UNIVERSITAS INDONESIA
ANAK JALANAN DAN RUANG AKTIVITAS BEKERJANYA
SKRIPSI
YOHANES DIMAS H.S. 0706269546
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN ARSITEKTUR DEPOK JUNI 2011
Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
ANAK JALANAN DAN RUANG AKTIVITAS BEKERJANYA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur
YOHANES DIMAS H.S. 0706269546
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN ARSITEKTUR DEPOK JULI 2011
Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
ii Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : Yohanes Dimas H.S. : 0706269546 : Arsitektur : Anak Jalanan dan Ruang Aktivitas Bekerjanya
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur pada Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ir. Herlily, MUD
(
)
Penguji
: Yandi Andri Yatmo, S.T., M.Arch., Ph.D. (
)
Penguji
: Dr. Ing. Ir. Dalhar Susanto
)
(
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 1 Juli 2011
iii Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
KATA PENGANTAR Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena melalui kasih, berkat dan perkenan-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia tahun ajaran 2010/2011. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1)
Ir. Herlily, MUD, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
(2)
Yandi Andri Yatmo, S.T., M.Arch., Ph.D. selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menjadi penguji serta memberikan masukan dan kritik yang membangun dalam sidang skripsi ini.
(3)
Dr. Ing. Ir. Dalhar Susanto, juga selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menjadi penguji serta memberikan masukan dan kritik yang membangun dalam sidang skripsi ini.
(4)
Para narasumber yang telah berperan penting dalam proses penulisan skripsi ini.
(5)
Mama di surga, Papa, Mbak Lina, Mas Roy, Adik, Putri, serta saudarasaudara yang memberikan dorongan kepada saya baik moral, material, maupun spiritual.
(6)
Teman-teman Arsitektur UI 2007, rekan seperjuangan sejak PPAM hingga sekarang.
(7)
Teman-teman Arsitektur UI 2006, para senior yang terkadang memberi saran, kritik, masukan, atau inspirasi baik disengaja maupun tidak.
(8)
Teman-teman Arsitektur UI 2008, 2009, dan 2010, adik-adik yang telah memberikan semangat dan dukungan moral maupun spiritual, serta penghiburan kepada saya.
(9)
Teman-teman dari bidang keilmuan lain yang telah memberikan masukan, inspirasi, dan pandangan dari sudut pandang yang berbeda dan lebih luas. iv Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
(10) Serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan segala bentuk dukungan dalam proses penulisan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama di dunia arsitektur. Depok, 1 Juli 2011
Penulis
v Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: Yohanes Dimas H.S. : 0706269546 : Arsitektur : Arsitektur : Teknik : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Anak Jalanan dan Ruang Aktivitas Bekerjanya” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di: Depok Pada tanggal: 1 Juli 2011 Yang menyatakan
(Yohanes Dimas H.S.)
vi Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
ABSTRAK Nama : Yohanes Dimas H. S. Program Studi : Arsitektur Judul : Anak Jalanan dan Ruang Aktivitas Bekerjanya Skripsi ini membahas mengenai ruang gerak dan aktivitas anak jalanan untuk memahami seperti apa ruang aktivitas anak jalanan dalam kaitannya sebagai working children. Penyusunan skripsi dengan melakukan studi kasus lewat pengamatan dan wawancara tidak terstruktur dengan anak jalanan untuk mendapatkan pandangan subjektif dari mereka dan saya pribadi. Hasil penulisan memperlihatkan bahwa anak jalanan tidak ada niat mengambil alih kontrol ruangruang bekerja mereka, mereka hanya memasuki teritori tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Faktor-faktor yang menyebabkan ruang-ruang tersebut berpengaruh terhadap pergerakan dan aktivitas anak jalanan saat bekerja adalah affordances ruang tersebut, karakter teritori, serta jaminan akan pemenuhan kebutuhan dasar di ruang tersebut. Kata kunci: Anak Jalanan, Affordances, Teritori
ABSTRACT Name : Yohanes Dimas H. S. Study Program: Architecture Title : Street Children and Their Spaces of Working Activities The focus of this study is street children’s movement space and activities to understand street children’s activity spaces as working children. The data were collected by means of observation and unstructured interview with street children, to get subjective point of view from street children and me. The study give understanding that street children have no purpose to control the spaces they work. Working spaces of street children give important affect to their selfdevelopment. Important things that affects street children’s movements and activities when they work are affordances of the spaces, characteristic of territories, and insurances of basic needs. Keywords: Street Children, Affordances, Territories
vii Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERNYATAAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
vii
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR ISTILAH
xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Perumusan Masalah
2
1.3
Tujuan Penulisan
3
1.4
Ruang Lingkup Pembahasan
3
1.5
Metode Pembahasan
4
1.6
Kerangka Penulisan
5
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
2.2
6
Anak
6
2.1.1
Definisi Anak
6
2.1.2
Perkembangan Anak
7
Teori Perkembangan
8
2.2.1
Tahap Perkembangan oleh Erikson
2.2.2
Tahap Perkembangan Kognitif oleh Piaget
8 13
2.3
Anak dan Ruangnya
17
2.4
Anak Jalanan
19 viii
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
2.4.1
Deskripsi Anak Jalanan
19
2.4.2
Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Anak Jalanan
21
2.5
Kebutuhan Dasar Manusia
23
2.6
Persepsi
27
2.6.1 2.7
Affordance dan Perilaku Individu
Proses Sosial
29
2.7.1
Ruang Personal
30
2.7.2
Teritorialitas
30
BAB 3 STUDI KASUS 3.1
34
Anak Jalanan yang Bekerja di Dalam Lingkungan Kampus UI Depok
3.2
28
34
Anak Jalanan yang Bekerja di Area Persimpangan Jalan Raya Bekasi
51
BAB 4 KESIMPULAN
58
DAFTAR REFERENSI
60
ix Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Mountains Study
Gambar 2.2
Piramida kebutuhan dasar maslow
Gambar 3.1
Lokasi rumah Gilang dan UI
Gambar 3.2
Titik-titik perhentian Gilang di Fakultas Teknik UI Depok (istirahat/bermain)
Gambar 3.3
Pergerakan Gilang di Fakultas Teknik UI Depok
Gambar 3.4
Peta situasi Kampus UI Depok
Gambar 3.5
Titik-titik akses masuk lingkungan kampus UI Depok
Gambar 3.6
Teritori dan jangkauan ruang gerak Gilang di kampus UI Depok
Gambar 3.7
Identitas teritori Kampus UI Depok
Gambar 3.8
Affordances bagi anak jalanan di Kampus UI Depok (kantin dan halte)
Gambar 3.9
Teritorialitas area makan di kantin FTUI
Gambar 3.10 Pola pergerakan berjualan Gilang di kantin FTUI Gambar 3.11 Anak jalanan di persimpangan jalan raya Bekasi Gambar 3.12 Teritori istirahat anak jalanan
x Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Empat tahapan awal tahap perkembangan oleh Erikson
Tabel 2.2
Konsep ruang berdasarkan tahap perkembangan anak
Tabel 2.3
Empat tahap awal dari 8 tahapan teori perkembangan Erikson
Tabel 3.1
Anggota keluarga Gilang
Tabel 3.2
Kegiatan bekerja Gilang, Selasa 12 April 2011
Tabel 3.3
Kegiatan bekerja Gilang, Rabu 13 April 2011
Tabel 3.4
Kegiatan bekerja Gilang, Rabu 27 April 2011
xi Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Anak jalanan sering kita lihat sehari-hari. Mereka dapat dijumpai di
hampir setiap sudut kota. Banyak anak-anak jalanan yang mencari nafkah di tempat-tempat umum seperti perempatan lampu lalu lintas, di warung-warung, tangga penyeberangan, rel kereta, kolong jembatan, baik karena keinginan mereka maupun karena keharusan mereka atas dorongan keluarga (ekonomi). Mereka memanfaatkan ruang kota sebagai wahana hidup mereka, sumber penghidupan sehari-hari, tempat mereka belajar, sekaligus ruang aktivitas mereka. Jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Keberadaannya tidak lagi terbatas pada kota-kota besar saja melainkan sudah mulai bermunculan di kota-kota kecil. Krisis ekonomi yang terjadi mulai tahun 1997 di Indonesia turut mengakibatkan peningkatan jumlah anak jalanan di Indonesia. Pada awal krisis peningkatan jumlah anak jalanan mencapai sekitar 400%. Sebelum krisis, Departemen Sosial mencatat ada sekitar 50,000 anak jalanan. Data BPS tahun 2009 menunjukkan jumlah anak jalanan telah mencapai 230,000 anak. Jauh
melebihi jumlah anak jalanan yang meningkat pesat
mencapai 400% pada masa krisis ekonomi dan diperkirakan ada 150,000 anak jalanan di Indonesia1. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Departemen Sosial tahun 20032, anak jalanan di Jabodetabek, 15,6% (14 orang) memanfaatkan jalanan sebagai tempat tinggal dan hidup, 34,4% (31 orang) sebagai tempat bermain, dan 50% (45 orang) sebagai tempat berjualan. Sementara, 3,3% (3 orang) tinggal di taman kota, 4,4% (4 orang) tinggal di teras toko, dan 92,2% (83 orang) di rumah. Lalu, setiap harinya 25,6% (23 orang) berada di jalanan kurang dari 12 jam, 52,2% (47 orang) lebih dari 12 jam, dan 22,2% (20 orang) di jalanan selama 24 jam. Dari hasil penelitian juga diperoleh 23,3% (21 orang) mendapatkan uang dengan cara meminta-minta, 45,6% (41 orang) dengan berjualan, dan 31,1% (28 orang) 1
Kompas, 4 Desember 1998 Departemen Sosial RI. Peta masalah anak jalanan dan alternatif model pemecahannya berbasis pemberdayaan keluarga. 11 Juni 2011 20:50. www.depsos.go.id
2
1 Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
2
mengamen. Sedangkan, 78,9% (71 orang) mendapatkan
makanan dengan
membeli sendiri, 15,6% (14 orang) meminta-minta, dan 5,6% (5 orang) mendapatkan bantuan dari dermawan. Kemudian, 20% (18 orang) sering bertemu orang tua, 65,6% (59 orang) jarang bertemu orang tua, dan 14,4% (13 orang) tidak pernah bertemu. Data berikutnya menyebutkan, 50% (45 orang) sering mendapat kesulitan selama di rumah, 48,9% (44 orang) kadang-kadang, dan 1,1% (1 orang) tidak ada. Serta, 31,1% (28 orang) betah tinggal di rumah, dan 68,9% (62 orang) kurang betah tinggal di rumah. Berpatokan pada data tersebut, mayoritas anak jalanan memanfaatkan jalan sebagai tempat bekerja, tinggal di rumah, berada di jalanan lebih dari 12 jam sehari, mendapatkan uang dari hasil berjualan, mendapatkan makanan dari penghasilan sendiri, jarang bertemu orang tua, sering mendapat kesulitan di rumah, dan kurang betah tinggal di rumah. Maka pada umumnya anak jalanan di Jabodetabek menggunakan sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalanan untuk bekerja. Kemudian, dengan memperhatikan bahwa sebagian besar mereka masih berada dalam usia anak sekolah, berarti sebagian besar dari mereka tidak sekolah. Oleh karena itu, saya berusaha melihat apa yang terjadi pada aktivitas bekerja anak jalanan tersebut. Sementara itu, anak jalanan dalam melakukan aktivitas kesehariannya, tidak dapat terlepas dari ruang-ruang tempat mereka beraktivitas/bekerja. Mereka secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan lingkungan fisik tempat mereka bekerja. Tentunya, ada faktor-faktor yang menyebabkan ruangruang tersebut berpengaruh terhadap pergerakan dan aktivitas anak jalanan saat bekerja. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruang gerak mereka sehari-hari? Bagaimana pengaruh ruang terhadap aktivitas mereka? Bermula dari uraian dan pemikiran tersebut, maka saya berminat untuk mengadakan penelitian mengenai ruang gerak dan aktivitas anak jalanan untuk memahami seperti apa ruang aktivitas anak jalanan dalam kaitannya sebagai working children. 1.2
Perumusan Masalah
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
3
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan ini difokuskan pada hal-hal berikut ini: •
Bagaimana aktivitas, perilaku, dan ruang gerak sehari-hari anak
jalanan yang beraktivitas menetap di kampus dan yang di sekitar jalan raya, tidak tinggal di jalanan, serta masih dalam usia sekolah tetapi tidak bersekolah? Dalam hal ini difokuskan pada aktivitas bekerja anak jalanan tersebut. •
Apa saja faktor-faktor keruangan yang mempengaruhi aktivitas bekerja, perilaku, dan pergerakan anak jalanan tersebut sehari-hari?
1.3
Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk: •
Mengetahui aktivitas, perilaku, dan ruang gerak sehari-hari anak jalanan yang beraktivitas menetap di kampus dan yang di sekitar jalan raya, tidak tinggal di jalanan, serta masih dalam usia sekolah tetapi tidak bersekolah. Dalam hal ini memfokuskan pada aktivitas bekerja anak jalanan tersebut.
•
Faktor-faktor keruangan yang mempengaruhi aktivitas bekerja, perilaku, dan pergerakan anak jalanan tersebut sehari-hari.
Dari sini penulis berusaha memahami seperti apa ruang aktivitas anak jalanan dalam kaitannya sebagai working children. 1.4
Ruang Lingkup Pembahasan Pembahasan masalah dalam skripsi ini difokuskan pada hal-hal yang
berkaitan dengan konsep anak dan anak jalanan, ruang gerak dan aktivitas anak jalanan, serta faktor-faktor fisik keruangan yang mempengaruhi aktivitas, perilaku, dan pergerakan anak jalanan. Anak jalanan yang dimaksud di sini dibatasi untuk anak jalanan yang beraktivitas di kampus dan yang beraktivitas di sekitar jalan raya, tidak tinggal di jalanan, serta masih dalam usia sekolah tetapi tidak bersekolah. Saya ingin memahami seperti apakah kaitan ruang dengan aktivitas bekerja dan perilaku anak jalanan tersebut. Penulisan dibatasi hanya pada anak jalanan yang tidak sekolah
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
4
dengan maksud fokus pada anak jalanan yang sebagian besar waktunya lebih banyak diisi untuk bekerja mencari penghasilan, untuk menekankan makna anak jalanan sebagai working children. Anak jalanan yang bekerja di kampus dan jalan raya dipilih sebagai sebuah studi agar dapat melihat dari sudut pandang karakter lokasi bekerja yang berbeda. Oleh karena fokus tersebut, di dalam penulisan ini tidak akan membahas secara dalam mengenai aktivitas di luar waktu bekerja anak jalanan, anak jalanan yang sekolah, dan yang bertempat tinggal di jalanan. 1.5
Metode Pembahasan Pendekatan saya awali dengan mempelajari definisi anak dan batasan-
batasan seseorang yang dikategorikan sebagai anak serta apa yang dimaksud dengan perkembangan anak. Dilanjutkan dengan mempelajari mengenai teori perkembangan anak dan kaitannya dengan konsep ruang dan perilakunya. Oleh karena itu, dapat ditemukan batasan-batasan dan acuan tentang perkembangan diri anak pada umumnya. Setelah mempelajari hal-hal tersebut, saya membahas mengenai bagaimana kaitan anak dengan ruangnya. Kemudian, hal-hal tersebut membantu memberikan batasan bagi anak jalanan yang akan dijadikan bahan studi, dengan mencari tahu pemahaman tentang anak jalanan terlebih dulu. Setelah menemukan batasan anak jalanan yang akan dikaji, saya
mencoba
memahami anak jalanan dalam kaitannya dengan ruang dengan memahami teori kebutuhan dasar manusia, persepsi, serta proses-proses sosial yang terjadi saat anak jalanan beraktivitas. Dalam tahap ini diharapkan pemahaman mengenai teori perkembangan anak, anak jalanan, dan kaitannnya dengan ruang dapat mencapai suatu kesimpulan yang baik. Selanjutnya adalah melakukan studi kasus dengan menerapkan dan menjadikan kesimpulan dari landasan teori sebagai acuannya. Studi kasus ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan wawancara tidak terstruktur dengan anak jalanan yang sesuai dengan batasan-batasan, untuk mendapatkan pandangan subjektif dari mereka serta dari saya pribadi. Kesimpulan yang diharapkan di akhir adalah mendapatkan pemahaman secara nyata dan mendalam mengenai
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
5
ruang aktivitas anak jalanan yang dimaksudkan, dalam kaitan anak jalanan sebagai working children. 1.6
Kerangka Penulisan Kerangka penulisan skripsi ini terdiri dari: a. Bab 1. Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang yang memuat hal-hal yang memicu pembuatan skripsi ini beserta tujuan dan manfaat penulisan, ruang lingkup pembahasan, metode pembahasan, dan metode penulisan skripsi. b. Bab 2. Landasan Teori Bab ini menjelaskan tentang anak, teori perkembangan, anak dan ruangnya, anak jalanan, kebutuhan dasar manusia, persepsi, dan proses sosial. c. Bab 3. Studi Kasus Bab ini merupakan pembahasan tentang studi kasus termasuk analisis studi kasus. Studi kasus membahas kegiatan anak jalanan pada dua ruang kegiatan yang memiliki kondisi fisik yang berbeda. d. Bab 4. Kesimpulan Bab kesimpulan berisi kesimpulan teori, hasil analisis dari studi kasus, dan kesimpulan dari dua hal tersebut.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Anak 2.1.1
Definisi Anak Anak adalah manusia yang berada dalam rentangan masa kanak-
kanak awal (2-6 tahun) sampai dengan masa remaja akhir (13-18 tahun)1. Anak dalam hukum perdata berkaitan erat dengan pengertian tentang kedewasaan. Pengertian anak menurut UU RI No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat 2, “anak adalah seseorang yang belum cukup umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.” Sedangkan, menurut UU RI No.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan pasal 20 menyatakan “anak adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun.” Di pasal 21 dinyatakan juga bahwa “orang muda adalah orang laki-laki atau perempuan yang berumur 15 (lima belas) tahun dan kurang dari 18 (delapan belas) tahun.” Kemudian pada UU RI No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak bab I pasal 1, “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Di dalam undangundang RI sendiri terdapat saling ketidaksepahaman tentang definisi anak. Menurut, The United Nations Convention on the Rights of the Child, anak adalah "seorang manusia di bawah usia 18 tahun kecuali di bawah undang-undang”, “a human being below the age of 18 years unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier.” Sedangkan, menurut buku Urban Children in Distress: Global Predicaments and Innovative Strategies, anak adalah orang yang berusia 0-18 tahun. Menurut UNICEF, pernyataan “children in especially difficult circumstances”, termasuk di dalamnya “working children, street children,
1
Djajusman. (1982). Psikologi perkembangan. Bandung: Departemen Pedidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis Proyek Balai Pengembangan Guru Tertulis
6 Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
7
abused, neglected and abandoned children, children in armed conflict and disaster”2. Maka, anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 18 tahun dan belum pernah menikah. Oleh karena itu, ia sudah tidak disebut anakanak lagi saat telah berusia di atas 18 tahun dan atau telah menikah. Sedangkan, dewasa berarti telah berusia diatas 18 tahun dan telah menikah. 2.1.2
Perkembangan Anak Menurut Dr. Widodo Judarwanto dalam tulisannya yang berjudul
“Pertumbuhan dan Perkembangan Anak”3, pengertian tumbuh kembang anak mencakup dua hal kondisi yang berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah dalam perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, dan dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dari ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Hal ini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk di dalamnya adalah perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. If children don’t play enough with other children during the first five years of life, there is a great chance that they will have some kind of mental illness later in their lives4 2
Blanc, C.S. (1994). Introduction. Urban children in distress: Global predicaments and innovative strategies. Yverdon, Swiss: UNICEF and Gordon and Breach Science Publishers. 3 Judarwanto, Widodo. (n.d.). Permasalahan umum kesehatan anak usia sekolah. 10 Juni 2011. 20:36 http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=953&tbl=article 4 Alexander, Christopher; Ishikawa, Sara; & Silverstein, Murray. (1977). A pattern language: Towns-Buildings-Construction. New York: Oxford University Press
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
8
Setiap anak butuh interaksi dengan anak lain. Jika anak kurang mendapatkan kontak dengan anak lain, maka perkembangan psikologi dan mentalnya dapat mengalami gangguan. Maka, adanya akses bagi anakanak untuk melakukan kontak dan interaksi dengan anak lain sangat penting. 2.2
Teori Perkembangan Teori perkembangan merupakan teori yang membahas tentang tahapan-
tahapan dalam proses hidup manusia. Ada dua teori yang mempelajari proses perkembangan, yaitu tahap perkembangan oleh Erikson dan tahap perkembangan menurut Piaget. 2.2.1
Tahap perkembangan oleh Erikson Tahap perkembangan oleh Erikson menyatakan bahwa manusia
berkembang pada tahap-tahap psikososial, yang merupakan tahapan dimana manusia mengalami perkembangan personal, emosional, dan sosial. Tahap perkembangan oleh Erikson menekankan pada perubahan perkembangan sepanjang siklus hidup manusia. Menurut Erikson terdapat delapan tahap perkembangan dalam siklus kehidupan. Tiap tahap terdiri atas perkembangan yang khas bagi individu dengan tiap krisis yang harus dihadapi. Krisis ini menjadi titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi, termasuk perkembangan personal, emosional, dan sosial. Jika tahapan-tahapan tersebut tidak dapat dilalui dengan baik, maka dapat menghambat perkembangan psikososial di tahapan selanjutnya. Karena skripsi ini memfokuskan pada anak jalanan sesuai batasan yang telah disebutkan di bab pendahuluan, maka saya menggunakan empat tahapan awal dari tahap perkembangan oleh Erikson, yaitu basic trust vs basic mistrust, autonomy vs shame and doubt, initiative vs guilt, dan industry vs inferiority.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
9
Stages
1. balita
2. kanakkanak awal
3. usia bermain
4. usia sekolah
Tabel 2.1. Empat tahapan awal tahap perkembangan oleh Erikson5 A B C D E F G Psychos Psychos Radius Basic Corepath Related Binding exual ocial of strengt ology principle ritualizati stages crises significa h basic s of on and nt antipathi social modes relations es order OralBasic Maternal Hope Withdraw Cosmic Numinous respirato trust vs person al order ry, basic sensory mistrust kinesthet ic (incorpor ative modes) AnalAutono Parental Will Compulsi Law and Judicious urethral, my vs persons on order muscular shame (retentiv and e doubt eliminati ve) Infantile- Initiative Basic Purpos Inhibition Ideal Dramatic genital, vs guilt family e prototype locomoto s r (intrusiv e, inclusive ) Latency Industry Neighbor Compe Inertia Technolo Formal vs hood, tence gical (technical inferiorit school order ) y
1)
Basic
Trust
vs
Basic
Mistrust
H Ritualis m
Idolism
Legalis m
Moralis m
formalis m
(Kepercayaan
vs
Ketidakpercayaan) Basic Trust vs Basic Mistrust adalah tahap psikososial pertama menurut Erikson yang dialami dalam tahun-tahun pertama kehidupan. Dalam tahap ini anak mempelajari rasa percaya yang menuntut perasaan nyaman secara fisik serta rasa ketidakpercayaan yang muncul dari sejumlah kecil ketakutan serta kekuatiran akan masa depan. Bukti pertama terlihat dari kesenangan bayi menikmati air susu, kepulasan tidur, dan kemudahan buang air besar. Pengalaman 5
Sumber: Erikson, Joan M. (1997). The life cycle completed: Extended version. New York dan London: W. W. Norton and Company.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
10
yang timbul dari timbal balik antara kemampuan bayi untuk menerima dan bagaimana cara ibu mengasuh, secara perlahan menolong anak untuk menyesuaikan keadaan tidak nyaman karena ketidakmatangan homeostatis6 yang menyertainya sejak lahir. Pada saat-saat terjaga yang meningkat, anak makin menemukan bahwa makin lama petualangan panca indranya menumbuhkan perasaan akrab dengan lingkungan, bersamaan dengan tumbuhnya rasa senang pada diri. Prestasi sosial pertama anak bayi adalah kerelaannya saat ibu hilang dari pandangan tanpa rasa cemas, karena baginya kehadiran ibu sudah dapat dipastikan. 2)
Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu) Setelah
memiliki
rasa
kepercayaan
diri
terhadap
pengasuh/orangtua mereka, ia mulai menyadari bahwa perilakunya adalah milik dia sendiri dan menyadari kemauan mereka. Otonomi tumbuh dari perkembangan kemampuan mental dan motorik. Mereka mulai belajar mengendalikan kemampuan psikomotorik dan dorongan keinginan mereka. Bila tahap ini terlalu dibatasi, maka dapat menumbuhkan rasa malu dan ragu-ragu. Anak masuk dalam periode menjelajah/eksplorasi, seperti keberanian menjelajah dan insting untuk menentukan arah sendiri. Rasa percaya diri anak berkembang di tahap ini. Masalah yang mungkin terjadi berdasarkan tahap perkembangan oleh Erikson adalah rasa malu karena merasa tidak mampu menjadi diri sendiri. Ini terjadi jika orang tua terlalu ikut campur seperti terlalu membantu atau mengkoreksi kekeliruan mereka. Karena pada usia ini anak mulai belajar bahasa, maka orang tua yang terus berusaha memperbaiki anak yang sedang belajar bicara, akan mengakibatkan anak menjadi penakut/pemalu dalam berkomunikasi.
6
Kecenderungan semua organisme untuk mempertahankan atau memperbaiki keseimbangan yang telah tercapai (status quo) secara maksimal, jika kondisi hidup berubah
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
11
3)
Initiative vs Guilt (Prakarsa vs Rasa Bersalah) Pada saat usia sekolah dimana mereka menghadapi dunia
sosial yang lebih luas, mereka merasa lebih tertantang dan merasa perlu mengembangkan perilaku yang bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Anak-anak belajar berinteraksi dengan lingkungannya sebelum ia mampu memiliki intelejensi dasar berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Pada tahap ini anakanak belajar secara praktis dengan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif dan kemampuan bahasa yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu. Atas prakarsa mereka sendiri, anak-anak pada tahap ini beralih ke dunia sosial yang lebih luas. Pengatur utama prakarsa adalah suara hati. Prakarsa dan antusiasme mereka dapat menyebabkan mereka menerima imbalan maupun hukuman. Muncul perilaku-perilaku ranah cipta atau kognitif dan gejala insight – learning. Insight – learning adalah proses melihat situasi secara problematik, berpikir sesaat, dan spontanitas dalam memperoleh pemahaman. Perasaan bersalah muncul jika anak tidak diberi tanggung-jawab dan dibuat terlalu cemas. Rasa bersalah ini dapat dengan cepat digantikan oleh rasa berhasil saat ia mendapat tanggung jawab dan berhasil memenuhinya. Berdasarkan tahap perkembangan oleh Erikson, masa usia tiga sampai enam tahun, ini adalah tahap bermain. Dalam tahap inilah anak-anak belajar berfantasi, belajar mentertawakan diri, dan mulai belajar bahwa ada pribadi lain selain dirinya. Pada tahap ini terletak fondasi anak untuk menjadi kreatif yang akan menjadi sangat penting pada fase berikut. Bila tahap ini berhasil dilewati dengan baik, anak menjadi tidak terganggu dengan perasaan bersalah. Anak bisa menentukan apakah mereka mau menjadi seperti apa tanpa perasaan bersalah dan anak tidak akan mengalami banyak kegelisahan karena merasa tidak dimengerti.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
12
Tahap ini dapat terhambat bila masa bermain anak-anak terenggut baik oleh orangtua maupun lingkungan mereka. Hilangnya masa fun dari anak-anak menyebabkan emosi, kesenangan dan penjelajahan yang hanya tumbuh pada masa bermain ini tidak pernah tumbuh matang. 4)
Industry vs Inferiority (Tekun vs Rasa Rendah Diri) Di masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja di
lingkungannya. Dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan
kemampuan
dan
pengetahuannya,
kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga
merambah
sampai
ke
sekolah
atau
lingkungan
kesehariannya, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya. Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, menjadi
sesuatu
yang
harus
dapat
diwujudkan
seiring
bertambahnya usia, untuk dapat berhasil dalam proses belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau di tempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
13
2.2.2
Tahap Perkembangan Kognitif oleh Piaget7 Tahap Perkembangan Kognitif oleh Piaget mengidentifikasikan
empat tahap perkembangan anak: 1.
Sensorimotor Stage (0-2 tahun) Anak melalui interaksi fisik dengan lingkungannya,
membangun konsep mengenai kenyataan dan bagaimana cara kerjanya. Di tahapan ini seorang anak tidak tahu bahwa sebuah objek itu tetap ada sekalipun sudah di luar jangkauan penglihatan mereka. Pada tahap ini, bayi menggunakan kemampuan perasaan dan gerakannya untuk mengerti dunia, diawali dengan sesuatu yang refleks dan diakhiri dengan kemampuan sensorimotor yang kompleks. Tahap ini dibagi lagi menjadi: (i)
Primary Circular Reactions (1-4 bulan) Pada tahap Primary Circular Reactions terjadi tindakan berulang-ulang yang menanggapi rangsangan yang ada dengan kegiatan yang sama. Contoh: bayi menghisap jempolnya. Ketika dia merasa enak, maka ia akan mengulangi kegiatan menghisap jempol terus-menerus.
(ii)
Secondary Circular Reactions (4-12 bulan) Secondary Circular Reactions melingkupi kegiatan lebih luas yang sudah melibatkan lingkungan. Contohnya adalah saat ia menekan mainan bebek-bebekan yang dapat berbunyi. Hal ini menjadi sesuatu yang baru bagi dia. Dari proses ini dia belajar prosedur untuk menekan-nekan dengan tujuan mendapatkan bunyi tertentu.
(iii)
Tertiary Circular Reactions (12-24 bulan)
7
Atherton, J S. (2011). Learning and teaching; Piaget's developmental theory. 11 Juni 2011. 20:38. http://www.learningandteaching.info/learning/piaget; Boeree, C. George. (2006). Jean Piaget. 11 Juni 2011. 20:34. http://webspace.ship.edu/cgboer/piaget.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
14
Pada tahap ini mereka mengenal mental representation yang merupakan kemampuan untuk mengingat citra atau penggambaran dalam pikiran mereka dalam sebuah periode di luar pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba. Mereka sudah dapat menggunakan mental combinations untuk menyelesaikan masalahmasalah sederhana, seperti meletakkan mainannya dalam rangka ia ingin membuka pintu. 2.
Preoperational Stage (2-7 tahun) Anak belum mampu untuk mengkonseptualkan secara
abstrak. Mereka membutuhkan situasi fisik yang konkret. Pada tahap ini anak telah memiliki mental representation dan sudah mampu berpura-pura. Penggunaan simbol sangat berperan pada tahapan ini. Simbol adalah sesuatu yang melambangkan sesuatu lainnya. Simbol anjing dapat dimengerti sebagai melambangkan anjing yang sebenarnya. Simbol juga dapat digunakan dalam creative play, contohnya anak kecil main masak-masakan. Daundaunan dianggap sebagai sayur-sayuran, kertas dianggap sebagai piringnya. Dengan simbol mereka juga sudah dapat membedakan masa lalu dan masa depan. Contohnya adalah seorang anak yang menangis mencari mamanya. Ketika kita memberitahu bahwa mamanya akan segera datang, ia cenderung akan menghentikan tangisnya. Begitu pula sebaliknya jika kita menanyakan tentang ingatkah ia bahwa ia pernah jatuh, ia cenderung akan merespon dengan muka yang sedih. Kedua kejadian ini menunjukkan bahwa melalui simbol (dalam hal ini kata-kata) seorang anak sudah dapat membedakan waktu masa lalu dan masa depan. Pada tahapan ini seorang anak cenderung egosentris. Dalam melihat sesuatu, ia hanya melihat dari satu sudut pandang, yaitu sudut pandang dia sendiri. Piaget melakukan studi untuk
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
15
menginvestigasi kecenderungan ini (disebut mountains study). Ia menaruh anak-anak duduk di depan jajaran gunung yang dibuat dari gips dan ia sendiri duduk di seberang anak-anak. Kemudian Piaget menanyakan mereka untuk memilih dari empat gambar, gambar mana yang dilihat oleh Piaget. Anak pada tahap ini akan memilih gambar yang sesuai dengan pandangannya, bukan pandangan Piaget. Anak-anak yang lebih besar baru dapat memilih gambar yang tepat sesuai sudut pandang Piaget.
Gambar 2.1. Mountains Study8
Pada tahap ini, anak hanya bisa memusatkan pada satu aspek masalah atau komunikasi dalam satu waktu. Mereka juga belum dapat membayangkan jumlah cairan mana yang lebih banyak, jika kita memberi dua pilihan, yang pertama susu dalam sebuah gelas yang kurus dan tinggi, yang kedua susu dalam gelas pendek tetapi gemuk. Mereka cenderung akan memilih gelas kurus tinggi karena mengira dalam gelas tersebut lebih banyak susunya. 3.
Concrete Operations (7-11 tahun) Pada tahap ini anak sudah dapat mengkonseptualkan
sesuatu dan menciptakan struktur logika yang menjelaskan pengalaman jasmaninya. Penyelesaian masalah-masalah yang abstrak sudah mungkin terjadi dalam tahapan ini. Sebagai contoh,
8
Sumber: dok. pribadi
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
16
persamaan aritmatika dapat diselesaikan dengan angka-angka, tidak hanya dengan menggunakan objek. Anak tidak hanya menggunakan simbol, tetapi sudah dapat memanipulasi simbol secara logika. Namun, dalam tahap ini mereka dapat menerapkannya masih dalam konteks situasi yang konkret. Tahap ini ditandai dengan meningkatnya kemampuan penyebaran dimana ia tidak hanya fokus pada sesuatu hal. Contohnya adalah saat kita memperlihatkan barisan kelereng (delapan kelereng) lalu menyebarkan kelereng tersebut. Anak pada tahap ini sudah menggunakan logikanya, mereka sadar jumlah kelereng dalam barisan sama dengan jumlah kelereng yang disebar (berbeda dengan anak pada preoperational stage, yang akan menganggap kelereng yang disebar lebih banyak dibanding kelereng yang masih dalam barisan). Dalam tahapan ini, anak belajar mengenai klasifikasi dan serifikasi. Klasifikasi mengacu kepada pengelompokan, sedangkan serifikasi mengacu pada menempatkan sesuatu berdasarkan order. 4.
Formal Operations (11-15 tahun) Pada tahap ini, struktur kognitif anak sudah menyerupai orang dewasa. Termasuk dalam menggunakan operasi logika, dan menggunakannya secara abstrak dibanding secara konkret. Selama tahapan
perkembangan
ini,
pengalaman
anak
dengan
lingkungannya menggunakan mental maps. Jika pengalamannya sudah diulang sekali, dapat dicocokkan dengan mudah atau dapat diasimilasikan ke dalam struktur kognitif anak, karena itu ia cenderung
mempertahankan
keseimbangan
mental
(mental
equilibrium). Jika pengalamannya berbeda maupun sesuatu yang baru, anak tersebut kehilangan keseimbangan dan merubah kognitif strukturnya untuk mengakomodasikan kondisi yang baru. Dengan
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
17
cara ini, seorang anak terus-menerus membangun struktur kognitifnya. 2.3
Anak dan Ruangnya
Secara fisik, tahap perkembangan anak memberikan pengaruh besar terhadap konsep ruang. Konsep ruang berdasarkan tahap perkembangan anak dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 1.2. Konsep ruang berdasarkan tahap perkembangan anak9 Tahapan Usia Konsep ruang Sensorik Motorik 0-24 bulan Anak-anak mulai menyadari sekuen dan rute-rute tetapi Praoperasional 1-5 tahun belum dapat mengembangkan lebih lanjut. Dalam tahap ini dikenal hubungan topologis, yaitu: Proximitas (kedekatan) Pemisahan Aturan Selubung/lingkaran Kesinambungan Konkret Operasional 5-12 tahun Anak-anak mulai memahami arti dari projective space, dimana mereka: • Mengerti dan mampu mengoperasikan sekuen dari objek/situasi dalam kerangka yang utuh • Memahami ruang alternatif dan pilihannya daripada menyusun sebuah kaitan ruang yang sama sekali baru Formal Operasional 12 tahun-dewasa Mencapai kemampuan berpikir. Anak mulai dapat menggambarkan secara akurat dan logis, mereka dapat mengilustrasikan hubungan antar ruang dalam sistem secara utuh
Setiap tahapan dari teori perkembangan memiliki kaitan dengan ruang tertentu. Ruang-ruang yang menjadi setting dari ke giatan anak tersebut berkaitan
9
Sumber: Altman, Irwin, & Stokols, Daniel (Ed.). (1987). Handbook of environmental psychology (vol 1). New York: John Wiley & Sons
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
18
dengan perkembangan personal, emosional, dan sosial yang terjadi pada tiap tahapan. Contohnya adalah pada tahapan youngster area sosial anak bertambah luas dari lingkungan keluarga sampai ke sekolah atau lingkungan kesehariannya. Menurut Clare Cooper, banyak anak yang justru menyukai saat-saat bermain dalam periode waktu yang pendek, seperti di antara waktu pulang sekolah dan waktu makan, atau beberapa saat sebelum hari menjadi gelap sebelum makan malam. Mereka bermain di lapangan kosong di sekitar rumah, di depan rumah, atau di trotoar muka rumah10
Tabel 2.3. Empat tahap awal dari 8 tahapan teori perkembangan Erikson11 STAGE IMPORTANT SETTING RITES OF PASSSAGE INFANT Home, crib, nursery, garden Birth place, setting up the home Trust ….out of the crib, making a place YOUNG Own place, couple’s realm, children’s Walking, making a place, special CHILD realm, commons, connected play birthday Autonomy CHILD Play space, own place, common land, First ventures in town….joining Initiative neighborhood, animals YOUNGSTER Children’s home, school, own place, Puberty rites, private entrance paying Industry adventure play, club, community your way
Sebuah telaah menemukan bahwa anak-anak menggunakan kurang dari rata-rata lima belas menit di suatu tempat bermain selama masa beberapa jam yang digunakan di luar. Di pihak lain, anak-anak memang menggunakan halaman, kaki lima, balkon, serambi, jalan kecil, ruang-ruang tersisa antara bangunanbangunan, dan ruang-ruang yang meragukan di dan sekitar ciri-ciri alam jauh lebih banyak daripada mereka yang memakai tempat bermain yang dibuat dengan kelengkapan (kecuali tempat bermain petualangan)12 If children are not able to explore the whole of the adult world round about them, they cannot become adults. But modern cities are so dangerous that children cannot be allowed to explore them freely13 10
Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo Sumber: Alexander, Christopher; Ishikawa, Sara; & Silverstein, Murray. (1977). A pattern language: Towns-Buildings-Construction. New York: Oxford University Press 12 Snyder, James C., & Catanese, Anthony J. (1985). Pengantar arsitektur (Terj.). Jakarta: Erlangga 13 Alexander, Christopher; Ishikawa, Sara; & Silverstein, Murray. (1977). A pattern language: Towns-Buildings-Construction. New York: Oxford University Press 11
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
19
Anak-anak belajar dengan cara meniru dan melakukan. Jika akses terhadap anak dibatasi hanya di sekolah dan di rumah, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam berkembang dan belajar. Apalagi di kota besar hidup rawan bahaya, anak-anak tidak dapat ditinggalkan sendirian begitu saja. Terdapat bahaya dari keramaian lalu lintas kendaraan maupun dari kemungkinan kriminalitas. 2.4
Anak Jalanan 2.4.1
Deskripsi Anak Jalanan If you spend eight hours of your day at work, and eight hours at home, there is no reason why your workplace should be any less of a community than your home14. Istilah “hidup” dalam konteks “di mana dia hidup” (live:
hidup,tinggal) selalu dianalogikan sebagai rumah atau lingkungan tempat rumahnya berada. Padahal terkadang rumah hanya merupakan salah satu bagian khusus dari siklus kehidupan kita. Hal ini dikarenakan dalam budaya kita terdapat persepsi bahwa di rumah adalah lebih hidup dibandingkan
di
tempat
kerja.
Sehingga
“hidup/tinggal”
sering
diimplementasikan hanya kepada tempat di mana kita tidak sedang bekerja. Dalam pemahaman dahulu, di tempat kerja, mereka tidak mendapatkan perasaan hidup yang sebenarnya. Di tempat kerja tidak ada musik, makanan, cinta, sehingga mereka tidak merasa hidup, yang ada hanya bekerja keras. Working children berarti anak-anak yang bekerja, baik paruh waktu maupun penuh, dibayar maupun tidak, di dalam maupun di luar lingkungan
keluarga,
bersifat
eksploitatif
dan
membahayakan
perkembangan dan/atau kesehatan mereka. Banyak sekali jenis dari working children. Anak-anak yang bekerja di sektor informal menjual barang dalam jumlah sedikit (penjaja koran, rokok, makanan, pemulung, bahkan pengedar narkoba), atau menawarkan
14
Alexander, Christopher; Ishikawa, Sara; & Silverstein, Murray. (1977). A pattern language: Towns-Buildings-Construction. New York: Oxford University Press
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
20
jasa (tukang semir sepatu, tukang parkir, pencuci mobil, ojek payung, pengangkut barang, pengamen). Mereka bekerja di jalan, terminal, pasar, stasiun, di tempat yang banyak orang/pelanggan. Mereka juga dapat ditemukan di depan hotel/kantor, restoran, kampus, dan tempat wisata. Tergantung dari apakah mereka bekerja untuk pihak lain atau untuk diri sendiri. Amnesty International, membagi anak jalanan ke dalam dua kategori utama15: •
Children on the street adalah anak-anak yang melakukan aktivitas ekonomi dari mengemis sampai menjajakan barang; harus pulang saat pekerjaan sudah usai dan uang hasil kerja untuk keluarga; mereka mungkin tetap sekolah dan mempertahankan sense of belonging dengan keluarga; karena ketidakstabilan kondisi ekonomi keluarga, anakanak ini dapat sewaktu-waktu tinggal menetap di jalanan.
•
Children of the street benar-benar tinggal dan hidup di jalanan (atau di luar lingkungan keluarga). Ikatan keluarga dapat masih eksis tetapi renggang dan hanya bersifat informal atau sewaktu-waktu.
Kemudian ada beberapa kategori menurut alasan mereka berada di jalanan16. •
Mereka yang terpaksa tinggal/hidup dan bekerja di jalanan karena terpisah dari keluarga dan orang tuanya, baik karena menghindari kekerasan domestik, bencana alam, atau konflik bersenjata.
•
Mereka yang hidup dan bekerja di jalanan karena seluruh keluarganya memang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan harus bertahan hidup sebagai keluarga tanpa rumah
15
UNICEF assessment of street children. (n.d.). 10 Juni 2011. 20:54 http://www.unicef.org/evaldatabase/files/ZAM_01-009.pdf 16 Irwanto. (2008). Anak yang hidup dan bekerja di jalanan: Tantangan konseptual dan programatik. Ditulis sebagai asupan untuk Pusat Kurikulum DepDikNas dalam Raker “Analisis Konteks Pengembangan KTSP Pendidikan Non-formal, Cisarua-Bogor, 19 Februari 2008. Jakarta: Fakultas Psikologi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unika Atma Jaya
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
21
(homeless). Mereka adalah anggota komunitas miskin kota atau desa yang meninggalkan rumah tinggalnya (ke kota) baik karena bencana (dibuat manusia atau alam) atau karena kehilangan harapan akan dapat bertahan hidup di daerah tempat tinggalnya. •
Mereka yang bekerja di jalanan karena menjadi bagian dari keluarga dan komunitas miskin yang hidup di kota. Sektor informal di perkotaan memang menjanjikan kesempatan untuk memperoleh penghasilan yang mampu menutup kebutuhan sehari-hari. Mereka mempunyai tempat tinggal tetap walau belum tentu berwujud rumah permanen.
•
Mereka yang bekerja di jalanan karena menjadi bagian dari perdagangan manusia (anak dan bayi). Alasan mereka berada di jalanan adalah karena diculik, disewa atau telah dijual ke sindikat. Anak-anak (dan bayi) ini harus melayani kepentingan mereka baik sebagai alat (untuk memancing rasa kasihan) atau sebagai buruh.
Jadi, anak-anak jalanan adalah komunitas yang kompleks dan tidak mungkin dikategorikan hanya sebatas children on the street dan children of the street. 2.4.2
Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Anak Jalanan Ada beberapa faktor penyebab timbulnya anak jalanan17. •
Faktor internal o Ada cacat biologis-psikologis. Cacat yang bersifat biologis adalah kurang berfungsinya organ tubuh dalam memproduksi atau organ genital yang menimpa seseorang. Cacat psikologis yaitu kurang berfungsinya mental dan perilaku dalam bersosialisasi.
17
Juwartini, Wahyu. (2004). Profil kehidupan anak jalanan perempuan: studi kasus Anak jalanan di komplek tugu muda semarang. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
22
o Tidak memiliki hobi sehat. Anak yang tidak memiliki hobi yang sehat atau positif dalam mengisi waktu luangnya maka dapat beralih ke hal negatif. o Ketidakmampuan
adaptasi
dengan
perubahan
lingkungan secara baik dan kreatif. Dapat menimbulkan tindakan amoral atau mengarah pada perubahan negatif. o Impian kebebasan. Masalah-masalah yang dihadapi anak
dalam
keluarga
dapat
menimbulkan
pemberontakan dalam dirinya dan mencari jalan keluar sendiri. Anak merasa bosan dan tersiksa di rumah karena setiap hari melihat kedua orang tuanya bertengkar dan tidak memperhatikan dia, akhirnya dia memilih kejalanan karena ia merasa mendapatkan kebebasan dan teman-teman yang bisa menampung keluh kesahnya. o Ingin memiliki uang sendiri. Uang yang diperoleh digunakan untuk keperluan sendiri. Meskipun anak memberikan sebagian kepada orang tua, lebih bersifat suka rela dan tidak memiliki dampak buruk terhadap anak bila ia tidak memberi sebagian uangnya ke keluarganya. •
Faktor Eksternal o Dorongan Keluarga. Keluarga turut andil mendorong anak ke jalanan. Biasanya dengan mengajak anak ke jalanan untuk membantu pekerjaan orang tuanya ( biasanya membantu mengemis) dan menyuruh anak melakukan
kegiatan-kegiatan
di
jalanan
yang
menghasilkan uang. o Pengaruh
Teman.
Pengaruh
teman
menunjukkan
dampak besar anak pergi ke jalanan, terlebih bila
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
23
dorongan pergi ke jalanan mendapatkan dukungan dari orang tua atau keluarga. o Kekerasan dalam keluarga. Kekerasan dalam keluarga banyak diungkapkan sebagai salah satu faktor yang mendorong anak lari dari rumah dan pergi ke jalanan. Tindak kekerasan yang dilakukan anggota keluarga terhadap anak memang bisa terjadi di seluruh lapisan sosial masyarakat. Namun pada lapisan masyarakat bawah atau miskin, kemungkinan terjadi kekerasan akan lebih besar.
2.5
Kebutuhan Dasar Manusia Abraham Maslow berpandangan bahwa manusia adalah makhluk tertinggi
dari rantai evolusi. Namun, manusia berbeda dari binatang karena memiliki kemampuan untuk belajar melalui motivasi dan kepribadiannya18. Ia lalu membuat hierarki kebutuhan dasar manusia:
18
Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
24
Gambar 1.2. Piramida kebutuhan dasar maslow19
Physiological needs20 merupakan persyaratan dasar bagi manusia untuk bertahan hidup. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi, tubuh manusia tidak dapat berfungsi dengan baik. Udara, air, dan makanan adalah persyaratan metabolis bagi semua hewan untuk bertahan hidup, termasuk manusia. Pakaian dan naungan melindungi dari cuaca buruk. Sedangkan, intensitas dari naluri seksual manusia terjadi lebih karena sexual competition daripada untuk menjaga keberlangsungan spesies. Ketika kebutuhan fisik mereka relatif terpuaskan, safety and security needs21 atau kebutuhan individu akan keamanan dan perlindungan akan mempengaruhi perilaku. Dalam ketidakhadiran keamanan fisik—pada serangan teroris, perang, bencana alam, atau dalam kasus kekerasan keluarga, penyiksaan anak, dan lain-lain—orang-orang mengalami ulang post-traumatic stress disorder22 dan transfer trans-generational trauma23. Dalam ketidakhadiran 19
Maslow, Abraham. (1954). Motivation and personality. New York: Harper and Row. Maslow, Abraham. (1954). Motivation and personality. New York: Harper and Row 21 Maslow, Abraham. (1954). Motivation and personality. New York: Harper and Row 22 Gangguan kecemasan umum yang berkembang setelah mengalami kejadian yang menakutkan atau serangan fisik maupun perasaan terancam. Gejalanya dapat berupa pengalaman kembali kejadian traumatis, lebih sensitif, dan penumpulan emosi. 23 Trauma emosional yang ditularkan dari generasi ke generasi selanjutnya, biasanya terjadi tanpa disadari. 20
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
25
keamanan dari segi ekonomi—pada krisis ekonomi dan kurangnya lapangan kerja —kebutuhan akan keamanan ini membuat mereka melakukan berbagai tindakan, seperti menabung, asuransi, dan lain-lain. Safety and security needs termasuk keamanan personal, keamanan finansial, kesehatan, dan keamanan terhadap kecelakaan atau penyakit dan dampaknya. Setelah physiological needs dan safety-security needs terpenuhi, berikutnya adalah perasaan sosial serta perasaan ikatan emosional dan personal akan kepemilikan, yaitu kebutuhan akan love and belonging24. Kebutuhan ini terutama sangat kuat pada masa anak-anak dan dapat melebihi kebutuhan akan keamanan, seperti terlihat pada anak-anak yang bergantung pada orang tua penyiksa, kadang-kadang disebut Stockholm syndrome25. Ketidakhadiran aspek ini —pada hospitalism26, kegagalan, penolakan, pengucilan, dan lain-lain—dapat memberi dampak
pada kemampuan
individual dalam membentuk
dan
mempertahankan hubungan emosional secara umum seperti pertemanan, keintiman, dan keluarga. Kebutuhan manusia untuk merasakan sense of belonging dan penerimaan, baik itu datang dari kelompok sosial besar seperti klub, lingkungan kantor, kelompok agama, organisasi profesional, tim olahraga, geng, maupun dari ikatan sosial kecil (anggota keluarga, teman akrab, mentor, orang yang dipercaya). Mereka butuh mencintai dan dicintai (seksual dan nonseksual) oleh orang lain. Ketidakhadiran unsur ini mengakibatkan banyak orang menjadi mudah merasa kesepian, cemas, dan depresi. Kebutuhan akan rasa kepemilikan ini seringkali dapat melebihi kebutuhan fisik dan keamanan, tergantung pada besarnya tekanan. Seorang aneroxic27 misalnya, dapat menyangkal kebutuhan untuk makan dan perlindungan akan kesehatan untuk dapat memiliki perasaan mengontrol dan rasa kepemilikan.
24
Maslow, Abraham. (1954). Motivation and personality. New York: Harper and Row Gejala atau perubahan perilaku jiwa orang yang disandera, dirampas kemerdekaannya, dizalimi, diteror, dan trauma, berubah secara ekstrim dari rasa benci menjadi rasa cinta dan simpati kepada penyandera. 26 The adverse effects of a prolonged stay in hospital. (Concise Oxford English Dictionary) 27 Anorexia Nervosa: sebuah gangguan makan yang ditandai penolakan untuk mempertahankan berat badan yang sehat dan rasa takut yang berlebihan terhadap peningkatan berat badan akibat pencitraan diri yang menyimpang. 25
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
26
Setiap manusia memiliki kebutuhan untuk dihargai dan untuk mempunyai self-esteem dan self-respect28. Esteem mewakili hasrat normal manusia untuk diterima dan dihargai oleh orang lain. Orang-orang butuh mengikat dirinya untuk memperoleh pengakuan dan memiliki aktivitas yang memberi seseorang perasaan berkontribusi, untuk merasakan penilaian diri, terlibat dalam sebuah profesi atau hobi. Ketidakseimbangan di tingkat ini dapat mengakibatkan self-esteem yang rendah atau sebuah inferiority complex29. Orang-orang dengan self-esteem yang rendah butuh penghargaan dari orang lain. Mereka mungkin mencari ketenaran atau kejayaan, yang tentu saja bergantung pada orang lain. Walau bagaimanapun juga, orang-orang dengan self-esteem rendah tidak akan dapat meningkatkan pandangan terhadap dirinya hanya dengan meraih ketenaran, penghargaan, dan kejayaan dari luar, tetapi harus menerima dari dalam diri sendiri terlebih dahulu. Ketidakseimbangan psikologis seperti depresi juga dapat menghalangi untuk meraih self-esteem dari kedua tingkatan tersebut. Banyak orang yang memerlukan kestabilan self-esteem dan self-respect. Maslow menyatakan ada dua versi dari esteem needs, yang lebih rendah dan yang lebih tinggi. Esteem needs yang lebih rendah adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, pengakuan, ketenaran, kebanggaan, dan perhatian. Esteem needs yang lebih tinggi adalah kebutuhan akan self-respect, kekuatan, kompetensi, penguasaan kemampuan, rasa percaya diri, kemandirian dan kebebasan. Hal paling akhir memiliki peringkat yang lebih tinggi karena hal itu terdapat pada sisi dalam kompetensi yang diperoleh berdasarkan pengalaman. Kurangnya kebutuhan ini dapat menyebabkan inferiority complex, perasaan lemah dan perasaan tidak tertolong. “What a man can be, he must be.30” Ungkapan ini membentuk persepsi dasar dari kebutuhan akan self-actualization31. Tingkat kebutuhan ini berkaitan dengan apa potensi yang dimiliki seseorang dan bagaimana menyadari potensi 28
Self-esteem: confidence in one’s own worth or ability. Self-respect: pride and confidence in oneself. (Concise Oxford English Dictionary); Maslow, Abraham. (1954). Motivation and personality. New York: Harper and Row 29 Perasaan bahwa seseorang lebih inferior dari orang lain dalam beberapa hal. Seringkali tidak disadari, dan mengakibatkan tindakan/sikap yang berlebihan dalam mengatasi kelemahan diri. 30 Maslow, Abraham. (1954). Motivation and personality. New York: Harper and Row 31 Maslow, Abraham. (1954). Motivation and personality. New York: Harper and Row
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
27
tersebut. Maslow menggambarkan hasrat ini sebagai hasrat untuk menjadi lebih dan lebih lagi, untuk menjadi segala hal yang dapat dicapainya. Itu adalah definisi luasnya, tetapi jika diterapkan pada individu kebutuhan tersebut menjadi lebih spesifik. Misalnya, seseorang mungkin memiliki hasrat yang kuat untuk menjadi orang tua yang ideal, pada orang lain hal itu mungkin diekspresikan secara atletis, dan pada yang lain mungkin diekspresikan lewat lukisan, foto, maupun dengan penemuan. Untuk mencapai pemahaman mendalam tentang tingkat kebutuhan ini tidak dapat hanya dengan mencapai salah satu dari kebutuhan-kebutuhan sebelumnya, tetapi harus menguasai keseluruhannya. Derajat intensitas pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap orang bisa berbeda. Meskipun urutan atau hierarki ini dianggap universal, pada praktik desain ada prioritas yang lebih diutamakan bagi setiap orang32 2.6
Persepsi Persepsi adalah proses memperoleh atau menerima informasi dari
lingkungan. Persepsi merupakan teori yang menjelaskan cara manusia memahami lingkungannya. Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan (objek, kualitas, hubungan antargejala, ataupun peristiwa) sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti oleh individu yang bersangkutan33. Persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses di mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka34. Terjadinya persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut35: •
Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
32
Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo 34 Robbins, S.P. (Ed.). (2003). Perilaku Organisasi (Jilid I). Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia 35 Walgito, Bimo. (2003). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi Offset; Wirawan, Sarlito. (1992). Psikologi lingkungan. Jakarta: Rasindo; Irwanto. 1988. Irwanto. (1988). Mengenal psikologi. Jakarta: Arcan. 33
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
28
•
Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
•
Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.
•
Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Sedangkan, ciri-ciri agar terjadi penginderaan bermakna adalah: •
Rangsangan yang diterima sesuai dengan sifat sensoris dasar tiap indera
•
Dunia persepsi memiliki dimensi ruang
•
Dunia persepsi memiliki dimensi waktu
•
Objek dalam dunia persepsi memiliki struktur yang menyatu dengan konteks
•
Struktur dan konteks adalah sebuah kesatuan utuh
•
Dunia persepsi adalah dunia penuh arti
Penilaian dan pengharapan seseorang terhadap suatu setting selalu melibatkan orang dan tempat. Penilaian lingkungan bergantung pada kesan personal seseorang terhadap setting yang bersangkutan. Secara umum, penilaian lingkungan mengacu pada enam jenis kesan personal, yaitu deskripsi, evaluasi, penilaian akan keindahan, reaksi emosional, makna, dan sikap kepedulian yang dikembangkan si pengamat terhadap seting tersebut. Penilaian dan harapan yang berbeda juga muncul karena pengaruh karakteristik personal, seperti tingkat kehidupan, budaya, kepribadian, dan pengalaman36. 2.6.1
Affordance dan Perilaku Individu Affordance as all "action possibilities" latent in the environment, objectively measurable and independent of the individual's ability to recognize them, but always in relation to the actor and therefore dependent on their capabilities.37
36
Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
29
Manusia bersosialisasi secara berbeda, dibesarkan di lingkungan geografis dan sosial berbeda. Mereka mempunyai motivasi yang berbeda, melihat dan menggunakan lingkungannya secara berbeda pula. Sikap seseorang sangat terkait dengan motivasi, apa yang disukai dan tidak disukainya, apa yang dianggapnya bagus dan jelek, apa yang dianggap penting dan tidak penting38. Setiap orang mempunyai kompetensi yang berbeda, baik secara fisik, sosial, maupun budaya. Perbedaan ini mempengaruhi cara lingkungan dihayati oleh seseorang, atau citra yang dimilikinya mengenai lingkungan tertentu, dan bagaimana lingkungan itu dipakainya39. Menurut Gibson, seorang individu tidaklah menciptakan makna dari apa yang diinderakannya. Sesungguhnya makna itu telah terkandung dalam stimulus itu sendiri dan tersedia untuk organisme yang siap menyerapnya. Ia menganggap bahwa persepsi terjadi secara spontan dan langsung. Spontanitas ini terjadi karena manusia selalu mengeksplorasi lingkungannya. Dalam eksplorasi itu, manusia melibatkan setiap objek yang ada dalam lingkungannya dan setiap objek menonjolkan sifatsifatnya yang khas untuk organisme tersebut. Penampilan makna ini disebutnya affordances40. Lingkungan sendiri sangat kaya dengan affordances atau kemanfaatan lingkungan untuk berperilaku, tetapi tidak semua affordances dapat digunakan. Perangkat affordances yang dipakai oleh masyarakat tertentu bergantung pada karakteristik budaya, nilai, dan kebutuhan individunya41. 2.7
Proses Sosial 2.7.1
Ruang Personal Ruang personal adalah suatu area dengan batas maya yang
mengelilingi diri seseorang dan orang lain tidak diperkenankan masuk 37
Gibson, James J. (1979). An ecological approach to visual perception. Boston: Houghton Mifflin 38 Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo 39 Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo 40 Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo 41 Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
30
kedalamnya42. Ruang personal juga dikatakan sebagai teritori portabel yang dapat berpindah-pindah. Tempat orang tertentu boleh memasuki daerah tersebut dan sejumlah orang lain tidak diijinkan masuk. Batas teritori ini tidak sama di semua sisi. Ruang personal dapat dimasuki secara sengaja, misalnya pada ibu yang memeluk anaknya ataupun diterobos secara tidak sengaja saat bersenggolan atau saling bertabrakan karena tidak saling melihat43. 2.7.2
Teritorialitas Teritorialitas merupakan sesuatu yang berkaitan dengan ruang
fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi, dan identitas. Termasuk di dalamnya dominasi, kontrol, konflik, keamanan, gugatan akan sesuatu, dan pertahanan44. Teritori berarti wilayah atau daerah, dan teritorialitas adalah wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang. Misalnya bangkubangku di kantin. Bila ada orang yang menempati bangku itu, lalu ingin pergi sebentar memesan makanan atau ke toilet, ia akan meninggalkan sesuatu seperti buku atau tas di tempat duduknya. Sebagai tanda teritorialitas. Fisher mengatakan bahwa kepemilikan atau hak dalam teritorialitas ditentukan sendiri oleh persepsi orang yang bersangkutan. Persepsi ini dapat aktual, pada kenyataannya ia memang memiliki, seperti kamar, atau hanya kehendak untuk menguasai atau mengontrol suatu tempat, seperti kasus bangku tadi. Teritori memiliki lima ciri yang menegaskan45: •
Memuat daerah ruang;
•
Dikuasai, dimiliki, atau dikendalikan oleh seorang individu atau kelompok;
•
Memuaskan beberapa kebutuhan atau dorongan, seperti kawin atau status;
42 Sommer, Robert. (1969). Personal space: The behavioral basis of design. New York: PrenticeHall 43 Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo 44 Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo 45 Wirawan, Sarlito. (1992). Psikologi lingkungan. Jakarta: Rasindo
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
31
•
Ditandai secara konkret atau simbolik; dan
•
Orang akan mempertahankannya atau setidak-tidaknya merasa tidak senang bila teritori mereka dilanggar dengan cara apapun oleh pengacau.
Teritorialitas manusia berbeda dengan binatang karena berintikan pada privasi. Pada hewan, fungsi teritorialitas sebagai wujud naluri untuk mempertahankan diri, dorongan untuk mempertahankan hidup, dan mempertahankan jenis. Klasifikasi teritori oleh Altman didasarkan pada tingkat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian46. •
Teritori Primer Merupakan tempat-tempat yang sangat pribadi, hanya boleh
dimasuki orang yang telah sangat akrab atau mendapat izin khusus. Teritori primer dimiliki perseorangan atau sekelompok orang yang turut mengendalikan pemakaian teritori tersebut secara relatif tetap, berkaitan dengan kehidupan sehari-hari saat keterlibatan psikologis penghuninya sangat tinggi. Misalnya kamar tidur atau ruang kantor. •
Teritori Sekunder Merupakan tempat-tempat yang dimiliki secara bersama
oleh sejumlah orang yang cukup saling mengenal dan biasanya memiliki kesamaan kepentingan. Kendali pada teritori ini tidak sepenting pada teritori primer, dapat berganti pemakai, atau berbagi pemakaian dengan orang lain. Misalnya ruang kelas, kantin, wc umum. •
Teritori Publik Merupakan tempat-tempat yang terbuka untuk umum. Pada
dasarnya semua orang boleh berada di tempat itu. Misalnya, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, lobi hotel. Kadang-kadang terjadi teritori publik dikuasai oleh kelompok tertentu dan tertutup bagi kelompok lain, misalnya bar hanya untuk orang dewasa. 46
Altman, Irwin, & Stokols, Daniel (Ed.). (1987). Handbook of environmental psychology (vol 1). New York: John Wiley & Sons
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
32
Selain klasifikasi itu, Altman juga mengemukakan dua tipe teritori lain, yaitu objek dan ide47. Seperti tempat, orang-orang juga menandai, menguasai, mempertahankan, dan mengontrol barang mereka, seperti buku, pakaian, motor. Sedangkan ide dipertahankan lewat hak paten atau hak cipta. Teritori objek dan ide berdasarkan pada proses kognitif. Teritori dapat dilanggar baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Bentuk pelanggaran teritori yang dapat terjadi adalah invasi. Invasi terjadi bilamana seseorang secara fisik memasuki teritori orang lain, biasanya dengan maksud mengambil alih kontrol teritori tersebut. Contohnya, anak yang mengambil alih ruang kerja kakaknya. Kemudian adalah dalam bentuk kekerasan. Kekerasan terhadap teritori bersifat temporer. Tujuannya biasanya tidak untuk menguasai area, tetapi memberi gangguan. Misalnya, vandalisme, penyerangan, pencurian. Berikutnya adalah bentuk pelanggaran berupa kontaminasi, terjadi saat seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak menyenangkan atau mengganggu seperti sampah, coretan, atau perusakan. Misalnya, orang yang pindah rumah dan meninggalkan barang-barang yang tidak diperlukan olehnya lagi. Terdapat mekanisme pertahanan oleh manusia terhadap teritori yang dilanggar. Pencegahan, misalnya memberi pelindung, batas-batas, atau tanda dan rambu. Serta reaksi sebagai respon terhadap bentuk pelanggaran, misalnya menghadapi pelanggar secara langsung. Kemudian, bentuk pertahanan dapat berupa batas sosial. Merupakan wujud suatu kesepakatan antara pemilik teritori dengan pengintervensi. Misalnya, perlunya paspor untuk memasuki wilayah negara asing, atau perlunya menunjukkan identitas diri saat akan memasuki suatu wilayah perumahan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi teritori. Faktor personal, situasi fisik dan situasi budaya. Karakter fisik berpengaruh terhadap sikap teritorialitas. Diantaranya adalah jenis kelamin, usia, dan kepribadian. Kemudian tatanan fisik dan sosial budaya juga mempunyai peran dalam menentukan sikap teritorialitas seseorang. Bentuk desain tertentu seperti 47
Altman, Irwin, & Stokols, Daniel (Ed.). (1987). Handbook of environmental psychology (vol 1). New York: John Wiley & Sons
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
33
penghalang fisik ataupun simbolis dapat dipakai untuk memisahkan teritori publik dengan teritori pribadi. Pemilik teritori yang memiliki kesempatan untuk mengamati daerah teritorinya dapat meningkatkan rasa aman. Teritori berperan dalam proses personalisasi, agresi, dominasi, memenangkan, koordinasi, dan kontrol. Personalisasi dan penandaan, seperti memberi tanda, nama, atau menempatkan di tempat strategis. Misalnya papan nama sebagai tanda kepemilikan, nomor kursi di bioskop. Perilaku personalisasi dapat pula terjadi secara verbal. Contoh, saat seorang anak berkata kepada temannya, “Ini mejaku, pergi.” Kemudian,
agresi
adalah
bentuk
pertahanan
dengan
cara
kekerasan, misalnya menghadapi pencuri yang masuk teritori primer seseorang. Sementara itu, dominasi dan kontrol biasanya lebih sering terjadi di dalam teritori primer. Kemampuan suatu ruang untuk menawarkan privasi melalui kontrol teritori menjadi penting. Berarti tatanan tersebut mampu memenuhi beberapa kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan terhadap identitas diri dalam pemenuhan aktualisasi diri. Kebutuhan akan keamanan, seperti bebas dari sensor, penyerangan dari luar, dan memiliki rasa percaya diri.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
BAB 3 STUDI KASUS 3.1
Anak Jalanan yang Bekerja di dalam Lingkungan Kampus UI Depok Di lingkungan Universitas Indonesia Kampus Depok, terdapat keberadaan
sejumlah anak jalanan yang berprofesi sebagai pengamen dan penjual keliling. Mereka tersebar di sejumlah Fakultas di Universitas Indonesia. Salah satu dari mereka yang menjadi obyek studi adalah Gilang. Gilang adalah seorang anak jalanan berusia 8 tahun yang tinggal di Kampung Lio, Depok. Ia anak ketiga dari lima bersaudara, dengan kepala keluarga seorang bapak yang telah duda.
Anggota keluarga Bapak Kakak pertama Kakak kedua Gilang Adik pertama Adik kedua
Tabel 3.1. Anggota keluarga Gilang Jenis kelamin Pekerjaan Laki-laki Perempuan Ibu rumah tangga Perempuan Pengamen 8 thn Laki-laki Pedagang keliling Laki-laki Pengamen Laki-laki Usia
Lokasi kerja Rumah Kereta api (KRL) Kampus UI Depok Kereta api (KRL) -
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa Gilang dan saudara-saudaranya sama-sama bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Bapaknya justru tidak bekerja karena sudah tua dan lelah. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan ekonomi dibebankan kepada anak-anaknya. Gilang juga bekerja untuk mengumpulkan biaya pengobatan adiknya yang sedang sakit. Ia telah bekerja sebagai pedagang keliling sejak usia 6 tahun, dulu ia bekerja ikut bersama kakak keduanya. Kemudian, memasuki usia 7 tahun ia berdagang sendiri. Sehari-hari, Gilang menjajakan dagangannya di lingkungan Kampus Universitas Indonesia Depok, barang-barang yang dijual olehnya berganti-ganti tiap hari, tetapi selalu hanya satu jenis barang dalam satu hari. Target lokasi berjualannya adalah kantin-kantin di beberapa fakultas yaitu, kantin Fakultas Teknik, kantin Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, kantin Fakultas Ekonomi, dan kantin Fakultas Ilmu Budaya. Lokasi setiap fakultas ini saling berdekatan. 34 Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
35
Lokasi berjualan ini pun hanya di satu tempat dalam satu hari. Jadi, Gilang menjual satu jenis barang di satu kantin per hari. setiap hari ia melakukan perjalanan pergi pulang dari rumah ke kampus UI dengan berjalan kaki, sementara di dalam lingkungan kampus ia menggunakan fasilitas Bus Kampus untuk menuju lokasi berjualan, demikian pula jika ia hendak pulang. Selasa, 12 April 2011 Gilang berangkat dari rumahnya di Kampung Lio pukul 06.30 pagi, tiba di Fakultas Teknik pukul 07.00. Setelah tiba di Fakultas Teknik, ia tidak langsung menjajakan dagangannya tetapi menunggu suasana kantin Fakultas Teknik mulai agak ramai diisi mahasiswa. Setelah itu, barulah ia mulai menawarkan dagangannya. Hari ini ia berjualan tisu dengan modal sekardus tisu berisi sekitar 40 bungkus tisu dengan harga Rp 4000/tisu. Ia menjajakan tisunya dengan cara mendatangi meja-meja kantin satu persatu dan menawarkan tisunya kepada mahasiswa yang sedang duduk di kantin. Hingga pukul 11.30, Gilang telah berhasil menjual sekitar setengah dari tisu dagangannya. Saat jam istirahat siang pukul 12.00-13.00 tisunya semakin cepat terjual. Sore hari sekitar pukul 15.00, tisu dagangannya telah habis terjual dan ia pulang kembali ke rumahnya setelah menyetor penghasilan ke temannya.
Aktivitas Berangkat
Istirahat
Berjualan tisu
Tabel 3.2. Kegiatan bekerja Gilang, Selasa 12 April 2011 Pelaku Lokasi Waktu Motivasi Proses Gilang Kampung 06.30Berangkat Berangkat dari Kampung Lio dan Lio – Kantin 07.00 pagi-pagi bersama-sama teman-temannya temanFTUI mengincar yang juga berjualan di kantin, temann (Sts. Depok mahasiswa jalan kaki dari rumah ke stasiun ya Baru-KRLyang datang Depok Baru untuk naik KRL Sts. UI-Bus sejak pagi di ekonomi arah Jakarta, turun di Kampuskantin stasiun UI. Dari stasiun naik bus Kantin FT) Kampus UI lalu turun di Fakultas Teknik Gilang Kantin 07.00Menunggu Duduk-duduk di kantin sambil Fakultas 08.00 mahasiswa berbincang-bincang dengan Teknik UI yang datang teman-temannya. mulai banyak Gilang Kantin 08.00Mahasiswa Menjajakan tisunya dengan cara Fakultas 15.00 sudah mendatangi meja-meja kantin satu Teknik UI datang persatu dan menawarkan tisunya banyak, kepada mahasiswa yang sedang
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
36
Pulang ke rumah
Gilang dan temantemann ya
Kantin FTUI – Kampung Lio (Kantin FTBus KampusSts. UIKRL-Sts. Depok Baru)
15.0015.30
menjual hingga dagangan habis Barang dagangan telah habis terjual
duduk di kantin
Menyetorkan setoran hasil penjualan ke temannya. Kemudian pulang bersama-sama ke Kampung Lio
Rabu, 13 April 2011 Gilang kembali berangkat dari rumah sekitar pukul 06.30 pagi, tiba di Fakultas Teknik sekitar pukul 07.00. Hari ini Gilang berjualan makanan ringan merek Beng Beng. Ia membawa sekotak makanan ringan tersebut berukuran sedang. Lokasi berjualan masih tetap di dalam kantin Fakultas Teknik. Setelah istirahat siang kuliah pukul 13.00, karena kali ini dagangannya kurang laku, Gilang beristirahat menjajakan dagangannya dan berkumpul bersama temanteman seprofesinya di jembatan Teksas, mereka berteduh dan berbincang-bincang di sana selama kurang lebih 1 jam. Kemudian ia melanjutkan menjajakan dagangannya kembali di kantin Fakultas Teknik hingga sore sekitar pukul 16.00 lalu pulang.
Aktivitas Berangkat
Istirahat
Berjualan makanan ringan
Tabel 3.3. Kegiatan bekerja Gilang, Rabu 13 April 2011 Pelaku Lokasi Waktu Motivasi Proses Gilang Kampung 06.30Berangkat Berangkat dari Kampung Lio dan Lio – Kantin 07.00 pagi-pagi bersama-sama teman-temannya temanFTUI mengincar yang juga berjualan di kantin, temann (Sts. Depok mahasiswa jalan kaki dari rumah ke stasiun ya Baru-KRLyang datang Depok Baru untuk naik KRL Sts. UI-Bus sejak pagi di ekonomi arah Jakarta, turun di Kampuskantin stasiun UI. Dari stasiun naik bus Kantin FT) Kampus UI lalu turun di Fakultas Teknik Gilang Kantin 07.00Menunggu Duduk-duduk di kantin sambil Fakultas 08.00 mahasiswa berbincang-bincang dengan Teknik UI yang datang teman-temannya. mulai banyak Gilang Kantin 08.00Mahasiswa Menjajakan makanan ringannya Fakultas 13.00 sudah dengan cara mendatangi mejaTeknik UI datang meja kantin satu persatu dan
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
37
Beng Beng
Istirahat
Berjualan makanan ringan Beng Beng Pulang ke rumah
Gilang dan temantemann ya Gilang
Gilang dan temantemann ya
banyak, bosan karena dagangan sulit terjual Lelah karena dagangan tidak laku
Jembatan Teksas UI
13.0014.00
Kantin Fakultas Teknik UI
14.0016.00
Kembali melanjutkan berdagang hingga habis
Kantin FTUI – Kampung Lio (Kantin FTBus KampusSts. UIKRL-Sts. Depok Baru)
16.0016.30
Barang dagangan telah habis terjual
menawarkannya kepada mahasiswa yang sedang duduk di kantin Duduk-duduk lesehan di jembatan sambil mengobrol dan bercandatawa.. Menjajakan makanan ringannya dengan cara mendatangi mejameja kantin satu persatu dan menawarkannya kepada mahasiswa yang sedang duduk di kantin Menyetorkan setoran hasil penjualan ke temannya. Kemudian pulang bersama-sama ke Kampung Lio
Rabu, 27 April 2011 Gilang berjualan di kantin Fakultas Teknik. Mulai kini ia berjualan hanya di kantin Fakultas Teknik. Ia berangkat dari rumah pukul 10.00 pagi, dan tiba di kantin Fakultas Teknik pukul 10.30. Hari ini ia berjualan makanan ringan merek Chocolatos dan Recheese. Ia membawa sekotak dus kecil makanan ringan tersebut yang berisi sekitar 20 bungkus makanan ringan.
Aktivitas Berangkat
Berjualan makanan ringan Chocolatos dan
Tabel 3.4. Kegiatan bekerja Gilang, Rabu 27 April 2011 Pelaku Lokasi Waktu Motivasi Proses Gilang Kampung 10.00Berangkat Berangkat dari Kampung Lio dan Lio – Kantin 10.30 agak siangan bersama-sama teman-temannya temanFTUI karena yang juga berjualan di kantin, temann (Sts. Depok akhir-akhir jalan kaki dari rumah ke stasiun ya Baru-KRLini kalau Depok Baru untuk naik KRL Sts. UI-Bus pagi masih ekonomi arah Jakarta, turun di Kampussulit laku stasiun UI. Dari stasiun naik bus Kantin FT) Kampus UI lalu turun di Fakultas Teknik Gilang Kantin 10.30Mahasiswa Menjajakan makanan ringannya Fakultas 15.00 sudah dengan cara mendatangi mejaTeknik UI datang meja kantin satu persatu dan banyak, menawarkannya kepada menjual mahasiswa yang sedang duduk di
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
38
Recheese Pulang ke rumah
Gilang dan temantemann ya
Kantin FTUI – Kampung Lio (Kantin FTBus KampusSts. UIKRL-Sts. Depok Baru)
16.0016.30
hingga dagangan habis Barang dagangan telah habis terjual
kantin Menyetorkan setoran hasil penjualan ke temannya. Kemudian pulang bersama-sama ke Kampung Lio
Gilang termasuk anak jalanan yang memanfaatkan jalanan mayoritas untuk tempat berjualan. Ia merupakan jenis anak jalanan yang tinggal di rumah dan berada di jalanan kurang dari 12 jam untuk berjualan. Gilang membeli makan dengan cara membeli sendiri atau dari orang tua. Jika mengacu pada data penelitian Departemen Sosial tahun 2003 tentang anak jalanan di Jabodetabek, Gilang merupakan bagian dari anak jalanan yang: •
menggunakan jalanan sebagai tempat berjualan (50%, 45 orang),
•
tidur di rumah (92,2%, 83 orang),
•
berada di jalanan kurang dari 12 jam (25,6%, 23 orang),
•
mendapatkan uang dengan berjualan (45,6%, 41 orang),
•
mendapatkan makanan dengan membeli sendiri (78,9%, 71 orang),
•
sering bertemu orang tua (20%, 18 orang),
•
tidak ada kesulitan selama di rumah (1,1%, 1 orang), dan
•
betah tinggal di rumah (31,1%, 28 orang).
Menurut sub-subbab 2.2.1 tentang teori perkembangan Erikson, Gilang termasuk ke dalam tahap perkembangan keempat menurut teori perkembangan Erikson, yaitu masa tahap konflik Industry vs Inferiority. Ia mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri, bekerja mencari nafkah. Saat ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke lingkungan kesehariannya bersama teman-teman sesama anak jalanan. Seperti telah dijelaskan dalam sub-subbab 2.2.1 mengenai tahap perkembangan Erikson, pada tahap konflik industry vs inferiority, terjadi proses perkembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
39
semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Ia dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil dalam bekerja mencari uang sebagai anak jalanan. Melalui tuntutan tersebut membuat Gilang menjadi rajin dalam berjualan. Saat ia berhasil melalui hambatan-hambatan yang dihadapinya maka ia dapat berkembang dengan baik dan semakin semangat bekerja. Sedangkan, menurut Piaget dalam sub-subbab 2.2.2 mengenai teori perkembangan Piaget, ia telah mencapai tahap Concrete Operations. Ia tidak hanya menggunakan simbol, tetapi sudah dapat memanipulasi simbol secara logika. Namun, dalam tahap ini ia dapat menerapkannya masih dalam konteks situasi yang konkret. Sebagai contoh, ia telah memahami uang dan menjual barang-barang dagangannya. Kemudian ia telah mengatur kapan ia akan berjualan tisu, kapan dia berjualan makanan ringan. Ia sedang belajar mengenai klasifikasi dan serifikasi. Ia telah mengklasifikasikan tempat-tempat mana yang bisa dijadikan tempatnya berjualan. Ia hanya berjualan di kantin dengan alasan bahwa di kantin lebih banyak orang yang mungkin mau membeli dagangannya. Ia melihat kantin sebagai tempat yang baik untuk berjualan.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
40
Gambar 3.1. Lokasi rumah Gilang dan UI1
Dalam kaitannya dengan ruang, ruang gerak Gilang telah meluas hingga keluar dari lingkungan tempat tinggalnya hingga ke kampus UI. Pada masa ini ia telah banyak berinteraksi dengan anak lain. Ia sendiri sebenarnya memiliki kemudahan akses untuk melakukan kontak dan interaksi dengan anak lain karena 1
Sumber: diolah dari maps.google.co.id
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
41
sehari-harinya ia bekerja bersama teman-teman sesama anak jalanan di lingkungan kampus UI. Menurut subbab 2.3 mengenai anak dan ruangnya, dijelaskan bahwa banyak anak yang justru menyukai saat-saat bermain dalam periode waktu yang pendek, seperti diantara waktu pulang sekolah dan waktu makan, atau beberapa saat sebelum hari menjadi gelap sebelum makan malam. Jika melihat aktivitas bermain anak jalanan, dalam rentang waktu bekerjanya, ia lebih sering bermain di waktu pendek antara waktu sebelum dia berjualan, saat istirahat setelah jam makan siang, dan setelah barang dagangannya habis terjual. Bermain bersama teman-teman sesama anak jalanan di dalam kampus UI seperti di jembatan Teksas maupun masih di dalam lingkungan kantin, di selasar bangunan fakultas, maupun di lapangan. Dalam hal ini tatanan ruang yang berperan dalam kesehariannya bekerja adalah justru di lingkungan kampus UI tempat ia bekerja, terutama di lingkungan kantin, berbaur bersama teman-teman anak jalanan yang lain, dan berinteraksi dengan para mahasiswa.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
42
Gambar 3.2. Titik-titik perhentian Gilang di Fakultas Teknik UI Depok (istirahat/bermain)2
Seperti dijelaskan kemudian pada subbab 2.3 mengenai anak dan ruangnya, Gilang pun memang menggunakan halaman, kaki lima, balkon, serambi, jalan kecil, ruang-ruang tersisa antara bangunan-bangunan, dan ruangruang yang meragukan di dan sekitar ciri-ciri alam untuk bermain di sela-sela pekerjaannya.
2
Sumber: dok. pribadi
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
43
Gambar 3.3. Pergerakan Gilang di Fakultas Teknik UI Depok3
Sebagai anak jalanan, ia termasuk working children. Ia bekerja hampir sepanjang harinya dengan cara menghasilkan uang sendiri di luar lingkungan keluarga, dan tentunya cenderung eksploitatif untuk anak-anak seusianya sehingga dapat membahayakan perkembangan serta kesehatannya. Seperti telah dibahas dalam subbab 2.4 mengenai anak jalanan, Gilang termasuk ke dalam children on the street, ia melakukan aktivitas ekonomi dengan menjajakan barang; harus pulang saat pekerjaan sudah usai dan uang hasil kerja untuk keluarga. Namun, ia tidak sekolah. Ia menjadi bagian dari keluarga dan komunitas miskin yang hidup di kota, semua saudara kandungnya juga bekerja sebagai anak jalanan di tempat lain. Lingkungan kampus UI telah memberikan potensi kesempatan untuk memperoleh penghasilan yang mampu menutup kebutuhan sehari-hari dengan cara berjualan kepada para mahasiswanya. Ia ingin memiliki uang sendiri. Uang yang diperoleh digunakan untuk keperluan sendiri. Meskipun ia memberikan kepada orang tua, lebih bersifat suka rela tetapi saat tidak memberi 3
Sumber: dok. pribadi
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
44
sebagian uangnya ke keluarganya ini dapat menjadi hal buruk. Karena ia harus ikut membiayai kebutuhan keluarganya. Dalam sub-subbab 2.4.2 mengenai faktor-faktor penyebab timbulnya anak jalanan, dijelaskan bahwa faktor eksternal berupa dorongan keluarga, pengaruh teman, dan kekerasan dalam keluarga. Dalam hal ini, faktor eksternal penyebab Gilang bekerja adalah karena pengaruh teman dan dorongan dari keluarga. Dorongan keluarga paling besar dalam turut andil mendorongnya ke jalanan. Karena pada awalnya ia diajak oleh kakaknya ke jalanan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga ( dulu mengamen) dan kemudian menyuruhnya berjualan sendiri. Pengaruh teman juga menunjukkan dampak besar penyebab ia pergi ke jalanan. ia bersama teman-temannya berjualan bersama-sama, berangkat bersama-sama dari lingkungan yang sama dan pulang bersama-sama lagi.
Gambar 3.4. Peta situasi Kampus UI Depok4
Berlandaskan pada sub-subbab 2.7.3 mengenai teritorialitas, disebutkan bahwa teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi, dan identitas. 4
Sumber: www.ui.ac.id
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
45
Diperjelas dengan teritori berarti wilayah atau daerah, dan teritorialitas adalah wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang. Kampus UI juga merupakan sebuah teritorialitas dimana di dalamnya terdapat tanda dan identitas yang jelas yang menunjukkan bahwa UI adalah sebuah daerah yang menjadi hak suatu kelompok. Teritori UI ditandai secara simbolik oleh kehadiran berbagai komponen fisik pembentuk identitas seperti lambang makara, gerbang utama, plang nama jalan, pagar UI, dan lain-lain. Selain itu, menurut sub-subbab 2.7.3 juga dijelaskan klasifikasi teori menurut Altman yaitu teritori primer, sekunder, dan publik. Kampus UI yang sebenarnya adalah sebuah lingkungan pendidikan merupakan teritori sekunder dimana tidak semua orang dapat memasukinya. Menurut Altman, teritori sekunder adalah teritori yang merupakan tempat-tempat yang dimiliki secara bersama oleh sejumlah orang yang cukup saling mengenal dan biasanya memiliki kesamaan kepentingan. UI hanya dapat diakses oleh sekelompok orang yang memiliki kepentingan di dalamnya, seperti mahasiswa, dosen, karyawan, dan lain-lain. Keberadaan teritori di dalam kampus ini ditegaskan oleh beberapa hal berikut ini, yaitu kampus UI memuat daerah ruang, ia memiliki batas fisik yang jelas, yaitu pagar di sekeliling kampus. Selain itu kampus UI dimiliki oleh sekelompok orang saja yaitu civitas akademik UI. Kampus UI juga memuaskan kebutuhan berupa pendidikan bagi kelompok tertentu. Dalam penjelasan teritori sekunder pada sub-subbab 2.7.3 mengenai teritori juga dijelaskan bahwa kendali pada teritori sekunder tidak sepenting pada teritori primer, teritori sekunder dapat berganti pemakai, atau bergantian pemakaian dengan orang lain. UI dapat dipakai oleh berbagai kelompok orang yang memiliki kepentingan di dalamnya, terutama dalam hal pendidikan.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
46
Gambar 3.5. Titik-titik akses masuk lingkungan kampus UI Depok5
Gambar 3.6. Teritori dan jangkauan ruang gerak Gilang di kampus UI Depok6
5 6
Sumber: diolah dari www.ui.ac.id Sumber: diolah dari www.ui.ac.id
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
47
Gambar 3.7. Identitas teritori Kampus UI Depok7
Anak jalanan dalam hal ini bukan merupakan bagian dari kelompok yang memiliki teritori tersebut. Namun, kondisi fisik kampus UI yang cenderung mudah diakses dari lingkungan di sekitarnya menjadikan UI memiliki affordances bagi anak jalanan untuk beraktivitas di sana. Ruang-ruang ramai seperti kantin, halte dan di dalam bus kampus, menjadi sasaran berjualan oleh anak jalanan. Seperti telah dijelaskan pada subbab 2.6.1 mengenai affordances dan perilaku individu, perangkat affordances yang dipakai oleh masyarakat tertentu bergantung pada karakteristik
budaya,
nilai,
dan
kebutuhan individunya.
Manusia
bersosialisasi secara berbeda, dibesarkan di lingkungan geografis dan sosial berbeda. Mereka mempunyai motivasi yang berbeda, melihat dan menggunakan lingkungannya secara berbeda pula. Sikap seseorang sangat terkait dengan motivasi, apa yang disukai dan tidak disukainya, apa yang dianggapnya bagus dan jelek, apa yang dianggap penting dan tidak penting. Dalam hal ini, Gilang yang tumbuh dalam keluarga anak jalanan memaknai kampus UI sebagai tempat yang potensial untuk mendapatkan sumber penghasilan dengan cara berjualan di sana. Ia memiliki kebutuhan untuk mencari penghasilan dengan cara berjualan, dan UI dianggap memiliki nilai yang baik karena banyaknya jumlah pemakai di sana, terutama mahasiswa-mahasiswanya.
7
Sumber: dok.pribadi
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
48
Gambar 3.8. Affordances bagi anak jalanan di Kampus UI Depok (kantin dan halte)8
Menurut subbab 2.6 tentang persepsi, penilaian dan pengharapan seseorang terhadap suatu setting selalu melibatkan orang dan tempat. Mahasiswa UI sebagai pemilik teritori tidak menunjukkan perasaan terganggu bila teritori sekunder mereka dimasuki oleh orang lain di luar kelompok mereka. Hal ini dapat terlihat saat mahasiswa terlihat biasa saja saat menerima kehadiran orang asing di dalam kampus UI. Anak jalanan memiliki kesan personal bahwa teritori UI boleh dimasuki oleh mereka. Menurut subbab 2.5 mengenai kebutuhan dasar manusia, ketika kebutuhan fisik mereka relatif terpuaskan, safety and security needs atau kebutuhan individu akan keamanan dan perlindungan akan mempengaruhi perilaku. Dalam hal ini, anak jalanan merasakan jaminan keamanan di dalam lingkungan UI karena tidak ada orang atau pihak yang melakukan tindak kekerasan terhadap mereka, sehingga mereka dapat dengan leluasa berjualan di dalamnya.
8
Sumber: dok.pribadi
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
49
Gambar 3.9. Teritorialitas area makan di kantin FTUI9
Gambar 3.10. Pola pergerakan berjualan Gilang di kantin FTUI10
Selain itu, menurut penjelasan subbab 2.7.1 mengenai ruang personal, ruang personal adalah suatu area dengan batas maya yang mengelilingi diri 9
Sumber: dok.pribadi Sumber: dok.pribadi
10
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
50
seseorang dan orang lain tidak diperkenankan masuk kedalamnya. Ruang personal juga dikatakan sebagai teritori portabel yang dapat berpindah-pindah. Tempat orang tertentu boleh memasuki daerah tersebut dan sejumlah orang lain tidak diijinkan masuk. Batas teritori ini tidak sama di semua sisi. Anak jalanan di kampus UI tidak memiliki ruang personal yang besar, mereka mudah didekati dan diajak berinteraksi oleh siapapun. Interaksi antara anak jalanan dengan warga UI terjadi dengan sangat nyaman dan taanpa ada perasaan cemas atau takut dari anak jalanan. Seperti telah dijelaskan di atas dari sub-subbab 2.2.1 mengenai tahap perkembangan Erikson, pada tahap konflik industry vs inferiority, anak jalanan dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil dalam bekerja mencari uang sebagai anak jalanan. Saat ia berhasil melalui hambatan-hambatan yang dihadapinya maka ia dapat berkembang dengan baik dan semakin semangat bekerja. Berkat ketekunan tersebut, ia mendapat pengakuan dan penghargaan dari keluarga dan teman-temannya. Dalam subbab 2.5 tentang kebutuhan dasar manusia dijelaskan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan untuk dihargai dan untuk mempunyai self-esteem dan self-respect. Orang-orang memiliki hasrat untuk memperoleh pengakuan dan perasaan berkontribusi yang baik. Demikian pula bagi anak jalanan, mereka perlu mendapat pengakuan tersebut. Hal ini akhirnya dapat berdampak positif pada proses perkembangannya, serta menghindarkan dari rasa rendah diri yang berlebihan. Dalam sub-subbab 2.7.3 mengenai teritorialitas dijelaskan bahwa teritori dapat dilanggar bila seseorang memasuki teritori orang lain secara fisik, biasanya untuk mengambil alih kontrol tersebut. Namun, anak jalanan yang bekerja di kampus UI tidak ada niat untuk mengambil alih kontrol ruang-ruang di dalam kampus UI, mereka hanya memasuki teritori tersebut untuk dapat menjual barangnya kepada para mahasiswa. Selain itu, dalam sub-subbab tersebut juga dibahas bahwa bentuk kekerasan juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap teritori. Anak jalanan yang hadir di sana sama sekali tidak pernah memberi gangguan dengan tujuan untuk menguasai area kampus. Bentuk pelanggaran lain menurut landasan teori adalah kontaminasi. Kontaminasi terjadi saat seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak menyenangkan atau mengganggu. Dalam hal
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
51
ini, anak jalanan di kampus UI tidak meninggalkan hal-hal yang bersifat mengganggu tersebut. Mereka hanya memanfaatkan lingkungan kampus UI sebagai tempat mereka bekerja menjual dagangannya. 3.2
Anak Jalanan yang Bekerja di Area Persimpangan Jalan Raya (Bekasi) Di Bekasi juga terdapat keberadaan sejumlah anak jalanan yang berprofesi
sebagai pengamen dan pengemis. Mereka tersebar di sekitar persimpangan jalan raya setelah keluar pintu tol Cikunir. Anak jalanan di sana sangat mudah ditemukan karena mereka sudah muncul sejak pagi hingga malam hari. Ada beberapa titik lokasi keberadaan anak jalanan di sekitar persimpangan tersebut.
Gambar 3.11. Anak jalanan di persimpangan jalan raya Bekasi11.
Salah satu anak jalanan tersebut adalah seorang anak kecil perempuan berusia 5 tahun. Ia ikut bersama seorang laki-laki tua yang mengemis di pinggir jalan dekat lampu merah. Namun, anak itu tidak ikut dengan laki-laki itu di pinggir jalan. Ia hanya asyik bermain sendirian di area hijau di pinggir jalan dekat 11
Sumber: dok.pribadi
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
52
tempat laki-laki itu mengemis. Menurut wawwancara, anak itu bukanlah anak dari laki-laki tersebut. Anak itu hanya ikut dengan laki-laki tersebut mengemis di pinggir jalan. Anak tersebut akan berada di tempat itu hingga laki-laki tua itu pulang. Anak perempuan tersebut sehari-harinya hanya mengikuti laki-laki itu mengemis dan pada akhirnya akan memilih sendirian bermain di dalam area hijau. Selama seharian, anak itu hanya bermain sendirian dan tidak berinteraksi dengan orang lain, bahkan ketika saya ajak bicara ia hanya diam memandang saya. Menurut sub-subbab 2.1.2 tentang perkembangan anak, setiap anak butuh interaksi dengan anak lain. Jika anak kurang mendapatkan kontak dengan anak lain, maka perkembangan psikologi dan mentalnya dapat mengalami gangguan. Maka, adanya akses bagi anak-anak untuk melakukan kontak dan interaksi dengan anak lain sangat penting. Berdasarkan teori perkembangan Erikson pada sub-subbab 2.2.1, ia masuk ke dalam tahap Initiative vs Guilt. Dalam tahap ini, anak menghadapi dunia sosial yang
lebih
luas,
mereka
merasa
lebih
tertantang
dan
merasa
perlu
mengembangkan perilaku yang bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Anak-anak belajar berinteraksi dengan lingkungannya sebelum ia mampu memiliki intelejensi dasar berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Pada tahap ini anak-anak belajar secara praktis dengan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif dan kemampuan bahasa yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu. Pada anak perempuan tersebut juga terlihat bahwa ia sedang belajar berinteraksi dengan lingkungannya. Ia lebih suka bermain sendirian mengutakutik hal-hal yang ada di sekitarnya. Namun, yang ia lakukan hanyalah interaksi dengan lingkungan fisiknya, tidak dengan lingkungan sosialnya. Padahal, menurut Erikson lagi, masa usia tiga sampai enam tahun adalah tahap bermain, anak belajar berfantasi, belajar menertawakan diri, dan mulai belajar bahwa ada pribadi lain selain dirinya. Ia memang terlihat melakukan inisiatif-inisiatif, tetapi cenderung berhati-hati dalam bertindak. Saat bermain sendirian, ia lebih sering terdiam dan hanya mengamati lingkungan fisik di sekitar
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
53
tubuhnya sendiri. Ia hanya berinteraksi pada jarak yang masih dapat dijangkau oleh dirinya. Pada sub-subbab 2.2.1 mengenai teori perkembangan Erikson juga dijelaskan bahwa tahap ini dapat terhambat bila masa bermain anak terenggut, baik oleh orang tua maupun lingkungan mereka. Hilangnya masa bermain tersebut dapat menyebabkan perkembangan emosi, kesenangan dan penjelajahan tidak pernah tumbuh matang. Anak perempuan ini telah kehilangan masa fun karena sejak usia tersebut telah mengikuti laki-laki ini untuk bekerja di jalanan. Meskipun ia tidak melakukan tindakan bekerja itu, tetapi ia termasuk anak jalanan yang tinggal seharian di jalananan. Sedangkan, menurut Piaget dalam sub-subbab 2.2.2 mengenai teori perkembangan Piaget, ia telah mencapai tahap Preoperational Stage. Pada tahap ini anak masih membutuhkan situasi fisik yang konkret. Anak telah memiliki mental representation dan mampu berpura-pura. Penggunaan simbol sangat berperan pada tahapan ini. Anak perempuan tersebut memperlihatkan hal itu saat ia bermain menggunakan benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia menggunakan daya imajinasinya dalam bermain, terjadi penggunaan simbol dalam cara dia bermain. Menurut teori perkembangan Piaget juga, pada tahapan ini anak cenderung egosentris, ia hanya melihat dari sudut pandangnya sendiri. Sedangkan, menurut subbab 2.3 mengenai anak dan ruangnya, dalam tahap ini ruang-ruang yang berperan dalam proses perkembangannya adalah ruang bermain, tempatnya miliknya sendiri, dan lingkungan rumah. Pada tahap ini terjadi peristiwa perjalanan awal si anak untuk bergabung dengan lingkungan yang lebih luas. Hal ini terlihat pada anak perempuan tersebut yang asyik dengan dunianya sendiri. Anak perempuan itu terlihat asyik dengan dunianya sendiri dalam bermain. Kemudian pada subbab 2.3 mengenai anak dan ruangnya, dijelaskan pada tabel 2, bahwa pada tahap ini anak mulai menyadari sekuen dan rute-rute tetapi belum dapat mengembangkan lebih lanjut. Anak perempuan itu telah mengetahui dimana ia berada, tetapi tetap masih memiliki rasa ketergantungan dengan laki-laki yang bersamanya, ia belum mampu pergi sendirian. Oleh karena itu, ia hanya beraktivitas di dekat laki-laki tersebut.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
54
Pada contoh anak jalanan yang lain, seperti terlihat pada gambar 3, terlihat aktivitas bekerja anak jalanan yang berbeda dengan di lingkungan kampus UI. Anak jalanan di Bekasi kebanyakan terlihat bekerja sebagai pengemis di tempattempat tertentu, di jembatan penyeberangan, di pinggir jalan raya, dan di trotoar. Anak-anak tersebut berusia dari 6-10 tahun. Mereka termasuk anak jalanan yang memanfaatkan jalanan mayoritas untuk tempat mengemis. Mereka merupakan jenis anak jalanan yang tinggal di rumah dan berada di jalanan kurang dari 12 jam untuk berjualan. Serta membeli makan dengan cara membeli sendiri atau dari orang tua. Menurut sub-subbab 2.2.1 tentang teori perkembangan Erikson, mereka termasuk ke dalam tahap perkembangan keempat menurut teori perkembangan Erikson,
yaitu
masa
tahap
konflik
Industry
vs
Inferiority.
Mereka
mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri, bekerja mencari nafkah. Saat ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke lingkungan kesehariannya bersama teman-teman sesama anak jalanan. Namun, kegiatan yang mereka lakukan baru sebatas menjadi pengemis, tidak melakukan kegiatan berjualan seperti anak jalanan di kampus UI. Menurut subbab 2.5 mengenai kebutuhan dasar manusia, safety and security needs atau kebutuhan individu akan keamanan dan perlindungan akan mempengaruhi perilaku manusia. Namun, pada kasus ini tidak terlihat rasa khawatir mereka akan bahaya berkeliaran di jalan raya bagi yang mengemis di jalan raya. Mereka mengemis dengan cara yang ekstrim hingga berani turun ke tengah jalan dan mendatangi angkutan umum yang sedang menurunkan penumpang. Anak-anak jalanan ini tidak menghiraukan akan bahaya terserempet atau tertabrak kendaraan lain saat mengemis ke dalam angkutan umum. Namun, mereka justru memiliki kecemasaan akan keamanan diri dari orang asing yang mencurigakan, dalam hal ini adalah saya sendiri. Saat saya hendak mengambil gambar kegiatan mereka, mereka langsung menutup wajah dan berteriak melaporkan saya karena memfoto mereka. Menurut saya mereka memiliki kecemasan akan adanya razia anak jalanan dan semacamnya.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
55
Dalam kaitannya dengan ruang, Menurut subbab 2.3 mengenai anak dan ruangnya, dijelaskan bahwa banyak anak yang justru menyukai saat-saat bermain dalam periode waktu yang pendek, seperti diantara waktu pulang sekolah dan waktu makan, atau beberapa saat sebelum hari menjadi gelap sebelum makan malam. Pada anak jalanan di Bekasi, mereka bermain di sela-sela kegiatan mengemisnya, sehingga kegiatan mengemis itu tidak terasa seperti sebuah pekerjaan. Mereka bermain bersama teman-teman sesama anak jalanan di pinggir jalan, di trotoar, dan di pemisah jalan. Oleh karena itu, tatanan ruang yang berperan dalam kesehariannya bekerja adalah jalan raya tempat ia bekerja, berbaur bersama teman-teman anak jalanan yang lain, dengan keramaian jalan raya, orangorang yang lalu-lalang, dan kendaraan-kendaraan. Seperti dijelaskan kemudian pada subbab 2.3 mengenai anak dan ruangnya, mereka juga menggunakan halaman, kaki lima, jalan kecil, ruang-ruang tersisa antara bangunan-bangunan, dan ruang-ruang yang meragukan di dan sekitar ciri-ciri alam untuk bermain di sela-sela pekerjaannya. Mereka bermain dan beristirahat di area hijau yang terdapat di pinggir jalan. Sebagai anak jalanan, mereka adalah working children. Mereka bekerja hampir sepanjang harinya dengan cara menghasilkan uang sendiri di luar lingkungan keluarga, dan tentunya cenderung eksploitatif untuk anak-anak seusianya sehingga dapat membahayakan perkembangan serta kesehatannya. Seperti telah dibahas dalam subbab 2.4 mengenai anak jalanan, mereka termasuk ke dalam Children on the street, mereka melakukan aktivitas ekonomi dengan mengemis; harus pulang saat pekerjaan sudah usai dan uang hasil kerja untuk keluarga. Sama halnya dengan kampus UI, persimpangan jalan raya ini telah memberikan potensi untuk memperoleh penghasilan dengan berbagai cara, mengamen dan mengemis. Dalam sub-subbab 2.4.2 mengenai faktor-faktor penyebab timbulnya anak jalanan, dijelaskan bahwa faktor eksternal berupa dorongan keluarga, pengaruh teman, dan kekerasan dalam keluarga. Dalam hal ini, faktor eksternal penyebab mereka bekerja adalah karena pengaruh teman dan dorongan dari keluarga. Pengaruh teman menunjukkan dampak besar penyebab mereka pergi ke jalanan.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
56
mereka bersama-sama mengemis dan mengamen, berangkat bersama-sama dari lingkungan yang sama, dan pulang bersama-sama lagi. Berlandaskan pada sub-subbab 2.7.3 mengenai teritorialitas, disebutkan bahwa teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi, dan identitas. Teritori publik merupakan tempat-tempat yang terbuka untuk umum. Pada dasarnya semua orang boleh berada di tempat itu. Persimpangan jalan raya tersebut termasuk teritori publik, tetapi sebenarnya tidak diperuntukkan bagi anak jalanan untuk berkeliaran bekerja mengemis dan mengamen dan membahayakan dirinya sendiri. Jalan raya adalah area terbuka yang mudah diakses oleh siapa pun, aktivitasnya yang ramai oleh pejalan kaki dan pengendara kendaraan bermotor membuatnya memiliki nilai bagi anak jalanan yang mencari uang. Seperti telah dijelaskan pada subbab 2.6.1 mengenai affordances dan perilaku individu, perangkat affordances yang dipakai oleh masyarakat tertentu bergantung pada karakteristik budaya, nilai, dan kebutuhan individunya. Manusia bersosialisasi secara berbeda, dibesarkan di lingkungan geografis dan sosial berbeda. Mereka mempunyai motivasi yang berbeda, melihat dan menggunakan lingkungannya secara berbeda pula. Sikap seseorang sangat terkait dengan motivasi, apa yang disukai dan tidak disukainya, apa yang dianggapnya bagus dan jelek, apa yang dianggap penting dan tidak penting. Bagi anak jalanan, memaknai jalan raya sebagai tempat yang baik untuk mencari uang tanpa mempedulikan bahaya yang mungkin dapat dialaminya. Dalam sub-subbab 2.7.3 mengenai teritorialitas dijelaskan bahwa teritori dapat dilanggar bila seseorang memasuki teritori orang lain secara fisik, biasanya untuk mengambil alih kontrol tersebut. Anak jalanan di Bekasi dengan berani telah mengintervensi teritori pengendara kendaraan bermotor untuk bekerja.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
57
Gambar 3.12. Teritori istirahat anak jalanan12
Anak jalanan juga memiliki teritori sendiri meski tidak sangat mengikat, teritori tersebut adalah daerah-daerah hijau di sekitar persimpangan yang dijadikan tempat istirahat, berteduh, dan bermain mereka. Menurut penjelasan subbab 2.7.1 mengenai ruang personal, ruang personal adalah suatu area dengan batas maya yang mengelilingi diri seseorang dan orang lain tidak diperkenankan masuk kedalamnya. Ruang personal juga dikatakan sebagai teritori portabel yang dapat berpindah-pindah. Tempat orang tertentu boleh memasuki daerah tersebut dan sejumlah orang lain tidak diijinkan masuk. Batas teritori ini tidak sama di semua sisi. Anak jalanan di Bekasi sangat terasa memiliki ruang personal yang besar. Mereka sangat berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang lain, mereka hanya mau berinteraksi dengan orangorang yang mereka minta-minta. Sedangkan, kepada orang asing yang punya maksud tidak jelas mereka cenderung menjauhkan diri. Contohnya adalah saat saya survei dan mencoba berinteraksi dengan mereka, anak-anak jalanan yang berada di jembatan penyeberangan hanya diam dan tidak menggubris ajakan bicara saya, sedangkan pada anak jalanan yang di pinggir jalan raya, langsung mempeeringatkan anak jalanan yang lain untuk berhati-hati terhadap saya, padahal saya hanya baru menghampiri mereka.
12
Sumber: dok.pribadi
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
BAB 4 KESIMPULAN Anak jalanan memanfaatkan ruang-ruang yang ada sebagai wahana hidup mereka, sumber penghidupan sehari-hari, tempat mereka belajar, sekaligus ruang aktivitas mereka. Sementara itu, anak jalanan dalam melakukan aktivitas kesehariannya,
tidak
dapat
terlepas
dari
ruang-ruang
tempat
mereka
beraktivitas/bekerja. Mereka secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan lingkungan fisik tempat mereka bekerja. Ada faktor-faktor yang menyebabkan ruang-ruang tersebut berpengaruh terhadap pergerakan dan aktivitas anak jalanan saat bekerja. Perkembangan sebagai proses bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, meliputi perkembangan personal, emosional, dan sosial turut berpengaruh terhadap pola perilaku anak jalanan. Mereka mengalami berbagai proses dan konflik yang harus dihadapi dalam perkembangan personal, emosional, dan sosial mereka. Konflik yang paling sering terjadi pada diri anak jalanan tersebut adalah konflik Initiative vs Guilt (Prakarsa vs Rasa Bersalah) dan Industry vs Inferiority (Tekun vs Rasa Rendah Diri). Pada masa-masa ini, anak jalanan menghadapi dunia sosial yang lebih luas, mereka merasa lebih tertantang dan merasa perlu mengembangkan perilaku yang bertujuan
untuk
mengatasi
tantangan-tantangan
ini.
Anak-anak
belajar
berinteraksi dengan lingkungannya. Anak jalanan juga mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri, bekerja mencari nafkah. Saat ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke lingkungan kesehariannya bersama teman-teman sesama anak jalanan. Lingkungan tempat anak jalanan berada telah memberikan potensi dan kesempatan untuk memperoleh penghasilan yang mampu menutup kebutuhan sehari-hari mereka. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga anak jalanan memaknai tempattempat yang potensial untuk mendapatkan sumber penghasilan dengan cara bekerja di tempat tersebut. Dorongan keluarga dan teman-teman berperan paling besar dalam turut andil mendorong anak-anak ke jalanan 58 Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
59
Meskipun tingkat kebutuhan dasar anak jalanan di kampus UI dan di Bekasi berbeda. Akan tetapi, pada dasarnya mereka sama-sama memiliki kebutuhan dasar yang sama, yaitu kebutuhan akan physiological, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup lewat tercukupinya sandang, pangan, papan. Kebutuhan akan safety and security, memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam bekerja dan beraktivitas sehari-hari di kampus maupun di jalan raya. Tingkat safety and security turut berperan dalam mempengaruhi ruang personal anak jalanan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Serta kebutuhan untuk dihargai dan untuk mempunyai self-esteem dan self-respect. Mereka perlu mendapat pengakuan tersebut agar dapat berdampak positif pada proses perkembangannya, serta menghindarkan dari rasa rendah diri yang berlebihan. Anak jalanan tidak ada niat untuk mengambil alih kontrol ruang-ruang tempat mereka bekerja, mereka hanya memasuki teritori tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di dalam teritori tersebut mereka juga melakukan aktivitas bermain. Anak jalanan bermain dalam periode waktu yang pendek, seperti di selasela kegiatan bekerja mereka bersama teman-teman sesama anak jalanan di sekitar tempat mereka bekerja. Sedangkan, affordances yang dipakai oleh anak jalanan bergantung pada nilai, dan kebutuhan mereka, yaitu tempat untuk mencari penghasilan.
Mereka
mempunyai
motivasi
yang
berbeda,
melihat
dan
menggunakan lingkungannya secara berbeda pula. Ruang bekerja anak jalanan memberi dampak yang penting dalam pembentukan perkembangan diri mereka, karena sebagian besar hidup mereka dihabiskan di jalanan. Oleh karena itu, anak jalanan dalam melakukan aktivitas kesehariannya,
tidak
dapat
terlepas
dari
ruang-ruang
tempat
mereka
beraktivitas/bekerja. Faktor-faktor yang menyebabkan ruang-ruang tersebut berpengaruh terhadap pergerakan dan aktivitas anak jalanan saat bekerja adalah affordances yang dimiliki ruang tersebut yang memungkinkan mereka untuk mencari penghasilan, tingkatan teritori yang mudah diintervensi, serta jaminan akan pemenuhan kebutuhan dasar yang bisa diperoleh di tempat tersebut.
Universitas Indonesia Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
DAFTAR REFERENSI
Alexander, Christopher; Ishikawa, Sara; & Silverstein, Murray. (1977). A pattern language: Towns-Buildings-Construction. New York: Oxford University Press. Altman, Irwin, & Stokols, Daniel (Ed.). (1987). Handbook of environmental psychology (vol 1). New York: John Wiley & Sons. Atherton, J S. (2011). Learning and teaching;
Piaget's developmental theory.
11 Juni 2011. 20:38. http://www.learningandteaching.info/learning/piaget Boeree, C. George. (2006). Jean Piaget. 11 Juni 2011. 20:34. http://webspace.ship.edu/cgboer/piaget. Blanc, C.S. (1994). Introduction. Urban children in distress: Global predicaments and innovative strategies. Yverdon, Swiss: UNICEF and Gordon and Breach Science Publishers. Departemen Sosial RI, (2003). Peta masalah anak jalanan dan alternatif model pemecahannya berbasis pemberdayaan keluarga. 11 Juni 2011 20:50. www.depsos.go.id Djajusman. (1982). Psikologi perkembangan. Bandung: Departemen Pedidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis Proyek Balai Pengembangan Guru Tertulis. Erikson, Joan M. (1997). The life cycle completed: Extended version. New York dan London: W. W. Norton and Company. Gibson, James J. (1979). An ecological approach to visual perception. Boston: Houghton Mifflin Irwanto. (1988). Mengenal psikologi. Jakarta: Arcan ______. (1991). Psikologi umum. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama ______. (2008). Anak yang hidup dan bekerja di jalanan: Tantangan konseptual dan programatik. Ditulis sebagai asupan untuk Pusat Kurikulum DepDikNas dalam Raker “Analisis Konteks Pengembangan KTSP 60 Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011
Pendidikan Non-formal, Cisarua-Bogor, 19 Februari 2008. Jakarta: Fakultas Psikologi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unika Atma Jaya Judarwanto, Widodo. (n.d.). Permasalahan umum kesehatan anak usia sekolah. 10 Juni 2011. 20:36 http://www.pdpersi.co.id/? show=detailnews&kode=953&tbl=article. Juwartini, Wahyu. (2004). Profil kehidupan anak jalanan perempuan: studi kasus Anak jalanan di komplek tugu muda semarang. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan perilaku manusia. Jakarta: PT Grasindo Maslow, Abraham. (1954). Motivation and personality. New York: Harper and Row Robbins, S.P. (Ed.). (2003). Perilaku Organisasi (Jilid I). Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia. Senda, Mitsuru. (1990). Design of children’s play environments. Tokyo: Mc Graw-Hill Inc. Sommer, Robert. (1969). Personal space: The behavioral basis of design. New York: Prentice-Hall. Snyder, James C., & Catanese, Anthony J. (1985). Pengantar arsitektur (Terj.). Jakarta: Erlangga. UNICEF assessment of street children. (n.d.). 10 Juni 2011. 20:54 http://www.unicef.org/evaldatabase/files/ZAM_01-009.pdf UU RI No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. UU RI No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. UU RI No.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Walgito, Bimo. (2003). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi Offset. Wirawan, Sarlito. (1992). Psikologi lingkungan. Jakarta: Rasindo.
61 Anak jalanan ..., Yohanes Dimas H. S., FT UI, 2011