MATERI PERKULIAHAN MARCOMM FIKOM - UNIVERSITAS MERCU BUANA HARD SELLING STRATEGY Drs. Bambang D Cahyono
5 Juli 2008
HARD SELLING IN CRISIS - PART 2 TUJUAN INSTRUKSIONAL : Mahasiswa mampu memahami bagaimana merencanakan dan melakukan kegiatan Hard Selling bagi cluttered Industries yang nita bene sangat terancam performance penjualannya disaat kondisi ekonomi yang sering kali tak menentu DESKRIPSI Kenaikkan harga makanan dunia secara signifikan berdampak pada kenaikkan harga makanan di Indonesia, merupakan pukulan terberat bagi konsumen kelas bawah Indonesia karena proporsi uang belanja terbesar di pembelian makanan yaitu sekitar 70%. Kenaikkan ini lebih berat dibandingkan kenaikkan harga makanan yang disebabkan oleh kenaikkan BBM. Pada tahun 2005 tercatat kenaikkan harga makanan disebabkan kenaikkan harga BBM adalah hanya sekitar 5%. Dampak kenaikkan naiknya BBM, secara otomatis harga-harga kebutuhan pokok makin beranjak naik dan dengan kondisi Industri yang tidak seggap gempita dahulu, daya beli masyarakat bukannya ikut naik malahan semakin lama semakin turun dan pastinya telah terjadi perubahan perilaku berbelanja secara signifikan disemua strata kelas sosial masyarakat. Hasil studi Nielsen terhadap Ibu rumah tangga mengenai perubahan pola belanja rumah tangga kelas bawah, menengah dan atas adalah : semua kelas setuju untuk mengurangi konsumsi listrik dalam rumah tangga, termasuk mengganti bohlan lampu dengan bohlam lampu energy saver yang merupakan solusi penghematan listrik paling disukai oleh kelas masyarakat apapun. Disemua kelas sosial terjadi beberapa pergeseran aktifitas pengurangan kebutuhan yang meskipun gaya dan hasilnya berbeda, namun sebenarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu bagaimana secara nyata melakukan penghematan. Langkah langkahyang diambil masing-masing kelas adalah sebagai berikut :
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DRS. BAMBANG DWI CAHYONO STRATEGI HARD SELL
A. Kelas atas cenderung tetap mempertahankan gaya hidup dan loyalitas merek, sehingga mereka lebih condong untuk mencari penghasilan/income tambahan. Kedepannya mereka akan lebih kearah mengurangi frekwensi rekreasi. Kelas ini, mulai mengurangi konsumsi listrik dengan menggunakan lampu hemat energy (yang meskipun harganya lebih mahal dari bohlam biasa tapi dipercaya akan memberikan dampak ekonomis dari pengurangan beban listrik), menurunkan waktu menonton televise, playstation dankomputer. Kelas sosial ini juga mulai mencari cara untuk meningkatkan pendapatan, tentunya dengan cara yang lebih elegan, seperti menjalankan bisnis sendiri, seperti menjadi pedagang fashion dadakan di acara arisan-arisan, membuka counter voucher isi ulang prabayar, atau bekerja paruh waktu di perusahaan MLM misalnya. B. Kelas menengah akan lebih member perhatian pada toko-toko yang memberikan diskon harga dan melakukan promosi, untuk mendapatkan tawaran terbaik/best deal. Mereka juga mengganti produk dengan merek yang lebih ekonomis untuk produk-produk rumah tangga, mengurangi kuantitas belanja dibuat secukupnya dan tidak berlebihan seperti sebelumnya. Sementara di kalangan menengah, selain juga mengurangi konsumsi listrik secara lebih drastic dalam penggunaan televise, playstation, computer, bahkan pompa air serta juga menggunakan lampu hemat energy (dari brand non premium atau house brand), mereka secara drastic mulai mengarahkan tempat belanja (adjust placement of purchasing) secara lebih aktif hanya pada toko-toko (supermarket, hypermarket atau minimarket) yang menawarkan promosi atau diskon. C. Kelas bawah mengubah pola belanja mereka. Secara drastis mereka berhenti mengkonsumsi beberapa macam produk, mengganti dengan yang lebiuh murah, mengganti dengan ukuran yang lebih kecil (pas per penggunaan) dan juga mengurangi kuantitas pembelian. Dikalangan bawah, konsumen mulai mengganti atau bahkan secara drastic menghentikan penggunaan produk tertentu. Mislanya berhenti menggunakan susu pembersih (milk cleanser) dan menggantikannya dengan facial foam, menggunakan produk-produk 2 in 1 atau 3 in 1 seperti kopi misalnya guna mengurangi penggunaan gula, menggunakan diapers anak hanya saat bepergian, mengurangi konsumsi listrik secara drastic (mislanya dg mengurangi kegiatan menyetrika, mengisi bak air dengan cara manual untuk mengurangi penggunaan pompa listrik, dll).
Nielsen Retail survey Index dalam beberapa surveynya menggambarkan bahwa tahun 2008 ini merupakan saat untuk introspeksi dan membuat tindakan cepat dan tepat bagi para marketer dan praktisi komunikasi supporternya untuk dapat bertahan atau survive. Beragam perubahan global terjadi dalam waktu yang bersamaan mengakibatkan diantaranya kecenderungan perubahan daya beli populasi kelas bawah secara global dan berpotensi kearah gejolak sosial. Bagaimana kegiatan marketing dan komunikasi harus dilakukan Melihat situasi yang ada, kita bisa melihat bahwa nilai uang secara real menjadi sangat penting, karena nilai yang sama kini tidak berarti sama lagi dalam kegiatan pembelian produk oleh konsumen kita.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DRS. BAMBANG DWI CAHYONO STRATEGI HARD SELL
Mungkin lebih gamblangnya kita akan melihat bahwa kekuatan belanja konsumen saat ini tidak berarti juga menambah kualitas nilai uang yang sama sebelum kenaikan BBM alias harga yang makin mahal membuat daya beli konsumen menjadi sangat menurun. Untuk itu kegiatan marketing dan komunikasi haruslah dilakukan dengan sangat spesifik dan bukan cuma karena ingin memberikan perubahan harga seperti diskon misalnya. Para marketer harus lebih banyak melakukan trade promotion, karena kesempatan belanja dikurangi. Aktivitas didalam toko untuk membuat konsumen ingat dan membeli prol) produk yang ditawarkan-yang kemungkinan bisa terlewatkan atau sengaja dilewatkan guna menghemat-harus ditingkatkan. Produk-produk yang sebenarnya memberikan keuntungan di masa krisis ini harus ditonjolkan kepada konsumen. Produk berlabel toko (store brand/private label) yang praktis lebih murah akan mendapat perhatian ekstra dari konsumen yang ingin berhemat. Mereka akan melepaskan merek yang biasa mereka gunakan untuk penghematan dan menggantinya dengan private label/store brand seperti Pas dari Alfamart, PM dari Carrefour, SavePak dari Makro, Hero save dari Hero dsb, terutama untuk kategori produk yang tidak membutuhkan loyalitas tinggi seperti produk kertas, pembersih, air minum dan sebagainya. Produkproduk private label ini sudah mulai popular di Indonesia. Konsumen akan mencoba beralih berbelanja ke toko yag memberikan harga murah, promosi diskon, hadiah dan berbagai promosi lainnya, yang sementara atau dalam jangka penbaik jumlah, bentuk, jangka waktu, kisaran harga dsb, oleh karena itu para marketer diharapkan dapat membuatbentuk dan ragam penyelenggaraan promosi yang relevan dan sesuai dengan kekuatan belanja masyarakat , untuk menghasilkan dampak komuniasi dan promosi yang lebih maksimal Secara logika marketer juga dituntut untuk mempunyai program promosi yang kuat menarik konsumen untuk berangkat berbelanja, karena dalam situasi krisis konsumen akan cenderung untuk tinggal dirumah guna menghindari konsumsi yang tidak terduga diluar rumah. Anak anak dijaga untuk tingal dirumah agar tidak jajan ke toko/warung sekitar rumah. Para marketer terpaksa harus melakukan kegiatan promosi langsung door to door atau lebih dikenal dengan kegiatan canvassing menghampiri para konsumennya secara langsung Konsumen juga akan mengurangi kegiatan belanja dan makan diluar rumah, dan ini bisa menjadi kesempatan besar untuk para marketer ritel menjual bahan makanan untuk dimasak dirumah. Dengan pesan yang tepat, konsumen dapat tergerak untuk berbelanja grocery, masak sendiri dan lebih sehat Perubahan penggunaan media massa Konsumen Indonesia termasuk dalam 10 besar Negara yang percaya akan advertising. Marketer Indonesia mengucurkan banyak biaya untuk advertising setiap tahunnya. Nielsen Media Research mencatat belanja iklan di media cetak dan TV sebesar Rp. 26 triliun pada tahun 2007. Media yang popular masih TV, cetak (Koran/majalah/tabloid) dan radio. Naik setiap tahunnya sekitar 17%. Khusus untuk ahun 2007, pertumbuhan di print media mencapai 31%.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DRS. BAMBANG DWI CAHYONO STRATEGI HARD SELL
Namun dari hasil studi riset global Nielsen menunjukkan 89% penduduk Indonesia ternyata percaya pada rekomendasi dari konsumen lainnya (word of mouth), lebih tinggi kepercayaannya daripada dengan media lain. WOM merupakan iklan yang paling dipercaya oleh konsumen dunia terutama di Indonesia dan juga beberapa Negara Asia. Salah satu media yang dipercaya untuk mencari iklan produk yang terpercaya adalah Internet, dan 53% konsumen Indonesia juga mempercayai opini konsumen lain terhadap Iklan/advertising. Perbincangan atau ulasan suatu produk melalui komunitas Internet dan media lain akan menjadi sources yang dipercaya konsumen Indonesia. Meskipun beban produksi dan operasi makin naik karena dipengaruhi kenaikkan harga BBM, gas dan bahan makana lain, tapi aktivitas komunikasi dan marketing tetap harus berlangsung karena bagaimanapun hubungan selling dengan pelanggan tetap harus dijaga. Kita paham bahwa perilaku konsumen pastinya berunah dengan kondisi ini tetapi kreatifitas kita harus berlangsung meskipun kita tidak perlu kaget, bila kemudian kita juga akan kembali sering mendengar dan menerima mulai dari pengurangan hingga penghentian order belanja dari sebagian besar pelanggan - karena sebagian dari mereka beralih ke produk pesaing yang menurut mereka lebih murah. Meski kita tahu bahwa krisis ini terjadi hanya sementara, dan pelanggan pasti akan kembali membeli produk kita ketika krisis berlalu. Tentunya kita tak boleh begitu saja menyerah pada keadaan. Kita masih dapat memanfaatkan celah yang ada untuk mengkonversi prospek menjadi konsumen. Menyiasatinya dengan beberapa langkah berikut:
a. Memberikan kemudahan metode pembayaran - bila sebelumnya konsumen membayar tunai tidak mendapatkan reward apapun, maka kali ini kita bisa tambahkan reward diskon sekian persen tertentu, bila konsumen membayar secara tunai. Di samping itu, kita juga bisa tawarkan alternatif pembayaran cicilan bila konsumen membayar tunai. b. Menawarkan alternatif paket produk/jasa dengan kemasan lebih ekonomis (kemasan ukuran lebih kecil), dengan tanpa mengurangi nilai manfaat, maupun image produk di mata konsumen. Produsen produk-produk seperti shampoo, sabun cuci, minyak goreng, dsb — dalam momen krisis ekonomi (resesi), biasanya mulai ‘menawarkan’ produk mereka dalam kemasan lebih kecil dengan harga lebih murah. Hal ini mereka lakukan untuk memberi opsi / pilihan kepada pelanggan untuk bisa tetap memakai produk mereka - dan berhemat - dengan cara mengurangi frekuensi pemakaian produknya saja, tanpa harus membuat pelanggan berganti menggunakan produk merek lain yang lebih murah.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DRS. BAMBANG DWI CAHYONO STRATEGI HARD SELL
c. Bundling atau inovasi produk - menawarkan varian produk / jasa baru melalui kerjasama atau sinergi dengan mitra maupun pesaing. Melalui sinergi produk dan pemasaran, kita bisa menekan overhead dan operational cost, dengan penawaran harga yang kompetitif kepada pelanggan. Seperti yang telah dilakukan oleh rekan anggota komunitas entrepreneur TDA (Tangan Di Atas) Bapak Abduh - seorang pengrajin batik dan mebel MARKETING IN CRISIS: Penuhi Perubahan Kebutuhan Konsumen dan Tetaplah Berkomunikasi Efek krisis ekonomi 1998 sebenarnya secara umum belum berakhir. Meski disebutkan Indonesia sudah tidak lagi dalam kategori krisis, dampak krisis 10 tahun yang lalu masih sangat kuat hingga sekarang. Dalam situasi seperti ini, langkah kendali pemasar memerlukan kejelian dalam menyikapi perubahan perilaku konsumennya. Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) berinisiatif memfasilitasi pencarian solusi fenomena yang aktual dari sisi komunikasi pemasaran, melalui Seminar Sehari bertajuk "Marketing in Crisis" yang digelar di Hotel Mulia, Senayan Jakarta, pada tanggal 29 Agustus 2006. Seminar ini menghadirkan para pembicara: Francois de-Riviere (Strategic Planning Director EURO RSCG Worldwide), Prof Agus Soehadi Phd (Profesor Marketing di Prasetya Mulya) dan dari sisi pemasar yaitu: Rinaldi Sjarif (Vice President Panasonic Gobel Indonesia) dan Laercio Cardoso (Hygiene Director - Unilever Indonesia). Seminar ini dipandu oleh Andoko Darta, Ketua Pendidikan dan Penelitian dan Pengembangan PPPI Pusat. Seminar ini sebagian besar dihadiri oleh para praktisi bisnis (pemasar) dan kalangan akademisi komunikasi pemasaran di Jakarta, sisanya agency komunikasi pemasaran serta media. Sekretaris Jendral PPPI, Irfan Ramli, dalam sambutan pembukaannya menjelaskan pentingnya pemahaman bersama di antara pemasar dan agency tentang perubahan perilaku konsumen di saat krisis, agar langkah kendali yang diambil oleh para pemasar, tidak salah arah. "Hal ini mengingat dari sisi komunikasi pemasaran, pemahaman tentang insight konsumen yang mengalami pergeseran merupakan hal mutlak yang harus disiasati, dan bukan dihindari di era paska krisis ekonomi." Dalam menyikapi langkah-langkah pemotongan budget pemasaran yang belakangan sering terjadi, telaah bersama tentang dampak positif dan negatifnya digelar di seminar ini. Rinaldi Sjarif, memberikan gambaran konkritnya atas krisis yang pernah dihadapi Panasonic Gobel di tahun 1998. Kesaksiannya memaparkan bahwa kepanikan dengan pemotongan budget pemasaran, bukanlah jalan keluar yang jitu. Produk inovasi yang sesuai dengan frame of mind konsumen perlu dilakukan. Reposisi produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen saat krisis menjadi jawaban. Dan kesemua hal itu perlu dikomunikasikan. Laercio Cardoso memberikan gambaran pemecahan masalah dengan komparasi penyelesaian pemasaran dalam era krisis oleh Unilever di Argentina dan Brazil. Ia menjelaskan di masa krisis pihaknya, meluncurkan produk-produk dengan harga lebih murah tetapi dengan tetap menjaga kualitas, mengikuti kebutuhan konsumen.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DRS. BAMBANG DWI CAHYONO STRATEGI HARD SELL