perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KOLABORASI ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (KPA DIY) DENGAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) DALAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI YOGYAKARTA
Disusun oleh : Disusun Oleh : WINDA SEPTI AYU PUTRI D0108011
SKRIPSI Disusun Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Mengetahui, Dosen Pembimbing
Drs. Sudarmo, MA, Ph.D NIP. 196311011990311002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari
:
Tanggal
:
Panitia Penguji
:
1. Drs. Priyanto Susiloadi, M.Si
(……………….)
NIP. 196010091986011001
Ketua
2. Dra. Retno Suryawati, M. Si.
(……………….)
NIP. 196001061987022001
Sekretaris (……………….)
3. Drs. Sudarmo, MA, Ph.D NIP. 196311011990311002
Penguji
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D NIP. 19540805 198503 1 002 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Karena Allah lah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya. (Filipi 2:13)
Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. (Filipi 4:6)
I think this is the start of something really big. Sometimes that the first step is the hardest one, and we’ve just taken it. (Steve Jobs)
You’ll never walk alone. (Liverpool F.C)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Tulisan ini penulis persembahkan untuk : 1. Bapak dan Ibu tercinta, karena merekalah semangat bagi penulis untuk tetap maju, serta selalu mendukung dan memberikan motivasi bagi penulis selama ini. 2. Adikku serta seluruh keluarga yang mendoakan penulis selama ini. 3. Teman-teman seperjuangan yang yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis selama dalam penulisan skripsi ini.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KOLABORASI ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (KPA DIY) DENGAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) DALAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI YOGYAKARTA”. Penulis menyadari bahwa sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1.
Bapak Drs. Sudarmo, MA, Ph.D selaku pembimbing penulisan skripsi, atas bimbingannya, arahan, dan motivasi serta kesabarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Bapak Drs. Priyanto Susiloadi, M.Si dan Ibu Dra. Retno Suryawati, M. Si yang telah berkenan menguji dan memberikan masukkan dalam penulisan skripsi ini.
3.
Ibu Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N, M.Si selaku pembimbing akademis, atas bimbingan akademis yang telah diberikan selama ini.
4.
Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si dan Ibu Dra Sudaryanti selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Bapak Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6.
Ibu Ana Yuliastanti, S.Pd selaku pengelola program sekretariat Komisi Penanggulan AIDS Provinsi DIY yang telah membantu dan memberikan kemudahan di dalam penyusunan skripsi ini.
7.
Direktur LSM Vesta, LSM Victory Plus, LSM Kebaya, dan LSM CD Bethesda
yang
memberikan
kemudahan
dan
senantiasa
membantu
penyusunan skripsi ini. 8.
Kedua orang tuaku yang telah memberikan kasih sayang dan kesabaran yang tiada habisnya dan tidak tergantikan untuk setiap dukungan dan doa restu yang tidak pernah putus.
9.
Adikku atas doa dan dukungannya.
10. Sahabatku di Yogyakarta yang bersedia membantu dalam proses penelitian. 11. Teman-teman Lavender (Nat, Prista, Dini, Indah, Oki, Kori, Ike, Yustin, Mbak Desi, Mbak Erna, Lian, Sari, Tika, Lintang, Ria, Mutia, Kiki, Mbak Elis) atas kebersamaan kita selama ini. 12. Teman-teman seperjuangan Dini, Fara, Septi, Mey, Mbak Nis, Pramudya, yang mendukung dan memotivasi. 13. Teman-teman AN’ 08, tetap semangat dan sukses selalu. 14. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan skripsi ini. Akhir kata penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang menuju ke arah perbaikan skripsi ini akan commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penulis perhatikan. Meskipun demikian, penulis berharap agar penelitian ini dapat dijadikan awal bagi penelitian selanjutnya yang lebih mendalam dan dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membutuhkan.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL .......................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. .
iii
MOTTO .....................................................................................................
iv
PERSEMBAHAN .................................................................................... ..
v
KATA PENGANTAR ............................................................................. .
vi
DAFTAR ISI ..............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... . xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii ABSTRAK ............................................................................................... . xiv ABSTRACT ........................................................................................... ... xv BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
7
C. Tujuan .......................................................................................
8
D. Manfaat ......................................................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 10 A. Definisi Kolaborasi .... .............................................................. 10 B. Tipe Kolaborasi .............. .......................................................... 12 C. Ukuran Keberhasilan Kolaborasi .............................................. 13 commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Penanggulangan HIV dan AIDS................................................. 17 E. Kerangka Berpikir ..... .............................................................. 19 BAB III METODE PENELITIAN ... ......................................................... 21 A. Jenis Penelitian .......................................................................... 21 B. Lokasi Penelitian ....................................................................... 21 C. Sumber Data .............................................................................. 21 D. Teknik Pengambilan Sampel ...................................................... 23 E. Validitas Data ............................................................................ 23 E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 23 F. Teknik Analisa Data ................................................................ 24 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... ........................ 26 A. Deskripsi Lokasi Penelitian ....................................................... 26 1. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta ..................................... 26 a. Profil Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (KPA DIY) ............................. 27 2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) .................................. 34 B. Hasil Penelitian .... ...................................................................... . 35 1. Kolaborasi Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DIY dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ..................... 34 2. Keberhasilan Kolaborasi....... ................................................ 44 a. Trust among the participants ........................................... 44 b. Governance ....................................................................... 46 c. Access to authority ........................................................... 48 commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Commitment to a common purpose .................................. 50 e. Tipe networked structure................................................... 51 f. Distributive accountabillity/ responsibility ....................... 52 g. Information sharing .... ..................................................... 54 h. Access to Resources ... ..................................................... 56 3. Hambatan-Hambatan Dalam Kolaborasi Antara KPA DIY dengan LSM ......................... ................................................ 57 BAB V PENUTUP .................................................................................... 63 A. Kesimpulan ............................................................................... 63 B. Saran .......................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA .. .............................................................................. 69 LAMPIRAN
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1
Kasus HIV&AIDS di Provinsi DIY Dalam Kurun Waktu 1993-2010 ..... ...............................................
Tabel 4.1
5
Daftar Kabupaten Dan Kota Di Wilayah DIY ...................... 27
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Kerangka Pikir ..................................................................... 19
Gambar 3.1
Model Analisis Interaktif ............................ ....................... 25
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Winda Septi Ayu Putri, D0108011, Kolaborasi Antara Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (KPA DIY) Dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Penanggulangan HIV dan AIDS Di Yogyakarta, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, 2012, 67 Hal. AIDS merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus HIV. HIV diketahui menjadi AIDS setelah lama berinkubasi dalam tubuh. HIV/AIDS menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Di diy angka kasus hiv/aids dari tahun ke tahun menglami kenaikan. Penangulangan HIV tidak hny dilakukan oleh pemerintah saja, namun membutuhkan peran serta pemerintah dan juga masyarakat, dalam hal ini peran masyarakat tergabung dalam LSM. Kolaborasi antara pemerintah dan juga berbagai LSM dalam mengimplementasikan kebijakan/program penanggulangan HIV/AIDS memiliki peran yang penting dalam memerangi virus HIV. Hiv aids juga bukan hny mslh yg hrs ditangni oleh pemeritah saja, sehingga tidak bisa hny mengandalkan pd pihak pemerintah saja. Melalui kolaborasi yang terjalin ini diharpkan dapat mengatasi atau setidaknya meminimalisir masalah tersebut. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui bagaimana kolaborasi yang terjalin antara KPA DIY dengan LSM di Yogyakarta dalam penanggulangan HIV/AIDS beserta hambatanhambatan yang terjadi dalam kolaborasi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui observasi, wawancara, dokumentasi, maupun pengumpulan arsip. Penentuan informan diperoleh dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan yaitu melalui reduksi data, sajian data dan penarikan simpulan atau verifikatif, sedangkan vaiditas data menggunakan triangulasi data. Kolaborasi yang dilakukan oleh KPA DIY dengan LSM menurut penelitian dapat disimpulkan berjalan dengan cukup efisien dan teroganisir dengan baik. Kolaborasi mencakup pembagian peran serta tanggung jawab yang merata. KPA sebagai koordinator dan LSM merupakan implementor dari program-program yang telah disinkronkan bersama. Struktur organisasi dan juga pembagian peran serta tanggung jawab dengan LSM mitra sudah jelas. Hambatan dapat berasal dari dalam jaringan maupun dari luar jaringan kolaborasi. Hambatan dari dalam jaringan sendiri lebih kepada masalah adu argumen Hambatan dari luar jejaring kolaborasi berasal dari LSM baru yang ingin bergabung, namun belum memiliki legalitas hukum. Menurut penelitian yang telah dilakukan, kolaborasi antara KPA Provinsi dengan LSM mitra sudah berjalan dengan cukup baik dan juga terkoordinir. Kolaborasi tentunya memiliki kekurangan, salah satunya yaitu dana dari kedua belah pihak masih bergantung pada dana asingSlain masalah dana, kolaborasi dangan LSM yang belum memiliki legalitas hukum, apabila memang LSM baru tersebut tidak memenuhi syarat untuk mendapat legalitas hukum, maka bisa dilakukan perekrutan atau sukarelawan untuk membantu program-program yang commit to user dilakukan KPA bersama dengan LSM lainnya.
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Winda Septi Ayu Putri, D0108011, The Collaboration Between AIDS Coping Commission of Daerah Istimewa Yogyakarta Province (KPA DIY) with NonGovernment Organization (NGO) in Coping With HIV and AIDS in Yogyakarta, Thesis, Administration Science, Social and Political Sciences Faculty, Sebelas Maret University, 2012, pages. AIDS is a sexual transmitted disease caused by HIV virus. HIV/AIDS attacks the human body immunity. HIV/AIDS needs government and also community participations, in this case, the participation of community belonging to NGO. The collaboration between government and various NGOs in implementing the HIV/AIDS coping policy/program has an important role in fighting against HIV virus. For that reason, the writer wants to find out how the collaboration is established between KPA DIY and LSM in Yogyakarta in coping HIV/AIDS as well as the obstacles occurred in the collaboration. This research employed a descriptive qualitative research design. Techniques of collecting data used were observation, interview, documentation, and archive collection. The informant was determined using purposive sampling technique. Technique of analyzing data used included data reduction, data display, and conclusion drawing or verification, while data validation used was data triangulation. The collaboration made by KPA DIY with NGO according to this research could be concluded as having worked smoothly and been organized well. The collaboration encompassed the equally distribution of role and responsibility. KPA served as the coordinator and NGO as implementer of program synchronized collectively. The organizational structure and role and responsibility distribution had been clear with the partner NGO. The obstacle could come from both inside the network and outside collaboration network. The obstacle from inside was the argument debate problem. To avoid further problem in this debate, KPA held a joint discussion to arrive at the best decision. The obstacle from outside collaboration discussion came from the new NGO that wanted to join, but still had no constitutional legality. Considering the research conducted, the collaboration between Provincial AIDS Coping Commission and partner NGO had worked smoothly and been organized well. The collaboration with NGO had no constitutional legality; when the new NGO indeed had not met the conditions of obtaining constitutional legality, the recruiting could be done or volunteers could be recruited to help the programs the KPA conducted with other NGOs. For example, the HIV/AIDS prevention socialization program in which the material had been prepared by the KPA or they had their own program to undertake. Then those that wanted to join the KPA could affiliate with other institutions with constitutional legality so that their want to help and cater the public would be not in vain only because their institution had no constitutional legality. commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired
Immuno
Defficiency
Sindrome
(AIDS)
Human
Immunodefficiency Virus (AIDS) merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus Human Immunodefficiency Virus (HIV). Hingga saat ini belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penyakit ini. Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang sangat membahayakan nyawa manusia. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Virus HIV adalah virus penyebab AIDS yang digolongkan sebagai jenis yang disebut retrovirus yang menyerang sel darah putih dan melumpuhkan sistem kekebalan tubuh dan ditemukan dalam cairan tubuh pengidap HIV dan AIDS yang berpotensi menularkan melalui darah, air mani, air susu ibu dan cairan vagina. Acquired Immuno Defficiency Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga daya tahan tubuh melemah dan mudah terjangkit penyakit infeksi. Acquired Immune Deficiency Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah suatu kondisi medis berupa kumpulan tanda dan gejala penyakit yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia akibat Virus HIV.
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Masalah HIV/AIDS tersebut merupakan masalah yang belum kunjung teratasi di dunia, bahkan di Indonesia jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat setiap tahunnya. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok usia produktif (usia 20-29 tahun) sebanyak 49,07% (www.depkes.go.id). Kesehatan merupakan salah satu target utama dalam MDG’s tahun 2011 yang didalamnya terdapat program tentang penaggulangan HIV/AIDS. Pada laporan bulan Januari - Maret 2011, tambahan jumlah pengidap AIDS baru yang dilaporkan adalah 351 kasus dari 27 kab/kota di 12 provinsi. Cara penularan terbanyak melalui heteroseksual (66,95%), Pengguna Narkoba Suntik (Penasun=IDU) (23,08%), perinatal atau dari ibu pengidap kepada bayinya (5,7%), lelaki seks lelaki (LSL) (3,42%). Kasus tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 30-39 tahun (33,62%) disusul kelompok umur 20-29 tahun (33,05%) dan kelompok umur 40-49 tahun (17,09%). Sedangkan jumlah kasus HIV positif pada layanan Voluntary Counseling Test (VCT) pada triwulan I tahun 2011 sebanyak 4.552 kasus. (www.depkes.go.id). Secara kumulatif, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sejak 1978 sampai Maret 2011 sebanyak 24.482 kasus tersebar di 300 kab/kota di 32 provinsi. Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (47,2%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (31,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9,5%). Dari jumlah itu, 4.602 kasus atau 18,8 % diantaranya meninggal dunia. Sementara 10 Provinsi dengan kasus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
HIV/AIDS terbanyak dilaporkan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL) Kemenkes RI hingga Juni 2011, dimulai dari DKI Jakarta (3997), Papua (3938), Jawa Barat (3809), Jawa Timur (3775), Bali (1747), Jawa Tengah (1336), Kalimantan Barat (1125), Sulawesi Selatan (995), DIY (673), Sulawesi Utara (557). Salah satu program yang diterapkan di Indonesia untuk mengetahui seseorang mengidap HIV/AIDS yaitu VCT (Voluntary Counseling Testing) atau Konsultasi & Tes Sukarela. Voluntary Counselling and Testing yang selanjutnya disingkat VCT adalah gabungan 2 (dua) kegiatan yaitu konseling dan tes HIV ke dalam satu jaringan pelayanan agar lebih menguntungkan, baik bagi klien maupun bagi pemberi pelayanan. Perlunya VCT adalah untuk mengetahui seseorang positif mengidap AIDS atau tidak, karena penyakit tersebut adalah penyakit menular yang berbahaya. Banyak orang yang memiliki potensi untuk terjangkit HIV/AIDS tetapi tidak menjalani VCT karena merasa malu untuk melakukan pemerikasaan di klinik rujukan VCT karena takut adanya stigma negatif dan diskriminasi dari masyarakat. Orang-orang yang menjalani VCT cenderung merasa takut jika dinyatakan positif mengidap karena memerlukan pengobatan seumur hidup, dan adanya tekanan psikologis dari dalam diri sendiri maupun tekanan psikologis di dalam masyarakat. Selain program VCT tersebut juga terdapat program pemberian ARV atau Anti Retroviral. Obat antiretroviral digunakan dalam pengobatan infeksi HIV. Obat-obatan ini bekerja melawan infeksi itu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
sendiri dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam tubuh. Program-program yang dilakukan tak hanya VCT, selain itu terdapat pula pemberian obat ARV untuk memperlambat pertumbuhan virus, dan juga sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga lain yang bergerak dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Programprogram inilah yang pada umumnya dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah di daerah-daerah. Penanggulangan HIV/AIDS itu sendiri membutuhkan peran serta pemerintah dan juga masyarakat, dalam hal ini peran masyarakat tergabung dalam LSM. Kolaborasi antara pemerintah dan juga berbagai LSM dalam mengimplementasikan kebijakan/program penanggulangan HIV/AIDS memiliki peran yang penting dalam memerangi virus HIV. Pemerintah tidak berjalan sendiri, namun ada banyak LSM yang berdiri dan mendampingi atau bahkan menjadi alat kontrol pada kinerja pemerintah. Penanggulangan HIV/AIDS tidak hanya merupakan tanggung jawab sektor kesehatan untuk menanganingya, tetapi juga merupakan tangung jawab berbagai sektor. Sebagai suatu bentuk reformasi dari pelayanan publik maka kolaborasi bisa menjadi salah satu cara untuk melayani masyarakat. Terkait dengan penjelasan diatas, dalam kasus HIV dan AIDS DIY menduduki peringkat ke 9 se-Indonesia dalam kasus HIV/AIDS, termasuk 10 besar Provinsi yang memiliki kasus terbanyak HIV/AIDS. DIY memiliki 4 Kabupaten dan satu Kota. Menurut laporan surveilens kasus commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
HIV&AIDS KPA provinsi DIY tahun 1993-2011, distribusi frekuensi kasus HIV&AIDS menurut alamat tinggal provinsi DIY dari tahun 1993Desember 2011 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2010, buktinya adalah sebagai berikut : Tabel 1.1 Kasus HIV&AIDS di Provinsi DIY Selama Kurun Waktu 1993 s/d Desember 2011 NO.
ASAL PENDERITA
AIDS HIV JUMLAH (orang) (orang) (orang) 142 343 485
1
Kota Yogyakarta
2
Kab. Bantul
102
136
238
3
Kab. Kulon Progo
40
43
83
4
Kab. Gunung Kidul
25
17
42
5
Kab. Sleman
154
189
343
6
Luar Provinsi DIY
101
127
228
7
Tak Diketahui
22
67
89
TOTAL
586
922
1508
(Sumber: aidsyogya.or.id) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Kota Yogyakarta berada di peringkat pertama dalam kasus HIV, sedangkan Kabupaten Sleman tertinggi pada penderita AIDS. Secara total keseluruhan kasus HIV/AIDS di Provinsi DIY, Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang tertinggi kasusnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Di D.I Yogyakarta (DIY) sendiri, penanggulangan HIV/AIDS ini dilaksanakan berdasarkan kepada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Human Immunodefficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Defficiency Sindrome (AIDS) Human Immunodefficiency Virus. Dalam Perda tersebut salah satu tugas dan wewenang pemerintah daerah dalam melakukan penanggulangan yaitu dengan koordinasi lintas lembaga pemerintah maupun dengan masyarakat. Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, 33 pemerintah provinsi di Indonesia telah menganggarkan dana penanggulangan HIV/AIDS. Namun, hal itu tidak diimbangi pemerintah kabupaten/kota. Dari 491 kabupaten/kota dan enam kabupaten/kota administratif, baru 150 kabupaten/kota yang mengalokasikan dana dalam APBD. Meski ada yang menganggarkan, dananya terbatas. Penanganan yang serius harus dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Yogyakarta, karena dapat mengancam kehidupan sosial dan kehidupan di dalamnya. Penanggulangan HIV/AIDS KPA DIY berkolaborasi dengan berbagai LSM yang terdapat di DIY. LSM yang terdata di KPA DIY terdapat 21 LSM. Selain itu KPA DIY juga berkoordinasi dengan SKPD di Kota Yogyakarta diantaranya terdapat 7 SKPD yaitu Dinkes, Dinsos, Dikpora, BKKBN, BPPM, Dinhubkominfo, DephukHAM. Kolaborasi yang dilakukan KPA dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan dalam penanggulangan berarti terdapat commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesesuaian atau sinkronisasi kerjasama sebagai upaya penanggulangan HIV dan AIDS baik yang dilaksanakan pemerintah maupun lembaga dan organisasi kemasyarakatan sehingga kegiatan serta kebijakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan dan memiliki berbagai program untuk menekan pertumbuhan/penyebaran virus HIV tersebut. Berangkat dari penjabaran di atas penulis ingin meneliti bagamanakah kolaborasi yang terjadi antara KPA DIY dengan LSM-LSM dalam penanggulangan HIV/AIDS di Yogyakarta karena kolaborasi sangat pentng untuk menekan pertumbuhan HIV/AIDS. Selain itu juga peneliti ingin mengetahui hambatan apa saja yang terjadi terkait dengan penanggulangan HIV dain AIDS.
A. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kolaborasi antara Komisi Penanggulangan AIDS provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (KPA DIY) dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam penanggulangan Human Immunodefficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Defficiency Sindrome (AIDS) Human Immunodefficiency Virus di Yogyakarta? 2. Apa saja hambatan-hambatan terkait dengan kolaborasi dalam pengimplementasian program-program penanggulangan HIV dan AIDS?
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. TUJUAN PENELITIAN 1.
Mengetahui bagaimana kolaborasi Komisi Penanggulangan AIDS provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (KPA DIY) dengan Lembaga Swadaya
Masyarakat
(LSM)
dalam
penanggulangan
Human
Immunodefficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Defficiency Sindrome (AIDS) Human Immunodefficiency Virus di Yogyakarta. 2.
Mengetahui Apa saja hambatan-hambatan terkait dengan kolaborasi dalam pengimplementasian program-program penanggulangan HIV dan AIDS.
C. MANFAAT PENELITIAN 1.
Hasil penelitian diharapkan memberikan masukan kepada pihak. Pemerintah Kota Yogyakarta khususnya Komisi Penanggulangan AIDS provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan pihak-pihak Lemabaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang telah menjalin kolaborasi.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk pihakpihak implementator kebijakan mengenai hal-hal yang menjadi penghambat kolaborasi penanggulangan Human Immunodefficiency Virus (HIV).
3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang kolaborasi penanggulangan HIV. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan penelitian selanjutnya dengan topik bahasan yang serupa dengan penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kolaborasi Menurut Sharon S. Dawes And Lise Préfontaine dalam jurnal yang berjudul Understanding New Models Of Collaboration For Delivering Government Services, vol. 46, no. 1, definisi kolaborasi yaitu: “A reciprocal and voluntary agreement between two or more distinct public sector agencies, or between public and private or nonprofit entities, to deliver government services.” (“Sebuah perjanjian timbal balik dan sukarela antara dua atau lebih lembaga sektor publik yang berbeda, atau antara entitas publik dan swasta atau nirlaba, untuk memberikan pelayanan pemerintah.”) Menurut Anshel and Gash dalam jurnal Oxford University Press on behalf of the Journal of Public Administration Research and Theory, Inc. (vol. 18, hal 543-571) yang berjudul Collaborative Governance in Theory and Practice kolaborasi adalah: “governing arrangement where one or more public agencies directly engage non-state stakeholders in a collective decision-making process that is formal, consensus-oriented, and deliberative and that aims to make or implement public policy or manage public programs or assets.” ("Mengatur pengaturan di mana satu atau lebih lembaga-lembaga publik terlibat langsung dengan non-publik pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan kolektif yang bersifat formal, berorientasi konsensus, dan musyawarah dan yang bertujuan untuk membuat atau melaksanakan kebijakan publik atau mengelola program publik atau aset.") Definisi kolaborasi yang dikutip dari jurnal yang berjudul Kolaborasi Sebagai Strategi Bisnis Masa Depan: Jurnal Administrasi Bisnis (Vol.5, No.1:
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
hal. 40-49) karya Sam’un Jaja Miharja menulis definisi kolaborasi adalah sebagai berikut: “Kolaborasi merupakan peristilahan kerjasama yang merujuk kepada sesuatu yang positif. Untuk memperkuat pernyataan ini, Munt mengemukakan pengertian kolaborasi sebagai kerja bersama (working together) untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diinginkan individu, kelompok, lembaga, atau organisasi untuk menghasilkan keluaran yang bermakna dan berkelanjutan. Dalam kolaborasi terjadi suatu relasi antar organisasi dan dengan relasi tersebut akan tercipta kerjasama. Morsink et.al mengemukakan kolaborasi sebagai suatu upaya bersama untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi suatu program yang didalamya ada (terkandung) tindakan bersama atau terkoordinasi yang dilakukan anggota tim untuk mencapai tujuan (bersama) tim tersebut. Wondoleck dan Yafee menyatakan adanya yang menunjukan bahwa dengan kolaborasi hasil keputusan menjadi lebih baik dan mempermudah implementasi, menyiapkan lembaga dan masyarakat untuk menyongsong tantangan masa depan, membangun “jembatan” antara lembaga, organisasi, dan individu yang menghasilkan kesepahaman, dukungan, dan pengembangan kapasitas.”
Secara umum, kolaborasi (collaboration) dibedakan menjadi 2, yaitu kolaborasi sebagai proses dan kolaborasi dalam arti normatif (Sudarmo, 2011:101). Kolaborasi sebagai proses merupakan serangkaian proses atau cara bagaimana mengelola, mengatur dan memerintah secara institusional. Sejumlah institusi baik dari pemerintah maupun non-pemerintah (LSM), atau lembaga lokal setempat ikut dilibatkan sesuai dengan kpentingan dan tujuannya. Kolaborasi dalam arti proses porsi keterlibatan yang terjadi tidak selalu sama bobotnya antara institusi yang saling berkolaborasi. Sedangkan kolaborasi dalam arti normatif merupakan aspirasi atau tujuan-tujuan filosofi bagi pemerintah untuk mencapai interaksi-interaksinya dengan partner atau mitranya dalam berkolaborasi (Sudarmo, 2011:101). commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kolaborasi normatif bisa merupakan bukan institudi tetapi merupakan cara berperilaku atau bersikap institusi non-pemerintah yang lebih besar dalam melibatkan ke dalam manajemen publik dalam suatu periode. Dalam setiap kolaborasi setiap proyek terdapat beberapa syarat untuk melakukannya, antara lain: 1. melibatkan minimal dua organisasi 2. ada perjanjian resmi tentang peran dan tanggung jawab 3. memiliki
tujuan
umum,
aktivitas, atau proyek
yang
ditujukan
pada pelayanan publik 4. adanya pembagian sumber daya baik tangible maupun intangible, manfaat dan juga resiko yang akan mungkin terjadi. Pengertian kolaborasi dalam konteks pelayanan publik itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu hubungan timbal balik dan dukungan sukarela dari dua atau lebih lembaga sektor publik yang berbeda, atau lembaga publik dan swasta, termasuk organisasi non-profit, bersama-sama bersedia untuk melayani publik yang merupakan salah satu dari misi pemerintah. Kolaborasi sama saja sharing suatu pelayanan. B. Tipe Kolaborasi Dalam kolaborasi juga terdapat beberapa tipe, berikut tipe-tipe kolaborasi menurut Center for Technology in Government University at Albany, New York:
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Publik-publik kolaborasi. Kategori ini
meliputi
perjanjian horisontal
antara
dua instansi atau
departemen pada tingkat pemerintahan yang sama. Selain itu juga terdapat perjanjian vertikal
atau
antar
pemerintah aliansi antara pemerintahan
federal, negara bagian, dan lokal. 2. Publik-swasta kolaborasi. Kolaborasi
publik-swasta
melampaui
kontrak tradisional
dan
outsourcing untuk berbagi atau menyetarakan sumber daya, resiko, dan manfaat yang terkait dengan proyek. Dalam kasus ini, pemerintah menyerahkan bagian dari tanggung jawab manajemen namun, tetap mempertahankan kontrol
yang
cukup untuk
menjamin
perlindungan kepentingan umum atau publik 3. Publik nirlaba kolaborasi.. Secara
tradisional,
hubungan
antara organisasi
nirlaba
dan
pemerintah telah ditandai dengan fee-for-service kontrak. Saat ini, kita mulai melihat pengembangan program-program pelayanan publik dengan organisasi nonprofit yang membagi
tanggung jawab untuk desain
program, kinerja, dan evaluasi. C. Ukuran Keberhasilan Suatu Kolaborasi Kolaborasi berbagai macam instansi pemerintah maupun organisasi non-pemerintah penting untuk diketahui bagaimana suatu kolaborasi itu dikatakan berhasil tau tidak berhasil. Sejauh apa dan bagaimana ukuran kolaborasi dua organisasi atau lebih dapat diukur dengan beberapa indikator. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Menurut Center for Technology in Government University at Albany, terdapat empat faktor pokok kesuksesan kolaborasi yaitu: 1.
Kepemimpinan (Leadership) – pengaruh politik, manajerial, dan juga kinerja individu dalam memimpin.
2.
Kpercayaan (Trust) – kepercayaan publik dan juga saling percaya antar sesama individu, maupun mitra sangat penting dalam kesukssan suatu program.
3.
Manajemen resiko (Risk management) – resiko yang terkandung di luar lingkungan maupun resiko atau gangguan yang terjadi di dalam linkgungan pekerjaan itu sendiri.
4.
Komunikasi dan Koordinasi (Communication and coordination) – Prinsip, struktur, dan inovasi penyelesaian masalah yang bertujuan untuk meningkatkan performa agar lebih baik. Beberapa item yang dijadikan indikator keberhasilan suatu kolaborasi
antara lain (Sudarmo, 2011:110) : 1. Tipe networked structure (jenis struktur jaringan) Struktur jaringan menjelaskan tentang deskripsi konseptual suatu keterkaitan antara elemen yang satu dengan elemen lainnya yang menyatu yeng mencerminkan unsur-unsur fisik yang ditangani. Ada 3 bentuk struktur jaringan, yaitu model self governance yang ditandai dengan struktur dimana tidak terdapat entitas administratif namun demikian masing-masing stakeholder terlibat dalam memanajemen. Model lead organization ditandai dengan adanya entitas administratif (termasuk commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manajer yang melakukan jaringan) sebagai anggota network atau penyedia layanan. Model ini lebih bersifat tersentralisir dan memiliki kelebihan lebih efisien dan arah jaringan/kolaborasinya jelas. Namun, kelemahannya adanya dominasi oleh lead organization dan kurang adanya komitmen yang terjadi antara stakeholders yang tergabung dalam network. Model administrative
organization
ditandai
dengan entitas
administratif secara tegas yang dibentuk untuk mengelola bukan sebagai penyedia layanan dan manajernya di gaji. Model ini merupakan gabungan dari self governance dan lead organization. 2. Commitment to a common purpose (komitmen terhadap tujuan). Komitmen terhadap tujuan mengacu kepada alasan mengapa sebuah atau jaringan itu ada. Tujuan-tujuan itu biasanya terartikulasikan dalam misi umum suatu organisasi pemerintah. 3. Trust among the participants (adanya saling percaya diantara para pelaku/peserta yang ada dalam jaringan) Didasarkan
pada
hubungan
profesional
atau
sosial
yang
menyangkut keyakinan bahwa para partisipan mempercayakan pada informasi-informasi atau usaha-usaha dari stakeholders lainnya dalam suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama. 4. Governance Dalam hal ini yang dimaksud dengan governance adalah adanya saling percaya ( management); ada batas-batas siapa yang boleh terlibat dan siapa yang tidak boleh terlibat (boundary and exclisivity); adanya commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
aturan main yang jelas dan telah disepakati bersama (rules); dan kebebasan
menentukan
bagaimana
kolaborasi
dijalankan
(self
determination). 5. Access to authority (akses terhadap otoritas/kekuasan) Maksudnya adalah tersedianya standar-standar atau ukuran-ukuran ketentuan prosedur yang jelas bisa diterima secara luas. Bagi kebanyakan network, mereka harus memberikan kesan kepada salah satu anggota network
untuk
memberikan
otoritas
guna
mengimplementasikan
keputusan-keputusan atau menjlankan pekerjaannya. 6. Distributive accountabillity/ responsibility (pembagian akuntabilitas/ responsibilitas) Pembagian akuntabilitas/ responsibilitas yaitu berbagi governance (penataan, pengelolaan, menajemen bersama dengan stakeholders) dan berbagi sejumlah pembuatan keputusan kepada seluruh anggota jaringan; dengan demikian berbagi tanggung jawab untuk mencapai hasil yang diinginkan. 7. Information sharing (berbagi informasi) Berbagi informasi yaitu kemudahan dalam mengakses informasi bagi para anggota, perlindungan privacy, dan keterbatasan akses bagi yang bukan anggota sepanjang bisa diterima oleh semua pihak. 8. Access to Resources (akses terhadap sumber daya) Sumber daya yang dimaksud yaitu sumber keuangan, teknis, manusia, dan sumberdaya lainnya yang diperlukan dalam mencapai tujuan commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
network. Masing-masing anggota jaringan memiliki kemudahan dalam mengakses sumberdaya-sumberdaya tersebut. D. Penanggulangan HIV/AIDS Suatu masalah perlu upaya penaggulangan, termasuk salah satunya penanggulangan HIV dan AIDS. Penanggulangan menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 1 berbunyi : “Penanggulangan adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menekan laju epidemi HIV dan AIDS dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya melalui pelayanan promosi, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi” Dalam penanggulangan HIV dan AIDS juga terdapat peran pemerintah yan bertugas untuk mengatur dan juga melaksanakan aturan tersebut. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 3, tugas dan wewenang pemerintah dalam menaggulangi HIV dan AIDS adalah : a) memberikan layanan serta akses komunikasi, informasi dan edukasi yang benar kepada masyarakat tentang HIV dan AIDS; b) melakukan koordinasi lintas lembaga pemerintah maupun dengan masyarakat; c) menyediakan akses pelayanan yang berkesinambungan meliputi pencegahan, perawatan, pengobatan, rehabilitasi dan dukungan lain yang memadai bagi ODHA;
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan, konselor, dan komponen masyarakat dalam upaya penanggulangan yang memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang HIV dan AIDS; e) memfasilitasi pemeliharaan kesehatan ODHA melalui sistem jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f)
memfasilitasi pemeliharaan kesehatan OHIDHA melalui sistem jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
g) memfasilitasi terbentuknya sarana pelayanan konseling dan testing, perawatan, pengobatan, dan dukungan. Di dalam Pasal 4 Perda tersebut, daalam penanggulangan HIV dan AIDS Pemerintah Daerah berwenang menetapkan kebijakan tentang: a.
pengawasan pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan standar pelayanan minimum;
b.
sistim rujukan;
c.
pengurangan dampak buruk tertular dan menularkan HIV;
d.
tempat pelayanan komprehensif pengurangan dampak buruk; dan perlindungan kepentingan masyarakat luas terhadap resiko HIV dan AIDS.
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kerangka Pikir Gambar 2.1 Penanggulangan HIV/AIDS
Kolaborasi penanggulangan HIV/AIDS oleh KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Provinsi dengan LSM dalam arti proses
Indikator keberhasilan : a. b. c. d. e. f. g. h.
Trust among the participants Governance Access to authority Commitment to a common purpose Tipe networked structure Distributive accountabillity/ responsibility Information sharing Access to Resources
Hambatan-hambatan
Untuk mengetahui bagaimana kolaborasi yang terjadi dalam proses penanggulangan HIV/AIDS, peneliti mengukurnya dengan indikatorindikator keberhasilan suatu kolaborasi. Kolaborasi yang terjadi juga melihat pada prosesnya, proses yang terjadi nantinya menentukan keberhasilan suatu kolaborasi, jika proses yang terjadi berjalan baik dan commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanpa hambatan yang berarti maka kolaborasi bisa dikatakan berhasil. Namun, jika dalam suatu proses berkolaborasi banyak menemui hambatan yang terus-menerus sehingga kolaborasi tidak benjalan dengan lancar maka kolaborasi dapat dikatakan tak berhasil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel lain (Sugiyono 2006:11). Jenis penelitian ini berarti peneliti akan menjelaskan fenomena-fenomena dan juga menganalisis fakta-fakta yang ada secara sistematis untuk penarikan suatu kesimpulan. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil dalam melakukan penelitian mengenai kolaborasi penanggulangan HIV/AIDS di Kota Yogyakarta adalah Komisi Penanggulangan AIDS Yogyakarta (KPA DIY) dan beberapa LSM yang menangani HIV/AIDS di Yogyakarta. 3. Sumber Data Data kualitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, skema dan gambar (Sugiyono 2004:14). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber data sebagai berikut : a. Data Primer Data primer diperoleh peneliti dari hasil wawancara langsung kepada narasumber. Data primer yang akan diperoleh oleh peneliti berupa hasil wawancara dengan cara snowball sampling, yaitu sample yang commit to user
21
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diambil yaitu orang di Komisi Penanggulangan AIDS Yogyakarta (KPA DIY) dan beberapa LSM yang menangani HIV/AIDS di Kota Yogyakarta dan beberapa orang di LSM yang menangani HIV/AIDS di Kota Yogyakarta. b. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari hasil temuan peneliti secara tidak langsung diluar wawancara. Data sekunder dapat diperoleh penliti melalui: -
Peristiwa atau aktivitas Peneliti dapat mengumpulkan data dengan mengamati peristiwa atau aktivitas yang dilakukan oleh obyek penelitian.
-
Tempat atau Lokasi Tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sasaran permasalahan penelitian juga dapat dimanfaatkan peneliti sebagai sumber data. Dalam penelitian ini peneliti dapat melihat bagaimana kondisi KPA itu sendiri dan juga LSM-LSM yang menangani HIV/AIDS.
-
Benda, beragam gambar, dan rekaman. Berbagai benda yang terlibat dalam suatu peristiwa atau kegiatan dari yang sederhana sampai yang rumit dapat juga menjadi sumber data. Gambar yang berkaitan dengan suatu peristiwa dan juga rekaman baik audio maupun visual yang berkaitan dengan penelitian. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Teknik pengambilan sample Teknik pengambilan sample yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling yaitu kecenderungan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk dijadikan sumber data yang mantab (HB. Sutopo 2002:56) 5. Validitas Data Teknik analisis data yang peneliti lakukan adalah menggunakan cara kualitatif, yaitu dengan cara triangulasi data. Triangulasi ini merupakan teknik
yang
didasari
pola
pikir
fenomenologi
yang
bersifat
multiperspektif, artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang (H.B Sutopo 2002:78). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber data. Untuk mengetahui implementasi program penanggulangan HIV/AIDS di Kota Yogyakarta, maka peneliti menggunakan kelompok narasumber yang berbeda-beda. Selain pihak implementor program, sasaran dari program juga digunakan sebagai sumber data untuk mengetahui validitasnya. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara : a. Wawancara Metode wawancara dilakukan langsung oleh peneliti dengan cara mewawancarai
para
responden
yang
melaksanakan
kebijakan
penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara berkolaborasi di KPA DIY commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan beberapa LSM yang terkait dengan penanggulangan HIV dan AIDS. Wawancara berguna untuk mendapatkan data primer. b. Dokumentasi Dokumen dapat memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis secara sederhana sampai yang lengkap, dapat pula merupakan catatan peninggalan yang sudah lampau atau sudah tertulis sebelumnya. Dapat berupa catatan, arsip, foto, maupun gambar yang dapat mendukung proses penelitian. c. Observasi Observasi merupakan pengumpulan data dengan cara mengamati langsung fenomena atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di lokasi penelitian. Data dapat didapat dari pengamatan peristiwa, tempat lokasi, benda serta rekaman gambar. 7. Teknik Analisis Data Menurut Miles & Huberman ada 3 komponen utama dalam analisis data kualitatif, yaitu: a) Reduksi Data Reduksi data merupakan bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, memuat fokus, membuang hal-hal ang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan (H.B Sutopo 2002:92). Reduksi data merupakan hasil dari wawancara dan juga data-data sekunder yang telah terpilih yang berguna untuk menarik kesimpulan hasil penelitian. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Sajian Data (Data Display) Sajian data merupakan suatu deskripsi atau narasi yang memungkinkan simpulan dapat dilakukan. Sajian data yang berupa narasi tersebut mengacu kepada rumusan masalah, sehingga berisi tentang deskripsi jawaban dari rumusan masalah tersebut. Selain itu sajian data dapat berupa matriks, skema, maupun tabel. c) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Setelah melakukan reduksi data dan penyajian data, maka langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan tidak berakhir begitu saja, namun perlu diverifikasi agar mantap dan bisa dipertanggunjawaban. Verifikasi dapat dilakukan dengan meneliti kembali catatan-catatan di lapangan. Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif Pengumpulan data
Sajian data
Reduksi data Penarikan simpulan/ verifikasi (Sumber : H.B. Sutopo, 2002 : 96)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Diskripsi Lokasi Penelitian 1. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat Provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan bekas (Negara) Kesultanan Yogyakarta dan (Negara) Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2. Bentuk keistimewaan bagi Pemerintahan DI Yogyakarta saat ini masih menjadi ranah politik di DPR Pusat. Namun menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), Pemerintahan di Daerah Istimewa tidak berbeda dengan daerah biasa. Yang berbeda/yang menjadikan istimewa adalah mengenai pengangkatan kepala daerahnya dan juga boleh memiliki wakil kepala daerah jika daerah istimewa tersebut merupakan gabungan commit to user
26
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari dua daerah atau lebih. Sebab pada saat itu daerah biasa tidak dapat memiliki wakil kepala daerah. Hanya itulah satu-satunya bentuk keistimewaan dan tidak ada yang lain. Adapun alasan keistimewaan Yogyakarta diakui oleh pemerintahan RI menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), adalah Yogyakarta mempunyai hak-hak asal-usul dan di jaman sebelum Republik Indonesia sudah
mempunyai
pemerintahan
sendiri
yang
bersifat
Istimewa
(zelfbestuure landschappen). Tabel 4.1 Daftar Kabupaten Dan Kota Di Wilayah DIY No
Kabupaten/Kota
Ibu Kota
1.
Kabupaten Bantul
Kecamatan Bantul
2.
Kabupaten Gunung Kidul
Kecamatan Wonosari
3.
Kabupaten Kulon Progo
Kecamatan Wates
4.
Kabupaten Sleman
Kecamatan Sleman
5.
Kota Yogyakarta
Kecamatan Umbulharjo
(Sumber: Wikipedia) 2. Profil Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (KPA DIY) Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DIY adalah komisi yang dibentuk khusus oleh pemerintah dalam menanggapi kasus HIV/AIDS yang semakin mengglobal. Komisi Penanggulangan AIDS merupakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
suatu bentuk panitia non struktural yang bersifat lintas sektor yang bertugas menyelenggarakan perumusan kebijakan tentang penanggulangan AIDS secara terpadu dan terkoordinasi. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DIY beralamat di Jl. Sriti 20F, Demangan Baru Yogyakarta 55281. KPA DIY dibiayai oleh APBD yang terdiri dari 7 SKPD (Dinkes, Dinsos, Dikpora, BKKBN, BPPM, Dinhubkominfo, DephukHAM), sekretariat, dan dana lain (KPAN-IPF, HCPI-HR, KPAN-HCPI/Penguatan Kelembagaan, HCPI-Media, KPAN-GF R9 (SSF Group B), GF-Dinkes Provinsi DIY) Pelaporan pelaksanaan program pemberdayaan dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan secara berjenjang mulai dari Desa/Kelurahan, Kecamatan, sampai Kabupaten/Kota yang secara keseluruhan dilampirkan sebagai laporan Gubernur selaku Ketua KPA Provinsi. KPA DIY memiliki peran antara lain menetapkan kebijakan dan rencana strategis propinsi serta pedoman umum pencegahan, pengendalian dan penanggulangan AIDS; Menetapkan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan; Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan, pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengendalian dan penanggulangan AIDS; Melakukan penyebarluasan informasi mengenai AIDS kepada berbagai media massa, dalam kaitan dengan pemberitaan yang tepat dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat; Melakukan kerja sama regional dan internasional dalam rangka commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pencegahan dan penanggulangan AIDS; Mengkoordinasikan pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan masalah AIDS; Mengendalikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan penanggulangan AIDS; Berkoordinasi dengan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Kabupaten atau Kota dalam rangka pencegahan, pengendalian dan penanggulangan AIDS. Sekretariat KPA Provinsi DIY memiliki staf penuh waktu yang terdiri dari Sekretaris, Pengelola Program, Pengelola Administrasi, Pengelola
Keuangan Pengelola
Dana
Bantuan,
Pengelola
Monev,
Pengelola Program Harm Reduction, Pengelola Administrasi & Keuangan Harm Reduction. Tugas Pokok Komisi Pencegahan dan Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) adalah: 1. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS berdasarkan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku serta berpedoman pada strategi nasional penanggulan AIDS. 2. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya AIDS dan meningkatkan pencegahan dan atau penanggulangan AIDS secara lintas sektor, menyeluruh dan terkoordinasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut Komisi Pencegahan dan Penanggulan AIDS melaksanakan kegiatan : 1. Penelitian, pengkajian, penyuluhan, pelayanan, pemantauan dan pengendalian bahaya AIDS. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pengamatan epidemiologik pada kelompok penduduk resiko tinggi menularkan dan tertular HIV/AIDS. 3. Penyuluhan bahaya dan pencegahan HIV/AIDS bagi masyarakat. 4. Penyebarluasan informasi mengenai HIV/AIDS melalui media komunikasi. 5. Kerjasama regional dan nasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan. Secara keseluruhan susunan tim yang ada di KPA Provinsi DIY terdiri dari berbagai pokja yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, antara lain : a.
Pokja Pelayanan dan Rehabilitasi 1.
Menginvetarisir
dan
memantau
sarana
pelayanan
yang
melaporkan dan menangani kasus HIV/AIDS. 2.
Mengkoordinir dan membentuk jaringan kerja dengan sarana dan unit-unit pelayanan yang menangani kasus HIV/AIDS.
3.
Membantu jenis-jenis pelayanan baik diagnosis (laboratorium), tatalaksana kasus HIV/AIDS serta dukungan terhadap ODHA.
4.
Memastikan bahwa penderita tetap mendapatkan pelayanan standar.
5.
Mengupayakan
bahwa
konseling
dapat
diterapkan
sesuai
kebutuhan. 6.
Memastikan bahwa Universal Precaution diterapkan setiap sarana-sarana
pelayanan kesehatan commit to user
dalam
rangka
upaya
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pencegahan penularan HIV baik kepada petugas atau kepada penderita lain. 7.
Memastikan bahwa tidak terjadi diskriminasi pelayanan terhadap penderita HIV/AIDS disetiap sarana pelayanan kesehatan.
8.
Menginvetarisir
kebutuhan
ARV
berdasarkan
persyaratan
pengobatan. 9.
Mengupayakan
membentuk
jaringan
kerja
dalam
upaya
rehabilitasi penderita, baik fisik, psikis, serta sosial. 10. Menginvetarisir masalah-masalah yang dijumpai dan dilaporkan dalam penatalaksanaan kasus HIV/AIDS untuk dibahas dalam rapat komisi. 11. Menyusun agenda kerja tahunan pokja. 12. Menyiapkan data pelaksanaan pelayanan untuk keperluan pembahasan pada pertemuan berkala. b.
Pokja Pencegahan dan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) 1. Menginvetarisir
institusi
teknis/organisasi
yang
dapat
melaksanakan upaya promotif dan preventif dalam upaya penanggulangan resiko HIV/AIDS. 2. Membentuk jaringan kerja dengan pengelola progam di instansi teknis/organisasi. 3. Berkoordinasi dengan Pokja lain serta instansi teknis lain yang sesuai dengan maslah serta menjangkau masing-masing kelompok sasaran.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Merencanakan kegiatan sosialisai/penyuluhan melalui media. 5. Berkoordinasi untuk mencari peluang-peluang sosialisasi dan juga penyuluhan. 6. Menyusun agenda tahunan pokja. 7. Menyusun panitia ad hoc masalah perundang-undangan tentang penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS. c.
Pokja Penelitian Pengembangan, Diklat 1. Menginvetarisasi institusi/organisasi yang dapat melaksanakan upaya
penanganan
kasus
dalam
upaya
penanggulangan
HIV/AIDS. 2. Mengkoordinir dan membentuk jaringan kerja dengan pengelola program di instansi teknis lain. 3. Berkoordinasi dengan pokja lain serta instansi/organisasi dalam rangka identifikasi faktor resiko dan masalah yang ditemukan untuk merencanakan pnyusunan kegiatan. 4. Berkoordinasi dalam rangka mencari peluang untuk event pemutakhiran data sesuai kebutuhan dan masalah yang ada. 5. Memastikan untuk selalu mendapatkan data yang mutakhir baik dari sarana pelayanan maupun hasil survey. 6. Mengumpulkan, mengolah, serta menyajikan data sehngga bermanfaat setiap saat bagi setiap pokja seta sebagai bahan pengambilan keputusan dalam upaya pencegahan, promosi, maupun pananggulangan. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Memonitor setiap data yang berasal dari berbagai sumber serta memvalidasi setiap saat. 8. Menyusun agenda kerja tahunan pokja. 9. Menyiarkan data dan hasil pelaksanaan kegiatan untuk pertemuan berkala sebagai bahan informasi, evaluasi, serta rencana tindak lanjut penanggulangan. d.
Pokja Harm Reduction dan Lapas 1. Menginventarisir faktor resiko HIV/AIDS yang ada di lapas Rutan berdasarkan kriteria tahanan yang ada. 2. Mengkoordinir dan membentuk jaringan kerja dengan pengelola program di masing-masing instansi teknis sarana dan unit pelayanan HIV/AIDS. 3. Berkoordinasi dengan pokja-pokja KPAD 4. Menginventarisir jenis-jenis kegiatan yang dibutuhkan dalam upaya pencegahan, kebutuhan pelayanan dalam menanggulangi kemungkinan penularan HIV di lapas/rutan. 5. Membantu pelaksanaan survey/penyuluhan pelayanan yang dibutuhkan oleh lapas/rutan. 6. Menginventarisir
masalah-masalah
yang
dijumpai
dalam
pelaksanaan kegiatan dan dilaporkan ke KPAD secara langsung maupun sidang pleno. 7. Menyusun agenda kerja. 8. Menyiapkan data dan hasil pelaksanaan untuk keperluan berkala. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) Lembaga swadaya masyarakat (LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi tersebut bukan
menjadi
bagian
dari pemerintah, birokrasi ataupun negara.
Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan. Secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb: a.
Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara
b.
Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba)
c.
Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk
kepentingan
para
anggota
seperti
yang
dilakukan koperasi ataupun organisasi profesi. (www.wikipedia.com) LSM disini adalah LSM yang membawa isu tentang HIV/AIDS dan bermitra dengan KPA DIY. LSM yang bermitra dengan KPA DIY berjumlah 9 LSM. Hubungan antara keduanya merupakan hubungan simbiosis mutualisme dimana keduanya sama-sama diuntungkan. KPA merupakan koordinator dan LSM adalah implementor dari programprogram
yang
telah
disinkronkan
bersama
menanggulangi HIV dan AIDS di Yogyakarta. commit to user
untuk
bersama-sama
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Hasil Penelitian 1.
Kolaborasi Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DIY (KPA DIY) dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kita bersama, bukan hanya masalah di bidang kesehatan, tetapi juga sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Dalam penanggulangan HIV/AIDS, KPA DIY dan juga LSM, beserta lembaga lainnya bersama-sama saling koordinasi dan juga melakukan jejaring untuk melawan penyakit mematikan ini. Terdapat Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 3 mengenai tugas dan wewenang pemerintah dalam menaggulangi HIV dan AIDS. Namun tidak semua poin yang tertulis dalam pasal tersebut merupakan tugas dan juga wewenang KPA. Terdapat tiga tugas dan wewenang yang jelas terdapat di KPA yaitu melakukan koordinasi lintas lembaga pemerintah maupun dengan masyarakat, memberikan layanan serta akses komunikasi, informasi dan edukasi yang benar kepada masyarakat tentang HIV dan AIDS, , dan menyediakan
akses
pelayanan
yang
berkesinambungan
meliputi
pencegahan, perawatan, pengobatan, rehabilitasi dan dukungan lain yang memadai bagi ODHA. Salah satu yang telah dilaksanakan KPA adalah melakukan jejaring dengan lintas lembaga. Kolaborasi tersebut tertulis dalam lampiran Keputusan Gubernur DIY No 167/KEP/2010 tentang Perubahan Atas commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keputusan Gubernur DIY No 43/KEP/2008 Tentang Pembentukan KPA provinsi DIY. Seperti halnya definisi kolaborasi, benar adanya KPA DIY dan juga LSM saling berkolaborasi dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Yogyakarta. Kolaborasi terjalin dengan dua organisasi atau lebih. KPA DIY dengan LSM dan juga berbagai pihak saling berkolaborasi untuk meminimalisir angka kematian akibat HIV/AIDS. Dalam kolaborasi yang mereka lakukan mereka ada hubungan timbal balik. KPA dan juga LSM saling bertukar informasi dan juga data-data statistik tentang HIV/AIDS agar memudahkan dalam merancang program, mengkoordinasi, dan menjalankan program-program tersebut. LSM yang bermitra dengan KPA ada 9 LSM yang membawa isuisu tentang HIV/AIDS. Mereka bermitra atas dasar ajakan dari KPA dan inisiatif sendiri untuk bergabung dengan KPA Provinsi. KPA DIY dengan LSM memiliki keterkaitan karena kesamaan isu yang mereka bawa yaitu penanggulangan HIV/AIDS di Yogyakarta. KPA DIY disini jelas tidak bisa
bekerja
sendiri
karena
mereka
membutuhkan
LSM
untuk
mendapatkan informasi-informasi seputar HIV dan AIDS di provinsi DIY. Ada koordinasi yang dilakukan antara KPA DIY dengan lembaga non-pemerintah dalam hal ini adalah LSM yang ikut sebagai mitra kerja KPA DIY yang ditandai dengan pertemuan koordinasi pada setiap bulannya. Hal tersebut seperti yang telah dikatakan oleh Ana Yuliastanti, S.Pd selaku pengelola program sekretariat KPA DIY : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
“ya ada, kalau koordinasi, setiap bulan kami melakukan koordinasi karena LSM merupakan anggota KPA” (Wawancara 28 Maret 2012) Demikian juga yang telah dikatakan oleh Mami selaku direktur LSM Kebaya yang berkonsentrasi pada populasi kunci waria atau mereka lebih sering menyebutnya transgender : “tentu saja ya, kebaya itu salah satunya adalah berkolaborasi dengan yang konsen terhadap HIV/AIDS termasuk KPA itu sendiri.” (Wawancara 3 April 2012) Hal serupa juga dikatakan oleh direktur 3 LSM lain yang dijadikan sampel verifikasi data yaitu diantaranya LSM Victory Plus (ODHA dan Penasun), LSM Vesta (Gay dan Pria Resiko Tinggi), dan LSM CD Bethesda (ODHA pada umumnya). Untuk mencapai salah satu syarat dalam kolaborasi, salah satunya yaitu memiliki perjanjian resmi serta pembagian peran dan tanggung jawab, maka dalam melakukan kolaborasi mereka memilki perjanjian tertulis tidak hanya dalam hal dana saja. Hal tersebut seperti yang telah dikatakan oleh Ana Yuliastanti, S.Pd selaku pengelola program sekretariat KPA DIY: ”Untuk peran dan juga tanggung jawab masing-masing LSM dalam kita berkolaborasi itu ada di dalam lampiran keputusan gubernur yang menjelaskan tentang tugas dan tanggung jawab yang dibagibagi dalam beberapa bidang, dan disitu sudah termasuk LSM... selain itu kalau untuk dana yang berasal dari nasional melalui KPA misalnya, ya kita ada perjanjian tetulis juga” (Wawancara 28 Maret 2012) Melihat pernyataan diatas berarti memang terdapat adanya pembagian peran yang tertuang dalam lampiran Keputusan Gubernur DIY No commit to user 167/KEP/2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur DIY No
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
43/KEP/2008 Tentang Pembentukan KPA provinsi DIY. Dilampiran tersebut dijelaskan susunan/struktur dari setiap bidang beserta nama-nama yang menjabat dan juga uraian tugas yang bisa dipertanggungjawabkan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, orang-orang yang duduk dalam KPA adalah mereka orang-orang dari LSM dan juga pemerintah provinsi DIY. Selain perjanjian resmi tentang pembagian peran dan tanggung jawab, perjanjian tentang dana yang berasal dari pemerintah nasional yang melalui KPA DIY juga terdapat perjanjian tertulis yang juga mengatur tentang pembagian sumber dana untuk LSM. Mengenai perjanjian dan juga pembagian peran serta fungsi tersebut juga dikatakan oleh Direktur LSM Kebaya : “tentu saja ada karena memang ini kan persoalan kita bersama, dan memang salah satu poin di HIV/AIDS ini lebih ke datanya, yang membuat Kebaya (LSM) ini juga penting bagi KPA” Untuk
memperoleh
data
statistik
mengenai
HIV/AIDS,
KPA
membutuhkan LSM, demikian pula LSM yang telah mengganggap KPA sebagai ujung tombak dalam penanggulangan HIV/AIDS di Provinsi DIY. Sedangkan untuk mitra kerja KPA sendiri terdapat 9 LSM, dari sembilan LSM yang fokus pada penanggulangan AIDS tersebut tidak semua masuk ke dalam struktur organisasi KPA DIY. Namun lebih banyak dari mereka yang tergabung di dalam pokja (kelompok kerja). Hal tersebut seperti yang telah dikatakan oleh Ana Yuliastanti, S.Pd selaku pengelola program sekretariat KPA DIY commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
“kalau mitra kerja KPA sendiri ada 9 LSM dan kebanyakan LSM kami membentuk pokja agar lebih mudah dalam koordinasi” (Wawancara 28 Maret 2012) Senada dengan yang dikatakan oleh direktur LSM Vesta Yusuf Nugroho : “Ada pertemuan yang disebut dengan pokja, ini kan KPA didalamnya ada yang disebut dengan pokja, pokja rehabilitasi, pencegahan dan sebagainya. Vesta masuk dalam pokja pencegahan” (Wawancara 26 April 2012) Ibu Sadinah pengelola LSM CD Bethesda bidang HIV/AIDS juga mengatakan: “kalau dengan KPA itu terlibat kedalam pokja, kami termasuk dalam pokja pendampingan dan rehabilitasi” (Wawancara 11 April 2012) Hal yang juga senada dikatakan oleh LSM Kebaya yang masuk kedalam pokja penjangkauan dan pendampingan dan juga LSM Victory Plus yang masuk dalam pokja pelayanan dan rehabilitasi. Melihat pernyataan-pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa kolaborasi yang dilakukan antara KPA dan juga LSM terbagi-bagi dalam kelompok kerja dan dikoordinir oleh KPA, kemudian LSM yang mengimplementasikan program-program yang terbagi dalam pokja-pokja tersebut. Kolaborasi antara KPA dengan LSM terjadi sejak KPA operasional atau sejak mulai beroperasi khususnya sekretariat. Hal tersebut seperti yang telah dikatakan oleh Ana Yuliastanti, S.Pd selaku pengelola program sekretariat KPA DIY “kalau sejak kapannya ya sejak KPA berdiri secara operasional, khususnya sekretariat. Kalau inisiatornya pertama kali ya kebetulan kami-kami dulunya dari LSM yang tau kondisi lapangan seperti apa commit to user ya mau tidak mau kami harus bekerja sama dengan pemerintah kan
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena sumber dana kami terbatas, sumber daya kami juga waktu di LSM terbatas” (Wawancara 28 Maret 2012) Setelah KPA khususnya sekretariat bediri tak lantas kemudian LSM yang konsen pada HIV/AIDS bergabung seluruhnya. Seperti yang dikatakan oleh direktur LSM Kebaya “kami mulai berkolaborasi pada tahun 2006” Dan juga seperti yang dikatakan oleh direktur LSM Vesta Yusuf Nugroho: “pertama kali Vesta berdiri itu tahun 2005, dan langsung masuk menjadi anggota KPA” (Wawancara 26 April 2012) Melihat pernyataan diatas dapat dapat disimpulkan bahwa kolaborasi terjalin sejak KPA mulai berdiri sejak tahun 2003 melalui Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 52, dari sana pemerintah bermaksud untuk menyatukan seluruh elemen masyarakat, pemerintah, termasuk LSM untuk memerangi HIV/AIDS yang seperi fenomena gunung es di lapangan untuk berkerja bersama-sama. Jadi orang-orang dari LSM juga masuk dalam struktur organisasi KPA bersama orang-orang dari pemerintah yang terbagi dalam berbagai bidang kerja, peran, serta tanggung jawab. LSM secara sukarela bergabung dengan KPA, memang ada inisiatif dari LSM sendiri dalam melakukan kolaborasi dengan KPA dan juga memang orang-orang yang berada di KPA itu adalah orang-orang dari berbagai LSM yang diajak pemerintah kemudian dibentuklah KPA sebagai
koordinator
seluruh
LSM
penanggulangan HIV/AIDS. commit to user
yang
berkonsentrasi
pada
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam melakukan kolaborasi yang tak hanya melibatkan satu institusi atau lembaga saja, maka pembagian sumber daya baik sumber daya manusia maupun dana itu penting mengingat tujuan bersama yang telah disepakati. Dalam pembagian sumber daya ini KPA tak hanya melibatkan LSM, tetapi juga institusi pemerintah lainnya. Pembagian sumber daya disini maksudnya pembagian sumber daya manusia dan dana. Untuk pembagian sumber daya manusia KPA khususnya sekretariat memiliki hak untuk mengkoordinasikan seluruh anggota institusi mitra dalam hal pengimplementasian program-program. KPA disini tidak mengontrol namun hanya bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh sumber
daya
manusia
yang
bermitra
dengan
KPA
untuk
mengimplementasikan program-program yang ada. Untuk sharing dana selagi proposal yang diajukan LSM sinkron dengan KPA, maka KPA berkewajiban memberikan dana, contohnya pertemuan atau rapat koordinasi antar LSM yang diadakan setiap bulannya. Seperti penuturan Ana Yuliastanti S.Pd selaku pengelola program di KPA provinsi : “kalau dana KPA sendiri berasal dari berbagai sumber, kalau KPA sendiri untuk operasionalnya dana berasal dari APBD 1.. untuk dana selagi ada program yang bisa disinkronkan kita bisa bantu, kalau tidak ya kita tidak bisa bantu” (Wawancara 28 Maret 2012)
Selain itu pembagian sumber dana yang juga termasuk dalam pembagian sumber daya yang dilakukan antara KPA denga LSM mitra di DIY. Dalam pembagian dana tersebut, KPA mendapat dana dari pemerintah yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
berasal dr APBD 1 dan juga bantuan utama lain dari luar negeri yaitu dari Global Fund dan HCPI (HIV/AIDS Corporate Program for Indonesia) bantuan dana dari Australia. Menurut pengelola program KPA DIY Ana Yuliastanti, S.Pd, apabila dipersentase bantuan dari pemerintah 40% sedangkan bantuan dari luar negri tersebut 60%. Sedangkan untuk dana sharing kepada LSM mitra tidak ada selagi tidak ada program yang bisa disinkronkan, dana sharing hanya ada apabila ada program-program yang dapat disinkronkan antara KPA dan LSM. Untuk LSM sendiri yang merupakan lembaga swadaya, maka dana yang mereka peroleh pun mereka usahakan sendiri, tidak tergantung dari pemerintah maupun KPA. Hal mengenai dana juga dikemukakan oleh direktur LSM Vesta Yusuf Nugroho : “untuk sumber daya manusia, orang-orang KPA yang ada disana adalah orang-orang fulltime disana, kalau masalah sharing saya rasa tidak ada. Hanya saja kita berdampingan, tapi kalau masalah dana KPA punya dana untuk ini, rapat koordinasi ini yang melaksanakan Vesta yang mendanai KPA itu sah-sah saja” (Wawancara 26 April 2012) Hal mengenai pemberian dana pertemuan juga dikemukakan oleh direktur LSM Kebaya Mami: “dana dari KPA sekilas ya hanya dana untuk pertemuan saja yang diadakan tiap bulan” (Wawancara 3 April 2012) Sejauh ini kolaborasi antara KPA dan juga LSM mitra hanya dalam program saja. LSM punya program maka bisa dibahas dan disinkronkan pada setiap bulan pertemuan. Untuk transparansi KPA dengan LSM, KPA meminta adanya laporan kegiatan tersebut dari LSM, semua program yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
dijalankan bersama itu dilaporkan kepada KPA kecuali laporan keuangan LSM sendiri, jika memang ada sharing dana maka hal tersebut masuk dalam pelaporan, namun jika tidak hanya laporan program saja. Seperti yang dikatakan Ana Yuliastanti, S.Pd selaku pengelola program di sekretariat KPA DIY : “tapi dalam hal ini laporan secara program ya, kalau keuangan nggak ke kita” (Wawancara 28 Maret 2012) Dari Mami selaku direktur LSM Kebaya juga mengatakan: “tentu saja kita melaporkan, karna kan untuk saat ini LSM Kebaya itu berada dalam pokja penjangkauan dan pendampingan, jadi kita laporkan kegiatan itu” (Wawancara 3 April 2012)
Hal mengenai pelaporan aktivitas juga dikemukakan oleh direktur LSM Vesta Yusuf Nugroho: “output dari aktivitas per bulan biasanya itu ada laporan biasanya ada beberapa orang yang diberikan edukasi pada bulan ini, berapa orang yang menerima kondom dan sebagainya.” (Wawancara 26 April 2012) Hal demikian juga dikemukakan oleh direktur LSM Victory Plus yang memang melaporkan hasil program/aktivitas yang telah dilakukan per bulannya secara rutin ke KPA. Laporan kegiatan/program per bulan ini membantu KPA dalam melihat pertumbuhan dan juga perkembangan kasus-kasus HIV yang ada di DIY. Dari data berbagai laporan dari LSM tersebut dapat diperoleh data-data yang dibuat acuan untuk pembuatan program yang berkesinambungan. Kolaborasi yang dijalin KPA Provinsi dengan LSM juga termasuk commit to user diantaranya dalam pengadaan kondom dan juga obat antiretroviral (ARV)
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu obat yang mampu memperlambat berkembangnya virus HIV menjadi AIDS. Dalam hal pendanaan KPA bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan juga SKPD di Provinsi DIY lainnya juga bantuan dari luar negri. Penanggulangan HIV/AIDS bersama dengan LSM dibuktikan dengan pendistribusian kondom serta obat ARV, seperti yang dituturkan oleh Direktur LSM Vesta, Yusuf Nugroho : “misalnya disetiap bulan memberikan distribusi kondom gratis kepada kita” (Wawancara 26 April 2012) Direktur LSM Kebaya yang akrab disapa Mami juga menyatakan hal yang sama : “ada palingan ditribusi kondom setiap bulan dari KPA” (Wawancara 3 April 2012) Hal senada juga dituturkan pula oleh Direktur LSM Victory Plus, Bapak Samuel : “selain kondom ada juga ditribusi obat-obatan seperti ARV” (Wawancara 3 April 2012) 2.
Keberhasilan Kolaborasi Mengukur keberhasilan suatu kolaborasi dibutuhkan ukuranukuran tertentu yang dapat merepresentasikannya, keberhasilan kolaborasi yang dilakukan oleh KPA DIY dan juga LSM mitra dapat diukur melalui (Sudarmo, 2011:110) : a.
Trust among the participants Antara KPA DIY dan juga LSM memiliki visi dan misi yang sama. Dalam menjalin suatu kolaborasi, koordinasi dan juga commit tosangatlah user kepercayaan antara partisipan penting. Membina hubungan
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan juga proses komunikasi yang baik antara mitra satu dengan yang lain dapat membawa dampak baik juga pada keberhasilan suatu kolaborasi.
Pengelola program KPA DIY Ana Yuliastanti
mengatakan : “Kami percaya pada LSM, maka dari itu kami mau menggandeng dan kolaborasi sama LSM itu karena kita percaya LSM memiliki visi dan misi yang sama dengan kami, dan kita juga berusaha untuk mengkoordinasikan dengan baik, karena semua tidak berjalan lancar kalau sama mitra saja kita tidak saling percaya” (Wawancara 28 Maret 2012) Hal senada juga dikatakan oleh direktur LSM Victory Plus Bapak Samuel : “ya kita percaya karena visi dan misi kita sejalan yaitu menekan angka kematian akibat HIV, sosialisasi, pencegahan, dan sebagainya” (Wawancara 3 April 2012) Dikatakan pula oleh Direktur LSM Vesta Bapak Yusuf Nugroho: “mungkin lebih tepat karena kita memiliki visi dan misi yang sama.” (Wawancara 26 April 2012) LSM Kebaya dan juga CD Bethesda juga mengungkapkan hal yang sama bahwa mereka telah saling mempercayai dan berkomitmen pada tugas dan juga tanggung jawab masing-masing demi tercapainya tujuan bersama. Komisi Penanggulangan AIDS DIY (KPA DIY) membangun kemitraan dan juga komunikasi yang baik dengan LSM-LSM di Yogya. Mereka telah saling percaya, menghormati, dan bertanggung jawab pada kerja dan juga program yang mereka kerjakan bersama. commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterbukaan informasi juga mereka lakukan dengan cara melakukan pertemuan atau rapat koordinasi setiap satu bulan sekali untuk membahas program-program bersama dan juga melaporkan kegiatankegiatan selama satu bulan yang telah mereka lakukan. Dalam hal ini yang melaporkan seluruh kegiatan yang telah mereka lakukan kepada sekretariat KPA provinsi DIY adalah LSM yang bermitra dengan KPA. Pelaporan yang dilakukan LSM kepada KPA hanya laporan program/kegiatan yang sudah dikoordinasikan/disinkronkan dengan KPA, sedangkan laporan keuangan tidak dilaporkan karena itu merupakan kewenangan atau otoritas LSM itu sendiri, kecuali kalau ada dana yang memang sengaja di-sharing-kan untuk bersama. Kesamaan visi dan misi antara KPA dan LSM sudah cukup untuk membangun kepercayaan diantara mereka. Pada kenyataannya walaupun visi dan juga misi yang tertulis memiliki bahasa yang berbeda, namun tetap memiliki inti yang sama. KPA yang berada dalam level koordinasi dipercaya LSM untuk menyalurkan programprogram yang mereka bawa untuk di-link-kan dengan pihak-pihak mana saja yang terkait untuk membantu jalannya program tersebut. b.
Governance Dalam hal ini yang dimaksud dengan governance adalah adanya saling percaya (management); ada batas-batas siapa yang boleh terlibat dan siapa yang tidak boleh terlibat (boundary and exclisivity); adanya aturan main yang jelas dan telah disepakati bersama (rules); commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan kebebasan menentukan bagaimana kolaborasi dijalankan (self determination). KPA provinsi telah menjalankan tugasnya mengkoordinir seluruh LSM di DIY yang bergerak dalam bidang penanggulangan HIV/AIDS. KPA provinsi dengan LSM telah saling percaya dalam menjalankan program-program bersama. KPA dan LSM merupakan satu kesatuan yang tidak dapt dipisahkan, jadi selain saling mempercayai satu sama lain dalam hal perencanaan program juga antara KPA dan LSM saling terlibat dalam membuat sautau program bersama. Seperti yang dikatakan oleh Ana Yuliastanti selaku pengelola program sekretariat KPA DIY : “Kita tidak mendominasi, karena kan kami sering brkolaborasi dan pada saat pembuatan renstra kami juga melibatkan LSM, pembuatan peraturan daerah kami melibatkan LSM juga, bahkan orang yang terinfeksi pun kita libatkan dalam pmbuatan Perda.” (Wawancara 28 Maret 2012) Demikian pula yang dikatakan oleh direktur LSM Vesta, Yusuf Nugroho: “dalam diskusi kita sering beradu argumen untuk memutuskan metode/pendekatan yang tepat dalam menjalankan program” (Wawancara 26 April 2012) Dalam wawancara Direktur LSM Victory Plus juga mengatakan bahwa: “kami sering diajak dan diundang untuk berdiskusi bersama untuk membahas program-program dan juga melaporkan programprogram yang kami jalankan” commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari pernyataan-pernyataan tesebut dapat dijelaskan bahwa LSM juga memiliki hak besuara, sehingga diskusi dan pengambilan suatu keputusan tak hanya didominasi oleh satu pihak saja. Pertemuan setiap bulan yang diadakan setiap bulan selain dijadikan sebagai sarana pelaporan output-output program, pertemuan tersebut juga dijadikan sarana untuk pembuatan suatu kesepakatan bersama, maka dengan adanya kesempatan inilah LSM dan KPA saling bicara, tidak hanya satu pihak saja yang mendominasi, namun juga seluruh komponen stakeholders ikut dalam merencanakan dan memutuskan program apa yang akan diimplementasikan untuk menekan angka pertumbuhan kasus HIV/AIDS. Pengambilan suatu keputusan tidak hanya didominasi oleh satu pihak saja, namun sesuai dengan kesepakatan dan juga aturan yang berlaku. c.
Access to authority Access to authority maksudnya adalah ada atau tidaknya batasan-batasan antara ruang tugas serta kewenangan yang ada dalam kolaborasi antara KPA DIY dengan LSM. KPA dan juga LSM mendapat proporsi tugas serta kewenangannya masing-masing. KPA
memiliki
tugas
untuk
mengkoordinir,
sedangkan
implementasi program-programnya semua dilakukan oleh LSM. KPA dan LSM adalah satu kesatuan, tanpa LSM, KPA tidak dapat mengimplementasikan program-programnya. KPA tidak memiliki hak untuk mengintervensi LSM, karena KPA hanya berada dalam level commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
koordinasi bukan untuk mengontrol LSM. Sebaliknya LSM juga memiliki batasan untuk tidak mengintervensi KPA karena LSM merupakan implementor program, namun keduanya masih dapat saling beradu pendapat untuk memutuskan suatu keputusan pada saat pertemuan-pertemuan rutin yang mereka lakukan. Seperti yang dikatakan pengelola program KPA DIY Ana Yuliastanti, S.Pd : “kita bukan dan tidak mengontrol LSM, kita hanya berada dalam level koordinasi, LSM bukan berada dibawah KPA.” (Wawancara 28 Maret 2012) Hampir sama seperti yang dikatakan oleh direktur LSM Vesta Yusuf Nugroho : “KPA bertugas untuk koordinasi saja, kita mengajukan program dan KPA yang membantu mengkoorinir supaya program dapat berjalan lancar, hanya sebatas itu.” (Wawancara 26 April 2012) Tiga LSM lain yaitu LSM Kebaya dan LSM Victory Plus juga mengungkapkan hal yang sama, namun berbeda yang dikatakan LSM CD Bethesda pengelola bidang HIV/AIDS Ibu Sadinah : “kami tidak berhubungan langsung dengan KPA DIY, hubungan kami sebatas pokja saja, kami brkoordinasi kalau ada undangan dari KPA DIY saja, sebatas itu, selebihnya kami lebih banyak bekerja sendiri” (Wawancara 11 April 2012) Jadi dapat dikatakan bahwa kedua belah pihak tidak memiliki hak atau wewenang untuk mencampuri urusan internal organisasi, wewenang mereka hanyalah sebatas perjanjian berdasarkan tugas dan tanggung jawab yang telah disepakati bersama. commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d.
Commitment to a common purpose KPA dan LSM memiliki visi dan misi yang sama. Walaupun ditulis dalam bahaa yang berbeda, namun pada umumnya memiliki kesamaan dalam misi. KPA dan LSM merupakan dua organisasi yang tidak bisa dipisahkan dan juga saling melengkapi. KPA dan LSM sama-sama berkomitmen untuk mencapai tujuan bersama. KPA disini bertugas untuk mengumpulkan dan mengkoordinir seluruh LSM di DIY yang berkonsentrasi pada penanggulangan HIV/AIDS. KPA yang mengkoordinir dan LSM yang mengimplementasikan programprogram bersama. Telah diketahui bersama bahwa HIV/AIDS seperti sebuah fenomena gunung es, jadi yang terlihat hanyalah puncaknya saja sedangkan dibawahnya banyak kasus-kasus HIV/AIDS yang belum terpecahkan. Secara keseluruhan KPA dan juga LSM berusaha berkomitmen untuk melayani dan juga berusaha mencegah dan menekan agar virus HIV tidak menjadi AIDS, sehingga dapat menekan kasus kematian akibat AIDS. Hal tersebut dituturkan oleh pengelola program KPA DIY, Ana Yuliastanti, S.Pd: “bersama dengan LSM dan lembaga lain yang penting prinsip kita melayani orang yang sakit disini” (Wawancara 28 Maret 2012) Dikatakan juga oleh direktur LSM Vesta, bapak Yusuf Nugroho : “kami secara umum memiliki visi dan misi yang sama, jadi kami sama-sama telah berkomitmen untuk mewujudkan tujuan kami.” commit to user (Wawancara 26 April 2012)
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komitmen bersama juga terlihat pada pokja-pokja serta struktur organisasi KPA DIY. Dalam struktur organisasi di KPA terdapat pula anggota-anggota dari LSM yang diambil untuk menjabat dalam struktur organisasi KPA Provinsi. Hal tersebut membuktikan bahwa tak hanya dari pihak pemerintah saja yang duduk dalam KPA namun ada juga partisipan dari LSM untuk bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama yaitu memerangi HIV/AIDS, bukan orang yang terjangkit virus tersebut. e.
Tipe networked structure Struktur jaringan menjelaskan tentang deskripsi konseptual suatu keterkaitan antara elemen yang satu dengan elemen lainnya yang menyatu yeng mencerminkan unsur-unsur fisik yang ditangani. Dalam konteks ini, kolaborasi yang dilakukan KPA DIY dengan LSM mitra merupakan Model administrative organization yang ditandai dengan entitas administratif secara tegas yang dibentuk untuk mengelola bukan sebagai penyedia layanan dan manajernya di gaji. Struktur organisasi atau bagan organisasi jaringan yang dibentuk KPA jelas ada. LSM mitra ikut dalam struktur organisasi KPA, mereka masuk dalam bidang-bidang yang di dalamnya sudah terurai dengan jelas tugas-tugas yang harus mereka laksanakan. Hal tersebut menunjukkan adanya pembagian tugas-tugas serta fungsi untuk mencapai tujuan bersama. Fungsi KPA disini adalah untuk mengelola, mengkoordinir, dan menyatukan berbagai LSM menjadi satu kesatuan commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk bekerja bersama, sedangkan layanan kepada masyarakat langsung diserahkan kepada LSM mitra sebagai implementor. Sekretariat KPA memiliki pegawai tetap atau pegawai yang bekerja penuh waktu disana, seperti yang dikatakan oleh pengelola program sekertariat KPA DIY, Ana Yuliastanti, S.Pd : “kami di bekerja penuh waktu di sekretariat, dulunya kami adalah orang-orang dari LSM juga yang kemudian diajak pemerintah untuk bekerjasama sampe kita jadi pegawai penuh waktu di sekretariat ini” (Wawancara 28 Maret 2012) Mengingat banyaknya jejaring yang dilakukan oleh KPA DIY dengan adanya pegawai penuh waktu yang ada di sekretariat bisa menghemat biaya yang dikeluarkan untuk menggaji pegawai. Intinya sekretariat KPA DIY lah yang memiliki pegawai tetap yang jumlahnya pun tidak terlalu banyak, pegawai tersebut dulunya merupakan aktivis di LSM yang kemudian direkrut untuk menjadi pekerja penuh waktu di KPA provinsi DIY. Di sekretariat ini pengaturan atau manajemen jejaring dan kolaborasi dilakukan. f.
Distributive accountabillity/ responsibility Tanggung jawab yang masing-masing pihak pegang juga sudah cukup baik. KPA bertanggung jawab langsung terhadap Gubernur. KPA
melaporkan
seluruh
data-data
statisik
mengenai
kasus
HIV/AIDS dan juga program-program yang telah dijalankan kepada Gubernur DIY. Data-data tersebut diperoleh dari KPA setiap kabupaten dan juga LSM-LSM mitra kerja KPA DIY. LSM yang commitsekali to usermelaporkan setiap kegiatan yang setiap bulan atau 3 bulan
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memang mereka jalankan bersama dengan KPA Provinsi. Seperti yang dikatakan oleh pengelola program KPA DIY Ana Yuliastanti, S.Pd : “di setiap kabupaten/kota kami ada KPA dan pusatnya ya disini KPA Provinsi. Kami bersama LSM disini dibagi-bagi ke dalam pokja, didalamnya sudah ada peran sama tanggung jawab masingmasing” (Wawancara 28 Maret 2012) Selain itu Direktur LSM Kebaya yang akrab disapa Mami juga menuturkan : “KPA itu mendapat lebih banyak data ya dari kita (LSM), kita menyerahkan laporan yang berisi data-data tersebut ke KPA kota, kemudian KPA kota ke KPA DIY” (Wawancara 3 April 2012) Hampir sama yang dituturkan oleh Direktur LSM Vesta, dan juga LSM Victory Plus, namun LSM CD Bethesda hanya berkolaborasi langsung kepada KPA kota saja. Setiap Kabupaten/Kota di DIY memilki KPA sendiri. Masingmasing KPA di setiap Kabupaten/Kota memiliki hak dan juga tanggung
jawab
yang
sama
seperti
KPA
Provinsi,
namun
perbedaannya hanya terletak pada jangkauan yang terbatas pada batasan geografis. Setiap Kabupaten/Kota memiliki tanggung jawab yang sama untuk melaporkan mengenai jalannya program dan juga data-data statstik HIV/AIDS yang terjadi di wilayahnya masingmasing kepada KPA Provinsi. Mengenai sumber data yang diperoleh KPA baik Kabupaten/Kota/Provinsi berasal dari berbagai macam sumber, salah satunya yaitu berasal dari LSM. LSM berperan sangat commit to user penting karena sebagian besar program-program yang dijalankan
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah
milik
LSM.
Kabupaten/Kota
LSM
kemudian
bertanggung jawab KPA
kepada
Kabupaten/Kota
KPA
tersebut
bertanggung jawab kepada KPA Provinsi dan yang terakhir KPA Provinsi bertanggung jawab kepada Gubernur DIY. Namun disisi lain ada pula LSM yang memiliki tanggung jawab program kepada KPA Provinsi secara langsung karena LSM tersebut telah bermitra dan juga telah terdapat dalam struktur organisasi KPA Provinsi DIY. g.
Information sharing Sharing informasi antara KPA dengan LSM juga sudah berjalan dengan baik. Dengan diadakannya pertemuan setiap satu bulan sekali, maka saat itulah yang digunakan oleh KPA untuk mengumpulkan informasi dari LSM. Informasi yang dikumpulkan dapat berupa laporan
kegiatan,
maupun
data-data
kasus/statistik
mengenai
HIV/AIDS. Hal tersebut dikatakan oleh direktur LSM Kebaya yang akrab disapa Mami : “KPA itu mendapat data-data dari kita, kita yang mensuplai tentang data-data kasus sama statistik HIV/AIDS di Yogyakarta” (Wawancara 3 April 2012) Selain itu direktur LSM Vesta Bapak Yusuf Nugroho juga mengatakan hal yang sama: “kita pasti ada itu sharing informasi, ya itu tadi yang diadakan setiap satu bulan, disitu kita melaporkan output program-program yang kita jalankan.” (Wawancara 26 April 2012) Pengelola program KPA DIY Ana Yuliastanti sendiri juga menuturkan :
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“setiap informasi yang didapat LSM pasti disharingkan di setiap pertemuan rutin” (Wawancara 28 Maret 2012) Di adakan juga pertemuan setiap 1 bulan sekali yang membahas dan juga pelaporan mengenai program-program yang sudah dijalankan oleh LSM mitra kerja KPA. Laporan aktivitas dan juga program yang dijalankan oleh LSM setiap satu bulan sekali dilaporkan kepada KPA. KPA kemudian memilah dan juga mengolah laporan-laporan tersebut menjadi suatu data statistik. Selain itu laporan dari LSM-LSM juga dijadikan acuan bagi KPA dalam merancang program-program selanjutnya. selain itu pula KPA teah menggandeng media untuk mengumumkan dan mensosialisasikan kepada masyarakat luas datadata mengenai kasus HIV/AIDS yang berada di provinsi DIY. Share informasi mengenai data-data dan juga sosialisasi mengeai HIV/AIDS juga dilakukan kepada masyarakat. Namun, bagaimana respon masyarakat terhadap sosialisasi tersebut belum dapat diukur. Sosialisasi tak terbatas pada kaum populasi kunci saja. Semua orang berpotensi mengidap HIV/AIDS, maka KPA sendiri telah berkolaborasi
dengan
instansi-instansi
dan
juga
LSM
untuk
mensosialisaikan HIV/AIDS kepada masyarakat pada umumnya. Dalam memberikan layanan serta akses komunikasi, informasi dan edukasi yang benar kepada masyarakat tentang HIV dan AIDS yang berupa data statistik seperti data-data persentase pengidap HIV/AIDS di
DIY,
KPA
sendiri
telah
menggandeng
media
untuk
commit to user menginformasikan kepada khalayak umum. KPA juga selalu
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
mengupdate website resminya secara berkala mengikuti laporan dan juga dinamika data-data pengidap AIDS di DIY. Sedangkan untuk sosialisasi kepada kelompok populasi kunci sudah dilakukan oleh LSM sebagai implementor program. Dalam hal ini pengelola program KPA DIY Ana Yuliastanti, S.Pd mengatakan bahwa : “Kebetulan untuk sosialisasi kami sudah melakukan ke berbagai komunitas ya. Komunitas populasi kunci kan sudah dilakukan oleh temen-temen LSM, tingal yang di masyarakat ini, kami biasanya melakukan kolaborasi dengan instansi-instansi, mereka punya program, punya audience, dan sebagainya, nah nanti kita tinggal kolaborasi saja sebetulnya. Dan kami juga menggandeng media juga, kebetulan kan disini ada Media Relation Officer, tiap bulan kita upgrade informasi ke wartawan, kita undang wartawan,kita berbagi informasi dan sebagainya.” (Wawancara 28 Maret 2012)
h.
Access to Resources Akses terhadap sumber daya baik berupa sumber daya manusia maupun yang berupa dana, KPA sudah memberikan kemudahankemudahan kepada LSM. Setiap program LSM yang sejalan dengan KPA, apabila LSM mengajukan proposal mengenai pendanaan, jika disetujui KPA maka LSM bisa mendapatkan dana tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan, KPA dan LSM merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, maka akses sumber daya pun dilakukan agar kolaborasi dapat berjalan lancar dan juga seimbang. “kalau KPA sendiri, jadi KPA itu terdiri dari instansi pemerintah, LSM, kelompok ODHA, terus kelompok pupulasi kunci dan sebagainya. Ini bukan lembaga sendiri tidak, tapi KPA sendiri kan terdiri dari macam-macam lembaga, institusi dan sebagainya gitu to user jadi proporsional commit pembagian sumber daya SDM, dana dan
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagainya kan, ya kalau kami hanya ada di level koordinasi saja, untuk implementasi ada di instansi, kemudian LSM, seluruhnya yang bermitra dengan KPA. Untuk pendanaan, selagi program sinkron dengan kita, kita pasti bantu” (Wawancara 28 Maret 2012) KPA membantu mengkoordinir sumber daya yang nantinya di delegasikan kepada LSM. Dalam hal ini terutama dalam hal rapat koordinasi yang diadakan tiap bulan KPA memberi dana untuk mengadakan rapat-rapat koordinasi semacam ini. Selain itu selama proposal program-program yang bisa desinkronkan dengan KPA, KPA mau membantu dalam kelancaran jalannya progam dengan memberikan sumber daya yang diperlukan. Akses ke sumber daya saya rasa kalau untuk sumber daya manusia kami tidak ada karena di KPA sendiri itu sudah pegawai penuh waktu disana Namun, untuk sharing sumber daya manusia tidak dilakukan di sekretariat KPA DIY karena disana adalah orang-orang yang full-timer, walaupun dulu orang-orang di KPA DIY adalah orang-orang yang berasal dari berbagai macam LSM. 3.
Hambatan-hambatan dalam kolaborasi antara KPA DIY dengan LSM Dalam membangun kemitraan tak lepas dari konflik. Kolaborasi tidak mungkin hanya dilakukan oleh satu pihak saja. Kolaborasi merupakan kerjasama yang dilakukan antara dua pihak atau lebih. Dengan adanya beberapa stakeholders ini memungkinkan adanya konflik atau masalah yang terjadi pada saat kolaborasi berlangsung. commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Antara KPA Provinsi DIY dengan LSM-LSM yang bergerak dalam penanggulangan HIV/AIDS pernah memiliki masalah atau hambatan dalam kolaborasi. Hambatan atau masalah yang terjadi memang tidak terlalu berarti, namun hal tersebut membuktikan tidak ada pekerjaan atau dalam hal ini kolaborasi yang berjalan tanpa hambatan, keluhan, dan juga konflik. Sejauh ini KPA memiliki masalah dengan LSM-LSM baru yang ingin bergabung dengan KPA namun tidak memiliki legalitas hukum. KPA akan memiliki kesulitan pada saat memberikan bantuan dan dukungan melalui jejaring dengan instansi lain, maka perlu adanya legalitas hukum. Dengan keadaan seperti itu KPA sulit untuk menerima dan berkolaborasi dengan LSM tersebut karena terkendala hal tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Ana Yuliastanti, S.Pd pengelola program sekretariat KPA DIY : “Konflik ya sering mbak terutama dengan LSM yang baru, mereka belum punya apa namanya, legalitas hukum, karena semua LSM yang kami inginkan kan semua legal hukum mulai ada notaris, akta notaris dan sebagainya itu lebih mudah untuk kami memberikan dukungan melalui jejaring dengan instansi lain.” (Wawancara 28 Maret 2012) Sedangkan pada pihak LSM yang diteliti sejauh ini belum ada hambatan yang berarti dengan KPA. Hanya saja direktur LSM Victory Plus, Bapak Samuel, mengaku kurang puas dengan jadwal pertemuan atau rapat yang hanya ditentukan oleh KPA saja, jadi secara sepihak KPA memutuskan jadwal pertemuan tanpa melihat kesiapan LSM-LSM mitra. LSM Kebaya yang membawa isu tentang waria juga mengatakan sejauh ini tidak ada commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konflik/masalah yang terjadi, begitu pula yang dikatakan oleh kepala divisi penanggulangan HIV/AIDS LSM CD Bethesda. Sejauh ini pula LSM yang bermitra dengan KPA DIY, 4 LSM diantaranya mengaku sejauh ini tidak ada masalah maupun konflik yang berarti. Namun, bukan berarti sama sekali tidak ada masalah dalam jejaring dan kolaborasi ini, tak jarang juga masalah-masalah sering terjadi diantaranya seperti yang dikatakan oleh direktur LSM Vesta, Yusuf Nugroho : “adu argumen sering terjadi sesama anggota KPA sendiri karena apa ya itu HIV juga bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, jadi pendekatan mana yang akan dipakai, jadi lebih pada adu argumentasi, konsep, dan semacam itu” (Wawancara 26 April 2012) Untuk menghindari konflik/hambatan sejauh ini KPA membuka jejaring dengan LSM yang memiliki legalitas hukum, namun bukan berarti menutup kemungkinan LSM-LSM yang baru tadi dilarang untuk bergabung dengan KPA, hanya saja KPA akan sulit untuk membangun jejaring dengan LSM tersebut. Kemudian melihat masalah tersebut, KPA mewajibkan setiap LSM yang akan bergabung memiliki izin berdiri sehingga legal di mata hukum. Selain itu KPA tidak pernah membedabedakan perlakuan kepada LSM mitra. LSM memiliki karakteristik dan juga membawa isu-isu sendiri. Isu-isu disini berarti setiap LSM memiliki target atau populasi kunci sendiri-sendiri, misalnya kelompok waria, penasun, ODHA pada umumnya, kelompok lelaki beresiko, gay, dan commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagainya. Jadi tidak ada pembedaan dalam hal perlakuan maupun dalam pembagian sumber daya. Dikatakan oleh pengelola program di sekretariat KPA DIY, Ana Yuliastanti, S.Pd : “kami (sekretariat) tidak membeda-bedakan perlakuan kepada LSM yang yang punya karakteristik dan membawa isu-isu sendiri” (Wawancara 28 Maret 2012) Minimnya hambatan tak lantas membuat kolaborasi berjalan efektif. Sejauh ini keefektifan atau kelancaran dalam berkolaborasi menurut Ana selaku pengelola program belum efektif. Hal tersebut dikarenakan banyaknya LSM baru yang juga ingin dilibatkan dalam penanggulangan HIV/AIDS, namun dikarenakan meraka belum memiliki izin untuk berdiri maka sulit bagi KPA unuk melakukan jejaring atau bermitra dengan LSM yang belum jelas status hukumnya. Pengelola program KPA DIY mengatakan : “Ya kalau efektifitas, mungkin belum efektif ya hanya itu tadi ada beberapa LSM yang baru dan mereka pengen dilibatkan tapi secara administratif kelengkapan lembaga belum mendukung jadi kami tidak bisa memasukkan mereka untuk jadi jejaring kerja.” (Wawancara 28 Maret 2012) Namun keefektifan kolaborasi tidak hanya diukur melalui banyaknya mitra kerja yang dilibtkan namun juga ada dari berbagai faktor yang mempengaruhi keefektifan suatu kolaborasi yang juga dapat melihat keberhasilan suatu kolaborasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
Dalam kolaborasi yang dilakukan ini, KPA dan LSM sama-sama berusaha untuk menurunkan angka kasus kematian akibat AIDS. Seperti yang dikatakan oleh pengelola program KPA DIY, Ana Yuliastanti, S.Pd : “Fenomena HIV/AIDS itu seperti fenomena gunung es, kita harus menemukan fenomena gunung es yang di bawah itu, kalau semakin banyak kasus yang muncul, justru kita harusnya semakin seneng kan? Gunung es nya sudah terpecahkan nih yang dibawah. Tapi dalam hal ini lebih memungkinkan begini, kita banyak menemukan orang HIV, tapi justru dari HIV itu ditekan supaya tidak ke AIDS.... jadi tidak banyak menurunkan angka kasus, tapi menurunkan angka kematian akibat AIDS.” (Wawancara 28 Maret 2012) Dengan melihat pernyataan diatas, kolaborasi yang dijalin oleh KPA, instansi pemerintah, dan LSM utamanya dalam bahasan ini, programprogram yang dijalankan tidak menurunkan kasus HIV/AIDS yang terjadi di DIY, tetapi menurunkan kasus kematian akibat AIDS. HIV/AIDS merupakan penyakit yang terlihat seperti fenomena gunung es, dalam hal ini yang terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil saja namun, dibawah permukaan tersebut masih banyak kasus-kasus yang tak terlihat. Disinilah keberhasilan atau keefektifan program-program dari KPA dan juga LSM dapat diukur, apakah output dari program-program tersebut mampu untuk menurunkan angka kasus kematian akibat AIDS. DIY adalah provini yang multikultural, banyak orang dari luar daerah, bahkan luar negri yang berdomisili di DIY. Dampak dari multikultur tersebut beragam salah satunya adalah dampak negatif penyebaran virus HIV. KPA memiliki prinsip untuk melayani orang-orang yang sakit di Jogja walaupun hal tersebut sering diperbincangkan di DPRD to usermengapa untuk mengurusi orang karena anggaran-anggarancommit dari daerah
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lain bukan diprioritaskan untuk orang Jogja. Menurut penuturan dari pengelola program KPA DIY Ana Yuliastanti, S.Pd : “Yang penting prinsip kita melayani orang yang sakit disini, walaupun kadang kadang kita ke DPRD pun kita jadi masalah, ini anggaran-anggaran daerah kita kok ngopeni orang lain gitu lo maksudnya, tapi kan ya prioritas kita adalah orang yang sakit di Jogja adalah orang yang harus diobati di Jogja kan.” (Wawancara 28 Maret 2012) Tak ada perbedaan perlakuan yang dilakukan KPA dalam penangulangan HIV/AIDS karena semua orang yang berdomisili di Yogya dan mengidap HIV adalah tanggung jawab KPA yang berkolaborasi dengan LSM dan juga lembaga-lembaga lainnya. Masalah yang terjadi di dalam tubuh jaringan kolaborasi ini tidak terlalu menjadi masalah dalam jalannya kolaborasi, hanya saja untuk memperlancar hubungan yang lebih luas maka LSM yang baru dan belum memiliki legalitas hukum agar berusaha untuk mendapatkan legalitas hukum dari pemerintah. Dengan dimilikinya legalitas hukum dapat menjadikan LSM menjadi lebih leluasa bergerak
dalam
membangun
sebuah
jaringan
bersama
dengan
lembaga/instansi/oraganisasi lainnya. Masalah lain yaitu masalah tentang ketersediaan dana dalam jalinan kolaborasi. KPA DIY hanya menyediakan dana untuk rapat koordinasi saja,
sedangkan
untuk
impementasi
program-program
hanya
mengandalkan LSM yang bertugas sebagai implementor. KPA sebagai koordinator hanya mengumpulkan output-output dari program yang telah LSM jalankan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kolaborasi antara KPA Provinsi DIY dengan LSM Kolaborasi yang dilakukan oleh KPA DIY dengan LSM menurut penelitian berjalan dengan cukup efektif dan teroganisir dengan baik. Kolaborasi mencakup pembagian peran serta tanggung jawab yang cukup merata. KPA sebagai koordinator dan LSM merupakan implementor dari program-program yang telah disinkronkan bersama. Struktur organisasi dan juga pembagian peran serta tanggung jawab dengan LSM mitra sudah jelas. Bersama KPA, LSM masuk dalam pokja yang memiliki struktur, peran dan tanggung jawab dalam menanggulangi HIV/AIDS. Berikut indikator yang membuat kolaborasi KPA DIY dengan LSM berjalan dengan lancar dan terorganisir dengan baik : a.
Trust among the participants Antara KPA dan LSM sudah memiliki rasa saling mempercayai, menghormati, dan bertanggung jawab pada kerja dan juga program yang mereka kerjakan bersama. Keterbukaan informasi juga mereka lakukan dengan cara melakukan pertemuan atau rapat koordinasi setiap satu bulan sekali untuk membahas program-program bersama dan juga melaporkan kegiatan-kegiatan selama satu bulan yang telah mereka lakukan. commit to user
63
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Governance Ada aturan main yang diberlakukan KPA agar kolaborasi berjalan dengan lancar, yaitu rapat koordinasi tiap bulan. Dengan diadakannya pertemuan rutin, maka dengan adanya kesempatan inilah LSM dan KPA saling bicara, tidak hanya satu pihak saja yang mendominasi, namun juga seluruh komponen stakeholders ikut dalam merencanakan dan memutuskan program apa yang akan diimplementasikan untuk menekan angka pertumbuhan kasus HIV/AIDS.
c.
Access to authority Telah diatur dalam Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 52, KPA salah satu peran KPA adalah mengkoordinir dan melakukan jejaring dengan berbagai lembaga. Adanya otoritas yang diberikan KPA kepada LSM untuk menjalankan program dan juga mengajukan proposal pendanaan rapat koordinasi.
d.
Commitment to a common purpose KPA dan LSM secara umum memiliki kesamaan tujuan yaitu menanggulangi dan juga memerangi HIV/AIDS di DIY. KPA dan juga LSM berusaha berkomitmen untuk melayani dan juga berusaha mencegah dan menekan agar virus HIV tidak menjadi AIDS, sehingga dapat menekan kasus kematian akibat AIDS. commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e.
Tipe networked structure KPA dan LSM adalah satu kesatuan. Jejaring yang mereka lakukan bertipe administrative organization yang ditandai dengan entitas administratif secara tegas yang dibentuk untuk mengelola bukan sebagai penyedia layanan dan manajernya di gaji. Model ini juga merupakan gabungan dari self governance dan lead organization.
f.
Distributive accountabillity/ responsibility KPA bertanggung jawab langsung terhadap Gubernur. KPA melaporkan seluruh data-data statisik mengenai kasus HIV/AIDS dan juga program-program yang telah dijalankan kepada Gubernur DIY. Data-data tersebut diperoleh dari KPA setiap kabupaten dan juga LSM-LSM mitra kerja KPA DIY. Dengan demikian sejauh ini tidak ada masalah dalam transparansi dan juga tanggung jawab masing-masing pihak dalam menjalankan peran serta tanggung jawab masing-masing.
g.
Information sharing Dengan diadakannya pertemuan setiap satu bulan sekali, maka saat itulah yang digunakan oleh KPA untuk mengumpulkan informasi dari LSM. Informasi yang dikumpulkan dapat berupa laporan kegiatan, maupun data-data kasus/statistik mengenai HIV/AIDS. Laporan dari LSM mitra dijadikan acuan bagi KPA dalam merancang program-program selanjutnya. selain itu pula commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
KPA telah menggandeng media untuk mengumumkan dan mensosialisasikan kepada masyarakat luas data-data mengenai kasus HIV/AIDS yang berada di provinsi DIY. Dengan demikian sharing informasi berjalan sejauh ini cukup lancar. h.
Access to Resources KPA memberikan kemudahan bagi LSM untuk mengakses sumber daya dana. Namun pada umumnya dana hanya terbatas pada pemberian dana untuk mengadakan rapat koordinasi saja.
2. Hambatan-hambatan dalam Kolaborasi Berhasil dalam melakukan kolaborasi bukan berarti tidak ada masalah atau hambatan. Hambatan dapat berasal dari dalam jaringan maupun dari luar jaringan kolaborasi. Hambatan dari dalam jaringan sendiri lebih kepada masalah adu argumen, hal tersebut biasa terjadi dalam kehidupan berorganisasi. Untuk menghindari masalah lebih lanjut dalam adu argumen ini, KPA melakukan musyawarah bersama untuk keputusan yang terbaik. Hambatan lain yaitu ketidakseimbangan yang terjadi dalam kolaborasi dimana KPA lebih banyak bergantung pada LSM dalam implementasi program untuk mendapat informasiinformasi mengenai HIV/AIDS di lapangan. Selain itu, minimnya pendanaan oleh pemerintah juga masih menjadi hambatan jalannya kolaborasi. Hambatan dari luar jejaring kolaborasi berasal dari LSM baru yang ingin bergabung, namun belum memiliki legalitas hukum. Adanya commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hambatan tersebut secara tidak langsung mempengaruhi dalam perluasan jejaring kolaborasi yang dibangun KPA dengan LSM.
B. Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran dalam kolaborasi antara KPA dengan LSM : 1. Dana untuk penanggulangan HIV/AIDS masih minim dari pemerintah, mayoritas berasal dari donor, padahal lembaga donor dapat menghentikan kegiatan pendonoran
sewaktu-waktu,
maka
sebaiknya
pemerintah
memiliki dana kesehatan khusus yang lebih besar yang berasal dari APBD untuk HIV/AIDS. 2. Keseimbangan dalam melakukan kolaborasi dapat dilakukan dengan pendanaan dari KPA untuk LSM yang tidak terbatas pada rapat koordinasi maupun distribusi kondom gratis saja, tetapi juga program-program yang dijalankan oleh LSM. 3. Share informasi rutin untuk dibagikan kepada masyarakat sebaiknya tidak hanya lewat media massa saja, namun dapat juga dilakukan melalui perangkat desa. Informasi yang didapat oleh masyarakat secara face-toface lebih mengena daripada hanya sekedar membaca atau mendengar lewat media. 4. Kolaborasi dangan LSM yang belum memiliki legalitas hukum, apabila memang LSM baru tersebut tidak memenuhi syarat untuk mendapat commit to user legalitas hukum, maka bisa dilakukan perekrutan atau sukarelawan untuk
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membantu program-program yang dilakukan KPA bersama dengan LSM lainnya. Misalnya program sosialisasi pencegahan HIV/AIDS dimana materi telah disiapkan oleh KPA atau mereka memiliki program sendiri untuk dijalankan. Kemudian mereka yang ingin bergabung dengan KPA bisa ikut dengan lembaga lain yang sudah memiliki legalitas hukum agar keinginan mereka untuk membantu dan melayani masyarakat tidak sia-sia hanya karena lembaga mereka tidak memiliki legalitas hukum.
commit to user