LAPORAN PROJECT TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN “METODE KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA DAS MIKRO UB FOREST”
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 2 KELAS G
ASISTEN : ZULI KURNIA
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
1
2016 Judul : “Metode Konservasi Tanah dan Air di Area DAS Mikro UB Forest ” Penyusun : Kelompok 2 Kelas : G Anggota Kelompok Ketua Kelompok
: Achmad Nur Kahfi
145040201111027
Anggota Kelompok
: 1. Donni Siswahyu P
145040200111025
2 Niswatin Hasanah
145040200111065
3 Rofida Nurliawati D. A 145040200111174 4 Aisyatin Kamila
145040201111074
5 Ayunda Mai Indriyani
145040201111077
6 Erna Aprillia
145040201111078
7 Wuri Nastiti
.
145040201111105
8 Oka Pramestia D.
145040201111160
9 Muhammad Fhadillah
145040201111305
2
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... 4 DAFTAR TABEL ......................................................................................................... 5 DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. 6 BAB I ............................................................................................................................ 7 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 7 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 7 1.2 Tujuan .................................................................................................................. 8 BAB II ........................................................................................................................... 9 PENDEKATAN METODE .......................................................................................... 9 2.1 Inventarisasi Sumber Daya Lahan ....................................................................... 9 2.2 Tingkat Erosi Tanah .......................................................................................... 13 2.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan ......................................................................... 16 BAB III ....................................................................................................................... 18 KONDISI SUMBERDAYA LAHAN ........................................................................ 18 3.1 Kondisi Umum DAS Mikro .............................................................................. 18 3.2 Kemampuan Lahan ............................................................................................ 19 3.3 Jenis Erosi di Lahan .......................................................................................... 24 3.4 Permasalahan Lahan .......................................................................................... 25 BAB IV ....................................................................................................................... 27 PERENCANAAN KONSERVASI............................................................................. 27 4.1 Rekomendasi Detail Konservasi ....................................................................... 27 BAB V......................................................................................................................... 39 PENUTUP ................................................................... Error! Bookmark not defined. 5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 39 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 40 LAMPIRAN ................................................................................................................ 45
3
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kondisi bagian atas DAS Mikro Donowarih ............................................ 19
4
DAFTAR TABEL
5
Tabel 1. KKL Satuan Petak Lahan 1 ........................................................................... 20 Tabel 2. KKL Satuan Petak Lahan 2 ........................................................................... 21 Tabel 3. KKL Satuan Petak Lahan 3 ........................................................................... 22 Tabel 4. KKL Satuan Petak Lahan 4 ........................................................................... 23 Tabel 5. Jenis Erosi di Lahan ...................................................................................... 24 Tabel 6. Nilai A (Aktual) dan A (Rekomendasi) ....................................................... 33
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data curah hujan ..................................................................................... 45
6
Lampiran 2. Kelas kesesuaian lahan dan erodibilitas ................................................. 46 Lampiran 3. Perhitungan ............................................................................................. 48 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landskap) yang meliputi lingkungna fisik termasuk didalamnya iklim, topografi / relief, hidrologi tanah atau curah hujan, dan keadaan vegetasi alami yang ada dalamnya dan berpengaruh secara potensial terhadap penggunaan lahan tersebut. Penetapan penggunaan lahan pada umunya didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung yang dimiliki lahan dan lingkungannya.Untuk lebih memperluas pola pengelolaan sumberdaya lahan teknologi
usaha tani yang tepat.Pengelolaan
lahan harus memperhatikan kapasitas maksimal dari daya dukung lingkungan, misalnya topografi lahan tersebut, curah hujan, dan kondisi vegetasi alami dilahan sehingga kendala seperti erosi maupun degradasi lahan akibat limpasan permukaan dapat sedikit diatasi. Erosi dan limpasan permukaan yang tinggi dapat menyebabkan lahan menjadi terdegradasi, terlebih jika lahan berada di kelerengan yang besar, maka perlu tindakan pengelolaan yang intensif.Upaya untuk mengelola atau konservasi di daerah yang terbatas seperti hutan lindung, agroforestri, maupun tegalan dengan kelerengan besar.Metode konservasi yang dapat dilakukan dapat dengan teknik konservasi sipil maupun dengan teknik konservasi vegetatif. Teknik konservasi secara sipil dapat dengan membuat bangunan penahan air akibat erosi maupun limpasan permukaan seperti teras gulud, teras bangku, dan lainnya. Teknik konservasi secara vegetatif dapat menggunakkan tanaman penutup tanah. Dalam melakukan tindakan konservasi, perlu juga diperhatikan tentang biaya yang digunakan.Perlu dipertimbangkan mengenai tindakan konservasinya, apakah tindakan yang diambil efisien atau tidak.
7
1.2 Tujuan Tujuan dari fieldtrip yang dilakukan adalah : -
Menentukan besarnya erosi di wilayah UB Forest, Karang Ploso
-
Menentukan rekomendasi tindakan KTA di wilayah UB Forest, Karang Ploso
-
Menentukan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan KTA diwilayah UB Forest, Karangploso
8
BAB II PENDEKATAN METODE 2.1 Inventarisasi Sumber Daya Lahan Dalam pendekatan inventarisasi lahan pada umumnya dilakukan melalui pengamatan lahan untuk menjelaskan sifat sifat keseluruhan lahan yang menjadi objek pengamatan. Cara pengamatan demikian ini disebut sampling.Proses sampling dilakukan melalui pengambilan sampel secara acak. Dalam proses pengamatan, untuk mengetahui kondisi lahan perlu dilakukan pengumpulan data awal yakni data primer dan data sekunder. Menurut Dephut (2005) data primer dapat diperoleh dari survey langsung di lapangan sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari penelusuran terhadap data/dokumen penunjang yang berasal dari hasil kajian atau penelitian sebelumnya.Data sekunder merupakan pengumpulan data dari instansi terkait.Hasil yang diharapkan berupa data uraian, data angka, atau peta mengenai keadaan wilayah studi.Data primer metode pencarian data dan informasi yang dilakukan diperoleh secara langsung di lapangan umumnya berupa observasi dan wawancara melalui kuisioner. Dalam pendekatan inventarisasi lahan, terdapat beberapa kriteria data yang harus diperoleh untuk penentuan tingkat erosi lahan seperti terangkumnya informasi tentang curah hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng, tata guna lahan, jenis tanah, vegetasi, teknik pengelolaan
tanah. Dari data tersebut
sehingga dapat diketahui tingkat besarnya erosi yang terjadi pada lahan. Data primer yang diperoleh langsung di lapang melalui proses survei lahan. Hal yang dilakukan dalam survei lapang meliputi pengamatan kondisi umum, pengambilan sampel, dan pengukuran parameter biofisik lingkungan. Selanjutnya, data tersebut akan dianalisa, dievaluasi dan ditabulasi untuk disajikan dalam bentuk peta. Sehingga menghasilkan kesimpulan terkait evaluasi dan rekomendasi tentang penggunaan lahan yang terbaik dan pula disajikan dalam bentuk laporan
9
akan kondisi lahan tersebut. Berikut ini adalah langkah langkah terkait pengukuran indeks erosivitas : • Erosivitas Hujan Indeks erosivitas dilakukan dengan menggunakan data curah hujan. Data curah hujan diperoleh dari data yang telah ada sebelumnya.Setelah data curah hujan di ketahui dimasukkan dalam rumus perhitungan indeks erosivitas. Erosivitas hujan (R) dapat dihitung dengan menggunakan data curah hujan bulanan yang digunakan untuk menghitung RM dengan rumus Bols (1978) dengan menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di pulau Jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun menentukan besarnya erosivitas hujan tahunan rata-rata: Rb = 6,119 (Hb)1,21 (HH)-0,47 (I24) 0,53 Dimana
:
Hb = Rata-rata hujan bulanan (cm) HH = Rata-rata hari hujan I24 = Hujan maksimum 24 jam dalam bulan tersebut (cm) Rb = Indeks Erosivitas
Sedangkan menurut Utomo = Rb = 10,80 + 4,15 Hb Dimana
:
Hb = Rata-rata hujan bulanan (cm) Rb = Indeks erosivitas
• Erodibilitas Tanah Erodibilitas tanah menunjukan tingkat kepekaan tanah terhadap daya rusak hujan.Perhitungan indeks erodibilitas tanah ditentukan melalui beberapa 10
faktor yang mempengaruhi erodibilitas tanah yaitu tekstur (persen pasir, debu dan liat), persen bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah (Wischemeier et al., 1971).Persen pasir, debu, liat dapat dilakukan dengan menggunakan metode feeling method, sedangkan persen bahan organik dapat diperkirakan dengan melihat tingkat bahan organik di lapangan.Struktur tanah dapat diketahui dengan mengambil agregat tanah utuh di lapangan.Sedangkan untuk permeabilitas dapat dihitung dengan menggunakan pipa paralon dari besi, kemudian tanah diberi air dan dihitung kecepatan air menjenuhkan tanah.Setelah semua faktor diketahui nilainya dapat dimasukkan dalam rumus perhitungan indeks erodibilitas tanah menggunakan nomograf, kemudian hasilnya dibandingkan antara perhitungan dengan rumus dan dengan nomograf. Erodibilitas (K) dapat ditentukan menggunakan dengan rumus Hammer (1978) yaitu : K = 2,713 M 1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 ( b-2 ) + 2,5 ( c-3 ) Dimana
:
K = erodibilitas tanah M = (% debu +% pasir sangat halus)(100 - % liat) a = % bahan organik (% Corganik x 1,724) b = kode struktur tanah c = kode permeabilitas tanah
• Panjang Lereng Pengukuran panjang lereng dengan sebelumnya menentukan mapping unit mikro yang paling dominan, selanjutnya pengukuran panjang lereng dapat diketahui melalui berapa besar jarak yang ditempuh dalam mengelilingi lereng tersebut.
11
Dimana
:
LS = Panjang dan kemiringan lereng L = Panjang Lereng (m) S = Kemiringan (%)
• Vegetasi Faktor tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari lahan yang ditanami sesuatu jenis tanaman dengan erosi pada plot kontrol.Besarnya angka ini dengan melihat kemampuan tanaman untuk menutup tanah. Semakin padat pertanaman maka akan semakin besar hujan yang terintersepsi sehingga erosi akan menurun. Selain itu, sistem perakaran dapat mengurangi erosi yaitu melalui sistem perakaran yang luas dan padat dapat mengurangi erosi (Utomo, 1994). • Pengelolaan Tanah Perhitungan nilai faktor pengelolaan dengan cara membagi kehilangan tanah dari lahan yang diberi perlakuan dengan kehilangan tanah dari petak baku. Pengelolaan tanah yang baik dapat memperlambat laju erosi.Laju erosi dapat dipercepat ketika manusia mengekploitaso alam dengan budidaya tanaman yang salah.Namun hal tersebut juga dapat dikendalikan dengan mengkonversi lahan seperti reboisasi. Selanjutnya pendugaan erosi atau besarnya kehilangan tanah dapat dihitung dengan melibatkan semua faktor yang mempengaruhi erosi yaitu erosivitas, erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng yang akan dihasilkan besarnya kehilangan tanah pada suatu lahan dalam ton/ha/tahun dengan rumus sebagai berikut : A=RxKxLxSxCxP Dimana
:
A =Jumlah tanah yang hilang (ton/ha/tahun) R = Indeks erosivitas hujan
12
K = Faktor erodibilitas tanah L = Faktor panjang lereng S = Faktor kemiringan lereng C = Faktor tanaman P = Faktor Pengelolaan 2.2 Tingkat Erosi Tanah Menurut Alie (2015) erosi tanah umumnya diartikan sebagai proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan air dan angin. Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi yang disebabkan secara alamiah dan erosi yang disebabkan
oleh
aktivitas
manusia.Erosi
alamiah
dapat
terjadi
untuk
mempertahankan keseimbangan tanah secara alami.Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya kehidupan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia biasanya disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat bercocok tanam yang tidak sesuai kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah antara lain pembuatan jalan di daerah dengan kemiringan lereng yang besar. Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2004). Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan,bahan tanah oleh penyebab erosi (Asdak, 1995). Menurut Herawati (2010), tingkat Bahaya Erosi (TBE) adalah perkiraan jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan, bila pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Menurut Fahliza, dkk. (2013) menyatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi erosi , yaitu Erosivitas dan erodibilitas.Erosivitas merupakan sifat
13
curah hujan ; hujan dengan intensitas rendah jarang menyebabkan erosi, tetapi hujan yang lebat dengan periode yang panjang maupun pendek dapat menyebabkan adanya limpasan yang besar dan kehilangan tanah. Sifat curah hujan yang mempengaruhi erosivitas dipandang sebagai energi kinetik butir-butir hujan yang menumbuk permukaan tanah. Curah hujan yang jatuh secara langsung atau tidak langsung dapat mengikis permukaan tanah secara perlahan dengan pertambahan waktu dan akumulasi intensitas hujan tersebut akan mendatangkan erosi. Sedangkan Erodibilitas merupakan ketidak sanggupan tanah untuk menahan tumbukan butir-butir hujan.Tanah yang tererosi cepat pada saat ditumbuk oleh butir-butir hujan mempunyai erodibilitas yang tinggi. Menurut Thompson (1957) Jumlah dugaan erosi yang terjadi selama periode tertentu (satu musim atau satu tahun) digunakan metode pendugaan erosi yang selama ini dikenal dan digunakan secara luas di Indonesia yaitu universal soil loss equation (USLE). Rumus penduga tersebut: A = RKLSP (Wischmeier and Smith 1978). A = Jumlah tanah hilang maksimum dalam ( t ha-1 tahun-1); R = erosivitas hujan; K = faktor erodibilitas tanah; LS = indeks panjang dan kemiringan lahan; C = indeks faktor pengelolaan tanaman; P = indeks faktor tindakan konservasi tanah. Menurut Ditjen RRL-Dephut (1986) untuk menilai tingkat bahaya erosi digunakan kelas tingkat bahaya erosi . a) Erosivitas hujan (R) Erosivitas hujan adalah kemampuan hujan untuk menyebabkan erosi. Untuk menghitung nilai R digunakan rumus yang dikembangkan oleh Bols (1978), sebagai berikut: Rm= 2.21 (Rain)m1,36, dimana Rm = erosivitas hujan bulanan dan (Rain)m = curah hujan bulanan (cm). b) Erodibilitas tanah (K) Erodibilitas tanah (K) atau kepekaan erosi tanah adalah kemampuan tanah dapat tererosi (Hudson, 1971). Erodibilitas adalah jumlah tanah tererosi (t/ha) per unit indeks erosivitas hujan pada sebidang lahan dengan panjang
14
lereng 22,1 m dan kemiringan lahan 9%, selalu dalam keadaan terolah tanpa tanaman dan tanpa tindakan konservasi tanah paling sedikit 2 tahun. Faktor erodibilitas diperoleh dengan menggunakan nomograf (Wischmeier et al 1971) yaitu merupakan fungsi dari kadar debu, pasir, bahan organik tanah serta struktur dan permeabilitas tanah. Oleh karena itu harus tersedia data: tekstur tanah meliputi persentase pasir kasar, debu, pasir sangat halus (dapat diduga sepertiga dari % pasir), persentase bahan organik (dihitung dengan % C x 1,724), struktur tanah dan permeabilitas tanah. c) Faktor panjang dan kemiringan lahan (LS) Faktor panjang lereng dan kemiringan lahan (LS) dihitung dengan rumus Morgan (1979) sebagai berikut: LS = (√L/100) (1,38 + 0,965 S + 0,138 S2), dimana LS = faktor lereng; L = panjang lereng (m); dan S= persen kemiringan lahan. Nilai panjang lereng yang digunakan untuk mendapatkan nilai faktor L=1 adalah 22 m (Wischmeier and Smith, 1978). Kemiringan lahan di Desa Batursari diperkirakan antara 15-35% dan > 50% dengan panjang lereng masing-masing + 60 m dan ± 50 m. Sedangkan di Kledung kemiringannya 15–35% dan 35–50% dengan panjang lereng ±100 m dan ± 50 m. d) Faktor pengelolaan tanaman (C) Indeks pengelolaan tanaman dihitung dengan mempertimbangkan sifat perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan, dari mulai pengolahan tanah, sampai panen dan bahkan hingga pertanaman berikutnya.Penyebaran hujan selama satu tahun pun perlu mendapat perhatian. Dengan tidak mengurangi dasar ketelitian indeks faktor C di dekati dengan menggunakan nilai faktor C, dengan pertanaman tunggal dan dengan berbagai pengelolaan tanaman (Abdurachman et al ,1981 dan Hammer 1981).
15
e) Faktor tindakan konservasi (P) Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi tindakan konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan identik (Arsyad, 1989). Erosi yang diperhitungkan dalam tulisan ini adalah pada lahan yang belum ada tindakan konservasi tanah untuk Desa Batursari, dan lahan dengan tindakan konservasi belum sempurna yaitu guludan memotong lereng tetapi jarak antar guludan terlalu jauh ( >7 m), serta rumput penguat guludan belum ditanam dengan baik. 2.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan Kemampuan lahan adalah cara klasifikasi lahan yang dikembangkan terutama untuk tujuan konservasi tanah yang berpotensi pad lahan untuk penggunaan berbagai bidang pertanian dan non pertanian. Untuk menentukan jenis-jenis tanaman tertentu serta tindakan pengelolaanya dan faktor pembatas, seperti budidaya tanaman pertanian, padang rumput dan agroforestry (Fletcher nad Gibb, 1990). Kelas kemampuan lahan merupakan tingkat kecocokan pada penggunaan lahan yang di kelompokkan dalam delapan kelas.Lahan I sampai IV lahan yang cocok untuk bidang pertanian. Sedangkan untuk lahan V sampai VIII di gunakan lahan non pertanian ( Arsyad, 2006). Kelas-kelas kemampuan lahan dapat dibedakan sebagai berikut: Kelas I dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus, mudah di olah, sangat responsive terhadap pemupukan dan memiliki system pengairan yang baik. Kelas II dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus sampai agak kasar. Tanah ini agak peka terhadap erosi. Kelas III dengan ciri tanah terletak didaerah yang agak miring dengan system pengairan air yang kurang baik. Tanah ini sesuai untuk jenis pertanian dengan
16
membuat terasering, pergiliran tanaman dan system tanam alur( alay cropping). Kelas IV dengan ciri lahan terletak di wilayah yang miring sekitar 12-30% dengan system pengairan yang buruk. Kelas V lahan terletak diwilayah
yang datar atau agak cekung namun
permukaannya banyak mengandung batu dan liat. Karena terdapat didaerah cekung, tanah ini sering sekali tergenang air sehingga tanah menjadi asam. Tanah ini tidak cocok di jadikan lahan pertanian dan lebih cocok untuk di j adikan padang rumput atau dihutankan. Kelas VII lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak didaerah yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30-45%. Lahan ini rentan terhadap erosi sehingga lebih cocok dijadikanpadang rumputkan dan dihutankan. Kelas VII lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam dengan kemiringan antara 45-65 % dan tanahnya sudah mengalami erosi berat. Sehingga tanah ini tidak sesuai apabila di jadikan lahan pertanian dan lebih cocok di jadikan hutan. Kelas VIII lahan dengan ciri kemiringan diatas 65%, butiran tanah kasar, dan mudah lepas dari induknya. Tanah ini sangat rawan terhadap kerusakan, karena lahan ini harus di biarkan secara alamiah tanpa adanya campur tangan manusia atau untuk dijadikan cagar alam (Rayes, 2007).
17
BAB III KONDISI SUMBERDAYA LAHAN 3.1 Kondisi Umum DAS Mikro Kegiatan fieldtrip praktikum Teknologi Konservasi dan Sumberdaya Lahan dilaksanakan di DAS Mikro Dusun Borogragal Desa Donowarih Kecamatan Karangploso dan berada di kawasan UB forest yang secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Malang. Desa Donowarih adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur terletak sebelah selatan kaki Gunung Arjuna bahkan sebagian dusunnya berada di lereng gunung, topografi berupa dataran dan perbukitan serta berada pada ketinggian 600 sampai dengan 850 m dari permukaan air laut sehingga desa ini memiliki hawa sejuk dan dingin. Pada lahan yang kami amati dibagi menjadi 4 SPL, SPL tersebut dibagi berdasarkan kelerengannya. Pada SPL 1 berada pada kelerengan 25 – 40 % dengan tanaman pinus, buncis, cabai rawit, kopi, dan pemukiman. SPL 2 berada pada kelerengan 15 – 25 % dengan tanaman cabai, kopi dan pinus. SPL 3 berada pada kelerengan 3 – 8 % dengan tanaman kopi, cabai, dan pinus. SPL 4 berada pada kelerengan >60 % dengan tanaman yang berada di lahan tersebut adalah talas, jagung, pinus dan kopi. Sebagian besar dari DAS mikro ini merupakan kawasan milik masyarakat. Oleh karena itu banyak tanaman semusim yang ditanam disekitar lahan yang diamati. Banyak masyarakat yang membuka lahan hutan untuk pertanian. Hanya sebagian dari kawasan DAS mikro ini tertutup oleh tegakan (hutan) dan semak, sementara sebagian besar terbuka dan sudah disiapkan untuk ditanami tanaman semusim oleh penduduk disekitar kawasan DAS mikro.
18
Gambar 1. Kondisi bagian atas DAS Mikro Donowarih 3.2 Kemampuan Lahan Satuan lahan lazim digunakan sebagai satuan analisis dalam kajian geografi. Menurut Sitorus, (1995: 93) satuan laan merupakan kelompok lokasi yang berhubungan dengan bentuk lahan tertentu dalam sistem lahan dan seluruh satuan lahan yang sama dan mempunyai asosiasi lokasi yang sama.sistem lahan merupakan area yang mempunyai pola yang berulang dari topografi, tanah dan vegetasi. Pembagian satuan pengelolaan konservasi sumberdaya lahan pada satuan
petak
lahan
bertujuan
agar
masih-masing
SPL
mendapatkan
tindakan/perlakuan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Pembagagian SPL yang kami lakukan berdasarkan dengan kelas kemampuan lahan menurut Rayes (2006). Hasil survei dan evaluasi yang telah kami lakukan didapatkan dua SPL dengan pembagiannya seperti pada tabel berikut:
19
Tabel 1. KKL Satuan Petak Lahan 1 FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN SPL 1 Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas Tekstur Tanah Atas: lempung berpasir III Bawah:lempung berliat Lereng
26,79%
IV
Drainase
Baik
I
Kedalaman Efektif
100-150 cm
I
Tingkat Erosi
Ringan
II
Permeabilitas
Sedang
IV
Batu/Kerikil
Tidak ada
I
Bahaya Banjir
Tidak ada
I
Faktor Pembatas
e,s
Kelas Kemampuan Lahan
IV
Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL I memiliki Kelas Kemampuan Lahan kelas IV dengan faktor pembatas berupa lereng dan tanah, sehingga memiliki Sub Kelas IV e,s.
20
Tabel 2. KKL Satuan Petak Lahan 2 FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN SPL 2 Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas Tekstur Tanah Atas: lempung berdebu I Bawah:lempung berliat Lereng
21%
IV
Drainase
Baik
I
Kedalaman Efektif
100-150 cm
I
Tingkat Erosi
Agak berat
IV
Permeabilitas
Sedang
I
Batu/Kerikil
Sedikit
I
Bahaya Banjir
Tidak pernah
I
Faktor Pembatas
E
Kelas Kemampuan Lahan
IV
Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL 2 memiliki Kelas Kemampuan Lahan kelas IV dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga memiliki Sub Kelas IV e.
21
Tabel 3. KKL Satuan Petak Lahan 3 FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN SPL 3 Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas Tekstur Tanah Atas: lempung liat berpasir I Bawah: lempung
I
Lereng
6.99%
II
Drainase
Baik
I
Kedalaman Efektif
100-150 cm
I
Tingkat Erosi
Ringan
II
Permeabilitas
Sedang
I
Batu/Kerikil
Tidak ada
I
Bahaya Banjir
Tidak ada
I
Faktor Pembatas
E
Kelas Kemampuan Lahan
II
Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL 3 memiliki Kelas Kemampuan Lahan kelas II dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga memiliki Sub Kelas II e.
22
Tabel 4. KKL Satuan Petak Lahan 4 FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN SPL 4 Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas Tekstur Tanah Atas: lempung berpasir III Bawah:lempung berpasir
III
Lereng
>60%
VIII
Drainase
Agak baik
II
Kedalaman Efektif
150 cm
I
Tingkat Erosi
Ringan
II
Permeabilitas
Agak cepat
III
Batu/Kerikil
Sedikit
I
Bahaya Banjir
Tidak ada
I
Faktor Pembatas
E
Kelas Kemampuan Lahan
VIII
Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL 4 memiliki Kelas Kemampuan Lahan kelas VIII dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga memiliki Sub Kelas VIII e.
23
Berdasarkan data survei yang telah diperoleh didapatkan hasil bahwa SPL1, SPL 2, SPL3, Dan SPL 4 memiliki faktor pembatas berupa lereng. Vegetasi aktual di lahan tersebut didominasi oleh tanaman pinus dan kopi. Menurut Rayes (2006), hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas IV lebih besar dari pada kelas II, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika dipergunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hatihati dan tindakan konservasi tanah lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegetasi, dan pengendali, disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Lahan dikelas IV dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan suaka alam. 3.3 Jenis Erosi di Lahan Tabel 5. Jenis Erosi di Lahan SPL
Jenis-jenis erosi yang ditemukan di lahan A Edp Identifikasi erosi (ton/ha/tahun) (ton/ha/thn) di lapang
1.
Erosi percik dan alur
98,61
28,8
2.
Erosi percik dan alur
1677,87
28,8
3.
Erosi percik dan alur
181,13
28,8
4.
-
-
-
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada SPL 1 dengan kelerengan 25 – 40% nilai erosi sebesar 98,61 ton/ha/tahun dan nilai Edp sebesar 28,8 ton/ha/tahun, SPL 2 dengan kelerengan 15 – 25% nilai erosi sebesar 1677,87 ton/ha/tahun dan Edp sebesar 28,8 ton/ha/tahun, dan SPL 3 dengan kelerengan 3 – 8% nilai erosi sebesar 181,13 ton/ha/tahun dan Edp sebesar 28,8 ton/ha/tahun.
24
Pada SPL 4 kelerengannya sebesar >60% sehingga lebih ditujukan sebagai cagar alam. 1089,54 Lereng dengan kemiringan 30 – 45 % sangat sensitif terhadap bahaya erosi.Berdasarkan data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa nilai erosi lebih besar dari pada nilai Edp (erosi yang diperbolehkan). Edp (erosi yang diperbolehkan) yaitu jika laju erosi lebih kecil dibandingkan laju pembentukan tanah. Hal ini berarti terdapat lahan yang digunakan tidak sesuai dengan kemampuannya.Sehingga memicu terjadinya erosi pada kawasan tersebut.Pada SPL 2 berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, erosi yang terjadi di lahan adalah erosi percik dan erosi alur. Menurut Arsyad (2000), erosi alur terjadi jika air terkonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu di permukaan tanah, sehingga proses penggerusan tersebut,
yang
tanah
banyak
terjadi
pada
tempat
kemudian membentuk alur-alur. Pada lahan tersebut terdapat
banyak seresah, seperti daun, ranting, dan sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Pengaruh utama bahan organik adalah memperlambat aliran permukaan, meningkatan infiltrasi, dan memantapkan agregat tanah (Arsyad, 2000). Hudson (2002) menyatakan bahwa curah hujan yang dapat menimbulkan erosi sebanyak 600 mm/jam dan melihat erosi dari dua segi yaitu faktor penyebab, yang dinyatakan dalam erosivitas, dan faktor tanah yang dinyatakan dalam erodibilitas. 3.4 Permasalahan Lahan Area konservasi yang dilakukan di daerah Karangploso yang bertempatan di UB Forest , terdapat permasalahan berupa erosi. Menurut Mardiatno (2011) Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi adalah hujan, tanah, kemiringan, vegetasi dan manusia. Apabila tekuk lereng semakin besar maka koefisien aliran dan daya angkut meningkat, kestabilan tanah dan kestabilan lereng menurun, erosi percik meningkat dan perpindahan material tanah lebih besar. Kedua faktor tersebut merupakan pemicu terjadinya erosi. Erosi yang ditemukan di daerah
25
tersebut ada 2 yaitu erosi percik dan erosi alur. Erosi percik disebabkan oleh percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah. Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah memiliki diameter yang berbedabeda sehingga memiliki energi tumbukan yang berbeda. Energi tumbukan ini bergantung dari kecepatan jatuhnya tetesan air, diameter butiran tetesan hujan dan intensitas hujan. Sedangkan erosi alur ini terjadi karena adanya pengikisan tanah oleh aliran air yang membentuk parit atau saluran kecil, parit tersebut mengalami konsentrasi aliran air hujan yang akan mengikis tanah (Mardiatno, 2011). Erosi ini tidak berbahaya karena terjadi dalam keseimbangan alami. Sedangakan erosi dipercepat merupakan erosi yang terjadi lebih cepat akibat aktifitas manusia yang menganggu keseimbangan alam. Jumlah tanah yang tererosi lebih banyak daripada tanah yang terbentuk. Erosi ini berjalan sangat cepat sehingga tanah di permukaan (top soil) menjadi hilang.
26
BAB IV PERENCANAAN KONSERVASI 4.1 Rekomendasi Detail Konservasi Konservasi merupakan suatu upaya atau tindakan yang ditujukan untuk dapat menjaga atau memperbaiki suatu keadaan hingga dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Konservasi sumberdaya lahan dan air mempunyai tujuan utama untuk mempertahankan tanah dan air dari kehilangan dan kerusakannya melalui pengendalian erosi, sedimnetasi dan banjir sehingga lahan dan air dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestaru untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat. Upaya tersebut harus sesuai dengan kondisi – kondisi yang ada dilahan sehingga tidak menambah kerusakan dan mampu memberikan pertimbangan yang lebih baik. Banyaknya SPL pada lahan yang diamati terdapat 4 SPL. Keseluruhan lahan tersebut memiliki kelas kemampuan lahan yang berbeda dengan faktor pembatas yang sama. Pada SPL 1 memiliki kelas kemampuan lahan IV e,s SPL 2 IVe, SPL 3 IIe dan SPL IV VIIIe. Kemampuan lahan yang berbeda menyebabkan konservasi yang dilakukan juga berbeda. Karena masing – masing lahan memiliki kemampuan dan kesesuaian lahan yang berbeda. Konservasi yang digunakan adalah konservasi vegetasi dan mekanik. Konservasi vegetasi merupakan suatu cara pengelolaan lahan miring dengan menggunakan tanaman sebagai sarana konservasi tanah (Seloliman, 1997). Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau mengendalikan bahaya erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan organik tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi temperatur tanah. Sedangkan konservasi tanah mekanik menurut Dariah dkk (2010), adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah, dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah. Teknik konservasi tanah ini dikenal pula dengan sebutan metode sipil teknis. Konservasi vegetasi yang
27
digunakan pada setiap SPL yaitu melakukan penanaman tahunan dan tanaman herbal sebagai tanaman semusim. Tanaman tahunan yang ditanam yaitu tanaman pinus, suren dan kesemek. Sedangkan tanaman herbal yang ditanam yaitu tanaman jahe, akar wangi dan jintan hitam. Selain digunakan untuk konservasi, tanaman – tanaman tersebut juga memiliki sejumlah manfaat. Hampir semua bagian tanaman pinus dapat dimanfaatkan, antara lain bagian batangnya dapat disadap untuk diambil getahnya. Getah pinus dapat diolah menjadi bahan pengencer cat. Hasil kayunya bermanfaat untuk konstruksi, korek api, pulp, dan kertas serat panjang. Selain itu, banyak juga manfaat lain yang digunakan untuk kesehatan seperti mengurangi stress, sembuhkan bronchitis dan redakan nyeri otot (Ajim, 2015). Begitu halnya dengan tanaman suren yang sering ditanam di perkebunan the sebagai pemecah angin. Jenis ini cocok sebagai naungan dan pohon disepanjang tepi. Kayunya bernilai tinggi dan mudah digergaji serta memiliki sifat kayu yang baik (Anonymous, 2015). Tak hanya itu, buah kesemek juga memiliki banyak manfaat buahnya untuk kesehatan karena kandungan seratnya dua kali lebih banyak daripada buah apel. Selain itu, tanaman herbal yang ditanam seperti tanaman jahe, akar wangi dan jintan hitam memiliki sejumlah manfaat. Manfaat jahe selaindigunakan sebagai bumbu masak, jahe jugadimanfaatkan pada industry obat,minyak wangi, industry jamu tradisional, asinan jahe, pestisida alami, minyak atsiri, eskrim campuran sosis dan lain – lain (Titasari, 2015). Sesuai dengan namanya, penggunaan akar wangi memang tak jauh dengan hal – hal yang berhubungan dengan wewangian. Akar wangi merupakan bahan yang digunakan untuk menghasilkan
minyak
vetiveria
(minyak
esensial),
yang
dibutuhkan
dalamindustri kosmetik, parfum, serta sabun untuk mandi. Akar wangi juga dapat digunakan untuk mengusir serangga bahkan ramuanakar wangi dapat digunakan sebagai obat kumur serta obat gosok (Anonymous, 2013). Sedangkan manfaat tanaman jintan hitam yaitubanyak digunakan untuk pengobatan berbagai macam
28
penyakit diantaranya gangguan perut, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menyembuhkan asma dan alergi, mengobati kanker serta gangguan pencernaan. Konservasi yang digunakan menggunakan jenis konservasi wanatani (agroforestry)
yang
merupakan
bentuk
usaha
konservasi
tanah
yang
menggabungkan antara tanaman pohon – pohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama – sama ataupun bergantian. Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan maupun dari tanaman semusim. Penerapan wanatani pada lahan dengan lereng curam atau agak curam mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah, dibandingkan apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman semusim. Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), proporsi tanaman tahunan makin banyak pada lereng yang semakin curam demikian juga sebaliknya. Tanaman semusim memerlukan pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman yang lebih intensif dibandingkan dengan tanaman tahunan. Pengolahan tanah pada tanaman semusim biasanya dilakukan dengan cara mencangkul, mengaduk tanah, maupun cara lain yang mengakibatkan hancurnya agregat tanah, sehingga tanah mudah tererosi. Semakin besar kelerengan suatu lahan, maka risiko erosi akibat pengolahan tanah juga semakin besar. Penanaman tanaman tahunan tidak memerlukan pengolahan tanah secara intensif. Perakaran yang dalam dan penutupan tanah yang rapat mampu melindungi tanah dari erosi.
29
Menurut P3HTA (1987), acuan umum proporsi tanaman pada kemiringan lahan berbeda – beda. Pada kemiringan lahan <15% proporsi tanaman tahunan yang ditanam sebanyak 25% dan tanaman semusim 75%. Pada lahan yang memiliki kemiringan 15 – 30%, proporsi tanaman yang ditanam berupa tanaman tahunan dan musiman 50%. Sedangkan pada lahan dengan kemiringan 30- 45% proporsi tanaman tahunan 75% dan tanaman semusim 25% dan kemiringan lahan >45% ditanami tanaman tahunan 100%. Mengingat permasalahan pada keempat SPL adalah erosi. SPL 1 Konservasi yang dilakukan pada SPL 1 adalah konservasi vegetative, pada SPL ini diketahui bahwa nilai erosi lebih besar dibanding nilai edp sehingga perlu dilakukan konservasi. Untuk itulah rekomendasi pada SPL 1 dilakukan penanaman tanaman tahunan sebanyak 50% berupa tanaman kesemek dan tanaman musiman sebanyak 50% berupa tanaman jahe. Tanaman jahe ditanam disela sela tanaman kesemek. Proporsi tersebut dikarenakan kelerengan pada SPL 1 sebesar 26,79%. Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), pertanaman sela adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim. Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi permukiman. Tanaman sela juga banyak diterapkan di daerah perkebunan, pekarangan rumah tangga maupun usaha pertanian tanaman tahunan lainnya. Dari segi konservasi tanah, pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan intersepsi dan intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir air hujan secara langsung sehingga memperkecil risiko tererosi. Sebelum kanopi tanaman tahunan menutupi tanah, lahan di antara tanaman tahunan tersebut digunakan untuk tanaman semusim. SPL 2 Pada SPL 2, kemampuan lahan yang dimiliki masuk dalam tingkat IVe. Nilai erosi lebih besar dibanding nilai edp sehingga perlu dilakukan konservasi. Konservasi yang dilakukan pada SPL 2 berupa konservasi vegetative. SPL 2 dengan kemiringan lahan 21% ditanami tanaman tahunan dan musiman dengan
30
proporsi yang sama sebesar 50%. Tanaman tahunan yang ditanam pada SPL 2 berupa tanaman kesemek dan tanaman suren. Tanaman kesemek dimanfaatkan buahnya dan tanaman suren dimanfaatkan kayunya. Sedangkan tanaman semusim yang ditanam berupa akar wangi. Penanaman pada SPL 2 berupa talun. Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), talun adalah lahan di luar wilayah permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu maupun buahnya. Sistem ini tidak memerlukan perawatan intensif dan hanya dibiarkan begitu saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh sendiri secara spontan, maka jarak tanam sering tidak seragam, jenis tanaman sangat beragam dan kondisi umum lahan seperti hutan alami. Ditinjau dari segi konservasi tanah, talun hutan rakyat dengan kanopi yang rapat dapat mencegah erosi secara maksimal juga secara umum mempunyai fungsi seperti hutan. Hal ini cocok karena tanaman akar wangi memiliki masa panen selama 8 bulan. SPL 3 Nilai erosi pada SPL 3 lebih besar disbanding nilai edp. Sehingga perlu dilakukan konservasi. Pada SPL 3 dengan kemiringan lahan 6,99% dilakukan konservasi vegetative dengan melakukan penanaman tanaman tahunan berupa tanaman kesemek dan suren sebanyak 25%. Sedangkan proporsi tanaman semusim sebanyak 75% berupa tanaman jintan hitam dan jahe. Tanaman jahe, jintan hitam, kesemek dan suren ditanam pada SPL 3 yang jauh dari pemukiman warga sehingga ditanam dengan sistem kebun campuran. Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), kebun campuran lebih banyak dirawat. Tanaman yang ditanam adalah tanaman tahunan yang dimanfaatkan hasil buah, daun, dan kayunya. Kadang-kadang juga ditanam dengan tanaman semusim. Apabila proporsi tanaman semusim lebih besar daripada tanaman tahunan, maka lahan tersebut disebut tegalan. Kebun campuran ini mampu mencegah erosi dengan baik karena kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu mengurangi laju aliran permukaan. Hasil tanaman lain di luar tanaman semusim
31
mampu mengurangi risiko akibat gagal panen dan meningkatkan nilai tambah bagi petani. SPL 4 Pada SPL 4, nilai erosi lebih besar dibandingkan nilai edp sehingga perlu dilakukan konservasi. Konservaasi yang dilakukan pada SPL 4 berupa konservasi vegetative dan mekanik karena kelerengan pada SPL tersebut >60%. Konservasi vegetative dilakukan dengan penanaman tanaman tahunan 100% berupa tanaman kesemek 25%, tanaman suren 25% dan tanaman pinus 50%. Menurut Idjudin (2011), menyebutkan penggunaan jenis tanaman tahunan efektif untuk mengurangi tingkat erosi karena mempunyai perakaran dalam, dapat menembus lapisan kedap air, mampu merembeskan air ke lapisan yang lebih dalam, dan mempunyai massa yang lebih ringan. Proporsi tanaman pinus dikurangi dikarenakan tanaman pinus mempunyai intersepsi dan evaporasi tinggi sehingga akan banyak mengkonsumsi air. Penelitian terhadap tanaman pinus (Pinus merkusii) yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada/UGM, Institut Pertanian Bogor/IPB dan Universitas Brawijaya/ Unibraw (Priyono dan Siswamartana, 2002), menyimpulkan bahwa tanaman pinus akan aman jika ditanam pada daerah yang mempunyai curah hujan di atas 2.000 mm/tahun. Pada daerah yang mempunyai curah hujan 1.5002.000 mm/tahun disarankan agar penanaman pinus dicampur dengan tanaman lain yang mempunyai intersepsi dan evaporasi lebih rendah misalnya Puspa atau Agatis. Sedangkan untuk daerah yang mempunyai curah hujan 1.500 mm/tahun atau kurang disarankan untuk tidak menanam pinus karena akan menimbulkan kekurangan (deficit) air. Hal ini mengingat curah hujan pertahun padadaerah tersebut sebesar 1154,98 mm/ tahun. Untuk itulah populasi pinus dibiarkan tetap tumbuh dan berkembang dengan proporsi 50% mengingat pohon pinus juga memiliki manfaat yang begitu besar. Pergantian tanaman pinus dengan tanaman kesemek dan suren dilakukan secara bertahap mengingat lamanya pertumbuhan tanaman pinus. Penanaman tanaman kesemek dan suren dilakukan selama 10 tahun. Tahun pertama
32
dilakukan pergantian tanaman pinus dengan tanaman kesemek dan suren sebanyak 5%. Dan begitu selanjutnya hingga berlangsung selama 10 tahun. Hal ini juga untuk meminimalkan dampak adanya konflik dimasyarakat sekitar area konservasi akibat pergantian tanaman pinus dengan tanaman lainnya. Selain konservasi vegetative, konservasi mekanik pada SPL 4 juga perlu dilakukan. Teknik konservasi mekanik juga perlu dipertimbangkan bila masalah erosi sangat serius (Agus dan Widianto, 2004), dan /atau teknik konservasi vegetative dinilai sudah tidak efektif lagi untuk menanggulangi erosi yang terjadi. Sehingga perlu dilakukan pembuatan teras kredit. Pembuatan rorak ditujukan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Dimensi rorak yang disarankan sangat bervariasi, seperti yang disarankan oleh Arsyad (2000) adalah dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang sekitar 400 – 500 cm. panjang rorak dibuat searah kontur atau memotong leeng, jarang ke samping antara satu rorak dengan rorak lain berkisar antara 100 – 150 cm. Menurut Dariah (2013), rorak merupakan metode konservasi tanah mekanik yang relatif murah dan mudah untuk diterapkan. Biaya pembuatan rorak berkisar antara 10 – 15 rorak/HOK. Jumlah rorak per ha.
Tabel 6. Nilai A (Aktual) dan A (Rekomendasi) No.
SPL
A (Aktual)
A (Rekomendasi)
1.
1
98,61707931
9,829435345
2.
2
1677,879444
167,2388559
3.
3
181,1366017
180,8965414
4.
4
0
0
Tabel 6. Merupakan tabel perbandingan nilai A pada kondisi actual dan rekomendasi. Nilai pada rekomendasi mengalami penurunan di setiap SPL. Pada SPL 1 A actual dari 98,61707931 menjadi 9,82943545. SPL 2 dari A actual dari 1677,879444 menjadi 167,2388559 dan SPL 3 dari A actual 181,1366017 menjadi 180,8965414 sedangkan A actual SPL 4 tetap 0. 33
Rekomendasi yang diusulkan bukan hanya memiliki keuntungan pada tingkat ekonomi dan ekologi. Namun, rekomendasi tersebut juga memiliki keuntungan karena mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar sehingga mampu membantu masyarakat keluar dari tingkat kemiskinan meskipun tidak secara drastis. 4.2 Analisis Kelebihan Rekomendasi Pada SPL 1 direkomendasikan tanaman tahunan sebanyak 75% berupa tanaman kesemek dan tanaman musiman sebanyak 25% berupa tanaman jahe. Karena pada SPL ini memiliki kemiringan yaitu 25-40% sehingga cocok ditanam tanaman semusim dengan porsi 25% dan tanaman tahunan 75%. Kami memilih tanaman tahunan kesemek karena selain tanaman kesemek dapat dikonsumsi buahnya juga tanaman ini tidak memiliki syarat tertentu dalam sistem hidupnya. Sebagaimana diketahui, kesemek tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, namun juga ekologis. Hal ini karena kesemek didukung oleh sistem perakaran yang dalam, menyebar dan memiliki akar tunjang sehingga sangat bermanfaat dalam konservasi tanah dan air (Rizda, 2016). Sedangkan untuk tanaman musiman kita memilih jahe untuk diselingkan tanaman kesemek, karena selain tanaman herba banyak manfaat juga tidak memiliki pola tertentu dalam penanamannya. Tanaman jahe ini juga biasa disebut sebagai tanaman sela sementara karena menjadi sela dengan tanaman tahunan. Tanaman sela sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim palawija atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi seluruh permukaan tanah (Santoso et al, 2013). Pada SPL 2 direkomendasikan tanaman tahunan dan musiman dengan porsi masing-masing 50%, karena pada SPL ini mempunyai kemiringan antara 15-25% sehingga lebih cocok dengan rekomendasi tersebut. Kami memilih tanaman tahunan yang cocok untuk SPL ini yaitu tanaman kesemek karena selain tanaman kesemek dapat dikonsumsi buahnya juga tanaman ini tidak memiliki syarat tertentu dalam sistem hidupnya. Sebagaimana diketahui, kesemek tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, namun juga ekologis. Hal ini karena kesemek 34
didukung oleh sistem perakaran yang dalam, menyebar dan memiliki akar tunjang sehingga sangat bermanfaat dalam konservasi tanah dan air (Rizda, 2016). Selain kesemek tanaman tahunan lainnya yaitu suren karenajenis ini dapat tumbuh pada lahan dengan ketinggian 350 - 2.500 m dpl (Newman et al., 1999). Selain itu tanaman ini juga memiliki nilai ekonomis yang sangat berguna untuk manusia karena batangnya yang bagus untuk pembuatan meja, kursi ataupun perlengkapan meubel yang lain. Selain itu tanaman suren ini juga baik sebagai tanaman penaung karena biasanya digunakan untuk tanaman penaung pada tanaman kopi. Sedangkan untuk tanaman musiman kita menggunakan akar wangi karena tanaman ini cukup mudah penanamannya atau tidak memerlukan syrata khusus selain itu juga memiliki banyak khasiat. Tanaman ini berkembang pada wilayah-wilayah dengan topografi bergelombang, berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lereng antara 15% sampai lebih dari 45%. Kawasan DAS Cimanuk umumnya didominasi oleh jenis tanah regosol (Dinas Perkebunan Garut, 2003), tanah dengan tekstur berpasir ini memang sangat ideal untuk pertanaman akar wangi, namun jenis tanaman tersebut peka terhadap erosi karena stabilitas agregatnya sangat rendah. Pengelolaan lahan pertanian yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dapat memperbesar laju erosi (Sukmana dan Abdurachman, 1989).
Pada SPL 3 kami merekomendasikan
untuk penanaman tanaman tahunan 75% dan tanaman musiman 25%, karena pada SPL ini memiliki kemiringan yang terlalu curam yaitu 3 – 8 %. Untuk tanaman tahunan yang kita rekomendasikan yaitu tanaman kesemek dan suren karena 2 jenis tanaman ini tidak terlalu banyak syarat tumbuh. Selain itu kesemek dapat dikonsumsi buahnya juga didukung oleh sistem perakaran yang dalam menyebar dan memiliki akar tunjang sehingga sangat bermanfaat dalam konservasi tanah dan air (Rizda, 2016), dan tanaman suren merupakan jenis tanaman yang tumbuh dengan ketinggian 350-2.500 mdpl (Newman et al., 1999). Sedangkan untuk tanaman musiman kita memilih jintan hitam dan jahe karena mudah ditanam juga tidak memerlukan syarat khusus ataupun pola penanaman. Jintan hitam (Nigella sativa L.) merupakan salah satu tanaman obat, termasuk
35
famili Ranunculaceae, yang telah digunakan selama ribuan tahun sebagai obat dan rempah (Salem, 2005). Tanaman jahe ini juga biasa disebut sebagai tanaman sela sementara karena menjadi sela dengan tanaman tahunan. Tanaman sela sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim palawija atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi selruh permukaan tanah (Santoso et al, 2013). Pada SPL 4 kami merekomendasikan untuk penanaman tanaman tahunan 75% dan tanaman musiman 25% karena pada SPL ini memiliki kelerengan yang cukup curam yaitu >60%. Sehingga pada lahan dilakukan penanaman tanaman tahunan 100% berupa tanaman kesemek 45%, tanaman suren 45% dan tanaman pinus 10%. Porsi pinus lebih sedikit karena pinus mempunyai intersepsi dan evaporasi tinggi. Penelitian terhadap tanaman pinus (Pinus merkusii) yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada/UGM, Institut Pertanian Bogor/IPB dan Universitas
Brawijaya/
Unibraw
(Priyono
dan
Siswamartana,
2002),
menyimpulkan bahwa tanaman pinus akan aman jika ditanam pada daerah yang mempunyai curah hujan di atas 2.000 mm/tahun. Namun dibalik itu tanaman pinus dapat tumbuh di tanah kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu, dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200-1.700 m diatas permukaan laut. Manfaat Pinus atau sering disebut dengan tusam salah satunya jenis pohon industri yang mempunyai produk tinggi dan merupakan prioritas jenis tanaman untuk reboisasi dapat menghasilkan daun 12,56-16,65 ton/hektar (Komarayati et all 2002). Kami juga merekomendasikan rorak dalam tiap-tiap SPL guna menjebak aliran permukaan dan memberikan kesempatan kepada air hujan untuk terinfiltrasi ke dalam tanah. Dengan demikian rorak akan menurunkan aliran permukaan yang keluar dari persil lahan secara signifikan.Arsyad (2006) merekomendasikan dimensi rorak: dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang berkisar antara satu meter sampai 5 meter. Jarak ke samping disarankan agar sama dengan panjang rorak dan diatur penempatannya di lapangan dilakukan secara berselang-seling pada areal yang merata. Jarak searah lereng berkisar dari
36
10 sampai 15 meter pada lahan yang landai (3% – 8%) dan agak miring (8% – 15%), 5 sampai 3 meter untuk lereng yang miring (15% – 30%).Menurut Dariah (2013), rorak merupakan metode konservasi tanah mekanik yang relatif murah dan mudah untuk diterapkan. Biaya pembuatan rorak berkisar antara 10-15 rorak/HOK jumlah rorak dalam 1 ha. Sedangkan besar biaya tiap HOK Rp 40.000,- sehingga didapatkan dalam luasan lahan 1 ha yang terdapat 10-15 rorak berkisar antara Rp 400.000,- – Rp 600.000,-. Sedangakn untuk tanaman kesemek memiliki harga jual selain pada kayunya juga pada buahnya.Buah kesemek sendiri mengandung banyak manfaat seperti menjaga tekanan darah, mencegah kanker, menghambat penuaan dini, untuk kesehatan jantung, menjaga tubuh tetap langsing dll. Menurut Baswarsiati, dkk (2006) buah kesemek dihargai sangat murah sekitar Rp. 1.500-2.500 per kilogram untuk pasar lokal. Sedangkan untuk pasar ekspor sekitar Rp. 6.000-7.000, sedangkan pada tahun 1980-an daerah Batu, Malang, secara rutin mengekspor buah kesemek ke Singapura. Tanaman suren memiliki nilai ekonomis pada kayunya juga minyak yang terkandung dalam biji tanaman suren itu sendiri. Harga log dan kayu gergajian suren bervariasi tergantung kualitas kayu. Harga papan kayu surian pada saat ini ratarata > 1 juta/m3. Biji suren mengandung minyak tidak berwarna tetapi beraroma wangi sedangkan pucuk dan daun surian mengandung karoten, vitamin dan asam amino yang bermanfaat untuk berbagai tujuan seperti untuk bahan baku obat, makanan ternak dan berperan untuk insektisida alami (Departemen Kehutanan Dan Pengembangan Balai Besar Penelitian Bioteknologi Dan Pemuliaan Tanaman Hutan, 2009). Untuk akar wangi sendiri dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kerajinan dan dapat juga disuling untuk diambil minyak yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi antara Rp 800.000 sampai Rp 1.200.000 (Penyuluh Pertanian Pertama, 2014). Untuk tanaman jahe sendiri memiliki nilai guna yang bagus selain tanaman rempah yang banyak dibutuhkan manusia karena khasiatnya yang baik untuk tubuh juga memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan. Untuk harga jual jahe sendiri bisa mencapai Rp 15.000/kg, apabila dalam satu tanaman menghasilkan jahe seberat 5 kg maka dalam tiap
37
tanaman akan menghasilkan
nilai uang sebanyak Rp 75.000,-. Namun itu
merupakan hasil terendah pada produksi tanaman jahe dan masih bisa maksimal lagi yaitu sekitar 10-20 kg (Salim, 2013).
38
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan data survei yang telah diperoleh didapatkan kesimpulan bahwa SPL1, SPL 2, SPL 3, dan SPL 4 memiliki faktor pembatas berupa lereng. Faktor kelerengan menyebabkan terjadinyanya erosi, erosi yang ditemukan di SPL tersebut ada 2 yaitu erosi percik dan erosi alur. Untuk memperbaiki keadaan ini maka dilakukan konservasi. Konservasi yang dilakukan pada SPL 1, 2 dan 3 memiliki kelerengan yang tidak terlalu curam, sehingga dilakukan konservasi vegetatif dengan tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan komposisi tertentu sedangkan untuk SPL 4 memiliki kelerengan curam maka di perlukan konservasi yang cocok menggunakkan tanaman tahunan seluruhnya dengan komposisi tertentu.
39
DAFTAR PUSTAKA
. Agus, F. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Pertanian Lahan Kering. World Agroforestry Centre. ICRAF Southeast Asia Abdurachman.A., A. Sofíah, dan U. Kurnia. 1981. Pengelolaan Tanah dan Pengelolaan Pertanian dalam Usaha Konservasi Tanah.Paper pada Konggres HITI, 16-19 Maret 1981 di Malang. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor. (tidak dipublikasikan). Ajim, Nanang. 2015. Manfaat Pohon Pinus Alie ,Msy Efrodina R.2015. Kajian Erosi Lahan pada Das DawasKabupaten Musi Banyuasin – Sumatera Selatan.Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol. 3, No. 1. Anonymous, 2013. Manfaat dan Khasiat Akar Wangi untuk Kesehatan Anonymous, 2015. Mengenal Pohon Toona Sureni Manfaatdan Kandungannya Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Sumberdaya Informasi – Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor. Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu – Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Arsyad, S., 1989.Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor. Arsyad.2006. Konservasi Tanah dan Air.Institut Pertanian Bogor. IPB: Bogor. Balai Penelitian Tanah. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif Baswarsiati, dkk. 2006. Potensi dan Wilayah Pengembangan Kesemek Junggo. Buletin Plasma Nutfah Vol.12 No.2, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Bols, P.L. 1978. Iso Erodents Map of Java Madura. Technical Assistant Project ATA 105, Soil Research Institute, Bogor, Indonesia. 39 pp. Dariah, dkk. 2013. Teknologi Konservasi Tanah Mekanik. Balai Penelitian Tanah
40
Departemen Kehutanan Dan Pengembangan Balai Besar Penelitian Bioteknologi Dan Pemuliaan Tanaman Hutan. 2009. Budidaya Tanaman Suren 5 Juli 2009. Yogyakarta Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial: Jakarta. Dinas Perkebunan Kabupaten Garut. 2003. Laporan Tahunan. 36p. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1986. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Ditjen RRL. Departemen Kehutanan. Jakarta. Fahliza, U.dkk.2013. Analisis Erosi pada Subdas Lematang Hulu.Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan.Vol. 1, No. 1. Fletcher, J. R. dan Gibb, R. G. 1990. Land Resource Survey Handbook for Soil Conservation Planning in Indonesia: Ministry of Forestry Directorate General Reforestation and Land Rehabilitation Indonesia and Department of Scientific and Industrial Research DSIR Land Resources Palmerston North New Zealand. Hammer, W. I. 1978. Soil Conservation Report INS/78/006. Technical Note No. 7. Soil Research Institute , Bogor. Herawati,Tutui. 2010. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi di Wilayah Das Cisadane Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol. VII No.4: 413-424. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/lahankering/berlereng4.pdf. diakses tanggal 19 November 2013. Hudson, N.W., 1981. Soil Conservation, Second Edition. Cornell University Press. New York. Idjudin, A. Abbas. 2011. Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan. Jurnal Sumber Daya Lahan. Vol. 5 No 2. Available on http://balittanah.litbang.pertanian.go.id
41
Komarayati, S., Gusmailina dan G. Pari. 2002. Peranan arang pada proses pembuatan arang kompos. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI V tanggal 30 Agustus – 1 September 2002 di Bogor. MAPEKI. Bogor. Murdiatno. 2011. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap Kehilangan . Newman M. F., Burgess P.F., Whitemore TC. (1999). Pedoman identifikasi pohonpohon di Pulau Kalimantan. Bogor, Prosea Indonesia. P3HTA. 1987. Penelitian Terapan Pertanian Lahan Kering dan Konservasi.hlm. 6. UACP-FSR.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian.DepartemenPertanian. P3HTA. Badan Litbang Pertanian. 5p. Tanah Pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo : Kulonprogo. Priyono, N.S. dan Siswamartana S. 2002.Hutan Pinus dan Hasil Air. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perhutani: Cepu. Rayes, Luthfi, 2006, Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan, Andi Yogyakarta. Rayes, M.L.,. 2007.Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan: Yogyakarta. Rizda. 2016. Konservasi Hulu DAS dengan Pohon Kesemek, Bermanfaat Ekonomi dan
Ekologis.http://www.forda-mof.org/berita/post/2887.
Diakses
pada
tanggal 1 Desember 2016. Salem, M.L. 2005. Immunomodulatory and therapeutic properties of the Nigella sativa L. seed. Int. Immunopharmacology 5:1749-1770. Salim
Agus.
2013.
Gajian
Tiap
Bulan
dengan
Bertanam
Jahe.
http://jahehcs.blogspot.co.id/2013/01/tanam-jahekeuntungan-tidaksepele.html. Diakses pada tanggal 14 Desember 2016. Santoso Djoko, Purnomo Joko, Wigena I G. P. dan Tuherkih Enggis. 2013. Teknologi Konservasi Tanah Vegetatif. http://balittanah. litbang. deptan. go. Id / dokumentasi / buku / lahan kering / berlereng4. pdf. diakses tanggal 19 November 2013.
42
Seloliman. 1997. Agroforestry for Upland Husbandry : a Farmers’ Friendly. Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Sukmana dan A. Abdurachman. 1989. Risalah pemaparan Hasil Penelitian UACPFSR. Penyuluhan dan survey tanah Badungan 19-20 Oktober 1989. P3HTA. Badan Litbang Pertanian. 5p. Thompson, L.M. 1957. Soil and Soil Fertility. Mc Graw-Hill Book Company Inc. New York. Titasari, Silvia. 2015. Manfaat Tanaman Jahe Utomo, Wani Hadi. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: Penerbit IKIP Malang. Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses – A Guide to Conservation Planning. USDA Agric. Handbook. No. 537. Wischmeier, W.H., C.B. Johnson, and B.V. Cross. 1971. A soil erodibility nomograph for farmland and construction sites. J.Soil and Water Cons. 26: 189-193.
43
44
LAMPIRAN Lampiran 1. Data curah hujan
45
Lampiran 2. Kelas kesesuaian lahan dan erodibilitas Kelas Kemampuan Lahan
Data Sub Ordo % debu+pasir sangat halus % liat % bahan organik struktur tanah permeabilitas tanah
I
II
III
IV
V
VI
VII
Udept
Udept
Udept
Udept
Udept
Udept
Udept
55 32 3.44 Granuler Sedang Sedang
BV (g/cm3)
SPL
Kedalama
Granuler Sedang Sedang 0.73
Jenis
43 40 2.6 Granuler Sedang Agak Lambat
0.71
% debu + pasir sangat halus
1 (IV) 2 (IV) 3 (II) 4 (VIII)
SPL
57 33 3.32
0.7
% liat
M
67 67 57 43
30 30 33 40
4690 4690 3819 2580
Faktor
Kelestaria
Nilai BV
67 30 3.3 Granuler Sedang Agak Cepat
57 32 2.8 Granuler Sedang Sedang
0.77
a
45 40 2.3 Granuler Sedang Agak Lambat
0.81
b
3.3 3.3 3.32
Granuler Sedang Sedang
0.79
c
3 3 2
55 34 3.89
0.83
K
2 2 3
0.37 0.37 0.29
Edp
46
n tanah (mm)
Tana h
Kedalama n
n tanah (tahun)
2
(kg/dm3 )
mm/tahu n
kg/dm /tahu n
1 (IV)
1500
Udept
1.00
400
0.77
3.75
0.0289
2 (IV)
1500
Udept
1.00
400
0.77
3.75
0.0289
3 (II) 4 (VIII)
1500
Udept
1.00
400
0.71
3.75
0.0266
2
(ton/dm /tahu n 0.000028 9 0.000028 9 0.000026 6
ton/hektar/tahu n 28.9 28.9 26.6
47
Lampiran 3. Perhitungan Faktor panjang/kemiringan lahan (LS) T
=√
(1,38 + 0,965 S + 0,138 S2)
=√
(1,38 + 0,965 (21)) + (0,138 (21)2)
= 1,5 (21,645) + (60,858) = 130,448 Edp
= = = = 3,75
⁄
= 3,75 mm/thn x 0,77 kg/dm3 = 0,0375 dm/thn x 0,77 kg/dm3 = 0,028 kg/dm2/thn = 0,0289 kg/dm2/thn x 10-3 = 2,8 9 x 10-5 ton/dm2/thn = 2,89 x 10-5 x 1/10-6 ton/ha/thn = 2,89 x 10-5 x 106 ton/ha/thn = 28,8 ton/ha/thn M
= (% liat + % pasir) (100-% liat) = (67) (100-30)1 = (67) (70) = 4690 48
100K = 1,292 [2,1 M1,14(10-4) (12-0) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)] = 1,292 [2,1 x 46901,14 (10-4) (12-3,3) + 3,25 (3-2) + 2,5 (2-3)] = 1,292 [2,1 x 46901,14 (10-4) (8,7) + 3,25 (1) + 2,5 (-1)] = 1,292 [2,1 x 15315,7 (0,0001) (8,7) + 3,25 (1) + 2,5 (-1)] = 1,292 [32.162,97 (0,0001) (8,7) + 3,25 + (-2,5)] = 1,292 [32162,97 (0,00087) + 3,25 + (-2,5)] = 1,292 [27,98 + 3,25 + (-2,5)] = 1,292 [28,73] = 37,12 K
= 37,12/100 = 0,37
Teras = Teras bangku Sedang, P = 0,15 C
= 0,2
A
= R x K x LS x C x P = 1154,98 x 0,37 x 130,448 x 0,2 x 0,15 = 1677,87 SPL
Edp
K
T
C
P
A aktual
2
28,8
0,37
82,503
0,2
0,15
1677,87
SPL
Edp
K
T
C
P
A potensial
2
28,8
0,37
82,503
0,02
0,15
167,23
49