Edisi Januari-Februari 2011
GABUNGAN PENGUSAHA KELAPA SAWIT INDONESIA
Pengantar Redaksi
Tantangan dan permasalahan yang dihadapi para
Bagan Organisasi Komisi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia
pelaku industri kelapa sawit Indonesia tidak berkesudahan. Simpang siurnya persoalan Tata Ruang antara pusat dan daerah sampai dengan saat ini belum menemui titik temu. Selain itu salah satu penyebab menurunnya daya saing ekspor yaitu Bea Keluar (BK) semakin meningkat, sebagai akibat meningkatnya harga CPO di pasar internasional.
Pada newsletter edisi ini, disajikan beberapa aktivitas GAPKI dalam upaya untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
LAPORAN UTAMA
Jika segalanya berlangsung lancar, Indonesia awal tahun ini akan memiliki standar perkebunan minyak sawit berkelanjutan atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) Inilah bukti bahwa pemangku kepentingan sawit nasional dapat membuat dan mengiplementasikan standar budidaya sawit yang lestari.
ISPO ini akan tertuang dalam bentuk Permentan atau SK Mentan, artinya ISPO bersifat mandatori bagi pengusaha sawit nasional. ISPO ini bersifat G to G karena melibatkan pemerintah dan dapat dijadikan bargaining position oleh pemerintah Indonesia, khususnya kepada pembeli CPO negara lain supaya mengakui standar ini, misalnya jika ada negara yang memboikot minyak sawit Indonesia maka pemerintah dapat membantu proses negosiasinya.
Saat ini ISPO sudah masuk dalam tahap persiapan uji lapang konsep ISPO ke beberapa perusahaan kelapa sawit untuk mendapatkan penyempurnaan. Diharapkan pada waktu yang tidak lama lagi ISPO dapat segera diterapkan di Indonesia. Direncanakan akan dicanangkan implementasinya oleh Pemerintah pada acara Perayaan Semarak 100 Tahun Industri Sawit Komersial di Indonesia yang di laksanakan di Medan 30 Maret 2011 yang akan datang.
Draf Mekanisme Sertifikasi ISPO 1. Permohonan Perusahaan Perkebunan
•Izin IUP, IUP-B ,IUP-P , HGU •Termasuk kebun kelas I, II, II
2. Penerimaan & Pengecekan oleh Lembaga Sertifikasi Independen
Tidak
Memenuhi Syarat ? Ya
3 Permohonan ke KMSBI untuk mendapatkan pengakuan ISPO 4 Pengecekan Kelengkapan Dokumen oleh Sekretariat KMSBI
Tidak Lengkap
Sekretariat memberi tahu kepada pemohon untuk melengkapi Dokumen
Lengkap
5. Tim Penilai KMSBI
6.Pengakuan / Sesuai P&C ISPO
Ditolak
Diakui / Sesuai P & C
7. Pengakuan ISPO Oleh KMSBI dan diumumkan ke Publik
Penerbitan Sertifikat ISPO oleh Lembaga Sertifikasi
Persyaratan (requirements) Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan Prinsip ISPO untuk Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan adalah : 1. Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan
2. Penerapan Pedoman Teknis Pengolahan Kelapa Sawit
Budidaya
3. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
dan
4. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja
5. Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas
6. Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat 7. Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan
1
BERITA PUSAT & CABANG AGENDA KERJA PENGURUS PUSAT & CABANG Kunjungan Silaturahmi & Dialog GAPKI ke Kantor Redaksi Media Masa Nasional Dalam rangka meningkatkan hubungan yang lebih baik dengan media masa, Pengurus GAPKI secara maraton pada awal tahun 2011 ini mengunjungi dan bersilaturahmi ke beberapa media, antara lain seperti terlihat pada gambar sebagai berikut : Kunjungan Pengurus GAPKI ke Kantor Redaksi harian Media Indonesia, 3 Maret 2011
Economic Challanges
Kunjungan Pengurus GAPKI ke Kantor Redaksi harian Jakarta Post, 19 Januari 2011
Kunjungan Pengurus GAPKI ke Kantor Redaksi harian Investor Daily, 19 Januari 2011
Talkshow Economic Challenges di METRO TV berlangsung pada tanggal 28 Februari 2011 dengan topik : "Agribisnis Kelapa Sawit yang Terbelenggu“. Dalam acara tersebut menghadirkan tiga orang nara sumber, yaitu : Suswono - Menteri Pertanian RI, Hermanto Siregar dari Komite Ekonomi Nasional serta Joko Supriyono - Sekretaris Jenderal GAPKI Pusat. Dan Suryo Pratomo sebagai host pada acara tersebut.
Indonesia Malaysia Palm Oil Group (IMPOG) Working Teams Meeting
Kunjungan Pengurus GAPKI ke Kantor Redaksi harian Seputar Indonesia, 4 Februari 2011
Kunjungan Pengurus GAPKI ke Kantor Redaksi harian Kompas , 24 Februari 2011
Dalam rangka mengembangkan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan Malaysia, Indonesia Malaysia Palm Oil Grup (IMPOG) mengadakan agenda Working Teams Meeting yang diadakan pada tanggal 25-26 February 2011 yang lalu di Carey Island, Selangor Malaysia bersama Sime Darby sebagai tuan rumah penyelenggara acara.
Dalam Agenda tersebut dibahas mengenai penelitian, pengembangan dan keberlanjutan industri kelapa sawit serta dilakukan pembahasan mengenai update subworking group kelapa sawit antara Indonesia dan Malaysia.
2
BERITA PUSAT & CABANG Seminar Forum Wartawan Industri (Forwin) dengan Tema: Prospek Industri Sawit Nasional Dampak Bea Keluar terhadap Daya Saing CPO Indonesia, diselenggarakan di Hotel Le Meridien, 27 Januari 2011. Pada acara tersebut menghadirkan empat Nara Sumber : 1. Hermanto Siregar (Pengamat Ekonomi Pertanian IPB) menyampaikan materi presentasi Bea Keluar CPO Progresif : Peningkatan Pendapatan Negara atau Disinsentif Peningkatan Ekspor ? 2. Asmar Arsyad (Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia – APKASINDO) menyam-paikan materi presentasi Prospek Industri Sawit Nasional Dampak Bea Keluar Terhadap Daya Saing CPO Indonesia 3. M. Fadhil Hasan (Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), menyampaikan materi presentasi BK CPO Sebagai Instrumen Stabilisasi Harga Minyak Goreng dan Pengembangan Industri Hilir Minyak Sawit 4. Sahat Sinaga (Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI)
2.
3.
4.
5.
6.
nasional dan wilayah (RTRW) yang berdampak pada ketidakpastian hukum penggunaan lahan untuk investasi pengembangan dan perluasan perkebunan kelapa sawit. Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak sinkron.
Implementasi pengkreditan pajak pertambahan nilai tandan buah segar (PPN TBS) sehingga industri CPO mengalami kesulitan restitusi yang berdampak pada eknomi biaya tinggi. Hal ini menimbulkan pajak berganda pada perusahaan yang terintegrasi. Bea Keluar (BK) yang bersifat progresif berdampak negatif berupa income forgone bagi produsen CPO dan petani (sebagai subsidi industri hilir). BK yang tinggipun tidak efektif untuk mendorong pengembangan industri hilir.
Meningkatnya intensitas kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit, terkait isu sosial dan lingkungan. Masalah lingkungan diatasi dengan penerapan moratorium hutan primer yang membatasi investasi industri hulu kelapa sawit.
Ketersediaan dan kualitas infrastruktur (pelabuhan, jalan dan energi) yang tidak memadai sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Pelabuhan Belawan dan Dumai sudah tidak memadai. Wilayah Kalimantan dan Sulawesi belum tersedia pelabuhan.
Penerapan moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut berpotensi menambah masalah pengaturan tata ruang dan stagnasi investasi, sekaligus bertentangan dengan UU No. 41/1999 tentang kehutanan.
Rapat Dengar Pendapat Umum antara GAPKI bersama APKASINDO dengan Komisi VI - DPR RI Dalam menyelesaikan permasalahan dan tantangan yang dihadapi, khususnya masalah Tata Ruang, Bea Keluar Ekspor CPO serta pembangunan Infrastrutur Industri Kelapa Sawit Nasional, Pengurus Pusat GAPKI memenuhi undangan RDPU Komisi VI DPR RI. Rapat dengar Pendapat berlangsung pada tanggal 14 Februari 2011 bertempat di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Gedung DPR RI Nusantara I Lt.1
Dalam presentasi, pengurus GAPKI menyampaikan beberapa isu / permasalahan yang dihadapi, diantaranya : 1. Belum tuntasnya penetapan rencana tata ruang
Suasana dialog antara Anggota Pengurus GAPKI & APKASINDO dengan anggota Komisi VI DPR RI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI GAPKI 1. Pemerintah segera menyelesaikan persoalan tata ruang nasional demi memberikan kepastian hukum dan kepastian investasi dalam pengembangan dan ekspansi perkebunan 3
BERITA PUSAT & CABANG
2.
3.
4.
5.
kelapa sawit. Untuk itu, diperlukan terobosan kebijakan atau revisi UU No 41/1999 tentang Kehutanan.
Pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut, karena akan menambah rumit penuntasan tata ruang nasional dan dampaknya pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, kebijakan moratorium sebaiknya dikaji ulang dan ditinjau secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak. Pemerintah harus mendorong pengembangan industri kelapa sawit, termasuk industri hilir dengan memberikan insentif bagi pelaku industri hilir, bukan disinsentif bagi pelaku industri hulu termasuk petani dalam bentuk pungutan bea keluar.
Pemerintah segera membangun fasilitas pelabuhan ekspor di Indonesia Timur dan terus membenahi dan meningkatkan kemampuan fasilitas pelabuhan di wilayah Indonesia Barat, serta infrastruktur jalan pada umumnya.
Pemerintah segera mendorong dipercepatnya perbaikan/revisi atas regulasi perpajakan sebagaimana telah dijanjikan Pemerintah, menyangkut industri strategis, termasuk industri kelapa sawit, khususnya PPn produk primer dan mekanisme restitusi pajak.
PERMENTAN TENTANG PEDOMAN HARGA PEMBELIAN TBS KELAPA SAWIT PRODUKSI PEKEBUN TERUS DILAKUKAN PENYEMPURNAAN
Pada tanggal tanggal 10 Februari 2011 bertempat di Ruang Rapat Pengolahan, Gedung D Lt. 2 Kanpus Kementerian Pertanian RI berlangsung pertemuan para pemangku kepentingan industri kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Pemasaran Domestik – Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) membahas Penyempurnaan Permentan No. 17/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Dalam Rapat tersebut dihasilkan beberapa usulan guna penyempurnaan, diantaranya sebagai berikut :
1.
APKASINDO mengusulkan definisi buah menginap adalah buah yang diserahkan ke pabrik lebih dari 24 jam diubah menjadi lebih dari 48 jam, tetapi GAPKI mengusulkan adanya kajian terlebih dahulu terhadap ALB jika adanya perubahan tersebut, sehingga GAPKI tetap menyarankan buah menginap adalah buah yang diserahkan ke pabrik lebih dari 24 jam.
(max 2. GAPKI mengusulkan pengurangan Dura 5%) dalam buah baik. Hal tersebut diusulkan karena dari pertemuan sebelumnya Kementerian Pertanian mengharapkan Permentan berlaku juga untuk kemitraan dengan petani swadaya dimana diketahui kontaminasi dura di kebun swadaya sangat tinggi
3. APKASINDO mengusulkan agar grading dilakukan terhadap seluruh TBS yang masuk (grading total). Tetapi GAPKI mempertimbangkan apabila grading total menjadi keharusan, maka mungkin akan menyebabkan antrian truk, konsekuensinya kemungkinan biaya transport TBS yang merupakan beban petani akan naik. Aspek PIR mengusulkan agar grading total dilakukan hanya apabila memungkinkan sehingga tidak menjadi keharusan. 4. APKASINDO mengusulkan pengaturan sanksi dan insentif diketahui oleh APKASINDO. Bagian Hukum Deptan menyatakan bahwa sanksi yang bisa diberikan berdasarkan Permentan hanyalah sanksi administratif
5. APKASINDO mengusulkan pembayaran insentif harus diawasi kelembagaan pekebun. Hal ini diutarakan karena menurut APKASINDO ada PKS yang tidak bersedia membayar insentif. GAPKI setuju untuk menegur/memberikan sanksi bagi inti yang tidak membayar insentif apabila semua persyaratan untuk mendapakan insentif terpenuhi. Namun, kasus insentif tidak dibayar terjadi karena adanya perbedaan pemahaman tentang buah sempurna. Oleh sebab itu GAPKI mengusulkan agar Deptan membuat template perjanjian kemitraan yang jelas dan dipahami oleh kedua pihak terutama pada pasal-pasal yang terkait dengan insentif dan sanksi. 6. GAPKI menyarankan perlu adanya kajian ulang terkait dengan biaya operasional tidak langsUng yang dilakukan oleh pihak independen yang berkompeten sehingga hasil kajian dapat diterima oleh GAPKI maupun APKASINDO.
4
PENGELOLAAN INDUSTRI SAWIT LANGKAH-LANGKAH KONKRIT YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR MINYAK SAWIT Latar Belakang Industri Minyak sawit dalam perekonomian nasional cukup penting dikarenakan CPO merupakan komoditas ekspor unggulan dan bahan baku utama industri minyak goreng, margarin, oleokimia, sabun dan produk lainnya. Pada tahun 2010 yang lalu produksi minyak sawit mencapai 23.2 juta ton dengan volume ekspor sebesar 15.6 dan nilai ekspor keseluruhan mencapai USD 14.163 juta.
Pada tahun 2010, pemerintah bermaksud mengembangkan industri hilir CPO. Namun demikian, GAPKI memandang dalam pengembangan industri hilir tersebut diperlukan terciptanya iklim yang kondusif seperti pemberian insentif bagi para pelaku usaha industri. Pemerintah dapat memberikan kebijakan dengan mengurangi impor produk turunan, pengembangan infrastruktur yang kondusif, serta memberikan keringanan tarif BK untuk produk-produk hilir yang diekspor bukan meningkatkan tarif BK untuk CPO. Keringanan BK dimaksud adalah penurunan tarif BK atau penghapusan tarif BK untuk produk-produk pangan, minyak goreng, margarine, cocoa butter substitute, oleokimia, sabun asam, lemak deterjen, pelumas, kosmetik serta bahan bakar (biodiesel). Evaluasi Kebijakan
Tarif BK yang berlaku saat ini didasarkan pada harga CPO Rotterdam dan ditetapkan melalui peraturan menteri keuangan No. 223/PMK.011/ 2008. Tarif BK tersebut bersifat progresif dan penghitungan BK berdasarkan Harga Patokan Ekspor (HPE) yang ditetapkan melalui peraturan menteri perdagangan setiap bulan. Tarif BK produk turunan CPO pada dasarnya telah mengandung insentif, tercermin dari tingkatnya yang lebih rendah dibandingkan tarif BK CPO dan TBS. Tetapi penerapan BK untuk CPO dan produk turunannya menimbulkan beban penurunan harga yang diterima oleh produsen CPO dan petani. Hasil tersebut menunjukan bahwa beban BK yang ditanggung produsen CPO dan petani makin tinggi seiring dengan peningkatan harga.
Hasil perkiraan menunjukan bahwa dampak BK yang progresif menunjukkan dampak negative terhadap produsen CPO dan petani di dalam negeri berupa penurunan harga dan selanjutnya produksi sehingga akan berdampak pada penurunan pendapatan kesejahteraan produsen.
Dampak lain terhadap penerapan BK CPO yang bersifat progresif diantaranya adalah : 1.
2.
3.
Meretribusi pendapatan dari produsen CPO dan petani ke konsumen (industri pengolahan produk tanaman CPO) karena produsen dan petani tidak mampu menggeser beban tersebut ke konsumen.
Memberi proteksi semetara atau subsidi terhadap industri pengolahan produk turunan CPO yang tidak berdaya saing. Selanjutnya industri yang tidak efisien akan selalu tergantung pada proteksi/subsidi pemerintah sehingga akan sulit berkembang
Berbagai pungutan berupa PBB, PPh pasal 22 dan PPN sudah menjadi beban bagi produsen CPO sehingga BK akan menambah beban
BK yang diterapkan di Indonesia ternyata berdampak pada fluktuasi harga CPO International dan domestik. Fluktuasi harga CPO di pasar internasional tidak mampu dicegah pengaruhnya ke pasar domestik dan BK atas CPO salah satu penyebab sentimen negatif (spekulasi) di pasar internasional.
Opsi Kebijakan yang Ditawarkan
Opsi kebijakan yang ditawarkan adalah menjaga stabilitas harga minyak goreng dalam negeri dengan pemberian subsidi kepada Rumah Tangga Miskin (RTM) yang dananya berasal dari BK dan mendorong pengembangan industri hilir secara lebih tepat.
Dalam rangka menjaga stabilitas harga minyak goreng dan mendorong pengembangan industri hilir, pemerintah sudah saatnya merubah kerangka penerapan BK. BK untuk stabilisasi harga minyak goreng ditetapkan secara ad valorem sebesar 3% atau Rp. 235.000 per ton CPO yang diekspor, pada harga CPO Cif Rotterdam di atas tresshold price USD 700. Penetapan besarnya nilai BK tetap seperti yang berlaku saat ini, yaitu tarif BK dikalikan HPE. Sedangkan dalam rangka mendorong pengembangan industri produk turunan CPO dan PKO, tarif BK untuk produk turunan CPO dan PKO diusulkan bernilai nol % (BK=0%).
Penerapan dari kebijakan stabilisasi harga minyak goreng dan pengembangan industri hilir perlu dilengkapi dengan pengawasan yang efektif dalam pelaksanaannya. Untuk itu pemerintah perlu menunjuk lembaga tertentu dengan tugas pokok dan fungsi pengawasan yang kredibel dalam ekspor CPO dan PKO serta produk turunan CPO dan PKO.
5
DATA & AGENDA Peran Komoditas Kelapa Perekonomian Indonesia
Sawit
dalam
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas vital bagi perekonomian Indonesia. Peran strategis kelapa sawit antara lain :
a.
Memberikan Sumbangan Devisa Penting Meningkatnya kebutuhan dunia akan minyak nabati, dan rendahnya produksi minyak nabati dunia kecuali minyak sawit akibat iklim yang kurang kondusif, menyebabkan peningkatan jumlah permintaan minyak sawit pada tahun 2010 lalu, dari jumlah produksi nasional sebesar 21.8 juta ton, maka sebesar 15.6 juta ton merupakan angka volume ekspor minyak sawit indonesia dan memberikan nilai ekspor sebesar USD.14.163 milyar.
b.
Memberikan Pendapatan Negara Kelapa sawit sebagai komoditas vital perekonomian Indonesia menyumbangkan pendapatan bagi negara berupa penerimaan dari pajak PPn, PPh, PBB dan juga dari BK
c.
No
Sumber Lapangan Kerja Peran Kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia lainnya adalah sebagai sumber penyedia lapangan kerja. Pada tahun 2009 diperkirakan indusri kelapa sawit indonesia mampu menyerap tenaga kerja sebesar 2.732.023 jiwa (Tabel terlampir) Tahun
PR
PBN
PBSN+A
Jumlah
2007
1.426 .435
181.827
1.028.166
2.636.428
2
2008
1.500.719
184.000
1.049.138
2.733.857
3
2009*)
1.440.638
184.000
1.107.385
2.732.023
1
Sumber : Badan Pusat statistik (2009)
d. Berperan dalam Pengembangan Wilayah Industri kelapa sawit berperan dalam pengembangan Wilayah dimana 44% dari luas perkebunan sawit di Indonesia dimiliki oleh rakyat, 8 % oleh negara dan sekitar 48% dikelola oleh swasta. Namun demikian, tingkat pertumbuhan luas areal kebun sawit tertinggi di capai oleh pekebunan rakyat yaitu sebesar 11.12%, oleh swasta 5.45% dan oleh negara sebesar 0.37% (Tabel terlampir) Tahun
PR
PBN
PBS
Total
2000 2001 2002 2003 2004 2005
1,166,758 1,561,031 1,808,424 1,884,304 2,220.338 2,356,895
2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan Luas (%)
2,536,508 2,752,173 2,903,333 3,013.973
588,125 609,943 631,566 662,803 674.983 677,792 692,204 685,087 677,055 608,580 0,37 8
2,403,194 2,542,457 2,627,068 2,766,360 2,821.705 2,915,634 3,056,248 3.416,656 3,440451 3,895,470 5,45 48
4,158,077 4,713,431 5,067,058 5,283,557 5,717.026 5,950,321 6,284,960 6,853,916 7,020,839 7,509,023 6,79 100
11,12 44
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan
Perkembangan Produksi Minyak Sawit CPO Pada tahun 2010 terjadi peningkatan produksi CPO sebesar 21.8 juta ton dari 21 juta ton pada tahun 2009 (Tabel terlampir). Produksi tersebut diperkiraan akan terus meningkat di masa akan datang, yang berasal dari TBM saat ini dan dengan mengoptimalkan TM yang telah ada.
Sumber : Oil World, 2010
AGENDA MENDATANG 1.
2. 3. 4.
Celebrating 100 years Commercial Oil Palm Industry in Indonesia. Conference and Exhibition Maret 28-30, 2011, Tiara Convention Center, Medan-Indonesia 2nd International Conference on Biotechnology and Food Science (ICBFS 2011). April 1-3, 2011. Bali.
International Conference and Exhibition of Palm Oil (ICE-PO) 2011. Mei 11-13, 2011. Jakarta Convention Center
MPOB International Palm Oil Conference (PIPOC 2011). November 15-17,2011. Kuala Lumpur Convention Center, Malaysia
Penanggung Jawab
Pemimpin Redaksi Redaksi Pelaksana Nara Sumber
Penerbit Telp Email
: Ketua Umum
: Bid. Komunikasi & Publikasi GAPKI Pusat : Direktur Eksekutif
: Sekretaris Umum, Sekretaris, Para Ketua Bidang, Para Ketua Pengurus Cabang, Direktur Eksekutif : GAPKI Pusat : 021-57943871
:
[email protected]
6