1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka pangjang, dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia belakangan ini. Pada dasarnya, pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu proses pertumbuhan output perkapita dalam jangka panjang. Hal ini berarti, bahwa dalam jangka panjang, kesejahteraan tercermin pada peningkatan output perkapita yang sekaligus memberikan banyak alternatif dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan membangun ekonomi pada suatu negara. Kemiskinan hampir selalu dihadapi oleh negara berkembang. Implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan masyarakat, walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya sebagai permasalahan dalam pembangunan ekonomi. Secara singkat, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan penurunan hasil produksi dan pendapatan. Menurut Todaro dan Smith (2011) kemiskinan absolut untuk menunjukkan tingkat pendapatan minimum spesifik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar agar
2
bertahan hidup: makan, pakaian dan tempat tinggal. Dalam hal ini berarti terdapatnya kekurangan dalam pendapatan nasional yang ditunjukkan oleh nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan PDB yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan, sebaliknya rendahnya PDB dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Negara berkembang menghadapi beberapa permasalahan dalam membangun ekonomi negara. Permasalahan yang timbulkan di negara-negara berkembang menurut Todaro dan Smith (2011) yaitu ada perbedaan besar dalam indikator pendapatan, kesehatan, dan pendidikan dan Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI). Indonesia, pada masa Orde Baru di bawah pimpinan presiden Suharto, (1966-1997) dengan bersemangat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan nasional mengusahakan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yang pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh masyarakat, tetapi pada tahun 1996 pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai menurun dan pertumbuhan paling buruknya pada tahun 1998 karena terjadinya Krisis Ekonomi, membuat PDB perkapita jatuh sampai -13.13 persen (Tambunan, 2006) (lihat Grafik 1.1), pada periode 1996-1999 dimana berdampaknya pada meningkatnya penduduk miskin di Indonesia yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. Sementara itu, persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang baru (BPS, 2008; Suryahadi, Hadiwidjaja dan Sumarto, 2012).
3
Sumber: dikutip dari salah satu gambar di Tambunan (2006)
Grafik 1.1 PDB per Kapita dan Pertumbuhan PDBdi Indonesia 1970-2002
Menurut BPS dan World Bank (Grafiks 1.2) menyatakan bahwa total penduduk
Indonesia
meningkat
sebesar
1,5
persen
pertahun,
dengan
meningkatnya penduduk Indonesia, disamping itu jumlah penduduk miskin dari tahun 1996 sampai
2013 juga meningkat dengan rata-rata 15 persen dan
peningkatannya tertinggi pada terjadinya kondisi krisis ekonomi pada tahun 1998.
Penduduk Indonesia Tahun 1996-2013 (Juta Orang) 300 250 200
197
224 227 230 234 237 240 243 246 249 200 202 205 208 211 215 218 221
150 100 50 0
Sumber : World Bank, diolah
Grafik 1.2 Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1996-2013
4
Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi dengan inflasi sampai 75,27 persen pada tahun 1998 (Grafiks 1.3). Dunia usaha juga terdampak buruk dengan krisis ini dimana banyak pengusaha mengalami kerugian dan tutup atau mengurangi produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban utang dan risiko yang tinggi, akibatnya membuat tenaga kerja yang terkena PHK (Tarmidi, 1999), hal ini menimbulkan pengangguran yang relatif tinggi. Dengan situasi krisis ekonomi yang Indonesia mengalami, menyebabkan berkurangnya tingkat penduduk miskin bersekolah lebih tinggi oleh karena foktor-faktor ekonomi rumah tangga yang terbatas. Krisis ekonomi yang mengalami pada tahun 1998 berdampak buruknya membuat jumlah pengangguran di Indonesia meningkat secara drastis terutama wilayah urban di Jawa, yang diperkirakan lebih dari 50 juta penganggur (Salamah, 2001). Tingkat pengangguran meningkat dari 1,7 persen pada 1980 menjadi 6,08 persen dalam tahun 2000 dan menjadi 10,3 persen pada 2005 (Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011:26) membuat masyarakat Indonesia banyak orang yang hidup dibawah garis kemiskinan meningkat dari 11 persen pada tahun 1996 menjadi 25 persen pada tahun 1998, begitu juga berhenti sekolah (Salamah, 2001). Penghasilan kepala rumah tangga miskin kebayakan berkerja di sektor pertanian sebesar 53,58 persen dan bekerja di sektor industri sebesar 6,87 persen (BPS, 2014). Pengangguran
yang
dihadapi
Indonesia
berpengaruh
pada
tingkat
kemakmuran masyarakat dan pendapatan masyarakat Indonesia. Menurut Sukirno 2003, dalam Barika (2013) Salah satu unsur yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai
5
maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud. Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Semakin turunya tingkat kemakmuran akan menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan. Menurut Yesi dkk., (2013) negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar serta penyediaan kesempatan kerja yang terbatas akan menghadapi masalah yang serius dengan tingkat pengangguran.
Persentse Tingkat Inflasi Tahun 1991-2010 100 75,27
80 60 40
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
18,15 14,33 14,09 8,27 5,5 8,55 11,26 8,26 5,9
2002
2001
2000
1999
1998
20,45 14,3 12,57 14,16 1997
1996
1995
1994
1991
0
9,7 8,85 5,36 8,88 7,78 1993
8,82
1992
20
Tingkat Inflasi Sumber: World Bank, (2014)
Grafiks 1.3 Tingkat Inflasi pada Tahun 1991-2010
Tingkat inflasi mulai meningkat antara tahun 1997-2008 oleh karena tingkat inflasi yang tinggi, sehingga membuat harga barang dan jasa meningkat tinggi dan nilai tukar rupiah Indonesia yang tajam. Namun secara keseluruhan dampak negatifnya dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak positifnya (Tarmidi, 1999). Kenaikan harga barang dan jasa, hal ini di indikasikan menjadi salah satu faktor penyebab kenaikan tingkat kemiskinan (Grafik 1.2). Dengan meningkatnya inflasi pada mata uang rupiah Indonesia pada tahun 1998
6
sampai tahun 2002, menjadi salah satu penyebabnya meningkatnya penduduk miskin yaitu antara 38 – 49 juta penduduk miskin atau kisaran 18-24 persen.
Persentase Penduduk Miskin 60 49,5 47,97
38,4
40 34,01 24,23 23,43 20
17,47
37,3
36,1 35,1
39,3
37,17 34,96
32,53 31,02
30,12 18,2 17,42 16,66 15,97 17,75 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49
0
1996 1998 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Persentase
Penduduk Miskin (juta)
sumber : (BPS 2008 ; 2014)
Grafik 1.4 Perkembangan Penduduk Miskin di Indonesia 1996 – 2011
Kemiskinan berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi secara luas yang dialami seluruh Indonesia, oleh karena kenaikan tingkat pengangguran, kurangnya lapangan kerja yang disediakan dan berkurangnya angka patisipasi sekolah. Kemiskinan di Indonesia menjadi permasalahan yang bersifat multidimensional, dan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Menurut Sodik, (2007) dalam Yesi dkk, (2013) kemampuan daerah dalam lingkungan sosial dan ekonomi mencerminkan pola aktivitas dalam karakteristik regional yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu berupa aspek-aspek atau kualitas regional yang terdiri dari angkatan kerja, penduduk, modal manusia (pendidikan), inflasi dan ekspor netto.
7
Modal manusia (pendidikan) atau SDM menjadi hal yang penting dalam membangun ekonomi dan mengurangkan resiko kemiskinan. Negara yang mempunyai SDM yang berpendidikan tinggi terdapat masyarakat yang berkesejahteraan. Berdasarkan BPS (2014) setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Pemenuhan atas hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan dasar yang layak dan bermutu merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan. Dengan kondisi krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1998 megambarkan dampaknya angka patisipasi sekolah, terutamanya pendidikan di tingkat menengah. Dengan kebutuhan sosial dalam ketidak mampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat, hal ini termasuk pendidikan dan informasi (Wikipedia, 2014). Pendidikan akan menjadi pengharapan dan investasinya sumber daya manusia untuk mendukung keberlangsungan pembangunan bangsa, hal ini dilaksanakan pemerintah Indonesia (BPS, 2014). Dengan perencanaan pemerintah, masyarakat diharapkan kemampuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui angka partisipasi sekolah. Tingkat partisipasi sekolah merupakan salah satu indikator yang dapat mengukur partisipasi masyarakat dalam mengikuti pendidikan. Berdasarkan data Susenas (2013) dalam BPS (2014) peningkatan APS pada semua kelompok umur, menunjukkan bahwa akses terhadap pendidikan semakin meluas dan mudah diakses oleh masyarakat. Peningkatan APM pada semua jenjang pendidikan dapat
8
menunjukkan bahwa semakin meningkatnya partisipasi masyrakat dalam menyekolahkan anak-anak mereka. Indonesia masih adanya kesejangan terhadap APS dan APM. Kesejangan diakibatkan oleh layanan pendidikan yang belum sepenuhnya seluruh lapisan masyarakat, khususnya yang tinggal daerah perdesaan, wilayah terpencil, dan kepulauan yang geografinya sulit dijangkau. Selain itu, fasilitas layanan pendidikan yang belum merata dan sangat terbatas yang akan menghambatkan partisipasi pendidikan masyarakat terutama di tingkat pendidikan menengah (BPS, 2014). B. Rumusan Masalah Kemiskinan Permasalahan
merupakan
kemiskinan
salah
secara
satu tidak
masalah langsung
utama
di
berpengaruh
Indonesia. terhadap
pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan diduga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu inflasi dan pengangguran yang tinggi, angka angkatan partisipasi sekolah di tingkat SMA yang rendah. Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana pengaruh inflasi, pengangguran dan angkatan partisipasi sekolah di tingkat SMA terhadap kemiskinan di Indonesia tahun 1996-2013?
9
C. Tujuan Penelitian Tujuan utama pengaruh kemiskinan yang dapat mengatasi dari pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan menigkat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menganalisis pengaruh inflasi, pengangguran dan angkatan partisipasi sekolah di tingkat SMA terhadap kemiskinan di Indonesia tahun 1996-2013.
D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan terutama berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam mengurangi kemiskinan. 2. Penelitian ini di harapkan dapat menjadikan sumber penelitian untuk
berlanjut lebih mendalam tentang kemiskinan di Indonesia.