Media Siber (Cybermedia)
Disusun Oleh: Ocvita Ardhiani
•Pertama, penyebutan media tidak sekedar merujuk pada teknologinya tetapi juga pada aspek sosial, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. •Kedua, mengandung makna yang cukup luas
Era Media Pertama (Broadcast) Tersentral (dari satu sumber ke banyak khalayak). Komunikasi terjad satu arah Terbuka peluang sumber atau media untuk dikuasai Media merupakan instrumen yang melanggengkan strata dan ketidaksetaraan kelas sosial Terfragmentasinya khalayak dan dianggap sebagai massa Media dianggap dapat atau sebagai alat memengaruhi kesadaran
Era Media Kedua (Interactivity) Tersebar (dari banyak sumber ke banyak khalayak) Komunikasi terjadi timbal balik atau dua arah Tertutupnya penguasaan media dan bebasnya kontrol terhadap sumber Media memfasilitasi setiap khalayak (warga negara) Khalayak bisa terlihat sesuai dengan karakter dan tanpa meninggalkan keragaman identitasnya masing-masing Media melibatkan pengalaman khalayak baik secara ruang maupun waktu
Gambar 1: Era Media Baru
Realitas virtual ini dijelaskan melalui empat level pendekatan (Jan Van Dijk): 1. Media interaktif memungkinkan komunikasi banyak pihak atau
multilateral communication
2. Terjadinya sinkronisasi waktu yang sama maupun pengguna bebas menentukan sendiri waktu komunikasi misalnya dalam e-mail
“
”
…
• Pengertian cyberspace menurut Gibson adalah sekumpulan data, terpresentasi grafik demi grafik, dan hanya diakses melalui komputer (Bell,2011:23). Inilah yang dikatakan sebagai ruang siber, bersifat halusinasi tetapi menjadi nyata dan hidup dalam benak manusia.
1. Situs (Web Site): Situs adalah halaman yang merupakan satu alamat domain yang berisi informasi, data, visual, audio, memuat aplikasi, hingga berisi tautan dari halaman web lainnya. 2.E-mail: Cara kerja surat elektronik ini sama seperti surat konvensional dimana selalu ada tujuan penerima dan isi surat. Email bisa dikatakn sebagai “hybrid medium”
3. Forum di Internet (Bulletin Boards): Fasilitas Mail List atau disebut juga dengan istilah “milis” merupakan salah satu jenis meda siber yang digunakan untuk berkomunikasi. Milis berkerja pada komunitas yang memiliki kesukaan atau minat yang sama atau berasal dari suatu tempat misalnya, cara kerja yang sama terdapat pada forum, seperti kaskus.us yang bekerja dengan menyebarkan informasi kepada anggota forum subscriber. 4. Blog: Istilah blog berasal dari kata web-blog, yang pertama kali perkenalkan oleh Jorn Berger pada 1997.
5. Wiki: Wiki merupakan situs yang mengumpulkan artikel maupun berita sesuai dengan kata kunci mirip dengan kamus. Dalam praktiknya penjelasan ini dikerjakan oleh para pengunjung. 6. Aplikasi Pesan: Teknologi telepon genggam berkembang tidak hanya sebagai perangkat untuk berkomunikasi seperti telepon atau SMS semaa, sebuah telepon genggam kini telah dilengkapi oleh perangkat yang memungkinkan warga bisa terkoneksi dengan internet (smartphone).
7. Internet “Broadcasting”: Internet tidak hnaya menampilkan liputan berupa teks atau lampiran (attach) file video dan audio semata. 8. Peer-to-peer: peer-to-peer (P2P) merupakan media untuk berkomunikasi antar pengguna di internet, seperti untuk percakapan berbagai file. Fasilitas percakapan atau Instant Messaging P2P memberikan jalan keluar dari persoalan penyimpanan file dalam suatu
server
9. The RSS: untuk mengambil dan mengumpulkan konten berita sesuai dengan keinginan pengguna 10. MUDs: menurut istilah MUDs berasal dari Multi-User Dungeons atau bisa juga Multi-User Dimensions (Stones, 1995:68-70;Turkle, 1995:11-14) secara terminologi MUDs diartikan sebagai suatu program komputer yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat diakses oleh beragam User dalam satu waktu secara bersamaan.
11. Media Sosial (Social Media): Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau sering disebut sebagai media sosial (social media) memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial diruang siber
1. Menipisnya Hegemoni dan Berkembangnya Demokratisasi Media
Kehadiran media siber dan gerakan citizen journalism (jurnalisme warga) dianggap sebagai penguasa atas produksi dan distribusi informasi. Informasi kini semakin menyebar dan warga tinggal memilah informasi apa yang akan diperoleh dan memilih media mana yang akan dipakai untuk mendapat informasi itu (Kovach and Rosenstiel, 2001:191-192)
2. Berubahnya Organisasi dan Kultur Media
Shoemaker dan Reese (1996) menegaskan terdapat dua faktor yang memengaruhi media, yakni: faktor internal yang antara lain karakteristik individu pekerja media dan rutinitas yang berlangsung dalam organisasi media (media routine). Faktor eksternal media, variabel ekstramedia dan ideologi. Ekstramedia mempersoalkan sumber informasi media, pengiklan, khalayak sasaran, kontrol pemerintah, ataupun pasar media. Ideologi (worldview) mempersoalkan berbagai sistem kepercayaan, nilai, dan makna yang digunakan media massa untuk menentukan isi pesan.
Bagi Stuart Hall (1978), berita di media massa sangat tergantung dari: (1) ideologi masing-masing media, baik secara makro berupa pengaruh dari sistem politik dalam institusi media; (2) manajemen redaksional; dan (3) kebermaknaan berita bagi khalayak.
3. Penjualan dan Periklanan Dalam jurnalisme warga tidak diperlukan adanya struktur mekanisme produksi berita dimana sebelum dipublikasikan suatu yang ditulis, tidak ada kode etik yang mengikat warga untuk mempublikasikan segala sesuatu identitas virtual atau anonymity. Kehadiran internet dan gerakan jurnalisme warga telah menempatkan warga sebagai produsen berita sekaligus sebagai narasumber berita.
Menurut Albarran, institusi media setidaknya harus mempertimbangkan:
1. apa produk yang akan dihasilkan. 2. ketika konten telah dipilih, maka pertimbangan selanjutnya konten itu diproduksi. 3. ketika produk telah dipilih dan telah dihasilkan, maka pertimbangan selanjutnya yaitu siapa yang akan mengonsumsi produk itu.
Menurut Burns (2010a:7-8) karakteristik jurnalisme warga “Pro-Am” Journalism menyatakan bahwa: 1. kehadiran laporan jurnalisme warga merupakan laporan dari pihak pertama yang menjadi laporan ini bisa jadi terlewatkan oleh institusi media dikarenakan isu yang terjadi bukan menjadi minat ekonomi-politik media yang bersangkutan, keterbatasan sumber daya manusia, dan jangkauan media terhadap peristiwa itu.
2. liputan warga dalam jurnalisme warga menurut Burns bisa menjadi bahan, masukan, atau data awal yang menjadi sumber alternatif lain audiences dari sekadar sumber yang bisa mengakses informasi dan peristiwa selama 24 jam nonstop. Kedua, mengandung makna yang cukup luas
Windahl dan Signitzer (1992:166-167) mendefinisikan khalayak (audience) menurut para peneliti komunikasi massa sebagai individu yang dengan kesadarannya akan memilih media dan pesan yang ingin diakses.
Adapun Heibert (1985) menjelaskan pengertian khalayak dan karakteristiknya, antara lain: 1) khalayak cenderung berisi individu seleksi kesadaran; 2) khalayak cenderung tersebar di beberapa wilayah sasaran; 3) khalayak bersifat heterogen, yakni berasal dan terdiri dari berbagai lapisan dan kategori sosial; 4) khalayak cenderung anonim, tidak mengenal khalayak lainnya yang juga sama-sama mengakses media; dan 5) posisi khalayak pada dasarnya di media massa secara dipisahkan dari komunikator/sender.
Komodifikasi bisa dimaknai sebagai proses perubahan nilai guna menjadi nilai tukar. Theory of commodity fetishism yang dalam pandangan Marx komoditas bahkan telah menjelma menjadi sesuatu yang disembah atau fetish (Marx, 1990:165). Komoditas terjadi karena barang-barang itu pada dasarnya diproduksi oleh khalayak, dan khalayak itu sendiri melihatnya memiliki nilai intrinsik yang patut “disembah” (Boer, 2010).
Konsep Komodifikasi Smythe (1977, 1981/2006). Ada dua prinsip dasar dari media massa komersil: 1) bahwa khalayak digunakan sebagai kekuatan sekaligus sasaran untuk memasarkan secara luas barang-barang produksi atau jasa yang dijalankan melalui monopoli kapitalisme. 2) Pasar pada dasarnya bisa merupakan legitimasi atas kekuatan negara dan sebagai strategi kebijakan serta aksi.
Mosco (1996/2009), bagi Mosco, bahwa yang dimaksud dengan ekonomi-politik di media adalah suatu studi tentang relasi sosial, kuasa . Dalam tataran praktis, komodifikasi media yang dilakukan oleh industri media memiliki tiga karakteristik, yakni komodifikasi isi (content), khalayak (audiences) sebagai konsumen dan juga pekerja (labour) (Mosco, 1996:140-245)
Jika melihat praktik komodifikasi di internet, bagaimana proses komodifikasi itu terjadi diruang virtual; inilah mengapa dalam kajian ekonomi politik dan kemunculan media siber posisi khalayak tidak hanya bisa dipandang sebagai komoditas atau konsumen dari komoditas, tetapi juga dipandang sebagai produsen atas komoditas. Apalagi dalam pandangan Castells (1997;2010), siapapun khalayak atau entitas yang terkoneksi dalam jaringan internet, maka ia bisa melakukan kegiatan ekonomi maupun politik didalamnya
1. Kemunculan Warga sebagai Penjaga (Watchdog) Bahwa ada faktor ideologi, rutinitas organisasi redaksi, atau ada tekanan dari pemilik modal yang dalam kasus tertentu tidak bisa membuat jurnalis bebas mengungkapkan pendapatnya; keterlibatan warga dalam jurnalisme warga dan kemajuan fasilitas internet pada informasi yang tidak hanya bersifat alternatif, tetapi juga lebih berimbang, apa adanya, dan bahkan mengaburkan kategori karya jurnalistik
2. Pendefinisian Terhadap Kredibilitas Ini bermakna bahwa infomasi yang dipublikasikan di media oleh jurnalis pada dasarnya harus memihak kepada warga dibandingkan ego profesi.
3. Warga, Antara Profesional dan Amatir Media tradisional mensyaratkan pekerja (jurnalis) profesional, disisi lain media jurnalisme warga hampir tidak mesyaratkan “profesionalitas”
4. Warga sebagai Audience Global Spesifikasi audiences setidaknya terjadi karena: (1) tipe dari konten media; (2) keluasan jangkauan distribusi media; (3) jumlah produk yang dihasilkan; dan (4) batasan geografis tempat media
Pertama, dijelaskan bahwa komunikasi atau interaksi di dunia siber tidak mensyaratkan keberadaan dan kesamaan antara pengguna (aspatial) sender dan receiver tidak mesti berada dalam lokasi yang sama sebagaimana yang terjadi dalam komunikasi dua arah. Kedua, menjelaskan bahwa di media siber interaksi bisa dikondisikan. Komunikasi (bisa) terjadi dalam kondisi ruang dan waktu yang sama (synchronous) dan bisa juga berbeda (asynchronous).
Ketiga, bahwa interaksi yang terjadi dalam dunia siber pada kenyataanna terjadi melalui medium teks. Teks dalam bentuknya yang beragam dan juga melibatkan simbol (icons) digunakan oleh pengguna dalam berkomunikasi didunia siber ekspresi dan intonasi diwakili oleh teks (the diatic expressions). Keempat, bahwa interaksi yang terjadi tidak mensyaratkan adanya kesamaan seperti status atau tingkat pengetahuan (astigmatic)
Dalam media baru (second media age) komunikasi memfokuskan diri pada pembahasan konten. Pengguna teks dan perkembangan teks itu sendiri bisa dilihat dari komunikasi model real-time communication atau chatting (dalam pembagian menurut Trevor Barr, 2000:118), Misalnya mIRC. Internet relay chat (IRC). Komunikasi yang terjadi di dalam ruang interaksi internet itu merupakan komunikasi yang “synchronous, multi-user, text-based chat technology” (Thurlow et.al., 2004:182). Melalui IRC inilah teks menjadi simbol dikenal dengan emoticon asal dari kata emotion dan icon.
Bagi James E. Katz dan Mark A. Aaklus (2010:65), bahwa perubahan makna sekaligus ekspresi di dalam dunia internet bisa dikatakan sebagai neologism apparatgeist. Interaksi yang terjadi dan teknolog menyebabkan dunia siber memiliki budaya tersendiri. Teknologi hanya pilihan dalam penciptaan bahasa di media siber.
“
”
“
”
1. Netspeak Bahasa dalam tanda (signing). Contohnya: Penggunaan singkatan, akronim, dan gabungan keduanya
OIC (oh I see), CYL8R (see you all later, Kudet (kurang update)
Gabungan huruf dan angka
G4k bi54 (gak bisa)
Pengunaan tanda baca
Serius!!!!!
2. Netlingo misalnya dalam kaidah dasar disurat biasanya menggunakan kata “dengan hormat”, tetapi di surat elektronik penggunaan kata “Hi” atau dalam bahasa Indonesia “Hai” menggantikan kata formal sebelumnya Thurlow, dkk.
Kajian Media Baru di setiap generasi: Generasi ke – 1 dan ke – 2 Pada generasi ini studi media baru (web studies) meliputi: 1) Internet memberikan ruang kepada khalayak untuk mengekspersikan diri 2) Ruang virtual internet memungkinkan khalayak membentuk komunitas tanpa memikirkan perbedaan geografis 3) Identitas khalayak bisa jelas maupun anonim 4) Menurut pandangan ekonomi internet melalui web dapat memberikan kesempatan bisnis yang besar 5) Internet mengubah relasi (pelaku) politik hubungan internasional Gaulet (2000: 12 – 17) & Rheingold (1995: 58)
• Generasi ke – 3
Kajian media siber pada generasi ini mengenai critical cyberculture studies. Mengkaji interaksi, kultural dan ekonomi secara online
Paradigma merupakan serangkaian keyakinan dasar yang membimbing tindakan. Paradigma meliputi tiga elemen: - Epistemologi - Ontologi - Metodologi
• Positivisme • Ilmu Sosial Interpretif • Ilmu Sosial Kritis
3 -
Daril Rianto Shafira Desti Marissa Handayani Farahdilla Rima Berliana Marina Karin Aditya Reahana Atikah Selvi Swadni Teguh Ilham Lala Zakia bayu
-
2 Adam Erlangga Michael Aji Rangga Awalita Nur Fadlurohman Irvan Ingwie Balya Irwan Dwiyn Irvan hanif Akay prayogo Izvan Tania Putri
2: -
Restu Arif Aru Elmo Muhammad Nur aini Arifin Raka Untari Zakaria Alfian Habibie
2MA08 - Prita - Amel - riska
3: -
Rosa Dian Nuri Anggis Sartika Zalfa Nurul Riza Noval Fahmi Adit Eka Zulfa Farid Rifky Aras Kahfi