BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006 Kondisi ekonomi makro pada tahun 2006 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, memasuki tahun 2006, stabilitas moneter di dalam negeri membaik tercermin dari stabilnya nilai tukar rupiah, menurunnya laju inflasi dan suku bunga, serta meningkatnya cadangan devisa. Kedua, membaiknya stabilitas ekonomi dengan didukung oleh permintaan eksternal yang kuat mendorong kembali pertumbuhan ekonomi yang melambat hingga triwulan I/2006. Stabilitas ekonomi yang membaik juga mendorong kinerja pasar modal di Indonesia. Ketiga, upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sekaligus momentum pertumbuhan ekonomi perlu dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan mengurangi jumlah penduduk miskin.
A. PEREKONOMIAN DUNIA Dalam tahun 2006, perekonomian dunia tumbuh 5,3 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 didorong oleh pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang yang lebih baik.
⎯ Pada triwulan I dan II/2006, perekonomian AS tumbuh 3,7 persen dan 3,6 persen (yo-y). Dalam triwulan III/2006, pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 3,0 persen (y-o-y) dengan melemahnya sektor perumahan. Pada triwulan IV/2006, ekonomi AS tumbuh 3,4 persen (y-o-y) dan dalam keseluruhan tahun 2006, perekonomian AS tumbuh 3,4 persen, lebih tinggi dari tahun 2005 (3,2 persen). ⎯ Meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan melemahkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang dunia lainnya. Dalam bulan November 2006, nilai tukar dolar AS melemah 1,2 persen terhadap yen Jepang dan 3,8 persen terhadap euro. Dolar AS juga melemah terhadap mata uang Asia seperti bath Thailand, ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan peso Filipina berturut-turut sebesar 2,3 persen, 1,6 persen, 1,0 persen, dan 0,6 persen. ⎯ Dalam tahun 2006, perekonomian Eropah tumbuh lebih tinggi; sedangkan Jepang melambat. Dalam tahun 2006, perekonomian Jepang, Jerman, Inggris, dan Perancis masing-masing tumbuh 2,1 persen, 2,6 persen, 2,7 persen, dan 2,1 persen. Dalam keseluruhan tahun 2006, perekonomian masyarakat Eropah tumbuh 2,6 persen; lebih tinggi dari tahun 2005 (1,4 persen). ⎯ Perekonomian Asia tahun 2006 tetap tumbuh tinggi terutama digerakkan oleh China, India, dan negara-negara emerging market lainnya. Dalam tahun 2006, ekonomi China dan India tumbuh 10,5 persen dan 8,4 persen. Perekonomian Asia tetap merupakan kawasan dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi yaitu sekitar 9,3 persen dalam keseluruhan tahun 2006. ⎯ Kawasan Amerika Latin dan Timur Tengah tumbuh lebih tinggi dari tahun 2005, yaitu berturut-turut sebesar 5,0 persen dan 5,8 persen; sedangkan Afrika melambat menjadi 5,4 persen pada tahun 2006. Pertumbuhan ekonomi beberapa negara sampai dengan triwulan IV/2006 dapat dilihat pada Tabel I.1.
I− 1
Tabel 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA (persen, y-o-y) 2004
2005
2006
2006:1
2006:2
2006:3
2006:4
3,9 2,3 1,2 3,3 2,0
3,2 2,7 0,9 1,9 1,2
3,4 2,1 0,9 1,9 1,2
3,7 3,8 1,4 2,3 1,5
3,6 2,0 2,4 2,6 2,6
3,0 1,6 2,8 2,7 1,9
3,4 2,1 3,7 3,0 2,2
5,0 7,1 6,2 4,6 8,7 6,1 8,6 10,1 8,1
5,7 5,3 4,4 4,0 6,6 4,1 7,3 10,4 8,3
5,5 5,5 5,0 5,0 7,9 4,1 6,0 10,5 8,4
5,0 5,3 6,0 6,2 10,1 4,9 8,2 10,2 8,4
5,0 6,2 4,9 5,3 8,0 4,6 5,2 11,3 7,5
5,9 5,9 4,7 4,3 7,0 5,0 6,8 10,4 9,2
6,1 5,7 4,2 4,0 6,6 4,0 7,0 10,4 8,6
Amerika Serikat Jepang Jerman Inggris Perancis INDONESIA Malaysia Thailand Korea Selatan Singapura Taiwan Hongkong RRC India
Sumber: IMF dan The Economist
Dalam keseluruhan tahun 2006, perekonomian dunia tumbuh sebesar 5,3 persen.
Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya (World Economic Outlook, September 2006, yaitu 5,1 persen); dan lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2005 yaitu 4,8 persen. Dalam tahun 2006 perekonomian kelompok negara maju tumbuh 3,1 persen, lebih tinggi dari tahun 2005 (2,5 persen); sedangkan negara berkembang tumbuh 7,7 persen; lebih tinggi dari tahun 2005 (7,3 persen). Perekonomian dunia yang tumbuh tinggi mendorong permintaan komoditi ekspor.
Dalam tahun 2006, volume perdagangan dunia meningkat 9,2 persen; lebih besar dari peningkatan pada tahun 2005 (7,4 persen). Tingginya pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2006 meningkatkan harga komoditi di pasar internasional. Harga ekspor komoditi non-migas pada tahun 2006 diperkirakan meningkat sebesar 28,5 persen; jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan tahun 2005 (10,3 persen). ⎯ Dalam tahun 2006, harga ekspor karet (New York), minyak sawit Sumatera (Rotterdam), kopi Robusta Lampung (New York), timah (Kuala Lumpur), pelat tembaga (Tokyo); alumunium (London); dan nikel (London) berturut-turut meningkat 38,7 persen, 12,4 persen, 26,3 persen, 15,0 persen, 50,5 persen, 50,6 persen, 36,5 persen, dan 56,9 persen. Peningkatan harga komoditi pertambangan seperti nikel, tembaga, dan alumunium sangat tinggi [mohon dilihat Boks II.1 mengenai Perkembangan Harga Komoditi Non-Migas].
200
600
160
500
120
400
80
300
40
200
Jan '99
Jan' 01
Jan'03
Jan'05
0
Minyak Sawit Sumatera Kopi Robusta Lampung
I− 2
140 120 100 80 60 40 20 0
Jan '99
Jan' 01
Karet
Jan'03
Jan'05
Beras Thailand
350 300 250 200 150 100 50 0
Beras Thailand (US$/ton)
700
Grafik I.2. HARGA EKSPOR KARET DAN BERAS Karet (US$ cent/lb)
Minyak Sawit (US$ cent/lb)
Grafik I.1. HARGA EKSPOR MINYAK SAWIT DAN KOPI
Kopi Robusta Lampung (US$ cent/lb)
⎯ Peningkatan harga juga terjadi pada komoditi beras. Harga beras Bangkok dalam tahun 2006 meningkat sebesar 5,5 persen. Perkembangan harga ekspor komoditi nonmigas sampai dengan bulan Desember 2006 dapat dilihat pada Grafik I.1. – I.4.
9
2400
6
1800
3
1200
0
Jan' 02
Jan'03
Jan'04
Jan'05
Timah
Jan'06
600
Grafik I.4. HARGA EKSPOR TEMBAGA DAN NIKEL 1200
30000
800
20000
400
10000
0
Jan' 02
Jan'03
Jan'04
Pelat Tembaga
Alumunium
Jan'05
Jan'06
0
Nikel
Harga minyak dunia meningkat sampai bulan Agustus 2006 kemudian menurun pada bulan September 2006. Sampai dengan bulan Agustus 2006, harga minyak dunia
meningkat didorong oleh permintaan dunia yang kuat, penurunan produksi pada beberapa negara penghasil minyak, kekuatiran mengenai program nuklir Iran, serta meningkatnya konflik antara Israel dan Lebanon. Dalam bulan Agustus 2006, harga spot harian minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencapai lebih dari USD 75/barel. ⎯ Pada bulan September 2006, harga minyak dunia menurun cukup tajam dan relatif stabil hingga bulan November 2006. Pada bulan Desember 2006, harga minyak mentah meningkat dengan masuknya musim dingin. Dalam bulan Desember 2006, harga spot rata-rata harian WTI di New York sebesar USD 62,0/barel; sedangkan harga kontrak empat bulan ke depan sebesar USD 64,7/barel.
Harga Spot WTI (USD/barel)
⎯ Beberapa faktor yang menurunkan harga minyak dunia pada bulan September 2006 antara lain cadangan minyak AS yang tinggi, upaya yang terus berlanjut dalam penyelesaian program nuklir Iran, serta meningkatnya pasokan minyak dari negaranegara Non-OPEC. Perkembangan harga spot harian WTI bulan Januari – Desember 2006 dapat dilihat pada Grafik I.5. Grafik I.5. PERKEMBANGAN HARGA SPOT MINYAK WTI 80 75 70 65 60 55
03-Jan-06 07-Mar-06 05-May-06 07-Jul-06 06-Sep-06 03-Nov-06
Siklus pengetatan moneter di AS mereda sejak pertengahan tahun 2006. Tekanan
terhadap inflasi yang berat di AS pada tahun 2004 menuntut kebijakan moneter AS ketat. Sejak pertengahan tahun 2004, suku bunga Fed Funds dinaikkan secara bertahap sebanyak 17 kali hingga menjadi 5,25 persen pada akhir Juni 2006. ⎯ Kebijakan moneter AS yang ketat hingga pertengahan tahun 2006 memberi pengaruh pada nilai tukar mata uang dunia dan suku bunga internasional. Pada pertengahan Mei 2006 terjadi gejolak pada bursa saham global dan nilai tukar mata uang di beberapa negara, termasuk Indonesia didorong oleh gejolak modal jangka pendek yang terjadi di Turki dan Brasil. Indeks beberapa bursa saham dan mata uang dunia pada tanggal 10 Mei – 30 Juni 2006 (10 Mei 2006 = 100) dapat dilihat pada Grafik I.6 dan Grafik I.7. I− 3
Nikel (US$/ton)
3000
Pelat Tembaga (JPY/kg)
12
Alumunium (US$/ton)
Timah (MYR/kg)
Grafik I.3. HARGA EKSPOR TIMAH DAN ALUMUNIUM
Grafik 1.7. INDEKS NILAI TUKAR BEBERAPA MATA UANG
Grafik I.6. INDEKS BEBERAPA BURSA SAHAM DUNIA
98 (10 Mei 2006 = 100)
(10 Mei 2006 = 100)
105 100 95 90 85 80 75
10 15 17 19 23 26 30 1
Dow Jones
5
Singapura
7
102 104 106 108 110
9 13 15 19 21 23 27 29
Malaysia
100
10 15 17 19 23 26 30 1
Bath
Jakarta
Yen
5
7
9 13 15 19 21 23 27 29
Rupiah
Ringgit
Laju inflasi (%, y-o-y)
Grafik I.8. INFLASI AS DAN SUKU BUNGA FED FUNDS 5
7
4
5,6
3
4,2
2
2,8
1
1,4
0
0
Jan' 00 Jan' 01 Jan' 02 Jan'03 Jan'04 Jan'05 Jan'06
Laju Inflasi (y-o-y)
Suku Bunga Fed Funds (%)
⎯ Dengan terkendalinya inflasi, kebijakan moneter AS netral. Dalam bulan September, Oktober, dan November 2006 terjadi deflasi di AS masing-masing sebesar 0,5 persen, 0,5 persen, dan 0,1 persen; sedangkan pada bulan Desember 2006 terjadi inflasi sebesar 0,1 persen. Dengan perkembangan tersebut laju inflasi AS setahun pada bulan Desember 2006 (y-o-y) melunak menjadi 2,5 persen, lebih rendah dari bulan Juni, Juli, dan Agustus 2006 (4,3 persen, 4,1 persen, dan 3,8 persen, y-o-y). Dengan laju inflasi yang menurun tersebut, Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunga Fed Funds (tetap 5,25 persen) sejak Juni 2006 hingga Desember 2006. Perkembangan inflasi AS dan suku bunga Fed Funds dapat dilihat pada Grafik I.8.
Suku Bunga Fed Funds
⎯ Kebijakan moneter yang netral di AS diikuti oleh suku bunga yang relatif stabil di beberapa negara, termasuk ASEAN sejak triwulan III/2006. Perkembangan suku bunga deposito di beberapa negara ASEAN dapat dilihat pada Grafik I.9.
7
8,5
6
7,8
5
7,1
4
6,4
3
5,7
2
Jan'05
Apr
Jul
Thailand
Okt Jan'06
Malaysia
Apr
Jul
Okt
Filipina (%)
Thailand, Malaysia (%)
Grafik I.9. SUKU BUNGA DEPOSITO 3 BULAN
5
Filipina
Dalam tahun 2006, kesenjangan global melebar. Pertumbuhan ekonomi AS yang
didorong oleh kebijakan moneter dan fiskal yang longgar selama beberapa tahun terakhir telah meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan AS. Sejak tahun 2001, defisit I− 4
transaksi berjalan AS meningkat masing-masing dari 3,8 persen PDB pada tahun 2001 menjadi 6,5 persen PDB pada tahun 2005. Dalam tahun 2006, defisit transaksi berjalan AS mencapai USD 836,1 miliar. ⎯ Salah satu upaya untuk mengurangi defisit transaksi berjalan AS dilakukan dengan mengendalikan defisit anggarannya. Pada tahun 2004 dan 2005 defisit anggaran AS menurun menjadi 3,4 persen dan 2,6 persen PDB; lebih rendah dibandingkan tahun 2003 (3,6 persen PDB). Perkembangan neraca transaksi berjalan AS, Jepang, dan China serta defisit neraca transaksi berjalan dan anggaran AS dapat dilihat pada Grafik I.10 dan Grafik I.11.
Defisit Anggaran, Trans Berjln (% PDB)
Grafik I.10. NERACA TRANS BERJLN AS, JEPANG, CHINA 200 USD miliar
0 -200 -400 -600 -800 -1000
1990
Jepang
1992
1994
1996
1998
2000
Amerika Serikat
2002
2004
China
Grafik I.11. NERACA TRANS BERJLN DAN ANGGARAN AS 4 2 0 -2 -4 -6 -8
1990
1992
1994
1996
Defisit Trans. Berjalan
1998
2000
2002
2004
Defisit Anggaran
Perekonomian dunia yang tumbuh tinggi meningkatkan kinerja bursa saham di dunia. Pada akhir tahun 2006, Indeks Dow Jones di New York, Indeks Nikkei di Jepang,
Indeks Strait Times di Singapura, dan Indeks Hang Seng di Hongkong meningkat masingmasing sebesar 16,3 persen, 6,9 persen, 22,5 persen dan 34,2 persen dibandingkan akhir tahun 2005. Perkembangan indeks saham sejak awal tahun 2001 pada beberapa bursa terkemuka di dunia dapat dilihat pada Grafik I.12.
13000
24000
11000
18000
9000
12000
7000 Jan' 00
Jan' 02 New York
Jan'04 Tokyo
Jan'06
Tokyo, Hongkong
New York
Grafik I.12. INDEKS BURSA SAHAM INTERNASIONAL
6000
Hongkong
B. MONETER, PERBANKAN, DAN PASAR MODAL Stabilitas ekonomi dalam tahun 2006 membaik. Upaya untuk meningkatkan stabilitas
ekonomi yang bergejolak tahun 2005 memulihkan kembali kepercayaan terhadap rupiah, menjaga stabilitas harga barang dan jasa, dan meningkatkan ketersediaan cadangan devisa. Stabilitas ekonomi yang membaik selanjutnya mendorong kinerja bursa saham di Indonesia. Nilai tukar rupiah relatif stabil sejak pertengahan tahun 2006. Memasuki tahun
2006, nilai tukar rupiah menguat hingga menembus Rp 9.000,- per USD antara lain didorong oleh nilai imbal beli rupiah yang cukup tinggi yang mendorong masuknya investasi portfolio. I− 5
⎯ Kenaikan suku bunga Fed Funds yang terus berlanjut dan gejolak bursa saham di beberapa negara berpengaruh terhadap bursa saham di negara-negara berkembang dan nilai tukar mata uang dunia termasuk rupiah pada pertengahan Mei 2006. Nilai tukar rupiah sempat melemah hingga lebih dari Rp 9.400 per USD pada perdagangan harian. ⎯ Siklus pengetatan moneter di negara maju yang mereda dan nilai imbal beli rupiah yang masih tinggi menguatkan kembali rupiah. Sejak bulan Juli 2006, nilai tukar rupiah relatif stabil pada rentang Rp 9.000 – Rp 9.200 per USD. Dalam keseluruhan tahun 2006, rata-rata nilai tukar rupiah harian mencapai Rp 9.168,- per USD. Nilai dan pergerakan rupiah dapat dilihat pada Grafik I.13 dan Grafik I.14.
Dibandingkan hari sebelumnya (%)
Kurs Rupiah (Rp/USD)
Grafik I.13. PERKEMBANGAN KURS RUPIAH HARIAN 9800 9600 9400 9200 9000 8800 8600
02-Jan-06 02-Mar-06 05-May-06 05-Jul-06 06-Sep-06 10-Nov-06
Grafik I.14. PERGERAKAN KURS RUPIAH HARIAN 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4
02-Jan-06 07-Mar-06 15-May-06 18-Jul-06 22-Sep-06 01-Dec-06
Laju inflasi terkendali. Stabilnya rupiah berperan dalam mengendalikan laju inflasi.
Sejak bulan Oktober 2006, laju inflasi tahunan menurun menjadi satu digit dengan tidak lagi mencakup bulan kenaikan BBM (bulan Oktober 2005). Pada bulan Desember 2006, laju inflasi mencapai 1,21 persen (m-t-m). Dengan perkembangan ini, laju inflasi dalam tahun 2006 mencapai 6,60 persen. ⎯ Tingginya inflasi bulan Desember 2006 terutama disebabkan oleh kenaikan harga kelompok bahan makanan yang menyumbang hampir 2/3 dari inflasi bulan Desember 2006 (0,77 persen dari 1,21 persen). Dalam keseluruhan tahun 2006, hampir separuh dari inflasi tahun 2006 disumbang oleh kelompok bahan makanan (3,05 persen dari 6,60 persen) dengan beras menyumbang hampir seperempatnya (1,63 persen dari 6,60 persen). Sejalan dengan itu, harga komoditi untuk komponen yang bergejolak meningkat 15,27 persen. Ringkasan inflasi sampai dengan Desember 2006 dapat dilihat pada Tabel I.2. Suku bunga dalam negeri menurun secara bertahap. Nilai tukar rupiah yang relatif
stabil dan laju inflasi yang terkendali memberi ruang bagi penurunan suku bunga di dalam negeri. Sejak bulan Mei 2006, suku bunga acuan (BI rate) diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 9,50 persen pada awal bulan Januari 2007, atau 325 bps lebih rendah dari akhir tahun 2005. ⎯ Dengan menurunnya suku bunga acuan, suku bunga deposito menyesuaikan secara bertahap. Pada bulan Desember 2006, suku bunga deposito 1 dan 3 bulan menurun menjadi 9,0 persen dan 9,7 persen dari 12,0 persen dan 12,2 persen pada bulan Februari 2006.
I− 6
Tabel I.2. RINGKASAN INFLASI BULAN DESEMBER 2006 Bulanan m-t-m andil Inflasi 1,21 1,21 Menurut Kelompok Pengeluaran - Bahan Makanan 3,12 0,77 - Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 1,11 0,18 - Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 0,74 0,20 - Sandang 0,13 0,01 - Kesehatan 1,05 0,03 - Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,07 0,00 - Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0,10 0,02 Menurut Kelompok Komponen - Komponen Inti 0,65 0,38 - Komponen Bergejolak 4,00 0,76 - Komponen Yang Harganya Diatur Pemerintah 0,29 0,07
Kalender y-t-d 6,60
Setahun y-o-y 6,60
12,94 6,36 4,83 6,84 5,87 8,13 1,02
12,94 6,36 4,83 6,84 5,87 8,13 1,02
6,03 15,27 1,84
6,03 15,27 1,84
PERBANDINGAN INFLASI TAHUN 2003 - 2006 2003 2004 2005 2006 Desember (m-t-m) 0,94 1,04 -0,04 1,21 Januari - Desember (setahun, y-o-y) 5,06 6,40 17,11 6,60 Sumber: diolah dari BPS Keterangan: m-t-m: thd bln sebelumnya; y-t-d: awal thn hingga bln ybs; y-o-y: thd akhir bln sama thn sebelumnya
⎯ Suku bunga kredit menurun lebih lambat. Pada bulan Desember 2006, suku bunga kredit modal kerja dan investasi menurun berturut-turut menjadi 15,1 persen dan 15,1 persen dari 16,4 persen dan 15,9 persen pada bulan Maret 2006. Perkembangan suku bunga sampai dengan bulan Desember 2006 dapat dilihat pada Grafik I.15. Grafik I.15. PERKEMBANGAN SUKU BUNGA 22
[%]
18 14 10 6 2
Jan' 00
Jan' 01
Jan' 02
Kredit Modal Kerja
Jan'03
Jan'04
Deposito 3 Bulan
Jan'05
Jan'06
SBI (1 bulan)
Kinerja pasar modal meningkat. Pada pertengahan bulan Mei 2006, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) melemah didorong oleh gejolak bursa saham internasional. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sempat menurun 20,5 persen pada pertengahan bulan Juni 2006 dibandingkan dengan indeks harian tertinggi yang dicapai pada bulan Mei 2006.
⎯ Langkah-langkah untuk menjaga stabilitas rupiah menguatkan kembali kepercayaan terhadap pasar modal. Pada tanggal 19 Desember 2006, IHSG di BEJ menurun sekitar 50 poin didorong oleh efek menjalar dari rencana pengaturan arus modal jangka pendek di Thailand yang berimbas pada bursa saham di Asia. Pada hari berikutnya, IHSG di BEJ kembali meningkat menjadi 1.766,8. Pada akhir tahun 2006, IHSG di BEJ ditutup pada tingkat 1.805,5 atau 55,3 persen lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 2005. Perkembangan IHSG di BEJ dalam tahun 2006 dapat dilihat pada Grafik I.16. I− 7
IHSG di BEJ
Grafik I.16. INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BEJ 1900 1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100
02-Jan-06 01-Mar-0603-May-06 30-Jun-06 31-Aug-0603-Nov-06
Penyaluran kredit perbankan meningkat cukup tinggi sejak bulan Agustus 2006.
Menurunnya suku bunga dan membaiknya ekspektasi terhadap perekonomian mendorong penyaluran kredit perbankan. Pada bulan Agustus, September, Oktober, dan November 2006, kredit perbankan meningkat berturut-turut sebesar Rp 11,7 triliun, Rp 17,4 triliun, Rp 8,8 triliun, dan Rp 11,7 triliun. Peningkatan ini jauh lebih tinggi dibandingkan bulan Juli yang hanya naik sebesar Rp 1,9 triliun. Dalam bulan Desember 2006, kredit perbankan meningkat cukup tinggi yaitu sebesar Rp 25,6 triliun. Dengan perkembangan ini, loan-to-deposit ratio (LDR) meningkat menjadi 61,6 persen pada bulan Desember 2006. ⎯ Kenaikan kredit perbankan didorong oleh kredit modal kerja. Pada bulan Desember 2006, kredit modal kerja tumbuh sebesar 17,6 persen dibandingkan bulan Desember tahun 2005 (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan dengan kredit konsumsi yang meningkat 9,4 persen (y-o-y). Sementara itu kredit investasi tumbuh 12,4 persen (y-oy).
50 40 30 20 10 0 -10 -20
Grafik I.17. PERTUMBUHAN KREDIT PERBANKAN
Grafik I.18. PERTAMBAHAN KREDIT PERBANKAN 30 (Rp triliun, m-t-m)
%, y-o-y
⎯ Menurut sektor usaha, pertambahan terbesar penyaluran kredit perbankan sampai dengan bulan Desember 2006 terjadi pada kegiatan perdagangan, industri, jasa-jasa (terutama angkutan dan konstruksi), lain-lain, dan pertanian. Pertumbuhan kredit dan pertambahan kredit perbankan sampai dengan bulan Desember 2006 dapat dilihat pada Grafik I.17 dan Grafik I.18.
Jan' 02 Jul Jan'03 Jul Jan'04 Jul Jan'05 Jul Jan'06 Jul
Kredit Investasi
Kredit Modal Kerja
20 10 0 -10 -20
Kredit Konsumsi
Jan' 02 Jul Jan'03 Jul Jan'04 Jul Jan'05 Jul Jan'06 Jul
Non-performing loan (NPL) meningkat sejak bulan Mei 2005 dan menurun pada bulan Desember 2006. Pada bulan November 2006, NPL meningkat menjadi Rp 61,4
triliun, bertambah Rp 10,3 triliun dibandingkan akhir tahun 2005. Peningkatan NPL ini terutama didorong oleh kenaikan kredit dalam kriteria macet dan kurang lancar. Pada bulan Desember 2006, NPL menurun menjadi Rp 47,5 triliun. Perkembangan NPL Januari 2003 – Desember 2006 dapat dilihat pada Grafik I.19.
I− 8
9
70
8
60
7
50
6
40
5
30
4
Jan'03
Jul
Jan'04
Jul
Jan'05
NPL (%)
Jul
Jan'06
Jul
NPL (Rp Triliun)
NPL (%)
Grafik I.19. NON-PERFORMING LOAN PERBANKAN
20
NPL (Rp Triliun)
C. PERDAGANGAN LUAR NEGERI Penerimaan ekspor dalam tahun 2006 mencapai USD 100,7 milliar, naik 17,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan penerimaan ekspor didorong oleh ekspor
migas dan non-migas yang meningkat sebesar 10,5 persen dan 19,7 persen. ⎯ Meningkatnya penerimaan ekspor migas didorong oleh harga minyak mentah yang tinggi di pasar dunia. Dalam tahun 2006, rata-rata harga ekspor minyak mentah Indonesia di pasar internasional mencapai USD 63,5 per barel; 18,9 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2005. Sementara itu penerimaan ekspor non-migas didorong oleh ekspor hasil pertanian, industri, dan pertambangan yang meningkat berturut-turut sebesar 18,2 persen, 16,7 persen, dan 40,9 persen. Selain oleh kenaikan volume, penerimaan ekspor non-migas juga didorong oleh harga komoditi yang meningkat tinggi terutama komoditi pertambangan. ⎯ Dalam tahun 2006, Jepang, Uni Eropah, dan Amerika Serikat masih merupakan negara tujuan utama ekspor non-migas dengan nilai ekspor berturut-turut sebesar USD 12,2 miliar, USD 12,0 miliar, dan USD 10,7 miliar atau meningkat 27,6 persen, 16,8 persen, dan 12,1 persen. Pasar China semakin penting bagi Indonesia dengan nilai ekspor sebesar USD 5,5 miliar atau naik 37,6 persen. Pengeluaran impor dalam tahun 2006 mencapai USD 61,1 miliar, naik 5,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh impor migas dan non-
migas yang masing-masing naik sebesar 9,1 persen dan 4,8 persen. Dari penggunaannya, kenaikan impor terutama didorong oleh barang modal, bahan baku/penolong, dan barang konsumsi yang meningkat 9,5 persen, 5,3 persen, dan 4,7 persen. Ringkasan perkembangan ekspor dan impor dapat dilihat pada Tabel I.3. Tabel I.3. RINGKASAN PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR (US$ miliar) Nov Des Pertumb Jan-Des Jan-Des Pertumb 2006 2006 (%) 2005 2006 (%) EKSPOR 8,9 9,5 6,4 85,7 100,7 17,5 Migas 1,8 1,9 7,1 19,2 21,2 10,2 Nonmigas 7,2 7,6 6,3 66,4 79,5 19,7 - Pertanian 2,9 3,4 18,2 - Industri 55,6 64,9 16,7 - Pertambangan 8,0 11,2 40,9 IMPOR 5,9 4,9 -15,7 57,7 61,1 5,9 Migas 1,4 1,3 -5,9 17,5 19,0 8,7 Nonmigas 4,4 3,6 -18,9 40,2 42,1 4,6 Penggunaan Barang Konsumsi 0,5 0,4 -13,8 4,6 4,8 4,7 Bhn Baku/Penolong 4,3 3,8 -12,4 44,8 47,2 5,3 Barang Modal 1,0 0,9 -11,0 8,3 9,1 9,5 Sumber: diolah dari BPS
I− 9
D. NERACA PEMBAYARAN Dalam tahun 2006, neraca transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial mencatat surplus sebesar USD 9,6 miliar dan USD 2,5 miliar. Pada akhir bulan Desember 2006, cadangan devisa mencapai USD 42,6 miliar.
⎯ Penerimaan ekspor meningkat menjadi USD 102,7 miliar, terdiri dari ekspor migas sebesar USD 22,2 miliar dan ekspor non-migas sebesar USD 80,6 miliar. Sementara itu pengeluaran impor sebesar USD 73,0 miliar, terdiri dari impor migas dan impor nonmigas masing-masing sebesar USD 15,8 miliar dan USD 57,2 miliar. Dengan defisit neraca jasa-jasa (termasuk pendapatan dan transfer) dalam tahun 2006 mencapai USD 20,1 miliar, surplus neraca transaksi berjalan mencapai USD 9,6 miliar. ⎯ Peranan pariwisata dalam menyumbang devisa menurun. Dalam situasi keamanan tahun 2006 yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2005 [Bom Bali Kedua, 1 Oktober 2005], kinerja sektor pariwisata belum pulih. Dalam tahun 2006, arus wisatawan asing yang masuk melalui 13 pintu utama turun sebesar 2,4 persen terutama karena rendahnya arus wisatawan asing ke Bali yang menurun sebesar 12,6 persen. Perkembangan arus wisatawan asing dapat dilihat pada Grafik I.20.
1300 1200 1100 1000 900 800 700 600
2001:1 2002:1 2003:1 2004:1 2005:1 2006:1
13 Pintu Masuk
500 450 400 350 300 250 200 150
Ngurah Rai (Rb Org(
13 Pintu Masuk (Ribu Orang)
Grafik I.20. ARUS WISATAWAN ASING
Ngurah Rai
⎯ Investasi langsung asing (neto) dalam tahun 2006 berjumlah USD 4,1 miliar terutama disumbang oleh saham sebesar USD 7,1 miliar dan investasi lainnya sebesar USD 0,4 miliar. Sedangkan investasi langsung di luar negeri meningkat menjadi USD 3,4 miliar. Investasi portfolio mengalami surplus USD 3,8 miliar terutama disumbang oleh penerbitan obligasi/surat berharga sebesar USD 3,5 miliar. Dengan perkembangan ini, dalam tahun 2006 neraca modal dan finansial mengalami surplus sebesar USD 2,5 miliar. ⎯ Meningkatnya surplus neraca transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial memungkinkan dipercepatnya pelunasan utang IMF. Pada akhir Juni 2006 pembayaran utang IMF dipercepat sebesar USD 3,8 miliar. Dengan ketersediaan cadangan devisa sebesar USD 42,4 miliar pada akhir triwulan III/2006, sisa utang IMF sebesar USD 3,2 miliar dilunasi efektif sejak tanggal 12 Oktober 2006. Pada akhir bulan Desember 2006, cadangan devisa terjaga sebesar USD 42,6 miliar. Ringkasan neraca pembayaran sampai dengan triwulan IV/2006 dan perkembangan cadangan devisa sampai dengan Desember 2006 dapat dilihat pada Tabel I.4 dan Grafik I.21.
I−10
Tabel I.4. RINGKASAN NERACA PEMBAYARAN (US$ miliar) 2005 2006 Tw. I 2,6 Transaksi Berjalan 0,3 9,6 Neraca Perdagangan (neto) 17,5 29,7 6,7 - Migas 4,2 6,4 2,5 - Non-migas 13,3 23,4 4,2 Ekspor 87,0 102,7 23,3 - Migas 20,2 22,2 5,5 - Non-migas 66,8 80,6 17,8 Impor, fob -69,5 -73,0 -16,6 - Migas -16,0 -15,8 -3,0 - Non-migas -53,4 -57,2 -13,6 Jasa-jasa -9,1 -11,2 -2,6 Pendapatan (neto) -12,9 -13,7 -2,8 Transfer 4,8 4,9 1,2 Transaksi Modal dan Finansial 0,3 2,5 2,4 Transaksi Modal 0,3 0,3 0,1 Transaksi Finansial 0,0 2,1 2,4 - Investasi Langsung 5,3 4,1 0,7 Di Luar Negeri -3,1 -3,4 -0,7 Di Indonesia 8,3 7,5 1,3 Saham 7,8 7,1 1,3 Lainnya 0,5 0,4 0,0 Penarikan 1,6 3,6 0,7 Pembayaran -1,1 -3,2 -0,7 - Investasi Portfolio 4,2 3,8 3,7 Aset -1,1 -1,9 -0,4 Saham 0,0 -0,1 -0,0 Utang -1,1 -1,8 -0,4 Obligasi/Srt Berharga -1,1 -1,8 -0,4 Lainnya 0,0 0,0 0,0 Kewajiban 5,3 5,7 4,1 Saham -0,2 1,9 0,5 Utang 5,4 3,8 3,6 Obligasi/Srt Berharga 4,8 3,5 3,1 Lainnya 0,7 0,3 0,5 - Investasi Lainnya -9,4 -5,8 -2,0 Total 0,6 12,1 5,0 Selisih Perhitungan -0,2 3,0 0,8 Lalu Lintas Moneter -0,4 -15,0 -5,8 Cadangan Devisa 34,7 42,6 40,1 Sumber: Bank Indonesia, Februari 2007
45
2006 Tw. II Tw. III 1,5 3,5 7,0 8,6 1,2 1,3 5,7 7,3 25,5 27,6 5,9 6,0 19,6 21,6 -18,5 -19,0 -4,7 -4,7 -13,8 -14,4 -2,7 -2,8 -4,0 -3,7 1,2 1,3 -0,4 -1,7 0,0 0,1 -0,5 -1,8 0,8 0,6 -0,5 -1,1 1,3 1,7 1,1 1,6 0,2 0,1 0,7 1,0 -0,5 -0,9 -1,2 0,1 -0,4 -0,3 -0,1 0,2 -0,3 -0,5 -0,3 -0,5 0,0 0,0 -0,7 0,4 0,4 0,4 -1,1 0,0 0,3 -0,1 -1,4 0,1 -0,1 -2,5 1,0 1,8 2,3 0,9 -3,4 -2,6 40,1 42,4
Tw. IV 2,1 7,5 1,3 6,1 26,4 4,7 21,6 -18,9 -3,4 -15,5 -3,3 -3,2 1,1 2,2 0,1 2,1 2,0 -1,1 3,2 3,1 0,1 1,2 -1,1 1,1 -0,7 -0,1 -0,6 -0,6 0,0 1,9 0,6 1,2 0,2 1,1 -1,1 4,3 -1,0 -3,2 42,6
Grafik I.21. CADANGAN DEVISA
US$ miliar
40 35 30 25 20 Jan '99
Jan' 01
Jan'03
Jan'05
E. KEUANGAN NEGARA Perkembangan ekonomi makro yang terjadi sampai semester I/2006 terutama meningkatnya harga minyak dunia dan pemulihan ekonomi yang masih lambat mendorong dilakukannya perubahan terhadap besaran ekonomi makro yang mendasari penyusunan APBN. I−11
⎯ Perubahan APBN Tahun 2006 dilakukan untuk mengamankan APBN dari tekanan harga minyak dunia yang tinggi. Subsidi BBM yang sebelumnya diperkirakan sebesar Rp 54,3 triliun (1,8 persen PDB) ditingkatkan menjadi Rp 62,7 triliun (2,0 persen PDB). Demikian pula subsidi non-BBM ditingkatkan dari Rp 25,2 triliun (0,8 persen PDB) menjadi Rp 44,9 triliun (1,4 persen PDB). Secara keseluruhan defisit anggaran yang sebelumnya diperkirakan sebesar Rp 22,4 triliun (0,7 persen PDB) meningkat menjadi Rp 40,0 triliun (1,3 persen PDB).
F. PERTUMBUHAN EKONOMI Perekonomian tumbuh makin baik dengan prioritas tetap diberikan pada upaya untuk mendorong investasi. Dalam triwulan IV/2006, Produk Domestik Bruto (PDB)
tumbuh 6,1 persen (y-o-y). Percepatan pertumbuhan ekonomi terjadi sejak triwulan III/2006 sehingga dalam semester II/2006 ekonomi tumbuh 6,0 persen (y-o-y). Secara keseluruhan tahun 2006, ekonomi tumbuh 5,5 persen; sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2005 (5,7 persen). ⎯ Dari sisi produksi, hampir semua sektor pada triwulan IV/2006 mengalami percepatan pertumbuhan. Dalam triwulan IV/2006, PDB migas dan nonmigas tumbuh masing-masing sebesar 0,4 persen dan 6,6 persen (y-o-y). Sektor industri pengolahan tumbuh 5,9 persen (y-o-y) antara lain didorong oleh sub-sektor industri pengolahan migas; sektor bangunan tumbuh 10,4 persen (y-o-y); sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 15,9 persen (y-o-y); sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh 7,0 persen (y-o-y); serta sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh 8,1 persen (y-o-y). ⎯ Pertumbuhan lebih lambat terjadi pada sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, serta jasa-jasa. Dalam triwulan IV/2006, sektor pertanian tumbuh 1,8 persen (y-o-y) antara lain karena menurunnya sub sektor kehutanan dan tanaman bahan makanan; sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 0,7 persen (y-o-y) karena menurunnya sub sektor minyak dan gas bumi; serta sektor jasa-jasa tumbuh 6,0 persen (y-o-y). ⎯ Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi triwulan IV/2006 didorong oleh investasi, ekspor barang dan jasa, konsumsi rumah tangga, dan pengeluaran pemerintah. Investasi berupa pembentukan modal tetap bruto tumbuh sebesar 8,2 persen (y-o-y); ekspor barang dan jasa tumbuh 6,1 persen (y-o-y); konsumsi rumah tangga tumbuh 3,8 persen (y-o-y); pengeluaran pemerintah tumbuh 2,2 persen (y-o-y). Sementara itu, impor barang dan jasa tumbuh 9,7 persen (y-o-y). ⎯ Dilihat dari sumbangannya, pertumbuhan ekonomi triwulan IV/2006 didukung oleh permintaan dalam negeri dan luar negeri masing-masing sebesar 6,7 persen dan -0,6 persen. Secara lebih rinci, pertumbuhan ekonomi triwulan IV/2006 (6,1 persen) disumbang oleh konsumsi masyarakat (2,3 persen) + konsumsi pemerintah (0,2 persen) + investasi (1,8 persen) + ekspor neto (―0,6 persen) + perubahan stok (2,4 persen, termasuk diskrepansi statistik). Peranan permintaan dalam dan luar negeri dalam pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Grafik I.22.
I−12
Grafik I.22. PERANAN PERMINTAAN DLM DAN LUAR NEGERI
%
10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6
2003:1 2003:3 2004:1 2004:3 2005:1 2005:3 2006:1 2006:3
Permintaan Dalam Negeri
Permintaan Luar Negeri
⎯ Dengan perkembangan tersebut, dalam keseluruhan tahun 2006, perekonomian tumbuh 5,5 persen dengan PDB nonmigas tumbuh 6,1 persen; sedangkan PDB migas turun 1,3 persen. ⎯ Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong oleh sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan sektor-sektor lainnya yang meningkat 3,0 persen, 2,2 persen, 4,6 persen, dan 6,5 persen. Adapun dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi didorong oleh ekspor barang dan jasa serta pengeluaran pemerintah yang tumbuh tinggi yaitu sebesar 9,2 persen dan 9,6 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terjaga sebesar 3,2 persen; dan investasi yang meningkat 2,9 persen. Ringkasan pertumbuhan ekonomi sampai dengan triwulan IV/2006 dapat dilihat pada Tabel I.5. Tabel I.5. RINGKASAN PERTUMBUHAN EKONOMI SAMPAI DENGAN TRIWULAN IV/2006 (persen perubahan, y-o-y) 2004 2005 2006 2006 Tw 1 Tw 2 Tw 3 PDB 5,0 5,7 5,5 5,0 5,0 5,9 PDB Migas -3,5 -3,2 -1,3 -2,9 -0,4 -2,2 PDB Non-migas 6,0 6,6 6,1 5,7 5,4 6,6 Menurut Sektor Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 2,8 2,7 3,0 6,4 1,5 2,2 Pertambangan dan Penggalian -4,5 3,1 2,2 2,7 4,0 1,6 Industri Pengolahan 6,4 4,6 4,6 2,9 3,7 5,9 Industri Migas -1,9 -5,9 -1,2 -6,3 -2,2 -3,0 Industri Non-Migas 7,5 5,9 5,3 4,0 4,3 6,9 Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,3 6,3 5,9 5,1 4,5 5,8 Bangunan 7,5 7,4 9,0 7,4 8,7 9,3 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 5,7 8,4 6,1 4,4 5,5 7,5 Pengangkutan dan Komunikasi 13,4 13,0 13,6 11,5 13,3 13,6 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 7,7 6,8 5,6 5,7 5,3 4,7 Jasa-jasa 5,4 5,0 6,2 5,8 6,1 6,8 Menurut Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,0 4,0 3,2 2,9 3,0 3,0 Konsumsi Pemerintah 4,0 6,6 9,6 11,5 28,8 1,7 Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) 14,7 10,8 2,9 1,1 1,1 1,3 Ekspor Barang dan Jasa 13,5 16,4 9,2 11,6 11,3 8,2 Impor Barang dan Jasa 26,7 17,1 7,6 2,8 7,5 10,1 Sumber: Diolah dari BPS
Tw 4 6,1 0,4 6,6 1,8 0,7 5,9 7,0 5,8 8,1 10,4 7,0 15,9 6,8 6,0 3,8 2,2 8,2 6,1 9,7
Perkembangan Sisi Pengeluaran. Sisi pengeluaran mengalami perbaikan tercermin dari konsumsi masyarakat yang terjaga, pengeluaran pemerintah yang meningkat, serta ekspor neto yang cukup tinggi. Sedangkan investasi belum meningkat secara berarti. Keyakinan konsumen meningkat. Membaiknya konsumsi rumah tangga antara lain
tercermin dari meningkatnya indeks keyakinan konsumen dan perdagangan eceran I−13
(retail). Pada bulan November 2006, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), yang dikumpulkan oleh Danareksa Research Institute mencapai 91,6; meningkat 15,1 persen dibandingkan Desember 2005. Indeks yang sama yang dikumpulkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Indeks Keyakinan Konsumen yang dikumpulkan oleh Bank Indonesia pada bulan November 2006 meningkat menjadi 101,5 atau naik 17,3 persen dibandingkan bulan Desember 2005.1 Pada bulan Desember 2006, indeks konsumen yang dikumpulkan oleh DRI dan BI masingmasing menurun menjadi 84,1 dan 99,1 setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri. Sejak triwulan I/2006 keyakinan konsumen cenderung meningkat. ⎯ Membaiknya daya beli masyarakat juga tercermin dan penjualan eceran. Indeks riil penjualan eceran pada bulan Oktober 2006 meningkat 14,6 persen (m-t-m). Meskipun didorong oleh faktor musiman (perayaan Hari Raya Idul Fitri), peningkatan pada bulan Oktober 2006 cukup tinggi. Dibandingkan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri tahun sebelumnya (November 2005), indeks riil penjualan eceran naik 17,9 persen. Pada bulan Desember 2006, indeks riil penjualan eceran mencapai 166,0, atau naik 7,4 persen dibandingkan bulan Desember 2005. Perkembangan indeks keyakinan konsumen dan penjualan eceran dapat dilihat pada Grafik I.23 dan Grafik I.24. Grafik I.24. INDEKS PENJUALAN ECERAN (RIIL)
Grafik I.23. INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN 200 Indeks Penjualan Eceran
Indeks Konsumen
130 120 110 100 90 80 70
Jan'04 Mei
Sep Jan'05 Mei
BI
Sep Jan'06 Mei
Sep
DRI
180 160 140 120 100
Jan'04
Mei
Sep
Jan'05
Mei
Sep
Jan'06
Mei
Sep
⎯ Peningkatan konsumsi masyarakat terlihat dari penjualan sepeda motor dan mobil. Pada bulan November 2006, penjualan sepeda motor (menggambarkan daya beli masyarakat menengah bawah) mencapai 529,0 ribu unit (tertinggi dalam penjualan bulanan) atau naik 51,4 persen (m-t-m). Adapun penjualan mobil mencapai 33,4 ribu unit atau naik 61,0 persen (m-t-m). Dalam triwulan IV/2006, penurunan penjualan mobil melambat dan penjualan sepeda motor mulai meningkat (11,2 persen) dibandingkan triwulan yang sama tahun 2005. Perkembangan penjualan mobil dan sepeda motor sampai dengan bulan Desember 2006 dapat dilihat pada Grafik I.25.
65
550
52
440
39
330
26
220
13
110
0
Jan '97
Jan '99
Jan' 01
Jan'03
Mobil
Jan'05
0
Sepeda motor (ribu unit)
Mobil (ribu unit)
Grafik I.25. PENJUALAN MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
Sepeda Motor
Indeks keyakinan konsumen di atas 100 menunjukkan pesimisme konsumen dari pandangannya terhadap kondisi saat ini dan ekspektasi mendatang.
1
I−14
Dalam tahun 2006 realisasi Izin Usaha Tetap (IUT) masih rendah; sedangkan minat investasi tinggi terutama PMDN.
⎯ Dalam tahun 2006, realisasi izin usaha tetap (IUT) untuk PMDN dan PMA mencapai Rp 20,8 triliun dan USD 6,0 miliar atau masing-masing 32,2 persen dan 33,0 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, persetujuan investasi dalam tahun 2006 untuk PMDN dan PMA mencapai Rp 162,8 triliun dan USD 15,6 miliar atau masing-masing meningkat sebesar 221,9 persen dan 15,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya minat investasi pada tahun 2006 diharapkan terealisasi pada tahun 2007. Ringkasan persetujuan dan realisasi IUT tahun 2005 dan 2006 dapat dilihat pada Tabel I.6. Tabel I.6. RINGKASAN PERSETUJUAN DAN IZIN USAHA PENANAMAN MODAL Jan-Des 2005 Jan-Des 2006 Kenaikan (%) PERSETUJUAN PMDN Jumlah Proyek 218 225 3,2 Nilai (Rp triliun) 50,6 162,8 221,9 PMA Jumlah Proyek 1648 1710 3,8 Nilai (US$ miliar) 13,6 15,6 15,1 REALISASI IZIN USAHA TETAP PMDN Jumlah Proyek 214 164 -23,4 Nilai (Rp triliun) 30,7 20,8 -32,2 PMA Jumlah Proyek 909 867 -4,6 Nilai (US$ miliar) 8,9 6,0 -33,0 Sumber: BKPM
⎯ Rendahnya peningkatan investasi dalam tahun 2006 juga tercermin dari impor barang modal serta penjualan semen. Kenaikan relatif terjadi pada triwulan IV/2006. Dalam tahun 2006, impor barang modal dan penjualan semen meningkat masing-masing sebesar 9,5 persen dan 2,2 persen. Perkembangan penjualan semen sampai dengan bulan Desember 2006 dapat dilihat pada Grafik I.26.
4
50
3
30
2
10
1
-10
0
Jan'03
Jul
Jan'04
Jul
Jan'05
Semen
Jul
Jan'06
Jul
Kenaikan (y-o-y)
Semen (juta ton)
Grafik I.26. PENJUALAN SEMEN
-30
Kenaikan (y-o-y)
Perkembangan Sisi Produksi. Meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian terutama didorong oleh produksi tanaman perkebunan, perikanan, peternakan, dan tanaman pangan. Dalam tahun 2006 keempat sub-sektor tersebut tumbuh berturut-turut 3,2 persen, 6,0 persen, 3,0 persen, dan 2,7 persen. Sedangkan produksi kehutanan masih turun 2,3 persen. Peningkatan produksi tanaman pangan antara lain didorong oleh perluasan lahan padi dan produktivitas lahan. Dalam angka ramalan III Produksi Padi dan Palawija Tahun 2006 (BPS) luas panen padi di Jawa dan luar Jawa pada tahun 2006 diperkirakan bertambah masing-masing sebesar 0,3 persen dan 0,5 persen.
I−15
⎯ Pertumbuhan industri pengolahan non-migas terutama didorong oleh kelompok industri alat angkut, mesin, dan peralatan; industri makanan, minuman, dan tembakau; industri logam dasar, besi, dan baja; serta industri pupuk, kimia, dan barang dari karet yang masing-masing tumbuh 7,5 persen, 7,2 persen, 4,7 persen, dan 4,5 persen. Ringkasan pertumbuhan sektor pertanian dan industri pengolahan nonmigas dapat dilihat pada Tabel I.7. Tabel I.7. PERTUMBUHAN SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI NONMIGAS (persen perubahan, y-o-y) 2004 2005 2006 2006 Tw 1 Tw 2 Tw 3 SEKTOR PERTANIAN -Tanaman Bahan Makanan 2,9 2,6 2,7 8,4 0,1 1,1 -Tanaman Perkebunan 0,4 2,5 3,2 3,6 2,6 3,6 -Peternakan dan Hasil-hasilnya 3,3 2,1 3,0 4,2 3,6 2,2 -Kehutanan 1,3 -1,5 -2,3 -1,3 -0,7 -3,7 -Perikanan 5,6 5,4 6,0 5,1 4,4 6,7 SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NONMIGAS -Mknan, Mnman &Tembakau 1,4 2,7 7,2 1,7 5,5 11,8 -Tekstil, Brg Kulit, & Alas Kaki 4,1 1,3 1,2 1,6 1,9 0,6 -Brg Kayu & Hsl Hutan Lainnya -2,1 -0,9 -0,7 -1,2 1,9 -2,2 -Kertas & Barang Cetakan 7,6 2,4 2,1 -4,5 0,3 1,1 -Ppk Kimia & Brg dari Karet 9,0 8,8 4,5 2,7 3,8 7,1 -Semen & Brg Galian Nonlogam 9,5 3,8 0,5 -3,5 -1,2 -0,4 -Logam Dasar Besi dan Baja -2,6 -3,7 4,7 4,3 6,4 6,3 -Alat Angkut, Mesin, & Peralatan 17,7 12,4 7,5 11,2 6,0 8,2 -Brg Lainnya 12,8 2,6 3,6 1,3 6,7 4,6 Sumber: Diolah dari BPS
Tw 4 -0,1 3,1 1,9 -3,2 7,8 9,8 0,8 -1,1 11,9 4,2 7,3 2,0 5,1 1,9
G. PENGANGGURAN, KEMISKINAN, DAN KESEJAHTERAAN PETANI Pengangguran terbuka menurun. Jumlah angkatan kerja Agustus 2006 sebanyak 106,4 juta orang, bertambah sekitar 530 ribu orang dibandingkan November 2005. Sementara lapangan kerja yang tercipta bertambah sekitar 1,5 juta dalam periode yang sama. Dengan perkembangan ini, pengangguran terbuka berkurang dari 11,9 juta orang pada bulan November 2005 menjadi 10,9 juta orang pada bulan Agustus 2006.
⎯ Kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja tahun 2006 membaik yaitu sekitar 265 ribu orang untuk setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi
[catatan: menggunakan PDB keseluruhan tahun 2006 yang tumbuh 5,5 persen]. ⎯ Pada periode yang sama pekerja tidak penuh meningkat dari 28,9 juta orang (30,7 persen) menjadi 29,1 juta orang (30,5 persen) terutama karena bertambahnya pekerja sukarela. Ringkasan kondisi ketenagakerjaan dapat dilihat pada Tabel 1.8 dan Grafik I.27 dan I.28. Tabel I.8. KONDISI KETENAGAKERJAAN Agustus 2004 - Agustus 2006 Agt 2004 Feb 2005 Nov 2005 Feb 2006 Penduduk Usia 15 Tahun ke atas (juta) 153,9 155,5 158,5 159,3 Angkatan Kerja (juta) 104,0 105,8 105,9 106,3 - Bekerja 93,7 94,9 94,0 95,2 - Penganggur Terbuka 10,3 10,9 11,9 11,1 Bekerja Tidak Penuh (juta) 27,9 29,6 28,9 29,9 - Sukarela 14,5 15,3 15,0 15,7 - Terpaksa 13,4 14,3 13,9 14,2 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 9,9 10,3 11,2 10,4 Tingkat Underemployment (%) 29,8 31,2 30,7 31,4 Sumber: BPS
I−16
Agt 2006 160,8 106,4 95,5 10,9 29,1 15,3 13,8 10,3 30,5
12
400 Juta Orang
300 200 100 0
Grafik I.28. PENGANGGURAN TERBUKA
10
8
8
6
6
4
4
2
1994 1995 1996 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Per 1% Pertumbuhan Ekonomi
12
10
1994
1996
1998
Dlm Juta Orang
2000
2002
2004
2006
2
% Total Angkatan Kerja
Ribu Orang/1% Pertumbuhan Ekonomi
Grafik I.27. PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA
Dlm % Total Angkatan Kerja
Ketidakstabilan ekonomi dan rendahnya penciptaan lapangan kerja pada tahun 2005 berdampak pada jumlah penduduk miskin Maret 2006. Meningkatnya jumlah
pengangguran dan tekanan terhadap stabilitas moneter di dalam negeri pada tahun 2005 meningkatkan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan hasil Susenas Maret 2006, jumlah penduduk miskin mencapai 39,05 juta jiwa (17,75 persen), meningkat hampir 4 juta dibandingkan bulan Februari 2005 (35,1 juta jiwa atau sekitar 16,0 persen jumlah penduduk). ⎯ Jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2006 didasarkan pada garis kemiskinan sebesar Rp 152.847,-/kapita/bulan atau 18,4 persen lebih tinggi dibandingkan bulan Februari 2005. Jumlah dan persentase penduduk miskin tahun 1996 – 2006 dapat dilihat pada Tabel I.8.
Tahun 1996 Des 1998 1999 Agt 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tabel I.9. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN Tahun 1996 - 2006 Jumlah (juta orang) Persentase (%) Kota (K) Desa (D) (K +D ) Kota (K) Desa (D) 9,4 17,6 15,6 12,4 12,3 8,6 13,3 12,3 11,4 12,4 14,29
24,6 31,9 32,3 25,1 26,4 29,3 25,1 25,1 24,8 22,7 24,76
34,0 49,5 48,0 37,5 38,7 37,9 38,4 37,3 36,1 35,1 39,05
13,4 21,9 19,4 15,1 14,6 9,8 14,5 13,6 12,1 11,4 13,36
19,8 25,7 26,0 20,2 22,4 24,8 21,1 20,2 20,1 19,5 21,90
(K +D ) 17,5 24,2 23,4 18,2 19,1 18,4 18,2 17,4 16,7 16,0 17,75
Sumber: BPS
Kehidupan petani cenderung membaik; namun perbaikan kesejahteraan buruh tani masih lambat. Pendapatan riil buruh tani merupakan salah satu indikasi kemiskinan di
Indonesia. ⎯ Nilai tukar petani sejak bulan November 2005 cenderung meningkat. Pada bulan Desember 2006, indeks nilai tukar petani [1996:01=100] sebesar 105,8 atau meningkat 7,1 persen dibandingkan bulan Desember 2005. Sejak akhir tahun 2005, nilai tukar petani dalam kecenderungan meningkat. ⎯ Rata-rata harga beli gabah kering giling (GKG) dan gabah kering panen (GKP) dalam tahun 2006 sebesar Rp 2.413/kg dan Rp 2.101/kg di tingkat penggilingan dan Rp 2.370/kg dan Rp 2.052/kg di tingkat petani, lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 2.250/kg dan Rp 1.730/kg.
I−17
⎯ Pendapatan riil buruh tani pada bulan Desember 2006 turun 0,2 persen dibandingkan akhir tahun 2005. Perkembangan nilai tukar petani, harga rata-rata GKG dan GKP, serta upah riil buruh tani dapat dilihat pada Grafik I.29 – I.32. Grafik I.30. HARGA GABAH KERING GILING (GKG)
110 108
2400
106
Rp/kg
Indeks Nilai Tukar Petani
Grafik I.29. NILAI TUKAR PETANI
104
2000
102
1600
100
1200
Jan'03
98 Jan'03 Jul Jan'04 Jul Jan'05 Jul Jan'06 Jul
Jul
Indeks Nasional (1996=100)
Rp/kg
2200 1800 1400 Jan'04
Jul
Tingkat Penggilingan
Jan'05
Jul
Jan'06
Jan'05
Jul
Jan'06
Jul
Tingkat Petani
Grafik I.32. UPAH RIIL BURUH TANI
2600
Jul
Jul
Tingkat Penggilingan
Grafik I.31. HARGA GABAH KERING PANEN (GKP)
1000 Jan'03
Jan'04
Jul
Tingkat Petani
I−18
130 125 120 115 110
Jan'03
Jul
Jan'04
Jul
Jan'05
Jul
Jan'06
Jul