LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Tolitoli BAB 1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator makro ekonomi secara umum merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kondisi makro ekonomi suatu negara atau daerah. Indikator ini dapat dipergunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui kinerja pembangunan ekonomi di suatu negara atau daerah. Di tingkat daerah, khususnya di Kabupaten Tolitoli, kondisi makro ekonomi sangat ditentukan oleh kondisi ekonomi nasional Indonesia dan ekonomi regional Sulawesi (Sulawesi Tengah. Kondisi ekonomi makro selama Tahun 2007, baik di tingkat nasional
Indonesia
menunjukkan dengan
maupun
perkembangan
pertumbuhan
meningkat,
ekspor
yang
ekonomi
yang
regional
terus
makin
dan
Sulawesi
Tengah,
membaik,
ditandai
konsumsi
tumbuh
secara
yang positif,
terus dan
kecenderungan penurunan laju inflasi, nilai tukar rupiah yang semakin menguat dan stabil, dan cadangan devisa yang terus meningkat, serta membaiknya indeks harga saham gabungan. Namun di bi bidang investasi belum menunjukkan tanda-tanda 1
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
kenaikan dibanding dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perekonomian
Kabupaten
Tolitoli
Tahun
2007
telah
memasuki tahapan normal dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin kuat. Peningkatan kinerja ekonomi ini didukung baik oleh kondisi perekonomian nasional maupun kondisi perekonomian regional Sulawesi Tengah yang terus membaik. Selain itu, berbagai faktor regional dan lokal seperti kondisi sosial dan keamanan yang semakin kondusif juga turut mendukung, sehingga harapan pelaku ekonomi ataupun investor asing di daerah ini semakin membaik. Walaupun
demikian,
harus
diakui
bahwa
kondisi
perekonomian Kabupaten Tolitoli ke depan masih menghadapi sejumlah tantangan, baik karena belum membaiknya kondisi infrastruktur ekonomi daerah maupun karena dampak perubahan kondisi eksternal perekonomian nasional akibat tidak stabilnya harga minyak dunia dan tidak stabilnya perubahan nilai tukar mata uang asing. Untuk mengetahui seberapa besar kemajuan yang telah dicapai pembangunan ekonomi di Kabupaten Tolitoli, diperlukan evaluasi terhadap kinerja beberapa indikator makro ekonomi, yang mencakup: Produk Domestik Regional Bruto per sektor; tingkat inflasi, ICOR per sektor, investasi pemerintah dan swasta, ekspor dan
impor,
jumlah
penduduk
miskin,
Indeks
Pembangunan
Manusia, dan pertumbuhan ekonomi daerah. 2
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Hasil penyusunan indikator makro ekonomi daerah Kabupaten Tolitoli ini diharapkan dapat menjelaskan gambaran secara umum kinerja pembangunan ekonomi daerah pada tahun bersangkutan dibandingkan
tahun-tahun
sebelumnya,
dan
sekaligus
dapat
dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi upaya perencanaan, monitoring, dan evaluasi penyelenggaraan pembangunan ekonomi daerah. B. Deskripsi Perekonomian Kabupaten Tolitoli Kinerja perekonomian Kabupaten Tolitoli pada Tahun 2006 telah memperlihatkan kenaikan dibandingkan Tahun 2005. Secara berangsur-angsur telah menunjukkan pemulihan sejak mengalami keterpurukan akibat terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan Tahun
1997
yang
lalu.
Fenomena
ini
ditunjukkan
oleh
perkembangan positip beberapa indikator makro ekonomi hingga Tahun 2006. Perekonomian Kabupaten Tolitoli, yang digambarkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2006 atas dasar harga konstan 2000,
mampu tumbuh sebesar 6,78%, yaitu meningkat
dari 917.580 juta rupiah Tahun 2005 menjadi 979.821 juta rupiah Tahun 2006.
Laju pertumbuhan tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan dengan yang dicapai pada Tahun 2005 yang tumbuh sebesar 6,71%. Sejalan dengan peningkatan PDRB tersebut, PDRB perkapita juga meningkat. PDRB perkapita atas dasar harga konstan Tahun 2000 tercatat sebesar 5.061.895 rupiah pada Tahun 2006 3
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
lebih tinggi dibandingkan Tahun 2005 yang hanya sebesar Rp4.894.846,Tingkat inflasi di Kabupaten Tolitoli selama Tahun 2006 mencapai
4,92%, menurun dibanding tahun sebelumnya sebesar
8,85%, Penurunan angka inflasi pada Tahun 2006 tersebut didukung oleh membaiknya stabilitas ekonomi nasional dan kondisi kehidupan sosial masyarakat. Di bidang perdagangan, terutama perdagangan antarpulau, jenis komoditi yang diperdagangkan antarpulau dari Kabupan Tolitoli masih terbatas pada komoditas kopra dan cengkeh. Selama Tahun 2006 (Januari-Desember) perdagangan antarpulau untuk komoditas
kopra
mengalami
penurunan
dibanding
tahun
sebelumnya yaitu dari 1.590 ton pada Tahun 2005 menjadi 1.107,47 ton. Sedangkan untuk komoditas cengkeh mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari 1.158,96 ton pada Tahun 2005 naik menjadi 1.921,63 ton pada Tahun 2006. Hingga Tahun 2006, kekhawatiran para investor terhadap kondisi keamanan dan ketidakpersayaan terhadap keadilan dan tegaknya hukum di Indonesia sebai imbas dari krisis ekonomi, krisis politik, dan isu terorisme yang berkepanjangan, ternyata pengaruhnya cukup serius terhadap aktivitas investasi di daerah Tolitoli. Dalam satu tahun terakhir, aktivitas investasi di daerah ini masih jalan di tempat.
4
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Dari
struktur
Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB)
Kabupaten Tolitoli, diketahui bahwa lapangan usaha pertanian masih memberikan kontribusi yang terbesar, menyusul lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan lapangan usaha yang lainnya, kontribusinya masi relatf kecil (kurang dari 10 persen). Khusus pada lapangan usaha pertanian, tampaknya komoditas tanaman perkebunan masih memberikan kontribusi yang terbesar. Hasil tanaman perkebunan ini mencakup komoditas kelapa, kopi, melinjo, pala, lada, jambu mente, kakao, vanili dan cengkeh. Komoditas
ini
perekonomian
memiliki
peran
daerah,
karena
yang
sangat
selain
strategis
merupakan
dalam sumber
penghasilan devisa di sektor pertanian, juga aktivitas produksinya termasuk pengusahaan dan pemasarannya menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak bagi masyarakat setempat.
Tabel 1.1.
Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi Tolitoli 5
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Tahun 2002 - 2006 Rincian
2002
2003
2004
2005
2006
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1. Pertumbuhan ekonomi (%) 2. Inflasi (%) 3. PDRB Harga Konstan 2000 (Juta Rp)
4. PDRB Perkapita Harga Berlaku (Rp).
5. Posisi Kredit Perbankan (juta Rp)
6. Indeks Pembangunan Manusia
9,51
7,70
6,01
6,71
6,78 4,92
-
5,18
7,31
9,58
753.098
811.121
859.858
917.580
5.119.860
5.645.500
6.214.397
6.927.460
7.516.691
120.003
191.519
264.161
351.688
391.361
-
64,5
65,7
-
64,2
65,7
979.821
7. Jumlah RTM 8. IKM
18.901 31.4
Berdasarkan harga konstan 2000, nilai produksi tanaman perkebunan meningkat dari 214.145 juta rupiah pada Tahun 2005 menjadi 231.261 juta rupiah pada Tahun 2006. Peningkatan nilai produksi komoditas tersebut pada Tahun 2006 selain dipengaruhi oleh makin efektifnya pola pembinaan yang dilakukan oleh instansi teknis terkait, juga karena perubahan musim yang mendorong naiknya produksi dan membaiknya hargaharga komoditas tersebut di pasaran, baik di tingkat pasar domestic maupun pasar internasional.
6
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
C. Ruang Lingkup Kegiatan penyusunan indokator makro ekonomi Kabupaten Tolitoli 2007 mencakup penyusunan dan evaluasi tentang deskripsi perekonomian ekonomi,
Kabupaten
perkembangan
Tolitoli, PDRB,
tinjauan
perdagangan,
pemabangunan dan
keuangan
daerah. Data dasar yang dijadikan input dalam proses penyusunan indikator ekonomi Kabupaten Tolitoli diperoleh dari berbagai sumber
resmi
yang
dapat
dipertanggungjawabkan,
dengan
kerangka waktu 2002-2006.
7
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
BAB II
TINJAUAN EKONOMI A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu
indikator
penting untuk mengetahui kinerja pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah. Walaupun indikator ini mengukur tingkat pertumbuhan
output
dalam
suatu
perekonomian,
namun
sesungguhnya ia juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu
telah
menghasilkan
tambahan
pendapatan
bagi
masyarakat. Indikasi tersebut tersirat dalam angka pertumbuhan output karena pada dasarnya aktivitas ekonomi adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa (output). Pada gilirannya, proses ini akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki
oleh
pertumbuhan
masyarakat. ekonomi
Dengan
diharapkan
demikian, akan
meningkatnya
disertai
dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Agar pertumbuhan ekonomi mencerminkan pertumbuhan output
yang
sesungguhnya
yang
dihasilkan
oleh
suatu
8
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
perekonomian pada periode tertentu, maka dalam penghitungannya digunakan data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan. Kinerja pembangunan ekonomi di Kabupaten Tolitoli selama kurun waktu 2002-2006 menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita. Pada Tahun 2002, pertumbuhan PDRB berdasarkan harga konstan 2000 mencapai 9,51% kemudian menurun menjadi 6,78% pada Tahun 2006. Dalam
kurun
waktu
yang
sama,
PDRB
perkapita
juga
mengalami
penurunan, yaitu dari 5,6% pada Tahun 2002 menurun menjadi 3,41% pada Tahun 2006.
Gambar 2.1: Pertumbuhan PDRB dan PDRB per Kapita Kabupaten Tolitoli Periode 2002-2006
9
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Secara ekonomi, realitas ini mengindikasikan bahwa selama kurun waktu tersebut tingkat kesejahteraan atau daya beli masyarakat di daerah ini mengalami penurunan. B. Struktur Ekonomi Dalam
proses
perubahan-perubahan
pembangunan pada
struktur
ekonomi,
biasanya
permintaan
diikuti
domestik,
oleh
struktur
perdagangan internasional, dan struktur produksi. Proses perubahan struktur ini sering disebut sebagai proses alokasi. Seperti halnya proses pembangunan
ekonomi,
proses
alokasi
pun
merupakan
rangkaian
perubahan yang memakan waktu cukup lama. Fenomena perubahan struktur ini sesungguhnya terjadi akibat adanya interaksi antara dua proses, yaitu proses akumulasi dan proses perubahan konsumsi masyarakat yang terjadi karena meningkatnya pendapatan per kapita. Perubahan pola permintaan masyarakat terhadap barang-barang konsumsi inilah yang kemudian merubah komposisi barang dan jasa yang diproduksi dan diperdagangkan. Dalam uraian ini, secara khusus akan ditinjau kaitan perkembangan pertumbuhan pendapatan per kapita dengan pola perubahan struktur produksi dengan cara mengikuti perubahan rasio antara: 1. Nilai Tambah Bruto (NTB) sektor pertanian terhadap PDRB 2. Jumlah NTB sektor-sektor non pertanian terhadap PDRB. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.2, dalam periode 20022006 perkembangan pendapatan per kapita cenderung diikuti oleh 10
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
menurunnya rasio jumlah NTB sektor-sektor non pertanian terhadap PDRB, namun bersamaan dengan itu rasio Nilai Tambah Bruto (NTB) sektor pertanian terhadap PDRB justeru cenderung meningkat.
Gambar 2.2: Perkembangan PDRB per Kapita dan Perubahan Struktur Ekonomi Menurut Rasio NTB Sektor Pertanian dan Rasio
Jumlah NTB Sektor-sektor Non-Pertanian Terhadap PDRB di Kabupaten Tolitoli Periode 2002-2006.
Jika perekonomian dikelompokkan menjadi empat sektor produksi (dengan cara Chenery dan syrquin) yakni: 1. Sektor
primer,
meliputi
sektor
pertanian,
pertambangan
dan
penggalian. 2. Sektor industri, meliputi sektor industri pengolahan dan bangunan. 3. Sektor utiliti, meliputi sektor listrik dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi. 4. Sektor jasa, meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa lainnya,
11
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Maka kecenderungan menurunnya pendapatan per kapita selama kurun waktu 2002-2006 akan diikuti oleh perubahan sektor industri dan sektor utiliti yang relatif konstan, sedangkan sektor jasa justeru cenderung menurun, sementara pada sektor primer relatif menunjukkan kenaikan.
Gambar 2.3: Perkembangan PDRB per Kapita dan Perubahan Struktur Ekonomi Menurut Sektor Primer, Sektor
Industri, Sektor Utiliti dan Sektor Jasa di Kabupaten Tolitoli Periode 2002-2006.
Pola perubahan struktur produksi tersebut tidak sesuai dengan pola perubahan struktur produksi yang berlaku umum. Hal ini antara lain disebabkan oleh penurunan pendapatan per kapita masyarakat, sehingga efeknya terhadap perubahan struktur permintaan domestik dan struktur perdagangan (internasional) tidak nyata.
12
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
C. I n f l a s i Salah satu indikator penting dalam menganalisis perekonomian daerah adalah inflasi. Indikator ini penting dipahami dan dikendalikan karena: 1. Inflasi domestik yang tinggi menyebabkan tingkat balas jasa rill terhadap aset finansial domestik menjadi lebih rendah, bahkan seringkali negatif, sehingga dapat menggangu mobilisasi dana domestik dan bahkan dapat mengurangi tabungan domestik yang menjadi sumber dana investasi. 2. Inflasi dapat menyebabkan daya saing barang ekspor berkurang dan dapat menimbulkan defisit dalam transaksi berjalan dan sekaligus meningkatkan utang luar negeri. 3. Inflasi dapat memperburuk distribusi pendapatan dengan terjadinya transfer sumberdaya dari konsumen dan golongan berpenghasilan tetap kepada produsen. 4. Inflasi yang tinggi dapat mendorong terjadinya pelarian modal ke luar negeri. 5. Inflasi yang tinggi akan dapat menyebabkan kenaikan tingkat bunga nominal yang dapat mengganggu tingkat investasi yang dibutuhkan untuk memacu tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu.
13
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Demikian penting dan luasnya dampak inflasi tersebut, maka tidak mengherankan jika masalah inflasi kerapkali menjadi isu yang selalu hangat dan menarik. Perhitungan angka inflasi dalam uraian ini menggunakan pendekatan perubahan deflator PDRB. Perubahan deflator PDRB diperoleh dengan cara membagi PDRB menurut harga berlaku dengan PDRB harga konstan. Perhitungan inflasi dengan cara ini adalah sama dengan cara perhitungan indeks harga konsumen. Secara sederhana rumus penghitungan inflasi tersebut dirumuskan sebagai berikut:
Deflator
Inflasi
PDB
PDB
HB
PDB
HK
( Deflator PDB t Deflator PDB t 1 Deflator PDB t 1
Dengan menggunakan data PDRB periode 2002-2006 diperoleh angka inflasi terendah sebesar 4,64% dan tertinggi 8,58%. Pada periode 2002-2005 angka inflasi di daerah ini cenderung naik dengan angka inflasi tertinggi terjadi pada Tahun 2005. Namun pada Tahun 2006 angka inflasi menurun kembali ke tingkat yang lebih rendah (4,92%).
Gambar 2.4: Perkembangan Inflasi di Kabupaten Tolitoli, Periode 2002-2006
14
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
D. Ekspor dan Impor Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.5, perkembangan nilai perdagangan dari Kabupaten Tolitoli, khususnya ekspor, selama periode 2002-2006 menunjukkan perubahan yang fluktuatif, baik berdasarkan volume maupun nilai ekspor. Fluktuasi ini lebih ditentukan oleh perubahan permintaan dan harga-harga di pasar internasional. Sedangkan pada sisi impor, baik nilai maupun volumenya tidak bisa dideteksi besarannya.
Gambar 2.5: Perkembangan Ekspor dan Impor Kabupaten Tolitoli Periode 2002-2005
Ragam komodiditas ekspor dari daerah ini masih amat terbatas pada jenis komoditas cengkeh dan kopra. Komoditas ekspor tersebut pada umumnya masih dalam bentuk bahan baku dan belum melalui proses nilai tambah, sehingga manfaat ekonomi yang diterima oleh masyarakat masih relatif rendah.
15
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
E. Kemiskinan Banyak istilah sering dipakai dalam pembahasan tentang kemiskinan seperti masyarakat ekonomi lemah, masyarakat berpenghasilan rendah, masyarakat pra sejahtera, desa tertinggal serta fakir miskin. Definisi kemiskinanpun bermunculan baik dari beberapa ahli maupun dari beberapa institusi.
Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi dua: pertama, kemiskinan alamiah yang disebabkan oleh langkanya
sumberdaya
dan
rendahnya
produktivitas;
dan
kedua,
kemiskinan struktural yang terjadi karena lembaga-lembaga yang ada dan kolompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitasfasilitas secara merata. Ada 10 (sepuluh) permasalahan ekonomi kewirausahaan yang diajukan oleh Imam Nur Hidayat dan Aris Nurherwening (1993:6) yang menyebabkan kemiskinan di perdesaan yang merupakan refleksi dari pengalaman pengembangan masyarakat yang dilakukan Pusat Persentase Masyarakat (PPM) dalam 15 tahun terakhir di 1.200 lokasi pengembangan masyarakat yaitu: 1. Masalah etos/sistem nilai: kemiskinan yang berlangsung dalam dimensi waktu dan ruang dan telah mewarnai pengalaman kesejahteraan berjuta-juta penduduk telah menyebabkan kemiskinan diterima sebagai bagian yang syah dalam hidup dan mewarnai hampir dari keseluruhan sistem nilai dan struktur sosial masyarakat. Kemiskinan diterima sebagai kemiskinan yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Setiap usaha 16
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
melawan kemiskinan bukan saja menjadi pekerjaan yang tidak mudah, tetapi juga akan dipandang sebagai tindakan aneh dan mungkin asosial. Dalam situasi budaya kemiskinan seperti ini, maka gejala kemiskinan tidak cukup dilihat sebagai fungsi keterbatasan lapangan kerja, pendapatan, pendidikan dan kesehatan saja, melainkan juga adanya suatu kenyataan bahwa mereka miskin terhadap arti kemiskinan itu sendiri. Moral subsistensi dan upaya involutif menandai bentuk pengucapan praktis masyarakat yang bertolak dari semangat dasar yang fanatik, rasa ketidakmampuan, orientasi ke masa lampau. Suatu semangat keagamaan yang fatalistik dan kehilangan kekhalifahan. 2. Keterbatasan pemilikan faktor produksi khususnya tanah pertanian, yang ditandai sekitar seperempat rumah tangga tani tidak memiliki tanah sawah sama sekali atau memiliki dalam jumlah yang sangat sedikit atau kurang dari 0,05 ha. 3. Surplus tenaga kerja dengan keterampilan teknis dan manajemen yang terbatas karena keterbatasan berlatih, bukan keterbatasan pendidikan. Sebahagian besar tenaga kerja penduduk usia 10 tahun ke atas sedang menganggur dalam berbagai variasi pengangguran. 4. Keterbatasan
lapangan
kerja
di
sektor
pertanian
baik
akibat
keterbatasan tanah pertanian maupun akibat keterampilam karena masuknya input pertanian modern. Sementara itu lapangan kerja non pertanian belum cukup didukung oleh tradisi kewirausahaan. Walaupun
17
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
tenaga kerja paling banyak di sektor pertanian (55,9%), tetapi sampai separuh (41,5%) pekerja ini bekerja pada keluarga dan tidak dibayar. 5. Keterbatasan pemilihan teknologi untuk komoditi pertanian yang bersifat ekonomis, tehnologi lepas panen dan pengolahan hasil pertanian serta tehnologi non tani. Masyarakat desa belum memiliki keterbatasan untuk menentukan alternatif tanaman maupun tehnologi pertaniannya
sehingga
produktivitas
marginalnya
rendah
sekali.
Sementara itu perkembangan lapangan kerja non tani juga belum didukung oleh tehnologi yang memadai atau masih bersifat kecilkecilan dan sederhana sekali. 6. Keterbatasan informasi, pembinaan, fasilitas modal, proteksi usaha dan kesempatan (oppertunities), suatu lingkaran yang lazim dalam bisnis modern. Hampir dalam setiap kegiatannya mereka harus melakukan secara swakarsa dan bersedia untuk harus puas dengan apa yang menjadi miliknya saja tanpa keinginan untuk lebih dari apa yang mungkin (sub sistem). Sementara itu faktor produksi unggulan tersebut dikuasai oleh sektor perkotaan industrial, terutama dalam wujud informasi, tehnologi dan fasilitas perkreditan. 7. Nilai tukar perdagangan (term of trade) barang produk perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan barang produk perkotaan atau sektor modern. Orang desa harus menjual barangnya terlalu murah ke kota dan membeli barang dari kota terlalu mahal. Hal ini menyebabkan
18
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
secara langsung orang desa kurang memperoleh surplus yang berarti hampir dalam semua lapangan pekerjaan yang ia lakukan, sehingga nyaris tak mungkin baginya melakukan akumulasi kapital. Ini dapat dilihat dari rendahnya nilai tukar barang pertanian. 8. Terbatasnya uang yang beredar di perdesaan merupakan fungsi dari terjadinya produktivitas marginal yang nol dan terbatasnya fasilitas kredit resmi yang masuk ke desa. Sebahagian besar penduduk perdesaan jika memerlukan kredit untuk tambahan modal mencarinya dari saluran kredit non institusional, lebih-lebih dari mereka yang berasal dari kalangan miskin. 9. Kebijaksanaan
pemerintah
pertumbuhan ekonomi,
lebih
tetapi
menitikberatkan
pada
ternyata berakibat negatif
laju
kepada
masyarakat perdesaan dan umumnya masyarakat miskin perkotaan. Begitu juga kebijaksanaan pengembangan sektor pertanian yang lebih dititikberatkan pada peningkatan surplus produksi untuk mengejar swasembada pangan nasional dan kurang mengacu pada pemenuhan konsumsi perdesaan saja, menyebabkan sektor perdesaan/pertanian cenderung
berfungsi
menyangga
stabilitas
ekonomi
nasional,
khususnya untuk menunjang kehidupan perkotaan dengan kebebasan yang terbatas untuk menentukan pilihan ekonomis. 10. Belum berfungsinya kelembagaan swadaya masyarakat diperdesaan yang
mampu
menampung
prakarsa,
peran
serta
dan
swadaya
19
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dan membangun dirinya sendiri dalam bidang sosial ekonomi. Sedikitnya kelembagaan yang ada masih
kurang
Kelembagaan
fungsional yang
dan
atau
dimaksud
tingkat
bukan
saja
swadayanya
rendah.
diharapkan
mampu
mengembangkan kegiatan pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, melainkan juga mampu memproses menjadi infrastruktur kemasyarakatan. Sejak krisis multidimensional yang terjadi di negara kita sejak paruh kedua Tahun 1997 lalu telah berdampak pada pembengkakan jumlah rumahtangga miskin di Kabupaten Tolitoli, hal ini disebabkan oleh kurangnya pelayanan kesehatan, tidak terpeliharanya prasarana dan sarana umum, menurunnya daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan
dan
kepercayaan
kehidupan masyarakat
sehari-hari terhadap
sampai institusi
kepada
menurunnya
pemerintahan
daerah.
Akumulasi dampak dari gejolak krisis tersebut terhadap kualitas kehidupan rakyat
masih
terasakan
hingga
saat
ini,
terutama
bagi
kelompok
rumahtangga miskin yang pada Tahun 2006 tercatat mencapai jumlah 18.901 KK atau sekitar 42,34% dari total rumahtangga miskin. Penelusuran lebih lanjut terhadap karakteristik RTM yang ada di Kabupaten Tolitoli, menunjukkan bahwa:
20
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Pertama, dari segi pendidikan kepala RTM, terdapat sebanyak 15.975 kepala RTM berpendidikan SD/MI ke bawah, 2.233 berpendidikan SLTP, dan 693 kepala RTM yang berpendidikan SLTA ke atas.
Gambar 2.6: Profil Pendidikan Kepala RTM di Kabupaten Tolitoli, Tahun 2006
Kedua, masih terdapat sebanyak 2.342 RTM dengan Anak Usia Sekolah yang semuanya tidak sekolah, sebanyak 1.772 RTM dengan anak usia sekolah yang hanya sebagian saja bersekolah, sedangkan selebihnya sebanyak 4.684 RTM dengan anak usia sekolah yang semuanya sudah sekolah. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena secara nasional pemerintah sudah sejak lama menyelenggarakan program wajib belajar sembilan tahun.
21
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Gambar 2.7: Karakteristik Rumahtangga Miskin Berdasarkan Anak Usia Sekolah di Kabupaten Tolitoli, Tahun 2006
Ketiga, hingga Tahun 2006 jumlah RTM dengan anak usia sekolah yang masih bersekolah SD sebanyak 8.445, bersekolah SMP sebanyak 1.794, bersekolah SMU 747, dan sebanyak 6.284 RTM tidak sekolah.
Gambar 2.8: Karakteristik Penduduk Miskin Berdasarkan Usia Sekolah di Kabupaten Tolitoli, Tahun 2006
22
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Keempat, dari segi bantuan kredit usaha bagi kelompok RTM, hanya
sebanyak 309 RTM yang telah menerima bantuan, sedangkan sebanyak 18.592 RTM lainnya tidak menerima bantuan kredit usaha itu.
Gambar 2.9: Karakteristik Anggota RTM Berdasarkan Penerimaan Kredit Usaha di Kabupaten Tolitoli, Tahun 2006
Kelima, dari segi bantuan kredit usaha yang diterima oleh kelompok RTM, terdapat sebanyak 8.824 RTM yang masih ada BALITA, 10.651 RTM yang masih ada anak usia sekolah 7-18 tahun, dan sebanyak 8.451 RTM yang ada anak usia sekolah yang masih sekolah.
Gambar 2.10: Karakteristik Anggota RTM Berdasarkan Penerimaan Kredit Usaha di Kabupaten Tolitoli, Tahun 2006
23
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
F. Indeks Pembangunan Manusia UNDP melakukan pengukuran kinerja pembangunan manusia melalui suatu ukuran tunggal yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini memuat tiga aspek, yaitu kesehatan, pendidikan dan ketrampilan, serta mempunyai pendapatan yang memungkinkan untuk hidup layak. Hasil penghitungan angka IPM kabupaten/kota dan Sulawesi Tengah Tahun 2004, menggambarkan bahwa semua daerah kabupaten/kota di Sulawesi Tengah tidak ada yang masuk dalam kategori tinggi menurut skala internasional (IPM lebih dari 80). Khusus IPM di Kabupaten Tolitoli, pada Tahun 2002 mencapai sebesar 64,2; meningkat menjadi 64,5 pada Tahun 2004; dan kemudian meningkat lagi menjadi 65,7 pada Tahun 2005. Angka-angka IPM tersebut masih di bawah angka IPM Sulawesi Tengah, dan berarti baru pada Tahun 2005 pembangunan manusia di daerah ini masuk kategori menengah ke atas ( IPM antara 65-80). G. Ketenagakerjaan Proses pembangunan ekonomi biasanya tidak hanya ditandai dengan terjadinya perubahan atau pergeseran pada struktur permintaan dan penawaran barang dan jasa yang diproduksi, namun juga ditandai oleh terjadinya
perubahan
penduduk
dan
ketenagakerjaan.
Istilah
yang
diberikan oleh Chenery dan Syrquin untuk perubahan tersebut adalah proses demografi. 24
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Proses demografi ini terutama terjadi sebagai akibat dari perubahan pada struktur produksi dan perbaikan fasilitas kesehatan, gizi serta pendidikan yang timbul seiring dengan pertumbuhan income per kapita. Indicator ketenagakerjaan yang akan disajikan pada bagian ini mencakup perkembangan jumlah tenaga kerja potensial (15 tahun ke atas), jumlah angkatan kerja, kesempatan kerja, dan perkembangan jumlah penganggur terbuka. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.11 bahwa selama periode 2001-2004 jumlah tenaga kerja potensial di darerah ini bertambah cukup signifikan, yaitu dari sebesar 106.335 jiwa pada Tahun 2001 meningkat menjadi 112.400 jiwa pada Tahun 2004. Dalam selang waktu yang sama, jumlah angkatan kerja meningkat dari sebesar 86.771 jiwa pada Tahun 2001 menjadi 91.358 jiwa pada Tahun 2004.
25
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Gambar 2.11: Perkembangan Ketenakerjaan di Kabupaten Tolitoli, Periode 2001-2004
Meningkatnya jumlah angkatan kerja tersebut tampaknya tidak diikuti oleh peningkatan jumlah kesempatan kerja yang memadai, sehingga menyebabkan jumlah penganggur terbuka tetap tinggi. Pada tahun 2001 jumlah kesempatan kerja terisi mencapai 21.253 orang, kemudian meningkat menjadi 22.548 orang pada Tahun 2004.
26
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
BAB III
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN TOLITOLI
A.
Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Pendapatan Regional merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur keberhasilan pembangunan di Kabupaten Tolitoli. Hal ini dapat diketahui dari perkembangan PDRB Kabupaten Tolitoli, baik dilihat dari besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), struktur perekonomian, pendapatan perkapita maupun pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Perekonomian Kabupaten Tolitoli berdasarkan Tahun Dasar 2000 cenderung mengalami perubahan dibandingkan Tahun Dasar 1993 lalu. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tolitoli Tahun 2006 mencapai 6,78 % meningkat dibandingkan Tahun 2005 sebesar 6,71 %. Kemampuan perekonomian Kabupaten Tolitoli ditinjau dari PDRB Tahun 2006 atas dasar harga berlaku mencapai 1.454.991 juta rupiah, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 1.317.450 juta rupiah. Kontribusi masing-masing sektor dalam kaitannya dengan peranan sector tersebut terhadap PDRB Kabupaten Tolitoli atas dasar harga berlaku dalam periode 2002-2006 mengalami perubahan. Tercatat empat sektor kegiatan yang mendominasi kehidupan perekonomian daerah Kabupaten Tolitoli masing-masing : sektor pertanian, jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran.
27
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Gambar 3.1: Perkembangan PDRB Kabupaten Tolitoli Periode 2002-2006
Sektor pertanian, terutama pada sub sector tanaman perkebunan, masih merupakan tumpuan kehidupan perekonomian daerah ini. Selama kurun waktu 2002-2006 peranannya relatif besar dalam perekonomian Kabupaten Tolitoli, berkisar antara 48,51% hingga 48,51%. Sektor Jasa-jasa yang berada pada urutan kedua memberikan peranan sebesar 13,38%, meningkat dibanding tahun sebelumnya 13,32%. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menempati urutan ke tiga dengan andil sebesar 10,61%, sedangkan urutan ke empat ditempati sektor industri pengolahan dengan andil sebesar 8,33 % dan urutan kelima adalah sektor angkutan dan
komunikasi
mencapai
6,87%,
selanjutnya
sektor
bangunan
memberikan peran 5,42%. Adapun sektor-sektor lainnya sumbangannya masih kurang dari lima %. Berdasarkan harga konstan 2000 lima sektor di atas (Pertanian, Jasajasa, Perdagangan, hotel dan restoran, Industri pengolahan serta Angkutan dan Komunikasi) masih merupakan sektor-sektor yang paling dominan. 28
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Sektor Pertanian yang memberikan andil 51,58% Tahun 2005 meningkat menjadi 51,62 % tahun 2006 dan tetap merupakan sektor terbesar dalam memberikan andilnya terhadap PDRB Kabupaten Tolitoli. Sektor Jasa-jasa menempati posisi kedua memberikan andil sebesar 12,60%, sedangkan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menempati posisi yang ketiga dengan andil sebesar 9,96%, sektor Industri pengolahan, Angkutan dan Komunikasi masing-masing memberikan andil sebesar 7,93% dan 6,53% terhadap total PDRB atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya sektor bangunan memiliki andil sebesar 5,42%, serta sektor keuangan & persewaan masih dibawah 5% namun tetap tumbuh dari tahun ke tahun. Perkembangan
berbagai
sektor
ekonomi
selama
Tahun
2006
menunjukkan peningkatan yang berarti, sektor pertanian yang merupakan sektor terbesar peranannya terhadap perekonomian Kabupaten Tolitoli pada tahun 2006 tumbuh 6,87%, di mana sebelumnya tumbuh 7,84%. Sumber
pertumbuhan
utama
adalah
masih
meningkatnya
hasil
perkebunan kelapa, coklat, cengkeh dan komoditi perkebunan lainnya. Berbagai faktor lain yang ikut mendukung peningkatan pertumbuhan sektor pertanian, adalah makin kondusifnya keamanan secara keseluruhan di Kabupaten Tolitoli, stabilnya harga, makin efektifnya pelaksanaan pembangunan pasca krisis, dan penerapan otonomi daerah.
29
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Sektor penggalian tumbuh 5,05% pada tahun 2006. Keadaan ini sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Dilihat dari peranannya dalam perekonomian secara keseluruhan menunjukkan semakin rendah, padahal komoditi sektor ini, menyimpan sejumlah potensi yang secara ekonomis merupakan salah satu komoditi andalan baik diekspor antar pulau maupun digunakan untuk kebutuhan pembangunan daerah. Sektor industri pengolahan mengalami peningkatan nilai tambah sebesar 6,11%. Pertumbuhan ini didukung oleh adanya peningkatan aktivitas dan produksi semua subsektornya. Angka pertumbuhan ini dirasakan sangat lambat dan relatif sama setiap tahunnya padahal tumpuan transformasi ekonomi diharapkan pada sektor ini. Dilihat dari peranan sektor industri
pengolahan dalam perekonomian hanya 7,93%
pada tahun 2006 menempatkan Kabupaten Tolitoli berada pada daerah non industrialisasi dengan pangsa NTB lebih kecil dari 10 %. Sektor bangunan tumbuh 4,46%, sektor perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 7,86%, sektor listrik dan air bersih sebesar 7,67%, sektor angkutan dan komunikasi 6,87%, sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan 7,68%, serta sektor jasa-jasa tumbuh 6,78%.
Dari gambaran tersebut terlihat masih terdapat satu sektor yang
tumbuh di bawah 5 % yaitu sektor bangunan. Terdapat tiga sektor
dominan dengan andilnya di atas 10 %, yaitu
sektor pertanian, sektor jasa-jasa, dan sektor perdagangan, hotel, dan
30
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
restoran. Sementara sektor yang mempunyai andil lebih kecil dari 2 % adalah pertambangan dan penggalian, serta sektor listrik dan air bersih. Adanya
perbedaan
laju
pertumbuhan
pada
setiap
sektor,
menyebabkan peran dan pergeseran setiap sektor ekonomi dalam struktur perekonomian regional Kabupaten Tolitoli. Distribusi persentase PDRB sektoral sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.1. yang memperlihatkan sektor-sektor yang mendominasi atau mewarnai perekonomian dan menjadi andalan Kabupaten Tolitoli. Selama kurun waktu 2002-2006, terdapat tiga sektor yaitu, sektor pertanian, sektor jasa-jasa, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, yang menjadi sektor dominan dalam perekonomian Kabupaten Tolitoli dengan andil sekitar 73-75%. Tabel 3.1:
Peranan Sektor Ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Tolitoli Atas Dasar Harga Berlaku ( % )
Sektor
2002
2003
2004
2005
2006
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1. Pertanian
49,94
50,81
51,04
51,58
51,62
2. Penggalian
1,70
1,61
1,64
1,61
1,58
3. Industri pengolahan
8,11
8,09
8,08
7,98
7,93
4. Listrik & air minum
0,49
0,49
0,49
0,49
0,49
5. Bangunan
5,19
5,34
5,47
5,49
5,37
10,00
9,75
9,73
9,86
9,96
6,43
6,45
6,60
6,53
6,53
4,16
4,03
3,97
3,87
3,97
6. Perdagangan, restoran
hotel
&
7. Angkutan & Kom. 8.
Keu., persewaan
& jasa
31
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
perusahaan 9. Jasa - jasa
Peranan
sektor
13,97
13,46
12,99
12,59
12,60
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
pertanian
semakin
kuat
dengan
mengalami
peningkatan dari 49,94% tahun 2002 menjadi 51,62 % tahun 20065 dan menempatkan sektor ini pada urutan pertama dari segi besarnya NTB. Ini berarti, perekonomian Kabupaten Tolitoli masih pada corak agraris. Dalam kurun waktu yang sama peranan sektor industri pengolahan terus menurun dengan perubahan yang relatif lambat dan menempatkan pada posisi keempat besarnya NTB. Pada tahun 2002 tercatat sebesar 8,11 % dan menurun menjadi sebesar 7,93% pada tahun 2006. Sementara sektor perdagangan, hotel, dan restoran berada sebagai penyumbang terbesar ketiga dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tolitoli dengan peranannya yang relatif sama di mana pada tahun 2002 tercatat sebesar 10,00 % kemudian menurun menjadi 9,96% pada tahun 2006. PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan
oleh
masing-masing
penduduk
akibat
adanya
aktivitas
produksi. Angka PDRB per kapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator
kesejahteraan
rakyat,
Walaupun
tidak
dapat
langsung
menggambarkan kesejahteraan/kemakmuran suatu kelompok masyarakat atau penduduk.
32
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Akibat
naiknya
aktivitas
ekonomi
riil
yang
ditunjukkan
oleh
pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap PDRB per kapita Kabupaten Tolitoli. Pada tahun 2006 perkembangan PDRB per kapita Kabupaten Tolitoli sebesar 4,91 %, sementara penduduk pertengahan tahun tumbuh 1,41 % yang berarti ada kenaikan nyata sebesar 3,50%. PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2005 mencapai 4.894.846 rupiah meningkat menjadi 5.061.895 rupiah pada tahun 2006. Sementara PDRB per kapita yang dihitung berdasarkan harga berlaku menunjukkan peningkatan 8,50% dari 6.927.460 rupiah tahun 2005 menjadi 7.516.691 tahun 2006. B.
ICOR Sektoral Kabupaten Tolitoli Tahun 2002-2006
1.
Perkiraan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (Investasi) Oleh karena data publikasi Pendapatan Regional yang diterbitkan
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tolitoli belum memuat angka-angka PDRB berdasarkan penggunaan, sehingga tidak dapat dilakukan perkiraan besarnya investasi yang secara teori adalah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB), demikian halnya dengan perhitungan Incremental
Capital Output Ratio (ICOR). Namun demikian bisa saja prakiraan kebutuhan investasi itu dilakukan
dengan
menggunakan
asumsi
tertentu,
yang
selanjutkan
dipergunakan untuk memprakirakan ICOR dengan cara menyamakan pangsa PMTDB dalam PDRB Provinsi Sulawesi Tengah. Atau dengan kata
33
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
lain proporsi PMTDB Kabupaten Tolitoli yang sama dengan proporsi PMTDB Propinsi Sulawesi Tengah dalam PDRB masing-masing. Asumsi ini jelas lemah, karena adanya perbedaan antara PDRB per kapita Sulawesi Tengah dengan PDRB per kapita Kabupaten Tolitoli. Berdasarkan data yang tersedia Tahun 2002-2006 misalnya, ternyata ratarata PDRB per kapita Kabupaten ToliToli sekitar 93% dari PDRB per kapita Provinsi Sulawesi Tengah. Oleh karena itu maka perlu ada koreksi/ penyesuaian terhadap pangsa PMTDB dalam PDRB Kabupaten Tolitoli, dalam hal ini dilakukan dengan mengalikan hasil perhitungan PMTDB Kabupaten Tolitoli dengan cara di atas, dengan persentase PDRB per kapita Sulawesi Tengah terhadap PDRB per kapita Kabupaten Tolitoli, hal ini dilakukan mengingat idealnya pangsa PMTDB Kabupaten Tolitoli terhadap PDRB, harusnya lebih besar ketimbang pangsa PMTDB Propinsi Sulawesi Tengah. Setelah diketahui angka-angka PMTB Kabupaten Tolitoli Tahun 2002-2006, maka dilakukan perhitungan perkiraan ICOR Kabupaten Tolitoli untuk perjalanan waktu yang sama. Sebagai daerah yang telah lama eksis, maka tidak keliru bila dalam kurun waktu 2002-2006 tersebut, ICOR kabupaten ini relatif rendah, seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
34
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Tabel 3.2: Pembentukan Modal Tetap Domestik Regional Bruto Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten ToliToli ADH Konstan 2000 Uraian
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Sulawesi Tengah PDRB
9,089,908 9,581,672 10,196,750
Nilai PMTDB
1,708,953 1,710,299
PMTDB/PDRB (%)
1,812,046
1,934,086
2,075,781
2,251,549
17.85
17.77
17.70
17.66
17.74
4,405,341 4,403,747
4,598,122
4,843,168
5,121,155
5,400,788
18.80
PDRB/kapita
10,925,465 11,752,236 12,688,550
Kabupaten Tolitoli PDRB
688,400
753,098
811,122
859,858
917,580
979,821
Nilai PMTDB
129423
134426
144143
152217
162071
173867
3,871,453 4,179,234
4,421,100
4,614,196
4,824,846
5,061,895
PDRB/kapita PDRB/kap ToliToli thd Sulteng PMTB (disesuaikan)
87.88
94.90
96.15
95.27
94.21
93.73
147271
141647
149915
159770
172024
185507
2.91
3.82
3.69
3.68
3.15
ICOR 2.
Prakiraan ICOR Sektoral Setelah diketahui PMTDB Kabupaten, dapat pula dihitung PMTDB
sektoral dan sekaligus ICOR sektoral. Untuk menghitung PMTDB sektoral, maka digunakan asumsi bahwa pangsa sektoral dalam PDRB Kabupaten Tolitoli sama dengan pangsa PMTDB sektoral terhadap PMTDB total. Dengan cara tersebut, dapat dilihat hsilnya pada tabel berikut ini.
Tabel 3.3: 35
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
PERKIRAAN %TASE PMTDB BERDASARKAN LAPANGAN USAHA KABUPATEN TOLI-TOLI TAHUN 2001-2006 (%) Lapangan Usaha
2001
2002
2003
2004
2005
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Htl dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perush Jasa-jasa
48.57 1.76
49.94 1.70
50.81 1.61
51.04 1.64
51.58 1.61
51.62 1.58
8.12 0.50 5.08 10.42
8.11 0.49 5.19 10.00
8.09 0.49 5.31 9.75
8.08 0.49 5.47 9.73
7.98 0.49 5.49 9.86
7.93 0.49 5.37 9.96
6.53
6.43
6.45
6.60
6.53
6.53
4.33
4.16
4.03
3.97
3.87
3.91
14.69
13.97
13.46
12.99
12.59
12.60
PDRB
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
2006
100.00
Tabel 3.4: PERKIRAAN PMTDB (INVESTASI) BERDASARKAN LAPANGAN USAHA KABUPATEN TOLI-TOLI TAHUN 2001-2006 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha
2001
Pertanian
71,529
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
2,590
2002 70,746 2,409
2003
2004
2005
2006
76,169
81,546
88,725
95,758
2,417
2,625
2,763
2,931
12,903
13,733
14,716
780
836
909
8,733
9,450
9,970
15,541
16,966
18,479
10,544
11,228
12,118
6,339
6,664
7,247
11,960 734
11,494 698
12,125 737
7,488
7,358
7,967
15,352
14,166
Pengangkutan dan Komunikasi
9,611
9,102
14,618 9,665
Keuangan, Persewaan dan
6,373
5,892
6,038
Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Htl dan Restoran
36
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Jasa Perush Jasa-jasa
21,634 Jumlah
147,271
19,783 141,647
20,179
149,915
20,758
21,660
23,380
159,770
172,024
185,507
Tabel 3.5: PERKIRAAN ICOR SEKTORAL TAHUN 2002-2006 Lapangan Usaha
2002
2003
2004
2005
2006
Pertanian
1.67
2.12
3.05
2.58
2.94
Pertambangan dan Penggalian
3.34
8.98
2.50
4.52
3.93
Industri Pengolahan
2.17
2.70
3.36
3.61
3.29
Listrik dan Air Bersih
2.45
2.66
3.66
3.24
2.66
Bangunan
1.76
2.00
2.24
2.77
4.43
Perdagangan, Htl dan Rest
3.84
3.87
3.42
2.47
2.60
Pengangkutan dan Komunikasi
2.57
2.48
2.37
3.57
2.94
Keu, Persewaan dan Jasa Perush
3.71
4.49
4.38
4.66
2.65
Jasa-jasa
4.67
5.05
8.19
5.67
2.94
2.91
3.82
3.69
3.68
3.15
ICOR
37
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
38
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
BAB IV
PERDAGANGAN A. Pengantar Perdaganagan merupakan salah satu sumber devisa dan pendukung pertumbuhan ekonomi, kegiatan tersebut merupakan salah satu andalan sumber penerimaan pemerintah selain pajak. Untuk meningkatkan kinerja di bidang perdagangan, pemerintah telah mengambil langkah-langkah dengan menghilangkan hambatan-hambatan di bidang perdagangan baik yang bersifat administratif maupun birokratif melalui berbagai kebijakan diantaranya
penyerdehanaan
prosedur
kepabeanan
dan
peningkatan
frekuensi perdagangan. B. Perkembangan Perdagangan Beberapa Jenis Komoditi Perkembangan perdagangan beberapa jenis komoditi di Kabupaten Tolitoli dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 cukup berfluktuasi baik dari segi volume maupun nilainya. Volume Perdaganagan Cengkeh sebagai salah satu komoditi unggulan Kabupaten Tolitoli pada tahun 2002 sebesar 2.031,78 ton, meningkat menjadi 5.562,82 ton pada tahun 2003, kemudian menurun menjadi 2.229,96 pada tahun 2004. pada tahun 2005 dan 2006 volume perdagangan cengkeh Kabupaten Tolitoli sebesar 1.158,96 ton dan 1.921,63 ton. 39
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
6000 6000 5000 5000 4000 4000 3000 3000 2000 2000 1000 1000 0
0
2002 2002
2003 2003
2004 2004
2005 2005
2006 2006
Gambar 4.1: Perkembangan Volume Perdagangan Komoditas Cengkeh di Kabupaten Tolitoli, Periode 2002-2006
Untuk meningkatkan kinerja di bidang ekspor agar dapat bersaing dengan negara-negara lain pemerintah melakukan diversifikasi produk dan dan
meningkatkan standar mutu produk dalam negeri sehingga dapat
bersaing dipasaran dunia. Upaya ini dilakukan dengan mengolah bahan baku menjadi produk ekspor yang lebih kompetitif, sehingga
dapat
meningkatkan daya saing dan nilai tambah di dalam dan di luar negeri. Pemerintah juga perlu memperhatikan pasar domestik yang menjadi tumpuan terakhir hasil industri di dalam negeri agar rakyat tidak berpaling pada produk impor. Komoditi kelapa yang sudah diolah menjadi kopra volume perdagannyapun cukup berfluktuasi di Kabupaten Tolitoli. Pada tahun 2002, volume perdagangan kopra sebesar 5.901,78 ton, kemudian 40
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
menurun menjadi menjadi 3.670,25 ton pada tahun 2003, kemudian meningkat menjadi 5.637,25 ton pada tahun 2004. Pada tahun 2005 dan 2006 volume perdagangan kopra di Kabupaten Tolitoli 1.590, 00 ton dan1107,47 ton 6000 6000 5000 5000 4000 4000 3000 3000 2000 2000 1000 1000 0 0
2002 2002
2003 2003
2004 2004
2005 2005
2006 2006
Gambar 4.2: Perkembangan Volume Perdagangan Komoditas Kopra di Kabupaten Tolitoli, Periode 2002-2006
41
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
BAB V
KEUANGAN DAERAH A. PENGANTAR Sejak beberapa tahun terakhir Pemerintah Kabupaten Tolitoli telah memulai penerapan anggaran berbasis kinerja. Laporan keuangan daerah pada dasarnya merupakan realisasi dari transaksi keuangan daerah baik berupa
penerimaan
maupun
pengeluaran.
Pengeluaran
daerah
diklasifikasikan dalam dua kelompok besar yaitu Capital Expendictures dan
Revenue Expendictures. Capital Expendictures sering disebut sebagai Belanja Investasi sedangkan Revenue Expendictures sering disebut sebagai Belanja Publik. Disamping kedua kelompok besar tersebut, disisihkan pula alokasi belanja cadangan guna mengantisipasi pengeluaran-pengeluaran daerah yang tidak dapat diduga atau kejadian-kejadian istimewa seperti bencana alam dan kebijakan pemerintah atasan yang bersifat crass
program. Masing-masing kelompok belanja daerah tersebut terdiri dari sejumlah rekening yang menunjukkan kelompok pembiayaan dalam operasi pemerintahan daerah. Kelompok Capital Expendictures pada dasarnya mencerminkan investasi dalam rangka pembangunan daerah yang berupa pembangunan prasarana dasar untuk pelayanan publik, infrastruktur sistem pemerintahan 42
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
daerah, pembangunan gedung perkantoran baru, butterment, dan lainlain. Berbagai jenis belanja daerah ini harus dikapitalisasi sebagai aset daerah yang dalam konteks penyusunan neraca akan muncul dalam sisi aktiva tetap daerah. Persoalan kapitalisasi asset daerah ternyata bukan persoalan yang mudah dipecahkan mengingat dalam sistem pelaporan keuangan di masa yang lalu tidak pernah ada kebijakan pengelolaan asset yang tersentralisasikan. Para petugas pun tidak memahami dan bahkan mengabaikan segi administrasi pengelolaan asset daerah yang pada akhirnya catatan asset daerah berada pada berbagai instansi dan sulit dideteksi seberapa besar nilai asset yang dimiliki daerah. Oleh karena itu daftar inventaris berbagai asset daerah tersebut harus dikumpulkan terlebih dahulu dari berbagai instansi yang tentu saja akan memunculkan masalah ketika harus melakukan kapitalisasi rekening-rekening aset daerah tersebut mengingat nilai aset tidak dapat ditentukan meskipun berbagai jenis asset tersebut masih berfungsi secara utuh. Demikian halnya penetapan
berapa
besar
penyusutan
aktiva
tetap
daerah
sebagai
representasi nilai ekonomis dari komponen-komponen aset tidak dapat dihitung dengan cara-cara yang rasional. Laporan keuangan daerah pada dasarnya merupakan realisasi dari transaksi keuangan daerah baik berupa penerimaan maupun pengeluaran. Pengeluaran daerah diklasifikasikan dalam dua kelompok besar yaitu
Capital Expendictures dan Revenue Expendictures. Capital Expendictures 43
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
sering disebut sebagai Belanja Investasi sedangkan Revenue Expendictures sering disebut sebagai Belanja Publik. Disamping kedua kelompok besar tersebut, disisihkan pula alokasi belanja cadangan guna mengantisipasi pengeluaran-pengeluaran daerah yang tidak dapat diduga atau kejadiankejadian istimewa seperti bencana alam dan kebijakan pemerintah atasan yang bersifat crass program. Masing-masing kelompok belanja daerah tersebut terdiri dari sejumlah rekening yang menunjukkan kelompok pembiayaan dalam operasi pemerintahan daerah. Kelompok Capital expendictures pada dasarnya mencerminkan investasi dalam rangka pembangunan daerah yang berupa pembangunan prasarana dasar untuk pelayanan publik, infrastruktur sistem pemerintahan daerah, pembangunan gedung perkantoran baru, butterment, dan lainlain. Berbagai jenis belanja daerah ini harus dikapitalisasi sebagai asset daerah yang dalam konteks penyusunan neraca akan muncul dalam sisi aktiva tetap daerah. B. ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH 2006 Pada umumnya anggaran Daerah Kabupaten Tolitoli dari tahun ke tahun masih bertumpu pada dana alokasi umum (DAU), tahun 2006 mencapai
96%
dari
total
pendapatan
dengan
nilai
sebesar
Rp.284.621.991.978,41 rupiah. Sementara sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Tolitoli pada urutan kedua berkisar 4,3%, atau
44
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
mencapai Rp.9.091.410 rupiah dengan kontribusi terbesar berasal dari retribuai daerah
Rp. 4,185,098,276.00 rupiah, disusul oleh lain-lain
pendapatan, pajak daerah, laba perusahaan daerah dan dengan nilai berturut-turut sebesar
Rp.2,854,288,449.06, Rp.1,961,191,957.00 dan
Rp.90,831,509.28. Dengan kemampuan PAD yang sangat terbatas, dapat menggambarkan posisi perekonomian Daerah Kabupaten Tolitoli masih banyak tergantung pada transfer pusat. Sedikitnya anggaran tersebut mengharuskan secara cepat dan terencana pengembangan potensi yang terarah guna meningkatkan PAD daerah ini.
Lain-Lain Lain-Lain Penerimaan Yang Penerimaan Syah, Yang Syah, Rp.1,824,700,000 Rp.1,824,700,000 (0,1%) (0,1%)
PADS, PADS, Rp.9,091,410,189 Rp.9,091,410,189 (4,3%) (4,3%)
Bagian Dana Bagian Dana Perimbangan, Perimbangan, 273,705,881,789 273,705,881,789 (96%) (96%)
Gambar 5.1: Struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Tolitoli, 2006
45
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
C. REALISASI PENGELUARAN DAERAH Realisasi pengeluaran daerah Kabupaten Tolitoli pada tahun 2006 sepenuhnya belum mencerminkan anggran yang berpihak kepada rakyat. Penggunaan anggaran belanja daerah pada tahun 2006 masih didominasi oleh belanja aparatur daerah mencapai Rp.194.242.196 ribu dari nilai total belanja Rp.305.041.657 ribu. Sementara belanja pelayanan publik
dialokasikan dana hanya
sekitar Rp.99.026.782 ribu rupiah atau hanya sekitar 32% saja terhadap total belanja.
10810420, 4% 10810420, 4%
969259, 0% 969259, 0% Belanja Aparat ur Belanja Aparat ur
99026782, 32% 99026782, 32%
Belanja Belanja Publik Pelayanan Pelayanan Publik
Belanja Bagi Belanja Hasil dan Bagi Hasil Bant uandan Bant uan Keuangan Keuangan Belanja Tidak Belanja Tidak Tersangka Tersangka
194242196, 64% 194242196, 64%
Gambar 5.2: Struktur Belanja Daerah kabupaten Tolitoli, Tahun 2006
Belanja Aparatur di Kabupaten Tolitoli dibagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu belanj administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharan serta belanja modal.
46
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
37359254, 19% 37359254, 19%
Belanja Belanja Administrasi Umum Administrasi Umum Belanja Operasi Belanja Operasi dan Pemeliharaan dan Pemeliharaan 32121734, 17% 32121734, 17%
124761209, 64% 124761209, 64%
Belanja Modal Belanja Modal
Gambar 5.3: Struktur Belanja Aparatur Kabupaten Tolitoli, Tahun 2006
Dari segi komposisi maupun jumlah, Belanja administrasi umum masih menempati porsi terbesar yaitu Rp.124.761.209 ribu atau sekitar 64% dari total belanja pelayanan publik, disusul oleh belanja modal dengan nilai Rp.37.359254 atau sekita19% dari total belanja aparatur dan belanja operasi dan pemeliharaan dengan nilai Rp.32.121.734 ribu atau sekitar 17% dari total belanja aparatur. Sedangkan komposisi belanja pelayanan publik yang terdiri atas belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan serta belanja modal dapat dilihat pada gambar berikut:
47
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
2034394, 2% 2034394, 2%
Belanja Belanja Administrasi Administrasi Umum Umum Belanja Operasi Belanja Operasi dan Pemeliharaan dan Pemeliharaan
21588558, 22% 21588558, 22%
Belanja Modal Belanja Modal
75403830, 76% 75403830, 76%
Gambar 5.4; Struktur Belanja Pelayanan Publik Kabupaten Tolitoli, Tahun 2006
Pada komponen belanja pelayanan publik komposisi belanja modal menempati urutan teratas dengan nilai Rp.75.403.830 ribu atau sekitar 76% dari total belanja, disusul oleh belanja operasi dan pemeliharaan dengan nilai Rp.21.588.558 ribu atau sekitar 22% dari total belanja pelayanan publik, sedangkan belanja administrasi umum sebesar Rp.2.034.394 ribu atau sekita 2% dari total belanja pelayanan publik. D. RATIO APBD TERHDAP PDRB Ratio Secara umum penerimaan keuangan suatu daerah sangat
terkait
dengan
kegiatan
ekonomi
yang
dilakukan
masyarakat di wilayah tersebut, hal ini berkaitan dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat
sendiri
yang
akan
mendorong
keberhasilan pembangunan di daerah itu. Salah satu indikator 48
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
makro yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara Penerimaan Daerah dengan PDRB yang ditinjau dari besarnya persentase disajikan pada tabel berikut: Tabel 5.1: Rasio APBD Terhadap PDRB Pendapatan I. PENDAPATAN 1.1. Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Bagian Laba BUMD Lain-lain PAD
1.2. Dana Perimbangan
Ratio APBD
318.913.088
terhadap PDRB
21.92%
9.091.410
0.62%
4.185.098
0.29%
1.961.191
90.831
2.854.288
0.13% 0.01% 0.20%
300.096.552
20.63%
Bagi Hasil Pajak dan
16.646.835
1.14%
Dana Alokasi Umum
248.338.000
17.07%
7.725.126
0.53%
Bagi Hasil Pajak & Bantuan Keuangan Dari Provinsi Bukan Pajak
Dana Alokasi Khusus
1.3. Lain-lain Penerimaan Yang Sah
Nilai
5.341.716
29.770.000
0.37%
2.05%
Gambaran secara umum %tase keuangan daerah terhadap PDRB sebesar 21,92% dengan sumbangan terbesar dari sumber pendapatan yang berasal dari pos dana perimbangan yaitu sebesar 20,63%, dengan masing-masing rinciannya DAU (17,7%) DAK sebesar 2,05%, Bagi Hasil Pajak & Bantuan Keuangan Dari Provinsi
49
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
sebesar 0,37% dan
bagi hasil pajak dan bukan pajak (1,14%).
Sedangkan untuk pendapatan asli daerah persentasenya di bawah 1% terhadap PDRB. Pos pendapatan asli daerah direncanakan mencapai 0,83% terhadap PDRB, dengan dukungan berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMN serta lain-lain pendapatan asli daerah masih di bawah 1 %. E. FLEKSIBILITAS PAD DENGAN APBD TERHADAP PDRB Nilai fleksibilitas menggambarkan hubungan antara PAD atau APBD dengan kondisi ekonomi di suatu wilayah pada saat tertentu. Nilai fleksibilitas merupakan hasil bagi laju perubahan PAD atau APBD terhadap laju perubahan pertumbuhan ekonomi. Nilai fleksibilitas yang tinggi, artinya setiap laju pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan rupiah PAD atau APBD yang lebih tinggi. Pada selang waktu tahun 2003-2006 nilai pertumbuhan total APBD Kabupaten
Tolitoli
sebesar
18,99%,
sementara
pertumbuhan
ekonominya berdasarkan harga pasar mencapai 14,43%, sehingga dapat diketahui nilai fleksibilitas sebesar 1,32%, kondisi ini menggambarkan setiap kenaikan 1% pertumbuhan ekonomi akan memberikan peningkatan terhadap APBD sebesar 1,33 %.
50
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Fleksibilitas APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kabupaten Tolitoli Tahun Anggaran 2003- 2006 (%)
Rasio
Laju Peningkatan
Fleksibilitas
(2001-2005)
APBD
Ekonomi
APBD
(1)
(3)
(4)
18,99
14,43
1,32
Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sebagian besar bersumber dari pajak dan retribusi daerah merupakan sumber
penerimaan
daerah
yang
terus
menerus
dipacu
pertumbuhannya. F. PERKEMBANGAN PAD KABUPATEN TOLITOLI Pendapatan asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi daerah karena pendapatan ini seluruhnya digali dan berasal dari daerah sendiri. Oleh karena itu daerah mempunyai kewenangan penuh untuk memanfaatkan PAD ini sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. Sebagai salah satu sumber
penerimaan,
keberadaannya
harus
selalu
dan
terus
menerus dipacu pertumbuhannya yang tentunya ditindaklanjuti dengan memberikan kompensasi berupa pelayanan yang baik dan perbaikan fasilitas umum bagi masyarakat. Jumlah dan kenaikan kontribusi PAD akan sangat berperan dalam rencana peningkatan
51
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
kemandirian pemerintah daerah untuk tidak selalu tergantung kepada transfer dari pemerintah pusat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tolitoli pada tahun 2002 sebesar Rp.4.498.619, meningkat menjadi Rp.4.758.450 pada tahun 2004. Pada tahun 2005 dan 2006 PAD Kabupaten Tolitoli sebesar Rp.9.453.167 dan Rp.9.091.410.
9453167 9453167
9091410 9091410
2003 2003
2005 2005
2006 2006
4758450 4758450
4498619 4498619
10000000 10000000 9000000 9000000 8000000 8000000 7000000 7000000 6000000 6000000 5000000 5000000 4000000 4000000 3000000 3000000 2000000 2000000 1000000 1000000 0 0
2004 2004
Gambar 5.5 Perkembangan PAD Kabupaten Tolitoli, Periode 2002-2006
Pada setiap komponen pendapatan mengalami pertumbuhan berkisar antara 10 sampai 17 %, kecuali pendapatan bagian laba BUMD sebesar 0,25 milyar meningkat menjadi 0,92 milyar rupiah atau mengalami pertumbuhan sebesar 271,64 %, dengan kata lain meningkat hampir tiga kali lipat dalam waktu satu tahun. Namun demikian andilnya masih kecil terhadap pendapatan asli daerah. Secara umum PAD Kabupaten Tolitoli selalu mengalami 52
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
peningkatan dari tahun sebelumnya. Artinya bahwa Pemerintah Daerah
Kabupaten
Tolitoli
telah
berhasil
menggali
dan
memanfaatkan potensi yang ada di daerahnya.
Daftar Pustaka 1. Badan Pusat Statistik, 2006. Kabupaten Tolitoli dalam Angka
2006. 2. Badan Pusat Statistik, 2006. Produk Domestik Regional Bruto, 2006.
3. Badan Pusat Statistik, 2005 & 2006. Statistik Ekspor-Impor. 4. Hollis B. Chenery & M. Syrquin, 1975. Patterns of Development 1950-1970, Oxford University Press for the World Bank, London. 5. Hera Susanti, Moh. Ikhsan, dan Widyanti, 1996. Indikatorindikator Makro Ekonomi, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.
6. Bank Indonesia, 2007. Laporan Ekonomi Triwulan II, Jakarta.
53