LAPORAN AKHIR PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PENGUATAN KEARIFAN LOKAL PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH /MTS DI KECAMATAN SANGKAPURA - BAWEAN MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER BERBASIS TRADISI LISAN
Oleh: Drs. Tubiyono, M.Si (NIDN 00008035804) Dr. Sri Wiryanti Budi Utami, Dra. M.Si. (NIDN 0020055802)
LPPM UNIVERSITAS AIRLANGGA Oktober, 2016
1
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Pengabdian : PENGUATAN KEARIFAN LOKAL PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH /MTS DI KECAMATAN SANGKAPURA - BAWEAN MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER BERBASIS TRADISI LISAN 2. Nama Mitra Program IbM (1) : Dra. Hj. Eklis. 3. Ketua Tim Pengusul a. Nama : Drs. Tubiyono, M.Si b. NIDN : 0008035804 c. Jabatan/Golongan : Lektor kepala /IVa d. Program Studi : Sastra Indonesia e. Perguruan Tinggi : FIB Universitas Airlangga f. Bidang Keahlian : Tradisi Lisan - Folklor g. Alamat Kantor/Telp/Faks/surel : Dharmawangsa Dalam Selatan/6231-5035676 4. Anggota Tim Pengusul a. Jumlah Anggota : Dosen 1 orang, b. Nama Anggota I/bidang keahlian : Dr. Sri Wiryanti Budi Utami, Dra.M.Si/ Sosiolinguistik-Pragmatik c Nama Anggota 2/bidang keahlian : Pudji Karyanto, S.S. M.Hum./ Sastra Lisan e. Mahasiswa yang terlibat : 6 orang 5. Lokasi Kegiatan/Mitra (1) a. Wilayah Mitra (Desa/Kecamatan) : P Bawean (Daun /Sangkapura) b. Kabupaten/Kota : Gresik c. Propinsi : Jawa timur d. Jarak PT ke lokasi mitra (Km) : 146,614 kilometer ditempuh dengan kapal dari Pelabuan Gresik ke Bawean 3,5 jam 7. Luaran yang dihasilkan : Perpustakaan interaktif di „Dhurung Elmo‟ 8. Jangka waktu Pelaksanaan : 8 Bulan 9. Biaya Total (diusulkan) : Rp Rp 36.450.000,00 - Dikti : Rp. - Sumber lain : Rp – Surabaya, 20 Oktober 2016 Mengetahui Dekan FIB
Ketua,
Diah Ariani Arimbi, S.S., M.A. Ph.D. NIP 197004051994032003
Drs. Tubiyono, M.Si. NIP 195803081986011001
Mengetahui: Ketua Lembaga Pengabdian, Pend dan Pengemb Masy. Universitas Airlangga
Prof. Dr. H. Jusuf Irianto, Drs. M.Com NIP 19650561993031003 2
RINGKASAN Program Pengabdian kepada Masyarakat dengan judul “Penguatan Kearifan Lokal pada Siswa Sekolah Menegah/MTS di Kecamatan Sangkapura, Bawean Melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler Berbasis Tradidi Lisan” berjalan dengan baik dan mendapatkan respon positif oleh masyarkat Bawean. Respon positif terlihat dari para kepala sekolah, guru, murid, dan perangkat desa di Kecatan Sangkapura. Sambutan positif juga disampaikan oleh pimpinan pondok pesantren yang berada di Pulau Bawean. Program pengabdian ini targetnya adalah empat SMP/MTS di Kecamatan yaitu MTS Hasan Jufri, MTS Muhammadiyah Daun, MTS Miftachul Ulum Kareteng , MTS NU Menara. Kegiatan pengabdian ini adalah memberikan pelatihan teknik mendokumentasikan cerita lisan. Dengan adanya pengetahuan tersebut para siswa Mts di Pulau Bawean dapat melakukan aktivitas dengan memberikan motivasi dan dapat menguatkan kepada siswa lainnya dalam mendokumentasikan cerita lisan sebagai warisan khazanah budaya bangsa. Agar program penganbdian ini berjalan dengan baik, maka diawali kegiatan sosialisasi, pendampingan, dan dilanjutkan penulisannya. Berdasarkan cerita lisan yang ditulis oleh para siswa dari empat MTS, terpilih 11 cerita lisan yang layak untuk didokumentasikan. Cerita-cerita tersebut adalah: (1) Asal-Usul Gunung Tinggi, (2) Cerita di Balik Gunung Malokok, (3) Asal-Usul Danau Kastoba, (4) Asal-Usul Nama Kampung Gunung Menur, (5) Cerita Bawean antara Umar Mas‟ud dan Babileono, (6) Menara Pulau Bawean, (7) Pemandian Air Panas, (8) Asal-Usul Pulau Noko, (9) Cerita-Cerita Perihal Pulau Bawean, (10) Kuburan Jujuk Campa, dan (11) Waliyah Zainab.
3
PRAKATA
Program pengabdian masyarakat yang bertema Penguatan Kearifan Lokal pada Siswa Sekolah Menengah /Mts Di Kecamatan Sangkapura - Bawean
Melalui
Kegiatan
Ekstrakurikuler Berbasis Tradisi Lisan agar siswa sekolah menengah kembali terpupuk rasa memiliki dan kecintaan terhadap budaya lokal. Di samping itu, kegiatan pengabdian ini dapat mempersiapkan para siswa memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial. Kegitan ini mengajak siswa memanfaatkan kegiatan ekstrakurikuler dengan kegiatan menulis dan bercerita seputar certa rakyat, dongeng, legenda yang banyak menyimpan berbagai pesan moral. Selain itu, siswa diajak kegiatan ekstrakuler dengan produk berupa dokumentasi berbagai cerita
rakyat, dongeng, legenda untuk kelestariannya (agar tidak
mudah punah). Program kegitan ini dibiayai oleh DIPA
Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi
Negeri Badan Hukum (BPPTNBH) Universitas Airlangga Tahun Anggaran 2016, Nomor 947/UN3/2016 Tanggal 22 April 2016, sesuai dengan Surat Kepuusan Rektor Universitas Airlangga tentang Pelaksanaan Program Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Airlangga Pengabdian kepada Masyarakat ini dapat terlaksana dengan baik karena dibantu dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada: 1) Ketua Lembaga Pengabdian, Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (LP4M) Universitas Airlangga, 2) Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
4
3) Kepala sekolah dan staf guru di MTS Hasan Jufri, MTS Muhammadiyah Daun, MTS Miftachul Ulum Kareteng , MTS NU Menara, 4) Pimpinan Pondok Pesantren Hasan Jufri, Pimpinan Pondok Pesantren Kareteng. Laporan pengabdian ini semoga ada manfaatnya bagi semua pihak yang terkait dan dapat memotivasi segenap siswa dan guru untuk selalu memperhatikan adanya kearifan lokal yang berupa cerita lisan atau pun aktivitas lainnya.
Surabaya, Oktober 2016
Tim Pengmas FIB Universitas Airlangga
5
DAFTAR ISI
hal.
Halaman Sampul
....................................................................................................
i
Halaman Pengesahan ..................................................................................................
ii
Ringkasan ...................................................................................................................
iii
Prakata ......................................................................................................................
iv
Daftar Isi .....................................................................................................................
vi
Prakata ........................................................................................................................
v
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1 Analisis Situasi .......................................................................................
1
1.2 Relevansi Penguatan Kearifan Lokal dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Berbasis Tradisi Lisaner sebagai Tema Pengabdian Masyarakat.............................
2
1.3 Permasalahan Khusus Yang Dihadapi Mitra .............................................
3
BAB II TARGET DAN LUARAN ........................................................................
4
2.1 Target Program ......................................................................................
4
2.2 Luaran Program ......................................................................................
5
BAB III. METODE DAN PELAKSANAAN ..........................................................
6
3.1 Metode Pendekatan ....................................... .........................................
6
3.2 Alur Metode Pelaksanaan Kegiatan
7
.........................................
BAB IV KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI ..................................................
8
4.1 Kelayakan LPPM Universitas Airlangga .................................................
8
4.2 Kepakaran yang Diperlukan dalam Menyelesaikan Masalah .................
9
BAB V PELAKSANAAN PROGRAM KEGIATAN ...........................................
10
1. MTS HASAN JUFRI ................................................................................
10
2. MTS MUHAMMADIYAH DAUN ..........................................................
11
3. MTS MIFTAHUL ULUM KARETENG ..................................................
11
4. MTS NU MENARA …..............................................................................
11
Dokumentasi Cerita Rakyat (Mitos, Legenda, dan Dongeng) di Bawean ...............
12
6
1. Asal-Usul Gunung Tinggi .....................................................................
12
2. Cerita di Balik Gunung Malokok .......................................................
13
3. Asal-Usul Danau Kastoba ..................................................................
15
4. Asal-Usul Nama Kampung Gunung Menur ......................................
18
5. Cerita Bawean antara Umar Mas‟ud dan Babileono .........................
19
6. Menara Pulau Bawean ......................................................................
20
7. Pemandian Air Panas ......................................................................
22
8. Asal-Usul Pulau Noko .....................................................................
22
9. Cerita-Cerita Perihal Pulau Bawean ................................................
23
10. Kuburan Jujuk Campa ....................................................................
25
11. Waliyah Zainab................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
28
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran Foto-Foto Kegiatan ...................................................................................
7
29
BAB I PENDAHULUAN 1.ANALISIS SITUASI 1.1. Masyarakat Pulau Bawean Pulau Bawean terkenal dengan sebutan pulau „puteri‟ karena tradisi budaya yang mengharuskan kaum laki-laki dalam hidupnya, paling tidak harus pernah pergi „merantau‟. Bawean adalah pulau kecil yang berada di sebelah utara pulau Madura, di kawasan perairan Laut Jawa, yakni di antara 1120 bujur timur dan 6.50 lintang selatan, sekitar 150 kilometer sebelah utara pulau Jawa, atau tepatnya berada di 146,614 kilometer dari pelabuhan Surabaya atau 120 km keutara pelabuhan Gresik
(Baweandaun, 2005). Bawean termasuk dalam
kabupaten Gresik, Propisnsi Jwa Timur. Untuk mencapai Pulau Bawean dari Pelabuhan Gresik diperlukan 3-4 jam dengan kapal laut. Bila cuaca bagus, untuk penyeberangan ke Pulau Bawean tidak terlalu sulit, karena telah tersedia jadwal penyeberangan setiap hari, dan Januari 2015 telah beroperasi lapangan terbang Harun Ar Rasyid. Selain itu, Pulau Bawean dapat ditempuh dengan transportasi udara. Penerbangan dari dan ke Pulau Bawean satu minggu dua kali yaitu Selasa dan Kamis. Bawean yang masyarakatnya kental dengan budaya „merantau‟ tidak lepas dari pengaruh-pengaruh globalisasi. Hal ini tecermin dari generasi mudanya yang tidak lepas dari sarana dan media yang serba „modern‟, seperti barang-barang elektronik yang tidak lepas dari tangannya, kendaraan dan berbagai barang elektronik lainnya. Boleh dikata, mereka mudah terjebak pada konsumerisme yang justru akan menghilangkan identitas budaya lokal yang sangat „religius‟. Seperti diketahui, masyarakat pulau Bawean adalah masyarakat yang mayoritas sebagai pemeluk agama Islam. Bahkan boleh dikata hanya agama Islam yang berkembang di pulau Bawean. Peguatan kearifan lokal melalui kegiatan esktrakurikuler berbasis tradisi lisan akan mengajak para siswa kembali melihat kekayaan budaya yang menambah pemahaman komprehensif dalam menghadapi gempuran globalisasi budaya. Melalui tradisi lisan, kearifan lokal dapat diimplementasikan pada kegiatan menbaca karya sastra, bercerita seputar dongeng, legenda yang banyak berisi nilai-nilai budaya lokal dalam kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian, siswa tetap terpupuk rasa memiliki dan kecintaan terhadap budaya lokal, yang tidak mudah tercerabut karena derasnya budaya global. 8
1.2 Relevansi Penguatan Kearifan Lokal dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Berbasis Tradisi Lisaner sebagai Tema Pengabdian Masyarakat
Penguatan kearifan lokal merupakan suatu hal penting untuk memupuk kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai budaya lokal. Hal ini bukan berarti ditujukan untuk membangkitkan nilai estetis dan romantisme masa lalu, tetapi pada nilai-nilai fungsional dan nilai produktifnya. Di era globalisasi sekarang ini, seluruh aspek kehidupan yang serba terbuka tanpa terkendali dan kurangnya filterisasi serta kondisi masyarakat yang belum siap mengakibatkan masyarakat terutama generasi muda
terbawa arus kebebasan yang lebih
berorientasi pada individualisme dan materialisme serta mulai melupakan nilai-nilai moral yang terdapat dalam budaya lokal. Oleh karena itu, perlu penguatan kearifan lokal agar mereka mampu mempertahankan budaya lokal dan nilai-nilai luhur di dalamnya. Kearifan lokal
dalam masyarakat budaya dapat diimplementasikan dalam tradisi lisan melalui
kegiatan bersastra maupun membaca dan „mendongeng‟ seputar cerita rakyat, legenda sebagai materi pembelajaran dalam kegiatan ekstrakurikuler siswa. Pesan-pesan moral yang tertanam dalam tradisi lisan dapat menjadi media penguatan kearifan lokal, yang dapat menumbuhkan rasa kecintaan terhadap budaya lokal dan menjadi tameng tercerabutnya nilainilai luhur karena arus globalisasi budaya . . Tujuan pengabdian masyarakat melalui program ekstrakurikuler berbasis tradisi lisan adalah untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan siswa, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya. Dalam hal ini dapat melengkapi upaya untuk mempersiapkan siswa untuk memiliki kemampuan intelektual, emosiaonal, spiritual, dan sosial. Melalui pengembangan aspek-aspek tersebut diharapkan siswa dapat menghadapi dan mengatasi berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan pada lingkup terkecil dan terdekat, hingga lingkup yang terbesar lokal, nasional, regional, bahkan global. Program kegiatan ekstrakurikuler, dengan demikian harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kegiatan kurikuler, maupun pengembangan pembentukan kepribadian yang menjunjung nilai-nilai budaya. Cerita rakyat sebagai salah satu bentuk sastra lisan yang memuat nilai-nilai kebaikan, kejujuran, kesetiaan, perjuangan, kesabaran, dan sejenisnya dapat dimanfaatkan sebagai materi pembelajaran dan pembentukan karakter dalam kegiatan ekstrakurikuler. Penguatan kearifan lokal melalui kegiatan ekstrakurikuler berbasis tradisi lisan ini, di samping untuk meminimalkan dampak negatif media elektronik yang semakin „digandrungi‟ 9
siswa di pulau Bawean. Melaui kegiatan bercerita dan menulis seputar cerita rakyat yang ada, maka akan terdokementasikannya cerita-cerita yang selama ini hanya dituturkan. 1.3 Permasalahan Khusus yang Dihadapi Mitra Tradisi budaya „merantau‟ yang dianut masyarakat Pulau Bawean turut mempercepat arus
globalisasi melanda dan mempengaruhi sendi-sendi
kehidupaan masyarakatnya.
Seluruh aspek kehidupan yang serba terbuka tanpa terkendali dan kurangnya filterisasi serta kondisi masyarakat yang belum siap mengakibatkan masyarakat terutama generasi muda terbawa arus kebebasan yang lebih berorientasi pada individualisme dan materialisme serta mulai melupakan nilai-nilai moral yang terdapat dalam budaya lokal. Hal ini tecermin dari perilaku para siswa yang tidak lagi mengindahkan etika „kesantunan‟, seperti berkendara tanpa peduli keselamatan pengguna jalan yang lain, kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran, karena sibuk dengan „gatget‟ yang digenggamnya. Dari hasil pengamatan pada survey awal, para siswa di Pulau Bawean hampir rata-rata tidak mampu bercerita atau mendongeng cerita-cerita rakyat lagi. Yang lebih memprihatinkan mereka tidak lagi bisa mengenali budaya lokalnya. Mereka akan „bingung‟ apabila diminta untuk menceritakan seputar budayanya. Dengan pengabdian masyarakat yang memfokuskan pada penguatan kearifan lokal pada kegiatan ekstrakurikuler berbasis tradisi lisan ini diharapkan siswa kembali terpupuk rasa memiliki dan kecintaan terhadap budaya lokal. Melalui kegiatan-kegiatan yang ditekankan pada penguasaan bercerita dan menulis seputar cerita-cerita rakyat, legenda yang ada dalam masyarakat budayanya, maka akan terdokumentasi cerita-cerita yang selama ini hanya dituturkan.
10
BAB II TARGET LUARAN
2.1 Target Program Target program pengabdian masyarakat bertema Penguatan Kearifan Lokal Pada Siswa Sekolah Menengah /Mts Di Kecamatan Sangkapura - Bawean Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Berbasis Tradisi Lisan untuk menjadikan siswa sekolah menengah kembali terpupuk rasa memiliki dan kecintaan terhadap budaya lokal. Di samping itu, kegiatan pengabdian ini
dapat mempersiapkan para siswa memiliki kemampuan intelektual,
emosional, spiritual, dan sosial. dengan: 1. Mengajak siswa memanfaatkan kegiatan ekstrakurikuler dengan kegiatan menulis dan bercerita seputar certa rakyat, dongeng, legenda yang banyak menyimpan berbagai pesan moral. 2. Memgajak siswa dalam kegiatan ekstrakuler dengan kegiatan produktif mendokumentasikan berbagai cerita certa rakyat, dongeng, legenda untuk kelestariannya (agar tidak mudah punah).
11
2.2 Luaran Program 1. Jenis Luaran yang Akan Dihasilkan dari Kegiatan IbM Pengadian Masyarakat
Tabel Program Unggulan Kegiatan Pengabdian Masyarakat Penguatan Kearifan Lokal Pada Siswa Sekolah Menengah /Mts Di Kecamatan Sangkapura - Bawean Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Berbasis Tradisi Lisan selama 8 bulan
Bulan kegiatan 1
Program Kegiatan Perencanaan partisipatif yang melibatkan sekolah dan guru-guru sekolah setempat.
Luaran Peta perencanaan kegiatan pengabdian merancang kegiatan ekstrakurikuler berbasis tradisi lisan
Sosialisai tentang cara-cara menggali berbagai certita rakyat , dongeng, legenda terhadap para tetua, tokoh-tokoh masyarakat.
Legitimasi kegiatan IbM secara sosial-budaya Terbentuknya program kerja melalui kegiatan di „dhurung elmo‟ desa Daun
3-5
Pelatihan dan pendampingan kegiatan ektrakurikuler dengan memanfaatkan berbagai cerita rakyat, dongeng, dan legenda
Terlaksananya kegiatan ekstrakurikuler berbasis tradisi lisan.
6-7
Penadampingan kegiatan lomba cerita dan mendokementasikannya .
Terlaksananya kegiatan ekstrakurikuler dengan pelatihan pendokumentasian cerita rakyat, dongeng, dan legenda
8
Pelatihan dan pendampingan pendokumentasian cerita rakyat, dongeng, legenda sebagai produk buidaya.
Terealisasinya dokumentasi cerita rakyat, dongeng, legenda sebagai produk buidaya.
2
12
BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam kaitannya mengajak partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler berbasis tradisi lisan, maka untuk terlaksananya program pengabdian masyaakat ditempuh metode pendekatan sebagai berikut. 1) Pendekatan terhadap tokoh kunci (Personal Approach). Metode ini dilaksanakan dengan pendekatan terhadap tokoh kunci antara lain, kepala sekolah setempat, guru, dan para siswa. 2) Pendekatan partisipatif (Partisipative Approach). Metode ini digunakan untuk mendukung realisasi program yang direncanakan dengan melibatkan siswa untuk menumbuhkan rasa ikut memiliki dan andil dalam pendokumentasian cerita rakyat, dongeng, dan legenda sebagai produk budaya lokal. Di samping itu, metode partisipatoris dapat menumbukan kemadirian dalam menentukan produk media dari program yang direncanakan sesuai dengan kondisi sosial budayanya. Metode partisipatoris ini diterapkan dengan pentahapan berikut. a.. sosialisasi b. penggalian berbagai media cerita rakyat, dongeng, dan legenda c. membaca cerita dan menuliskannya d. pendampingan kegiatan ekstrakurikuler berbasis tradisi lisan 3) Pendampingan. Metode ini digunakan untuk memupuk siswa senantiasa mecintai sastra dan produk budaya dengan mengoleksi dan mendokumentasi berbagai cerita rakyat, dongeng, dan legenda agar tetap lestari Tujuan khusus dengan metode pendekatan yang digunakan diharapkan mampu menghasilkan kegiatan yang diikuti siswa dengan kesadaran penuh dan mneyenangkan. Artinya, siswa dapat menambah pengetahuan, tidak hanya dari sekolah, dan mampu menjadikan ekstrakurikuler menjadi kegiatan interaktif yang menyenangkan, sekaligus melestarikan budaya lokal.. Pendidikan Daerah dan Perguruan Tinggi sebagai stimulator dan fasilitator bagi siswa membudayakan minat melestarikan budaya lokal melalui kegiatan ekstrakurikuler sekolah. .
13
3.2 Alur Metode Pelaksanaan Kegiatan
Permasalahan kegiatan ekstrakurikuler berbasis tradisi lisan
Strategi : edukasi tentang nilai-nilai budaya dalam tradisi lisan
Sosialisasi bentuk tradisi lisan berupa cerita, dongeng, legenda.
Kegiatan pembacaan dan penulisan cerita, dongeng, dan legenda
14
1.
Indikator keberhasilan keterampilan siswa berceritan dan menulis cerita rakyat, dongeng, dan legenda untuk dokumentasi produk budaya
BAB IV KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI
4.1 Kelayakan LPPM Universitas Airlangga Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Airlangga merupakan pengembangan kelembagaan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Airlangga yang ditetapkan menjadi Universitas Airlangga sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat LPPM Universitas Airlangga merupakan kegiatan menumbuh-kembangkan budaya pengabdian kepada masyarakat di kalangan sivitas akademika, untuk mendukung misi pendidikan tinggi dan pembangunan nasional secara berkelanjutan; serta pengamalan IPTEKS berdasarkan kebutuhan masyarakat melalui metode ilmiah. LPPM Universitas Airlangga memfasilitasi pengabdian kepada masyarakat yang mencakup program, yaitu (1) Pengabdian kepada Masyarakat (2) Pendidikan dan Pelatihan (3) Pengembangan Masyarakat, baik melalui pelatihan dan pendampingan. Program-program tersebut dalam kerangka tujuan yang diarahkan pada kreatifitas, inovasi dan penerapan IPTEKS, menghasilkan kemandirian masyarakat, dan program pengembangan masyarakat terkait dengan kebijakan publik yang membantu pemerintah, utamanya pemerintah daerah dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Dengan visi dan misi
menjadi lembaga Pengabdian, Pendidikan, Pelatihan dan
Pengembangan Masyarakat yang mandiri, inovatif, dalam penerapan ilmu pengetahuan teknologi dan humaniora berdasarkan moral agama,
meningkatkan budaya pengadian
berbasis pada hasil pengabdian dan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan mengembangkan kerjasama kemitraan dan jaringan kerjasama, maka dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, LPPM Universitas Airlangga mengembangkan budaya kerjasama yang harmonis untuk menciptakan kelancaran komunikasi dalam penyelesaian masalah yang ada di masyarakat. Pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan meliputi aktivitas yang dikemas dalam pelatihan, konsultasi dan pendampingan, seminar dan pameran, workshop.
15
4.2 Kepakaran yang Diperlukan dalam Menyelesaikan Masalah Pelaksanaan LPPM dapat berjalan lancar sesuai rencana dengan dukungan kemampuan identifikasi masalah, sosialisasi dan langkah strategis untuk mendapat tanggapan positif dari masyarakat sasaran. Berikut adalah matrik identifikasi masalah, sosialisasi, dan strategi sesuai kepakaran pengusul pengabdian masyarakat.
Matrik Identifikasi Masalah, Sosialisasi, dan Strategi Kepakaran Pengabdian Masyarakat Penguatan Kearifan Lokal Pada Siswa Sekolah Menengah /Mts Di Kecamatan Sangkapura Bawean Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Berbasis Tradisi Lisan Kec. Sangkapura Bawean Kab. Gresik
No 1
Identifikasi Masalah Kurangnya pemahaman siswa mengenai kearifan lokal dan tradisi lisan
Sosialisasi Ceramah informasi pentingnya penyelamatan tradisi lisan sebagai produk budaya lokal
Kepakaran Nama Pakar Menjelaskan Drs. Tubiyono, pesan-pesan moral M.Si dan nilai-nilai luhur budaya di dalamnya
2
Mitra tidak mampu bercerita dan memahami seputar isi cerita dalam tradisi lisan Mitra praktik dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan bercerita dan menulis kembali cerita
Pelatihan dan pendampingan penggalian cerita, dongeng dan legenda dalam tradisi lisan Pendampingan kegiatan ekstrakurikuler dengan berbagai latihan dan lomba bercerita dan menulis seputar cerita, dongeng, dan legenda
Mnerapkan dalam serangkain kegiatan lomba
3.
16
Dr. Sri Wiryanti Budi Utami. Dra., M.Si
Teknik Drs. Tubiyono, pendokumentasian M.Si cerita, dongeng, dan legenda sebagai produk budaya
BAB V PELAKSANAAN PROGRAM KEGIATAN Pelaksanaan program kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat “Penguatan KearifanLokal pada Siswa Sekolah Menengah /Mts Di Kecamatan Sangkapura Bawean Melalui
Kegiatan Ekstrakurikuler Berbasis Tradisi Lisan Kec. Sangkapura Bawean
Kabupaten Gresik” telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Pertama, kegiatan sosialisasi kepada siswa sekolah SMP/Mts di lingkungan Kecamatan Sangkapura. Ada empat SMP/Mts sebagai sampling yaitu (1) Mts Hasan Jufri, (2), Mts Muhammadiyah Daun, (3) Mts Miftachul Ulum Kareteng, dan (4) Mts NU Menara. Pemilihan empat lokasi tersebut berdasarkan masukan dan saran para tokoh masyarakat, guru, dan kiai sebagai implementasi personal approach di lapangan. Masing-masing sekolah siswa yang dijadikan peserta sosialisasi adalah siwa kelas IX dengan pertimbangan bahwa mereka sudah memiliki pemahaman cerita di lingkungannya dan mampu mengekspresikan dalam bentuk tulisan. Para siswa diberikan teknik untuk mendokumentasikan atau mengumpulkan cerita rakyat di sekitar Pulau Bawean berdasarkan narasi dari narasumber primer yang dekat dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam kehidupan mereka. Berikut ini deskripsi singkat empat Mts yang dijadikan target.
1. MTS. HASAN JUFRI Madrasah Tsanawiyah Hasan Jufri merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Hasan Jufri. MTs. Hasan Jufri berdiri pada tahun 1983 dengan 86 murid. Madrasah Tsanawiyah ini berada di Kecamatan Sangkapura. Lokasi sekolahnya pun sangat strategis sebab berada di jalur lingkar utama Bawean yang memiliki kondisi jalan yang sangat baik untuk dilalui oleh kendaraan. MTs. Hasan Jufri juga memiliki kelas internasional (ICP) guna mendukung minat dan bakat para siswa. Kelas internasional ini mencakup kelas bahasa Inggris dan kelas bahasa Arab. Bahasa pengantar yang digunakan dalam kelas ini pun menggunakan bahasa Inggris maupun bahasa Arab. Para siswa dan siswi menggunakan salah satu bahasa asing tersebut.
17
dilatih untuk aktif dalam berkomunikasi
2. MTS. MUHAMMADIYAH DAUN Sekolah yang memiliki halaman yang sangat luas ini berada di Desa Daun, Bawean. Siswa MTs. Muhammadiyah Daun ini hanya berjumlah sekitar 55 orang dan terbagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas VII, VIII, dan IX. Lokasi MTs. Muhammadiyah Daun cukup mudah untuk dilalui, karena berada di tepi jalan utama lingkar Bawean. Kondisi gedung sekolah ini dari luar tampak cukup baik, namun ketika didekati kondisi di dalam kelas, sebenarnya cukup memprihatinkan bagi para siswanya. Ruangan yang panas, berdebu, dan bangku-bangku yang dapat dikatakan kurang nyaman masih menghiasi ruangan kelas MTs. Muhammadiyah Daun ini.
3. MTS. MIFTAHUL ULUM KARETENG
MTs. Miftahul Ulum Kareteng berada sedikit lebih dalam dari jalur utama lingkar Bawean. Jarak dari jalur utama lingkar Bawean menuju madrasah tsanawiyah ini sekitar dua kilometer. Ditempuh dengan waktu 15 menit menggunakan kendaraan roda empat. Perjalanan menuju sekolah ini dengan menggunakan mobil sebenarnya kurang efektif karena jalannya yang sempit dan hanya mampu dilalui oleh satu buah mobil. Di tepi kanan dan kiri jalan terdapat persawahan, sehingga dibutuhkan keterampilan yang lebih untuk melalui jalan ini dengan menggunakan mobil. MTs. Miftahul Ulum juga berada satu kompleks dengan MI. Miftahul Ulum dan MA. Miftahul Ulum. Kompleks yayasan ini cukup luas dan berbentuk seperti di atas bukit. MTs. Miftahul Ulum berada di bagian atas kompleks yayasan dengan jalan yang sedikit menanjak. Sekolah ini memiliki 3 buah kelas, yaitu kelas VII, VIII, dan IX. Kondisi kelas cukup baik dan para muridnya pun cukup aktif.
4. MTS. NU MENARA
MTs. NU Menara berada di wilayah Gunung Teguh, Sangkapura. Perjalanan menuju sekolah ini cukup ekstrim sebab kita harus naik ke atas bukit, dengan kondisi bukit di sisi kiri jalan dan jurang di sisi kanan jalan. Bila ke tempat ini, pengendara menggunakan mobil untuk menuju lokai Mts NU Menara sebenarnya sangat susah dan penuh resiko untuk dilalui, sebab jalanan yang ekstrim, curam, menanjak, dan hanya dapat dilalui oleh satu mobil. Sebaliknya, bila pengendara menggunakan sepeda motor, perjalanan akan terasa lebih mudah.
18
Madrasah tsanawiyah ini dibedakan atas siswa laki-laki dan siswa perempuan. Gedung sekolah bagi siswa laki-laki berada di bagian depan kompleks sekolah, sedangkan gedung sekolah siswa perempuan berada di bagian atas kompleks, sehingga lebih menanjak. Madrasah ini merupakan satu-satunya madrasah di wilayah Menara dan hampir seluruh warga di Menara menyekolahkan anak-anaknya di madrasah ini. Faktor jarak dan keamanan pun menjadi faktor pertimbangan utama para orang tua di wilayah Menara untuk menyekolahkan anak-anaknya di madrasah ini.
Dokumentasi Cerita Rakyat (Mitos, Legenda, dan Dongeng) di Bawean 1. ASAL-USUL GUNUNG TINGGI Kata orang tua dahulu, Gunung Tinggi ini terbuat karena ada bintang yang melintas. Namun, bintang tersebut tidak bisa melewati disebabkan oleh adanya gunung yang sangat tinggi. Bintang tersebut mengetuk bagian atas gunung yang tersebut. Berdasarkan kejadian itu, masyarakat sekitar, nenek moyang dahulu, meberi nama “Gunung Tinggi”. Gunung Tinggi ini memiliki tempat-tempat yang bernilai sejarah (historis). Raas adalah tempat yang unik karena daerah ini hanya dihuni oleh beberapa orang. Asal-usul Raas ini adalah kulu konon dahulu kala di sana ada kayu besar yang bernama pohon Raas. Akhirnya, sampai sekarang daerah tersebut dinamakan Kampung Raas. Pabelandaan adalah tempat penduduk bersembunyi dari penjajah Belanda, kata orang tua (nenek moyang terdahulu). Keadaan yang demikian sampai sekarang tempat itu dinamakan orang dengan “Pabelandaan”. Namun, pemandangan alamnya sangat indah, termasuk batu yang seperti kursi menambah keindahan tersendiri. Batu tersebut, konon dahulu kala tempat para mbah (nenek moyang). Oleh karena itu, tempat beradanya batu yang menyerupai kursi, maka daerah tersebut dinamakan “Batu Kursi”. Di Gunung Tinggi, ada suatu tempat atau daerah yang sangat indah, tetapi tempatnya sangat tinggi. Orang yang sudah lanjut usia, tua, dimungkinkan sangat kesulitan untuk mencapai lokasi tersebut. Daerah tersebut akhirnya diberi nama “Bhelang”. 19
Begitulah cerita tentang Gunung Tinggi. Gunung Tinggi banyak dikenal karena setiap kapal yang datang dari Gresik sebagai tanda kalau sudah sampai Bawean adalah ketika sudah melihat Gunung Tinggi. Gunung ini terletak di Dusun Menara, Kecamatan Sangkapura, Bawean. Pulau Bawean dahulu kala hanya pegunungan yang tidak produktif, tidak ada apaapanya, hanya ada perkebunan. Baweaan, Agustus 2016 Pengumpul : Juliyah Narasumber: Hosaema
2. CERITA DI BALIK GUNUNG MALOKOK Di Bawean ada gunung yang besar dan kecil. Jumlah gunung di Bawean sama dengan jumlah asma’ul husna. Salah satu gunung gunung yang terkenal di Bawean adalah “Gunung Malokok” yang tingginya 300 m. Pertanyaan yang muncul adalah “Mengapa gunung itu dinamakan “Gunung Malokok?” Salah satu gunung diberi nama “Gunung Malokok” karena setelah dinasti jin Bawean dipimpin oleh raja raksasa. Raja itu bernama Prabu Dewana Teguh. Raja Dewana Teguh tidak disenangi oleh rakyatnya. Dia seorang raja yang tidak terpuji karena karakternya yaitu sombong dan tidak memperhatikan rakyatnya. Raja Dewana Teguh semakin sombong ketika anaknya, yaitu Dewi Ayu Fatimah, sebagai anak pertama sudah remaja. Sesuai dengan namanya, Dewi Ayu Fatimah sangat cantik dan menawan. Karena kecantikannya, banyak pemuda yang melamarnya. Akan tetapi, tidak ada satu pun pemuda yang diterimanya menjadi pasangan hidup. Ia berpikir “Mungkin masih ada yang lebih tampan daro pemuda ini”. Tenyata apa yang dipikirkan Dewi Ayu Fatimah itu benar. Ada lima pemuda yang sama-sama tampan, kaya, dan pintar. Kelima pemuda tampan tersebut, melamar kepada Dewi Ayu. Karena tampannya, keluarga istana sampai tidak bisa memilihnya. Dewi Ayu dan
20
raja tidak memilih salah satu dari lima pemuda tampan. Dengan harapan masih ada pemuda lain yang lebih tampan, kaya, dan pintar. Pada suatu hari, dayang-dayang Dewi Ayu Fatimah melaporkan kepada raja bahwa beras malokoknya habis. Beras malokok ini biasanya dibuat bubur Dewi Ayu agar tubuhnya menjadi bagus dan segar. Agar masalah ini mendapatkan solusi, maka Raja Dewana Teguh membuat sayembara “Siapa yang bisa mendatangkan malokok, kalau dia laki-laki maka akan menjadi suami Dewi Ayu Fatimah. Akan tetapi, jika perempuan, ia akan dijadikan isteri raja”. Setelah sayembara ini disebar maka banyak pemuda yang ikut. Hanya saja para pemuda tidak ada yang membawa malokok. Diceritakan ada seorang pemuda tampan, pandai jurus-jurus silat. Kelebihan yang dimilikinya tidak pernah diperlihatkan kepada orang lain. Pemuda itu bernama Cokro berasal dari Sungai Teluk. Pada suatu hari Cokro ikut sayembara dengan tampilan wajah yang jelek. Dia datang ke istana dengan membawa dua karung beras malokok. Namun, setelah sampai di istana, Cokro ditolak oleh raja karena wajahnya kelihatan jelek. Dewi Ayu pun pergi dari hadapnnya. Selanjutnya, Cokro diusir oleh raja dan beras malokoknya tetap diambil oleh raja. Prajurit istana berupaya menangkap Cokro. Sebaliknya, Cokro melawan dengan mengeluarkan jurus-juruas silatnya. Tidak disangka ternyata Cokro sangat tampan. Seetelah mengalahkan prajurit istana yang mengejarnya, dia kembali ke kerajaan untuk mengambil malokoknya. Ketika raja melemparkan busur panah yang diarahkan kepadanya, Cokro dapat menghindar, tetapi mengenai beras malokok yang dibawanya. Beras malokok bertaburan berserakan ke mana-mana dan semakin banyak lamakelamaan seperti gunung. Beras malokok yang banyak seperti itu, masyarakat lalu menyebut
21
“Gunung Malokok”. Raja terus mengejar Cokro dan terjadilah perang hebat sampai raja wafat. Dewi Ayu sendirian karena ditinggal wafat ayahnya. Dia merasa khawatir dan menangis di sepanjang jalan sambil berlari untuk bersembunyi dari kejaran Cokro. Dewi Ayu dalam perjalannya menyesali karena bersikap sombong kepada orang lain yang tidak berdaya. Cokro mendengar penyesalan Dewi Ayu, kemudian Cokro menjelma menjadi orang tua yang sakit kurap (kudis). Ketika berjumpa dengan Dewi Ayu, Cokro ditolong untuk dirawat agar sakitnya sembuh. Hal itu dilaksanakan oleh Dewi Ayu untuk menebus kesalahannya yang lalu yaitu yang bersikap ssombong. Kesabaran dan pehatiannya itu membuat Cokro sadar bahwa Dewi Ayu telah berubah tidak sombong lagi. Oleh karena itu, Cokro kembali kepada wajah aslinya yang bagus dan tampan. Alangkah rterkejutnya Dewi Ayu ternyata Cokro adalah pemuda yang bagus dan tampan. Dewi Ayu dan Cokro sepakat menikah untuk menjadi suami isteri dan hidup bersama sehingga menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera. Bawean, Agustus, 2016 Pengumpul : Endang Soraya, Narasumber: Maswiyah 3.ASAL –USUL DANAU KASTOBA Zaman dahulu kala Pulau Bawean ddikuasai oleh ratu jin. Semua orang yang tinggal di Bawean tunduk dan sangat patuh kepadanya. Ratu jin penguasa di Pulau Majeti yang sangat terkenal dan disegani oleh raja jin lainnya. Ia disegani karena memiliki pohon yang sangat sakti.Pohon itu disebut “Kastoba”. Pada suatu hari , ratu menyuruh dua orang pengawalnya yang sudah dipercaya untuk memanggil burung gagak jantan dan betina. Burung itu diberi tugas oleh ratu jin. Kedua burung itu sanggup menerima tugas yang diberikan ratu jin. Ratu jin pun senang mendengar 22
kesanggupan dua burung gagak itu. Kedua burung bertanya kepada ratu jin tentang tugas yang diberikannya.Akan tetapi kedua burung itu harus berjanji agar tidak membocorkan kepada orang lain tentang rahasia kerajaannya. Kedua burung puun sanggup berjanji. Setelah menarik nafas dalam-dalam, ratu jin pun mulai bercerita tentang rahasianya. Kata ratu jin, “Begini, di kerajaan kita ini ada pohon ajaibnya. Pohon itu tumbuh di tengahtengah kerajaan kita. Karena pohon ajaib itulah kerajaan kita ditakuti oleh raja-raja jin lainnya”. Kedua burung pun bertanya kepada ratu jin, “Pohon itu apa namanya? Apa kesaktian atau keajaiban pohon itu sehingga raja-raja jin lainnya takut dengan kerajaan kita?” Ratu jin pun menjawab pertanyaan kedua burung gagak itu. Kata ratu jin, “Pohon tersebut namanya pohon kastoba. Akar, batang, dan rantingnya digunakan untk tumbal bencana alam. Daunnya juga ada keajaibannya yaitu sehelai daunnya mampu mengobati berbagai penyakit. Anehnya juga, bunga pohon kastoba dapat dijadikan untuk kekebalan tubuh”. Gagak pun menimpali, “Hebat sekali pohon kastoba tersebut wahai ratu jin”! Oleh karena itu ratu jin menugasi kedua burung gagak untuk selalu menjaganya. Kata ratu jin, “Pokoknya, tidak ada yang boleh tahu tentang kesaktian pohon kastoba”. Burung gagak pun setuju dengan tugas yang diberikan oleh ratu kepadanya dan melaksanakan dengan tanggung jawab yang tinggi. Ternyata, yang menjaga pohon kastoba tidak hanya kedua burung itu, beberapa jin pilihan juga sudah diberi tugas untuk memperketat pengawasannya. Sejak saat itulah burung gagak dan beberap jin pilihan menjaga pohon kastoba siang dan malam. Semua tugas berjalan lancar. Salah satu kelemahan kedua burung gagak adalah selalu berbicara sembarangan, berbicara yang tidak jelas, tidak bisa menyimpan amanat, bahkan rahasia kerajaan dipergunjingkan.
23
Pada suatu hari bertepatan dengan musim kemarau, tiba-tiba dari kejauhan ada seorang kakek tua menggunakan tongkat datang metnuju pohon kastoba. Dari dekat, terlihat tubuhnya ada benjolan, kedua matanya buta, kepalanya putih penuh uban. Aakhirnya, kakek tua tiba di bawah pohon kastoba yang dijaga ketat oleh burung gagak dan jin pilihan. Kakek tua itu menenangkan hatinya dengan bertapa di bawah pohon kastoba. Di bawah pohon tersebut tepat untuk menerima wangsit atau pesan gaib dari langit yang berkaitan dengan pengobatan kedua bola matanya. Saat hari mulai petang, kakek tua memulai bertapa, tiba-tiba mendengar pembicaraan kedua burung gagak. Kebetulan tempat kakek bertapa berdekatan dengan kedua burung gagak sehingga kakek tua mendengar seluruh pembicaraan kedua burung gagak tentang keajaiban daun kastoba yang bisa untuk mengobati bermacam-macam penyakit. Kakek tua penasaran kalau sehelai daun kastoba bisa untuk obat berbagai macam penyakit. Akhirnya, kakek tua berdiri dan mengambil sehelai daun kastoba yang tepat di atas kepalanya. Getah daaun tersebut diteteskan pada kedua bola matanya. Kakek tua seolah tidak percaya atas kejadian yang menimpa dirinya. Benar-benar ajaib kakek tua bisa melihat kembali dengan kedua bola matanya. Lalu kakek tua mengambil sehelai daun kastoba lagi untuk mengobati penyakit lainnya. Setelah semua penyakitnya sembuh. Kakek tua berteriak kegirangan sambil berteriak sekeras-kerasnya. Teriaknya, “Wahai burung gagak ... te-ri-ma ka-sih! Suaranya yang nyaring sampai terdengar ke seluruh penjuru. “Saya sekarang bisa melihat kembali, karena mengikuti saran-saranmu!” Mendengar teriakan kakek buta, kedua burung gagak terkejut. Teernyata kedua burung menyadari bahwa pembicaraannya didengar kakek buta yang bertapa di bawah pohon kastoba. Peristiwa itu kedengaran ratu jin. Akhirnya, ratu jin marah, wajahnya memerah. Rupanya ratu jin tidak bisa menaha rasa amarahnya. Dalam keadaan yang demikian ratu jin
24
berpikir bahwa kerajaannya sudah mulai terancam. Karena pohon kastoba yang selama ini menjadi tanda kekuatan yang luar biasa dan kejayaannya. Sekarang kerahasiaannya sudah terbongkar. Walhasil, dengan kekuatan luar biasa ratu jin punmencabut pohon kastoba seakarakarnya. Pohon kastoba dibawa terbang sampai ke angkasa. Pohon katoba jatuh sdan hilang di tengah laut. Ratu jin menghukum kepada kedua burung gagak yang telah gagal menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Kedua burung gagak dan bangsanya diusirnya dan tidak boleh kembali ke kerajaannya. Bekas pohon kastoba yang telah dicabut oleh ratu jin memancarkan air yang jernih yang tak kunjung berhenti sehigga menjadi sebuah telaga atau danau di atas bukit pengunungan. Danau bekas cabutan pohon kastoba oleh masyarakat sekitar dinamakan “Danau Katoba”. Bawean, Agustus, 2016 Pengumpul : Radiyah Narasumber: Masmi
4. ASAL-USUL NAMA KAMPUNG GUNUNG MENUR Pada zaman dahulu kala di Bawean, masyarakatnya masih susah, tidak ada lampu penerangan, kekurangan makanan. Sehari-hari masyarakat hana makan ubi kayu, kangkung, dan jagung sehingga orang dahulu banyak yang kelaparan. Pekerjaan orang zaman dahulu hsnyalah bertani. Pendapatannya tidak seberapa banyak berbeda dengan zaman sekarang. Mereka tidak bisa membeli pupuk, maka tanamannya diberi pupuk kotorang ayam. Ada sebuah kampung, belum ada namanya, ada lima anak kecil sedang bermain-main. Permainannya adalah kokope’an yang merupakan salah satu permainan tradisional tempo
25
dulu. Anak-anak yang bermain tidak pulang-pulangsampai larut malam karena terlena dengan permainannya.Akibatnya, anak-anak terlambat mengaji ke mushollah. Lima anak yang terlambat mengaji dipanggil oleh kiai, mereka dipanggil dan ditanya perihal keterlambatannya. Kiai bertanya, “Kenapa kamu terlamybat?” Santri menjawab, “Kami bermain kokope’an, Kiai.” Kiai menyahut, “Kalian bermain kokope’an di mana?” Para santri lalu menjawab, “Di gunung sebelah timur sana Kiai, kami tidak tahu namanuya, tetapi di sana banyak bunga menurnya.” Nasihat kiai, “Besok jangan diulangi lagi ya...!” Akirnya para santri seretnak menjawab , “Iya, Kiai.” Berdasarkan kisah lima anak yang bermain di lereng gunung yang banyak bunga menur, maka kampung itu sampai sekarang dikenal “Kampung Gunung Menur”. Bawean, Agustus, 2016 Pengumpul : Yiyin Safirah Narasumber : Agustini 5. CERITA BAWEAN ANTARA UMAR MAS’UD DAN BABILEONO Nama Bawean mualai dikenal sejak abad XIII. Nama ini diberikan oleh prajurit kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapait adalah salah satu kerajaan paling besar di Nusantara. Para prajurit kerajaarn Majapahit perahunya terdampar di pelabuhan Bawean karena diterjang angin besar. Pulau tempat prajurit yang perahunya terdampar diberi nama “Bawean”. Kata prajurit dari kerajaan Majapait, bawean berasal dari bahasa Sanskerta yang memiliki arti “matahari terbit”. Hal ini didasarkan atas manuskrip yang ada di Sangkapura, Pulau Bawean. Pulau tempat terdamparnya perahu prajurit Majapahit sebelumnya bernama Pulau Majedi karena bentuk bulat seperti bentuk uang logam. Sebelum agama Islam,massuk ke Pulau Bawean, masyarakatnya mengikuti paham animisme yaitu menyembah roh dan kekuatan gaib. Hal ini bisa ditelusuri dari cerita
26
kesaktian antara Maulana Umar Mas‟ud dan Raja Babileono. Raja Babileono adalah ahli sihir animisme yang sakti mandraguna. Namun, berkat pertolongan Allah Subhanahu wata‟ala, Umar Mas‟ud dapat mengalahkan Raja Babileono. Ada juga yang mengatakan bahwa “Bawean” berasal dari kata “babi jadian”. Lain daripada itu, “bhebian” karena perbedaan pengucapannya saja. Karena bahasa Bawean ada pengaruhnya dari bahasa Madura, yaitu bunyi “w” diucapkan „b”. Ada anggpan lain kalau Raja Babileono suka beternak babi yang jumlahnya banyak sekali. Raja Babileono, peternak babi, sehingga dikenal sebagai Raja Babi, di lingkungan masyarakat animisme. Bagi masyarakat tempo dulu memelihara babi sudah menjadi tradisi atau kebiasaannya. Bahkan babi disembelih di kebuh atau pun di padang seperti masyarakat lainnya di Nusantara. Bawean, agustus, 2016 Pengumpul : Rosalina Narasumber : Makinun Amin
6. MENARA PULAU BAWEAN Bawean konon merupakan salah satu pulau yang menjadi pusar atau tengah Nusantara. Di Bawea terdapat berbagai macam bahasa, budaya, dan adat-istiadat. Namun, sekarang budaya dan bahasanya sudah banyak berubah. Hal ini disebabkan orang Bawean senang merantau ke negara orang lain atau keluar dari Bawean. Misalnya, ke malaysia, Singapura Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan lain-lain. Karena sudah terbiasa merantau ketika kembali ke Bawean tidak sedikit yang membawa kebiasaan adat-istiadat dari masyarakat atau bangsa lain ke lingkungan masyarakat Bawean. Sekarang masyarakat Bawean 100 % memeluk agama Islam. Pulau Bawean terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Tambak dan Kecamatan Sangkapura. Di Pulau Bawean banyak masjid, Kecamtan Sangkapura ada 72 masjid antara lain masjid Korong-Korong, masjid Menara, majid Dekat Agung Bangkalan. Di Kecamatan 27
Tambak 39 masjid, antara lain masjid Gili, masjid Dedani, majid Gunung Duren, masjid pang Jambu. Di Kecmatan Sangkapura ada kampung yang bernama “Kalompek”, karena di tempat itu banyak pohon yang bernama kalompek. Nama “kalompek” oleh masyarakat nama kampung itu tidak enak atau tidak indah sehingga diubah menjadi “Menara”. Perubahan nama itu terjadi pada tanggal 22 Januari 1978 yang diremikanoleh Camat Sangkapura yang bernama Subroto, di lapangan Menara. Alasan “Kalompek” diubah menjadi “Menara” adalah (1) karena tempatnya di pegunungan yang tinggi, (2) karena menara adalah tempat untuk mengingatkan orang untuk melakukan sholat, dan (3) secara kebahasaan menara berasal dari kata bahasa Arab “manarun” yang bearti tempat yang mendapatkan cahaya dan hidayah Allah. Tokoh masyarakat mengharapkan dengan pergantia nama tadi dapat menyebabkan warga masyarakatnya mendapatkan hidayah Allah di dalam hatinya. Menara terdiri dari enam kampung. (1) Kampung Barat Sawah, karena letaknya di sebelah barat sawah, (2) Kampung Gunung Tinggi, karena letaknya di dataran yang paling tinggi di Pulau Bawean, (3) Kampung Pitung Bulung, karena terdapat tujuh jalan dan semuanya bisa tersambung dengan kampung lainnya, (4) Kampung Gunung Menur, letaknya di dataran tinggi dan banyak bunga menur, (5) Kampung Buton, karena banyak terdap0at pohon buton, dan (6) kampung Kelbung, tempatnya di bagian bawah rumah-rumah di tempat itu tersembunyi. Di menara terdapat sekolah yang selalu berpindah-pindah. Kono terdahulu sekolah di Gunung Menur di rumah seorang kiai. Sekolah pindah ke Musholla Gunung Menur, kemudian pindah lagi ke Menara sampai sekarang. Bawean, Agustus, 2016 Pengumpul : Marfu‟ah Narasumber: K.H. Ridlwan
28
7. PEMANDIAN AIR PANAS Ada yang menarik dalam sebuah cerita yang berkembang di masyarakat Kecamatan Sangkapura. Tumpukan batu-batu karang yang membujur dari utara ke selatan merupakan wujud terdamparnya sewbuah kapal besar di Pulau Bawean. Pada zaman dahulu kala ada sebuah kapal besar yang berlayar hendak menuju Kota Makkah. Namun ketika melintasi perairan Pulau Bawean, kapal itu terdamapar kandas di pinggir Pulau Bawean. Ketika kapal besar kandas di pinggir Pulau Bawean, tiba-tiba ada seekor ayam jantan berbulu putih mulus datang bertengger di atas tiang kapal sambil merentangkan kesua sayapnya. Ayam jantan putih mulus lantas berkokok keras sekali sehingga kapal yang kandas tadi berubah wujud menjadi bongkahan batu karang. Bongkahan batu itu sampai sekarang bisa disaksikan di sekitar lokasi. Sementara penumpang kapal banyak berubah menjadi kera-kera yang hidup dan menetap di hutan-hutan dekat pemandian air panas Pulau Bawean. Sedangkan dua buah tiang kapal menjelma menjadi pohon besar yang oleh orang Bawean disebut pohon “Nangger”. Kedua pohon ini pun masih dapat dilihat di sekitar lokasi. Bawean, Agustus, 2016 Pengumpul : Ayu Wahyuning Four Fianti Narasumber: Suhmadi
8. ASAL-USUL PULAU NOKO Pada suatu hari ada bencana yang sangat berbahaya yaitu berupa angin besar di Nusantara. Angin besar itu orang Bawean menyebut dengan nama “Lendhu”. Angin Lendhu dapat meluluhlantakkan semua yang ada di nusantara. Karena besarnya angin dapat menyebabkan banyak rumah roboh dan banyak pohon tumbang. Angin Lendhu tidak hanya terjadi di darat, tetapi juga terjadi di laut. Akibatnya, banyak kapal besar dan perahu kecil terbawa ombak derasnya air laut. Dalam pengetahuan 29
umum modern angin Lendhu itu disebut dengan angin “Silikon” yaitu angin yang berputar dan bergerak dengan cepat menuju satu titik pusat. Pada saat itu angin Lendhu berpusat di kawasan Pulau Bawean. Setelah angin Lendhu atau angin Silikon reda, maka banyak dijumpai kapal besar dan perahu kecil, termasuk sampan banyakyang terdampar di tepi pantai Pulau Bawean. Kejadian yang demikian dapat dilihat, sisa-sisanya dapat dilihat hingga sekarang. Aneka ragam perahu, sampan dari berbagai daerah antara lain Bugis Sulawesi Selatan, Sumatera, Banyuwangi, Pulau Seribin Lendhu u, Banjarmasin, Madura, dan lainlain.pusat pusaran angin besar Lendhu di sekitar Pulau Bawean, saat itu ada tumpukan karang di tengah laut. Akhirnya, tumpukan karang tersebut tertutup pasir berwarna putih sehingga jadilah “Pulau Noko” sekarang ini. Bawean, Agustus 2016 Pengumpul : Herliana Narasumbrer: Hatria
9. CERITA-CERITA PERIHAL PULAU BAWEAN Asal-usul Pulau Bawean, bahwa pertama kali yang menghuni pulau itu adalah seorang perempuan yang bernama Nordi. Karena penghuni pertama adalah seorang perempuan atau puteri, maka pulau Bawean disebut dengan Pulau Puteri. Ada kisah lain pada zaman dahulu, Bawean ada sebuah kerajaan yang bernama Babilonia. Raja dan rakyatnya menganut agama Budha. Pada saati itu, Kerajaan Babilonia diserang wabah penyakit menular termasuk puteri raja sendiri sedang sakit. Raja mengadakan sayembara untuk menyembuhkan puterinya yang sedang sakit. Barang siapa dapat menyembuhkan puterinya akan mendapatkan hadiah yang sangat bernilai. Hadiahnya adalah kalau perempuan akan diangkat menjadi anak raja. Jika laki-laki, ia akan dijadikan menantunya sebagai suami anak perempuan yang sedang sakit.
30
Tidak berapa lama datanglah seorang pemuda yang tidak dikenal datang. Pemuda tersebut menyamar sebagai orang asing. Pemuda itu datang bermaksud ikut sayembara menyembuhkan sakit puteri raja. Pemuda itu lalu menyembuhkan puteri raja sampai sehat seperti sedia kala. Raja pun bertanya siapakah gerangan dan berasal dari manakah pemuda itu yang bisa menyembuhkan puterinya. Lalu pemuda itu menjawab bahwa namanya “Pangeran Bojonegoro” putera dari Cokro Kusumo. Akhir cerita pemuda itu dinikahkan dengan puteri Raja Babilonia. Kisah lain adalah wali Umar Mas‟ud dan waliyah Zainab. Bahwa di Pulau Bawean pertama kali mengenal agama Islam setelah kedatangan seorang wali namanya Umar Mas‟ud. Disamping itu, ada seorang waliyah atau wali perempuan namanya adalah Zainab dan Jujuk Tampa (Jujuk Campa). Penyiaran agama Islam di Bawean banyak gangguan terutama bajak laut yang disebut Bheju. Para Bheju dapat dikalahkan oleh wali dan waliyah tersebut. Kisah menarik lainnya adalah Jujuk Tokang. Ada seorang pangeran yang dikenal sebagai Jujuk Tokang. Pangeran tadi disebut Jujuk Tokang karena ketika ada seorang yang ingin membuat perahu, kayu yang digunakan tidak selalu ada ukurang yang pas atau tepat dengan ukurang perahunya. Kemudian datang seorang laki-laki degan membawa sehelai kain putih. Perahu yang sedang dibuatnya dianjurkan oleh seorang pangeran agar ditutup dengan kain ;putih yang dibawanya. Kain putih ditutupkan selama satu hari satu malam sampai dengan tiga haro tiga malam. Ternyata setalah tiga hari tiga malam tutup kain putih dibuka, perahu itu dalam keadaan utuh dan sempurna. Bawean, Agustus 2016 Pengumpul : Yanda Riana Narasumber : Jailani
31
10. KUBURAN JUJUK CAMPA Ada sebuah kuburan tua yang sering dikunjungi banyak orang, utamanya pada hari besar Islam. Nama kuburan itu adalah kuburan Jujuk Campa. Kuburan tua ini terletak di kampung Kumalasa, Kecamtan Sangkapura, di Pulau Bawean. Kampung Kumalasa ini dikenal sebagai pelabuhan besar pada zamannnya. Sampai saat ini, Pelabuhan Komalasa masih digunakan untuk berlabuh perahu-perahu lama. Bahkan ada kapal-kapal berbendera asing seperti Amerika dan Australia berlabuh di pelabuhan ini. Pada zaman dahulu kala, konon ada rombongan Raden Fatah yang diangkat dari kerajaan Campa untuk menuju kerajaan Majapahit di Pulau Jawa. Saat rombogan sampai di Komalasa, sebagian rombongannya mengalami sakit dan tidak sanggup lagi men dan lanjutkan perjalanan ke Majapahit. Oleh karena itu, semua rombongan berhenti dan tingal di Komalasa. Mereka berhenti untuk memberi pertolongan kepada sebagian rombongan yang sakit. Salah satu rombongan yang sakit adalah seorang puteri Campa. Akan tetapi, penyakit yang diderita oleh Puteri Campa tidak kunjung sembuh, sehingga puteri Campa meninggal dan dimakamkan di Komalasa. Sampai sekarang tempat itu oleh masyarakat sekitar diberi nama kuburang “Mbah Puteri” yang berarti kuburan seorang puteri kerajaan Campa. Rombongan prajurit dari kerajaan campa yang menuju kerajaan Majapahit tidak sanggup lagi meneruskan perjalanan dan tidak sanggup lagi kembali ke kerajaan Campa sehingga menetap di Komalasa. Kedatangan rombongan prajurit kerajaan Campa ini didukung adanya peninggalan kuna yang dimiliki oleh masyrakat Komalasa. Peninggalan itu berupa keris, senapan, dan lain-lain. Selain itu, ada ciri-ciri lain dalam hal perilaku beribadah. Masyarakat Komalasa lebih tekun beribadah daripada masyarakat Bawean lainnya. Baswean, Agustus 2016 Pengumpul : Sri Rini Siptasari Narasumber : Sunarsi
32
11. WALI YAH ZAINAB Waliyah Zainab, konon anak seorang Syekh Siti Sinar. Syekh Siti Sinar adalah seorang yang menyebarkan agama Islam di kabuten Gresik. Akan tetapi ajarannya tidak diterima oleh lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, wali sembilan mendatangi Syehk siti Sinar mendatangi Siti Sinar dan mengajarkan agama Islam yang benar. Setelah itu, Syekh Siti Sinar mengajarkan kembali kepada masyarakatnya dan bisa diterima dengan baik. Ketika sudah lama menyiarkan agama Islam, anaknya yang bernama Zainab dijodohkan dengan salah satu wali yang ada di sana, yaitu Sunan Giri. Setelah menikah beberapa bulan, Sunan Giri akan pergi ke kampung di dekat Gunung Giri. Saat ditinggal Sunan Giri, Zainab tinggal sendirian. Karena sudah lama tidak kembali ternyata Sunan Giri sudah menika lagi. Berita menikah lagi Sunan Giri sampai terdengar oleh Zainab. Oleh karena itu, Zainab sangat bersedih dan hatinya terasa sakit sekali. Zainab memutuskan untuk pergi dari halamannya, kampung yang diikuti prajuritnya. Setelah sampai di pantai, menemukan sebuah perahu dan dibantu para prajurit Zainab menaiki perahu. Beberapa hari terapung-apung di laut, selanjutnya sampailah di pantai Pulau Bawean yaitu di Komalasa. Sesampai di Komalasa, Zainab berdakwah agama Islam, tetapi ajarannya ditolak oleh masyarakatnya dan diusir keluar dari kampung itu. Zainab terus berjalan sampailah di sebuah tanjung di dekat Desa Ponggo, Tambak, Bawean. Di sana Zainab dirawat dan menyiarkan agama Islam. Karena Zainab berasal dari Jawa dengan demikian bahasa yang digunakan masyarakat Ponggo berbeda dengan bahasa yang digunakan orang Bawean lainnya. Desa “Ponggo” berasal dari kata “pangge” yang berarti “berjumpa”atau “ketemu” dalam bahasa Jawa. Selanjutnya, Zainab sakit dan wafat di Desa Ponggo. Makam waliyah Zainab dijadikan masjid yang sekarang banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar dan
33
masyarakat dari luar daerah. Masyarakat Komalasa tidak dibolehkan ke Ponggo , makam waliyah Zainab, karena tidak baik. Bawean, Agustus 2016 Pengumpul : Rachatul Jannah Narasumber : Moch Ibnu Azhari
34
DAFTAR PUSTAKA Baker, Chris.2005. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Terj. Tim Kunci Cultural Studies Center, Yogyakarta: Bentang Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: UI Press Masinambow, Edy. 1994. “Paradigma Studi Bahasa dan Lingkungan Sosial-Budaya”, Pidato Pengukuhan guru Besar Luar Biasa. Jakarta: Universitas Indonesia Robson. SO. 1978. “Pengkajian Sastra-Sastra Tradisional Indonesia”, Bahasa dan Sastra. No.6, Tahun IV. Sedyawati, Edi. 1996. “Kedudukan Tradisi Lisan dalam Ilmu-ilmu Budaya” dalam Warta ATL. Jurnal Pengetahuan dan Komunikasi, peneliti dan pemerhati Tradisi Lisan, Edisi II, Maret , Jakarta: ATL Sudibjo, ZH (penerj.) 1980. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Debdikbud, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. Sutarto, A. 2011. Lokal sebagai Penguatan Karakter dan Pekerti Bangsa. Bunga Rampai Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Generasi Masa Depan. Surabaya: Unesa University Press.
35
Lampiran Foto Kegiatan Pengmas Penguatan Kearifan Lokal di Pulau Bawean
36
37
38
39
40
41