2 W a r t a
Geologi Desember 2009
Pengantar Redaksi Pembaca yang budiman Dalam triwulan terakhir tahun 2009 ini banyak peristiwa yang berlangsung di seputar kita dan menjadi sumber warta dalam “Seputar Geologi”, Warta Gelogi (WG) kali ini. Beberapa di antaranya sudah direncanakan sebelumnya. Misalnya, peresmian Museum Gunung Merapi di Yogyakarta yang dilanjutkan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman dan Kerja Sama antara Badan Geologi dengan Universitas Gajah Mada, 1 Oktober 2009; Seminar Geologi Kuarter di Semarang, 15 Oktober 2009 dan Sosialisasi Penyebarluasan Informasi Geologi dan Geofisika bagi Guru Geografi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang berlangsung pada 28 Oktober 2009. Suatu peristiwa yang mengenaskan menimpa saudara kita di Sumatra Barat, yang kita kenal dengan “Gempa Padang”, terjadi pada 30 September 2009. Gempa dengan intensitas 6,7 SR tersebut memicu longsor di berbagai tempat sehingga terjadi bencana yang berlipat dan merenggut banyak korban jiwa. Bencana tersebut mengingatkan kita pada peristiwa bencana yang dahsyat yang terjadi 5 tahun yang lalu: gempa dan tsunami Aceh. Itulah hakekat hidup, suka dan duka terjadi silih berganti dan tidak dapat ditolak. Siapa pun tidak dapat menebak apa yang akan terjadi, terutama peristiwa yang berkaitan dengan bencana atau bahaya bumi (geohazard). Karena itu, editorial WG kita pada kesempatan mengingatkan kembali risiko hidup di atas lempeng yang selalu bergerak dan sikap serta langkah yang diperlukan guna menghadapinya. Pembaca yang budiman Sebuah tulisan tentang tsunami disajikan WG kali ini mengingatkan kembali akan bumi kita yang selalu dinamis dan mengandung ancaman bencana yang dahsyat. Gerak lempeng tektonik yang membentuk rupa bumi kita dan selalu dinamis itu adalah salah satu dari kebesaran Tuhan Sang Pencipta. Sebuah tulisan tentang kebesaran ciptaan-Nya yang lebih megah lagi, alam semesta ini, melengkapi WG kita Volumen 4 No. 4 ini.
Sementara itu, sebuah tulisan yang mengingatkan kita terhadap potensi kerusakan lingkungan akibat penambangan liar juga memperkaya informasi yang disajikan WG edisi terakhir di tahun 2009 ini. Dengan sejumlah informasi tersebut semoga kita semakin arif di dalam mengelola sumber daya alam yang kita miliki. Pembaca yang budiman Sebuah bangunan terpencil yang dihuni oleh beberapa petugas Badan Geologi terdapat hampir di setiap gunung api aktif di seluruh wilayah Indonesia. Itulah pos Pengamatan Gunung Api (PGA) yang mungkin kehadirannya dilupakan, namun perannya sangat penting, terutama pada saat gunung api yang berada didekatnya menunjukkan aktivitas. WG kali ini sengaja menyajikan informasi tentang PGA Indonesia. Pada kesempatan ini kami mengucapkan Selamat Hari Ibu, 22 Desember khususnya bagi seluruh karyawati dan umumnya kaum perempuan. Untuk itu, dalam WG sekarang ini kami mengangkat profil seorang karyawati yang tidak pernah berhenti memikirkan, bahkan bergelut dengan salah satu potensi bencana geologi yang mematikan: tsunami Apresiasi ini kami anggap penting sebagai bukti bahwa bukan hanya kaum pria yang peduli dan bergelut dalam masalah bencana, tetapi perempuan pun mampu. Dewan redaksi juga tidak lupa mengucapkan Selamat Hari Natal, 25 Desember bagi rekan-rekan yang merayakannya. Semoga kasih Tuhan selalu menyertai langkah kita semua. Akhirnya kami berharap semoga tahun baru 2010 yang segera datang memberikan angin segar dan semangat baru yang akan memacu kita untuk bekerja dan berkarya lebih baik dengan prestasi yang lebih gemilang dari sebelumnya.n Salam Redaksi
Pengantar Redaksi 3
Editorial
Berarak Bagaikan Awan Hampir lima belas abad yang lalu (abad 6 M), jauh sebelum Harry Hammond Hess mengemukakan teori “sea floor spreading” yang kemudian berkembang dan kini dikenal sebagai teori tektonik lempeng (plate tectonic), Al Quran sudah mengingatkan bahwa gunung-gunung itu melayang: “kamu lihat gunung-gunung itu, kamu duga dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan bagaikan jalannya awan” (QS 27:88). Ayat tersebut seakan menjadi ilham bagi Hess untuk mengemukakan inti teorinya bahwa bumi yang kita huni ini sesungguhnya mengapung di atas suatu lempeng yang senantiasa bergerak. Dalam teori tektonik lempeng dinyatakan bahwa lapisan teratas bumi kita ini (litosfera) terdiri atas dua lempeng, yaitu: lempeng samudera (oceanic plate) dan lempeng benua (continental plate). Keduanya selalu bergerak, meski kecepatan geraknya rendah. Karena itu, lempeng-lempeng dapat bertubrukan, jika dua lempeng saling mendekat; bergesekan jika dua lempeng bergerak sejajar berlawanan arah, atau saling menjauh; menyebabkan tidak stabilnya – atau kita menyebutnya dinamis – bumi kita ini. Konsekuensi bagi benda yang berada di atas tatanan yang dinamis adalah benda tersebut ikut dinamis. Kondisi tersebut berlaku bagi rangkaian kepulauan yang berada tepat pada zona benturan dua lempeng, bukan hanya satu melainkan tiga, zona benturan dua lempeng. Itulah kepulauan Indonesia. Apa yang kita rasakan dan saksikan belum lama ini berupa rangkaian gempa bumi yang menggoyang bumi Indonesia adalah perulangan dari banyak kejadian serupa yang sudah amat sering menimpa kita. Artinya, kejadian tersebut bukan hal yang baru, bahkan akan selalu berulang di masa yang akan datang, sehingga seharusnya menjadi perhatian bagi semua pihak. Goncangan gempa bumi adalah bukti dinamisnya bumi yang kita tempati akibat gerakan lempeng-lempeng di bawahnya yang merupakan ancaman atau bahaya bagi kita. Pada gilirannya bahaya tersebut dapat menjadi bencana. Salah satu definisi bencana adalah suatu kejadian yang menimpa seseorang atau suatu komunitas yang menyebabkan penderitaan yang melampaui batas toleransi tertentu sedemikian sehingga seseorang atau komunitas tersebut tidak mampu untuk pulih kembali dengan kemampuannya sendiri tanpa bantuan dari pihak luar. Bencana geologi atau bencana yang dipicu oleh peristiwa geologi seperti gempa bumi, tsunami, letusan 4 W a r t a
Geologi Desember 2009
gunung api, dan gerakan tanah adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi di wilayah Kepulauan Indonesia yang terjepit di antara tiga mega lempeng dengan penduduk dan aktivitasnya. Penduduk sudah seharusnya mafhum dengan kondisi tersebut seperti seorang nelayan yang sudah siap diterpa badai setiap kali pergi melaut karena suatu saat badai pasti adanya. Namun, apa yang kita saksikan adalah bahwa setiap peristiwa bencana geologi yang menimpa selalu dianggap sebagai hal yang baru sehingga menjadi alasan dari suatu ketidaksiapan. Semua pihak, pemerintah dan penduduk tidak siap menghadapi, apalagi menerima, bencana. Padahal kejadian tersebut adalah suatu keniscayaan dan pasti adanya, meski tidak ada seorang pun yang tahu secara tepat kapan waktu ancaman bahaya yang dapat meninbulkan bencana tersebut terjadi. Kita sering mendengar tentang kearifan lokal yang pada hakekatnya adalah kepedulian masyarakat setempat terhadap peristiwa yang sering menimpanya. Selama puluhan tahun kita tidak pernah mendengar keluhan yang datang dari masyarakat Pulau Nias, Sumatra Utara, sebuah pulau yang amat sering digoyang gempa bumi. Demikian, karena mereka sangat memahami apa yang harus diperbuat apabila gempa terjadi. Penduduk Pulau Siau, Sulawesi Utara, pulau tempat tumbuhnya Gunung Karangetang, gunung api yang sangat giat karena meletus setiap tahun, tidak pernah gentar mendengar suara gemuruh dan menyaksikan aliran lava pijar membara yang bergulung dari puncak gunung. Sebab, mereka mengenal daerah yang aman dan perilaku yang semestinya dilakukan agar dapat bertahan (survive) atau selamat ketika letusan gunung tersebut terjadi. Itulah dua contoh dari kearifan lokal. Sudah seharusnya setiap orang atau setiap komunitas di mana pun di Indonesia juga mempersiapkan diri untuk mengenal gejala dan jalan keluar yang patut diambil setiap kali ancaman bencana datang. Bukankah Tuhan sudah mengingatkan kepada kita semua bahwa bumi yang diciptakan-Nya tidak diam, melainkan selalu bergerak, berarak bagaikan awan? Bukankah kita sudah memahami bahwa gerakan atau dinamika bumi itu dapat menjadi ancaman terjadinya bencana bagi kita apabila kita tidak siap menghadapinya? Maka kita sadar akan ungkapan ini: “Apabila engkau ditimpa bencana itu akibat ulahmu sendiri, tetapi apabila engkau memperoleh kenikmatan itu karena kasih sayang Tuhan”.n SR Wittiri
Geologi Populer
Penambangan Ilegal di Bumi Indonesia
“Akibat dan Dampak Kerusakannya” Oleh: Hamdan Z. Abidin
P
enambangan ilegal, disebut pula sebagai penambangan tidak resmi, penambangan tanpa izin (peti), atau peler (penambang
liar era reformasi) – selanjutnya disingkat “peti” - sudah beroperasi sejak ratusan tahun lamanya, bahkan banyak yang dijalankan secara turun temurun. Mereka tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik di lokasi-lokasi yang terpisah dari tambang resmi maupun di tempat yang berimpit atau berdekatan dengan tambang resmi. Logam utama yang ditambang adalah emas, yakni suatu logam yang merupakan logam mulia, dianggap sebagai standar moneter dunia, dan diminati oleh banyak orang baik individu, kelompok orang atau pun perusahaan. Di mana pun logam ini berada, di tengah hutan belantara bahkan di tengah kota sekalipun, pasti akan diburu orang.
Geologi Populer 5
Merajalelanya peti diakibatkan oleh banyak faktor. Tiga faktor penting yang menjadi penyebabnya adalah: harga logam yang menarik, tidak tersedianya lahan pekerjaan, dan tidak adanya perangkat dan penegakan hukum yang jelas tentang peti. Terutama faktor terakhir ini menyebabka para pelaku peti dapat melakukan penambangan dengan bebas seolah-olah bahan dan area tambang itu milik mereka. Apalagi, saat ini dengan diterapkan “otonomi daerah”, masyarakat di daerah seolah-olah menjadi pemilik bahan tambang di daerahnya, sehingga perusahaan-perusahaan terkait yang berasal dari luar sulit untuk masuk. Saat ini, bukan saja emas yang ditambang secara ilegal, akan tetapi sudah merambah pula kepada logam-logam lain seperti bijih besi primer, timah aluvial, mangan, logam dasar (Cu-Pb-Zn), dan batubara. Seperti disebutkan di atas, peti sebenarnya sudah ada sejak ratusan tahun lalu atau sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda. Kebanyakan keberadaan peti sama seperti sebuah kerajaan. Artinya para pengikut penambang ilegal turun temurun sampai ke anak cucu. Para penambang ilegal ini umumnya penduduk lokal yang bukan ahli pertambangan atau disebut pula sebagai penambang konvensional. Di masa lalu, peti beroperasi hanya dengan menggunakan linggis, cangkul, palu, dan alat dulang. Namun, seiring perkembangan zaman atau teknologi, penambang lokal berubah menggunakan teknologi seperti mesin, dsb. Sekarang, banyak diantara mereka yang menggunakan mesin “dompeng” buatan Cina untuk menghancurkan tanah yang kemudian dengan mesin isap mereka mengalirkan tanah tersebut ke penyaringan (jak-sakan). Dengan berfungsinya mesin “dompeng” (semprot dan isap), tambang dapat dioperasikan lebih cepat dan kerusakan alam juga lebih cepat. Jika sebelumnya, para pelaku peti itu dari masyarakat setempat, sekarang banyak pula diantara mereka berasal dari luar daerah, yang didanai oleh orangorang berduit.
Mesin perlengkapan penambangan emas plaser. 6 W a r t a
Geologi Desember 2009
Sebaran Tambang Ilegal di Indonesia Peti tersebar di seluruh bumi Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya). Di wilayah Sumatra, hampir di setiap provinsi ditemukan peti. Namun, yang paling banyak di antaranya adalah di Provinsi Jambi, Sumatra Barat, Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Lampung. Lokasi bahan galian logam emas di Sumatra terdapat sepanjang Pegunungan Barisan dari ujung barat daya Sumatra sampai ujung Tenggara Sumatra. Mereka melakukan penambangan emas baik dengan cara peti di bekas tambang Belanda dahulu maupun di lokasi penemuan baru. Di Provinsi Jambi, peti dijumpai di Kabupaten Tebo. Para pelaku peti di sini menyedot pasir pengandung-emas dari dalam Sungai Tebo. Puluhan penambang apung (peti) berada di sungai tersebut. Akibatnya, air yang sudah keruh itu tambah keruh serta berlumpur mengalir sepanjang sungai sampai ke pantai. Belum diketahui secara pasti, apakah para penambang tersebut menggunakan merkuri atau tidak sebagai perekat butir-butir emas halus. Di Provinsi Sumatra Barat, penambang ilegal tersebar di beberapa tempat, yaitu di wilayah kabupaten Pesisir Selatan, Pasaman, dan Solok. Pada umumnya, mereka menambang bekas tambang Belanda yang sudah pernah ditambang. Bahan galian yang ditambang juga berupa emas. Ada dua lokasi penambangan ilegal yang hingga sekarang masihberlangsung, yaitu di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman dan Kecamatan Abai dan Lubuk Gadang, Kabupaten Solok Selatan. Tambang jenis ini dijumpai pula di Pongkor (Jawa Barat) yang dikenal dengan ”Tambang Gurandil”; juga dijumpai di Soripesa, Sumbawa Timur. Tentunya banyak lagi di tempat lain yang belum terrekam dengan baik. Di Kalimantan, penambang ilegal ini tersebar di setiap provinsi (Kalbar, Kalsel, Kaltim dan Kalteng).
Awal penambangan plaser (emas), di Solok Selatan, Sumatra Barat.
Geologi Populer
Pemasangan selang air penambangan emas plaser di Solok Selatan, Sumatra Barat.
Proses Penambangan Proses penambangan ilegal dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu sistem terowongan dan sistem terbuka (open pit). Sistem terowongan dilakukan dengan membuat terowongan sedemikian rupa dengan diameter 1,5 - 2,0 m dalam posisi vertikal maupun horizontal, yang mencapai puluhan meter. Di dalam terowongan, dengan hanya diperlengkapi peralatan seadanya, seperti lampu atau senter dan blower untuk sumber udara, para penambang ini sudah sangat tahu jenis urat yang mengandung atau tidak mengandung emas. Pecahan urat kuarsa yang mereka temukan dimasukkan ke dalam karung goni yang berbobot 30 - 40 kg. Karung-karung ini dibawa ke tempat pengumpulan dan dipecah ulang secara mekanik atau manual. Ada dua cara pemecahan batuan ini, yaitu – sebut saja - cara tumbukan dan cara gelondongan. Cara tumbukan dilakukan dengan cara menumbuk batuan tadi menggunakan roda banting yang berukuran 3 - 4 m. Roda banting yang diputar oleh mesin ini dihubungkan dengan palu (kayu atau besi) yang dapat turun naik, sehingga menumbuk batu-batu tersebut. Setelah bebatuan tadi menjadi halus, kurang lebih seukuran pasir halus, dilakukan proses akhir dengan cara mendulang. Dari hasil dulang ini akan terlihat adanya emas. Jika ada emas, mereka melakukan proses akhir pemisahan emas dengan menggunakan air raksa sebagai pengikat. Hasil pengikatan emas oleh air raksa ini telah dapat dijual namun sebelumnya harus dilakukan pemisahan akhir menggunakan asam ketat (bromoform).
Saringan atau sakan/ jek untuk penampung emas.
Pemasangan pipa plastik tambang emas plaser.
Cara kedua, atau cara gelondongan, dilakukan dengan memasukkan batuan tersebut ke dalam tabung besi yang diisi dengan beberapa besi bulat untuk menghaluskan pecahan tadi. Mesin penghancur ini disebut mesin gelondongan. Dalam mesin gelondongan ini terdapat beberapa tabung atau drum besi yang berisi pecahan bebatuan. Gelondongan ini diputar oleh mesin ”dompeng” yang dihubungkan dengan kabel. Namun ada pula yang diputar dengan mempergunakan kincir air. Proses ini dilakukan berhari-hari siang dan malam sampai betul-betul bebatuan tadi sudah menjadi tepung batu. Setelah material bahan galian tersebut halus kemudian dikeluarkan dan didulang untuk mendapatkan emas. Guna menyatukan butiran emas yang sangat halus, mereka juga gunakan air raksa sebagai pengikat. Proses pengambilan bijih sistem kedua ini khusus dilakukan untuk cebakan atau endapan logam (emas) primer. Sistem terbuka diterapkan untuk penambangan bijih emas sekunder yang dilakukan dengan metode tambang terbuka (open pit). Para penambang menggunakan dua mesin (dompeng). Satu mesin berfungsi untuk menyemprot tanah penutup atau pasir yang mengandung emas, sedangkan mesin satunya lagi untuk mengisap pasir bercampur Geologi Populer 7
lumpur yang dialirkan ke tempat penyaringan yang disebut “sakan” atau ”jek”. Saringan ini dialasi dengan karpet atau handuk untuk menangkap butiran emas, sedangkan mineral ringan (tanah, pasir, dan lumpur) akan terbuang bersama bubur lumpur. Bijih emas yang tersangkut di karpet atau handuk tadi dicuci ulang dan terakhir direkat dengan air raksa sebagai pengikat. Untuk melepaskan bijih emas dari air raksa tersebut, lalu digoreng dengan menggunakan cairan asam ketat (bromoform). Proses penggorengan ini sangat berbahaya, karena para penggoreng akan menghirup udara atau uap asam ketat tersebut. Emas yang yang sudah terpisah dari air raksa masih tercampur dengan logam lain (platina, perak, dll), namun sudah siap untuk dipasarkan. Emas hasil pendulangan sudah dapat dijual langsung kepada pembeli atau penadah. Meskipun, emas-emas hasil pendulangan ini belum menunjukkan berat yang sebenarnya, karena masih bercampur dengan logam lainnya; namun, para pendulang sudah dapat mengantongi rupiah di kala mereka pulang ke rumah. Biasanya, emas hasil dulang, baik yang direkat dengan air raksa atau tidak akan langsung dijual kepada pembeli (cukong) yang telah memberinya modal awal. Dengan kata lain, para penambang ilegal sebenarnya tidak akan pernah kaya, karena hasil emas yang mereka peroleh hanya cukup untuk bayar hutang saja kepada penadah atau cukong yag memberinya modal awal Tentunya yang kaya adalah para penadah atau orang yang memberi modal awal. Para penadah/cukong akan mendapatkan keuntungan ganda, yaitu keuntungan dengan menyuplai bahan logistik dan juga keuntungan dari pembelian emas yang murah dibandingkan dengan harga pasar. Penyebab Keberadaan Penambangan Ilegal (Peti) Muncul suatu pertanyaan: “Kenapa penambangan ilegal ini bermunculan bak jamur?” Seperti disebutkan di atas, penambang ilegal atau pelaku peti adalah penambang gelap yang tidak memperoleh izin dari pemerintah. Para pelaku peti ini muncul sudah sangat lama sejak manusia ini mengenal logam khususnya emas. Keberadaan peti ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena mereka sudah turun temurun melakukan penambangan. Kebetulan daerah yang ada cebakan logam (misalkan emas) berada di sekitar mereka. Tentunya bagi daerah yang tidak memiliki cebakan, kesempatan demikian tidak akan pernah terjadi. Penyebab kedua, tentunya didesak oleh sulitnya lapangan kerja, sedangkan mereka harus bertahan hidup. Penyebab ketiga, bukan karena turun temurun dan juga bukan karena masalah lahan kerja, akan tetapi sebagai kerja sampingan karena logam (emas) yang mereka cari bernilai jual tinggi. Alasan keempat, karena lemahnya perangkat hukum yang mengatur dan melakukan penegakan hukum bagi penambang ilegal. Tentunya sudah ada aturan bagi penambang 8 W a r t a
Geologi Desember 2009
ilegal ini, akan tetapi tidak dijalankan dengan semestinya. Bahkan banyak kasus dimana pihak yang berwenang memberi kesempatan kepada penambang ilegal ini untuk menambang asal memberi upeti. Dengan demikian, penambang ilegal ini tidak pernah berhenti dan akan bermunculan terus menerus. Di masa sebelumnya, target peti hanya terbatas pada logam emas. Namun, sekarang, semua bahan galian telah ditambang secara ilegal termasuk logam dasar (tembaga, timah hitam,
Penambangan emas sekunder di Sungai Tebo, Jambi.
Kerek pengambilan biji seng di Kecamatan Surolangun, Muro, Sumatra Selatan.
Penambangan emas sekunder di daerah Cigudeg, Bogor, Jawa Barat.
Sumur Tambang biji seng di Kecamatan Surolangun, Musi Rawas, Sumatra Selatan.
Kolam-kolam air akibat penambangan timah sekunder, di Bangka.
Kriteria penentuan KP untuk RTRW kabupaten/kota sebelum UU No.4 Tahun 2009 terbit. Setiap kriteria terdiri atas indikator-indikotor yang memiliki bobot nilai tertentu.
Mesin glondongan di daerah Bonjol, Sumatra Barat.
Kerusakan akibat tambang emas sekunder Plaihari Tanahlaut, Kalimantan Selatan.
dan seng), timah putih, besi, mangan, batubara serta bahan galian industri berupa pasir, batu, tanah, dll. Jadi begitu banyak bahan galian yang diambil tanpa izin pemerintah. Dengan demikian, begitu banyak pula pajak atau royalti yang tidak dibayarkan kepada pemerintah. Padahal, pajak atau royalti tersebut berguna untuk masyarakat banyak sesuai dengan amanah UUD 45 Pasal 33 yang berbunyi: ”Bumi dan air milik rakyat dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
(kasus di Bonjol, Pongkor, dll). Selanjutnya, akibat sekunder dari peti ini, khususnya peti logam emas, adalah penggunaan air raksa yang sangat membahayakan bagi keberlangsungan hidup manusia dan lingkungannya
Dampak Penambangan Ilegal Jelaslah bahwa dengan penambangan ilegal, para pelakunya dapat mengatasi keperluan hidup sehari-hari mereka dan sanak familinya. Namun, dampak dari peti sangat dahsyat dan memprihatinkan. Dampak yang sangat serius dari proses peti adalah pencemaran lingkungan (perusakan hutan atau lahan dan pencemaran air). Perusakan hutan atau lahan merupakan dampak pertama dari kegiatan peti walaupun tidak semua peti merusak hutan dan laham. Bagi tambang (emas) primer, tanah permukaan maupun tumbuhan di atasnya mungkin tidak banyak terganggu karena mereka mengambil material di bawah permukaan dengan membuat terowongan
Sebaliknya, peti tambang sekunder (logam emas atau timah), merupakan penghancuran lahan secara total baik tanah penutup maupun pencemaran air. Pada umumnya, tambang ini banyak beroperasi di daerah lembah sungai dan dataran, karena logam sekunder emas dan timah dapat dijumpai pada endapan sungai tua. Daerah ini, sangatlah vital untuk lahan pertanian dan perkebunan atau persawahan dan juga sebagai sumber air. Seperti telah disebutkan sebelumnya, penambangan ini bukan saja menghancurkan lahan, akan tetapi sudah menghancurkan bumi ciptaan Tuhan. Hasil akhir akibat tambang sekunder ini, akan terlihat gundukan tanah dan pasir yang luas, panas, serta kering. Tidak ada tumbuhan produktif satu pun yang dapat bertahan hidup kecuali rerumputan yang kurang berguna bagi manusia. Di Indonesia, daerah yang terparah akibat penambangan ilegal sekunder ini adalah Provinsi Bangka - Belitung, khususnya Pulau Bangka. Geologi Populer 9
Kerusakan akibat tambang timah sekunder di Kabupaten Bangka Selatan, Bangka Belitung.
Masyarakat yang sebelumnya sebagai petani berubah drastis menjadi penambang timah sekunder atau timah alluvial/ atau timah plaser. Akibatnya, hampir 2/3 wilayah Pulau Bangka sudah rusak berat. Daratan yang tadinya ditumbuhi oleh pohon-pohon berubah menjadi gundukan pasir, yaitu pasir kuarsa yang memutih bagaikan salju. Di atas gundukan pasir ini tidak satu tumbuhan pun mampu hidup karena lapisan tanahnya yang subur sudah terbuang bersama lumpur tambang. Dampak yang sama juga dialami oleh tambang batubara (endapan primer) Tambang batubara ini selalu dilakukan dengan model tambang terbuka (open pit), yaitu membuka lahan permukaan. Kerusakan akibat tambang batubara ini tidak terkecuali baik ilegal maupun yang legal. Contohcontoh tambang jenis ini terdapat di seluruh wilayah Indonesia termasuk Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Solusi Pengentasan Tambang Ilegal Untuk mencegah berkembangnya peti lebih lanjut, maka penegakan hukum (law enforcement) harus dilaksanakan secara. Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Daerah harus membuat PERDA (Peraturan Daerah) yang mengatur tentang bahan tambang ini mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi di tingkat Pusat atau Nasional. Siapa yang boleh dan tidak boleh menambang bahan galian atau bahan tambang lainnya di bumi Indonesia ini, termasuk cara penambangannya harus diatur secara tegas dalam PERDA tersebut. Dengan adanya aturan yang tegas dan jelas, di samping melakukan pembinaan kepada para pelaku, peti ini dapat ditekan pertumbuhannya. Tugas ini tentunya dapat dilakukan oleh setiap Dinas Pertambangan dan Energi di daerah. Sudah sepatutnya peti dipantau secara serius karena keberadaan peti secara regional tambang sama dengan menghancurkan bumi ciptaan Tuhan secara perlahan-lahan. 10 W a r t a
Geologi Desember 2009
Kerusakan lahan akibat penambangan bijih seng di Kecamatan Sorolangun, Mura, Sumatra Selatan.
Penutup Sejak dahulu, penambangan ilegal atau peti telah lama dilakukan oleh masyarakat di lokasi-lokasi tempat bahan galian yang mereka cari berada. Kegiatan peti dapat dikatakan mudah meraka lakukan tanpa banyak hambatan berarti, seolaholah bahan tambang ini milik mereka. Di sinilah perlu adanya aturan main supaya penambang ilegal ini tidak bisa dengan mudahnya membuat suatu tambang. Aturan main tersebut harus tertuang di dalam PERDA setiap Daerah yang memiliki fenomena peti atau potensial terjadi penambangan ilegal. Selain itu, sesungguhnya peti ini tidak mampu memakmurkan pelakunya. Bahkan, bukannya kemakmuran yang mereka diperoleh, melainkan banyak masalah terutama masalah-maslaah karena pengrusakan lingkungan yang mereka hadapi. Di mana pun penambangan ilegal ini berada, maka di situlah awal kehancuran lingkungan yang tak terelakkan. Membuat tambang hanya membutuhkan waktu 1-2 minggu namun untuk memulihkan kembali (recovery) lingkungan akibat penambangan ini membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Lihat saja bekas penambangan endapan timah yang dilakukan sejak zaman Belanda (200-300 tahun yang lalu), saat ini baru ditumbuhi oleh hutan kerdil saja dengan tanah penutup tidak lebih dari 10 cm. Oleh karena itu, sudah saatnya para pelaku peti ini menghentikan kegiatannya dan mencari kegiatan lain yang sifatnya tidak merusak. Sejauh ini, keberadaan peti telah merusak bumi ini, juga merusak masa depan anak cucu kita karena lahan atau bumi ini menjadi kerdil, kering, dan tandus yang tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk kurun waktu yang cukup lama.n Penulis adalah Profesor Riset. Badan Geologi
Geologi Populer
Penciptaan Alam Semesta Ditinjau dari Teologi dan Sains Oleh: Sugalang
S
aat menatap langit luas di malam yang
cerah,
nampak
gemerlap
bintang serta semburat kabut yang
menakjubkan.
Seberkas
rona
cemerlang,
ia
mungkin planet Venus, atau boleh jadi planet Mars, dan kilau yang lainnya adalah bintangbintang tidak dikenal nun jauh di sana. Kabut terang adalah gugusan bintang-bintang yang berada jauh dari jangkauan indera atau terlalu kecil untuk diamati secara terpisah-pisah sebagai individu titik. Sungguh keindahan yang tiada tara.
Geologi Populer 11
Big Bang (dua panel atas kanan); alam semesta dimulai adanya ledakan besar dan selalu meluas.
Siklus (dua panel bawah kanan): alam semesta mengikuti siklus tak henti yaitu ledakan besar, ekspansi, kontraksi, ledakan besar, ekspansi lagi (oscillating proccess). Ilustrasi asal kejadian alam semesta berdasarkan teori Big Bang.
Kekaguman menyaksikan atraksi panorama di angkasa pada malam yang gemerlap memunculkan banyak pertanyaan; apakah angkasa itu?, bagaimana fenomena yang menakjubkan itu terbentuk?, akankah bersinar selamanya?, apakah akan datang dan selanjutnya berakhir pada suatu tempat atau ada tanpa akhir?, dan beribu pertanyaan lainnya. Tulisan di bawah ini selanjutnya akan mencoba suatu pembahasan tentag penemuan terkini berkenaan dengan teori penciptaan alam semesta dan kemungkinan penafsiran ayat-ayat Al Qur’an yang relevan dengan hal tersebut. Allah swt berfirman dalam Al Qur’an Surat ke 67 ayat ke-3 dan ke-4 (QS. 67 : 3-4): “……Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah berkali-kali niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah”. Memang Tuhan tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Oleh karena itu Tuhan menantang apabila menemukan sesuatu ciptaanNya yang tidak sempurna, dan ternyata memang tidak ada yang sia-sia. Terciptanya Alam Semesta Sampai saat ini diketahui ada dua teori mengenai asal usul kejadian alam semesta, yaitu Teori Big Bang (Ledakan Besar) yang digagas oleh Georges Lemaître pada tahun 1930 dan teori Steady State atau dikenal dengan Infinite Universe Theory 12 W a r t a
Geologi Desember 2009
atau Continuous Creation (Kreasi Menerus) oleh Hermann Bondi, Thomas Gold, dan Fred Hoyle pada tahun 1948 (George B. Field, dalam “Origin of the Universe”). Teori Big Bang Teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta ini terbentuk dari sebuah massa kompak padu (compact mass) yang kemudian meledak dan materialnya tersebar ke segala arah di ruang angkasa. Seluruh materi hasil ledakannya membentuk semacam kabut kosmis atau debu kosmis dalam berbagai ukuran. Kini materi tersebut menjadi komponen benda-benda angkasa, yaitu galaksi, bintang, planet, maupun material lain yang selalu bergerak satu sama lain. Ilustrasi pada gambar di atas menjelaskan bahwa alam semesta bermula dari adanya suatu massa padu yang meledak (panel A) yang mengakibatkan materi hasil ledakannya tersebar ke seluruh arah di angkasa dan selalu bergerak menjauhi titik ledak untuk selama-lamanya (panel B, C, dan D), yang berarti langit selamanya mengembang. Gambar di atas juga menyatakan pendapat lain, namun masih dalam kerangka teori Big Bang. Disni penciptaan alam semesta dimulai dengan ledakan massa padu (panel A) yang mengakibatkan materi hasil ledakan bergerak tersebar ke segala penjuru angkasa (panel B) kemudian suatu saat nanti akan menyusut atau berkontraksi (panel E), selanjutnya akan terjadi ledakan lagi sebagaimana ledakan pertama (panel F), demikian siklus ini akan terjadi berulang-ulang (oscillating proccess).
Geologi Populer Pembahasan tentang massa padu dan kabut atau debu kosmis (cosmic dust) tersebut di atas cukup menarik karena bersesuaian atau dapat menjadi penjelasan lebih lanjut dari Firman Allah dalam Al Qur’an: “Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya…….…“ (QS 21 : 30). Ayat ini menyebut suatu yang padu yang berarti massa kompak (compact mass) sebagaimana sebelum terjadinya ledakan besar. Sedangkan kalimat “Kami pisahkan antara keduanya” dapat ditafsirkan sebagai peristiwa tersebarnya materi hasil ledakan besar ke segala penjuru angkasa. “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih berbentuk asap” (QS 41 : 11). Kalimat “langit masih berbentuk asap” di dalam ayat tersebut di atas dapat ditafsirkan sebagai kumpulan materi hasil ledakan besar yang sudah
tentu akan berbentuk pecahan benda dengan segala ukurannya atau gas. Teori Steady State Teori Steady State menyatakan bahwa materi baru akan selalu terbentuk di alam semesta. Material ini membentuk bintang-bintang dan galaksi-galaksi yang tercipta terus menerus dan memenuhi angkasa kosmis. Hal ini bertentangan dengan hukum dasar fisika yang menyatakan bahwa materi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan, tetapi hanya dapat berubah wujudnya menjadi materi lain atau energi. Oleh karena itu teori Continuous Creation tidak dibahas lebih lanjut. Alam Semesta yang Mengembang Kembali kita telusuri kejadian alam semesta melalui pendapat adanya ledakan besar. Albert Einstein,
Dua photo menunjukkan material-material di angkasa kabut atau asap (“cosmic dust”). Atas, Horsehead Nebula dan bawah, Great Nebula. California Institute of Technology and Carnegie Institute of Washington. Geologi Populer 13
Teori “Steady State” yang menyebutkan bahwa materi-materi di alam semesta terbentuk secara menerus.
ilmuwan pertama yang dijuluki sebagai modern cosmologist, pada tahun 1915 melengkapi teorinya tentang Teori Relativitas Umum yang selanjutnya diaplikasikan pada persoalan-persoalan penyebaran atau distribusi materi-materi di alam semesta. Tahun 1922, Alexander Friedmann seorang ahli fisika bangsa Rusia berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa perluasan alam semesta atau pengembangan alam semesta dimana seluruh partikel atau benda-benda angkasa melayang satu dengan yang lain dengan kecepatan yang tinggi. Partikel-partikel angkasa ini telah bergerak ke segala arah sejak awal kejadian ledakan besar. Dalam model alam semesta ini yang unik adalah bahwa langit atau alam semesta ini adalah semakin meluas atau mengembang. Pengembangan angkasa semesta ini dimulai sejak adanya Big Bang atau ledakan besar. Sebelumnya orang berpendapat bahwa galaksi-galaksi ini satu dengan lainnya diam pada tempatnya. Ilmu pengetahuan selanjutnya berkembang dengan sangat pesat. Ilmuwan Edwin Hubble, seorang astronom di Mount Wilson Observatory pada tahun 1929 melalui teleskopnya, menemukan bahwa galaksi-galaksi ternyata saling menjauh dengan kecepatan ribuan kilometer setiap detiknya. Ini menunjukkan bahwa alam semesta ini tidaklah statis seperti dipercaya sejak lama, namun bergerak mengembang. Sebagai ilustrasi dapat diumpamakan pengembangan alam semesta ini sama dengan proses pengembangan sebuah balon yang sedang ditiup. Ketetapan tersebut sudah tertulis di dalam Al-Quran, lebih dari 15 abad yang lalu: “Langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya”. ( QS. 51 : 47). Dalam ayat ini terdapat kata “meluaskannya” yang berarti Allah swt dengan kekuasaannya melakukan perluasan langit karena material alam semesta setelah ledakan besar tersebar ke segala penjuru dan bergerak menjauhi titik lokasi awal ledakan besar. Para Ilmuwan yang menganut teori Big Bang berbeda pendapat dan dapat dikelompokkan 14 W a r t a
Geologi Desember 2009
kedalam 3 aliran, yaitu: 1. Alam semesta terbentuk setelah peristiwa Big Bang, meluas selamanya dan tidak pernah menyusut atau kontraksi. 2. Alam semesta merupakan sistem tertutup, dan pengembangan alam semesta tidaklah mengembang untuk selama-lamanya. Ini berarti suatu saat pergerakan materi akan terhenti. 3. Alam semesta terbentuk setelah Big Bang dan alam semesta mengembang (saat kini dalam fase mengembang), selanjutnya mengkerut (kontraksi), dan kemudian ledakan terjadi kembali, mengembang dan seterusnya terjadi berulang-ulang (siklus) yang disebut sebagai proses oscillating. Diketahui ada semacam “Big Bang kecil-kecil“ di dalam alam semesta kini yang oleh para ilmuwan disebut sebagai Small Universe. Ukurannya jauh lebih kecil dari alam semesta saat ini. Proses pembentukannya mirip dengan Big Bang, tetapi dengan skala yang lebih kecil. Aliran ketiga, yaitu teori Oscillating Process dalam pembentukan alam semesta saat kini banyak dipercaya dan dianut. Dari sisi teologi Islam ini menarik karena salah satu Firman-Nya dalam Al Qur’an, berbunyi, “Pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran kertas, sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulangi lagi. Itulah janji yang pasti Kami tepati, sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakan“. (QS Al 21 : 104). Dalam ayat di atas terdapat kalimat ”Kami akan mengulangi lagi” yang ditafsirkan bahwa penciptaan alam semesta akan terjadi berulang kali (oscillating proccess). Ayat ini menyatakan bahwa perulangan itu adalah suatu kepastian dari janji Alloh yang akan ditepati-Nya. Manusia sebagai mahluk ciptanNya yang diberi akal dan dinamis dalam berpikir selalu ingin tahu, maka kemungkinan pada suatu saat akan dapat menafsirkan Firman-Nya dengan baik sesuai dengan perintahNya: ”Pelajarilah tandatanda yang Aku berikan, bagi orang orang yang berpikir!!” Namun, manusia pasti memiliki
Geologi Populer
Perumpamaan pengembangan alam semesta semesta menurut teori Big Bang dibandingkan dengan proses pengembangan balon yang sedang ditiup. Noda A, B, dan C mewakili galaksi-galaksi, posisinya relatif tetap tetapi semakin menjauh dari titik asal.
keterbatasan kemampuan ilmu karena memang manusia hanya diberi sedikit dari Ilmu Allah swt sebagaimana dalam FirmanNya: “…, dan mereka tidak mengetahui sedikitpun dari ilmu-Nya kecuali sesuatu yang telah dikehendaki-Nya.” (QS. 2 : 255) Oleh sebab itu, walaupun para ilmuwan dapat memikirkan asal mula kejadian alam semesta, tetapi ada suatu pertanyaan yang tidak pernah terjawab, di antaranya adalah: 1. Dari manakah materi itu berasal? 2. Bagaimana keadaan alam semesta ini sebelum ada ledakan besar? 3. Kapan akan terjadi kehancuran alam semesta atau saat alam semesta beserta isinya mengalami proses kontraksi? “Aku tidak menghadirkan mereka untuk (saat) menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri.
........” (QS. 18 : 51). Suatu proses kontraksi berdimensi kecil (dibanding alam semesta) adalah terdapatnya suatu obyek misterius di angkasa semesta yang disebut sebagai obyek “Lubang Hitam” atau Black Holes dan baru dipelajari pada kisaran 1970an. Obyek ini merupakan suatu fenomena fisika yang aneh di ruang angkasa yang mempunyai kemampuan menyedot atau menarik segala materi di sekitarnya secara gravitasional, tidak terkecuali cahaya atau energi. Keberadaan black holes tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasa kehadirannya oleh gelombang radio astronomi. Penyedotan segala macam materi oleh Lubang Hitam ini dipakai sebagai model proses kontraksi alam semesta bahkan sebagai model kematian dan kelahiran alam semesta. Pertanyaan yang ketiga, yaitu mengenai waktu atau kapan terjadinya kehancuran alam semesta atau kiamat yang diduga terjadi pada saat proses kontraksi alam semesta tidak dapat dijawab. Geologi Populer 15
Sebuah model konsep obyek Lubang Hitam atau Black Holes. Segala macam materi angkasa disekitarnya secara total akan terhisap olehnya. Konsep ini menjadi sebuah model Siklus Alam Semesta (kelahiran dan kehancuran), H.K. Wimmer.
Yang dapat dijawab adalah prosesnya, yaitu saat proses kontraksi alam semesta. “Katakanlah, sesungguhnya pengetahuan tentang (datangnya hari kiamat) itu hanya ada di sisi Allah dan sesungguhnya aku ini hanya seorang pemberi peringatan yang nyata“. (QS. 67 : 26) Penutup Al Qur’an telah memberitahukan proses kejadian alam semesta kira-kira 15 abad yang lalu. Keajaiban tampak karena kabar tersebut ternyata sesuai dengan pendapat dan hasil penelitian para Ilmuwan dengan dukungan peralatan yang serba canggih dan modern di abad sekarang ini. Teori Big Bang dengan aliran Oscillating Process dalam pembentukan alam semesta kini banyak dipercaya dan dianut. Dalam tahun 1970an para ilmuwan menemukan adanya lubang hitam (black hole) yang menyedot segala macam benda angkasa dan boleh jadi menjadi sarana kehancuran alam semesta.
16 W a r t a
Geologi Desember 2009
Daftar Pustaka • George B. Field, Ph.D., The Origin of The Universe, The New Book of Popular Science, copyright 1981 by GROLIER incorporated. Center for Astrophysics, Harvard University and the Smithsonian Institution; • Magdy Shahal, Dr.,; Ensiklopedia Mukjizat Al Qur`an dan Hadis, Cairo-Egypt Cetakan I, Juli 2008. PT. SAPTA SENTOSA. • Moh. Rifa`i, Dr., 1992; Al Qur`an Terjemahan dan Tafsir, CV. WICAKSONO & DAHARA PUSTAKA, Semarang. • Mort La Brecque., Black Holes, The New Book of Popular Science, copyright 1981 by GROLIER incorporated.Orbis Publishing, New Encyclopedia of Science, 1980. Vol. 14, ORBIS PUBLISHING LIMITED, London.n Penulis adalah Pejabat Fungsional Perekayasa Pusat Lingkungan Geologi Badan Geologi
Geologi Populer
Mengenal Tsunami Oleh: Yudhicara
A
pa itu Tsunami Ketika gempa bumi yang berkekuatan hampir penuh, 9,3 Skala Richter (SR),
mengguncang Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004, tidak seorangpun yang menduga bahwa ada bencana lain yang sedang mengintip. Pada saat seluruh warga berusaha menenangkan diri dan membenahi hartanya yang masih tersisa dari reruntuhan, bahkan sebagian diantara mereka sedang mencari ikan di pantai yang surut secara tiba-tiba, serta-merta air laut naik merambah ke darat, makin lama semakin kencang dan besar. Tidak ada yang paham apa yang sedang terjadi. Ketidakpahaman tersebut mengakibatkan kepanikan luar biasa. Bencana yang mengintip itu sedang berlangsung, itulah tsunami. Geologi Populer 17
• Patahan Bawah Laut. • Patahan Bawah Laut.
• Longsoran
• Jatuhan Meteorite
Penyebab terjadinya tsunami (tsunamigenik).
Saya terkesima menyaksikan sesosok kapal laut yang panjangnya lebih 10 m terdampar di tengah perkampungan penduduk dengan posisi berdiri sempurna. Kapal tersebut terlempar dari pelabuhan yang jaraknya hampir 7 km dari tempatnya sekarang. Pemandangan lain yang mencengangkan adalah sebuah perahu nelayan bertengger di atas sebuah rumah penduduk tanpa merusak rumah tersebut. Fenomena itu menggambarkan betapa dahsyatnya daya angkut air bah yang menggulung dari tengah Lautan Hindia yang menabrak daratan Aceh. Itulah sosok tsunami. Kata atau istilah tsunami memang tidak dikenal secara luas di kalangan masyarakat Indonesia. Istilah tersebut menjadi sangat terkenal setelah gempa bumi yang berkekuatan besar mengguncang Nanggroe Aceh Darussalam pada akhir tahun 2004 yang lalu. Demikian besarnya gempa tersebut sehingga tidak saja membelah permukaan tanah yang disertai dengan suara gemuruh dari dalam bumi (rumbling ground), tetapi juga mengangkat air laut hingga tumpah jauh ke darat. Peristiwa gulungan ombak yang melanda daratan tersebut dikenal dengan nama “tsunami”. 18 W a r t a
Geologi Desember 2009
Istilah tsunami berasal bahasa Jepang yang terdiri dari dua potongan kata, masing-masing “tsu” yang berarti pelabuhan dan “nami” yang artinya gelombang. Demikian seringnya peristiwa gelombang laut melanda sebagian kota pelabuhan di Jepang sehingga kata tsunami dipergunakan untuk peristiwa “gelombang laut yang melanda pelabuhan/daratan”. Secara bebas kata tsunami dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Impulsif tersebut dapat berupa gempa bumi tektonik yang terjadi di dasar laut dengan besaran > 7 SR, letusan gunung api pulau, atau longsoran pantai dalam skala besar. Secara ilmiah Tsunami dapat diartikan sebagai suatu gelombang gravitasi yang terbentuk akibat tubuh air laut mengalami gangguan dalam skala besar dan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Ketika gaya gravitasi berperan dalam proses air laut kembali mencapai kesetimbangan, suatu seri gerakan osilasi tubuh air laut terjadi baik pada permukaan laut maupun di dasarnya dan tsunami terbentuk dengan arah rambat keluar dari daerah sumber gangguan.
Geologi Populer
Perjalanan perambatan gelombang tsunami dipengaruhi oleh kedalaman dasar laut dan gaya gravitasi.
Gelombang raksasa ini dapat merambat melalui ribuan mil melintasi lautan dan membawa energi yang sangat mematikan dan dapat menghancurkan bangunan, pepohonan, dan apa saja yang dilewatinya. Penyebab tsunami Jika kita melempar batu ke dalam kolam, maka air kolam terganggu dan akan menghasilkan riak. Perumpamaan tersebut identik dengan fenomena tsunami, namun gangguan yang membentuknya sangat besar sehingga tidak hanya menghasilkan riak, tetapi gelombang besar. Fenomena alam yang menghasilkan tsunami tersebut disebut “tsunamigenik”. Dapat disebut bahwa tsunamigenik adalah suatu kejadian di alam yang berpotensi atau menyebabkan terjadinya tsunami. Umumnya tsunami dihasilkan oleh gempa bumi tektonik. Kejadian tersebut menghasilkan pergeseran vertikal di dasar laut di sepanjang zona rekahan pada kulit bumi menyebabkan gangguan vertikal tubuh air. Sumber mekanisme lainnya adalah letusan gunung api pulau atau di gunung api bawah laut. Perpindahan sedimen dasar laut atau peristiwa tanah longsor di daerah pesisir yang bergerak ke arah air laut, juga akan menyebabkan gangguan terhadap air laut. Sebab lainnya bisa juga karena ulah manusia, misalnya adanya ledakan di laut, sedangkan akibat lainnya
adalah jatuhan benda dari luar angkasa, seperti yang pernah terjadi di Chixulub, Mexico. Namun yang terakhir ini jarang terjadi. Para ilmuwan menemukan suatu batuan meteor yang menubruk bumi 3,5 juta tahun yang lalu dan menghantam lautan sehingga menghasilkan tsunami yang yang secara drastis mengubah garis pantai dan menyapu hampir seluruh kehidupan yang ada di daratan. Tsunami terjadi saat dasar laut berubah dan secara vertikal memindahkan kolom air. Gempa bumi tektonik merupakan jenis gempa yang berasosiasi dengan deformasi kerak bumi. air di atasnya akan mengalami pemindahan dari posisi kesetimbangannya. Gelombang terbentuk sebanyak kolom air yang dipindahkan, sebagai pengaruh dari gaya gravitasi, yang bereaksi terhadap kesetimbangannya, saat suatu areal yang besar di lantai samudera terangkat atau turun, maka tsunami akan terbentuk. Tidak semua gempa tektonik dapat menghasilkan tsunami. Gempa dengan intensitas > 7 SR yang terjadi pada kedalaman dangkal (< 60 km) di bawah dasar laut serta berasosiasi dengan mekanisme patahan naik atau patahan turun berpotensi menghasilkan tsunami. Gempa dengan kriteria tersebut dapat menyebabkan perubahan pada permukaan dasar laut, sehingga mengalami kenaikan atau penurunan (deformasi vertikal). Geologi Populer 19
Istilah dalam pengukuran tsunami.
Indikasi terjadinya tsunami Sesaat sebelum terjadi tsunami sesungguhnya ada beberapa indikasi yang dapat diamati dan bisa dijadikan acuan untuk evakuasi. Indikasi tersebut antara lain: • Didahului oleh guncangan gempa yang kuat. • Setelah gempa mulai mereda air laut surut tidak seperti biasanya. • Teramati garis putih di tengah laut yang menandakan adanya buih sebagai tanda tsunami sedang berjalan menuju pantai. • Tercium bau garam yang menyengat dan kabut di atas permukaan laut sebagai hasil interaksi antara udara dan laut. • Terdengar bunyi menggelegar seperti suara helicopter atau rombongan drum band dari arah laut. • Fluktuasi muka air tanah yang signifikan yang teramati dari dalam sumur atau sungai. Kecepatan tsunami Pada laut yang dalam, kecepatan tsunami dapat mencapai 800 km perjam, hampir menyamai kecepatan pesawat jet. Puncak antara gelombang dengan gelombang berikutnya mencapai ratusan kilometer (lk. 200 km), namun ketinggiannya hanya beberapa meter. Apabila tsunami mencapai pantai, kecepatannya melambat hingga di bawah 80 km perjam, dengan panjang gelombang kurang dari 20 km, tetapi ketinggian gelombangnya membesar beberapa kali. Dengan kecepatan yang demikian besarnya sehingga mempunyai daya rusak yang tinggi dan manusia tidak sempat menghindar karena melebihi kecepatan lari manusia. Dampak Tsunami Sebagaimana gelombang laut lainnya, tsunami mulai kehilangan energinya saat mencapai pantai. Sebagian energi gelombang terpantulkan ke 20 W a r t a
Geologi Desember 2009
laut, sedangkan ke arah pantai energi rambatan gelombang teredam melalui gesekan dasar dan turbulensi. Meskipun mulai kehilangan energi ketika mencapai pantai, tsunami masih memiliki sisa energi yang cukup dengan potensi menggerus yang besar. Pasir pantai akan mengelupas dan mencabut pepohonan serta vegetasi lainnya yang ada di pantai. Demikian banyaknya air yang tumpah, sehingga menggenangi daratan (inundation) hingga ratusan meter jauhnya. Genangan air akibat tsunami yang terjauh ke arah daratan dengan ketinggian maksimum yang diukur dari atas pemukaan laut (sea level disebut run up , sedangkan ketinggian air dari permukaan tanah biasa disebut tsunami height. Dalam perjalanannya tsunami menggerus permukaan dasar laut dangkal dan membawa material (disebut dengan “debris”) hingga ke pantai, bersatu dengan material yang ada di pantai terbawa hingga jauh ke arah daratan. Sering kita menemukan kapal yang beratnya berpuluh-puluh ton hinggap di atap bangunan atau terlempar hingga jauh ke daratan. Sejarah Tsunami di Indonesia Indonesia sebagai negara maritim dan berada di pinggir benua pada zona tektonik yang sangat aktif mempunyai konsekuensi sebagai daerah yang labil. Sebagai wilayah benturan tiga mega lempeng, maka wajar memiliki banyak gunungapi aktif. Kejadian tsunami di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa bumi tektonik di sepanjang daerah subduksi. Selama periode waktu antara tahun 1600 hingga 2005 telah terjadi paling tidak 107 kejadian tsunami. Dari jumlah itu, 90 persen
Geologi Populer
Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 (Thailand).
diantaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen karena letusan gunungapi, dan hanya 1 persen disebabkan oleh longsor. Run up tsunami terbesar dan merupakan rekor tertinggi selama ini terjadi pada tahun 1880 ketika tsunami melanda Sumatra bagian selatan dan Jawa bagian barat akibat letusan Gunung Krakatau. Ketinggian run up mencapai 41 m. Dilihat dari jumlah korban, tsunami Aceh menempati rekor tertinggi di Indonesia bahkan di dunia. Jumlahnya mencapai sekitar 225.000 jiwa meninggal dan hilang. Tsunami yang terjadi disebabkan oleh gempa bumi antara lain Gempa Flores yang terjadi pada tahun 1992, Gempa Banyuwangi tahun 1994, Gempa Toli-toli, Biak tahun 1996, dan Gempa Sumba dalam tahun 1977. Sejak tahun 2004 secara berturut-turut terjadi gempa bumi yang menghasilkan tsunami, masingmasing Gempa Aceh yang berlangsung pada 26 Desember 2004. Menyusul dalam tahun 2005 terjadi Gempa Nias, tahun 2006 berlangsung Gempa Pangandaran, terakhir gempa Bengkulu di penghujung tahun 2009. Tsunami karena letusan gunung api terjadi antara lain pada tahun 1880 akibat letusan Gunung
Krakatau, Selat Sunda dan letusan Gunung Ruang, Laut Sulawesi dalam tahun 1889. Tsunami yang diakibatkan oleh longsoran diantaranya di Pulau Seram (1899) yang dikenal dengan “Bahaya Seram”. Dalam tahun 1997 tsunami di Pulau Lomblen, dan tsunami Flores (Pulau Babi) yang terjadi pada tahun 1992. Langkah Yang Tepat Ketika Terjadi Tsunami 1.Jika sedang berada di rumah dan mendengar peringatan tsunami, penduduk yang tinggal di pesisir pantai atau dalam zona tsunami hendaknya mengungsi ke daerah yang lebih tinggi di luar zona tsunami. 2.Jika sedang berada di pantai atau di laut dan merasakan adanya guncangan gempa, segera bergerak ke tempat yang lebih tinggi. Jangan menunggu hingga diumumkan peringatan tsunami. 3. Jika berada di atas kapal atau perahu di tengah laut dan mendengar atau mengetahui adanya peringatan kemungkinan tsunami, jangan kembali ke pelabuhan tetapi arahkan haluan ke laut lepas. Gelombang ditengah laut relatif lebih tenang dibanding di pantai. Faktor Yang Mempengaruhi Resiko Tsunami Karakteristik pantai merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya resiko yang ditimbulkan akibat tsunami. Kondisi Geologi Populer 21
Alat pendeteksi pasang surut (kiri) dan pelampung gelombang. 22 W a r t a
Geologi Desember 2009
Geologi Populer geologi wilayah pantai seperti, bentuk garis pantai, morfologi dan proses dinamika pantai merupakan faktor geologi yang dapat diamati dan berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Disamping itu vegetasi/tutupan lahan dan infrastruktur yang terdapat di sepanjang pantai dapat berpengaruh pada energi tsunami saat mencapai pantai. Bentuk garis pantai memanjang tanpa lekukan akan mempunyai ketinggian run up yang lebih rendah dibandingkan pantai berteluk dan berkantong. Pantai dengan morfologi landai dapat menghasilkan jarak genangan yang lebih
jauh mencapai daratan dibandingkan dengan pantai curam dan terjal. Pantai berbukit, berbatu, dan mempunyai terumbu karang atau tertutup vegetasi dapat meredam energi gelombang tsunami. Begitu pula pantai yang memiliki tanggul alam akibat sedimentasi di muara sungai dan keberadaan gumuk-gumuk pasir (sand dune) akan mereduksi energi gelombang tsunami. Sementara pantai yang tersusun oleh aluvium dan endapan pantai berukuran pasir sedang sampai halus tanpa vegetasi kurang dapat meredam energi gelombang tsunami.
Contoh penanaman pohon di sepanjang pantai oleh cemara di Sumatra Barat (atas) dan hutan bakau di Bali (bawah). Geologi Populer 23
Contoh pembuatan dinding pantai dan pemecah gelombang pasca tsunami di Pangandaran, Jawa Barat.
Sikap Hidup di Daerah Rawan Tsunami Hidup akrab dengan bencana merupakan suatu harapan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Meski bencana tidak diharapkan terjadi, namun kesiapan dan langkah-langkah mitigasi dalam rangka memperkecil dampak suatu bencana perlu diupayakan. Khusus untuk kasus tsunami paling tidak ada beberapa upaya mitigasi, yaitu; • Penanaman pepohonan (jalur hijau) di kawasan sepanjang pantai di wilayah rawan tsunami. Keberadaan jalur hijau akan menghentikan laju benda-benda terapung yang terbawa oleh gelombang tsunami ke darat; mengurangi kecepatan aliran air dan mengurangi ketinggian genangan; menyelamatkan orang hanyut (tersangkut di pohon); dan meredam angin yang membawa material (pasir) berukuran halus sehingga membentuk gumuk pasir (sand dune) yang dapat menjadi penghalang tsunami; 24 W a r t a
Geologi Desember 2009
• Pelindung alami berupa gumuk pasir (sand dune) atau sedimentasi akibat penumpukan pasir oleh ombak dan angin dapat menjadi penghalang yang dapat meredam laju pencapaian tsunami jauh ke darat. • Dinding pantai dan pemecah gelombang adalah jenis pelindung buatan yang efektif mereduksi gelombang. Pelindung buatan ini dapat dibangun di sepanjang pantai dengan tujuan untuk mengamankan wilayah pantai, pemukiman dan bangunan lainnya dari abrasi akibat hempasan ombak dan arus sepanjang pantai (longshore current); • Rute-rute evakuasi yang dilengkapi dengan rambu-rambu penunjuk rute hendaknya disiapkan sedini mungkin di daerah rawan tsunami, disertai penentuan titik-titik pertemuan pada saat pelaksanaan evakuasi; • Pembuatan peta-peta bahaya, peta pembagian
Rambu-rambu tsunami di Teluk Pacitan (kiri) dan contoh papan peringatan tsunami (lokasi: Pangandaran).
Contoh sederhana daerah yang diselamatkan oleh tataan alami saat terjadi tsunami 17 Juli 2006 (lokasi: Menganti, Jawa Tengah).
kawasan rawan bencana dan peta resiko dan peta evakuasi. • Penataan ruang perlu dilakukan untuk menghadapi kemungkinan bahaya tsunami, yaitu dengan cara penempatan jalur hijau, jenis-jenis pelindung pantai, rute evakuasi dan bangunan evakuasi tahan tsunami yang dibuat di dekat pantai, dan penataan pemukiman untuk dapat melindungi masyarakat yang tinggal di daerah rawan tsunami dan melindungi aset-aset yang terdapat di sekitar pantai tersebut. • Kewaspadaan dini perlu diberikan berupa penyebarluasan pengetahuan umum mengenai bencana tsunami, tanda-tandanya, dan pembuatan monumen peringatan bahwa di
suatu tempat pernah terjadi tsunami, dalam rangka meningkatkan kewaspadaan akan bahaya tsunami. Bukankah ada pepatah yang mengatakan bahwa “Untuk memenangi suatu peperangan kenalilah musuhmu”.n Penulis adalah Peneliti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi
Geofakta 25
Geo Fakta
Hugo Benioff Penemu Zona Benioff
Victor Hugo Benioff (1899-1968)
Para seismologi tentu mengenal apa yang disebut dengan Zona Benioff atau Benioff Zone. Zona ini adalah wilayah dengan kegempaan yang tinggi dan merupakan wilayah terdalam pada daerah subduksi. Penemu dan diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh seorang seismologi bernama Hugo Benioff. Untuk menghormatinya, maka penemuannya tersebut diberi nama dengan membubuhkan namanya. Victor Hugo Benioff (1899 – 1968), demikian nama lengkapnya, lahir pada 14 September 1899 di Los Angeles, California. Dia adalah seorang ahli seismologi di California Institute of Technology dan merupakan salah seorang sosok yang terkenal karena karyanya dalam memetakan lokasi gempa bumi di Samudera Pasifik. Setelah lulus dari Pomona College di tahun 1921, Benioff memulai karirnya dengan menjadi seorang ahli astronomi dan bekerja selama beberapa waktu di Mount Wilson Observatory, tetapi saat 26 W a r t a
Geologi Desember 2009
ia mengetahui bahwa astronom bekerja pada malam hari dan tidur di siang hari, ia beralih ke seismologi. Ia bergabung dengan Laboratorium seismologi pada tahun 1924 dan menerima gelar PhD dari Caltech pada tahun 1935. Benioff dianggap jenius dalam merancang instrumentasi perekam gempa. Instrumen pertama yang diciptakannya pada tahun 1932 adalah Seismometer Benioff. Peralatan ini peka terhadap getaran akibat gempa bumi, sama terkenalnya dengan instrumen regangan Benioff, yang mencatat peregangan permukaan bumi. Benioff memperhatikan bahwa sumber gempa semakin dalam di bawah lempeng tektonik semakin menjauhi zona subduksi. Pola ini cenderung menunjukkan posisi lempeng yang menunjam. Wadati-Benioff zone atau zona Benioff adalah daerah dengan seismisitas aktif yang dalam pada zona subduksi. Diferensial gerakan sepanjang
Peta DEM SRTM Asia Tenggara yang memperlihatkan dengan jelas palung-palung sebagai batas zona subduksi (South East Asia Research).
Batas-batas pergerakan batuan zona konvergen yang dapat direkam melalui geomagnetik. Geofakta 27
Geo Fakta
Ilustrasi zona subduksi yang menunjukkan jajaran pusat gempa sepanjang zona Benioff. 28 W a r t a
Geologi Desember 2009
Konveksi aliran panas dalam mantel yang turut memberikan dorongan pada pola-pola pergerakan lempeng.
zona yang dalam menghasilkan gempa bumi pada kedalaman sekitar 700 km (435 mil). Pada zona tersebut berkembang wilayah vulkanisme di bawah busur dan kontinental margin di atas zona subduksi aktif. Wilayah ini berkembang sepanjang lorong subduksi atau pergeseran akibat peregangan lempeng sebagai akibat dari tunjaman dan ekstensi lempengan yang ditarik ke dalam mantel. Berdasarkan rekaman gempa bumi yang terjadi di sepanjang zona penunjaman, memungkinkan para ahli dapat memetakan secara tiga dimensi permukaan lempengan samudera, kerak dan mantel. Sudut celup dari zona adalah sama dengan yang dari lempengan yang menunjam. Teori ini ditemukan oleh Hugo Benioff dan Kiyoo Wadati dari Badan Meteorologi Jepang, kemudian dikenal dengan Wadati-Benioff zone.
pantai Tanjung Mendocino di California Utara dan disanalah Victor Hugo Benioff meninggal pada 29 Februari 1968 dalam usia 68 tahun.n Joko Parwata Penulis adalah Fungsional Perencana Sekretariat Badan Geologi Badan Geologi
Hugo Benioff mendapat award dari Nasional Academy of Sciences pada tahun 1953, kemudian menerima award dari Geological Society of America pada tahun 1957. Tahun 1958 terpilih sebagai pimpinan pada Society of America di bidang seismologi, dan menerima William Bowie Medal dari American Geophysical Union pada tahun 1965. Pada tahun 1964 Benioff pensiun dari Caltech dan menjadi Profesor Seismologi emeritus. Setelah pensiun ia memilih menyepi di rumahnya di dekat Profil 29
PROFIL
“…. Saya
dididik untuk punya
mental juara. Bagi saya
setiap kesempatan harus diraih karena kesempatan
berikutnya
belum tentu datang….”
Yudhicara,
Perempuan di tengah Bencana Seorang perempuan yang tak gentar meneliti tsunami, bencana geologi yang mematikan Sebagai apresiasi Warta Geologi (WG) atas pengabdian dan peran seorang perempuan yang tegar dalam melaksanakan tugas, penelitian dan upaya-upaya lainnya dalam mitigasi bencana tsunami, dan bertepatan dengan memperingati Hari Ibu, 22 Desember 2009, WG kali ini mengangkat profil seorang karyawati yang berkarier di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Dia adalah Ir. Yudhicara, M.Sc. Perempuan mungil yang energik ini lahir di Bandung dan dibesarkan dalam kedisiplinan yang sangat kuat, terutama karena ayahnya yang bertugas sebagai seorang TNI Angkatan Darat. Darah tentara yang mengalir di dalam tubuhnya tidak pernah berhenti bergolak. Semasa kuliah di Universitas Padjadjaran hingga saat ini dia aktif berkecimpung dalam Resimen Mahasiswa (Menwa). Tidak berhenti di situ, darah pengabdian tentara dalam diri sarjana geologi ini terus mengalir. 30 W a r t a
Geologi Desember 2009
Terbukti, setelah dipersunting oleh Joko Mardono, seorang perwira tentara yang bertugas di TNI Angkatan Laut, dia pun berkarir di instansi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL), Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Balitbang ESDM), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM). Kecintaan pada bidang yang digelutinya dan tuntutan tugas Negara membawa perempuan mungil nan tegar ini pada lingkungan kerjanya saat ini, yaitu PVMBG, Badan Geologi, masih di lingkungan DESDM. Setelah menikah, Yudhicara dan suaminya boleh dibilang sebagai pasangan suami-isteri yang sama-sama sibuk di laut. Sang suami sibuk bertugas mengamankan negara menjaga kedaulatan bangsa di laut. Sementara itu, sang isteri, Yudhicara, tidak pernah diam meneliti bencana di laut, yaitu tsunami. Saat ini mereka sudah dikaruniai dua orang putra, masing-masing Satrio Nata Mulia (12 tahun) dan Farrel Cetta Gumelar (9 tahun).
Profil 31
PROFIL
Ketika Tim WG menemuinya untuk wawancara di ruang kerjanya di lantai 3 PVMBG, Yudhicara tengah sibuk mempersiapkan makalah yang akan dipaparkan dalam acara International Symposium on Tsunami Risk Assesment and Mitigation in South and South East Asia; and Training Course on Multi-Sources Generate Tsunami Modeling yang akan diselenggarakan di Manado 1-4 Desember 2009. Dalam WG edisi ini pula, para pembaca akan menemukan salah satu tulisannya mengenai tsunami. Berikut ini hasil wawancara Warta Geologi dengan Yudhicara selengkapnya: Tim WG: Kabarnya Anda pernah bekerja di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL), Balitbang ESDM, apa benar? Yudhicara: Benar Tim WG: Apa yang mendorong Anda beralih dari laut ke gunung? Yudhicara: Sebenarnya saya tidak beralih ke gunung, saya tetap bermain di laut. Saat reorganisasi Badan Geologi tahun 2006, bidang kebencanaan geologi disatukan di dalam satu unit, yaitu Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi. Kebetulan tupoksi saya di P3GL mengenai kebencanaan tsunami ikut pindah ke PVMBG, Badan Geologi, maka saya mengajukan pindah mengikuti tupoksi. Alhamdulillah, permohonan saya disetujui. Jadi saya tetap berada di laut. 32 W a r t a
Geologi Desember 2009
Tim WG: Tetapi ngomong-ngomong, pernah naik gunung? Yudhicara: Sebagai seorang geologis, naik gunung adalah wajib. Tim WG: Gunung apa saja yang pernah didaki? Yd: Beberapa gunung di Jawa Barat, misalnya Gunung Salak, Ciremai, Wayang–Windu, Manglayang, Patuha, dan Gunung Papandayan. Selain itu juga pernah mencoba naik ke Gunung Slamet dan Merapi. Untuk Merapi saya tidak berhasil tiba di puncak. Tim WG: Pendidikan geologi diperoleh di mana? Yudhicara: Tahun 1994 saya lulus S1 di Universitas Padjadjaran, Jurusan Geologi. Ketika saya bekerja di P3GL saya berkenalan dengan gempa bumi dan tsunami, maka saya melanjutkan pendidikan Magister (S2), Jurusan seismologi di ITB, tapi masih erat kaitannya dengan ilmu dasar saya, geologi. Tahun 2006 pendidikan magister saya selesai. Antara tahun 2000–2001 sempat menempuh pendidikan Post Graduate di International Institute of Seismology and Earthquake Engineering (IISEE), Tsukuba, Jepang. Tim WG: Selain di Jepang, pernah mengikuti pendidikan di tempat lain di luar negeri? Yudhicara: Sebelum kuliah di ITB saya sempat kuliah di Italia selama 6 (enam) bulan, tetapi tidak sampai rampung.
Tim WG: Kenapa tidak rampung? Itu ‘kan kesempatan yang langka?. Yudhicara: Memang benar itu kesempatan yang sangat baik bagi saya, tetapi juga menyulitkan saya. Pembimbing saya mengarahkan ke teknik geologi, bahkan cenderung ke masalah teknik sipil yang sama sekali tidak ada relevansinya pada bidang yang saya geluti selama ini. Saya tidak tertarik dan sebelum terlambat, saya putuskan kembali ke Indonesia. Saya pikir menempuh pendidikan di dalam negeri, khususnya geologi tidak kalah dengan di luar negeri. Tim WG: Sebagai perempuan, apa yang menarik sehingga Yudhicara memilih jurusan Geologi? Yudhicara: Ketertarikan saya berawal ketika masih di sekolah menengah (SMA). Mungkin guru saya menyampaikannya dengan baik, saya tertarik dengan pelajaran ilmu bumi (geografi). Saya pikir ilmu ini penuh dengan petualangan. Sehingga tidak mengherankan kalau nilai saya dalam pelajaran ini selalu bagus. Ketika masuk ke Unpad, saya memilih jurusan geologi. Tim WG: Mengapa menggeluti masalah tsunami? Yudhicara: Sebetulnya saat menyusun skripsi, saya mengambil bidang kegempaan. Nasib yang menggiring saya diterima bekerja di P3GL dan mulai berkenalan dengan tsunami. Kebetulan pemahaman saya mengenai kegempaan sangat menunjang untuk lebih dekat dengan tsunami. Saat saya mengambil kuliah S2 terbuka kesempatan untuk mengenal lebih jauh tentang
tsunami sekaligus tema tersebut menjadi judul thesis S2 saya. Tim WG: Sebagai perempuan dan ibu rumah tangga, apakah ada kendala terutama bekerja di lapangan bersama dengan teman-teman lakilaki? Yudhicara: Sebelum menikah kami (suami-isteri) ada komitmen untuk saling percaya dalam meniti karier, anak-anak kami pun berkembang dengan baik dan tidak prostes saya bekerja. Kami selalu memberikan perhatian khusus bagi mereka. Alhamdulillah tidak ada hambatan. Bekerja dengan rekan di lapangan, mereka sangat memahami kondisi saya dan membantu seperlunya. Tim WG: Apakah ada pengalaman dalam berorganisasi atau pengalaman menarik selama bekerja ? Yudhicara: Saya aktif di organisasi Resimen Mahawiswa (Menwa). Saya banyak mendapat bukan saja tentang berorganisasi, tetapi juga masalah kepribadian. Pelajaran berharga lainnya adalah mengenal berbagai karakter orang. Bagi saya ini pengalaman menarik. Yang berkaitan dengan pekerjaan, saya aktif dalam organisasi profesi Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Jawa Barat Peduli, suatu organisasi yang bergerak dalam masalah kebencanaan. Tim WG: Sebagai pemerhati bencana, khususnya tsunami, berapa sering Bu Yudhicara menulis artikel atau buku? Profil 33
PROFIL
.......”Sampai sekarang pun, kalau saya memiliki suatu keinginan, saya akan berusaha untuk mewujudkan keinginan itu.”...... iprediksi apakah suatu gempa akan diikuti oleh d tsunami atau tidak, tetapi waktunya sangat singkat. Sebagai contoh, bila terjadi gempa besar, para ahli mempunyai waktu lebih kurang 15 menit untuk memastikan bahwa gempa yang terjadi berpeluang diikuti tsunami atau tidak. Bila ada peluang terjadi tsunami, maka tindakan evakuasi harus segera dilakukan. Namun karena Indonesia berada di daerah sumber terjadinya tsunami, maka kadang-kadang peringatan bahaya tsunami ini tidak efektif karena terkesan selalu terlambat. Gempa besar yang berpotensi tsunami mempunyai kriteria khusus, yaitu harus dangkal (kedalamannya pusat gempanya kira-kira di bawah 30 km dari dasar laut) dan disebabkan oleh dislokasi vertikal, kemudian magnitudanya harus besar > 7 skala Richter. Yudhicara: Saat ini saya sedang menulis buku mengenai Bencana Gempa dan Tsunami untuk murid TK, yang isinya berupa cerita bergambar yang menjelaskan bagaimana terjadi gempa bumi dan tsunami serta upaya menyelamatkan diri dari bencana tersebut. Isi buku untuk tingkat SD dan SMP pembahasannya sedikit lebih dalam. Bahasannya mulai dari bumi yang kita tempati, proses terjadinya gempa dan tsunami secara umum, tindakan-tindakan penyelamatan saat terjadinya bencana itu. Selain itu beberapa makalah ilmiah, di antaranya sudah diterbitkan di Jurnal Geologi Indonesia. Tim WG: Menurut Anda apakah gempa bumi dan tsunami bisa diprediksi? Yudhicara: Sejauh ini terjadinya gempa bumi belum dapat diduga kapan dan dimana akan terjadi. Yang bisa kita lakukan adalah memonitor dan melakukan studi tentang gempa bumi itu sendiri, dengan mengetahui karakter gempa bumi dan perhitungan kejadian gempa secara statistik, diharapkan dapat diketahui keboleh jadian suatu gempa besar akan terjadi di suatu daerah. Hal ini penting agar kita dapat membuat peta kawasan rawan bencana gempa bumi yang akan berguna sebagai informasi kepada masyarakat maupun pemerintah akan potensi gempa bumi di daerah itu. Tim WG: Paling tidak mungkin dapat diketahui gejalanya sehingga kejadian tersebut tidak menimbulkan suatu bencana, komentarnya? Yudhicara: Tentang tsunami, sebetulnya bisa 34 W a r t a
Geologi Desember 2009
Tim WG: Sering terjadi perbedaan hasil perhitungan antara BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) dengan Badan Geologi mengenai pusat gempa, sebagai contoh Gempa Yogyakarta. Apa komentar Anda? Yudhicara: Badan Geologi sendiri tidak memiliki jaringan seismograf untuk memantau gempa bumi tektonik. Tetapi gempa bumi vulkanik PVMBG, Badan Geologi termasuk memiliki jaringan yang baik. Bila terjadi gempa tektonik, kami mengacu kepada hasil perhitungan USGS (Badan Geologi Amerika Serikat) yang mempunyai jaringan seismograf yang lebih banyak. Semakin banyak dan rapat suatu jaringan stasiun seismograf, maka hasil perhitungannya semakin akurat. Saya kira sekarang BMKG sudah mulai berbenah melengkapi jaringan seismografnya sehingga pengukuran mereka tidak jauh berbeda. Tim WG: Apakah ada semacam pelatihan mengenai penanganan kejadian tsunami. Bila ada sejauh mana peran serta Anda? Yudhicara: Respon internasional mengenai bencana tsunami sangat besar, mungkin karena banyak negara yang berpeluang terlanda bila terjadi tsunami. Misalnya Tsunami Aceh pada Desember 2004 yang lalu, dampaknya menjalar hingga ke Thailand, bahkan ke Afrika. Oleh karena itu beberapa lembaga internasional mensponsori berbagai seminar tentang tsunami. Kebetulan saya pernah ikut, diantaranya di Philiphina tentang simulasi perambatan gelombang tsunami, kemudian di Thailand pelatihan untuk menentukan daerah rawan tsunami menggunakan remote
s ensing (GIS). Yang terakhir di Melbourne, Australia mengenai pemodelan inundation tsunami. Tim WG: Dalam acara Pemaparan Makalah Unggulan yang diselenggarakan oleh Jurnal Geologi Indonesia 2006-2009, Anda terpilih sebagai salah seorang presenter, apa pendapat Anda? Yudhicara: Seminar semacam itu sangat penting terutama bagi para peneliti atau pejabat fungsional lainnya. Selain sebagai latihan untuk meningkatkan kepercayaan diri, acara semacam ini memacu kreatifitas untuk menulis. Pimpinan PVMBG menugaskan kepada saya meneliti tentang tsunami sepanjang pantai Pulau Sumatra bagian Barat. Saya melihat kondisi geologi dan geomorfologi wilayah tersebut mempunyai potensi terhadap ancaman tsunami. Makalah yang saya presentasikan mengenai risiko bencana tsunami terhadap penduduk ditinjau dari sisi karakteristik, bentuk, proses dinamika, dan tutupan lahan pantai, serta aktivitas penduduk yang bermukim di sepanjang pantai Sumatra Barat. Sebagai seorang perempuan, Yudhicara mempunyai prinsip yang belum tentu dimiliki kalangan perempuan lainnya. Hal ini tampak dari ungkapan beliau yang diperoleh WG saat mewawancarainya: ”Saya dididik untuk punya mental juara (baca: sukses-red). Bagi saya setiap kesempatan harus diraih karena kesempatan berikutnya belum tentu datang”.
Hal itu pula dan pesan untuk kesetaraan gender mencuat dalam jawaban-jawabannya atas pertanyaan lanjutan dari WG dalam wawancara tersebut. Tim WG: Kabarnya Anda berasal dari keluarga tentara, bisa cerita latar belakang mengenai keluarga? Yudhicara: Saya adalah anak kedua dari lima bersaudara. Kami empat perempuan dan hanya seorang laki-laki. Saya lahir dan dibesarkan dari lingkungan tentara. Ayah saya dari Angkatan Darat. Dari kecil kami dilatih untuk mempunyai mental menang, selalu mengambil kesempatan pertama. Sampai sekarang pun, kalau saya memiliki suatu keinginan, saya akan berusaha untuk mewujudkan keinginan itu. Suami saya selalu mendukung selama keinginan tersebut positif bagi kami. Tim WG: Yang Terakhir, ada pesan buat para eolog muda terutama yang perempuan? g Yudhicara: Buat para geolog perempuan, saya yakin kita mampu bekerja dan sejajar dengan para geolog laki-laki. Kita pasti mampu dan jangan mau kalah. n Pewawancara: Bunyamin Penyunting: Syamsul R.W., Oman Abdurahman Foto: Gatot Sugiharto
Profil 35
Seputar Geologi
Seminar Geologi Kuarter Pantai Utara Jawa Tengah dan Aplikasinya pada Pembangunan dan Pengembangan Wilayah
Dalam rangka penyebaran informasi tentang Geologi Kuarter Wilayah Pantai Utara Jawa Tengah, Badan Geologi bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada hari Kamis hingga Jumat 15 – 16 Oktober 2009 mengadakan kegiatan Seminar ”Geologi Kuarter Pantai Utara Jawa Tengah dan Aplikasinya pada Pembangunan dan Pengembangan Wilayah” yang diselenggarakan di Kota Semarang yang dibuka oleh Pejabat Pusat Survei Geologi yang mewakil Kepala Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
morfotektonik, geomorfologi dan struktur geologi juga disajikan dalam seminar tersebut.
Seminar ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan dan menyebarluaskan serta mendiskusikan hasilhasil penelitian yang melibatkan para pemangku kepentingan (stake holders). Hasil penelitian menyangkut data bawah permukaan berupa tataan stratigrafi Kuarter, lingkungan pengendapan serta dinamika cekungan Kuarter, serta sifat fisik batuan. Hasil penelitian lainnya yang menyangkut data geologi permukaan berupa sesar aktif,
Seminar diikuti oleh para pejabat struktural Pemerintah Kabupaten se Propinsi Jawa Tengah yang menangani pengembangan wilayah/tata ruang, Perguruan Tinggi Negeri maupun swasta, perwakilan dari seluruh Dinas Pertambangan dan Energi di tingkat Provinsi dan Kabupaten (Jawa Tengah), serta perwakilan dari unit teknis Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.
36 W a r t a
Geologi Desember 2009
Seminar ini juga dimaksudkan untuk menghimpun masukan-masukan berupa data dan informasi geologi yang dapat dimanfaatkan untuk melengkapi data yang telah terkumpul guna pengembangan wilayah dalam penyusunan tata ruang serta pengembangan geosain (mekanisme kejadian gempa bumi) sehingga kerugian materiel dan korban jiwa akibat yang ditimbulkan bencana geologi dapat dikurangi seminimal mungkin.
Pada sesi presentasi hari pertama Kamis, 15 Oktober 2009 dihadirkan pembicara kunci (keynote speaker) Prof. Tjia H. D. dan enam pembicara yang ahli di bidang Geologi Kuarter, yaitu: Dr. Herman Moechtar, Geologi Kuarter Bawah Permukaan Pantai Utara Jawa Tengah, Dr. Said Azis, M.Sc., Indonesian Quaternary Research (INAQUA), Ir. T. Charil Basri, Geologi Kuarter Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah, Ir. Boedi Setyana, M.Si., Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah, Ir. Soemantri P., Identifikasi Neotektonik Jawa Tengah Bagian Utara, Krisbudiyono, M.Sc, Geologi Kawasan Laut Pantai Semarang.
Kegiatan pada hari pertama cukup semarak dengan antusiasme para stakeholder terutama kalangan perwakilan dari Pemerintah Kabupaten se Propinsi Jawa Tengah dan pejabat-pejabat dari dinas-dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah dengan kehadiran 154 peserta. Animo yang sangat besar terlihat pada sesi diskusi, peserta kelihatan begitu aktif dengan pemandu ”moderator” para ahli geologi dari Badan Geologi, yaitu Prof. Ris. Dr. Ir Udi Hartono, Prof. Ris. Bhakti Hamongan, Dr. Hermes Panggabean, serta dari kalangan akademisi, yaitu Prof. Dr. Bambang Pratistho dan Prof. Dr. Ir. Danisworo. Seputar Geologi 37
Pada sesi hari kedua, Jumat 16 Oktober 2009 dihadirkan sembilan pembicara, Ir. Sidarto, M.Si., Struktur Geologi Daerah Jawa Tengah Bagian Utara ditafsir pada Data inderaan Jauh. Ir. Asdani Soehaimi, Seismotektonik daerah Jawa Tengah dan Potensi Bencana Gempabumi di lajur seismotektonik Trnasek Pacitan-Muria, Ir. Kamawan, Percepatan dan Mikrozonasi Kerentanan bencana Gempabumi Lajur Pantura, Sukahar Eka A. Saputra, ST, Kajian Tektonik Kuarter Wilayah Muria dan Lasem, Jawa Tengah, Ir. Dodid Murdohardono, M.Sc., Aspek Geologi Teknik dalam pengembangan Wilayah Kota Pemalang dan sekitarnya. Ir. Dwiyanto J.S., MT, Peningkatan Daya Dukung Tanah dengan metoda Grouting pada Endapan Aluvial Kota Semarang, Dr. Sutikno Bronto, Gunung api di Selatan Dataran Pantai Utara Jawa Tengah: Sumber Daya dan Potensi bahaya. Joko Wahyudiono, ST, Indikasi Sesar Aktif di sekitar Kali Garang Semarang, Ir. Helmi Murwanto, M.Si., Geographical Phenomenon Was Caused by Neotectonic Process and Regional Development in Semarang City, Central Java. Tepat pukul 16.00 acara seminar ditutup oleh Kepala Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Dari beberapa sumber dikatakan secara geografis daerah Pantai Utara ini sangat strategis. Daerah ini merupakan penghubung antara Jakarta dan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat serta Provinsi Jawa Timur di sebelah timur. Berdasarkan posisinya yang strategis tersebut daerah ini mengalami perkembangan pembangunan yang cukup pesat. Hal tersebut ditunjukkan oleh perkembangan penduduk yang sangat signifikan, serta perkembangan sentra industri. Laju pertumbuhan penduduk dapat membawa implikasi semakin tingginya kebutuhan akan perumahan beserta pemenuhan prasarana dasarnya. Ketersediaan 38 W a r t a
Geologi Desember 2009
daya dukung alam ada dan tingkat kebutuhan yang semakin tinggi, mengakibatkan semakin tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhan tersebut. Apabila fakta-fakta tersebut tidak segera dicarikan jalan keluarnya, maka dapat mengakibatkan penurunan daya dukung infrastruktur wilayah. Beberapa faktor utama yang menyebabkan fungsi lahan dan daya dukung lahan mengalami perubahan atau gangguan sebagai konsekuensi dari aktivitas manusia (human disaster) adalah sebagai berikut: Ledakan pertumbuhan penduduk dan industri yang tidak terkontrol, hilangnya/ menyusut/berkurangnya lahan pertanian subur, pengembangan wilayah (perumahan) yang tidak terkontrol, dan perusakan ekosistem. Data-data Geologi Kuarter yang disajikan dalam seminar diharapkan dapat membantu para perencana dan pengambil keputusan untuk menyusun rencana pengembangan tata ruang sesuai dengan kondisi geologi (daya dukung lahan), serta potensi serta ancaman bahaya geologi yang akan terjadi (limitasi). Dengan demikian kita dapat mengurangi kerugian atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh kejadian bencana geologi tersebut.n (Donny Hermana)
Seputar Geologi
Penandatanganan Nota Kesepahaman dan Kerjasama Badan Geologi dengan Universitas Gajah Mada
Kepala Badan Geologi Dr. R. Sukhyar dengan Rektor Universitas Gajah Mada Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D. sedang melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman
Pada tanggal 2 Oktober 2009 bertempat di UGM Kepala Badan Geologi melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Rektor UGM. Butir-butir dalam Nota Kesepahaman tersebut yaitu: Pengembangan Sumber Daya Manusia, Pendidikan, Penelitian, Penyelidikan, Teknologi dan Pengkajian di Bidang Kebumian. Kegiatan tersebut sangat penting artinya mengingat substansinya berkaitan dengan Tugas dan Fungsi Badan Geologi. Nota Kesepahaman tersebut merupakan langkah yang baik sehingga perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk dijadikan media dan konsep pemikiran sekaligus menggalang niat kebersamaan dalam disiplin ilmu yang berkaitan dengan kebumian, dan menghasilkan butir-butir penting yang dapat memberikan terobosan baru yang efektif serta usable bagi upaya pengembangan di bidang geologi.
Salah satu agenda komunitas geologi saat ini, yaitu berkaitan dengan upaya penyelamatan bumi dan bagaimana peran aktif para ahli geologi dalam mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta bertanggung jawab, guna mendorong perencanaan dan pengelolaan yang lebih baik. Hal tersebut merupakan pekerjaan rumah yang menjadi tugas pokok bagi para ahli geologi di berbagai instansi di Indonesia pada umumnya, khususnya di Universitas Gajah Mada dan Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Khusus bagi Universitas Gajah Mada sebagai salah satu institusi pendidikan yang mencetak ahli geologi diharapkan dapat saling bahu membahu dengan Badan Geologi dalam mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu geologi di dalam pembangunan nasional. Hakekat dari pembangunan berkelanjutan merupakan suatu bentuk usaha optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya Seputar Geologi 39
Penyerahterimaan Dokumen Nota Kesepahaman antara Kepala Badan Geologi Dr. R. Sukhyar dengan Rektor Universitas Gajah Mada Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng. Ph.D.
Penandatanganan kerja sama antara Kepala Pusat Survei Geologi Dr. Ir. A. Djumarma Wirakusumah dengan Dekan Dekan Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Ir. Tukiran, M.Eng. Ph.D. Yogyakarta 2 Oktober 2009.
manusia secara serasi dan seimbang, yang berarti bahwa jenis kegiatan manusia diselaraskan dengan daya dukung atau kemampuan sumber daya alam yang ada, sehingga pembangunan tidak hanya mendasarkan pada manfaat ekonomi saja akan tetapi harus mempertimbangkan arti sosial dan lingkungan hidup. Konsep tersebut mengandung makna bahwa kegiatan pembangunan harus dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi secara nasional dan bagi daerah, serta harus dapat memberdayakan masyarakat setempat dan harus memberikan perhatian terhadap kelestarian lingkungan.
Tidak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut berupa Penandatangan Perjanjian Kerja Sama antara Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada oleh Dekan Fakultas Teknik Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D. dengan Kepala Pusat Survei Geologi Dr. Ir. A. Djumarma Wirakusumah, dimana lingkup kerja sama dalam perjanjian tersebut berupa: Penelitian, penyelidikan dan kajian dalam kaitannya dengan bidang geologi, serta saling bertukar informasi ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk menunjang pembinaan tenaga ahli yang sama-sama dimiliki serta penggunaan fasilitas laboratorium baik yang dimiliki Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada maupun Pusat Survei Geologi Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, serta pemanfaatan sumber daya manusia yang ada, baik di Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada maupun Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. n(Donny Hermana)
Indonesia mempunyai tataan geologi yang sangat unik, terletak di antara tumbukan 3 lempeng aktif dunia, yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Dengan tataan geologi yang unik tersebut, di wilayah Republik Indonesia banyak dijumpai cebakan minyak dan gas bumi serta kandungan mineral logam dan non logam. Sesuai dengan kewenangan yang diamanatkan oleh UndangUndang dan Peraturan yang berlaku, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, mempunyai kewenangan mengelola sektor pertambangan dan energi, yang merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Hal tersebut juga merupakan amanah sekaligus tantangan bagi kita untuk dapat memanfaatkannya secara bijak dan bertanggung jawab. Kerja sama yang dibangun ini diharapkan dapat memaksimalkan berbagai sumber daya dan fasilitas yang ada. Hal tersebut perlu adanya dukungan dan keterpaduan program dari berbagai sektor, serta kerja sama yang amat erat antara Pemerintah Pusat dengan pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota serta Civitas akademika yang terkait.
40 W a r t a
Geologi Desember 2009
Seputar Geologi
Seminar “Penyebarluasan Informasi Geologi dan Geofisika bagi Guru Geografi se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”
Badan Geologi melakukan sosialisasi penyebaran informasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada 28-29 Oktober 2009 dengan tajuk Seminar ”Penyebarluasan Informasi Geologi dan Geofisika bagi Guru Geografi Se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”. Seminar ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan dan menginformasikan data-data geologi dan geofisika yang dimiliki Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral bagi masyarakat, khususnya bagi para guru Geografi se-Provinsi NAD. Adapun tujuan penyelenggaraan adalah untuk menambah wawasan ilmu kebumian (geologi dan geofisika) bagi kalangan pendidik di wilayah Provinsi NAD yang kemudian menyampaikan wawasan pengetahuan tersebut kepada siswa dan siswinya di bangku pendidikan. Seminar yang diselenggarakan atas kerja sama dengan Pemerintah Provinsi NAD ini diikuti oleh perwakilan guru geografi di Provinsi NAD, pejabat
dari Dinas Pertambangan dan Energi, serta pejabat dari Dinas Pendidikan Provinsi NAD. Para pembicara pada seminar ini terdiri atas para ahli geologi, baik dari Badan Geologi maupun dari institusi lain di luar lingkungan Badan Geologi, seperti ahli dari LIPI/ITB Bandung. Mereka adalah: Dr. Chalid Idham ”Geologi Dasar/ Geologi Dinamika”, Prof. Ris. Bhakti Hamonangan Harahap ”Sumber Daya Mineral”, Dr. Ir. Hermes Panggabean, M.Sc ” Sumber Daya Energi”, Ir. Igan S Sutawidjaja ”Kebencanaan Gunungapi dan Gerakan Tanah” serta Dr. Sc Rachmat Fajar Lubis ”Air Tanah”, Ungkap M. Lumban Batu, M.Sc ”Kajian Bencana Geologi Likuifaksi/Pelulukan”, Ir. Ipranta, M.Sc., ”Geologi Lingkungan dan Tata Ruang” dan para Pembicara dari Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Provinsi NAD dalam kajian ”Sumber Daya Geologi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” serta dari Pejabat Dinas Pendidikan NAD ”Kurikulum Geografi ”
Seputar Geologi 41
Antusias para stakeholder terutama kalangan guruguru Geografi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan pejabat-pejabat dari Dinas Pertambangan dan Energi, Pejabat dari Dinas Pendidikan di lingkungan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terlihat dengan jumlah kehadiran sebanyak 136 peserta.n (Donny Hermana) 42 W a r t a
Geologi Desember 2009
Seputar Geologi
Peresmian Museum Gunung M erapi dan Serah Terima Pemanfaatan Sumur Bor
Kepala Badan Geologi, R. Sukhyar sedang memukul gong sebagai tanda peresmian Museum Gunung Merapi.
Kepala Badan Geologi mewakili dan atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, pada 1 Oktober 2009 berkenan meresmikan Museum Gunung Merapi yang terletak di Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta. Acara tersebut dihadiri Asisten Daerah Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, serta para Bupati provinsi DIY. Bersamaan dengan kegiatan itu dilakukan pula serta serah terima pemanfaatan sarana air bersih dari Badan Geologi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul. Usai penampilan kesenian khas Daerah Istimewa Yogyakarta berupa tari merak, berturut-turut disampaikan laporan pelaksanaaan pembangunan Museum Gunung Merapi oleh Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, dan Sambutan Gubernur DIY.
Museum gunung api tersebut dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan, penyebarluasan informasi aspek kegunungapian khususnya dan kebencanaan geologi lainnya yang bersifat rekreatifedukatif untuk masyarakat luas dengan tujuan untuk memberikan wawasan dan pemahaman tentang aspek ilmiah, maupun sosial-budaya dan lain-lain yang berkaitan dengan gunung api dan sumber kebencanaan geologi lainnya. Museum ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif sebagai sarana yang sangat penting dan potensial sebagai pusat layanan informasi kegunungapian dalam upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat, serta sebagai media dalam meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat tentang manfaat dan ancaman bahaya letusan gunung api serta bencana geologi lainnya. Informasi
yang
disampaikan
di
museum
Seputar Geologi 43
Tari Merak mengawali peresmian Museum Gunung Merapi.
Salah satu pameran yang ada dalam museum berupa maket Gunung Merapi.
Sepeda motor korban letusan Merapi. 44 W a r t a
Geologi Desember 2009
Pengendali lahar.
Penandatanganan serah terima sarana air bersih dari ESDM kepada Pemkab se Provinsi DIY.
gunung api diantaranya adalah Informasi ilmiah kegunungapian, kegempaan dan gerakan tanah yang merupakan proses dinamika geologi, dicerminkan di antaranya dalam informasi model pembentukan, mekanisme terbentuknya maupun proses-proses yang menyertainya. Informasi fenomena gunung api terbentuk sebagai hasil proses-proses geologi, yang tampil di permukaan bumi di antaranya berupa bentang alam gunung api, struktur geologi gunung api, produk hasil letusan gunung api, dan produk-produk hasil proses lainnya. Informasi mitigasi bencana gunung api, gempa bumi, tsunami, gerakan tanah yang ditampilkan dalam bentuk informasi sistem monitoring, penelitian dan pengamatan, sistem peringatan dini, dan upaya mitigasi bencana di antaranya menyangkut sistem penyelamatan masyarakat terhadap ancaman bahaya letusan gunungapi, kegempaan dan gerakan tanah. Informasi sumber daya gunung api, sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat, pengembangan infra struktur dan lainnya. Informasi aspek sosial budaya di antaranya menyangkut kehidupan, budaya/tradisi, mitos dan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan dan keberadaan suatu gunung api.
Selain melakukan peresmian Museum Gunung Merapi, Kepala Badan Geologi juga melakukan serah terima Sumur Bor kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada Tahun 2008, di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Departemen ESDM melalui Badan Geologi telah melaksanakan pemboran air tanah di daerah sulit air sebanyak 3 sumur bor yang berada di 3 kabupaten antara lain: 1. Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul dengan perolehan debit 9000 liter/jam diperuntukkan bagi 2500 jiwa. 2. Desa Sidomulyo, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo dengan perolehan debit 10.080 liter/jam diperuntukkan untuk 2800 jiwa. 3. Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul dengan perolehan debit 7.200 liter/jm diperuntukkan untuk 2000 jiwa.n (Donny Hermana)
Seputar Geologi 45
Seputar Geologi
Seminar Pengelolaan Jurnal Ilmiah Indonesia, LIPI
Sambutan Kepala LIPI, Prof. Dr. Umar Anggara Jenie
Pada 22 Oktober 2009 Dewan Redaksi Jurnal Geologi Indonesia (JGI) menghadiri seminar nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI). Seminar bagi pengelola jurnal ilmiah Indonesia yang bertema “Pengelolaan Jurnal Ilmiah Indonesia: Harapan dan Tantangan” tersebut sekaligus dimanfaatkan sebagai momen peluncuran Indonesian Scientific Journal Database (ISJD) dan Peta Kerentanan Pesisir dan Pulau Kecil terhadap Kenaikan Muka Laut Global. Seminar dibuka oleh Ketua LIPI, Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, dilanjutkan oleh sambutan Dirjen DIKTI yang diwakili oleh Prof. Dr. Suryo Hapsoro Tri Utamo, Ph.D. dan dihadiri oleh para dewan redaksi jurnal ilmiah dari berbagai bidang keilmuan, baik instansi maupun perguruan tinggi. Dalam kesempatan tersebut Dewan Redaksi JGI diwakili oleh Prof. Dra. Mimin Karmini. Seminar ini terbagi dalam dua sesi dengaan masing-masing menampilkan dua pembicara. Sesi 46 W a r t a
Geologi Desember 2009
pertama menampilkan pembicara dari lembaga akreditasi, yaitu LIPI dan DIKTI dengan moderator Ir. Dudi Hidayat, M.Sc. Pembicara pertama adalah Drs. Bashori Imran, M.Si. dari Pusbindiklat Peneliti LIPI dengan membahas Kebijakan Akreditasi Jurnal Ilmiah di Lembaga Penelitian, sementara Prof. Suminar dari P2M DIKTI membahas tentang Kebijakan Akreditasi Jurnal Ilmiah di Perguruan Tinggi. Kesimpulan dari presentasi keduanya adalah bahwa masalah akreditasi baik dari DIKTI maupun dari LIPI pada dasarnya sama. Beberapa perbedaan yang tidak prinsip memang masih terjadi dan untuk sementara ini sulit ditemukan jalan keluarnya. Pejabat dari Akreditasi Jurnal Ilmiah Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi, mengibaratkan perbedaan ini sebagai “Rel Kereta Api” yang memiliki tujuan sama tapi sulit untuk disatukan. Saat ini sedang diupayakan agar rel tersebut menjadi “Mono Rel” agar menguntungkan semua pihak, terutama para peneliti dan dosen.
Dirjen DIKTI yang diwakili oleh Prof. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D.
Drs. Bashori Imran, M.Si dalam seminar sesi pertama yang membahas Kebijakan Akreditasi Jurnal Ilmiah di Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi
Penyerahan Simbolis Sertifikat Akreditasi Jurnal Ilmiah untuk Penerbit Jurnal Ilmiah yang telah Terakreditasi LIPI Periode II Tahun 2009.
Prof. Suminar dalam seminar sesi pertama yang membahas Kebijakan Akreditasi Jurnal Ilmiah di Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi
Sebelum masuk sesi kedua, acara diselingi oleh pengumuman hasil akreditasi jurnal ilmiah terakreditasi LIPI periode II tahun 2009 dan penerima simbolis sertifikat akreditasi. Publikasi dari Badan Geologi yang mendapat akreditasi, yaitu Bulletin Geologi Tata Lingkungan terbitan Pusat Lingkungan Geologi mendapat peringkat akreditasi C, sedangkan Jurnal Sumber Daya Geologi terbitan Pusat Survei Geologi pada akreditasi ulang, dapat mempertahankan akreditasi peringkat A.
informasi ilmiah. Banyaknya karya tulis bermutu yang disajikan dalam berbagai jurnal ilmiah dapat menjadi indikator kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa. ISJD yang mulai diperkenalkan pada 20 Agustus 2009 merupakan kado pada peringatan hari ulang tahun LIPI yang jatuh pada 23 Agustus 2009.
Pada sesi kedua, presenter pertama, yaitu Dr. Putut Irawan Pudjiono, Kepala PDII LIPI yang berbicara tentang Pengembangan Indonesian Scientific Journal Database (ISJD),sedangkan pembicara kedua Lukman, S.T., M.Hum. membahas tentang Pengelolaan dan Dimensi Jurnal Ilmiah Indonesia melalui Indonesian scientific Journal Database (ISJD) dengan moderator Luki Wijayanti, S.Ip, M.Si. dari Perpustakaan Universitas Indonesia. Bahasan kedua presenter saling mengisi karena keterkaitan antara pengembangan dan pengelolaan Indonesian scientific Journal Database (ISJD). Menurut Dr. Putut, penerbitan jurnal ilmiah merupakan salah satu kegiatan penyebarluasan
Menurut Lukman S.T., M. Hum, ISJD ini merupakan sarana komunikasi ilmiah yang terdiri dari: • Kumpulan Artikel Jurnal Ilmiah Indonesia, berisi kumpulan artikel-artikel ilmiah yang dapat diakses pengguna mulai dari bentuk bibliografi sampai dengan dokumen lengkapnya (full text). • International Standar Serial Number (ISSN) online, disediakan untuk para penerbit baru yang ingin mendaftarkan majalah barunya dan dapat memperoleh ISSN secara on-line. • Decision Support System (DSS) Jurnal Ilmiah Indonesia, dikembangkan untuk mengetahui produktivitas penulis, penerbit, lembaga dan bidang keilmuan sehingga dapat dipantau produktivitasnya dan diperbandingkan secara nasional dengan jurnal-jurnal yang ada di Indonesia. • Direktori Jurnal Ilmiah Indonesia, berisi data Seputar Geologi 47
Seputar Geologi
Seminar sesi kedua, tentang Pengembangan dan pengelolaan Indonesian scientific Journal Database (ISJD), oleh Dr. Putut Irwan Pudjiono dan Lukman, S.T., M.Hum.
alamat dan kontak penerbit dari berbagai disiplin ilmu. Direktori ini memudahkan penulis yang ingin mengirim karyanya ke dalam jurnal tapi tidak mengetahui alamat serta kontak kemana karya mereka harus dikirim. •Akreditasi, disediakan bagi para pengguna yang ingin mengakses sekretariat akreditasi jurnal, terdiri dari sekretariat untuk Perguruan Tinggi yang dikelola oleh DIKTI, dan sekretariat untuk Lembaga Penelitian yang dikelola oleh Pusbindiklat Peneliti LIPI, situs ini juga memberikan kemudahan untuk melihat daftar jurnal yang terakreditasi. Sampai dengan bulan September 2009 sudah terkumpul lebih kurang 7.000 artikel dari sekitar 400 jurnal yang siap diakses dalam situs ISJD.n (Rian Koswara)
48 W a r t a
Geologi Desember 2009
Seputar Geologi
Workshop Publikasi Kebumian
Jurnal Geologi Indonesia, mengadakan Workshop Publikasi Kebumian pada 7 Oktober 2009 di Auditoriun Geologi, Jln. Diponegoro 57 Bandung. Acara tersebut merupakan ajang silaturahmi dan saling tukar pengalaman sesama pengelola publikasi ilmiah yang tergabung dalam Forum Komunikasi Editor Jurnal Kebumian (Forkom EJB). Selain itu dalam acara tersebut juga diselenggarakan pameran publikasi ilmiah terbitan anggota Forkom EJB. Acara Workshop Publikasi Kebumian ini dihadiri oleh sekitar 250 orang peserta dari berbagai Institusi Pemerintah, Perguruan Tinggi, BUMN ataupun swasta. Workshop ini dibagi dalam dua sesi, yaitu sesi pertama terdiri atas empat pembicara dan ditutup dengan diskusi panel, dipimpin oleh Fatimah, S.T., M.Sc. sebagai moderator dan Dra. Nenen Adriyani, M.A. sebagai notulis. Sesi kedua menampilkan tiga pembicara dan ditutup oleh diskusi panel, dipimpin oleh Ir. Hardoyo Rajiyowiryono, M.Sc. sebagai moderator serta Ir. Danny Z. Herman, M.Sc. sebagai notulis.
Pembicara pertama adalah Sekretaris Badan Geologi, Dr. Djadjang Sukarna yang mengungkapkan tentang kebijakan publikasi di Badan Geologi. Sesuai dengan tupoksi Badan Geologi, publikasi sebagai wadah pelayanan yang ruang lingkupnya meliputi sains geologi, sumber daya geologi, lingkungan geologi, kebencanaan geologi, basis data dan layanan publik sekaligus sebagai sarana bagi para pejabat peneliti dan fungsional untuk menyampaikan hasil penelitian mereka dalam rangka sosialisasi dan penyebarluasan informasi. Wadah publikasi yang sudah berjalan adalah Jurnal Geologi Indonesia, Warta Geologi (majalah ilmiah populer), dan Album Geologi. Pembicara kedua adalah Ketua Dewan Redaksi JGI, Dr. Nana Suwarna yang membahas mengenai Forkom EJB. Forum komunikasi ini digagas dalam rangka menyamakan persepsi dan saling tukar pengalaman di antara pengelola publikasi kebumian. Semula forkom hanya mewadahi para pengelola publikasi kebumian di Bandung, tetapi dalam perjalanannya ternyata mendapat sambutan yang luas dari berbagai daerah sehingga menjadi wadah yang nasional. Salah satu keresahan yang Seputar Geologi 49
yaitu database dan indexing makalah-makalah yang sudah diterbitkan ataupun dalam tahap penelaahan setiap publikasi anggota Forkom EJB.
Suasana Pameran sebelum acara dimulai.
menjadi duri dalam penerbitan ilmiah adalah “plagiarsm”. Untuk menghapus segala bentuk keculasan tersebut, sehingga dianggap perlu ada suatu forum untuk berkomunikasi. Selanjutnya pembicara mengatakan bahwa pengembangan informasi kebumian, khususnya geologi saat ini banyak diperlukan sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pertukaran informasi. Hasil kegiatan penelitian ilmiah hendaknya up to date serta memiliki nilai orisinil. Pembicara ketiga adalah Prof. Assoc. Dr. Imam Sadisun, pengelola Jurnal kebumian di ITB sekaligus sebagai Ketua Bidang Kode Etik Publikasi pada Forkom EJB. Pada kesempatan ini beliau menyampaikan tentang kode etik publikasi yang telah disepakati oleh semua anggota forkom. Kode Etik tersebut menyangkut kode etik bagi editor, kode etik bagi penulis, dan kode etik bagi penelaah (mitra bestari). Selain itu ke depannya akan dibentuk suatu instrumen pendukung yang sangat penting dalam kode etik publikasi ini, 50 W a r t a
Geologi Desember 2009
Pembicara keempat adalah Prof. Dr. Febri Hirnawan dari UNPAD. Beliau berbagi pengalaman mengenai trik menulis Laporan Riset dan Makalah Ilmiah Bahan Publikasi. Menurut Febri, untuk menulis sebuah karya tulis ilmiah harus mengacu kepada susunan atau struktur tulisan ilmiah yang berisikan: •Judul yang seyogyanya menonjolkan fenomena yang diteliti (objek riset) •Abstrak yang berisi empat unsur, yaitu: o Alasan apa riset dilakukan o Pernyataan singkat apa yang telah dilakukan o Pernyataan singkat apa yang telah ditemukan o Pernyataan singkat apa yang telah disimpulkan •Pendahuluan yang berisikan latar belakang, profil kajian, masalah aktual, tujuan dan metode penelitian. •Metode, yaitu menghimpun data primer dan uji hipetensi •Hasil dan diskusi yaitu hasil analisis fenomena di wilayah penelitian yang relevan dengan tema sentral laporan •Kesimpulan, yaitu hasil analisis atau hasil uji hipotesis tentang fenomena yang bersangkutan •Ucapan terima kasih yang ditujukan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian dan pembuatan makalah •Daftar pustaka, yaitu referensi yang termuat dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka. Pembicara kelima adalah Direktur Pusbindiklat Peneliti LIPI, Drs. Bashori Imron, M.Si. Beliau memberikan presentasi mengenai Akreditasi Jurnal/Majalah Ilmiah. Menurutnya, tujuan akreditasi jurnal ilmiah yaitu untuk menstandarkan dan meningkatkan mutu penulisan ilmiah hasil litbang serta meningkatkan kualitas dan kuantitas publikasi ilmiah peneliti, khususnya di Indonesia. Unsur unsur yang dinilai dalam akreditasi LIPI di antaranya: - Nama berkala - Kelembagaan penerbit - Penyuntingan/Dewan Penerbit - Kemantapan penampilan - Gaya penulisan - Substansi - Keberkalaan
Tampilan Para presenter.
- Tiras - Lain lain Setelah terakreditasi, publikasi ilmiah harus diakreditasi ulang sesuai dengan akreditasi yang didapat, karena masa berlaku akreditasi ditentukan oleh peringkat, yaitu: - Tiga tahun untuk Akreditasi Peringkat A dan B - Dua tahun untuk Akreditasi baru peringkat C - Satu tahun untuk Akreditasi ulang peringkat C Pembicara keenam adalah Dr. Budi Brahmantyo, pengajar geologi di ITB dan penulis aktif di berbagai koran nasional. Beliau berbagi pengalaman mengenai cara menulis ilmiah popular. Menurut dia, menulis di media masa berbeda dengan menulis di jurnal ilmiah, karena pembaca media lebih bervariasi termasuk mereka yang memiliki
tingkat pendidikan minimum, maupun perbedaan kepentingan ekonomi dan politik, tetapi filosofi dasarnya sama, yaitu menyampaikan kebenaran secara bertanggung jawab. Dalam tulisan populer harus lebih informatif dan memberi solusi atas problematika yang dibahas dalam tulisan dengan menggunakan bahasa jurnalistik, contohnya seperti judul tulisan harus singkat menarik/mengundang kepenasaran untuk membaca. Sebagai pembicara yang terakhir adalah Ketua PP IAGI, Lambok M Hutasoit, Ph.D. Beliau memperkenalkan Majalah Geologi Indonesia (MGI), suatu publikasi yang diterbitkan oleh IAGI. MGI terbit pertamakali tahun 1960 belum pernah terakreditasi, dan sudah beberapakali mengalami pergantian kepengurusan. Di tahun 2009, MGI Seputar Geologi 51
Penutupan oleh Kepala Badan Geologi Dr. Sukhyar.
berencana untuk mengajukan akreditasi, baik ke LIPI maupun ke DIKTI. Hal tersebut dimaksudkan agar para anggota IAGI yang datang dari berbagai institusi (PNS, Dosen PT ataupun swasta) dapat memanfaatkan MGI sebagai sarana menyampaikan hasil karya dan memenuhi standard mutu/kriteria akreditasi. Untuk itu, Ketua PP IAGI tersebut mengharapkan adanya pemasukan naskah kebumian dari para anggota IAGI, baik dari instansi pemerintah, perguruan tinggi, BUMN, ataupun perusahaan swasta. Pada akhir acara, Workshop ditutup oleh Kepala Badan Geologi Dr. R. Sukhyar.n (Rian Koswara)
52 W a r t a
Geologi Desember 2009
Seputar Geologi
Dewan Redaksi Jurnal Geologi Indonesia Berkunjung ke Makassar
Rombongan tuan rumah (Unhas) dan tamu (Badan Geologi) di depan kantor Jurusan Geologi, Kampus Unhas. Foto: Sugiharto, 2009.
Tanggal 3 - 5 Oktober 2009 Dewan Redaksi Jurnal Geologi Indonesia (JGI), pengelola Warta Geologi (WG), dan pengurus Forum Komunikasi Editorial Jurnal Kebumian (Forkom EJB), ketiganya dikelola oleh Badan Geologi, berkunjung ke Fakultas Teknik, Jurusan Geologi, Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk melakukan sosialisasi keberadaan JGI, WG, dan Forkom EJB di universitas terbesar di bagian timur Indonesia tersebut. Selain sosialisasi, rombongan juga menyempatkan diri mengunjungi Taman Nasional Bantimurung, Bulusaraung, 45 km sebelah utara - timur laut Kota Makassar. Sosialisasi Sosialisasi dilaksanakan di Kampus Universitas Hasanuddin Makassar, tepatnya di ruang rapat Fakultas Teknik, Jurusan Geologi. Acara sosialisasi didahului dengan saling memperkenalkan diri, baik dari tuan rumah, maupun dari rombongan Badan Geologi. Dari pihak Unhas hadir antara lain Dekan Fakultas Teknik, Ketua Jurusan Geologi serta beberapa orang dosen geologi dan tambang. Sedangkan dari Badan Geologi, rombongan
dipimpin oleh Dewan Penerbit didampingi oleh Ketua Dewan Redaksi JGI merangkap sebagai Ketua Forkom EJB, anggota Dewan Redaksi JGI serta pengelola Warta Geologi. Beberapa hal yang menarik yang disampaikan oleh Dewan Redaksi JGI antara lain adalah keberadaan JGI yang telah terakreditasi dengan nilai B (Plus), sehingga para fungsional dosen berminat untuk mengirimkan makalah. Selain itu keberadaan Forkom EJB yang menghimpun para dewan redaksi jurnal kebumian memperoleh respon yang baik, secara otomatis Ketua Dewan Redaksi Publikasi Geologi Unhas menyatakan bergabung dalam forkom. Alasan mereka bergabung karena banyak informasi yang akan diperoleh dan semangat menghindari plagiarism yang mendasari terbentuknya forkom tersebut. Berkunjung ke Taman Nasional Bantimurung, Bulusaraung Taman Nasional Bantimurung, Bulusaraung adalah kawasan kars yang berlokasi di Kabupaten Maros, sekitar 45 km sebelah utara - timur laut Kota Makassar. Taman Nasional tersebut selain Seputar Geologi 53
Selamat Datang di Makassar, Sulawesi Selatan, Kota Angin Bertiup (Angin Mamiri).
Alfred Russel Wallace (1823-1913), seorang naturalis asal Inggris menyebutnya sebagai “The Kingdom of Butterfly”. Wallace kemudian menulis dalam bukunya The Malay Archipelago; “Sekerumunan kupu-kupu Tachyris zarinda memamerkan warna kemerah-merahan dan jingga terang sayapnya. Di antara mereka sesekali melintas Papilio sambil mengipas- ngipaskan sayap lebarnya yang berwarna hitam dengan ornamen hijau-biru. Pada dahan-dahan berdaun rimbun di seberang sana, saya berharap dapat mengamati Ornithoptera dari dekat. Dan di semak belukar saya berhasil menangkap sejumlah kupu-kupu Amblypodia, serta beberapa kumbang dari famili Hispidae dan Chrysomelidae”.
Selamat Datang di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
melindungi kawasan kars juga melindungi keberadaan kupu-kupu, yang konon kabarnya koleksinya termasuk salah satu yang terlengkap di dunia.
Ornithoptera dari dekat. Dan di semak belukar saya berhasil menangkap sejumlah kupu-kupu Amblypodia, serta beberapa kumbang dari famili Hispidae dan Chrysomelidae”.
Alfred Russel Wallace (1823-1913), seorang naturalis asal Inggris menyebutnya sebagai “The Kingdom of Butterfly”. Wallace kemudian menulis dalam bukunya The Malay Archipelago; “Sekerumunan kupu-kupu Tachyris zarinda memamerkan warna kemerah-merahan dan jingga terang sayapnya. Di antara mereka sesekali melintas Papilio sambil mengipas- ngipaskan sayap lebarnya yang berwarna hitam dengan ornamen hijau-biru. Pada dahan-dahan berdaun rimbun di seberang sana, saya berharap dapat mengamati
Berkunjung ke Kota Angin Mamiri terasa tidak lengkap apabila tidak menyempatkan diri ke Bantimurung. Konon kabarnya kata bantimurung berasal dari kata benting menrung, yang artinya air jatuh (air terjun). Salah satu daya tarik taman nasional ini adalah air terjun tersebut. Saat ini ikon Kabupaten Maros adalah Bantimurung yang dimaknai menjadi “banting kemurungan”. Dengan datang ke Bantimurung akan hilang segala kepenatan dan kemurungan hingga kembali segar. n (SR. Wittiri)
54 W a r t a
Geologi Desember 2009
Seputar Geologi
Seminar Penyebarluasan Informasi Geologi dan Geofisika di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Badan Geologi pada tanggal 18 – 19 November 2009, melaksanakan kegiatan seminar di Kota Mataram, Lombok Nusa Tenggara Barat yang dibuka oleh Kepala Pusat Survei Geologi mewakili Kepala Badan Geologi, kegiatan seminar dihadiri oleh 139 peserta yang merupakan stake holders se Kota Mataram. Seminar hari pertama menghadirkan 5 (lima) narasumber selaku pembicara, yaitu: Dr.Ir. Chalid Idham Abdullah (ITB) ”Geologi Dasar/Geologi Dinamika”, Dr.Ir. Hermes Panggabean M.Sc (Badan Geologi) ”Sumber Daya Energi ”, Prof.Ris.Dr.Ir. Udi Hartono (Badan Geologi)”Sumber Daya Mineral”, Ir. Heryadi Rachmat MM (Kadin Pertambangan & Energi NTB) ”Potensi Sumber Daya Geologi NTB”, Ir. Sidarto, M.Si (Badan Geologi) ” Remote Sensing Geologi ”. Sedangkan pada hari kedua menghadirkan 3 (tiga) pembicara, yaitu: Ir. Igan S. Sutawidjaja M.Sc. (Badan Geologi) ”Gunung Api, Gempa Bumi,
dan Tsunami”, Ir. Ipranta M.Sc. (Badan Geologi) ”Geologi Lingkungan dan Tata Ruang”, dan dari Kepala Dinas Pendidikan Pemuda & Olah Raga menyampaikan materi ”Kurikulum Geografi”. Yang lebih menarik disimak, selain presentasi dari para nara sumber, kegiatan seminar cukup antusias dimana selama diskusi, tercatat ada 89 pertanyaan dari para peserta sehingga kegiatan seminar dirasa sangat akomodatif dua pihak, pertanyaanpertanyaan lebih memberikan masukan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah kegeologian di Nusa Tenggara Barat. Seminar yang dilaksanakan Badan Geologi dimaksudkan untuk mensosialisasikan dan menyebarluaskan serta mendiskusikan hasilhasil penelitian yang melibatkan para pemangku kepentingan (stake holders) disamping itu juga untuk menghimpun masukan-masukan berupa data dan informasi geologi yang dapat Seputar Geologi 55
dimanfaatkan untuk melengkapi data yang telah terkumpul guna pengembangan wilayah dalam penyusunan tata ruang serta pengembangan geosain (mekanisme kejadian gempa bumi) sehingga kerugian materiil dan korban jiwa akibat yang ditimbulkan bencana geologi dapat dikurangi seminimal mungkin. Kegiatan Seminar ditutup secara resmi oleh Kepala Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Dr.Ir. R Sukhyar pada 19 Nopember 2009 dengan 56 W a r t a
Geologi Desember 2009
penyampaian secara simbolis sertifikat Badan Geologi kepada peserta, dalam sambutan penutupan, Kepala Badan Geologi sempat bertanya tentang manfaat dari penyelenggaraan seminar geologi kepada peserta, secara spontan diluar dugaan seluruh peserta seminar mengharapkan dimasa kedepan masih ada penyelanggaraan seminar-seminar kegeologian di kota Mataram ini yang banyak manfaat bagi pengembangan Kota Mataram.n (Donny Hermana)
Seputar Geologi
Pekan Ilmiah Tahunan ke-38 IAGI Semarang 13 – 14 Oktober 2009
Sambutan Ketua PP IAGI, Lambok M. Hutasoit
Secara berkala sekali setiap tahun Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengadakan pertemuan ilmiah. Sebagai organisasi profesi, IAGI yang beranggotakan lebih dari tiga ribu orang selalu menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) dan diselenggarakan berpindah-pindah sesuai dengan kesepakatan. Hal ini ditempuh agar terjalin hubungan yang baik antar anggota yang tersebar di berbagai kota di Indonesia sekaligus untuk memperkenalkan organisasi IAGI kepada Pemerintah Daerah. PIT IAGI ke 38 tahun 2009 diselenggarakan di Semarang pada 13 – 14 Oktober 2009. Pertemuan bergengsi bagi insan geologi ini dihadiri oleh para ahli geologi, baik dari instansi pemerintah, perguruan tinggi, BUMN, perusahaan swasta, atau pun perorangan. Pertemuan ilmiah dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Geologi, Dr. R Sukhyar yang mewakili Menteri ESDM pada 13 Oktober 2009. Acara inti dari PIT IAGI, yaitu sesi presentasi teknis yang menampilkan 103 presentasi oral dan 30 presentasi poster. Selain itu, diadakan juga pameran berupa
program kerja, hasil kegiatan atau produk dari instansi pemerintah, perguruan tinggi, BUMN, ataupun perusahaan swasta. PIT IAGI ditutup oleh Ketua PP IAGI, Lambok M. Hutasoit, Ph.D. dilanjutkan dengan pengumuman presenter terbaik, yakni: • Presenter Oral terbaik mahasiswa: Taufan Wiguna dari ITB dengan judul “Taphonomic study of Molluscs to Construct Sequence Stratigraphy Architecture – Central Sumatra Basin Case”. • Presentasi Poster terbaik mahasiswa: Danny Nursasono dari UNPAD dengan judul “Tectonic Evolution of Onshore SW Central Java Basin: a New Perspective on active margin Structural Assemblage”. • Presentasi Oral terbaik professional: Bambang Priadi dari ITB dengan judul ”Products of Lamongan Volcano East Java, Indication of Gradual Magmatic Changes from Continental to Subduction – Related Sistem”. • Presentasi Poster terbaik Profesional: Amin Widodo dari ITS dengan judul “Semburan Lumpur Sidoarjo, Sebuah Tantangan Riset Multi Disiplin”. Seputar Geologi 57
Pembukaan oleh Kepala Badan Geologi, R. Sukhyar.
Pemberian penghargaan IAGI kepada Budi Brahmantyo drr. Sebagai ahli geologi yang menekuni dan mengkomunikasikan geowisata.
PIT IAGI menjaring makalah-makalah yang dipresentasikan para peserta untuk dimuat dalam Majalah Geologi Indonesia (MGI), majalah ilmiah milik IAGI. Kali ini makalah yang terpilih hasil PIT IAGI Semarang sebanyak 70 naskah yang akan masuk ke “Dapur Redaksi MGI” sebagai bahan penerbitan dalam rangka persiapan pengajuan Akreditasi ke LIPI ataupun DIKTI. Selain itu sebagian akan diterbitkan dalam jurnal yang sudah terakreditasi, misalnya Jurnal Geologi Indonesia (JGI), Jurnal Geologi Kelautan (JGK), Indonesian Mining Journal (IMJ), Jurnal Riset, Buletin Geologi Tata Lingkungan, dan Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi. jurnal yang sedang dalam tarap pengajuan akreditasi. n (Rian Koswara)
58 W a r t a
Geologi Desember 2009
Suasana pameran di PIT IAGI ke 38 Semarang.
Seputar Geologi
Seminar Nasional Eksploitasi Sumber Daya Energi dan Mineral Serta Dampaknya Terhadap Lingkungan
Negara Indonesia adalah negara yang wilayahnya sangat luas dan kaya akan sumber daya alam. Di lautan banyak terdapat kilang-kilang minyak dan gas bumi, walaupun ada juga yang terdapat di daratan. Minyak bumi dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang sangat berharga. Minyak bumi dan gas bumi juga merupakan sumber devisa suatu negara serta sumber energi utama dunia. Karena nilainya yang ekonomis dan vital, keberadaan minyak bumi sering diperebutkan oleh berbagai negara. Sedangkan di daratan terdapat banyak tambang-tambang mineral seperti emas, perak, tembag, batubara dan lainlain. Saat ini batubara mulai banyak digunakan sebagai sumber bahan energi utama khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan minyak bumi yang dimiliki Indonesia semakin menipis.
Namun, dalam pengekploitasian kekayaan alam tersebut seringkali banyak pihak yang tidak bertanggung jawab. Seperti contoh kita dapat melihat kasus lumpur lapindo. Kasus ini merupakan contoh akibat dari kelalaian manusia yang sangat merugikan banyak fihak. Selain itu, banyak pula tambang batubara yang merusak lingkungan. Hal ini dikarenakan, perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan reboisasi pada lahan yang telah ditambang. Minat masyarakat dunia terhadap isu-isu kebumian kian meningkat seiring dengan banyaknya masalah-maalah yang terus bermunculan, seperti rusaknya kondisi alam Indonesia yang kian memburuk akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tanpa memperhatikan keadaan Seputar Geologi 59
keynote Speaker dengan presentasi “Implikasi Undang-undang Pertambangan Nomor 4/2009 pada Pengembangan Sumber Daya Mineral dan Batubara”. Pada hari pertama Seminar Nasional itupun mengetengahkan beberapa Presentasi diantaranya Ir. Doddy Priambodo, MT (PERTAMINA) “Eksplorasi Sumber Daya Migas serta Dampak terhadap Lingkungan”, Berry Nahdian Forqan (WALHI) “Dampak Eksploitasi Minyak terhadap Lingkungan” serta beberapa Pembicara lainnya seperti dari Aneka Tambang, Hartono, ST, M.Si, Ir. Amier Hartono Dipl.HE (Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air).
lingkungan. Sekalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, kita semakin menyadari akan pentingnya fenomena-fenomena alam terhadap kelangsungan kehidupan di bumi sebagai tempat tinggal atau sekedar siklus ilmiah bumi menuju keseimbangan. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari peran Studi Geologi di tengah masyarakat umum, sehingga dengan dilatar belakangi peran tersebut Himpunan Mahasiswa Geologi Universitas Padjadjaran bermaksud memperkenalkan Studi Geologi lebih jauh kepada masyarakat luas tentang dasar geologi, prospek kerja geologi, serta fungsi geologi pada masyarakat baik secara formal dan non formal, dengan penyelenggaraan Seminar Nasional yang mengangkat topik “Eksploitasi Sumber Daya Energi dan Mineral Serta Dampaknya terhadap Lingkungan“ dan Bedah Buku, yang mengangkat topik “Kiamat 2012”. Tema yang diangkat tersebut menjelaskan tentang kontroversi yang muncul tentang “kiamat” yang akan terjadi pada tahun 2012 mendatang, yang diselenggarakan di Auditorium Badan Geologi Bandung pada tanggal 25-26 November 2009 yang memiliki tujuan, dengan penyelenggaraan seminar tersebut diharapkan dapat membuka pikiran kita mengenai bagaimana cara mengekploitasi sumber daya energi dan mineral yang berimplementasi terhadap lingkungan sehingga tidak terjadi halhal yang tidak diinginkan pada masa yang akan datang (panitia) Seminar Nasional dilaksanakan pada 25 November 2009, dimulai pada pukul 09.00 dengan kehadiran peserta hingga 150 orang, dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Dr. Ir. R. Sukhyar selaku 60 W a r t a
Geologi Desember 2009
Hari kedua, 26 November 2009 merupakan agenda Bedah Buku ”Misteri 2012” dengan acara talk show dengan pembahasan dari segi buku oleh Mehdi Zidan (UFUK), dari segi geologi oleh Awang Satyana (Ahli Geologi). Buku “Indonesia Samudera Atlantis yang Hilang” dengan pembahasan dari segi buku oleh Sadan & Mehdi Zidan (UFUK) dan dari segi geologi oleh Awang Satyana (Ahli Geologi), kegiatan dihadiri oleh para Mahasiswa khususnya dan peserta umum. Beberapa Cuplikan isi buku yang dibedah seperti: • Akhir dari Siklus Besar Maya menandai konfigurasi langka planet kita, sistem tata surya kita, dan pusat galaksi kita sesuatu yang tidak akan terjadi lagi dalam 26.000 tahun berikutnya. • Pada 10 Maret 2006, siklus badai matahari berakhir dan siklus baru dimulai, diperkirakan akan mencapai puncak pada 2012, dengan intensitas 30-50 persen lebih besar daripada sebelumnya • Ilmuwan sepakat bahwa medan magnetik bumi melemah dengan cepat dan sebagian menduga bahwa kita kini tengah berada di tahap awal pembalikan kutub Akibatnya: • Sistem ketahanan tubuh mahluk hidup di bumi, termasuk manusia akan melemah • Lapisan luar bumi akan mengalami pergerakan tektonik, pertambahan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor • Bahaya radiasi seperti kanker dan sebagainya tidak dapat dihindari • Benda-benda angkasa akan tertarik masuk bumi.n (Donny Hermana)
Seputar Geologi
Bantuan Pengadaan Air untuk Korban Gempa Bumi di Sumatra Barat
Secara geografi wilayah Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng utama dunia (EurasiaIndo Australia-Fasifik), oleh karena itu salah satu konsekuensinya adalah memiliki potensi besar terjadinya bencana geologi yang di antaranya gempa bumi. Hampir setiap hari ada kejadian gempa bumi di wilayah Indonesia yang terekam oleh alat pencatat gempa. Kurang dari satu bulan, setelah kejadian gempa bumi besar melanda Jawa Barat bagian selatan, pada tanggal 30 September 2009 jam 17.16 WIB gempa bumi terjadi kembali melanda sebagian besar wilayah Sumatra Barat. Gempa bumi tersebut memiliki kekuatan Magnitude 7,6 Skala Richter dengan pusat gempa berada pada lokasi pada koordinat 0,84 LS – 99,65 BT atau 57 km sebelah barat daya Pariaman dengan kedalaman 71 km (BMKG). Gempa tersebut tidak menimbulkan tsunami karena posisi gempa cukup dalam dan tidak mempunyai energi yang cukup untuk meretakan dasar laut. Gempa bumi Sumatra Barat telah meluluhlantakkan bangunan-bangunan besar dan permukiman di
beberapa tempat di Kota Padang, Kota Pariaman, dan Kabupaten Padang Pariaman. Gempa ini pun telah memicu terjadinya longsor besar di beberapa daerah perbukitan di Kabupaten Padang Pariaman dan sekitarnya. Tidak sedikit rumah, sarana umum beserta orangnya tertimbun oleh tanah longsor. Banyak orang kehilangan sanak saudara dan harta benda dalam sekejap oleh kejadian tersebut. Sehingga menimbulkan ribuan orang mengungsi ke tempat-tempat yang aman, karena rumah-rumah mereka sudah roboh atau tidak layak ditinggali kembali. Mereka tinggal di beberapa tendatenda darurat baik secara berkelompok maupun memasang tenda di sekitar rumahnya yang telah hancur atau pun hampir runtuh. Lapangan, kantor Desa, sekolah dan mesjid telah dijadikan tempat pusat-pusat pengungsian. Berbagai macam persoalan para korban gempa ini timbul dalam pengungsian, diantaranya kekurangan sumber air. Air merupakan kebutuhan yang cukup vital dalam keadaan seperti ini, diperlukan selain untuk makan dan minum, juga untuk kepentingan sanitasi diantaranya mandi dan cuci. Sehingga tidak heran Seputar Geologi 61
Pengadaan Air melalui mobil tanki
nstalasi pompa air yang bersumber dari sumur gali yang tertimbun di Kampung Padang Gelampung, Kecamatan Lubuk Alung, Kab. Padang Pariaman
Instalasi Pemboran dan Tangki Air Badan Geologi di Nagari Pakandangan, Kec. Enam Lingkung, Kab. Padang Pariaman.
berbagai pihak para pemberi bantuan baik dalam maupun luar negeri berupaya melakukan berbagai cara dalam pengadaan air bagi pengungsi korban gempa. Dalam program tanggap darurat bencana gempa bumi Sumatra Barat, Badan Geologi DESDM, selain bertanggung jawab sebagai institusi yang menangani bencana geologi, juga terdorong oleh tanggung jawab kemanusiaan, maka pada tanggal 62 W a r t a
Geologi Desember 2009
3 Oktober 2009 menyusun rencana pemberian bantuan pengadaan air melalui pemboran air tanah dangkal dan sumur gali bagi para pengungsi yang memerlukan bantuan. Dan pada tanggal 4 Oktober 2009 diberangkatkan satu Tim Pemboran dengan menggunakan 3 unit kendaraan yang membawa tangki, peralatan pemboran dan pipapipa instalasi beserta pompa air. Tim pemboran ini akan bergabung dengan Tim dari Pusat Lingkungan Geologi yang berangkat lebih awal, yaitu tanggal 2 Oktober 2009, Ediwan Syarif, Indra Badri, dan Agus Kustaman. Atas instruksi dari Bandung Tim Ediwan Syarif selain melakukan inventarisasi keterkaitan kerusakan bangunan dengan aspek geologi lingkungan, juga melakukan identifikasi lokasi-lokasi pengungsian sangat memerlukan bantuan pengadaan air. Hal tersebut dilakukan agar tim pemboran bisa langsung kerja lebih efektif dan tepat sasaran. Tanggal 6 Oktober 2009 tim pemboran tiba di lokasi bencana, sesuai dengan hasil indentifikasi, tim diarahkan langsung melakukan perbantuan pengadaan sarana air di wilayah pemukiman Kabupaten Padang Pariaman yang tidak terjangkau oleh bantuan mobil-mobil tangki dari lembaga penyumbang lain. Sedangkan untuk wilayah Kota Padang dan Kota Pariaman tidak terlalu bermasalah dengan kebutuhan air, mengingat beberapa fasilitas masih bisa berfungsi dan disamping itu telah banyak lembaga lain yang membangunan fasilitas pengadaan air, seperti melalui mobil tangki dan instalasi penjernih air (Tim Australia). Sejak tanggal 7 Oktober 2009 tim pemboran mulai melakukan aktivitas pembuatan sumber air satu per satu di beberapa tempat pengungsian. Berkat kerja sama dengan masyarakat setempat tim telah dapat menyelesaikan pengadaan air di 15 lokasi yang tersebar di wilayah Kabupaten Pariaman, 10 sumur bor dangkal diantaranya dipenuhi kelengkapan pompa semi jet pump berikut kelengkapannya dan bak penampung air dengan kapasitas 500 liter serta diberi logo DESDM dan menaranya. Sedangkan 5 lokasi dalam pelaksanaannya beberapa lokasi telah ada sumur gali yang tertimbun bangunan rumah sehingga di beberapa lokasi tersebut hanya diberikan pemasangan pompa beserta bak penampungnya atau hanya diberikan bak penampungnya. Hasil kegiatan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel. Dari hasil pengadaan air oleh Badan Geologi ini, telah banyak masyarakat pengungsi yang terbantu dalam pemenuhan kebutuhan airnya. Semula di
Kelengkapan No.
Lokasi
Manfaat Sumur
Pompa
Bak Penampung
1.
Padang Gelampung, Kec. Lubuk Alung
Kebutuhan posko dan masyarakat
-
V
-
2.
Padang Gelampung, Kec. Lubuk Alung
Kebutuhan posko dan masyarakat
-
V
-
3.
SD. Siringan-Ringan, Kec. Lubuk Alung
Dapur Umum dan kebutuhan SD
V
V
V
4.
Nagari Sungai Asam, Kec. Enam Lingkung
Nagari Pakandangan, Posko Relawan – Dapur Umum
V
V
V
5.
Nagari Pakandangan, Posko Relawan DIY
Kebutuhan posko, dapur umum dan masyarakat
V
V
V
6.
Pesantren Subulusalam
Kebutuhan pesantren
V
V
-
7.
Nagari Lubuk Pandan
Kebutuhan msyarakat
V
V
V
8.
Puskesmas Sicincin
Kebutuhan Puskesmas
V
V
V
9.
Perum Nurdin
Masyarakat
V
V
V
10.
Posko Kesehatan Depsos
Kebutuhan posko dan masyarakat
V
V
V
11.
SurauBungo, Nagari Gadur
Kebutuhan Masyarakat
V
V
V
12.
Surau Bituang
Kebutuhan Masyarakat
-
-
V
13.
Surau Pakandangan
Kebutuhan Masyarakat
-
-
V
14.
Kampung Panyalar
Kebutuhan Masyarakat
V
V
-
15.
Kampung Palintang
Kebutuhan Masyarakat
V
-
-
Lokasi pengadaan air Badan Geologi bagi korban gempa bumi Sumatra Barat
Pemberangkatan tim pemboran untuk penyediaan sarana air bersih di lokasi yang terkena gempa. Diberangkatkan dari depan Gedung Pusat Lingkungan Geologi.
awal hari pengungsian mereka mendapat kesulitan dalam memperoleh air disebabkan jauhnya sumber air dari tempat pengungsian, sehingga diperlukan pengangkutan atau bila ada pun sumur gali yang terdekat tidak bisa digunakan karena tertutup bangunan rumah yang runtuh serta beberapa
hambatan lain yang disebabkan oleh psikologis akibat bencana. Dengan adanya sumur bor atau instalasi pompa dari sumur gali yang dibangun oleh Badan Geologi ini mereka dengan mudah mendapatkan air untuk berbagai keperluan.n (Rudy Suhendar dan Dodid Murdohardono) Seputar Geologi 63
Layanan Informasi Geologi
POS PENGAMATAN GUNUNG API
Melayani Masyarakat untuk Memperoleh Informasi Aktivitas Gunung Api
Salah satu pos pengamatan dengan latar belakang gunung api. Pos PGA Gunung Lokon dan Mahawu, Tomohon, Sulawesi Utara. Foto: I.N. Buana, 1985.
Pos Pengamatan Gunung Api (Pos PGA) dibangun oleh pemerintah sebagai sarana untuk mengamati aktivitas gunung api, baik secara visual maupun instrumentatif. Pengamatan secara visual dilakukan dengan mengamati semua aktivitas gunung api menggunakan mata telanjang - dibantu teropong - antara lain: warna dan tekanan gas asap kawah, suhu di lapangan solfatara atau fumarola (kawah), dan semua perubahan yang tampak di permukaan yang ada di sekitar kawah. Sedangkan secara instrumentatif adalah pengamatan aktivitas gunung api dengan peralatan bantu berupa seismograf, alat ukur deformasi, dan peralatan lainnya. Secara operasional Pos PGA berada di bawah kendali Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, KESDM. Setiap Pos PGA dilayani oleh 2 hingga 3 orang pengamat gunung api. Mereka bertugas sebagai operator peralatan, di samping melakukan pengamatan secara rutin di kawah (puncak) guna pengukuran suhu lapangan solfatara/fumarola, juga mengamati gejala lainnya. Oleh karena itu informasi awal tentang aktivitas 64 W a r t a
Geologi Desember 2009
suatu gunung api berasal dari para pengamat Pos PGA ini. Pada umumnya setiap gunung api diamati oleh satu pos pengamatan. Gunung api yang mempunyai aktivitas yang sangat tinggi, misalnya Merapi dan Semeru, diamati oleh lebih dari satu Pos PGA.
Perubahan Status Aktivitas Gunung Api Setiap gunung api mempunyai data dasar (database) hasil pengamatan yang dilakukan sebagai sumber informasi yang diperlukan untuk menentukan adanya perubahan tingkat aktivitas gunung api tersebut. Acuan penentuan perubahan itu adalah informasi dari hasil pemantauan para pengamat gunung api yang bekerja di Pos Pengamatan Gunung Api. Itulah sebabnya mereka disebut sebagai “the front liner”.
2 kejadian setiap minggu, gempa fase-banyak terekam <3 kejadian dalam satu minggu.
Ada 4 tingkat status aktivitas gunung api berdasarkan hasil pemantauan, yaitu: Aktif Normal : Aktivitas gunung api dalam fase normal, baik secara visual maupun instrumentatif. Misalnya, data dasar aktif normal Gunung Merapi antara lain asap kawah putih tipis bertekanan gas lemah. Gempa vulkanik tipe A terekam 1 –
Awas : Berdasarkan analisis, gejala peningkatan aktivitas cenderungan atau sangat berpeluang berlanjut menjadi letusan dalam waktu dekat.
Waspada : Mulai terpantau atau terekam perubahan aktivitas suatu gunung api dari data dasar aktif - normal yang ada. Siaga : Perubahan aktivitas suatu gunung api yang sebelumnya sudah terpantau berlanjut dan cenderung membesar.
Berdasarkan gambar alur pelaporan tersebut di atas, jelas terlihat bahwa perubahan status aktivitas gunung api ditentukan oleh pejabat struktural. Layanan Geologi 65
Layanan Informasi Geologi
Pos PGA Gunung Merapi, Babadan (kiri), dan Pos PGA Gunung Gamalama, Marikrubu, dan Ternate (kanan). Foto: SR. Wittiri, 2001 & 1993.
Seismograf Radio Telemetri analog (atas) dan digital (bawah) di Pos PGA Gunung Lokon dan Mahawu, Kakaskasen, Tomohon. Foto: SR. Wittiri, 1993 & 2000.
Hal tersebut bermakna bahwa sebelum dilakukan perubahan status terlebih dahulu diadakan analisis yang mendalam untuk menentukan sikap sekaligus dimaksudkan agar informasi status perubahan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Suatu pengecualian dari prosedur tersebut berlaku dalam keadaan darurat. Dalam kondisi tertentu yang dianggap darurat para pengamat gunung api dapat melakukan perubahan status aktivitas gunung api dari Aktif-Normal menjadi Awas yang segera diumumkan kepada khalayak melalui Pemerintah Daerah. Tugas dan Fungsi Pengamat Gunung Api Berdasarkan kedudukannya, maka tugas dan fungsi pengamat gunung api antara lain adalah: a.Mengoperasikan seluruh peralatan yang ada di Pos PGA setiap hari, b.Mencatat data hasil pengamatan visual setiap hari, c.Membaca data/mengoleksi hasil rekaman instrumen setiap hari, 66 W a r t a
Geologi Desember 2009
d.Membuat/mengirimkan laporan harian ke kantor PVMBG di Bandung melalui radio SSB, e.Membuat laporan mingguan dikirimkan ke kantor PVMBG di Bandung, Camat, dan Lurah setempat, f.Membuat laporan bulanan dikirmkan ke kantor PVMBG di Bandung tembusan Bupati, Camat, dan Lurah setempat, g.Memberikan sosialisasi secara berkala kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api yang diamatinya, h.Melayani/memberikan informasi kegunungapian kepada masyarakat yang datang ke Pos PGA.n (SR. Wittiri)
Tabel Pos Pengamatan Gunung Api Indonesia No Urut Gunung
Nama Gunung Api (Provinsi)
No Urut Pos PGA
Lokasi Pos PGA
Jumlah Pengamat
1.
Peut Sague (Nr. Aceh Darussalam)
1.
Geumpang, Pidie
1
2.
Bur Ni Telong (Nr Aceh Darussalam)
2.
Kute Lintang, Aceh Tengah
3
3.
Seulawah Agam (Nr Aceh Dr’salam)
3.
Seulimun, Aceh Besar
2
4.
Sorik Marapi (Sumatra Utara)
4.
Sibangor Toba, Mandailing Natal
3
5.
Marapi (Sumatra Barat)
5.
Bukit Tinggi
2
6.
Batu Palano, Agam
1
6.
Tandikat (Sumatra Barat)
7.
Ganting, Tanah Datar
1
7.
Talang (Sumatra Barat)
8.
Batubarjanjang, Solok
2
8.
Kerinci (Jambi)
9.
Kayu Aro, Kerinci
3
9.
Kaba (Bengkulu)
10.
Sumberurip, Rejanglebong
2
10.
Dempo (Sumatra Selatan)
11.
Pagar Alam Utara, Pagar Alam
1
11.
Anak Kratakatu (Lampung & Banten)
12.
Hargo Pancuran, Lampung Selatan
1
13.
Pasauran, Labuan, Banten
3
12.
Salak (Jawa Barat)
14.
Babakansari, Benda, Sukabumi
3
13.
Gede (Jawa Barat)
15.
Ciloto, Cianjur
3
14.
Tangkubanparahu (Jawa Barat)
16.
Cikole, Lembang, Bandung
3
15.
Ciremei (Jawa Barat)
17.
Sampora, Kuningan
3
16.
Guntur (Jawa Barat)
18.
Sirnajaya, Tarogong, Garut
3
17.
Papandayan (Jawa Barat)
19.
Pakuwon, Cisurupan, Garut
3
18.
Galunggung (Jawa Barat)
20.
Sayuran, Padakembang, Tasikmalaya
3
19.
Slamet (Jawa Tengah)
21.
Gambuhan, Pemalang
2
20.
Dieng (Jawa Tengah)
22.
Karangtengah, Banjarnegara
2
21.
Sundoro (Jawa Tengah)
23.
Gentingsari, Tumenggung
2
22.
Merapi (D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah)
24.
Kaliurang, Sleman
3
25.
Ngepos, Srumbung, Magelang
3
26.
Babadan, Dukun, Magelang
3
27.
Krinjing, Magelang
-
28.
Selo, Boyolali
2
29.
Jrakah, Boyolali
2
23.
Kelut (Jawa Timur)
30.
Margomulyo, Wates, Kediri
3
24.
Semeru (Jawa Timur)
31.
Gunungsawur, Candipuro, Lumajang
4
32.
Argosuko, Ampelgading, Malang
1
33.
Tawon Songo, Lumajang
-
25.
Arjuno Welirang (Jawa Timur)
34.
Sukoreno, Pasuruan
2
26.
Bromo (Jawa Timur)
35.
Cemorolawang, Probolinggo
2
27.
Lamongan (Jawa Timur)
36.
Tegalrandu, Lumajang
1
28.
Ijen (Jawa Timur)
37.
Licin, Glagah, Banyuwangi
4
29.
Raung (Jawa Timur)
38.
Sragi, Songgon, Banyuwangi
2
Layanan Geologi 67
Layanan Informasi Geologi Sambungan Tabel 30.
Agung (Bali)
39
Rendang, Karangasem
3
40
Budakeling, Amlapura, Karangasem
1
41
Batulompeh, Tianyar, Karangasem
1
31.
Batur (Bali)
42.
Panelokan, Bangli
2
32.
Rinjani (Nusa Tenggara Barat)
43.
Sembalun Lawang, Lombok Timur
2
33.
Tambora (Nusa Tenggara Barat)
44.
Doropeti, Dompu
2
34.
Sangeangapi (Nusa Tenggara Barat)
45.
Tawali, Wera Timur, Bima
1
35.
Anak Ranakah (Nusa Tenggara Timur)
46.
Longko, Manggarai
2
36.
Inelika (Nusa Tenggara Timur)
47.
Ngelahpadi, Ngada
1
37.
Inerie (Nusa Tenggara Timur)
48.
Bomari, Bajawa, Ngada
2
38.
Ebulobo (Nusa Tenggara Timur)
49.
Legudere, Ngada
1
39.
Iya (Nusa Tenggara Timur)
50.
Tewejangga, Ende
2
40.
Kelimutu (Nusa Tenggara Timur)
51.
Kolorongo, Ende
3
41.
Rokatenda (Nusa Tenggara Timur)
52.
Ropa, Maurole, Ende
2
42.
Egon (Nusa Tenggara Timur)
53.
Nagatobong, Sikka
1
43.
Lewotobi (Nusa Tenggara Timur)
54.
Bawalatang, Flores Timur
1
44.
Iliboleng (Nusa Tenggara Timur)
55.
Harubala, Waewerang, Flores Timur
1
45.
Lereboleng Nusa Tenggara Timur)
56.
Lewoingu, Wulanggitang, Flores Timur
1
46.
Iliwerung & Hobal (Nusa Tenggara Timur)
57.
Nubahaeraka, Atedai, Flores Timur
1
47.
Ililewotolo (Nusa Tenggara Timur)
58.
Laranwutun, Ili Ape, Flores Timur
2
48.
Sirung (Nusa Tenggara Timur)
59.
Tude, Alor
1
49.
Lokon (Sulawesi Utara)
60.
Kakaskasen III, Kota Tomohon
3
50.
Mahawu (Sulawesi Utara)
61.
Kakaskasen III, Kota Tomohon
idem
51.
Soputan (Sulawesi Utara)
62.
Maliku, Tombasian, Minahasa Selatan
1
52.
Tangkoko (Sulawesi Utara)
63.
Winenet, Kota Bitung
1
53.
Ambang (Sulawesi Utara)
64.
Purworejo, Modayak, Bolaang Mongondo
1
54.
Ruang (Sulawesi Utara)
65.
Tulusan, P. Tagulandang, Sangir
2
55.
Karangetang (Sulawesi Utara)
66.
Salili, Siau Barat, Sangir
2
56.
Awu (Sulawesi Utara)
67.
Tahuna, Sangir
2
57.
Colo (Sulawesi Tengah)
68.
Wakai, P. Togian, Poso
1
58.
Gamalama (Maluku Utara)
69.
Marikrubu, Kota Ternate
3
59.
Kie Besi (Maluku Utara)
70.
Tafaga, P. Moti, Ternate
2
60.
Gamkonora & Ibu (Maluku Utara)
71.
Gamsungi, Ibu, Halmahera Selatan
2
61.
Dukono (Maluku Utara)
72.
Mamuya, Galela, Halmahera Utara
2
62.
Banda Api (Maluku)
73.
Dwi Warna, Banda Neira, Maluku Tengah
2
63.
Wurlali (Maluku)
74.
Wulur, Maluku Tenggara
2
68 W a r t a
Geologi Desember 2009
Geofoto 69
70 W a r t a
Geologi Desember 2009