ANAK JALANAN DAN KOTA LAYAK ANAK : Studi Terhadap Upaya Kebijakan Pemerintah Kota Jambi Dalam Perlindungan Anak Jalanan Untuk Mencapai Kota Layak Anak (KLA)
ARTIKEL
Oleh : RIRI MARIA FATRIANI 10 21 21 8011
PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI PASCASARJANA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013
Street Child and Child-Friendly City: A Study of Jambi City Government in Protecting Street Child to be ChildFriendly City (KLA) (Riri Maria Fatriani, S.Sos, M.Si)
ABSTRACT This research aims to describe and analyze Jambi City Government‟s Policy as an effort to achieve child-friendly city indicator in child protection field as well as desribe and analyze that policy implementation caused factor by Jambi City Government in achieving child-friendly city indicator. It is found in this research that Jambi City Government has conducted effort in protection indicator field. It was conducted in order to lessen child street problem as well as effort to be child-friendly city. The policies implemented were setting up action committee for child labor elimination in Jambi City, monitoring and controlling in public place, performing coaching activity, job training and joint venture structuring group (KUBE), and providing school supply as well as relocating to certain social institution. There are external and internal factor in that policy implementation. External factors include a demand for a child-friendly city, a demand for law and regulation from both the state and local levels on children protection. The next external factor is the growing number of street child on the street. Then, the internal factors include the capacity of knowledge, communication, and support to the commitment. The factors are derived from Social Affairs and Employment Depeartment in understanding street child issues in child-friendly city context. It can be concluded that Jambi City Government‟s effort (through Affairs and Employment Department) in implementing its policy to protect street child is still not optimal. However, various efforts have to be made and supported by a high spirit of commitment and real effort to achieve child-friendly city. Key Word: street child, policy and child protection.
1. Pendahuluan Anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus masa depan bangsa, penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang akan menjadi pilar utama pembangunan nasional, sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dan mendapatkan perlindungan secara sungguh-sungguh dari semua elemen masyarakat. Sumber daya manusia yang berkualitas tidak dapat lahir secara alamiah, bila anak dibiarkan tumbuh dan berkembang tanpa perlindungan, maka mereka akan menjadi beban pembangunan karena akan menjadi generasi yang lemah, tidak produktif dan tidak kreatif, sedangkan jumlah mereka lebih dari sepertiga penduduk Indonesia (Deputi Bidang Perlindungan Anak, 2008: 1). Dengan jumlah mereka yang cukup besar ini menggambarkan bahwa anak dapat dikatakan salah satu aset bangsa. Dengan aset yang cukup besar ini kiranya sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjadikan anak sebagai manusia yang berkualitas. Ada berbagai macam sudut pandang mengapa kondisi anak Indonesia pada saat ini harus menjadi pusat perhatian bagi pemerintah, karena pengalaman selama ini telah menunjukkan bahwa anak sebenarnya merupakan kelompok paling rentan yang selalu berada pada garis terdepan sebagai korban dalam situasi apapun. Sejarah telah membuktikan, meskipun Indonesia di masa lalu pernah menikmati masa pertumbuhan ekonomi yang begitu menakjubkan dan kesadaran masyarakat terhadap persoalan gender telah meningkat cukup baik, ternyata masih banyak anak yang terhambat kelangsungan pendidikannya, rawan eksploitasi, dan bahkan ada kesan berbagai kasus pelanggaran hak anak tampak makin kerap terjadi di berbagai daerah dan komunitas (Suyanto, 2010: 359). Jika mengacu pada konvensi hak anak pasal tiga, kepentingan anak harus menjadikan pertimbangan utama dan agaknya hal ini sesuatu yang sulit untuk diimplementasikan, anak sampai saat ini masih dilatar belakang saja dalam pembangunan. Kesejahteraan anak diasumsikan akan terjadi bila pembangunan berjalan dengan baik. Anak hanya ada dalam anggapan dan tidak pernah dikedepankan secara sadar dan sengaja sebagai wawasan pembangunan dalam perencanaan pembangunan.
Oleh karena itu pemerintah pusat (Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI) memandang perlu adanya Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak sebagai langkah awal dalam rangka menciptakan pembangunan yang peduli terhadap hak, kebutuhan dan kepentingan anak. Karena prinsip kebijakan Kota Layak Anak (KLA) adalah mendorong Kabupaten/Kota agar menghormati hak anak yang diwujudkan dengan beberapa indikator bidang pembangunan KLA (Deputi Bidang Perlindungan Anak, 2008: 40). Indikator KLA dalam peraturan menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No.12 tahun 2011 pasal lima disebutkan bahwa indikator Klaster Hak Anak ini terbagi menjadi lima bagian yaitu meliputi, klaster hak sipil dan kebebasan; klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan; klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya; dan klaster perlindungan khusus. Adapun maksud dari adanya indikator ini yaitu sebagai acuan bagi pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemenuhan hak anak untuk mewujudkan KLA. Serta memberikan kesamaan pemahaman tentang pemenuhan hak anak di kabupaten/kota (Permen No.12 tahun 2011). Pada
tahun
2006
ditetapkanlah
lima
kota
uji
coba
KLA
di
Kabupaten/Kota, yaitu Kota Jambi, Kota Surakarta (Solo), Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Kutai Kartanegara dan terakhir Kabupaten Gorontalo. Dari lima Kabupaten/Kota yang di uji coba pada tahun 2006 tersebut, beberapa kota sudah mendapatkan penghargaan antara lain yaitu Kota Surakarta (Solo) yang berhasil mendapatkan penghargaan dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia sebagai Penyelenggara Kota Layak Anak terbaik (Nugroho, 2011). Kota Jambi merupakan salah satu kota uji coba Kabupaten/Kota Layak anak pada tahun 2006, saat ini pemerintah kota masih terus mengupayakan tercapainya Kota Layak Anak. Apabila mengacu dari beberapa indikator yang sudah di tetapkan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan masih belum
mencapai targetnya. Hal ini disebabkan timbulnya fenomena anak di Kota Jambi yaitu masih banyak anak jalanan yang masih turun di jalan. Timbulnya anak jalanan merupakan akibat situasi krisis ekonomi dan urbanisasi berlebih di kota besar, salah satu masalah sosial perkotaan yang membutuhkan pemecahan segera (Suyanto, 2010: 182). Apalagi jika melihat kondisi Kota Jambi pada saat ini laju pertumbuhan ekonominya pada tahun 2011 meningkat menjadi 6,97 persen dimana bisa dikatakan perekonomian tersebut tergolong cukup berkembang. Dengan kondisi Kota Jambi yang semakin berkembang maka akan lebih banyak persoalan perkotaan yang muncul, karena beberapa tahun belakangan ini mulai kelihatan anak jalanan yang turun dijalan. Menyadari hal itu, pemerintah Kota Jambi tidak tinggal diam. Sebagai kota yang menjadi uji coba KLA, yang pada hakikatnya ketika KLA sudah diterapkan di Kabupaten/Kota maka setiap Satuan Kerja Pelaksana Pemerintah Daerah (SKPD) saling bergerak sinergis untuk mencapai KLA. Dalam masalah anak jalanan SKPD yang diberi kewenangan secara teknis untuk menangani masalah anak jalanan adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Jambi. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja memiliki peran penting dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan KLA dalam perlindungan anak jalanan. Karena apabila implementasi kebijakan Dinas Sosnaker dalam perlindungan anak jalanan berjalan dengan baik maka tidak menutup kemungkinan Kota Jambi bisa mendapatkan predikat Kota Layak Anak. Mengembangkan KLA sesungguhnya pemerintah Kota Jambi telah memiliki program yang berhubungan dengan anak. Namun, program tersebut masih bersifat umum dan program yang dijalankan selama ini berjalan secara parsial dan tidak fokus membentuk “area” khusus anak dengan segala “atribute” yang mampu mendukung terbentuknya kondisi yang mengkhususkan bagi anak. Padahal, anak memiliki hak yang harus mereka dapatkan dan ruang yang harus diberikan sesuai dengan penetapan Majelis Umum PBB dengan Resolusi No. 44/25 tanggal 20 November 1989. Selain itu, salah satu faktor penting dan penentu keberhasilan dalam mencapai KLA adalah bagaimana implementasi
kebijakan, keseriusan dan relasi yang baik antar pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengupayakan terwujudnya Kota Layak Anak.
2. Rumusan Masalah Kota layak anak (KLA) idealnya untuk membangun inisiatif pemerintahan kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi konsep hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak di kabupaten/kota. Pengintegrasian komitmen pemerintah kota dan bergerak sinergis dengan perangkat yang ada akan menjadi faktor penentu tercapainya indikator dari KLA. Dengan terpilihnya Kota Jambi menjadi uji coba KLA menandakan bahwa Kota Jambi dianggap oleh Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak sebagai kota yang memiliki potensi untuk menjadi Kota Layak Anak. Hanya saja dengan perkembangan Kota Jambi saat sekarang ini menjadi tantangan untuk mewujudkan KLA, karena dengan berkembangnya kota muncul permasalahan perkotaan yang kompleks. Salah satu permasalahan perkotaan di Kota Jambi saat ini adalah anak jalanan yang semakin ramai pada simpang lampu merah dan di berbagai tempat-tempat umum lainnya. Dari semua indikator KLA yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, dapat dimaknai bahwa Kabupaten/Kota yang termasuk KLA adalah kota yang diharapkan relatif tidak terdapat lagi anak-anak jalanan yang masih turun di jalan. Namun pada kenyataanya Kota Jambi masih belum memenuhi indikator yang sudah ditetapkan tersebut. Maka dari itu masih perlu perhatian khusus bagi pemerintah Kota Jambi dalam kebijakan perlindungan anjal untuk mencapai indikator Kota Layak Anak. Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitiannya adalah :
1. Bagaimana kebijakan Pemerintah Kota Jambi dalam upaya mencapai indikator KLA dalam bidang perlindungan anak jalanan ? 2. Apa yang menyebabkan Pemerintah Kota Jambi mengimplementasikan kebijakan tersebut untuk mencapai indikator KLA dalam bidang perlindungan anak jalanan ?
3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kebijakan yang telah dilakukan pemerintah kota Jambi sebagai upaya pencapaian indikator KLA di bidang perlindungan anak jalanan. 2. Untuk
mendeskripsikan
dan
menganalisis
faktor
penyebab
implementasi kebijakan tersebut oleh Pemerintah Kota Jambi dalam upaya mencapai indikator KLA bidang perlindungan anak jalanan.
4. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Istrumen penelitian yang digunakan adalah peneliti sendiri, dibantu oleh alat perekam (recorder), dan catatan lapangan. Informan penelitian dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan studi dokumentasi.
5. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini menemukan bahwa pemerintah kota Jambi telah melakukan upaya untuk mencapai indikator bidang perlindungan, hal ini dilakukan oleh pemerintah kota Jambi sebagai salah satu cara untuk mengurangi permasalahan anak jalanan sekaligus suatu upaya untuk mencapai Kota Layak Anak. Adapun bentuk kegiatan dari kebijakan yang dilaksanakan yaitu:
A. Membentuk Komite Aksi Penghapusan Pekerja Terburuk Bagi Anak Kota Jambi Komite ini memulai aksi pada tahun 2009 dan sampai dengan sekarang masih terus dilakukan, untuk Dinas Sosial dan Tenaga Kerja diwakili oleh stafnya yaitu bagian Rehabilitasi Sosial, sedangkan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana diwakili oleh Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Tugas dari ketua komite yaitu walikota menginstruksikan kepada anggota untuk melaksanakan pendataan perkerja anak ke seluruh wilayah kota Jambi. Kemudian dari pendataan tersebut anggota komite menarik anak-anak yang bekerja dan mengembalikan kepada orang tuanya dan apabila anak-anak tersebut bukan berasal dari kota Jambi, maka komite akan mengembalikan ke daerah asalnya. Aksi ini dilakukan dengan maksud praktek mempekerjakan anak pada berbagai jenis pekerjaan terburuk dapat dihapuskan karena dianggap merendahkan harkat dan martabat manusia khususnya anak-anak, serta merampas hak anak untuk tumbuh berkembang secara wajar. Tugas dari komite tersebut adalah melakukan pendataan untuk investarisasi permasalahan terkait bentuk pekerjaan terburuk anak, selain itu juga menjadi wadah koordinasi penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Kegiatan yang tercatat dalam Rancangan Aksi Daerah yang dilakukan selama ini lebih banyak di laksanakan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, yaitu pada bagian rehabilitasi sosial. Dibagian rehabilitasi sosial inilah yang melakukan pendataan anak-anak yang bekerja.
B. Memantau dan Melakukan Penertiban di Tempat Umum Selain membentuk komite aksi penghapusan pekerja terburuk bagi anak kota Jambi, Pemkot Jambi melalui Dinas Sosial dan Tenaga Kerja juga membuat suatu kegiatan yang mendukung penghapusan pekerja terburuk anak dengan melakukan pemantauan dan melakukan penertiban bagi anak jalanan. Kegiatan ini sudah dilaksanakan atas dasar inisiatif Dinas Sosnaker sendiri, adapun bentuk kegiatannya yaitu memantau dan melakukan penertiban bagi anak-anak usia sekolah yang bekerja termasuk disini adalah anak jalanan, bukan hanya anjal
tetapi juga PMKS lainnya. Ini merupakan program tahunan dari Dinas Sosnaker, dimana kegiatan ini juga dilandasi oleh beberapa peraturan daerah yaitu Perda No. 47 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Umum dan beberapa Surat Keputusan (SK) Walikota Jambi lainnya. Dengan melakukan kegiatan memantau dan melakukan penertiban oleh pemkot Jambi diharapkan agar anak-anak yang masih berusia sekolah tidak lagi turun ke jalan. Banyak kasus dan peristiwa yang terjadi mengajarkan pemkot Jambi untuk bertindak lebih lanjut dalam melakukan perlindungan anak, terutama anak jalanan. Salah satu alasan kegiatan ini dilakukan yaitu untuk melindungi anak-anak
yang
menghabiskan
waktunya
dijalanan
karena
dianggap
membahayakan diri sendiri dan juga bisa mengganggu ketertiban umum karena biasanya lokasi anak jalanan ini berada di persimpangan lampu merah atau di tempat-tempat umum, ini juga upaya untuk melindungi mereka dari bahaya di jalanan bahkan aksi kejahatan. Adapun hal lain yang tidak kalah pentingnya menjadi pertimbangan yaitu karena mereka masih tergolong usia anak-anak yang rentan menjadi objek kekerasan serta kejahatan pihak lain. Maka dari itu, hal ini dilakukan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja untuk memaksimalkan upaya perlindungan anak jalanan.
C. Melakukan Kegiatan Pembinaan, Pelatihan Kerja dan Penataan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Jambi melalui bidang rehabilitasi sosial, selain melakukan pemantauan dan penertiban juga melakukan kegiatan pembinaan, pelatihan kerja dan penataan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Kegiatan ini merupakan menindaklanjuti setelah dilakukannya penertiban. Setelah dilakukan penertiban sesuai dengan SK Walikota (SK Walikota Jambi No. 349 Tahun 2012) tersebut maka dilakukan pembinaan untuk anak jalanan, adapun kegiatan pembinaan mental ini dilakukan melalui ceramah, pengarahan dan dialog antara pemkot Jambi (Bidang Rehabilitasi Sosial) dengan anak jalanan. Tidak hanya sekedar diberi pengarahan tentang pembinaan mental, pengarahan tersebut bersifat dialog antara pihak bidang rehabilitasi sosial (Dinas
Sosnaker) dengan anak jalanan Kota Jambi. Dialog tersebut berupa tanya jawab seputar tentang bagaimana pandangan jika mereka tidak lagi berada dijalanan dan bagaimana jika mereka tetap berada di jalanan serta bagaimana solusi atau tawaran dari Dinas Sosnaker untuk menjawab permasalahan mereka. Dari hasil dialog tersebut Dinas Sosnaker dapat mengetahui apa penyebab, apa yang dibutuhkan dan kebijakan apa yang kira-kira tepat untuk dilakukan sesuai dengan sumberdaya termasuk juga anggaran yang dimiliki oleh Dinas Sosnaker. Bagi anak jalanan yang tidak bersekolah lagi, selain dilakukan pembinaan mental anak jalanan tersebut juga diberi pelatihan keterampilan praktek belajar kerja. Sesuai dengan hasil temuan lapangan, kegitan ini memang benar tertulis di dalam laporan Evaluasi Pengembangan Pelaksanaan KLA. Dalam laporan tersebut kegiatan ini didukung oleh Peraturan Walikota Jambi No. 225 Tahun 2011 Tentang Penunjukkan Narasumber Instruktur Moderator dan Pelatihan Keterampilan bagi Anak Jalanan Kota Jambi. Menurut informan (Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial) kegiatan pelatihan keterampilan praktek belajar kerja ini lebih banyak dilakukan pada dua bidang yaitu bidang perbengkelan dan pelatihan sablon. Hal itu disebabkan ketika dilakukan dialog pada saat pembinaan mental terungkap bahwa minat anak jalanan tersebut lebih banyak pada bidang perbengkelan dan membuat sablon, maka pihak Dinas Sosnaker mengupayakan kegiatan pelatihan praktek belajar perbengkelan dan sablon dapat dilaksanakan. Untuk kegiatan penataan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ini ditujukan kepada PMKS termasuk anak jalanan dan orang tuanya. Bentuk kegiatan yang sudah dilakukan selama ini yaitu pemberian pengarahan tentang bagaimana KUBE tersebut kepada anjal dan orang tuanya, serta diberi bantuan berbentuk barang-barang untuk warung manisan dan uang yang nominalnya juga tidak begitu besar, hal ini disesuaikan pula dengan anggaran yang dimiliki oleh Dinas Sosnaker sangat minim.
D. Pemberian Bantuan Perlengkapan Sekolah Anak Jalanan Serangkaian kebijakan Dinas Sosnaker untuk perlindungan anak jalanan termasuk juga pemberian bantuan perlengkapan sekolah anak jalanan. Dengan
adanya pemberian bantuan tersebut diharapkan anak jalanan yang masih bersekolah tercukupi perlengkapannya untuk mengikuti proses belajar di sekolah. Adapun perlengkapan sekolah yang diberikan yaitu berupa seragam sekolah, tas, alat-alat tulis dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa untuk pemberian bantuan ini juga merupakan inisiatif Dinas Sosnaker sendiri, walaupun memang bentuk kegiatannya bersifat karikatif tetapi tetap dianggap oleh Dinas Sosnaker sebagai tindakan yang dapat melindungi anjal, karena dengan diberikannya bantuan alat-alat sekolah anak-anak jalanan tersebut dapat kembali kesekolah tanpa harus kembali menghabiskan waktu di jalanan. Program kegiatan ini juga termasuk dalam agenda kerja tahunan Dinas Sosnaker Kota Jambi.
E. Direlokasi Ke Panti Sosial Perlindungan anak jalanan yang sudah diupayakan oleh pemerintah kota Jambi yaitu merelokasi anak-anak tersebut ke panti sosial. Hal ini juga dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja karena dianggap dijalanan sangat berbahaya dan dapat mengganggu ketertiban umum maka solusi yang ditawarkan pemerintah kota Jambi adalah anak jalanan tersebut direlokasi ke panti sosial, karena dengan dirumahkannya mereka dipanti sosial maka akan terhindar pula dari tindak kejahatan dan kekerasan yang terjadi pada anak jalanan. Selama ini, perelokasian anak jalanan tersebut berbentuk rujukan tanpa adanya paksaan, hal ini juga disebabkan tidak semua anak-anak tersebut bisa ditampung oleh panti sosial milik swasta bahkan milik pemprov. Anak-anak jalanan yang dirujuk tersebut oleh Dinas Sosnaker hanya sebagian yang bisa diterima, sebagian lagi biasanya dikembalikan ke keluarga dan bahkan kembali lagi ke jalanan. Karena baik pihak dari panti sosial swasta maupun milik pemprov beralasan tidak bisa menampung lagi anak-anak jalanan tersebut karena sudah kelebihan kuota, jadi baik dari segi anggaran dan sumber daya manusia (pegawai) untuk melakukan pembinaan di panti tersebut menjadi „tidak efektif‟.
F. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak Jalanan oleh Pemerintah Kota Bagaimana pemkot Jambi dalam melakukan pelaksanaan kebijakan perlindungan anak jalanan dipengaruhi beberapa hal yang terkait satu dengan lainnya.
Proses
interaksi
dan
bagaimana
seseorang aktor
mempelajari
sekelilingnya dikeseharian dapat menciptakan pengetahuan dan makna terhadap sesuatu. Jadi, hal lain yang penting untuk dibahas dalam penelitian ini apakah agen (pemkot Jambi) dalam hal ini tahu dan sadar akan reproduksi sosial yang berlangsung melalui dualitas struktur dan praktik sosial tersebut. Maka dari itu untuk menjawab pertanyaan tersebut Giddens menjelaskan bahwa agen atau agensi tidak berbuat secara pasif dan mekanis atau otomatis, melainkan agen tersebut mempunyai pengetahuan tentang perbuatan-perbuatannya. Mereka mengetahui apa yang telah dan sedang mereka lakukan dan mereka juga mengetahui alasan-alasan dari perbuatannnya apabila ditanya. Adapun faktor yang mempengaruhi sebagai berikut: 1. Faktor eksternal a. Tuntutan dari sebuah Kota Layak Anak b. Tuntutan dari UU dan peraturan baik dari negara maupun daerah tentang perlindungan anak c. Anak jalanan yang semakin banyak turun di jalanan 2. Faktor internal a. Kapasitas pengetahuan b. Komunikasi c. Belum sepenuhnya menjunjung komitmen
6. Kesimpulan Untuk mewujudkan Kota Jambi sebagai Kota Layak Anak (KLA) maka setidaknya harus memenuhi indikator dari sebuah kota layak anak. Di Kota Jambi, salah satu kebijakan tersebut diwujudkan dalam sebuah konsep kebijakan perlindungan anak jalanan. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Jambi untuk perlindungan anak jalanan, lebih banyak inisiatif dan pelaksanaan kebijakan
dari lembaga teknis daerah yaitu Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. Implementasi kebijakan tersebut meliputi praktik sosial yaitu pertama; membentuk komite aksi penghapusan pekerja terburuk bagi anak kota Jambi, kedua; memantau dan melakukan penertiban di tempat umum, ketiga; melakukan kegiatan pembinaan, pelatihan kerja dan penataan kelompok usaha bersama (KUBE), keempat; pemberian bantuan perlengkapan sekolah dan kelima; direlokasi ke panti sosial. Dari implementasi kebijakan dalam perlindungan anak jalanan tersebut dapat diketahui terdapat faktor eksternal yaitu, tuntutan dari sebuah kota layak anak, tuntutan dari undang-undang dan peraturan baik dari negara maupun daerah tentang perlindungan anak dan faktor eksternal terakhir yaitu disebabkan anak jalanan yang semakin banyak turun dijalanan. Kemudian faktor internal yang mempengaruhi yaitu, kapasitas pengetahuan, komunikasi dan belum sepenuhnya menjunjung komitmen. Walaupun demikian faktor-faktor tersebut juga merupakan hasil dari sebuah pengetahuan (knowledge) Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sebagai agen, karena Dinas Sosial dan Tenaga Kerja memiliki pemahaman sendiri dalam memahami permasalahan perlindungan anak jalanan. Untuk mengetahui pemahaman dan pengetahuan Dinas Sosnaker tersebut dapat dilihat dari bagaimana terungkapnya alasan dan motivasi mereka dalam menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan dalam perlindungan anak jalanan untuk tercapainya Jambi kota layak anak. Dari penjelasan yang sudah dipaparkan dapat terlihat bahwa upaya pemerintah kota Jambi dalam upaya kebijakannya untuk perlindungan anak jalanan masih bersifat jangka pendek (penanganan). Tentunya berbagai upaya tetap terus dilakukan serta didukung oleh semangat komitmen yang tinggi dan upaya nyata demi tercapainya predikat Jambi kota layak anak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Afrizal, 2005. Handout Mata Kuliah Teori Sosiologi II. Padang: Laboratorium Sosiologi FISIP Universitas Andalas. --------- 2008. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Dari Pengertian Sampai Penulisan Laporan. Padang: Laboratorium Sosiologi FISIP Universitas Andalas. Departemen Sosial RI. 2005. Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan. Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia. Dirjen Bina Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI. 1999. Ruang Lingkup Perlindungan Anak. Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia. Deputi Bidang Perlindungan Anak. 2008. Pedoman Pelaksana Kebijakan Kab/Kota Layak Anak. Jakarta: Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. Dewi, Ambarsari. et.all., 2002. Kebijakan Publik dan Partisipasi Perempuan. Jakarta: Pattiro. Giddens, Anthony. 1984. The Constitution of Society; Outline of The Structuration. Diterjemahkan oleh Adi Loka Sujono. 2004. The Constitution of Society; Teori Strukturasi Untuk Analisis Sosial. Malang: Pedati. -------------------------- 1984. The Constitution of Society; Outline of The Theory of Structuration. Diterjemahkan oleh Maufur dan Daryanto. 2010. Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat. 2008. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Miles, B. Matthew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. (terj.) Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Muhtaj, El Majda. 2009. Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Jakarta: Rajawali Pers PT. Rajagrafindo Persada. Musliar, Kasim. dkk., 1997. Pedoman Penelitian Proposal Penelitian dan Tesis. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang. Ritzer, George dan Douglas J. Godman. 2010. Teori Sosiologi Modern edisi keenam (terj). Jakarta: Kencana. Rosyidi, Bakaruddin. 2001. Diktat Mata Kuliah Kebijakan Publik. Padang: Universitas Andalas. Priyono, Herry B. 2002. Anthony Giddens Suatu Pengantar. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Soetomo. 2010. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta: Sinar Grafika. Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta. ---------------- 2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik: Peran Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan (welfare) di Indonesia. Bandung: Alfabeta. Suryanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Winarno, Budi. 2002. Kebijakan dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta. Media Pressindo. ------------------ 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses edisi revisi. Yogyakarta: Media Pressindo.
Laporan Penelitian : Hanandini, Dwiyanti, dkk. 2005. “Perlindungan Anak Jalanan dari Tindak Kekerasan dan Pelecehan Seksual”. Laporan Penelitian, Dana HEDS, Padang. Adriani, Zulfina. 2008. “Kajian Model Kota Layak Anak Pusra dan Sera”. Laporan Penelitian, Jambi: Pusat Penelitian Gender Universitas Jambi.
Jurnal Ilmiah : Arifin, Zainal. 2009. “Dualitas Praktik Sosial Minangkabau: Studi Kasus Praktik Perkawinan di Dua Nagari”, Jurnal Masyarakat Indonesia, Edisi Khusus. LIPI.