BERITA
w w w. k o m n a s p e r e m p u a n . o r . i d
KOMNAS PEREMPUAN EDITORIAL
Edisi 13 JUNI 2014
Memastikan Hadir dan Bekerjanya Ruang Publik
M
Dok. Komnas Perempuan
menandatangani dokumen emastikan hadirnya Janji Kebangsaan, Kontrak ruang publik Politik dan Pakta Integritas. (public sphere) Terkait ini Komnas Perempuan menjadi agenda mengeluarkan Siaran Pers Komnas Perempuan sepanjang awal “Memilih Calon Pemimpin sampai pertengahan tahun 2014. Bangsa yang Berintegritas Sejak Januari sampai Juni, Komnas dan Berkomitmen pada Janji Perempuan menginisiasi dan Kebangsaan”(04/04/2014). mendekatkan akses publik ke ranah Tak ayal JITU pun merupakan negara selaku penentu kebijakan. ruang publik yang dibangun Ruang publik yang terus dibangun oleh Komnas Perempuan untuk ini terkait dengan adanya dua menyeberangkan mandat dari si peristiwa besar yang akan dilakoni Komnas Perempuan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan prosesi pemilih kepada calon legislatif republik ini ke depan, yaitu pertama peletakan batu pertama di Makam Massal Korban Tragedi Mei ’98 TPU Pondok yang akan dipilihnya. peringatan tragedi Mei 1998, kedua Rangon. jelang pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres). Informasi penting lainnya adalah Komisi Paripurna Komnas Terkait untuk peringatan tragedi Mei tahun 2014 ini, Komnas Perempuan Periode 2010-2014 sudah memasuki bulanPerempuan kembali mengadakan Napak Reformasi, yang merupakan bulan terakhir masa jabatannya. Oleh karenanya, Tim Seleksi bagian dari melawan lupa, dengan mengunjungi beberapa situs yang Independen telah mengundang seluas-luasnya warga negara pernah menjadi titik kerusuhan di Mei 1998. Napak reformasi yang Indonesia untuk mengisi anggota Komisi Paripurna Komnas merupakan bagian dari kegiatan “Mari Bicara Kebenaran” berupaya Perempuan Periode 2015-2019. membangun ruang publik dengan mengikutsertakan para peserta Newsletter Komnas Perempuan edisi 13 ini mewartakan kerjabaru, kalangan akademisi dan difabel, termasuk juga mengunjungi kerja Komnas Perempuan yang dilakukan sampai Juni 2014. situs yang belum pernah dikunjungi selama ini. Napak Reformasi Redaksi berharap, newsletter edisi 13 dapat melengkapi berbagai 2014, kerjasama Komnas Perempuan bersama Pemerintah Provinsi informasi yang telah tersedia di media website dan jejaring DKI Jakarta, juga melakukan prosesi peletakan batu pertama di TPU sosial yang dimiliki Komnas Perempuan. Sebutlah, Komnas Pondok Rangon oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta. Harapannya agar Perempuan mengeluarkan siaran pers “Penuhi Hak Keadilan, Makam Massal TPU Pondok Rangon menjadi ruang publik untuk Kebenaran dan Pemulihan untuk ES”, terkait kasus penyiksaan Indonesia yang lebih menghargai sejarah. Beritanya menjadi fokus dan eksploitasi yang dialami ES, pekerja migran perempuan utama dari newsletter ini. asal Ngawi, Jawa Timur yang mengalaminya selama bekerja Ruang publik yang juga diupayakan oleh Komnas Perempuan adalah di Hongkong(16/01/2014). Siaran Pers Komnas Perempuan terkait dengan momen akbar pemilihan umum, terutama untuk Untuk Mengawal Commission on Status of Women (CSW) ke-58 dengan tema“Tantangan dan Capaian Pelaksanaan Millenium pemilihan calon legislatif, Komnas Perempuan bersama dengan Development Goals (MDG’s) untuk Perempuan dan Remaja/ mitranya memprakarsai Janji Pemilih JITU. Kampanye JITU (Jeli, Anak Perempuan”(9/03/2014). ber-Inisiatif, Toleran dan ter-Ukur) adalah upaya mengingatkan pemilih agar memilih caleg yang terbukti rekam jejaknya dalam isu perlindungan dan pemajuan Hak Asasi Manusia, penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan penghormatan pada kebhinnekaan Indonesia. Setelah kampanye ini maka sebanyak 226 calon anggota DPR RI, DPRD, DPD dari 22 Provinsi dan 44 Kabupaten/Kota, telah
Semoga newsletter ini semakin menyelami khasanah pembaca untuk melawan lupa dan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.n Arkian, Selamat membaca!
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 13 Berita Komnas Perempuan
| 1
AKTIVITAS Workshop “Penegakan Hukum sebagai Bentuk Implementasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan terhadap Perempuan” di Semarang
Dalam sambutannya, komisioner Komnas Perempuan, Kunthi Tridewiyanti menyampaikan data mengenai meningkatnya jumlah kasus kekerasan seksual baik yang terjadi di ranah privat/ domestik, komunitas dan negara. Selama ini penegakan kasus-kasus kekerasan seksual tersebut terhambat pada 3 aspek, yakni: substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Oleh karenanya, perlu sistem peradilan pidana terpadu untuk penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang di dalamnya mengandung Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat bagi perempuan
DAFTAR ISI
Dok. Komnas Perempuan
K
omnas Perempuan mengadakan workshop “Pembahasan Akses Partisipasi Kontrol Manfaat (APKM) dalam Penegakan Hukum sebagai Bentuk Implementasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan terhadap Perempuan/ SPPT PKKTP” (1415/05/2014). Workshop yang berlangsung di Semarang ini merupakan kerjasama Komnas Perempuan dengan LRC-KJHAM (Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia).
Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) hadir dalam workshop Komnas Perempuan.
korban kekerasan. Dalam sambutannya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengatakan bahwa Gubernur tidak (hanya) berkomitmen, tetapi dibuktikan dengan melakukan tindakan secara aktif dalam pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan terhadap Perempuan. Di akhir sambutannya, beliau meminta pada forum tersebut untuk melakukan 3 tindakan yakni: mengidentifikasi masalah kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) di Jawa Tengah dan Kabupaten/ Kotamadya Semarang, menganalisis kebijakan yang tidak melindungi perempuan, termasuk rekomendasi konkrit kepada Pemda untuk mengimplementasikan SPPT PKKTP seperti politik legislasi, anggaran, metodologi pelaksanaan dan lainnya.n (Asmaul Khusnaeny)
Penanggung Jawab:
Editorial
1
Aktivitas
2, 4, 6, 9
Fokus Utama
3
Pendapat Pakar
5
Info Hukum
7
Pantau
8
Redaktur Pelaksana: Chrismanto Purba Kontributor: Asmaul Khusnaeny, Elwi Gito, Ema Mukarramah, Siti Maesaroh, Yulia Dwi Andriyanti, Yuni Asriyanti Alamat Redaksi: Jl. Latuharhary No. 4B, Jakarta 10310, Telp. (021) 3903963, Fax. (021) 3903922, www.komnasperempuan.or.id
Profil
10
Resensi
11
@KomnasPerempuan
Glosarium
12
Komnas Perempuan-Group
Terobosan Kebijakan
12
2
| Berita Komnas Perempuan
Silakan kirim masukan dan kritik Anda ke:
[email protected] EDISI 13 2014 www.komnasperempuan.or.id
FOKUS UTAMA Makam Massal Pondok Rangon: Ruang Publik Merawat Ingatan Tragedi Mei ‘98 Oleh Chrismanto Purba Redaksi Komnas Perempuan
H
abermas menemukan kalau ruang publik (public sphere) terdapat di salon-salon dan cafe-cafe di Paris sekitar abad 18, terutama di berbagai kota-kota Eropa abad Pencerahan, namun dia akan terkejut kalau kini ruang publik (public sphere) di Indonesia adalah sebuah makam massal korban Tragedi Mei ’98. Peletakan Batu Pertama 2014 Dok. Komnas Perempuan
Tahun 2014, Komnas Perempuan kembali melakukan Napak Reformasi. Napak reformasi yang dilakukan pada hari Minggu tanggal 18 Mei 2014 ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Mengingat tahun ini, Komnas Perempuan mengundang individu dan jaringan kerja sebagai narator (Elsam, Kontras dan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia) yang menarasikan kilas balik Tragedi Mei’98 kepada peserta di dalam bus; mengikutsertakan para peserta baru yang belum pernah mengikuti kegiatan ini seperti kelompok difabel (JBFT/ Jakarta Barrier Free Tourism) selain kalangan akademisi sebagai peserta; membuat tiga rute Napak Reformasi agar peserta dapat mengunjungi beberapa locus tempat terjadinya kerusuhan Mei’ 98 (Permukiman Korban Klender, Galangan VOC, Museum Trisakti); dan puncak dari kegiatan Napak Reformasi dilangsungkan di pemakaman massal korban Tragedi Mei ’98 Pondok Rangon. Dipilihnya makam massal TPU Pondok Rangon sebagai puncak dari kegiatan Napak Reformasi 2014 ini dikarenakan semenjak 16 tahun selepas terjadinya Mei’98 belum pernah upaya memorialisasi dilakukan di makam tersebut. Tahun 2014, selain Napak Reformasi berpuncak di TPU Pondok Rangon juga dilakukan memorialisasi dengan prosesi peletakan batu pertama untuk sebuah monumen prasasti oleh pihak Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pada kesempatan peletakan baru pertama tersebut, Basuki Tjahaja Purnama, selaku Wakil Gubernur DKI Jakarta, menyatakan, “Bukan kuburnya. Yang penting adalah soal kita menjamin tidak terulang lagi tragedi seperti ini. Ini adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Nah ini yang perlu kita tegaskan, penting bisa melahirkan
Basuki Tjahaja Purnama (Wakil Gubernur DKI Jakarta) menyampaikan pidatonya di Makam Massal Korban Tragedi Mei ’98 TPU Pondok Rangon
sebuah generasi, untuk terus berjuang dan melawan kezaliman dan kesemena-menaan agar peristiwa seperti ini tidak akan terjadi lagi. Sejarah kebenaran tidak bisa ditutup.” (Jakarta, 18/05/ 2014) Public Sphere Sejak Mei 2013, Komnas Perempuan telah bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta untuk melakukan Napak Reformasi. Napak Reformasi 2013 silam, Pemda DKI Jakarta membuka pintu dengan memfasilitasi Komnas Perempuan dan komunitas korban dengan jamuan siang di Balai Kota. Napak Reformasi 2014, Komnas Perempuan dan Pemda DKI Jakarta menyepakati memorialisasi peletakan batu pertama di makam massal korban Tragedi Mei ’98 di TPU Pondok Rangon. Mengupayakan memorialisasi Mei ’98 menjadi sangat penting agar bangsa tidak amnesia, bahwa pernah terjadi masa pelik yang melanda negeri, di mana kemanusiaan lari tunggang langgang, yang nyaris membuat asa terbilang kelam, namun itu juga merupakan akhir sebuah rezim yang telah menggurita selama puluhan tahun (sejak 1966-1998). Narasi dari sebuah bangsa yang kebenaran sejarahnya bersifat tunggal.
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 13 Berita Komnas Perempuan
| 3
agama, lintas etnis, lintas kelas sosial dan lintas generasi yang akan terus bertanya dan bercerita.
Dok. Komnas Perempuan
Petunjuk Jalan Ke Makam Massal Korban Tragedi Mei ’98
Makam massal korban Tragedi Mei ’98 TPU Pondok Rangon akan menjadi ruang publik, dengan artian yang sangat luas. Publik kemanusiaan dari lintas
Berbeda dengan public sphere seperti salon-salon dan cafe-cafe di Paris yang masuk dalam kategori masyarakat borjuis, dengan artian disediakan hanya, oleh dan untuk kepentingan borjuasi maka pemakaman massal korban Tragedi Mei ’98 di Pondok Rangon merupakan public sphere yang diupayakan oleh pemerintah kota, lembaga kemanusiaan, komunitas korban dan masyarakat sipil untuk menyiapkan narasi besar merawat ingatan, melawan lupa, dan memperkaya khazanah pengetahuan. Ruang publik sudah tersedia, pintu sudah terbuka, rawatlah ingatan, teruslah bertanya dan ingatlah hari kemarin...n
AKTIVITAS Kampanye tentang Kekerasan Seksual di 10 Kota (Banten-Sumatera)
S
Kampanye di kota pertama, Serang, berlangsung sukses di Universitas Serang (Unsera) meskipun awalnya mundur sampai satu jam. Ada sekitar 250 orang peserta yang memenuhi ruangan Auditorium Universitas Serang dan bertahan hingga selesai acara sekitar pukul 16.30 wib. Komisioner Komnas Perempuan, Neng Dara Affiah, turut membuka secara resmi kampanye perdana di Universitas Serang, 3 Mei 2014. Dalam sambutannya Neng Dara menegaskan kembali bahwa Indonesia telah memasuki darurat kekerasan seksual dengan begitu maraknya kasuskasus kekerasan seksual yang terjadi setiap harinya. Komnas Perempuan sendiri mencatat, setiap hari ada 35 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Antusiasme peserta yang sebagian besar adalah mahasiswa dan pelajar, baik dari laki-laki maupun perempuan, tampak di setiap kota tempat kampanye
4
| Berita Komnas Perempuan
Dok. Komnas Perempuan
epanjang bulan Mei 2014 ini, Komnas Perempuan kembali menggelar kampanye kekerasan seksual bersama dengan Simponi Band dan jaringan mitra kampanye kekerasan seksual di daerah. Kali ini, kampanye berupa diskusi musikal “Sister in Danger” dilakukan di 16 sekolah/ kampus di 10 kota di Banten-Sumatera. Kota-kota yang dimaksud adalah Serang, Bengkulu Lampung, Padang dan Bukittinggi, Labuhan Selatan, Rantau Prapat dan Medan, Banda Aceh dan Palembang. Kampanye kekerasan seksual yang dilakukan oleh Simponi dan Komnas Perempuan
ini digelar. Pertanyaan yang dilayangkan mulai dari jenis-jenis kekerasan seksual, cara menghindari dan penanganan kasusnya. Diskusi musikal menjadi pilihan bentuk kampanye karena lebih menarik perhatian anak muda. Dalam diskusi musikal, penyampaian materi tentang kekerasan seksual diselingi dengan lagu-lagu yang dimainkan oleh Simponi band. Materi disampaikan oleh Simponi Band, Komnas Perempuan maupun mitranya yang ada di kota-kota tempat kampanye berlangsung. Pada tahun 2013, Komnas Perempuan dan Simponi band menggelar kampanye serupa di 12 kota di wilayah Jawa-Bali.n (Siti Maesaroh)
EDISI 13 2014 www.komnasperempuan.or.id
PENDAPAT PAKAR Dewi Candraningrum:
Pengarusutamaan Ruang Publik untuk Mereka yang Rentan Harus Terus Diusahakan sebuah arena pertarungan. Oleh karenanya, Redaksi Komnas Perempuan kali ini melakukan korespondensi dengan Dewi Candraningrum, pengajar dan pemimpin redaksi Jurnal Perempuan. Tahun 2014, beliau menjadi editor untuk buku:“Politik, Gender dan Ruang Publik: Narasi Kritik Pemikiran Jurgen Habermas”. Berikut kutipan wawancaranya… Sebenarnya apakah ide ruang publik yang menyertakan perempuan itu pernah ada? Sejak kapan dan bagaimana rujukannya secara historis? Termasuk bagaimana eksistensinya dewasa ini?
Dok. Pribadi
S
emenjak awal republik atau demokrasi dibincangkan maka ruang publik turut dibicarakan. Era Yunani kuno, ruang publik mengambil kata polis namun dalam praktiknya pengambilan keputusan pada waktu itu tidak melibatkan perempuan dan anak kecil. Habermas pun menemukan ruang publik (public sphere) pada abad 18 pada salonsalon dan cafe-cafe di Paris namun ruang publiknya adalah borjouis. Namun pada kenyataannya baik di era polis dan saat ini ruang publik masih mengabaikan perempuan terlibat didalamnya. Hingga Hannah Arendt pun menyatakan kalau ruang publik layaknya merupakan
Dalam bahasa Jerman, digagas oleh Habermas, disebut sebagai “Offentlichkeit” merujuk pada ruang, kejadian, dan diskusi yang melibatkan ide, diskursus, dan ide universal yang digelar secara terbuka (ditulis di tahun 1962 “Strukturwandel der Offentlichkeit”). Siapapun yang masuk kedalamnya telah mengandungkan di dalam diri mereka sebuah pengetahuan dan pemahaman, yaitu “literariness” dan “literacy-ness”. Karena menguasai diskursus dan ide universal, tentang keadilan dan kesetaraan dalam demokrasi, maka kemudian mereka memiliki “otoritas”. Kemudian ini dikritik oleh pemikir posmodern--sekaligus feminis-bahwa ide universal itu telah meninggalkan perempuan dan para liyan--karena memiliki bahasa yang berbeda, distingtif dan kadang disebut sebagai “tidak rasional”. Nancy Fraser menyebut bahwa mereka yang liyan ini kemudian membentuk semacam “sub-altern public sphere”, dan lain lain. Sekarang? Ketidakadilan diskursus itu jelas masih ada. Pengarusutamaan ruang publik untuk mereka yang rentan harus terus diusahakan: pengarustamaan gender, difabel, ekologi, dan lain lain.
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 13 Berita Komnas Perempuan
| 5
mengupayakan ruang publik bagi perempuan terutama perempuan korban kekerasan?
Menurut Anda bagaimana situasional ruang publik perempuan yang ada sekarang ini, termasuk juga di Indonesia?
Perubahasan paradigma, yaitu bahwa ruang publik dapat didefinisikan oleh akal-akal subaltern, dan komunikasi dalam ruang publik juga mengafirmasi dan menjalan proses-proses pengarusutamaan keadilan gender terutama bagi perempuan korban kekerasan, difabel, ekologi, dan lain lain.n
Situasional ruang publik di Indonesia masih terpinggirkan bagi perempuan dan para liyan karena dianggap tidak rasional dan tidak universal. Bagaimana menciptakan dan mengupayakan partisipasi demokratis lebih meluas untuk
AKTIVITAS Dialog Kementerian dan Lembaga Negara tentang Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Orientasi Seksual, Identitas Gender dan Ekspresi Gender yang Beragam itu, Komnas Perempuan memandang penting untuk memulai diskusi tentang bagaimana kementerian dan lembaga negara mengupayakan penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi gender yang beragam. Dok. Komnas Perempuan
Dialog Komnas Perempuan dengan berbagai lembaga mengenai kekerasan terhadap perempuan berbasis SOGIEB
K
omnas Perempuan memfasilitasi dialog antara kementerian dan lembaga negara serta organisasi masyarakat sipil mengenai kekerasan terhadap perempuan berbasis orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi gender yang beragam (30/04/2014). Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) 2013, Komnas Perempuan menemukan 51 kasus kekerasan terhadap perempuan akibat orientasi seksual dan identitas gender yang berbeda. Situasi ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2012, yakni 10 kasus. Di sisi lain, saat pertemuan Commission on the Status of the Women (CSW) ke-58, dimana Indonesia juga merupakan salah satu negara anggota CSW, hak seksual merupakan isu yang menjadi perdebatan. Oleh karena 6
| Berita Komnas Perempuan
Dialog yang dihadiri oleh Dirjen Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Bina Kesehatan Ibu-Kementerian Kesehatan, Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), GWL Ina, Arus Pelangi, PKBI, HRWG dan Yayasan Kesehatan Perempuan mendiskusikan tentang berbagai persoalan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan LBT (Lesbian, Biseksual dan Transgender) yang terjadi baik di ranah personal, komunitas, masyarakat, termasuk negara. Selain itu, penting untuk mengintegrasikan perspektif HAM, dengan juga memasukkan SOGIEB (Sexual Orientation, Gender Identity, Expression and Bodies) ke dalam berbagai program dan kebijakan kementerian dan lembaga negara. Tanggapan muncul dari kementerian bahwa persoalan SOGIEB ini masih menjadi topik yang sama sekali baru dan belum ada pengaduan mengenai hal tersebut namun Kementerian Hukum dan HAM sepakat bahwa persoalan ini penting menjadi perhatian, yakni dengan memasukkan LGBT dalam kategori minoritas, sama seperti perempuan, anak, dan disabilitas.n(Yulia Dwi Andriyanti)
EDISI 13 2014 www.komnasperempuan.or.id
INFO HUKUM Menguji Implementasi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Oleh Ema Mukarramah Koordinator Divisi Reformasi Hukum dan Kebijakan
D
iberlakukannya Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) mulai Juli 2014 menunjukkan bahwa setiap anak (di bawah 18 tahun) yang melakukan tindak pidana harus diproses berdasarkan tata cara yang ditentukan UU ini. Kehadiran UU SPPA ini patut diapresiasi sebagai respon positif negara melihat kasus pencurian sandal oleh anak, misalnya, yang harus berakhir dengan pemenjaraan anak. Dalam pandangan keadilan restoratif, anak dianggap sebagai korban dari sistem pendidikan dan lingkungan sekitarnya yang gagal membentuknya sebagai warga negara yang baik.
Keadilan restoratif mensyaratkan pertanggungjawaban pelaku bukan dengan penghukuman, melainkan didorong untuk bertanggung jawab dengan menunjukkan empati dan berperan memperbaiki kerugian. Semangat inilah yang diharapkan menjadi ruh dalam pelaksanaan diversi, yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Tujuan diversi adalah mencapai perdamaian antara korban dan anak; menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan; menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan; mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Semangat penegakan UU SPPA yang sudah tiba di depan mata tentu saja diharapkan tetap memperhatikan kebutuhan korban yang dirugikan akibat tindak pidana yang dilakukan anak. Implementasi UU SPPA adalah batu uji untuk melihat sejauh mana akhirnya kepentingan korban menjadi perhatian dalam setiap penyelesaian perkara, khususnya dalam tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak. Ada 3 hal yang perlu dicermati dalam implementasi UU SPPA terkait tindak pidana kekerasan seksual, berikut ini: 1
1 Penjelasan lebih lengkap mengenai hal-hal yang perlu dicermati dalam implementasi UU SPPA dapat dibaca di http://www. komnasperempuan.or.id/2014/07/menguji-implementasiundang-undang-sistem-peradilan-pidana-anak/
1) Kekerasan Seksual Tidak Bisa Dilakukan Diversi Diversi hanya bisa dilakukan apabila tindak pidana yang dilakukan oleh anak bukan tindak pidana dengan ancaman pidana di atas 7 tahun. Dengan kata lain, diversi adalah jalan keluar penyelesaian perkara tindak pidana terhadap harta benda yang dilakukan oleh anak, karena ancaman pidananya kurang dari 7 tahun. Merujuk pada KUHP, tindak pidana terhadap jiwa dan/ atau tubuh termasuk yang dilarang dilakukan diversi karena ancaman pidananya di atas 7 tahun. Kekerasan seksual adalah tindak pidana terhadap jiwa dan/atau tubuh, karena korban dapat mengalami penderitaan fisik, mental/psikis, seksual dan/atau kerugian ekonomi akibat kekerasan seksual yang dialaminya. 2) Diversi Bukan Untuk Anak Sebagai Korban Diversi hanya dilakukan dalam tindak pidana yang dilakukan oleh anak berusia 12 tahun sampai 18 tahun. UU SPPA menegaskan bahwa diversi tidak diberlakukan jika pelaku bukan Anak, atau dengan kata lain jika pelaku adalah orang dewasa, sekalipun korbannya berusia Anak. 3) Perlu Pengawasan Tindakan Pengembalian Kepada Orangtua UU SPPA memperkenalkan bentuk penghukuman selain penjara, yang tidak disebut sebagai hukuman melainkan sebagai Tindakan. Salah satu Tindakan yang dapat diambil terhadap Anak pelaku tindak pidana adalah Pengembalian Kepada Orangtua. Penutup Implementasi UU SPPA menegaskan bukan sebagai jalan untuk menghindarkan anak dari tanggung jawab perbuatan tindak pidana kekerasan seksual. Selain itu, diversi seharusnya hanya dilaksanakan jika anak melakukan tindak pidana ringan terhadap harta benda, bukan dalam tindak pidana terhadap jiwa/tubuh, maupun ketika orang dewasa menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. Konsistensi itu adalah salah satu jalan untuk mewujudkan akses keadilan bagi perempuan korban kekerasan.n
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 13 Berita Komnas Perempuan
| 7
PANTAU Memantau dan Memastikan Implementasi Konvenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Oleh Yuni Asriyanti Koordinator Gugus Kerja Pekerja Migran
K
omite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Komite Ekosob) Perserikatan Bangsa-Bangsa melaksanakan sesi sidang ke 52, pada 28 April – 23 Mei 2014 di Kantor PBB di Jenewa, Swiss. Sesi sidang tersebut bertujuan untuk meninjau laporan pelaksanaan Konvenan Ekonomi, Sosial dan Budaya (Konvenan Ekosob) negara-negara pihak yang telah meratifikasi Konvenan tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang laporannya ditinjau dan dipertimbangkan. Ini adalah kali pertama laporan Indonesia disampaikan, sejak meratifikasi Konvenan Ekosob pada tahun 2005 dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Pada Maret 2014, pemerintah Indonesia memberikan respon atas beberapa pertanyaan list of issues yang telah diberikan komite pada Desember 2013. Sesi peninjauan dan pertimbangan laporan Indonesia dilaksanakan pada 28 April hingga 1 Mei 2014. Komnas Perempuan menyampaikan laporan independen atas pelaksanaan Konvenan Ekosob. Laporan ini terkait dengan 11 isu prioritas yang menjadi fokus kerja Komnas Perempuan.1
Pada sesi pernyataan lisan yang disampaikan oleh Arimbi Heroepoetri, Komnas Perempuan menyampaikan isu-isu prioritas tersebut menjadi beberapa isu, yaitu: 1) Interpretasi atas pemaknaan ulang atas konsep penentuan-nasib-sendiri 1 11 Isu Prioritas Komnas Perempuan: 1) Konflik Sumber Daya Alam Dan Pemiskinan Perempuan, 2) Pemiskinan yang terjadi di Daerah Paska Konflik dan Bencana, 3) Pekerja Migran dan Pekerja Rumah Tangga, 4) Pemiskinan dan Kekerasan terhadap Perempuan Minoritas, 5) Kontrol atas Tubuh Perempuan berdampak pada Hilangnya Akses Pendidikan dan Pekerjaan, 6) Kekerasan terhadap Perempuan dalam Praktek Budaya – Adat yang Patriarkis, 7) Pemenuhan Hak Perempuan Korban Kekerasan dan Pelanggaran HAM Masa Lalu atas Kebenaran, Keadilan dan Pemulihan, 8) Intoleransi dan Diskriminasi atas Nama Agama dan Kepercayaan, 9) Pelanggaran atas Hak atas Administrasi Kependudukan, 10) Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kejahatan Perkawinan dan Penelantaran Ekonomi, 11) Kekerasan Seksual.
8
| Berita Komnas Perempuan
(self determination) pada pasal 1 Kovenan Ekosob, penentuan-nasib-sendiri termasuk kedaulatan perempuan atas tubuhnya. Setiap perbuatan yang mencabut kedaulatan perempuan atas diri dan tubuhnya, melalui aturan dan media lain yang membatasi mobilitas, ekspresi dan identitas dan mengkriminalisasi perempuan adalah perbuatan pelanggaran HAM. Demikian juga definisi perempuan dalam pasal 3 Kovenan Ekosob, perempuan bukan semata dalam makna biologis, namun juga sosiologis dan psikologis. Sehingga pengertian “menjamin hak yang sama antara laki-laki dan perempuan” mencakup –tidak terbatas- transgender, 2) Pencerabutan sumber-sumber kehidupan dan dampaknya bagi kaum perempuan, 3) Kebijakan diskriminatif melanggar dan menghambat perlindungan dan pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bagi perempuan, 4) Kerentanan ganda perempuan penyandang disabilitas, 5) Hak Lesbian, Biseksual dan Transgender, 6) Kemiskinan Perempuan Papua dan kerentanan berlapis atas kekerasan dan pelanggaran HAM, 7) Situasi kerja yang tidak layak dan kekerasan yang dialami Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Pekerja Migrant dan 8) Pentingnya dukungan untuk Komnas Perempuan sebagai lembaga HAM Nasional. Pada sesi sidang ke 52 Konvenan Ekosob ini, delegasi pemerintah Indonesia yang hadir sejumlah 28 orang. Dalam dialog dengan pemerintah, beberapa isu yang menjadi perhatian Komite Ekosob yaitu: hak-hak pekerja secara khusus pekerja migran, PRT dan pekerja informal, kesetaraan gender di tempat kerja, pekerja anak, korupsi, dampak mega proyek pembangunan terhadap HAM, perampasan tanah dan penggusuran masyarakat adat. Isu lain yang dipertanyakan oleh komite adalah soal hutang luar negeri, layanan kesehatan dan pendidikan, kematian ibu dan bayi dan penanggulangan tembakau. Komite memberikan apresiasi kepada Indonesia atas kemajuan yang dicapai diantaranya, diratifikasinya beberapa Konvensi Internasional yaitu Konvensi 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Keluarganya; Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas; dan Protokol Opsional Hak-Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak-Anak dalam Konflik Bersenjata; Prostitusi Anak dan Pornografi Anak; dan beberapa
EDISI 13 2014 www.komnasperempuan.or.id
kebijakan lain. Namun, komite juga menyampaikan beberapa catatan diantaranya minimnya informasi dalam laporan tentang akses keadilan ekonomi, sosial dan budaya, secara khusus di muka pengadilan. Pada akhir sesi sidang ini, komite menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia, yaitu2: 1) Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan PRT Migran, 2 Penjelasan mengenai rekomendasi dari Komite Ekosob kepada Pemerintah Indonesia dapat dibaca di http://www.komnasperempuan. or.id/2014/07/memantau-dan-memastikan-implementasi-konvenaninternasional-hak-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya/
2) Kekerasan terhadap Perempuan dan Kematian Ibu, 3) Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di Papua dan daerah terpencil, 4) Lembaga HAM Nasional/ NHRI, 5) Diskriminasi Berlapis, 6) Sektor Tambang dan Perkebunan, 7) Masyarakat Hukum Adat, 8) Penyandang Disabilitas, 9) Kebijakan yang mendiskriminasikan perempuan dan memarjinalisasi kelompok dan individu seperti pekerja seks dan LGBT, 10) Ratifikasi protokol opsional dan diseminasi rekomendasi.n
AKTIVITAS Pertemuan Komnas Perempuan dengan Delegasi Tim Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk Perempuan, Perdamaian dan Keamanan Timor Leste
K
Saat menerima delegasi tersebut, komisioner Saur Situmorang dan Sylvana Maria Apituley menyampaikan bahwa dalam mengadvokasi pemenuhan hak-hak korban, yakni hak atas kebenaran, keadilan dan pemulihan, penting dilakukan pemantauan terhadap pelanggaran HAM Perempuan. Dalam mendorong terbentuknya Perpres ini, Komnas Perempuan menegaskan bahwa hak atas kebenaran, keadilan dan pemulihan harus dipastikan untuk terintegrasi dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dalam konflik, termasuk juga pelibatan perempuan dalam pembuatan keputusan dalam membangun perdamaian.
Dok. Komnas Perempuan
omnas Perempuan menerima kunjungan sebanyak lima belas orang delegasi dari berbagai Kementerian di Timor Leste, dipimpin oleh Ibu Ribeiro dari Direktur Jendral Departemen Pertahanan dan Keamanan, Kementerian Pertahanan Timor Leste (06/05/2014). Kehadiran delegasi Timor Leste ini untuk melakukan studi banding dengan Komnas Perempuan mengenai proses pembuatan serta langkah-langkah implementasi terhadap Rencana Aksi Nasional untuk Perempuan, Perdamaian dan Keamanan Timor Leste. Hal ini mengingat Komnas Perempuan turut berperan dalam mendorong pembuatan Peraturan Presiden No. 18 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial. Komnas Perempuan dan Delegasi Tim Rencana Aksi Nasional (RAN) Timor Leste
Komnas Perempuan menyatakan kesediaan untuk mendukung proses advokasi yang dilakukan oleh Tim Penyusunan RAN Perempuan, Perdamaian dan Keamanan Timor Leste untuk pemenuhan hakhak perempuan korban, termasuk korban kekerasan konflik masa lalu, melalui pertukaran data tentang hasil pemantauan yang sudah dilakukan Komnas Perempuan mengenai kekerasan terhadap perempuan di Timor Timur.n (Yulia Dwi Andriyanti)
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 13 Berita Komnas Perempuan
| 9
PROFIL
OlehKim, Chrismanto Purba Eunju Penyintas dari Korea Utara Redaksi Komnas Perempuan “Menyeberangi Sungai Duman, Melintasi Gurun Gobi” 1
E
unju Kim adalah perempuan penyintas dari Korea Utara. Dengan perawakan yang kecil dan tenang, banyak orang tidak akan menyangka, dia sudah ‘melangkahi’ banyak proses dehumanisasi yang telah dilakukan oleh negaranya. Sedari kecil, bersama ibunya, Eunju Kim ditahan oleh rezim totalitarianisme Korea Utara. Dia pernah mencoba melarikan diri pada tahun 1999 namun ditangkap kembali, dan tahun 2002 berhasil keluar dari Korea Utara dan menyeberang masuk ke Korea Selatan pada tahun 2006. Keluarga Buruh Pabrik Senjata Eunju Kim, lahir di Eundeok (Aoji), Propinsi Hamkyeong Utara, Korea Utara, pada musim panas 1986. Ayahnya merupakan seorang buruh di pabrik senjata sedangkan ibunya bekerja pada sebuah kantin rumah sakit milik pertambangan batu bara. Kim merupakan anak perempuan kedua dari keluarga kecil yang mendapat subsidi dari pemerintah Korea Utara. Pada tahun 1990-an, Korea Utara mulai mengalami krisis pangan, warga mengalami kelaparan akibat kekurangan distribusi pangan oleh negara. “Saat saya masih kecil, ayah saya meninggal karena kelaparan, bukan karena penyakit tapi karena lamanya masa kelaparan,” katanya. Rezim Korea Utara juga memberitakan kelaparan tersebut disebabkan karena panen gagal dan dengan alasan adanya mata-mata dari Korea Selatan atau Amerika Serikat yang memberikan bibit yang membuat panennya gagal. Menurut Eunju Kim, hal ini disebabkan karena,”Warga Korea Utara sejak kecil mendapat pendidikan yang tertutup dengan dunia luar dan mendapatkan pendidikan hanya dari yang punya kekuasaan seolah-olah mereka itu seperti Tuhan.”
1 Tulisan profil ini dalam versi panjang dapat dibaca di http://www. komnasperempuan.or.id/2014/06/ms-eunju-kim-penyintas-darikorea-utara-menyeberangi-sungai-duman-melintasi-gurun-gobi/ 10
| Berita Komnas Perempuan
Surat Wasiat Kondisi inilah yang akhirnya membuat dia menulis surat wasiat. Di dalam surat wasiatnya ketika masih berusia 11 tahun, dia menuliskan,”Kematian adalah hal yang sering dijumpai dan sudah biasa.” Tahun 1999, ibunya memutuskan untuk menyeberangi sungai Duman bersama kedua anak perempuannya keluar dari Korea Utara. Menyeberangi sungai, melepaskan diri dari kelaparan adalah pilihan meski dicap sebagai “pengkhianat negara”. Sesampainya di Cina ternyata banyak pengungsi Korea Utara yang ditindas. Lelakinya menjadi tenaga kerja paksa, sedangkan perempuannya menjadi korban perdagangan manusia. Ibunya pun masuk dalam jeratan perdagangan manusia sampai akhirnya Eunju Kim pun memiliki seorang adik laki-laki. Setahun setelah adiknya lahir, mereka bertiga tertangkap dan dideportasi kembali ke Korea Utara oleh polisi Cina. Hanya 2 bulan ditahan di Korea Utara, keluarga kecil ini kembali melarikan diri. Pelarian ini disebabkan karena kondisi penjara yang parah sehingga keluarga ini dijemput oleh orang dari desa mereka yang sama. Keluarga kecil ini kembali berhasil lari ke Cina namun karena kondisi Cina yang belum menjanjikan kebebasan maka tahun 2006 mereka menyeberangi gurun pasir dan sampai di Korea Selatan. Mengenai kisah perjalanan ini, dia menuliskan,”Menempuh perjalanan ke Korea Selatan melalui gurun pasir Gobi tak dapat saya gambarkan begitu saja. Namun, saya merasa sangat beruntung karena saya menyaksikan penderitaan pengungsi khususnya perempuan di negara tersebut.” Di Korea Selatan, para pengungsi Korea Utara yang telah tinggal dan menetap masih memiliki tantangan tersendiri; karena pengungsi masih dianggap “asing”, meski bahasanya sama ternyata, latar belakang, budaya dan cara pendidikannya sangat berbeda. Saat ini, selain melanjutkan sekolah, yang menurutnya sebuah “kemewahan”, dia aktif mengampanyekan upaya perdamaian di Semenanjung Korea dengan mengikuti serangkaian kegiatan kampanye sosial di berbagai negara termasuk Indonesia. Dengan perlahan dia mengatakan, “Saya bisa melakukan apa pun….. ” Tentunya untuk kemanusiaan yang sejati.n
EDISI 13 2014 www.komnasperempuan.or.id
Dok. Komnas Perempuan
Eunju Kim, Penyintas dari Korea Utara: “Menyeberangi Sungai Duman, Melintasi Gurun Gobi”1
RESENSI Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan Oleh Elwi Gito Staff Kampanye Divisi Partisipasi Masyarakat
M
embaca buku ini serasa berjalan di lorong-lorong penuh tanda tanya tentang apa yang terjadi di pertengahan bulan Mei di tahun 1998. Lembar demi lembar mengantarkan kita pelan-pelan menyibak segala misteri yang menyelimuti tragedi paling mencekam di akhir abad ke-20. Buku ini ditulis dengan sangat baik dan runut oleh seorang jurnalis, kontributor Tempo di Australia yang bertugas waktu itu. Seperti khasnya laporan jurnalistik, buku ini ditulis secara gamblang, apa adanya. Peristiwa kelam itu dituliskan dengan terang-benderang berdasarkan pengamatan dan wawancara dari para pelaku sejarah.
yang mengisahkan perkosaan beramairamai di kendaraan atau di tempat umum, mereka mengatakan tidak masuk akal. Tidak mungkin tidak ada yang datang menolong, kilah mereka.” (hal. 99)
Dok. Komnas Perempuan
Dalam buku ini juga, penulis mengutip banyak sekali fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tentang perkosaan massal yang terjadi. Setidaknya ada 85 perempuan menjadi korban dari perkosaan massal, sebagian besarnya ada perempuan etnis Tionghoa. Dewi juga menggambarkan pola-pola yang ada selama tragedi itu. Ada pola yang sama di tempat-tempat terjadinya kerusuhan. Pola-pola mengindikasikan kerusuhan itu tidak terjadi begitu saja, tetapi sudah direkayasa.
Tak seperti laporan pelanggaran HAM lainnya, buku ini ditulis dengan renyah. Kata-kata yang dipilih penulis lugas dan tegas tanpa kesan jelimet. Membaca kalimat demi kalimat ibarat sedang menonton sebuah pertunjukan opera musikal yang sangat mudah untuk dicerna. Penonton dibawa ke dalam alur cerita menit per menit. Detail-detail kejadian yang ditulis membuat setiap pembaca merasa ada dalam tragedi itu. Tragedi Mei 1998 sampai hari ini masih menyisakan begitu banyak misteri di dalamnya, salah satunya adalah tentang perkosaan massal yang terjadi. Dewi Anggraeni, si penulis pada awalnya juga tidak percaya bahwa negeri ini bisa begitu kejam. Dewi juga tidak mampu untuk membayangkan bagaimana bisa negeri yang katanya ramah-tamah ini berubah bak neraka bagi perempuanperempuan etnis Tionghoa yang juga merupakan warganya. Sampai akhirnya, Dewi bertemu dengan korban perkosaan massal yang dilarikan ke Melbourne. Pertemuannya dengan korban membuat Dewi menyesal pernah meragukan adanya perkosaan massal di Mei 1998.“Berita tentang perkosaan dan penganiayaan seksual pada hari-hari kerusuhan Mei terus menyebar, terutama dari para saksi mata. Namun mengenaskan, para saksi mata itu malah oleh banyak orang dianggap mengada-ada, alias berbohong dan menyebarkan cerita sensasi semata. Kepada yang bercerita tentang segerombolan laki-laki yang meneror keluarga-keluarga di rumah atau di toko mereka dan memerkosa ibu dan anakanak perempuan mereka terang-terangan dengan disaksikan anggota-anggota keluarga lainnya, banyak yang mengatakan itu secara anatomis dan psikologis tidak mungkin. Kepada
Buku setebal 214 halaman ini juga mengupas tentang lahirnya Komnas Perempuan. Komnas Perempuan tidak bisa dilepaskan dari tragedi Mei 1998. Komnas Perempuan merupakan anak sulung reformasi. Lembaga ini merupakan lembaga pertama yang lahir sejak reformasi digulirkan. Perkosaan massal yang terjadi mendorong aksi masa menuntut negara meminta maaf dan bertanggung jawab atas setiap tindakan kekerasan yang terjadi. Penulis begitu piawai mengumpulkan data-data yang ada, tentu saja ini tidak terlepas dari latar belakangnya sebagai seorang jurnalistik. Generasi muda yang belum lahir atau masih kecil, saat tragedi itu mengoyak nilai-nilai kebhinnekaan di negeri ini, tentunya harus membaca buku ini untuk mengetahui kebenaran yang sebenarnya terjadi tanpa harus takut dihadapkan dengan kalimat-kalimat yang susah dimengerti. Buku ini merupakan perpaduan sempurna dari data-data khas buku sejarah dengan katakata ringan ala novel. Pada akhirnya, buku Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan ini merupakan langkah konkrit dari upaya merawat ingatan kolektif untuk mencegah keberulangan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya, sebab sejarah manusia tidak dapat dibungkam.n
www.komnasperempuan.or.id 2014 EDISI 13 Berita Komnas Perempuan
| 11
Pundi Perempuan
GLOSARIUM
inya sudah dan beragam terminolog Jadilah Sahabat Pundi Perempuan Ruang publik ara historis konsep ruang publik lama dikenal. Sec bil i kuno, dengan mengam sudah ada sejak Yunan sih is yang dimaksud ma kata polis, meskipun pol publik bagi semua orang belum memaknai ruang kan k hanya mengikutserta dikarenakan ruang publi i dar k . Konsep ruang publi otoritas yang maskulin ing ser akan yang paling Jurgen Habermas merup c an ruang publik (publi uk digunakan. Dia menem afe e-c caf a salon-salon dan sphere) pada abad 18 pad bliknya adalah borjouis. pu di Paris, namun ruang nya blik yang dimaksudkan Konsepsi ide ruang pu dalam a sny hkeit” yang dituli disebut sebagai “Offentlic keit” lich ent turwandel der Off magnum opusnya “Struk uk ruj me mas, ruang publik (1962). Menurut Haber an atk lib me diskusi yang ada ruang, kejadian, dan kep ara sec r Pundi Perempuan adalah wadah dana solidaritas universal yang digela ide, diskursus, dan ide up dari publik untuk perempuan korban kekerasan. memiliki peran yang cuk k terbuka. Ruang publi Dana diperuntukkan bagi pendampingan kan ata ny okrasi, untuk me berarti dalam proses dem korban dan rumah aman, dukungan pemulihan egelisahan, kepentingann-k opini-opini, kegelisaha perempuan korban dan keluarganya, dan han-kebutuhan secara dukungan akses untuk kesehatan perempuan kepentingan dan kebutu hanya yang dimaksud bukan pembela HAM. Program ini dimulai pada tahun diskursif. Ruang publik i yang sas ani s institusi atau org 2003 kerjasama Komnas Perempuan dan Indonesia fisik, bukan juga sebata itu k bli pu komunikasi dari untuk Kemanusiaan (YSIK/IKA). Hingga saat ini legal, melainkan adalah nom oto ka, sifat bebas, terbu Pundi Perempuan telah memberikan dukungan sendiri. Ruang publik ber ikat ter ak tid kepada 3 perempuan pembela HAM, 3 organisasi i pemerintah dan dan tidak ada intervens at dap un nam korban dan 52 organisasi penyedia layanan bagi upun politik h kepentingan pasar ma ole ana aim bag korban perempuan, yang tersebar di 18 propinsi di ng. Diskursus dan diakses oleh semua ora us Indonesia. k Habermas ini yang ter bli praktik ide ruang pu an ang kal us postmodern, dibincangkan oleh kritik Jadilah Sahabat Pundi Perempuan dan nitas subaltern dan rentan mu ko feminisme termasuk mendukung dengan cara: dari berbagai sumber) lainnya.n (Dirangkum 1. Berpartisipasi dalam kegiatan publik Pundi Perempuan 2. Membeli alat kampanye Pundi Perempuan berupa, payung, kaos atau mug 3. Menyumbang secara tunai melalui kegiatan publik Pundi Perempuan atau dengan mentransfer ke rekening Pundi Perempuan atas nama Yayasan Sosial Indonesia Untuk Kemanusiaan: ementerian
SOGIEB (sexual orientation, gender identity, expression and bodies) yang biasanya diterjemahkan dengan orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi gender yang beragam merupakan sebuah istilah dan upaya agar mendapatkan pemahaman seksualitas yang lebih luas terutama untuk memahami isu-isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Selama ini masyarakat lebih cenderung kepada hetero normatifitas yang mana nilai-nilai heteroseksual dianggap sebagai satu-satunya orientasi seksual yang eksis dan tidak mengenal orientasi seksual lainnya. Dengan konsep SOGIEB maka dapat menjelaskan beragam orientasi seksual dan identitas gender, seperti orientasi seksual terdapat 3 yaitu heteroseksual, non heteroseksual (gay dan lesbian) dan biseksual, sedangkan identitas gender seperti laki-laki, perempuan, transgender (waria dan priawan) dan sebagainya. Dengan memahami nilai-nilai dan konstruksi seksualitas melalui SOGIEB maka diharapkan dapat menghilangkan perlakuan diskriminasi dan kekerasan kepada LGBT dan perempuan yang paling rentan karena budaya patriarki. Saat ini beberapa lembaga negara berupaya mengimplementasikan SOGIEB ke dalam perspektif HAM selain itu mengintegrasikan SOGIEB ke kurikulum pendidikan di sekolah sampai perguruan tinggi.n (Dirangkum dari berbagai sumber)
TEROBOSAN KEBIJAKAN
a. Bank Niaga Cabang Jatinegara – Jakarta Timur No. Rek: 025-01-00098-00-3 A/n. Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan b. Bank. BCA Cab. Matraman No. Rek. 3423059008, A/n. Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan c. Bank Mandiri Cab. Salemba Raya No. Rek. 1230005290004, A/n. Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan Informasi lebih lanjut silakan hubungi: • Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) • Indonesia Untuk Kemanusiaan (IKA)
Jl. Cikini Raya No. 43 Jakarta Pusat 10330 Telp. +62 21 3152726 • Fax. +62 21 31937315 Email:
[email protected], Twitter: sahabatysik website: www.ysik.org Sahabat Ysik
12
| Berita Komnas Perempuan
K
Kesehatan Republik Indonesia me lalui surat No. UK 02.25/ VI / 0746/ 2014 pada tangg al 30 April 2014 menegaska n dukungan pada tes DNA gratis bagi pe rempuan korban kekerasan. Surat terseb ut merupakan balasan dari surat Komn as Perempuan mengenai hal ini, yang telah dilayangkan kepada Kementerian Ke sehatan Republik Indonesia pada tanggal 12 Februari 2014 silam. Komnas Perempu an menuliskan surat tersebut sebagai dukungan bagi perempuan korban da lam kasus perkosaan di Yogyakarta.
Dalam surat dukungan itu, Direktur Jenderal Bina Upaya Ke sehatan pada tanggal 20 Maret 2014 menuliskan bahwa
EDISI 13 2014 www.komnasperempuan.or.id
tes DNA gratis dapat dilakukan di Pusat Pelayanan Terpadu RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Juga, untuk mengantisipasi kasus yang sama, Menteri Kesehatan RI akan membuat surat edaran kepada rumah sakit vertikal di seluruh Indonesia untuk memfasilitasi pemeriksaan DNA bagi korban kekerasan dan atau perkosaan. Kabar baik ini penting dalam membantu korban kekerasan seksual untuk memperoleh haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan .n