dalam sektor perbankan, kesehatan, dsb. Dalam lingkup regional, juga telah dilakukan beberapa konvensi, seperti: European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms.12 Dalam perkembangan, kerahasiaan pribadi dapat dibagi menjadi beberapa tema yang terpisah namun saling terkait satu sama lain. Beberapa tema kerahasian pribadi tersebut adalah: kerahasiaan informasi terkait hak-hak pribadi (Information Privacy); kerahasiaan pribadi menyangkut fisik (Bodily Privacy); kerahasiaan pribadi
Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms, 1950, (available at: http://www.echr.coe.int), article 8: (1) Everyone has the right to respect for his private and family life, his home and his correspondence; (2 There shall be no interference by a public authority with the exercise of this right except as in accordance with the law and is necessary in a democratic society in the interests of national security, public safety or the economic well-being of the country, for the prevention of disorder or crime, for the protection of health of morals, or for the protection of the rights and freedoms of others. 12
5
menyangkut komunikasi (Privacy of communications); dan kerahasiaan pribadi terkait teritori (Territorial privacy) .13 Kerahasiaan informasi terkait hak-hak pribadi (information privacy ) diatur dalam ketentuan tentang pengecualian pada UUKIP, meski tidak mendetil. Untuk menjamin kerahasiaan ini, biasanya ditetapkan peraturan terkait tata kelola informasi yang menyangkut pengumpulan dan penanganan data personal, seperti informasi tentang keuangan, kesehatan. Tidak jarang peraturan tersebut menggunakan nama Perlindungan Data. Berbagai negara mengaturnya dalam bentuk Undang-undang (Data Protection Act). Perhatian terhadap information privacy berkembang pesat seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Upaya konseptualisasi juga dilakukan oleh Daniel J. Solove. Dalam bukunya Solove menyatakan bahwa pembahsan mengenai privacy antara lain mencakup: the ability to exercise control over information about oneself dan the protection of one’s personality, individuality, and dignity (Solove, 2002). 14 Untuk membatasi dan mempertajam ketentuan tentang perlindungan informasi yang terkait hak-hak pribadi, Undang-undang perlindungan data personal di berbagai negara menerapkan umumnya prinsip-prinsip berikut: a. obtained fairly and lawfully; b. used only for the original specified purpose; c. adequate, relevant and not excessive to purpose; d. accurate and up to date; e. accessible to the subject; f. kept secure; and g. destroyed after its purpose is completed.
15
Di luar prinsip-prinsip dasar, belum ada konsensus global tentang jenis data mana yang bersifat pribadi, dan mana yang bukan. Kondisi ini menyebabkan perlakuan terhadap kerhasiaan pribadi menjadi cukup kompleks dan sangat bergantung pada kultur (Banizar, 2011).16 Rezim privacy biasanya menyusun suatu undang-undang perlindungan data pribadi yang mengatur para subjek terkait, mulai dari pemilik (subyek data), pemegang, pengontrol dan pihak ketiga terkait data pribadi tersebut17. Indonesia belum memiliki Peraturan perndang-undangan yang secara khusus mengatur tentang perlindungan data pribadi. Untuk menghindari perbedaan tafsir dan kontroversi atas kepemilikan data pribadi (yang termuat dalam dokumen milik negara), maka digunakan terminologi ‘pihak yang rahasianya diungkap’. Pada pasal 18 ayat 2 huruf b, sebagaimana telah dijelaskan di atas, dinyatakan bahwa kerahasiaan informasi pribadi tidak berlaku bagi pemohon atau pengguna, sepanjang pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis. 13
Privacy International, Review of Privacy, available at: http: //www.privacyinternational. org.
14
Lihat Daniel J. Solove. 2002. Conceptualizing Privacy, California Law Review [Vol. 90:1087]: I explore the conceptions of a wide array of jurists, legal scholars, philosophers, psychologists, and sociologists. Despite what appears to be a welter of different conceptions of privacy, I argue that they can be dealt with under six general headings, which capture the recurrent ideas in the discourse. These headings include: (1) the right to be let alone—Samuel Warren and Louis Brandeis’s famous formulation for the right to privacy; (2) limited access to the self—the ability to shield oneself from unwanted access by others; (3) secrecy—the concealment of certain matters from others; (4) control over personal information— the ability to exercise control over information about oneself; (5) personhood—the protection of one’s personality, individuality, and dignity; and (6) intimacy—control over, or limited access to, one’s inti- mate relationships or aspects of life. 15 OECD, Guidelines Governing the Protection of Privacy and Transborder Data Flows of Personal Data" (1981) 16 Banizar, David. 2011. The Right to Information and Privacy: Balancing Rights and Managing Conflicts, The International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank, pp 13. 17 Lihat UK Data Protection Act 1998
6
Dalam konteks pertanahan, berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat 2 huruf b UUKIP di atas, dan ketentuan pada pasal 192 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria No. 3 tahun 1997, muncul satu pertanyaan berikut: … apakah sesorang yang ingin mengetahui perubahan status kepemilikan atas tanah mereka yang belum terdaftar di masa lalu namun merupakan bagian dari daftar umum dan dokumen-dokumen yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran oleh pemilik terakhir adalah termasuk yang pihak berhak untuk mengakses informasi?
III Kerahasiaan Dokumen vs Kerahasiaan Informasi UU No. 43 tahun 2009 tentang Kearsipan (UU Arsip) bertujuan ‘antara lain’ untuk: menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai alat bukti yang sah, menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya. Juga untuk menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.18 Undang-undang ini mengatur tentang tata kelola arsip termasuk retensi arsip berdasarkan nilai guna suatu arsip. Retensi arsip adalah masa penyimpanan arsip dan berkaitan dengan kapan suatu arsip dapat dimusnahkan. Untk kerahasiaan informasi, juga dikenal istilah retensi informasi yang dikecualikan yang dimaknai sebagai jangka waktu pengecualian informasi. Penggunaan istilah retensi ini sering menyebabkan banyak kesalahpahaman: retensi suatu arsip dinilai sebagai jangka waktu kerahasiaan. Retensi arsip terkait dengan penyimpanan dan pemeliharaan suatu dokumen, bukan upaya untuk menutup informasi yang terkandung di dalamnya. UU Arsip mewajibkan Badan Publik untuk menyusun Jadual Retensi Arsip (JRA), yakni: daftar yang berisi sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan atau retensi, jenis arsip, dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip dimusnahkan, dinilai kembali, atau dipermanenkan yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip. Kepemilikan atas arsip yang diproduksi oleh institusi negara juga telah diatur oleh Undang-undang ini. Pasal 33, UU Arsip: Arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga negara dan kegiatan yang menggunakan sumber dana negara dinyatakan sebagai arsip milik negara.
Dokumen pertanahan yang diperoleh dari proses pendaftaran tanah, dengan demikian masuk dalam salah satu kategori arsip milik negara. Karenanya tata kelola atas dokumen tersebut terikat pula oleh ketentuan tata kelola yang diatur oleh UU Arsip. Lebih jauh, UU Arsip juga mengatur kerahasiaan suatu arsip antara lain dengan alasan apabila arsip tersebut dibuka dapat mengungkap rahasia atau data pribadi.19 18 19
Lihat pasal 3 UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. UU Arsip, Pasal 44: (1) Pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka untuk umum dapat: a. menghambat proses penegakan hukum; b mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat; c. membahayakan pertahanan dan keamanan negara; d. mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk
7
Bukan suatu kebetulan bahwa ketentuan yang mengatur tentang kerahasiaan suatu arsip memiliki kesamaan dengan pengecualian informasi pada pasal 17 UU KIP yang disahkan satu tahun sebelumnya. Kesamaan teks tersebut merupakan upaya harmonisasi antara kedua Undang-undang ini. Oleh karenanya pelaksanaan UU Arsip juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan pada UU KIP yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan arsip. Sedangkan kewajiban seorang pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (yang diatur oleh UUKIP) dalam hal pengelolaan dokumen, sebaliknya mengacu pada UU Arsip.20 Kerahasiaan suatu dokumen tidak terlepas dari status informasi yang ada di dalamnya. Secara sistematik, kerahasiaan suatu arsip/dokumen dimaknai sebagai berikut: kewajiban menutup akses terhadap arsip/dokumen negara adalah upaya untuk melindungi informasi yang dikecualikan yang ada di dalamnya. (ii) ketentuan pengecualian informasi yang ada di dalam arsip harus mengikuti ketentuan pengujian konsekuensi sebagaimana di atur pada UUKIP. (iii) manakala tujuan permintaan atau akses terhadap arsip dapat terpenuhi dengan melakukan perlindungan secara khusus terhadap informasi yang dikecualikan di dalamnya, baik melalui metode penghitaman/pengaburan atau anonimity, maka salinan arsip/dokumen tersebut tetap dapat diberikan. (i)
Dari sisi privacy, ketentuan mengenai kerahasiaan arsip/dokumen pertanahan dengan dengan demikian harus didasarkan atas tujuan untuk melindungi informasi pribadi yang termuat di dalamnya. Manakala penutupan akses terhadap informasi yang termuat dalam dokumen pertanahan telah menyebabkan pihak yang memberikan persetujuan untuk rahasianya diungkap kehilangan akses terhadap informasi tersebut, maka akan terjadi kontradiksi antara tujuan kerahasiaan dokumen pertanahan dengan hak konstitusional warga negara atas informasi yang mereka miliki. Penolakan untuk memberikan akses informasi atas dokumen tersebut juga perlu mempertimbangkan aspek pengecualian lain yang diatur berdasarkan Undangundang. Untuk suatu jenis dokumen pertanahan, boleh jadi membuka informasi yang ada di dalamnya (meskipun secara terbatas) berpotensi menimbulkan konsekuensi – konsekuensi lain yang dikecualikan berdasarkan Undan-undang (pasal 17 UUKIP). IV Kesimpulan Kerahasiaan pribadi dalam dokumen pertanahan bersifat absolut? UUKIP mewajibkan Pejabat pengelola Informasi dan dokumentasi untuk melakukan pengujian atas konsekuensi ketika menolak untuk memberikan informasi dengan alasan substansial (lihat pasal 19 UUKIP). Ada dua jenis pengecualian dalam dalam kategori dilindungi kerahasiaannya; e. merugikan ketahanan ekonomi nasional; f. merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri; g. mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum; h. mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan i. mengungkap memorandum atau surat- surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan. (2) Pencipta arsip wajib menjaga kerahasiaan arsip tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pencipta arsip wajib menentukan prosedur berdasarkan standar pelayanan minimal serta menyediakan fasilitas untuk kepentingan pengguna arsip 20 Pasal 8 UUKIP: “Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.”
8
keterbukaan informasi publik: (i) pengecualian absolut; (2) pengecualian dengan kualifikasi. Pengecualian absolut tidak dapat dikenakan uji kepentingan publik, sebaliknya untuk pengecualian dengan kualifikasi dapat dilakukan uji kepentingan publik. Pengujian ini adalah untuk memastikan apakah jika informasi ditutup kepentingan publik yang lebih luas tetap dapat dilindungi atau sebaliknya (lihat pasal 2 ayat 4 UU KIP). UUKIP tidak secara eksplisit menjelaskan jenis pengecualian tersebut di dalam ketentuannya. Namun demikian, untuk informasi pribadi secara implisit pengecualian bersifat absolut, sehingga akses hanya berlaku bagi subyek data atau bagi pihak-pihak lain akibat perlakuan khusus yang diatur oleh undang-undang. Kerahasiaan absolut atas informasi pribadi dalam UUKIP dapat dilihat pada ketentuan yang mengatur jangka waktu pengecualian informasi: Pasal 20, UUKIP: (1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f tidak bersifat permanen. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pada pasal (1) di atas jangka waktu pengecualian untuk seluruh informasi yang dikecualikan pada pasal 17 tidak bersifat permanen, kecuali untuk kerahasiaan pribadi (pasal 17 huruf g dan h). Secara implisit UUKIP menganut kerahasiaan absolut untuk informasi pribadi. Dari kondisi tersebut dan berbagai penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa belum ada ketentuan yang secara eksplisit mengatur tentang perlindungan data pribadi. Diperlukan beberapa langkah untuk memperjelas kepastian hak subjek data dalam mengakses informasi pribadi mereka yang dikuasai oleh suatu badan publik: Pertama, perlu dilakukan pendalaman untuk kemungkinan memperluas tafsir atas ‘siapa yang memiliki hak’ untuk mengakses informasi yang ada dalam dokumen pertanahan sehingga tidak hanya terbatas pada pendaftar akhir. Perluasan ini tentunya tetap mensyaratkan penguasaan informasi atau dokumen sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat (3) UUKIP. Kedua, perlu dilakukan pendalaman untuk kemungkinan penghalusan atas ketentuan yang mengatur kerahasiaan dokumen pertanahan. Hal ini untuk menghindari pelaksanaan ketentuan yang berpotensi meniadakan hak mengakses informasi pribadi oleh subyek data (pemilik informasi). Lebih jauh, tetap harus dipertimbangkan apakah pemberian akses terhadap dokumen yang telah mendapat perlakuan khusus tersebut (penghitaman/pengaburan atau anonimity) tetap memenuhi tujuan sehingga tetap memenuhi asas kemanfaatan. Ketiga, format putusan komisi informasi telah diatur secara khusus pada UU KIP.21 Untuk kasus pemohon adalah subyek data, yang juga diperbolehkan untuk 21
UUKIP, Pasal 46: (1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisikan salah satu perintah di bawah ini: a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi Informasi; atau
9
mengakses informasi pribadi sebagaimana diatur oleh pasal 18 ayat 2 huruf a UUKIP format putusan juga akan menjadi lebih spesifik, karena informasi tersebut hanya terbuka untuk pemohon, tidak untuk publik luas. Dalam hal ini Komisi Informasi mulai memasuki fungsi-fungsi tribunal dalam perlindungan data pribadi.
(2)
(3) (4) (5)
b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu perintah di bawah ini: a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam UndangUndang ini; b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini; atau c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi. Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali putusan yang menyangkut informasi yang dikecualikan. Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa. Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari putusan yang diambil, pendapat anggota komisi tersebut dilampirkan dalam putusan dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.
10