TUGAS AKHIR
ANALISA PENYEBAB PIPA PECAH PADA JALUR PERPIPAAN UAP TEKANAN 10 BAR DENGAN RENTANG TEMPERATUR 1900 – 2050 CELCIUS
Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Mercu Buana
Oleh
Hendry Yacob 0130212 - 050
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA 2007
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Akhir Analisa Penyebab Pipa Pecah Pada Jalur Perpipaan Uap Tekanan 10 Bar Dengan Rentang Temperatur 1900 – 2050 Celcius Oleh
Hendry Yacob 0130212 - 050
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MERCU BUANA
Disetujui pada Tanggal: 18 Februari 2007
Dosen Pembimbing
Mardani Ali Sera, DR.
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Hendry Yacob
NIM
: 0130212-050
Jurusan
: Teknik Mesin
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir ini yang berjudul
“Analisa Penyebab Pipa Pecah Pada Jalur Perpipaan Uap Tekanan 10 Bar Dengan Rentang Temperatur 1900 – 2050 Celcius”
adalah hasil karya pribadi dan bukan merupakan salinan maupun duplikat dari tugas akhir orang lain, kecuali pada bagian yang telah disebutkan sumber-sumbernya.
Purwakarta, Februari 2007
Hendry Yacob
ABSTRAK
Tugas akhir ini meneliti tentang penyebab pipa pecah pada jalur perpipaan uap tekanan 145 psi dengan rentang temperatur 1900 – 2050 Celcius. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah ex post facto mengingat kejadiannya telah terjadi sehingga penulis mengumpulkan data-data melalui survei lapangan dan melakukan wawancara dengan mereka yang terlibat. Penelitian dilakukan di area Boiler House PT.South Pacific Viscose yang berlokasi di desa Cicadas Purwakarta Jawa Barat. Kegunaan penelitian secara umum sebagai bahan masukan dalam mengatasi permasalahan serupa yang kerap kali terjadi dan tentunya dapat menambah wawasan bagi mereka yang memiliki minat untuk mendalami bidang seperti ini. Dari hasil penelitian diketemukan sebagai berikut: i. Penyebab pecahnya pipa berasal dari tegangan yang timbul akibat aliran uap yang mengalami pengubahan arah oleh elbow sebesar 22120,43 psi. ii. Resultan tegangan pada kampuh las yang telah melampaui batas tegangan yang diijinkan sebesar 23383,39 psi.
iv
DAFTAR NOTASI
Simbol
Keterangan
Satuan
A
Luas
in2, ft2
A
Koefisien material baja karbon
-
D
Diameter
in
Di
Diameter dalam
in
Do
Diameter luar
in
E
Modulus elastisitas
lb/in2
Eq
Koefisien faktor kualitas
-
F
Gaya
lbs
g
Percepatan gravitasi
ft/sec2
h
Panjang minimum pipa
in, ft
I
Momen area
in4
L
Panjang
in, ft
L
Panjang maksimum pipa
in, ft
m
massa
lb
M
Moment
-
P
Tekanan
lb/in2
Q
Debit
ft2/sec
Rx
Gaya reaksi
lbs
SC
Tegangan memanjang
lb/in2
SL
Tegangan melintang
lb/in2
t
Tebal dinding
in
t
waktu
sec
T
Temperatur
0
tm
Ketebalan dinding minimum
in
v
Kecepatan
ft/sec
v
Volume spesifik
ft3/lb
V
Volume
in3, ft3
W
Beban
lbs
v
W
Panjang pipa horisontal
ft
X
Nilai pembanding
-
X0
Nilai bawah kolom x
-
X1
Nilai atas kolom x
-
Y
Koefisien untuk material
-
Y
Nilai yang dicari
-
Y0
Nilai batas bawah kolom y
-
Y1
Nilai batas atas kolom y
-
Z
Modulus penampang pipa
in3
ṁ
Laju alir
Ton/hour
π
phi
-
ρ
Massa jenis
lb/ft3
σ
Tegangan
lbs
θ
Sudut tekukan
0
τ
Tegangan tekuk
lbs
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.1
Pipa uap pecah
2
2.1
Struktur kristal paling umum pada logam
11
2.2
Uji tarik sebuah spesimen
13
2.3
Kurva tegangan vs regangan
14
2.4
Metoda menentukan batas lumer
15
2.5
Tabel konversi kekerasan Brinell dan Rockwell pada baja
16
2.6
Uji Charpy
17
2.7
Uji Charpy dengan specimen tipe A (spesifikasi ASTM E23)
18
2.8
Batas temperatur transisi dan temperatur transisi uji Charpy
19
2.9
Spesimen uji Drop-Weight (Beban jatuh) dengan bahan tambah las
20
getas 2.10 Karakteristik lelah baja tuang dan tempa 1040 pada kondisi
21
normalizing & tempering 2.11 Kurva siklus tegangan&kelelahan bahan (a) untuk menguji kekuatan
22
baja medium dan (b) untuk bahan besi dan bukan besi 2.12 Efek tegangan yang berubah-ubah dengan dan tanpa korosi untuk
23
bahan besi 2.13 Kurva tegangan dan patahan
24
2.14 Kurva waktu mulur vs perpanjangan
24
2.15 Gaya tarik bekerja pada batang
27
2.16 Gaya tekan bekerja pada batang
27
2.17 Gaya geser bekerja pada batang
27
2.18 Sebuah benda diberi beban W
28
2.19 Gaya geser di penampang x-x besarnya sama dengan gaya reaksi di
29
titik B 2.20 Gaya geser di penampang y-y besarnya sama dengan gaya reaksi di
30
titik A 2.21 Benda mengalami penekukan saat diberi beban W
30
vii
2.22 Gaya reaksi bekerja pada penampang x-x sebesar W/3
31
2.23 Gaya reaksi bekerja pada penampang x-x sebesar W/3
31
2.24 Sebuah benda diberi 2 beban W
32
2.25 Diagram gaya geser pada gambar 2.23
32
2.26 Diagram momen tekuk pada gambar 2.23
32
2.27 Sebuah batang yang mengalami penekukan
33
2.28 Sebuah konstruksi elbow
35
2.29 Gaya dan tegangan melintang pada silinder berdinding tipis
36
2.30 Gaya dan tegangan memanjang pada silinder berdinding tipis
37
2.31 Resultan tegangan pada kampuh las
38
2.32 Konstruksi L
43
2.33 Konstruksi Z
44
2.34 Konstruksi bentuk U dengan kaki yang sama
45
2.35 Konstruksi bentuk U dengan kaki yang berbeda
46
2.36 Tipe loop ekspansi
47
2.37 Konstruksi bentuk L yang lebih rumit
48
2.38 Konstruksi bentuk L 3 bidang
49
3.1
Sistem perpipaan uap yang dianalisa
54
3.2
Distribusi beban pada sistem perpipaan yang dianalisa
55
3.3
Diagram tegangan geser dan diagram momen tekuk
56
3.4
57
3.5
Sebuah benda mengalami penekukan(atas), gaya reaksi B = gaya pada penampang x-x (bawah) Gaya dan tegangan melintang pada silinder berdinding tipis
3.6
Gaya dan tegangan memanjang pada silinder berdinding tipis
62
3.7
Sebuah konstruksi elbow
63
3.8
Resultan tegangan pada kampuh las
73
3.9
Dimensi sistem perpipaan yang dianalisa
75
61
viii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1
Tegangan Tarik Yang Diijinkan Pada Logam
99
2
Sifat-Sifat Termodinamis Uap Mampat
100
3
Dimensi Pipa Baja Karbon
101
4
Koefisien A Untuk Perhitungan Fleksibilitas Pada Baja Karbon
105
5
Kutipan Sifat-Sifat Dan Berat Pipa 8“
106
6
Perbandingan Antara Tegangan Yang Diijinkan Dan Tegangan
107
Mulur Pada Pipa Tanpa Sambungan 7
Nilai Koefisien Y Yang Digunakan Dalam Persamaan 2.24
108
8
Faktor Kualitas Ec Yang Digunakan Dalam Persamaan 2.25
109
9
Faktor Kualitas Ej Sambungan Las Lurus Dan Spiral
110
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar................................................................................................
i
Abstrak............................................................................................................
iv
Daftar Notasi...................................................................................................
v
Daftar Gambar.................................................................................................
vii
Daftar Tabel.....................................................................................................
ix
Daftar Isi..........................................................................................................
x
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah……………………………………..
1
1.2
Identifikasi Masalah…….......………………………………..
2
1.3
Batasan Masalah…….............………………………………..
2
1.4
Perumusan Masalah........……………………………………..
2
1.5
Tujuan Penelitian…………………………………............…..
3
1.6
Kegunaan Penelitian………………………………….......…..
3
1.7
Sistematika Penulisan ............………………………………..
3
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Pendahuluan …………………………………….................. .
5
2.2
Pengetahuan Dasar Pipa …………………………………… .
6
2.2.1
Definisi Pipa ………………………………………...
6
2.2.2
Pemakaian Pipa ……………………………………. .
6
2.2.3 Dimensi Pipa ………………………………………. .
6
2.2.4
Proses Pembuatan Pipa ……………………………...
7
2.2.4.1 Furnace Welded Pipe ……………………….
7
2.2.4.2 Seamless Pipe ……………………………….
7
2.2.4.3 Electric Resistance Welding Pipe …………...
7
2.2.5
Ujung Pipa …………………………………………..
8
2.2.6
Deskripsi Pipa ……….……………………………....
8
2.2.7 Pengetahuan Bahan Pipa …………………………... .
9
x
2.3
Pengetahuan Bahan Logam ……………………………..…..
10
2.3.1
Sifat-Sifat Bahan Logam …………………………….
10
2.3.1.1 Sifat Kimia Logam ………………………… .
12
2.3.1.2 Sifat Mekanik Logam …………………….....
13
2.3.1.2.1 Modulus Elastisitas ………………..
13
2.3.1.2.2 Kekuatan Mulur …………………...
14
2.3.1.2.3 Kekuatan Tarik Maksimum …….....
15
2.3.1.2.4 Perpanjangan dan Pengurangan Luas Penampang …………………..
15
2.3.1.2.5 Kekerasan ………………………... .
15
2.3.1.2.6 Ketangguhan ……………………....
16
2.3.1.2.7 Ketahanan Lelah …………………..
19
2.3.1.2.8 Kekuatan Tarik dan Mulur Pada
2.4
2.5
Temperatur Tinggi ….……………..
22
2.3.1.3 Sifat-Sifat Fisik Logam …………………..... .
25
2.3.1.3.1 Panas Jenis ………………………...
25
2.3.1.3.2 Konduktifitas Panas …………….....
25
2.3.1.3.3 Ekspansi Panas ………………….....
26
2.3.1.3.4 Panas Spesifik ……………………..
26
2.3.2 Kekuatan dan Tegangan … ………..………………. .
26
2.3.2.1 Kekuatan ………………………………….....
26
2.3.2.2 Tegangan ………………………………….....
26
2.3.2.2.1 Tegangan Tarik …………………....
26
2.3.2.2.2 Tegangan Tekan …………………...
27
2.3.2.2.3 Tegangan Geser …………………...
27
2.3.2.3 Regangan …………………………………....
27
Kondisi Benda Saat Diberi Beban…........................................
28
2.4.1
Gaya Geser..........................................……….............
28
2.4.2
Moment Tekuk.... ……………………………............
30
2.4.3
Tegangan Tekuk……………………………………..
32
Karakteristik Pipa...........................………………….............
35
2.5.1
Jenis Pembebanan Pipa..................................………..
35
2.5.2
Momen dan Gaya Pada Sistem Perpipaan…………...
35
xi
2.5.2.1 Gaya Centrifugal Yang Timbul Akibat Adanya Elbow ……………………………………….
35
Tegangan Pipa..........................................…………....
36
2.5.3.1 Tegangan Melintang ……………….……......
36
2.5.3.2 Tegangan Memanjang ……………………... .
37
2.5.3.3 Resultan Tegangan ……………………........ .
38
2.5.4
Ketebalan Dinding Pipa Minimum........…………......
39
2.5.5
Fleksibilitas Pipa …………………………………….
40
2.5.5.1 Pemahaman Umum ……………………….....
40
2.5.5.2 Tujuan Analisis ……………………………...
41
2.5.5.3 Desain Fleksibilitas Pipa ………………….....
41
2.5.5.4 Metoda Pemeriksaan Cepat ……………….. .
42
2.4.5.4.1 Konstruksi L ……………………....
43
2.4.5.4.2 Konstruksi Z ……………………....
44
2.4.5.4.3 Konstruksi U Kaki Sama ……….....
45
2.4.5.4.4 Konstruksi U Kaki Beda …………..
46
2.4.5.4.5 Loop Ekspansi …………………… .
47
2.4.5.4.6 Konstruksi L 1 Bidang …………….
48
2.4.5.4.7 Konstruksi L 3 Bidang …………….
49
Rumus – Rumus Dasar..................…………………...............
50
2.6.1 Perhitungan Interpolasi..................................………..
50
2.6.2 Hubungan Antara Volume Spesifik Dan Massa Jenis..
51
2.6.3
Perhitungan Kecepatan Fluida........................………..
51
2.6.4
Perhitungan Aliran Fluida...............................………..
51
2.6.5 Perhitungan Luas Lingkaran...........................………..
51
2.6.6 Perhitungan Luas Penampang Pipa.................………..
52
2.6.7 Hubungan Antara Volume, Massa dan Massa Jenis….
52
2.5.3
2.6
BAB 3 PERHITUNGAN SISTEM 3.1
Pendahuluan …………………………………….................. .
53
3.2
Perhitungan Tegangan Geser…………………………...........
55
3.3
Perhitungan Tegangan Tekuk…………………………..........
57
3.4
Perhitungan Ketebalan Pipa..…………………………...........
59
xii
3.5
3.6
Perhitungan Tegangan Dinding Akibat Tekanan Fluida.........
61
3.5.1
Perhitungan Tegangan Melintang .......…....……........
61
3.5.2
Perhitungan Tegangan Memanjang.....…....……........
62
Perhitungan Tegangan Akibat Adanya Elbow ........................
63
3.6.1 3.6.2
0
64
0
68
Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 190 C.......... Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 205 C..........
3.6.3 Perhitungan Temperatur Saat Tegangan Maksimum Tercapai ........................................................................
71
3.7
Perhitungan Resultan Tegangan Pada Sambungan Las............
73
3.8
Perhitungan Fleksibilitas Pipa dengan Metoda Pemeriksaan Cepat……………………………..................... .
75
3.8.1
Perhitungan Panjang Minimum h Yang Diijinkan…...
75
3.8.2 Perhitungan Panjang Maksimum L Yang Diijinkan....
76
3.8.3
77
Perhitungan Test Minimum h.......................................
BAB 4 ANALISA HASIL PERHITUNGAN 4.1
Pendahuluan …………………………………….................. .
78
4.2
Data Hasil Perhitungan Tegangan Geser…..…………...........
79
4.3
Data Hasil Perhitungan Tegangan Tekuk………..……..........
80
4.4
Data Hasil Perhitungan Ketebalan Pipa………………...........
81
4.5
Data Hasil Perhitungan Tegangan Pada Dinding Pipa............
82
4.5.1
Data Hasil Perhitungan Tegangan Melintang .......…..
82
4.5.2
Data Hasil Perhitungan Tegangan Memanjang…........
83
Data Hasil Perhitungan Tegangan Akibat Elbow.....................
83
4.6
4.6.1
Data Hasil Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 1900 C .......................................................
4.6.2
Data Hasil Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 2050 C .......................................................
4.6.3
88
Data Hasil Perhitungan Resultan Tegangan Pada Sambungan Las..........................................................................
4.8
86
Data Hasil Perhitungan Temperatur Saat Tegangan Maksimum Yang Diijinkan Tercapai …………………
4.7
83
90
Data Hasil Perhitungan Fleksibilitas Pipa dengan Metoda
xiii
Pemeriksaan Cepat ………………………….......................... 4.8.1
Data Hasil Perhitungan Panjang Minimum h Yang
Diijinkan ................................................................................... 4.8.2
91
91
Data Hasil Perhitungan Panjang Maksimum L Yang
Diijinkan...................................................................................
93
Data Hasil Perhitungan Test Minimum h.....................
94
4.8.3
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan…..…………........................................................
95
5.2
Saran………..….......................................................................
96
Daftar Pustaka ........………..….......................................................................
97
Lampiran .................………..….......................................................................
99
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sebagai bagian dari suatu disiplin ilmu yang cukup tua, teknik mesin merupakan salah satu bidang ilmu yang telah banyak memberikan manfaat bagi umat manusia. Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari memberikan andil dalam perkembangan peradaban manusia modern. Kebutuhan manusia akan tempat tinggal, transportasi serta komunikasi sebagai contoh, tidak terlepas dari penemuanpenemuan dalam bidang teknik mesin tersebut. Salah satu bagian dari teknik mesin yang banyak diterapkan dalam kehidupan manusia adalah teknik perpipaan. Oleh karena bentuknya, pipa mempunyai kelebihan diantara bentuk-bentuk profil lain. Bila ingin memanfaatkan kekuatannya pipa dapat dipakai dalam bidang konstruksi sebagai penyangga atau penopang. Sedangkan keuntungan dari bentuk geometrinya, pipa dapat digunakan untuk mengalirkan fluida dari satu tempat ke tempat lain tanpa terhubung dengan udara luar secara langsung. Dengan demikian jelas akan terdapat perbedaan sifat-sifat pipa yang ditujukan untuk keperluan kontruksi maupun proses. Pada kenyataannya kedua bidang pemakaian tersebut baik fungsi proses maupun konstruksi seringkali dilayani oleh pipa yang sama. Tema dari tugas akhir ini diilhami dari kejadian nyata yang terjadi pada akhir februari 2006 di perusahaan tempat kerja penulis. Kejadian tersebut terkait dengan sistem perpipaan yang terdapat di perusahaan ini, yang mana perusahaan telah menerapkan beberapa standard industri dalam aktifitas kegiatan produksinya, namun kebijakan internal perusahaan, kondisi lapangan dan faktor manusia terkadang tidak seiring sejalan dengan norma-norma industri tersebut. Kejadian yang dimaksud adalah pecahnya pipa uap berdiameter 10 inci yang mempunyai tekanan kerja 10 bar bertemperatur 190-205 0C dengan laju alir 23 ton per jam. Akibat dari kejadian ini proses produksi terganggu selama 20 menit serta laju produksi pun berkurang. Selain itu terjadi pembuangan uap secara sia-sia selama 20 menit. Perbaikan pipa yang juga di tambah dengan perubahan desain memakan waktu sekitar 24 jam. Kerugian-kerugian yang terjadi meliputi: penurunan kapasitas
1
uap pada boiler, penurunan laju produksi serat viscose, penurunan produksi sodium sulfat, biaya perbaikan, biaya buruh, biaya material dan lain-lain. Penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut karena kejadian-kejadian pemicu pipa pecah yakni pipa bocor kerap terjadi pada sistem perpipaan tersebut. Penulis tidak bermaksud untuk membuka insiden yang terjadi di perusahaan tersebut untuk kepentingan bisnis, melainkan berusaha mengulas kejadian tersebut dari sisi keilmuan sehingga kejadian serupa di masa depan dapat dicegah. Harapan lain tentunya hal ini dapat dipelajari oleh mereka yang terutama bekerja di lingkungan kerja sejenis dan umumnya kepada pelajar serta mahasiswa yang mempunyai minat di bidang teknik khususnya perpipaan, sehingga dapat menambah wawasan keilmuan mereka.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Kejadian pipa pecah pada umumnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kesalahan desain geometri, kegagalan material, pembebanan berlebih, pemilihan pipa yang tidak sesuai, dsb. Dari hasil pengamatan sekilas terlihat beberapa penyimpangan yang menjadi penyebab pecahnya pipa tersebut, diantaranya: desain fleksibilitas sistem yang tepat, tidak adanya pipe support yang layak pada sistem perpipaan tersebut, pemasangan katup kontrol yang tidak standard sehingga terjadi pembebanan berlebih pada sistem tersebut dan proses serta hasil pengelasan yang tidak sempurna.
1.3 BATASAN MASALAH Secara umum permasalahan yang akan dibahas adalah tentang kekuatan sistem perpipaan yang diteliti, lebih khusus masalah yang akan coba dikaji dalam penelitian ini adalah seberapa besar tegangan yang dihasilkan dari sistem perpipaan tersebut sehingga pipa mengalami pecah.
1.4 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah-masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar tegangan maksimal yang diijinkan dan tegangan aktual yang terjadi pada pipa?
2
2. Apakah fleksibilitas pipa mencukupi? 3. Apakah ketebalan dinding mencukupi untuk melayani operasi fluida? 4. Apakah pemilihan pipa sesuai dengan kondisi fluida yang dialirkan?
1.5 TUJUAN PENELITIAN Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa penyebab pipa pecah sebagai akibat tegangan-tegangan yang timbul dari kondisi sistem perpipaan saat operasi sedang berlangsung.
1.6 KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian ini sangat bermanfaat dan berguna, yaitu: 1. Kegunaan Teoritis •
Memperluas wawasan bagi kajian ilmu kekuatan dan pemilihan bahan.
•
Meningkatkan kesadaran semua pihak akan pentingnya ilmu dan teknologi dalam kehidupan keseharian khususnya dalam pekerjaan.
2. Kegunaan Praktis •
Sebagai sumbangan pikiran bagi perusahaan dalam pengerjaan proyek-proyek perpipaan selanjutnya yang berhubungan dengan fluida bertekanan dan bertemperatur tinggi.
•
Sebagai bagian dari kritik membangun bagi manajemen, para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan agar lebih memperhatikan aspek keselamatan, kesehatan dan keteknikan dalam merancang suatu sistem perpipaan serta tidak selalu selalu mengutamakan aspek ekonomi sebagai acuan dalam perencanaan dan perancangan suatu sistem perpipaan pada khususnya serta sistem operasi lain pada umumnya.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Bab 1 Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan latar belakang pemilihan tema tugas akhir yang merupakan pengalaman kerja penulis sehingga mengusik kepedulian penulis untuk lebih jauh memahami kejadian sesungguhnya dari sisi keteknikan.
3
Bab 2 Landasan Teori Bab ini berisi pengetahuan teori yang berkenaan dengan sistem perpipaan pada umumnya, khususnya kekuatan pipa. Perhitungan kekuatan pipa seperti tekanan dan tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan baik yang berasal dari dalam sistem maupun dari luar akan dibahas secara lebih mendalam. Pembebanan statis dan dinamis, fleksibilitas sistem serta analisa tegangan akan coba dijabarkan dengan lebih mudah dimengerti. Bab 3 Perhitungan Sistem Perhitungan-perhitungan kekuatan pipa akan coba dilakukan dalam bab ini, untuk kemudian dibandingkan dengan standard kekuatan pipa yang ada berdasarkan norma atau kode perpipaan yang dikeluarkan oleh badan-badan internasional. Bab 4 Analisa Hasil Perhitungan Hasil semua perhitungan kekuatan pipa kemudian dibandingkan dengan standard kekuatan pipa yang ada untuk kemudian dianalisa mana yang menyimpang dan berpotensi menjadi penyebab pecahnya pipa. Bab 5 Kesimpulan dan Saran Hasil pembahasan kemudian akan dijabarkan untuk dapat dijadikan masukan serta bahan pertimbangan bagi para perancang yang berkepentingan dalam hal memperbaiki sistem perpipaan yang bermasalah tersebut.
4
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan disajikan teori dasar beserta rumus-rumus yang berkaitan: 2.2 Pengetahuan Dasar Pipa 2.2.1
Definisi Pipa
2.2.2
Pemakaian Pipa
2.2.3 Dimensi Pipa 2.2.4
Proses Pembuatan Pipa
2.2.5
Ujung Pipa
2.2.6
Deskripsi Pipa
2.2.7
Pengetahuan Bahan Pipa
2.3 Pengetahuan Bahan Logam 2.3.1
Sifat Bahan Logam
2.3.2
Kekuatan dan Tegangan
2.4 Kondisi Benda Saat Diberi Beban 2.4.1 Gaya Geser 2.4.2
Moment Tekuk
2.4.3
Tegangan Tekuk
2.5 Karakteristik Pipa 2.5.1
Jenis Pembebanan Pipa
2.5.2
Momen dan Gaya Pada Sistem Perpipaan
2.5.2
Tegangan Pipa
2.5.3
Ketebalan Dinding Pipa Minimum
2.5.5
Fleksibilitas Pipa
2.6 Rumus – Rumus Dasar 2.6.1
Perhitungan Interpolasi
2.6.2
Hubungan Antara Volume Spesifik Dan Massa Jenis
2.6.3
Perhitungan Kecepatan Fluida
2.6.4 Perhitungan Aliran Fluida 2.6.5
Perhitungan Luas Lingkaran
2.6.6
Perhitungan Luas Penampang Pipa
2.6.7
Hubungan Antara Volume, Massa dan Massa Jenis 5
2.2 PENGETAHUAN DASAR PIPA 2.2.1 Definisi Pipa Pipa adalah benda tubular yang berfungsi untuk mengalirkan fluida atau untuk meneruskan tekanan. Pipa dibuat dari bermacam-macam bahan , yaitu: gelas, karet, plastik, kayu, aluminium, tanah liat, beton, tembaga, timah, kuningan, besi tempa, baja serta alloy. Pemilihan bahan pipa berdasarkan pada kondisi service pipa tersebut, yaitu: tekanan, temperatur, komposisi kimia fluida kerja, kondisi lingkungan, dan sifat-sifat bahan pipa itu sendiri. Faktor lain yang penting dalam pemilihan bahan pipa adalah faktor ekonomis.
2.2.2 Pemakaian Pipa Bidang pemakaian utama pipa dalam dunia teknik dibagi menjadi dua: 1. Untuk mengalirkan fluida cair, gas dan padat Contoh: air, gas, arang 2. Sebagai konstruksi pipa Contoh: rangka gedung, jembatan, palang-palang pipa, dll.
2.2.3 Dimensi Pipa Pada waktu yang lalu, diameter luar pipa dibuat tetap atau relatif tetap untuk semua ukuran pipa. Variasi ketebalan diperoleh dengan mengubah diameter dalam. Beda berat pipa dinyatakan dalam tiga kategori yaitu: standard wall, extra strong wall, dan double extra strong wall (SW, XS, XXS). Saat ini ukuran pipa dinyatakan dengan ukuran nominalnya. Ukuran nominal ini tidak menyatakan ukuran pipa yang sesungguhnya. Ukuran pipa yang sesungguhnya dapat dilihat pada tabel-tabel yang dikeluarkan oleh produsen. Untuk pipa dengan ukuran nominal 14” atau lebih, ukuran nominal menyatakan ukuran yang sesungguhnya dari diameter luar pipa. Tebal dinding pipa bervariasi sesuai dengan schedule number.
Untuk menyatakan pipa, selain ukuran nominalnya
diperlukan schedule number dan weight atau kekuatannya.
Semua pipa dengan
ukuran lebih kecil dari 14” dinyatakan dengan ukuran nominal dan schedule number. Pipa dengan ukuran 14” atau lebih dinyatakan dengan ukuran diameter luar (OD) dan tebal dindingnya. Pada pipa dengan ukuran dari 1/8” s/d 12” ID dan OD akan bervariasi dengan schedule number.
6
Menurut ANSI B36.10, pipa baja memiliki schedule number dari 10 sampai 160. Menurut ANSI B36.19, pipa baja stainless memiliki schedule number dari 5S sampai 80S. Schedule number merupakan nilai yang setara dengan seribu kali tekanan kerja di dalam pipa dibagi tegangan yang diijinkan, dimana tekanan kerja di dalam pipa dan tegangan yang diijinkan diukur dalam psi. Pipa diproduksi dengan panjang yang bervariasi. Panjang pipa dikategorikan menjadi tiga, yaitu: single random, double random dan extra length. Pipa dengan kategori single random memiliki panjang 16’ sampai 22’. Sedangkan double random memiliki panjang 35’(feet). Pipa kategori extra length adalah pipa yang memiliki panjang lebih dari 35’. Pipa ini mahal dan jarang digunakan kecuali untuk pipe line.
2.2.4 Proses Pembuatan Pipa Sesuai dengan cara pembuatannya, pipa dibedakan dalam beberapa jenis, diantaranya adalah: 2.2.4.1 Furnace Welded Pipe Pipa ini dibuat dengan cara memanaskan lembaran logam dalam tanur kemudian dibentuk menjadi pipa. Penyambungan sisi-sisi lembaran logam tersebut dilakukan dengan cara ditempa. Pipa yang diproduksi dengan cara ini memiliki sifat murah tetapi mutunya rendah sehingga pemakaiannya terbatas. 2.2.4.2 Seamless Pipe Pipa ini disebut seamless karena tidak memiliki sambungan. Pipa jenis ini dibuat dengan proses Mannesman pada piercing mill. Bahan mentah pipa (berupa billet) dipanaskan kemudian dirol dan ditusuk dengan mandrel sehingga terbentuk pipa. Pipa jenis ini bermutu tinggi dan banyak digunakan pada jaringan pipa dengan tekanan tinggi atau yang memerlukan kehandalan tinggi. 2.2.4.3 Electric Resistance Welding Pipe Pipa ini dibuat dari lembaran logam yang dirol menjadi pipa. Penyambungan sisisisi lembaran tersebut dilakukan dengan las. Pengelasan pada metode ini memanfaatkan panas yang timbul karena resistant metal pipa. Pipa jenis ini semakin populer dan makin banyak digunakan, karena teknologi pengelasan semakin baik dan metode pemeriksaan NDT (Non Destructive Test) makin maju.
7
2.2.5 Ujung Pipa Saat memesan pipa perlu dicantumkan jenis ujung pipa. Jenis ujung pipa ditentukan oleh cara menyambung pipa tersebut, yaitu: -BE (beveled end) untuk penyambungan pipa dengan cara pengelasan -PE (plained end) untuk penyambungan pipa dengan alat penyambung soket -TE (threaded end) untuk penyambungan pipa dengan ulir
2.2.6 Deskripsi Pipa Deskripsi pipa adalah cara menyatakan pipa sehingga apa yang dimaksudkan oleh si penulis atau orang yang menyatakan dapat dimerngerti oleh orang lain dengan tepat. Untuk itu diperlukan kesepakatan cara menyatakan pipa. Sesuai dengan kesepakatan yang ada dikalangan orang-orang pipa, cara menyatakan pipa adalah sebagai berikut sesuai dengan urutannya: -Pipa -Ukuran Nominal -Berat Pipa -Jenis Pipa -Jenis Ujung -Bahan Pipa
Contoh:
PIPE 4” sch 40 smls BE ASTM A106 Gr.b
Pipa
Bahan Pipa
Ukuran Nominal Berat Pipa
Jenis Ujung Jenis Pipa
Beberapa data tentang pipa dapat dilihat pada tabel halaman belakang. Tabel tersebut diambil dari beberapa buku referensi dan katalog dari produsen pipa.
8
2.2.7 Pengetahuan Bahan Pipa Pemahaman akan karakter pipa merupakan suatu hal yang penting untuk dapat merancang suatu sistem perpipaan yang baik dan benar sehingga dapat mengurangi resiko kegagalan operasi dan kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh sistem perpipaan tersebut. Aplikasi pipa pada berbagai bidang kehidupan baik industri maupun rumah tangga tentunya memiliki kondisi serta syarat-syarat yang berbeda pula. Hal ini tentunya akan sangat menyulitkan bagi mereka yang hendak merancang suatu jalur perpipaan apabila tidak memahami dengan baik sifat pipa itu sendiri. Perancangan pipa yang tanpa didasari dengan ilmu pengetahuan yang benar akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang mungkin timbul akibat dari kesalahan desain tersebut dapat berupa kerugian materi atau bahkan jiwa. Dengan demikian adalah perlu bagi para desainer untuk mengetahui dan memahami dengan baik karakter pipa-pipa yang akan mereka desain. Salah satu cara untuk dapat mengetahui reaksi pipa dalam berbagai kondisi dan operasi adalah dengan cara mempelajari sifat-sifat bahan pipa. Setiap bahan di alam mempunyai karakteristik yang berlainan dengan berbagai sisi kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Beberapa sifat material yang perlu untuk diketahui diantaranya adalah sifat kimia, mekanik dan fisik. Demikian juga hal-hal yang menjadi sumber kegagalan suatu bahan telah lama dan terus diteliti untuk mendapatkan sifat bahan terbaik untuk berbagai kondisi operasi yang diperlukan sehingga mengurangi resiko kegagalan yang terjadi. Kegagalan-kegagalan tersebut diantaranya juga disebabkan oleh cacat pada bahan selain bentuk geometri yang juga merupakan hal penting untuk diketahui. Pembebanan yang berlebih dan kesalahan bentuk dapat juga mempercepat usia pipa. Pemilihan bahan untuk aplikasi perpipaan merupakan suatu proses yang membutuhkan pengetahuan tentang karakter material yang sesuai dengan tujuan pemakaian. Bahan yang terpilih harus sesuai dengan jenis fluida dan mampu bertahan dalam kondisi yang menuntut temperatur dan tekanan yang aman selama operasi. Kekuatan bahan harus sesuai untuk pemakaian jangka panjang, dan mampu bertahan dalam kondisi operasi yang bervariasi seperti perubahan panas atau siklus mekanik. Temperatur kerja yang ekstrim dapat meningkatkan resiko seperti pecah atau patah pada temperatur rendah dan kekuatan mulur yang berkurang serta ketahanan terhadap oksidasi yang berkurang.
9
Sementara itu lingkungan sekitar pipa atau komponen perpipaan juga harus dipertimbangkan. Penurunan sifat-sifat material atau kehilangan efektifitas menahan beban dapat terjadi akibat korosi, erosi atau bahkan kombinasi dari keduanya. Sifat alami unsur-unsur yang terkandung dalam pipa juga merupakan faktor yang penting. karakter proses pembuatan juga perlu diperhatikan. Kemampuan berubah bentuk, kecocokan untuk dilas atau metoda penyambungan lain, kemudahan perlakuan panas dan keseragaman serta kesatbilan struktur mikro juga sifat-sifat material pipa memberikan sumbangan dalam pemilihan pipa yang ekonomis. Pemilihan material harus diarahkan pada jenis material yang paling ekonomis dan memenuhi syaratsyarat yang diperlukan untuk kondisi operasi, standard, serta kode yang ada. Kode konstruksi dan desain yang dipakai seperti ASME Boiler and Pressure Vessel Code dan ASME B31 Pressure Piping Code mengatur bahan yang tepat untuk sistem perpipaan yang sesuai dengan hasil penelitian mereka. Kode-kode ini mengatur aturan-aturan desain, tegangan desain yang diijinkan, dan beberapa sifatsifat yang dibutuhkan untuk memenuhi desain operasi. Meskipun demikian, informasi yang tersedia umumnya hanya cocok dan dimaksudkan untuk memastikan kondisi operasi yang aman pada temperatur tinggi. Kode-kode ini tidak secara langsung dan jelas menyatakan penurunan faktor-faktor lingkungan dan bahan yang harus dipertimbangkan oleh para desainer untuk mendapatkan sistem perpipaan yang tidak hanya aman saat kondisi operasi tetapi juga menawarkan keandalan fungsi dan masa pakai yang lama. Dengan demikian, perancangan yang hanya mengandalkan kode tersebut saat melakukan pemilihan bahan terkadang dapat mengarah pada usia pakai sistem perpipaan yang prematur. Secara umum pipa dibuat dengan bahan dasar: •
Logam, misal: baja karbon, baja tahan karat, aluminium, tembaga, titanium dll.
•
Nonlogam, misal: plastik, beton.
2.3 PENGETAHUAN BAHAN LOGAM 2.3.1 Sifat-Sifat Bahan Logam Sifat-sifat bahan pipa dapat diketahui dan diprediksi dengan mempelajari sejumlah sifat bahan. Untuk mengetahui bagaimana suatu material merespon suatu kondisi yang mengenainya adalah dengan melihat sifat-sifat komponen atom yang membentuknya. Logam biasanya dibentuk oleh struktur kristal, yang terdiri dari
10
lapisan-lapisan yang teratur. Komponen paling kecil dari struktur kristal suatu bahan disebut sel, yang merupakan balok-balok geometri paling kecil yang ada pada bahan. Sebagai contoh besi dan paduannya dibentuk oleh 2 unit sel yaitu struktur Body Centered Cubic (BCC) dan Face Centered Cubic (FCC), Seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar
2.1.
Struktur
kristal paling
umum
yang terdapat pada logam serta paduannya. (a) Face centered cubic (FCC); (b)
(a)
Body
(c) (b)
(BCC);
centered (c)
cubic
Hexagonal
close packed (HCP).
Ref: Piping Handbook 7th Edition, A.126
Mereka dibedakan berdasarkan atom-atom yang tersusun secara berulang dalam pola yang sama. Struktur Body Centered
Cubic diwakili oleh sebuah kubus yang
memiliki 8 atom disetiap sudutnya, serta satu atom berada di pusat kubus. Face Centered Cubic diwakili oleh atom-atom yang berada disetiap sudut dari 8 sudut serta satu terletak di bagian tengah tiap sisi kubus. Struktur kristal secara alami diasumsikan mengatur beberapa sifat bahan. Sebagai contoh bahan FCC pada umumnya lebih liat dibanding bahan BCC. Hal ini dikarenakan kristal FCC merupakan struktur kristal terkuat ikatannya diantara struktur yang lain, dan mengijinkan lebih banyak atom untuk saling bergerak dengan sedikit tahanan. Bahan logam biasanya terdiri dari struktur kristal ini dan struktur kristal tersusun lainnya. Beberapa logam sebagian besar logam besi akan mengubah struktur kristal mereka sesuai dengan perubahan atau perbedaan temperatur. Selain karena faktor temperatur, struktur juga dapat berubah bila unsur-unsur lain ditambahkan ke dalam logam. Perubahan ini digunakan serta dimanfaatkan oleh para ilmuwan untuk merekayasa dan mengembangkan sifat-sifat bahan yang penting sesuai dengan kebutuhan pemakaian seperti kemampuan perlakuan panas pada baja carbon dan baja paduan rendah. Karakter atom-atom tersebut merupakan sifat-sifat dasar bahan teknik yang secara garis besar dapat dikategorikan menjadi:
11
•
Sifat kimia
•
Sifat mekanik
•
Sifat fisik
2.3.1.1 Sifat Kimia Logam Sifat kimia logam didefinisikan sebagai karakter logam yang dipengaruhi oleh unsur-unsur yang terkandung dalam persenyawaan bahan. Hal ini biasanya diukur dengan melihat serta menghitung persentase berat atom-atom dari unsur-unsur yang terdapat pada logam. Logam biasanya tidak digunakan dalam kondisi murni. Sebaliknya, unsur-unsur sekunder ditambahkan dengan sengaja dengan tujuan untuk meningkatkan atau merekayasa sifat mereka. Penambahan unusr-unsur sekunder ini disebut mempadukan. Sementara unsur-unsur yang ditambahkan dibedakan berdasarkan ukuran relatif atom-atom. Atom-atom yang lebih kecil ukurannya dari atom logam dasar atau utama akan menempati ruang-ruang antar atom logam pada daerah batas yang disebut unsur paduan tambahan. Karbon yang ditambahkan ke dalam besi yang kemudian menghasilkan baja adalah contoh yang paling umum. Atom-atom yang berukuran lebih besar akan menggantikan atau menggeser kedudukan atom-atom unsur utama. Yang disebut unsur paduan pengganti contohnya adalah seng yang menggeser posisi atom-atom unsur tembaga pada tembaga paduan menghasilkan kuningan. Dan timah putih menggantikan atom-atom tembaga mengahsilkan padauan perunggu. Logam –logam murni pada umumnya memiliki kekuatan yang lemah. Dengan menambahkan unsur-unsur paduan akan meningkatkan kekuatan logam karena batas ikatan atom lokal diregangkan oleh atom-atom asing sehingga menciptakan rintangan yang lebih besar dan luas bagi saling meluncurnya atom-atom yang saling berseberangan pada saat terjadinya efek plastis. Hal ini terdapat tidak hanya pada unsur paduan tambahan tetapi juga pada pengganti. Sifat akan kekuatan biasanya ditingkatkan pada bahan bahan yang mempunyai keuletan yang rendah. Paduan yang tepat ditambah dengan process pengerjaan yang benar serta perlakuan panas yang benar akan menghasilkan sifat-sifat material yang optimal. Selain itu penambahan unsur-unsur pada logam ditujukan untuk memperbaiki atau merekayasa karakter oksidasi atau korosi logam-logam tersebut serta untuk memperbaiki kemampuan bahan atau logam untuk dibentuk, dikerjakan atau
12
diproduksi (misal dikerjakan dengan mesin) serta sifat-sifat elektris diantara pengaruh lainnya. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa persenyawaan beberapa unsur logam disatu sisi mengoptimalkan sifat yang diinginkan sementara disisi lain menurunkan sifat-sifat yang lain. Baja karbon yang merupakan bahan konstruksi yang paling umum selalu mengandung unsur-unsur karbon, mangan, fosfor, sulfur dan silikon dalam komposisi yang bervariasi. Sejumlah kecil unsur-unsur lain dapat ditemukan tercampur pada logam utama melalui fasa gas pada saat proses pembuatan baja (hidrogen, oksigen, nitrogen) atau tercampur pada saat masih berupa bijih besi/skrap yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja (nikel, tembaga, molibden, krom, timah putih, antimun, dsb). Penambahan unsur-unsur karbon dengan kuantitas yang tinggi akan menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi tetapi terjadi kerugian pada penurunan kemampuan untuk dibentuk dan dilas. Sejumlah besar penelitian telah mengarah pada pengembangan logam-logam umum standard yang digunakan pada desain piping proses maupun konstruksi. Dengan demikian batasbatas spesifikasi harus diperhatikan untuk memastikan keandalan kemampuan untuk dapat diprediksi dan pengulangan pengembalian sifat-sifat material.
2.3.1.2 Sifat Mekanik Logam Merupakan karakter respon bahan terhadap gaya yang diterimanya. Sifat-sifat
Gage length
bahan digolongkan menjadi 2 bagian kekuatan dan keuletan. Beberapa sifat bahan yang lain seperti ketangguhan tidak Stretched gage length
berhubungan dengan kedua sifat kekuatan dan keuletan. Sifat-sifat lain yang banyak diketahui dan dipakai sesuai definisi ASTM adalah seperti berikut: 1. Modulus Elastisitas. Adalah
Minimum radius recommended 3/8” but not less than 1/8” permitted.
2 1/4” Parallel section ½”± 0.01”
rasio tegangan normal terhadap regangan yang terjadi sebagai akibat tegangan tarik dan tekan yang timbul. Rasio ini berupa garis lurus dalam area tegangan, yang
2”±0.005” gage length for elongation after fracture
Gambar 2.2. Uji tarik sebuah spesimen. Ref: Piping Handbook 7th Edition, A.129
13
dikenal dengan hukum hooke. Sifat bahan pada area ini elastis (bila beban yang diberikan dihilangkan maka bahan akan kembali ke bentuk aslinya tanpa tegangan). Nilai dari batang pada area elastis disebut modulus elastisitas. Modulus elastisitas diukur dengan menggunakan test tarik, test yang paling banyak dipergunakan dalam teknik bahan. Test tersebut dilakukan dengan memberikan beban yang bertambah secara perlahan baik beban tarik maupun beban tekan, pada sebuah mesin, sampai mencapai standard spesimen. Beban yang diberikan terus diamati apakah terjadi perpanjangan atau perpendekan. Besaran pengukuran ini direpresentasikan pada sebuah sumbu yang disebut kurva tegangan-regangan. Modulus elastisitas serta sifat kekuatan bahan lainnya didapat dari kurva ini.
2. Kekuatan Mulur. Bila suatu spesimen dibebani lebih dari nilai dimana sifatelastis dapat dipertahankan, spesimen akan mengalami perubahan bentuk plastis. Sebagian besar material tidak mengalami perubahan secara drastis dari elastis murni menjadi bersifat plastis, namun akan mengalami perubahan transisi secara perlahan seperti yang terlihat pada kurva atau knee pada kurva tegangan-regangan.
Gambar 2.3. Kurva tegangan vs regangan. Ref: www.engineersedge.com/material_science
14
3. Kekuatan Tarik Maksimum. Bila beban terus ditingkatkan secara konstan bahan akan terus meregang hingga luas penampang material akan terus berkurang yang mengakibatkan material tidak lagi mampu menahan beban selanjutnya. Kekuatan tarik maksimum merupakan beban maksimum dibagi luas penampang spesimen.
4. Perpanjangan Dan Pengurangan Luas Penampang. Keuletan material dapat diketahui dengan mengukur panjang dan diameter minimum sebelum dan sesudah pengujian tarik. Regangan spesimen diwakili dengan persentase perpanjangan dan dihitung dengan cara berikut:
Persen perpanjangan =
(Panjang akhir - Panjang awal) x 100 Panjang awal
………….. pers. 2.1 1) (Pers.
Diameter benda uji akan berkurang, neck-down, pada bahan yang ulet. Ukuran standard lain dari keuletan adalah pengurangan area benda uji, seperti berikut:
Persen pengurangan area =
(Luas penampang awal - Penampang akhir) x 100 Luas penampang asli (Pers. 2) ……..Pers. 2.2
5. Kekerasan. Merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menolak perubahan bentuk, biasanya ditentukan oleh tes/uji standar dimana permukaan yang menahan alat
penguji
dapat
diukur.
Test
A
n
kekerasan yang paling umum dilakukan oleh indentor dengan jenis serta ukuran,
R
r
dan sejumlah pembebanan tertentu.
yang tidak berdimensi. Dua metoda pengujian kekerasan yang paling umum
S t r ess
Angka kekerasan merupakan angka
adalah kekerasan Brinell dan kekerasan Rockwell,
yang
masing-masing
memiliki karakteristik yang berbeda.
O
m
S t r ain
Gambar 2.4. Metoda menentukan batas lumer. Ref: Piping Handbook 7th Edition, A.131
Offset method of determining yield strength 15
6.Ketangguhan. Adalah kemampuan material untuk menahan patah getas. Patah/pecah tiba-tiba terjadi pada beberapa logam tertentu bila beban diberikan dengan cepat. Kemampuan bahan untuk dapat menahan pecah getas tersebut merupakan ukuran dari ketangguhannya. bahan dengan keuletan yang tinggi (material yang memiliki struktur kristal FCC) dapat bertahan pada temperature yang beragam. bahan lain seperti material baja karbon yang memiliki struktur kristal BCC, memiliki nilai ketangguhan yang tergantung pada temperature logam yang timbul pada saat diberikan beban. Pada logam jenis ini, transisi dari sifat getas ke ulet terjadi pada batas temperatur yang sempit. Dua metoda yang paling umum yang digunakan untuk mengukur ketangguhan adalah test impact Charpy. Pengujian Charpy menggunakan specimen kecil yang dikerjakan dengan mesin serta dibuat takikan
nu m be r
um ber inell n r B ” vs 6” ball) ll “B load 1/1 e w c k 00 k g o R (1
r numbe inell r B n vs 0 mond co e) C” “ dia l l we ad, 120 k c Ro kg lo 0 (15 75
125
175
225
275
325
375
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10
Rockwell “B” and “C” numbers
ve rs us
Br in el lh ar dn es s
Note : To obtain tensile strength corresponding to a given Rockwell number, use chart to find equivalent Brinell number, then read from upper graph
st re ng th
170 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40
Te ns ile
Tensile strength, 1000 lb, per sq in.
yang kemudian akan dibebani oleh pendulum (gambar 2.7).
425
Brinell hardness number (3000 kg load, 10 mm ball)
Gambar 2.5. Tabel konversi kekerasan Brinell dan Rockwell pada baja. Ref: SAE Handbook, 1964
16
Energi yang hilang pada pendulum saat mematahkan specimen (gambar 2.6) diukur dalam kilojoules atau ft.lb gaya, yang juga merupakan ketangguhan yang dimiliki oleh specimen. Karakter tumbukan dengan temperatur dapat dilihat pada gambar 2.8. Test Drop Weight pada prinsipnya sama hanya saja spesimen yang digunakan berukuran jauh lebih besar dengan takikan las yang getas sebagai awal pecahan (gambar 2.9). STRIKING EDGE
SPECIMEN
CENTER OF STRIKE 1 mm rod (0.039”)
80 2
40 mm (1.574”)
ANVIL
Charpy V-notch specimen placement during strike by testing anvil. (ASTM specification E23.) Gambar 2.6. Uji Charpy. Ref: Piping Handbook 7th Edition, A.134
Sebuah beban dijatuhkan dari ketinggian ke spesimen yang telah didinginkan atau dipanaskan hingga temperature pengujian. Pengujian menentukan nilai nilductility transition temperature (NDTT), yang didefinisikan sebagai temperatur spesimen saat tumbukan, retakan merambat ke seluruh lebar spesimen. Temperatur transisi getas Charpy serta Drop Weight NDTT keduanya merupakan desain yang perlu dipertimbangkan pada bahan yang memiliki ketangguhan rendah serta pada bahan yang mengalami temperatur kerja yang rendah. Pada Pressure Vessel And Piping Desain Codes, pembatasan diberikan pada bahan di atas nilai Charpy atau NDTT. Bahan yang mengalami temperatur kerja di atas temperatur ini biasanya cukup untuk menghindari kegetasan serta kegagalan.
17
Gambar 2.7. Uji Charpy dengan specimen tipe A (spesifikasi ASTM E23).
Ref: Piping Handbook 7th Edition, A.133
18
1 mm
2 mm
mm
5 mm
Cross section dimensions Radius of notch Depth of notch ii Finish requirements ‘’
3 mm
7.5 mm
Note 1 - Circled specimen is the standard specimen (see fig. 6) Note 2 - Permissible variations shall be as follows:
5 mm
10 mm
2.5 mm
55
10 mm
20 mm
Grind opposite side parallel and 90 to adjacent sides
W
N
D
±1% or 0.075 mm, whichever smaller ±0.025 mm ±0.025 mm 2µm on notch surface and opposite face; 4 µm on other two surfaces
0.61 mm
45
0.25 mm rad
On subsize specimens the length, notch angle, and notch radius are constant (see fig 6); depth (D), notch (N), and width (W) vary as indicated below.
7. Ketahanan Lelah. Adalah kemampuan bahan untuk menahan retakan awal dan beban selanjutnya yang berulang-ulang diukur dengan ketahanan lelahnya. Beberapa metoda uji standard telah dikembangkan untuk menguji logam, yang dibentuk oleh mesin menjadi suatu bentuk khusus, yang menerima beban berulang. Beban diberikan secara umum melalui penekukan, cantilever, dan beban tarik serta tekan pada sebuah mesin penguji. Tegangan maupun regangan dapat diberikan untuk melihat reaksi bahan. Informasi yang paling banyak mewakili
data-data test
kelelahan adalah kurva S-N, dimana S adalah tegangan yang dibutuhkan untuk membuat benda uji mengalami kegagalan dengan memberikan sejumlah siklus pembebanan (N). (gambar 2.11a). pengujian ini biasanya dilakukan pada permukaan spesimen yang halus, meskipun demikian mereka juga dapat dilakukan dengan mekanisme pemusatan tegangan seperti pembuatan takikan oleh mesin pada permukaan spesimen. Efek dari pemusatan tegangan pada siklus lelah dapat juga diprediksi dari kurva spesimen halus S-N dengan menghitung jumlah tegangan pada bentuk tertentu serta memotong kurva pada titik sumbu tegangan.
Transition temperature range
Total energy absorbed
40
20 Average curve
15
Transition temperature (based on 15ft.lb.value)
0 Increasing Testing temperature
Gambar Batas temperatur transisi dan temperatur transisiimpact uji charpy. Transition2.8. temperature range and transition temperature in Charpy test Ref: Piping Handbook 7th Edition, A.134
19
2.00" 5.00"
Notc hed Weld Bead 1/16” max 0.12"
0.20"
0.75"
Surface Grind
0.075”
Drop-weight specimen with brittle weld deposit Gambar 2.9.test Spesimen uji Drop-Weight (Beban jatuh) on specimen face; machined notch to act as crack starter. dengan bahan tambah las getas. Impact load applied from side opposite wel deposit. (ASTM specification E208)th
Ref: Piping Handbook 7 Edition, A.135 Ref: Piping Handbook 7th Edition, A.135
Pada saat beban yang diberikan menurun, baja ferrit menunjukkan titik dimana sejumlah siklus dapat diserap tanpa mengalami kegagalan. Tingkatan tegangan ini disebut batas daya tahan. Banyak dari sebagaian besar logam tidak menunjukkan karakter ini, tetapi sebaliknya menunjukkan peningkatan sejumlah siklus kegagalan dengan beban siklus yang menurun (gambar 2.11b). Ketahanan lelah suatu bahan pada tegangan yang diberikan atau jangkauan regangan merupakan fungsi sejumlah variabel, termasuk dianataranya kekuatan dan keuletan bahan. Hasil yang diperoleh dapat jauh berbeda untuk jenis permukaan yang berbeda, meskipun dari bahan yang sama (gambar 2.10), kebersihan bagian dalam bahan, tujuan pengujian spesimen, dan tingkat tegangan sisa, diantara faktor-faktor lain. Variasi pada lingkungan pengujian juga dapat mempengaruhi hasil pengujian (gambar 2.12). oleh sebab itu, pengujian lelah akan menghasilkan karakter yang berbeda-beda. Kurva desain lelah dibuat berdasarkan data-data pengujian yang dilakukan dengan memberikan batas-batas keamanan yang luas. Pada kode desain US, kurva desain lelah umumnya dibuat dengan mengambil kurang dari 1/20 kali siklus kegagalan, atau ½ dari tegangan yang mengakibatkan kegagalan. Kurva yang baru dibuat dengan mengambil batasan bawah dari dua kurva faktor tersebut.
20
Ketika mempertimbangkan desain kelelahan logam, batas keamanan lanjutan seringkali diberikan untuk menghadapi siklus kegagalan pada amplitudo tegangan yang diberikan. Sebagai contoh, apabila suatu bahan terus menerus mengalami siklus tegangan dengan jangkauan yang sama, batas desain pada siklus yang diijinkan dapat sesuai dengan usia siklus dikalikan dengan faktor seperti 0.8. hal ini merupakan batas keamanan umum yang diberikan pada desain bejana dan pipa. Sebagai sesuatu yang normal, komponen mungkin mengalami variasi siklus tegangan yang beragam, pada temperatur yang beragam pula, selama masa pakai mereka. Efek dari susunan siklus parameter ini terhadap usia lelah dapat diestimasi dengan melakukan pendekatan pada life fraction summation. Pada perhitungan desain, persentase usia untuk melakukan siklus pada tegangan tertentu dihitung menurut rasio jumlah aktual siklus operasi dengan jumlah total siklus yzng mengalami kegagalan pada jangkauan tegangan
tertentu. Perhitungan ini dilakukan untuk semua jangkauan tegangan.
Pecahannya kemudian dihitung dengan dijumlah serta dibandingkan dengan batas desain (1.0 tanpa batas keamanan, atau 0.8 atau beberapa nilai lain tergantung pada
MAXIMUM STRESSES Ksi
Tensile Strenght ksi Mpa Cast 94 (648) Wrought 90 (620)
Yield Elong. Hardness Strength % BHN ksi Mpa 56 (386) 25 187 56 (386) 27 170
55 350 50 WROUGHT 45 CAST
40
300
NO NOTCH
250 35 30
CAST WROUGHT
MAXIMUM STRESSES Mpa
faktor keselamatan yang diberikan).
200
NOTCHED
25 150 20 4 10
5
10
6
10
7
10
8
10
CYCLES TO FAILURE Fatigue characteristis (S-N curve) for cast and wrought 1040 steel in the
Gambar Karakteristik lelah tuang normalizedand2.10. tempered condition, both notch and baja unnotched. R.R. dan Moore rotating beam1040 test, K = 2.2 (Atlas kondisi of fatigue kurve, ASM) tempa pada normalizing & tempering. t
Ref: Atlas of Fatigue Curves, ASM
21
100 Frac ture region (all spec im en frac tured)
Percentag e o f fra cture strength
90 80
Fatigue-frac ture band
70 60 50
Finite life region (no spec im en frac tured)
40 30 Fatigue lim it
Infinite life region
20 10 0 100
101
102
103
104
105
106
107
Num ber of c yc les to frac ture
STRESS AMPLITUDE (S)
(a)
Ferrous
SL
Nonferrous
104
105
106
107
108
CYCLES TO FAILURE (N )f
(b) S-N curves that typify fatigue test result (a) for testing medium-strength Gambar Kurva tegangan&kelelahan bahan (a) steels and (b)2.11. showing typical siklus curve shape for ferrous and nonferrous materials. SL is the menguji endurance limit. (Atlas ofbaja Fatigue Curves, American forbahan Metals, 1986.) untuk kekuatan medium dan (b)Society untuk besi
dan bukan besi. Ref: Atlas of Fatigue Curve, American Society for Metals, 1986
8. Kekuatan Tarik Dan Mulur Pada Temperatur Tinggi. Uji kekuatan tarik dilakukan dengan meningkatkan temperatur untuk mendapatkan sifat-sifat batas kekuatan tarik maksimum dan batas elastisitas yang potensial pada temperatur di atas temperatur ruangan. Ruangan pemanasan digabungkan dengan mesin penguji kekuatan tarik konvensional dan digunakan alat pengukur regangan khusus, sehingga mampu bertahan pada temperatur uji. Pada umumnya, sejalan dengan kenaikan
22
temperatur, batas elastisitas dan kekuatan tarik maksimum akan menurun serta keuletan akan meningkat. Mulur adalah perubahan bentuk atau deformasi bahan yang tergantung pada waktu dan terjadi saat bahan mengalami pembebanan pada temperatur yang tinggi. Pengujian dilakukan dengan cara mencekam spesimen, serupa dengan konfigurasi spcimen kekuatan tarik, pada temperatur yang beragam dan beban yang konstan (biasanya menggunakan beratnya sendiri) dan membiarkan specimen memanjang secara perlahan hingga mencapai batas kegagalan maksimum. Cara perlakuannya dijelaskan ASTM specification E.139.
Fatigue without corrosion
Stress range
Fatigue limit
Fa t ig
ue with co
rrosio n
Number of cycles needed for fracture
Effect of alternating stresses tegangan with and without corrosion for ferrous material Gambar 2.12. Efek yang berubah-ubah dengan that normally exhibits an endurance limit. (Atlas of Fatigue Curves, ASM) dan tanpa korosi untuk bahan besi.
Ref: Atlas of Fatigue Curves, ASM
Metoda pengujian yang paling sederhana hanya mencatat tegangan yang diberikan, waktu sebelum hingga mencapai kegagalan dan total perubahan panjang hingga mencapai kegagalan. Hal ini disebut pengujian tegangan putus. Bila pengukuran regangan versus waktu dilakukannya pengujian dilakukan secara periodik, pengujian tersebut disebut pengujian pengujian mulur-putus. Representasi regangan mulur dan waktu ditunjukkan oleh gambar 2.14, tiga tingkat kejadian mulur dinyatakan dalam diagram. Pada awal pembebanan regangan seketika terjadi. Hampir secara tiba-tiba, laju mulur regangan yang terakumulasi tinggi namun secara perlahan menurun. Pengujian selanjutnya berkembang menjadi tahap dimana laju peregangan melambat dan berubah konstan untuk waktu yang cukup lama.
23
Pada
akhirnya
menurunnya
dengan
pembebanan
pada
penampang bearing specimen akibat Stress
terjadinya peregangan dan pencekikan, tegangan
yang
diberikan
mulai
mengalami peningkatan secara konstan, seperti halnya laju mulur, sampai terjadinya kegagalan. Tiga area ini
Time to rupture
dinamakan
Gambar Kurva tegangan dan Typical 2.13. stress-to-rupture curves patahan.
sekunder
Ref: Piping Handbook 7th Edition, A.139
tahap dan
mulur
tersier.
perencanaan
desain
menghindari
tahap
primer,
Tujuan adalah
ketiga
dari untuk
tersebut,
dimana akumulasi regangan sangat cepat terjadi dan sifat bahan sulit diprediksi.
First stage
second stage constant deformation
To rupture
Third or rupture stage
D
To rupture D’
Elongation - creep strain
C
Rate X
Stress X C’ Rate Y
Stress Y
B
C” B’ Rate Z
Stress Z
B” A A’ A” 0
Hours of test
Creep2.14. time versus elongation curvesmulur at a givenvs temperature Gambar Kurva waktu perpanjangan.
Ref: Piping Handbook 7th Edition, A.138
Setelah mengumpulkan sejumlah data titik putus, data secara garis besar direpresentasikan sebagai kurva tegangan putus. Masing-masing kurva mewakili waktu yang dibutuhkan hingga terjadinya kegagalan pada tegangan serta temperatur
24
yang bervariasi. Sifat lain yang menguntungkan yang dapat diukur dalam pengujian ini adalah laju mulur selama tahap kedua terjadinya mulur pada tegangan dan temperatur tertentu. Hal ini bersamaan dengan waktu yang diperlukan hingga terjadinya tahap mulur ketiga merupakan sifat yang berguna bagi para perancang serta digunakan untuk menentukan tegangan tarik desain yang diijinkan pada kode desain. Logam yang mengalami mulur akan mengalami sejumlah besar kerusakan struktur mikroskopis. Kerusakan terlihat pada mulanya sebagai lubang-lubang kecil, yang muncul pada batas-batas butiran logam, terutama pada tiga titik pertemuan batas butiran. Kerusakan selanjutnya meluas dengan semakin banyaknya lubanglubang pada batas-batas butiran hingga akhirnya mereka merambat membentuk retakan mikro. Yang pada akhirnya membentuk retakan makro yang mengarah pada kegagalan komponen logam.
2.3.1.3 Sifat-Sifat Fisik Logam Sifat fisik adalah kemampuan bahan untuk mempertahankan karakter fisik bahan. Beberapa sifat fisik yang penting pada bahan adalah kerapatan, konduktifitas panas, ekspansi panas dan panas jenis. 1. Panas Jenis. Merupakan rasio massa suatu bahan terhadap volumenya. Pada desain perpipaan dan bejana tekan, kerapatan suatu bahan konstruksi per satuan luas penampang seringkali menjadi pertimbangan yang sangat penting. 2. Konduktifitas Panas. Adalah kemampuan bahan untuk dapat menghantarkan energi dalam bentuk panas dari temperature tinggi ke temperature rendah. Kemampuan
menghantarkan
panas
biasanya
dinyatakan
sebagai
koefisien
konduktifitas panas (k), yang satuannya adalah kuantitas panas yang dihantarkan melalui suatu media berketebalan tertentu dibagi satuan waktu, satuan luas serta satuan perbedaan temperature. Semakin kecil nilai k, semakin besar tahanan yang harus dihadapi energi panas yang mengalir pada bahan tersebut. Insulator yang baik adalah bahan yang memiliki nilai koefisien konduktifitas panas yang kecil. Konduktifitas merupakan fungsi dari temperature bahan. Sebagai contoh, koefisien konduktifitas panas baja karbon menurun sejalan dengan meningkatnya temperature, sehingga menurunkan kemampuannya untuk menghantarkan energi panas. Sementara itu baja austenit mempunyai sifat sebaliknya. meskipun demikian
25
penggunaan mereka lebih sedikit dibanding baja karbon dalam system perpipaan normal. 3. Ekspansi Panas. Dinyatakan sebagai koefisien ekspansi linier, adalah rasio antara perubahan panjang yang terjadi setiap perubahan temperatur dengan panjang normal pada temperatur standard (seperti temperatur ruangan, atau titik beku air). 4. Panas Spesifik. Merupakan ukuran kuantitas panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur bahan sebesar satu derajat.
2.3.2 Kekuatan Dan Tegangan 2.3.2.1 Kekuatan Adalah kemampuan bahan dalam mempertahankan penyimpangan atau perubahan bentuk. Kekuatan suatu komponen biasanya berdasarkan beban maksimum yang dapat ditahan sebelum kegagalan terjadi. Bila dalam tegangan yang kecil perubahan bentuk permanen terjadi.
2.3.2.2 Tegangan Adalah rasio antara beban yang diberikan pada material atau bahan dan luas permukaan yang terpengaruh. Tegangan juga didefinisikan sebagai tahanan internal atau gaya reaksi yang diberikan material terhadap pengaruh gaya atau beban eksternal. Gaya-gaya reaksi ini cenderung mengembalikan partikel-partikel atom ke posisi normal mereka. Total tahanan yang dibangkitkan setara dengan beban atau gaya eksternal yang mengenainya. Meskipun tidak mungkin untuk mengukur intensitas tegangan, namun beban eksternal dan luas permukaan yang dikenai beban dapat diukur. Tegangan (S)/(σ) dapat ditulis dalam persamaan beban atau gaya dibagi luas permukaan penampang (A) yang tegak lurus terhadapnya, seperti berikut:
σ = F/A
.......................................................................................pers. 2.3
2.3.2.2.1 Tegangan Tarik Adalah tegangan yang timbul sebagai akibat pembebanan tarik, dimana gaya yang diberikan pada material saling menjauh atau partikel logam dikondisikan untuk saling melepaskan diri. 26
F
A
F
Gambar 2.15 Gaya tarik bekerja pada batang.
2.3.2.2.2 Tegangan Tekan Adalah tegangan yang timbul sebagai akibat pembebanan tekan, dimana gaya yang diberikan kepada material atau bahan saling mendekat atau partikel logam dikondisikan untuk saling menyatu. F
A
F
Gambar 2.16 Gaya tekan bekerja pada batang.
2.3.2.2.3 Tegangan Geser Terjadi bila dua bagian dari material cenderung untuk saling menggunting sebagai akibat pembebanan geser, dimana arah gaya melintang terhadap material seperti pada gambar. F F
A
Gambar 2.17 Gaya geser bekerja pada batang.
2.3.2.3 Regangan Adalah bila suatu logam dikenai suatu beban/gaya, maka logam akan mengalami penyimpangan dan perubahan bentuk walaupun begitu kuatnya logam
27
ataupun begitu ringannya beban. Besarnya penyimpangan atau perubahan bentuk ini dikenal dengan regangan (strain). Bila beban yang diberikan kecil, penyimpangan kemungkinan akan hilang jika beban ditiadakan. Jika penyimpangan hilang serta logam kembali ke ukuran asalnya , regangan ini disebut regangan elastis. Regangan elastis merupakan perubahan dimensi transisi yang hanya
timbul bila tegangan
diberikan dan menghilang bila tegangan ditiadakan.
2.4 KONDISI BENDA SAAT DIBERI BEBAN 2.4.1 Gaya Geser Gaya geser pada penampang suatu benda yang diberi beban untuk untuk suatu jarak tertentu didefinisikan sebagai jumlah perhitungan aljabar semua gaya yang bekerja apakah pada sisi kiri ataupun kanan penampang pada jarak tersebut.
Pada gambar berikut sebatang benda sepanjang L ditopang pada kedua sisinya AB. Pada benda tersebut diberikan beban W pada jarak L/3 dari penopang A.
Y
W
X
Y
X
C A
B Y
X L
R=
2 W 3
W R= 3
Gambar 2.18 Sebuah benda diberi beban W. Ref: Structural Mechanics, hal 136
Dari gambar tersebut bila kondisi dianggap dalam keadaan seimbang ΣMA = 0, maka didapat:
28
-W x
L + RB x L = 0 3
RB =
W 3
...............................................................pers. 2.4
Sementara bila ΣMB = 0, maka dihasilkan gaya reaksi ke atas sebesar:
RA =
2W 3
………...............................................................pers. 2.5
Sementara itu penampang x-x yang berjarak x dari penopang sebelah kanan B bila diperhatikan lebih jauh pada titik ini bila kita lihat sisi kanan terdapat gaya ke atas RB yang berusaha untuk memotong benda ini pada penampang x-x. sehingga disimpulkan bahwa gaya geser Fx = RB = W/3.
X W C B A X 2 W 3
X
W 3
Gambar 2.19 Gaya geser di penampang x-x besarnya sama dengan gaya reaksi di titik B. Ref: Structural Mechanics, hal 137
Demikian halnya gaya geser Fy pada penampang y-y akan menghasilkan gaya sebesar Fy = 2/3 W. Gaya sebesar ini merupakan gaya reaksi pada sisi sebelah kiri dari beban yang mengarah ke atas dan sisi sebelah kiri penampang y-y terdapat gaya yang mengarah ke bawah.
29
Y W C
A
B 2 W 3
Y
W 3 Y
Gambar 2.20 Gaya geser di penampang y-y besarnya sama dengan gaya reaksi di titik A. Ref: Structural Mechanics, hal 137
2.4.2 Moment Tekuk Moment tekuk pada penampang suatu benda yang diberi beban untuk suatu jarak tertentu didefinisikan sebagai jumlah perhitungan aljabar semua moment gaya yang bekerja apakah pada sisi kiri ataupun kanan penampang pada jarak tersebut. Untuk lebih memahami definsi tersebut, kita lihat gambar berikut dimana gaya yang bekerja berjarak L/3 dari penopang sebelah kiri. L 3 Y
W
X
C A
B Y
X X
Y L 2 W 3 L
W 3
Gambar 2.21 Benda mengalami penekukan saat diberi beban W. Ref: Structural Mechanics, hal 140
30
Bila kita mengambil sebuah jarak tertentu semisal pada jarak penampang x-x pada sisi sebelah kanan batang, diantara beban yang diberikan dan reaksi penampang sebelah kanan W/3, maka bending moment yang terjadi pada penampang tersebut:
Mx =
W .X 3
………...............................................................pers. 2.6
Dimana W/3 adalah gaya dan x adalah jarak gaya tersebut.
X B’ B
Gambar 2.22 Gaya reaksi bekerja
X
pada penampang x-x sebesar W/3.
X
W 3
Ref: Structural Mechanics, hal 140
Sementara pada penampang y-y momen tekuk yang terjadi:
My =
2W .Y 3
………...............................................................pers. 2.7
y A’ A
Gambar 2.23 Gaya reaksi bekerja
Y
pada penampang x-x sebesar W/3. 2 W 3
y Ref: Structural Mechanics, hal 140
31
2.4.3 Tegangan Tekuk Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada sebuah batang yang diberi beban, maka batang tersebut akan mengalami moment tekuk dan gaya geser secara bersamaan pada setiap titiknya. W
W a A
a B
D
C L
RA = W
RB = W
Gambar 2.24 Sebuah benda diberi 2 beban W. Ref: Structural Mechanics, hal 410
W
W
Gambar 2.25 Diagram gaya geser pada gambar 2.23. Ref: Structural Mechanics, hal 410
Perhatikanlah bahwa tidak terjadi gaya geser pada batang sepanjang CD.
Wxa
Wxa
Gambar 2.26 Diagram momen tekuk pada gambar 2.23. Ref: Structural Mechanics, hal 410
32
Perhatikan bahwa pada batang sepanjang CD terjadi moment tekuk yang konstan = Wxa dan tidak terjadi gaya geser sama sekali. Berdasarkan hal-hal tersebut persamaan matematika yang dapat diturunkan adalah: σ E M = = I y R
………...............................................................pers. 2.8
M
moment tekuk di sembarang titik, lb.in.
I
moment area kedua di titik tersebut, in4.
σ
tegangan tekuk pada titik tersebut, lb/in2.
E
modulus elastisitas bahan, lb/in2.
R
Radius kurva dari kurva netral batang, in. Sumbu netral A
B
E G
F H
y
D
C dx
(b) θ (a)
A
B
C
D
R = Radius kurva R
(c)
M
M
Kurva netral
A’ G’ C’
E’ Tegangan tekan maksimum y
B’ F’ H’ D’
Tegangan tarik maksimum
Gambar 2.27 Sebuah batang yang mengalami penekukan. Ref: Structural Mechanics, hal 411
33
a) Sebuah batang mengalami moment tekuk murni. Potongan A-C dan B-D yang berjarak dx. b) Perbesaran batang ABCD sebelum mengalami penekukan. Efek moment tekuk pada lapisan GH. c) Perbesaran ABCD setelah penekukan.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa 1. Batang mengalami tegangan dalam batas elastis. 2. Penampang transversal tetap rata sebelum dan setelah penekukan. 3. Modulus elastisitas material batang sama pada tegangan tarik dan tekan. 4. Tidak ada tegangan resultan tarik dan tekan pada penampang batang. 5. Lapisan-lapisan pada batang bebas berekspansi ataupun kontraksi secara independen.
Dari persamaan (2.8) didapat: σ M = I y
Sehingga:
M =
I .σ y
………...............................................................pers. 2.9
I y
……….............................................................pers. 2.10
Bila:
Z =
Maka didapat persamaan: M=σ Z
……….............................................................pers. 2.11
Dimana:
34
M
Momen tekuk pada jarak tertentu, lb.in.
Z
Modulus penampang pipa, in3.
σ
Tegangan tekuk, lb/in2.
2.5 KARAKTERISTIK PIPA 2.5.1 Jenis Pembebanan Pipa Pembebanan yang mempengaruhi sistem perpipaan dapat diklasifikasikan menjadi beban statik dan beban dinamik. Beban-beban statik meliputi: 1. efek berat 2. efek ekspansi panas dan kontraksi 3. efek penyangga, angkur dan pergerakan lainnya 4. beban karena tekanan luar maupun dalam Beban-beban dinamik meliputi: 1. gaya impact 2. angin 3. gempa bumi 4. getaran 2.5.2 Momen Dan Gaya Pada Sistem Perpipaan Gaya adalah vector yang memiliki arah serta nilai tekan, tarik dan geser. Moment adalah suatu vector yang memiliki arah serta nilai putar dan tekuk. Gaya dan momen yang bekerja pada sistem perpipaan memiliki perbedaan sesuai dengan jenis-jenis bebannya, seperti thermal expansion dan berat static.
2.5.2.1 Gaya Centrifugal Yang Timbul Akibat Adanya Elbow
Gambar 2.28 Sebuah konstruksi elbow.
F
Ref: Introduction To Pipe Stress Analysis, hal 96
35
Gaya F yang timbul karena adanya elbow dirumuskan sebagai berikut: 2Aρ V θ sin g 2 2
F =
………………………………………...pers. 2.12
Dimana: A
luas diameter dalam pipa, in2.
ρ
massa jenis fluida, lb/ft3.
V
kecepatan aliran, ft/sec.
g
percepatan gravitasi, 32,2 ft/sec2.
θ
sudut tekukan, derajat.
2.5.3 Tegangan Pipa 2.5.3.1 Tegangan Melintang
A
A Tahanan Dalam = txLxS
Panjang L B
B
Diameter dalam D
Gaya Resultant Luar = PDL E
E Tahanan Dalam = txLxS
Tekanan F
F
Ketebalan t
(A)
(B)
longitudinal tegangan pada silinder berdinding tipis GambarGaya 2.29 Gaya dandan tegangan melintang pada silinder
berdinding tipis. Ref: Modul Pelatihan Sistem Mekanikal Perpipaan P2M UI
Gaya yang berusaha memisahkan silinder adalah luas permukaan kali tekanan:
F=DxLxP
……………………………………………..pers. 2.13
36
Gaya reaksi di dalam material yang melawan gaya tersebut:
F = SL x t x L x 2
……………………………………………….pers. 2.14
Bila kedua persamaan digabungkan:
D x L x P = SL x t x L x 2
.............................................................pers. 2.15
Sehingga didapatkan:
……………………………………………………...pers. 2.16
Dimana: SL
Tegangan melintang pipa, lb/in2.
P
Tekanan fluida, lbs.
D
Diameter dalam pipa, in.
t
Tebal dinding pipa, in.
2.5.3.2 Tegangan Memanjang
Gambar 2.30 Gaya dan tegangan memanjang pada silinder berdinding tipis. Ref: Modul Pelatihan Sistem Mekanikal Perpipaan P2M UI
Gaya yang berusaha memisahkan silinder adalah luas permukaan kali tekanan:
37
……………………………………...pers. 2.17
Gaya reaksi di dalam material yang melawan gaya tersebut: F = π x D x t x Sc
.............................................................pers. 2.18
Bila kedua persamaan digabungkan:
……………………………………….pers. 2.19
Sehingga didapatkan:
……………………………………………….pers. 2.20 Dimana:
SC
Tegangan memanjang pipa, lb/in2.
P
Tekanan fluida, lbs.
D
Diameter dalam pipa, in.
t
Tebal dinding pipa, in.
2.5.3.3 Resultan Tegangan
FA FR F
F
Gambar 2.31 Resultan tegangan pada kampuh las. Ref: Engineers Edge.com – butt weld calculation.
38
σR = σ2 + τ2 . 3 ……………………………………………….pers. 2.21 Dimana: σR Tegangan resultant pada sambungan las keliling pipa jenis kampuh butt weld, lb/in2. σ Tegangan aksial / memanjang pada pipa, lb/in2. τ Tegangan geser, lb/in2. 2.5.4 Ketebalan Dinding Pipa Minimum Ketebalan dinding pipa minimum yang dibutuhkan untuk melayani proses operasi sesuai dengan standard ASME B31.1 Power Piping Code adalah:
Tm
=
Pdo +A 2(SEq + PY)
…………………..……………………….pers. 2.22
Sementara ketebalan nominal setelah ditambah toleransi adalah:
T
=
Tm (1 - MT)
…………..……………..…………….…….…….pers. 2.23
Dimana: Tm
Ketebalan minimum pipa, in.
T
Ketebalan nominal pipa setelah ditambah toleransi saat pembuatan (MT), in.
Do
Diameter luar, in.
P
Tekanan fluida di dalam pipa, lb/in2.
S
Tegangan yang diijinkan pada temperatur desain (dikenal dengan tegangan panas), lb/in2.
A
Toleransi untuk ulir, korosi dan erosi, in.
Y
Koefisien untuk berbagai jenis material pada berbagai temperatur desain.
Y
Eq
=
.d
d + do
.bila t ≥
.d
6
……………..…………………...pers. 2.24
Faktor kualitas yang merupakan hasil kali faktor kualitas saat penuangan Ec, faktor kualitas pengikatan Ej dan faktor kualitas tingkat struktur Es. Nilai Ec
39
berkisar antara 0,85 sampai 1,0 dan tergantung dari metoda yang digunakan saat memeriksa kualitas penuangan. Nilai Ej berkisar antara 0,6 sampai 1,0 dan tergantung dari jenis sambungan las. Nilai Es diasumsikan sebagai 0,92.
Eq = EcEjEs
..............………………..………………......…….pers. 2.25
2.5.5 Fleksibilitas Pipa 2.5.5.1 Pemahaman Umum Fleksibilitas pipa adalah satu dari beberapa hal penting yang sedikit diketahui fungsinya dalam mendesain sistem perpipaan. Analisa fleksibilitas dewasa ini, atau analisa tegangan seperti yang biasa disebutkan, dikerjakan oleh computer. Sehingga tanggung jawab desainer perpipaan umunya sangat terbatas pada pemeriksaan cepat untuk menentukan bahwa tata letak perpipaan berada dalam batas toleransi yang bisa diterima. Bila pemeriksaan cepat menunjukkan hasil perhitunga berada diluar batas toleransi, maka desainer peripaan akan menyerahkan tugas selanjutnya kepada spesialis analisis tegangan. Spesialis tegangan akan menterjemahkan data ke lembar input, lalu menyerahkan ke kelompok komputer dan lalu menerima lembar output komputer. Bila sistem perpipaan terlalu kaku, spesialis tegangan mungkin menyarankan perbaikan untuk dimodifikasi. Tetapi tanggung jawab penuh adalah pada desainer. Komputer dipakai, termasuk untuk merumuskan input dan menganalisis output, hal ini mahal tetapi menjamin bila metoda pemeriksaan cepat menyarankannya. Bagaimanapun, besarnya biaya yang terbuang pada komputer yang hanya menganalisis fleksibilitas yang cukup pada jalur atau jalur-jalur yang diterima dengan menggunakan metoda pemeriksaan cepat. Desainer perpipaan yang tidak tahu dengan analisis fleksibilitas adalah cepat meminta analisis tegangan lengkap daripada mengambil resiko. Desainer pipa yang kompeten akan membuat segala usaha untuk menyediakan fleksibilitas yang cukup di sistem perpipaan ini dengan menggunakan seminimal mungkin fitting-fittingnya. Bila pemeriksaan cepat ditentukan bahwa sistem tidak cukup fleksibel, dia periksa sistemnya untuk menentukan apakah perlu untuk mendesain ulang atau mungkin hanya menambah elbow satu atau dua untuk menambah fleksibilitas. Lalu dia menggunakan kembali metoda pemeriksaan cepat. Bila sistemnya dinyatakan cukup, dia bisa menghemat biaya dari analisa tegangan lengkap. Bila sistemnya dinyatakan masih kaku dan
40
desainer percaya analisis komputer bisa meningkatkan sistemnya menjadi fleksibel, lalu dia bertanya ke bagian analisis tegangan. Metoda pemeriksaan cepat telah membangun faktor keamanan. Banyak pengaturan yang membuktikan bahwa cara pemeriksaan cepat adalah benar walaupun analisis tegangan lengkap tetap dibuat.
2.5.5.2 Tujuan Analisis Sudah umum diketahui bahwa sistem perpipaan panas akan memanjang, sementara sistem perpipaan dingin akan menyusut. Kedua gerakan ini akan membuat problem tegangan. Analisis tegangan menentukan gaya pada titik-titik angkur, tegangan-tegangan pada sistem perpipaan dan momen bengkok pada tiap titik. Untuk faktor ini yang diijinkan sudah diketahui. Untuk setiap gaya yang timbul pada titik angkur, sering nozel peralatan, hal itu harus paling kurang gaya tahanannya sama. Bila sistem dari 20.000 pon gaya didesain angkur yang hanya menahan 15.000 pon gaya, maka bisa merusak dan mungkin menimbulkan ledakan atau kebakaran. Sebelum mendesain sistem perpipaan untuk fleksibilitas yang cukup, desainer harus tahu gaya-gaya apa yang diijinkan.
2.5.5.3 Desain Fleksibilitas Pipa Fleksibilitas pipa hendaknya selalu diperoleh dengan sejumlah kecil angkur dan pedoman yang sesuai. Sendi-sendi perluasan aksial harus diatur pada setiap sisi dan dikaitkan pada ujung pipa untuk menahan tekanan hidrostatik. Loop berbentuk U harus dikait pada kedua belah sisi pipa. -
Saluran yang dibersihkan dengan uap atau gas panas harus dipastikan cukup fleksibel selam operasi pembersihan.
-
Sistem pembersihan secara tertutup dan penghembusan uap panas atau pemompaan harus dilakukan secara hati-hati.
-
Temperatur pada saat awal sering melebihi temperatur selanjutnya.
-
Alat pengubah harus tetap dingin selama saluran yang masuk dan keluar sudah panas yang menimbulkan tekanan tambahan.
-
Harus selalu meninjau kembali sistem dalam kondisi yang paling buruk seperti saat awal ketika saluran panas menuju menara dingin dan sebaliknya.
41
Sistem unit, seperti sistem uap yang mempunyai header berdiameter besar dalam saluran pipa dan cabang-cabang berukuran kecil yang mengalirkan fluida ke dalam peralatan, sering dilengkapi dengan loop atau angkur tambahan yang tidak begitu perlu dam mahal. Sebelum loop-loop didesain, setiap usaha harus dilakukan untuk membuat cabang cukup fleksibel untuk menghadapi perpanjangan pipa utama. Angkur dipasang dekat pusat lubang yang bisa digunakan ke perpanjangan pipa utama secara langsung dengan gaya 50% dari perpanjangan untuk salah satu sisinya dan jauh dari angkur, dimana perpanjangan pipa utama disederhanakan dengan fleksibilitas cabang. Fleksibilitas harus dipertimbangkan dari mulai sistem didesain. Selama tata letak yang asli, yang mungkin dilakukan dengan tangan secara bebas pada sketsa, fleksibilitas harus di atas segalanya pada ingatan setiap desainer perpipaan. Pemeriksaan cepat bisa membuat seluruh jalur 8 inci atau lebih besar selama tahun awal. Bila ternyata fleksibilitas mempunyai problem, jalur yang lebih kecil harus diperiksa dan pemeriksaan cepat juga dilakukan. Bila jalurnya terlalu miring dan harus dialirkan kembali, waktu untuk mencarinya adalah pada desain awal. Banyak biaya dan jam kerja bisa terbuang dengan menyelesaikan gambar sistem perpipaan yang terlalu miring. Bila hal ini terjadi dan akhirnya ditemukan, desainer harus memulainya lagi secara lengkap. Satu dari banyak perbedaan juru gambar dan desainer adalah bila juru gambar hanya bisa menggambar perpipaan, sedangkan desainer tahu fleksibilitas, process, instrumentasi, aliran fluida dan banyak lagi spesifik yang harus dipertimbangkan dalam tahap desain.
2.5.5.4 Metoda Pemeriksaan Cepat Tujuan dari pemeriksaan cepat adalah untuk menentukan apakah sistem perpipaan mempunyai fleksibilitas yang cukup tanpa memerlukan perhitungan formal untuk menganalisis tegangan lengkap. Biasanya bila sistem dengan penuntun pemeriksaan cepat, tidak ada analisis fleksibilitas berikutnya yang dibutuhkan. Untuk menggunakan metoda ini desainer perpipaan harus menetapkan faktor dasar: •
Titik angkur harus diketahui atau diasumsikan.
•
Temperatur dan tekanan desain, koefisien logam harus dimasukkan.
•
Kondisi desain khusus seperti start up, siklus operasi, penjejak uap dan seterusnya harus diketahui.
42
Panjang pipa diselesaikan berdasarkan pipa baja karbon berat standar. Pipa baja campuran, baja tahan karat austenit dan aluminium lainnya diletakkan pada dasar yang sama. Bila tebal dinding pipa berbeda dari berat standar, faktor koreksi dari rasio momen inersia harus diberikan, maka:
…………………..……………………….pers. 2.26
Bila ditambah pengembangan angkur ke daya dorong dari kaki L, rasio koreksi ekspansi linear diberikan, maka:
…………………..……………………….pers. 2.27
Minimum panjang h kaki yang diperlukan untuk menyediakan anggota fleksibilitas yang cukup harus dites dengan memberikan faktor A yang benar untuk temperatur desain, sesuai tabel 4.
2.5.5.4.1 Konstruksi L
L
h Titik angkur
Gambar 2.32 Konstruksi L. Ref: Desain Pipa Proses Vol.2 Rip Weaver, 151
43
Untuk bentuk L berlaku rumus berikut:
…………………………pers. 2.28
…………………………….pers. 2.29
……………………………….per.s 2.30
Dimana: D0
diameter luar, in.
L
panjang pipa horisontal, ft.
h
panjang pipa vertikal, ft.
T
temperatur perhitungan (temperatur sistem – 70), 0F.
A
koefisien material baja karbon.
2.5.5.4.2 Konstruksi Z
C
h B
L
Gambar 2.33 Konstruksi Z. Ref: Desain Pipa Proses Vol.2 Rip Weaver, 153
Untuk bentuk Z berlaku rumus berikut:
…………………………pers. 2.31
44
…………………………….pers. 2.32
……………………………….pers. 2.33
……………………………….pers. 2.34
4
……………………………….pers. 2.35
Dimana: D0
diameter luar, in.
L
jarak angkur/panjang pipa horisontal total, ft.
h
panjang pipa vertikal, ft.
T
temperatur perhitungan (temperatur sistem – 70), 0F.
A
koefisien material baja karbon.
2.5.5.4.3 Konstruksi U Kaki Sama
L
h
h
Gambar 2.34 Konstruksi bentuk U dengan kaki yang sama. Ref: Desain Pipa Proses Vol.2 Rip Weaver, 153
Untuk bentuk U dengan kaki yang sama panjang berlaku rumus berikut:
45
…………………………pers. 2.36
…………………………….pers. 2.37
……............................pers. 2.38
Dimana: D0
diameter luar, in.
L
panjang pipa horisontal, ft.
h
panjang pipa vertikal, ft.
T
temperatur perhitungan (temperatur sistem – 70), 0F.
A
koefisien material baja karbon.
2.5.5.4.4 Konstruksi U Kaki Beda
h
L2 L1
Gambar 2.35 Konstruksi bentuk U dengan kaki yang berbeda. Ref: Desain Pipa Proses Vol.2 Rip Weaver, 154
Untuk bentuk U dengan kaki yang beda panjang berlaku rumus berikut:
……………..pers. 2.39
46
…………………………pers. 2.40
………………………….pers. 2.41
Dimana: D0
diameter luar, in.
L1
panjang pipa vertikal 1, ft.
L2
panjang pipa vertikal 2, ft.
h
panjang pipa horisontal, ft.
T
temperatur perhitungan (temperatur sistem – 70), 0F.
A
koefisien material baja karbon.
2.5.5.4.5 Loop Ekspansi W
h
h
L
Gambar 2.36 Tipe loop ekspansi. Ref: Desain Pipa Proses Vol.2 Rip Weaver, 155
Untuk loop ekspansi berlaku rumus berikut:
……………………….pers. 2.42
…………………………….pers. 2.43
……………………………...pers. 2.44
47
………...……………………..pers. 2.45
………………………………...pers. 2.46
Dimana: D0
diameter luar, in.
L
jarak angkur, ft.
W
panjang pipa horisontal, ft.
h
panjang pipa vertikal, ft.
T
temperatur perhitungan (temperatur sistem – 70), 0F.
A
koefisien material baja karbon.
2.5.5.4.6 Konstruksi L 1 Bidang
c b
d
a
f e
L Gambar 2.37 Konstruksi bentuk L yang lebih rumit. Ref: Desain Pipa Proses Vol.2 Rip Weaver, 155
Rumus bentuk L dapat diadaptasi ke dalam konstruksi pipa yang lebih rumit lagi. Contoh gambar 2.30 problem satu bidang,
Tahap 1 : Tentukan L, panjang terbesar dari jalur pada sudut yang benar antara dua angkur. a + b + e adalah lebih besar dari b – d + f. sehingga: L=a+c+e
……………………………………………….pers. 2.47
48
Tahap 2 Selesaikan minimum h yang dibutuhkan dengan menggunakan formula dalam contoh 2.
Tahap 3 Selesaikan minimum h dengan akar dari (b2 + d2 + f2).
……….pers. 2.48
Bila akar pangkat dua jumlahnya sama atau melebihi minimum kebutuhan h, fleksibilitas dianggap cukup.
2.5.5.4.7 Konstruksi L 3 Bidang
g f b a
c
e d
Gambar 2.38 Konstruksi bentuk L 3 bidang. Ref: Desain Pipa Proses Vol.2 Rip Weaver, 155
Tahap 1 Tentukan jarak antara angkur di bidang horizontal dan sudut yang benar, serta jarak vertikal. Jarak utara selatan
= a+e
……………………………….pers. 2.49
Jarak timur barat
= c+g
……………………………….pers. 2.50
Jarak vertikal
= b–d+f
……………………….pers. 2.51
49
Tahap 2 Tentukan L, jarak terpanjang. a + e > c + g > b – d + f , sehingga L=a+e
……………………………………………….pers. 2.52
Catatan: contoh ini diasumsikan L = a + e. L haruslah yang terpanjang dari ketiga jumlah tersebut.
Tahap 3 Tentukan minimum h, jarak terpendek. Jumlah kaki b + c + d + f + g haruslah sama atau lebih dari h. hal ini adalah kaki pada sudut yang benar ke L.
2.6 RUMUS – RUMUS DASAR 2.6.1 Perhitungan Interpolasi Untuk mencari suatu nilai diantara dua atau lebih data yang tertera pada tabel digunakan rumus interpolasi seperti berikut:
(Y - Yo ) (X - Xo ) = (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (Y - Yo ) = Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo) …………………….………….pers. 2.53
Dimana: X
nilai pada deret X yang diperbandingkan dengan Y.
X0
nilai terendah deret X yang diketahui.
X1
nilai tertinggi deret X yang diketahui.
Y
nilai pada deret Y yang dicari.
Y0
nilai terendah deret Y yang diketahui.
Y1
nilai tertinggi deret Y yang diketahui.
50
2.6.2 Hubungan Antara Volume Spesifik Dan Massa Jenis Massa jenis diformulasikan sebagai berikut:
ρ =
1 .v
…………………….…………...................................pers. 2.54
Dimana: v
volume spesifik, ft3/lb.
ρ
massa jenis fluida, lb/ft3.
2.6.3 Perhitungan Kecepatan Fluida Kecepatan fluida di dalam pipa dihitung sebagai berikut:
V =
Q A
…………………….…………...................................pers. 2.55
Dimana: Q
debit uap, ft2/sec.
A
luas diameter dalam, ft2.
2.6.4 Perhitungan Aliran Fluida Aliran fluida (debit) dihitung sebagai berikut:
Q =
V .t
…………………….…………...................................pers. 2.56
Dimana: Q
debit uap, ft3/sec.
V
volume, ft3.
t
waktu, sec.
2.6.5 Perhitungan Luas Lingkaran Luas lingkaran dihitung sebagai berikut:
51
πD A = 4
2
…………………….…………...................................pers. 2.57
Dimana: A
luas lingkaran, in2.
D
diameter lingkaran, in.
π
konstanta.
2.6.6 Perhitungan Luas Penampang Pipa Luas penampang pipa dihitung sebagai berikut:
A =
π (do-di) 4
2
…….……….…………...................................pers. 2.58
Dimana: A
luas lingkaran, in2.
Do
diameter luar pipa, in.
Di
diameter dalam pipa, in.
π
konstanta.
2.6.7 Hubungan Antara Volume, Massa Dan Massa Jenis Massa jenis diformulasikan sebagai berikut:
V =
Nm .ρ
…………………….…………...................................pers. 2.59
Dimana: V
volume, ft3.
ρ
massa jenis fluida, lb/ft3.
m
massa, lb.
52
BAB 3 PERHITUNGAN SISTEM
3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas perhitungan-perhitungan tegangan yang timbul berkaitan dengan kondisi sistem, yaitu: tegangan statis, tegangan dinamis, resultan tegangan serta fleksibilitas sistem. Perhitungan tegangan statis yang dibahas adalah: 3.2 Perhitungan Tegangan Geser 3.3 Perhitungan Tegangan Tekuk 3.4 Perhitungan Ketebalan Pipa Perhitungan tegangan dinamis yang dibahas adalah: 3.5 Perhitungan Tegangan Dinding Akibat Tekanan Fluida 3.5.1
Perhitungan Tegangan Melintang
3.5.2
Perhitungan Tegangan Memanjang
3.6 Perhitungan Tegangan Akibat Adanya Elbow 3.6.1
Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 1900 C
3.6.2
Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 2050 C
3.6.3
Perhitungan Temperatur Saat Tegangan Maksimum Yang Diijinkan Tercapai
Perhitungan Resultan Tegangan yang dibahas adalah: 3.7 Perhitungan Resultan Tegangan Pada Sambungan Las Perhitungan Fleksibilitas Pipa yang dibahas adalah: 3.8 Perhitungan Fleksibilitas Pipa dengan Metoda Pemeriksaan Cepat 3.8.1
Perhitungan Panjang Minimum h Yang Diijinkan
3.8.2
Perhitungan Panjang Maksimum L Yang Diijinkan
3.8.3
Perhitungan Test Minimum h
53
A
B E
F
A
D PS
V
D G
F
F B
F
C A
G
F
A
Gambar 3.1 Sistem perpipaan uap yang dianalisa. Tanda
Uraian
Ukuran
Jumlah
A
Elbow
8”
4
B
Gate Valve
8”
2
C
Control Valve
8”
1
D
Tee
8”
2
E
Safety Relief Valve
8”
1
F
Pipa ASTM A-106 Gr.B SMLS Std.
8”
10
G
Flange
8”
6
54
Diketahui suatu jalur perpipaan mengalirkan uap dengan menggunakan pipa dengan spesifikasi Pipe BE, Carbon Steel A 106 Grade B 8” x 6 m Sch 40 smls.
Data-data pipa sebagai berikut:
Ketinggian pipa, h
= 2100 mm
= 6,889 ft
Panjang pipa horisontal, L
= 3100 mm
= 10,17 ft
Diameter luar, Do
= 8,625 in
Diameter dalam, Di
= 7,981 in
Tebal dinding, t
= 0,322 in
Data-data fluida yang mengalir di dalam pipa (uap) sebagai berikut:
Tekanan uap, P
= 10 bar = 145,037 psi
Temperatur uap,T
= 190 – 2050 C = 463,15 – 478,150 K = 374 – 4010 F
Laju alir, ṁ
= 23 ton/hour
Volume spesifik uap pada tekanan 10 bar, v temperatur 4500 K
= 0,001124 m3/kg
temperatur 5000 K
= 0,221 m3/kg
3.2 PERHITUNGAN TEGANGAN GESER
8,32 kg
30,39 kg 512 kg
30,39 kg
30,96 kg
30,39 kg
610 kg
30,39 kg x
A
B
x
387.5 501 767 1033 1397.5 1762 2103 2444 2635 3100
Gambar 3.2 Distribusi beban pada sistem perpipaan yang dianalisa.
55
A’
C
D
E
F
G
H
I
A
B
I’
J
B’
SHEAR FORCE DIAGRAM
I H G F E D C B
A
J
BENDING MOMENT DIAGRAM
Gambar 3.3 Diagram tegangan geser dan diagram momen tekuk. Berdasarkan persamaan (2.4)
-W x
L + RB x L = 0 3
RB =
W 3
Maka perhitungan distribusi gaya pada gambar tersebut adalah:
56
Bila kondisi dianggap dalam keadaan seimbang ΣMA = 0, didapat:
387,5x8,32 + 501x30,39 + 767x512 + 1033x30,39 + 1397,5x30,96 + 1762x30,39 + 2103x610 + 2444x30,39 - 3100xRB = 0 Maka Reaksi B = 1896463,2/3100 B
= 611,76 kg
Sesuai rumus gaya reaksi RB = gaya geser pada penampang x-x. Maka gaya geser pada penampang x-x adalah 611,76 kg = 1348,68 lbs.
Sehingga tegangan geser yang terjadi berdasarkan persamaan (2.3) adalah:
σ =
=
F A 1348,68 0,325
2 = 4149,78 lb/in
3.3 PERHITUNGAN TEGANGAN TEKUK L 3 Y
W
X
C A
B Y
X X
Y L 2 W 3 L
W 3
57
X B’ B
X X
W 3
Gambar 3.4 Sebuah benda mengalami penekukan(atas), gaya reaksi B = gaya pada penampang x-x (bawah).
Berdasarkan persamaan (2.6)
Mx =
W .X 3
Diketahui distribusi gaya yang terjadi pada konstruksi pipa yang dimaksud adalah seperti pada gambar 3.2. Maka bila kondisi dianggap dalam keadaan seimbang ΣMA = 0, didapat:
387,5x8,32 + 501x30,39 + 767x512 + 1033x30,39 + 1397,5x30,96 + 1762x30,39 + 2103x610 + 2444x30,39 - 3100xRB = 0 Maka gaya reaksi RB = 1896463,2/3100
= 611,76 kg
Sesuai rumus gaya reaksi RB = gaya tekuk pada penampang x-x. Maka gaya tekuk pada penampang x-x adalah 611,76 kg = 1348,68 lbs.
58
Maka moment tekuk yang terjadi di penampang x-x, bila diketahui jarak penampang x-x ke titik B adalah 556 mm = 21,89 in.
Mx
= 1348,68 x 21,89 = 29522,6
Sehingga tegangan tekuk yang terjadi berdasarkan persamaan (2.11) adalah: M=σ Z
Maka:
σ =
M Z
Dimana:
M
Momen tekuk pada jarak tertentu, lb.in.
Z
Modulus penampang pipa, in3.
σ
Tegangan tekuk, lb/in2.
Bila diketahui Z = 16.18 in3. sesuai tabel, maka tegangan tekuk yang terjadi adalah:
σ =
29522,6 16,8
2 = 1757,29 lb/in
3.4 PERHITUNGAN KETEBALAN PIPA
Dari persamaan (2.22) perhitungan ketebalan pipa dihitung sebagai berikut:
Tm
=
Pdo +A 2(SEq + PY)
59
Dimana: Tm
Ketebalan minimum pipa, in.
T
Ketebalan nominal pipa setelah ditambah toleransi saat pembuatan (MT), in.
Do
Diameter luar, in.
P
Tekanan fluida di dalam pipa, lb/in2.
S
Tegangan yang diijinkan pada temperatur desain (dikenal dengan tegangan panas), lb/in2.
A
Toleransi untuk ulir, korosi dan erosi, in.
Y
Koefisien untuk berbagai jenis material pada berbagai temperatur desain.
Y
Eq
=
.d
d + do
.bila t ≥
.d
6
Faktor kualitas yang merupakan hasil kali faktor kualitas saat penuangan Ec, faktor kualitas pengikatan Ej dan faktor kualitas tingkat struktur Es. Nilai Ec berkisar antara 0,85 sampai 1,0 dan tergantung dari metoda yang digunakan saat memeriksa kualitas penuangan. Nilai Ej berkisar antara 0,6 sampai 1,0 dan tergantung dari jenis sambungan las. Nilai Es diasumsikan sebagai 0,92.
Eq = EcEjEs Diketahui: Do
8,625 in
P
145,03 psi
S
20000 psi
A
0,05
Y
0,4
Ec
1
Ej
0,85 (pipa jenis ERW)
Es
0,92
Maka ketebalan minimum pipa adalah:
60
Tm =
=
Pdo +A 2(SEq + PY) 145,03 . 8,625 + 0,05 2(20000 . 1 . 0,85 . 0,92 + 145,03 . 0,4)
= 0,0898 in
Ketebalan nominal setelah ditambah toleransi saat pembuatan berdasarkan persamaan (2.23) adalah:
T
=
0,0898 (1 - MT)
=
0,0898 (1 - 0,125)
= 0,1026 in
3.5 PERHITUNGAN TEGANGAN DINDING AKIBAT TEKANAN FLUIDA 3.5.1 Perhitungan Tegangan Melintang
A
A Tahanan Dalam = txLxS
Panjang L B
B
Diameter dalam D
Gaya Resultant Luar = PDL E
E Tahanan Dalam = txLxS
Tekanan F
F
Ketebalan t
(A)
(B)
Gambar 3.5 Gaya dan tegangan melintang pada silinder Gaya longitudinal dan tegangan pada silinder berdinding tipis
berdinding tipis.
61
Dari persamaan (2.16) perhitungan tegangan memanjang adalah sebagai berikut:
Dimana: SL
Tegangan melintang pipa, lb/in2.
P
Tekanan fluida, lb/in2.
D
Diameter dalam pipa, in.
t
Tebal dinding pipa, in.
Bila diketahui data-data pipa sebagai berikut: P
145 lb/in2
D
7,981 in
T
0,322 in
Maka tegangan melintang yang terjadi pada dinding pipa adalah:
3.5.2 Perhitungan Tegangan Memanjang
Gambar 3.6 Gaya dan tegangan memanjang pada silinder berdinding tipis.
62
Dari persamaan (2.20) perhitungan tegangan memanjang adalah sebagai berikut:
Dimana: SC
Tegangan memanjang pipa, lb/in2.
P
Tekanan fluida, lb/in2.
D
Diameter dalam pipa, in.
t
Tebal dinding pipa, in.
Bila diketahui data-data pipa sebagai berikut: P
145 lb/in2
D
7,981 in
T
0,322 in
Maka tegangan memanjang yang terjadi pada dinding pipa adalah:
3.6 PERHITUNGAN TEGANGAN AKIBAT ADANYA ELBOW
F Gambar 3.7 Sebuah konstruksi elbow.
63
Dari persamaan (2.12) perhitungan gaya yang terjadi akibat adanya elbow pada sistem adalah sebagai berikut: 2Aρ V θ sin g 2 2
F =
Dimana: A
luas diameter dalam pipa, in2.
ρ
massa jenis fluida, lb/ft3.
V
kecepatan aliran, ft/sec.
g
percepatan gravitasi, 32,2 ft/sec2.
θ
sudut elbow.
3.6.1 Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 1900 C Diketahui volume spesifik uap pada tekanan 10 bar sesuai tabel, v temperatur 4500 K
= 0,001124 m3/kg
temperatur 5000 K
= 0,221 m3/kg
Maka volume spesifik uap pada temperatur 4630 K dan tekanan 10 bar dengan menggunakan rumus interpolasi sesuai persamaan (2.52) adalah:
(Y - Yo ) (X - Xo ) = (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (Y - Yo ) = Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo)
Bila:
X
463
X0
450
X1
500
Y0
0,001124
Y1
0,221
64
Maka volume spesifiknya adalah:
Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo )
Y =
(463 - 450) (0,221 - 0,001124) + 0,001124 (500 - 450)
Y = 0,0583 m3 /kg Berdasarkan persamaan (2.53) massa jenis uap pada tekanan 10 bar dan temperatur 4630 K adalah sebagai berikut:
ρ =
1 .v
Dimana:
v
volume spesifik, m3/kg.
ρ
massa jenis fluida, lb/ft3.
Sehingga:
ρ =
1 0,0583
= 17,1526 kg/m
3
3 = 1,0709 lb/ft
Maka debit uap yang terjadi sesuai persamaan (2.56) adalah:
65
Q = 23 ton/hour
= 23000 kg/hour
=
23000 kg/hour 17,1526 kg/m3
= 1340,9 m3 /hour
3
= 13,15 ft /sec
Kecepatan uap di dalam pipa berdasarkan persamaan (2.55) dihitung sebagai berikut:
V =
Q A
Dimana: Q
debit uap, ft2/sec.
A
luas diameter dalam, ft2.
Luas diameter dalam pipa A berdasarkan persamaan (2.57) adalah:
A =
=
πD 2 4 π. 7,981 2 4
2 = 50,027 in
2 = 0,3474 ft
66
Maka kecepatan uap di dalam pipa berdasarkan persamaan (2.55) adalah:
V =
Q A
13,15 ft3/sec = 0,3474 ft2
= 37,85 ft/sec
Sehingga gaya yang terjadi berdasarkan persamaan (2.12) adalah:
2Aρ V 2 θ F = sin g 2 2 . 50,027 . 1,0709 . 37,852 = 32,2
sin
90 2
= 3370,85 lbs
Tegangan reaksi yang terjadi pada dinding pipa berdasarkan persamaan (2.3) adalah:
σ =
F A
Dimana: F
Gaya yang timbul akibat adanya elbow/gaya reaksi yang terjadi pada dinding pipa, lbs.
A
Luas penampang pipa, in2.
Luas penampang pipa berdasarkan persamaan (2.58) adalah:
67
A =
π(do-di) 2 4
π(8,625-7,981) 2 = 4 2 = 0,325 in
Maka tegangan yang terjadi pada dinding pipa berdasarkan persamaan (2.3) adalah:
σ =
=
F A 3370,85 0,325
2 = 10371,84 lb/in
3.6.2 Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 2050 C Diketahui volume spesifik uap pada tekanan 10 bar sesuai tabel, v temperatur 4500 K
= 0,001124 m3/kg
temperatur 5000 K
= 0,221 m3/kg
Maka volume spesifik uap pada temperatur 4780 K dan tekanan 10 bar dengan menggunakan rumus interpolasi sesuai persamaan (2.52) adalah:
(Y - Yo ) (X - Xo ) = (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (Y - Yo ) = Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo)
68
Bila:
X
478
X0
450
X1
500
Y0
0,001124
Y1
0,221
Maka volume spesifiknya adalah:
Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo )
Y =
(478 - 450) (0,221 - 0,001124) + 0,001124 (500 - 450)
Y = 0,1243 m3 /kg Massa jenis uap pada tekanan 10 bar dan temperatur 4780 K berdasarkan persamaan (2.53) adalah:
ρ =
1 .v
Dimana: v
volume spesifik, m3/kg.
ρ
massa jenis fluida, lb/ft3.
Sehingga:
ρ =
1 0,1243 3
= 8,045 kg/m
3 = 0,5023 lb/ft
69
Maka debit uap yang terjadi sesuai persamaan (2.56) adalah:
Q = 23 ton/hour
= 23000 kg/hour
=
23000 kg/hour 8,045 kg/m3
= 2858,92 m3 /hour
3
= 28,04 ft /sec
Kecepatan uap di dalam pipa berdasarkan persamaan (2.55) adalah:
V =
=
Q A 28,04 ft3/sec 0,3474 ft2
= 80,71 ft/sec
Sehingga gaya yang terjadi berdasarkan persamaan (2.12) adalah:
F =
=
2Aρ V 2 θ sin g 2 2 . 50,027 . 0,5023 . 80,712 32,2
sin
90 2
= 7189,14 lbs
Maka tegangan reaksi pada dinding pipa berdasarkan persamaan (2.3) adalah:
70
σ =
F A
=
7189,14 0,325
=
22120,43 lb/in2
3.6.3 Perhitungan Temperatur Saat Tegangan Maksimum Yang Diijinkan Tercapai Bila diketahui tegangan maksimum yang diijinkan = 20000 psi, maka: F = P .A = 20000 . 0,325 = 6500 lbs
Untuk F= 6500 lbs maka ρ yang dihasilkan berdasarkan persamaan (2.12) adalah:
F =
6500 =
2AρV 2 θ sin g 2 90 2. 50,027 ρ .V 2 sin 32,2 2
ρ .V 2 = 2958,379 ρ. (
Q 2 ) = 2958,379 A
ρ . Q2 = 2958,379 . 0,34742 2
ρ.
23000 . 2,2046 3600 ρ
2
= 2958,379 . 0,3474
ρ = 0,5556 lb/ft3
71
Maka volume spesifiknya berdasarkan persamaan (2.54) adalah:
ρ =
1 Iv
Iv =
1 ρ
=
1 0,5556
3 = 1,7998 ft /lb
3 = 0,112356 m /kg
Dengan menggunakan rumus interpolasi berdasarkan persamaan (2.53) adalah:
(Y - Yo ) (X - Xo ) = (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (Y - Yo ) = Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo)
Bila:
X
0,112356
X0
0,001124
X1
0,221
Y0
450
Y1
500
Maka didapatkan temperatur sebesar:
72
Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo)
Y =
(0,112356 - 0,001124) (500 - 450) + 450 (0,221 - 0,001124)
Y = 475,290 K = 202,14 0 C 3.7 PERHITUNGAN RESULTAN TEGANGAN PADA SAMBUNGAN LAS
FA FR F
F
Gambar 3.8 Resultan tegangan pada kampuh las.
Berdasarkan persamaan (2.21)
σR = σ2 + τ2 . 3 Dimana: σR Resultan tegangan pada sambungan las keliling pipa jenis kampuh butt weld, lb/in2. σ Tegangan aksial / memanjang pada pipa, lb/in2. τ Tegangan geser, lb/in2. Bila diketahui:
τ
4376,83 lb/in2
σ
10371,84 lb/in2 (tegangan pada temperatur uap 1900 C)
σ
22120,43 lb/in2 (tegangan pada temperatur uap 2050 C)
Maka resultan tegangan pada temperatur 1900 C adalah:
73
σR = σ2 + τ2 . 3 2 2 = 10371,84 + 4376,83 .3
= 12846,98 lb/in2 Dan resultan tegangan pada temperatur 2050 C adalah:
σR = σ2 + τ2 . 3 2 2 = 22120,43 + 4376,83 .3
= 23383,39 lb/in2
74
3.8 PERHITUNGAN FLEKSIBILITAS PIPA DENGAN METODA PEMERIKSAAN CEPAT
PS
V
Gambar 3.9 Dimensi sistem perpipaan yang dianalisa.
3.8.1 Perhitungan Panjang Minimum h Yang Diijinkan Dari persamaan (2.36) penentuan panjang minimum h untuk bentuk konstruksi U kaki sama adalah:
75
Pada temperatur operasi minimum T = 1900 C/3740 F, bila: D0 L
8,625 in 3100 mm = 10,17 ft
Maka panjang minimum h adalah:
Sementara pada temperatur operasi maksimum T = 2050 C/ 4010 F, panjang minimum h adalah:
3.8.2 Perhitungan Panjang Maksimum L Yang Diijinkan Dari persamaan (2.37) penentuan panjang maksimum L untuk bentuk konstruksi U kaki sama adalah:
Pada temperatur operasi minimum T = 1900 C/3740 F, bila: D0
8,625 in
h
2100 mm – 109,5 mm = 1990,5 mm = 6,53 ft
76
Bila diasumsikan pemuaian yang terjadi pada katup sama dengan pada pipa, maka panjang maksimum L adalah:
Sementara pada temperatur operasi maksimum T = 2050 C/ 4010 F, panjang maksimum L adalah:
3.8.3. Perhitungan Test Minimum h Dari persamaan (2.38) dirumuskan test minimum h adalah:
Untuk A = 1,4 sesuai nilai dalam tabel 4, maka h minimum adalah:
77
BAB 4 ANALISA HASIL PERHITUNGAN
4.1 PENDAHULUAN Pada bab ini data-data hasil perhitungan tegangan pada bab sebelumnya akan dibandingkan dengan nilai tegangan yang diijinkan pada table sesuai kode pipa B31.3 dan fleksibilitas pipa aktual akan dibandingkan dengan fleksibilitas yang diijinkan.
Tegangan - tegangan yang dibandingkan dengan tegangan yang diijinkan adalah: 4.2 Data Hasil Perhitungan Tegangan Geser 4.3 Data Hasil Perhitungan Tegangan Tekuk 4.4 Data Hasil Perhitungan Ketebalan Pipa 4.5 Data Hasil Perhitungan Tegangan Pada Dinding Pipa 4.5.1
Data Hasil Perhitungan Tegangan Melintang
4.5.2
Data Hasil Perhitungan Tegangan Memanjang
4.6 Data Hasil Perhitungan Tegangan Akibat Elbow 4.6.1
Data Hasil Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 1900 C
4.6.2
Data Hasil Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 2050 C
4.7 Data Hasil Perhitungan Resultan Tegangan 4.7.1
Data Hasil Perhitungan Resultan Tegangan Pada Sambungan Las
Panjang aktual yang dibandingkan dengan panjang yang diijinkan adalah: 4.8 Data Hasil Perhitungan Fleksibilitas Pipa dengan Metoda Pemeriksaan Cepat 4.8.1 Data Hasil Perhitungan Panjang Minimum h Yang Diijinkan 4.8.2
Data Hasil Perhitungan Panjang Maksimum L Yang Diijinkan
4.8.3
Data Hasil Perhitungan Test Minimum h
78
4.2 DATA HASIL PERHITUNGAN TEGANGAN GESER Berdasarkan persamaan (2.4)
-W x
L + RB x L = 0 3 W 3
RB =
Bila kondisi dianggap dalam keadaan seimbang ΣMA = 0, didapat:
387,5x8,32 + 501x30,39 + 767x512 + 1033x30,39 + 1397,5x30,96 + 1762x30,39 + 2103x610 + 2444x30,39 - 3100xRB = 0 Maka Reaksi B = 1896463,2/3100 B
= 611,76 kg
Sesuai rumus gaya reaksi RB = gaya geser pada penampang x-x. Maka gaya geser pada penampang x-x adalah 611,76 kg = 1348,68 lbs.
Sehingga tegangan geser yang terjadi berdasarkan persamaan (2.3) adalah:
σ =
=
F A 1348,68 0,325
= 4149,78 psi
Tegangan yang diijinkan untuk material A106 Grade B berdasarkan kode B31.1 Pada temperatur 3000 - 4000 F sesuai tabel adalah 20000 psi.
79
Dengan demikian perbandingan hasil tegangan yang terjadi akibat beban geser pada pipa dengan tegangan yang diijinkan adalah:
4149,78 < 20000
4.3 DATA HASIL PERHITUNGAN TEGANGAN TEKUK Berdasarkan persamaan (2.4)
-W x
L + RB x L = 0 3
RB =
W 3
Diketahui distribusi gaya yang terjadi pada konstruksi pipa yang dimaksud adalah seperti pada gambar 3.3. Maka bila kondisi dianggap dalam keadaan seimbang ΣMA = 0, didapat:
387,5x8,32 + 501x30,39 + 767x512 + 1033x30,39 + 1397,5x30,96 + 1762x30,39 + 2103x610 + 2444x30,39 - 3100xRB = 0 Maka gaya reaksi RB = 1896463,2/3100
= 611,76 kg
Sesuai rumus gaya reaksi RB = gaya tekuk pada penampang x-x. Maka gaya tekuk pada penampang x-x adalah 611,76 kg = 1348,68 lbs. Berdasarkan persamaan (2.6)
Mx =
W .X 3
Maka moment tekuk yang terjadi di penampang x-x, bila diketahui jarak penampang x-x ke titik B adalah 556 mm = 21,89 in.
80
Mx
= 1348,68 x 21,89 = 29522,6
Sehingga tegangan tekuk yang terjadi berdasarkan persamaan (2.11) adalah: M=σ Z
Maka:
σ =
M Z
Bila diketahui Z = 16.18 in3. sesuai data tabel, maka tegangan tekuk yang terjadi adalah:
σ =
29522,6 16,8
2
= 1757,29 lb/in
Dengan demikian perbandingan hasil tegangan yang terjadi akibat beban tekuk pada pipa dengan tegangan yang diijinkan adalah:
1757,29 < 20000
4.4 DATA HASIL PERHITUNGAN KETEBALAN PIPA Dari persamaan (2.22) perhitungan ketebalan pipa dihitung sebagai berikut:
Tm
=
Pdo +A 2(SEq + PY)
Maka:
Tm =
145,03 . 8,625 + 0,05 2(20000 . 1 . 0,85 . 0,92 + 145,03 . 0,4)
= 0,0898 in
81
Ketebalan nominal setelah ditambah toleransi saat pembuatan:
T
=
0,0898 (1 - MT)
=
0,0898 (1 - 0,125)
= 0,1026 in
Sesuai tabel ketebalan dinding pipa minimum untuk pipa 8 in sch. 40 adalah 0,282 in. Sehingga: 0,1026 < 0,282
4.5 DATA HASIL PERHITUNGAN TEGANGAN PADA DINDING PIPA 4.5.1 Data Hasil Perhitungan Tegangan Melintang Dari persamaan (2.16) perhitungan tegangan memanjang adalah sebagai berikut:
Maka tegangan melintang yang terjadi pada dinding pipa adalah:
Dengan demikian perbandingan hasil tegangan melintang yang terjadi pada dinding pipa dengan tegangan yang diijinkan adalah:
1796,9 < 20000
82
4.5.2 Data Hasil Perhitungan Tegangan Memanjang Dari persamaan (2.20) perhitungan tegangan memanjang adalah sebagai berikut:
Maka tegangan memanjang yang terjadi pada dinding pipa adalah:
Dengan demikian perbandingan hasil tegangan melintang yang terjadi pada dinding pipa dengan tegangan yang diijinkan adalah:
898,4 < 20000
4.6 DATA HASIL PERHITUNGAN TEGANGAN AKIBAT ELBOW 4.6.1 Data Hasil Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 1900 C Maka volume spesifiknya berdasarkan persamaan (2.53) adalah:
Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo )
Y =
(463 - 450) (0,221 - 0,001124) + 0,001124 (500 - 450)
Y = 0,0583 m3 /kg Berdasarkan persamaan (2.54)
ρ =
1 .v
Maka massa jenis uap pada tekanan 10 bar dan temperatur 4630 K adalah:
83
ρ =
1 0,0583
= 17,1526 kg/m
3
3 = 1,0709 lb/ft
Berdasarkan persamaan (2.56)
Q =
V .t
Maka debit uap:
Q = 23 ton/hour
=
23000 kg/hour 17,1526 kg/m3
= 1340,9 m3 /hour
3
= 13,15 ft /sec
Berdasarkan persamaan (2.57) maka luas diameter dalam pipa A adalah:
A =
πD 2 4
π. 7,981 2 = 4 2 = 50,027 in
2 = 0,3474 ft
84
Maka kecepatan uap di dalam pipa berdasarkan persamaan (2.55) adalah:
V =
Q A
13,15 ft3/sec = 0,3474 ft2
= 37,85 ft/sec
Sehingga gaya yang terjadi berdasarkan persamaan (2.12) adalah:
2Aρ V 2 θ F = sin g 2 2 . 50,027 . 1,0709 . 37,852 = 32,2
sin
90 2
= 3370,85 lbs
Luas penampang pipa berdasarkan persamaan (2.58) adalah:
A =
=
π(do-di) 2 4 π(8,625-7,981) 2 4
2 = 0,325 in
85
Maka tegangan reaksi pada dinding pipa berdasarkan persamaan (2.3) adalah:
σ =
=
F A 3370,85 0,325
= 10371,84 psi
Tegangan yang diijinkan untuk material A106 Grade B berdasarkan kode B31.1 pada temperatur 3000 -
4000 F sesuai tabel adalah 20000 psi. Dengan demikian
perbandingan hasil tegangan yang terjadi pada dinding pipa dengan tegangan yang diijinkan adalah: 1071,84 < 20000 4.6.2 Data Hasil Perhitungan Tegangan Pada Temperatur 2050 C Maka volume spesifiknya berdasarkan persamaan (2.53) adalah:
Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo )
Y =
(478 - 450) (0,221 - 0,001124) + 0,001124 (500 - 450)
Y = 0,1243 m3 /kg Berdasarkan persamaan (2.54)
ρ =
1 .v
Maka massa jenis uap pada tekanan 10 bar dan temperatur 4780 K adalah:
86
ρ =
1 0,1243 3
= 8,045 kg/m
3 = 0,5023 lb/ft
Berdasarkan persamaan (2.56)
Q =
V .t
Maka debit uap:
Q = 23 ton/hour
=
23000 kg/hour 8,045 kg/m3
= 2858,92 m3 /hour
3
= 28,04 ft /sec
Maka kecepatan uap di dalam pipa berdasarkan persamaan (2.55) adalah:
V =
=
Q A 28,04 ft3/sec 0,3474 ft2
= 80,71 ft/sec
Sehingga gaya yang terjadi berdasarkan persamaan (2.12) adalah:
87
F =
=
2Aρ V 2 θ sin g 2 2 . 50,027 . 0,5023 . 80,712 32,2
sin
90 2
= 7189,14 lbs
Maka tegangan reaksi yang terjadi pada dinding pipa berdasarkan persamaan (2.3) adalah:
σ =
=
F A 7189,14 0,325
= 22120,43 psi
Dengan demikian perbandingan hasil tegangan yang terjadi pada dinding pipa dengan tegangan yang diijinkan adalah:
22120,43 > 20000
4.6.3 Data Hasil Perhitungan Temperatur Saat Tegangan Maksimum Yang Diijinkan Tercapai Bila diketahui tegangan maksimum yang diijinkan = 20000 psi, maka: F = P .A
= 20000 . 0,325 = 6500 lbs
Untuk F= 6500 lbs maka ρ yang dihasilkan berdasarkan persamaan (2.12) adalah:
88
F =
6500 =
2AρV 2 θ sin g 2 90 2. 50,027 ρ .V 2 sin 32,2 2
ρ .V 2 = 2958,379 ρ. (
Q 2 ) = 2958,379 A
ρ . Q2 = 2958,379 . 0,34742 2
ρ.
23000 . 2,2046 3600 ρ
2
= 2958,379 . 0,3474
ρ = 0,5556 lb/ft3 Maka volume spesifiknya berdasarkan persamaan (2.54) adalah:
ρ =
1 Iv
Iv =
1 ρ
=
1 0,5556 3
= 1,7998 ft /lb
3 = 0,112356 m /kg
Dengan menggunakan rumus interpolasi berdasarkan persamaan (2.53) adalah:
89
(Y - Yo ) (X - Xo ) = (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (Y - Yo ) = Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) (X1 - Xo) (X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo)
Bila:
X
0,112356
X0
0,001124
X1
0,221
Y0
450
Y1
500
Maka didapatkan temperatur sebesar:
Y =
(X - Xo ) (Y1 - Yo) + Yo (X1 - Xo)
Y =
(0,112356 - 0,001124) (500 - 450) + 450 (0,221 - 0,001124)
Y = 475,290 K = 202,14 0 C Dengan demikian pipa akan mulai mengalami kegagalan pada temperatur 202,140 C.
4.7 DATA HASIL PERHITUNGAN RESULTAN TEGANGAN PADA SAMBUNGAN LAS Berdasarkan persamaan (2.21)
σR = σ2 + τ2 . 3 Maka resultan tegangan pada temperatur 1900 C adalah:
90
σR = σ2 + τ2 . 3 2 2 = 10371,84 + 4376,83 .3
= 12846,98 lb/in2
Dengan demikian perbandingan hasil tegangan yang terjadi pada dinding pipa dengan tegangan yang diijinkan adalah:
12846,98 > 20000 Dan resultan tegangan pada temperatur 2050 C adalah:
σR = σ2 + τ2 . 3 2 2 = 22120,43 + 4376,83 .3
= 23383,39 lb/in2
Dengan demikian perbandingan hasil tegangan yang terjadi pada dinding pipa dengan tegangan yang diijinkan adalah:
23383,39 > 20000
4.8 DATA HASIL PERHITUNGAN FLEKSIBILITAS PIPA DENGAN METODA PEMERIKSAAN CEPAT
4.8.1 Data Hasil Perhitungan Panjang Minimum h Yang Diijinkan Dari persamaan (2.36) penentuan panjang minimum h untuk bentuk konstruksi U kaki sama adalah:
91
Pada temperatur operasi minimum T = 1900 C/3740 F, bila:
D0
8,625 in
L
3100 mm = 10,17 ft
Maka panjang minimum h adalah:
Sementara pada temperatur operasi maksimum T = 2050 C/ 4010 F, panjang minimum h adalah:
Diketahui panjang aktual h pada sistem adalah:
2100 mm = 6,88976 ft (ketinggian h) 8,625 in = 0,71875 ft (diameter luar pipa) 0,71875 : 2 = 0,359375 (1/2 diameter luar pipa)
Maka panjang aktual sistem adalah:
Ketinggian h – ½ diameter luar pipa
6,88976 – 0,359375 = 6,530385 ft
92
Sehingga perbandingan panjang aktual dengan perhitungan panjang minimum h pada temperatur 1900 C adalah: 6,530385 < 6,53185 Sementara pada temperatur 2950 C perbandingannya adalah sebagai berikut: 6,530385 < 6,81575
4.8.2 Data Hasil Perhitungan Panjang Maksimum L Yang Diijinkan Dari persamaan (2.37) penentuan panjang maksimum L untuk bentuk konstruksi U kaki sama adalah:
Pada temperatur operasi minimum T = 1900 C/3740 F, bila:
D0
8,625 in
h
2100 mm – 109,5 mm = 1990,5 mm = 6,53 ft
Bila diasumsikan pemuaian yang terjadi pada katup sama dengan pada pipa, maka panjang maksimum L adalah:
Sementara pada temperatur operasi maksimum T = 2050 C/ 4010 F, panjang maksimum L adalah:
93
Diketahui panjang aktual L sistem adalah 3100 mm atau 10,1706 ft. Sehingga perbandingan panjang L hasil perhitungan pada temperatur 1900 C dengan panjang L aktual adalah: 10,1642 < 10,1706 Sementara pada temperatur 2050 C perbandingan panjang L aktual dengan panjang L hasil perhitungan adalah:
9,3351 < 10,1706
4.8.3 Data Hasil Perhitungan Test Minimum h Dari persamaan (2.38) dirumuskan test minimum h adalah:
Untuk A = 1,4 sesuai nilai dalam tabel, maka h minimum adalah:
Dengan demikian perbandingan panjang minimum h dengan panjang h aktual adalah:
9,66 > 6,530385
94
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada kondisi temperatur yang berbeda material pipa memiliki kekuatan yang berbeda pula. Semakin tinggi temperatur operasi, semakin rendah kekuatan material pipa.
2. Pecahnya pipa terjadi karena desain fleksibilitas yang tidak terpenuhi dan akibat beban dinamis dari fluida yang mengalir di dalam pipa. Sementara beban statis tidak terbukti menjadi penyebab pecahnya pipa pada sistem yang dianalisa.
3. Bentuk konstruksi sistem perpipaan terbukti mempengaruhi kekuatan pipa. Sambungan elbow membangkitkan tegangan yang sangat besar akibat adanya gaya centrifugal yang terjadi oleh aliran fluida. 4. Pada temperatur 202,140 C tegangan yang dihasilkan oleh sistem sama dengan tegangan yang diijinkan sesuai dengan kode pipa B31.3, sehingga setelah melewati temperatur tersebut pipa mulai mengalami mulur.
5. Pemilihan pipa 8 inci schedule 40 untuk melayani operasi pemindahan uap tekanan 10 bar dengan rentang temperatur 1900 – 2050 C adalah kurang tepat.
6. Resultan tegangan yang terjadi pada pipa khususnya sambungan las jenis kampuh butt weld terbukti melewati batas tegangan yang diijinkan.
7. Panjang h minimum pada sistem yang dianalisa untuk desain fleksibilitas tidak tercukupi serta panjang maksimum L terlampaui.
95
5.2. SARAN Dari kesimpulan diatas untuk menghindari terjadinya pipa pecah maka disarankan beberapa hal berikut: 1. Untuk melayani steam 10 bar dengan rentang temperatur 1900 – 2050 C bila menggunakan pipa berdiameter 8 inci sebaiknya dipilih schedule yang lebih tinggi 60 atau 80, karena pada temperatur maksimum 2050 C tegangan yang terjadi pada dinding pipa tidak melampaui tegangan maksimum yang diijinkan.
2. Desain konstruksi harus diubah dengan mengacu pada perhitungan fleksibilitas yang tepat. Panjang h minimum pipa ternyata tidak tercukupi, sehingga harus diganti/ditambah dengan pipa yang lebih panjang. Sementara panjang L maksimum pipa ternyata terlampaui sehingga harus dikurangi.
3. Prosedur standard pengelasan harus diikuti dengan benar, baik menyangkut metoda pengelasan, pemilihan bentuk kampuh las, jenis bahan elektoda, kedalaman pengelasan/penetrasi, dan lainnya.
96
DAFTAR PUSTAKA
1. Eugene A. Avallone-Theodore Baumeister III, Marks’ Standard Handbook for Mechanical Engineers Tenth Edition, New York-1997, Mc-Graw Hill
International Editions-Mechanical Engineering Series.
2. Istimawan Dipohusodo, Gramedia
Analisis Struktur Jilid 1,
Jakarta-2002, PT.
Pustaka Utama.
3. Mohinder L. Narray, Piping Handbook Seventh Edition, 2000, Mc-Graw Hill International. 4. Raswari, Perencanaan Dan Penggambaran Sistem Perpipaan, Jakarta 1987, UI-Press. 5. Raswari, Teknologi dan Perencanaan Sistem Perpipaan, Jakarta-1986, UIPress. 6. Rip Weaver, Desain Pipa Proses Volume 2, Jakarta-2000, Universitas Indonesia. 7. Robert A.Lee, IPT’S Pipe Trades Handbook, Edmonton-Alberta-2005, IPT Publishing And Training LTD. 8. Robert H. Perry-Don Green, Perry’s Chemical Engineers’ Handbook Sixth Edition, Singapore-1984, Mc-Graw Hill International. 9. Roy A. Perisher-Robert A. Rhea, Pipe Drafting and Design Second Edition, Houston-2000, Gulf Professional Publishing. 10. Sam Kannappan, Introduction to Pipe Stress Analysis, Canada-1986, John Wiley & Sons, Inc. 11. Sawhney P.S, Structural Mechanics-Including Graphic Desain, New Delhi1990, S. Chand & Company Limited. 12. Tata Surdia MS. Met. E.- Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta-2000, Pradnya Paramitha. 13. Ulrich
Fischer,
Tabellenbuch
Metall,
Wuppertal-1994,
Europa
Lehrmittel.
97