PEMAKNAAN MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI TERHADAP MEDIA SIBER 1
Winda Primasari., M.Si1) Fakultas Komunikasi, Sastra dan Bahasa, Universitas Islam “45” Bekasi Email :
[email protected]
Abstract
Bekasi regency, West Java, grew into the International Economic Zone (ZONI). The rapid pace of industry put Bekasi district as one of the largest industrial area in Southeast Asia. But about 25 percent of the total indigenous population in Bekasi still live in poverty. This is in contrast occurs between the native people living in an industrial area. The difference is what often led to conflict between the two communities. In connection with the above-mentioned problems, this study aims to (1) determine how the role of corporate communications (corporate communication) conducted in the industrial park development company with local communities to keep the conflict from getting stronger. (2) To analyze the pattern or model of communication by the company to maintain the social order remains conducive. This study was conducted on two industrial zones in Bekasi, PT Jababeka, and PT Lippo Cikarang. Both companies were selected as research subjects because during active communication with the local communities that surround industrial area. The results showed that both regional development company, PT Lippo Cikarang Tbk and PT Jababeka Tbk is still trying to establish a harmonious relationship with the surrounding community through a number of CSR programs. However, the activities carried out still largely charity, or have not been sustained. Yet local communities around the industrial area of sustainable want help to improve their lives Keywords: Corporate Communications, Community Relations, Industrial Areas, the Bekasi
PENDAHULUAN
Sinergi antara media massa dengan teknologi informasi menghasilkan sebuah media yang mampu menyaingi kecepatan media massa elektronik, dikenal dengan istilah media baru (new media) atau media siber (cyber media). Ciri khas dari media baru ini adalah menggunakan koneksi internet. Di masa-masa awal perkembangannya, media baru ini belum banyak menarik simpati masyarakat/khalayak. Namun, seiring dengan bertambahnya fasilitas serta kemudahan untuk mengakses media ini, maka masyarakat yang menggunakan media siber pun semakin bertambah. Berdasarkan data yang dilansir dalam laman situs smartinsight.com, saat ini hampir 3 milyar orang atau sekitar 40% Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
dari total populasi di dunia menggunakan internet. Bahkan di negara berkembang, satu dari tiga orang menggunakan media siber. Lebih lanjut dalam internetworldstats.com, pengguna internet di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan, dari sebanyak 2 juta pengguna di tahun 2000 meningkat pesat menjadi sekitar 73 juta pengguna di tahun 2015(www.internetworldstats. com/stats3. htm). Sedangkan pengguna media sosial aktif di Indonesia jumlahnya mencapai 72 juta dimana 62 juta penggunanya mengakses media sosial menggunakan perangkat mobil (www.techinasia. com/laporan-pengguna-website-mobilemedia-sosial-indonesia).
1
Kehadiran media siber ini telah mengubah pola komunikasi massa. Pola komunikasi massa yang ada selama ini terdiri dari one-to-many atau satu komunikator kepada banyak khalayak seperti pada media televisi dan radio. Namun, dalam media siber pola komunikasi yang ada adalah many-tomany di mana pesan yang dipertukarkan bukan hanya berasal dari satu komunikator melainkan dari banyak komunikator dan ditujukan untuk khalayak luas. Di era media siber ini, setiap orang bisa berkomunikasi dengan siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal batas-batas wilayah, bangsa, suku, agama, ras dan gender. Perubahan pola komunikasi ini memberi pengaruh yang kuat juga terhadap karakteristik pesan yang dipertukarkan atau dibagikan di media siber. Dalam media siber, pesan-pesan yang dipertukarkan seringkali tidak memiliki kejelasan dari segi rujukan/ referensi. Bahkan, seringkali pesan yang dipertukarkan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi dan akhirnya menjadi provokasi ataupun alat propaganda untuk pihak-pihak tertentu yang berkepentingan. Ini berarti bahwa, berbagai pesan, baik benar maupun tidak benar bebas dipertukarkan di dalam media siber. Pesan/ informasi yang tidak bertanggungjawab ini merupakan salah satu dampak negatif dari media siber. Dampak negatif lainnya dari media siber diantaranya bermunculannya kejahatan dan tindak kriminal yang menggunakan media siber khususnya media sosial. Aksi kriminal melalui media siber ini dikenal dengan istilah cybercrime yang bisa berbentuk pencurian, penistaan/ pencemaran nama baik, pembunuhan karakter hingga prostitusi dan pelecehan seksual. Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh media siber memunculkan kekhawatiran tersendiri. Tidak semua khalayak/ pengguna media siber memiliki pengetahuan, pendidikan, Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
pengalaman dan kedewasaan yang mencukupi saat menjelajahi media siber. Individu yang belum memiliki kemampuan yang cukup akan mudah mempercayai pesan-pesan yang tidak benar sehingga bisa menjadi korban bahkan pelaku kejahatan di media siber. Sebaliknya, individu bisa menyortir dan memilah pesan yang benar dan yang tidak benar jika memiliki kapasitas intelektual yang memadai. Selain dampak negatif, media siber juga memiliki dampak positif bagi para penggunanya. Beberapa dampak positif dari media siber adalah memperluas pengetahuan, menambah pengalaman dalam berinteraksi dengan orang-orang di seluruh dunia, dan memudahkan pekerjaan. Selain itu, berbagai informasi positif yang tersedia di media siber juga bisa membuka peluang dan lapangan pekerjaan baru serta memunculkan ide-ide kreatif yang dapat menambah keahlian seseorang. Hal ini tampak dari bermunculannya blog-blog individual yang memuat berbagai informasi menarik seperti kuliner, tempat wisata, religi, dll. Media siber, dengan dampak positif dan negatif yang ditimbulkannya tetap menjadi andalan bagi khalayak di masa kini. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah khalayak mampu memaknai kehadiran media siber dengan bijak dan menggunakannya untuk hal yang baik? Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana khalayak memaknai media siber. Adapun khalayak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mahasiswa. KAJIAN LITERATUR
Media Siber (Cybermedia) Media siber memiliki banyak sebutan dalam literatur akademis, misalnya media online, digital media, media virtual, e-media, network media, media baru, dan media web. Walaupun begitu, media siber mengacu kepada perangkat media, baik perangkat keras 2
(hardware) maupun perangkat lunak (software) yang terhubung dengan sebuah jaringan global (global network) sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran informasi secara luas. Kata Siber (cyber) sendiri banyak digunakan untuk menjelaskan realitas media baru. Hal ini berarti terjadi perubahan terminologi menyangkut media. Straubhaar dan La Rose (2002) dalam Nasrullah (2014; 13) mencatat bahwa perubahan terminologi yang menyangkut media berkaitan dengan perkembangan teknologi, cakupan area, produksi massal (mass production), distribusi massal (mass distribusi), sampai pada efek yang berbeda dengan apa yang ada di media massa. Sedankan Vivian (Nasrullah, 2014; 13) menyebutkan bahwa keberadaan media baru seperti internet bisa melampaui pola penyebaran pesan media tradisional; sifat internet yang bisa berinteraksi mengaburkan batas geografis, kapasitas interaksi dan yang terpenting bisa dilakukan secara langsung (real time).McQuail dalam Karman (2013: 96) mengatakan bahwa unsur media siber/ media baru adalah sebagai berikut: a. Digitalisasi dan konvergensi semua aspek media (digitalization and convergence of all aspect of media); b. Interaktivitas dan konektivitas jaringan yang meningkat (increased interactivity and network connectivity; c. Mobilitas dan delokasi pengiriman dan penerimaan (mobility and delocation of sending and receiving); d. Adaptasi publikasi dan peran khalayak (adaptation of publication and audience role); e. Munculnya aneka bentuk gateway media (appearance of diverse new forms of media gateway). Teori Pemaknaan Khalayak Analisis Resepsi (Reception Analysis) Menurut Jensen (1999), analisis resepsi merupakan perspektif baru dalam Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
aspek wacana dan sosial dari teori komunikasi (Adi, 2012; 26). Analisis resepsi yang muncul sebagai respon terhadap tradisi ilmiah dalam ilmu sosial ini mengungkapkan bahwa studi tentang pengalaman dan dampak media terhadap khalayak seharusnya dilandaskan pada teori representasi dan wacana tidak hanya sekedar menggunakan operasionalisasi seperti penggunaan skala pada penelitian kuantitatif dan kategori semantik seperti pada penelitian kualitatif. Analisis resepsi menyarankan baik khalayak maupun konteks komunikasi massa perlu dilihat sebagai suatu spesifik sosial tersendiri dan menjadi objek analisis empiris. Perpaduan dari kedua pendekatan (sosial dan perspektif diskursif) itulah yang kemudian melahirkan konsep produksi sosial terhadap makna (the social production of meaning). Pendekatan analisis resepsi pada dasarnya melihat khalayak sebagai individu aktif bukan pasif dalam memaknai sebuah teks dalam media. Hal ini berarti bahwa teks dalam media massa bisa memiliki makna yang berbeda-beda tergantung pada kesadaran atau cara individu memaknai teks tersebut yang dipengaruhi oleh frame of reference dari individu tersebut. Premis dari analisis resepsi adalah bahwa teks media mendapatkan makna pada saat peristiwa penerimaan, dan bahwa khalayak secara aktif memproduksi makna dari media dengan menerima dan menginterpretasikan teks-teks sesuai posisi-posisi sosial dan budaya mereka. Dengan kata lain pesan-pesan media secara subjektif dikonstuksikan khalayak secara individual. Analisis resepsi mulai diperkenalkan oleh Stuart Hall, seorang tokoh penting dalam kajian budaya (cultural studies), ketika menjelaskan proses encoding/ decoding. Analisis ini melihat pengaruh kontekstual dalam penggunaan media serta pemaknaan dari seluruh pengalaman khalayak (McQuail, 2001; 502). Bagian penting dari resepsi 3
pada penelitian khalayak dapat disimpulkan seperti (Arsyad, 2008: 1516) : a. Teks media dibaca melalui persepsi khalayaknya, yang membentuk makna dan kesenangan dari teks media yang ditawarkan. b. Proses penggunaan media adalah inti objek tujuannya. c. Penggunaan media adalah secara tipikal di suatu situasi spesifik dan diorientasi pada tugas sosial yang melibatkan partisipan dalam komunitas interpretatif. d. Khalayak untuk media genre tertentu kadang terdiri dari komunitas interpretatif yang terpisah yang membagi bentuk sama dari discourse dan kerangka berpikir untuk membuat arti dari media. e. Khalayak tidak pernah pasif karena terkadang yang satu bisa lebih berpengalaman dari yang lain. f. Metode yang digunakan harus kualitatif dan mendalam, melihat isi, resepsi dan konteks secara bersamaan. Kekuatan dari analisis resepsi ini adalah memfokuskan perhatian pada individual dalam proses komunikasi massa, menghargai kemampuan dari pengkonsumsi media dan menyadari makna dari teks media yang berbeda-beda (Arsyad, 2008; 16). Proses Encoding/ Decoding Khalayak Stuart Hall Stuart Hall (1980) menjabarkan metode encoding/ decoding untuk menginterpretasikan persepsi khalayak (Sakina, 2012; 14-15). Metode ini memfokuskan pada produksi, teks dan khalayak dalam sebuah kerangka dimana hubungan setiap elemen tersebut bisa dianalisis. Diantara proses produksi dan teks yang dijalankan oleh media ada sebuah tahap penyandian (encode) yang kemudian dipecahkan (decode) oleh khalayak ketika mereka menerima teks Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
tersebut. Khalayak memecahkan teks-teks media dengan cara-cara yang berhubungan dengan kondisi sosial dan budaya mereka juga proses bagaimana mereka mengalami hal tersebut. Pemaknaan terhadap isi media oleh khalayak terdiri atas tiga kategori (Adi, 2012; 27) : 1) Dominant(atau„hegemonic’) reading : pembaca sejalan dengan kode-kode program (yang didalamnya terkandung nilai-nilai, sikap, keyakinan dan asumsi) dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh si pembuat program. 2) Negotiated reading: pembaca dalam batas-batas tertentu sejalan dengan kode-kode proham dan pada dasarnya menerima makna yang disodorkan oleh si pembuat program namun memodifikasikannya sedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minat-minat pribadinya. 3) Oppositional (‘counter hegemonic’) reading : pembaca tidak sejalan dengan kode-kode program dan menolak makna atau pembacaan yang disodorkan, dan kemudian menentukan frame alternatif sendiri di dalam menginterpretasikan pesan/progam. Khalayak dalam Perspektif Media Massa Windahl dan Signitzer (Nasrullah, 2014: 55) mendefinisikan khalayak (audience) menurut para peneliti komunikasi massa sebagai individu yang dengan kesadarannya akan memilih media dan pesan yang ingin diakses. Khalayak juga dapat didefinisikan sesuai dengan keinginan pengirim pesan (defined by the sender), sesuai dengan keanggotaan audiens itu (defined by the audience member), dan tergantung pada media yang digunakan (defined by media use). Adapun Hiebert (1985) menjelaskan pengertian khalayak dan karakteristiknya, antara lain: (Nasrullah, 2004: 55) 1) Khalayak cenderung berisi individu yang condong untuk berbagi 4
2) 3)
4)
5)
pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial di antara mereka serta pemilihan produk media berdasarkan seleksi kesadaran. Khalayak cenderung tersebar di beberapa wilayah sasaran. Khalayak bersifat heterogen, yakni berasal dan terdiri dari berbagai lapisan dan kategori sosial. Khalayak cenderung anonim, tidak mengenal khalayak lainnya yang juga sama-sama mengakses media. Posisi khalayak pada dasarnya di media massa secara dipisahkan dari komunikator/ sender.
Definisi Hiebert tentang khalayak berarti bahwa dalam perspektif media massa tradisional, khalayak cenderung ditempatkan sekedar sebagai objek atau konsumen. Penempatan khalayak sebagai objek tidak bertahan lama. Seiring dengan banyaknya kajian terhadap khalayak di media massa, terjadilah pergeseran dalam mendefinisikan khalayak. Kini, studi tentang media bersumber pada dua perspektif yaitu: pertama, perspektif yang melihat khalayak media itu bersifat pasif dan mudah dipengaruhi secara langsung oleh media; kedua, perspektif yang melihat khalayak media itu bersifat aktif dalam menerima pesan media (menstruktur realitas). Perspektif pertama berarti bahwa media mempunyai pengaruh yang besar (powerful effect) serta tak terbatas (unlimited effect) terhadap perilaku khalayak sedangkan perspektif kedua menganggap media mempunyai pengaruh terbatas (limited effect) (http://rachmatkriyantono.lecture .ub.ac.id/files/2014/03/ PERSPEKTIFRISET-MEDIA-MASSA.pdf). Perspektif khalayak aktif menganggap khalayak sebagai “a differentiated set of small groups or communities” (http://rachmatkriyantono. lecture.ub.ac.id/files/2014/03/PERSPEKT IF-RISET-MEDIA-MASSA.pdf). Dalam perspektif ini khalayak dipandang sebagai anggota-anggota Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
kelompok yang berbeda karakteristiknya serta dimungkinkan dipengaruhi oleh rekan-rekannya. Selain itu, dalam menerima terpaan pesan, khalayak tidaklah berdiri sendiri. Ada faktor-faktor lain di luar dirinya yang sangat menentukan bagaimana dirinya menginterpretasi dan mengelola terpaan pesan tersebut. Ini berarti bahwa khalayak memiliki tingkat selektivitas yang tinggi. Mereka bisa mengganti saluran komunikasi setiap saat sesuai dengan keinginannya. Khalayak aktif juga merupakan individu-individu yang menuntut sesuatu dari komunikator dan menyeleksi pesan yang disukai dan berguna bagi dirinya. Sifat khalayak aktif ini umumnya heterogen, pribadi (suatu pesan dapat diterima kalau sifatnya pribadi atau sesuai dengan kebutuhan), dan selektif. Perspektif khalayak pasif bermula dari pandangan bahwa khalayak sebagai “undifferentiated mass” yang bersifat homogen. Dengan kata lain bahwa khalayak dipandang sebagai sebuah populasi yang luas atau besar yang dibentuk oleh media. Ini berarti bahwa media memiliki kekuatan luar biasa dalam mengendalikan khalayak dimana pesan media diharapkan dapat menimbulkan perilaku ataupun pandangan sesuai dengan gambaran serta keinginan dari komunikator. METODE PENELITIAN Metode kualitatif umumnya dihubungkan dengan perspektif interpretive. Hal ini berkaitan dengan cara pandang mengenai bagaimana manusia memahami realitas sosial dan bagaimana manusia mengekspresikan pemahaman ini melalui bahasa. Penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan prediksiprediksi, atau menguji teori apapun, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan 5
gambaran dan/atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi (Pawito, 2007; 35). HASIL DAN PEMBAHASAN Pemaknaan terhadap isi Media Siber Salah satu karakteristik dari media siber adalah cepat, langsung (real time) dan interaktif. Interaktif di sini berarti adanya keterlibatan khalayak atau sering juga disebut sebagai pengguna (user) dalam mengelola arus informasi yang beredar di media siber. Keterlibatan khalayak dalam media siber memberikan implikasi tidak hanya mengubah eksistensi media tradisional, namun juga otoritas sumber dalam memproduksi, memperoleh dan mendistribusikan berita (Nasrullah, 2014; 39). Keterlibatan khalayak dimungkinkan terjadi dalam media siber sebab internet memberi kemudahan akses bagi khalayak untuk membuat akun di milis, situs jejaring sosial, web-blog, hingga membuat situs sendiri. Hal ini berarti bahwa adanya pergeseran dalam memperoleh dan mengakses informasi bagi khalayak. Sumber informasi kini tidak lagi dikuasai oleh media tradisional. Informasi kini semakin menyebar dan warga tinggal memilah informasi apa yang akan diperoleh dan memilih media mana yang akan dipakai untuk mendapatkan informasi itu (Kovach dalam Nasrullah, 2014; 41). Hilangnya kendali dari media tradisional terhadap arus informasi yang diterima oleh khayalak dalam media siber secara tidak langsung telah menurunkan kualitas dari informasi/ berita yang beredar. Dalam media siber, tidak semua informasi/ berita yang ada itu berkualitas ataupun valid. Seringkali ditemukan berita/informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan. Sehingga khalayak sulit untuk mempercayai keabsahan dari informasi/ berita yang beredar. Kepercayaan Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
khalayak terhadap isi dari media siber berbeda-beda. Salah seorang informan mengatakan bahwa tingkat kepercayaannya terhadap isi berita yang beredar di dalam media siber hanya sebesar 50 persen saja. “50-50 karena kayak yang di...yang udah-udah dibaca gitu banyak yang benar..banyak yang sesuai gitu sama..kalau mata kuliah sama kayak yang diajarin dosen gitu tapi separuhnya itu juga melenceng tapi kalau sekalipun dia melenceng gak terlalu jauh.” SV, 2015. Berdasarkan penuturan SV informasi yang benar di dalam media siber adalah berita yang sesuai dengan informasi yang diberikan oleh dosen. Hal ini berarti bahwa dalam mencermati informasi yang ada di media siber, SV menggunakan pengalaman serta pengetahuan yang dimilikinya sebagai referensi dalam menentukan mana informasi yang benar dari yang tidak benar. Hal serupa juga dikatakan oleh RK yang tidak sepenuhnya mempercayai informasi dari media siber “Gak percaya sepenuhnya bu, terkadang banyak info-info yang hoax.” RK, 2015. Disisi lain, ada khalayak yang mempercayai isi dari media siber, terutama dari laman blog pribadi: “Percaya bu informasi yang masih masuk diakal, kadang juga suka banyak hoax kan tuh...percaya karena sumbernya terpercaya seperti portalportal berita, atau karena biasanya orang yang update di dunia siber itu orang yang paham apa yang mereka tulis. Contoh blog itu kan pasti para blogger yang nulis entah tentang fashion, makanan, travel..pasti mereka paham, lalu kalau berita-berita korea otomatis mereka yang fanatik sama Kpop, jd sebagian besar info di media siber bisa dipercaya.” KR, 2015.
6
Menurut KR informasi yang beredar di laman blog dan portal-portal berita pada media siber ini bisa dipercaya karena penulis informasi/ berita tersebut adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang ditulisnya. Namun, KR menegaskan bahwa informasi yang dipercayainya adalah informasi yang masuk akal. Hal ini berarti bahwa meski mempercayai isi dari media siber, KR tetap menggunakan logikanya dalam mencermati informasi/ berita yang dibacanya. Sama seperti KR, informan CM juga menaruh kepercayaan yang besar terhadap isi dari media siber. Seperti yang diungkapkan dalam penuturannya: “70% percaya bu. Karena saya berusaha memilih media yang menurut saya masih memegang teguh etika jurnalistik dalam penyajiannya....yang saya percayai itu yang viewernya banyak dan pastinya sudah terkenal contohnya detik.com yang saya tidak percayai itu adalah media yang saya tidak ketahui sebelumnya. Oiya, saya juga mempercayai media online vivanews.co.id” CM, 2015. Kepercayaan CM terhadap isi media siber bukannya tanpa syarat. CM mengatakan bahwa dirinya hanya mempercayai berita-berita yang memegang teguh etika jurnalistik dalam menyajikan berita. Selain itu, CM juga percaya pada berita yang memiliki banyak pembaca (viewer) dan terkenal. Hal ini berarti bahwa CM memiliki rujukan/ referensi tersendiri berdasarkan pengalamannya menjelajahi media siber dalam mempercayai berita-berita yang ada di media siber. Berdasarkan penuturan dari para informan, dapat disimpulkan bahwa ada dua kelompok pemaknaan terhadap isi dari media siber. Kelompok pertama adalah kelompok dominan, yakni kelompok yang mempercayai isi dari berita ataupun informasi yang beredar di Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
media siber. Pemaknaan dominan ini berarti bahwa khalayak pengguna media siber sejalan dengan kode-kode informasi/ berita yang disajikan dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh si penulis informasi. Akan tetapi posisi dominan yang dimiliki oleh dua informan disini sedikit berbeda dengan dominan yang dimaksud dalam teori pemaknaan. Meskipun berada dalam posisi dominan, informan masih memiliki negosiasi terhadap isi dari media siber dan hanya berita-berita tertentu dalam laman web tertentu yang dipercayai oleh informan. Sedangkan kelompok kedua adalah negosiasi yakni kelompok yang mempercayai separuh dari isi media siber. Pemaknaan negosiasi berarti khalayak dalam batas-batas tertentu sejalan dengan kode-kode dalam berita/ informasi yang ditampilkan oleh media siber dan pada dasarnya menerima makna yang disodorkan oleh si pembuat berita namun memodifikasikannya sedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minatminat pribadinya. Secara singkat, posisi pemaknaan dari para informan dapat diwakili oleh tabel berikut: Informan
Pemaknaan
KR
Dominan
CM
Dominan
RK
Negosiasi
SV
Negosiasi
Tabel 1. Pemaknaan terhadap isi media siber Sumber: data wawancara 2015 Dari keempat informan tidak ditemukan adanya pemaknaan oposisi hal ini dikarenakan keempat informan memiliki pengetahuan, pengalaman dan kedewasaan yang cukup dalam menyikapi 7
media siber. Berdasarkan penuturan dari informan, terdapat perbedaan dalam memaknai isi dari media siber sebelum mereka menjadi mahasiswa dengan setelah mereka menjadi mahasiswa. “Ada perbedaannya kalau masih waktu masa-masa sekolah gitu..lebih gampang percaya apa yang diupdate di..apa namanya...(facebook) iya facebook, atau sosial media atau webweb itu..oh gini ya ternyata..cepet banget percaya, tapi kalo sekarang kan seiring dengan berjalannya waktu, pemikirannya kan juga lebih luas..jadi kalau misalnya dapat info dari internet, dari sosial media dari siapa..lebih diseleksi lagi gitu..lebih selektif.” SV, 2015. Dari penuturan SV tampak bahwa sebelum menjadi mahasiswa, SV lebih mudah percaya dengan informasi/ berita yang ada dalam media siber. Namun, ketika sudah menjadi mahasiswa pengetahuannya mengenai media siber pun bertambah sehingga SV bisa lebih selektif dalam memilih dan memilah berita. Pengalaman dalam menjelajah media siber juga menjadi faktor penentu dalam memaknai isi dari media siber. Saat menjelajah media siber, para informan mengakui bahwa mereka pernah menemukan berita/ informasi yang tidak benar (hoax). Seperti yang dituturkan oleh RK: “Pernah bu, isu tentang suara terompet sangsakala yang terdengar sampai ke eropa...pertama aku cari tau dulu, aku cari di youtube dan buka situs-situs yang memberitakan isu tersebut, dan pada akhirnya suara itu memang benar adanya tetapi bukan suara terompet dari sangsakala melainkan suara gesekan apa gitu bu lupa pokoknya benda langit bu.” RK, 2015. Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
Pengalaman mendapatkan berita/ informasi yang tidak benar dalam media siber seperti yang dialami oleh RK menambah kerangka rujukan/ refensi bagi khalayak dalam menyikapi media siber. Setelah mendapat informasi/ berita hoax, RK lantas mencari rujukan dari situs-situs lain untuk memverifikasi. Pemaknaan terhadap kegunaan Media Siber Kemunculan internet sebagai salah satu kemajuan di bidang teknologi komunikasi dipercaya memiliki banyak kegunaan bagi umat manusia. Salah satu kegunaan dari internet yakni memudahkan para penggunanya untuk bertukar informasi serta berkomunikasi guna mendukung aktifitas sehari-hari, termasuk dalam bekerja, wirausaha dan juga bersekolah. Bagi informan, media siber juga memberikan banyak manfaat dalam menunjang aktifitas sehari-hari mereka khususnya dalam mencari referensi/ rujukan untuk tugas-tugas kuliah. “Ya sangat membantu karena hampir seluruh kegiatan perkuliahan saya didukung oleh media siber. Misalnya google dan beberapa website resmi yang lainnya..untuk tugas kuliah yang mengharuskan kita mencari data mengenai teori komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli. Nah itu saya mencarinya melalui file pdf atau website resminya...Laman web yang saya sering gunakan adalah google karena untuk mencari tugas sekolah dan kuliah lalu untuk mencari informasi mengenai apapun yang saya belum ketahui.” CM, 2015 Dari penuturan CM terlihat bahwa CM merasakan kegunaan/ manfaat dari media siber ini cukup besar dalam menunjang pendidikan yang sedang ditempuhnya. Selain itu, CM juga
8
memanfaatkan media siber untuk menambah pengetahuan dan wawasannya. Laman web yang dianggap berguna bagi penjelajah media siber adalah mesin pencari (search engine) seperti Google dan portal-portal berita yang resmi seperti detik.com dan kompas.com, seperti yang dituturkan oleh KR: “ke google.com termasuk gmail, google drive, detik.com/kompas.com, facebook, twitter, youtube,dll. untuk nyari berita, buka email, donlot musik atau video, nyari referensi buku, chatting, kerja, dll. “ KR, 2015 Selain untuk mendukung perkuliahan, seperti yang dituturkan oleh KR, media siber juga dimanfaatkan sebagai sarana hiburan. Hal ini sejalan dengan fungsi instrumental dari komunikasi. Fungsi instrumental ini mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. “membantu banget bu, cari-cari data buat tugas, terkadang bisa jadi referensi juga buat nyari-nyari ide, medsos juga membantu dalam perkuliahan bu, komunikasi sama temen kan terkadang lewat medos semua jadi nanya-nanya tugas kadang diskusi juga via medsos.... Mencari informasi tentang pelajaran, tempattempat wisata, berita-berita yang lagi jadi trending topic, download file seperti lagu, film ataupun app.” RK, 2015. Oleh karena media siber memberikan manfaat yang signifikan terhadap pendidikan dan juga aktifitas lainnya, maka hal ini menjadikan media siber penting. Seperti yang dituturkan oleh SV:
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
“Penting sih iya karena kan kadang kalau ada tugas itu gak beli buku bukanya di internet gitu kan buka webwebnya kayak gitu tapi dari isi.” SV, 2015 Serupa dengan SV, informan lain yang merasakan besarnya manfaat dari media siber ini pun menuturkan bahwa mengakses media siber kini menjadi wajib bagi dirinya. “mengakses internet itu sangat wajib buat saya. Karena saya lebih suka membaca berita melalui media online.Soalnya kalau media online itu lebih singkat, padat, dan jelas.” CM, 2015. Berdasarkan penuturan para informan, dapat disimpulkan bahwa pemaknaan informan terhadap kegunaan atau manfaat dari media siber berada dalam posisi dominan. Hal ini berarti bahwa informan sebagai khalayak merasakan kegunaan dari media siber dan ini sejalan dengan ide awal dari penemuan internet itu sendiri yakni untuk memudahkan dan membantu aktifitas manusia, khususnya dalam bidang komunikasi. Pemaknaan terhadap dampak Media Siber Media siber memiliki dampak bagi para penggunanya.Dampak ini pun dirasakan oleh para informan. Menurut KR, media siber memiliki dampak positif dan negatif. “Iya ada dampaknya bu...kalau positif menambah wawasan, kalau negatif jadi ketergantungan.” KR, 2015. Menurut KR dampak positif dari media siber adalah bisa menambah wawasan, sedankan dampak negatifnya bisa membuat penggunanya jadi ketergantungan.Informan lain, RK juga merasakan bahwa dampak negatif dari media siber adalah bisa membuat seseorang menjadi lupa waktu...”positifnya memudahkan dalam pencarian informasi, negatifnya terkadang suka lupa waktu kalau udah main medsos.” RK,2015. 9
Dampak media siber ini pun dirasakan oleh CM yang memberikan deskripsi lebih detil mengenai dampak dari media siber terhadap dirinya: “Dampak positifnya yaitu membantu memudahkan pekerjaan saya, membantu mengakses pembelian barang melalui online, memudahkan untuk membantu mengerjakan tugas kantor karena harus mengambil referensi dari media online. Dampak negatifnya yaitu sekarang kalo kita berkumpul semua teman2 saya pasti sibuk dengan gadgetnya, termasuk saya...minus mata bertambah karena terlalu sering berada di depan laptop dan HP. Lalu, saya sangat miris karena anak sekarang sudah paham betul dengan gadget. Hal itu membuat kita khawatir karena maraknya cybercrime.” CM, 2015. Berdasarkan penuturan CM, dampak positif dari media siber yang dapat dirasakannya adalah media siber membantu memudahkan pekerjaan, membantu mengakses pembelian barang dan membantu dalam pekerjaan kantor. Sedangkan dampak negatif dari media siber menurutnya bisa secara sosial maupun fisiologis. Secara sosial, media siber membuat para penggunanya „asik‟ dengan dunia siber sehingga saat berkumpul dengan teman, informan sibuk berinteraksi dengan gadget bukan temannya. Sedangkan secara fisiologis, media siber membuat informan mengalami pertambahan minus/ ukuran lensa kacamata. CM juga menambahkan bahwa dampak negatif dari media siber adalah munculnya kejahatan siber/ cybercrime. Berdasarkan penuturan para informan dapat disimpulkan bahwa mereka berada dalam posisi pemaknaan dominan terhadap dampak dari media siber. Posisi dominan di sini berarti bahwa informan sebagai khalayak dari media siber memandang media siber Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
sebagai suatu hal yang positif bagi diri mereka. Hal ini tampak dari penuturan informan yang lebih banyak mengungkapkan dampak positif dibandingkan dengan dampak negatif. Pemaknaan dominan terhadap dampak dari media siber ini tidak sepenuhnya dijalani olehh para informan. Ketika dihadapkan dengan pertanyaan yang berhubungan dengan keuntungan dan kerugian dari penggunaan media siber, dua informan mengambil posisi negosiasi. Seperti yang diungkapkan oleh RK: “Menurut saya setengah-setengah bu bisa menguntungkan dan merugikan..merugikannya itu orang lain yang tidak mengenal kita bisa dengan mudah menjudge kita hanya dari update-updatean di akun medsos sedangkan dunia sbier merugikannya dalam segi informasi karna banyak ulah netizen jahil yang membuat berita hoax yang pada akhirnya buat saya bingung sendiri atas kesimpangsiuran informasi...kalau menguntungkannya medsos itu mendapat banyak teman ya walau hanya di dunia maya setidaknya itu salah satu link juga buat menambah relasi, siber juga memudahkan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, kaya membantu mencari data-data buat ngerjain tugas kuliah atau mencari-cari referensi ideide buat nulis.” RK, 2015 Berdasarkan penuturan RK, jika meilhat keuntungan dan kerugian, media siber bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Menguntungkannya, media siber, khususnya media sosial bisa menambah jaringan relasi bagi RK dan juga bisa membantu mencari data-data untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah serta memberikan inspirasi untuk menulis. Sedangkan merugikannya, melalui media siber, seseorang bisa dengan mudah memiliki prejudice/ prasangka negatif terhadap orang lain. Selain itu, media 10
siber juga merugikan khalayak dari segi informasi karena banyak ulah netizen jahil yang membuat berita-berita hoax sehingga membingungkan informan. Posisi negosiasi juga diambil oleh informan CM dalam memandang keuntungan dan kerugian dari penggunaan media siber. CM mengungkapkan: “Terkadang menguntungkan, terkadang juga merugikan. Menguntungkannya itu karena saya mendapat informasi yang update dan berguna dari medianya. Selain itu juga saya pernah menggunakan media sosial untuk berjualan dan Alhamdulillah laris manis. Merugikannya itu karena di media sosial sering terjadi cyber crime yaitu hacker yang sering memunculkan akun pornografi dan menggunakan akun pribadi seseorang..itu sangat merugikan nama baik si pengguna.” CM, 2015. Menurut CM, keuntungan dari menjelajah media siber adalah bisa memberikan informasi yang dibutuhkan oleh CM. Selain itu, media siber, khususnya media sosial, membantu kelancaran usaha jualan yang dilakukan oleh CM. Sedangkan kerugian dari media siber adalah bermunculannya hackerataupun pelaku kejahatan siber di media sosial. Pemaknaan berbeda diambil oleh informan KR dalam menanggapi keuntungan ataupun kerugian dari penggunaan media siber. Bagi KR, media siber lebih memberikan keuntungan daripada kerugian. KR mengungkapkan: “Jadi...overall menguntungkan bu...Media siber dan medsos itu kan berasal dari perkembangan teknologi komunikasi yang semakin pesat dan canggih, pastinya itu disesuaikan dengan kebutuhan manusia pada umumnya. Termasuk saya sebagai manusia sangat beruntung dengan Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
adanya dunia maya..semua serba gampang dan canggih..tapi balik lagi ke ke masing-masing individu bagaimana kita menggunakan internet itu..kalau untuk kebaikan ya untung untuk diri kita sendiri dan juga orang lain, hehe..kalau jahat ya merugikan diri sendiri dan orang lain juga...oiya bu, kalau medsos kadang saya juga suka nge-share kutipan..sok bijak gitu bu...hehehe..sharing ide-ide begitulah ke user lain.” KR, 2015. Bagi KR, media siber memberikan keuntungan karena berasal dari perkembangan teknologi komunikasi yang canggih. Sehingga teknologi ini disesuaikan dengan kebutuhan manusia pada umumnya. Dengan adanya teknologi media siber, manusia sangat diuntungkan. Namun, mengenai penggunaan dari media siber itu sendiri, menurut RK, kembali kepada individu masing-masing yang menggunakan media siber tersebut. Jika untuk kebaikan, maka individu tersebut akan diuntungkan, sebaliknya jika untuk kejahatan maka individu akan dirugikan. KESIMPULAN
1. Pemaknaan mahasiswa ilmu komunikasi terhadap isi dari media siber berada dalam posisi dominan dan negosiasi. Posisi dominan berarti bahwa mahasiswa, sebagai khalayak dari media siber mempercayai informasi ataupun berita yang ada di dunia maya. Sedangkan pemaknaan negosiasi berarti bahwa mahasiswa tidak sepenuhnya percaya akan isi dari media siber. Perbedaan posisi pemaknaan ini berhubungan dengan pengalaman serta pengetahuan dari masing-masing individu. 2. Pemaknaan mahasiswa ilmu komunikasi terhadap kegunaan dari media siber berada dalam posisi dominan. Hal ini berarti bahwa mahasiswa memahami dengan baik 11
manfaat dan kegunaan dari media siber dalam menunjang aktifitas sehariharinya. 3. Pemaknaan mahasiswa ilmu komunikasi terhadap dampak dari media siber terhadap diri berada dalam posisi dominan. Posisi dominan yang dimaksud adalah mahasiswa menganggap media siber cenderung lebih banyak memberikan dampak positif daripada dampak negatif.
Karman. (2013). Riset Penggunaan Media Dan Perkembangannya Kini. Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol.17, No.1, Januari – Juni 2013. Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group .
REFERENSI
Littlejohn, Stephen W and Karen A.Foss (editors). (2009). Encyclopedia of Communication Theory. California: SAGE Publications
Adi TN. (2012). Mengkaji Khalayak Media dengan Metode Penelitian Resepsi. Jurnal Acta Diurna Vol. 8 No. 1 tahun 2012.
Littlejohn, Stephen W. (2008). Theories of Human Communication. United States of America: Thomson Wadsworth
Arifin, Anwar, Prof, Dr, H. (1988). Ilmu Komunikasi, Sebuah Pengatar Ringkas. Jakarta, Rajawali Press
McQuail, Dennis. (2001). Mass Communication Theory 4th ed. London: SAGE Pub
Arsyad PF. (2008). Pemaknaan terhadap Majalah Playboy Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Budiharsono S, Suyuti, Drs, Hj. (2003). Politik Komunikasi. Jakarta: Grasindo.
Mulyana D, Jalaluddin R (editor). (2005). Komunikasi Antarbudaya; Panduan Berkomunikasi dengan OrangOrang Berbeda Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Effendy, Onong Uchjana, Prof, Drs, MA. (2004). Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hadi IP. (2009). Penelitian Khalayak dalam Reception Analysis. Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Imran HA. (2012). Media Massa, Khalayak Media, The Audience Theoryefek Isi Media Dan Fenomena Diskursif (Sebuah Tinjauan dengan Kasus pada Surat kabar Rakyat Merdeka). Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol. 16 No.1 Januari-Juni 2012
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
Moleong LJ. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nasrullah R. (2014). Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia). Jakarta: Kencana Prenadamedia; Patton, Michael Q. (2002). Qualitative Research & Evaluation Methods 3rd ed. Thousand Oaks. SAGE Publications. Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitati. Yogyakarta: LkiS Rakhmat J. (2005). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 12
Sakina N. (2012). Pemaknaan Khalayak Golongan Bawah Pengguna Blackberry terhadap Broadcast Message (BM). Jakarta: Universitas Indonesia. Sudibyo A. (2004). Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LKiS dan ISAI
Jurnal Makna, Volume 1, Nomor 2, September 2016
13