TUGAS AKHIR “STUDI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT PADA BAJA AISI 4130 MENGGUNAKAN ELEKTRODA ASME 10018 Ø 3.2 MM”
Di Susun Untuk Memenuhi Syarat Tugas Akhir Sarjana S-1 Di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Oleh : Nama
:
Jamsuri
Nim
:
0130311-44
Universitas Mercu Buana JAKARTA 2009
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
“STUDI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT PADA PENGELASAN BAJA KARBON AISI 4130 MENGGUNAKAN ELEKTRODA ASME 10018 Ø 3.2 MM”
Dibuat Dan Diajukan Sebagai Persyaratan Kelulusan Sarjana Stara Satu (S-1) Program Studi Teknik Mesin
UNIVERSITAS MERCU BUANA Jakarta , Nov 2009
DISETUJUI OLEH :
Pembimbing
( Ir. Fatah Nurdin MT )
ABSTRAK
Dalam suatu kontruksi, pengelasan merupakan salah satu proses yang yang penting sehingga perlu mendapatkan perhatian, baik dari pengerjaanya maupun pengaruh mekanis yang timbul akibat proses tersebut. Dalam proses pengelasan akan timbul tegangan sisa (Residual Stress) pada daerah lasan, dimana tegangan sisa ini akan mempenggaruhi hasil penggelasan yang diinginkan untuk menguranggi atau menghilangkan tegangan sisa tersebut maka dalam penelitian ini dilakukan proses perlakuan panas PWHT (Post Weld Heat Treatment). Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh PWHT terhadap perubahan sifat mekanis hasil pengelasan baja AISI 4130 dengan system multiple overlay, telah dilakukan uji tarik, uji kekerasan dan analisa metallografi, dimana material hasil pengelasan sebagian mengalami proses PWHT dengan suhu pemanas 600ºC selama 90 menit dan sebagian tidak mengalami proses PWHT .
BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah Peran teknologi pengelasan dalam mendukung berbagai sektor industri terutama fabrikasi dirasakan semakin meningkat di masa-masa yang akan datang. Hal ini disebapkan semakin meningkatnya permintaan terhadap berbagai jenis konstruksi dengan persyaratan kualitas yang tinggi. Prosedur pengelasan tampaknya sederhana, tetapi di dalamya banyak masalahmasalah yang harus diatasi, dimana pemecahanya memerlukan berbagai macam keperluan. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan konstruksi pengelasan harus direncanakan pula tentang cara pengelasan, alur pengelasan., cara pemeriksaan bahan las dan jenis las yang akan di pergunakan berdasarkan fungsi dan bagian-bagian konstruksi yang akan dilas. Semua itu harus dilakukan secara efektif dan butuh ketelitian. Pengelasan dengan sistem multiple overlay ini merupakan pengelasan yang sangat penting, karena system multiple overlay ini sering banyak digunakan dalam kontruksi mesin, oleh karenanya kualitas dari hasil pengelasan itu sendiri sangat diperlukan untuk menghasilkan konstruksi yang sangat baik. Oleh karena itu penelitian merupakan factor yang sangat penting tidak hanya untuk menjawab tantangtan pada saat sekarang ini tetapi juga untuk mempersiapkan landasan teknologi yang kuat dalam menghadapi masalah-masalah yang akan timbul dimasa datang
I.2
MAKSUD DAN TUJUAN Dalam penelitian tugas akhir ini, penulis melakukan pengujian kekuatan
mekanis dan pengamatan metallografi dari bahan hasil pengelasan dengan sistem multiple overlay. Adapun tujuan pengujian ini untuk menghilangkan tegangan sisa dari proses pengelasan dengan cara PWHT (Post Weld Heat Treatment), dilihat dari hasil pengujian kekuatan tarik (Tensile Stress), kekerasan (Hardness), dan perubahan struktur mikro melalui pengamatan metallografi dari hasil pengelasan multiple overlay pada baja AISI 4130. Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas dari pengelasan I.3
PEMBATASAN MASALAH
Dalam pembatasan masalah ini penelitian dilakukan pada material uji dengan dua perlakuan yaitu PWHT (Post Weld Heat Treatment) dan tanpa PWHT, dimana penelitian ini hanya akan melihat perubahan tegangan sisa yang terjadi dari hasil pengujian dua perlakuan tersebut, pada proses PWHT material uji dipanaskan dengan temperatur 600ºC selama 90 menit, dengan komposisi kimia benda uji sebagai berikut :
C ; 0.30 %, Si ; 0.27%, Mn ; 0.58%, P ; 0.01%, S ; 0.001%, Cr ; 0.87%, Ni ;
0.040%, Mo ; 0.16%. Adapun jenis pengelasan yang dipakai adalah multiple overlay dengan menggunakan baja karbon AISI 4130, las yang digunakan adalah las busur listrik dengan elektroda 10018. adapun komposisi kimia dari elektroda E10018 adalah sebagai berikut : C :0.05% , Si : 0.35%, Mn ; 1.79%, P ; 0.02%, S ; 0.01%, Mo ; 0.34%, Ni ; 0.86%
1.4
SISTEMMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan tugas akhir ini. Sistematika penulisan terdiri dari :
ABSTRAK Bab I
I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, maksud dan tujuan,pembatasan masalah dan sistematika penulisan
Bab II
II STUDI LITERATUR Bab ini berisikan tentang teori atau kepustakaan yang digunakan untuk membantu menjelaskan pokok pembahasan mengenai pengelasan dan pengujian 2.1 Pengelasan 2.2 Klasifikasi baja karbon 2.3 Pengelasan Pada Baja Karbon Rendah 2.4 Diagram Fasa Besi-Karbon 2.5 Siklus Termal Las 2.6 Daerah Lasan 2.7 Proses Perlakuan Panas 2.8 Klasifikasi Perlakuan Panas (Heat Treatment) Pada Pengelasan
Bab III
III. METODE PENELITIAN Bab ini membahas menggenai metoda yang di pakai dan pengujian yang dilakukan : 3.1 Uji Tarik 3.2 Uji Kekerasan 3.3 Anallisa Metallografi
Bab IV
IV. DATA DATA HASIL PENGUJIAN
Bab ini berisikan data dan pembahasanya serta gambar hasil pengujian
Bab V
V KESIMPULAN Berisikan kesimpulan yang didapat dari hasil pembahasan
BAB II STUDI LITERATUR 2.1
Pengelasan Berdasarkan definisi dari Deutche Industri Normung (DIN), las (welding)
adalah ikatan metrallurgi pada logam atau logam paduan yang di lakukan pada keadaan lumer atau cair dengan menggunakan energi panas dengan atau tanpa pengaruh tekanan. Atau dapat juga didefinisikan sebagai ikatan metallurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom.
2.1.1 Las Busur Listrik Pengelasan las busur ini sering dipakai atau digunakan dalam pengelasan seharihari. Adapun prinsip pengelasan ini adalah dua buah logam yang konduktif, jika dialiri arus listrik yang cukup padat (dense) dengan tegangan yang relatif rendah akan menghasilkan loncatan elektron yang menimbulkan panas amat tinggi diatas 9000 ºF atau 5000 ºC sehingga mencairkan kedua logam tersebut. Arus listrik yang dipakai berkisar antara 10 sampai 500 Ampere meter, AC atau DC tergantung pada kebutuhanya. Las ini menggunakan elektroda yang didekatkan ke logam induk atau logam yang di las dengan jarak kira-kira 2 mm sehingga terjadi busur listrik yang merupakan sumber panas yang mengakibatkan elektroda ikut mencair dan mengisi tempat sesuai alur yang diinginkan, yang termasuk dalam klarifikasi las busur listrik adalah :
6
2.1.2 Las Elektroda Terbungkus Las elektroda terbungkus adalah cara pengelasan yang banyak dipergunakan sekarang ini. Cara pengelasan ini dengan menggunakan kawat elektroda logam yang terbungkus dengan fluks. Fluks biasanya terdiri dari bahan-bahan tertentu dengan perbandingan tertentu pula. Fluks ini memegang peranan penting dalam las elektroda terbungkus karena dapat bertindak sebagai :
1.
pemantap busur dan penyebap kelancaran pemindahan butir-butir cairan logam
2.
sumber terak atau gas yang melindungi logam cair terhadap udara di sekitarnya.
3.
pengatur penggunaan
4.
sumber unsure-unsur paduan.
Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butiran-butiran yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi Pada gambar 2.1 terlihat bahwa busur listrik terbentuk diantara logam induk dan ujung elektroda. Karena panas dari busur ini maka logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku bersama.
7
Bila digunakan arus listrik yang besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus. Seperti terlihat pada gambar 2.2a, sebaliknya jika arusnya kecil maka butiranya menjadi besar seperti terlihat pada gambar 2.2b. Pemindahan logam cair mempengaruhi sifat mampu las dari logam. Logam mempunyai sifat mampu las tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Dalam pengelasan ini yang terpenting adalah bahan fluks dan jenis listrik yang dipergunakaan.
2.1.3
Las Busur Dengan Pelindung Gas Las busur gas adalah cara pengelasan dimana gas dihembuskan kedaerah las
untuk melindungi busur dan logam yang mencair terhadap atmosfir. Gas yang digunakan sebagai pelindung adalah helium (HE), gas argon (Ar), gas karbon dioksida (CO2) atau campuran dari gas-gas tersebut. Las busur gas dibagi menjadi dua kelompok yaitu : 1.
kelompok elektroda tak terumpan yaitu menggunakan batang wolfram sebagai elektroda yang menghasilkan busur listrik tanpa turut mencair
8
2.
kelompok elektroda terumpan yaitu sebagai elektrodanya digunakan kawat las.
Skema dari dua kelompok ini ditunjukan pada gambar di bawah ini
2.1.4
Las Busur Tanpa Pelindung Gas
Pengelasan las busur ini menggunakan pelindung selubung gas apapun, karena itu proses pengelasanya menjadi lebih sederhana. Beberapa hal penting dalam las busur tanpa pelindung gas :
1. Tidak menggunakan gas pelindung sehingga pengelasan dapat dilakukan dilapangan berangin 2. Efisiensi pengelasan lebih tinggi dari pada pengelasan dengan busur terlindung.
9
3. Dapat menggunakan sumber AC 4. Menghasilkan gas banyak 5. Kualitas pengelasan lebih rendah dari pada pengelasan lain
Karena tidak ada gas dari luar yang melindungi maka dalam pengelasan ini digunakan kawat las berisi fluks yang bersifat dapat menghasilkan gas yang banyak dan dapat membentuk terak, mempunyai sifat deoksidator dan denitrator serta dapat memantapkan busur. Gas dan terak yang terbentuk diperlukan untuk melindungi logam cair terhadap oksidasi. Deoksidator dan denitrator diperlukan untuk menghilangkan O2 dan N2 Yang mungkin menerobos pelindung dan untuk ini disamping Mn dan Si dipergunakan juga Al, Ti, dan Zr.
2.2 Pengelasan Pada Baja Karbon Rendah
Baja karbon rendah disebut juga baja lunak, baja karbon ini dibagi lagi menjadi baja rim, baja semi kil, dan baja kil yang penemaanya didasarkan atas deoksidasi. Factor yang mempengaruhi mampu las dari baja karbon rendah adalah kekuatan impak dan kepekaan terhadap retak las. Dengan menurunkan kadar karbon dan menaikan kadar mangan maka kekuatan impak dapat dinaikan.Baja karbon rendah dapat dilas dengan semua cara pengelasan dan baja karbon rendah merupakan baja yang mudah dilas.
10
2.3 Klasifikasi Baja Karbon
Baja karbon adalah paduan antara besi dengan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, karena itu baja ini dikelompokkan berdasarkan kadar karbonya. Baja karbon rendah adalah baja dengan kadar karbon kurang dari 0.30%, baja karbon sedang mengandung 0.30% sampai 0.45%, dan baja karbon tinggi berisi kadar karbon antara 0.45% sampai 1.70%. Bila kadar karbon naik. Kekuatan dan kekerasanya juga bertambah tinggi tetapi perpanjangan menurun. Klasifikasi baja karbon rendah dapat dilihat dalm table 2.1.
Table 2.1
Jenis dan kelas
Kadar karbon (%)
Kekuatan luluh (Kg/mm²)
Kekuatan tarik (Kg/mm²)
Perpanjangan (%)
Kekerasan Brinell
penggunaan
0.08
18-28
32-36
40-30
95-100
Pelat tipis
0.08-0.12
20-29
36-42
40-30
80-120
Batang kawat
0.12-0.20
22-30
38-48
36-24
100-130
0.20-0.30
24-36
44-55
32-22
112-145
Baja setengah keras
0.30-0.40
30-40
50-60
30-17
140-170
Alat-alat mesin
Baja keras
0.04-0.50
34-46
58-70
26-14
160-200
Perkakas
Baja sangat keras
0.50-0.80
36-47
65-100
20-11
180-235
Baja lunak khusus Baja karbon rendah
Baja sangat lunak Baja lunak
Baja setengah lunak
Baja karbon sedang
Baja karbon tinggi
Konstruksi umum
Kontruksi umum
Rel,pegas ,
Tabel 2.1 Klasifikasi Baja Karbon.
11
kawat piano
2.4. Diagram fasa Besi-Karbon Pada gambar dibawah ini menunjukkan diagram keseimbangan besi-karbn sebagai bahan dasar yang beurpa besi baja.
Gbr. 2.4 Diagram keseimbangan besi-karbon [3]
Gb. 24 menunjukan selain karbon pada besi dan baja terkandung kira-kira 0.25 % SI, 0.3-1.5 %Mn dan unsur pengotor lain seperti P,S, dsb. Karena unsur-unsur ini tidak memberikan pengaruh utama kepada diagram fasa, maka diagram fasa tersebut dapat digunakan tanpa menghiraukan adanya unsur-unsur tersebut.
12
Pada paduan besi karbon terdapat fasa karbida yang di sebut simentit dan juga grafit, grafit lebih stabil dari pada simentit. Titik-titik penting pada diagram fasa ini adalah : A
: Titik cair besi
B
: Titik pada cairan yang ada hubungannyan dengan reaksi peritektik
H
: Larutan padat δ yang ada hubungan dengan reaksi peritektik. Kelarutan karbon maksimum adalah 0.10%.
J
: Titik peritektik. Selama pendinginan austenit pada komposisi J, fasa γ terbentuk dari larutan padat δ pada komposisi H dan cairan pada komposisi B.
N
: Titik transformasi dari besi δ besi γ, titk transformasi A4, dari besi murni.
C
: Titik eutektik. Selama pendinginan fasa γ dengan komposisi E dan sementit pada komposisi F (6.67%) terbentuk dari cairan pada komposisi C. fasa ini disebut ledeburit.
E
: Titik yang menyatakan fasa γ, ada hubungan dengan reaksi autektik. Kelarutan maksimum dari karbon 2.14%. paduan besi karbon sampai pada komposisi ini di sebut baja.
G
: Titik transformasi besi γ→besi ά, titik transformasi A3, untuk besi.
P
: Titik yang menyatakan ferit, fasa ά, ada hubungan dengan reaksi eutectoid. Kelarutan maksimum dari karbon kira-kira 0.02%.
S
: Titik eutectoid. Selama pendinganan, ferit pada komposisi P sementit. Pada komposisi K (sama dengan F) terbentuk simultan dari austenit pada komposisi S. reaksi eutectoid ini di namakan transformasi A1, dan fasa eutectoid ini dinamakan perlit.
13
GS
: Garis yang menyatakan hubungan antara temperature dan komposisi dimana mulai terbentuk ferit dari austenit. Garis ini disebut garis A3
ES
: Garis yang menyatakan hubungan antara temperature dan komposisi, di mana mulai terbentuk sementit dari austenit , dinamakan garis Acm.
A2
: Titik
transformasi magentik untuk besi atau ferit.
Ao
: Titik transformasi mangentik untuk sementit.
Baja yang berkarbon sama dengan komposisi eutectoid dinamakan baja eutectoid, yang berkadar karbon kurang dari komposisi eutectoid disebut baja hipoeutectoid, dan yang berkadar karbon lebih dari komposisi eutectoid disebut baja.hipereutektoid.
Pada baja eutektoid transformasi tejadi pada titik tetap S, menjadi struktur perlit. Pada baja hipoeutektoid terbentuk fasa ferit mendekati besi murni yang komposisinya sama dengan P dan perlit, sedangkan pada hipereutektoid terbentuk perlit dan simentit pada batas butir. 2.5. Siklus Termal Las Siklus temal las adalah proses pemanasan dan pendinginan didaerah lasan. Kecepatan kenaikan temperatur pada proses pemanasan pada umumnya tidak dapat dikontrol atau diatur, sedangkan kecepatan pendinginan biasanya dapat diatur. Pengontrolan kecepatan pendinginan tersebut merupakan usaha yang sangat penting untuk memperoleh struktur mikro yang baik tanpa terjadi cacat pada logam las. Lamanya pendinginan dipengaruhi oleh beberapa faktor pergelasan antara lain temperatur tertinggi yang terjadi ketika pengelasan. Hal ini dapat ditujunjukkan dalam gambar 2.5.
14
Gbr. 2.5 Siklus termal las dari beberapa tempat dalam daerah HAZ dengan kondisi pengelasan tetap [1]
Siklus termal yang terjadi selama pengelasan dipengaruhi oleh masukan panas (heat input) yang diberikan. Bersarnya masukan panas yang tejadi pada proses pengelasan tergantung pada faktor-faktor seperti : 1. Daya hantar panas (heat conduktivity) dari logam yang disambung 2. Geometri seperti tebal yang disambung 3. Jenis pengelasan dan bentuk alur 4. Teknik pengelasan termasuk parameter las yang diterapkan Besarnya masukan panas persatuan panjang las untuk pengelasan busur listrik diberikan oleh persamaan berikut :
J
60.E.I V
[Joule / mm]
Struktur mikro dan sifat mekanik dari daerah HAZ sebagian besar tergantung pada lamanya pendinginan dari temperatur 800
O
C sampai 500
O
C. Waktu
pendinginan dari 800 OC sampai 500 OC dapat diperhitungkan sedangkan untuk
15
mengetahui perubahan struktur teakhir yang terjadi terhadap kecepatan pendinginan digunakan diagram CCT (Continuitas Cooling Transformation) seperti terlihat pada gambar 2.6 dan 2.7.
Gbr. Perhitungan waktu pendinginan dari 800 OC ke 500 OC Pada pengelasan busur dengan tangan [1]
Gbr. 2.7 Diagram CCT untuk baja karbon [1]
16
2.6. Daerah Lasan Daerah lasan ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas atau Heat Affected Zone (HAZ), dan logam induk yang tak terpengaruh. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu penggelasan mencair dan kemudian membeku. Daerah pengaruh panas atau HAZ adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat. Logam induk yang tak terpengaruh adalah bagian logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahanperubahan struktur dan sifat. Disamping ketiga bagian utama tersebut masih ada satu daerah khusus yang membatasi antara logam las dan daerah pengaruh panas, yang disebut batas las. Struktur logam pada daerah pengaruh panas atau HAZ berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam las. Besar butir dan struktur berubah sesuai dengan siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan. Daerah HAZ yang dekat dengan garis lebur, kristalnya tumbuh dengan cepat dan membentuk butir-butir kasar. Daerah ini dinamakan batas las. Pada batas las dimana butir-butirnya sangat kasar, logam menjadi sangat getas dan disebut penggetasan batas las. Penggetasan adalah berubahnya sifat logam dari ulet atau tangguh menjadi getas sehingga logam mudah mengalami retak atau patah. Untuk mengevaluasi perubahan sifat ini biasanya dilakukan uji tarik atau uji impak. Penggetasan yang terjadi dapat ditentukan dari pergeseran temperatur transisi ke temperatur yang lebih tinggi. Faktor yang sering menimbulkan penggetasan antara lain :
17
Pembentukan struktur martensit Struktur matensit sifatnya sangat keras sehingga memberikan efek penggetasan.
Butir struktur logam yang besar (kasar) Struktur yang kasar seperti, ferit yang kasar atau bainit atas dapat memberikan
efek penggetasan. Hal ini disebabkan karena struktur yang kasar mempunyai ikatan atom yang kurang kuat pada batas butirnya sehingga batas butir mengalami penurunan keuletan. Penggetasan ini sering terjadi butir-butir yang kasar atau berbentuk martensit (bainit atas). Pada proses pengelasan diusahakan untuk menghindari terbentuknya struktur-struktur diatas, baik martensit maupun struktur yang kasar agar tidak terjadi penggetasan. Untuk menurunkan penggetasan pada lasan digunakan cara-cara sebagai berikut :
Mengurangi kadar karbon dan paduan-paduan baja Dengan mengurangi semuanya itu, maka tidak hanya efektif untuk mengurangi
penggetasan saja tetapi baik juga untuk menghindari retak pada las.
Membatasi masukan panas (heat input) pada waktu pengelasan Masukan panas yang tinggi dapat menimbulkan tempertaur yang tinggi serta
memberikan pendingin yang lamban. Hal ini menimbulkan pembentukkan butiran logam yang kasar sehingga mudah terjadi penggetasan. Semakin tinggi masukan panas yang diberikan semakin tinggi pula suhu transisi yang menandakan ketangguhan las jadi menurun.
Membuat lapisan las Cara ini dimaksudkan untuk memperbaiki struktur mikro yang terjadi dengan
cara memanaskan kembali logam las melalui panas las diatasnya sehingga dicapai temperatur diatas titik transformasi yang menyebabkan terbentuknya butiran yang halus.
18
2.7. Proses Perlakukan Panas Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam-logam tersebut. Baja dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat, atau baja dapat dilunakan untuk mempermudah pemotongan lebih lanjut. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan sisa dapat dihilangkan, butir diperbesar atau diperkecil, tetangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat, susunan kimia baja harus diketahui karena perubahan komposisi kimia, khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis.
2.8. Klasifikasi Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Proses Anil (Anealing) Proses dilakukan dengan memanaskan baja hingga diatas suhu transformasi
(>723) yaitu seluruhnya austenit, dan kemudian didinginkan dengan perlahan-lahan (di diamkan didalam dapur) tujuannya adalah untuk melunakkan baja.
Proses Hardening Memanaskan baja hingga seluruh fasa menjadi austenit dan kemudian
didinginkan dengan cepat yaitu dengan mencelupkan kedalam media pendingin lainnya. Tujuannya adalah untuk mengeraskan baja.
Proses Normalisasi Memanaskan baja sehingga seluruh fasa menjadi austenit dan kemudian
didinginkan diudara sampai mencapai suhu kamar, sehingga dihasilkan struktur
19
normal dari ferit dan perlit. Proses ini bertujuan untuk membentuk struktur mikro dengan butir halus yang seragam.
Penemperan (Tempering) Proses pemanasan kembali baja yang telah dikeraskan atau yang telah diberi
proses hardening, suhu pemanasnya adalah relatif rendah yaitu dibawah suhu transformasi eutektoid. Tujuannya adalah untuk mengurangi sedikit kekerasan logam sehingga keuletan (ketangguhan) logam akan meningkat.
Proses Stress Relief Proses untuk menghilangkan tegangan sisa didalam logam, yaitu dengan
memanaskan sampai yang mendekati suhu transformasi, ditahan beberapa lama dan kemudian didinginkan diudara.
Proses Rekristalisasi Proses pembentukan kristal baru yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan butir.
Temperatur rekristalisasi berkisar antara 0.4 – 0.6 Tm (Tm = Titik cair logam dalam Kelvin), tergantung pada jenis logam dan kondisi logam tersebut. Tujuan dari proses ini adalah untuk pelunakan dengan meniadakan pengerasan regangan.
Proses Homogenisasi Memanaskan baja smapai suhu setinggi mungkin asalkan baja tersebut tidak
mencair dan tidak menimbulkan pertumbuhan butir yang berlebihan. Tujuannya adalah untuk menyeragamkan komposisi bahan karena pembekuan, benda padat pertama yang dibentuk tidak sama dengan komposisi menyeluruh.
2.9. Diagram Besi-Karbida Besi Bila kadar karbon baja melampaui 0,20 % suhu dimana ferit mulai terbentuk dan mengendap dari austenit turun. Baja yang berkadar karbon 0,8 % disebut baja
20
eutekroid dan struktur terdir dari 100% perlit. Titik eutektoid adalah suhu terendah dalam logam dimana tejadi perubahan dalam keadaan larutan padat, dan merupakakan suhu keseimbangan terendah dimana austenit terurai menjadi ferit dan semenit (Fe3C) baja yang mengandung kadar karbon kurang dari eutektoid (0,8%) disebut baja hipoeutectoid, dan baja dengan kadar karbon lebih dari eutectoid disebut juga baja hipoeutectoid. Diagram pada gambar 2.8 cukup memadai untuk perlakuan panas baja karena 2% dianggap sebagai batas kadar karbon dalam baja.
Gbr. 2.8 Diagram besi-karbida besi [2}
21
BAB III METODE PENELITIAN
Adapun diagram alir dari penelitian dan pengujian yang dilakukan pada baja AISI 4130 dari hasil pengelasan multiple overlay dengan proses PWHT dan non PWHT adalah sebagai berikut : Persiapan Bahan dan Las
Proses Pengelasan
Non PWHT
PWHT
Pembuatan Spesimen Uji
Pengujian
Uji Tarik
Uji Kekerasan
Analisa Metallografi
Data Hasil Pengujian
Analisa Data
Kesimpulan Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
22
3.1. Persiapan Bahan dan Las Persiapan ini merupakan tahapan awal dari pelaksanaan penelitian dan pengujian. Pada tahapan ini ditentukan bahan yang akan dipergunakan baik itu material yang akan diuji maupun alat pengelasan atau alat yang mendukung proses penggelasan. Sehingga pelaksanaan pengelasan ini dipersiapkan lebih teliti, yang nantinya dapat mendukung hasil pengerjaan dengan kualitas dan mutu yang baik.
3.1.1
Material Uji Pada pengujian ini material yang digunakan adalah baja karbon dengan
spesifikasi sebagai berikut :
Bahan Material Uji
: Steel AISI 4130
Tebal
: 70 mm
Regangan
: 17%
Data Komposisi Kimia
: C
–
0.30
%
Ni
–
0.040 %
Cr
–
0.87
%
Mo
–
0.16
%
Si
–
0.27
%
Mn
–
0.58
%
P
–
0.01
%
S
-
0.001
%
3.1.2 Persiapan Pengelasan Setelah persiapan material uji selesai selanjutnya adalah persiapan pengelasan. Pada pengujian ini pengelasan yang dipakai mengacu pada standar ASME IX. Adapun spesifikasinya adalah :
23
Logam Pengisi –
Ukuran Kawat Las
: 3.2 mm
–
Klas
: Er Ni Cr Mo – 3
–
Tebal Pengelasan
: 6 mm
Pemanasan Awal –
Temperatur
: 200O C
–
Interpass Temperatur Max
: 315O C
–
Alat Pemanas
: Turbo Gas Torch
Karakteristik Kelistrikan –
Arus
: Dc
–
Polarity
: Positif (+)
–
Ampere
: 130-170
–
Volt
: 18-27
–
Proses
: SMAW
Proses Perlakuan –
Temperatur Range
: 600 OC – 634 OC
–
Time Range
: 90 menit
Teknik –
String or wave bead
: BOTH
–
Alat pembersih
: Grinding, Brushing, Chiping
24
3.2
–
Pass (per side)
: Multiple
–
Kecepatan Las
: 6.5 – 11 inci per menit
Pembuatan Spesimen Uji Pipa baja yang telah mengalami pengelasan multiple overlay dipotong dengan
menggunakan gergaji dengan jenis HSS membentuk specimen uji yang diperlukan untuk dilakukan proses perlakuan. Pemotongan disesuaikan dengan standar pengujian yang dipakai standar yang dipergunakan adalah AWS (American Welding Standard) dan JIS (Japanese Industrial Standard). Proses pembuatan spesimen, pipa dibelah menjadi dua bagian, bagian pertama dilakukan proses PWHT dan yang kedua tanpa PWHT, pembuatan spesimenspesimen uji dilakukan dengan menggunakan mesin perkakas seperti mesin milling, mesin skrap dan lain-lain. Lokasi pengambilan untuk masing-masing spesimen uji dapat dilihat pada gambar 3.2.
Logam Induk
1
2
3
4
5
6
Daerah Penebalan
Logam Induk
Gambar 3.2 Lokasi pengambilan spesimen
PWHT
Non PWHT
25
Keterangan :
3.3
1,3
: Spesimen Uji Tarik
2,5
: Spesimen Uji Metallografi
4,6
: Spesimen Uji Kekerasan
Pengujian Tarik Pengujian tarik dilakukan untuk mendapatkan data spesifikasi bahan dan untuk
melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan mekanik statis dari bahan logam yang dipakai. Pada pengujian ini benda uji diberi beban tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji. Dari perpanjangan benda uji dapat dibuat kurva TeganganRegangan, seperti pada gambar 3.3. Adapun yang ingin didapat dari pengujian tarik ini meliputi : Tegangan, Regangan dan Ketangguhan.
Gambar 3.3 Kurva Tegangan-Regangan
26
Keterangan :
σm
:
Tegangan maximum
σu
:
Tegangan putus
σy
:
Tegangan Yield
Tegangan Tegangan yang dipakai pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata yang
diperoleh dari hasil pengujian. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas penampang awal benda uji.
P A
[ N/mm 2 ]
............................ (3.1)
O
Dimana : P
=
Gaya atau beban (Newton)
Ao
=
Luas penampang awal (mm2)
Pada pengujian tarik biasanya ada tiga macam tegangan yang dihitung yaitu :
Tegangan Luluh (Yield Stress) Tegangan luluh adalah tegangan yang timbul saat terjadi suatu regangan tetap
atau plastis yang telah ditentukan besarnya. Biasanya regangan plastis diambil sebesar 0,1% atau 0,2%. Kekuatan luluh dapat dirumuskan sebagai :
y
Py A
[ N/mm 2 ]
O
27
............................. (3.2)
Dimana : Py
=
Gaya pada saat benda kerja mengalami luluh [Newton]
Tegangan Tegangan yang dipakai pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata yang
diperoleh dari hasil pengujian. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas penampang awal benda uji.
u
Pm a x A
[ N/mm 2 ]
............................ (3.3)
O
Dimana : P max =
Gaya maksimum yang dapat ditahan sebelum benda uji putus. [Newton]
Tegangan Putus Setelah titik maksimum terlampui akan terjadi pengecilan penampang yang
tidak merata pada benda uji. Pengecilan lokal ini akan menghasilkan leher (neck) dimana pada tempat ini benda uji akan putus. Karena kurva tegangan-tegangan yang ditunjukkan pada gambar 3.3 didasarkan pada perhitungan luas penampang awal dari benda uji (bukan berdasarkan luas penampang sesaat), maka diagram tegangan regangan tariknya menunjukkan penurunan tegangan dari maksimum ke tegangan akhir pada kondisi putus.
28
Tegangan putus dapat dituliskan sebagai berikut :
f
Pf A
[ N/mm 2 ]
............................ (3.4)
O
Dimana : Pf
=
Gaya pada saat benda uji putus.
[Newton]
Regangan Regangan adalah perbandingan perubahan panjang terhadap panjang awal.
L L L . 100% L L O
O
............................ (3.5)
O
Dimana :
L
=
Perubahan panjang benda uji setelah dibebani. [mm]
Lo
=
Panjang mula benda uji.
[mm]
Ketangguhan Ketangguhan adalah kemampuan bahan menyerap energi pada daerah plastis
sehingga terjadi perpatahan. Salah satu cara menyatakan ketangguhan adalah meninjau luasan yang berada dibawah kurva tegangan-regangan. Luas dibawah kurva dapat didekati dengan persamaan :
UT
y
u
2 29
x
[ N/mm 2 ] ..................... (3.6)
Modulus Elastisitas Modulus elastisitas adalah konstanta perbandingan lurus antara tegangan dan
regangan atau angka kemiringan dari kurva tegangan/regangan yang berupa garis lurus pada bagian yang dekat dengan titik 0. Semakin besar modulus elastisitas semakin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan. Untuk keperluan uji tarik diperlukan benda uji yang telah distandarisasikan. Standar yang dipergunakan untuk spesimen uji adalah JIS (Japan Internasional Standrt) Tensile test dengan sfesifikasi JIS Z 2201 fig.7 dengan dimensi seperti terlihat pada gambar 3.4. Jumlah spesimen uji empat buah untuk dua perlakuan.
Gambar 3.4 Benda uji tarik
Dengan menggunakan mesin uji tarik merek “AMSLER 20 T”, dengan suhu 25 oC menggunakan standar acuan pada ASME SECT IX 9API 6A), benda uji ditarik satu persatu, untuk setiap spesimen las sampai putus. Urutan proses pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Batang uji ditentukan panjang ukurnya (gauge length) dan luas penapang awal. 2. Akibat beban tarik yang diberikan pada benda uji, benda bertambah panjang dan pada saat beban tertentu spesimen akan terputus.
30
3. Pengukuran pertambahan panjang dilakukan setelah benda uji yang patah disambung kembali. Setelah dilakukan pengujian kemudian dilakukan perhitungan-perhitungan sesuai dengan data yang didapat untuk dianalisa.
3.4
Pengujian Kekerasan Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui distributor kekerasan
material mulai dari daerah logam las, daerah HAZ sampai ke daerah logam induk. Pada pengujian ini metode yang digunakan adalah pengujian kekerasan Vickers. Uji kekerasan ini menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan piramida yang saling berhadapan adalah 136 o. Nilai kekerasan Vickers atau angka kekerasan piramida intan (DPH) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Luas dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan berikut :
DPH
2.P.sin ( / 2) 1, 854. P 2 D D2
[ N/mm2 ] ................. (3.6)
Dimana :
Dimana :
P
=
Beban yang diterapkan
=
Sudut antara permukaan intan yang berlawanan = 136 o
L
=
Panjang diagonal rata-rata
D
D D 1 2 2
31
[Newton]
[mm]
Gambar 3.5 Bekas jejakan uji kekerasan
3.5
Pengamatan Metallografi Pengamatan metallografi dalam penulisan ini bertujuan untuk mengetahui
struktur mikro dan sifat-sifat bahan logam serta menganalisa kualitas ataupun kerusakannya dari hasil pengelasan, khususnya pengelasan multiple overlay pada baja AISI 4130. Bagian-bagian yang diamati pada pengelasan adalah daerah logam las, daerah HAZ dan logam induk.
Untuk pembuatan spesimen yang telah siap kemudian dilakukan proses mounting, pengamplasan, polishing, etsa dan pemotretan benda uji dengan pembesaran yang dilakukan adalah 200 x 500x dan 1000 x dari hasil pemotretan struktur mikro ini dapat dilihat jelas struktur butiran tiap spesimen yang bertujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan butiran dan fasa yang terbentuk dengan perbedaan perlakuan panas yang telah dilakukan. Prosesnya dapat dilihat pada dagram berikut ini.
32
Tahap pengengerjaan analisa metallografi adalah sebagai berikut : Pengambilan Benda Uji
Pemotongan Mekanis
Pemberian Tanda
Proses Grinding
Pencucian
Polishing
Etsa
Pencucian
Analisa Mikroskop
Pengambilan Gambar
Gambar 3.7 Tahap pengerjaan analisa metallografi
33
Tujuan proses polishing adalah untuk mendapatkan contoh yang diinginkan dan memenuhi syarat bila dilihat dibawah mikroskop yaitu :
Tidak terdapat lagi goresan karena proses grinding
Flek-flek yang mungkin timbul diharapkan sudah tidak ada
Tidak ada perubahan logam
Terlihatnya struktur mikro yang terjadi pada saat dietsa disebabkan :
Adanya distribusi struktur mikro yang mengakibatkan terjadinya perbedaan warna.
Macam kekasaran yang berbeda akibat perbedaan orientasi kristal
Relief timbul pada permukaan bebas butir kristal akibat perbedaan kemampuan larut struktur mikro dan sifat mikroskopi kristal terhadap agresifitas medium etsa.
34
BAB IV DATA-DATA HASIL PENGUJIAN
Pada bab ini berisikan data-data dari pengujian material baja AISI 4130 yang telah dilakukan dengan perlakuan panas dan tanpa perlakuan panas,pengujian di lakukan di PUSPITEK serpong (LUK) 4.1
Diagram hasil uji tarik
Dari diagram di atas di dapat data dari dua sample yang mendapat perlakuan sama, data yang di dapat tegangan lul;uh dan beban tarik
:
Sample
1 : beban tarik
: 247.5 KN,
Tegangan luluh : 137.5 KN
Sample
2 : beban tarik
: 249 KN,
Tegangan luluh : 143.5 KN
Dari diagram di atas di dapat data, dari dua sample yang mendapat perlakuan sama, data yang di dapat tegangan lul;uh dan beban tarik Sample Sample
1 : beban tarik 2 : beban tarik
: 239 KN, : 240 KN,
:
Tegangan luluh : 144 KN Tegangan luluh : 141.5 KN
Gambar4.1.3 . laporan uji tarik statis
I. DATA LAPORAN UJI STATIS
DIMENSI LEBAR
TEBAL
Ao (mm²)
1
20.10
20.10
404.01
247.5
137.5
PWHT
2
20.05
20.07
402.20
249
143.5
PWHT
3
19.68
19.91
391.83
240
141.5
4
20.15
20.10
405.01
239
144
NO
Fm (KN)
Py (KN)
KODE
II. PERHITUNGAN
ℓ t
I. Data :
: :
20.10 mm 20.10 mm
Ao = ℓ x t
Pm
Py
= 20.10 x 20.10
ℓo = 96 mm
= 404.01 mm²
ℓ = 115 mm
= 247.5
KN
= 247.500
N
= 137.5
KN
= 137.5
N
(gaya maksimum)
(gaya pada saat luluh)
Dari data dapat di cari =
σy
σu
= Py Ao
= 137.500 404.01
(N) (mm²)
= 340.34
(N/mm²)
= Pmax Ao
= 247.500 404.01 = 612.60
(tegangan luluh) (N) (mm²)
(N/mm²)
(tegangan maksimum)
NON PWHT NON PWHT
Σ = ΔL Lo
=
L – Lo x 100 % Lo 115 – 96 x 100 % 96
=
= 19 x 100 % 96 = 19.8 % UT
=
σy
+ 2
(regangan)
σu
x
Σ
= 340.47 + 0.198 2 = 476
x
= 94.34
ℓ t
II. Data :
x 0.198
0.198 (N/mm²) (ketangguhan)
: :
20.05 mm 20.07 mm
Ao = ℓ x t
Pm
Py
= 20.05 x 20.07
ℓo = 96 mm
= 402.40
mm²
ℓ = 118 mm
= 249
KN
= 249.000
N
= 143.5
KN
= 143.500
N
Dari data dapat di cari =
σy
σu
= Py Ao
= 143.500 402.40
(N) (mm²)
= 356.61
(N/mm²)
= Pmax Ao
= 249.000 402.40 = 618.79
(N) (mm²) (N/mm²)
Σ = ΔL Lo
=
L – Lo Lo
=
118 – 96 96
x
100 %
x 100 %
= 22 x 100 % 96 = 22.91 %
UT
=
σy
+ 2
σu
x
Σ
= 618.79 + 356.61 2 = 487.7 x
x 0.23
0.23
= 112.17 (N/mm²)
ℓ t
III. Data :
: :
19.68 mm 19.91 mm
Ao = ℓ x t
Pm
Py
= 19.68 x 19.91
ℓo = 96 mm
= 391.83 mm²
ℓ = 110 mm
= 240
KN
= 240.000
N
= 141.5
KN
= 141.500 Dari data dapat di cari =
σy
= Py Ao
= 141.500 391.83
(N) (mm²)
= 361.12
(N/mm²)
N
σu
= Pmax Ao
= 240.000 391.83
(N) (mm²)
= 612.51
Σ = ΔL Lo
=
L – Lo Lo
x
=
110 – 96 96
(N/mm²)
100 %
x 100 %
= 14 x 100 % 96 = 14.58 %
UT
=
σy
+ 2
σu
x
= 361.12 + 612.51 2 = 486.81
x
= 66.20
(N/mm²)
ℓ t
IV. Data :
Σ
x 0.136
0.136
: :
20.15 mm 20.10 mm
Ao = ℓ x t
Pm
= 20.15 x 20.10
ℓo = 96 mm
= 405.01 mm²
ℓ = 109 mm
= 239 = 239.000
Py
= 144 = 144.000
KN N KN N
Dari data dapat di cari =
σy
σu
= Py Ao
= 144.000 405.01
(N) (mm²)
= 355.55
(N/mm²)
= Pmax Ao
= 239.000 405.01 = 590.10
Σ = ΔL Lo
=
L – Lo Lo
=
109 – 96 96
x
(N) (mm²) (N/mm²)
100 %
x 100 %
= 13 x 100 % 96 = 13.54 %
UT
=
σy
+ 2
σu
x
Σ
= 355.55 + 590.10 2 = 472.825 = 63.83
x
0.135
(N/mm²)
x 0.135
4.2
Data Pengamatan
Tabel 4.2.1
( Perbandingan PWHT & NON PWHT)
Data hasil pengujian tarik material dengan PWHT
Tegangan
Tegangan
Yield
Tarik
Speciment uji
Regangan
Ketangguhan
(%)
(N/mm²)
(N/mm²)
(N/mm²)
1
340.33
612.60
19.8
94.34
2
356.61
618.79
22.91
112.17
Tabel 4.2.2
Data hasil pengujian tarik material tanpa PWHT
Tegangan
Tegangan
Yield
Tarik
(N/mm²)
(N/mm²)
1
361.12
2
355.55
Speciment
Regangan
Ketangguhan
(%)
(N/mm²)
612.51
14.58
66.20
590.10
13.54
63.83
uji
Dari data yang di dapat dari perhitungan uji tarik dari dua jenis pengujian di dapat perbedaan nilai dari tegangan yield, tegangan tarik, regangan, dan ketangguhan.dapat kita lihat dari ketangguhan dan regangan material dapat meningkatkan
afety factor dalam suatu pemilihan materil bahan yang baik yang
tentunya berpengaruh pada kualitas bahan. Di sini benda uji yang telah mendapat perlakuaan post weld heat treatment lebih unggul dari yang tanpa pelakuan PWHT. Karena dengan perlakuan panas yang tepat, tengangan sisa dapat di hilangkan.
4.3
Pengujian kekerasan
Data alat yang digunakan
:
Nama alat
:
FRANK FINETEST
Beban
:
5 kgf :
Metode
:
Vickers (HV)
Sudut intan
:
136 °
Waktu
:
15 detik
Temp uji
:
30 °C
49.03 N
Tabel material dasar tidak terkena beban tarik : SAMPLE 1
SAMPLE 2
NO
HV
HV
1
178
181
2
172
195
3
175
195
rata-rata
175
190
Keterangan: Dari material dasar pun dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu perbedaan yang berpengaruh pada kekerasan material dasar yaitu terlihat material yang tidak menggalami perlakuan panas terlihat lebih getas.
DAERAH UJI KEKERASAN PADA BENDA KERJA PWHT
Tabel 4.3.1
data hasil pengujian kekerasan material dengan PWHT SAMPLE UJI 1 LINE 1
LINE 2
NO
d (mm)
HV
NO
d (mm)
HV
1
0.194
246
1
0.196
241
2
0.194
246
2
0.198
236
3
0.196
241
3
0.236
166
4
0.198
236
4
0.198
236
5
0.192
251
5
0.200
232
6
0.199
234
7
0.196
241
8
0.198
236
9
0.206
218
Table di atas adalah hasil dari pada pengujian kekerasan yang dia ambil dari dua garis horizontal & vertical seperti terlihat pada gambar di atas sample benda kerja dengan proses PWHT.
DAERAH UJI KEKERASAN PADA BENDA KERJA NON PWHT
Tabel 4.3.2
data hasil pengujian kekerasan material tanpa PWHT SAMPLE UJI 2 LINE 1
LINE 2
NO
NO d (mm)
HV
d (mm)
HV
1
0.188
262
1
0.192
252
2
0.180
286
2
0.196
241
3
0.179
289
3
0.242
158
4
0.180
262
4
0.196
241
5
0.185
270
5
0.194
246
6
0.189
259
7
0.188
262
8
0.191
254
9
0.192
251
Table di atas adalah hasil dari pada pengujian kekerasan yang dia ambil dari dua garis horizontal & vertical seperti terlihat pada gambar di atas sample benda kerja dengan proses NON PWHT (dapat di lihat perbedaan dari kedua spesiment uji)
4.4
Analisa Metallografi Hasil pengamatan metallografi yang diperoleh dari pemotretan ada pada tiga
daerah yaitu : logam induk, daerah HAZ, dan daerah lasan (welding area). Untuk masing-masing spesiment uji yang mengalami perlakuan panas dan tanpa perlakuan panas Adapun daerah pemotretan dapat di lihat: 4.4.1 Daerah pemotretan benda uji dengan PWHT
Gbr.4.4.1.a Material dasar & daerah las Dari gambar 4.4.1.a adalah daerah material dasar & daerah las (proses pwht) yang telah melalui proses pemotongan mekanis, proses grinding, polishing dan proses mounting dimana benda uji ini siap untuk dilakukan proses metallografi pada daerahdaerah yang akan di pilih
Gbr.4.4.1.b Sample daerah normal dgn PWHT Pada sample daerah normal dapat dilihat struktur mikro berupa ferit (putih)perlit (hitam) dan bainit (bergaris)
Gbr.4.4.1.c Batas las dan daerah HAZ pembesaran 100 x
Gbr.4.4.1.d Batas las dan daerah HAZ pembesaran 200 x Pada gambar gambar 4.4.1.c dapat dilihat pada daerah las banyak terdapat bentukan bainit (bergaris ), ferit(putih), perlit(hitam) yang dapat menimbulkan efek penggetasan pada daerah HAZ, dan disini riskan akan terjadinya patahan.dari gambar diatas juga dapat terlihat batas lasan di mana butir-butir nya sangat kasar, penggetasan itu sendiri adalah berubahnya sifat logam dari ulet atau tangguh menjadi getas sehingga logam mudah mengalami retak atau patah.
Gbr.4.4.1.e Daerah lasan pembesaran 200 x
Gbr.4.4.1.f Daerah lasan pembesaran 500 x
Gbr.4.4.1.g Daerah Las Tengah Pembesaran 200 X FERIT (putih) Dan PERLIT (hitam) Dan untuk menurunkan peggetasan pada lasan digunakan cara-cara mengurangi kadar karbon yang terbentuk dan membatasi masukan panas yang berlebih pada waktu pengelasan.
4.4.2 Daerah pemotretan benda uji dengan NON PWHT
Gbr.4.4.2.a. Material Dasar & Daerah Las Pada sample daerah normal dapat dilihat struktur mikro berupa ferit (putih)perlit (hitam) dan bainit (bergaris) Dari gambar 4.4.2.a adalah daerah material dasar & daerah las (proses non pwht) yang telah melalui proses pemotongan mekanis, proses grinding, polishing dan proses mounting dimana benda uji ini siap untuk dilakukan proses metallografi pada daerah-daerah yang akan di pilih
Gbr.4.4.2.b. Material Dasar 200 X Pada sample daerah normal dapat dilihat struktur mikro berupa ferit (putih)perlit (hitam) dan bainit (bergaris).
Gbr.4.4.2.c.Batas Las Dan Haz Pembesaran 200 X Dapat dilihat selama proses pengelasan selalu menciptakan regangan dan untuk menghilangkan teganggan di dalam logam, yaitu perlu adanya perlakuan panas (heat treatment)
Gbr.4.4.2.d. Daerah Lasan Tengah 200X
Gbr.4.4.2.e. DAERAH LASAN TENGAH 500X Dapat dilihat pada gambar diatas lebih banyak kandungan ferit nya dan dapat di simpulkan bahwa kadar karbon baja melampaui 0.20% suhu di mana ferit mulai terbentuk dan mengendap dari austenit turun.
4.4.3
PERALATAN YANG DI GUNAKAN
Gbr.4.4.3.a. Mesin Grinding (sumber foto lab metallografi LUK) Gambar di atas adalah mesin grinding di mana fungsi dari mesin ini adalah untuk meratakan permukaan setelah benda uji di potong secara mekanis .
Gbr.4.4.3.b. Alat Polishing Gambar di atas menunjukan mesin polishing berguna untuk menghaluskan permukaan benda uji, sumber foto lab metallografi LUK puspitek serpong
Gbr.4.4.3.c. Mikroskop Optik Gambar di atas adalah mikroskop optic berfungsi sebagai alat untuk melihat struktur mikro dalam sample yang di buat
Gbr.4.4.3.d. Komputer Sebagai Input Data Foto yang di hasilkan akan tersimpan Dalam memory computer yang terhubung dalam mikroskop optic
BAB V KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan Dan Tindak Lanjut Pada setiap logam yang telah mengalami pengelasan akan terjadinya
perubahan struktur dan sifat,. Ini semua terjadi pada saat pengelasan logam las mengalami peroses mencair dan kemudian membeku dan pada daerah pengaruh panas (HAZ) logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan terjadi pendinginan cepat di samping itu ada logam induk yang tak terpengaruh dari semua proses pengelasan ini tanpa adanya perubahan struktur dan sifat. Disamping bagian utama tersebut terdapat satu daerah khusus yang membatasi antara logam las dan daerah pengaruh panas yaitu batas las. Pada daerah inilah semua prosedure pengelasan benar-benar di butuhkan untuk mengurangi pengetasan .Karena pengetasan adalah berubahnya sifat logam dari ulet atau tangguh menjadi getas sehingga logam mudah mengalami retak atau patah yang ini semua harus dihindari karena sangat berpengaruh pada daya tahan dan safety factor . Ini semua dapat dihindari dengan mengontrol kecepatan pendinginan agar diperoleh struktur mikro yang baik tanpa terjadi cacat pada logam las .dan juga perlu di perhatikan beberapa faktor lain yaitu perubahan struktur martensit, butir struktur logam yang kasar, mengurangi kadar karbon pada paduan-paduan baja, membatasi masukan panas pada waktu pengelasan, membuat lapisan las , dan peroses perlakuan panas. Dari data yang di dapat dari perhitungan uji tarik dari kedua jenis pengujian di dapat perbedaan nilai dari tegangan yield, tegangan tarik, regangan, dan
58
ketangguhan.dapat kita lihat dari ketangguhan dan regangan material dapat meningkatkan saftey factor dalam suatu pemilihan materil bahan yang baik yang tentunya berpengaruh pada kualitas bahan. Di sini benda uji yang telah mendapat perlakuaan post weld heat treatment lebih unggul dari yang tanpa pelakuan PWHT. Karena dengan perlakuan panas yang tepat, tengangan sisa dapat di hilangkan.
59
Daftar Pustaka 1.
Beumer B.J..M. Anwir / Matondang “Ilmu Bahan Logam” penerbit BHRATARA KARYA AKSARA- JAKARTA
2.
Kenyon W “Welding And Fabrication” alih bahasa Dines Ginting (LAPAN) penerbit ERLANGGA- JAKARTA 1984.
3.
TIM WORKSHOP “Teknik Dasar Pengelasan Listrik” penerbit M25 – BANDUNG
4.
James M.Gere, Stephen P. Timoshenko (1878-1972)“ Mekanika Bahan” alih bahasa Bambang Suryoatmono 1996 penerbit ERLANGGA.
5.
Muhib Zainuri Ach., “Kekuatan Bahan” penerbit Andi YOGYAKARTA 2008.
60