Laporan Survei Nasional Tenaga Kerja Asing di Indonesia Tahun 2009
Penanggung Jawab : Hendy Sulistiowaty Tim Penyusun: Noor Yudanto Andy Johan Prasetyo Fadhil Nugroho Putu Utami Ardarini Sadha
Laporan ini merupakan hasil survei dan penelitian dari Biro Neraca Pembayaran Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksananya Survei Tenaga Kerja Asing (TKA) tahun 2009 oleh Bank Indonesia. Survei ini merupakan upaya berkelanjutan untuk memperbarui (updating) data dasar dalam penghitungan remitansi dari TKA yang bekerja di Indonesia ke negara asalnya, serta untuk memperbaiki data/informasi lainnya yang terkait dengan TKA. Survei yang sama dilakukan sebelumnya oleh Bank Indonesia pada tahun 2004. Selama kurun waktu 2004-2009, diyakini telah terjadi banyak perubahan terkait dengan karakteristik/profil dan pola remitansi TKA. Hasil survei ini diharapkan tidak hanya bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia, dalam hal ini penyempurnaan statistik Neraca Pembayaran Indonesia, namun juga untuk kebutuhan instansi lain yang berkepentingan dengan statistik dan kebijakan terhadap masalah TKA dan remitansinya serta masalah ketenagakerjaan secara umum. Seiring dengan perkembangan globalisasi yang mendorong terjadinya pergerakan aliran modal dan investasi ke berbagai penjuru dunia, terjadi pula migrasi penduduk atau pergerakan tenaga kerja antar negara. Pergerakan tenaga kerja tersebut berlangsung karena investasi yang dilakukan di negara lain pada umumnya membutuhkan pengawasan secara langsung oleh pemilik/investor. Sejalan dengan itu, demi menjaga kelangsungan usaha dan investasinya, pemilik modal juga membutuhkan tenaga-tenaga terampil yang bisa dipercaya dalam mengelola investasinya di negara tujuan (country of destination). Untuk keperluan tersebut, para pemilik modal perlu membawa serta beberapa tenaga kerja dari negara asal (country of origin) atau negara lain untuk bekerja sebagai TKA di negara tujuan. Namun demikian, masih perlu diteliti lebih lanjut seberapa kuat hubungan antara pola pergerakan aliran modal dan investasi tersebut dengan pola masuknya tenaga kerja asing karena hal ini akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik negara antara lain kebijakan serta data pendukung yang berkualitas. Untuk kasus Indonesia, antara data perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan peningkatan jumlah TKA di Indonesia ternyata tidak searah. Keberadaan TKA di suatu negara termasuk Indonesia pada umumnya lebih dikaitkan dengan dampaknya yaitu mengurangi kesempatan kerja pekerja lokal negara tujuan, meningkatnya devisa keluar (outflow), faktor budaya yang kemungkinan tidak sesuai dengan adat/norma setempat, dsb. Namun perlu dipahami bahwa pada lingkup pekerjaan tertentu terutama yang mensyaratkan penguasaan teknologi tinggi atau ketrampilan khusus pada umumnya masih belum dapat dipenuhi oleh tenaga kerja lokal. Disamping itu, kehadiran TKA dapat memberikan dampak positif berupa transfer of knowledge, pembelajaran kultur kerja modern (internasional), dan peluang untuk menjadi pekerja berkelas internasional. Mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan TKA ke Indonesia dan pola remitansinya tidak selamanya stabil, maka upaya updating data secara reguler menjadi relevan, seperti halnya survei TKA yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2009. Sebagai informasi, untuk melengkapi data dari sisi inflow, Bank Indonesia secara berkala juga melakukan survei pola remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri dan telah dilakukan pada tahun 2006 dan 2008.
Kata Pengantar
i
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan penghargaan dan terima kasih atas perhatian, kerjasama, masukan, kritik, dan saran membangun dari berbagai pihak yang telah menjadikan pekerjaan ini menjadi terlaksana dan berhasil dengan baik. Pihak-pihak dimaksud adalah: 1. Para TKA atau pimpinan perusahaan yang menggunakan TKA yang telah bersedia menjadi responden survei, mengisi kuesioner dan menyampaikan data/informasi yang sangat berharga. 2. Kemenakertrans khususnya Ditjen Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, atas dukungan data awal sehingga diketahui sampling frame TKA per daerah serta informasi tentang kebijakan, ketentuan/aturan, serta program pemerintah terkait TKA lainnya. 3. Pimpinan Bank Indonesia pusat dan daerah (Kantor Bank Indonesia Balikpapan, Denpasar, Batam), serta pihak lainnya yang telah membantu kami dalam penyelesaian program kerja ini. Sebagai bahan perbaikan program kerja ke depan, kami sangat mengharapkan saran, usulan, maupun kritik yang membangun dari para pengguna hasil survei ini.
Jakarta,
Juli 2010
Hendy Sulistiowaty Direktur Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
ii
Kata Pengantar
RINGKASAN LAPORAN
Tujuan Survei Pengiriman uang/remitansi dari Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia ke negara asal (outflows) merupakan salah satu item penting dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang terdapat dalam sub kelompok Current Transfer, di kelompok Current Account. Bank Indonesia (BI) menghitung besarnya nilai outflows remitansi tersebut dengan pendekatan perhitungan faktor gaji TKA, tingkat persentase dari gaji TKA yang dikirim ke negara asal secara rutin, dan jumlah stok TKA yang ada. Untuk memperoleh data stok TKA, BI melakukan kerjasama dengan Kemenakertrans khususnya Direktorat Jenderal Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, sedangkan informasi persentase gaji yang dikirim oleh TKA dilakukan melalui survei. Survei TKA tersebut terakhir kali dilakukan oleh BI pada tahun 2004. Survei TKA tahun 2009 dilakukan di beberapa propinsi yang merupakan kantong-kantong TKA, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Riau/Kepri, Bali dan Kalimantan Timur. Selanjutnya melalui pelaksanaan survei ini diharapkan dapat : 1. Memperoleh gambaran yang lengkap mengenai keberadaan dan profil TKA di Indonesia yaitu antara lain terkait jenis kelamin (gender), umur, pendidikan, lokasi, lama bekerja, jabatan, asal negara dan motivasi/alasan bekerja di Indonesia. 2. Memperoleh data/informasi terkini mengenai rata-rata nilai gaji, pemanfaatan gaji termasuk mekanisme dan pola pengiriman uang/remitansi TKA untuk memperbaiki penghitungan estimasi nilai workers’ remittances TKA (WR outflow) 3. Memperoleh masukan untuk perumusan kebijakan BI, pemerintah, maupun instansi terkait. Menurut data Kemenakertrans, jumlah TKA yang tercatat bekerja di Indonesia per akhir September 2009 mencapai 45.384 orang, sebagian besar (63%) berada di DKI Jakarta, sisanya tersebar di seluruh Indonesia utamanya yang terbesar berada di 7 (tujuh) propinsi yaitu berturut-turut Jawa Barat (9%), Riau/Kepri (6%), Banten (5,3%), Bali (3,6%), Jatim (3,2%), Sumut (2,1%), dan Jateng (1,4%). Berdasarkan jabatannya, sebagian besar TKA yang bekerja di Indonesia berprofesi sebagai Profesional (35%), Teknisi (24%) dan Manajer (18%). Tingginya pekerja TKA profesional di Indonesia mulai terjadi sejak awal tahun 2007. Sedangkan pada periode sebelum tahun 2007, jabatan TKA di Indonesia lebih didominasi oleh konsultan. Hal ini mengindikasikan terjadinya pergeseran jabatan pada pola rekrutmen TKA dari jabatan konsultan ke jabatan profesional. Menurut dugaan, pergeseran ini terjadi karena pada awalnya perusahaan lebih banyak menggunakan TKA sebagai konsultan baik sebagai konsultan manajemen, finansial, SDM hingga konsultan teknologi. Sejalan
Ringkasan Laporan
iii
dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, kebutuhan terhadap bidang yang selama ini ditangani oleh konsultan ternyata juga terus berkembang dan membutuhkan kehadiran seorang yang ahli di bidangnya secara lebih permanen. Dengan perkembangan tersebut, beberapa perusahaan kemudian menawari konsultan yang selama ini dipakai untuk menjadi tenaga profesional yang diperlakukan seperti pegawai internal. Berdasarkan negara asalnya sebagian besar TKA yang bekerja di Indonesia berasal dari negara-negara di kawasan Asia non ASEAN (50,4%), terutama RRC (41%), Jepang (22%), Korsel (18%), dan India (13%). Tingginya TKA dari negara-negara tersebut disamping didorong oleh banyaknya investasi dari negara-negara tersebut ke Indonesia juga oleh karena relatif tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi tersebut termasuk di sektor keuangan/pasar modal yang membutuhkan tenaga-tenaga kerja berkelas internasional.
Kebijakan Penempatan TKA di Indonesia Sejak masa Orde Baru hingga saat ini, kebijakan Pemerintah terhadap masuknya TKA ke Indonesia pada dasarnya tetap konsisten yaitu bersifat selektif terhadap jabatan-jabatan tertentu yang memang belum memungkinkan diisi oleh tenaga-tenaga kerja dari Indonesia. Disamping itu, untuk penempatan TKA tersebut perusahaan harus mendapat izin terlebih dulu dari Menteri. Ini semua dilandasai oleh semangat sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 3/1958 yaitu “…..menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja di Indonesia bagi warga Indonesia….”. Pada saat ini, tata cara penggunaan tenaga kerja asing diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.02/Men/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang antara lain mengatur tentang kewajiban calon TKA untuk mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun sesuai dengan jabatan yang akan diduduki, kesediaan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Indonesia, dan dapat berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia.
Profil Responden Responden berjumlah 365 orang, mayoritas berada di pulau Jawa (83%) mencakup DKI Jakarta (48%), Jawa Barat (22%), Banten (9%) dan Jawa Timur (3%). Adapun responden yang berasal dari luar Jawa (17%) meliputi beberapa propinsi yaitu Kepri/Riau (11%), Kaltim (4%) dan Bali (3%). Sebagian besar TKA yang menjadi responden survei adalah laki-laki (92%) dan didominasi oleh TKA yang berumur 45-49 tahun dan 40-44 tahun. Mereka pada umumnya berstatus menikah dan tinggal di Indonesia tidak bersama anggota keluarganya (56%). Sebagian besar responden berasal dari Asia non ASEAN (55%), Eropa (19%) dan ASEAN (13%). Responden yang berasal dari Asia non ASEAN sebagian besar berasal dari Jepang (37%), India (27%) dan Korsel (22%). Adapun TKA dari Eropa mayoritas berasal dari Inggris (36%), Perancis (20%), Belanda (16%) dan Jerman (10%). Untuk TKA asal ASEAN, sebagian besar berasal dari Singapura (40%) dan Malaysia (39%). Secara keseluruhan tanpa melihat kawasan, sebagian besar TKA berasal dari Jepang (20%), India (15%) dan Korsel (12%).
iv
Ringkasan Laporan
Mayoritas TKA memiliki latar belakang pendidikan setara Sarjana/S1 (62,4%) dan Master/S2 (25,8%). Hal ini sejalan dengan data yang menunjukkan sebagian besar TKA di Indonesia menduduki jabatan sebagai profesional dan teknisi. Berdasarkan sektor ekonomi, mayoritas responden bekerja di sektor Industri pengolahan (35,4%), diikuti sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa (13%), dan sektor Transportasi dan Komunikasi (12%). Adapun motivasi yang mendorong TKA bekerja Indonesia sebagian besar dikarenakan adanya penugasan (56%) sedangkan yang didorong oleh keinginan sendiri sebesar 44%. Cukup tingginya komposisi responden yang bekerja atas keinginannya sendiri mengindikasikan Indonesia sudah menjadi salah satu negara tujuan para pencari kerja internasional. Mayoritas responden sudah tinggal di Indonesia rata-rata lebih dari 1 tahun (84%) yang mengindikasikan bahwa mereka dikontrak untuk masa yang lebih panjang dari 1 tahun. Meski demikian, mayoritas responden baru sekali menjadi TKA di Indonesia (60%). Berdasarkan jabatannya, sebagian besar responden menjabat sebagai manajer (30%) dan direktur (23%) dan pada umumnya bekerja di divisi energi dan teknologi, divisi kontrol kualitas produksi, divisi operasional dan administrasi, dan divisi akunting dan keuangan.
Gaji dan Kompensasi Mayoritas TKA memiliki rata-rata gaji (regular) dengan kisaran Rp25 juta – Rp50 juta/bulan (38%). Di samping gaji regular, sebagian responden (16%) menyatakan memperoleh tunjangan jabatan (compensation salary) yang berkisar antara Rp10 juta – Rp25 juta/bulan (27%). Secara umum gaji yang diterima TKA dengan level jabatan Direktur relatif lebih tinggi dibandingkan level jabatan lainnya. Sebagian besar TKA yang menduduki jabatan sebagai Direktur menerima gaji di atas rata-rata gaji TKA yaitu berkisar antara Rp50 juta – Rp75 juta/bulan (35%) dan antara Rp75 juta – Rp100 juta/bulan (25%). Sejalan dengan hal itu, berdasarkan level jabatannya, responden yang paling banyak menerima tunjangan jabatan tertinggi (di atas Rp50 juta) adalah pada level jabatan Direktur. Perolehan gaji menurut sektor ekonomi diperoleh fakta bahwa sektor Konstruksi dan sektor Pertambangan dan Penggalian merupakan sektor yang paling banyak memberikan gaji tertinggi kepada TKA yaitu di atas Rp125 juta/bulan. Sementara itu sektor yang paling banyak memberikan gaji pada level rendah (di bawah Rp10 juta) adalah sektor Pertanian dan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa. Berdasarkan wilayah asal negaranya, responden dari Amerika dan Eropa rata-rata menerima gaji berkisar antara Rp25 juta – Rp50 juta/bulan (50%) karena pada umumnya jabatan TKA adalah professional di sektor keuangan. Sementara itu, responden yang paling banyak menerima gaji dikisaran atas (lebih dari Rp125 juta/bulan) adalah TKA yang berasal dari Oceania (22%). Sebaliknya, responden yang berasal dari Afrika dan Timur Tengah cukup banyak pula dijumpai memiliki gaji di bawah Rp10 juta/bulan (17%).
Ringkasan Laporan
v
Pembayaran dan Pemanfaatan Gaji Sebagian besar perusahaan pembayar gaji TKA adalah perusahaan di Indonesia (57%) dan mayoritas dilakukan dengan cara mentransfer ke rekening bank di Indonesia (67%). Sementara itu, jumlah responden yang pembayaran gajinya dilakukan oleh kantor pusatnya di luar negeri hanya sebesar 20%. Menurut hasil survei, sebanyak 49% gaji yang diterima oleh TKA digunakan untuk konsumsi, selanjutnya 31% ditabung, dan hanya sekitar 20% dikirim ke negara asalnya (remitansi). Bagian terbesar dari konsumsi tersebut pada umumnya digunakan untuk keperluan makan, diikuti hiburan, rekreasi, dan olahraga. Aksesibilitas TKA terhadap sektor perbankan cukup tinggi, hal ini tercermin bahwa 90% responden menggunakan bank sebagai sarana penyimpanan uangnya dan hanya sebagian kecil (10%) yang tidak menyimpan uangnya di bank. Alasan responden tidak menggunakan jasa perbankan utamanya berkaitan dengan alasan birokrasi (37%) yaitu keengganan TKA untuk mengurus kelengkapan surat-surat dan dokumen yang diperlukan.
Pengiriman Uang dan Sarana yang Digunakan Sebagian besar TKA menyatakan melakukan pengiriman uang ke negara asalnya (58%) dan pada umumnya dilakukan secara rutin (53%). Responden yang melakukan remitansi sebagian besar berada pada level jabatan Manajer (36%) dan Direktur (21%). Adapun menurut frekuensi remitansinya, level jabatan Direktur lebih banyak melakukan remitansi secara rutin (60%), sedangkan level jabatan yang paling sedikit melakukan remitansi secara rutin adalah kelompok jabatan Profesional (47%). Rata-rata nilai remitansi yang dilakukan responden umumnya kurang dari Rp10 juta (41%). Jika dibandingkan dengan rata-rata gaji TKA sebesar Rp25 juta – Rp50 juta/bulan, maka porsi dari gaji yang dikirim ke negara asalnya berkisar antara 20% - 40%. Pola remitansi TKA yang tercermin dari rata-rata persentase remitansi seluruh responden adalah sebesar 34,2% dari gaji, sedikit menurun dibanding dengan hasil survei TKA tahun 2004 sebesar 38,7%. Berdasarkan negara asal TKA, persentase remitansi tertinggi dilakukan oleh TKA China (47,8%), sedangkan yang terendah adalah TKA Jerman sebesar 10%. Berdasarkan level jabatannya, jumlah responden yang paling banyak melakukan remitansi kurang dari Rp10 juta adalah Supervisor (64%) dengan persentase remitansi terhadap gaji rata-rata sebesar 23,1%. Sementara itu pada kelompok jabatan Profesional, sebanyak 5% responden melakukan remitansi dengan nilai rata-rata di atas Rp125 juta dan persentase remitansinya sebesar 49,9%. Mayoritas responden menggunakan jalur perbankan (79%) dalam melakukan remitansi, dan sisanya (19%) menggunakan jalur Money Remmitance Operator (MRO) utamanya melalui perusahaan Western Union (55%) dan Money Gram (14%).
vi
Ringkasan Laporan
Biaya remitansi untuk setiap pengiriman uang ke luar negeri relatif bervariatif dari yang termurah yaitu Rp25 ribu hingga yang termahal yaitu lebih dari Rp1 juta. Kisaran biaya ini lebih disebabkan oleh faktor besarnya nilai nominal uang yang dikirim yaitu semakin besar jumlah pengiriman semakin mahal biayanya. Secara umum, biaya remitansi sebagian besar berkisar antara Rp100 ribu – Rp250 ribu (28,1%). Rata-rata biaya remitansi melalui jalur perbankan lebih mahal dibanding Money Remmittance Operator (MRO) dan media lainnya. Biaya pengiriman uang melalui jalur perbankan berkisar antara Rp250 ribu – Rp500 ribu (31%) dan Rp100 ribu – Rp250 ribu (29%), lebih mahal jika dibandingkan rata-rata biaya pengiriman melalui MRO yang sebagian besar berkisar Rp100 ribu – Rp250 ribu (66%). Sementara itu, rata-rata biaya pengiriman melalui media lainnya (titip teman) relatif tidak bervariasi yaitu antara Rp50 ribu – Rp75 ribu (50%) dan Rp250 ribu – Rp500 ribu (50%). Selain biaya yang relatif lebih murah, pengiriman uang melalui jalur formal non bank rata-rata sekitar 1 hari, lebih cepat dibandingkan perbankan yang umumnya sekitar 1-3 hari.
Pandangan TKA Terhadap Kondisi Kerja Indonesia Dari beberapa indikator kondisi kerja di Indonesia, 23,1% responden menilai bahwa proses perizinan di Indonesia buruk, sedangkan sebagian besar responden menilai proses perizinan termasuk kategori “sedang” (40,8%). Terkait dengan kejelasan hak dan kewajiban pekerja, cukup banyak responden (43%) menilai bahwa kejelasan hak dan kewajiban pekerja dalam kategori baik dan sangat baik, meski mayoritas menilai kondisinya sedang (47%). Mayoritas responden (44,4%) memberi predikat “sedang” pada perlindungan hukum di Indonesia diikuti oleh kelompok responden yang memberi predikat “baik” dan “sangat baik” sebesar 35,3%. Meskipun demikian, terdapat cukup banyak responden (20,3%) yang memberi predikat “buruk” maupun “sangat buruk” yang tentunya perlu menjadi perhatian regulator di Indonesia. Untuk penilaian hubungan kerja, sebagian besar responden (59,9%) memberi penilaian “baik” dan “sangat baik”. Sedangkan yang menilai “sedang” sebanyak 35,1%. Hanya 5% responden yang menilai “buruk” maupun “sangat buruk”. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada umumnya TKA merasakan kondisi hubungan kerja di Indonesia adalah baik.
Ringkasan Laporan
vii
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR RINGKASAN LAPORAN DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAFTAR TABEL DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
i iii ix xi xiv xv
Bab 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Metodologi Survei
1 1 2 2
Bab 2
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERKEMBANGAN TENAGA KERJA ASING DI INDONESIA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2.2 Perkembangan Investasi Asing dan Domestik 2.3 Perkembangan Ketenagakerjaan 2.4 TKA: Jumlah, Karakteristik dan Kebijakan 2.4.1 Jumlah TKA di Indonesia 2.4.2 Karakteristik dan Sebaran TKA di Indonesia 2.4.3 Kebijakan Terkait Penggunaan TKA di Indonesia
5 5 7 10 11 12 12 14
Bab 3
PROFIL TENAGA KERJA ASING RESPONDEN 3.1 Profil Responden 3.2 Karakteristik Pekerjaan Responden
17 17 20
Bab 4
GAJI DAN POLA REMITANSI TKA 4.1 Perlakuan Penggajian 4.2 Pemanfaatan Gaji 4.3 Nilai dan Frekuensi Remitansi 4.4 Persentase Remitansi Dari Gaji 4.5 Sarana Remitansi dan Peran Perbankan 4.6 Biaya Remitansi
23 23 26 27 29 30 31
Bab 5
PANDANGAN TKA TERHADAP INDONESIA 5.1 Gambaran Kondisi Kerja Di Indonesia 5.2 Keinginan Bekerja Di Indonesia Setelah Kontrak Selesai 5.3 Harapan TKA terhadap Perbaikan Kondisi Kerja
35 35 36 37
Daftar Isi
ix
Bab 6
x
Daftar Isi
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Umum 6.1.2 Spesifik 6.2 Saran
39 39 39 39 41
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Grafik 2.2. Grafik 2.3. Grafik 2.4. Grafik 2.5. Grafik 2.6. Grafik 2.7. Grafik 2.8. Grafik 2.9. Grafik 2.10. Grafik 2.11 Grafik 2.12 Grafik 2.13. Grafik 2.14. Grafik 2.15. Grafik 2.16. Grafik 2.17. Grafik 2.18. Grafik 2.19. Grafik 3.1. Grafik 3.2. Grafik 3.3. Grafik 3.4. Grafik 3.5. Grafik 3.6. Grafik 3.7. Grafik 3.8. Grafik 3.9. Grafik 3.10. Grafik 3.11. Grafik 3.12. Grafik 3.13. Grafik 3.14. Grafik 3.15. Grafik 3.16. Grafik 3.17. Grafik 3.18.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs 4 Negara ASEAN Perkembangan Laju Inflasi Indonesia Perkembangan Nilai Tukar dan IHSG Perkembangan Investasi di Indonesia periode 2000 s.d. Sem I 2009 Komposisi Jumlah Proyek PMA Menurut Sektor Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Tersier Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Sekunder Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Primer Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia vs 4 Negara ASEAN Jumlah Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Penyerapan Tenaga Kerja Per Proyek Menurut Sektor Perkembangan Jumlah TKA di Indonesia Sebaran TKA Menurut Kawasan Sebaran TKA Menurut Negara Non ASEAN Sebaran TKA Menurut Negara Asia ASEAN Sebaran Responden Berdasarkan Propinsi Sebaran Responden Berdasarkan Sektor Ekonomi Sebaran Kebangsaan Responden Berdasarkan Kawasan Asal Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Asia di luar ASEAN Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Eropa Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan ASEAN Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Oceania & Amerika Sebaran Kebangsaan Responden, Gabungan Sebaran Responden Berdasarkan Negara Tempat Tinggal di Luar Negeri Alasan Bekerja di Indonesia Jenis Kelamin Responden Usia Responden Status Pernikahan Jumlah Keluarga Yang Tinggal Bersama di Indonesia Tingkat Pendidikan TKA Lama Tinggal di Indonesia Frekuensi Menjadi TKA Lama Kontrak Kerja TKA
5 5 6 7 7 8 9 9 9 9 10 10 10 11 11 12 14 14 14 17 17 18 18 18 18 18 18 19 19 19 19 20 20 20 20 20 21
Daftar Grafik
xi
Grafik 3.19. Grafik 3.20. Grafik 4.1. Grafik 4.2. Grafik 4.3. Grafik 4.4. Grafik 4.5. Grafik 4.6. Grafik 4.7. Grafik 4.8. Grafik 4.9. Grafik 4.10. Grafik 4.11. Grafik 4.12. Grafik 4.13. Grafik 4.14. Grafik 4.15. Grafik 4.16. Grafik 4.17. Grafik 4.18. Grafik 4.19. Grafik 4.20. Grafik 4.21. Grafik 4.22. Grafik 4.23. Grafik 4.24. Grafik 4.25. Grafik 4.26. Grafik 4.27. Grafik 4.28. Grafik 4.29. Grafik 4.30. Grafik 4.31. Grafik 4.32. Grafik.5.1. Grafik.5.2. Grafik.5.3. Grafik.5.4. Grafik.5.5. Grafik.5.6. Grafik.5.7. Grafik.5.8. Grafik.5.9.
xii
Daftar Grafik
Sebaran Jabatan TKA Divisi Pekerjaan TKA Sebaran Gaji TKA per bulan Sebaran Tunjangan Jabatan TKA per bulan Sebaran Gaji TKA Menurut Level Jabatan Sebaran Compensation Salary TKA Menurut Level Jabatan Sebaran Gaji TKA Berdasarkan Sektor Ekonomi Sebaran Gaji (Regular) Berdasarkan Jenis Perusahaan (FDI dan Non FDI) Sebaran Tunjangan Jabatan Berdasarkan Jenis Perusahaan (FDI dan Non FDI) Sebaran Gaji Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sebaran Gaji Berdasarkan Wilayah Asal Negara Perusahaan Pembayar Gaji Cara Pembayaran Gaji Pemanfaatan Gaji TKA Tempat Penyimpanan Uang Alasan Tidak Menyimpan Uang di Bank Kegiatan Remitansi Frekuensi Remitansi Remitansi Berdasarkan Level Jabatan Frekuensi Remitansi Berdasarkan Level Jabatan Nilai Remitansi Nilai Remitansi Berdasarkan Level Jabatan Nilai Remitansi Berdasarkan Wilayah Asal Negara Persentase Remitansi Berdasarkan Negara Asal TKA Persentase Remitansi Berdasarkan Level Jabatan Sarana Pengiriman Remitansi Media Remitansi Melalui Money Remittance Operator Biaya Remitansi Biaya Remitansi Menurut Remittance Channel Biaya Remitansi Menurut Wilayah Negara Tujuan Biaya Remitansi Melalui Perbankan Menurut Wilayah Negara Tujuan Biaya Remitansi Melalui MRO Menurut Wilayah Negara Tujuan Rata-rata Waktu Pengiriman Uang Waktu Pengiriman Uang Remittance Channel Tanggapan Responden Terhadap Proses Perizinan Tanggapan Responden Terhadap Kejelasan Hak Dan Kewajiban Pekerja Tanggapan Responden Terhadap Perlindungan Hukum Tanggapan Responden Terhadap Hubungan Kerja Keinginan Bekerja di Indonesia Setelah Kontrak Selesai Alasan Ingin kembali Bekerja di Indonesia Alasan Tidak Ingin kembali Bekerja di Indonesia Harapan TKA Terhadap Perbaikan Kondisi Kerja Harapan TKA Terhadap Birokrasi
21 21 23 23 23 24 24 25 25 25 25 26 26 26 27 27 27 27 28 28 28 28 29 29 29 30 31 31 31 32 32 32 33 33 35 35 36 36 36 36 37 37 37
Grafik.5.10. Grafik.5.11. Grafik.5.12. Grafik.5.13. Grafik.5.14.
Harapan TKA Terkait Aturan Perpajakan Harapan TKA Terkait Kualitas Pelayanan Harapan TKA Terkait Diskriminasi Terhadap WNA Harapan TKA Terhadap Keamanan dan Hukum Harapan TKA Terkait Infrastruktur
38 38 38 38 38
Daftar Grafik
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 2.5. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3.
xiv
Daftar Tabel
Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan Perkembangan Investasi di Indonesia Periode 2000 s.d. Sem I 2009 Realisasi Nilai dan Proyek PMA/PMDN periode 2000 – Feb 2009 Sebaran Jumlah TKA Menurut Propinsi Sebaran Jumlah TKA Menurut Level Jabatan Jenis Pengeluaran Untuk Konsumsi Perbandingan Persentase Remitansi per Kewarganegaraan, Antar Survei TKA (2004 dan 2009) Perbandingan Persentase Remitansi per Jabatan, Antar Survei TKA (2004 dan 2009)
5 7 8 13 13 26 30 30
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
BNP2TKI BP3TKI BPM BKPM Kemenakertrans Disnaker DSM FDI IHSG KBI NPI PMA PMDN PDB PPTKIS SLTA SLTP TKA TKI TKL WR
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Balai Pelayanan Penempatan Dan Perlindungan TKI Balance of Payment Manual Badan Koordinasi Penanaman Modal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinas Tenaga Kerja Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Foreign Direct Investment Indeks Harga Saham Gabungan Kantor Bank Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia Penanaman Modal Asing Penanaman Modal Dalam Negeri Produk Domestik Bruto Pelaksana Penempatan TKI Swasta (sebelumnya PJTKI = Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Tenaga Kerja Asing Tenaga Kerja Indonesia Tenaga Kerja Lokal Workers’ Remittances
Daftar Singkatan dan Akronim
xv
Halaman ini sengaja dikosongkan
bab 1
1.1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Bank Indonesia, sesuai UU No. 23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang, bertujuan menjaga stabilitas nilai rupiah yang dicapai antara lain dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Untuk menghasilkan kebijakan yang credible maka perlu didukung dengan statistik yang lengkap (comprehensive), dapat dipercaya (reliable), akurat (accurate), tepat waktu (timely), dan mudah diakses (accessible). Di samping itu, data statistik tersebut harus mengacu pula pada standar manual yang berlaku secara internasional sehingga dapat diperbandingkan dengan data statistik negara lain. Salah satu indikator statistik yang penting dalam perumusan kebijakan moneter, yang berkaitan dengan kinerja transaksi internasional antara Indonesia dengan dunia adalah statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada kondisi saat ini terlebih terjadi gejolak pasar finasial dunia yang sangat mempengaruhi perekonomian domestik, data/informasi terkait dengan pihak eksternal yang memuat seluruh transaksi ekonomi antara penduduk (resident) dengan bukan penduduk (non-resident) sangat diperlukan. Di tengah ketatnya likuiditas global, salah satu transaksi di NPI yang hingga saat ini masih menunjukkan perkembangan yang stabil bahkan cenderung meningkat adalah transaksi remitansi (workers’ remittances/WR). Transaksi ini mencakup transfer uang yang berasal dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Luar Negeri (WR inflow) ke Indonesia dan dari Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia (WR outflow) ke negara asalnya. Penyempurnaan metodologi pencatatan WR inflow untuk keperluan penyusunan NPI telah dilakukan secara periodik setiap 2 tahun sekali oleh Tim Statistik Neraca Pembayaran (TSNP)-Biro Neraca Pembayaran. Estimasi remitansi dari TKI dihitung berdasarkan data stok TKI, sedangkan jumlah penempatan TKI di luar negeri dan besaran gaji diperoleh secara bulanan dari BNP2TKI, dan data persentase gaji yang dikirimkan ke Indonesia berasal dari hasil survei remitansi TKI (tahun 2006 dan 2008). Di sisi lain, perhitungan estimasi remitansi TKA (WR outflow) pada statistik NPI juga didasarkan atas hasil survei berkala kepada TKA. Survei terakhir dilakukan adalah pada tahun 2004. Estimasi remitansi TKA (WR outflow) dihitung berdasarkan data stok TKA yang diperoleh secara bulanan dari Kemenakertrans dan data gaji. Sementara data dan informasi persentase gaji yang dikirimkan ke luar negeri beserta pola pengirimannya berasal dari hasil survei TKA. Dengan memperhatikan kondisi tersebut di atas dan dalam rangka meningkatkan kualitas data statistik NPI maka penyempurnaan metodologi pencatatan WR outflow melalui updating pola remitansi TKA menjadi sangat penting dan untuk selanjutnya dapat dilakukan secara berkala. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia c.q. Biro Neraca Pembayaran-DSM pada tahun 2009 melakukan survei nasional TKA yang utamanya bertujuan untuk updating data pola remitansi TKA dan updating data/informasi terkait lainnya.
Bab 1. Pendahuluan
1
1.2
TUJUAN 1. Memperoleh data/informasi terkini mengenai pola remitansi TKA untuk memperbaiki estimasi angka nasional dari WR outflow pada statistik NPI. 2. Memperoleh gambaran mengenai profil, dan kondisi pekerjaan TKA di Indonesia mulai dari proses perizinan, hak-kewajiban pekerja dan perlindungan hukum, hingga hubungan antar pekerja. 3. Memperoleh masukan yang dapat digunakan oleh pemerintah atau pihak terkait dalam merumuskan kebijakan ketenagakerjaan khususnya TKA.
1.3
METODOLOGI SURVEI 1. Konsep/definisi a. Responden Responden adalah TKA yang bekerja di Indonesia. Masa kerja TKA yang terpilih sebagai responden adalah yang tercatat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) baik yang lama bekerjanya satu tahun atau lebih maupun yang kurang dari satu tahun. b. Tenaga Kerja Asing (TKA) Adalah warga negara asing yang memiliki visa tinggal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin tinggal tetap untuk maksud bekerja di dalam wilayah Republik Indonesia. c. Bekerja Adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Penghasilan atau keuntungan mencakup upah/gaji/pendapatan termasuk semua tunjangan dan bonus bagi pekerja/karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa, bunga atau keuntungan, baik berupa uang atau barang bagi pengusaha d. Perjanjian Kerja Adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syaratsyarat kerja, hak dan kewajiban para pihak terkait. e. Upah Adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang maupun selain uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk fasilitas dan tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. f. Lapangan Usaha/Pekerjaan Adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/kantor/perusahaan tempat seseorang bekerja, atau yang dihasilkan oleh perusahaan/kantor tempat responden bekerja, mengacu pada International Standar Industrial Classification of All Economic Activities (ISIC).
2
Bab 1. Pendahuluan
g. Jenis Pekerjaan (Occupation) Adalah macam pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau ditugaskan kepada seseorang, mengacu pada International Standar Classification of Occupation (ISCO). h. Remitansi (Workers’ Remittances) Remitansi adalah bagian dari gaji/penghasilan yang dikirimkan kepada keluarganya di luar negeri (home country). Secara umum remitansi dapat berupa uang atau barang berharga. i. Jalur (moda) remitansi Adalah media atau sarana yang digunakan dalam rangka aktifitas pengiriman uang (remitansi) yang dilakukan oleh responden ke luar negeri, baik melalui jalur formal (Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank) maupun non-formal (jasa perorangan, dibawa sendiri, dll). j. Frekuensi Remitansi Adalah banyaknya aktifitas pengiriman uang (remitansi) yang dilakukan oleh responden ke luar negeri. Frekuensi pengiriman uang meliputi: - Rutin: setiap 1 (satu) bulan sekali; setiap 2 (dua) bulan sekali; setiap 3 (tiga) bulan sekali; setiap 6 (enam) bulan sekali; atau setahun sekali. - Tidak rutin: apabila responden pernah mengirimkan uang tetapi waktu pengirimannya tidak dilakukan secara rutin. 2. Penentuan Sampel (Sampling Design) Obyek survei adalah perorangan TKA yang bekerja pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sampling frame menggunakan data resmi yang disediakan oleh Kemenakertrans. 3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden dan disertai wawancara langsung oleh enumerator. Pelaksana survei lapangan dilakukan oleh pihak ketiga (lembaga survei) yang ditentukan oleh Bank Indonesia melalui proses pemilihan langsung. 4. Metode Pengolahan Data Data dari kuesioner yang sudah terisi akan diolah (entry, validasi dan tabulasi) oleh konsultan dengan penyajian cross-tab sesuai kebutuhan analisis Bank Indonesia. 5. Cakupan Survei a. Wilayah survei dan jumlah responden Survei dilakukan pada daerah-daerah yang dikenal sebagai kantong TKA. Secara sampling daerah yang terpilih adalah propinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, dan Bali. Jumlah responden ditentukan secara proporsional untuk setiap wilayah survei berdasarkan stok TKA yang tercatat di Kemenakertrans pada tahun 2008, target responden sebanyak 400 orang.
Bab 1. Pendahuluan
3
b. Periode survei Survei lapangan dilakukan pada bulan Juni-November 2009. c. Jenis data/informasi yang dikumpulkan dalam survei Jenis data yang dikumpulkan dalam survei TKA sebagaimana tercakup dalam kuesioner survei, adalah sbb: - Profil perusahaan yang mencakup nama, alamat dan kegiatan utama dan status perusahaan (FDI atau Non FDI). - Profil responden yang mencakup nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, kebangsaan, negara asal, jenis pekerjaan dan jabatan. - Lama bekerja TKA dapat satu tahun atau lebih (untuk perhitungan WR outflow) atau kurang dari satu tahun (untuk perhitungan compensation of employee). - Pola remitansi yang mencakup informasi mengenai gaji (in cash dan in kind), penggunaan gaji, persentase remitansi, remittance channel, biaya pengiriman, frekuensi pengiriman, dan periode waktu pengiriman uang. - Kondisi pekerjaan mulai dari proses perizinan, hak-kewajiban pekerja dan perlindungan hukum, hingga hubungan antar pekerja. - Masukan responden bagi pemerintah atau pihak terkait untuk perumusan kebijakan ketenagakerjaan (TKA).
4
Bab 1. Pendahuluan
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERKEMBANGAN TENAGA KERJA ASING DI INDONESIA
bab 2
2.1
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia dalam periode 2004-2008 menunjukkan kinerja yang cukup mengesankan dengan pertumbuhan rata-rata di atas 5,0% (Grafik 2.1). Bahkan pertumbuhan yang relatif cukup tinggi terjadi dalam 2 tahun terakhir yaitu 6,3% (2007) dan 6,1% (2008) meski dengan trend menurun di 2008 sebagai dampak dari krisis keuangan global. Di sisi permintaan, dampak pelemahan permintaan global yang terjadi masih mampu diimbangi oleh membaiknya kinerja ekspor dan investasi. Tetap tingginya pertumbuhan ekspor dan investasi mendorong kenaikan daya beli masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga mampu tumbuh Grafik 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Grafik 2.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha
(%) 7,0
(%) 2,0
6,5 6,0
1,5
5,5 5,0
1,0
4,5 4,0
0,5
3,5 3,0
1 2004 2005 2006 2007
2
3
2008
4
1
0,0
2
Q1 Q2
2009
Q3
Q4
Q1
Q1
-0,5 -1,0
Sumber: BPS
2004 2005 2006 2007
1
2
4
5
2008
8
9
2009 6
3
7
1=Pertanian, 2=Pertambangan, 3=Industri Pengolahan, 4=Listrik, gas & air bersih, 5=Bangunan, 6=Perdagangan, Restoran dan Hotel, 7=Pengangkutan & Komunikasi, 8=Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan , 9=Jasa-jasa Sumber: BPS
Tabel 2.1. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan Keterangan
2004
2005
2006
2007
Konsumsi ( 1 + 2 )
3.32
2.9
2.6
3.2
I I.
(%)
2008
3.5
2009
II
III
IV
Total
I
II
3.6
4.0
4.4
3.9
4.7
4.0
1. Rumah Tangga
3.01
2.4
1.9
2.9
3.3
3.2
3.0
2.9
3.1
3.4
2.7
2. Pemerintah
0.31
0.5
0.7
0.3
0.2
0.4
1.0
1.5
0.8
1.2
1.3
3.26
2.8
0.3
0.5
3.9
2.4
2.2
2.8
2.8
-0.2
0.6
II. Investasi ( 3 + 4 ) 3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
2.88
2.3
0.6
2.1
3.0
2.7
2.7
2.2
2.6
0.8
0.6
4. Perubahan stok
-1.33
0.5
-0.3
-1.6
1.0
-0.2
-0.5
0.7
0.2
-1.0
0.0 -2.7
Diskrepansi statistik 1) III. Permintaan Domestik ( I + II ) IV. Ekspor Neto ( 5 - 6 )
2.26
-1.0
1.4
1.9
-1.0
0.6
-0.6
-4.4
-1.4
-1.2
6.58
5.7
3.0
3.7
7.5
6.0
6.3
7.2
6.7
4.4
4.7
-2.11
1.0
1.1
0.6
-0.2
-0.2
0.7
2.3
0.7
1.2
2.0
5. Ekspor barang dan jasa
5.14
6.8
4.3
4.0
6.4
6.0
5.0
0.9
4.6
-9.5
-8.0
6. Dikurangi impor barang dan jasa
7.25
5.8
3.1
3.4
6.6
6.1
4.3
-1.4
3.9
-10.6
-9.9
5.03
5.7
5.5
6.3
6.2
6.4
6.4
5.2
6.1
4.4
4.0
PRODUK DOMESTIK BRUTO Sumber: BPS
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
5
relatif tinggi di semester I 2008. Namun pada semester II 2008, merosotnya pertumbuhan ekonomi global dan ketidakpastian di pasar keuangan telah berdampak pada menurunnya permintaan domestik khususnya yang berasal dari konsumsi rumah tangga dan pengeluaran investasi. Selanjutnya melemahnya permintaan domestik diikuti pula dengan berkurangnya kebutuhan impor barang dan jasa sehingga impor tumbuh negatif pada triwulan IV 2008 (Tabel 2.1). Sementara itu secara sektoral, pertumbuhan yang relatif tinggi ini utamanya didorong oleh tingginya pertumbuhan di sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor listrik, gas dan air bersih yang tumbuh rata-rata di atas 10%. Dua sektor lain yang juga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasajasa (Grafik 2.2). Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Inggris sebagai imbas krisis keuangan global di tahun 2008, perekonomian Indonesia selama paruh pertama 2009 juga masih mengalami perlambatan dan hanya tumbuh 4,4% (Q1) dan 4,0% (Q2). Perlambatan ini dari sisi permintaan ditandai dengan menurunnya permintaan domestik terutama berasal dari sisi investasi yang pada akhirnya berdampak pada merosotnya kinerja baik ekspor-impor barang dan jasa. Sedangkan dari sisi sektoral pelemahan pertumbuhan di semester I 2009 antara lain didorong oleh turunnya kontribusi sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan dua sektor yang memiliki pangsa terbesar dalam struktur ekonomi Indonesia. Meski demikian, jika dibandingkan dengan empat negara ASEAN lainnya yaitu Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama semester I 2009 masih relatif lebih tinggi kendati dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global terhadap perekonomian domestik cukup signifikan. Diantara keempat negara tersebut hanya Filipina yang mengalami pertumbuhan positif (1,2%) sedangkan tiga negara ASEAN lainnya mengalami pertumbuhan negatif (Grafik 2.3).
Grafik 2.3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs 4 Negara ASEAN (%) 8 3 -2
04 05 06
1
2
3
4
07
-7
1
2
3 08
4
1
2 09
-12 Singapura
Malaysia
Thailand
Filipina
Indonesia
Sumber: BPS, CEIC
Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada paruh pertama 2009 dan kemungkinan sedikit membaiknya prospek perekonomian domestik pada triwulan III hingga keseluruhan tahun 2009, tekanan terhadap inflasi cenderung menurun sehingga laju inflasi kumulatif hingga September 2009 juga mengalami penurunan yaitu hanya mencapai sebesar 1,2%. Bahkan selama periode tersebut tercatat terjadi 2 kali deflasi yaitu 0,07% di bulan Januari 2009 dan 0,31% di bulan April 2009 (Grafik 2.4). Sementara itu, kondisi di pasar modal dan pasar keuangan tidak jauh berbeda dengan indikator makro ekonomi lainnya seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Setelah pada akhir Desember 2007, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 2.746 yang merupakan prestasi tertinggi yang pernah dicapai sepanjang sejarah pasar modal Indonesia, dengan terjadinya krisis keuangan yang mencapai puncaknya hingga paruh terakhir 2008 menyebabkan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami tekanan hingga IHSG mencapai level 1.355 pada akhir Desember 2008. Kondisi ini diikuti pula dengan merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap USD yang pada tahun 2007 masih sebesar Rp9.419/USD menjadi Rp12.151/USD per akhir
6
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
November 2008, meski sedikit menguat menjadi Rp10.950 /USD per akhir Desember 2008. Memasuki tahun 2009 khususnya mulai kuartal II 2009, kondisi pasar modal Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda membaik sejalan dengan mulai pulihnya kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia. Hal ini tercermin dengan mulai mengalirnya dana asing yang masuk ke Indonesia. Masuknya dana asing ini sekaligus menjadi pendorong menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap USD hingga berada dikisaran Rp9.681/USD per akhir September 2009 (Grafik 2.5).
Grafik 2.4. Perkembangan Laju Inflasi Indonesia
Grafik 2.5. Perkembangan Nilai Tukar dan IHSG
(%) 20 15 10
(Rp/USD) 13000
(IHSG) 3,000
12000
2,500
11000
2,000
10000
1,500
9000
1,000
8000
500
5
7000
0 1
4
7 10 1
4
7 10 1
4
7 10 1
4
7 10 1
4
7 10 1
4
0 1
4
7 10 1
4
7 10 1
4
7 10 1
4
7 10 1
4
7 10 1
4
-5 2004
2005
2006
2007
ytd
2008
2009
2004
yoy
2006 IHSG
Sumber: BPS
2.2
2005
2007
2008
2009
Rp/USD
Sumber: Bank Indonesia, Bapepam LK
PERKEMBANGAN INVESTASI ASING DAN DOMESTIK Sebagai salah satu penyokong pertumbuhan ekonomi nasional, perkembangan investasi di Indonesia menunjukkan kondisi yang cukup menggembirakan. Pada tahun 2008, total investasi (harga berlaku) di Indonesia mencapai Rp1.377,2 triliun (tabel 2.2). Angka ini meningkat sekitar 4,5 kali lipat dibandingkan investasi pada tahun 2000 yang mencapai Rp296,0 triliun. Perkembangan investasi terkini s.d. semester I 2009 menunjukkan bahwa total investasi telah mencapai Rp827 triliun atau 60% dari total investasi keseluruhan tahun 2008. Lebih rendahnya pencapaian realisasi investasi di paruh pertama 2009 ditengarai sebagai imbas dari krisis keuangan global.
Tabel 2.2. Perkembangan Investasi di Indonesia Periode 2000 s.d. Sem I-2009 Tahun
Jumlah Investasi (Triliun Rp) Pemerintah Masyarakat
Total
(%)
% terhadap PDB Harga Berlaku PDB Harga berlaku Total (triliun Rp) Pemerintah Masyarakat
2000
39.2
170.8
210.0
1,389.8
2.8
12.3
15.1
2001
48.6
333.3
381.9
1,646.3
3.0
20.2
23.2
2002
52.3
329.9
382.2
1,821.8
2.9
18.1
21.0
2003
62.7
335.2
397.9
2,013.7
3.1
16.6
19.8
2004
68.3
438.9
507.2
2,295.8
3.0
19.1
22.1
2005
83.4
567.4
650.8
2,774.3
3.0
20.5
23.5
2006
102.1
697.2
799.3
3,339.2
3.1
20.9
23.9
2007
131.0
858.5
989.5
3,949.3
3.3
21.7
25.1
2008
153.9
1,223.4
1,377.3
4,954.0
3.1
24.7
27.8
Q2-2009
235.7
591.5
827.1
2,566.1
9.2
23.0
32.2
Sumber: BPS, diolah
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
7
Dilihat dari pelaku investasi, secara umum investasi yang dilakukan oleh sektor swasta mempunyai peranan yang lebih besar dibandingkan investasi oleh sektor pemerintah. Rata-rata kontribusi investasi sektor swasta mencapai 88% dari total investasi, sedangkan peranan investasi pemerintah hanya sebesar 12%. Disamping itu, perkembangan investasi sektor swasta dalam periode 2000 sd 2008 mengalami peningkatan pesat yaitu naik 7 kali lipat, sedangkan investasi pemerintah dalam periode yang sama hanya naik 4 kali lipat.
Grafik 2.6. Perkembangan Investasi di Indonesia Periode 2000-Sem I 2009 (%PDB) 35 30 25 20 15 10 5 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Q2-09 Pemerintah
Masyarakat
Total
Sumber: BPS
Jika dilihat rasio investasi terhadap PDB (harga berlaku), akan tampak bahwa selama periode 20002009, rata-rata persentase investasi terhadap PDB adalah sebesar 23,4%, dengan persentase investasi sektor swasta terhadap PDB sebesar 19,7%, yang lebih besar dibandingkan persentase investasi sektor pemerintah terhadap PDB yang hanya sebesar 3,6%. Sehubungan dengan itu, dari perkembangan investasi di atas memberikan gambaran pula bahwa investasi atau penanaman modal khususnya yang dilakukan oleh sektor swasta telah memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan ekonomi nasional dan lokal.
Tabel 2.3. Realisasi Nilai dan Proyek PMA/PMDN Periode 2000-Feb 2009 Tahun
PMDN Proyek
PMA
Nilai (Miliar Rp) Proyek Nilai (Juta USD)
2000
300
22,038
638
9,877.4
2001
160
9,891
454
3,509.4
2002
108
12,500
442
3,082.6
2003
120
12,247
569
5,445.3
2004
130
15,409
547
4,571.9
2005
215
30,724
907
8,911.0
2006
162
20,649
869
5,991.7
2007
159
34,879
982
10,341.4
2008
239
20,363
1138
14,870.0
Sumber: BKPM, diolah
Kinerja penanaman modal oleh sektor swasta baik yang dilakukan oleh pihak asing maupun domestik setelah periode krisis cenderung membaik. Hal ini tidak terlepas dari upaya Pemerintah untuk senantiasa memperbaiki iklim investasi yang lebih kondusif. Minat investasi yang paling menonjol dan menunjukkan peningkatan adalah investasi dalam rangka penanaman modal asing (PMA). Dalam periode delapan tahun terakhir (2000-2008) realisasi PMA menunjukkan trend meningkat baik secara nilai maupun jumlah proyek. Pada tahun 2007 realisasi PMA mencapai 982 proyek (13%, yoy) dengan nilai USD10.341 miliar (73%, yoy) dan meningkat lagi di tahun 2008 dengan 1.138 proyek (16%, yoy) dengan nilai USD14.870 miliar (44%, yoy). Sementara itu, untuk realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) cenderung berfluktuatif baik dari sisi proyek maupun nilai. Pada tahun 2008, realisasi PMDN meningkat secara signifikan sebanyak 239 proyek (50%, yoy), namun berdasarkan nilainya hanya mencapai Rp20,4 triliun atau turun 42% dibanding tahun sebelumnya. Selanjutnya, realisasi PMA pada tahun 2009 (Januari-Februari 2009) mencatat sebanyak 176 proyek atau tumbuh 19% (yoy) dengan nilai mencapai USD1.971 juta (106%, yoy). Sedangkan realisasi PMDN pada periode yang sama menurun baik secara nilai maupun proyek yaitu sebanyak 29 proyek atau turun 3% (yoy) dengan nilai Rp2.628 miliar (-2%, yoy).
8
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
Berdasarkan komposisi proyek menurut sektor (grafik 2.7), sebagian besar PMA di Indonesia didominasi oleh proyek-proyek di sektor tersier dengan pangsa berkisar antara 53% - 58%, dan selanjutnya diikuti oleh sektor sekunder (36% - 42%), dan sektor primer (4% -5%).
Grafik 2.7. Komposisi Jumlah Proyek PMA Menurut Sektor (%) 70 60 50 40 30 20
Dilihat dari komposisi proyek di sektor tersier tampak bahwa subsektor perdagangan sangat dominan dengan pangsa berkisar 49% - 61%, dan diikuti subsektor jasa-Jasa lainnya sebesar 18% - 26% (grafik 2.8). Sementara itu komposisi proyek di sektor sekunder (grafik 2.9), sebagian besar proyek PMA berupa industri mesin, baja dan elektronik (24% - 26%), disusul industri tekstil (9% - 16%) dan industri makanan (7% - 14%). Sedangkan di sektor primer, sub sektor sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang sebelumnya banyak mendominasi sekitar 65%, berangsur menurun dan sejak tahun 2007 digantikan dengan sub sektor pertambangan dengan pangsa yang semakin meningkat hingga mencapai 80% di tahun 2008 (grafik 2.10).
10 0 2005
2006
Sektor Primer
2007 Sektor Sekunder
2008 Sektor Tersier
Sumber: BKPM, diolah
Grafik 2.8. Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Tersier (%) 70 60 50 40 30 20 10 0 Kontruksi
Hotel & Transportasi, Perumahan, Listrik, Gas Perdagangan Restoran gudang & K_Ind. & dan Air & Reparasi Komunikasi Perkantoran Minum
2005
2006
2007
Jasa Lainnya
2008
Sumber: BKPM, diolah
Grafik 2.9. Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Sekunder
Grafik 2.10. Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Primer (%) 80 70
(%) 30 25
60
20 15
50 40
10
30 20
5
2006
Industri Kulit & Alas kaki
Industri Presisi & optik & Jam
Lainnya
Industri kend. bermotor & Alat transportasi lain Industri karet & plastik
Industri Logam, Mesin dan Elektro
Industri Mineral non logam
Industri Kimia & Farmasi
Industri Kayu
2005
Industri Kertas & Percetakan
Industri Tekstil
10 Industri Makanan
0
0 Pertanian, Kehutanan & Perikanan 2005
2006
Pertambangan 2007
2008
Sumber: BKPM, diolah
2007
2008
Sumber: BKPM, diolah
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
9
2.3
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 228 juta jiwa dan 73% diantaranya merupakan penduduk usia kerja. Hingga Februari 2009, jumlah angkatan kerja Indonesia tercatat sebesar 113,7 juta orang, meningkat sebesar 1,8 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2008 atau bertambah 2,3 juta orang dibandingkan dengan Februari 2008. Meningkatnya angkatan kerja tersebut seiring dengan jumlah penduduk bekerja yang mencapai 104,5 juta orang, meningkat sebesar 1,9 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2008 atau bertambah 2,4 juta orang dibandingkan dengan Februari tahun sebelumnya. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka sampai dengan Februari 2009 tercatat 8,14%, menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 8,46% (grafik 2.11). Namun demikian, tingkat pengangguran Indonesia dalam 4 tahun terakhir masih tercatat lebih tinggi dibandingkan 4 negara ASEAN lainnya seperti Singapura,Filipina, Malaysia dan Thailand (grafik 2.12). Grafik 2.11. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka
Grafik 2.12. Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia vs 4 Negara ASEAN
(%) 12
(%)
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
12
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2005
2006 PDB
2007
2008
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Unemployment rate
Sumber: BPS
Dilihat dari tingkat pendidikan, hingga Februari 2009 angka pengangguran terbuka terbesar berada pada tingkat pendidikan lebih rendah dari SD dan bahkan mengalami penambahan yang cukup signifikan hingga mencapai 2,1 juta orang dari Agustus 2008. Meskipun demikian, kondisi ini diimbangi dengan berkurangnya angka pengangguran bagi yang berpendidikan SMA sehingga secara keseluruhan berdampak pada menurunnya total angka pengangguran terbuka dari sebesar 9,39 juta orang pada Agustus 2008 menjadi 9,26 juta orang pada Februari 2009 (grafik 2.13).
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Indonesia
Sumber: BPS, CEIC
Grafik 2.13. Jumlah Pengangguran Terbuka Berdasarkan Pendidikan (Juta Orang) 6 5 4 3 2 1 0 2004
Feb Nov Feb Ags 2005 2006
Dibawah SD
SD
SLTP
Feb Ags 2007 SMTA
Feb Ags Feb 2008 2009
Diploma
Universitas
Sumber: BPS
Membaiknya kondisi ketenagakerjaan ini tidak terlepas dari kinerja sektor pertanian yang menjadi salah satu sektor penyerap tenaga kerja terbesar. Peningkatan penyerapan tenaga kerja hampir terjadi pada seluruh sektor kecuali sektor konstruksi dan sektor transportasi dan komunikasi. Sektor yang mengalami peningkatan terbesar pada Februari 2009 dibandingkan Agustus 2008 berturut-turut yaitu sektor pertanian (1,7 juta orang), sektor perdagangan (615 ribu orang), dan sektor jasa kemasyarakatan (512 ribu orang). Meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian sejalan dengan tingginya pertumbuhan sektor tersebut pada tahun 2008 (grafik 2.14).
10
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
Dilihat dari tingkat penyerapan tenaga kerja per proyek menurut sektor, secara umum sektor primer (pertanian) paling banyak menyerap tenaga kerja, disusul oleh sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (jasa-jasa). Sedangkan penyerapan tenaga kerja berdasarkan jenis penanaman modal (asing/ domestik), proyek-proyek PMDN cenderung menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan proyek PMA. Proyek-proyek PMDN yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah proyek di sektor primer khususnya di perkebunan yang mampu menyerap lebih dari 1.000 tenaga kerja per proyek. Adapun pada sektor yang sama untuk proyek PMA, setiap proyeknya hanya mampu menyerap sekitar 350 - 650 tenaga kerja. Meskipun demikian, secara total tidak selalu proyek PMDN menyerap lebih banyak tenaga kerja dibanding proyek PMA, sebagaimana terjadi pada tahun 2008. Rata-rata proyek PMA menyerap sekitar 439 tenaga kerja per proyek, sedangkan proyek PMDN hanya menyerap 281 tenaga kerja. Hal ini terkait dengan tingginya realisasi jumlah proyek PMA selama tahun 2008 yang mencapai 233 proyek khususnya human resource based industry seperti industri sepatu; industri tekstil; dan industri baja, mesin dan elektronik. 2.4
Grafik 2.14. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor (Juta) 50 40 30 20 10 0
Feb Nov 2005
Pertambangan Transportasi
Feb Ags 2006 Industri Keuangan
Feb Ags 2007
Feb Ags 2008
Feb 2009
Konstruksi Perdagangan Jasa Kemasyarakatan Lainnya
Sumber: BPS
Grafik 2.15. Penyerapan TK per Proyek Menurut Sektor (%) 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
PMA
PMDN 2006
Sektor Primer
PMA
PMDN 2007
Sektor Sekunder
PMA
PMDN 2008
Sektor Tersier
Total
Sumber: BKPM
TENAGA KERJA ASING: JUMLAH, KARAKTERISTIK DAN KEBIJAKAN Menurut Undang Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di Indonesia. Tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia melalui 2 jalur yaitu Penugasan dan Rekrutmen. Penugasan adalah penempatan pegawai oleh perusahaan multinasional untuk menduduki satu posisi/jabatan tertentu di salah satu cabang ataupun anak perusahaannya di Indonesia. Berdasarkan jangka waktunya, penugasan dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Salah satu contoh penugasan yang bersifat jangka pendek (kurang dari 1 tahun) adalah pemasangan instalasi/mesin/teknologi yang dibeli oleh perusahaan di Indonesia sekaligus melakukan pelatihan kepada pegawai yang akan menanganinya. Sedangkan contoh penugasan yang bersifat jangka panjang (lebih dari 1 tahun) adalah pekerjaan manajerial dan pengelolaan perusahaan. Adapun yang dimaksud dengan jalur rekrutmen adalah masuknya TKA melalui jalur penerimaan pegawai baik yang berstatus kontrak maupun tetap. Rekrutmen tersebut pada umumnya dilakukan oleh perusahaan lokal yang memiliki bisnis berskala global sehingga membutuhkan tenaga kerja asing sebagai upaya menghadapi kompetisi di dunia internasional.
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
11
2.4.1. JUMLAH TKA DI INDONESIA Jumlah TKA yang bekerja di Indonesia pada akhir Juli 2009 mencapai 46.476 orang. Meskipun pertumbuhan jumlah TKA agak fluktuatif, bahkan sempat mengalami perlambatan selama periode 2007 hingga kuartal I 2008, namun secara absolut jumlahnya terus meningkat. Melambatnya pertumbuhan penempatan TKA ke Indonesia pada periode tersebut terkait dengan diberlakukannya desentralisasi pencatatan perpanjangan izin TKA yang semula hanya dilakukan di Jakarta kini boleh dilakukan di daerah. Sebagai gambaran, pada Januari 2005 jumlah TKA yang bekerja di Indonesia tercatat sebesar 21.255 orang, namun pada akhir Juli 2009 jumlah TKA meningkat pesat hingga mencapai 46.876 orang, naik 121% dalam kurun waktu 5 tahun atau secara rata-rata tahunan tumbuh sekitar 25%. Hal ini sejalan dengan terus meningkatnya realisasi PMA baik dari sisi nilai maupun proyek sehingga dapat mendorong penyerapan tenaga kerja termasuk TKA.
Grafik 2.16. Perkembangan Jumlah TKA di Indonesia (Orang) 50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000
(%) 35 30 25 20 15 10 5 0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2005
2006
Stok (skala kiri)
2007
2008
2009
Pertumbuhan (yoy - skala kanan)
Sumber: Kemenakertrans
2.4.2. KARAKTERISTIK DAN SEBARAN TKA DI INDONESIA TKA, berdasarkan sebaran lokasi kerjanya lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa khususnya di wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Total TKA yang bekerja di lima wilayah ini pada tahun 2005 sebanyak 92,3% dari total jumlah TKA dan lima tahun berikutnya (2009) menjadi sebanyak 82%. Diantara kelima wilayah sebaran TKA di Pulau Jawa tersebut, sebagian besar TKA berlokasi kerja di DKI Jakarta dengan pangsa 77%. Hal ini merupakan hal yang wajar karena wilayah DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian Indonesia merupakan sentra lokasi kegiatan sebagian besar kantor pusat, baik perusahaan nasional maupun asing (PMA). Bagi kebanyakan TKA yang bekerja di kawasan industri di sekitar Jakarta seperti di daerah Tangerang dan Bekasi, dapat dipastikan mereka akan lebih memilih tinggal di Jakarta yang memiliki fasilitas infrastruktur lengkap. Sebagai pusat perekonomian, Jakarta juga dijadikan sebagai basis operasional sehari-hari. Sangat kontras apabila dibandingkan dengan jumlah TKA yang lokasi kerjanya berada di luar Pulau Jawa yaitu wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku dan Papua. Hal ini terlihat dari jumlah TKA yang bekerja di lima wilayah/pulau pada tahun 2005 tercatat sekitar 7,7% namun lima tahun berikutnya (2009) meningkat menjadi 18%. Berdasarkan kelompok jabatan, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2005-2009) telah terjadi perubahan komposisi kelompok jabatan TKA (tabel 2.5). Kelompok jabatan yang mengalami pergeseran adalah konsultan, profesional dan teknisi/operator. Jika pada tahun 2005 dan 2006 sebagian besar TKA yang bekerja di Indonesia memiliki jabatan sebagai konsultan dengan jumlah sekitar 15ribu 21ribu orang, sejak tahun 2007 hingga 2009 berkurang menjadi sekitar 3ribu orang. Sebaliknya
12
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
pada kelompok jabatan profesional dan teknisi/operator mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja asing secara drastis, pada tahun 2005 masih tercatat masing-masing sebanyak 8 orang dan 329 orang, tetapi pada tahun 2009 bertambah menjadi masing-masing 16 ribu dan 11 ribu orang. Terjadinya pergeseran ini diduga disebabkan banyaknya konsultan yang kemudian direkrut oleh perusahaan yang memperkerjakannya untuk dijadikan sebagai profesional. Level jabatan yang juga menyusut jumlahnya adalah Direksi yang posisinya kemudian banyak dihuni oleh TKA selevel manajer. Disamping itu, selama 2 tahun terakhir, tampak pula adanya peningkatan jumlah TKA di level teknisi yang mengindikasikan semakin banyaknya kebutuhan tenaga terampil yang menangani kegiatan operasional seperti mesin-mesin dan keahlian khusus lainnya.
Tabel 2.4. Sebaran Jumlah TKA Menurut Propinsi No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Propinsi
2005
2006
2007
2008
(orang) 2009 (Jun)
DKI Jakarta 18,935 22,098 21,803 27,160 29,190 Riau Kepulauan 19 2,191 4,272 3,462 3,282 Jabar 2,464 2,952 2,975 3,502 4,026 Banten 1,223 1,500 1,610 2,152 2,395 Bali 558 782 1,226 1,401 1,588 Jatim 744 815 886 1,155 1,385 Sumut 187 250 508 762 995 Jateng 387 452 515 565 624 Kaltim 270 273 332 420 409 NTB 118 193 228 255 218 Riau 397 873 182 193 253 Kalbar 89 124 111 147 138 Maluku Utara 103 73 104 158 139 Sulsel 23 47 65 124 178 Sumsel 20 44 67 77 82 Sulut 18 24 55 116 158 Sumbar 10 26 65 87 146 Kalteng 16 55 64 64 61 DI Yogyakarta 65 61 67 70 100 Kalsel 21 31 44 58 52 Jambi 31 27 22 37 23 Lampung 23 36 26 48 53 Maluku 5 6 17 44 231 Nanggroe Aceh 0 1 17 102 108 Sultra 13 18 17 93 42 Papua Barat 1 6 26 9 9 Bengkulu 5 3 12 24 23 Irian Jaya Barat 0 0 10 2 3 Bangka-Belitung 0 1 4 24 239 Papua 6 8 8 126 21 NTT 11 3 8 12 22 Aceh 10 6 5 3 3 Sulteng 5 13 36 8 10 Gorontalo 0 0 6 3 4 Lain-lain 0 0 47 2 0 Sulbar 0 0 3 3 3 Papua Tengah 19 10 4 5 6 Papua Timur 2 2 2 6 7 Lain-lain 47 2
Apabila ditinjau dari asal TKA berdasarkan kawasan (grafik 2.17), sebagian besar TKA yang bekerja di Indonesia berasal dari kawasan Asia yang mencapai 70%, terdiri dari non-ASEAN 50% dan ASEAN 20%. TKA yang berasal dari negara non-ASEAN utamanya dari RRC sebanyak 9.384 orang, TOTAL 25,798 33,004 35,449 42,479 46,226 diikuti dari Jepang ( 4.927 orang) dan Korea Sumber: Kemenakertrans Selatan (4.039 orang), sedangkan TKA dari kawasan ASEAN terbesar berasal dari Malaysia (3.355 orang) dan Filipina (2.093 orang). Di luar kawasan Asia, pangsa TKA lainnya yang cukup besar berasal dari Eropa yang mencapai 10% utamanya dari Perancis sebanyak 991 orang, diikuti dari Jerman ( 731 orang), dan Belanda (647 orang). Tabel 2.5. Sebaran Jumlah TKA Menurut Level Jabatan Periode Konsultan Direktur Komisaris Manajer
2007
(orang)
2005
2006
2008
2009 (Jun)
15,537
21,466
3,449
3,109
3,303
7,341
6,975
3,392
3,822
4,025
0
9
283
325
373
2,581
2,572
6,479
8,162
8,438 15,894
Profesional
8
515
15,080
14,437
Supervisor
2
569
3,194
2,984
2,825
329
898
3,572
9,640
11,368
25,798
33,004
35,449
42,479
46,226
Teknisi Total Sumber: Kemenakertrans
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
13
Grafik 2.17. Sebaran TKA Menurut Kawasan
Grafik 2.18. Sebaran TKA Menurut Negara Non ASEAN
(%)
(%) 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
50 40 30 20 10 0 2005 ASEAN
2006
Asia non ASEAN
2007 Eropa
2008 USA
Australia
2009
2005
Lainnya
Jepang
Sumber: Kemenakertrans
2006
Korea Selatan
2007 RRC
India
2008 Taiwan
2009 Hongkong
Sumber: Kemenakertrans
Grafik 2.19. Sebaran TKA Menurut Negara Asia ASEAN (%) 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2005 Malaysia
2006 Filipina
2007 Singapura
2008 Thailand
2009 Myanmar
Sumber: Kemenakertrans
2.4.3. KEBIJAKAN TERKAIT PENGGUNAAN TKA DI INDONESIA Peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan TKA pertama kali diterbitkan tahun 1958 dengan lahirnya UU No. 3 tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing. Lahirnya UU ini dilatarbelakangi oleh pemikiran perlunya perlindungan pasar Tenaga Kerja Lokal (TKL) dari serbuan TKA sebagaimana dinyatakan dalam konsideran UU yaitu bahwa untuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja di Indonesia bagi warga Indonesia, perlu diadakan peraturan untuk mengawasi pemakaian tenaga bangsa asing di Indonesia. Selanjutnya dalam UU No. 3/1958 ini ditetapkan bahwa setiap majikan yang akan mempekerjakan tenaga kerja asing wajib mengajukan izin terlebih dahulu kepada Menteri. Semangat dan upaya untuk memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada TKL dan membatasi penggunaan TKA ini juga tercermin dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa “Perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia kecuali bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia” (pasal 10 dan 11). Dalam UU No. 1/1967 ini, disamping adanya kewajiban untuk mengutamakan penggunaan TKL, kepada perusahaan juga diwajibkan untuk “menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan
14
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
di dalam dan/atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur tenaga-tenaga warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Indonesia” (pasal 12). Selanjutnya, sejalan dengan UU PMA, ketentuan mengenai kewajiban untuk menggunakan tenaga kerja lokal ini juga diterapkan pada saat diterbitkan UU No 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang salah satu pasalnya menyebutkan: “Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asing, wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan yang diperlukan belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia,……dst (pasal 19). Ketentuan dan peraturan terkait penggunaan TKA ini kemudian diperbaharui kembali pada tahun 1995 dengan diterbitkannya Keppres No. 75 tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang. Sebagaimana peraturan perundang-undangan sebelumnya, semangat dari lahirnya Keppres ini masih sama yaitu dalam rangka melindungi dan memberikan kesempatan kerja kepada TKL. Namun demikian, berbeda dengan perundang-undangan sebelumnya, dalam Keppres diatur a.l. rincian jabatan yang terbuka/tertutup bagi TKA dikaitkan dengan kepemilikan perusahaan penanam modal (pihak Indonesia/asing), kewajiban melaksanakan program penggantian TKA ke TKL, dan adanya kewajiban untuk menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Pendamping pada jenis pekerjaan yang dipegang oleh TKA. Pada tahun 2000, Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Kepmen No. 173 tentang Jangka Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang. Hal pokok yang diatur dalam Kepmen ini adalah bahwa Warga Negara Asing Pendatang dapat bekerja di Indonesia sepanjang atas permintaan pengguna dan atau sponsor yang telah memperoleh izin dari instansi sesuai dengan bidang kegiatannya. Demikian pula dengan diterbitkannya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan semakin memperjelas sikap pemerintah dalam merespon kedatangan TKA. UU yang sempat menuai kontroversi karena dianggap terlalu berfihak pada pengusaha ini secara tegas dan jelas mengatur penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam bab tersendiri (Bab VIII). Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja. Disamping itu, semangat untuk melindungi pasar tenaga kerja Indonesia dari serbuan pendatang semakin terasa dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No Per.02/Men/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Dalam Permen ini antara lain disebutkan adanya persyaratan TKA yang akan dipekerjakan yaitu: a. Memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki b. Bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja warga Negara Indonesia khususnya TKI pendamping dan; c. Dapat berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
15
Dari uraian di atas tampak bahwa pada dasarnya sejak berdirinya Republik ini, Pemerintah telah menyadari akan adanya persaingan global yang tak terhindarkan di pasar tenaga kerja sehingga merasa perlu menyusun dan menerbitkan ketentuan yang bertujuan mengatur dan mengawasi penggunaan TKA. Selain itu, kebijakan ini dimaksudkan pula untuk memberikan kesempatan tenaga kerja warga negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di wilayah hukum Indonesia dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan tenaga kerja asing.
16
Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia
PROFIL TENAGA KERJA ASING RESPONDEN
bab 3
Pada bab ini disampaikan hasil survei lapangan untuk mengetahui profil Tenaga Kerja Asing (TKA) yang terjaring sebagai responden. Survei berhasil dilaksanakan di 8 daerah yang tercatat memiliki populasi TKA terbesar di Indonesia (sumber: Kemenakertrans). Dari pelaksanaan dan perkembangan di lapangan jumlah responden TKA yang berhasil diwawancarai mencapai 428 orang dari target 400 orang. Namun demikian, setelah dilakukan proses cleansing data, jumlah responden yang reliable untuk menjadi sample survei (diolah) sebanyak 365 orang. 3.1
PROFIL RESPONDEN Sebaran Responden Berdasarkan Propinsi: responden TKA utamanya berlokasi di Propinsi DKI Jakarta Berdasarkan lokasi tempat bekerja, mayoritas responden berada di Pulau Jawa (83%) utamanya di Propinsi DKI Jakarta (48%), diikuti oleh Propinsi Jawa Barat (22%), Propinsi Banten (9%), dan lainnya tersebar di beberapa propinsi (Grafik 3.1). Penentuan distribusi responden berdasarkan lokasi mengacu pada data resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
Grafik 3.1. Sebaran Responden Berdasarkan Propinsi Kep. Riau 8%
Kalimantan Timur 4%
Riau 3%
Industri Pengolahan Keuangan, Persewaan dan Jasa Perdagangan, Hotel dan Restoran
Bali 3% Jawa Timur 3% Banten 9%
Grafik 3.2. Sebaran Responden Berdasarkan Ekonomi
Transportasi dan Komunikasi
DKI Jakarta 48%
Jasa-Jasa Pertambangan dan Penggalian Konstruksi Pertanian Listrik, Gas dan Air Bersih
Jawa Barat 22%
0
5
10
15
20
25
30
35 40(%)
Sebaran Responden Berdasarkan Sektor Ekonomi: mayoritas bekerja di sektor industri pengolahan/ manufacturing. Meskipun secara umum sektor pertanian dan sektor perdagangan merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, namun sebagian besar tenaga kerja asing banyak dibutuhkan di sektor industri pengolahan (35,4%), diikuti sektor keuangan, persewaan dan jasa (17,1%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (12,7%). Hal ini kemungkinan terkait dengan kebutuhan Indonesia yang cukup besar untuk tenaga kerja ahli di sektor tersebut, terutama di kawasan-kawasan industri yang menggunakan teknologi yang cukup tinggi. Di sisi lain, kondisi tersebut juga mencerminkan masih kurangnya supply tenaga kerja domestik yang dapat memenuhi kualifikasi keahlian untuk bekerja di sektor tersebut (Grafik 3.2).
Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden
17
Grafik 3.3. Sebaran Kebangsaan Responden Berdasarkan Kawasan Asal
Grafik 3.4. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Asia diluar ASEAN
ASEAN 13%
Jepang India
Oceania 5%
Korea Selatan China
Asia Non ASEAN 55%
Afrika dan Timur Tengah 3% Amerika 5%
Taiwan Pakistan Bangladesh Sri Lanka
Eropa 19%
0
Grafik 3.5. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Eropa
10
20
30
40 (%)
Grafik 3.6. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan ASEAN Myanmar 4%
Inggris Perancis Belanda
Filipina 17%
Jerman Norwegia Italia Kroasia Rusia Irlandia
Malaysia 39%
Singapura 40%
Swiss 0
10
20
30
40 (%)
Grafik 3.7. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Oceania & Amerika Selandia Baru 3%
Amerika Serikat 38%
Australia 48% Brazil 3% Kanada 8%
Grafik 3.8. Sebaran Kebangsaan Responden, Gabungan
Jepang India Korea Selatan Inggris Singapura Malaysia Australia Amerika Serikat Perancis China Lainnya 0
5
10
15
20
25(%)
Sebaran Responden Berdasarkan Kawasan Asal dan Negara Tempat Tinggal: sebagian besar berasal dari wilayah Asia non-ASEAN dan umumnya berkebangsaan Jepang. Karakteristik tenaga kerja asing menurut kawasan menunjukkan variasi/gambaran yang beragam. Mayoritas responden berasal dari kawasan Asia di luar ASEAN (55%), diikuti oleh Eropa (19%), ASEAN (13%), Oceania dan Amerika masing-masing sebesar 5%, sedangkan dari kawasan Afrika dan Timur Tengah sangat kecil yaitu hanya sebesar 3%. Untuk kawasan Asia di luar ASEAN, terbanyak berasal dari kebangsaan Jepang (37%), India (27%) dan Korea Selatan (22%). Sementara itu, untuk kawasan Eropa, sebagian besar responden berasal dari Inggris (36,2%) dan Perancis (20,3%). Dari kawasan ASEAN, responden pada umumnya berasal dari Singapura (40%) dan Malaysia (39%). Secara gabungan, sebaran TKA berdasarkan
18
Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden
kebangsaaan didominasi oleh Jepang (20,4%), diikuti oleh India (14,9%), dan Korea Selatan (12,1%). Kondisi ini berbeda dengan komposisi data TKA yang diperoleh dari Kemenakertrans yang menyatakan bahwa sebagian besar TKA berkebangsaan China. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik TKA asal China yang umumnya bekerja di sektor perdagangan yang cenderung lebih homogen dan kebanyakan bekerja di perusahaan kecil. Konsisten dengan komposisi sebaran berdasarkan kebangsaan, jika dilihat berdasarkan negara tempat tinggal di luar negeri, sebagian besar responden bertempat tinggal di Jepang (19,0%) diikuti oleh responden yang tinggal di India (13,0%), Korea Selatan (11,9%) dan Singapura (7,4%). Grafik 3.9. Sebaran Responden Berdasarkan Negara Tempat Tinggal di Luar Negeri
Grafik 3.10. Alasan Bekerja di Indonesia (%) 60
Jepang India Korea Selatan
50
Singapura Australia Inggris Malaysia Amerika Serikat
40
China Lainnya
10
30 20
0 0
5
10
15
20
25
30(%)
Keinginan Sendiri
Penugasan Perusahaan
Lainnya
Tanpa Alasan Khusus Terkait Ekspansi Bisnis Terkait Relokasi Bisnis
Alasan Responden Bekerja di Indonesia: hampir berimbang antara penugasan perusahaan dan keinginan sendiri Sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka bekerja di Indonesia atas penugasan perusahaan (55,9%), baik penugasan tanpa alasan khusus (38,7%) maupun penugasan karena ekspansi bisnis (13,6%) dan relokasi bisnis (3,5%). Meskipun demikian proporsi responden yang bekerja karena penugasan perusahaan tersebut hampir berimbang dengan proporsi responden yang bekerja di Indonesia atas keinginan sendiri (43,9%). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah menjadi salah satu pilihan untuk bekerja bagi pasar tenaga kerja internasional. Menurut Jenis Kelamin, Usia, dan Status Pernikahan: umumnya laki-laki, usia 45-49 tahun dan berstatus menikah. Grafik 3.11. Jenis Kelamin Responden
Grafik 3.12. Usia Responden
Perempuan 8%
Laki-laki 92%
(%) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 < 20 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-65 > 65 tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden
19
Sebagian besar TKA yang menjadi responden dalam survei ini adalah laki-laki dan didominasi oleh TKA yang berumur 40-44 tahun dan 45-49 tahun, sudah menikah dan selama keberadaan di Indonesia pada umumnya tidak bersama dengan anggota keluarganya (56%). Dari 44% responden yang menyatakan tinggal bersama anggota keluarganya di Indonesia, rata-rata jumlah keluarganya sebanyak 1-3 orang.
Grafik 3.13. Status Pernikahan
Grafik 3.14. Jumlah Keluarga yang Tinggal Bersama di Indonesia 5 orang 1%
4 orang 4%
Lajang 27%
3 orang 15%
2 orang 14%
Tinggal Sendiri 56%
Menikah 73%
1 orang 10%
Menurut Tingkat Pendidikan: lulusan Strata 1 dan Strata 2 adalah yang terbanyak Sebagian besar TKA memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi dan memiliki gelar Sarjana/Strata 1 (62,4%), Master/Strata 2 (25,8%), dan bahkan bergelar Doktor/Strata 3 sebanyak 0,5%. Hal tersebut mendukung fakta yang ada bahwa pada umumnya Grafik 3.15. TKA yang bekerja di Indonesia minimal menduduki Tingkat Pendidikan TKA jabatan sebagai manajer atau bekerja sebagai teknisi/ SLTA profesional yang memerlukan keahlian yang cukup 9,9% SLTP tinggi dalam bidangnya. Meskipun demikian masih 0,5% terdapat TKA yang hanya mengenyam pendidikan S1 62,4% Diploma 3 sampai pada level sekolah menengah baik setingkat 0,8% SLTA dan SLTP (10,4%). Mereka umumnya bekerja S3 0,5% di sektor Industri pengolahan dan sebagian besar S2 25,8% menduduki jabatan sebagai profesional dan manajer. 3.2
KARAKTERISTIK PEKERJAAN RESPONDEN Grafik 3.17. Frekuensi Menjadi TKA
Grafik 3.16. Lama Tinggal di Indonesia (%) 70 < 1 tahun 16%
60 50 40 30 20
> 1 tahun 84%
10 0 1 kali
20
Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden
2 kali
3 kali
4 kali
5 kali
6 kali
> 8 kali
Lama Tinggal di Indonesia dan Frekuensi Menjadi TKA: mayoritas tinggal di Indonesia lebih dari 1 tahun dan baru sekali menjadi TKA di Indonesia Grafik 3.18. Sebanyak 84% dari responden menyatakan Lama Kontrak Kerja TKA bahwa mereka telah tinggal di Indonesia rata-rata (%) lebih dari 1 tahun. Dari sisi frekuensi menjadi TKA, 100 90 kebanyakan responden menyatakan baru sekali 80 70 menjadi TKA di Indonesia (60,1%), sedangkan yang 60 50 sudah 2 dan 3 kali menjadi TKA masing-masing 40 sebanyak 22,1% dan 8,7%. Hal ini mengindikasikan 30 20 sebagian besar TKA terikat kontrak yang cukup 10 0 panjang dengan perusahaan atau beberapa kali < 1 year > 1 year melakukan perpanjangan kontrak di perusahaan Survei 2004 Survei 2009 yang sama. Lama Kontrak Kerja TKA: 88% responden rata-rata dikontrak selama 1 tahun atau lebih, sedangkan sisanya kurang dari 1 tahun (12%). Dibandingkankan hasil survei TKA tahun 2004, komposisi TKA berdasarkan lama kontrak kerja mengalami perubahan. Sebagian besar responden menyatakan dikontrak untuk bekerja di Indonesia selama 1 tahun atau lebih (88%), sementara yang dikontrak kurang dari 1 tahun sebesar 12% (Grafik 3.18). Perubahan komposisi ini mengakibatkan asumsi jumlah tenaga kerja yang dikontrak selama 1 tahun atau lebih untuk menghitung estimasi nilai Workers’ Remittances (WR) outflows akan mengalami penyesuaian dari semula sebesar 85,5% meningkat menjadi 88%. Paralel dengan itu, asumsi jumlah TKA yang dikontrak kurang dari 1 tahun untuk menghitung estimasi nilai Compensation of Employee (CoE) outflow berubah dari semula 14,5% menjadi menjadi 12%. Jabatan TKA dan Divisi Pekerjaan: umumnya TKA menduduki posisi sebagai manajer perusahaan dan bekerja di divisi terkait dengan teknologi dan engineering. Berdasarkan jabatan tenaga kerja asing, pada umumnya TKA menduduki posisi sebagai manajer (30%) atau direktur (23%) di perusahaan tempat bekerja. Disamping itu cukup banyak pula TKA yang merupakan tenaga profesional (20%). Mayoritas TKA tersebut bekerja pada divisi yang berkaitan dengan teknologi dan engineering (19,9%), produksi quality control dan operasional (17,3%) dan bidang administrasi, akunting dan keuangan (15,3%). Dominasi TKA terhadap lingkup bidang pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi sejalan dengan latar belakang pendidikan dari TKA yang rata-rata merupakan lulusan perguruan tinggi. Grafik 3.19. Sebaran Jabatan TKA Konsultan 13%
Grafik 3.20. Divisi Pekerjaan TKA Profesional 20%
Supervisor 6%
Energi dan Teknologi Produksi, Kontrol Kualitas dan Operasional Administrasi, Akunting dan Keuangan Sales, Marketing dan Hospitality Riset, Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Bidang Pendidikan, Perekrutan, Training dan Manajemen Tenaga CEO dan General Manager Bidang Kreatif
Manajer 30%
Direktur 23% Teknisi 8%
Lainnya
0
5
10
15
20
25(%)
Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden
21
Halaman ini sengaja dikosongkan
bab 4
GAJI DAN POLA REMITANSI TKA
Pada bab ini dipaparkan mengenai gaji dan pola remitansi TKA. Temuan-temuan terkait gaji dan pola remitansi tersebut terdiri dari beberapa isu antara lain: perlakuan penggajian, pemanfaatan gaji, nilai dan frekuensi remitansi, persentase remitansi dari gaji, sarana remitansi dan peran perbankan, serta biaya remitansi. 4.1
PERLAKUAN PENGGAJIAN Gaji dan Tunjangan Jabatan yang diterima TKA: mayoritas menerima gaji (regular) per bulan pada kisaran Rp25 juta – Rp50 juta dan kompensasi per bulan sekitar Rp10 juta – Rp25 juta. Berdasarkan hasil survei, pada Grafik 4.1. tampak bahwa sebagian besar TKA (38%) menerima gaji yang berkisar antara Rp25 juta – Rp50 juta. Kelompok terbesar berikutnya adalah TKA yang bergaji Rp10 juta – Rp25 juta (23%) dan diikuti oleh kisaran gaji antara Rp50 juta – Rp75 juta (17%). Selain menerima gaji (Grafik 4.2.), sekitar 16% responden menyatakan menerima tunjangan jabatan (compensation salary) yang sebagian besar berkisar antara Rp10 juta – Rp25 juta (27%). Grafik 4.1. Sebaran Gaji TKA per bulan
Grafik 4.2. Sebaran Tunjangan Jabatan TKA per bulan
> Rp125jt
> Rp50jt
> Rp100jt - Rp125jt
> Rp25jt - Rp50jt
> Rp75jt - Rp100jt
> Rp10jt - Rp25jt
> Rp50jt - Rp75jt > Rp7.5jt - Rp10jt
> Rp25jt - Rp50jt > Rp10jt - Rp25jt
> Rp5jt - Rp7.5jt
< Rp10jt
< Rp5jt 0
5
10
15
20
25
30
35 40(%)
Gaji berdasarkan Level Jabatan: secara umum, gaji yang diterima TKA dengan level jabatan Direktur relatif lebih tinggi dibanding level jabatan lainnya. Sebagian besar TKA yang menduduki jabatan sebagai Direktur menerima gaji di atas rata-rata gaji TKA (Rp25 juta – Rp50 juta) yaitu berkisar antara Rp50 juta – Rp75 juta (35%), dan diikuti oleh kisaran gaji sekitar Rp75 juta – Rp100 juta (25%). Bahkan dalam survei tidak dijumpai Direktur yang bergaji kurang dari Rp10 juta (Grafik 4.3). Walaupun demikian, apabila dilihat dari sisi jumlah persentase jabatan yang menerima gaji paling tinggi yaitu di atas Rp125 juta paling banyak dijumpai pada TKA profesional (12%) dibandingkan TKA dengan jabatan Direktur sebesar 6%.
0
5
10
15
20
25
30(%)
Grafik 4.3. Sebaran Gaji TKA Menurut Level Jabatan
Konsultan Supervisor Direktur Tekhnisi Manajer Profesional 0
< Rp10jt > Rp50jt - Rp75jt > Rp125jt
20
40
> Rp10jt - Rp25jt > Rp75jt - Rp100jt
60
80
100 (%)
> Rp25jt - Rp50jt < Rp100jt - Rp125jt
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
23
Compensation salary berdasarkan Level Jabatan: responden yang paling banyak menerima tunjungan jabatan tertinggi (di atas Rp50 juta) adalah level Direktur (35%). Konsisten dengan nilai gaji yang diterima, pada Grafik 4.4 tampak bahwa sebagian besar responden TKA dengan jabatan Direktur juga menerima compensation salary tertinggi (35%). Selanjutnya, level jabatan yang juga menerima compensation salary yang cukup tinggi adalah Konsultan (14%), serta Profesional (13%). Sementara itu, pada kelompok Konsultan cukup banyak yang menerima compensation salary yang rendah (kurang dari Rp5 juta) yaitu sebesar 29%. Gaji berdasarkan Sektor Ekonomi: sektor Konstruksi dan sektor Pertambangan dan Penggalian merupakan sektor yang paling banyak menerima gaji tertinggi (di atas Rp125 juta). Berdasarkan penerimaan gaji per sektor ekonomi diperoleh fakta (Grafik 4.5) bahwa sektor ekonomi yang cukup banyak menikmati gaji tertinggi (lebih dari Rp125 juta) adalah sektor Konstruksi (24%), diikuti oleh sektor Pertambangan dan Penggalian (20%). Sementara itu, sektor yang menerima gaji terendah (kurang dari Rp10 juta) paling banyak adalah sektor Pertanian (17%) dan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa (11%).
Grafik 4.4. Sebaran Compensation Salary TKA Menurut Level Jabatan
Konsultan Supervisor Direktur Tekhnisi Manajer Profesional 0
< Rp5jt > Rp10jt - Rp25jt
20
40
> Rp5jt - Rp7.5jt > Rp25jt - Rp50jt
60
80
100(%)
> Rp7.5jt - Rp10jt > Rp50jt
Grafik 4.5. Sebaran Gaji TKA Berdasarkan Sektor Ekonomi
Konstruksi Pertambangan dan Penggalian Jasa-jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perdagangan, Hotel dan Restoran Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Pertanian Transportasi dan Komunikasi
0
< Rp10jt > Rp50jt - Rp75jt > Rp125jt
20
40
> Rp10jt - Rp25jt > Rp75jt - Rp100jt
60
80
100(%)
> Rp25jt - Rp50jt > Rp100jt - Rp125jt
Gaji dan Tunjangan Jabatan menurut Jenis Perusahaan (FDI dan non-FDI): Gaji TKA di perusahaan FDI relatif lebih tinggi dibanding gaji TKA di perusahaan non-FDI. Responden TKA yang bekerja baik di perusahaan FDI maupun perusahaan non-FDI, sebagian besar menerima skala gaji yang hampir sama yaitu berkisar antara Rp25 juta – Rp50 juta. Namun demikian, berdasarkan persentase jumlah respondennya, perusahaan FDI yang menggaji TKA antara Rp50 juta – Rp75 juta jumlahnya lebih banyak (20%) dibanding perusahaan non-FDI (10%) sebagaimana tampak pada grafik 4.6. Demikian pula dalam hal pemberian compensation salary, sebagian besar responden yang bekerja di perusahaan FDI menerima tunjangan jabatan yang lebih tinggi dibanding perusahaan non-FDI (Grafik 4.7). Sebagai gambaran, persentase responden yang menerima compensation salary lebih dari Rp50 juta di perusahaan FDI mencapai 18%, sedangkan di perusahaan non-FDI sebesar 14%. Sementara itu di sisi lain untuk level gaji yang lebih rendah, persentase responden yang menerima compensation salary kurang dari Rp5 juta di perusahaan FDI hanya sebesar 3%, sedangkan di perusahaan non-FDI mencapai 19%.
24
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
Grafik 4.6. Sebaran Gaji (Regular) Berdasarkan jenis Perusahaan (FDI dan Non-FDI)
Grafik 4.7. Sebaran Tunjangan Jabatan Berdasarkan Jenis Perusahaan (FDI dan Non-FDI)
Non FDI
Non FDI
FDI
FDI
0
< Rp10jt > Rp50jt - Rp75jt > Rp125jt
20
40
> Rp10jt - Rp25jt > Rp75jt - Rp100jt
60
80
100(%)
> Rp25jt - Rp50jt > Rp100jt - Rp125jt
Gaji berdasarkan Tingkat Pendidikan: TKA dengan pendidikan lebih tinggi (Master/Doktor) cenderung memperoleh gaji yang relatif lebih tinggi dibanding yang pendidikannya lebih rendah Pada grafik 4.8 tampak bahwa TKA dengan level pendidikan Master/Doktor (S2/S3) cenderung memiliki gaji yang lebih tinggi dibandingkan gaji TKA yang level pendidikannya Sarjana (S1) dan SMA yaitu Rp50 juta – Rp75 juta (12%), Rp75 juta – Rp100 juta (6%) dan Rp100 juta – Rp125 juta (6%). Namun demikian ditemukan pula fakta bahwa pada semua jenjang pendidikan TKA ternyata masih cukup banyak dijumpai responden yang menerima gaji di bawah Rp10 juta.
Gaji berdasarkan Wilayah Asal Negara: responden yang berasal dari wilayah Amerika rata-rata menerima gaji lebih tinggi dibanding lainnya. Berdasarkan komposisi besaran gaji yang diterima, sekitar 50% responden TKA berkewarganegaraan Amerika memiliki rata-rata penghasilan yang tinggi yaitu Rp25 juta – Rp50 juta (Grafik 4.9). Selain itu, TKA yang paling banyak menerima gaji tertinggi Rp125 juta adalah dari Oceania (22%). Sebaliknya, TKA dari Afrika dan Timur Tengah cukup banyak yang memiliki gaji di bawah Rp10 juta (17%).
0
< Rp5jt > Rp10jt - Rp25jt
20
40
> Rp5jt - Rp7.5jt > Rp25jt - Rp50jt
60
80
100 (%)
> Rp7.5jt - Rp10jt > Rp50jt
Grafik 4.8. Sebaran Gaji Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Setingkat S2/S3
Setingkat S1
Setingkat SLTA
0
< Rp10jt > Rp50jt - Rp75jt > Rp125jt
20
40
> Rp10jt - Rp25jt > Rp75jt - Rp100jt
60
80
100(%)
> Rp25jt - Rp50jt < Rp100jt - Rp125jt
Grafik 4.9. Sebaran Gaji Berdasarkan Wilayah Asal Negara
Oceania Amerika Eropa ASEAN Asia non ASEAN Afrika & Timur Tengah 0
< Rp10jt > Rp50jt - Rp75jt > Rp125jt
20
40
> Rp10jt - Rp25jt > Rp75jt - Rp100jt
60
80
100(%)
> Rp25jt - Rp50jt < Rp100jt - Rp125jt
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
25
Perusahaan pembayar gaji dan Cara Pembayaran: sebagian besar TKA digaji oleh perusahaan di Indonesia dengan cara ditransfer langsung ke rekening TKA pada bank di Indonesia. Sebagian besar perusahaan pembayar gaji TKA adalah perusahaan di Indonesia (57%) dan mayoritas dilakukan dengan cara mentransfer ke rekening bank di Indonesia (67%). Sementara itu, persentase responden yang pembayaran gajinya dilakukan oleh kantor pusat di Luar Negeri hanya sebesar 20%. Mengingat sebagian besar sumber pembayaran gaji berasal dari dalam negeri dan rekening penerimaannya juga berada di bank dalam negeri, maka dapat diduga bahwa gaji yang dibayarkan kepada TKA akan mempunyai dampak pada perekonomian dalam negeri khususnya dalam mendorong konsumsi. Grafik 4.10. Perusahaan Pembayar Gaji
Grafik 4.11. Cara Pembayaran Gaji
Tunai 10% Kantor pusat di Luar Negeri 20% Perusahaan di Indonesia 57%
Transfer ke bank di Luar Negeri 23%
Transfer ke bank di Indonesia 67%
Kantor cabang di Indonesia 23%
4.2
PEMANFAATAN GAJI Pemanfataan gaji: sebagian besar gaji TKA digunakan untuk konsumsi Dalam memanfaatkan gajinya, sebanyak 49% gaji yang diterima oleh TKA digunakan untuk konsumsi, dan sisanya masing-masing sebesar 31% ditabung dan sebesar 20% untuk dikirim ke negara asal atau remitansi. Adapun jenis pengeluaran konsumsi terbesar adalah makanan, diikuti hiburan, rekreasi dan olahraga. Grafik 4.12. Pemanfaatan Gaji TKA
Tabel 4.1. Jenis Pengeluaran Untuk Konsumsi No
Remitansi 20% Konsumsi 49% Menabung 31%
26
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
Jenis Pengeluaran
Jumlah Responden
1
Makanan
87%
2
Hiburan
58%
3
Rekreasi
45%
4
Olahraga
34%
5
Kontrak rumah
22%
6
Transportasi
22%
7
Pakaian
21%
8
Pendidikan Anak-anak
18% 17%
9
Belanja
10
Kebutuhan sehari-hari
7%
11
Kesehatan
7%
12
Mobil
5%
13
Pembantu RT
5%
14
Komunikasi
4%
15
Lainnya
4%
Penyimpanan uang: mayoritas responden menyimpan uangnya di bank Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan TKA dan semakin majunya sistem keuangan dunia, sebagian besar TKA cenderung menyimpan uangnya di bank (90%) dan hanya 10% yang menyimpanan uangnya sendiri (Grafik 4.13). Grafik 4.13. Tempat Penyimpanan Uang
Grafik 4.14. Alasan Tidak Menyimpan Uang di Bank
Disimpan Sendiri 10%
Penghasilan kecil Fleksibilitas Untuk keperluan sehari Di kelola oleh istri di negara asal (usaha)
Disimpan di Bank 90%
Birokrasi perbankan 0
5
10
15
20
25
30
35 40(%)
Ketika ditelusuri lebih jauh alasan responden tidak menyimpan uangnya di bank ternyata cukup bervariasi (Grafik 4.14). Sebagian besar responden menjadikan birokrasi perbankan (37%) menjadi alasan utama tidak menyimpan uangnya di bank. Hal ini kemungkinan terkait dengan kesibukan kerjanya dan keengganan TKA mempersiapkan dokumen yang diperlukan seperti visa, kartu izin tinggal, dsb. Alasan lainnya yang cukup dominan adalah TKA lebih memilih menyimpan uang di negara asalnya dengan tujuan agar dananya dapat langsung dikelola oleh istri maupun keluarganya untuk keperluan usaha (18%). 4.3
NILAI DAN FREKUENSI REMITANSI Frekuensi Remitansi: mayoritas responden melakukan remitansi ke negara asalnya. Sebagian besar responden (58%) melakukan kegiatan remitansi ke negara asalnya (Grafik 4.15). Selain itu, 53% responden menyatakan bahwa melakukan remitansi secara rutin (Grafik 4.16).
Grafik 4.15. Kegiatan Remitansi
Melakukan remitansi 58%
Grafik 4.16. Frekuensi Remitansi
Tidak melakukan remitansi 42%
Tidak Rutin 47% Rutin 53%
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
27
Remitansi berdasarkan Jabatan: TKA dengan jabatan Manajer cenderung paling banyak melakukan remitansi Berdasarkan level jabatannya, responden yang melakukan remitansi sebagian besar berada pada level jabatan Manajer (36%) dan Direktur (21%). Adapun menurut frekuensi remitansinya (Grafik 4.18), level jabatan Direktur lebih banyak yang melakukan remitansi secara rutin (60%), sedangkan level jabatan yang paling sedikit melakukan remitansi secara rutin adalah Profesional (47%).
Grafik 4.17. Remitansi Berdasarkan Level Jabatan
Konsultan 11% Supervisor 7%
Grafik 4.18. Frekuensi Remitansi Berdasarkan Level Jabatan
Direktur Profesional 17%
Supervisor Konsultan Manajer
Direktur 21% Manajer 36%
Profesional Tekhnisi
Teknisi 8%
0
20
Rutin
Nilai Remitansi: sebagian besar nilai remitansi ratarata kurang dari Rp10 juta Rata-rata nilai remitansi yang dilakukan responden sebesar kurang dari Rp10 juta (41%). Jika dibandingkan dengan rata-rata gaji TKA sebesar Rp25 juta – Rp50 juta, maka porsi dari gaji yang dikirim ke negara asalnya berkisar antara 20% - 40%.
40
60
80
100(%)
40
50(%)
80
100(%)
Tidak Rutin
Grafik 4.19. Nilai Remitansi
> Rp125jt > Rp100jt - Rp125jt > Rp75jt - Rp100jt > Rp50jt - Rp75jt > Rp25jt - Rp50jt > Rp10jt - Rp25jt < Rp10jt 0
Berdasarkan level jabatannya, jumlah responden yang paling banyak melakukan remitansi dengan nilai kurang dari Rp10 juta adalah Supervisor (64%). Sementara itu pada kelompok level jabatan profesional sebanyak 5% responden melakukan remitansi dengan nilai di atas Rp125 juta.
10
20
30
Grafik 4.20. Nilai Remitansi Berdasarkan Level Jabatan
Profesional Direktur Manajer Tekhnisi Konsultan Supervisor 0
< Rp10jt > Rp50jt - Rp75jt
28
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
20
40
> Rp10jt - Rp25jt > Rp75jt - Rp100jt
60
> Rp25jt - Rp50jt < Rp100jt - Rp125jt
Nilai Remitansi berdasarkan Wilayah Asal Negara: TKA Amerika cenderung melakukan remitansi dalam jumlah yang cukup besar Pada grafik 4.21 tampak bahwa TKA dari wilayah Amerika cenderung melakukan remitansi dalam jumlah yang cukup besar. Rata-rata nilai remitansi yang dilakukan responden Amerika sebagian besar berkisar Rp10 juta – Rp25 juta (56%) dan Rp25 juta – Rp50 juta (22%), sedangkan dalam kategori kurang dari Rp10 juta hanya 11%. Selain itu, responden yang juga memiliki kecenderungan melakukan remitansi dalam jumlah yang cukup besar adalah yang berasal dari negara ASEAN dengan porsi remitansi terbesar berkisar Rp10 juta– Rp25 juta (36%), diikuti kisaran Rp25 juta – Rp50 juta (28%), dan Rp50 juta – Rp75 juta (11%).
4.4
Grafik 4.21. Nilai Remitansi Berdasarkan Wilayah Asal Negara
Amerika ASEAN Oceania Eropa Asia-Non ASEAN 0
< Rp10jt > Rp50jt - Rp75jt > Rp125jt
20
40
60
> Rp10jt - Rp25jt > Rp75jt - Rp100jt
80
100(%)
> Rp25jt - Rp50jt < Rp100jt - Rp125jt
PERSENTASE REMITANSI DARI GAJI Persentase remitansi: rata-rata mencapai 34,2% dari gaji. Rata-rata persentase remitansi dari gaji yang dilakukan oleh seluruh responden sebesar 34,2% dari gaji, sedikit menurun dibanding dengan hasil survei TKA tahun 2004 sebesar 38,7% (Grafik 4.22). Berdasarkan negara asal TKA, persentase remitansi tertinggi dilakukan oleh TKA Amerika (63,6%) sedangkan terendah oleh TKA Jerman (10%).
Persentase Remitansi berdasarkan Level Jabatan: TKA Profesional memiliki persentase remitansi yang paling tinggi. TKA dengan level jabatan Profesional memiliki persentase remitansi terhadap gaji yang paling tinggi yaitu sebesar 49,9%, sedangkan terendah adalah pada level jabatan supervisor yaitu sebesar 23,1% (Grafik 4.23).
Grafik 4.22. Persentase Remitansi Berdasarkan Negara Asal TKA Rata-rata Jerman Australia Philipina Inggris Kanada Korea Selatan Belanda India Jepang Singapura Lainnya Perancis Malaysia China Amerika 0
10
20
30
40
50
60 70(%)
Grafik 4.23. Persentase Remitansi Berdasarkan Level Jabatan
Supervisor Konsultan Direktur Manajer Teknisi Profesional 0
10
20
30
40
50
60(%)
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
29
Perbandingan hasil 2 periode survei TKA (2004 dan 2009): persentase remitansi terhadap gaji menurut kewarganegaraan sebagian besar mengalami penurunan dibanding hasil survei tahun 2004 Apabila dibandingkan dengan hasil survei TKA tahun 2004, hasil survei 2009 menunjukkan (tabel 4.2) bahwa persentase remitansi menurut kewarganegaraan sebagian besar mengalami penurunan dan penurunan persentase remitansi yang paling tinggi terjadi pada TKA berkewarganegaraan Inggris, Australia dan Philipina, sedangkan kenaikan yang cukup signifikan terjadi pada TKA berkewarganegaraan Perancis.
Tabel 4.2. Perbandingan Persentase Remitansi per Kewarganegaraan, Antar Survei TKA (2004 dan 2009)
No
No Kewarganegaraan
2009
2004
Selisih
1.
63.6
73.9
-10.3
Amerika
2009
1.
Profesional
49.9
2.
Teknisi
44.8
2.
China
47.8
48.9
-1.1
3.
Manajer
33.7
Malaysia
46.8
47.5
-0.7
4.
Direktur
27.0
4.
Perancis
46.3
25.8
20.4
5.
Konsultan
25.1
5.
Singapura
43.3
46.1
-2.9
6
Supervisor
23.1
Rata-rata
34.2
6.
Jepang
41.3
28.6
12.7
7.
India
37.7
33.4
4.3
8.
Belanda
30.7
15.0
15.7
9.
Korsel
29.0
37.8
-8.8
Jabatan
2004
10.
Kanada
26.3
30.0
-3.8
1.
Pemimpin dan manajer senior
52.0
11.
Inggris
20.6
51.3
-30.7
2.
Teknisi dan Asisten Ahli
36.6
3.
Tenaga ahli/profesional
27.4
Rata-rata
38.7
12.
Filipina
18.6
42.8
-24.2
13.
Australia
14.9
44.4
-29.6
14.
Jerman
10.0
15.5
-5.5
Lainnya
43.4
39.3
4.1
Rata-rata
34.2
38.7
-4.5
SARANA REMITANSI DAN PERAN PERBANKAN Sarana Remitansi: sebagian besar pengiriman uang ke negara asal yang dilakukan oleh TKA menggunakan jalur perbankan. Berdasarkan sarana remitansi yang digunakan oleh TKA diperoleh fakta bahwa sekitar 79% TKA menggunakan jalur perbankan (79%), dan sisanya (19%) menggunakan jalur Money Remmitance Operator (Grafik 4.24).
30
Jabatan
3.
15.
4.5
Tabel 4.3. Perbandingan Persentase Remitansi per Jabatan, Antar Survei TKA (2004 dan 2009)
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
Grafik 4.24. Sarana Pengiriman Remitansi Lainnya, 2% MRO, 19%
Bank, 79%
Money Remmitance Operator (MRO): sebagian besar remitansi yang melalui jalur MRO menggunakan Western Union. Berdasarkan jenis MRO yang digunakan TKA (Grafik 4.25), perusahaan Western Union masih mendominasi dalam pemanfaatan jasa remitansi selain perbankan (55%), diikuti oleh Money Gram (14%).
Grafik 4.25. Media Remitansi Melalui MRO Western Union Money Gram Licenced money changer BCA Woori Bank oversea remitance Bank of India Lainnya 0
4.6
20
40
60(%)
BIAYA REMITANSI Biaya Remitansi: rata-rata biaya remitansi sebagian besar berkisar antara Rp100 ribu – Rp250 ribu. Biaya remitansi untuk setiap pengiriman relatif bervariasi dari yang termurah yaitu Rp25 ribu hingga yang termahal yaitu lebih dari Rp1 juta per remitansi. Variasi ini disebabkan oleh faktor besarnya nominal pengiriman, yaitu semakin besar jumlah pengiriman semakin mahal biayanya. Pada grafik 4.26 tampak bahwa rata-rata biaya remitansi sebagian besar berkisar antara Rp100 ribu – Rp250 ribu (28,1%).
Biaya Remitansi menurut Remittance channel: rata-rata biaya remitansi melalui jalur perbankan lebih mahal dibanding Money Remmittance Operator (MRO) dan lainnya. Rata-rata biaya remitansi untuk setiap kali pengiriman melalui jalur perbankan berkisar antara Rp250 ribu– Rp500 ribu (31%) dan Rp100 ribu – Rp250 ribu (29%), lebih mahal jika dibandingkan rata-rata biaya pengiriman melalui MRO yang sebagian besar berkisar Rp100 ribu – Rp250 ribu (66%). Sementara itu, rata-rata biaya pengiriman melalui media lainnya (titip teman) relatif tidak bervariasi yaitu antara Rp50 ribu – Rp75 ribu (50%) dan Rp250 ribu – Rp500 ribu (50%).
Grafik 4.26. Biaya Remitansi
> Rp1 juta > Rp500 - Rp1 juta > Rp250 - Rp500 ribu > Rp100 - Rp250 ribu > Rp75 - Rp100 ribu > Rp50 - Rp75 ribu > Rp25 - Rp50 ribu < Rp25 ribu 0
10
20
30
40 (%)
Grafik 4.27. Biaya Remitansi Menurut Remittance channel
Bank
MRO
Lainnya
0
20
40
60
80
100 (%)
< Rp25 ribu
> Rp25 ribu - Rp50 ribu
> Rp50 ribu - Rp75 ribu
> Rp75 ribu - Rp100 ribu
> Rp100 ribu - Rp250 ribu
> Rp250 ribu - Rp500 ribu
> Rp500 ribu - Rp1 Juta
> Rp1 Juta
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
31
Biaya Remitansi menurut Wilayah Negara Tujuan: rata-rata biaya remitansi ke Eropa dan Amerika lebih mahal dibandingkan ke wilayah negara lainnya. Rata-rata biaya remitansi untuk setiap pengiriman ke kawasan Eropa sebagian besar berkisar Rp250 ribu – Rp500 ribu (55%) sedangkan rata-rata biaya pengiriman ke Amerika sebagian besar berkisar Rp250 ribu – Rp500 ribu (43%).
Biaya Remitansi melalui Perbankan menurut Wilayah Negara Tujuan: rata-rata biaya remitansi melalui perbankan yang paling mahal adalah ke Eropa, Amerika, Afrika dan Timur Tengah. Rata-rata biaya remitansi per sekali pengiriman ke Eropa, Amerika, Afrika dan Timur Tengah melalui perbankan sebagian besar berkisar Rp250 ribu – Rp500 ribu.
Grafik 4.28. Biaya Remitansi Menurut Wilayah Negara Tujuan
ASEAN Oceania Afrika & Timur Tengah Amerika Eropa Asia-non ASEAN 0
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
60
80
100(%)
> Rp25 ribu - Rp50 ribu
> Rp50 ribu - Rp75 ribu
> Rp75 ribu - Rp100 ribu
> Rp100 ribu - Rp250 ribu
> Rp250 ribu - Rp500 ribu
> Rp500 ribu - Rp1 Juta
> Rp1 Juta
Grafik 4.29. Biaya Remitansi Melalui Perbankan Menurut Wilayah Negara Tujuan
Oceania Afrika & Timur Tengah Amerika Eropa ASEAN Asia-non ASEAN 20
40
60
80
100 (%)
< Rp25 ribu
> Rp25 ribu - Rp50 ribu
> Rp50 ribu - Rp75 ribu
> Rp75 ribu - Rp100 ribu
> Rp100 ribu - Rp250 ribu
> Rp250 ribu - Rp500 ribu
> Rp500 ribu - Rp1 Juta
> Rp1 Juta
Grafik 4.30. Biaya Remitansi Melalui MRO Menurut Wilayah Negara Tujuan
Oceania Afrika & Timur Tengah Amerika Eropa ASEAN Asia-non ASEAN 0
20
40
60
80
100(%)
< Rp25 ribu
> Rp25 ribu - Rp50 ribu
> Rp50 ribu - Rp75 ribu
> Rp100 ribu - Rp250 ribu
> Rp250 ribu - Rp500 ribu
> Rp500 ribu - Rp1 Juta
> Rp1 Juta
32
40
< Rp25 ribu
0
Biaya Remitansi melalui MRO menurut Wilayah Negara Tujuan: rata-rata biaya remitansi melalui MRO relatif seragam. Rata-rata biaya remitansi per sekali pengiriman melalui MRO sebagian besar berkisar Rp100 ribu – Rp250 ribu (Grafik 4.30). Meskipun demikian, di beberapa kawasan ditemukan pula biaya remitansi yang cukup tinggi seperti Eropa (25%) berkisar antara Rp500 ribu – Rp1 juta dan Afrika dan Timur Tengah (33%) berkisar Rp250 ribu – Rp500 ribu.
20
Waktu Pengiriman Uang: sebagian besar waktu yang diperlukan untuk mengirimkan uang ke negara tujuan berkisar 1 – 3 hari. Rata-rata lamanya uang kiriman diterima di negara tujuan berkisar 1 – 3 hari (56%) dan kurang dari 1 hari (31%).
Grafik 4.31. Rata-rata Waktu Pengiriman Uang
> 7 hari
4 - 6 hari
1 - 3 hari
< 1 hari 0
Waktu Pengiriman menurut Remittance channel: waktu pengiriman uang melalui bank relatif lebih lama dibandingkan menggunakan media pengiriman lainnya. Pada grafik 4.32 tampak bahwa rata-rata lamanya uang kiriman diterima di negara tujuan melalui perbankan sebagian besar berkisar 1 – 3 hari (61%), lebih lama dibandingkan pengiriman uang melalui MRO yang umumnya memerlukan waktu kurang dari 1 hari (59%). Adapun pengiriman melalui media lainnya (titip teman) seluruhnya kurang dari 1 hari.
10
20
30
40
50
60(%)
Grafik 4.32. Waktu Pengiriman Uang Menurut Remittance Channel
Bank
MRO
Lainnya
0
< 1 hari
20
1 - 3 hari
40
4 - 6 hari
60
80
100(%)
>7 hari
Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA
33
Halaman ini sengaja dikosongkan
bab 5
PANDANGAN TKA TERHADAP INDONESIA
Pada bab ini disampaikan hasil survei lapangan mengenai pandangan TKA mengenai kondisi bekerja di Indonesia baik dari sisi perizinan, kejelasan hak dan kewajiban pekerja, perlindungan hukum dan hubungan kerja di lingkungan kerja Indonesia. Disamping itu akan dibahas pula mengenai minat TKA untuk bekerja kembali di Indonesia dan harapan-harapan TKA terhadap perbaikan kondisi kerja di Indonesia. 5.1
GAMBARAN KONDISI KERJA DI INDONESIA Proses Perizinan: 23,1% responden masih menilai proses perizinan di Indonesia buruk Persepsi responden mengenai proses perizinan untuk bekerja di Indonesia, sebagian besar (40,8%) memberi nilai dalam kategori “sedang”. Kategori tersebut dapat diartikan ‘netral’ mengingat berada diantara kategori baik dan buruk. Kelompok responden berikutnya (36%), memberi penilaian untuk proses perizinan di Indonesia pada kategori “baik” dan “sangat baik”. Sementara itu, kelompok responden yang menilai proses perizinan di Indonesia “buruk” dan “sangat buruk” jumlahnya relatif rendah yaitu 23%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa persepsi responden terhadap proses perizinan di Indonesia adalah tidak buruk. Grafik 5.1. Tanggapan Responden Terhadap Proses Perizinan
Grafik 5.2. Tanggapan Responden Terhadap Kejelasan Hak dan Kewajiban Pekerja
Sangat Baik
Sangat Baik
Baik
Baik
Sedang
Sedang
Buruk
Buruk
Sangat Buruk
Sangat Buruk 0
10
20
30
40
50 (%)
0
10
20
30
40
50(%)
Kejelasan Hak dan Kewajiban Pekerja: Hanya 10% responden yang menyatakan kejelasan hak dan kewajiban pekerja di lingkungan kerja Indonesia kurang baik Sebagian besar responden (47,1%) menilai bahwa kejelasan hak dan kewajiban pekerja di lingkungan kerjanya adalah “sedang”. Sementara kelompok yang yang menilai bahwa kejelasan hak dan kewajiban pekerja “baik” dan “sangat baik” juga cukup besar yaitu 42,9%. Jumlah tersebut jauh diatas jumlah responden yang memberi nilai “buruk” dan “sangat buruk”yang hanya mencapai 10%. Sehingga secara umum, kondisi kejelasan hak kewajiban pekerja asing di Indonesia adalah baik. Hal ini diduga terkait posisi tawar TKA yang unggul sehingga mereka mendapatkan maupun mampu menuntut kejelasan dalam hak dan kewajiban mereka di lingkungan bekerja. Apabila dapat diperbandingkan, kondisi tersebut berbeda untuk kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Posisi tawar TKI yang lebih rendah karena kapasitas/perpendidikan yang kurang mendukung menyebabkan TKI sering kali tidak menerima kejelasan dalam hak dan kewajibannya sebagai pekerja.
Bab 5. Pandangan TKA Terhadap Indonesia
35
Grafik 5.3. Tanggapan Responden Terhadap Perlindungan Hukum
Grafik 5.4. Tanggapan Responden Terhadap Hubungan Kerja
Sangat Baik
Sangat Baik Baik
Baik
Sedang
Sedang
Buruk
Buruk Sangat Buruk
Sangat Buruk 0
10
20
30
40
50 (%)
0
10
20
30
40
50 (%)
Perlindungan Hukum: Sebagian besar responden merasa cukup puas dengan perlindungan hukum di Indonesia (44,4% “sedang”, 35,3% “baik” dan “sangat baik”) Mayoritas responden (44,4%) memberi predikat “sedang” pada perlindungan hukum di Indonesia diikuti oleh kelompok responden yang memberi predikat “baik” dan “sangat baik” sebesar 35,3%. Meskipun demikian, terdapat cukup banyak responden (20,3%) yang memberi predikat “buruk” maupun “sangat buruk” yang tentunya perlu menjadi perhatian regulator di Indonesia. Hubungan Kerja: Hampir seluruh responden merasa nyaman dengan hubungan kerja di lingkungan bekerjanya di Indonesia (35,1% “sedang”, 41,4% “baik”. 18,5% “sangat baik”) Untuk kondisi hubungan kerja di lingkungan bekerjanya, sebagian besar responden (59,9%) memberi penilaian “baik” dan “sangat baik”. Sedangkan yang menilai “sedang” sebanyak 35,1%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk kondisi hubungan kerja di Indonesia adalah baik. Hanya terdapat sebesar 5% responden yang menilai “buruk” maupun “sangat buruk”. 5.2.
KEINGINAN BEKERJA DI INDONESIA SETELAH KONTRAK SELESAI Keinginan bekerja di Indonesia setelah kontrak selesai: mayoritas responden ingin kembali bekerja di Indonesia setelah kontrak kerja selesai. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar TKA responden (86%) ternyata menyatakan ingin kembali bekerja di Indonesia setelah kontrak kerja mereka selesai. Kenginan untuk kembali kerja tersebut disebabkan terutama oleh kecintaan responden terhadap budaya, orang dan alam di Indonesia (50,3%). Alasan lain Grafik 5.5. Keinginan Bekerja di Indonesia Setelah Kontrak Selesai
Grafik 5.6. Alasan Ingin Kembali Bekerja di Indonesia TKA menyukai budaya, orang dan alam Indonesia
Tidak 14%
Ya 86%
TKA merasa sesuai dengan iklim bisnis di Indonesia Alasan pribadi yang berhubungan dengan keluarga TKA Gaji yang relatif tinggi dibandingkan dengan biaya hidup Kontrak yang diperpanjang di Indonesia Bekerja di Indonesia merupakan pengalaman yang menarik bagi TKA Lainnya
0
36
Bab 5. Pandangan TKA Terhadap Indonesia
10
20
30
40
50
60 (%)
yang cukup kuat adalah bahwa responden merasa sesuai dengan iklim bisnis di Indonesia (22,2%), dan alasan pribadi yang berhubungan dengan keluarga responden (8%). Sebaliknya, terdapat sebagian kecil responden (14%) yang menyatakan tidak ingin kembali bekerja di Indonesia setelah kontrak kerjanya selesai. Pendapat tersebut disebabkan terutama oleh faktor keluarga (38,3%), dan keinginan responden untuk bekerja di negara lain (31,9)
Grafik 5.7. Alasan Tidak Ingin Bekerja Kembali di Indonesia
Alasan pribadi yang berhubungan dengan keluarga TKA Ingin bekerja di negara lain TKA merasa tidak sesuai dengan iklim bisnis di Indonesia Memasuki masa pensiun Lainnya
0
5.3.
5
10
15
20
25
30
35
40 45(%)
HARAPAN TKA TERHADAP PERBAIKAN KONDISI KERJA Harapan TKA Terhadap Perbaikan Kondisi Kerja: mayoritas responden mengharapkan perbaikan dalam birokrasi di Indonesia Responden TKA menyampaikan harapan adanya perbaikan kondisi kerja di Indonesia. Kondisi yang mendapat perhatian terbanyak adalah masalah birokrasi (48%), diikuti oleh kondisi keamanan dan hukum dan kualitas pelayanan di Indonesia. Sebagian besar masukan yang ditujukan untuk perbaikan birokrasi Indonesia adalah agar mempercepat prosesnya (90%) sementara sisanya sebesar 10% adalah agar Indonesia memperbaiki aturan-aturan dalam birokrasi. Sebagian besar saran dalam hal birokrasi ini ditujukan kepada pihak imigrasi, serta kepada instansi terkait lainnya. Grafik 5.8. Harapan TKA Terhadap Perbaikan Kondisi Kerja
Infrastruktur 9%
Grafik 5.9. Harapan TKA terhadap Birokrasi
Lainnya 2%
Memperbaiki aturan-aturan dalam birokrasi 10%
Keamanan dan Hukum 16% Birokrasi 48% Diskriminasi 3%
Pelayanan 15%
Pajak 7%
Mempercepat birokrasi 90%
Terkait aturan perpajakan di Indonesia, mayoritas saran yang diberikan responden adalah agar pemerintah menurunkan tarif pajak bagi TKA (78%), diikuti oleh perbaikan aturan perpajakan (18%) dan menghapuskan pungutan liar oleh pihak-pihak tertentu di dalam lembaga pemerintah. Sedangkan harapan TKA terkait kualitas pelayanan di Indonesia sebagian besar (69%) adalah agar dilakukan perbaikan kualitas pelayanan di kantor pemerintah. Terdapat pula 31% responden TKA yang secara spesifik mengharapkan peningkatan kemampuan dan keramahan staf pemerintah dalam memberikan pelayanan.
Bab 5. Pandangan TKA Terhadap Indonesia
37
Grafik 5.10. Harapan TKA Terkait Aturan Perpajakan
Perbaikan aturan perpajakan 18%
Menghapuskan pungutan liar oleh pihak2 tertentu dlm lembaga pemerintah 4%
Penurunan tarif pajak bagi TKA 78%
Grafik 5.11. Harapan TKA Terkait Kualitas Pelayanan
Meningkatkan kemampuan dan keramahan staf pemerintahan 31%
Perbaikan kualitas pelayanan di kantor pemerintah 69%
Beberapa responden TKA yang merasa/pernah mengalami diskriminasi memberi saran adanya perbaikan dalam wujud TKA memperoleh kesetaraan/kesamaan perlakuan dengan penduduk Indonesia dalam proses pengajuan surat/dokumen resmi (38%) dan agar TKA diperlakukan setara dengan penduduk Indonesia dalam kehidupan sehari-hari (37%). Disamping itu, terdapat juga masukan dari responden agar TKA dapat memiliki properti di Indonesia (13%), serta agar TKA dapat mendapatkan tarif/harga yang sama dengan penduduk untuk transaksi jual/beli di Indonesia. Sementara itu masukan-masukan mengenai keamanan dan hukum di Indonesia sebagian besar berharap agar pemerintah dapat mengatasi korupsi yang terjadi di Indonesia (48%) disamping juga masukan agar dilakukan peningkatan perlindungan hukum bagi TKA (46%).
Grafik 5.12. Harapan TKA Terkait Diskriminasi terhadap WNA
Kesetaraan dalam proses pengajuan surat surat resmi dengan penduduk Indonesia 38%
Mengusahakan agar orang asing dapat memiliki properti di Indonesia 13%
Memperlakukan TKA setara dengan penduduk Indonesia 37%
Bab 5. Pandangan TKA Terhadap Indonesia
meningkatkan perlindungan hukum bagi TKA 46%
Menawarkan harga yang sama dengan harga yang ditawarkan kepada penduduk untuk transaksi jual beli 12%
Beberapa masukan juga ditujukan untuk perbaikan terkait infrastruktur di Indonesia. Sebagian besar respon TKA mengenai perbaikan infrastruktur di Indonesia adalah agar pemerintah meningkatkan kualitas prasarana transportasi dan pengaturan lalu lintas (66%), diikuti oleh perbaikan kualitas lingkungan (10%) dan peningkatan infrastruktur jasa keuangan (7%).
38
Grafik 5.13. Harapan TKA terhadap Keamanan dan Hukum Meningkatkan keamanan di dalam negeri 6%
Mengatasi korupsi 48%
Grafik 5.14. Harapan TKA Terkait Infrastruktur Memperbaiki kualitas lingkungan Indonesia 10% Meningkatkan infrastruktur jasa keuangan 7% Meningkatkan kualitas prasarana transportasi dan pengaturan lalu lintas 66%
Lainnya 17%
KESIMPULAN DAN SARAN
bab 6
6.1.
KESIMPULAN 6.1.1. UMUM A. Makro Ekonomi • Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi yang diikuti dengan meningkatnya investasi PMA/PMDN diduga kuat menjadi salah satu pendorong masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia. • Jumlah TKA yang masuk ke Indonesia selama 5 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan meningkat walaupun Pemerintah tetap konsisten memberlakukan kebijakan yang cukup ketat, selektif, untuk melindungi lapangan kerja Indoensia dari serbuan TKA dan meningkatkan kapabilitas tenaga kerja lokal. • Dibandingkan kondisi temuan survei sebelumnya, telah terjadi pergeseran TKA dari yang semula didominasi oleh tenaga konsultan menjadi profesional. Sementara itu, TKA menurut negara asal, dominasi telah bergeser dari TKA Jepang ke TKA China.
6.1.2. SPESIFIK A. Gaji dan Pola Remitansi • Gaji TKA per bulan pada umumnya berada pada kisaran Rp25 juta - Rp50 juta (38%) dan Rp10 juta - Rp25 juta (23%). Meski demikian, terdapat juga beberapa TKA yang bergaji di atas Rp125 juta per bulan. • Disamping menerima gaji, sekitar 16% responden menyatakan menerima tunjangan jabatan per bulan yang sebagian besar berkisar Rp10 juta – Rp25 juta (27%). • Gaji tertinggi umumnya diterima oleh level Direktur, sedangkan secara sektoral umumnya pada sektor Konstruksi dan Pertambangan. Gaji TKA di perusahaan FDI umunya lebih tinggi dibanding TKA yang bekerja di perusahaan non-FDI. • Sebagian besar responden (58%) melakukan remitansi ke negara asalnya, dengan nilai paling banyak pada kisaran Rp10 juta ke bawah.
Bab 6. Kesimpulan dan Saran
39
• Rata-rata persentase penghasilan TKA yang dikirim ke negara asalnya (pola remitansi) sebesar 34,2%, atau menurun jika di bandingkan dengan hasil survei TKA tahun 2004 sebesar 38,7%. Faktor yang mempengaruhi besarnya persentase remitansi, selain faktor besarnya gaji, adalah juga faktor keluarga yang dibawa ke Indonesia. Terdapat sekitar 44% responden yang membawa keluarganya di Indonesia. • Rata-rata persentase remitansi tertinggi dilakukan oleh warganegara Amerika (63,6%) sedangkan terendah oleh warganegara Jerman (10%). Adapun menurut jabatan, yang paling tinggi persentase remitansinya adalah kelompok profesional (49,9%) • Sebagian besar remitansi dilakukan melalui bank (79%) dan Money Remittance Operator (19%).
B. Persepsi TKA Terhadap Isu-Isu Terkait • Mayoritas responden (40,8%) menilai proses perizinan di Indonesia termasuk kategori sedang, namun demikian sebanyak 23,1% responden menilai proses perizinan di Indonesia buruk dan sangat buruk. • Terkait dengan perlindungan hukum, sebagian besar responden (44,4%) menyatakan sedang, dan 20,3% menyatakan buruk/sangat buruk. • Mayoritas responden (86%) menyatakan keinginannya untuk dapat bekerja kembali di Indonesia setelah masa kontraknya selesai. Alasan yang dikemukakan terutama karena responden menyukai budaya dan alam Indonesia (50%) dan juga merasa sesuai dengan iklim bisnis di Indonesia (22%). • Adapun TKA yang tidak ingin kembali ke Indonesia setelah masa kontrak selesai terutama terkait dengan faktor keluarga (38,3%).
C. Harapan TKA • Mayoritas responden berharap agar Pemerintah dapat memperbaiki birokrasi dan kualitas pelayanan (63%). Adapun birokrasi yang disarankan untuk diperbaiki adalah mempercepat proses perizinan (90%). • Mayoritas TKA juga berharap agar pemerintah meningkatkan kualitas prasarana transportasi dan pengaturan lalu lintas.
40
Bab 6. Kesimpulan dan Saran
6.2
SARAN • Pemerintah perlu memberikan perhatian terhadap kecenderungan meningkatnya arus TKA ke Indonesia sebagai upaya melindungi tenaga kerja domestik, mengingat masih cukup tingginya angka pengangguran. • Pemerintah perlu menegakkan peraturan yang sudah dibuat terkait dengan adanya batasan jabatan yang boleh diisi oleh TKA dan melakukan monitoring transfer of knowledge sehingga pada saatnya tenaga kerja domestik dapat melakukan pekerjaan yang selama ini ditangani oleh TKA. • Pemerintah atau instansi terkait agar meningkatkan pelayanan kepada TKA terutama dalam hal birokrasi perizinan (prosesnya dan kejelasan aturan-aturan didalamnya), perlindungan keamanan dan hukum (termasuk perlindungan dari pungutan-pungutan tidak resmi), perbaikan pelayanan di kantor-kantor pemerintah (kemampuan dan perilaku SDM), perpajakan (penurunan tarif dan perbaikan aturan), serta infrastruktur (kualitas transportasi dan kualitas jasa keuangan).
Bab 6. Kesimpulan dan Saran
41
Halaman ini sengaja dikosongkan