1.1
Latar Belakang Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pembangunan industri harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi, budaya maupun sosial politik. Oleh karenanya, dalam penentuan tujuan pembangunan sektor industri jangka panjang, bukan hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri saja, tetapi sekaligus juga harus mampu turut mengatasi permasalahan nasional. Kondisi ekonomi dunia yang terus berubah perlu diiringi dengan analisis mengenai dampak dari situasi tersebut kepada Perekonomian Indonesia. Perubahan terhadap tatanan ekonomi dunia dengan semakin bertumbuhnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru dan semakin pudarnya kekuatan-kekuatan ekonomi lama memberikan pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Di samping itu, tekanan-tekanan yang terjadi terhadap perekonomian dunia seperti naiknya harga komoditas-komoditas utama dunia perlu untuk mengambil kebijakan yang tepat. Untuk itu, Indonesia perlu menyiasati perkembangan-perkembangan tersebut dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan nasional terutama di bidang industri dan perdagangan. Untuk meningkatkan daya saing industri yang berkelanjutan perlu adanya anlisa mengenai dampak perubahan berbagai variabel kinerja makro ekonomi terhadap perkembangan sektor industri. Untuk mewujudkan visi industri Indonesia tahun 2014 yaitu Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan untuk menunjang visi Industri tahun 2025 dengan
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 1
menjadi negara industri maju di dunia, Kementerian Perindustrian perlu untuk menyiasati perkembangan-perkembangan ekonomi dunia maupun regional dalam rangka merebut peluang-peluang yang ada untuk menunjang perkembangan Industri di dalam negeri. Untuk itu diharapkan dengan adanya laporan analisis pengembangan kinerja industri ini dapat menjadi acuan dalam memahami kondisi ekonomi Indonesia dan kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasinya. 1.2
Tujuan dan Sasaran Tujuan dari analisa ini adalah :
Meningkatkan kemampuan aparatur dalam menganalisa perkembangan ekonomi dan industri serta memberikan rekomendasi upaya-upaya yang harus diantisipasi.
Memberikan masukan kepada para Pimpinan Kementerian Perindustrian untuk membantu dalam hal pengambilan kebijakan untuk pengembangan sektorsektor industri.
Sasaran dari analisa ini adalah Memberikan informasi tentang perkembangan kinerja sektor industri terkini kepada para Pimpinan Kementerian Perindustrian dengan
harapan
dapat
memberikan
masukan
yang
bermanfaat
dalam
pengambilan kebijakan pengembangan sektor industri.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 2
2.1 Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2011 Perekonomian Indonesia pada Triwulan I-2011
bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (q-to-q), yang digambarkan oleh PDB atas dasar harga konstan 2000, mengalami peningkatan sebesar 1,5 persen. Peningkatan tersebut terjadi pada Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan (18,1 persen) dan Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan (2,7 persen). Sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah Sektor Konstruksi (minus 3,6 persen), Sektor Pertambangan dan Penggalian (minus 2,0 persen), Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (minus 1,9 persen), Sektor Industri Pengolahan (minus 1,2 persen), Sektor Jasa-jasa (minus 0,4 persen), Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (minus 0,2 persen), dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (minus 0,1 persen). Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan pada Triwulan I-2011 meningkat tajam 18,1 persen terhadap Triwulan IV-2010, sebagai refleksi dari mulai adanya musim panen tanaman padi, dengan kenaikan Subsektor Tanaman Bahan Makanan sebesar 53,6 persen. Subsektor Pertanian lainnya mengalami penurunan masing-masing sebesar minus 19,9 persen untuk Subsektor Tanaman Perkebunan, minus 17,7 persen untuk Subsektor Kehutanan, minus 3,0 persen Subsektor Peternakan dan Hasilhasilnya, dan minus 1,3 persen untuk Subsektor Perikanan. Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan (q-to-q) tumbuh sebesar 2,7 persen. Peningkatan di Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan tersebut terutama ditunjang oleh Subsektor Bank yang tumbuh sebesar 4,6 persen.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 3
2.1.2 Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan I-2010, Triwulan IV-2010, dan Triwulan I-2011 PDB atas dasar harga berlaku pada Triwulan I-2010 mencapai Rp1.501,1 triliun, kemudian pada Triwulan IV-2010 meningkat menjadi Rp1.670,5 triliun dan pada Triwulan I-2011 meningkat lagi
menjadi Rp1.732,3 triliun. Demikian pula PDB atas
harga konstan 2000 Triwulan I-2010 adalah sebesar Rp558,0 triliun kemudian meningkat menjadi Rp585,1 triliun pada Triwulan IV-2010 dan pada Triwulan I-2011 meningkat lagi menjadi Rp594,0 triliun. Atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menunjukkan nilai tambah bruto yang terbesar pada Triwulan I-2011 adalah Sektor Industri Pengolahan sebesar Rp417,6 triliun, kemudian Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar Rp270,4 triliun, disusul oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar Rp236,7 triliun, Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar Rp203,5 triliun, Sektor Jasa-jasa sebesar Rp174,6 triliun, Sektor Konstruksi sebesar Rp173,5 triliun, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan sebesar Rp128,3 triliun, dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar Rp114,5 triliun, serta terakhir Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar Rp13,2 triliun. Pada perhitungan atas dasar harga konstan 2000, kesembilan sektor di atas memberikan nilai tambah bruto berturut-turut yaitu Sektor Industri Pengolahan sebesar Rp151,3 triliun, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Rp103,2 triliun, Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Rp78,6 triliun, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Rp57,9 triliun, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Rp57,7 triliun, Sektor Jasa-jasa Rp56,0 triliun, Sektor Pertambangan dan Penggalian Rp47,0 triliun, Sektor Konstruksi Rp37,8 triliun dan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Rp4,5 triliun.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 4
Tabel 2.1 Laju Pertumbuhan PDB Triwulanan Menurut Lapangan Usaha (Q o Q) (persentase) Triwulan III 2010
Triwulan IV 2010
Triwulan I 2011
(2)
(3)
(4)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
6,2
-20,3
18,11
2. Pertambangan dan Penggalian
3,5
0,6
-2,00
3. Industri Pengolahan
2,6
1,4
-1.16
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
0,1
1,7
-1.85
5. Konstruksi
4,4
2,5
-3,58
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
3,9
0,7
-0,15
7. Pengangkutan dan Komunikasi
4,7
3,7
-0,06
8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 9. Jasa -jasa
1,7
1,3
2,65
1,1
2,5
-0,35
3,4
-1,4
1,53
3,6
-1,5
1,75
Lapangan Usaha (1)
Produk Domestik Bruto (PDB) PDB Tanpa Migas
(Sumber : BPS )
2. 2 Perkembangan Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2011 Perkembangan Realisasi Investasi pada Triwulan I Tahun 2011
dapat
tergambarkan pada tabel berikut : Tabel 2.4 Realisasi Investasi PMA dan PMDN Triwulan I Tahun 2011 Investasi PMA Investasi PMDN Sektor
(US$. Juta)
(Rp. Miliar)
I
Sektor Primer
1.445,2
1.483,4
II
Sektor Sekunder
1.308,5
7.759,9
6
Industri Makanan
300
1.686,7
7
Industri Tekstil
52,5
230,8
8
Industri Barang Kulit dan Alas Kaki
55,5
-
9
Industri Kayu
1,5
-
10
Industri Kertas dan Percetakan
7,7
397,9
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 5
Sektor 11
Industri Kimia dan Farmasi
12
Industri Karet dan Plastik
13
Industri Mineral Non Logam
14
Investasi PMA
Investasi PMDN
(US$. Juta)
(Rp. Miliar)
280
1.115,3
113,1
727,6
14,1
2.354,1
Industri Logam, Mesin dan Elektronik
259
1.234,5
15
Industri Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam
0,9
-
16
Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi
215,7
-
Lain 17
Industri Lainnya
8,6
4,0
III
Sektor Tersier
1.642
4.822,9
4.395,7
14.066,2
Total 14
(Sumber : BKPM)
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai investasi inve PMA terbesar terletak pada Sektor Tersier yang memiliki nilai tambah kecil bagi perekonomian. perekonomian Terobosan terhadap
regulasi
dan
prioritas
pembangunan
perlu
dilakukan
untuk
meningkatkan investasi di bidang industri. Investasi PMDN didominasi oleh investasi pada bidang Industri, kondisi ini menunjukkan bahwa para pelaku industri mulai melakukan ekspansi usaha, untuk itu perlu dukungan kebijakan yang bisa menopang tumbuhnya investasi yang berasal dari dalam negeri.
Investasi PMDN Industri Triwulan I 2011 0% 16%
Industri Makanan 22%
Industri Tekstil
3% 5%
Industri Kertas dan Percetakan Industri Kimia dan Farmasi
30% 15% 9%
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Industri Karet dan Plastik Industri Mineral Non Logam
Page 6
Investasi PMA Sektor Industri Triwulan I 2011 Industri Makanan
1% 0%
16%
4%
20%
1%
Industri Tekstil
23%
4% 9%
21%
Industri Barang Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu
1%0% Industri Kertas dan Percetakan
Kementerian Perindustrian perlu menyusun sebuah grand strategi yang bersifat terukur dan jelas untuk menunjang tumbuhnya Industri Nasional.
2.3 Perkembangan Ekonomi Triwulan I Tahun 2011 2.3.1 Inflasi Perkembangan harga berbagai komoditas pada bulan Mei 2011 secara umum menunjukkan adanya kenaikan pada bulan Mei 2011 terjadi inflasi 0,12 persen, atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 125,66 pada bulan April 2011 menjadi 125,81 pada bulan Mei 2011. Laju inflasi tahun kalender (Januari-Mei) Mei) 2011 sebesar 0,51 persen dan laju inflasi year on year (Mei 2011 terhadap Mei 2010) sebesar se 5,98 persen. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,22 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,25 persen; kelompok sandang 0,64 ,64 persen; kelompok kesehatan 0,50 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,03 persen dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,14 persen. Sedangkan deflasi pada bulan ini Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 7
disebabkan karena terjadinya penurunan indeks pada kelompok bahan makanan 0,28 persen. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada bulan Mei 2011 antara lain: emas perhiasan, beras, daging ayam ras, ikan segar, ikan diawetkan, bayam, kacang panjang, sawi hijau, tomat sayur, tomat buah, rokok kretek, rokok kretek filter, batu bata/batu tela, tarif sewa rumah, upah tukang bukan mandor, sabun detergen bubuk, bensin dan sepeda motor. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan harga adalah: cabai rawit, cabai merah, gula pasir, kentang dan bawang merah. Kelompok komoditi yang memberikan andil/sumbangan inflasi pada bulan Mei 2011, yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,04 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,06 persen; kelompok sandang 0,05 persen; kelompok kesehatan 0,02 persen dan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan 0,02 persen. Sedangkan kelompok bahan makanan memberikan andil/sumbangan deflasi sebesar 0,07 persen dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada bulan ini relatif stabil.
Tabel 2.7 Inflasi Bulanan, Inflasi Year on Year (%)
Bulan Januari Februari Maret April Mei
2009 -0.07 0.21 0.22 -0.31 0.04
2010 0.84 0.3 -0.14 0.15 0.29
2011 0.89 0.13 -0.32 -0.31 0.12
(Sumber : BPS)
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 8
Persen
Laju Inflasi Jan-Mei Tahun 2009-2011 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
2009
-0.07
0.21
0.22
-0.31
0.04
2010
0.84
0.3
-0.14
0.15
0.29
2011
0.89
0.13
-0.32
-0.31
0.12
Deflasi yang cukup besar terjadi pada bulan Maret dan April di tahun 2011, bila dibandingkan dengan tahun-tahun tahun tahun sebelumnya. Komponen terbesar yang mendominasi deflasi ini adalah penurunan harga bahan makanan seperti cabai rawit, penurunan ini disebabkan karena telah memasuki masa panen, selain hal tersebut tingginya harga bahan makanan pada akhir tahun 2010 membuat kondisi harga pada tahun 2011 telah kembali normal. Namun perlu diperhatikan bahwa gejolak harga yang sangat fluktuatif perlu dihindari agar control terhadap inflasi dapat dilakukan secara seksama, perlu dilakukan langkah-langkah langkah langkah pengontrolan yang lebih tepat sasaran seperti peningkatan produktifitas dan operasi pasar. 2.3.2 Ekspor dan Impor Non Migas Triwulan I 2010 2.3.2.1 Ekspor Non Migas Penurunan terbesar ekspor nonmigas April 2011 terhadap Maret 2011 terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam (HS 26) sebesar US$412,1 juta, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) sebesar US$982,2 juta.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 9
Komoditi lainnya yang juga mengalami penurunan ekspor adalah mesin/peralatan listrik (HS 85) sebesar US$144,0 juta; tembaga (HS 74) sebesar US$131,9 juta; bahan bakar mineral (HS 27) sebesar US$64,1 juta serta mesinmesin/pesawat mekanik (HS 84) sebesar US$47,4 juta. Sedangkan komoditi lain yang mengalami peningkatan selain lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) adalah bahan kimia organik (HS 29) sebesar US$47,4 juta; berbagai produk kimia (HS 38) sebesar US$45,0 juta; karet dan barang dari karet (HS 40) sebesar US$36,8 juta; dan kertas/karton (HS 48) sebesar US$32,8 juta. Selama periode Januari–April 2011, ekspor dari 10 golongan barang (HS 2 dijit) diatas memberikan kontribusi 61,74 persen terhadap total ekspor nonmigas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut naik 30,78 persen terhadap periode yang sama tahun 2010. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas diluar 10 golongan barang pada periode Januari–April 2011 sebesar 38,26 persen. 2.3.2.2 Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan Utama Ekspor nonmigas Indonesia pada April 2011 ke Cina, Jepang dan Amerika Serikat masing-masing mencapai US$1.565,5 juta, US$1.458,8 juta, dan US$1.314,4 juta, dengan peranan ketiganya mencapai 33,56 persen. Penurunan ekspor nonmigas April 2011 jika dibandingkan dengan Maret 2011 terjadi ke sebagian besar negara tujuan utama yaitu Thailand sebesar US$643,5 juta; Korea Selatan sebesar US$205,0 juta; Amerika Serikat sebesar US$94,0 juta; Malaysia sebesar US$74,5 juta; Jepang sebesar US$58,8 juta; Perancis sebesar US$13,9 juta; Inggris sebesar US$10,7 juta; dan Singapura sebesar US$1,6 juta. Sebaliknya ekspor ke Cina mengalami peningkatan sebesar US$275,8 juta; Taiwan sebesar US$79,1 juta; Australia sebesar US$56,6 juta; dan Jerman sebesar US$34,7 juta. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) pada April
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 10
2011 mencapai US$1.690,0 juta. Secara keseluruhan, total ekspor keduabelas negara tujuan utama diatas turun 7,55 persen. Berikut
disajikan
ringkasan
perkembangan
ekspor
Indonesia
dan
Komposisi Ekspor Indonesia berdasarkan Golongan Barang pada tahun 2010. Tabel 2.8 Ringkasan Perkembangan Ekspor Indonesia Januari-April 2011
Tahun Uraian
Total Ekspor Migas Nonmigas
Jan-Apr 2010
Jan- Apr 2011
47.571,9 8.893,3 38.678,6
61.908,9 11.881,3 50.027,6
% Perubahan terhadap Jan-Apr 2010 30,14 33,60 29,34
(Sumber : BPS)
2.3.2.3 Impor Non Migas Selama April 2011, nilai impor nonmigas Indonesia mencapai US$10.999,8 juta. Di antara sepuluh golongan barang utama nonmigas dibawah ini, hanya tiga golongan barang yang mengalami peningkatan jika dibanding impor nonmigas Maret 2011. Tiga golongan barang tersebut adalah bahan kimia organik sebesar US$32,1 juta (5,46 persen), kapas sebesar US$27,8 juta (8,98 persen), dan mesin dan peralatan mekanik sebesar US$2,2 juta (0,11 persen). Sementara itu, tujuh golongan barang utama lainnya mengalami penurunan nilai impor. Dari tujuh golongan barang utama yang mengalami penurunan nilai impor, terdapat empat golongan barang yang tercatat menurun diatas US$100,0 juta, yaitu kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar US$216,8 juta (30,82 persen), mesin dan peralatan listrik sebesar US$128,9 juta (8,30 persen), serealia sebesar US$121,0 juta (21,70 persen), dan pesawat udara dan bagiannya sebesar Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 11
US$106,2 juta (33,69 persen). Satu golongan barang berikutnya, turun antara US$50,0 juta sampai dengan US$100,0 juta, yaitu besi dan baja sebesar US$75,1 juta atau 9,94 persen. Sedangkan, dua golongan barang lainnya turun dibawah US$50,0 juta, yaitu plastik dan barang dari plastik sebesar US$18,5 juta (2,99 persen) dan barang dari besi dan baja sebesar US$8,2 juta (2,76 persen). Sementara itu apabila dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya, maka hanya dua golongan barang yang mengalami penurunan nilai impor, yaitu pesawat udara dan bagiannya sebesar US$175,2 juta (16,70 persen) dan barang dari besi dan baja sebesar US$12,4 juta (1,12 persen). Sebaliknya delapan golongan barang utama lainnya mengalami peningkatan nilai impor tertinggi dicapai oleh serealia sebesar US$1.213,8 juta atau 243,64 persen. Sedangkan peningkatan impor nilai terendah dialami oleh bahan kimia organik sebesar US$392,1 juta (22,40 persen). Dilihat dari peranan terhadap total impor nonmigas Indonesia selama Januari−April 2011, impor mesin dan peralatan mekanik memberikan peranan terbesar, yaitu 17,36 persen, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 13,40 persen; besi dan baja sebesar 6,09 persen; kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar 5,44 persen; plastik dan barang dari plastik sebesar 5,24 persen; bahan kimia organik sebesar 5,17 persen; dan serealia sebesar 4,14 persen. Sementara itu, impor tiga golongan barang sisanya mempunyai peranan di bawah 3,00 persen, yaitu kapas sebesar 2,73 persen, barang dari besi dan baja sebesar 2,65 persen, dan pesawat udara dan bagiannya sebesar 2,11 persen. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 64,33 persen dari total impor nonmigas atau 49,61 persen dari total impor keseluruhan.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 12
2.3.2.4 Impor Nonmigas Menurut Negara Asal Barang Utama Total nilai impor nonmigas Indonesia April 2011 sebesar US$10.999,8 juta atau turun US$609,6 juta (5,25 persen) dibanding impor nonmigas Maret 2011. Dari nilai impor nonmigas tersebut, sebesar US$2.547,3 juta (23,16 persen) berasal dari ASEAN dan US$989,6 juta (9,00 persen) dari Uni Eropa. Berdasarkan negara asal barang utama, impor nonmigas dari Cina merupakan yang terbesar, yaitu sebesar US$2.168,3 juta atau 19,71 persen dari keseluruhan impor nonmigas Indonesia, diikuti Jepang sebesar US$1.331,0 juta (12,10 persen), Singapura sebesar US$917,0 juta (8,34 persen), Thailand sebesar US$904,4 juta (8,22 persen), Amerika Serikat US$936,8 juta (8,52 persen), Korea Selatan US$589,6 juta (5,36 persen), Malaysia sebesar US$501,6 juta (4,56 persen), Australia sebesar US$386,6 juta (3,51 persen), Taiwan US$339,7 juta (3,09 persen), dan Jerman sebesar US$300,6 juta (2,73 persen). Selanjutnya impor nonmigas dari Perancis sebesar US$141,7 juta (1,29 persen) dan Inggris sebesar US$109,5 juta (1,00 persen). Secara keseluruhan, kedua belas negara utama di atas memberikan peran sebesar 78,43 persen dari total impor nonmigas Indonesia. Sementara itu, dari total nilai impor nonmigas Indonesia selama Januari– pril 2011 sebesarUS$41.401,1 juta, 77,64 persen berasal dari dua belas negara utama, yaitu Cina sebesar US$7.465,1 juta atau 18,03 persen, diikuti oleh Jepang sebesar US$5.749,6 juta (13,89 persen). Berikutnya Thailand 8,43 persen, Singapura berperan 8,31 persen, Amerika Serikat 7,73 persen, Korea Selatan 5,65 persen, Malaysia 4,23 persen, Australia 3,63 persen, Taiwan 2,94 persen, Jerman 2,63 persen, Perancis 1,45 persen, dan Inggris 0,77 persen. Impor Indonesia dari ASEAN mencapai 23,74 persen, dan dari Uni Eropa 8,82 persen. Dilihat dari perkembangannya terhadap Januari–April 2010, impor dari dua belas negara utama meningkat 23,76 persen. Peningkatan ini terutama
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 13
disumbang oleh dua negara utama, yaitu Cina yang meningkat US$1.867,5 juta (33,36 persen) dan Jepang meningkat sebesar US$827,2 juta (16,80 persen). Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia memperlihatkan kondisi yang cukup menggembirakan, Kondisi perdagangan menunjukkan surplus yang sangat besar yaitu sebanyak US$ 49 Miliar, Surplus ini menunjukkan bahwa kinerja ekspor kita membaik, namun penguatan rupiah saat ini bisa menghambat pertumbuhan ekspor khususnya pada barang-barang furniture,
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 14
3.1 1 Perkembangan Sektor Industri Non Migas Triwulan I Tahun 2011 Perkembangan sektor industri non migas sampai dengan Triwulan I Tahun 2011 secara umum bisa kita lihat pada tabel berikut :
Dari tabel tersebut kita bisa lihat bahwa pertumbuhan paling besar dialami oleh Industri Logam dasar besi baja, baja Sementara itu kita lihat pertumbuhan industri yang mengalami pertumbuhan industri negatif, adalah Industri hasil hutan dan perkebunan, perkebunan Industri ini mengalami penurunan pertumbuhan karena minimnya pasokan bahan baku yang berasal dari alam, Salah satu faktor pemicunya adalah ekspor barang mentah bahan-bahan bahan tersebut. Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 15
Tabel 3.2 Pertumbuhan Industri Non Migas 2005-TW I 2011
Tabel 3.3 Kontribusi terhadap Pertumbuhan Industri 2005-TW I 2011
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 16
Proyeksi untuk tahun 2011 kemungkinan besar kita akan menghadapi situasi yang sama dengan tahun 2008 dimana kita terkena imbas dari krisis global, saat ini kondisi dunia sudah masuk dalam pemulihan, namun situasi ekonomi di Eropa khususnya di Spanyol, Irlandia, Yunani, dan Portugal akan memaksa Uni Eropa kembali mengeluarkan dana talangan untuk menyelamatkan ketiga tersebut. Opsi default adalah opsi yang kurang menguntungkan bagi perekonomian Eropa, namun bukan tidak mungkin opsi ini akan diambil. Selain dengan kondisi tersebut ancaman naiknya inflasi sebagai akibat dari kenaikan harga minyak membuat para pelaku industri akan cenderung menahan diri untuk melakukan investasi lebih lanjut. Oleh karena itu perlu ada kejelasan sikap dari Pemerintah Pusat terkait dengan masalah harga BBM sehingga langkahlangkah antisipasinya bisa dipersiapkan sejak dini.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 17
3.2 Tantangan-tantang Perekonomian Indonesia pada Tahun 2011 3.2.1 Penguatan Mata Uang Rupiah, Isyarat Overheating? International
Monetary
Fund
(IMF)
pada
mengeluarkan laporan mengenai proyeksi ekonomi
bulan
April
yang
lalu
dunia pada tahun 2011,
diperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh sebanyak 3% dan secara khusus IMF memperkirakan pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada angka 6,2% angka ini dibawah proyeksi Pemerintah sebagaimana tertuang dalam APBN 2011 yaitu sebesar 6,4%. Selain dari proyeksi tersebut IMF memberikan isyarat bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang menghadapi kondisi overheating1. Dalam laporan tersebut IMF menyatakan bahwa karena derasnya aliran modal yang masuk ke Indonesia yang bersifat jangka pendek mengakibatkan Indonesia menghadapi kondisi overheating. Kondisi overheating bila tidak dijaga dengan kebijakan ekonomi yang tepat, maka bisa menimbulkan potensi shock pada perekonomian yang bisa menimbulkan kondisi krisis ekonomi. Untuk melihat gejala tersebut dalam laporan ini analisa terhadap kondisi overheating dilihat pada kondisi nilai tukar rupiah yang menguat pada awal tahun 2011. Perkembangan nilai tukar rupiah pada awal tahun 2011 menunjukkan trend yang menguat. Sebagaimana tersaji pada grafik berikut :
overheating adalah sebuah kondisi dimana peningkatan permintaan agregat tidak diimbangi dengan peningkatan penawaran yang produktif 1
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 18
Nilai Rupiah terus mengalami kenaikan secara cepat semenjak bulan Maret 2011 dengan kisaran kurs pada level 8700-8800 menguat hingga 8500-8600 pada bulan mei 2011. Penguatan ini didorong oleh banyak faktor diantaranya sebagai berikut : 1. Tingginya Aliran uang masuk ke dalam negeri melalui pasar modal dan pasar uang. Peningkatan aliran ini telah mendorong penguatan rupiah hal ini disebabkan karena transaksi di dalam negeri menggunakan nilai rupiah hal ini mendorong
peningkatan
permintaan
pada
rupiah
sehingga
mendorong
penguatan. Tingginya aliran uang masuk ke dalam negeri ini secara umum disebabkan oleh 2 faktor, faktor yang pertama adalah faktor selisih suku bunga Bank Indonesia dengan Bank Sentral Amerika Serikat, yang kedua adalah kondisi makroekonomi Indonesia yang dinilai stabil dan cocok untuk investasi. Aliran uang masuk ini masuk kategori hot money sehingga sangat mudah untuk keluar dari Indonesia, untuk itu perlu penguatan terhadap ekonomi, sehingga aliran hot Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 19
money tidak menyebabkan terpuruknya sektor ekonomi khususnya sektor financial. 2. Penguatan Ekspor Indonesia Indone Peningkatan Ekspor Indonesia yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2010 dan 2011, menunjukkan bahwa peningkatan ini didominasi oleh komoditi yang berasal dari sumber daya alam berdasarkan data yang dihimpun oleh BPS proporsi golongan barang akan terlihat terlih sebagai berikut : Komposisi Ekspor Non Migas Berdasar Golongan Barang Tahun 2010 Bahan Bakar Mineral Lemak & Minyak hewan/nabati
14%
Mesin/Peralatan listrik Karet dan barang dari karet
41%
13%
Bijih, Kerak, dan abu logam Mesin-mesin/pesawat mesin/pesawat mekanik
8% 7% 1%
2% 2%
4% 6% 2%
Bahan Kimia Organik Alas Kaki Serat Stapel Buatan Berbagai Produk Kimia Lainnya
Dari grafik tersebut terlihat bahwa Komoditi yang berasal dari Sumber Daya Alam meliputi Bahan Bakar Mineral, Lemak hewan/nabati, karet dan bijih. mendominasi sebanyak 43% dibanding produk manufaktur. Sehingga penguatan ekspor ini tidak memberikan gambaran gambaran kompetitif tidaknya barang Indonesia, mengingat komoditi yang diekspor merupakan komoditi yang berasal dari alam dan memiliki nilai tambah yang tidak terlalu besar. Karena ekspor kita didominasi oleh sumber daya alam, maka faktor penentu dari kenaikan nilai nilai rupiah yang sangat cepat ini adalah harga komoditi di tingkat internasional.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 20
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh NBER (National Bureau of Economic Research) menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara harga komoditas dunia dengan apreasiasi nilai mata uang. Lebih lanjut dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketika harga komoditas dunia naik, maka akan diiringi dengan kenaikan nilai ekspor. Karena ekspor naik maka akan diiringi dengan permintaan terhadap rupiah yang meningkat dan pada akhirnya akan mendorong terjadinya apresiasi. Dari pemaparan tersebut diatas maka sangat dapat disimpulkan bahwa ekonomi Indonesia belum sampai tahap overheating, karena peningkatan dari nilai rupiah juga didukung oleh adanya penguatan dari sisi ekspor akan tetapi ancaman dari adanya larinya modal yang keluar negeri pelu diantisipasi dengan seksama melalui kebijakan investasi yang lebih diarahkan untuk memperkuat sektor riil.
3.2.2 Kebangkitan Kelas Menengah Indonesia dan Implikasinya Pertumbuhan Ekonomi Indonesia selama 5 tahun terakhir menunjukkan trend yang positif dan menguat. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia tidak
terpengaruh dengan adanya krisis global yang sedang menghantam dunia pada tahun 2008, terbukti pada tahun tersebut Pertumbuhan kita menunjukkan angka positif, menjadi salah satu negara utama yang mengalami Pertumbuhan positif diluar India dan China. Pertumbuhan ini ditopang faktor makin besarnya konsumsi masyarakat yang menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan besaran PDB yang dihadapi Indonesia saat ini, menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 20 besar ekonomi dunia. Berdasarkan Pendapatan Per Kapita, yaitu ratarata pendapatan setiap penduduk selama satu tahun, sebesar Rp. 27 juta pada tahun 2010 membuat Indonesia termasuk dalam Kategori Negara dengan
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 21
penghasilan Menengah bila mengacu pada Indikator ekonomi yang dibuat Bank Dunia. Peningkatan pertumbuhan ini telah mendorong perubahan struktur penghasilan masyarakat. Masyarakat Indonesia yang masuk dalam kategori kelas menengah menunjukkan peningkatan yang luar biasa sejak tahun 2003. Laporan Ekonomi Bank Dunia untuk Indonesia pada triwulan I Tahun 2010 bahkan menuliskan bagian khusus untuk membahas mengenai pertumbuhan kelas menengah ini. Pertumbuhan Kelas menengah dan implikasinya ini akan menjadi bahasan utama pada tulisan ini. a. Definisi Kelas menengah didefinisikan dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan absolut, pendekatan relatif dan pedekatan gabungan. Yang pertama, pendekatan absolut pendekatan ini melihat dari tingkat pengeluaran individu, yang kedua pendekatan relative dengan melihat pengeluaran rumah tangga dibandingkan dengan
rumah
tangga
yang
lain,
dan
yang
ketiga
pendekatan
yang
menggabungkan pendekatan absolut dan relatif. Penggunaan pendekatan ini tergantung tujuan dari analisis yang akan dilakukan. Bank Dunia menggunakan pendekatan absolut
untuk melakukan
penghitungan dengan ukuran pengeluaran perhari Individu antara US$ 2 (Sekitar Rp 18.000) hingga US$ 20 (Sekitar Rp. 600.000). Pendekatan ini diambil karena lebih cocok untuk menggambarkan ekonomi Indonesia.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 22
b. Kondisi Kelas Menengah Indonesia Kondisi terkini dari kelas menengah Indonesia dapat kita lihat pada tabel berikut : Tabel : Presentase Populasi berdasar tingkat pengeluaran Kelas Low
Middle
High
2003
2010
(%) populasi
(%) populasi
< $ 1,25
21,9
14,0
$ 1,25 – $ 2
40,3
29,3
$2-$4
32,1
36,5
$4-$6
3,9
11,7
$ 6 - $ 10
1,3
5,0
$ 10 - $ 20
0,3
1,3
> $ 20
0,1
0,2
Pengeluaran
Sumber : SUSENAS BPS dan Bank Dunia Berdasarkan tabel tersebut kita bisa melihat bahwa pada tahun 2003 Komposisi Penduduk yang berada pada kelompok menengah sebesar 37,6 %, sekitar 81 Juta penduduk. Pada tahun 2010 naik menjadi 54,5 %, sekitar 131 juta penduduk, pada tahun 2010, atau dapat disimpulkan selama 7 tahun setiap tahun rata-rata bertambah 7 juta jiwa. Dengan Pertumbuhan sebanyak 7 juta jiwa/pertahun maka pada tahun 2025 akan terdapat 235 juta penduduk, atau mencapai 60% penduduk Indonesia. Saat ini Koefisien Gini Indonesia, pada level 0,38 ,koefisien Gini berada pada angka 0 (Pemerataan Sempurna) hingga 1 (Ketidakmerataan Sempurna). Dari angka tersebut kita bisa lihat bahwa Indonesia masih dalam kondisi relative baik, bila dibandingkan dengan China yang memiliki koefisien gini 0,5.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 23
Selain data tersebut peningkatan jumlah Kelas Menengah ini justru lebih banyak meningkat di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan. Fenomena ini ada kemungkinan dipengaruhi peningkatan harga komoditi pertanian. Bila kita perhatikan dari tabel tersebut, sebanyak 36,5 % kelas menengah ini berada pada penghasilan terbawah yang sangat rentan untuk mengalami penurunan. Karena pertumbuhan kelas menengah bila tidak dikelola dengan baik maka menimbulkan middle Income trap dan kesenjangan yang makin besar
c. Middle Income Trap Kelas menengah bukan berarti tidak memiliki kelemahan, berkembangnya kelas menengah ini dapat menimbulkan kondisi middle income trap dimana masyarakat yang berada dalam kelas menengah ini, tidak bisa mengkondisikan dirinya untuk berkembang menuju penghasilan yang berada diatasnya. Efek yang sangat terasa dari Middle Income Trap ini adalah gap antara mereka yang berpenghasilan kaya dan menengah menjadi makin jauh, dan tidak memberikan stimulus pada mereka yang berada pada kelas menengah dan dibawahnya untuk naik secara kondisi ekonomi. Situasi ini terlihat pada Filipina dimana pertumbuhan ekonominya cenderung Stagnan. Oleh karena itu Proses penguatan kelas menengah perlu didukung dengan langkah-langkah kebijakan yang dapat menunjang posisi masyarakat kita sebagai kelas menengah dan mendorong kenaikan posisi ekonomi masyarakat. d. Kebijakan yang mendukung Faktor-faktor yang dapat memperkuat kelas menengah Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Penghasilan yang stabil, dengan penghasilan yang stabil maka posisi kelas menengah akan makin baik, untuk itu perlu didukung dengan perekonomian yang stabil. 2. Pertumbuhan Wirausahawan baru, dengan munculnya wirausahawan baru ke dalam ekonomi akan menjadi penopang dari kekuatan kelas menengah ini. Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 24
3. Reformasi Regulasi, dengan melakukan perbaikan pada regulasi yang ada yang lebih memberikan stimulus pada perekonomian maka momentum penguatan kelas menengah ini dapat dijaga. Pemaparan diatas menunjukkan bahwa Kondisi Kelas Menengah ini sangat berpengaruh
terhadap
momentum
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia.
Peningkatan kelas menengah ini merupakan salah satu faktor yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia pada level yang lebih tinggi, bila dikelola dengan tepat.
3.2.3 Indonesia’s Global Competitiveness Report 2010 Semenjak terjadi krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998, Indonesia termasuk negara yang terlambat untuk pulih dari krisis bila dibandingkan dengan negara-negara asia lainnya yang terkena imbas dari krisis tersebut. Tapi kini Ekonomi Indonesia berada pada peringkat 17 dilihat dari besaran PDB,yang membuatnya masuk dalam lingkaran elit G-20. Perkembangan ekonomi Indonesia semenjak tahun 2005 memang menunjukkan trend yang positif dan hal ini direspons dengan peningkatan yang cukup signifikan dalam hal peningkatan daya saing, berdasarkan laporan Indonesia Global Competitiveness Report yang dikeluarkan oleh World Economic Forum untuk menyambut penyelenggaraan World Economic Forum East Asia di Jakarta pada tanggal 12-13 Juni 2011. Global Competitiveness
Report (GCR) disusun
berdasarkan Global
Competitiveness Index (GCI) yang dihitung berdasarkan 12 kategori yaitu : institusi, infrastuktur, lingkungan makroekonomi, kesahatan dan pendidikan dasar, pelatihan dan pendidikan tinggi, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, perkembangan pasar financial, kesiapan teknologi, ukuran pasar, kemutakhiran bisnis dan inovasi. Semenjak tahun 2005 Indonesia mengalami peningkatan dalam ke 12 kategori tersebut, sehingga Pada tahun 2011 ini Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 25
Indonesia menduduki peringkat ke 44 dari 139 Negara, naik sebanyak 10 peringkat dari tahun 2010. Peningkatan sebanyak 10 peringkat ini merupakan peningkatan terbesar diantara para negara yang tergabung dalam G20. Secara umum dari GCI tersebut Kekuatan Indonesia terletak pada kategori-kategori sebagai berikut : a. Lingkungan Makroekonomi (Peringkat 39) Kemajuan dalam hal pengelolaan fiscal telah membuat kondisi fiscal Indonesia menjadi makin kuat, Rasio utang Indonesia yang terus menurun, meningkatnya credit rating Indonesia, dan peningkatan tabungan dan investasi. Akan tetapi perlu diwaspadai adanya ancaman terhadap inflasi karena dorongan peningkatan harga komoditi. b. Pendidikan dasar Kualitas pendidikan dasar Indonesia cukup baik hal ini terlihat dari telah mengalami peningkatan menjadi peringkat 49, namun Peringkat untuk pendidikan tinggi Indonesia masih rendah yaitu peringkat 66. c. Efisiensi pasar barang Indonesia berada pada peringkat ke 49, hal ini disebabkan karena Indonesia mengalami peningkatan pada tariff pajak yang kompetitif, namun hambatan dari birokrasi dan tarif masih menjadi masalah yang perlu diatasi. d. Kemutakhiran bisnis Bisnis yang dikembangkan di Indonesia makin mutakhir, hal ini membuat Indonesia berada pada peringkat 37, poin penting dari indikator ini adalah dalamnya kluster industri, manajemen yang efisien, dan migrasi perusahaan kearah segment yang lebih besar. e. Ukuran Pasar Dengan Peringkat 15 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ukuran pasar yang besar.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 26
Dengan keunggulan tersebut, dan didorong oleh peningkatan dari konsumen potensial karena meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia, dan tingginya minat para investor dalam negeri dan luar negeri dalam mengembangkan usahanya di Indonesia, membuat Indonesia punya peluang untuk mengalami loncatan ke depan, sehingga dapat menjadi salah satu katalisator dalam ASEAN Economic Community pada tahun 2015. Indonesia masih
menghadapi
beberapa tantangan dalam GCI,
kekurangan-kekurangan yang dihadapi oleh Indonesia dan perlu untuk diatasi adalah sebagai berikut : a. Infrastuktur Peringkat Indonesia berada dalam peringkat 82, kemajuan dalam infrastruktur sangat lambat. Keberadaan jalan dan rel kereta dalam kondisi yang buruk dan kapasitas pelabuhan belum memadai, permasalahan infrastruktur energi perlun untuk dipecahkan. b. Kesiapan Teknologi Pertumbuhan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat masih ditopang oleh pertumbuhan komunikasi mobile, sementara dalam hal akses terhadap internet masih sangat rendah, hal ini mengakibatkan Indonesia jatuh ke Peringkat 92. c. Kesehatan dan Sumber Daya Manusia Perkembangan sumber daya manusia membaik, tetapi bila dilihat dari kondisi indikator kesehatan dan sumber daya manusia, Indonesia masih menghadapi beberapa masalah. Indiktor Kesehatan menunjukkan bahwa Indonesia masih berhadapan dengan masalah tingginya angkat kematian bayi, penyakit menular dan malnutrisi di beberapa daerah di Indonesia, situasi ini membuat Indonesia jatuh pada peringkat 99. Sektor tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh para pekerja yang bekerja pada sektor informal dan tingginya resiko pekerjaan yang dihadapi. Kondisi ini menghalangi sektor tenaga kerja Indonesia untuk dapat Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 27
berkembang lebih produktif. Situasi ini membuat Indonesia jatuh pada peringkat 84 d. Institusi Permasalahan dengan birokrasi dan korupsi yang masih terjadi di Indonesia membuat permasalahan institusi ini menjadi penghambat laju perekonomian di Indonesia. Untuk itu perlu adanya peningkatan terhadap transparansi terhadap proses pengambilan kebijakan dan perbaikan pada situasi keamanan secara nasional untuk memperkuat ekonomi. Peningkatan daya saing Indonesia menunjukkan bahwa permasalahan yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu segera diatasi. Pertumbuhan ekonomi belum tentu akan menghapus permasalahan yang dihadapi, untuk perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi, roadmap program yang terukur untuk menunjang perekonomian Indonesia di masa mendatang. Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia seperti permasalahan kemiskinan, ketidakmerataan pendapatan, tingginya harga energy, dan situasi social dapat menjadi penghambat utama. Penyerapan lapangan kerja di luar sektor agraris harus diperbesar, khususnya di sektor industri manufaktur mengingat besarnya pertumbuhan angkatan kerja. Di masa mendatang Indonesia akan masih berhadapan dengan masalah-masalah tersebut diatas untuk itu program-program dan kebijakan yang akan dilakukan harus menjaga dan memperkuat basis momentum pertumbuhan ekonomi.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 28
4. 1 Kesimpulan
Secara umum Tahun 2010 ekonomi berjalan dalam koridor yang relative stabil dan tidak ada gejolak yang berarti, kondisi ini membuat ekonomi Indonesi berjalan stabil, sehingga angka pertumbuhan pada tahun 2010 lebih tinggi dari tahun 2009, Efek pemulihan krisis menjadi salah satu penyebab utama penguatan ini,
Inflasi pada tahun 2010 menghadapi peningkatan yang cukup besar disbanding tahun 2009 dengan angka Inflasi 7% pada tahun 2010 membuat BI rate bergerak untuk dinaikkan pada awal tahun 2011, Kondisi harga 2010 sangat dipengaruhi pergerakan harga komoditi seperti beras dan cabai, Untuk itu gejala harga komoditas ini perlu dipantau secara seksama,
Krisis Timur Tengah memaksa harga komoditas Minyak untuk terus naik, sehingga mencapai level diatas US$ 110, kenaikan harga minyak ini memiliki efek terhadap besaran subsidi BBM yang ditetapkan pemerintah, Dengan kondisi ini APBN-P diperkirakan akan diajukan pada Bulan Mei 2011 dengan memasukkan rencana pembatasan subsidi BBM,
Kinerja Ekspor dan Impor kita sangat baik pada tahun 2010, namun kinerja ini banyak ditopang oleh komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit, Sehingga peluang peningkatan Ekspor Indonesia pada barang-barang manufaktur masih terbuka lebar, khususnya dengan pemberlakuan ACFTA, Akan tetapi kebijakan yang melindungi industri dalam negeri perlu diperkuat,
Bencana Jepang belum akan mengganggu perekonomian nasional mengingat besaran ekspor kita ke Jepang tidaklah besar, Namun penanganan terhadap
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 29
reaktor nuklir Jepang menjadi kunci utama dari pemulihan perekonomian nasional. 4. 2 Saran
Perlu dirumuskan kebijakan yang menunjang berkembangnya infrastruktur untuk meningkatkan daya saing, mengingat kondisi Infrastruktur Indonesia menjadi faktor besar dalam melemahkan daya saing.
Kebijakan yang bersifat Insentif fiskal perlu dilanjutkan dengan melakukan perluasan basis industri yang dapat memperoleh akses. Insentif ini juga perlu disertai dengan pengawasan terhadap pelaksanaannya.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan I Tahun 2011
Page 30