DAFTAR ISI
I
PENDAHULUAN A. B. C. D.
II.
III
IV
V
VI
Latar Belakang ………………………………………………………… Landasan Hukum .. …………………………………………………….. Maksud dan Tujuan …..………………………………………………… Sistimatika ….……………………………………………………………
3 4 4 5
POTENSI WILAYAH A. Potensi Sumberdaya Manusia dan Kelembagaan ………………………. B. Potensi Sumberdaya Alam ……………………………………………… C. Potensi Bidang Ekonomi ……………………………………………….. D. Potensi Sarana dan Prasarana ………………………………………….. E. PotensiTernak …………………………………………………………..
6 7 8 9 9
KERAGAAN YANG TELAH DICAPAI A. Konsumsi Hasil Ternak …………………………………………………. B. Produksi Ternak dan Olahannya ……………………………………….. C. Populasi Ternak …………………………………………………………. D. Investasi, Lapangan Kerja dan Pergadangan Ternak …………………… E. PDRB Peternakan ……………………………………………………….. F. Bidang Teknis …………………………………………………………...
10 10 11 12 12 14
MASALAH DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI A. Masalah …………………………………………………………………. B. Tantangan Yang Akan Dihadapi Kedepan ………………………………
23 26
SASARAN UMUM A. Metode Prediksi ………………………………………………………… B. Sasaran Jangka Pendek (2005 – 2009) …………………………………. C. Sasaran Jangka Menegah (2010 – 2014) ……………………………….. D. Sasaran Jangka Panjang (2015 – 2024) ………………………………… E. Sasaran Tahun 2004 …………………………………………………….
28 29 31 32 34
KEBIJAKAN TEKNIS & PEMBANGUNAN PETERNAKAN 2005-2024 A. Kebijakan Umum ……………………………………………………….. B. Kebijakan Operasional …………………………………………………..
36 37
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
1
VII
RENCANA STRATEGIS DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TAHUN 2005 – 2009 A Issu Pokok pembangunan peternakan ………………………………….. B Visi, Misi, Tujuan dan sasaran …………………………………………. C Analisis Lingkungan Styrategis ………………………………………… D Strategi dan Program Prioritas ………………………………………….. E Matriks Program Prioritas, Program Aksi dan Indikator Kinerja ……….
52 58 59 64 70
VIII LAMPIRAN - LAMPIRAN
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung memiliki luas wilayah 3,3 juta ha, secara administrative terbagi dalam 10 wilayah Kabupaten / Kota, 162 Kecamatan, 2010 Desa dan 165 kelurahan, dengan jumlah penduduk pada tahun 2003 mencapai 6,85 juta jiwa, atau merupakan Propinsi terpadat di luar Pulau Jawa dan Bali. Pertumbuhan penduduk Lampung pada kurun waktu 1980-1990 cukup tinggi yaitu 2,67%, dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Nasional yang hanya 1,97%. Letak geografis Propinsi Lampung sangat strategis, karena berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan berbatasan langsung dengan Pulau Jawa, yang sampai saat ini masih merupakan pusat pertumbuhan ekonomi, budaya dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan. Secara topografis Lampung dibagi menjadi 5 (lima) wilayah, yaitu : 1) Daerah tofografi berbukit sampai bergunung, yang meliputi daerah Bukit Barisan, Gunung Pesawaran, Gunung Rajabasa, Bukit Pugung, Bukit Pesagi dan Sekincau 2) Daerah berombak sampai bergelombang, dicirikan dengan vegetasi tanaman perkebunan seperti kopi, cengkeh, lada dan tanaman pertanian perladangan 3) Dataran alluvial, daerah ini sangat luas meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai sebelah timur, ketinggian nya antara 25 – 74 m dpl, dengan kemiringan 0 – 3 % 4) Dataran rawa pasang surut, berada di sepanjang pantai timur dengan ketinggian ½ - 1 meter. 5) “river basin”, yang terdiri dari Tulang Bawang, Seputih, Sekampung, Semangka dan Way Jepara Disamping itu secara umum Lampung beriklim tropis-humid dengan angin laut lembah yang bertiup dari Samudra Indonesia, yaitu November – Maret angin bertiup dari arah barat dan barat laut, sedangkan Juli – Agustus angin bertiup dari arah timur dan tenggara. Kelembaban udara di Lampung rata rata berkisar antara 80 – 88% dan ternyata kelembaban udara akan lebih tinggi pada tempat yang tinggi. Dengan potensi wilayah yang sangat mendukung untuk Pembangunan Peternakan, sampai dengan saat ini Lampung dikenal sebagai salah satu Lumbung Ternak Nasional. Pada tahun 2003 saja Lampung mengeluarkan sapi potong dan kerbau sebanyak 150.382 ekor, kambing dan domba 139.782 ekor , dan babi 26.068 ekor, dengan nilai ± Rp 885,82 milyar. Disamping itu juga Lampung dikenal sebagai barometer industri penggemukan sapi potong, sumber bibit sapi potong dan kambing, dan pusat pengembangan kambing boer. Akan tetapi hal yang terpenting dan yang perlu disadari oleh semua pihak, adalah :
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
3
1) Bahwa Lampung memiliki potensi sumberdaya pakan untuk ternak ruminansia sangat melimpah. Dari potensi 1,41 juta satuan ternak baru termanfaatkan 33,20%. Demikian juga dengan potensi bahan baku pakan konsentrat seperti jagung dan limbah agro industri 2) Bahwa Lampung memiliki letak geografis yang sangat strategis, sehingga mempunyai keunggulan komperatif terhadap pasar raksasa DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat dibandingkan dengan Propinsi lain. 3) Bahwa pembangunan peternakan masih bertumpu pada peternakan rakyat yang didukung dengan sumber pembiayaan pemerintah, potensi investasi terbesar dari sector swasta masih perlu digali lebih intensif lagi Oleh sebab itu untuk membangun peternakan di Lampung diperlukan perencanaan pembangunan peternakan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek, dengan menetapkan tujuan dan sasaran yang jelas, sesuai dengan potensi yang ada, aspiratif, akomodatif, serta memperhatikan kendala, tantangan dan peluang yang terus berkembang. B. Landasan Hukum Penyusunan Kebijakan Teknis dan Perencanaan Pembangunan Peternakan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek, lebih merupakan landasan berfikir logik. Hal ini diawali dengan pemikiran bahwa pembangunan peternakan harus berkelanjutan, memiliki target dan sasaran yang jelas, harus mampu mengejar ketertinggalan atau adanya percepatan, mampu menjawab kendala tantangan dan perubahan yang terus bergulir, serta dengan pertimbangan bahwa apa yang dikerjakan saat ini akan tercermin dan berpengaruh pada pembangunan peternakan dimasa datang. Sedangkan landasan hukum yang menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan teknis ini yang merupakan salah satu dokumen perencanaan Pembangunan Peternakan berkelanjutan, adalah Undang – undang No. 32/2004, PP Nomor : 108 Tahun 2000. Renstra Propinsi Lampung, Renstra Departemen Pertanian dan Renstra Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan C. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Maksud penyusunan Kebijakan teknis dan perencanaan pembangunan peternakan ini adalah menyusun rancangan kebijakan teknis dan perencanaan pembangunan peternakan jangka panjang, menengah dan pendek, yang memuat beberapa bahasan utama antara lain keragaan pembangunan peternakan yang telah dicapai, masalah atau tantangan yang dihadapi, memuat sasaran kuantitatif jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, menetapkan metoda atau pendekatan teknis
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
4
yang akan dilaksanakan, serta pada bab tersendiri menyusun Rencana Strategis Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2. Tujuan Tujuan disusunnya Kebijakan teknis dan perencanaan pembangunan peternakan jangka panjang, menengah dan jangka pendek serta renstra Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah sebagai dokumen perencanaan yang akan menjadi acuan umum pelaksanaan kegiatan pembangunan peternakan di Propinsi Lampung dan akan menjadi acuan bagi Kabupaten Kota, swasta serta masyarakat peternakan pada umumnya. D. Sistematika Sistematika penyajian dokumen kebijakan teknis dan perencanaan pembangunan peternakan jangka panjang, menengah dan jangka pendek ini terbagi dalam tujuh bab yang masing masing merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait. Adapun rincian isi dokumen ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, Bab II Potensi Wilayah, bab III Keragaan yang telah Dicapai, Bab IV Masalah dan Tantangan yang akan dihadapi kedepan, Bab V Sasaran yang akan Dicapai, Bab VI Kebijakan Umum dan Kebijakan Operasional, Bab VII Rencana Strategis Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2005 - 2009 serta Lampiran Lampiran yang memuat dinamika populasi, produksi dan konsumsi hasil ternak serta hal hal yang mendukung atau sebagai penjelasan daripada tulisan ini.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
5
BAB II POTENSI WILAYAH A.
Potensi Sumberdaya Manusia dan Kelembagaan Jumlah penduduk Lampung pada tahun 2003 mencapai 6.852.998 jiwa, yang tersebar di Lampung barat 382.706 jiwa (5,58%), Tanggamus 801.260 jiwa (11,69%), Lampung Selatan 1.177.505 jiwa (17,18%), Lampung Timur 885.080 jiwa (12,92%), Lampung Tengah 1.073.412 jiwa (15,66%), Lampung Utara 549.059 jiwa (8,01%), Way Kanan 359.284 jiwa (5,24%), Tulang Bawang 723.096 jiwa (10,55 %), Kota Bandar Lampung 779.179 jiwa (11,37 %) dan Kota Metro 122.417 jiwa (1,79%). Jika dilihat dari pertumbuhannya, penduduk Lampung selama tahun 1990 – 2000 rata rata tumbuh sebesar 1,02%, menurun drastis jika dibandingkan dengan pertumbuhan periode 1980-1990 (2,67%) dan tahun 19711980 (5,77%). Dengan trend seperti ini diperkirakan pertumbuhan penduduk Lampung periode 2005-2024 juga akan terjadi penurunan. Berdasarkan sensus pertanian tahun 1993, jumlah rumah tangga di Lampung sebanyak 1.342.578 KK, dari jumlah tersebut 72,59% (974.565 KK) adalah rumah tangga pertanian, dimana 199.089 KK (20,43%) diantaranya adalah rumah tangga peternakan. Jika angka ini dianalogkan pada kondisi tahun 2003, maka jumlah rumah tangga pertanian diperkirakan mencapai 1,08 juta KK, dimana 220.768 KK diantaranya adalah rumah tangga peternakan, yang tersebar di Lampung Tengah, Lampung Timur dan Metro sebanyak 49,25%, Lampung Utara, Tulang Bawang dan Way Kanan 26,48%, Lampung Selatan 20,85%, Lampung Barat 2,33% dan Kota Bandar Lampung 1,09%. Renstra Provinsi Lampung tahun 2005-2009 menyebutkan bahwa pada tahun 2003 struktur tenaga kerja di Lampung masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 66%, sektor industri 10% dan sektor jasa 24%. Ini menunjukan bahwa jika dibandingkan dengan tahun 1993 peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja menurun cukup signifikan yaitu ± 6,59%, sedangkan antara tahun 2000 dan 2001 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian justru meningkat sebesar 1,46%. Hal lain yang merupakan potensi sumberdaya manusia di Provinsi Lampung yang dapat mendukung pembangunan peternakan dan kesehatan hewan tahun 2003 adalah sebagai berikut : Tenaga penyuluh pertanian (1.275 org), Kepala Cabang Dinas Peternakan Kecamatan (155 org),Tenaga inseminator (180 org), Tenaga Pemeriksa Kebuntingan (PKB) (22 org), Tenaga Asisten Teknis Reproduksi (ATR) (14 org), Tenaga Dokter Hewan (92 org), Tenaga Sarjana Peternakan (382 org), Jumlah aparat Dinas Peternakan / yang membidangi peternakan (253 org), Petugas pengawas mutu pakan (25 org), Petugas pengawas mutu bibit (3 org) Disamping itu kelembagaan pendidikan di Lampung yang memproduksi tenaga ahli dan madya dibidang peternakan antara lain Jurusan Peternakan dan D3 Kesehatan Hewan Universitas Lampung dan D3 peternakan Politeknik .
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
6
Sementara kelembagaan yang telah ada dan mendukung pembangunan peternakan dan kesehatan hewan di propinsi Lampung antara lain kelompok peternak (874 kelompok), koperasi peternakan (50 unit), asosiasi kemitraan peternakan ayam ras dan sapi potong (2 ass), assosiasi bisnis peternakan (5 ass), Dinas Peternakan/yang membidangi peternakan (11 dinas), BPTP, Karantina, BPPV, organisasi profesi (8 Staf), kelembagaan keuangan (8 lembaga) serta himpunan mahasiswa peternakan (1 himp). B.
Potensi Sumberdaya Alam Luas wilayah Propinsi Lampung ± seluas 3,3 juta ha, yang terdiri dari perkampungan 248.109 ha (7,51%), sawah 238.604 ha (8,62%), tegalan dan ladang 675.860 ha (20,47%), perkebunan 703.945 ha (21,32%), kebun campuran 327.866 ha (9,93%), alang alang 90.169 ha (2,73%), hutan 871.979 ha (26,41%), rawa dan danau 15.591 ha (0,47%), tambak 33.844 ha (1,03%) dan penggunaan lain seluas 49.523 ha (1,51%) (Lampung Dalam Angka, 2002). Dari rincian di atas, lahan yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat mendukung pengembangan peternakan adalah sebagian lahan perkampungan, lahan sawah, tegalan dan ladang, perkebunan dan perkebunan campuran serta alang alang seluas ± 1,96 juta ha atau 59,40 % dari total luas wilayah Lampung Lahan sebagai basis ekologi budidaya ternak dan penghasil bahan baku pakan, memegang peranan utama untuk membangun peternakan yang tangguh dan berkelanjutan, ditambah dengan sumberdaya manusia yang terampil, berbudiluhur dan mampu memanfaatkan teknologi serta cerdas menangkap peluang pasar, maka akan menghasilkan peternakan selain tangguh dan berkelanjutan juga akan mampu bersaing dengan produk peternakan dari wilayah atau negeri lain. Lampung memiliki potensi bahan baku pakan yang sangat besar terutama yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan, antara lain jerami padi dan jagung yang tersedia sepanjang tahun mampu menampung 49.550 ekor sapi/kerbau, demikian juga dengan daun singkong, kacang kacangan, daun ubi jalar, limbah kelapa sawit, tebu, nanas, kakao serta limbah agroindustri lainnya. Sehingga berdasarkan perhitungan ketersediaan pakan, Lampung mampu menampung ternak ruminansia besar dan kecil sebanyak 1,41 juta unit ternak. Sementara saat ini baru mencapai 468.180 Unit ternak, atau masih terdapat peluang pengembangan sebanyak 66,80 % ternak ruminansia besar dan kecil antara lain sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, dan domba. Secara tofografis, Lampung juga memiliki wilayah yang secara spesifik sangat cocok untuk pengembangan ternak tertentu, antara lain wilayah yang memiliki ketinggian diatas 700 m dpl seperti Kecamatan Talang Padang, Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus dan sebagian wilayah di Kabupaten Lampung Barat, secara agroklimat sangat cocok untuk pengembangan ternak sapi perah. Demikian juga wilayah wilayah dengan vegetasi monokultur padi, daerah rawa rawa seperti wilayah Rawasragi, Ambarawa dan sebagian besar wilayah Pantai Timur Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Tengah dan Lampung Timur memiliki
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
7
potensi yang besar untuk pengembangan ternak itik. Sementara daerah lahan kering dengan luas 89,88 % dari seluruh wilayah Lampung, menjadi andalan utama untuk pengembangan sapi potong, walaupun sebenarnya sapi potong dapat dikembangkan pada wilayah yang memiliki bahan baku pakan hijauan atau serat, seperti daerah monokultur padi, perkebunan kelapa sawit, nenas, bahkan didaerah perkebunan tebu. Disamping itu juga Lampung merupakan daerah penghasil jagung dan ubi kayu yang cukup besar. Setiap tahun Propinsi Lampung antara lain menghasilkan jagung tidak kurang dari 1 juta ton, demikian juga dengan ubi kayu setiap tahunnya mencapai 3,5 juta ton, dedak halus 290.000 ton, ketiga komoditi tersebut merupakan bahan baku utama konsenrat. C.
Potensi Bidang Ekonomi Pada tahun 2001 perekonomian Lampung mengalami pertumbuhan sebesar 5,15%. Indikator ini menunjukan mulai pulihnya kondisi perekonomian Lampung secara keseluruhan pasca krisis ekonomi tahun 1997. Pemulihan perekonomian di Lampung ini terutama ditunjang oleh kenyataan bahwa hampir semua sektor telah mengalami pertumbuhan positif. Perekonomian Lampung didominasi oleh tiga sektor kegiatan ekonomi, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan/hotel/restoran dan sektor industri pengolahan, hal ini terlihat dari kontribusi masing masing sektor tersebut terhadap pembentukan PDRB Propinsi Lampung. Selama kurun waktu 1999-2003 PDRB sektor pertanian Propinsi Lampung atas dasar harga berlaku, mengalami peningkatan sebesar 3,63 % sedangkan atas dasar harga konstan mengalami peningkatan sebesar 2,73 % Jika dilihat sebarannya pada masing masing lapangan usaha (sektor), maka pada tahun 2003 PDRB sektor pertanian atas dasar harga berlaku terbentuk dari tanaman pangan sebesar 47,86 %, tanaman perkebunan 21,70 % peternakan dan hasil hasilnya 15,81 %, kehutanan 0,77 % dan perikanan 13,86 %. Khusus PDRB bidang peternakan pada tahun 2003 meningkat sebesar 11,32 % yaitu dari Rp. 1,23 Triliun pada tahun 1999 menjadi Rp. 1,90 Triliun pada tahun 2003, sedangkan dilihat kontribusinya terhadap sektor pertanian meningkat sebesar 7,54 %, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pertanian yang hanya 3,63 %. Subsektor Peternakan selain menjadi andalan pendapatan dari 220 ribu keluarga peternak, juga menjadi andalan pertumbuhan ekonomi daerah. Pada tahun 2003 jumlah ternak sapi yang dijual keluar Propinsi sebanyak 149.027 ekor, kerbau 1.355 ekor, kambing 135.545 ekor, domba 4.237 ekor babi 26.068 ekor , dan ayam 8,4 juta ekor atau equivalen dengan ± Rp.885,82 milyar, meningkat 7,84% jika dibandingka dengan nilai tahun 2002 yaitu sebesar Rp.821,43 milyar. Dari sekian banyak usaha pada sub sektor peternakan, Lampung memiliki komoditi unggulan yaitu sapi potong, kambing dan ayam ras, sedangkan komoditi ayam
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
8
kampung termasuk komoditi yang strategis karena dimiliki oleh hampir seluruh keluarga pertanian yang berjumlah 1,08 juta keluarga. Letak geografis yang sangat strategis yaitu dekat dengan pasar raksasa DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat menyebabkan komoditi peternakan terutama sapi potong, kerbau, kambing, domba, babi dan ayam kampung, tidak mengalami hambatan dalam pemasaran produknya, kecuali ayam ras karena telah mengalami persaingan antar propinsi yang cukup ketat. Disisi lain potensi ekspor ternak kambing ke daerah Timur Tengah cukup besar, Propinsi Lampung selama ini juga telah mengekspor pakan ternak berupa kulit nenas ke Jepang dan pakan ternak ke Australia D.
Potensi Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang mendukung pembangunan peternakan di Lampung sudah cukup baik, antara lain Pelabuhan Internasional Panjang, Bandara Raden Intan, karantina hewan, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner, Instalasi Produksi Mani Beku, Rumah Potong Hewan, Pos Kesehatan Hewan, Pos Inseminasi Buatan, Pabrik Pakan. Demikian juga dengan assesibilitas wilayah Lampung cukup baik, listrik dan saluran telepon yang juga cukup memadai. Ini semua akan mendukung berkembangnya investasi dan usaha dibidang peternakan.
E.
Potensi Ternak Populasi ternak yang telah ada merupakan potensi dasar bagi pengembangan peternakan di Lampung. Dari populasi yang ada tersebut ternak dikembangbiakan dan dibudidayakan untuk kepentingan konsumsi local, konsumsi propinsi lain, ekspor dan untuk kebutuhan bibit. Populasi ternak selama lima tahun terakhir di Propinsi Lampung adalah sebagai berikut : Tabel 1. Populasi Ternak di propinsi Lampung Tahun 1999 – 2003 JENIS TERNAK Sapi potong Sapi perah Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Ayam ras pedaging Ayam ras petelur Ayam buras Itik Puyuh
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
1999 372.001 86 49.848 224 742.220 45.600 84.740 19.522.300 2.007.560 15.109.705 429.240 20.381
2000 372.021 103 49.988 176 725.409 47.624 89.017 22.409.920 1.718.138 15.140.179 423.741 22.924
2001 373.534 110 50.012 178 726.350 48.723 94.188 22.521.970 1.780.313 15.163.784 425.205 24.866
2002 381.934 105 50.095 182 761.490 59.063 80.723 23.640.000 2.051.600 15.178.000 515.927 40.800
2003 387.350 112 52.351 196 810.456 66.938 83.131 22.705.716 1.648.030 12.601.928 635.076 123.159
R (%) 1.02 6,83 1,21 3,28 2,22 10,07 0,48 4.05 4,81 4,44 10,29 71,7
9
BAB III KERAGAAN YANG TELAH DICAPAI A. KONSUMSI HASIL TERNAK Konsumsi komoditi peternakan yaitu daging, telur dan susu menunjukkan adanya peningkatan kualitas dan kuantitasnya sejalan dengan bertambahnya penduduk, peningkatan daya beli masyarakat serta makin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan gizi. Konsumsi hasil ternak Propinsi Lampung tahun 1999-2003 dapat dilihat pada tabel. 2 berikut : Tabel 2 : Konsumsi Hasil Ternak di Propinsi Lampung Tahun 1999-2003 No
Uraian
1999
2000
2001
2002
2003
Standar WKPG *)
1.
Daging (kg/kap/th)
6,19
6,20
6,64
6,84
6,95
10,1
2.
Telur (kg/kap/th)
4,42
4,48
4,48
4,63
4,45
4,7
3.
Susu (kg/kap/th)
3,51
3,55
3,69
3,71
3,90
6,1
4.
Protein Hewan (gr/kap/hr)
3.83
3,87
3,99
4,13
4,13
6,0
*) Hasil Widya Karya Pangan dan Gizi Tahun 1993. Bila dibandingkan dengan standar berdasarkan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi Tahun 1993, konsumsi yang telah dicapai oleh Propinsi Lampung masih belum memenuhi standar. Pada th. 2003 baru mencapai 68,81 % untuk konsumsi daging, 94,68 % konsumsi telur, 63,93 % konsumsi susu, dan 68,83 % untuk konsumsi Protein Hewani. Dengan demikian pencapaian konsumsi hasil peternakan masih perlu ditingkatkan baik melalui peningkatan produksi dan produktivitas ternak, peningkatan pendapatan masyarakat serta bentuk – bentuk kegiatan yang mampu mendorong aspirasi dan pengertian masyarakat tentang begitu pentingnya konsumsi protein hewani asal ternak yaitu daging, telur dan susu. B. PRODUKSI TERNAK DAN OLAHANNYA Dengan makin meningkatnya permintaan akan hasil ternak baik untuk Propinsi Lampung maupun luar Propinsi Lampung maka perlu adanya upaya-upaya untuk memacu peningkatan produksi ternak. Produksi hasil peternakan dari tahun 1999 – 2003 terlihat pada tabel. 3 berikut.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
10
Tabel 3 : Produksi Hasil Ternak Propinsi Lampung Tahun 1999 – 2003 (dalam ton)
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Komoditi Daging Telur Susu Kulit Basah Pupuk/Kotoran Ternak
1999 44.979,61 36.759,40 69,50 776,11 4.769,12
2000 43.412,67 37.085,11 74,79 868,02 4.940,74
2001 44.378,47 37.180,98 77,40 879,83 4.966,87
2002 45.736,01 39.080,32 78,21 893,90 5.122,91
2003 47.407,76 33.903,78 189,97 951,42 4.879,98
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa produk ternak dari tahun 1999 – 2003 terjadi peningkatan yaitu masing-masing 1,32 % untuk daging, 2,00 % untuk telur, 28,58.% untuk susu, 5,22 % untuk kulit dan 0,64 % untuk pupuk/kotoran ternak. Produksi daging Propinsi Lampung berupa ternak potong yang keluar Propinsi cukup besar, pada tahun 2003 produksi daging yang keluar Lampung setara dengan 33.208,50 Ton, atau 70.% dari produksi untuk konsumsi lokal. Adapun produksi ternak dari Propinsi Lampung yang untuk memenuhi kebutuhan Propinsi lain adalah sebagai berikut : Tabel 4 : Produksi Ternak dari Lampung untuk memenuhi Kebutuhan Propinsi lain pada Th. 1999 – 2003 (ekor) No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Ternak Sapi Potong Kerbau Kambing Domba Babi Unggas
1999 89.252 2.669 101.948 24.013 56.826
2000 154.790 2.356 141.979 6.199 41.494 640.077
2001 121.591 2.965 128.261 6.091 34.445 5.857.149
2002 144.291 1.520 126.623 26.400 5.944.574
2003 149.027 1.355 135.545 4.237 26.068 8.436.248
Dari tabel tersebut diatas dapat disampaikan bahwa masing – masing selama kurun waktu 5 tahun, sapi potong meningkat menjadi 13,67 %, Kerbau -15,59 %, Kambing 7,38 %, Babi 2,07 % dan unggas selama kurun waktu 4 (Empat) tahun meningkat menjadi 136,21 %. C. POPULASI TERNAK Perkembangan populasi ternak selama 5 tahun terakhir dapat dilihat terlihat pada tabel 1 diatas, dimana dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan ternak unggas kecuali itik pada tahun 2002 – 2003 baik Ayam Buras, Ayam Ras Petelur dan Ayam Ras Pedaging mengalami penurunan, yaitu masing-masing 16,98%, 19,67% dan 3,95%. Hal ini sisebabkan terjadinya wabah Flu Burung yang dimulai pada awal Agustus 2003 di beberapa Propinsi di Indonesia termasuk Propinsi Lampung, sehingga terjadi kematian ternak unggas yang mengakibatkan turunnya populasi. Adapun untuk ternak potong (Sapi, kerbau dan kambing) pertumbuhannya 1,02 sampai 2,22% kecuali domba yang mencapai 10,07%.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
11
Sedangkan pada Tahun 2001–2002 pada Ternak Babi terjadi penurunan populasi sebesar 14,30% yang disebabkan adanya serangan penyakit Hog Kholera pada Babi. D. INVESTASI, LAPANGAN KERJA DAN PERDAGANGAN TERNAK Indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk menilai kinerja pembangunan peternakan adalah besarnya investasi, penyerapan dan penciptaan lapangan kerja serta perdagangan ternak antar Propinsi. Jika dilihat dari indikator tersebut Propinsi Lampung mempunyai potensi yang cukup besar, diantaranya karena mempunyai letak geografis yang sangat strategis dan lahan yang masih cukup luas. Pencapaian sasaran investasi, lapangan kerja dan perdagangan ternak adalah sebagai berikut : Tabel 5 : Investasi, Lapangan Kerja dan Perdagangan Ternak di Propinsi Lampung Tahun 2001 - 2003 No I. a. b. 2.
3.
Uraian INVESTASI: Pemerintah (Dana Pembangunan) Investasi Swasta Lapangan Kerja - Peternakan Rakyat * Sapi potong * Unggas - Perusahaan Peternakan Nilai Perdagangan Ternak - Ternak Pot yang keluar - TernakPot yang masuk - Selisih
Satuan
2001
2002
2003
Rp. Juta
2.357.74
6.856.14
9.802.02
Rp. Juta
15.169.000
18.169.000
19.220.000
STP STP Orang
21.141 50.180 1.656
21.480 51.950 1.600
22.143 46.129 1.460
Rp. Juta Rp. Juta Rp. Juta
707,63 386,53 321,10
821,43 402,99 418,44
885,82 407,08 478,74
Dengan melihat tabel tersebut diatas maka investasi di bidang peternakan selama 3 tahun terakhir meningkat menjadi 65,54 %. Demikian juga dengan besarnya nilai pendapatan yang berasal dari subsektor peternakan yang berpengaruh langsung terhadap pendapatan peternakan dan besarnya kontribusi PDRB peternakan yaitu berdasarkan hitungan harga berlaku pada tahun 2001 mencapai nilai Rp. 1,52 Trilyun, tahun 2002 mencapai nilai Rp. 1,82 Trilyun dan pada tahun 2003 sebesar Rp. 1,90 Trilyun.
E. PDRB PETERNAKAN Data PDRB suatu daerah mempunyai manfaat untuk mengetahui tingkat produk bruto yang di hasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian daerah pada kurun waktu tertentu. Dengan demikian PDRB yang berasal dari sub sektor peternakan akan menjadi indikator sampai berapa besar peranan sub sektor peternakan mewarnai pembangunan daerah. Pencapaian PDRB sub sektor peternakan atas dasar harga konstan dan berlaku dari Tahun 1999-2002 dapat dilihat pada tabel 6 dan 7 berikut :
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
12
Tabel 6 : Produk Domestik Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Propinsi Lampung atas dasar Harga berlaku Prop. Lampung Th. 1999 – 2003 (Juta Rupiah) Subsektor
1999
2000
2001
2002
2003
R.(%)
Tanaman Pengan PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
4.672.264 44,93
4.962.262 47,68
5.142.897 47,29
5.216.219 46,98
5.738.798 47,86
5,77 1,59
Tanaman Perkbn PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
3.125.581 30.06
2.703.102 25,97
2.584.933 23,77
2.372.749 21,37
2.602.478 21,70
-4,48 -7,82
Peternakan PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
1.234.482 11.87
1.369.115 13,16
1.515.249 13,93
1.821.506 16,40
1.895.887 15,81
11,32 7,54
Kehutanan PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
36.312 035
43.645 0,42
65.284 0,60
72.618 0,65
92.039 0,77
26,18 21,79
Perikanan PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
1.329.659 12.79
1.329.355 12,77
1.566.989 14,41
1.620.324 14.59
1.662.603 13,86
5,75 2,03
10.398.298 10.407.479
10.875.352
11.103.416
11.991.805
3,63
Total Pertanian
Tabel 7: Produk Domestik Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Propinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan Propinsi Lampung Tahun 1999-2003. (Juta Rupiah) Lapangan Usaha
1999
2000
2001
2002
2003
R. (%)
Tanaman Pangan PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
1.100.478 42,10
1.099.185 41,90
1.156.841 42,71
1.142.637 42,00
1.302.453 44,73
4,30 1,53
Tanaman Perkbn PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
721.185 27,59
739.179 28,18
744.694 27,49
759.589 27,92
773.362 26,56
1,76 - 0,95
Peternakan PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
453.524 17,35
471.795 17,99
488.716 18,04
490.911 18,04
501.929 17,24
2,57 - 0,16
Kehutanan PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
12.809 0,49
17.022 0,65
22.937 0,85
27.513 1,01
32.688 1,12
26,39 22,96
Perikanan PDRB (Rp. Juta) Persentase (%)
325.958 12.47
295.923 11,28
295.723 10,92
299.937 11,02
301.344 10,35
- 1,94 - 4,55
2.623.104
1.708.911
2.720.587
2.911.776
Total Pertanian
2.613.954
2,73
Dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa peranan sub sektor peternakan terhadap pertanian meningkat terus dari Tahun 1999-2002.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
13
F. BIDANG TEKNIS 1. Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet Provinsi Lampung yang letak geografisnya berbatasan dengan Propinsi Banten (Pulau Jawa) dan berada di ujung Selatan Pulau Sumatera, menjadikan Lampung sebagai daerah penyangga bagi Provinsi lain di sumatera terhadap penyebaran penyakit yang berasal dari Pulau Jawa, atau sebaliknya penyakit dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa. Sebagaimana diketahui bahwa pintu keluar-masuk ternak / hewan / bahan asal hewan (BAH) dan hasil bahan asal hewan (HBAH) di Lampung ada di beberapa titik, antara lain Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Bakauheni, Simpang Pematang Kab Tulang Bawang, Blambangan Umpu Kab Way Kanan, Lemong Kab Lampung Barat, Bandar Udara Branti, serta beberapa pelabuhan yang sewaktu waktu dipergunakan yaitu antara lain Pelabuhan Sukaraja, Srengsem, Kota Agung, Labuhan Maringgai, Pelabuhan sungai Menggala dan TPI Lempasing. Sebagai upaya perlindungan terhadap ternak dan gangguan penyakit, baik penyakit yang sifatnya strategis ataupun ekonomis, dilakukan tindakan pengamanan ternak secara preventif dalam bentuk pembinaan kesehatan hewan secara utuh, antara lain (1) pengamanan sumberdaya alam, (2) pengamanan lingkungan budidaya ternak, (3) pelayanan kesehatan hewan terpadu, (4) pengamanan produksi bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan, dan (5) pengamanan sarana produksi peternakan. Dalam rangka pengendalian penyakit hewan yang diakibatkan oleh lalu lintas hewan/ternak/BAH/HBAH (Hasil Bahan Asal Hewan), dilakukan pemeriksaan dan pencatatan oleh Karantina Hewan, dengan kondisi pada tahun 2003 adalah sebagai berikut : Tabel 8. Data Pengeluaran Ternak, Hewan, BAH, HBAH melalui Stasiun Karantina Hewan Panjang Tahun 2003 *) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
URAIAN Sapi lokal Sapi eks impor Sapi bali bibit Kerbau Kuda Kambing Babi DOC Ayam Buras Ayam ras broiler Itik
JUMLAH 1.719 ek 59.573 ek 161 ek 30 ek 1 ek 55.822 ek 1.126 ek 2.500 ek 30.595 ek 639.831 ek 500 ek
NO 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
URAIAN Daging aym (beku) Daging ayam (ekspor Jepang) Telur Jeroan Kulit Burung Siamang Anjing Kalong Kera
JUMLAH 49.141 kg 625.422 kg 37.600 kg 245 kg 100 kg 1 ek 8 ek 1 ek 100 ek 40 ek
*) hanya yang lewat / melapor melalui Stasiun Karantina Hewan Panjang/tarahan Sedangkan data pemasukan ternak, hewan, BAH, HBAH ke Provinsi Lampung atau untuk Provinsi lain yang melalui karantina hewan adalah sebagai berikut :
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
14
Tabel 9: Data Pemasukan Ternak, Hewan, BAH, HBAH melalui Karantina Hewan Panjang Tahun 2003 NO 1 2 3 4
URAIAN SAPI Brahman cross Feather meat/ meat bone Kuda Kambing
JUMLAH 91.412 ekor 8.480.545 Ton 1 ekor 25 ekor
KETERANGAN Asal Australia Asal Amerika Jawa Barat Asal Jawa
Dari hasil tindakan pengawasan terhadap lalu lintas hewan , ternak, BAH, HBAH, yang tercatat hanya 4 (empat) komoditi pada 1 (satu) tempat yaitu Pelabuhan Karantina Panjang. Sementara lalu lintas pemasukan Hewan Ternak BAH dan HBAH, yang melalui pelabuhan Bakauheni, Bandara Branti serta check poin lalu lintas lainnya tidak tersedia datanya. Sebagaimana diketahui bahwa HBAH masuk khususnya yang melalui Pelabuhan Bakauheni, cukup tinggi antara lain ayam potong, Ayam afkir petelur, sapi, telur, daging, anjing dll. Hal ini disebabkan Stasiun Karantina Hewan kedudukannya (lokus) ada di Pelabuhan Panjang dan Tarahan (holding ground), sementara di pelabuhan Bakauheni yang memiliki arus lalu lintas barang dan orang sangat tinggi, baru pada bulan Maret 2005 ditempatkan Pos Karantina berupa Pos Check Poin, itupun lokasinya diluar area Pelabuhan Bakauheni, sehingga masih ada kendala untuk memantau pemasukan hewan dan bahan asal hewan dari Jawa ke Lampung. Sementara itu beberapa jenis penyakit strategis dan ekonomis yang telah didiagnosa secara labolatoris dan hasilnya negative antara lain anthrax, brucellosis, BVD, gumboro, salmonellosis, SE, MCF, surra, anaplasmosis, piroplasmosis, tuberculosis dan PMK. Sedangkan yang masih positif berada di Lampung antara lain hog cholera (susfected, lab), ramadewa (lab, serrologis), ND (lab, klinis), rabies (lab, klinis), pullorum (lab), Fasciollosis (lab), CRD (lab), Coccidiosis (lab), helminthiosis (lab), scabies dan orf (klinis), coryza/snot (lab), lymphoid leucosis (Lab), haemochsiosis (lab), BEP (klinis) dan flu burung (lab, klinis). Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan hewan dan kesmavet, Propinsi Lampung telah memiliki sarana dan prasarana yaitu : Pos Keswan sebanyak 12 unit, karantina hewan 1 unit, BPPV 1 unit, Dinas Peternakan atau yang membidangi peternakan di 10 kab/Kota, rumah potong hewan (RPH) 8 unit, tempat pemotongan hewan (TPH) 64 unit dan rumah potong ayam (RPA) dengan kualifikasi untuk ekspor 1 (satu) unit. Sebagai gambaran, dibawah ini ditampilkan data kejadian penyakit hewan / ternak menular strategis selama tahun 2000 – 2003
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
15
Tabel 10. : Jumlah Kejadian Penyakit Hewan/Ternak menular Strategis di Propinsi Lampung Tahun 2000 - 2003 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
PENY HWN STRATEGIS Anthrax Brucellosis Bovine Viral Diarhea Gumboro Hog Cholera Rama Dewa New Castle Desease Rabies Salmonellosis SE Inf Bovine Rinotracheaisis Surra Anaplasmosis Piroplasmosis MCF Flu Burung
2000 0 1 0 0 0 0 5 14 0 0 0 0 0 0 2 0
2001 0 0 0 0 0 0 1 19 0 0 0 0 0 0 0 0
2002 0 0 0 0 1 0 0 28 0 0 0 0 0 0 0 0
2003 0 0 0 0 0 0 4 12 0 0 1 0 0 0 0 2
KET Data diperoleh dari hasil pemeriksaan BPPV wilayah III Bandar Lampung
2. Inseminasi Buatan Inseminasi Buatan (IB) mulai diintroduksi di Lampung pada tahun 1976, dan perkembangannya sampai saat ini cukup baik, dalam arti pada beberapa aspek masih diperlukan perhatian dan peningkatan, antara lain (1) cakupan wilayah inseminasi dan peningkatan jumlah akseptor, (2) ratio cervis per-conception, (3) conception rate, (4) recording dan system pelaporan, (5) distribusi dan sistem penjualan mani beku, dan N2 Cair (6) dan pengembangan IB swadaya. Dari hasil pengamatan terdapat beberapa hal yang sangat mendasar dan sangat berpengaruh terhadap kinerja IB sebagaimana tersebut diatas, antara lain pengetahuan dan keterampilan peternak, kualitas budidaya (terutama pakan yang diberikan), sosialisasi program IB dan peralatan IB yang relative masih kurang. Sedangkan keberhasilan program IB yang cukup monumental diantaranya adalah terbangunnya Instalasi Produksi Mani Beku di Terbanggi Besar, tingginya animo peternak yang telah mengenal program IB untuk memanfaatkan teknologi IB, serta meningkatnya pendapatan peternak peserta IB sebagai akibat dari meningkatnya harga jual ternak hasil IB. Sampai dengan tahun 2003 produksi mani beku IPMB Terbanggi Besar mencapai 50.000 dosis yang terdiri dari 40.000 dosis mani beku sapi dan 10.000 dosis mani beku kambing. Adapun kondisi sarana dan prasarana fisik IPMB Terbanggi besar sampai dengan tahun 2004 adalah sebagai berikut :
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
16
Tabel 11 Kondisi Sarana dan Prasarana Fisik IPMB Terbanggi Besar Sampai Dengan Tahun 2004 (dalam buah/unit) NO
PERALATAN IPMB
TERSE DIA (3)
KEBUTU HAN (4)
KEKURA NGAN (5)
4 2 1 1 1 4 2 4 2
15 8 1 1 4 15 4 6 6
11 6 0 0 3 11 2 2 4
(1) A 1 2 3 4 5 6 7 8 9
(2) Peralatan Penampungan Vagina buatan sapi Vagina buatan kambing Sterilisasi vagina buatan Incubator Rak alat alat Inner Linner Termos IB gun sapi IB gun Kambing
B 1 2 3 4 5 6 7 8
Peralatan pemeriksaan Kualitas Mikroscope listrik Mikroscope cahaya Fotometer Refrigerator CCTV Monitor Incubator alat gelas/kaca Lemari alat alat kaca Timbangan digital
1 1 1 1 1 0 1 0
1 1 1 1 1 1 3 1
0 0 0 0 0 1 2 1
1 2 3 4 5 6
Peralatan Processing Cool top Filling and Sealing Machine Refrigerator Container Prae Freezing Rak Prae Freezing Sterilisasi Straw
1 1 1 0 2 0
1 1 2 1 6 1
0 0 1 1 4 1
1 2
Peralatan Printing Straw Printing Straw Manual Printing Straw Automatic
1 0
1 1
0 1
1 2 3 4 5 6.
Peralatan Penyimpanan & Distribusi Container deppo Container operasional Vacuum Container Container deppo 200 liter Mobil pengangkut N2Cair & Straw & pakan Mobil Operasional
12 2 1 0 1
24 6 2 2 2 2
12 4 1 2 2 1
C
D
E
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa program IB mulai diintroduksi pada tahun 1976, atau sudah berjalan selama 28 tahun. Secara umum perkembangannya sampai saat ini adalah sebagai berikut :
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
17
Tabel 12. Kinerja Pelaksanaan IB di Propinsi Lampung Tahun 1999 – 2003 NO 1 2 3 4 5 6 7 8
URAIAN Populasi Sapi (ekor) Jumlah betina produktif (ekor) Akseptor (ekor) Jumlah Inseminasi/Dosis SC Ratio CR (%) Kebuntingan (%) Kelahirannya (%)
1999 372.001 104.160 32.563 42.892 -
2000 372.021 104.165 31.138 39.639 1,98 55 74,72
Tahun 2001 373.534 104.589 25.816 33.530 2,07 45.86 61,37 92,50
2002 381.934 106.941 28.663 38.105 1,40 60,00 62,58 93
2003 387.350 108.458 29.226 40.737 1,39 80,50 98,99
Jumlah akseptor yang dapat di inseminasi pada tahun 2003 mencapai 29.266 ekor, atau baru mencapai 26,63% jika dibandingkan dengan potensi akseptor yang ada yaitu ± 108.458 ekor. Hal ini menunjukan bahwa ada sesuatu yang perlu dikaji karena proses selama kurun waktu 28 tahun, ternyata cakupannya relatife masih rendah. 3. Pembibitan Masalah utama yang dihadapi dalam meningkatkan produksi dan produktivitas ternak salah satunya adalah masih rendahnya ketersedian bibit ternak baik kualitas maupun kuantitasnya. Jumlah dan kualitas bibit sapi lokal masih terbatas sehingga belum mampu memenuhi permintaan produksi, disisi lain sistim dan usaha pembibitan secara keseluruhan belum mendapat porsi perhatian yang memadai, sementara itu peternakan rakyat yang merupakan “armada semut” yang potensial (Sujarmin, 1997) sebagian besar masih merupakan usaha sambilan serta belum menariknya usaha pembibitan sapi potong bagi perusahaan peternakan karena pengembalian modalnya membutuhkan waktu yang relatif lama. Bila dilihat dari usaha pengemukan sapi potong di Provinsi Lampung, ternyata kemampuan ternak lokal dal;am menyediakan bakalan hanya dapat memenuhi 15 – 20 % sedangkan 80 – 85 % masih mendatangkan dari impor (Australia). Sedangkan pembibitan ternak kambing, Provinsi Lampung mempunyai peluang yang besar terkait dengan potensi pasar dan sumberdaya pakan yang ada, serta telah diproduksinya mani beku jenis kambing BOER, BOERAWA, dan PE oleh UPTD IBBITKAN di instalasi Pembuatan Mani Baku Terbanggi Besar. Penggunaan bibit unggul kambing ini masih pada tahap pengenalan (mulai tahun 2002) dengan realisasi akseptor ± 2.500 ekor. Untuk mengembangkan perbibitan di Provinsi Lampung, kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain : a. Mengembangkan sentra-sentra pembibitan ternak dalam bentuk pembibitan ternak rakyat/pembibitan pedesaan atau VBC dengan mengutamakan pada daerah-daerah penyebaran ternak pemerintah dan dilaksanakan melalui Pola Sistem Pelayanan Terpadu (SPT), meliputi pembinaan, pelayanan IB (pada VBC sapi dan kambing), pelayanan kesehatan, bimbingan pemasaran/panen hasil, dan pembinaan produksi ternak bibit. Adapun jenis komoditas, dan lokasi sentra pembibitan ternak di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut :
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
18
a) Sapi Potong NO 1
KABUPATEN / KOTA Lampung Selatan
NO 1 2 3
KECAMATAN Tanjung Bintang Sido Mulyo Jati Agung
2
Lampung Tengah
1 2 3 4 5 6 7
Simpang Agung Padang Ratu Punggur Gunung Sugih Terbanggi Besar Seputih Mataram Kota Gajah
b) Kambing NO 1
KABUPATEN / KOTA Tanggamus
NO 1 2
KECAMATAN Talang Padang Sumberejo
2
Lampung Selatan
1 2 3
Gedong Tataan Tanjung Bintang Way Lima
3
Lampung Timur
1 2 3
Batanghari Nuban Sukadana Way Jepara
4
Lampung Tengah
1 2 3 4 5
Seputih Surabaya Seputih Banyak Seputih Mataram Kalirejo Padang Ratu
5
Lampung Utara
1 2
Abung Timur Bukit Kemuning
6
Tulang Bawang
1 2
Tl. bawang Tengah Lambu Kibang
7
Bandar Lampung
1
Kemiling
NO 1.
KABUPATEN / KOTA Tanggamus
NO 1. 2.
KECAMATAN Pringsewu (Ambarawa) Wonosobo
2. 3.
Lampung Selatan Lampung Tengah
1. 1.
Palas Trimurjo
c) Itik
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
19
d) Sapi Perah NO 1.
KABUPATEN / KOTA Tanggamus
NO 1.
KECAMATAN Talang Padang
2.
Kota Metro
1.
Metro Utara
e) Ayam Buras NO 1.
KABUPATEN / KOTA Lampung Timur
NO 1.
Batanghari
KECAMATAN
2.
Kota Metro
1.
Metro Pusat
KABUPATEN / KOTA Kota Metro
NO 1.
Metro Pusat
KABUPATEN / KOTA Lampung Tengah
NO 1. 2.
KECAMATAN Seputih Raman Seputih Mataram
f) Puyuh NO 1.
KECAMATAN
g) Babi NO 1.
b. Pembinaan pada Perusahaan Pembibitan Ayam Ras Jumlah perusahaan pembibitan Ayam ras di Provinsi Lampung ada 3 buah yaitu PT. Multi Breeder Adirama Indonesia (PT. MBAI) di Kec. Talang Padang Kab. Tanggamus, PT. Charoen Pokphand Jaya Farm di Kec. Natar Kab. Lampung Selatan dan PT. Indonesia Farming di Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Perkembangan populasi parent stock, produksi dan distribusi DOC ayam ras pada perusahaan pembibitan di Provinsi Lampung dari Tahun 1999 – 2003 adalah sebagai berikut Tabel 13 : Produksi dan Distribusi Final Stock Ayam Ras pada Perusahaan Pembibitan di Prov. Lamp. Tahun 1999 – 2003 No 1.
Nama Perusahaan PT. MBAI
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
Tahun 1999 2000 2001 2002 2003
Distribusi Produksi / FS Pedaging Petelur 9.548.347 1.733.000 Lpg, Sumatera 10.256.450 2.150.000 Jabotabek 10.149.648 2.500.325 13.942.270 1.400.000 10.575.612 530.000
20
2.
PT. Charoen Pokphand
1999 2000 2001 2002 2003
6.548.750 7.850.245 1.696.000 8.370.000 10.484.500
-
Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung
3.
PT. Indonesia Farming
1999 2000 2001 2002 2003
2.768.480 3.361.226 2.124.986
-
Lampung Lampung Tdk.Berproduksi Lampung
* Kebutuhan DOC petelur mulai tahun 2002 dipenuhi dari Provinsi lain. Dari 3 (Tiga) buah perusahaan pembibitan ayam ras di Provinsi Lampung, yang melaksanakan pembibitan ayam ras petelur hanya PT. MBAI dan sejak tahun 2002 perusahaan ini tidak lagi melaksanakan pembibitan ayam ras petelur sehingga kebutuhan bibit ayam ras petelur di Provinsi Lampung sejak tahun 2002 dipenuhi dari Provinsi lain. Adapun perkembangan produksi bibit ayam ras pedaging tahun 1999 – 2000 meningkat 29,68 %, akan tetapi pada tahun 2000 – 2001 terjadi penurunan sebesar 27,15 %, dan mulai tahun 2001 sampai dengan 2003 meningkat sebesar 52,46 %. Ini menunjukkan bahwa iklim usaha budidaya ayam ras pedaging di Provinsi Lampung semakin berkembang dengan dukungan swasta melalui pola kemitraan seiring dengan semakin meningkatnya daya beli masyarakat serta kebutuhan untuk mengkonsumsi protein asal ternak. 4. Pakan Ternak. Salah satu faktor dominan yang mempengaruhi peningkatan produksi dan produktivitas ternak ruminansia dan unggas adalah faktor pakan hijauan dan pakan konsentrat. Kendala yang dihadapi dalam penyediaan hijauan makanan ternak antara lain masih rendahnya kualitas pakan yang diberikan karena sebagian besar peternak tidak memiliki kebun rumput. Oleh karena itu upaya pemanfaatan sumber daya pertanian, perkebunan dan Agroindustri menjadi prioritas kegiatan sekaligus dalam rangka meningkatkan kapasitas tampung dari satu satuan luas lahan usaha tani. Dengan demikian akan diperoleh Sinergis yang Produktif yaitu tanaman pertanian/perkebunan memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik. Kegiatan integrasi usaha peternakan dengan tanaman perkebunan/pertanian di Provinsi Lampung sudah dimulai sejak th. 1997 yaitu pengembangan ternak kambing di kawasan kebun singkong, sedangkan melalui sumber dana APBN/APBD dimulai tahun 2003 berupa pilot proyek yaitu sapi - padi, sapi -
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
21
sawit, sapi - tebu, kambing - coklat dan kambing - singkong dan pada th. 2004 dilanjutkan dengan sapi - pisang. Dari tanaman Pertanian dan tanaman Perkebunan di Propinsi Lampung, dapat dikembangkan integrasi ternak dengan tanaman pertanian/ perkebunan dengan daya tampung antara lain sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sapi Padi memiliki kapasitas tampung ±341.565 ekor Sapi Tebu memiliki kapasitas tampung ±65.997 ekor Sapi Sawit memiliki kapasitas tampung ±40.228 ekor Kambing Singkong memiliki kapsitas tampung ±1.700.000 ekor Kambing Coklat memiliki kapasitas tampung ±30.130 ekor Kambing Lada memiliki kapasitas tampung ±100.000 ekor Sapi Nanas memiliki kapasitas tampung ±50.000 ekor
Adapun jumlah pabrik pakan ternak di Provinsi Lampung berjumlah 5 perusahaan, dan jenis pakan yang diproduksi adalah pakan ayam ras petelur dan pedagang, pakan puyuh, pakan itik dan pakan sapi. Pengawasan mutu dilaksanakan oleh Dinas Peternakan atau yang membidangi peternakan Kabupaten / Kota, dengan jumlah petugas sampai tahun 2003 sebanyak 25 orang. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka melindungi peternak dari kualitas ransum yang tidak sesuai dengan label dan Standart Nasional Indonesia (SNI) dan pada tahun 2004 dilaksanakan pelatihan pengawasan mutu pakan sebanyak 20 orang dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
22
BAB IV MASALAH DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI A. MASALAH Permasalahan yang masih harus terus dihadapi dan menjadi tantangan adalah aspek keberlanjutan, yaitu dengan semakin tingginya tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat, permintaan terhadap komoditi ternak (daging,telur, susu, kulit dan bibit ternak) terus meningkat, sementara kemampuan suplay khususnya komoditi daging sapi dan susu masih tergantung pada impor, yaitu dalam bentuk impor bakalan sapi, daging, dan impor susu (bahan baku dan olahan). Beberapa permasalahan pokok yang akan menjadi prioritas dalam pemecahannya antara lain : 1. Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan a. Tingkat pendidikan formal petani/peternak umumnya (60 - 70 %) adalah lulusan SD dan tidak lulus SD, akibatnya visi peternak terhadap usaha peternakannya hanya bersifat sambilan, jiwa kewirausahanya masih sangat lemah. b. Minat tenaga kerja terdidik di pedesaan terhadap usaha peternakan masih sangat kecil, umumnya lebih tertarik bekerja di sector industri dan jasa di perkotaan c. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, tenaga fungsional penyuluh peternakan tidak ada lagi, akibatnya kegiatan penyuluhan, pendampingan dan sekolah lapang mengalami banyak hambatan d. Jumlah dan kualitas (pengetahuan, sikap dan keterampilan) petugas lapangan relatif masih kurang antara lain Inseminator, dan paramedis e. Kelembagaan peternak pada umumnya kurang mandiri dan masih project oriented. 2. Bibit Ternak b. Jumlah induk sapi potong di Lampung masih sangat kurang baik kualitas maupun kuantitasnya, disisi lain pengeluaran bibit sapi dari Lampung sulit dikendalikan c. Terjadi banyak perpindahan bibit antar wilayah, padahal sesungguhnya dengan pendekatan ini tidak menambah populasi, bahkan justru bisa kontra produktif
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
23
d. Usaha perbibitan ternak (diluar ayam ras) belum diminati oleh perusahaan swasta e. Untuk usaha penggemukan sapi, Lampung masih mendatangkan bakalan sapi impor dari Australia sekitar 100.000 – 120.000 ekor per tahun (Secara Nasional 400.000 – 450.000 ekor per tahun) f. Dilihat dari aspek kualitas, bakalan sapi potong dari Lampung belum dapat bersaing dengan produk impor g. Perbibitan ternak kerbau, sapi perah, babi, ayam buras, itik dan puyuh belum mendapat porsi pembinaan yang cukup dibandingkan dengan perlakuannya terhadap ternak sapi potong dan kambing. 3. Pakan Ternak a. Ditingkat peternak pada umumnya, kualitas pakan yang diberikan pada ternak ruminasia umumnya masih rendah, sehingga berdampak pada rendahnya produksi dan produktivitas antara lain pertambahan berat badan harian, interval kelahiran, berat lahir, produksi susu dan kinerja reproduksi. b. Kontinuitas pakan hijauan pada musim kemarau masih menjadi kendala para peternak. Peternak belum melakukan pengolahan dan penyimpangan pakan yang berlimpah pada saat musim hujan dan pada saat panen. c. Harga pakan unggas (konsentrat) sangat fluktuatif dan pada saat – saat tertentu relative mahal jika dibandingkan dengan harga produk akhirnya. d. Komponen impor bahan baku pakan masih tinggi, padahal potensi sumberdaya pakan local banyak yang belum dimanfaatkan. e. Teknologi pengolahan pakan belum dilaksanakan oleh peternak f. Masih kurangnya informasi tentang jumlah dan lokasi bahan baku pakan, baik hijauan ataupun bahan baku konsentrat 4. Penyakit Hewan a. Wabah Penyakit flu burung b. Penyakit menular lainnya (SE, Brucellosis, Hog Cholera, Rama Dewa, Gumboro, ND dll) masih memungkinkan terjadi out break. c. Target pembebasan penyakit rabies di Pulau Sumatera selalu mundur, semula ditargetkan bebas tahun 1997, mundur ke tahun 2003, kemudian mundur lagi ke tahun 2007. Hal ini membuktikan bahwa kemungkinan ada persoalan yang mendasar dalam upaya pembebasan rabies yang belum teridentifikasi. d. Obat dan peralatan kesehatan hewan sebagian besar masih impor.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
24
e. Lalu lintas hewan antar pulau dan antar Provinsi sulit dikendalikan sehingga dapat menimbulkan penyebaran penyakit 5. Pengelolaan Reproduksi a. Sejak diintroduksi tahun 1976, covering pelayanan IB pada ternak sapi di Provinsi Lampung relatif masih rendah yaitu baru mencapai 26,63 % dari potensi IB yang ada. Sementara IB pada ternak ternak kambing baru dilaksanakan tahun 2003 dan IB pada ternak kerbau masih kesulitan dalam peyediaan mani bekunya. b. Belum tersosialisasinya IB kambing pada masyarakat c. Pelaksanaan kawin alam tidak dibarengi dengan sistim seleksi dan penggunaan pejantan yang baik, sehingga masih banyak terjadi inbreeding dan penggunaan pejantan yang berkualitas rendah. d. Prosentase kelahiran ternak di Lampung relative masih rendah (Sapi 19,00.%) dibandingkan dengan kemampuan potensi genetic (Sapi 30 – 35 % dari populasi), demikian juga persentase kelahiran pada ternak kerbau dan kambing relative masih rendah dibandingkan dengan potensi genetiknya e. Jarak kelahiran (calving interval) pada sapi masih panjang yaitu rata – rata > 16 Bulan, pada kambing > 8 bulan dan pada ternak kerbau > 24 bulan. 6. Modal, Peralatan dan Teknologi a.
Lembaga permodalan yang ada masih sangat sulit diakses oleh peternak kebanyakan, hal ini terkait dengan pengetahuan, pendidikan dan budaya peternak dan persyaratan yang terlalu memberatkan.
b.
Peralatan peternakan sebagian masih mengandalkan barang impor seperti peralatan IB, peralatan kesehatan dan peralatan pasca panen.
c.
Kebijakan makro dalam bidang permodalan belum banyak menyentuh para peternak pada umumnya.
d.
Skala usaha peternakan umumnya masih termasuk kedalam katagori sambilan dan cabang usaha, sehingga tingkat effisiensinya rendah
7. Pasar a. b. c. d.
Propinsi Lampung tidak memiliki pasar hewan/ternak yang representative. Posisi tawar peternak masih sangat lemah, bagian keuntungan terbesar berada pada sector jasa yang dikuasai oleh para blantik (bukan peternak). Harga beberapa komoditi peternakan antara lain telur ayam ras, DOC, pakan konsentrat, ayam broiler dan telur ayam sangat fluktuatif. Kurangnya promosi terhadap konsumsi susu
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
25
B. TANTANGAN YANG AKAN DIHADAPI KEDEPAN. 1. Perdagangan bebas ASEAN sudah diberlakukan sejak tahun 2003 dan perdagangan bebas Asia Fasifik untuk Negara maju tahun 2010 dan untuk Negara berkembang tahun 2020. 2. Ketergantungan impor sapi bakalan, dan daging sapi bahan baku pakan, obat – obatan, peralatan dan bahan baku susu. 3. Permintaan komoditi peternakan yang terus meningkat baik jumlah ataupun kualitasnya, sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masayarakat, tingkat pendidikan dan budaya konsumsi pangan yang terus berkembang. 4. Dengan adanya perdagangan bebas kebijakan pajak dan bea masuk komoditi peternakan akan menjadi beban dalam usaha peternakan, akibatnya usaha peternakan kurang dapat bersaing dengan Negara lain. 5. Transformasi struktur perekonopmian daerah/nasional akan terus berkembang yaitu : a. Peran relative sektor pertanian terhadap perekonomian semakin menurun, sedangkan peranan peternakan terhadap pertanian diperkirakan akan terus semakin meningkat. b. Ketergantungan subsektor peternakan terhadap sektor lain semakin tinggi. c. Globalisasi informasi dan perdagangan. 6. Meningkatnya tuntutan efisiensi, peningkatan kualitas dan kuantitas produk serta tuntutan terhadap peningkatan kualitas dibidang peternakan dan kesehatan hewan. 7. Dampak negative pelaksanaan otonomi daerah diperkirakan masih akan mewarnai pelaksanaan pembangunan peternakan, antara lain yang perlu dicermati adalah : a. Kurang kondusifnya iklim usaha dan investasi. b. Tidak efektif dan efisiennya pelayanan dibidang peternakan dan kesehatan hewan c. Restrukturisasi organisasi pemerintahan yang melaksanakan fungsi pelayanan dibidang peternakan dan kesehatan hewan. 8. Terus berlanjutnya pengurasan bibit ternak yang berkualitas ke Provinsi lain dan pemotongan ternak betina bertanduk yang masih produktif. 9. Lampung masih dibayangi dengan munculnya wabah (Out Break) Penyakit flu burung, serta kewaspadaan terhadap penyakit hewan menular lainnya terutama Brucellosis, Antraks, Rama Dewa, Hog Cholera, Rabies dan Septichaemia
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
26
Efizotica. Hal ini disebabkan masih “ terbukanya “ pintu – pintu masuk penyakit yaitu diperbatasan dengan Sumatera Selatan dan Bengkulu, Bakauheni, pintu masuk Internasional di pelabuhan Panjang serta Bandara Raden Intan. 10. Untuk mewujudkan Lampung sebagai lumbung ternak, diperlukan upaya pengelolaan sumberdaya yang optimal dengan curahan input yang minimal. Persoalannya curahan input yang dibutuhkan yaitu dalam bentuk masuknya investasi (Modal, Teknologi, dan Sumberdaya Manusia berkualitas) juga ditentukan oleh sector atau lingkungan eksternal. 11. Membangun komitmen masyarakat peternakan Lampung untuk bersama – sama mewujudkan Lampung sebagai salah satu lumbung ternak nasional.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
27
BAB V SASARAN UMUM A. Metode Prediksi Pola prediksi penentuan sasaran pengembangan populasi ternak di Provinsi Lampung dalam jangka pendek didasarkan pada upaya peningkatan konsumsi protein hewani asal ternak per kapita per hari. Hal ini berarti bahwa tingkat konsumsi protein akan menjadi variable independent, sedangkan populasi ternak sebagai sumber protein hewani menjadi variable dependent. Model prediksi ini berkebalikan dengan cara yang biasa dilakukan karena pada umumnya prediksi selalu dimulai dengan prediksi populasi dan diikuti dengan prediksi konsumsi protein. Kelebihan penggunaan metode prediksi konsumsi protein hewani asal ternak adalah bahwa perencanaan dapat diarahkan ke inti masalah peternakan, yakni peningkatan konsumsi protein hewani asal ternak secara efisien. Nilai duga yang diperolehpun akan lebih relistis dan akurat. Hal ini dimungkinkan karena perhitungan nilai konsumsi protein secara tidak langsung juga memperhitungkan laju pertambahan penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung yang tergambar dalam nilai daya beli masyarakat. Meskipun demikian terdapat kelemahan karena hasil prediksi populasi akan menjadi tampak besar, sehingga akan berimplikasi terhadap aspek pembiayaan. Hal ini terjadi karena bentang ukuran populasi dengan konsumsi protein hewani sangat lebar. Faktor penting yang mempengaruhi nilai konsumsi protein per kapita per hari adalah laju pertambahan penduduk. Selama 10 tahun terakhir, yakni dari tahun 1993 s/d 2003, laju pertambahan penduduk di Provinsi Lampung rata-rata mencapai 0,98%. Dengan demikian nilai laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,98% digunakan sebagai acuan. Pada sisi lain, jumlah konsumsi protein berasal dari protein daging, telur, dan susu. Protein daging merupakan penjumlahan protein karkas dan protein offal yang berasal dari ternak potong ruminansia dan non ruminansia. Protein telur berasal dari telur ayam buras, ayam petelur, itik, dan burung puyuh. Sedangkan protein susu untuk saat ini hanya bertumpu pada susu yang berasal dari sapi perah, baik produksi dalam provinsi maupun pemasukkan dari luar provinsi. Sementara itu, proporsi sumbangan dari masing-masing jenis ternak terhadap jumlah ketersediaan protein, baik dari daging, telur, maupun susu, dianggap tetap dan proporsional. Demikian juga dengan imbangan protein yang berasal dari offal dan karkas. Pilihan untuk menganggap proporsi yang tetap didasarkan pada pembacaan trend proporsi protein antarjenis ternak dan antarjenis daging selama 10 tahun, yakni dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
28
Pada sisi lain, prediksi populasi akhir diduga dari faktor koreksi yang berasal dari nilai korelasi antara tingkat pemotongan dengan jumlah populasi. Nilai faktor koreksi juga diperoleh dari pengamatan terhadap trend korelasi antara tingkat pemotongan dengan jumlah populasi selama 10 tahun, yakni dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003.
B.
Sasaran Jangka Pendek (2005-2009) Prediksi konsumsi protein per tahun pada tahun 2005-2009 diperkirakan mencapai 4,29; 4,40; 4,51; 4,62; dan 4,73 gram per kapita per hari; dengan laju pertambahan sekitar 2,47 % per tahun. Berdasarkan angka prediksi konsumsi protein ini, maka dapat disusun suatu prediksi populasi dari berbagai jenis ternak dan berbagai sumber protein.Adapun prediksi sasaran konsumsi secara lengkap tertuang pada table 14 berikut : Tabel 14 : Prediksi Sasaran Konsumsi Daging, Telur, Susu dan Protein Hewani Tahun 2005 - 2009 No 1 2 3 4
Jenis Ternak Daging (kg/kap/th) Telur (kg/kap/th) Susu (kg/kap/th) Protein Hewani (gr/kap/hr)
2005 7,33 4,54 3,99 4,29
2006 7,52 4,66 4,10 4,40
2007 7,72 4,78 4,20 4,51
2008 7,92 4,89 4,30 4,62
2009 8,12 5,01 4,41 4,73
Laju (%) 2,59 2,49 2,53 2,47
Prediksi jumlah penduduk, jumlah pemotongan, dan prediksi populasi pada tahun 2005-2009 secara lengkap disajikan pada Lampiran. Pertambahan penduduk mengacu kepada hasil perhitungan, yakni sebesar 0,98%; namun dalam operasinya angka tersebut memerlukan adjustment; sehingga laju pertambahan penduduk diperkirakan sebesar 0,9493%. Sementara proporsi sumbangan protein antarjenis ternak maupun antarjenis daging, serta faktor koreksi pemotongan dianggap konstan. Tabel 15 : Prediksi Populasi Ternak Tahun 2005 – 2009 (Ekor) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Ternak Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi Ayam Buras Ayam Pet. Ayam Ped. Itik Puyuh
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
2005 394.501 103 52.841 868.133 68.806 85.586 14.729.894 2.147.052 24.271.933 648.994 164.571
2006 400.103 107 53.178 898.765 71.234 88.606 15.249.652 2.222.813 25.418.899 671.894 170.378
2007 405.833 110 53.533 929.817 73.695 91.667 15.776.512 2.299.609 26.579.962 695.108 176.264
2008 411.547 114 53.890 961.287 76.189 94.769 16.310.476 2.377.440 27.761.136 718.634 182.230
2009 417.336 118 53.890 993.176 78.717 97.913 16.851.544 2.456.307 28.959.427 742.473 188.275
Laju (%) 1,42 3,00 0,67 2,98 3,00 3,00 3,54 3,00 3,91 3,77 3,00
29
Populasi sapi potong pada tahun 2005-2009 berdasarkan angka prediksi konsumsi protein daging adalah 394.501; 400.103; 405.833; 411.547; dan 417.336 ekor. Pada populasi sapi potong ini laju pertambahan diperkirakan sekitar 1,42% per tahun. Sedangkan populasi kerbau diprediksikan sebesar 52.841; 53.178; 53.533; 53.890; dan 54.250 ekor; dengan laju pertambahan sekitar 0,67% per tahun. Prediksi populasi kambing cukup besar, yakni: 868.133; 898.765; 929.817; 961.287; 993.176 ekor; dengan laju pertambahan populasi sebesar 9,28% per tahun. Prediksi populasi domba mencapai : 68.806; 71.234; 73.695; 76.189; dan 78.717 ekor; dengan laju pertambahan 3,00% per tahun. Pada babi, populasi diprediksikan sebesar : 85.586; 88.606; 91.667; 94.769; dan 97.913 ekor; serta mempunyai laju pertambahan sebesar 3,00% per tahun. Sumbangan protein daging, selain dari ternak ruminan, juga berasal dari ternak unggas. Sumbangan ternak unggas terhadap protein daging yang asli hanya berasal dari ayam potong. Sedangkan dari ayam buras, ayam petelur, dan itik sumbangan dapat dikatakan sumbangan “semu”. Hal ini terjadi karena ketiga jenis unggas terakhir menyumbangkan daging dalam bentuk ternak afkir. Situasi ini akan mempengaruhi cara penentukan prediksi populasi. Pada ayam potong, prediksi populasi didasarkan pada konsumsi protein daging, sedangkan pada ketiga unggas yang lain prediksi populasi didasarkan pada konsumsi protein telur. Sementara populasi ayam pedaging diprediksikan sebesar: 24.271.933; 25.418.899; 26.579.962; 27.761.136; dan 28.959.427 ekor; dengan pertambahan populasi sebesar 3,91% per tahun. Pada kelompok unggas, prediksi populasi berdasarkan angka konsumsi telur pada ayam buras mencapai 14.729.894; 15.249.652; 15.776.512; 16.310.476; dan 16.851.544 ekor; dengan laju pertambahan populasi 3,54% per tahun. Pada ayam petelur, populasi diperkirakan sebesar: 2.147.052; 2.222.813; 2.299.609; 2.377.440; dan 2.456.307 ekor; serta laju pertambahan sebesar 3,00% per tahun. Pada itik, populasi diprediksikan sebesar: 648.994; 671.894; 695.108; 718.634; dan 742.473 ekor; dengan laju 3,77% per tahun. Sedangkan populasi puyuh sebesar: 164.571; 170.378; 176.264; 182.230; dan 188.275 ekor dengan laju pertambahan populasi sebesar 3,00% per tahun. Pada sisi lain, prediksi jumlah daging impor dari 2005-2009 adalah 37.905; 39.243; 40.599; 41.973; dan 43.365 kg. Sedangkan offal impor mencapai 18.675; 19.334; 20.001; 20.678; dan 21.364 kg. Pada kedua komoditi ini, laju pertambahan mencapai 3,00% pertahun. Sementara kerbau dan kambing perah dianggap tidak berkembang, namun populasi sapi perah cukup berkembang, yakni: 103; 107; 110; 114; dan 118 ekor; dengan laju pertambahan populasi sebesar 3,00% per tahun.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
30
C. Sasaran Jangka Menengah (2010-2014) Pada tahun 2010-2014, konsumsi protein hewani asal ternak setiap tahun diperkirakan mencapai 4,84; 4.95; 5,06; 5,17; dan 5,28 gram per kapita per hari. Proporsi protein asal daging terhadap total konsumsi protein hewani asal ternak dari waktu ke waktu dianggap konstan. Populasi ternak potong, baik dari ruminan maupun non ruminan, berdasarkan tingkat konsumsi protein hewani tersebut secara lengkap disajikan pada table 16. Tabel 16 : Prediksi Konsumsi Daging, Telur, Susu dan Protein Hewani Tahun 2010 - 2014 No 1 2 3 4
Jenis Ternak Daging (kg/kap/th) Telur (kg/kap/th) Susu (kg/kap/th) Protein Hewani (gr/kap/hr)
2010 8,32 5,70 4,45 4,84
2011 8,51 5,83 4,49 4,95
2012 8,71 5,96 4,53 5,06
2013 8,91 6,09 4,57 5,17
2014 9,10 6,22 4,62 5,28
Laju (%) 1,27 2,21 0,94 2,20
Sumbangan terbesar protein hewani asal daging masih berasal dari unggas, baik berupa ayam potong maupun ayam buras, ayam petelur afkir, itik, dan puyuh. Pada periode tahun 2010-2014 diperkirakan populasi ayam buras mencapai 17.399.714; 19.750.488; 20.369.103; 20.995.532; dan 21.629.775 ekor. Prediksi populasi ayam potong mencapai 30.168.628; 31.307.141; 33.051.9905; 33.901.457; dan 35.178.712 ekor. Prediksi populasi ayam petelur sebesar 2.536.209; 2.617.147; 2.699.120; 2.782.128; dan 2.866.172 ekor. Pada itik, populasi diprediksikan sebesar 766.625; 904.103; 932.421; 961.097; 990.130 ekor. Sedangkan puyuh mencapai 194.400; 200.604; 206.887; 213.249; dan 219.691 ekor. Tabel 17 : Prediksi Populasi Ternak Tahun 2010 – 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Ternak Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi Ayam Buras Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik Puyuh
2010 423.318 122 54.612 1.025.483 81.277 101.098 17.399.714 2.536.209 30.168.628 766.625 194.400
2011 429.341 126 54.976 1.055.300 83.871 104.325 19.750.488 2.617.147 31.307.141 904.103 200.604
2012 435.425 129 55.343 1.088.354 86.498 107.592 20.369.103 2.699.120 33.051.990 932.421 206.887
2013 441.608 133 55.712 1.121.825 89.158 110.901 20.995.532 2.782.128 33.901.457 961.097 213.249
2014 447.879 137 56.083 1.155.713 91.851 114.251 21.629.775 2.866.172 35.178.712 990.130 219.691
Pada ternak ruminansia, populasi terbesar diperkirakan berasal dari ternak kambing, yakni: 1.025.483; 1.055.300; 1.088.354; 1.121.825; dan 1.155.713 ekor. Prediksi populasi sapi potong mencapai: 423.318; 429.341; 435.425; 441.608; dan 447.879 ekor. Populasi domba diprediksikan mencapai 81.277; 83.871; 86.498;
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
31
89.158; dan 91.851 ekor. Prediksi populasi kerbau mencapai 54.612; 54.976; 55.343; 55.712; dan 56.083 ekor. Babi diprediksikan mencapai 101.098; 104.325; 107.592; 110.901; dan 114.251 ekor. Disini lain sumbangan dari daging impor diperkirakan mencapai 44.776; 46.205; 47.652; 49.117; dan 50.601 kg; sedangkan offal mencapai 22.059; 22.763; 23.476; 24.198; dan 24.929 kg. Sementara ternak sapi perah dan kuda dianggap tidak memberikan sumbangan yang memadai terhadap ketersediaan protein daging. Sementara sumbangan protein telur berasal dari suatu populasi yang terdiri atas ayam buras 17.399.714; 19.750.488; 20.369.103; 20.995.532; dan 21.629.775 ekor. Populasi ayam petelur diprediksikan mencapai 2.536.209; 2.617.147; 2.699.120; 2.782.128; dan 2.866.172 ekor. Populasi itik mencapai 766.625; 904.103; 932.421; 961.097; dan 990.130 ekor; sedangkan populasi puyuh diprediksikan mencapai 194.400; 200.604; 206.887; 213.249; dan 219.691 ekor. Pada sisi lain, sumbangan protein susu terhadap protein hewani asal ternak berasal dari populasi sapi perah sebanyak 122; 126; 129; 133; dan 137 ekor. Populasi ternak perah yang tersedia diperkirakan hanya berasal dari sapi perah, sedangkan kambing dan kerbau perah dianggap tidak ada. Pada tahun 2014, konsumsi protein susu masih melibatkan pemasukkan susu dari luar daerah.
D. Sasaran Jangka Panjang (2015-2019) Pada tahun 2015-2019 konsumsi protein hewani asal ternak masyarakat Lampung diperkirakan mencapai 5,39; 5,50; 5,61; 5,72; dan 5.83 gram per kapita per hari sebagaimana tertuang pada table 18 berikut : Tabel 18 : Prediksi Konsumsi Daging, Telur, Susu dan Protein Hewani Tahun 2015 - 2019 No 1 2 3 4
Jenis Ternak Daging (kg/kap/th) Telur (kg/kap/th) Susu (kg/kap/th) Protein Hewani (gr/kap/hr)
2015 9,30 6,35 4,67 5,29
2016 9,49 6,48 4,72 5,50
2017 9,69 6,61 4,77 5,61
2018 9,89 6,74 4,82 5,72
2019 10,08 6,87 4,87 5,83
Laju (%) 2,03 1,99 1,05 2,46
Berdasarkan hal ini, maka prediksi populasi ternak potong pada tahun 2014-2019, baik dari ruminansia maupun non ruminansia disajikan pada table 19
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
32
. Tabel 19 : Prediksi Populasi Ternak Tahun 2015 – 2019 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Ternak Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi Ayam Buras Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik Puyuh
2015 454.239 142 56.457 1.190.020 94.578 117.643 22.271.831 2.951.251 36.469.729 1.019.521 226.213
2016 460.689 146 56.834 1.224.743 97.338 121.075 22.921.701 3.037.366 37.777.696 1.049.270 232.813
2017 467.231 150 57.213 1.259.884 100.131 124.549 23.579.385 3.124.516 39.102.614 1.079.376 239.493
2018 473.866 154 57.595 1.295.443 102.957 128.065 24.244.883 3.212.701 40.444.483 1.109.840 246.253
2019 480.595 158 57.979 1.331.419 105.816 131.621 24.918.194 3.301.922 41.799.947 1.140.662 253.092
Sumbangan protein daging dari populasi ternak potong tetap didominasi oleh produksi daging dari ternak non ruminansia. Sumbangan terbesar diberikan oleh ayam potong yang mencapai populasi 36.469.729; 37.777.696; 39.102.614; 40.444.483; dan 41.799.947 ekor. Prediksi populasi terbesar pada ternak ruminansia diperoleh dari ternak kambing sebesar 1.190.020; 1.224.743; 1.259.884; 1.295.443; dan 1.331.419 ekor. Pada ternak ruminansia besar, populasi sapi potong diprediksikan mencapai 454.239; 460.689; 467.231; 473.866; dan 480.595 ekor. Kerbau diperkirakan mencapai 56.457; 56.834; 57.213; 57.595; dan 57.979 ekor. Daging import diperkirakan mencapai 52.103; 53.624; 55.162; 56.719; dan 58.294 kg; sedangkan offal mencapai 25.669; 26.418; 27.176; 27.943; dan 28.719 kg. Sayangnya, populasi sapi perah dan kuda tetap dianggap tidak memberikan sumbangan terhadap ketersediaan protein asal daging. Sementara sumbangan dari protein telur berasal dari populasi ayam buras sebesar 22.271.831; 22.921.701; 23.579.385; 24.244.883; dan 24.918.194 ekor. Ayam petelur mencapai 2.951.251; 3.037.366; 3.124.516; 3.212.701; dan 3.301.922 ekor. Itik diperkirakan mencapai 1.019.521; 1.049.270; 1.079.376; 1.109.840; dan 1.140.662 ekor; sedangkan puyuh mencapai 226.213; 232.813; 239.493; 246.253; dan 253.092 ekor. Sedangkan sumbangan dari protein susu berasal dari prediksi populasi sapi perah sebesar 142; 146; 150; 154; dan 158 ekor. Sementara ternak perah yang lain belum memberikan sumbangan protein. Meskipun demikian, patut dicatat bahwa jumlah protein susu tersebut bukan hanya berasal dari populasi sapi perah di Provinsi Lampung saja, melainkan juga melibatkan pemasukan susu dari luar daerah.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
33
E.
Sasaran Tahun 2024 Prediksi perkembangan jumlah penduduk menyebabkan adanya perubahan angka prediksi populasi ternak secara keseluruhan. Pada tahun 2024 jumlah penduduk diperkirakan mencapai 8.191.560 jiwa. Sedangkan tingkat konsumsi protein hewani asal ternak pada tahun itu diprediksi mencapai 6,38 gram per kapita per hari. Pada tahun 2024 sumbangan protein daging terhadap total konsumsi protein hewani asal ternak diperkirakan mencapai 3,48 gram per kapita per hari. Jumlah tersebut sebagian besar berasal dari daging ternak unggas. Protein daging tersebut terutama berasal dari perkembangan populasi ternak unggas yang diprediksi mencapai 28.401.957 ekor ayam buras dan 48.823.701 ekor ayam pedaging sebagaimana terlihat pada table 20. Sedangkan populasi ayam petelur diperkirakan mencapai 3.763.557 ekor. Namun ternak itik dan puyuh dianggap tidak memberikan sumbangan protein yang signifikan. . Tabel 20 : Prediksi Populasi Ternak Tahun 2019 – 2024 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Ternak Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi Ayam Buras Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik Puyuh
2020 487.419 163 58.365 1.367.813 108.708 135.219 25.599.319 3.392.178 43.172.306 1.171.841 260.010
2021 494.340 167 58.755 1.404.624 111.634 138.858 26.288.258 3.483.470 44.558.149 1.203.378 267.007
2022 501.360 171 59.147 1.479.852 114.593 142.538 26.985.010 3.575.797 45.964.270 1.235.273 274.084
2023 508.479 176 59.541 1.279.498 117.585 146.260 27.689.577 3.669.159 47.383.819 1.267.525 281.240
2024 515.700 180 59.938 1.517.562 120.610 150.023 28.401.957 3.763.557 48.823.701 1.300.135 288.476
Pada sisi lain, sumbangan protein daging dari ternak ruminansia besar berasal dari populasi sapi potong yang diprediksi mencapai 515.700 ekor; sapi potong import 122.900 ekor dan kerbau 59.938 ekor. Sedangkan sumbangan kuda, sapi perah, daging dan offal impor terhadap protein daging dianggap tidak ada karena kecilnya. Sementara itu, kontribusi ternak ruminansia kecil dan babi sangat signifikan. Populasi kambing diprediksi berkembang mencapai 1.517.562 ekor; dan populasi domba mencapai 120.610 ekor. Sedangkan populasi babi diperkirakan mencapai 150.023 ekor. Selanjutnya pada ternak penghasil telur, sumbangan protein telur berkembang sampai 2,37 gram per kapita per hari. Jumlah protein telur tersebut berasal dari prediksi populasi ayam petelur 3.763.557 ekor; itik 1.300.135 ekor; dan burung puyuh 288.476 ekor. Pembandingan antara prediksi populasi ayam buras dan ayam petelur sebagai penghasil daging dan telur memperlihatkan bahwa sebaran populasi lebih
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
34
besar pada populasi ternak penghasil telur. Dengan demikian populasi yang lebih relevan digunakan sebagai prediktor adalah jumlah populasi pada ternak penghasil telur. Terakhir, kontribusi susu dalam penyediaan protein hewani asal ternak pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 5,20 gram per kapita per hari. Protein susu tersebut berasal dari perkiraan populasi sapi perah sebesar 180 ekor; sedangkan populasi kambing dan kerbau perah dianggap tidak berkembang. Meskipun demikian ketersediaan protein susu tersebut bukan hanya berasal dari populasi sapi perah yang ada di Lampung, melainkan juga melibatkan pemasukan susu olahan dari luar daerah.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
35
BAB VI KEBIJAKAN TEKNIS PEMBANGUNAN PETERNAKAN 2005 - 2024
A. KEBIJAKAN UMUM Dalam rangka mencapai sasaran umum jangka panjang (2005 – 2024) , maka kebijakan teknis yang bersifat umum yang akan dilaksanakan di Propinsi Lampung adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan Etos Kerja dan Produktivitas Sumberdaya Manusia Peternakan Lampung Sudah menjadi rahasia umum bahwa etos kerja dan produktivitas peternak di Lampung relative lebih rendah, jika dibandingkan dengan peternak di Jawa, apalagi jika dibandingkan dengan Negara Negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam. Etos kerja dan produktivitas tenaga kerja (peternak) sangat erat kaitannya dengan tingkat pendidikan formal, pengetahuan dan keterampilan peternak, budaya local yang juga sangat berpengaruh terhadap budaya kerja, serta masih rendahnya minat tenaga kerja muda untuk bekerja dibidang usahatani ternak. Upaya yang akan menjadi prioritas untuk dilaksanakan pada kurun waktu lima tahun kedepan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan mendorong kelembagaan social dan ekonomi di pedesaan untuk lebih berperan dalam upaya pemberdayaan peternak. 2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha tani-ternak Kunci keberhasilan usaha di bidang peternakan terutama ditentukan oleh sampai sejauhmana peternak dapat meminimalisasi biaya produksi dan meningkatkan produktivitas ternak baik dalam bentuk daging, telur, susu ataupun anak dan bibit. Peranan penggunaan teknologi dan peningkatan skala usaha, dalam hal ini akan menjadi titik tolak dalam upaya meningkatkan pendapatan peternak. 3. Meningkatkan populasi dan produktivitas ternak dan hasil ternak Penyediaan produk komoditi ternak untuk memenuhi kebutuhan konsumsi local, antar Pulau, bahan baku industri dan permintaan ekspor, merupakan fungsi utama pengembangan ternak. Ketersediaan produk produk tersebut akan dipenuhi dari upaya upaya peningkatan populasi dan produksi hasil ternak dengan intensifikasi (meningkatkan produktivitas per-satuan ternak), ekstensifikasi (meningkatkan
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
36
populasi, perluasan kawasan), dan diversifikasi (vertical dan horizontal) untuk meraih nilai tambah dan sebagai upaya pelestarian komoditi ternak tertentu. Oleh karena itu kebijakan peningkatan populasi dan produktivitas ternak merupakan strategi jangka panjang , harus diupayakan terus menerus sampai kapasitas daya tampung dan produktivitas mencapai titik jenuh . 4. Meningkatkan investasi sub sektor peternakan (pra produksi, produksi dan pasca produksi) Faktor permodalan dan investasi merupakan factor yang strategis untuk mencapai sasaran umum jangka panjang, yaitu terciptanya peluang kesempatan kerja produktif pada sub sector peternakan. Pada kondisi saat ini dan kedepan kebijakan moneter (suku bunga, inflasi, nilai tukar rupiah) dan fiscal (pajak, retribusi, tarif bea masuk) yang merupakan kewenangan pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah juga perlu melakukan upaya – upaya untuk mendorong dan memobilisasi sumber – sumber pendanaan yang ada dan berpotensi untuk diinvestasikan pada usaha Peternakan.Tanpa ada investasi baru maka usaha peternakan akan berjalan ditempat dan sasaran umum tidak akan tercapai. 5. Meningkatkan mutu dan daya saing produk peternakan Dengan semakin terbukanya system perdagangan antar wilayah dan bahkan antar Negara, yang ditandai dengan era perdagangan bebas ASEAN (2003), kesepakatan Negara Negara APEC (2010 untuk Negara maju dan 2020 untuk Negara berkembang), tidak ada jalan lain kecuali upaya meningkatkan mutu dan daya saing produk produk peternakan. Upaya standarisasi, akreditasi, sertifikasi, dan pelaksanaan system manajemen mutu (ISO, HASEP), merupakan bagian dari kebijakan umum yang strategis. Hal ini akan berkaitan dengan upaya penerapan persyaratan kesehatan produk produk peternakan, khususnya komoditi yang akan diekspor dalam bentuk technical barrier on trade (TBT) dan sanitary and phytosanitary (SPS). Oleh karena kebijakan ini berdampak jangka panjang maka harus terus menerus dilaksanakan, ditingkatkan kualitasnya dan dimonitor perkembangannya. Dengan perhatian pada bidang ini diharapkan komoditi unggulan peternakan Lampung yang memiliki potensi ekspor antara lain daging ayam dan produk olahannya, DOC, kambing potong, aneka ternak & ternak hias/exotik serta pakan ternak dimasa mendatang dapat terwujud.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
37
6. Meningkatkan kemampuan mengelola sumberdaya dan menjaga kelestarian sumberdaya peternakan Lampung memiliki sumberdaya yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha berbasis ternak. Namun demikian jika tidak hati hati dalam pengelolaannya, bukan saja tidak akan mendukung keberhasilan usaha ternak itu sendiri, bahkan dapat merusak lingkungan dan mengancam kelestarian pemanfaatannya. Penggunaan bibit ternak eksotik yang unggul, harus dirancang secara cermat dan terpola, sehingga dimasa mendatang tidak ditemukan hal hal yang bersifat kontra produktip, baik yang terkait dengan aspek genetic, penyakit ataupun punahnya plasma nutfah asli yang belum dimanfaatkan. B. KEBIJAKAN OPERASIONAL Kebijakan operasional yang akan ditempuh dalam rangka mencapai sasaran jangka pendek (2005 – 2009) yaitu dengan menerapkan beberapa pendekatan teknis bidang khusus, sehingga diharapkan dapat lebih akurat dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pendekatan teknis tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan SDM dan Kelembagaan Ekonomi Pedesaan Percepatan proses tranformasi dari usahatani tradisional ke usahatani industri berintikan “capacity building” untuk memberdayakan petani ternak melalui pembinaan sumberdaya manusia, kelembagaan dan permodalan a. Pembinaan Sumberdaya Manusia Pembinaan petani / peternak dilaksanakan dengan prinsip “menolong diri sendiri” (self-help) yang didasarkan atas kehendak meningkatkan kemampuan menghasilkan pendapatan (income generating), melalui kegiatan pelatihan, sekolah lapang, magang, incubator agribisnis bagi keluarga peternak agar mereka mampu menjangkau atau mengakses dirinya dengan (1) sumberdaya atau agro input, (2) teknologi, (3) permodalan (4) pengolahan dan pasar. Pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia ditempuh melalui 4 (empat) tahapan, yaitu : (1) Peningkatan kesadaran dan percaya diri (awareness and self-confidence development) (2) Peningkatan kemampuan menghasilkan pendapatan (income generating ability development) (3) Peningkatan kesejahteraan ekonomi (welfare development) (4) Peningkatan kesejahteraan social ekonomi (social culture and economic development)
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
38
Dengan metoda pembinaan sumberdaya manusia ini diharapkan dapat menghasilakan SDM yang berkualitas, yaitu produktif, kreatif, efisien, disiplin, mandiri berbudiluhur dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Pembinaan Kelembagaan Ekonomi Pedesaan Pembinaan kelembagaan ekonomi pedesaan merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembinaan SDM peternak, dalam rangka menciptakan system pembinaan yang mandiri dan berkelanjutan Pembinaan dan pengembangan kelembagaan peternak diarahkan untuk terwujudnya kelembagaan ekonomi peternak yang tangguh, yaitu unit usaha ekonomi yang berazazkan kekeluargaan, misalnya koperasi atau kelembagaan kemitraan. Pembinaan SDM melalui pengembangan kelembagaan peternak dilakukan atas dasar 7 (tujuh) prinsip yaitu (1) pendekatan kelompok, (2) keserasian, (3) kepemimpinan kelompok, (4) kemitraan, (5) swadaya, (6) belajar sambil bekerja dan (7) pendekatan keluarga. c. Bimbingan dan Pembinaan Permodalan Bimbingan dan pembinaan permodalan diarahkan untuk menghilangkan ketergantungan dan menumbuhkan kewaspadaan memasuki system ekonomi pasar. Permodalan merupakan factor yang sangat penting dan menentukan dalam pembinaan SDM dan pemberdayaan ekonomi pedesaan. Oleh karena itu peternak dengan kelembagaan kelompok dalam wadah koperasi, diberikan bimbingan untuk dapat menjangkau (akses) dengan lembaga keuangan atau bantuan. (1) Untuk kelompok pemula dapat diupayakan dengan bantuan cuma cuma , misalnya dari Departemen Sosial atau lembaga non pemerintah (NGO) (2) Untuk kelompok madya dapat diupayakan dengan bantuan bergulir, misalnya gaduhan ternak atau BPLM (3) Untuk kelompok maju diupayakan melalui kredit bersubsidi, misalnya KKP, UKM yang dikelola Dinas Koperindag atau bentuk subsidi lainnya (4) Untuk kelompok mandiri diupayakan kredit komersial dengan berbagai kemudahan (kemitraan, fasilitas khusus) dan akhirnya dengan melalui kredit komersial penuh. Hal lain yang juga penting adalah perlindungan pemerintah terhadap usaha peternakan pada umumnya, yaitu melalui kebijakan yang berfihak pada dunia peternakan.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
39
2. Pengembangan Sumberdaya, Sarana dan Prasarana Peternakan Pengembangan sumberdaya, sarana dan prasarana peternakan dimaksudkan untuk memberikan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan kualitas dan efektivitas pelayanan dibidang peternakan dan kesehatan hewan, dalam rangka peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak, guna meningkatkan ketersediaan komoditi dan produk produk peternakan untuk konsumsi masyarakat Lampung, bahan baku industri, kebutuhan antar Propinsi dan pasar ekspor. a. Dukungan Peningkatan Produktivitas Ternak Secara normatip peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan mengoptimalkan fungsi fungsi genetic, reproduksi, fisiologi, pakan, kesehatan dan tatalaksana pemeliharaan. Untuk mendukung pelayanan fungsi fungsi teknis, pemerintah provinsi telah menyediakan dukungan sarana dan prasarana peternakan yang dapat di akses oleh peternak dan yang sekaligus merupakan dukungan teknologi antara lain, Instalasi Produksi Mani Beku (IPMB) Terbanggi Besar, Pos Pos Inseminasi Buatan yang tersebar di 10 Kabupaten Kota, Pos Pelayanan Kesehatan Hewan (12 unit), Instalasi Pembibitan Kambing di Negeri Sakti Gedung Tataan, Instalasi Pembibitan Sapi Bali di Campang Tiga Lampung Selatan, Balai Latihan Penyuluh Pertanian (BLPP) Hajimena, serta beberapa institusi vertical antara lain Balai Penyidikan Pengujian Veteriner (BPPV) wilayah III Bandar Lampung , Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung, Balai Karantina pertanian Panjang, Instalasi BPPT Lampung, Jurusan Peternakan Universitas Lampung, dan Jurusan Peternakan Politeknik Pertanian Lampung. Disamping itu terdapat juga sarana dan prasarana milik “Pusat” yang dapat diakses untuk kepentingan pelayanan bidang peternakan di Lampung, antara lain Balai Embryo Transfer Cipelang Jawa Barat, BIB Lembang dan Singosari, BPTU Sembawa di Sumatera Selatan, Pusat Penelitian Peternakan di Bogor, BPMSOH Bogor, Balai Analisa Pakan di Bekasi Jawa Barat dan beberapa BPTU yang diberi mandate khusus seperti BPTU Baturaden (sapi perah) BPTU Siborong Borong (Babi) dan BPTU Pelaihari (Kambing). Untuk meningkatkan produktivitas ternak di Lampung, utamanya akan dilaksanakan melalui teknologi Inseminasi Buatan dan Embryo Transfer yang didukung dengan peningkatan kualitas pakan, kesehatan dan tatalaksana. b. Dukungan Pengembangan Perbibitan Ternak Instalasi Perbibitan Ternak Kambing di Negeri Sakti dan Sapi Bali di Campang Tiga akan berperan dalam memproduksi bibit unggul (elite) sapi Bali dan Kambing (Boer, Boerawa, PE), pengembangan teknologi pakan, produksi bibit hijauan pakan, pedoman beternak yang baik (good farming
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
40
practices), serta berperan dalam pembinaan kelompok kelompok VBC dan penjaringan bibit unggul. Kedua instalasi ini ditambah dengan IPMB Terbanggi Besar akan berperan untuk menjembatani peternak dengan teknologi. Dimana peternak dapat magang, membandingkan dan dilatih ditempat ini. Disamping itu untuk memperluas jangkauan pembinaan, Kabupaten dan Kota juga perlu didorong untuk mengembangkan Instalasi Pembibitan Ternak, yang dapat dimulai dengan pembentukan UPTD Pembibitan Ternak di masing masing wilayah. Sementara di tingkat Provinsi sendiri, institusi UPTD IB, Perbibitan dan Pakan perlu dikembangkan, paling tidak menjadi 2 (dua) UPTD yaitu UPTD IB dan UPTD Perbibitan dan pakan Ternak. c. Dukungan Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Hewan dan Kesmavet Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dibidang kesehatan hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, selain telah didukung oleh BPPV wilayah III Bandar Lampung yang membawahi 4 Propinsi (Lampung, Sumsel, Bangka Belitung dan Bengkulu), perlu menambah jumlah Poskeswan dari 12 unit yang ada saat ini, yaitu di Lampung Tengah (2), Metro (1), Lampung Timur (1), Lampung Selatan (3), Lampung Utara (1) Kota Bandar Lampung (1) dan Tulang Bawang (3), dalam kurun waktu 5 tahun kedepan paling tidak perlu dibangun lagi di 3 (tiga) Kabupaten lainnya. Bahkan dalam jangka panjang untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan hewan, Poskeswan atau dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu perlu dikembangkan pada sentra sentra pengembangan ternak di seluruh wilayah Propinsi. Yang perlu mendapat perhatian adalah penyediaan tenaga medis, paramedic , dan tenaga teknis lain serta peralatan pendukungnya sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang kesehatan hewan dan kesehatan mesyarakat veteriner. Operasionalisasi Poskeswan kedepan diharapkan dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan swasta dan masyarakat, melalui bentuk kerjasama tripartite (Pemda, Swasta, Kelompok Peternak) atau bentuk kerjasama lainnya. Hal ini sangat dimungkinkan, karena beberapa jenis pelayanan di bidang keswan sudah dapat dibiayai oleh peternak sendiri. Disamping itu sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan dibidang kesehatan masyarakat veteriner dan sekaligus mencegah masuknya penyakit dari wilayah lain, maka pengawasan lalu lintas hewan, bahan asal hewan (BAH) dan hasil bahan asal Hewan (HBAH), fasilitasi dan pengawasan Rumah Potong Hewan, akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kegiatan pembangunan peternakan secara keseluruhan.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
41
d. Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Hewan Menular Penyakit flu burung atau avian influenza (AI), brucellosis, hog cholera, ramadewa, SE dan rabies merupakan penyakit hewan menular yang diprogramkan pemberantasan dan pengendaliannya secara Nasional ataupun regional. (1) Untuk penyakit rabies telah diprogramkan oleh semua Propinsi di Pulau Sumatera dan bangka Belitung, bebas pada tahun 2007 (2) Penyakit flu burung dengan menggunakan metoda vaksinasi dan pengetatan bio security, telah disepakati harus bebas pada tahun 2007 (3) Diharapkan Lampung ditetapkan bebas penyakit SE (free area), karena sudah sejak tahun 1990 tidak pernak terjadi kasus penyakit tersebut, demikian juga dengan penyakit ramadewa. (4) Penyakit hog cholera sampai saat ini dapat dilokalisir dan hanya terjadi di Kabupaten Lampung Timur,lima tahun kedepan penyakit ini diharapkan dapat bebas. Operasionalisasi daripada upaya pemberantasan dan pengendalian penyakit selain dilaksanakan dengan vaksinasi, peningkatan biosecurity, pengobatan massal, “early warning system”, surveillance dan pemetaan, juga dengan meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan terhadap lalu lintas hewan dan bahan asal hewan. Kegiatan tersebut didukung dengan keberadaan BPPV wilayah III Bandar Lampung, Pos cek poin yang ada di Lampung Selatan, tulang Bawang, Way Kanan dan Lampung Barat, 12 unit Poskeswan, Petugas kecamatan dan petugas medis dan paramedic swasta ataupun yang beroperasi secara mandiri. e. Penyediaan mani beku dan Pelayanan Inseminasi Buatan Mani beku sapi potong dan kambing diproduksi di IPMB Terbanggi Besar, sedangkan mani beku yang tidak dihasilkan di IPMB akan didatangkan dari BIB Lembang dan BIB Singosari atau impor. Sedangkan peningkatan produksi melalui penerapan embryo transfer, dilaksanakan bekerjasama dengan Balai Embryo Transfer Cipelang dan kelompok peternak . Implementasi daripada pelaksanaan pelayanan Inseminasi Buatan dan Embryo Transfer bekerjasama dengan Kabupaten/Kota dan para inseminator yang tersebar di 10 kabupaten / Kota sebanyak ± 180 orang, melalui pengembangan kelompok kelompok binaan yang dirancang melalui model “Village Breeding Centre” (VBC), sebagai upaya membentuk kelompok ternak “elite” sebagai sumber pejantan donor untuk IB dan betina donor untuk ET.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
42
Pelayanan Inseminasi Buatan dan embryo tangsfer serta bentuk pelayanan aspek reproduksi dan fisiologis lainnya, diarahkan untuk dapat dilaksanakan secara swadaya atau sharring yang adil antara pemerintah, peternak dan kalau memungkinkan fihak swasta. 3. Pengembangan Pakan Pakan ternak merupakan factor produksi yang paling dominan dalam usaha peternakan, oleh karena itu dalam membangun peternakan yang mantap dan tangguh factor pakan akan menjadi kunci keberhasilan utama. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan produksi (populasi) dan produktivitas ternak yang akan berpengaruh langsung kepada pendapatan peternak, perlu dirancang upaya atau teknik untuk meningkatkan kualitas dan penyimpanan pakan serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pakan yang ada. Secara garis besar pendekatan teknis yang akan dikembangkan di Lampung adalah sebagai berikut : a. Integrasi Ternak Dengan Tanaman Pertanian dan Perkebunan Konsep paling efisien dalam pengembangan pakan untuk ruminansia adalah mengintegrasikan ternak ruminansia dengan usaha pertanian dan perkebunan, baik pada skala usaha tani kecil ataupun pada skala perusahaan pertanian / perkebunan. Berdasarkan perhitungan data tahun 2003, lahan perkebunan sawit, tebu, coklat, lada, kopi, singkong, nenas dan tanaman padi, dapat menampung ternak sapi sebanyak 549.000 ekor dan ternak kambing 1.830.000 ekor. Hal yang tidak bisa diabaikan dalam pengembangan pola integrasi ternak ini adalah pemanfaatan pupuk organic yang dihasilkan dari kotoran ternak untuk menjaga kesuburan lahan. Dampak lain daripada pola ini akan mendukung pengembangan komoditi eksotik yang akan menjadi unggulan Lampung, yaitu antara lain :kopi dan lada organic.Secara teknis pemanfaatan pakan pada lahan pertanian dan perkebunan dapat dijelaskan sebagai berikut : •
Integrasi ternak dengan perkebunan sawit Sumber pakan pada pola integrasi dengan perkebunan sawit dapat diharapkan dari rumput yang tumbuh di bawah pohon sawit, pengolahan daun sawit, dan limbah pengolahan sawit. Meskipun demikian, tampaknya yang paling mudah adalah mengharapkan pada rumput yang tumbuh di bawah pohon sawit. Dengan demikian sangat diharapkan untuk mendorong diversikasi usaha perkebunan sawit dengan sisipan usaha penggemukan sapi. Kapasitas tampung ternak sapi pada perkebunan sawit ± 40.200 ekor
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
43
•
Integrasi ternak dengan perkebunan tebu Introduksi ternak sapi ke dalam perkebunan tebu sebenarnya telah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda pada tahun 1830, yaitu mengintroduksi sapi Ongol kedalam perkebunan tebu, dengan tujuan sebagai alat transportasi tebu, kenyataannya saat ini sapi jenis Ongol dan peranakannya (PO) berkembang di Jawa khususnya disekitar perkebunan tebu. Untuk meningkatkan kualitas pakan yang bersumber dari daun pucuk tebu, terlebih dahulu dapat dilakukan fermentasi dan penambahan pakan acditive serta pemberian pakan konsentrat. Dengan demikian introduksi populasi baru di kawasan industri gula dapat dikatakan tidak ada masalah.
•
Integrasi ternak dengan perkebunan nenas Usaha penggemukan sapi yang terintegrasi dengan perkebunan nenas (pabrik pengalengan nenas) dengan memanfaatkan limbah telah dilaksanakan oleh salah satu perusahaan besar di Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Selain mampu menanggulangi persoalan limbah, perusahaan ini juga memanfaatkan pupuk organic untuk tanaman nenasnya, bermitra dengan peternak di sekitar serta menjual pakan yang berasal dari limbah nenas kepada peternak yang membutuhkan. Di Lampung masih terdapat 2 (dua) perusahaan perkebunan nenas yang memiliki potensi untuk dipadukan dengan usaha peternakan, yaitu di Kabupaten Lampung Tengah dan di Kabupaten Lampung Utara. Secara teknis limbah nenas ini juga dapat digunakan sebagai pakan ternak kambing dan domba.
•
Integrasi ternak dengan perkebunan singkong Potensi pakan hijauan yang berasal dari limbah tanaman singkong di Lampung pada tahun 2001 sebanyak 1,7 juta ton / tahun atau mampu menampung 1,70 juta ekor kambing, padahal populasi kambing tahun 2003 baru mencapai 810.000 ekor. Artinya kalau 50% saja potensi limbah singkong dimanfaatkan untuk ternak kambing, maka akan ada tambahan populasi sebanyak 850.000 ekor. Yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan limbah tanaman singkong untuk pakan adalah kandungan HCN yang dapat menyebabkan ternak keracunan. Dibeberapa tempat, ternak kambing telah mengalami adaptasi dan mampu mengkonsumsi daun singkong segar, bahkan ada yang sampai 100%. Upaya lain untuk meningkatkan daya guna daun singkong adalah dengan melalui pengolahan dan dapat disimpan dalam bentuk pellet, hay atau sillase
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
44
•
Integrasi ternak dengan perkebunan kopi , lada dan coklat Pengertian integrasi ternak kambing kedalam perkebuan kopi dan lada, lebih menekankan pada pemanfaatan tanaman pelindung yang biasanya menggunakan tanaman leguminosa (glirisidae , lamtoro dan dadap), kulit coklat, dan dedak kopi untuk campuran konsentrat, rumput yang ada di sekitarnya serta pemanfaatan pupuk organic untuk tanaman utama. Sehingga petani mendapatkan 2(dua) sumber nilai tambah, yaitu dari peningkatan produksi tanaman utama (kopi, lada dan coklat) serta dari produksi ternak kambing. Potensi pengembangan ternak kambing yang diintegrasikan dengan perkebunan coklat, kopi dan lada mencapai 130 150.000 ekor
•
Integrasi ternak dengan perkebunan pisang Lampung merupakan salah satu pemasok utama buah pisang ke Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, dimana 67,9 % berada di Kabupaten Lampung Selatan. Dari luasan yang ada di Lampung (±4,5 juta rumpun) paling tidak bisa menampung ±45.000 ekor sapi per tahun, yang memanfaatkan bonggol, daun dan rumput disekitar kebun.
•
Integrasi ternak dengan pertanian padi Jerami padi di Lampung yang memiliki potensi sebagai pakan ternak dan mampu menampung sapi dan kerbau sebanyak ±341.565 ekor, belum banyak dimanfaatkan, sebagian besar masih dibakar. Padahal dengan sedikit proses pengolahan fermentasi, pengeringan dan tambahan unsur mikro, akan meningkatkan palatabilitas dan kandungan gizi sebagai pakan.
•
Integrasi ternak itik di kawasan tambak udang Integrasi ternak itik di kawasan tambak udang telah diintroduksikan sejak tahun 2002 di Kabupaten Tulang Bawang. Limbah dari tambak udang berupa kepala udang, memiliki kandungan protein dan mineral yang baik untuk pakan udang. Itik yang mengkonsumsi kepala udang menghasilkan telur dengan kuning telur yang khas yaitu berwarna orange.
b. Pengembangan Teknologi Pengolahan dan Penyimpanan Pakan Teknologi pengolahan dan penyimpanan pakan yang perlu dikembangkan di Lampung antara lain : •
Teknologi pengolahan dan penyimpanan jerami padi, pucuk tebu, kulit kakao, daun dan batang singkong, pelepah dan tandan sawit, dan sumber hijauan lainnya, seperti fermentasi jerami, pembuatan sillase
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
45
•
Teknologi penyusunan ransum, misalnya sampai berapa persen daun singkong racun dapat diberikan dalam ransum kambing, atau maksimal berapa persen bungkil sawit ada dalam ransum ayam petelur serta pemberian feed supplement (misalnya supplement blok)
Tentu yang penting disini adalah, (1) meningkatkan akses dengan lembaga penelitian dan (2) bagaimana mengintroduksikannya kepada peternak c. Gerakan penanaman dan pengembangan hijauan pakan Mengingat masih rendahnya apresiasi peternak terhadap pakan ternak, maka dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemauan peternak dalam menyediakan pakan masih diperlukan kegiatan kegiatan yang bersifat ”gerakan”. Antara lain misalnya gerakan penghijauan dengan menggunakan tanaman leguminosa, gerakan tidak membakar jerami padi setelah panen, gerakan menanam rumput unggul atau gerakan pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan. d. Inventarisasi Limbah Agroindustri Kegiatan dalam 5 (lima) tahun mendatang yang dapat dilakukan adalah menginventarisasi ketersediaan semua bahan pakan yang berasal dari limbah agroindustri. Inventarisasi tersebut meliputi ketersediaan jumlah, lokasi, kondisi, serta teknologi pengolahan yang dibutuhkan. Informasi mendetail tentang hal ini sangat membantu pengembangan limbah agroindustri sebagai sumber pakan. Berbagai limbah agroindustri yang mungkin untuk dikembangkan adalah limbah perikanan, baik berupa ikan maupun udang; perkebunan kakao, perkebunan kelapa, industri tapioka, dan pabrik kacang tanah. e. Pengembangan Pabrik Pakan Mini Masalah pokok dalam penyediaan pakan ternak adalah rentang jarak yang terbentang lebar antara sumber bahan pakan, pabrik pakan, dan konsumen. Dengan demikian secara ideal antara sumber bahan, pabrik dan konsumen harus berada dalam satu lingkaran yang dekat. Pemikiran ini memunculkan konsep pengembangan pabrik pakan dalam skala kecil di kawasan pemeliharaan ternak. Pabrik pakan mini mempunyai skala usaha 1 – 3 ton per hari dengan jangkauan sebaran 10-20 Km dari lokasi pabrik. System produksi yang digunakan adalah Mix and Delivery , artinya setelah pakan dicampur
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
46
kemudian langsung didistribusikan. Proses ini lebih menguntungkan karena tidak diperlukan proses pengeringan. Pada 5 tahun pertama disarankan untuk membangun 5 pabrik pakan di 5 kabupaten yang mempunyai populasi ternak cukup padat. Dengan demikian setiap tahun dapat dibangun 1 pabrik pakan mini. 4. Pengembangan Usaha Peternakan Kebijakan pengembangan usaha peternakan dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan usaha agar investasi di bidang peternakan meningkat , sehingga tercipta peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Disamping itu kebijakan ini diperlukan untuk mempercepat proses transformasi melalui dukungan terhadap proses sebelum peroduksi, produksi / budidaya, pasca panen dan pemasaran. a. Dukungan Pra Produksi dan Pasca Produksi Dukungan tersebut berupa upaya untuk meningkatkan investasi, standarisasi, akreditasi, sertifikasi dan pengawasan terhadap agro input yang meliputi bibit, pakan, obat obatan, vaksin, dan peralatan. Sedangkan dukungan terhadap kegiatan pasca produksi yaitu pengolahan hasil dan pemasaran dilakukan melalui penciptaan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha peternakan serta kemitraan antara perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Dukungan dan bimbingan ditujukan untuk memberikan kemudahan melalui pelayanan usaha, pelatihan / magang, incubator agribisnis, informasi pasar, promosi, temu usahan dan lain lain. b. Dukungan Permodalan dan Investasi Dukungan permodalan dilaksanakan dengan cara mendekatkan para peternak terhadap fasilitas permodalan yang ada seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP), kredit usaha kecil menengah (UKM), Surat Utang Pemerintah (SUP), modal ventura, kemitraan dengan perusahaan swasta atau melalui kebijakan anggaran ditingkat Propinsi ataupun Kabupaten. Sistem permodalan dengan cara bergulir melalui pola Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) sebagaimana yang telah berjalan selama ini, akan didorong terus untuk menjadi sumber permodalan alternative dan menjadi dana abadi para peternak. c. Dukungan Informasi dan Promosi
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
47
Informasi pasar dan promosi yang berkaitan dengan pengembangan usaha sangat diperlukan. Pengembangan informasi melalui jaringan internet telah mulai dirintis dan akan terus dikembangkan sehingga menjadi media informasi yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Promosi dilakukan terutama terhadap komoditi unggulan peternakan Lampung yaitu sapi potong, kambing dan ayam ras sehingga dapat dikenal dan diminati oleh pasar, baik pasar Nasional ataupun pasar ekspor. Promosi juga dilakukan dalam rangka menarik minat para investor guna mengembangkan usaha peternakan , baik pada sector hulu, budidaya ataupun pengolahan. Yang tidak kalah pentingnya adalah juga promosi dalam rangka menanamkan kecintaan dan kebiasaan makan (food habit) produk produk hasil peternakan lokal serta upaya meningkatkan konsumsi protein hewani asal ternak (daging, telur dan susu). Gerakan Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) dan gerakan peningkatan konsumsi daging, telur dan susu, masih sangat relevan untuk tetap diapresiasikan kepada masyarakat Lampung. Dengan demikian produk produk peternakan Lampung akan lebih diminati dan usaha peternakan akan berkembang lebih cepat. 5. Pengembangan Usaha Pembibitan dan Penggemukan Sapi Potong Pengembangan usaha perbibitan ternak sapi potong akan tetap dikembangkan melalui model pengembangan sentra bibit pedesaan (Village Breeding Centre = VBC) dengan basis peternakan rakyat. Pada model ini selain mengoptimalkan fungsi fungsi teknis (genetic, reproduksi, fisiologi, pakan, kesehatan dan tatalaksana) juga diterapkan manajemen pengelolaan perbibitan ternak yaitu pencatatan, penimbangan/ pengukuran, seleksi dan penyortiran, kastrasi, IB, embryo transfer dan sertifikasi. Disamping itu aspek pasar juga menjadi hal yang sangat penting untuk dikelola secara kelembagaan. Pengembangan usaha pembibitan ternak sapi ini menjadi sangat strategis dan mutlak untuk mendapatkan porsi prioritas, karena sampai saat ini usaha penggemukan sapi sebagian besar masih tergantung pada bakalan impor. Usaha penggemukan selain dilaksanakan oleh perusahaan swasta, juga dikembangkan usaha penggemukan yang terintegrasi dengan VBC . Usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong selain dilaksanakan dengan model inti plasma dan VBC, dapat pula dilaksanakan melalui model kerjasama tripartite antara swasta, pemerintah dan peternak. 6. Pengembangan Usaha Sapi dan Kambing Perah Pengembangan ternak sapi perah selalu dihubungkan dengan peternak yang memiliki keterampilan budidaya lebih baik, kelembagaan kelompok sebagai
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
48
pengelola, proses pengolahan, dan pemasaran (konsumen susu murni dan harga yang pantas). Keempat komponen penentu ini masih bermasalah pada sentra pengembangan sapi perah di Kecamatan Talang Padang dan Metro, walaupun sebenarnya pada kondisi saat ini semuanya bermuara pada harga jual susu di tingkat peternak dan produksi susu yang rendah, sebagai akibat dari kualitas bibit dan pakan yang dibawah standar. Dalam rangka pengembangan sapi perah kedepan perlu dilakukan upaya perbaikan sebagai berikut : a. Pada aspek teknis antara lain perlu ada perbaikan bibit, pakan, pelayanan kesehatan dan tatalaksana pemeliharaan. b. Untuk mempermudah pembinaan dan meningkatkan posisi tawar peternak, maka kelembagaan peternak harus di restrukturisasi c. Promosi yang luas agar masyarakat mau minum susu murni d. Kemitraan dengan perusahaan swasta e. Secara paralel perlu ada introduksi pengembangan ternak kambing yang memproduksi susu. f. Perbaikan penanganan pasca panen g. Sebagai upaya terakhir tapi terbatas adalah subsidi atau bantuan pakan konsentrat. 7. Pengembangan Usaha Pembibitan dan Penggemukan Kambing/ Domba Peluang pasar ternak kambing kedepan sangat prospektif, terutama untuk memenuhi pasar Jakarta, banten , Jawa barat dan pasar ekspor ke Negara Negara Timur Tengah. Oleh karena itu ternak kambing dan ternak domba akan dikembangkan dengan sasaran menghasilkan ternak dengan bobot minimal 40 kg pada umur 10 bulan. Pengembangannya yaitu sebagaimana yang telah dilaksanakan saat ini pada ternak kambing, yaitu dengan cara persilangan antara kambing PE dengan Kambing Boer, dengan menggunakan teknologi inseminasi buatan dan pengembangan sentra sentra perbibitan. 8. Pengembangan Usaha Ayam Ras Usaha peternakan ayam ras sudah sangat maju dan banyak ditentukan oleh peran swasta. Pemerintah dalam hal ini akan lebih banyak untuk mendorong untuk tumbuhnya iklim usaha yang kondusif dan membangun kemitraan antara swasta dan peternak yang lebih proporsional. 9. Pengembangan Usaha Burung Puyuh Usaha peternakan burung puyuh dapat dilakukan pada lahan yang relatip sempit dan diusahakan secara intensif, oleh sebab itu ternak burung puyuh dapat dikembangkan di wilayah pinggiran perkotaan seperti Kota Bandar Lampung,
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
49
Metro, Kotabumi, Kalianda, Pringsewu, Bandarjaya, serta kota kota kabupaten dan kecamatan lainnya. Pengembangannya selain secara mandiri , dapat dilakukan dengan system bapak angkat atau kemitraan antara peternak dengan “poultry shops” atau distributor pakan / obat lainnya. 10.
Pengembangan Intensifikasi Ayam Bukan Ras (buras) dan Itik Sebagaimana diketahui bahwa komoditi ayam buras posisinya sangat strategis jika dikaitkan dengan upaya peningkatan konsumsi protein hewani asal ternak, karena hampir 100% keluarga petani di Lampung memelihara ayam buras walaupun dengan jumlah yang relative kecil. Oleh sebab itu program Intensifikasi Ayam Buras (intab) yang telah dintroduksi sejak tahun 1980-an, perlu “direplikasi” ulang dengan konsepsi yang telah disempurnakan, misalnya dikaitkan dengan upaya pemberantasan dan pengendalian penyakit flu burung. Demikian juga dengan intensifikasi ternak itik (Intik)
11.
Pengembangan Usaha Ternak Babi Pembinaan dan pengembangan usaha peternakan babi dilakukan terhadap wilayah wilayah yang secara social tidak menimbulkan penolakan, antara lain pada wilayah komunitas masyarakat Bali, seperti di kabupaten Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah dan kabupaten Tulang bawang. Disamping itu juga Propinsi Lampung memiliki peluang untuk relokasi usaha peternakan Babi yang ada di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat, baik dikembangkan pada komunitas masyarakat Bali ataupun dikembangkan secara khusus di Pulau Pulau yang ada di Lampung.
12.
Pembinaan dan Pelayanan Teknis Ternak kerbau Usaha ternak kerbau masih merupakan peternakan rakyat dengan pemeliharaan yang relative terbatas, karena pada umumnya memerlukan habitat di daerah rawa – rawa walaupun juga dapat dipelihara di dataran tinggi Selain itu jarak kelahiran ternak kerbau / calving interval) cukup panjang yaitu 18 – 20 bulan sehingga menyebabkan perkembangan ternak ini lambat dibandingkan dengan ternak sapi. Pengembangan ternak kerbau di Provinsi Lampung perlu mendapat perhatian mengingat ternak ini merupakan obyek penting dalam urusan adat istiadat suku Lampung, misalnya pada acara perkawinan, kematian dan sebagainya. Adapun pengembangan ternak ini dilakukan melalui peningkatan pembinaan dan pelayanan kesehatan hewan, persilangan dengan kerbau unggul lokal melalui
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
50
teknologi Inseminasi Buatan serta pengembangan pembuatan mani beku ternak kerbau. 13.
Pengembangan Aneka Ternak Sebagai upaya substitusi dan dalam rangka meningkatkan konsumsi daging, maka “ Aneka Ternak” yang terdiri dari kelinci, entok, angsa, kalkun dan rusa perlu dikembangkan lebih luas lagi, terutama komoditi yang sudah familier dengan petani di Lampung yaitu entok, angsa, kalkun dan kelinci. Sedangkan ternak rusa masih diperlukan upaya sosialisasi dan ujicoba secara terencana. Disamping itu juga dalam rangka meningkatkan pendapatan dan peluang usaha masyarakat dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan perlu dikembangkan juga ternak yang bersifat exotic atau ternak hias antara lain, ayam kipas, ayam kate, ayam cemani, ayam pelung, bekisar dan lain – lain.
14.
Peningkatan Fungsi Koordinasi dan Kerjasama a. Peningkatan fungsi Koordinasi antar Provinsi dengan Kabupaten/Kota, antar kabupaten kota dan antar Propinsi dengan Pusat b. Peningkatan koordinasi lintas sector, hal ini sangat penting karena keberhasilan pembangunan peternakan lebih dari 60% ditentukan oleh sector lain c. Peningkatan Kerjasama dan koordinasi dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi, organisasi profesi dan swasta
BAB VII RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROPINSI LAMPUNG TAHUN 2005 – 2009 A. ISSUE POKOK PEMBANGUNAN PETERNAKAN : 1. Konsumsi Protein hewani asal ternak masih rendah
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
51
Sebagaimana diketahui bahwa konsumsi protein hewani sangat menentukan tingkat kecerdasan seseorang, bahkan beberapa pakar mengukur tingkat keberhasilan pembangunan dari tingkat konsumsi protein hewani dan menganggap jika konsumsi protein hewani terlalu rendah akan terjadi apa yang disebut “ loose generation”. Secara Nasional konsumsi protein hewani asal ternak Indonesia masih sangat rendah. Jika dibandingkan dengan Negara Negara di Asia, Indonesia hanya berada di atas Banglades dengan tingkat konsumsi protein hewani 4,7 gram/kapita/hari atau 78,33% dari standar minimal FAO. Sebagai gambaran perbandingan tingkat konsumsi daging, telur dan susu beberapa Negara di Asia, dan Propinsi di Indonesia, sebagai berikut : Tabel 14. Perbandingan Konsumsi Daging, Telur dan Susu Beberapa Negara di Asia dan Beberapa Propinsi di Indonesia tahun 2002 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
NEGARA*/ PROPINSI** Banglades China Jepang Malaysia Philipina Thailand Indonesia Lampung Sumatera Barat Sumatera Selatan Bengkulu DKI Jakarta Jawa Barat Sulawesi Selatan Kalimantan Selatan
KONSUMSI (kg/kapita/tahu) Daging Telur Susu 3,08 0,68 31,55 39,00 10,10 2,96 25,97 20,54 10,72 46,87 17,62 3,82 24,96 4,51 0,25 25,00 9,15 2,04 7,10 3,48 6,50 6,84 4,63 3,71 5,33 5,87 0,50 6,30 4,03 3,43 3,97 3,50 1,50 17,36 13,71 22,31 6,60 2,72 7,02 4,21 6,53 3,01 4,76 5,35 2,50
Berdasarkan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional tahun 1998 dan FAO, bahwa standar konsumsi minimal protein hewani asal ternak adalah protein hewani 6 gram/kapita/hari, daging 10,3 kg/kapita/tahun, telur 6,5 kg /kapita/tahun dan susu 7,2 kg/kapita/tahun. Sementara konsumsi protein hewani yang dicapai Propinsi Lampung pada tahun 2004 baru mencapai 4,15 gram/kapita/hari atau baru mencapai 69,16% dari standar minimal yang ditetapkan WKPG dan FAO. Pencapaian tersebut setara dengan konsumsi daging 7,09 kg/kapita/tahun (68,83%), telur 4,28 kg/kapita/tahun (65,85%) dan susu 4,35 kg/kapita/tahun (60,42%). Jika dilihat dari konsumsi masing masing komoditi, maka penduduk Lampung pada tahun 2004 baru makan daging sapi 0,97kg/kapita/tahun, kambing dan domba 0,30 kg, ayam kampung 3,55 kg, dan ayam ras 2,01 kg. Sementara konsumsi telur di Lampung pada tahun 2004 mencapai 68 butir/kapita/tahun. Bandingkan dengan konsumsi telur di Malaysia 300 butir/kapita/tahun, Filipina 70 butir, Thailand 100 butir, Vietnam 40 butir, serta konsumsi daging ayam
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
52
Malaysia 23 kg, Filipina 4 kg, Thailand 16,8 kg dan Vietnam 1 kg. Sementara konsumsi beras Nasional (133 kg/kapita/tahun) adalah konsumsi beras tertinggi di Dunia. Issu rendahnya konsumsi protein hewani asal ternak, selain menyangkut aspek produksi dan distribusi, juga sangat terkait dengan daya beli masyarakat, tingkat pendidikan, budaya dan kebijakan pemerintah. Dari data tersebut di atas dan trend konsumsi produk peternakan dari tahun ke tahun di Propinsi Lampung, maka peranan produk unggas khususnya daging ayam kampung dan ayam broiler memegang peranan yang sangat penting, yaitu pada tahun 2004 mencapai 5,57 kg atau 78,56% dari total konsumsi daging. Dilihat dari sifatnya, komoditi unggas termasuk komoditi yang cepat dikembangkan. Artinya kebijakan pemerintah Propinsi Lampung dalam upaya meningkatkan konsumsi daging, perlu memprioritaskan kepada komoditi unggas. Karena selain cepat dikembangkan, dapat dipelihara oleh semua lapisan masyarakat, juga harganya relative terjangkau. Sebagai gambaran, jika sampai dengan tahun 2009 konsumsi daging ayam kampung ditargetkan naik 1 kg menjadi 4,55 kg/kapita per tahun, maka populasi (sesaat) pada tahun tersebut harus mencapai 16,15 juta ekor . Sedangkan ayam ras pedaging jika pada tahun 2009 ditargetkan naik 1 kg maka diperlukan populasi (kumulatif) sebesar 35,6 juta ekor atau diperlukan peningkatan populasi rata rata 10,76% per-tahun. Sementara pertumbuhan populasi ayam pedaging selama 5 tahun terakhir hanya 4,05 %. 2. Pengurasan populasi ternak terutama sapi dan kambing Diawali dengan berbagai program peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak, yang secara monumental diawali dengan program BPSD (Bimbingan Peternak Sapi Pedaging) pada tahun 1977, kemudian dilanjutkan dengan proyek penyebaran ternak P3TK-IFAD pada tahun 1983, kemitraan penggemukan sapi, kemitraan ayam, yang didukung dengan peningkatan kualitas pelayanan yaitu kesehatan, inseminasi buatan, pengembangan pakan dan penyuluhan, serta program pendukung lainnya, baik yang dibiayai APBN ataupun APBD, maka secara bertahap yang dimulai tahun 1993, Propinsi Lampung dikenal sebagai penghasil ternak potong dan bibit dan secara rutin mensuplai ternak potong untuk kebutuhan pasar DKI Jakarta, Jawa Barat. Seiring dengan perjalanan waktu, Propinsi Lampung pun semakin dikenal sebagai salah satu Lumbung ternak Nasional. Akan tetapi setelah diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999, beberapa Propinsi di Sumatera melalui APBD dan APBN-nya banyak kegiatan pengadaan bibit ternak khususnya sapi dan kambing. Ternak tersebut sebagian dibeli (“dipindahkan”) dari Lampung, setiap tahun tidak kurang dari 40.000 ekor bibit sapi dan kambing “pindah” dari Lampung ke beberapa Propinsi di sumatera, bahkan sampai ke Pulau Kalimantan. Sebenarnya ini adalah peluang yang sangat baik
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
53
untuk peternak di Lampung, akan tetapi jika pengeluaran ternak bibit yang berkualitas tidak dapat dikendalikan, maka secara bertahap Lampung akan kekurangan bibit betina dan pejantan unggul. Sebagai contoh, pada saat Propinsi Lampung sedang mulai mengembangkan kambing boerawa yaitu silangan antara Kambing PE dan Kambing Boer, dan dibeberapa sentra telah menghasilkan bibit, ternyata dengan iming iming harga yang cukup tinggi (Rp 1 – 1,5 juta per ekor kambing boerawa umur 8 bulan), peternak menjual kambing boerawanya. Hal tersebut sangat wajar dan sesuai dengan hukum ekonomi, akan tetapi persoalannya dikuatirkan pada saatnya nanti, Propinsi lain akan lebih cepat mengembangkan kambing boerawa karena memiliki sumber pembiayaan yang jauh lebih besar dari Lampung. Hal lain yang sampai saat ini juga menjadi bumerang dalam pengembangan peternakan di Lampung, adalah ketergantungannya terhadap sapi bakalan impor. Sapi bakalan lokal secara kualitas dan kuantitas belum mampu memenuhi kebutuhan usaha penggemukan sapi di Lampung yang membutuhkan 120.000 – 140.000 ekor bakalan per - tahun. Untuk ini juga perlu ada strategi pengembangan perbibitan yang komprehenship dan berkelanjutan, sehingga Lampung akan memiliki keunggulan ,daya saing dan tetap sebagai salah satu lumbung ternak Nasional. 3. Adanya wabah flu burung (avian influenza) dan penyakit strategis lainnya Penyakit flu burung pada unggas (avian influenza) di Lampung disebabkan oleh virus influenza A (highly pathogenic) dari family Orthomyxoviridae . Penyakit ini dapat menimbulkan kematian sampai 100% dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi peternak. Oleh sebab itu dalam rangka melindungi peternak dari kerugian yang besar, maka pemerintah telah menerbitkan pedoman pengendalian dan pemberantasan penyakit flu burung pada unggas. Adapun materi pokok dari pedoman tersebut antara lain berisi langkah langkah pencegahan dan pemberantasan yaitu, (1) pelaksanaan biosekuriti secara ketat, (2) pelaksanaan vaksinasi, (3) pembatasan lalulintas hewan dan bahan asal hewan, (4) surveillance dan penelusuran, (5) peningkatan kesadaran masyarakat, (6) stamping out serta (7) monitoring, pelaporan dan evaluasi. Mengingat penyakit ini merupakan penyakit yang baru muncul di Lampung (Indonesia) dan baru dikenal oleh masyarakat peternakan, maka upaya yang harus menjadi prioritas adalah sosialisasi kepada masyarakat peternakan. Penyakit ini juga telah menyebabkan terhentinya ekspor daging ayam dari Lampung ke Jepang, oleh karena itu untuk membebaskan penyakit ini selain langkah langkah sebagaimana tersebut di atas, perlu dukungan pembiayaan yang cukup besar baik dari APBD Propinsi, APBD Kabupaten / Kota, APBN dan partisipasi swasta dan masyarakat serta koordinasi vertical dan horizontal.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
54
Disamping penyakit Flu Burung, di Lampung juga terdapat beberapa penyakit menular dan strategis yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yaitu penyakit Brucellosis , Septichaemia Epyzotica (SE), Ramadewa pada sapi Bali, Hog Cholera, dan penyakit Rabies. 4. Kurangnya akses kesehatan hewan
masyarakat terhadap pelayanan peternakan dan
Pelayanan publik dibidang peternakan perlu dikembangkan menjadi lebih transparan, partisipatif, dan berorientasi pada pengguna. Privatisasi adalah salah satu metoda untuk meningkatkan kualitas pelayanan tersebut, kendatipun biasanya kepentingan bisnisnya lebih dikedepankan, tapi yang penting dengan privatisasi akan terjadi persaingan yang sehat, sehingga peternak dapat memilih yang terbaik dengan harga yang terjangkau. Upaya pemberdayaan masyarakat yaitu dengan memberi kekuasaan , mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan, merupakan bagian dari upaya meningkatkan pelayanan publik. Contoh pelayanan IB dan pelayanan kesehatan hewan berbasis masyarakat. Pelayanan publik dibidang peternakan yang masih perlu disosialisasikan dan dikembangkan antara lain perlindungan atau jaminan kepada masyarakat untuk mendapatkan produk peternakan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH), pendampingan dan penyuluhan, meningkatkan aksesibilitas peternak terhadap sumber permodalan dan teknologi, dan bentuk pelayanan public lainnya di bidang peternakan. Kurangnya akses peternak terhadap pelayanan public dibidang peternakan antara lain disebabkan banyaknya alih fungsi penyuluh pertanian, serta tidak adanya rekrutmen penyuluh dan petugas lapangan. Disisi lain sebenarnya dengan diberlakukannya UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah seharusnya fungsi pelayanan publik semakin baik, karena dalam undang undang tersebut antara lain mengatur penyerahan wewenang dari pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia atau disebut desentralisasi. Pelimpahan kewenangan tersebut harus bertumpu pada batasan bahwa pelayanan yang dilimpahkan harus lebih efisiensi dan efektif. Tugas pelayanan tersebut dapat dilaksanakan oleh institusi diluar pemerintah atau dilakukan melalui swastanisasi, dimana upaya swastanisasi harus didasarkan pada asumsi bahwa lembaga sektor swasta mampu lebih fleksibel , dapat bersaing secara sehat diantara para penyedia jasa pelayanan serta mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan harga yang pantas.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
55
5. Terbatasnya modal untuk pengembangan peternakan Masalah ini merupakan factor pembatas utama yang selalu dihadapi para peternak. Akan tetapi persoalannya benarkah modal itu tidak ada ? ataukah peternak yang tidak memiliki kamampuan untuk akses ke sumber atau pemilik modal ? atau pemerintah yang belum berfihak kepada peternak ? atau lembaga keuangan dan pemilik modal yang sangat awam terhadap usaha peternakan yang sebenarnya layak ? atau antara peternak, kelompok peternak dengan pemilik modal / lembaga keuangan belum ada yang memfasilitasi ? atau aparat pemerintah (petugas peternakan) tidak melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat ? Ternyata banyak sekali kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan peternak tidak memiliki modal. Akan tetapi dari pertanyaan pertanyaan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada 3 (tiga) pemegang kendali primer yang memegang peranan, dalam hal ini yaitu pemilik modal atau lembaga keuangan, pemerintah, dan peternak Faktor lain yang secara paralel harus berdampingan dengan pengembangan aspek permodalan adalah : a. Menumbuhkan keberpihakan pemerintah (komitmen) untuk membangun usaha dibidang peternakan dan kesehatan hewan khususnya pada skala kecil dan menengah. b. Membangun dan menumbuhkan kepercayaan lembaga keuangan kepada peternak dan kelompok peternak, c. Meningkatkan apresiasi lembaga keuangan dan pemilik modal lainnya terhadap berbagai usaha peternakan yang layak dibiayai d. Meningkatkan kualitas pelayanan aparat pemerintah, terutama dalam hal pendampingan terhadap kelompok binaan dan difasilitasi secara langsung agar kelompok dapat berhubungan dengan lembaga keuangan e. Adanya peraturan perundangan yang mendukung dan berfihak pada peternak. 6. Potensi sumberdaya alam belum dimanfaatkan secara optimal Sebagaimana diketahui bahwa Lampung memiliki potensi sumberdaya alam yang mampu menampung ternak ruminansia sebanyak 1,41 juta unit ternak. Sampai dengan tahun 2003 ternak yang ada baru mencapai 468.180 unit ternak atau baru mencapai 33,20% dari potensi sumberdaya alam yang tersedia, atau masih tersedia ruang dan potensi pakan untuk 941.820 unit ternak. Jika pertumbuhan populasi ternak seperti saat ini yaitu 2-4%, maka untuk mencapai kapasitas daya tampung optimal (1,41 juta unit ternak), diperlukan waktu 35 – 40 tahun.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
56
Upaya kita tentu bagaimana mendorong agar potensi sumberdaya alam yang ada dapat secara optimal dimanfaatkan dan mempercepat waktu pencapaiannya, misalnya menjadi 10 atau 15 tahun. Disamping itu juga upaya peningkatan produksi selain dilaksanakan melalui peningkatan populasi ternak, juga dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas, antara lain peningkatan bobot hidup ternak, peningkatan pertambahan berat badan harian dan diversifikasi produk. Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan teknologi yang mudah diaplikasikan oleh peternak, ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia, menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk pengembangan investasi serta yang tidak kalah pentingnya adalah membangun komitmen semua komponen pembangunan yaitu masyarakat, swasta & pemerintah. 7. Koordinasi antara Pusat, Propinsi dan Kabupaten Kurang dan rancunya koordinasi antar Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/ Kota serta antara Pemerintah (pusat) dan Daerah Propinsi , antara lain merupakan salah satu dampak negative dari pelaksanaan UU nomor 22 tahun 1999 pasal 4 ayat (2) yaitu “ Daerah Daerah sebagaimana disebut pada ayat (1), masing masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain”. Walaupun UU nomor 22 tahun 1999 secara otomatis tidak berlaku lagi setelah terbitnya UU nomor 32 tahun 2004, akan tetapi nuansa pasal 4 ayat (2) pada UU nomor 22 tahun 1999, diperkirakan tidak akan serta merta merubah sikap dan perilaku dalam melaksanakan koordinasi sesuai dengan ketentuan yang baru. 8. Skala usaha peternakan belum ekonomis Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada tahun 2002 di Propinsi Lampung, peternak yang memiliki sapi 1 – 3 ekor mencapai 43,70%, 4-6 ekor = 44,80%, 7-10 ekor = 8,75%, 11-20 ekor = 2,3% dan >20 0,45%. Sedangkan ternak kambing yang memiliki 1-10 ekor 61,25%, 11-20 ekor = 32,75% dan >20 ekor = 6,0%. Ternak babi 1-10 ekor = 58%, 11-30 ekor = 34,0% dan >30 ekor = 8,0%. Ternak itik ≤ 30 ekor = 70%, 31-50 ekor = 16,0% dan >50 ekor = 14,0%. Dari angka sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa peternak sapi potong yang skala usahanya masih termasuk skala usaha sambilan mencapai 88,5%, dan cabang usaha = 11,05%. Pada peternak kambing usaha sambilan 61,25% dan cabang usaha 32,70%, pada ternak babi usaha sambilan 58,0%, cabang usaha 34,0%, serta pada ternak itik 86,00% adalah usaha sambilan dan cabang usaha 14 %
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
57
Ciri daripada usaha peternakan yang sambilan dan cabang usaha adalah kurang efisien di dalam pengelolaan factor factor produksi. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan daya saing kualitas produk peternakan, perlu adanya upaya peningkatan skala usaha secara bertahap, melalui peningkatan aksesibilitas peternak terhadap modal dan teknologi, peningkatan kualitas dan kontinuitas produk, dan perluasan pangsa pasar. B. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 1. VISI MEWUJUDKAN LAMPUNG SEBAGAI LUMBUNG TERNAK YANG TANGGUH DAN MANDIRI 2. MISI 1. Meningkatkan populasi dan produksi ternak guna menyediakan bahan pangan asal ternak yang terjamin baik kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya, dengan harga terjangkau serta semakin berperan dlm menyediakan kebutuhan nasional 2. Mewujudkan sumberdaya manusia dan kelembagaan peternakan yg tangguh , mandiri dan professional 3. Meningkatkan daya saing produk unggulan peternakan Lampung 4. Memanfaatkan potensi sumberdaya alam local secara optimal, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. 3. TUJUAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Meningkatkan konsumsi protein hewani asal ternak masyarakat Lampung Meningkatkan produktivitas ternak Meningkatkan kualitas pelayanan di bidang peternakan Meningkatkan skala usaha peternakan Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi tepat guna terutama dibidang pakan, reproduksi, budidaya dan pengolahan produk peternakan. Meningkatkan kualitas dan kontinuitas produk unggulan peternakan yaitu sapi potong dan kambing. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya Meningkatkan peranan Provinsi Lampung sebagai salah satu Lumbung ternak Nasional Meningkatkan pendapatan peternak
4. SASARAN
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
58
Sasaran umum yang ingin dicapai pada tahun 2009 adalah : 1) Tercapainya konsumsi protein hewani asal ternak masyarakat Lampung pada tahun 2009 sebesar 4,73 gram/kapita/hari 2) Terwujudnya peningkatan produktivitas ternak, antara lain : a. Tingkat kelahiran ternak pada tahun 2009 meningkat masing masing ternak sapi potong menjadi 23,5 %, Kambing 40,15 %, kerbau 11,55 %, domba 39,15 %, dan babi 57,35 % b. Service per conseption pelayanan IB ternak sapi pada tahun 2009 meningkat menjadi 1,39 % c. Rata rata calving interval 14 bulan pada ternak sapi dan 8 bulan pada ternak kambing 3) Meningkatnya kualitas pelayanan publik dibidang peternakan, antara lain : a. Covering pelayanan kesehatan meningkat 40 % b. Covering pelayanan Inseminasi Buatan meningkat 26,63 % 4) Terwujudnya peningkatan skala usaha peternakan antara lain pada tahun 2009 skala usaha sambilan dan cabang usaha pada peternakan sapi potong meningkat statusnya 1 % dan 3,9 % , skala usaha ternak kambing 3 %, skala usaha ternak babi 5 % dan skala usaha ternak itik meningkat 2 %. 5) Populasi ternak sapipotong 55 % merupakan hasil IB dan ternak kambing 30 % merupakan kambing unggul hasil IB (Persilangan kambing Boer, PE). 6) Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk pengembangan peternakan pada tahun 2009 sebesar 5 % 7) Pengeluaran ternak ke Propinsi lain untuk kebutuhan bibit dan ternak potong pada tahun 2009 adalah: sapi potong 172.151 ekor, kambing dan domba 243.543 ekor kerbau 2.411 ekor, babi 24.478 ekor dan unggas 8,86 juta ekor 8) Pendapatan peternak minimal sama dengan UMR C. ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS Analisis lingkungan strategis adalah suatu analisis yang dilakukan secara objektif dan komprenship dengan mempergunakan data yang akurat, terbaru dan berasal dari lingkungan insternal dan eksternal. Analisis lingkungan strategis merupakan satu upaya objektif untuk merumuskan dan memformulasikan strategi pembangunan yang dilakukan dengan pendekatan “SWOT”, yaitu dengan menganalisis lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan lingkungan eksternal (pelunag dan ancaman) yang dihadapi, baik dalam pembanguanan daerah,sector ataupun dalam pembangunan sub sektor peternakan khususnya di Propinsi Lampung. Melalui analisis ini diharapkan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung dapat melihat secara objektif kondisi-kondisisi internal dan eksternal. Dalam hal ini dapat dibedakan secara jelas fungsi manajemen, masyarakat, swasta dan pemerintah. Jadi perencanaan strategis sangat penting untuk memperoleh keunggulan kinerja baik berupa produk ataupun servis yang sesuai dengan keinginan dan tuntunan stakeholder sebagaimana yang tertuang dalam visi dan misi
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
59
yang telah ditetapkan serta dapat mengantisipasi dengan cepat kemungkinan perubahan yang juga terjadi dengan cepat. 1. Analisis Lingkungan Internal(Kekuatan dan Kelemahan) Secara riel Propinsi Lampung memiliki kekuatan besar yang mampu mempercepat lajunya perkembangan peternakan, tapi juga sekaligus memiliki kelemehan yang kemungkinan besar dapat menghambat kemajuan dan / atau rencana pembangunan peternakan yang telah ditetapkan. Dengan mengetahui kelemahan dan kekuatan internal sejak dini, diharapkan seluruh jajaran dan masyarakat peternakan mampu menagntisipasi dan mampu mengubah kekuatan menjadi peluang, serta mengubah kelemahan menjadi ancaman yang harus diatasi. Secara sistematis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Propinsi Lampung dalam pembangunan peternakan adalah sebagai berikut : a. Kekuatan 1) Sumberdaya Alam • Lahan sebagai basis ekologi. sumber pakan dan tempat budidaya dimiliki Lampung sangat luas yaitu 3,3 juta ha, dimana 54,18% nya adalah lahan yang dapt dipergunakan untuk budidaya ternak • Kapasitas tampung Lampung untuk ternak ruminansia sebanyak 1,41 juta unit ternak, sementara pada tahun 2003 baru mencapai 33,20% atau 468.180 unit ternak • Bahan baku pakan konsentrat melimpah di Lampung, anatara lain jagung, dedak halus, bungkil kelapa, bungkil sawit, mollase, kulit biji kopi, gaplek dan lain lain 2) Letak geografis dan tofografis o Letak geografis Lampung sangat strategis karena berada di pintu gerbang Sumatera dan Jawa 3) Pasar Lampung dekat dengan pasar raksasa DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Sampai saat ini Lampung menjadi salah satu pemasok ternak potong ke DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat serta bibit sapi dan kambing ke Propinsi di Sumatera Lampung memiliki komoditi yang mempunyai prospek untuk di ekspor yaitu ternak kambing, ayam ras dan pakan ternak Potensi pasar lokal juga masih dapat ditingkatkan, mengingat konsumsi daging, tellur dan susu masih rendah 4) Perusahaan Swasta Perusahaan swasta telah banyak berkembang di Lampung antara lain bergerak di bidang penggemukan sapi potong, ayam ras, pakan ternak dan distributor / deppo obat hewan Beberapa perusahaan swasta telah melakukan kemitraan dengan kelompok peternak disekitarnya
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
60
5) Komoditi unggulan ¾ Komoditi ternak unggulan Lampung telah dikenal oleh masyarakat di luar Propinsi , yaitu sapi potong dan kambing 6) Kebijakan Pemerintah 9 Dukungan pemerintah Provinsi & Kab/Kota untuk menjadikan Lampung sebagai Lumbung Ternak Nasional 9 Dukungan pembiayaan melalui APBD Propinsi cenderung terus meningkat 7) Sarana dan Prasarana • •
Propinsi Lampung telah memiliki Instalasi pembuatan mani Beku di Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah Prasarana pendukung lainnya adalah BPPV, Pelabuhan Internasional Panjang, BPTP, karantina hewan, Poskeswan, Pos Satgas, dan Pos Inseminasi Buatan
b. Kelemahan 1) Sumberdaya Manusia • Pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak relative rendah, hal ini antara lain disebabkan tingkat pendidikan formal petani ternak juga rendah, yaitu SD kebawah. • Tenaga kerja terdidik justru lebih tertarik bekerja di kota kota besar • Aksesibilitas kelembagaan peternak terhadap modal, teknologi dan informasi masih sangat rendah 2) Modal • Para peternak pada umumnya tidak memiliki modal yang cukup • Skala usaha beternak umumnya masih rendah • Lembaga permodalan sulit diakses oleh peternak pada umumnya • Kebijakan makro dibidang permodalan belum menyentuh para peternak kecil dipedesaan, sementara peternak sendiri aksesibilitasnya rendah 3) Ternak • Kualitas bibit dan produktivitas ternak di Lampung masih rendah • Usaha perbibitan ternak belum diminati oleh perusahaan swasta • Tingkat kepemilikan ternak relatip masih rendah • Data populasi ternak kurang akurat • Usaha penggemukan sapi potong masih tergantung pada bakalan umpor 4) Peralatan , Mesin dan Bahan E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
61
• •
Sebagian besar peralatan dan mesin peternakan masih tergantung dari barang impor, antara lain peralatan IB, peralatan kesehatan hewan, peralatan dan msin budidaya Bengkel alat alat peternakan belum berkembang dengan baik
5) Obat dan pakan Sebagian bahan baku obat dan obat hewan masih diimpor Sebagian bahan baku pakan konsentrat antara lain tepung ikan masih tergantung dari bahan baku impor 6) Kesehatan Hewan Masih adanya penyakit hewan menular di Lampung antara lain SE, Brucellosis. Hog Cholera, Ramadewa, Flu Burung, dan ND Lalu lintas hewan antar Pulau dan antar Propinsi sulit dikendalikan, sehingga dapat menimbulkan penyebaran penyakit Jumlah Poskeswan dan petugas pelayanan kesehatan sangat terbatas . 7) Kebijakan Pemerintah • Pungutan retribusi di Kabupaten / Kota yang kontra produktip karena semakin menambah biaya produksi • Perencanaan dan pembiayaan pembangunan peternakan yang kurang tepat • Adanya euphoria otonomi daerah
2. Analisis Lingkungan Eksternal (Peluang dan Ancaman) a. Peluang 1) Mengintegrasikan usaha peternakan kedalam usaha / perusahaan pertanian, perkebunan dan perikanan serta optimalisasi pemanfaatan lahan marginal 2) Lampung memiliki kapasitas tampung ternak ruminansia sebanyak 1,41 juta AU, sementara yang ada baru mencapai 33,20 %, jadi masih ada peluang pengembangan sebesar 66,80 % 3) Mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku pakan lokal 4) Meningkatkan produktivitas ternakmelalui penggunaan bibit unggul, teknologi dan tatalaksana budidaya yang efisien
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
62
5) Pengembangan ternak kambing Boerawa yang memiliki potensi pasar di dalam dan di Luar Negeri 6) Lampung memiliki potensi bahan baku pakan yang melimpah, baik bahan baku konsentrat ataupun hijauan. Dapat dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi produksi ataupun untuk pasar ekspor 7) Ayam ras yang merupakan salah satu unggulan Lampung, dapat dirintis ulang sebagai komoditi ekspor, dan sebagai substitusi daging merah (sapi, kerbau, kambing, domba dan babi) 8) Dengan semakin baiknya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendidikan di Lampung serta masih rendahnya konsumsi protein hewani masyarakat Lampung, maka ini akan menjadi potensi pasar yang cukup besar 9) Dengan semakin dikenalnya Lampung sebagai salah satu Lumbung ternak Nasional dan iklim usaha yang semakin kondusip, akan menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya dalam bidang peternakan di Lampung . 10) Letak geografis Lampung yang dekat denga pasar raksasa DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat, ditunjang dengan potensi sumberdaya alam serta iklim usaha yang semakin baik, juga menjadi daya tarik investasi b. Ancaman 1) Globalisasi perdagangan 2) Euporia otonomi daerah 3) Semakin tingginya ketergantungan dan keterkaitan antar sektor 4) Adanya tuntutan efisiensi, kualitas dan kontinuitas produk 5) Out break penyakit flu burung dan penyakit hewan menular lainnya 6) Pengurasan populasi sapi potong dan kerbau yang diakibatkan pengeluaran yang tidak terkendali dan pemotongan ternak betina produktip 7) Ketergantungan pasokan sapi bakalan dari Australia 8) Kemungkinan terjadinya bioterorisme 9) Restrukturisasi organisasi D. STRATEGI (CARA MENCAPAI TUJUAN & SASARAN) 1. KEBIJAKAN Kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rangka pembangunan peternakan di Propinsi Lampung adalah :
mencapai
tujuan
Kebijakan yang digunakan dalam rangka meningkatkan konsumsi protein hewani asal ternak masyarakat Lampung (Tujuan 1) , antara lain: a. Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap manfaat protein hewani bagi tubuh manusia b. Meningkatkan produksi daging, telur dan susu, agar harganya terjangkau masyarakat
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
63
Diversifikasi terhadap jenis produk peternakan yang biasa dikonsumsi masyarakat dengan dengan produk peternakan lain yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Misalnya mengembangkan ternak kelinci, burung merpati atau yang semula fokus terhadap daging sapi (daging merah) ke daging ayam (daging putih) yang memiliki fleksibilitas yang tinggi d. Pengembangan pengolahan pasca panen produk produk peternakan menjadi bahan konsumsi yang menarik dan aman dikonsumsi e. Hal lain yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi protein hewani adalah daya beli, budaya dan tingkat pendidikan masyarakat, oleh karena itu peningkatan koordinasi lintas sector menjadi sangat penting.
c.
Kebijakan yang digunakan dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak (Tujuan 2), antara lain : a. Meningkatkan pemanfaatan teknologi tepatguna bekerjasama dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi dan perusahaan swasta b. Meningkatkan kinerja aspek aspek bibit, pakan, kesehatan, reproduksi dan fisiologi ternak dan tatalaksana pemeliharaan c. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak Kebijakan yang digunakan dalam meningkatkan kualitas pelayanan di bidang peternakan (Tujuan 3), antara lain : a. Melakukan swastanisasi atau mengembangkan metoda pelayanan public berbasis masyarakat di bidang peternakan b. Didukung dengan organisasi yang terdesentralisasi, efektip dan efisien c. Didukung dengan adanya perubahan perilaku dari pemberi pelayanan atau mengubah sikap dan mental model (Oentarto,2004) d. Merumuskan pedoman standar pelayanan minimal di bidang peternakan dan kesehatan hewan Kebijakan yang digunakan dalam rangka meningkatkan skala usaha peternakan (Tujuan 4), antara lain : a. Meningkatkan aksesibilitas peternak / kelompok peternak kepada lembaga keuangan dan pemilik modal b. Mengembangkan pola usaha peternakan yang efisien, efektip dan menguntungkan, misalnya melalui introduksi pengolahan dan penyimpanan pakan, kemitraan dan berkelompok. Kebijakan yang digunakan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dibidang pakan reproduksi, keswan tatalaksana pemeliharaan dan pengolahan produk peternakan (Tujuan 5), adalah antara lain : a. Mengembangkan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan, murah dan mudah dilaksanakan oleh peternak b. Meningkatkan kerjasama dengan Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi dan Perusahaan Swasta c. Melaksanakan percontohan, pelatihan, magang dan pendampingan pemanfaatan teknologi pada pra produksi budidaya dan pasca panen
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
64
Kebijakan yang digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kontinuitas produk unggulan peternakan (Tujuan 6), antara lain : a. Optimalisasi pemanfaatan teknologi antara lain, penggunaan bibit unggul, IB, embryo transfer, b. Memfasilitasi dan mendorong pemerintah pusat, pemda dan swasta untuk mengimpor bibit unggul terutama sapi, kambing dan GPS ayam ras c. Mengembangangkan kawasan produk peternakan unggulan d. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pakan local untuk mengganti/mengurangi ketergantungan impor bahan baku pakan. Kebijakan yang digunakan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam (Tujuan 7), antara lain : a. Mendorong atau bekerjasama dengan perusahaan swasta untuk memanfaatkan limbah perkebunan, pertanian dan perikanan sebagai pakan ternak melalui pola integrasi b. Mendorong perusahaan swasta dibidang perkebunan/ pertanian dan agroindustri lainnya untuk membuka usaha terpadu dengan memasukan usaha peteranakan sebagai cabang atau bagian dari perusahaan intinya. c. Mengembangkan teknologi pengolahan dan penyimpanan pakan yang berasal dari limbah pertanian, perkebunan dan perikanan d. Menggali sumber permodalan untuk mendukung usaha peternakan yang terintegrasi dengan usaha pertanian/perkebunan/perikanan. Kebijakan yang digunakan dalam rangka meningkatkan peranan Propinsi Lampung sebagai salah satu Lumbung ternak Nasional (Tujuan 8), antara lain : a. Melakukan percepatan peningkatan populasi ternak melalui pengembangan system perbibitan, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan peningkatan kualitas pakan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan hewan dan IB, pengendalian pemotongan betina produktif dan pengendalian pengeluaran bibit unggul keluar Propinsi b. Mengembangkan pola integrasi ternak kedalam perusahaan petani & perkebunan serta agroindustri lainnya. c. Mengembangkan komoditi ternak unggulan Lampung yang tidak dimiliki oleh wilayah lain antara lain ternak kambing Boer, Boerawa dan penggemukan sapi eks impor d. Memberikan insentif bagi investor yang mengembangkan usahanya secara bermitra dengan masyarakat sekitar Kebijakan yang digunakan dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak, (Tujuan 9), adalah : a. Meningkatkan skala usaha dan produktivitas ternak b. Meningkatkan aksesibilitas peternak terhadap sumber permodalan dan teknologi c. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan (PSK) peternak
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
65
Mendorong tumbuhnya dan memfasilitasi kelembagaan peternak menjadi kelembagaan yang mampu berperan sebagai mediator bagi anggotanya untuk membangun usaha peternakan e. Meningkatkan pangsa pasar produk produk peternakan d.
2. PROGRAM PRIORITAS 1) Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Peternakan
Sumberdaya
Manusia
dan
a. Arah Program ini diarahkan untuk menciptakan sumberdaya manusia dan kelembagaan peternakan yang tangguh dan mandiri, mampu mengoptimalkan dan mengakses sunber daya (alam, modal dan teknplogi), untuk memperoleh manfaat yang sebesar besarnya bagi peningkatan produksi dan produktivitas ternak dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. b. Tujuan a) Meningkatkan profesionalisme dan produktivitas peternak dan petugas b) Meningkatkan peranan dan kualitas kelembagaan peternak dan kelembagaan lain yang mendukung pembangunan dibidang peternakan c) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak 2) Program Pengembangan Integrasi Ternak dengan Tanaman Pertanian/ Perkebunan a. Arah Program ini diarahkan untuk mendorong perusahaan perkebunan / pertanian dan agroindustri lainnya untuk melaksanakan diversifikasi usaha bidang peternakan dan mengembangkan kemitraan dengan nilai ternak yang ada disekitar perusahaan. b. Tujuan a) Meningkatkan “capacity building” dari padalahan usaha pertanian/perkebunan sekaligus meningkatkan pendapatan per satuan luas lahan usaha b) Meningkatkan populasi ternak c) Meningkatkan pendapatan peternak disekitar perusahaan d) Mengembangkan usaha tani terpadu.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
66
3) Program Peningkatan Produksi & Produktivitas Ternak a. Arah Program ini diarahkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak, melalui penerapan panca usaha ternak, yaitu penggunaan bibit unggul, penanganan dan penerapan teknologi reproduksi, pengembangan kualitas, kuantitas dan kontinuitas pakan, penanganan kesehatan hewan dan pengelolaan / tatalaksana budidaya b. Tujuan e) Mendorong percepatan peningkatan populasi ternak f) Mempertahankan stabilitas potensi Lampung sebagai lumbung ternak Nasional g) Mengembangkan potensi Lampung sebagai salah satu pusat bibit ternak sapi dan kambing h) Menyediakan daging, telur, susu serta produk olahannya untuk konsumsi masyarakat Lampung dalam jumlah dan kualitas yang cukup serta harga yang terjangkau i) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak 4) Program Pembinaan Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner a. Arah Program ini diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan hewan peliharaan dan ternak milik peternakan rakyat melalui upaya pencegahan, pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit hewan serta peningkatan kualitas pelayanan dibidang kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet)
b. Tujuan a) Meningkatkan produksi dan produktivitas ternak b) Menurunkan tingkat kematian (mortalitas) dan derajat kejadian penyakit (morbiditas) c) Meningkatkan kesehatan lingkungan budidaya d) Mencegah tejadinya penularan penyakit zoonosis dari hewan l\kepada manusia e) Meningkatkan keamanan dan kesehatan produk produk peternakan yang dikonsumsi, dengan mengembangkan produk yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) f) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
67
5) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan dibidang Peternakan a. Arah Program ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan public dibidang peternakan yang lebih berorientasi kepada pengguna, partisipatip, transparan, serta dengan mengembangkan bentuk bentuk pelayanan yang berbasis masyarakat dan swastanisasi, terutama dalam bidang kesehatan hewan, inseminasi buatan, penyuluhan dan pelatihan teknis, peningkatan pemberdayaan peternak dan kelompok peternak, pengembangan perbibitan dan pakan ternak. b. Tujuan a) Meningkatkan partisipasi dan peranan masyarakat dan swasta b) Meningkatkan tingkat keberhasilan pelayanan Inseminasi buatan c) Meningkatkan derajat kesehatan, menekan tingkat kematian dan tidak terjadinya out break penyakit hewan menular d) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak 6) Program Pengembangan agribisnis dan kemitraan peternakan a. Arah Program ini diarahkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi pedesaan, guna memperoleh nilai tambah yang tinggi dengan masukan teknologi, manajemen dan akses pasar. Dalam hubungan ini peranserta swasta dan badan usaha lain untuk ikut berpartisipasi mewujudkan industri peernakan yang sinergis dengan peternakan rakyat dan sumberdaya local b. Tujuan a) Meningkatkan efisiensi produksi dan pemasaran hasil serta meningkatkan kualitas dan daya saing produk di pasar dalam dan luar negeri b) Menciptakan iklim yang mendorong tumbuhnya agribisnis dan agroindustri, serta meningkatkan investasi di bidang peternakan c) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak d) Mengembangkan kemitraan peternakan yang adil dan saling menguntungkan 7) Mengembangkan Ternak Kambing Boerawa a. Arah Program ini diarahkan untuk Pengembangan Kambing Boerawa yang merupakan hasil persilangan antara kambing Boer Dengan Kambing peranakan Etawa adalah membuka peluang pasar export kambing potong ke pasar Timur Tengah.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
68
b. Tujuan a) Meningkatkan bobot kambing potong, diharapkan pada umur 8 bulan dapat mencapai bobot 30 – 40 kg b) Mengembangkan kawasan pembibitan kambing Boerawa c) Meningkatkan kualitas daging kambing melalui persilangan dan perlakuan lainnya 8) Program Peningkatan kualitas data dan Perencanaan Pembangunan Peternakan a. Arah Program ini diarahkan untuk mewujudkan perencanaan pembangunan peternakan yang akuntabel, yang didukung dengan ketersediaan data peternakan yang akurat dan omprehenship. b. Tujuan a) Meningkatkan kualitas data peternakan yaitu data yang memenuhi criteria akurat, komprehenship dan tepat waktu b) Meningkatkan kualitas pelayanan penyediaan data dan informasi bidang peternakan c) Meningkatkan kualitas perencanaan dan proses pelaksanaan pembangunan peternakan 9) Program Pengembangan Ternak Perah a. Arah Arah dari pengembangan Kambing Boerawa yang merupakan hasil persilangan antara kambing Boer Dengan Kambing peranakan Etawa adalah membuka peluang pasar export kambing potong ke pasar Timur Tengah. b. Tujuan 1. Mengembangkan sentra – sentra peternakan sapi dan kambing perah 2. Meningkatkan kualitas budidaya peternakan sapi dan kambing perah 3. Meningkatkan kualitas SDM peternak sapi dan kambing perah 4. Meningkatkan populasi sapi dan kambing perah 5. Meningkatkan konsumsi susu murni 10) Pengembangan & Pembinaan Ternak Kerbau & Aneka Ternak a. Arah Program ini diarahkan untuk mengembalikan peranan ternak kerbau sebagai ternak unggulan Lampung serta mengembangkan aneka ternak sebagai komoditi substitusi untuk memenuhi kebutuhan daging.
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
69
b. Tujuan a) Meningkatkan populasi & produksi ternak kerbau b) Meningkatkan peranan aneka ternak dan unggas dalam memenuhi kebutuhan daging dan telur c) Mengembangkan komoditi aneka ternak sebagai alternative usaha dibidang peternakan. E. MATRIKS PROGRAM PRIORITAS, PROGRAM AKSI DAN INDIKATOR KINERJA TAHUN 2005 – 2009
1. Program Prioritas, Program Aksi & Indikator Kinerja Tahun 2005 PROGRAM PRIORITAS 1. Peningkatan kualitas SDM dan kelembagaan peternakan
2. Pembinaan Kesehatan Hewan dan kesehatan masyarakat veteriner
PROGRAM AKSI TAHUN 2005
INDIKATOR KINERJA
1. Lomba Kelompok Peternak
oTerpilihnya juara 1,2 dan 3 lomba kelompok, yang terdiri dari 5 jenis & dapat menjadi contoh. o± 450 anggota kelp dan ±1500 anggota kelp lainnya termotipasi u/ meningkatkan kualitas usahanya
2. Magang dan pelatihan penyuluh pertanian (PPL)
3. Promosi dan sosialisasi produk unggulan peternakan
¾ Dikenalnya produk unggulan pet. Lampung oleh Masyarakat ¾ Meningkatnya pangsa pasar produk unggulan pet.Lampung
4. Pembinaan klp. Pet. Penerima integrasi 5. Pembinaan klp pet. Penerima bantuan mesin pakan 6. Pembinaan kampong tua
¾ Meningkatnya kualitas keg. (kelembagaan Adm, budidaya, pengelola keuangan)
1. Pemberantasan dan pengendalian penyakit Flu Burung
o Tidak terjadi out break penyakit flu burung o Masy memahami dan terampil cara pengend & penolakan peny. flu burung ¾ Tdk terjadi out break penyakit hewan menular di Lampung ¾ Kerugian peternak dapat dihindari
2. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit hewan menular pada ternak
Peternak peserta magang 20 orang PPL peserta pelatihan 50 orang
3. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit rabies
Menurunnya kasus gigitan oleh hewan penular rabies
4. Pembinaan dan pelayanan kesehatan masyarakat veteriner
Masyarakat merasa aman mengkonsumsi produk peternakan (daging, telur susu) Menurunnya kasus penularan penyakit zoonosis
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
70
3. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak
1. Pengembangan perbibitan ternak
Terwujudnya klpk klpk VBC sapi kambing, ayam buras dan itik, Berkembangnya jenis jenis ternak bibit hasil silangan, di kelompok peternak Meningkatnya produk ternak bibit.
2. Pembuatan mani beku di IPMB Terbanggi Besar
Produksi mani beku sapi 35.000 dosis dan Kambing 10.000 dosis Meningkatnya performan IPMB Terbanggi besar
3. Pembin. & peningk. kualitas pakan serta pengemb. integrasi ternak dgn tanaman pertanian / perkebunan
o Meningkatnya pengetahuan, sikap dan keterampilan (PSK) peternak dalam mengelola dan memanfaatkan pakan & kompos o Berkembangnya pemanfaatan limbah pertanian/ perkebunan dan perikanan untuk pakan & kotoran untuk pupuk tanaman o Tumbuhnya minat perusahaan swasta/agroindustri untuk mengemb. usaha Peternakan secara terpadu
4. Pelayanan redistribusi dan penjualan ternak tidak layak bibit asset pemda Propinsi - Pembinaan teknis adm. Gaduhan ternak asset Pemerintah Propinsi Lampung
Terealisasinya : Ternak setoran layak bbt 100 ekor Revolving 100 ekor Jmlh penggaduh baru 100 KK Terbinanya teknis adm. Gaduhan ternak asset Pem. Prop.Lampung - Lokasi 100 Desa - Kec. 66 Kec - Kab. 8 Kab.
5. Pengembangan perbibitan Kambing di IPKU Negeri Sakti
Menghasilkan bibit kambing Boer, Boerawa, PE & Saanen yg berkualitas sebanyak 18 ekor Menghasilkan pejantan unggul untuk diambil maninya sebanyak 2 ekor Mengasilkan bibit sapi bali unggul 7 ekor/tahun Menghasilkan pejantan sapi bali untuk diambil maninya sebanyak 2 ekor
6. Pengembangan perbibitan ternak sapi bali di IPSB Campang Tiga
7. Pembinaan dan pengawasan pengemb perbibitan ternak pemerintah 4. Peningkatan kualitas pelayanan di bidang peternakan
Tertib laporan, tertib pengelolaan adm gaduhan ternak
1. Peningkatan kualitas pelayanan Inseminasi Buatan dan kesehatan hewan
Covering pelay. IB meningkat 5% S/C 1,39 % dan CR 80%
2. Penyusunan perencanaan 2006, ¾ pengumpulan dan pengolahan data 2005 serta Pemantauan dan Evaluasi ¾
Tersedia publikasi data dalam bentuk buku statistic, buku saku, dan situs internet Up dating data di web site berjalan dengan baik Tersusunnya perencanaan pemb. Pet. yang akuntabel, realistis dan meng-
¾
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
71
akomodasi aspirasi & peran serta masy 3. Penyusunan dan sosialisasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang peternakan
5. Pngemb. agribisnis peternakan
1. Pembinaan dan pengembangan ternak dengan pola integrasi
2. Demplot pabrik pakan ternak
¾ ¾
6. Peningkatan kualitas data & perenc. Pemb. Pet.
¾ 1. Pengumpulan, Pengolahan dan publikasi ¾ data 2. Penyusunan perencanaan pemb. ¾ peternakan tahun 2006 3. Monitoring dan Pengendalian
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
¾
SPM yang telah disusun difahami dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Tersusunnya SPM bidang tertentu Termanfaatkannya limbah tanaman pisang untuk pakan Identifikasi tanaman tebu, jerami padi Terbangunnya 2 unit pabrik pakan ternak di kelpk peternak Harga pakan lebih murah, peternak dapat nilai tambah Percontohan pabrik pakan 2 unit Tersusun dan terpublikasikan nya data pemb. Peternakan Tersusunnya perenc. Pemb. Pet tahun 2006 yang akuntabel, realistis dan akomodatif Kegiatan pemb.pet. dapat di laks. dgn baik (tepat waktu, mutu sasaran)
72
2. Program Prioritas, Program Aksi & Indikator Kinerja Tahun 2006 PROGRAM PRIORITAS 1. Peningkatan kualitas SDM dan kelembagaan peternakan
2. Pengembangan Integ. Ternak
3. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak
PROGRAM AKSI TAHUN 2006
INDIKATOR KINERJA
1. Lomba Kelompok Peternak
oTerpilihnya juara 1,2 dan 3 lomba kelompok, yang terdiri dari 5 jenis o± 450 anggota kelp dan ±1500 anggota kelp lainnya termotipasi u/ meningkatkan kualitas usahanya
2. Latihan petugas IB, Neg.Sakti & Campang Tiga
3. Latihan petugas & pengawasan Kesmavet
¾ Meningkatnya kualitas pelayan bidang pet di tingkat Kecamatan (50 Kec)
4. Pelatihan Teknis Pet. KCD & PPL 5. Kontes Ternak 6. Pemb. Kelp. Peternak Kampung Tua 7. Latihan pengolah produk pet. 8. Latihan teknis bagi petugas.
¾ Dikenalnya produk unggulan peternakan Lampung oleh Masyarakat ¾ Meningkatnya pangsa pasar produk unggulan peternakan Lampung
1. Sosialisasi integrasi ternak dengan tanaman perkebunan, pertanian dan Perikanan.
Peternak peserta magang 20 orang PPL peserta pelatihan 50 orang
¾
Konsepsi integrasi ternak dengan tanaman perkebunan dikenal masy. Dari swasta. ¾ Tersedia leaflet (10.000 Exp) ¾ Proposal pola integrasi.
2. Demplot pola integrasi sapi dengan perkebunan tebu (Pengelolaan pucuk tebu) 3. Demplot pola integrasi ternak kambing pola perkebunan coklat/kopi, lada dan singkong. 4. Demplot pola integrasi sapi pada usaha tani padi 5. Demplot pola integrasi ternak kamb. Pada usaha tani padi
• Tersedia demplot pola integrasi sapi – tebu, sapi- pisang, sapi – padi • Meningkatkan PSK Peternak dapat menarik minat swasta untuk mengembangkan pola integrasi.
1. Pengembangan perbibitan ternak (Sapi, Kambing, Ayam Buras, Itik)
• • •
2. Pembuatan mani beku di IPMB Terbanggi Besar 3. Pengembangan pejantan unggul (Sapi,Kambing,Kerbau) di IPMB
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
Terwujudnya klpk klpk VBC sapi, kambing, ayam buras dan itik, entok, domba, kelinci Berkembangnya jenis jenis ternak bibit hasil silangan, di kelompok peternak Meningkatnya produksi ternak bibit Produksi mani beku sapi 40.000 dosis dan Kambing 10.000 dosis
• • •
Sapi pejantan unggul 5 ekor Kerbau pejantan 2 ekor Kambing pejantan Boer 20 ekor
73
4. Pembinaan & peningkatan kualitas pakan o Kualitas pakan yang diberikan • Demplot pakan seimbang ditingkat peternakan setempat • Pengembangan Pabrik pakan mini o Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya • Demplot peternak sillase pakan local. • Demplot pembuatan specimen o Kontinuitas pakan terjamin wafer/hay jerami • Demplot pengolahan kepala udang • Gerakan penanaman HPT • Inventarisasi & Publikasi bahan baku pakan lokal • Demplot pembuatan pakan lengkap. 5. Pelayanan redistribusi dan seleksi ternak bibit asset pemerintah.
6. Pengembangan perbibitan Kambing & unggas di IPKU Negeri Sakti • Pemb. Fasilitas pet. Ayam di IPKU Negeri Sakti • Penyebaran & Penjaringan Kambing Boerawa. • Pengemb. Kambing perah. 7. Pengembangan perbibitan ternak sapi bali di IPSB Campang Tiga • Penyusunan pedoman/system pengend & pemberantasan AI • Pembibitan HMT • Pengujian Bibit ternak. 4. Pengemb. Ternak 1. Pengadaan bibit kambing Boer Kamb.Boerawa 2. Pengembangan instalasi pembibitan kambing IPKU Negeri Sakti 3. Pengadaan Kambing Betina Induk 5. Pembinaan Kesehatan Hewan dan kesehatan masyarakat veteriner
4. Pemberantasan dan pengendalian penyakit Flu Burung • Penyusunan pedoman/system pengend. & pemberantasan AI • Sosialisasi • Vaksinasi dan Pengobatan 5. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit hewan menular pada ternak 6. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit rabies
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
Terealisasinya : 9 Ternak setoran layak bbt 110 ekor 9 Revolving 110 ekor 9 Jmlh penggaduh baru 110 KK 9 Terbinanya ternak asset Pem. Prop. Lampung pada : - Lokasi 182 Desa - Kec. 66 Kec - Kab. 8 Kab
Produksi bibit ayam cemani, kate dan pelung Terjaringnya kambing pejantan boerawa yang berkualitas Produksi susu kambing 500 lt/th
Menghasilkan pejantan unggul 5 ekr Prod. HMT 1000.000 stek
v Tersedianya bibit unggul kamb. Boer v Berkembangnya sentra bibit kambing unggul
o Terbangunnya system pengend. & Pemberantasan AI & ND o Out Break AI dpt diantisifasi o Masy. Memahami & terus berperan serta dlm pengend. & Pemberant. AI. ¾ Tdk terjadi out break penyakit hewan menular di Lampung ¾ Kerugian peternak dapat dihindari Menurunnya kasus gigitan oleh hewan penular rabies
74
7. Pembinaan, Sosialisasi dan pelayanan kesehatan masyarakat veteriner
¾ ¾
6. Pngembangan agribisnis peternakan
1. Pengemb. & Pembinaan kemityraan peternakan (Sapi, Ayam Ras & Kambing)
Masy. merasa aman mengkonsumsi produk pet. (daging, telur susu) Menurunnya kasus penularan peny. zoonosis Jumlah & Kualitas kemitraan peternak meningkat
2. Pengembangan UKM dan peningk skala ¾ Meningkatnya aksesibiliotas peternak usaha peternakan melalui pembiayaan kepada sumber-sumber pembiayaan Perbankan usaha. ¾ Skala usaha meningkat 3. Pengemb. Lembaga keuangan Mikro (LKM) & pembinaan KKMB
• Tumbuhan LKM di tingkat kelp. • Optimalnya peran KKMB
4. Promosi dan sosialisasi produk & potensi unggulan peternakan.
• Produk pet. Unggulan Lampung semakin dikenal • Potensi pengemb. Pet. Di Lamp. Dikenal terutama oleh pihak investor.
5. Pembinaan & pengawasan pengemb. perbibitan ternak pemerintah
• Tertib laporan, tertib pengel. adm gaduhan ternak
7. Pengembangan Ternak Perah
1. Dukungan terhadap peternakan sapi perah di Gisting Kab. Tanggamus 2. Pengembangan ternak kambing perah di Gedong Tataan Kab. LS & KBL 3. Sosialisasi minum susu sapi dan kambing 8. Peningkatan 4. Peningkatan kualitas pelayanan IB kualitas pelay di • Pedoman, sosialisasi, penyediaan bidang pet. straw dan alat IB
Meningkatkan produksi susu sapi dan kambing Meningkatnya minat masyarakat untuk minum susu sapi dan susu kambing
5. Peningkatan kualitas kesehatan hewan dan kesmavet
Meningkatnya peran serta masy dan swasta dalam yan kes wan Mortalitas & morbiditas menurun
6. Pengembangan Pos Pelayanan Keswan
•
Terbangunnya 1 – 2 unit pos pelay.
7. Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang peternakan
SPM yang telah disusun difahami dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Tersusunnya SPM bidang tertentu
8. Revisi Perda No. 1 Tahun 1977.
• •
9. Peningkatan kualitas data & perenc. Pemb. Pet.
Covering pelayanan IB meningkat 5% S/C 1,39 % dan CR 80%
Pelayanan, pencegahan & pemb. bibit pet. Meningkat Perda pengganti lebih baik.
1. Pengumpulan, Pengolahan dan publikasi ¾ Tersusun dan terpublikasikan nya data data pemb. Peternakan 2. Penyusunan perencanaan pemb. ¾ Tersusunnya perenc. Pemb. Pet tahun peternakan tahun 2007 2007 yang akuntabel, realistis dan akomodatif
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
75
3. Monitoring dan Pengendalian 10. Pengemb. Dan 1. Pembinaan dan introduksi IB pada Pembin. Ternak kerbau kerbau & aneka 2. Pengembangan aneka ternak IPKU di ternak Negeri Sakti
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
¾
Kegiatan pemb.pet. dapat di laksanakan dengan baik (tepat waktu, mutu sasaran) ¾ Meningkatnya produktivitas ternak kerbau melalui Inseminasi Buatan ¾ Berkembangnya aneka ternak di IPKU di Negeri Sakti.
76
3. Program Prioritas, Program Aksi & Indikator Kinerja Tahun 2007 PROGRAM PRIORITAS 1. Peningkatan kualitas SDM dan kelembagaan peternakan
2. Pengembangan Integ. Ternak
3. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak
PROGRAM AKSI TAHUN 2007
INDIKATOR KINERJA
1. Lomba Kelompok Peternak
oTerpilihnya juara 1,2 dan 3 lomba kelompok, yang terdiri dari 5 jenis o± 450 anggota kelp dan ±1500 anggota kelp lainnya termotipasi u/ meningkatkan kualitas usahanya
2. Latihan petugas IB, Neg.Sakti & Campang Tiga
3. Latihan petugas & pengawasan Kesmavet
¾ Meningkatnya kualitas pelayan bidang pet di tingkat Kecamatan (50 Kec)
4. Pelatihan Teknis Pet. KCD & PPL 5. Kontes Ternak 6. Pemb. Kelp. Peternak Kampung Tua 7. Latihan pengolah produk pet. 8. Latihan teknis bagi petugas.
¾ Dikenalnya produk unggulan peternakan Lampung oleh Masyarakat ¾ Meningkatnya pangsa pasar produk unggulan peternakan Lampung
1. Sosialisasi integrasi ternak dengan tanaman perkebunan, pertanian dan Perikanan.
Peternak peserta magang 20 orang PPL peserta pelatihan 50 orang
¾
Konsepsi integrasi ternak dengan tanaman perkebunan dikenal masy. Dari swasta. ¾ Tersedia leaflet (10.000 Exp) ¾ Proposal pola integrasi.
2. Demplot pola integrasi sapi dengan perkebunan tebu (Pengelolaan pucuk tebu) 3. Demplot pola integrasi ternak kambing pola perkebunan coklat/kopi, lada dan singkong. 4. Demplot pola integrasi sapi pada usaha tani padi 5. Demplot pola integrasi ternak kamb. Pada usaha tani padi
• Tersedia demplot pola integrasi sapi – tebu, sapi- pisang, sapi – padi • Meningkatkan PSK Peternak dapat menarik minat swasta untuk mengembangkan pola integrasi.
1. Pengembangan perbibitan ternak 2. (Sapi, Kambing, Ayam Buras, Itik)
• • •
3. Pembuatan mani beku di IPMB Terbanggi Besar 4. Pengembangan pejantan unggul (Sapi,Kambing,Kerbau) di IPMB
Terwujudnya klpk klpk VBC sapi, kambing, ayam buras dan itik, entok, domba, kelinci Berkembangnya jenis jenis ternak bibit hasil silangan, di kelompok pet. Meningkatnya produksi ternak bibit Produksi mani beku sapi 40.000 dosis dan Kambing 10.000 dosis
• • •
Sapi pejantan unggul 5 ekor Kerbau pejantan 2 ekor Kambing pejantan Boer 20 ekor
6. Pembinaan & peningkatan kualitas pakan • Demplot pakan seimbang o Kualitas pakan yang diberikan ditingkat
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
77
• • • • • • •
peternakan setempat Pengembangan Pabrik pakan mini o Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya Demplot peternak sillase pakan local. Demplot pembuatan specimen o Kontinuitas pakan terjamin wafer/hay jerami Demplot pengolahan kepala udang Gerakan penanaman HPT Inventarisasi & Publikasi bahan baku pakan lokal Demplot pembuatan pakan lengkap.
7. Pelayanan redistribusi dan seleksi ternak Terealisasinya : 9 Ternak setoran layak bbt 110 ekor bibit asset pemerintah. 9 Revolving 110 ekor 9 Jmlh penggaduh baru 110 KK 9 Terbinanya ternak asset Pem. Prop. Lampung pada : - Lokasi 182 Desa - Kec. 66 Kec Kab. 8 Kab 8. Pengembangan perbibitan Kambing & unggas di IPKU Negeri Sakti • Pemb. Fasilitas pet. Ayam di IPKU Negeri Sakti • Penyebaran & Penjaringan Kambing Boerawa. • Pengemb. Kambing perah. 9. Pengembangan perbibitan ternak sapi bali di IPSB Campang Tiga • Penyusunan pedoman/system pengend & pemberantasan AI • Pembibitan HMT • Pengujian Bibit ternak. 4. Pengemb. Ternak 1. Pengadaan bibit kambing Boer Kamb.Boerawa 2. Pengembangan instalasi pembibitan kambing IPKU Negeri Sakti 3. Pengadaan Kambing Betina Induk 5. Pembinaan Kesehatan Hewan dan kesehatan masyarakat veteriner
1. Pemberantasan dan pengendalian penyakit Flu Burung • Penyusunan pedoman/system pengend. & pemberantasan AI • Sosialisasi • Vaksinasi dan Pengobatan 2. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit hewan menular pada ternak
Produksi bibit ayam cemani, kate dan pelung Terjaringnya kambing pejantan boerawa yang berkualitas Produksi susu kambing 500 lt/th
Menghasilkan pejantan unggul 5 ekr Prod. HMT 1000.000 stek
v Tersedianya bibit unggul kamb. Boer v Berkembangnya sentra bibit kambing unggul
o Terbangunnya system pengend. & Pemberantasan AI & ND o Out Break AI dpt diantisifasi o Masy. Memahami & terus berperan serta dlm pengend. & Pemberant. AI. ¾ Tdk terjadi out break penyakit hewan menular di Lampung ¾ Kerugian peternak dapat dihindari
3. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit rabies 4. Pembinaan, Sosialisasi dan pelayanan kesehatan masyarakat veteriner
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
Menurunnya kasus gigitan oleh hewan penular rabies ¾
Masy. merasa aman mengkonsumsi produk pet. (daging, telur susu)
78
¾ 6. Pngembangan agribisnis peternakan
1.
Pengemb. & Pembinaan kemityraan peternakan (Sapi, Ayam Ras & Kamb)
2.
Pengembangan UKM dan peningk skala usaha peternakan melalui pembiayaan Perbankan
3.
Pengemb. Lembaga keuangan Mikro (LKM) & pembinaan KKMB
• Tumbuhan LKM di tingkat kelp. • Optimalnya peran KKMB
4.
Promosi dan sosialisasi produk & potensi unggulan peternakan.
• Produk pet. Unggulan Lampung semakin dikenal • Potensi pengemb. Pet. Di Lamp. Dikenal terutama oleh pihak investor.
5.
Pembinaan & pengawasan pengemb. perbibitan ternak pemerintah
• Tertib laporan, tertib pengel. adm gaduhan ternak
7. Pengembangan Ternak Perah
¾
Meningkatnya aksesibiliotas peternak kepada sumber-sumber pembiayaan usaha. ¾ Skala usaha meningkat
1. Dukungan terhadap peternakan sapi perah di Gisting Kab. Tanggamus 2. Pengembangan ternak kambing perah di Gedong Tataan Kab. LS & KBL 3. Sosialisasi minum susu sapi dan kambing 8. Peningkatan 1. Peningkatan kualitas pelayanan IB kualitas pelay di • Pedoman, sosialisasi, penyediaan bidang pet. straw dan alat IB
Meningkatkan produksi susu sapi dan kambing Meningkatnya minat masyarakat untuk minum susu sapi dan susu kambing
Covering pelayanan IB meningkat 5% S/C 1,39 % dan CR 80%
2. Peningkatan kualitas kesehatan hewan dan kesmavet
Meningkatnya peran serta masy dan swasta dalam yan kes wan Mortalitas & morbiditas menurun
3. Pengembangan Pos Pelayanan Kesehatan Hewan
•
Terbangunnya 1 – 2 unit pos pelayanan
4. Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang peternakan
SPM yang telah disusun difahami dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Tersusunnya SPM bidang tertentu
5. Revisi Perda No. 1 Tahun 1977.
9. Peningkatan kualitas data & perenc. Pemb. Pet.
Menurunnya kasus penularan peny. zoonosis Jumlah & Kualitas kemitraan peternak meningkat
•
• 1. Pengumpulan, Pengolahan dan publikasi ¾ data 2. Penyusunan perencanaan pemb. ¾ peternakan tahun 2008 3. Monitoring dan Pengendalian ¾
10. Pengemb. Dan 3. Pembinaan dan introduksi IB pada Pembin. Ternak kerbau kerbau & aneka 4. Pengembangan aneka ternak IPKU di ternak Negeri Sakti
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
¾ ¾
Pelayanan, pencegahan & pemb. bibit pet. Meningkat Perda pengganti lebih baik. Tersusun dan terpublikasikan nya data pemb. Peternakan Tersusunnya perenc. Pemb. Pet th. 2008 yang akuntabel, realistis dan akomodatif Kegiatan pemb.pet. dapat di laksanakan dengan baik (tepat waktu, mutu sasaran) Meningkatnya produktivitas ternak kerbau melalui Inseminasi Buatan Berkembangnya aneka ternak di IPKU di Negeri Sakti.
79
4. Program Prioritas, Program Aksi & Indikator Kinerja Tahun 2008 PROGRAM PRIORITAS 1. Peningkatan kualitas SDM dan kelembagaan peternakan
2. Pengembangan Integ. Ternak
3. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak
PROGRAM AKSI TAHUN 2008
INDIKATOR KINERJA
1. Lomba Kelompok Peternak
oTerpilihnya juara 1,2 dan 3 lomba kelompok, yang terdiri dari 5 jenis o± 450 anggota kelp dan ±1500 anggota kelp lainnya termotipasi u/ meningkatkan kualitas usahanya
2. Latihan petugas IB, Neg.Sakti & Campang Tiga
3. Latihan petugas & pengawasan Kesmavet
¾ Meningkatnya kualitas pelayan bidang pet di tingkat Kecamatan (50 Kec)
4. Pelatihan Teknis Pet. KCD & PPL 5. Kontes Ternak 6. Pemb. Kelp. Peternak Kampung Tua 7. Latihan pengolah produk pet. 8. Latihan teknis bagi petugas.
¾ Dikenalnya produk unggulan peternakan Lampung oleh Masyarakat ¾ Meningkatnya pangsa pasar produk unggulan peternakan Lampung
1. Sosialisasi integrasi ternak dengan tanaman perkebunan, pertanian dan Perikanan.
Peternak peserta magang 20 orang PPL peserta pelatihan 50 orang
¾
Konsepsi integrasi ternak dengan tanaman perkebunan dikenal masy. Dari swasta. ¾ Tersedia leaflet (10.000 Exp) ¾ Proposal pola integrasi.
2. Demplot pola integrasi sapi dengan perkebunan tebu (Pengelolaan pucuk tebu) 3. Demplot pola integrasi ternak kambing pola perkebunan coklat/kopi, lada dan singkong. 4. Demplot pola integrasi sapi pada usaha tani padi 5. Demplot pola integrasi ternak kamb. Pada usaha tani padi
• Tersedia demplot pola integrasi sapi – tebu, sapi- pisang, sapi – padi • Meningkatkan PSK Peternak dapat menarik minat swasta untuk mengembangkan pola integrasi.
1. Pengembangan perbibitan ternak 2. (Sapi, Kambing, Ayam Buras, Itik)
• • •
3. Pembuatan mani beku di IPMB Terbanggi Besar 4. Pengembangan pejantan unggul (Sapi,Kambing,Kerbau) di IPMB
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
Terwujudnya klpk klpk VBC sapi, kambing, ayam buras dan itik, entok, domba, kelinci Berkembangnya jenis jenis ternak bibit hasil silangan, di kelompok peternak Meningkatnya produksi ternak bibit Produksi mani beku sapi 40.000 dosis dan Kambing 10.000 dosis
• • •
Sapi pejantan unggul 5 ekor Kerbau pejantan 2 ekor Kambing pejantan Boer 20 ekor
80
10. Pembinaan & peningk. kualitas pakan o Kualitas pakan yang diberikan • Demplot pakan seimbang ditingkat peternakan setempat • Pengembangan Pabrik pakan mini o Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya • Demplot peternak sillase pakan local. • Demplot pembuatan specimen o Kontinuitas pakan terjamin wafer/hay jerami • Demplot pengolahan kepala udang • Gerakan penanaman HPT • Inventarisasi & Publikasi bahan baku pakan lokal • Demplot pembuatan pakan lengkap. 11. Pelayanan redistribusi dan seleksi ternak bibit asset pemerintah.
12. Pengembangan perbibitan Kambing & unggas di IPKU Negeri Sakti • Pemb. Fasilitas pet. Ayam di IPKU Negeri Sakti • Penyebaran & Penjaringan Kambing Boerawa. • Pengemb. Kambing perah. 13. Pengembangan perbibitan ternak sapi bali di IPSB Campang Tiga • Penyusunan pedoman/system pengend & pemberantasan AI • Pembibitan HMT • Pengujian Bibit ternak. 4. Pengemb. Ternak 1. Kamb.Boerawa 2. 3. 5. Pembinaan Kesehatan Hewan dan kesehatan masyarakat veteriner
Pengadaan bibit kambing Boer Pengembangan instalasi pembibitan kambing IPKU Negeri Sakti Pengadaan KambingBetina Induk
1. Pemberantasan dan pengendalian penyakit Flu Burung • Penyusunan pedoman/system pengend. & pemberantasan AI • Sosialisasi • Vaksinasi dan Pengobatan 2. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit hewan menular pada ternak 3. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit rabies
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
Terealisasinya : 9 Ternak setoran layak bbt 110 ekor 9 Revolving 110 ekor 9 Jmlh penggaduh baru 110 KK 9 Terbinanya ternak asset Pem. Prop. Lampung pada : - Lokasi 182 Desa - Kec. 66 Kec - Kab. 8 Kab Produksi bibit ayam cemani, kate dan pelung Terjaringnya kambing pejantan boerawa yang berkualitas Produksi susu kambing 500 lt/th
Menghasilkan pejantan unggul 5 ekr Prod. HMT 1000.000 stek
v Tersedianya bibit unggul kamb. Boer v Berkembangnya sentra bibit kambing unggul
o Terbangunnya system pengend. & Pemberantasan AI & ND o Out Break AI dpt diantisifasi o Masy. Memahami & terus berperan serta dlm pengend. & Pemberant. AI. ¾ Tdk terjadi out break penyakit hewan menular di Lampung ¾ Kerugian peternak dapat dihindari Menurunnya kasus gigitan oleh hewan penular rabies
81
4. Pembinaan, Sosialisasi dan pelayanan kesehatan masyarakat veteriner
¾ ¾
6. Pngembangan agribisnis peternakan
1. Pengemb. & Pembinaan kemityraan peternakan (Sapi, Ayam Ras & Kamb)
Masy. merasa aman mengkonsumsi produk pet. (daging, telur susu) Menurunnya kasus penularan peny. Zoonosis Jumlah & Kualitas kemitraan peternak meningkat
2. Pengembangan UKM dan peningk skala ¾ Meningkatnya aksesibiliotas peternak usaha peternakan melalui pembiayaan kepada sumber-sumber pembiayaan Perbankan usaha. ¾ Skala usaha meningkat 3. Pengemb. Lembaga keuangan Mikro (LKM) & pembinaan KKMB
• Tumbuhan LKM di tingkat kelp. • Optimalnya peran KKMB
4. Promosi dan sosialisasi produk & potensi unggulan peternakan.
• Produk pet. Unggulan Lampung semakin dikenal • Potensi pengemb. Pet. Di Lamp. Dikenal terutama oleh pihak investor.
5. Pembinaan & pengawasan pengemb. perbibitan ternak pemerintah
• Tertib laporan, tertib pengel. adm gaduhan ternak
1. Dukungan terhadap peternakan sapi Meningkatkan produksi susu sapi dan perah di Gisting Kab. Tanggamus kambing 2. Pengembangan ternak kambing perah di Meningkatnya minat masyarakat untuk Gedong Tataan Kab. LS & KBL minum susu sapi dan susu kambing 3. Sosialisasi minum susu sapi dan kamb. 8. Peningkatan 1. Peningkatan kualitas pelayanan IB Covering pelayanan IB meningkat kualitas pelay di • Pedoman, sosialisasi, penyediaan 5% bidang pet. straw dan alat IB S/C 1,39 % dan CR 80% 7. Pengembangan Ternak Perah
2. Peningkatan kualitas kesehatan hewan dan kesmavet
3. Pengembangan Pos Pelayanan Kesehatan Hewan
•
Terbangunnya 1 – 2 unit pos pelayanan
4. Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang peternakan
SPM yang telah disusun difahami dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Tersusunnya SPM bidang tertentu
5. Revisi Perda No. 1 Tahun 1977.
9. Peningkatan kualitas data & perenc. Pemb. Pet.
Meningkatnya peran serta masy dan swasta dalam yan kes wan Mortalitas & morbiditas menurun
•
Pelayanan, pencegahan & pemb. bibit pet. Meningkat • Perda pengganti lebih baik. 1. Pengumpulan, Pengolahan dan publikasi ¾ Tersusun dan terpublikasikan nya data data pemb. Peternakan 2. Penyusunan perencanaan pemb. ¾ Tersusunnya perenc. Pemb. Pet tahun peternakan tahun 2009 2009 yang akuntabel, realistis dan akomodatif
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
82
3. Monitoring dan Pengendalian 10. Pengemb. Dan 1. Pembinaan dan introduksi IB pada Pembin. Ternak kerbau kerbau & aneka 2. Pengembangan aneka ternak IPKU di ternak Negeri Sakti
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
¾
Kegiatan pemb.pet. dapat di laksanakan dengan baik (tepat waktu, mutu sasaran) ¾ Meningkatnya produktivitas ternak kerbau melalui Inseminasi Buatan ¾ Berkembangnya aneka ternak di IPKU di Negeri Sakti.
83
5. Program Prioritas, Program Aksi & Indikator Kinerja Tahun 2009 PROGRAM PRIORITAS 1. Peningkatan kualitas SDM dan kelembagaan peternakan
2. Pengembangan Integ. Ternak
3. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak
PROGRAM AKSI TAHUN 2009
INDIKATOR KINERJA
1. Lomba Kelompok Peternak
oTerpilihnya juara 1,2 dan 3 lomba kelompok, yang terdiri dari 5 jenis o± 450 anggota kelp dan ±1500 anggota kelp lainnya termotipasi u/ meningkatkan kualitas usahanya
2. Latihan petugas IB, Neg.Sakti & Campang Tiga
3. Latihan petugas & pengawasan Kesmavet
¾ Meningkatnya kualitas pelayan bid. pet di tingkat Kecamatan (50 Kec)
4. Pelatihan Teknis Pet. KCD & PPL 5. Kontes Ternak 6. Pemb. Kelp. Peternak Kampung Tua 7. Latihan pengolah produk pet. 8. Latihan teknis bagi petugas.
¾ Dikenalnya produk unggulan peternakan Lampung oleh Masyarakat ¾ Meningkatnya pangsa pasar produk unggulan peternakan Lampung
1. Sosialisasi integrasi ternak dengan tanaman perkebunan, pertanian dan Perikanan.
Peternak peserta magang 20 orang PPL peserta pelatihan 50 orang
¾
Konsepsi integrasi ternak dengan tanaman perkebunan dikenal masy. Dari swasta. ¾ Tersedia leaflet (10.000 Exp) ¾ Proposal pola integrasi.
2. Demplot pola integrasi sapi dengan perkebunan tebu (Pengelolaan pucuk tebu) 3. Demplot pola integrasi ternak kambing pola perkebunan coklat/kopi, lada dan singkong. 4. Demplot pola integrasi sapi pada usaha tani padi 5. Demplot pola integrasi ternak kamb. Pada usaha tani padi
• Tersedia demplot pola integrasi sapi – tebu, sapi- pisang, sapi – padi • Meningkatkan PSK Peternak dapat menarik minat swasta untuk mengembangkan pola integrasi.
1. Pengembangan perbibitan ternak 2. (Sapi, Kambing, Ayam Buras, Itik)
• • •
3. Pembuatan mani beku di IPMB Terbanggi Besar 4. Pengembangan pejantan unggul (Sapi,Kambing,Kerbau) di IPMB
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
Terwujudnya klpk klpk VBC sapi, kambing, ayam buras dan itik, entok, domba, kelinci Berkembangnya jenis jenis ternak bibit hasil silangan, di kelompok peternak Meningkatnya produksi ternak bibit Produksi mani beku sapi 40.000 dosis dan Kambing 10.000 dosis
• • •
Sapi pejantan unggul 5 ekor Kerbau pejantan 2 ekor Kambing pejantan Boer 20 ekor
84
5. Pembinaan & peningkatan kualitas pakan o Kualitas pakan yang diberikan • Demplot pakan seimbang ditingkat peternakan setempat • Pengembangan Pabrik pakan mini o Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya • Demplot peternak sillase pakan local. • Demplot pembuatan specimen o Kontinuitas pakan terjamin wafer/hay jerami • Demplot pengolahan kepala udang • Gerakan penanaman HPT • Inventarisasi & Publikasi bahan baku pakan lokal • Demplot pembuatan pakan lengkap. Terealisasinya : 6. Pelayanan redistribusi dan seleksi ternak 9 Ternak setoran layak bbt 110 ekor bibit asset pemerintah. 9 Revolving 110 ekor 9 Jmlh penggaduh baru 110 KK 9 Terbinanya ternak asset Pem. Prop. Lampung pada : - Lokasi 182 Desa - Kec. 66 Kec - Kab. 8 Kab 7. Pengembangan perbibitan Kambing & unggas di IPKU Negeri Sakti Produksi bibit ayam cemani, kate dan • Pemb. Fasilitas pet. Ayam di IPKU pelung Negeri Sakti Terjaringnya kambing pejantan • Penyebaran & Penjaringan Kambing boerawa yang berkualitas Boerawa. Produksi susu kambing 500 lt/th • Pengemb. Kambing perah. 8. Pengembangan perbibitan ternak sapi bali di IPSB Campang Tiga • Penyusunan pedoman/system pengend & pemberantasan AI • Pembibitan HMT • Pengujian Bibit ternak. 4. Pengemb. Ternak 1. Pengadaan bibit kambing Boer Kamb.Boerawa 2. Pengembangan instalasi pembibitan kambing IPKU Negeri Sakti 3. Pengadaan Kambing Betina Induk 5. Pembinaan Kesehatan Hewan dan kesehatan masyarakat veteriner
1. Pemberantasan dan pengendalian penyakit Flu Burung • Penyusunan pedoman/system pengend. & pemberantasan AI • Sosialisasi • Vaksinasi dan Pengobatan 5. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit hewan menular pada ternak 6. Pemberantasan, pengendalian dan penolakan penyakit rabies
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
Menghasilkan pejantan unggul 5 ekr Prod. HMT 1000.000 stek
v Tersedianya bibit unggul kamb. Boer v Berkembangnya sentra bibit kambing unggul
o Terbangunnya system pengend. & Pemberantasan AI & ND o Out Break AI dpt diantisifasi o Masy. Memahami & terus berperan serta dlm pengend. & Pemberant. AI. ¾ Tdk terjadi out break penyakit hewan menular di Lampung ¾ Kerugian peternak dapat dihindari Menurunnya kasus gigitan oleh hewan penular rabies
85
7. Pembinaan, Sosialisasi dan pelayanan kesehatan masyarakat veteriner
¾ ¾
6. Pngembangan agribisnis peternakan
1. Pengemb. & Pembinaan kemityraan peternakan (Sapi, Ayam Ras & Kamb)
Masy. merasa aman mengkonsumsi produk pet. (daging, telur susu) Menurunnya kasus penularan peny. zoonosis Jumlah & Kualitas kemitraan peternak meningkat
2. Pengembangan UKM dan peningk skala ¾ Meningkatnya aksesibiliotas peternak usaha peternakan melalui pembiayaan kepada sumber-sumber pembiayaan Perbankan usaha. ¾ Skala usaha meningkat
7. Pengembangan Ternak Perah
3. Pengemb. Lembaga keuangan Mikro (LKM) & pembinaan KKMB
• Tumbuhan LKM di tingkat kelp. • Optimalnya peran KKMB
4. Promosi dan sosialisasi produk & potensi unggulan peternakan.
• Produk pet. Unggulan Lampung semakin dikenal • Potensi pengemb. Pet. Di Lamp. Dikenal terutama oleh pihak investor.
5. Pembinaan & pengawasan pengemb. perbibitan ternak pemerintah
• Tertib laporan, tertib pengel. adm gaduhan ternak
1. Dukungan terhadap peternakan sapi Meningkatkan produksi susu sapi dan perah di Gisting Kab. Tanggamus kambing 2. Pengembangan ternak kambing perah di Meningkatnya minat masyarakat untuk Gedong Tataan Kab. LS & KBL minum susu sapi dan susu kambing 3. Sosialisasi minum susu sapi dan kamb.
8. Peningkatan 1. Peningkatan kualitas pelayanan IB kualitas pelay di • Pedoman, sosialisasi, penyediaan bidang pet. straw dan alat IB
2. Peningkatan kualitas kesehatan hewan dan kesmavet
Meningkatnya peran serta masy dan swasta dalam yan kes wan Mortalitas & morbiditas menurun
3. Pengembangan Pos Pelayanan Keswan
•
Terbangunnya 1 – 2 unit pos pelay.
4. Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang peternakan
SPM yang telah disusun difahami dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Tersusunnya SPM bidang tertentu
5. Revisi Perda No. 1 Tahun 1977.
• •
9. Peningkatan kualitas data & perenc. Pemb. Pet.
Covering pelayanan IB meningkat 5% S/C 1,39 % dan CR 80%
Pelayanan, pencegahan & pemb. bibit pet. Meningkat Perda pengganti lebih baik.
1. Pengumpulan, Pengolahan dan publikasi ¾ Tersusun dan terpublikasikan nya data data pemb. Peternakan 2. Penyusunan perencanaan pemb. ¾ Tersusunnya perenc. Pemb. Pet tahun peternakan tahun 2010 2010 yang akuntabel, realistis dan akomodatif
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
86
3. Monitoring dan Pengendalian 10. Pengemb. Dan 1. Pembinaan dan intorduksi IB pada Pembin. Ternak kerbau kerbau & aneka 2. Pengembangan aneka ternak IPKU di ternak Negeri Sakti
E:\KEBIJ TEK-260405.doc/Datin
¾
Kegiatan pemb.pet. dapat di laksanakan dengan baik (tepat waktu, mutu sasaran) ¾ Meningkatnya produktivitas ternak kerbau melalui Inseminasi Buatan ¾ Berkembangnya aneka ternak di IPKU di Negeri Sakti.
87