BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 2004 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 2002 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga; serta meningkatnya cadangan devisa. Pada pertengahan tahun 2004, stabilitas moneter mengalami tekanan eksternal berupa ekspektasi yang berlebihan terhadap perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat. Dengan kepastian bahwa perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat ke arah yang lebih ketat dilakukan secara bertahap, upayaupaya di dalam negeri untuk meningkatkan stabilitas rupiah, serta pelaksanaan pemilihan umum yang berlangsung lancar dan aman, stabilitas moneter di dalam negeri tetap terjaga. Kedua, sektor riil mulai bergerak tercermin dari membaiknya ekspor non-migas dan kegiatan investasi yang pada gilirannya memberi perbaikan pada sektor pertanian, industri, dan jasa-jasa.
A. PEREKONOMIAN DUNIA Dalam tahun 2004, perekonomian dunia diperkirakan tumbuh sebesar 5 persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya (3,9 persen) dan dari kecenderungan pertumbuhan jangka panjangnya (4 persen per tahun). Dilihat dari kelompok negara, pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi tersebut terutama didorong oleh negara-negara industri maju dan negaranegara emerging market, termasuk RRC. Perekonomian negara-negara industri maju tumbuh 3,6 persen, lebih tinggi dari tahun 2003 (2,1 persen) dengan penggerak perekonomian AS dan Jepang yang tumbuh masingmasing 4,3 persen dan 4,4 persen. Adapun dilihat dari sisi produksi dan I-1
permintaan, dorongan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2004 terutama digerakkan oleh memulihnya sektor industri, membaiknya konsumsi masyarakat, dan menguatnya investasi. Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi tahun 2004 meningkatkan volume dan harga komoditi perdagangan dunia. Dalam tahun 2004, volume perdagangan dunia dan harga komoditi non-migas diperkirakan meningkat masing-masing 8,8 persen dan 16,8 persen, lebih tinggi dari tahun 2003 yang masing-masing meningkat 5,1 persen dan 7,1 persen. Tingginya pertumbuhan ekonomi dunia juga mendorong permintaan dunia terhadap minyak bumi. Dengan kendala produksi pada beberapa negara pengekspor minyak termasuk Irak, Rusia, dan Venezuela, harga minyak dunia tahun 2004 diperkirakan mencapai US$ 37,25 per barel. Meningkatnya permintaan dunia terhadap komoditi telah menaikkan harga komoditi ekspor Indonesia di pasar internasional. Harga ekspor karet, kopi robusta, dan minyak sawit dalam tahun 2004 meningkat berturut-turut sebesar 20,0 persen, 24,4 persen, dan 5,9 persen dibandingkan dengan tahun 2003. Kenaikan juga terjadi pada komoditi beras. Harga beras di pasar internasional, seperti beras Bangkok, dalam tahun 2004 meningkat sebesar 20,0 persen. Perkembangan harga ekspor karet, kopi, dan minyak sawit sejak tahun 1999 dapat dilihat pada Grafik I.1. Grafik I.1. 140
700
120
600
100
500
80
400
60
300
40
200
20
100
Jan '99 Jan' 00 Jan' 01 Jan' 02 Jan'03 Jan'04 Minyak Sawit
Kopi Robusta
I-2
Karet
Minyak Sawit (US$ cent/lb)
Karet, Kopi (US$ cent/lb)
HARGA EKSPOR KARET, MINYAK SAWIT, KOPI
Meningkatnya perekonomian negara-negara industri maju juga tercermin dari membaiknya kinerja bursa-bursa saham di dunia. Indeks Nikkei di Jepang dan Indeks Strait Times di Singapura mencapai masingmasing 10.559 dan 1.723 pada akhir Desember 2004 atau meningkat masingmasing sekitar 7,6 persen dan 17,1 persen dibandingkan akhir tahun sebelumnya. Perkembangan indeks saham sejak awal tahun 2000 pada beberapa bursa terkemuka di dunia dapat dilihat pada Grafik I.2. Grafik I.2. 12000
20500
11000
18250
10000
16000
9000
13750
8000
11500
7000
9250
6000 Jan' 00
Jan' 01
New York
Jan' 02
Jan'03
Tokyo
Jan'04
Tokyo, Hongkong
New York
INDEKS BURSA SAHAM INTERNASIONAL
7000
Hongkong
Pertumbuhan ekonomi AS yang didorong oleh kebijakan moneter dan fiskal yang longgar selama beberapa tahun terakhir telah meningkatkan defisit anggaran dan defisit neraca perdagangan AS. Sejak tahun 2001, defisit anggaran dan defisit perdagangan AS meningkat masing-masing dari 1,5 persen dan 3,8 persen PDB pada tahun 2001 menjadi 3,9 persen dan 5,4 persen PDB pada tahun 2004. Dalam kaitan itu, sejak pertengahan tahun 2004, kebijakan moneter AS memberi tekanan pada stabilitas moneter. Secara bertahap sejak triwulan II/2004 suku bunga Fed Fund dinaikkan lima kali hingga menjadi 2,25 persen pada akhir tahun 2004. Perubahan kebijakan ini memberi pengaruh pada perubahan nilai tukar mata uang dunia dan dalam jangka menengah diperkirakan akan menaikkan suku bunga internasional.
I-3
B. MONETER, PERBANKAN, DAN PASAR MODAL Dalam triwulan II/2004, stabilitas moneter di dalam negeri mengalami tekanan berasal dari ekspektasi yang berlebihan terhadap pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia dan perubahan kebijakan moneter ke arah yang lebih ketat di Amerika Serikat. Dalam bulan Juni 2004, nilai tukar rupiah sempat melemah sampai Rp 9.400,- per dolar AS. Dengan pelaksanaan pemilihan umum yang lancar dan aman, serta adanya kepastian bahwa perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat dilakukan secara bertahap, serta upaya-upaya di dalam negeri untuk meningkatkan stabilitas rupiah1, kurs rupiah terjaga kestabilannya. Dalam keseluruhan tahun 2004, rata-rata harian kurs rupiah mencapai Rp. 8.928 per dolar AS, melemah dibandingkan rata-rata keseluruhan tahun 2003 yang mencapai Rp 8.572. Perkembangan kurs harian rupiah sampai akhir Desember 2004 dapat dilihat pada Grafik I.3. Meningkatnya tekanan terhadap stabilitas moneter di dalam negeri mendorong pertumbuhan uang primer. Sampai akhir Desember 2004, ratarata pertumbuhan uang primer setahun mencapai 20,2 persen. Meningkatnya pertumbuhan uang primer dan melemahnya nilai tukar 1
Untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan Stabilisasi Ekonomi yang mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu: (a) Kebijakan pengendalian likuiditas rupiah untuk menyerap ekses likuiditas perbankan, melalui: (i) pengaktifan kembali Fasilitas Simpanan BI (FASBI) jangka waktu 7 hari sejak 7 Juni 2004; (ii) penyempurnaan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) dengan merubah GMW Rupiah bank umum yang semula ditetapkan 5 persen menjadi: (ii.a) Bank dengan total Dana Pihak Ketiga (DPK) lebih dari Rp 50 triliun dikenakan tambahan 3 persen sehingga menjadi 8 persen; (ii.b) Bank dengan DPK Rp 10–Rp 50 triliun dikenakan tambahan 2 persen sehingga menjadi 7 persen; (ii.c) Bank dengan DPK Rp 1–Rp 10 triliun dikenakan tambahan 1 persen sehingga menjadi 6 persen; (ii.d) Bank dengan DPK kurang dari Rp 1 triliun tidak dikenakan tambahan sehingga tetap 5 persen; (b) Penyempurnaan ketentuan kehati-hatian perbankan berkaitan dengan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN); dan (c) Peningkatan pemantauan permintaan valas.
I-4
rupiah selanjutnya meningkatkan laju inflasi. Dalam tahun 2004, laju inflasi setahun (year-on-year) mencapai 6,4 persen, lebih tinggi dari tahun 2003 (5,1 persen). Pertumbuhan uang primer dan perkembangan laju inflasi dapat dilihat pada Grafik I.4. dan Grafik I.5.
Kurs (Rp/US$)
Grafik I.3. KURS HARIAN RUPIAH 8000 8200 8400 8600 8800 9000 9200 9400 9600 9800
% perub thd bln yg sama thn sblmnya
02-Jan-0402-Mar-0429-Apr-04 29-Jun-0427-Aug-0425-Oct-0427-Dec-04
Grafik I.4. PERTUMBUHAN UANG PRIMER 35 30 25 20 15 10 5 0 Jan' 00
Jan' 01
Jan' 02
Jan'03
Jan'04
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 -0,5 -1 Jan' 00
Jan' 01
Jan' 02
Jan'03
Bulanan
I-5
Y-O-Y
Jan'04
17,5 15 12,5 10 7,5 5 2,5 0 -2,5
Y-O-Y (%)
Bulanan (%)
Grafik I.5. PERKEMBANGAN LAJU INFLASI
Meningkatnya laju inflasi dan suku bunga internasional menahan penurunan suku bunga dalam negeri. Pada akhir bulan Desember 2004, suku bunga rata-rata tertimbang SBI 1 bulan mencapai 7,43 persen; naik 11 bps dibandingkan bulan Mei 2004. Sejalan dengan pola ini, suku bunga deposito 1 bulan mencapai 6,43 persen pada bulan Desember 2004, sedikit meningkat dibandingkan bulan April 2004 (5,86 persen). Dalam pada itu, suku bunga kredit masih memiliki ruang untuk menurun. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi pada bulan Desember 2004 menurun menjadi 13,4 persen dan 14,1 persen. Penurunan ini masih dimungkinkan karena selisih antara suku bunga pinjaman dan suku bunga simpanan (spread) masih tinggi. Pada bulan Desember 2004, selisih antara suku bunga kredit modal kerja dengan suku bunga deposito 3 bulan mencapai 6,7 persen; lebih tinggi dari Desember tahun 2002 (4,2 persen). Perkembangan suku bunga SBI dan deposito 1 bulan serta kredit modal kerja sampai bulan Desember 2004 dapat dilihat pada Grafik I.6.
[%]
Grafik I.6. SUKU BUNGA 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 Jan' 00
Jan' 01
SBI (1 bulan)
Jan' 02
Jan'03
Deposito 1 Bulan
Jan'04 Krdt Mdl Krj
Di sektor PERBANKAN, menurunnya suku bunga kredit mendorong penyaluran dana kepada masyarakat. Pada akhir Desember 2004 jumlah kredit yang disalurkan meningkat menjadi Rp 553,5 triliun atau naik 26,4 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. I-6
Kedit Modal Kerja [Rp Tril]
Grafik I.7. PENYALURAN KREDIT PERBANKAN 350
200
280
160
210
120
140
80
70
40
0 Jan '99 Jan' 00 Jan' 01 Jan' 02 Jan'03 Jan'04 Kredit Investasi
Kredit Modal Kerja
0
Kredit Inv, Konsumsi [Rp Tril]
Penyaluran kredit relatif lebih banyak dalam bentuk kredit konsumsi. Apabila pada akhir tahun 1996, peranan kredit konsumsi hanya sekitar 10,3 persen dari total kredit, pada akhir tahun 2004 meningkat menjadi 29,4 persen. Sedangkan peranan kredit investasi menurun dari 24,0 persen menjadi 22,8 persen dari total kredit pada kurun waktu yang sama. Disamping itu kredit properti terus menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi sejak krisis. Sampai dengan bulan Desember 2004, kredit properti meningkat 43,2 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan kredit konsumsi, modal kerja, dan investasi sejak awal tahun 2000 (y-o-y) dapat dilihat pada Grafik I.7.
Kredit Konsumsi
Rasio penyaluran dana masyarakat terhadap penghimpunan dana pihak ketiga (Loan to Deposit Ratio – LDR) juga relatif masih rendah. Pada bulan Desember 2004, LDR tercatat 50,0 persen; lebih tinggi dari tahun 1999 yaitu 26,0 persen; namun masih jauh lebih rendah dibandingkan sebelum krisis (sekitar 70–80 persen). Pada tahun 2003, rasio kredit terhadap PDB meningkat menjadi 24,0 persen; lebih tinggi dari tahun 1999 (sekitar 20,5 persen); namun masih jauh lebih rendah dibandingkan sebelum krisis (sekitar 50–60 persen). Meskipun nilai tukar rupiah sedikit melemah dan laju inflasi sedikit meningkat, stabilitas moneter dalam tahun 2004 tetap terjaga. Dengan pelaksanaan Pemilihan Umum yang berlangsung aman dan lancar, I-7
ekspektasi masyarakat terhadap pasar modal meningkat. Pada akhir Desember 2004 IHSG di BEJ meningkat menjadi 1.000,3, naik 44,6 persen dibandingkan akhir tahun 2003. Perkembangan IHSG di BEJ sejak awal tahun 2004 dapat dilihat pada Grafik I.8. Grafik I.8. IHSG -BURSA EFEK JAKARTA 1050 1000 950 900 850 800 750 700 650 600
02-Jan-04 02-Mar-04 29-Apr-04 29-Jun-04 27-Aug-04 25-Oct-04
C. NERACA PEMBAYARAN Membaiknya perekonomian dunia meningkatkan permintaan terhadap komoditi ekspor nasional. Dalam keseluruhan tahun 2004, penerimaan ekspor mencapai US$ 69,7 milliar, atau naik 11,5 persen dibandingkan tahun 2003, didorong oleh ekspor migas dan non migas yang meningkat masingmasing 14,2 persen dan 10,7 persen. Meningkatnya penerimaan ekspor migas didorong oleh harga ekspor minyak mentah yang masih cukup tinggi di pasar internasional berkaitan dengan memanasnya dan belum pulihnya situasi keamanan di Timur Tengah. Dalam tahun 2004, rata-rata harga ekspor minyak mentah Indonesia di pasaran internasional mencapai US$ 37,6 per barel; jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata keseluruhan tahun 2003 yaitu sebesar US$ 28,8 per barel.
I-8
Membaiknya perekonomian dalam negeri meningkatkan kebutuhan impor. Dalam tahun 2004, impor meningkat menjadi US$ 46,2 miliar, atau naik 39,6 persen dibandingkan tahun 2003, didorong oleh impor barang konsumsi, bahan baku penolong, dan barang modal yang masing-masing meningkat 30,0 persen, 40,4 persen, dan 41,3 persen. Perkembangan ekspor dan impor dapat dilihat pada Grafik I.9.dan Grafik I.10. Grafik I.9. PERKEMBANGAN EKSPOR
US$ miliar
8 6 4 2 0 Jan '97 Jan '98 Jan '99 Jan' 00 Jan' 01 Jan' 02 Jan'03 Jan'04
Nonmigas
Total Ekspor
Grafik I.10. PERKEMBANGAN IMPOR 5 US$ miliar
4 3 2 1 0
Jan '97 Jan '98 Jan '99 Jan' 00 Jan' 01 Jan' 02 Jan'03 Jan'04
Bh Bk/Penolong
Total Impor
Peranan pariwisata dalam menyumbang devisa kembali meningkat. Sejak triwulan III/2003 arus wisatawan asing mulai pulih setelah Tragedi Bali bulan Oktober 2002 serta meningkatnya ketidakamanan internasional berkaitan dengan merebaknya aksi terorisme di beberapa belahan dunia sejak September 2001. Pada bulan awal September 2004, terjadi ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Langkah-langkah pengamanan yang dilakukan pasca tragedi bom tersebut telah mengurangi I-9
dampak negatif terhadap arus pariwisata. Selama tahun 2004 arus wisatawan asing yang masuk melalui 13 pintu utama meningkat 23,0 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan arus wisatawan asing sampai dengan triwulan IV/2004 dapat dilihat pada Grafik I.11. Grafik I.11. ARUS WISATAWAN ASING 1300 1200 1100 1000 900 800 700 600
2001:1
2002:1
2003:1
Ngurah Rai
2004:1
500 450 400 350 300 250 200 150
13 Pintu Masuk
Dengan meningkatnya kebutuhan impor dalam tahun 2004, surplus neraca transaksi berjalan menurun menjadi US$ 5,2 miliar. Selanjutnya pada neraca transaksi modal dan finansial tercatat surplus sekitar US$ 1,4 miliar, terutama didorong oleh investasi portfolio sebesar US$ 3 miliar dan investasi langsung (neto) sebesar US$ 0,5 miliar. Pada akhir Desember 2004 jumlah cadangan devisa mencapai US$ 36,3 miliar. Dalam keseluruhan tahun 2004, kondisi neraca pembayaran tetap aman. Kondisi neraca pembayaran sampai tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel I.1. D. KEUANGAN NEGARA Sebagai pelaksanaan dari konsolidasi fiskal, pendapatan negara pada tahun 2003 mencapai 16,4 persen PDB atau lebih besar dibandingkan APBN 2002 yaitu sekitar 15,8 persen PDB didorong oleh meningkatnya penerimaan pajak penghasilan bukan migas dari 4,5 persen PDB pada tahun 2002 menjadi 5,0 persen PDB tahun 2003. Di sisi belanja negara, pengeluaran negara pada tahun 2003 meningkat menjadi 18,1 persen PDB, lebih tinggi dari APBN 2002 yaitu sekitar 17,2 persen PDB, didorong oleh kenaikan pengeluaran pembangunan dan belanja daerah masing-masing dari 2,0 I - 10
persen PDB dan 5,2 persen PDB pada tahun 2002 menjadi 3,2 persen PDB dan 5,7 persen PDB pada tahun 2003. Tabel I.1. NERACA PEMBAYARAN (US$ miliar) 2000 2001 2002 2003 Transaksi Berjalan
2004 Twln. I Twl. II Twl. III Twl. IV 7,2 -0,5 1,4 2,9 1,4
8,0
6,9
7,8
Transaksi Modal dan Finansial Transaksi Modal Transaksi Finansial Investasi Langsung Investasi Portfolio Investasi Lainnya
-7,9 -
-7,6 -
-1,1 -
-0,9 -
1,4 -
-1,1 -
0,7 -
0,3 -
-4,6 -1,9 -1,4
-3,0 -0,2 -4,4
0,1 1,2 -2,5
-0,6 2,3 -2,6
0,4 0,8 0,2
0,1 -0,0 -1,1
0,1 0,9 -0,3
-0,1 1,3 -0,9
Total Selisih Perhitungan Lalu Lintas Moneter1)
1,2 3,8 -3,9
-0,7 1,7 -1,0
6,7 -1,7 -5,0
6,3 -2,6 -3,7
1,0 0,4 -1,4
0,3 -2,3 -1,4
3,6 -3,6 1,9
1,8 0,0 -0,0
Memorandum Item Cadangan Devisa Sumber: Bank Indonesia
29,4
28,0
29,3
27,5
32,6
34,1
34,8
36,3
Dengan perkembangan tersebut, rasio defisit APBN terhadap PDB pada tahun 2003 menjadi 1,7 persen PDB; sedikit lebih tinggi dibandingkan APBN 2002 sekitar 1,4 persen PDB. Utang pemerintah dapat ditekan menjadi 58,3 persen PDB pada tahun 2003. Secara umum ketahanan fiskal diperkirakan tetap terjaga sehingga memberikan landasan yang kuat untuk penyusunan APBN ke depan. Terjaganya stabilitas moneter, fiskal, neraca pembayaran, dan cadangan devisa meningkatkan kepercayaan masyarakat luar negeri. Ini tercermin dari naiknya peringkat utang jangka panjang pemerintah dalam valuta asing dari B menjadi B+ dan peringkat utang jangka panjang dalam mata uang lokal naik dua peringkat dari B+ menjadi BB pada Desember 2004. Sementara utang jangka pendek baik dalam valuta asing mata uang lokal tetap dalam peringkat B dengan outlook positif. Kenaikan peringkat utang oleh lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s ini didasarkan kepercayaan bahwa pemerintah dapat meneruskan arah konsolidasi fiskal. I - 11
E. PERTUMBUHAN EKONOMI Dalam keseluruhan tahun 2004, perekonomian tumbuh sebesar 5,1 persen terutama didorong oleh konsumsi masyarakat dan pembentukan modal tetap bruto yang meningkat masing-masing sebesar 4,9 persen dan 15,7 persen. Sedangkan dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2004 didorong oleh sektor pertanian dan industri yang masingmasing tumbuh sebesar 4,1 persen dan 6,2 persen; sedangkan sektor lainnya tumbuh sebesar 4,9 persen. Ringkasan pertumbuhan ekonomi tahun 2001 sampai tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel I.2. Tabel I.2. RINGKASAN PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001-2004 2001 2002 2003 PDB 3,8 4,4 4,9 PDB Migas -5,3 -1,3 -2,9 PDB Non-Migas 5,1 5,1 5,8 1. Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan 4,1 3,2 4,3 2. Pertambangan dan penggalian 0,3 1,0 -0,9 3. Industri pengolahan 3,3 5,3 5,3 4. Listrik, gas dan air bersih 7,9 8,9 5,9 5. Bangunan 4,6 5,5 6,7 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,4 3,9 5,3 7. Pengangkutan dan komunikasi 8,1 8,4 11,6 8. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 6,6 6,4 7,0 9. Jasa-jasa 3,2 3,8 3,9 1. Konsumsi Rumah Tangga 3,5 3,8 3,9 2. Konsumsi Pemerintah 7,6 13,0 10,0 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,5 4,7 1,0 4. Ekspor Barang dan Jasa 0,6 -1,2 8,2 5. Impor Barang dan Jasa 4,2 -4,2 2,7 Sumber: BPS
2004 5,1 -4,4 6,2 4,1 -4,6 6,2 5,9 8,2 5,8 12,7 7,7 4,9 4,9 1,9 15,7 8,2 24,9
Tingginya pertumbuhan sektor pertanian terutama didorong oleh subsektor perikanan, peternakan, dan perkebunan yang tumbuh masingmasing sebesar 5,6 persen, 4,7 persen, dan 4,6 persen. Sementara itu, subI - 12
sektor tanaman pangan dan kehutanan tumbuh sebesar 3,7 persen dan 1,5 persen. Membaiknya sub-sektor tanaman pangan antara lain juga didorong oleh produksi beras yang meningkat 3,7 persen terutama didorong oleh meningkatnya luas tanaman padi dari 11,5 juta hektar pada tahun 2003 menjadi 11,9 juta hektar pada tahun 2004. Sementara itu pertumbuhan industri pengolahan terutama didorong oleh sub-sektor industri alat angkut, mesin, dan peralatan; industri barang lainnya; industri semen, barang galian, dan bukan logam; serta industri pupuk, kimia, dan barang dari karet yang masing-masing tumbuh sebesar 17,7 persen, 15,2 persen, 9,6 persen, dan 9,1 persen. Dengan perkembangan tersebut, PDB per kapita pada tahun 2004 mencapai US$ 1.182; sedikit lebih tinggi dibandingkan tingkat sebelum krisis (tahun 1996 sebesar US$ 1.166) dan secara riil meningkat sekitar 13,6 persen dibandingkan dengan tahun 2000. Perkembangan PDB per kapita tahun 2000 – 2004 dapat dilihat pada Grafik I.12.
12000
1200
10000
1000
8000
800
6000
600
4000
400
2000
200
0
2000
Rp. Rb (Nom)
2001
2002 US$ (Nom)
2003
2004
Nominal (US$)
Nominal, Riil (Rp. Ribu)
Grafik I.12. PRODUK DOMESTIK BRUTO PER KAPITA
0
Rp Rb (Konstan 2000)
Meningkatnya konsumsi rumah tangga antara lain tercermin meningkatnya kepercayaan konsumen. Dalam bulan Oktober 2003, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), yang dikumpulkan oleh Danareksa Research Institute, mencapai 92,3; meningkat dari 82,3 pada bulan Februari 2003; didorong oleh kenaikan Indeks Situasi Sekarang (ISS) dan Indeks I - 13
Ekspektasi (IE) yang masing-masing mencapai Perkembangan IKK dapat dilihat pada Grafik I.13.
74,2
dan
105,9.
Grafik I.13. INDEKS KEPERCAYAAN KONSUMEN 150 130 110 90 70 50 Okt-99
Jul-00
Apr-01
Jan-02
IKK
Okt-02
ISS
Jul-03
Apr-04
IE
Terjaganya rasa aman selama pelaksanaan Pemilihan Umum memberi dorongan pada konsumsi masyarakat. Meningkatnya konsumsi rumah tangga antara lain tercermin dari tingginya pertumbuhan kredit konsumsi serta penjualan mobil dan sepeda motor. Dalam tahun 2004, penjualan mobil dan sepeda motor meningkat masing-masing 36,3 persen dan 38,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan penjualan mobil dan sepeda motor telah melebihi tingkat sebelum krisis sebagaimana dapat dilihat pada Grafik I.14.
60
400
48
320
36
240
24
160
12
80
0
0
Jan '97Jan '98 Jan '99 Jan' 00 Jan' 01 Jan' 02 Jan'03 Jan'04
Mobil
Sepeda Motor
I - 14
Sepeda motor (ribu unit)
Mobil (ribu unit)
Grafik I.14. PENJUALAN MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
Mulai meningkatnya investasi juga tercermin dari naiknya impor barang modal serta meningkatnya penjualan semen dan listrik. Dalam tahun 2004, impor barang modal naik sebesar 41,3 persen; sedangkan penjualan semen dan listrik naik masing-masing sebesar 11,6 persen dan 10,4 persen. Perkembangan penjualan semen sampai dengan Desember tahun 2004 dapat dilihat pada Grafik I.15.
Semen (juta ton)
4
Grafik I.15. PENJUALAN SEMEN
3 2 1 0
Jan '97 Jan '98 Jan '99 Jan' 00 Jan' 01 Jan' 02 Jan'03 Jan'04
Mulai meningkatnya kegiatan usaha juga tercermin dari membaiknya sentimen bisnis. Indeks Sentimen Bisnis (ISB), yang dikumpulkan oleh Danareksa Research Institute, menunjukkan perkembangan yang meningkat sejak bulan Mei 2004. Pada bulan September 2004, ISB mencapai 113,9; tertinggi sejak bulan Agustus 2001; didorong oleh kenaikan ISS dan IE yang masing-masing mencapai 107,5 dan 120,2. Perkembangan ISB dapat dilihat pada Grafik I.16. Grafik I.16. INDEKS SENTIMEN BISNIS 140 130 120 110 100 90 80 Nov 99
Sep 00
Jul 01
Mei 02
ISB
I - 15
ISS
Mar 03
IE
Jan 04
Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen, struktur ekonomi Indonesia tahun 2004 didukung oleh sektor pertanian sebesar 15,4 persen, sektor industri sebesar 28,3 persen, dan sektor-sektor lainnya sebesar 56,3 persen. Struktur ekonomi tahun 2004 dapat dilihat pada Grafik I.17. Grafik I.17. STRUKTUR EKONOMI TAHUN 2004 Pertanian (15,39%)
Lainnya (56,27%)
Industri (28,34%)
Pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah belum mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai guna menampung tambahan angkatan kerja serta pengangguran yang ada. Pengangguran terbuka yang dalam tahun 1997 berjumlah 4,2 juta orang (4,7 persen dari total angkatan kerja), meningkat menjadi 9,8 juta orang (9,6 persen dari total angkatan kerja) pada tahun 2003 dan meningkat lagi menjadi 10,3 juta orang (9,9 persen) pada tahun 2004. Lebih lanjut dari total pengangguran terbuka pada tahun 2004 tersebut, sekitar 61 persen berada di Jawa (termasuk DKI Jaya, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Banten). Distribusi pengangguran terbuka pada tahun 2004 dapat dilihat pada Grafik I.18. Lambatnya pemulihan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran mengakibatkan jumlah penduduk miskin belum dapat diturunkan pada tingkat sebelum krisis. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2002, jumlah penduduk miskin mencapai 38,4 juta jiwa (18,2 persen); lebih besar dari jumlah penduduk miskin tahun 1996 yaitu sekitar 34,5 juta jiwa (17,7 persen). Dalam tahun 2003, persentase penduduk miskin membaik I - 16
pada tingkat sebelum krisis (17,4 persen); namun masih mencakup jumlah yang besar yaitu sekitar 37,3 juta jiwa. Selanjutnya pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin menurun menjadi 36,1 juta jiwa atau sekitar 16,6 persen jumlah penduduk.
7000000
70
6000000
60
5000000
50
4000000
40
3000000
30
2000000
20
1000000
Jawa
Luar Jawa
I - 17
10
% Total Pengangguran Terbuka
Orang
Grafik I.18. DISTRIBUSI PENGANGGURAN TERBUKA