LAPORAN AKHIR HASIL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PENYULUHAN HUKUM TENTANG PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP PERLINDUNGAN KARYA CIPTA MUSIK DAN LAGU
Oleh : Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum, Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, Dr. Abdul Hakim Siagian, SH, M.Hum
(NIDN : 0013026203) (NIDN : 0016026304) (NIDN : 0115086502)
Atas Biaya Sendiri
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015 1
SUMMARY LEGAL COUNSELING REGARDING THE ACCELERATION OF SOCIETY LEGAL AWARENESS OF MUSIC AND SONG PROTECTION Dr. OK. Saidin, SH, M. Hum *) Dr. Edy Ikhsan, SH, MA **) Dr. Abdul Hakim Siagian, SH, M.Hum ***)
Legal counseling to accelerate the society legal awareness to music and song protection as regulated in Act number 28 of 2014 is necessary because of the massive piracy without the consent from the copyright holder which put the producer, author and copyright holder in disadvantage. Song copyright, both in arrangement (without lyric, or in instrumental or in measured note) is protected as copyright in music. In song cretion, beside the arrangement, there is another party related, the lyric composer. Not all of the created songs copyrighted in one person. There is always possibility that the lyric is composed by another person who is not the arranger of the music. The issue nowadays is that even though the knowledge of the society is high enough regarding the restriction of piracy and regarding the legal sanction both from duplication without consent using VCD or DVD legal instrument or by using internet or intranet, the obedience is still very low. Beside there is no firmness in the legal sanction application, its also morally, the doer doesn’t have any guilty feeling doing such thing. Music and song copyright violation today has entered nodern technology. Copyright infringement, before today, used optical fiber technology through some records in VCD, DVD, and USB. Nowadays, the piracy has been using technology through downloads media, using intranet and internet. Legal instrument which protecting the Author or the right holder, is not capable of following the recent technology, so the perpetrators of the piracy tend to be hard to be justified by law. National Copyright Law must be revised from time to time, to handle the developing legal incidents. Because of that, its necessary to provide the society regarding the important meaning of copyright protection both to the copyright holder and to the creativity development of the musician, producer, and also recording industry in Indonesia.
*) **) ***)
Lecturer in Law Faculty USU Lecturer in Law Faculty USU Professional Lecturer in Law Faculty USU 2
This legal counseling is conducted not only by using normative approach but also using moral approach that violation of copyright, even though the law is not capable yet to reach it, but morally need to be concerned and awarded from the society as music and song producer. The implementation of this activity involving many social levels was attended by 109 people exceeding the target of 100 people invited. The issue was the difficulty to invite the guest because the field of law is not what they need in tbeir daily life. Finally to fill the invitation capacity of this activity, we had no choice but to cooperate with the student council of law faculty USU and Non-Governmental Heritage Foundation. In whole, it can be concluded that this activity will open the paradigm in society regarding the important meaning of copyright protection of song and music. It is expected that in the future this socialization can be continued to be conducted which in turn can grow legal awareness in society.
Keywords: Copyright, Music and Song, Legal Awareness.
3
RINGKASAN PENYULUHAN HUKUM TENTANG PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP PERLINDUNGAN KARYA CIPTA MUSIK DAN LAGU Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum *) Dr. Edy Ikhsan, SH, MA **) Dr. Abdul Hakim Siagian, SH, M.Hum ***)
Penyuluhan hukum guna meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 28 Tahun 2014 perlu dilakukan dengan alasan bahwa selama ini hasil karya cipta musik dan lagu banyak dibajak dengan cara tanpa ijin dari pemegang hak cipta dan hal ini tentu saja merugikan kalangan produser, pencipta dan pemegang hak cipta. Hak cipta lagu baik itu merupakan aransemen (tanpa syair, atau dalam bentuk instrumentalia nada atau dalam bentuk susunan nada yang teratur) dilindungi sebagai hak cipta dalam bidang musik. Dalam karya cipta lagu, disamping aransemen ada lagi pihak yang terkait yaitu penyusun lirik lagu. Tidak semuanya lagu-lagu yang diciptakan itu hak ciptanya berada pada satu orang. Selalu ada kemungkinan lirik lagunya dikarang oleh orang lain yang berbeda dengan pencipta aransemen musiknya. Permasalahannya saat ini adalah bahwa sekalipun tingkat pengetahuan masyarakat cukup tinggi terhadap larangan pembajakan dan sanksi hukum atas pembajakan karya musik dan lagu baik itu melalui perbanyakan tanpa ijin dengan menggunakan instrument VCD dan DVD maupun menggunakan jaringan intranet dan internet, tetapi sangat rendah dalam hal tingkat kepatuhan. Disamping karena tidak adanya ketegasan dalam penerapan sanksi hukum, tetapi lebih dari itu juga dikarenakan secara moral para pelaku tak pernah ada perasaan bersalah jika melakukan hal-hal yang demikian. Pelanggaran hak cipta musik dan lagu saaat ini telah memasuki teknologi modern. Jika dahulu pembajakan hak cipta menggunakan teknologi serat optik melalui rekaman yang wujudnya dalam bentuk VCD, DVD dan USB, Sekarang ini pembajakan-pembajakan karya musik dan lagu telah menggunakan teknologi IT melalui media download dengan menggunakan jaringan intranet dan internet. *) **) ***)
Dosen Fakultas Hukum USU Dosen Fakultas Hukum USU Dosen Tenaga Profesional Fakultas Hukum USU
4
Instrumen hukum yang melindungi pencipta atau pemegang hak cipta tak mampu mengikuti kemajuan teknologi itu, sehingga kerap kali para pelaku pembajakan hak cipta tak terjangkau tangan hukum. Undang-undang hak cipta nasional pun harus mengalami perubahan dari waktu ke waktu, guna menampung peristiwa hukum yang terus berkembang. Oleh karena itu, perlu diberikan pencerahan kepada masyarakat tentang arti penting perlindungan hak cipta baik bagi pemegang hak cipta maupun bagi pertumbuhan kreativitas para musisi, produser serta industri rekaman suara di Indonesia. Penyuluhan hukum ini dilakukan tidak semata-mata menggunakan pendekatan normatif akan tetapi juga menggunakan pendekatan moral bahwa pelanggaran terhadap hak cipta sekalipun hukum belum mampu menjangkaunya tetapi secara moral perlu mendapat perhatian dan penghargaan dari kalangan masyarakat sebagai produsen karya cipta musik dan lagu. Pelaksanaan kegiatan yang melibatkan berbagai lapisan sosial dalam masyarakat yang dihadiri sebanyak 109 orang, melebihi target dari 100 orang yang diundang. Kendala dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah karena sulitnya untuk menghadirkan para peserta penyuluhan karena bidang hukum ini bukanlah bidang yang mereka butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya untuk memenuhi kuota undangan dalam pelaksanaan kegiatan ini, kami terpaksa bekerjasama dengan Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Hukum USU dan Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Pusaka. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini akan membuka cakrawala masyarakat tentang arti penting perlindungan hak cipta atas karya musik dan lagu. Diharapkan untuk masa-masa yang akan datang, sosialisasi ini dapat terus dilakukan yang pada gilirannya dapat menumbuhkan kesadaran hukum di kalangan masyarakat luas.
Kata Kunci : Hak Cipta, Musik dan Lagu, Kesadaran Hukum
5
TARGET LUARAN Target yang menjadi sasaran kegiatan ini adalah : 1. Mahasiswa 2. Anggota masyarakat 3. Pengurus dan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat Luaran yang dicapai adalah publikasi nasional dan laporan.
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
Permasalahan Dalam Masyarakat “Longgarnya tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Ada kesenjangan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan”
-
Ketidak pahaman terhadap undang-undang hak cipta dan tidak ada tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum
Mahasiswa Fakultas Hukum USU Anggota Masyarakat Pengurus dan Anggota Lembaga Swadaya Masyarakat
Masyarakat Pasif (Sebelum Penyuluhan)
Pemahaman Mahasiswa Fakultas Hukum USU, Anggota Masyarakat dan LSM
Aktivitas Penyuluhan oleh Tim
Setelah Penyuluhan, paling tidak masyarakat mendapat pengetahuan pesan moral bahwa pelanggaran hak cipta tanpa izin pencipta tidak saja merupakan pelanggaran hukum ttapi juga pelanggaran moral yang berdampak pada menurunnya kreativitas para pencipta dalam karya musik dan lagu
6
PELAKSANAAN KEGIATAN Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 15 Desember 2015 di Medan yang dihadiri oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebanyak 109 orang. Peserta terdiri dari mahasiswa S1, mahasiswa S2, mahasiswa S3 masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat serta sejumlah para dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
HASIL KEGIATAN Kegiatan ini pada tahap awal dapat disimpulkan memberi makna yang sangat berarti bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tersebut. Mereka yang selama ini tidak memahami undang-undang hak cipta dan tidak patuh terhadap hukum jadi mengerti dan mematuhi hukum. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa kegiatan ini paling tidak telah membawa pesan moral bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, masyarakat luas dan pengurus serta anggota Lembaga Swadaya Masyarakat bahwa pelanggaran hak cipta tanpa izin pencipta tidak saja merupakan pelanggaran hukum tetapi juga pelanggaran moral yang berdampak pada menurunnya kreativitas para pencipta dalam karya musik dan lagu.
7
KESIMPULAN DAN SARAN Bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa fakultas hukum cukup tinggi terhadap larangan pembajakan dan sanksi hukum atas pembajakan karya musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet, akan tetapi sangat rendah dalam hal kepatuhannya. Disamping karena tidak adanya ketegasan dalam penerapan sanksi hukum, tetapi lebih dari itu juga dikarenakan secara moral para pelaku tak pernah ada perasaan bersalah jika melakukan hal-hal yang demikian. Oleh karena itu perlu kiranya ketegasan aparat penegak hukum dalam hal ini, disamping dicarikan penangkalan atas prilaku pembajakan mulai dari peristiwa “Upload” Sampai dengan “download” jika hal itu dilakukan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta. Pihak pemerintah melalui instansi terkait memblokir situs yang bersangkutan seperti yang dilakukan oleh kementrian kominfo dalam kasus situs pornografi. Alternatif lain juga dapat dilakukan dengan mengenakan biaya kepada pendownload seperti pembebanan biaya pada pemakaian listrik atau telefon.
8
TIM PELAKSANA
I.
II.
Ketua 1. Nama Lengkap
:
Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum
2. NIP/NIDN
:
196202131990031002 / 0013026203
3. Tanggal Lahir
:
13 Februari 1962
4. Tempat Lahir
:
Kisaran
5. Jenis Kelamin
:
Laki-laki
6. No. Telepon (HP)
:
081264798135
1. Nama Lengkap
:
Dr. Edy Ikhsan, SH, MA
2. NIP/NIDN
:
196302161988031002 / 0016026304
3. Tanggal Lahir
:
16 Februari 1963
4. Tempat Lahir
:
Medan
5. Jenis Kelamin
:
Laki-laki
6. No. Telepon (HP)
:
08111658654
Anggota I
9
III. Anggota II 1. Nama Lengkap
:
Dr. Abdul Hakim Siagian, SH, MA
2. NIDN
:
0115086502
3. Tanggal Lahir
:
15 Agustus 1965
4. Tempat Lahir
:
A.Bon Bon
5. Jenis Kelamin
:
Laki-laki
6. No. Telepon (HP)
:
0811605692
10
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena atas segala Rahmat dan KaruniaNya akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas penyuluhan hukum tentang peningkatan kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu ini sebagai bahagian dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kegiatan ini kami laksanakan pada tanggal 15 Desember 2015 yang dihadiri oleh 109 peserta dari mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat. Salah satu tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya mengetahui hak cipta untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu. Kegiatan penyuluhan hukum ini diselenggarakan atas dasar : 1. Persetujuan Usulan Program Pengabdian Pada Masyarakat yang ditandatangani oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian/Pelayanan Kepada Masyarakat Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada tanggal 5 Nopember 2015. 2. Surat Izin Pelaksanaan Pengabdian Pada Masyarakat yang diterbitkan Dekan Fakultas Hukum USU No. 4012/UN5.2.1.2/KMS/2015 tanggal 14 Desember
11
2015 atas nama : Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum, Dr. Edy Ikhsan, SH, MA dan Dr. Abdul Hakim Siagian, SH, M.Hum. 3. Surat
Tugas
yang
Pengabdian/Pelayanan
diterbitkan Kepada
oleh
Ketua
Masyarakat
Lembaga
Bidang
Penelitian
Pengabdian
dan
Kepada
Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada tanggal 12 November 2015. Tentu saja kami berterima kasih kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian/Pelayanan Kepada Masyarakat Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Edison Purba yang telah memberikan peluang kepada kami untuk dapat melaksanakan kegiatan ini. Selain itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah berpartisipasi dalam kegiatan ini. Untuk itu secara khusus kami sampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Fatwa Fadillah, SH, selaku Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia yang telah memberikan fasilitas berupa izin pemakaian gedung Yayasan Pusaka Indonesia untuk pelaksanaan kegiatan ini. 2. Para staf Yayasan Pusaka dan Pemerintahan Mahasiswa FH-USU serta seluruh mahasiswa FH-USU yang telah turut berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan hukum ini.
12
3. Anggota masyarakat dari berbagai lapisan sosial peminat dalam bidang kajian hak cipta musik dan lagu yang telah menyempatkan waktunya untuk hadir dalam penyuluhan ini. 4. Semua pihak yang turut membantu dalam pelaksanaan sosialisasi ini. Kami menyadari bahwa dalam pelaksanaan penyuluhan hukum ini tidak luput dari berbagai macam kekurangan yang kiranya dapat dijadikan sebagai pedoman untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga kegiatan yang telah kami lakukan ini membawa manfaat bagi masyarakat kita semua.
Medan, 18 Desember 2015 Koordinator Pelaksana
(Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum) NIP. 196202131990031002
13
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ABSTRACT ......................................................................................................
i
RINGKASAN .....................................................................................................
iii
TIM PELAKSANA.............................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................
x
DAFTAR ISI ......................................................................................................
xiii
BAB I
: PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Analisis Situasi .......................................................................
1
B. Permasalahan ..........................................................................
3
C. Tinjauan Pustaka.....................................................................
4
BAB II
: TARGET DAN LUARAN ...........................................................
36
BAB III
: KERANGKA PEMECAHAN MASALAH .................................
37
BAB IV
: PELAKSANAAN KEGIATAN ...................................................
38
A. Khalayak Sasaran yang Strategis ............................................
38
B. Keterkaitan..............................................................................
39
C. Metode Kegiatan.....................................................................
39
D. Rencana dan Jadwal................................................................
40
E. Susunan Personalia .................................................................
41
14
BAB V
: HASIL KEGIATAN ....................................................................
43
A. Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian .........................................
43
B. Analisis Hasil Kegiatan ..........................................................
45
C. Faktor Pendorong dan Penghambat ........................................
45
: KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
47
A. Kesimpulan .............................................................................
47
B. Saran .......................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
50
BAB VI
LAMPIRAN
15
BAB I PENDAHULUAN
A. Analisis Situasi Penyuluhan hukum guna meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 28 Tahun 2014 perlu dilakukan dengan alasan bahwa selama ini hasil karya cipta musik dan lagu banyak dibajak dengan cara tanpa ijin dari pemegang hak cipta dan hal ini tentu saja merugikan kalangan produser, pencipta dan pemegang hak cipta. Hak cipta lagu baik itu merupakan aransemen (tanpa syair, atau dalam bentuk instrumentalia nada atau dalam bentuk susunan nada yang teratur) dilindungi sebagai hak cipta dalam bidang musik. Dalam karya cipta lagu, disamping aransemen ada lagi pihak yang terkait yaitu penyusun lirik lagu. Tidak semuanya lagu-lagu yang diciptakan itu hak ciptanya berada pada satu orang. Selalu ada kemungkinan lirik lagunya dikarang oleh orang lain yang berbeda dengan pencipta aransemen musiknya. Pencipta lagu dan pencipta aransemen musik, oleh Undang-undang No. 28 Tahun 2014 dapat berupa orang perorang pribadi atau kelompok seperti yang dirumuskan dalam Pasal 1 butir 2 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 berikut ini : “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau
16
bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi”.
1
Tidak
semua pencipta adalah pemegang hak cipta akan tetapi sering kali pencipta adalah merupakan pemegang sekaligus pemilik hak cipta. Pemegang hak cipta yang lain adalah apabila yang bersangkutan menerima hak atas dasar pengalihan dari pihak pencipta. 2 Pemegang hak cipta memiliki hak yang disebut sebagai hak ekonomi dan itu merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya tersebut.
3
Namun sering kali dalam praktek, para
pencipta dan pemegang hak cipta tidak dapat menikmati hak ekonomi itu oleh karena karya cipta mereka dibajak. 4 Seperti yang diungkapkan oleh Adi MS dalam Harian Suara Karya 5 sebagai berikut : Para pelaku industri musik Indonesia sudah pasrah bahkan apatis menghadapi para pembajak karya musik yang tak kunjung reda. Pelaku industri musik sudah sampai pada titik pasrah, apatis. Dari pemerintahan sebelumnya ke pemerintahan berikutnya tetap saja begini. Banyak yang tidak memahami dan tidak peduli terhadap penciptaan karya musik. Adi MS melihat bahwa tidak ada perhatian pemerintah yang serius untuk mengatasi pembajakan karya musik di tanah air. Lanjutnya lagi :
1
Pasal 1 butir 2 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Ibid, Pasal 1 butir 4. 3 Ibid, Pasal 8. 4 Menurut Pasal 1 butir 23 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 terminologi pembajakan itu diartikan sebagai “Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi”. 5 Harian Suara Karya, Musisi Sudah Apatis, Jakarta, Jumat, 17 April 2015, hal. 6. 2
17
Putera saya, Kevin Aprilio dan bandnya Vierratale baru saja memproduksi musik. Setelah mencipta lagu dan merekamnya lalu membuat klip video. Ujung-ujungnya karya itu langsung diunggah ke You Tube dan seketika itu karya tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Masih menurut Adi MS, modal untuk memproduksi karya musik itu belum sempat kembali. Barang-barang yang diproduksi masih bergerak menuju toko, tetapi di jaringan internet, orang-orang lebih cepat mengunduhnya. Kalau zaman dulu, para musisi merekam lagu dalam pita kaset atau CD untuk dijual lalu kemudian mereka mendapat royalty, saat ini semakin sulit, akibat dari tidak dilindunginya karya musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet.
B. Permasalahan Instrumen hukum yang melindungi pencipta atau pemegang hak cipta tak mampu mengikuti kemajuan teknologi itu, sehingga kerap kali para pelaku pembajakan hak cipta terjangkau tangan hukum. Undang-undang hak cipta nasional pun harus mengalami perubahan dari waktu ke waktu, guna menampung peristiwa hukum yang terus berkembang. Namun demikian prilaku pembajakan tidak juga berhenti. Untuk mengatasi perilaku pembajakan hak cipta musik dan lagu itu perlu kiranya kepada masyarakat diberikan pencerahan melalui penyuluhan hukum. Persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini adalah tidak hanya menyangkut persoalan ketidak pahaman terhadap undang-undang hak cipta tetapi lebih jauh juga longgarnya tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Disini ada kesenjangan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan.
18
Penyuluhan hukum yang akan dilakukan ini paling tidak membawa pesan moral bahwa pelanggaran hak cipta tanpa izin pencipta tidak saja merupakan pelanggaran hukum tetapi juga pelanggaran moral yang berdampak pada menurunnya kreativitas para pencipta dalam karya musik dan lagu.
C. Tinjauan Pustaka 1. Karya Musik dan Lagu Sebagai Hak Kebendaan Karya musik dan lagu merupakan ekspresi/bentuk lahiriah dari sebuah ide atau gagasan yang lahir dari talenta manusia berkat rahmat Tuhan Yang Maha Pencipta, pencipta langit dan bumi dengan segala isinya. Tak semua manusia mendapatkan talenta ini. Talenta untuk mencipta musik dan lagu. Sesuai dengan prinsip perlindungan dalam hak cipta yang pada intinya melindungi ekspresi dari ide atau gagasan dan bukan memberikan perlindungan pada wujud hasil ciptaan dari ide atau gagasan itu sendiri. Bentuk atau wujud dari sebuah ide atau gagasan amatlah luas dan beraneka ragam sesuai dengan kreativitas masyarakat yang seiring waktu akan semakin berkembang sesuai kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dicapai oleh kemajuan peradaban manusia, bahkan manusia dapat menemukan kreativitas yang sama sekali belum pernah ada sebelumnya. Segala kreativitas manusia yang bernuansa nilai seni dan sastra yang dilahirkan dalam bentuk apapun mendapatkan perlindungan hak cipta. Sejalan dengan konvensi Berne sebagai salah satu perjanjian internasional yang menyepakati mengenai perlindungan terhadap karya cipta sastra dan karya seni bahwa tiap-tiap 19
ekspresi di bidang sastra dan kesenian yang diciptakan oleh pihak manapun dalam cara, isi, bentuk pengutaraan apapun haruslah mendapatkan perlindungan sebagai hak cipta. Perlindungan terhadap karya seni dan sastra adalah kreativitas manusia yang merupakan penghargaan bagi hak-hak dasar manusia, yaitu kebebasan untuk berkreativitas atau berekspresi. Itulah karya seni musik dan lagu. Dalam Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 karya musik dan lagu merupakan salah satu dari hak cipta yang mendapatkan perlindungan. Hak semacam itu juga dilindungi sebagaimana dimuat dalam Article 2 Berne Convention. Hak cipta dalam bidang karya musik dan lagu menjadi sangat kompleks manakala ditinjau dari sudut obyeknya yang beraneka ragam. Keberagaman itu karena obyek hak cipta karya musik dan lagu tidak saja berupa hak ekonomi, tetapi juga berupa hak terkait (neighboring rights) dan hak moral (moral rights). Saat ini karya musik dan lagu sebagai obyek perlindungan hak cipta menjadi lebih signifikan, mengingat bahwa pelanggaran hak cipta karya musik dan lagu oleh pihak ketiga khususnya di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun yang terbukti amat merugikan pencipta baik secara ekonomis maupun secara moral. Hal ini membuktikan bahwa penghargaan terhadap karya musik dan lagu di Indonesia perlu dicarikan akar persoalannya. Akar persoalanya tidak saja pada ketersediaan normanya - atau mengacu pada pandangan Friedman – tetapi lebih jauh menyangkut aspek struktur dan kulturnya. Penelusuran tentang karya musik dan lagu sebagai hak kebendaan, diawali dari kedudukan hak cipta dalam sistem hukum keperdataan. Karya musik dan lagu 20
adalah sebahagian dari karya yang dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta. Hak cipta adalah hak kebendaan immateril. Dalam bahasa Belanda hak kebendaan ini disebut "zakelijk recht". Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, memberikan rumusan tentang hak kebendaan yakni : hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. 6 Rumusan bahwa hak kebendaan itu adalah hak mutlak yang juga berarti hak absolut yang dapat dipertentangkan atau
dihadapkan
dengan hak relatif, hak
nisbi atau biasanya disebut juga persoonlijk atau hak perorangan. Hak yang disebut terakhir ini hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu, tidak terhadap semua orang seperti pada hak kebendaan. 7 Ada beberapa ciri pokok yang membedakan hak kebendaan ini dengan hak relatif atau hak perorangan yaitu : 1. Merupakan hak yang mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. 2. Mempunyai zaaksgevolg atau droit de suite (hak yang mengikuti). Artinya hak itu terus mengikuti bendanya dimanapun juga (dalam tangan siapapun
6 Sri Soedewi, Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal. 24. 7 Misalnya hak sewa, seorang penyewa hanya dapat mempertahankan haknya dengan siapa dia menyewa benda itu. Jika ada orang lain yang berkeberatan atas obyek yang disewanya itu lalu kemudian ia meminta si penyewa untuk mengembalikan barang yang disewanya itu, maka ia tak dapat mempertahankan benda itu, kecuali ia kembali kepada pihak yang menyewakan dan meminta pertanggungjawaban perbuatan hukum “menyewakan benda” yang bukan miliknya. Apabila ia terbukti bukan sebagai pemilik yang sah (memiliki hak kebendaan), maka ia wajib mengembalikan uang sewa itu kepada si penyewa. Itu berarti juga, pihak yang menyewakan bukan sebagai beschikking bevoegheid vide Pasal 384 KUH Perdata.
21
juga) benda itu berada. Hak
itu
terus saja mengikuti
orang yang
mempunyainya. 3. Sistem yang dianut dalam hak kebendaan dimana terhadap yang lebih dahulu terjadi mempunyai kedudukan dan tingkat yang lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian. Misalnya, seorang eigenar menghipotikkan tanahnya, kemudian tanah tersebut juga diberikan kepada orang lain dengan hak memungut hasil, maka disini hak hipotik itu masih ada pada tanah yang dibebani hak memungut hasil itu. Dan mempunyai derajat dan tingkat yang lebih tinggi daripada hak memungut hasil yang baru terjadi kemudian. 4. Mempunyai sifat droit de preference (hak yang didahulukan). 5. Adanya apa yang dinamakan gugat kebendaan. 6. Kemungkinan untuk dapat memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan. 8 Demikian ciri-ciri hak kebendaan itu meskipun dalam praktek ciri-ciri itu kelihatannya tidak tajam lagi jika dihadapkan dengan hak perorangan. Artinya perbedaan yang semacam itu tidak begitu penting lagi dalam praktek. Sebab dalam kenyataannya ada hak perorangan yang mempunyai ciri-ciri sebagaimana ciri-ciri yang terdapat pada hak kebendaan. Hal ini dapat kita lihat sifat absolut terhadap hak sewa, yang dilindungi berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. Juga hak sewa ini mempunyai sifat mengikuti bendanya (droit de suit). Hak sewa itu akan terus
8
Ibid., hal. 25-27 22
mengikuti bendanya meskipun berpindahnya atau dijualnya barang yang disewa, perjanjian sewa tidak akan putus. Demikian juga halnya sifat droit de preference. Akan tetapi sekalipun demikian, tetap hak sewa itu bukan merupakan hak mutlak. 9 Oleh Mariam Darus Badrulzaman, mengenai hak kebendaan ini dibaginya atas dua bagian, yaitu : Hak kebendaan yang sempurna dan hak kebendaan yang terbatas. Hak kebendaan yang sempurna adalah hak kebendaan yang memberikan kenikmatan yang sempurna (penuh) bagi si pemilik. Selanjutnya untuk hak yang demikin dinamakannya hak kemilikan. Sedangkan hak kebendaan terbatas adalah hak yang memberikan kenikmatan yang tidak penuh atas suatu benda. Jika dibandingkan dengan hak milik. Artinya hak kebendaan terbatas itu tidak penuh atau kurang sempurnanya jika dibandingkan dengan hak milik.10 Jadi jika disimpulkan pandangan Mariam Darus Badrulzaman di atas, maka yang dimaksudkan dengan hak kebendaan yang sempurna itu adalah hanya hak milik, sedangkan selebihnya termasuk dalam
kategori
hak kebendaan yang
terbatas. Jika dikaitkan dengan hak cipta maka dapatlah dikatakan hak cipta itu sebagai hak kebendaan. Hak kebendaan sempurna dipegang oleh pencipta, sedangkan hak kebendaan terbatas dipegang oleh penerbit, produser, penyewa dan lain sebagai penerima hak dari pencipta. Pandangan ini dapat disimpulkan dari rumusan Pasal 1 ayat (4) UHC Indonesia yang mengatakan bahwa hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima
hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak
9
Dalam bahasa UUPA, bukan hak kebendaan atas tanah yang terkuat dan terpenuh. Sifat hak perorangannya tetap saja melekat. 10 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, BPHN - Alumni, Bandung, 1983, hal. 43. 23
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
menunjukkan bahwa hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si pencipta
11
atau si
penerima hak.12 Hanya namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususlah yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subyek lain yang mengganggu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum. Misalnya perbanyakan tanpa izin pencipta, mengunduh dari jaringan intranet dan internet untuk karya sinematografi, lagu dan musik. Kemudian jika dilihat rumusan tentang ketentuan pidana, di sini ada rumusan mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran hak cipta suatu bukti bahwa hak itu dapat dipertahankan terhadap siapa saja yang mencoba untuk mengganggu keberadaanya. Pidana yang diancamkan ialah, penjara dan denda. Ini juga bukti adanya hak absolut sebagai ciri dari hak kebendaan. Tindak pidana ini juga digolongkan dalam tindak pidana kejahatan dan masuk dalam kategori delik aduan (versi UU No. 28 Tahun 2014). Kesemuanya ini memberikan kesan pertanda adanya hak absolut.
13
Sifat hak absolut ini lebih jelas lagi jika dilihat rumusan pasal-pasal
tentang pengalihan hak cipta, pendaftarannya dan yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa UHC Indonesia. Dalam kaitannya dengan hal ini Mahadi
11
Memiliki hak kebendaan. Memiliki hak perorangan. 13 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015, hal. 68. 12
24
mengatakan, sebagaimana dikutip oleh OK. Saidin, dari skripsi Ida Haryati, hasil wawancara beliau dengan Prof. Mahadi : Hak cipta memberikan hak untuk menyita benda yang diumumkan bertentangan dengan hak cipta itu serta perbanyakan yang tidak diperbolehkan, dengan cara dan dengan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan untuk penyitaan benda bergerak baik untuk menuntut penyerahan benda tersebut menjadi miliknya ataupun untuk menuntut suatu benda itu dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipakai lagi. Hak cipta tersebut juga memberikan hak yang sama untuk penyitaan dan penuntutan terhadap jumlah uang tanda masuk yang dipungut untuk menghadiri ceramah, pertunjukan atau pameran yang melanggar hak cipta.14 Pandangan Mahadi tersebut jelas menunjukkan bahwa hak cipta itu termasuk dalam ruang lingkup hak kebendaan. Sebab disamping mempunyai sifat mutlak juga hadirnya sifat droit de suit. Sifat droit de suit itupun tidak hilang dalam hal hak cipta itu dibajak di luar negeri, dimana negara si pencipta atau si pemegang hak tidak turut dalam konvensi internasional. Hal ini dapat dilihat dari apa yang diungkapkan oleh Mahadi, bahwa : Sifat droit de suit itu tidak hilang disebabkan adanya ketentuan tentang perjanjian internasional, oleh karena perjanjian internasional itu gunanya untuk melindungi, jadi kalau tidak menjadi anggota Konvensi Internasional, negara lain tidak wajib melindungi. Ini telah menjadi kebiasaan Internasinal. 15 Oleh karena itu ”batasan teritorial” yang membatasi perlindungan hak cipta lebih dari sekedar kedaulatan politis. Untuk menjaga agar kedua negara atau sesama
14 15
OK. Saidin, Ibid. Mahadi, Hak Milik Dalam Sistem Hukum Perdata Nasional., Jakarta, BPHN, 1981, hal.
75. 25
negara saling melindungi, yang dikenal dengan azas reprositas dalam hukum internasional . Tidak dilindunginya hak cipta di luar negeri, (karena bukan negara peserta konvensi internasional) bukanlah berarti hilangnya sifat droit de suite, tetapi pencipta atau si pemegang hak oleh negara yang bersangkutan tidak memberikan jaminan terhadap pelanggaran haknya yang mungkin akan terjadi di negara-negara yang tidak menjadi anggota konvensi. Justru kesulitan yang dihadapi pencipta adalah dalam hal penuntutan haknya.
16
Syarat keanggotaan dalam Konvensi Internasional
adalah syarat menurut hukum publik, bukan syarat menurut hukum privat. Kedudukan hak cipta sebagai hak kebendaan, tidak tunduk pada syarat hukum publik. Akan tetapi ketika hak kebendaan itu lahir hukum publik akan melindunginya, seperti hukum administrasi negara dan hukum pidana, termasuk hukum internasional. Hak kebendaan itu tunduk pada karakteristik, asas serta sistem hukum privat. Hak cipta lagu dan musik adalah suatu hak kekayaan immateril yang obyek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Hak cipta lagu dan musik sebagaimana penulis ungkapkan di atas, secara sederhana dapat dirumuskan bahwa, semua bentuk instrumen dan syair yang didendangkan ditulis dalam notasi not berdasarkan urutan nada/tangga lagu. 16 Droit de suite, adalah merupakan asas hukum, setiap asas hukum mempunyai sifat pengecualian. Sifat pengecualian dari asas hukum itulah membuat ia menjadi supel dan fleksibel, mampu mengikuti perkembangan dan secara terus menerus menyesuaikan diri dengan tuntutan peradaban manusia. Jadi, pengecualian dalam asas hukum itu sudah merupakan sifat dari setiap asas hukum.
26
Karya musik dan lagu sebagai hak kebendaan tidak berwujud tersirat dalam bunyi Pasal 499 KUH Perdata. Pasal ini secara implisit (tersirat) dan menunjukkan, bahwa hak cipta musik dan lagu itu dapat digolongkan sebagai benda yang dimaksudkan oleh pasal tersebut. Pasal 499 KUH Perdata memberikan batasan tentang rumusan benda, menurut pasal tersebut bahwa : Menurut paham Undang-undang yang dinamakan benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai menjadi obyek kekayaan (property) atau hak milik. Rumusan ini sebagaimana yang telah disinggung di atas akan menempatkan hak cipta musik dan lagu sebagai hak yang merupakan bahagian dari benda. Hak cipta musik dan lagu menurut rumusan ini dapat dijadikan obyek hak milik, oleh karena itu ia memenuhi kriteria pasal 499 KUH Perdata. Si pemegang hak cipta musik dan lagu dapat menguasai hak tersebut sebagai hak milik. Di pihak lain orang yang memiliki kepingan VCD atau DVD karena membeli di counter resmi, adalah pemegang hak kebendaan materil, hak atas barang atau benda berwujud. Dalam hal ini dapatlah diungkapkan apa yang dikutip oleh Mahadi dari buku Pitlo yang mengatakan : "........ serupa dengan hak tagih, hak immateril tidak mempunyai benda berwujud sebagai obyek (melainkan benda tidak berwujud, peneliti). Hak milik immateril termasuk kedalam hak-hak yang disebut pasal 499 KUH Perdata. Oleh sebab itu hak milik immateril itu sendiri dapat menjadi obyek dari sesuatu hak benda”. 17 17
Mahadi, Hak Milik Immateril, BPHN, Jakarta, 1985, hal. 5. Penulis cenderung mengartikan hak milik dalam kalimat di atas sebagai hak atas kekayaan (property), hal ini untuk menjaga konsistensi peristilahan yang digunakan dalam buku ini. 27
Selanjutnya beliau mengatakan, bahwa hak benda adalah hak absolut atas sesuatu benda, tetapi ada hak absolut yang obyeknya bukan benda berwujud (barang) (goederen) melainkan benda tidak berwujud atau hak (rechten). Itulah apa yang disebut dengan nama hak milik intelektual (intelellectual property rights).18 Jadi dapatlah dikatakan bahwa hak cipta atas karya musik dan lagu itu berdiri sendiri yang dibedakan dengan hak atas barang. UHC Indonesia sendiri membedakan antara hak cipta musik dan lagu dengan hak atas barang (benda berwujud). Oleh penyusun UHC Indonesia dikatakan bahwa, istilah ciptaan diberi arti sebagai hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya musik dan lagu adalah perpaduan antara seni dan sastra. 19 Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa yang dilindungi oleh UndangUndang Hak cipta sebagai karya musik dan lagu adalah karya dan kesenian, kesusastraannya. Sedangkan yang termasuk dalam cakupan hak kebendaan materilnya tidak termasuk dalam rumusan pasal tersebut. Jadi, bukan kepingan VCD, DVDnya yang dilindungi,
tetapi hak untuk
memperbanyak atau mengumumkan karya musik dan lagunya itu. Kepingan VCD atau DVD yang merekam karya musik atau lagu itu hanya dilindungi sebagai hak atas benda berwujud, benda materil yang dalam terminologi Pasal 499 KUH Perdata
18 19
Ibid., hal. 6. Seni untuk irama atau notasi lagunya, sastera untuk syair-syairnya. 28
dirumuskan sebagai "barang". Dengan demikian semakin jelas bahwa benda yang dilindungi dalam hak cipta musik dan lagu itu adalah benda immateril (benda tidak berwujud) yaitu dalam bentuk hak.
2. Subyek Hukum Karya Musik dan Lagu Mahadi ketika menulis buku tentang Hak Milik Immateril mengatakan, tidak diperoleh keterangan yang jelas tentang asal usul kata "hak milik intelektual". Kata "Intelektual" yang digunakan dalam kalimat tersebut, tak diketahui ujung pangkalnya.20 Berbagai referensi dan catatan-catatan yang berkaitan dengan asal-usul kata "intellectual" (intelektual) yang ditempelkan pada kata "Property Rights" (hak kekayaan) tak diperoleh keterangan tentang hal tersebut. Namun maksud dan cakupan dari istilah itu dapatlah kira-kira diuraikan sebagai berikut. Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak,21 hasil kerja ratio dan hasil dari kerja “hati” renungan jiwa. Hasil dari pekerjaan ratio manusia yang menalar dan renungan jiwa atau rasa. 22
20
Mahadi., Hak Milik Immateril, BPHN-Bina Cipta, Jakarta, 1985 hal. 4. Otak yang dimaksudkan bukanlah otak yang kita lihat seperti tumpukan daging yang enak digulai, yang beratnya 2% dari total berat tubuh, tetapi otak yang berperan sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis, yang terbagi menjadi dua belahan ; kiri dan kanan. 22 Kata "menalar" ini penting, sebab menurut penelitian pakar antropologi fisik di Jepang, seekor monyet juga berfikir, tetapi pikirannya tidak menalar. Ia tidak dapat menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. 21
29
Hasil kerjanya itu berupa benda immateril. Benda tidak berwujud. Kita ambil misalnya karya cipta lagu. Untuk menciptakan alunan nada (irama) diperlukan pekerjaan otak. Menurut ahli biologi otak kananlah yang berperan untuk menghayati kesenian, berkhayal, menghayati kerohanian, termasuk juga kemampuan melakukan sosialisasi dan mengendalikan emosi. Fungsi ini disebut sebagai fungsi non verbal, metaforik, intuitif, imaginatif dan emosional. Spesialisasinya bersifat intuitif, holistic dan mampu memproses informasi secara simultan. Hasil kerja otak dan hati itu kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Orang yang optimal memerankan kerja otak dan renungan jiwanya disebut sebagai orang yang terpelajar, mampu menggunakan ratio, mampu berpikir secara rasional dengan menggunakan logika (metode berfikir, cabang filsafat), kemudian dipertimbangkan dengan arif dengan nilai rasa kemanusiaan karena itu hasil pemikirannya disebut rasional atau logis, patut dan pantas. Orang yang tergabung dalam kelompok ini disebut kaum intelektual. 23 Begitulah, ketika irama lagu tadi tercipta berdasarkan hasil kerja otak, ia dirumuskan sebagai hak atas kekayaan intelektual. Berbeda misalnya dengan hasil kerja
physik,
petani
mencangkol,
menanam,
menghasilkan
buah-buahan.
23 Kalau kaum intelektual ini kemudian menjalankan pengetahuan yang dirumuskannya sebagai kebenaran itu dan mengabdi kepada kepentingan manusia, ia disebut pula kaum cendikiawan. Seringkali kita menemukan istilah jika terjadi suatu peristiwa kemasyarakatan, orang menanyakan siapa pelaku (dader) intelektualnya. Kata intelektual menunjukkan "kaum pemikir" dibalik peristiwa tersebut.
30
Buah-buahan tadi adalah hak milik juga tapi hak milik materil.24 Hak milik atas benda berwujud. Demikian pula hasil kerja otak (intelektualitas) manusia dalam bentuk penelitian atau temuan dalam bidang teknologi ia juga dirumuskan sebagai hak atas kekayaan intelektual. Kemampuan otak untuk menulis, berhitung, berbicara, mengingat fakta dan menghubungkan berbagai fakta menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi, disebut juga sebagai fungsi preposisi verbal-linguistis, logis dan analitis yang merupakan pekerjaan belahan otak kiri. Dengan uraian di atas, maka dapat disimpulkan subyek hak cipta musik dan lagu adalah pencipta yang memiliki kemampuan olah pikir, ratio (otak) oleh jiwa manusia (hati). Tidak semua orang dapat dan mampu mempekerjakan otak (nalar, ratio, intelektual) dan hati secara maksimal. Oleh karena itu tak semua orang pula dapat menghasilkan "intellectual property rights" berupa karya musik dan lagu. Hanya orang yang mampu mempekerjakan otak dan hatinya secara seimbang atau talenta khusus yang diberikan atas berkah dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang dapat menghasilkan hak kebendaan immaterial yang disebut sebagai "intellectual property rights". Itu pulalah sebabnya hasil kerja otak dan hati yang membuahkan hak atas kekayaan intelektual itu bersifat eksklusif dan didalamnya melekat hak ekonomi dan hak moral. Hanya orang tertentu saja yang dapat melahirkan hak
24
Padahal untuk pekerjaan itu diperlukan uga ratio dan akal, yang membedakannya pada pertimbangan dan renungan jiwa yang dalam. 31
semacam itu. Berkembangnya peradaban manusia, dimulai dari kerja otak dan hati manusia itu. 25 Terhadap karya cipta musik dan lagu bias terdapat banyak pihak yang menjadi subyek haknya. Misalnya untuk karya lagu “Ketika Tangan dan Kaki Berkata”. Hak cipta syair atau lirik dipegang oleh Taufiq Ismail, hak cipta arengement musik dipegang oleh Hendar Dimas Anggara dan Akhmad Fawwaz. Pada mulanya, lagu ini – demikian Arifal Hakim,26 Taufiq Ismail hanya diminta oleh Chrisye untuk membuat sebuah lagu – Taufiq menyanggupinya untuk kurun waktu satu bulan. Taufiq baru pada minggu ke-4, Taufiq dapat menulis sebait lagu. Setelah hari-hari terakhir Taufiq pada malamnya membaca surat Yasin dan pada surat ke 65 dan melihat artinya. Dan disitulah Taufiq mendapatkan inspirasi untuk menulis baik demi bait lirik lagu itu. Taufiq berkisah tentang sejarah lagu itu, ketika menyerahkan lirik lagu itu pada hari ke-7 yang ia janjikan kepada Chrisye setelah 4 minggu berlalu. Ketika Chrisye menyanyikan lagu itu, air matanya mengalir, tak kuat menahan tangis. Ia menelepon istrinya Yanti yang berada di Australia dan meminta untuk dikumpulkan orchestra yang lengkap untuk membuat lagu tersebut. Ketika lagu selesai, Chrisye mendatangi Taufiq untuk menyerahkan honor atas lagu tersebut dan Taufiq menolak tapi Chrisye memaksa dan mengatakan kalau Taufiq menolak, itu namanya sombong, akhirnya Taufiq menerimanya. 25 Itu sebabnya pakar biologi dan pakar antropologi fisik, mengatakan sebenarnya manusia itu tak lebih dari hewan yang berfikir. Sekiranya manusia tidak memfungsikan otaknya untuk berfikir dan menalar maka manusia sama dengan hewan dan peradaban manusia tidak akan berkembang pesat. 26 Arifal Hakim, Chrisye, Kisah dibalik lagu ketika kaki dan tangan bicara, www.tokohindonesia.com diunduh tanggal 28 Nopember 2015
32
3. Hak Moral Karya Musik dan Lagu Hak moral dalam terminologi Bern Convention menggunakan istilah moral rights, yakni hak yang dilekatkan pada diri pencipta. Dilekatkan, bermakna bahwa hak itu tidak dapat dihapuskan walaupun hak cipta itu telah berakhir jangka waktu kepemilikan. Hak moral dibedakan dengan hak ekonomi. Jika hak ekonomi mengandung nilai ekonomis, maka hak moral sama sekali tidak memiliki nilai ekonomis. Kata “moral” menunjukkan hak yang tersembunyi dibalik nilai ekonomis itu. Namun demikian, ada kalanya nilai hak moral itu justru mempengaruhi nilai ekonomis. 27 Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 menyebutkan bahwa hak moral itu merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta. Hak yang dilekatkan itu meliputi hak untuk : a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum; b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya; c. mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; d. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. 28
27 Misalnya satu karya cipta yang diciptakan oleh pelukis terkenal, nilai ekonomisnya akan tinggi. Hasil lukisan yang mencantumkan nama Affandi, Abdullah, akan jauh lebih tinggi nilai jualnya jika dibandingkan nama-nama pelukis lain yang tidak terkenal. Hak untuk tetap mencantumkan nama pelukis dalam karya lukisan tersebut adalah merupakan hak moral yang berpengaruh terhadap hak ekonomis. 28 Republik Indonesia, Undang-undang No. 28 Tahun 2014, Op.Cit, Pasal 5 ayat (1). Yang dimaksud dengan "distorsi Ciptaan" adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau identitas Ciptaan. Yang dimaksud dengan "mutilasi Ciptaan" adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagian Ciptaan. Yang dimaksud dengan "modifikasi Ciptaan" adalah pengubahan atas Ciptaan.
33
Oleh karena itu, hak moral tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia. 29 Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral, penerima hak dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis. 30 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 memperkuat basis perlindungan degan menggunakan : a. informasi manajemen Hak Cipta; dan/atau b. informasi elektronik Hak Cipta. 31 Hak moral itu, tidak hanya menyangkut ciptaan yang termasuk dalam karya cipta yang dilindungi dalam bentuk hak cipta (karya cipta asli) tetapi juga dalam hal hak terkait (neighboring rights). Misalnya saja terhadap hak moral Pelaku Pertunjukan merupakan hak yang melekat pada Pelaku Pertunjukan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya telah dialihkan. Hak moral Pelaku Pertunjukan tersebut meliputi: a. namanya dicantumkan sebagai Pelaku Pertunjukan, kecuali disetujui sebaliknya; dan
29
Ibid, Pasal 5 ayat (2). Ibid, Pasal 5 ayat (3). 31 Ibid, Pasal 6. 30
34
b. tidak dilakukannya distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal-hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya kecuali disetujui sebaliknya. 32 Konsekuensi hak moral yang terus dilekatkan secara abadi terhadap diri pencipta menyebabkan hak moral itu berlaku tanpa batas waktu, kecuali perubahan atas suatu ciptaan yang disesuaikan kebutuhan masyarakat. Hak moral yang disebutkan terakhir ini berlangsung selama jangka waktu hak cipta tersebut.33 Masa berlaku hak moral terhadap hak moral pelaku pertunjukan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat juga berlangsung selama jangka waktu hak cipta tersebut. 34 Terhadap pelanggaran hak moral, sekalipun hak cipta itu telah dialihkan seluruhnya kepada pihak lain hal itu tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pencipta yang melanggar hak moral Pencipta. Demikian juga dalam hal pengalihan hak ekonomi Pelaku Pertunjukan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pelaku Pertunjukan atau ahli warisnya untuk menggugat setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pelaku Pertunjukan yang melanggar hak moral Pelaku Pertunjukan. 35 Perihal mengenai pencantuman nama pencipta meskipun haknya sudah diserahkan atau dialihkan kepada pihak lain atau telah berakhir masa berlakunya hak
32
Ibid, Pasal 21 dan 22. Yang dimaksud dengan "distorsi Ciptaan" adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau identitas karya Pelaku Pertunjukan. Yang dimaksud dengan "mutilasi Ciptaan" adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagian karya Pelaku Pertunjukan. Yang dimaksud dengan "modifikasi Ciptaan" adalah pengubahan atas karya Pelaku Pertunjukan. 33 Ibid, Pasal 57. 34 Ibid, Pasal 62. 35 Ibid, Pasal 98. 35
tersebut, namun nama pencipta tetap harus dicantumkan didalam karyanya. Inilah yang membedakan hak cipta dengan hak kebendaan-hak kebendaan lainnya. Jika dalam hak milik atas tanah misalnya, seorang pemegang hak milik atas tanah yang namanya tercantum dalam akte hak milik sebagai pemegang
hak jika
mengalihkannya (menjual atau menghibahkan) dengan pihak lain, maka pihak yang terakhir ini dianggap sebagai pemegang hak tersebut. Si pemilik pertama melepaskan haknya kepada pemilik terakhir tersebut dan sekaligus dalam akte hak milik, nama yang tercantum sebagai pemegang hak adalah pihak yang terakhir ini. Tentu saja pada buku atau karya tulis lainnya termasuk seluruh karya cipta yang dilindungi, nama pencipta itu mutlak harus dicantumkan pada karya cipta tersebut meskipun hak cipta itu telah dialihkan kepada pihak lain. Pencantuman nama itu, misalnya untuk buku dicantumkan pada kulit buku, pada halaman judul, ataupun pada akhir tulisan, sedangkan untuk karya cipta lagu, sinematografi, fotografi dan lain-lain dicantumkan nama penciptanya pada bagian tertentu hasil karya cipta tersebut. Pada lukisan, ukiran, pahatan dan lain-lain nama pencipta biasanya dican-tumkan baik secara jelas maupun secara kurang jelas. Pada karya sinematografi nama-nama dideretkan pada kredit title. Tapi tidak selamanya pencantuman nama itu dimungkinkan oleh sifat atau bentuk ciptaan itu sendiri. Karya fotografi misalnya hanya memungkinkan pencantuman nama pencipta itu di belakang kertasnya saja. Karya kerajinan biasanya tidak mencantumkan nama penciptanya. Nama pencipta mungkin hanya terdapat pada daftar harga saja. Selanjutnya mengenai perubahan atas ciptaannya, meskipun hak ciptanya sudah 36
beralih atau dialihkan kepada pihak ketiga namun perubahan atas ciptaan hanya dibenarkan dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya. Perubahan atas ciptaan khususnya di lapangan ilmu pengetahuan senantiasa diperlukan. Hal ini karena ilmu pengetahuan selalu berkembang mengikuti kemajuan sosial budaya yang terus berubah dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan adalah merupakan unsur dari kebudayaan, sedangkan kebudayaan itu kita ketahui terus menerus tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan yang telah dan akan dicapai oleh peradaban manusia. Buku-buku misalnya sebagai tempat penuangan konsep ilmu pengetahuan yang merupakan hasil kemampuan intelektual manusia yang sekaligus dilahirkan berdasarkan kreasi (daya cipta) manusia perlu pula diadakan perubahan atau perbaikan. Untuk perubahan itulah diperlukan adanya persetujuan dari pihak pencipta atau ahli warisnya sebagai pemegang hak moral. Namun demikian, perubahan-perubahan atas bahasa yang keliru oleh penyunting penerbit guna kebaikan ciptaan itu sendiri, kecuali atas karya-karya sastra, terutama puisi, biasanya tidak diperlukan persetujuan pengarang atau ahli warisnya. Akan tetapi jika perbaikan itu begitu banyak, maka patutlah dirunding-kan dengan penciptanya sebelum diterbitkan, hal ini dimaksudkan agar tidak mengubah makna atau maksud semula dari penciptanya. Perubahan lain lagi yang harus mendapatkan persetujuan dari pengarangnya adalah mengenai perubahan judul dan nama pencipta. Dalam setiap ciptaan kadang-kadang kita tidak menemukan judul atau nama pengarangnya. Kadangkadang terjadi pula sebuah karya cipta seperti lukisan yang sama di bawah judul yang 37
berlainan, hal ini kita lihat karena sering dalam suatu ciptaan yang lebih dikenal justru nama yang lain daripada nama yang diberikan oleh pengarangnya. Lukisan Affandi misalnya, yang olehnya diberi judul “dia datang, dia pergi” lebih terkenal dengan judul “pengemis” (1944). Demikian juga halnya dengan sajak Khairil Anwar yang berjudul “kenang, kenanglah kami” lebih terkenal dengan judul “Kerawang Bekasi”. Oleh karena itu, undang-undang memberikan hak kepada pencipta untuk mengubah atau tidak mengubah judul ciptaannya dan untuk memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan atas perubahan judul yang diusulkan orang lain. Itulah prinsip hak moral yang dianut oleh hak cipta. Pencipta
pun
berhak
mencantumkan
namanya,
mencantumkan
nama
samaran atau sama sekali tidak mencantumkan nama (anonim) pada ciptaannya. Perlu persetujuannya kalau kemudian orang hendak mencantumkan nama pada karya yang tadinya anonim atau hendak mencantumkan nama asli pada karya yang tadinya diumumkan dengan nama samaran. Seorang yang tadinya mem-punyai nama dari tiga suku kata dapat tetap mempertahankan nama itu diatas ciptaannya, walaupun ia sendiri sehari-hari sudah memakai nama baru.
4. Hak Ekonomi Karya Musik dan Lagu Dalam terminologi hukum perdata, hak cipta adalah hak privat, hak keperdataan. Dalam hak keperdataan itu terdapat nilai yang dapat diukur secara ekonomi yaitu berupa hak kebendaan. Oleh Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun
38
2014, hak itu disebut sebagai hak ekonomi atau economy rights yang dibedakan dengan hak moral yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan. 36
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan: penerbitan Ciptaan; Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; penerjemahan Ciptaan; pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; pertunjukan Ciptaan; Pengumuman Ciptaan; Komunikasi Ciptaan; dan penyewaan Ciptaan.
Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi tersebut wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan. 37 Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya. 38 Hak ekonomi untuk melakukan Pendistribusian Ciptaan atau salinannya tidak berlaku terhadap Ciptaan atau salinannya yang telah dijual atau yang telah dialihkan
36
Republik Indonesia, Undang-undang No. 28 Tahun 2014, Op.Cit, Pasal 8. Ibid, Pasal 9. Termasuk perbuatan Penggandaan diantaranya perekaman menggunakan kamera video (camcorder) di dalam gedung bioskop dan tempat pertunjukan langsung (live performance). 38 Ibid, Pasal 10. 37
39
kepemilikan Ciptaan kepada siapapun. Hak ekonomi untuk menyewakan Ciptaan atau salinannya tidak berlaku terhadap Program Komputer dalam hal Program Komputer tersebut bukan merupakan objek esensial dari penyewaan. 39 Setiap
Orang
dilarang
melakukan
Penggunaan
Secara
Komersial,
Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi Potret tersebut yang memuat Potret 2 (dua) orang atau lebih, wajib meminta persetujuan dari orang yang ada dalam Potret atau ahli warisnya.
40
Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi Potret seorang atau beberapa orang Pelaku Pertunjukan dalam suatu pertunjukan umum tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, kecuali dinyatakan lain atau diberi persetujuan oleh Pelaku Pertunjukan atau pemegang hak atas pertunjukan tersebut sebelum atau pada saat pertunjukan berlangsung. 41
39 Ibid, Pasal 11 Yang dimaksud dengan "objek esensial" adalah perangkat lunak komputer yang menjadi objek utama perjanjian penyewaan. 40 Ibid, Pasal 12. Yang dimaksud dengan "kepentingan reklame atau periklanan" adalah pemuatan potret antara lain padaiklan, banner, billboard, kalender, dan pamflet yang digunakan secara komersial. 41 Ibid, Pasal 13. Yang dimaksud dengan "kecuali dinyatakan lain atau diberi persetujuan oleh Pelaku Pertunjukan atau pemegang hak atas pertunjukan" misalnya, seorang penyanyi dalam suatu pertunjukan musik dapat berkeberatan jika dipotret untuk dipublikasikan, didistribusikan, atau dikomunikasikan kepada publik oleh orang lain untuk penggunaan secara komersial.
40
Untuk kepentingan keamanan, kepentingan umum, dan/atau keperluan proses peradilan pidana, instansi yang berwenang dapat melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi Potret tanpa harus mendapatkan persetujuan dari seorang atau beberapa orang yang ada dalam Potret. 42 Kecuali diperjanjikan lain, pemilik dan/atau pemegang Ciptaan fotografi, lukisan, gambar, karya arsitektur, patung, atau karya seni lain berhak melakukan Pengumuman Ciptaan dalam suatu pameran umum atau Penggandaan dalam suatu katalog yang diproduksi untuk keperluan pameran tanpa persetujuan Pencipta. Ketentuan Pengumuman Ciptaan tersebut berlaku juga terhadap Potret sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undangundang No. 28 Tahun 2014. 43 Sejarah perkembangan hak cipta di Indonesia sama seperti di luar negeri, yakni dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan (sciences) dan teknologi. Namun landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan filosofis dan budaya hukum suatu negara. Demikianlah jika kita lihat dalam Auteurswet 1912 hak cipta hanya dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalam UHC 1982, dibatasi hanya 25 tahun. Kemudian dalam UHC No. 7 Tahun 1987 dan UHC No. 12 Tahun 1997 kembali dimajukan menjadi selama hidup pencipta dan 50 tahun mengikuti ketentuan Berne Convention (sebelum direvisi) Tahun 1967 yang kita ketahui diadopsi oleh 42 Ibid, Pasal 14. Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang" dalam ketentuan ini antara lain kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau aparat penegak hukum lainnya. 43 Ibid, Pasal 15. Yang dimaksud dengan "pemilik" dalam ketentuan ini adalah orang yang menguasai secara sah Ciptaan, antara lain kolektor atau Pemegang Hak Cipta.
41
Auteurswet 1912. Perubahan-perubahan dalam ketentuan tersebut membuktikan begitu kuatnya pengaruh budaya hukum asing ke dalam budaya hukum Indonesia. Ketika UHC 1982 dilahirkan, banyak alasan yang dikemukakan sepanjang menyangkut filosofis fungsi sosial hak milik, dan disepakatilah jangka waktu hak cipta selama hidup si pencipta ditambah dengan 25 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 jangka waktu pemilikan hak cipta ditetapkan menjadi 50 tahun. Terakhir dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014 khusus untuk ciptaan : a. b. c. d. e. f.
buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; g. karya arsitektur; h. peta; dan i. karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Khusus dalam hal ciptaan dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, perlindungan Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Demikian juga untuk ciptaan yang dimiliki atau dipegang
42
oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman. 44 Ide mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta, sebenarnya didasarkan atas landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk hak cipta fungsi sosial. Sehingga dengan diberinya pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta maka diharapkan hak cipta itu tidak dikuasai dalam jangka waktu yang panjang di tangan si pencipta yang sekaligus sebagai pemiliknya. Sehingga dengan demikian dapat dinikmati oleh rakyat atau masyarakat luas sebagai pengejawantahan dari asas tiap-tiap hak mempunyai fungsi sosial. Meskipun kenyataannya tidak persis demikian. Selama ini hak cipta yang telah berakhir masa berlakunya hanya menguntungkan pihak tertentu, khususnya pihak produser dalam hal karya cipta lagu dan pihak penerbit dalam hal karya cipta berupa buku atau hasil karya ilmiah lainnya. Hak cipta bila kita lihat sepintas lalu adalah merupakan hak cipta mutlak dari si pencipta atau si pemegang hak. Namun sifat kemutlakannya itu berkurang setelah adanya pembatasan terhadap pemilikan hak cipta. Dalam hal ini dapat kita cermati apa yang diungkapkan oleh Prof. Mahadi, yang menyatakan: “.... hak cipta, jika dibandingkan dengan hak milik lainnya, kalah kuatnya dan kalah penuhnya. Hal ini karena hak cipta berlaku hanya selama hidup si pencipta dan ditambah beberapa tahun setelah meninggalnya si pencipta sesuai dengan ketentuan di masing-masing negara. 45
44 45
Ibid, Pasal 58. Mahadi, Op.Cit, hal. 16. 43
Pendapat yang dikemukakan oleh guru besar Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara tersebut di atas, sebenarnya cukup beralasan, sebab hanya beberapa negara saja di dunia ini yang tidak membatasi mengenai pemilikan hak cipta ini. Sebagai contoh yang dapat kita kemukakan adalah Nikaragua dan Gautemala.46 Dasar pertimbangan lain adalah hasil suatu karya cipta pada suatu ketika harus dapat dinikmati oleh semua orang dan tidak hanya oleh orang yang menciptakannya dengan tidak ada pembatasannya. Dengan ditetapkannya batasan tertentu di mana hak si pencipta itu berakhir maka orang lain dapat menikmati hak tersebut secara bebas, artinya ia boleh mengumumkan atau memperbanyak tanpa harus minta izin kepada si pencipta atau si pemegang hak, dan ini tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Dengan berakhirnya jangka waktu pemilikan tersebut maka jadilah karya cipta itu sebagai milik umum, suatu kuasa umum (publik domein). Pembatasan jangka waktu hak cipta yang tercantum dalam UHC Indonesia bukanlah satu-satunya peraturan hak cipta yang memberikan batasan. Dengan kata lain, di sam-ping UHC Indonesia pembatasan yang sama juga dikenal dalam Auteurswet 1912, Konvensi Bern, Universal Copy Rights Convention dan berbagai-bagai Konvensi dan Kesepakatan Internasional lainnya. Dalam Auteurswet 1912 hak cipta dibatasi sampai 50 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Ketentuan yang demikian dapat dijumpai dalam pasal 37-nya, yang merupakan pengambilalihan dari ketentuan Konvensi Bern.
46
BPHN, Op.Cit, hal. 56-57. Kedua negara ini tidak membatasi perlindungan hak ciptanya. Setelah si pencipta meninggal dunia hak cipta it uterus diwariskan kepada ahli warisnya untuk waktu yang tidak ditentukan sampai kepada keturunan selanjutnya. 44
Pada mulanya Konvensi Bern menentukan jangka waktu 50 tahun, namun setelah direvisi di Stokholm Tahun 1967 jangka waktu tersebut dikurangi menjadi 25 tahun, hal ini dimaksudkan memberikan kesempatan kepada negara berkembang untuk dapat menikmati karya cipta orang asing. Atas dasar ini pulalah UHC 1982, memberikan batasan 25 tahun, sesuai dengan maksud Indonesia untuk menjadi anggota Konvensi Bern pada masa datang, meskipun sampai pada hari ini kita tidak melihat realisasinya. Walaupun pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta 25 tahun tersebut merupakan: Ketentuan yang diambil alih dari Konvensi Bern dengan alasan agar mempermudah bila Indonesia menjadi salah satu anggota konvensi, tetapi dalam perkembangan selanjutnya yang akhir-akhir ini terlihat adanya upaya untuk menggantikan atau merevisi undang-undang hak cipta 1982, yang pembatasan jangka waktu hak cipta tersebut telah dinaikkan menjadi 50 tahun setelah meninggalnya si pencipta. 47 Sebenarnya mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta adalah merupa-kan penjelmaan dari pandangan tentang hakikat pemilikan, dikaitkan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk bermasyarakat, di mana hak milik itu dianggap mempunyai fungsi sosial. Inilah yang kami maksudkan landasan filosofis dan budaya hukum yang dianut oleh suatu negara dalam perlindungan hak cipta tersebut.
47
Simorangkir, J.C.T., Beberapa Catatan Mengenai Perubahan UU Mengenai Hak Cipta, Jakarta, Kompas, 25 Februari 1987, hal. IV. Lihat juga Nugroho F. Yudo, Tanda Tanya Menyertai UU Hak Cipta, Jakarta, Kompas, 15 September 1987, hal. IV. 45
Sampai pada batas tertentu, memang hak cipta itu dimaksudkan untuk memperhatikan keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepen-tingan umum (masyarakat luas). Dua kepentingan ini tidak dapat dipisahkan. Oleh hukum pengakuan milik perorangan dan milik umum kedua-duanya mendapat tempat dalam tatanan hukum tiap-tiap bangsa di dunia ini, sekalipun dasar filosofis negaranya berbeda. Di negara-negara penganut paham liberalis sama halnya juga di negara-negara penganut paham komunis, kedua-duanya menempatkan pengakuan adanya hak individu dan hak publik. Oleh karena itu, dapatlah dimengerti bahwa pembatasan jangka waktu hak cipta itu adalah merupakan pertimbangan atas milik umum dan milik individu (perorangan). Bagi Indonesia yang menganut Falsafah Pancasila, menempat keseimbangan atas dua kutub tersebut, pengakuan hak individu dan hak publik. Antara kepentingan individu dan masyarakat merupakan dwi tunggal yang tak dapat dipisahkan. Pancasila mempertemukan kedua pandangan ini. Bahkan jika kita bandingkan dengan negara yang masyarakatnya individualistis materialis sekalipun seperti Amerika Serikat, juga mengadakan pembatasan mengenai pemilikan hak cipta dalam undang-undangnya. Artinya pada suatu waktu hak cipta itu menjadi milik publik juga. Mungkin bagi kita di Indonesia hal ini mempunyai arti lain. Sebab jika kita lihat dalam perubahan UHC 1982, di sana kembali diperpanjang jangka waktu pemilikan hak cipta itu menjadi 50 tahun yang sebelumnya hanya 25 tahun dan dalam UHC No. 46
19 Tahun 2002 jangka waktu pemilikan cipta 50 tahun ini dan dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014 menjadi 70 tahun. Dengan jangka waktu relatif yang panjang itu, keseimbangan antara kepentingan individu dengan masyarakat yang dikenal dengan konsepsi hak milik berfungsi sosial48 dapat lebih terwujud. Ada kesan dengan masa 70 tahun (semasa hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah meninggal) pemilikan hak cipta, UHC Indonesia nampaknya ingin menonjolkan hak individu. Tetapi jauh dari anggapan itu semua, di samping menyesuaikan diri dengan Konvensi Internasional, lebih dari itu adalah untuk memberikan penghargaan yang maksimal kepada pencipta dan ahli warisnya. Dengan demikian diharapkan aktivitas dan kreativitas para pencipta dapat tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan lebih dari itu sudah selayaknya pula dipikirkan untuk memberikan insentif oleh pemerintah kepada setiap pencipta yang melahirkan karya cipta baru, demikian pula terhadap penemuan dalam bidang hak atas kekayaan perindustrian. Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta, UHC Indonesia dan Konvensi Internasional membedakan pula jangka waktu perlindungan hak cipta yang didasarkan pada bentuk dan sifat ciptaan.
48 Kalau kita melihat sejenak ke belakang bahwa dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950 pada pasal 26 menyebutkan hak milik itu berfungsi sosial, lebih dari itu A.P. Parlindungan menulis bahwa dalam UUPA menyebutkan tidak saja hak milik yang berfungsi sosial tapi semua hak (atas tanah). Hak cipta sebagai hak milik, dalam penggunaannya harus pula dilandaskan atas fungsi sosial ini. Hal ini tegas dinyatakan dalam penjelasan umum Undang-undang No. 19 Tahun 2002 pada butir 2 menyebutkan bahwa, “undang-undang ini selain dimasukkan unsur baru mengingat perkembangan teknologi, diletakkan juga unsur kepribadian Indonesia yang mengayomi baik kepentingan individu maupun masyarakat sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kedua kepentingan termaksud”.
47
Khusus untuk ciptaan : a. b. c. d. e. f. g.
karya fotografi; Potret; karya sinematografi; permainan video; Program Komputer; perwajahan karya tulis; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; dan j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman. Demikian juga terhadap perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman. 49 Negara juga dapat menjadi pemegang hak cipta, yaitu khusus untuk hak cipta atas budaya tradisional. Jangka waktu negara sebagai pemegang hak cipta atas budaya tradisional tersebut diberikan tanpa batas waktu. Khusus dalam hal ciptaan telah dilakukan Pengumuman tetapi tidak diketahui Penciptanya, atau hanya tertera nama aliasnya atau samaran Penciptanya, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang melakukan Pengumuman untuk kepentingan Pencipta, hak ciptanya dipegang oleh negara dan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman. 50
49 50
Republik Indonesia, Undang-undang No. 28 Tahun 2014, Op.Cit, Pasal 59 Ibid, Pasal 60 jo. Pasal 39 ayat (1) dan (3). jo. Pasal 39 ayat (1) dan (3). 48
Masa berlaku pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan yang dilakukan Pengumuman bagian per bagian dihitung sejak tanggal Pengumuman bagian yang terakhir. Dalam menentukan masa berlaku pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan yang terdiri atas 2 (dua) jilid atau lebih yang dilakukan Pengumuman secara berkala dan tidak bersamaan waktunya, setiap jilid Ciptaan dianggap sebagai Ciptaan tersendiri. 51
5. Hak Terkait (Neighbouring Rights) Karya Musik dan Lagu Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 mengatur tentang neighboring rights dengan menggunakan istilah hak terkait. Undang-undang ini merumuskan tentang hak terkait yaitu hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau
52
lembaga Penyiaran.
53
Jadi, ada 3 (tiga) hal yang termasuk dalam lingkup hak terkait yaitu : a. Hak pelaku pertunjukan b. Hak produser fonogram c. Hak lembaga penyiaran Undang-undang No. 28 Tahun 2014 memasukkan hak moral pelaku pertunjukan sebagai bahagian dari hak terkait yang merupakan hak eksklusif meliputi: a. hak moral Pelaku Pertunjukan; b. hak ekonomi Pelaku Pertunjukan; c. hak ekonomi Produser Fonogram; dan d. hak ekonomi Lembaga Penyiaran. 54 51
Ibid, Pasal 61. Kata “atau” itu seharusnya menggunakan kata “dan” sebab kata “atau” itu memberi makna bahwa produser fonogram sama dengan lembaga penyiaran. Sedangkan yang sesungguhnya hak produser fonogram berbeda dengan hak lembaga penyiaran. 53 Republik Indonesia, Undang-undang No. 28 Tahun 2014, Op.Cit, Pasal 1 butir 5. 54 Ibid, Pasal 20. 52
49
Penambahan hak moral pelaku pertunjukan sebagai bahagian dari hak terkait sebenarnya tidak perlu dicantumkan didalam pasal tersebut sebab hak moral itu sudah diatur dalam bab tersendiri dalam undang-undang ini. Apalagi istilah hak terkait ini sebetulnya adalah istilah yang sudah baku dalam terminologi hak cipta yang bersumber dari hukum asing. Berikut ini akan diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan hak terkait dimaksud.
50
BAB II TARGET DAN LUARAN
Target yang menjadi sasaran kegiatan ini adalah : 4. Mahasiswa 5. Anggota masyarakat 6. Pengurus dan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat Luaran yang dicapai adalah publikasi nasional dan laporan.
51
BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
Permasalahan Dalam Masyarakat “Longgarnya tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Ada kesenjangan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan”
-
Ketidak pahaman terhadap undang-undang hak cipta dan tidak ada tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum
Mahasiswa Fakultas Hukum USU Anggota Masyarakat Pengurus dan Anggota Lembaga Swadaya Masyarakat
Masyarakat Pasif (Sebelum Penyuluhan)
Pemahaman Mahasiswa Fakultas Hukum USU, Anggota Masyarakat dan LSM
Aktivitas Penyuluhan oleh Tim
Setelah Penyuluhan, paling tidak masyarakat mendapat pengetahuan pesan moral bahwa pelanggaran hak cipta tanpa izin pencipta tidak saja merupakan pelanggaran hukum ttapi juga pelanggaran moral yang berdampak pada menurunnya kreativitas para pencipta dalam karya musik dan lagu
52
BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Khalayak Sasaran yang Strategis Pada dasarnya kegiatan penyuluhan hukum tentang peningkatan kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu ini ditujukan untuk masyarakat secara umum. Namun untuk lebih mengefektifkan penyuluhan ini perlu kiranya dibentuk kelompok-kelompok kecil tertentu di dalam masyarakat sehingga penyuluhan ini dapat tersalurkan dengan baik. Oleh karena itulah, sebagai sasaran dalam pengabdian masyarakat ini ditetapkan adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, anggota masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat. Kelompok masyarakat ini nantinya diharapkan dapat menjadi agen pembangunan guna “menularkan” pengetahuan tentang peningkatan kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu. Pada akhirnya diharapkan masyarakat yang telah mengikuti penyuluhan ini paling tidak dapat membawa pesan moral bahwa bahwa pelanggaran hak cipta tanpa izin pencipta tidak saja merupakan pelanggaran hukum tetapi juga pelanggaran moral yang berdampak pada menurunnya kreativitas para pencipta dalam karya musik dan lagu.
53
B. Keterkaitan Pengabdian ini dilakukan sesuai dengan aplikasi di bidang ilmu hukum keperdataan serta berdasarkan pada pertimbangan adanya kemudahan dari pihak mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat untuk melakukan kegiatan ini.
C. Metode Kegiatan Masalah kesadaran hukum masyarakat berkaitan erat dengan masalah pembangunan nasional dalam hal ini kaitannya terdapat dalam dua dimensi yaitu dimensi pertama kesadaran hukum dapat dipandang independent variable yaitu dipandang sebagai indikator yang dapat menciptakan sarana yang dapat mendukung dan mempercepat pembangunan secara keseluruhan. Dimensi kedua bahwa kesadaran hukum dapat dipandang sebagai suatu obyek atau sasaran pembangunan khususnya pembangunan di bidang hukum. Bila kesadaran hukum masyarakat dipandang sebagai independent variable maka faktor mutlak yang harus dipenuhi adalah meningkatkan penyuluhan hukum terhadap masyarakat, karena kesadaran hukum masyarakat merupakan determinan materil untuk timbul dan berprosesnya hukum dalam masyarakat. Meningkatnya pengetahuan warga masyarakat akan aturan hukum diharapkan akan berpengaruh terhadap tingkat penghayatan dan ketaatan terhadap hukum. Permasalahan utama yang ditemukan adalah bahwa pengetahuan masyarakat akan norma hukum masih rendah. 54
Dalam hal ini salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah memberikan penyuluhan hukum yang diberikan dalam bentuk penyuluhan hukum tentang peningkatan kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu. Kegiatan yang dilakukan dalam pengabdian masyarakat ini adalah dalam bentuk : 1. Ceramah umum kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat. 2. Tanya jawab langsung (diskusi) antara penceramah dengan kelompok sasaran. 3. Simulasi penyuluhan hukum tentang peningkatan kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu.
D. Rencana dan Jadwal Kerja Kegiatan ini direncanakan dalam kurun waktu 1 (satu) bulan yang direncanakan dilaksanakan pada pertengahan bulan Nopember 2015 sampai dengan pertengahan bulan Desember 2015 mengikuti schedule yang dibuat dalam tabel berikut :
55
No
Nama Kegiatan 1
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Minggu Ke2 3
Survey lapangan Diskusi dan pembuatan proposal Pengajuan proposal Diskusi dan pelaksanaan sosialisasi Melaksanakan penyuluhan Pembuatan laporan
E. Susunan Personalia Pelaksana Pengabdian Masyarakat I. KETUA PELAKSANA Nama Lengkap
: Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum
NIP/NIDN
: 196202131990031002 / 0013026203
Pangkat/Golongan
: Pembina Utama Muda / IV c
Tempat/Tanggal Lahir
: Kisaran, 13 Februari 1962
Alamat
: Jl. Titi Papan Gg. Pertahanan No. 19 Sei Sikambing D - Medan – 20119
Bidang Keahlian
: Hukum Hak Kekayaan Intelektual
II. TENAGA PELAKSANA I Nama Lengkap
: Dr. Edy Ikhsan, SH, MA
NIP/NIDN
: 196302161988031002 / 0016026304
Pangkat/Golongan
: Pembina Utama Muda / IV c
Tempat/Tanggal Lahir
: Medan, 16 Februari 1963
Alamat
: Jl. Duta Wisata No.101 Komplek Villa Prima Indah, Medan
Bidang Keahlian
: Antropologi Hukum 56
4
III. TENAGA PELAKSANA III Nama Lengkap
: Dr. Abdul Hakim Siagian, SH, M.Hum
NIDN
: 0115086502
Pangkat/Golongan
: Lektor / III d Dosen Tenaga Profesional FH-USU
Tempat/Tgl. Lahir
: A.Bon Bon, 15 Agustus 1965
Alamat
: Jl. Pelita VI No. 16 Kel. Sidorame Barat II Kec. Medan Perjuangan, Kota Medan
Bidang Keahlian
: Hukum Perlindungan Konsumen
57
BAB V HASIL KEGIATAN
A. Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 15 Desember 2015 di Medan yang dihadiri oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat sebanyak 109 orang. Kegiatan pengabdian ini diawali pada tahap persiapan pada pertengahan bulan November 2015 yakni diawali dari penjajakan dan survey di lapangan. Pada bulan November itu diperoleh informasi bahwa pembajakan hak cipta musik dan lagu yang dihadapi masyarakat saat ini sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Peristiwa pembajakan itu tidak hanya dilakukan melalui penggandaan dalam bentuk kepingan VCD dan DVD tetapi pembajakan itu dilakukan melalui pengunduhan (download) melalui jaringan intranet dan internet, sehingga hal ini merugikan hak-hak ekonomis para pencipta yang dalam hal ini adalah para musisi. Pada tahap berikutnya tim sosialisasi ini menyusun proposal dengan mengumpulkan
beberapa
referensi
terkait
tentang
pentingnya
pengetahuan
masyarakat tentang hak cipta agar masyarakat memiliki kesadaran hukum terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu. Setelah proposal tersusun dengan baik tim mengajukan proposal tersebut untuk mendapat persetujuan dari pimpinan fakultas. Untuk selanjutnya proposal tersebut diteruskan ke Lembaga Pengabdian Pada
58
Masyarakat Universitas Sumatera Utara agar kegiatan penyuluhan hukum ini dapat terlembaga. Pelaksanaan kegiatan tersebut pada minggu-minggu berikutnya yaitu pada awal bulan Desember 2015 dilakukan penjajakan tempat kegiatan penyuluhan dan akhirnya disetujui pelaksanaan itu dilaksanakan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Secara simultan kegiatan selanjutnya adalah menyampaikan undangan kepada para peserta di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang meliputi mahasiswa S1, mahasiswa S2 dan mahasiswa S3. Kegiatan penyuluhan hukum ini akhirnya dapat dilaksanakan pada pukul 10.00 Wib dan ditutup hingga pukul 13.10 Wib. Dalam kegiatan penyuluhan hukum tersebut disampaikan ceramah interaktif yang intinya adalah mensosialisasikan undang-undang hak cipta kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam kaitannya dengan peningkatan kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan karya cipta musik dan lagu. Dalam kegiatan tersebut dapat dipahami bahwa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sangat antusias. Paling tidak mereka memahami bahwa pelanggaran hak cipta tanpa izin pencipta tidak saja merupakan pelanggaran hukum tetapi juga pelanggaran moral yang berdampak pada menurunnya kreativitas para pencipta dalam karya musik dan lagu.
59
B. Analisis Hasil Kegiatan Kegiatan ini pada tahap awal dapat disimpulkan memberi makna yang sangat berarti bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut. Mereka yang selama ini tidak memahami undang-undang hak cipta dan tidak patuh terhadap hukum jadi mengerti dan mematuhi hukum. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa kegiatan ini paling tidak telah membawa pesan moral bagi peserta penyuluhan bahwa pelanggaran hak cipta tanpa izin pencipta tidak saja merupakan pelanggaran hukum tetapi juga pelanggaran moral yang berdampak pada menurunnya kreativitas para pencipta dalam karya musik dan lagu.
C. Faktor Pendorong dan Penghambat Faktor pendorong kegiatan sosialisasi ini mendapat dukungan dari berbagai pihak terutama para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat. Kesemua ini tentu memberi motivasi yang dapat menyemangati pelaksanaan penyuluhan hukum tersebut. Dalam penyuluhan hukum ini, tidak ditemukan faktor penghambat yang berarti, hanya saja memang dalam pelaksanaan kegiatan ini sulitnya untuk menghadirkan para peserta penyuluhan karena bidang hukum ini bukanlah bidang yang mereka butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya untuk memenuhi kuota undangan dalam pelaksanaan kegiatan ini, kami terpaksa bekerjasama dengan
60
Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Hukum USU dan Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Pusaka. Disamping itu, ada juga anggapan bahwa kegiatan penyuluhan ini adalah semacam kegiatan seremoni yang hanya berfungsi untuk asesoris yang setelah lepas kegiatan, maka selesailah semuanya. Masyarakat menjadi sangat trauma untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sejenis karena tidak ada tindak lanjut dari tiap-tiap kegiatan yang dilakukan. Kondisi ini dilatar belakangi oleh banyaknya kegiatankegiatan yang dilakukan adalah untuk menghabiskan anggaran-anggaran pemerintah dalam bidang penyuluhan yang hampir ada pada setiap instansi pemerintah.
61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan “Penyuluhan Hukum tentang Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Perlindungan Karya Cipta Musik dan Lagu” adalah sebagai berikut : 1. Bentuk perlindungan hukum yang dirumuskan secara normatif dalam Undangundang Hak Cipta Indonesia pada beberapa kali perubahan, sebelum terakhir dirubah melalui Undang-undang No. 28 Tahun 2014 terhadap karya cipta musik dan lagu masih terbatas pada perlindungan hak eksklusif sebagai hak keperdataan immaterial dan hak moral serta hak terkait, tetapi dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014 sudah lebih tegas disebutkan sebagai hak ekonomi dan hak moral yang keduanya terdapat juga pada hak terkait, namun demikian sekalipun sanksi pidana sudah lebih tinggi dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014, namun perubahan bentuk delik dari delik biasa menjadi delik aduan justru memperlemah bentuk perlindungan hukum. 2. Tingkat kesadaran hukum mahasiswa Fakultas Hukum USU terhadap perlindungan karya musik dan lagu menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2014, untuk tingkat pemahaman dan pengetahuan, berada pada batas peringkat yang cukup tinggi (85%) tapi pada tingkat kepatuhan pada tataran law enforcement
62
cukup rendah. Adapun alasan mereka melanggar ketentuan itu sangat variatif, namun yang memiliki implikasi hukum adalah alasan bahwa tidak adanya sanksi hukum yang tegas atas tindakan mengunduh tanpa izin pencipta atau pemegang hak termasuk tidak adanya bukti nyata tentang penegakan hukum atas peristiwa kejahatan itu. 3. Cara untuk mengantisipasi pembajakan karya musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet adalah melalui instrumen/tone pada fitur phone dan sistem penangkalannya dapat dilakukan seperti perhitungan pemakai pulsa pada penggunaan telepon dan listrik atau dapat diminimalisir melalui pemblokiran terhadap pihak-pihak yang meng-upload karya musik dan lagu tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta seperti yang dilakukan oleh Kementerian Informasi dan Komunikasi untuk situs pornografi.
B. Saran Adapun saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 1. Sebagai hak ekonomi yang bersifat eksklusif disarankan agar merubah kembali sifat delik dari delik aduan ke delik biasa, sebab kejahatan terhadap harta kekayaan adalah termasuk pada delik umum yang bernuansa publik (berbeda pada delik kejahatan terhadap kehormatan seperti menghina atau memfitnah yang cenderung pribadi, begitu juga delik pencurian dalam keluarga yang bernuansa privat) yang dampaknya terhadap pengrusakan moral publik begitu besar dengan kerugian pada pencipta dan negara (sektor pajak) mencapai triliyunan rupiah. 63
2. Perlu ketegasan dalam penerapan sanksi pidana (tentunya juga perdata) terhadap para pembajak melalui jaringan internet dan intranet seperti yang diterapkan di Jepang dan sebagian besar negara-negara di Eropa agar kreativitas pencipta musik dan lagu di kalangan musisi Indonesia dapat tumbuh dan para musisi dapat hidup layak. 3. Berbagai lembaga terkait perlindungan hak cipta seperti Lembaga Manajemen Kolektif, lembaga penyiaran, Ditjen HKI, WIPO, merumuskan pola penangkalan yang jitu dan tepat untuk mengantisipasi pengunduhan tanpa izin oleh masyarakat luas terhadap karya cipta musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet misalnya meminta kepada lembaga resmi pemerintah seperti Kementerian Informasi dan Komunikasi untuk memblokir situs yang memuat atau mengupload karya musik dan lagu tanpa izin dari pihak pencipta atau pemegang hak cipta.
64
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Harsya W., Sistem Budaya Indonesia, Budaya dan Manusia di Indonesia, Hanidita, Yogyakarta, 1985. Badrulzaman, Mariam Darus Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, BPHN Alumni, Bandung, 2010. Black, Donald, Sociological Justice, Oxford University Press, New York, 1989. Cornish & Llewelyn, Intellectual Property : Patents, Copyright, Trade Marks and Allied Rights, Thomson, Sweet & Maxwell, 2003. Goldstein, Paul, Copy Rights Highway, From Gutenberg to the Celestial Jukebox (1994) diterjemahkan oleh Masri Maris, dengan judul Hak Cipta Dahulu, Kini dan Esok, Yayasan Obor, Jakarta, 1997. Ihromi, T.O., Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993. Kleden, Ignas, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta, 1987, hal. 17. Lihat juga Kathleen Newland dan Kemala Candrakirana Soedjatmoko, Menjelajah Cakrawala, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994. Koetyaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, 1986, hal. 180181. Lihat juga Koetyaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1987. Mahadi, Hak Milik Immateril, BPHN, Jakarta, 1985. -------, Hak Milik Dalam Sistem Hukum Perdata Nasional., Jakarta, BPHN, 1981. Masjchoen Sofwan, Sri Soedewi, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981. Rahardjo, Satjipto, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Publishing, Jakarta, 2009. Rasjidi, Lili dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007. Saidin, OK, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015. 65
--------------, Transplantasi Hukum Asing ke Dalam Undang-undang Hak Cipta Nasional dan Penerapannya Terhadap Perlindungan Karya Sinematografi (Studi Kritis Terhadap Dinamika Politik Hukum Dari Auteurswet 1912 ke TRIPs Agreement 1994), Disertasi, Program Doktor S3, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2013. Shauqi, Saddam, Perlindungan Karya Sinematografi Dalam Bentuk DVD Menurut UU No. 19 Tahun 2002 (Sduti di Kota Medan), Skripsi, FH-USU, Medan, 2013. Seidman, Ann dan Robert B. Seidman, State and Law in The Development Process Problem-Solving and Institutional Change in the Third World, St. Martin’s Press, 1994. Seidman, Robert B., The State, Law and Development, St. Martin's Press, New York, 1978. Simorangkir, J.C.T., Beberapa Catatan Mengenai Perubahan UU Mengenai Hak Cipta, Jakarta, Kompas, 25 Februari 1987. Soedewi, Sri Masjchoen Sofwan, Yogyakarta, 1981.
Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty,
Soekanto, Soerjono, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Rajawali, 1988. Tanya, Bernard L. (et.all), Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010. Tashakkori, Abbas, Charles Teddlie, Hand Book Of Mixed Methods In Social & Behavioral Research, (Terjemahan Daryatno), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010. Wahyudi, J.B., Dasar-dasar Manajemen Penyiaran, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994. Valdes, Mario J., (ed), Reflection and Imagination : A Ricour Reader, Harvester Wheatsheaf, New York, 1991. Wignjosoebroto, Soetandyo, Penelitian Hukum Normatif : Analisis Penelitian Filosofikal dan Dogmatikal, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009. Yudo, F. Nugroho Tanda Tanya Menyertai UU Hak Cipta, Jakarta, Kompas, 15 September 1987.
66
LAMPIRAN-LAMPIRAN
67
TERTIB ACARA “PENYULUHAN HUKUM TENTANG PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP PERLINDUNGAN KARYA CIPTA MUSIK DAN LAGU” Tanggal 15 Desember 2015 Waktu
Acara
Oleh
10.00-10.10 Wib 10.10-10.15 Wib 10.15-10.20 Wib 10.20-11.00 Wib
Pembukaan oleh Protokol Sambutan Ketua Pelaksana Do’a Pemaparan Makalah : “Penegakan Hukum Karya Cipta Musik dan Lagu Melalui Jaringan Intranet dan Internet”
Muhammad Syukri Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum Dr. Abdul Hakim Siagian, SH, M.Hum Oleh : Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum Moderator : Dr. Edy Ikhsan, SH, MA Notulis : Dr. Abdul Hakim Siagian, SH, M.Hum
11.00-13.00 Wib 13.00-13.10 Wib
Tanya Jawab Penutupan
Dipandu oleh : Dr. Edy Iksan, SH, MA Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum
68
PENEGAKAN HUKUM KARYA CIPTA MUSIK DAN LAGU MELALUI JARINGAN INTRANET DAN INTERNET A. Pendahuluan Persoalan budaya hukum menjadi tema yang menarik dalam penegakan hukum perlindungan atas karya musik dan lagu di Indonesia. Undang-undang Hak Cipta yang terakhir telah pula merubah delik pelanggaran hak cipta yang semula adalah merupakan delik biasa, sekarang berubah menjadi delik aduan. Hal ini akan semakin membuka peluang bagi pelanggaran hak cipta karya musik dan lagu. 55
Budaya hukum dalam tesis ini akan digunakan sebagai pendekatan untuk melihat salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia khususnya dalam bidang hak cipta musik dan lagu. Dalam beberapa literatur, pemaknaan terhadap budaya hukum selalu dicari melalui akar katanya yakni budaya dan hukum. Budaya selalu pula dikonsepkan secara sempit. Dalam studi-studi antropologi budaya sering juga dirumuskan sebatas sistem lambang, sistem material dan sistem sosial selalu dilepaskan dari konsep budaya meskipun sesungguhnya antara sistem material dan sistem sosial selalu ada hubungan yang saling berkaitan, berjalin, berkelindan dalam satu sistem lambang. 56 Akan tetapi dalam pandangan yang terintegral atau holistik budaya selalu dikonsepkan sebagai sistem makna dan sistem nilai yang diletakkan dalam lapis dan basis mental. Lapis dan basis mental adalah bahagian yang terdalam dari sebuah budaya karena dimensi terdalam budaya terdapat pada nilai yang melekat di dalamnya. 57 Sebagai suatu sistem nilai (system of value) budaya akan melahirkan ide-ide normatif sedangkan sebagai suatu sistem makna (system of meaning) budaya akan melahirkan ide-ide kognitif. Keduanya melekat dan saling tidak terpisahkan (inheren) pada budaya sebagai sistem lambang dan secara serempak membangun dunia secara berulang-ulang (the symbolic system make and remake the world). 58 Koentjaraningrat 59 memberikan batasan bahwa hampir seluruh aktivitas manusia adalah kebudayaan kecuali perilaku refleks yang didasarkan pada naluri yang tidak dikategorikannya sebagai kebudayaan. Ia membagi 3 wujud kebudayaan : Pertama, wujud kebudayaan berupa kompleksitas ide-ide, gagasan, nilai-nilai, normanorma, peraturan yang merupakan wujud ideal dan sifatnya abstrak. Kedua, wujud yang berupa kompleksitas aktivitas perilaku yang terpola dari manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Ketiga, wujud yang berupa benda-benda hasil karya manusia yang bersifat konkrit atau nyata.
55 Seringkali pencipta atau pemegang hak cipta yang tinggal di Jakarta tidak mengetahui kalau karya mereka dibajak di daerah-daerah dan pelosok-pelosok di luar Jakarta. Jika delik yang mengatur tentang pelanggaran hak cipta ini sebagai delik aduan, sudah pasti para pencipta atau pemegang hak cipta yang karyanya dibajak itu tidak dapat melakukan pengaduan ke aparat penegak hukum di kantor polisi setempat. Apalagi pembajakan itu dilakukan di berbagai tempat di Indonesia yang pelakunya berbeda-beda. Tentu saja hal ini menjadi semakin kompleks dalam proses untuk penegakan undang-undang hak cipta No. 28 Tahun 2014 tersebut. 56 Lebih lanjut lihat Harsya W. Bachtiar, Sistem Budaya Indonesia, Budaya dan Manusia di Indonesia, Hanidita, Yogyakarta, 1985, hal. 67. 57 Lebih lanjut lihat Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta, 1987, hal. 17. Lihat juga Kathleen Newland dan Kemala Candrakirana Soedjatmoko, Menjelajah Cakrawala, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hal. 95. 58 Lebih lanjut lihat Paul Ricour, dalam Mario J. Valdes (ed), Reflection and Imagination : A Ricour Reader, Harvester Wheatsheaf, New York, 1991, hal. 117. 59 Koetyaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, 1986, hal. 180-181. Lihat juga Koetyaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1987, hal. 12.
69
Bertolak dari konsep kebudayaan yang diuraikan di atas, jika dihubungkan dengan hukum maka sebenarnya, hukum adalah merupakan sub sistem dari budaya karena hukum tidak hanya berisikan gagasan, ide-ide dan nilai-nilai akan tetapi juga secara nyata (empirik) hukum juga merupakan kompleksitas dari perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat.60 Hukum merupakan konkritisasi dari nilai-nilai budaya yang dihasilkan dari berbagai interaksi dalam kehidupan bermasyarakat. Wujudnya dapat dalam bentuk gagasan-gagasan tentang keadilan, tentang persamaan dapat juga dalam bentuk kitab undang-undang, putusan hakim, dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan serta dalam bentuk doktrin hukum. Oleh karena itu dimanapun ada masyarakat di dunia ini didalamnya pasti ada hukum (ubi sosietes ibi ius) sebagai hasil dari kebudayaan. Jika mau dikelompokkan hukum termasuk dalam budaya immateril. Konsekuensi terhadap hukum yang merupakan produk kebudayaan akan memunculkan apa yang disebut dengan relativitas budaya. Berdasarkan konsep ini, hukumpun akan mengikuti kenyataan jika masyarakat yang akan melahirkan kebudayaan itu bersifat plural maka nilai-nilai normatif yang dianut juga akan bersifat plural. Karena itu hukum sering tidak mempunyai kekuatan berlaku secara universal. Pilihan-pilihan hukum selalu ditentukan tempat di mana hukum itu diberlakukan. Yang oleh Donal Black disebutnya bahwa keberlakuan hukum sangat ditentukan oleh keadaan disekitar atau yang mengelilingi norma hukum itu diberlakukan. 61 Oleh karena itu tiap-tiap perilaku stakeholders dalam praktek penegakan hukum adalah merupakan budaya hukum mulai dari perilaku legislatif ketika hukum itu dibuat, prilaku birokrasi atau budya eksekutif yang mengintervensi lembaga legislatif dan judikatif, sampai pada perilaku yudikatif sebagai lembaga penegak hukum dan perilaku masyarakat sebagai pemegang peran terhadap aktivitas penegakan hukum. B. Fenomena Pembajakan Hak Cipta Musik dan Lagu Dalam berbagai pemberitaan dan diikuti dengan berbagai seminar serta hasil-hasil penelitian hampir semuanya menyimpulkan bahwa praktek pembajakan karya cipta musik dan lagu sudah sampai di ambang titik nadir. Ini semua sudah tentu akan menimbulkan persoalan tersendiri di kalangan para musisi dan perusahaan rekaman suara. 62 Para musisi, sebut saja misalnya antara lain Anang Hermansyah dan para penampil (pemegang hak neighbouring rights) seperti Delon, telah mengajukan berbagai keberatan atas pembajakan karya musik dan lagu yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka. Berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, para musisi menghabiskan waktunya untuk dapat mencipakan notasi dan lirik lagu untuk menjadi karya cipta musik dan lagu. Waktu, tenaga dan biaya yang mereka habiskan tidak sebanding dengan hasil yang mereka peroleh karena ternyata kemudian hak cipta mereka dibajak. Untuk menyikapi ini, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pun turun tangan dan turut urun rembuk dengan para musisi dan memerintahkan kepada jajaran Kepolisian untuk menindak tegas para pelaku pembajak. Walaupun dalam pernyataannya presiden Jokowi menegaskan untuk menindak para pembajak yang berskala besar. Padahal dalam hukum sesungguhnya tidak boleh ada diskriminasi skala besar atau skala kecil karena skala kecil pun kalau dilakukan oleh banyak pihak akan menimbulkan kerugian yang besar juga.
60 Uraian-uraian tentang ini lebih lanjut lihat T.O. Ihromi, Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993. Bandingkan juga dengan Soerjono Soekanto, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Rajawali, 1988, hal. 164. 61 Lebih lanjut lihat Donald Black, Sociological Justice, Oxford University Press, New York, 1989. 62 Lebih lanjut lihat OK. Saidin, Transplantasi Hukum Asing ke Dalam Undang-undang Hak Cipta Nasional dan Penerapannya Terhadap Perlindungan Karya Sinematografi (Studi Kritis Terhadap Dinamika Politik Hukum dari Auteurswet 1912 ke TRIPs Agreement 1994), Disertasi, Program Doktor (S3) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013. Dalam disertasi itu disimpulkan bahwa pembajakan karya musik dan lagu yang dituangkan dalam VCD dan DVD dalam bentuk karya sinematografi tidak berhenti ketika delik pidana yang semula berupa delik aduan berubah menjadi delik biasa dan ancaman hukumannya dinaikkan dari waktu ke waktu berdasarkan periodisasi perubahan undang-undang hak cipta nasional.
70
Berikut ini ditampilkan tabel tentang pandangan dan sikap para musisi dan pemerintah serta aparat penegak hukum terhadap fenomena pembajakan karya musik dan lagu Tabel 1 : Pandangan dan Sikap Musisi, Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum Terhadap Fenomena Pembajakan Karya Musik dan Lagu Tanggal
Pembicara
21 Mei 2015
Jokowi
3 Desember 2014
Delon & Tantowi
20 April 2015
Anang & Kusplus
18 September 2015
Bambang Waskito (Direktur tindak pidana ekonomi dan khusus badan reserse criminal kepolisian RI) Ketua Umum Assiri Gumilang Ramadhan Gita Wirjani Mendag Priode SBY Keisi Ishizaka CEO, Waner Music Japan
18 Mei 2015 17 Mei 2013 20 Juni 2012
Isi Tindak pembajakan hak cipta skala besar Harapan musisi agar undang-undang baru mengurangi pembajakan Adukan pembajakan ke Polda Metro Jaya Bareskrim akan pidanakan pelaku pembajakan musik Kerugian Indonesia 2,8 milyar lagu illegal di Indonesia Kerugian Indonesia 4,5 triliun/tahun Di Jepang pengunduh illegal diancam pidana
Sumber : Saddam Shauqi, Tesis, 2015.
Dalam beberapa kasus pembajakan hak cipta telah membuktikan bahwa pelakunya tidak pernah mudah untuk “dijaring”. Pembuatan VCD dan DVD bajakan diawali dari pengunduhan melalui jaringan intranet dan internet. Fenomena ini tidak pernah ditemui pada masa-masa awal ditemukannya teknologi perekam suara ketika masih menggunakan bentuk kaset. Tetapi seiring dengan berjalannya peradaban umat manusia yang ditopang oleh kemajuan teknologi, informasi dan teknologi serat optik menyebabkan begitu mudah para pengunduh karya musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet untuk mendapatkan musik dan lagu tanpa harus membayar royalti. C.
Beberapa Kasus Pembajakan Karya Musik dan Lagu yang Digelar di Pengadilan. WASHINGTON - Pengadilan Minneapolis Amerika Serikat (AS) mulai memeriksa kembali kasus pembajakan lagu di internet oleh seorang perempuan asal Minnesotta Jamie Thomas. Sebelumnya, ibu satu anak tersebut pada Oktober 2007 dihukum atas tuduhan melakukan aksi pembajakan online musik dan dituntut membayar denda sebesar USD222.000. Thomas merupakan warga pertama yang dituntut atas aksi pembajakan di Internet hingga dibawa ke meja hijau. Seperti dilansir AFP, Jumat (26/9/2008), Thomas telah membajak sekira 24 lagu ke jaringan Kazza yang memungkinkan pengguna internet mengunduh lagu-lagu tersebut. Aksi tersebut merugikan sejumlah perusahaan rekaman seperti Capital Records, Sony BMG Music, Arista Records, Interscope Records, Warner Bros. Records and UMG Recordings, dan menuntut ganti rugi USD9.250 per lagu. Namun, beberapa waktu lalu pengadilan AS mengatakan akan memeriksa kembali kasus pembajakan tersebut untuk melihat apakah Thomas benar-benar mendistribusikan lagu-lagu tersebut atau tidak. "Putusan juri yang kurang tepat secara substansi dapat merugikan hak Thomas, berdasarkan putusan pengadilan kami akan memeriksa kembali kasus tersebut," kata kepala pengadilan Minneapolis, Michael Davis. Menurut Davis, pengadilan memang tidak memaafkan aksi Thomas, tetapi pengadilan harus memeriksa lebih teliti lagi tentang motivasi Thomas melakukan hal itu. Selain itu, davis melihat Thomas tidak mendapatkan satu keuntungan financial pun dari aksinya tersebut. "Tindakan pembajakan yang dilakukan memang illegal, tapi itu biasa terjadi," kata Davis. Lebih lanjut Davis mengatakan, Kongres AS sebaiknya mengamandemen undang-undang hak cipta dan memperjelas aturan pembajakan di internet. Saat ini asosiasi industri rekaman AS menuntut pelaku pembajakan dengan kisaran ganti rugi 3000 hingga USD5.000 per lagu. Sidang Pembajakan Lagu Digelar 13 Juli di PN Jakut Pemerintah punya andil besar dalam pemberantasan pembajakan.
71
Para pelaku industri musik Indonesia bisa sedikit lega kasus laporan pembajakan lagu yang melibatkan rumah karaoke tersohor mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (13/7/2015) nanti. Produser Nagaswara Rahayu Kertawiguna, salah satu orang yang tak kenal lelah berjuang melenyapkan pembajakan musik di Indonesia merasa prestasi ini tak lepas dari Presiden Jokowi yang ikut memantau pemberantasan pembajakan yang dilakukan pihak kepolisian. “Iya, Jokowi minta dikawal sampai ke pengadilan, sampai ke hakim nanti. Sering Pak Jokowi minta kami juga mengawasi dan mengawal,” kata Rahayu saat dihubungi. 63 Lelaki yang berjasa mengorbitkan Kerispatih, Wali, dan Zaskia Gotik ini ingin sidang nanti ada keputusan pengadilan. Jika saja ada perdamaian, maka tidak akan ada efek jera. “Tapi kalau ada keputusan pengadilan itulah bisa buat efek jera,” ungkapnya. Sikap tegas pemerintah juga, menurut Rahayu, membuat pusat penjualan CD illegal 64 di Glodok, Jakarta Pusat, menjadi kocar kacir. “Glodok lebih baik, setelah adanya penggerebekan dan kami melaporkan pelaku utama berikut gudang-gudangnya. Walau ada yang jualan yg ngumpetngumpet tapi kalau dilihat kasat mata sudah tidak ada,” katanya. Rahayu menghitung-hitung, kerugian industri musik dengan adanya penjualan CD illegal untuk di Glodok saja bisa mencapai ratusan triliun setiap tahunnya. Kasus pembajakan karya cipta lagu ‘Cari Jodoh’ yang dipopulerkan Band Wali mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Malang, Jawa Timur, Rabu (1/5/2013). Di sidang pertama itu, bos PT Nagaswara, Rahayu Kertawiguna, dihadirkan. Rahayu adalah bos dari label yang selama ini mendistribusikan karya-karya Faang dan kawan-kawannya itu. Selain bos PT Nagaswara, Rahayu hadir di persidangan sebagai saksi atas dugaan pembajakan yang dilakukan Malikul Akbar Atjil. Kala dihubungi lewat telepon, Kamis (2/5/2013), Rahayu mengatakan, perbuatan yang dilakukan Atjil dengan membajak karya orang lain itu jelas merugikan. “Akan lebih merugikan lagi apabila tindakan pembajakan itu dibiarkan,” ujar Rahayu. Sebagai pemilik label yang mendistribusikan lagu-lagu musisi Indonesia, termasuk artis dan penyanyi Nagaswara, Rahayu mempunyai tugas dan kewajiban untuk ikut-serta menjaga karya para artisnya itu. Kasus lagu ‘Cari Jodoh’ milik Band Wali, cerita Rahayu, pihaknya semula tidak tahu perbuatan yang dilakukan Atjil. “Jangankan memberi tahu, minta ijin memakai lagu ‘Cari Jodoh-nya’ Wali saja tidak dilakukan Atjil,” tutur Rahayu. Menurut Rahayu, akibat aksi pembajakan lagu ‘Cari Jodoh’ itu, sebagai pemegang hak cipta karya tersebut, pihaknya dirugikan Atjil sebesar Rp 1 Milyar. Dalam laporannya yang dibuat tahun 2010, Rahayu menyertakan jumlah kerugian itu. Selama Atjil belum diputus bersalah oleh majelis hakim PN Malang, jelas Rahayu, pihak distribusi Malaysia Incitech bisa terus menjual karya lagu ‘Cari Jodoh-nya’ Band Wali versi Atjil tanpa ada ijin yang jelas. Perkara tersebut dimulai ketika lagu ‘Cari Jodoh’ karya cipta Band Wali dibajak di Malaysia tahun 2009. Setelah dilakukan penyidikan, Polda Jawa Timur menangkap Atjil di Surabaya pada awal tahun 2013. Atjil belakangan diketahui pernah menjadi aktivis Antipembajakan. Saat ditangkap, Atjil mengaku, Malaysia Incitech sudah membeli karya lagu ‘Cari Jodoh’ dari Wali Band. 65 Analisis serta saran yang diberikan Salah satu kasus hak cipta yang bersangkutan pada band asal Indonesia (wali band) yang dibajak oleh negara tetangga yaitu Malaysia (Malikul Akbar Atjil). Dalam kasus ini dapat kita lihat bahwa kurang adanya kesadaran, baik dari pemegang hak cipta ataupun hukum yang ada dari negeri kita sendiri sehingga dari kurangnya kesadaran itulah yang menyebabkan adanya pelanggaran berupa pembajakan hasil kekayaan intelektual yang diciptakan oleh band wali. Pelanggaran tersebut termasuk dalam salah satu hak kekayaan intelektual yang berupa hak cipta, dimana dari pelanggaran ini pencipta merasa dirugikan karena hasil karya yang diciptakannya digunakan atau dibajak tanpa seizin dari pencipta atau pemegang hak. Selain itu peran pemerintah juga sangatlah penting bagi para pelaku 63
Suara.com, Jumat (10/7/2015). Kebanyakan dari kepingan CD illegal itu merupakan hasil pengunduhan dari jaringan intranet dan internet. 65 Ribunnews.com, Jakarta, diunduh tanggal 29 September 2015. 64
72
pembajakan karya cipta yang harus diproses lebih lanjut serta memberikan sanksi tegas karena telah melanggar UU tentang hak cipta No.19 Tahun 2002, dimana peraturan peundang-undangan ini menimbang bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keaneka ragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan dibidang seni dan sastra dengan pengembangannya yang memerlukan hak cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut. Hal ini masuk dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi: 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. 2. Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi. Selain itu dalam kasus ini, pihak dari PT Nagaswara juga merasa dirugikan oleh Atjil sebesar 1 Milyar rupiah dikarenakan dalam laporannya yang dibuat tahun 2010, Rahayu (pihak dari PT Nagaswara) menjelaskan jumlah kerugiannya itu. Selama Atjil belum diputus bersalah oleh majelis hakim PN Malang, pihak distribusi Malaysia Incitech bisa terus menjual karya lagu ‘Cari Jodoh-nya’ Band Wali versi Atjil tanpa ada ijin yang jelas. Hal ini juga bisa masuk pada ketentuan Pasal 56 ayat (1), (2) dan (3) yang berbunyi: 1. Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu. 2. Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. 3. Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. Serta proses selanjutnya yang ditujukan kepada pelanggar hak cipta atas apa yang telah diperbuat yang merugikan pemegang hak atas apa yang diciptakannya yang berupa hasil karya lagu yang digunakan oleh pelanggar hak cipta tanpa adanya izin yang jelas dari pemegang hak. Kasus ini masuk dalam ketentuan tindak pidana pada Pasal 71 ayat (1) yang berbunyi: 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Adapun saran pribadi yang dapat diberikan dalam kasus ini yaitu perlu adanya kesadaran baik dari pihak pemegang hak cipta maupun pemerintah dalam negeri dalam menangani pembajakan hak cipta yang dilakukan oleh Atjil tanpa adanya izin yang jelas dari pemegang hak. Selain itu berikan sanksi yang setegas-tegasnya maupun sekejam-kejamnya bagi pelanggar hak cipta agar memberikan efek jera bagi para pelanggar agar tidak mengulanginya lagi. D. Dampak Pembajakan Hak Cipta Terhadap Pertumbuhan Industri Rekaman Musik dan Lagu 1. Ekonomi Timbulnya pembajakan. Pembajakan juga dituding menjadi ‘biang keladi’ turunnya jumlah penjualan album fisik (audio & video) legal. Data Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), menyebutkan pada 2008 produk bajakan di Indonesia peredarannya mencapai 90% dari produk aslinya. Hanya 10% saja produk rekaman asli beredar di pasaran! Artinya, satu album resmi dirilis, 9 bajakannya sudah muncul di pasaran. 73
Kecanggihan alat rekam berikut pemutarnya menjadikan berbagai urusan bisnis hiburan menjadi semakin mudah. Maka, bila bisnis hiburan semakin mudah untuk dilakukan, akan menjadi suatu ladang bisnis yang sangat menjanjikan untuk menambah kekayaan. 2. Regulasi Pemegang lisensi asli memprotes perusahaan rekaman di Indonesia, terutama setelah digelarnya konser amal Live Aid pada tahun 1985 yang rekamannya diedarkan dalam bentuk kaset. Rekaman bajakan konser amal yang diedarkan di Indonesia tanpa membayarkan kontribusi memicu protes dari para pemegang lisensi. Hal ini membuat pemerintah Indonesia bergerak melarang perekaman tanpa lisensi. Menjelang peraturan pemerintah Indonesia yang mengharuskan peredaran kaset barat berlisensi/bayar royalti, Billboard yang tadinya hanya menerbitkan kaset Barat akhirnya mulai menerbitkan kaset dengan penyanyi Indonesia atau gabungan lagu Barat dengan lagu Indonesia. 3.
Sosial Budaya Pengaruh dari media massa lainnya yaitu televisi, majalah dan internet telah memberikan banyak kontribusi bagi kelangsungan hidup industry rekaman. Berjuta-juta artis bermunculan, membuat suatu karya yang ingin dinikmati khalayak banyak, juga membutuhkan publikasi yang bagus untuk karyanya itu. Begitu pula sebaliknya, media massa tersebut membutuhkan sebuah materi yang paling diminati banyak orang, karya seni. Timbulnya karya seni yang baru, komunitas musik baru, serta mempengaruhi pula pola budaya yang dianut oleh komunitas musik tersebut. 4.
Politik Industri rekaman juga memberikan andil pada bidang politik. Peristiwa di Pendopo Banyuwangi sebenarnya berlangsung di tengah sayup-sayup promosi ”perlunya dilestarikan kebudayaan daerah” yang mulai dihembuskan elit politik Orde Baru di tingkat nasional. Bahkan hampir seluruh kesenian seperti Tayub, Reyog, Ludruk, Topeng, Jaipong, Mocopatan dan lain-lainnya mengalami dampak intervensi pemerintah ini lewat bungkus pelestarian, revitalisasi, dan pembinaan untuk memperkokoh apa yang mereka pandang sebagai kebudayaan nasional. Kebijakan Orde Baru ini diwujudkan dalam berbagai bentuk mulai dari pemberdayaan, penataran, pengawasan, pengubahan, pengetatan izin dan bahkan pengkutukan kesenian tertentu sebagai amoral dan subversi. Adapun media salurannya meliputi pementasan, festival, maupun rekaman. Di Banyuwangi, misalnya, berbagai kesenian dipantau dan dibina melalui Surat Keputusan (SK) Nomor um./1968/50 tertanggal 19 Mei tahun 1970. Berbagai rekaman pun diproduksi dan disiarkan secara intensif di Radio Khusus Pemerintah Daerah (RKPD) Suara Blambangan. Dari rekaman ini lalu diikuti pula oleh kasetisasi serupa yang dilakukan para seniman. Dari catatan yang dibuat oleh Hasan Ali, waktu itu setidaknya muncul dua industri rekaman: Sarianda Record dan Ria Record. Keduanya beroperasi di wilayah kota, sementara di beberapa kecamatan juga muncul industri serupa seperti Moro Seneng Record di Kalibaru dan Kencono Record di Rogojampi. Maraknya industri rekaman yang dikelola oleh para pengusaha lokal ini sebenarnya pernah dinilai oleh pihak RKPD sebagai usaha komersialisasi. Padahal menurut mereka, produksi rekaman hanya ditujukan untuk kepentingan pelestarian dan bukan usaha perdagangan. Lantas keluarlah Surat Edaran Ketua RKPD No. 51/RKPD/V 1972 yang berisi larangan pengedaran dan penjualan lagu-lagu daerah Banyuwangi bagi para pengusaha swasta ini. Kisah lain yang sedikit berbeda dialami Fatra Abal. Pemda pernah membatalkan rekaman seniman Banyuwangi ini lantaran ia meluncurkan lagu berbahasa Using yang dibungkus alunan musik melayu. Abal dinilai merusak corak kebudayaan daerah setempat. Seiring dengan waktu, kasetisasi kesenian yang bersentuhan hangat dengan kekuasaan (politik) ini menjadi fenomena lokal yang khas. Di Ponorogo, sekitar pertengahan tahun 90-an, kasetisasi Reyog berlangsung dalam kaitannya dengan upaya pemda setempat untuk mengontrol dan melestarikan Reyog. Bahkan Bupati Ponorogo waktu itu, April 1993, membentuk sebuah yayasan yang
74
mengokohkan diri sebagai satu-satunya badan pembina Reyog, dan menginstruksikan semua camat dan pembantu bupati untuk membentuk perwakilan Yayasan Reyog di daerah masing-masing. Pelatihan tari, nyanyi dan musik adalah salah satu aktifitas Yayasan ini. Meski tak serutin konco Reyog, kegiatan ini dilaksanakan dengan berbagai cara, melalui beberapa media. Khusus untuk menawarkan pembaruan di bidang nyanyi dan musik, yayasan didukung oleh seorang ahli musik Reyog, mbah Djojo. Hingga pertengahan 1998, warok yang sangat kreatif dan produktif ini sudah memproduksi 12 album kaset musik dan lagu Reyog dan diedarkan secara komersial di pasaran. Selain itu, lagu dan musik Reyog kreasi mbah Djojo ini juga memperoleh kesempatan siaran yang istimewa di radio ”Gema Surya”, sebuah radio swasta terbesar di Ponorogo. Mbah Djojo memandu acara khusus Reyog di radio itu dengan mata acara ”obrolan warok” yang menggelar tanya jawab mengenai Reyog dan musiknya. Seorang penjual kaset di Ponorogo menuturkan bahwa pembeli terbanyak kaset-kaset Reyog tersebut adalah para pemimpin konco Reyog yang terpaksa membeli karena bisa dipastikan ciptaan mbah Djojo itu menjadi ”patokan” dalam festival tahunan. E. Kesadaran Hukum Mahasiswa FH USU Dalam Penegakan Hukum Hak Cipta Musik dan Lagu Melalui Jaringan Intranet dan Internet Uraian pada sub judul ini merujuk pada tulisan Saddam Shauqi 66 dimana kuesioner yang diedarkan kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sejumlah 100 (seratus) orang. Semua kuesioner kembali dan tidak ada yang batal. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun penetapan responden sengaja dipilih dari kalangan mahasiswa Fakultas Hukum, karena mahasiswa inilah yang penulis anggap mengetahui tentang “seluk-beluk” perlindungan hak cipta. Penulis “sengaja” tidak memilih masyarakat awam tentang hak cipta, karena ada keyakinan kami bahwa masyarakat awam pastilah belum banyak mengetahui tentang delik pidana, gugatan perdata dan lain sebagainya. Apalagi sampai pengetahuan tentang perubahan delik dari delik biasa ke delik aduan. Pengetahuan tentang itu tidak saja terhadap masyarakat awam, terhadap aparat penegak hukum (penyidik Polri) sendiripun pengetahuan dan pemahaman tentang itu masih rendah. 67 Itulah sebabnya, mengapa penulis memilih lingkungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang menjadi responden penelitian ini. Penulispun mencoba untuk menetapkan responden tidak hanya pada mahasiswa S1, tetapi juga S2 dan S3. Ini penulis maksudkan, agar penyebaran responden itu tidak hanya bagi kalangan pemula yang mengetahui tentang hukum atau Undang-undang Hak Cipta, yakni mahasiswa S1, tetapi juga terhadap mahasiswa S2 dan S3 yang penulis anggap sudah sangat mahfum (tidak hanya mengetahui tetapi sudah faham) terhadap seluk belum hukum perlindungan hak cipta atas karya musik dan lagu. Adapun karakteristik responden dapat penulis tampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 2 Karakteristik Responden No 1. 2. 3.
Asal Responden Mahasiswa S1 Mahasiswa S2 Mahasiswa S3 Jumlah Sumber : Saddam Shauqi, Tesis, 2015.
Jumlah 60 Orang 30 orang 10 orang 100 orang
Persentase 60% 30% 10% 100%
66 Saddam Shauqi, Perlindungan Hak Cipta Karya Musik dan Lagu Dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia (Studi Terhadap Kesadaran Hukum Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tentang Pengunduhan Hak Cipta Musik dan Lagu Melalui Intranet dan Internet), Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum USU, Medan, 2015. 67 Lebih lanjut lihat OK. Saidin, Transplantasi Hukum Asing ke Dalam Undang-undang Hak Cipta Nasional dan Penerapannya Terhadap Perlindungan Karya Sinematografi (Studi Kritis Terhadap Dinamika Politik Hukum Dari Auteurswet 1912 ke TRIPs Agreement 1994), Disertasi, Program Doktor S3, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2013.
75
Berdasarkan data isian kuesioner bahwa seluruh responden menjawab mengetahui tentang keberadaan jaringan intranet dan internet dan seluruh responden juga mengatakan pernah mendownload (mengunduh) karya musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet. Karya-karya lagu yang mereka unduh adalah mulai dari karya musik dan lagu karya cipta asing sampai pada karya musik dan lagu dalam negeri. Seluruh responden juga mengatakan mengetahui tentang keberadaan Undang-undang Hak Cipta, tetapi hanya sebahagian responden yang mengetahui bahwa pengunduhan karya cipta lagu dan musik melalui jaringan intranet dan internet adalah dilarang menurut Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Persentase tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tentanglarangan pengunduhan lagu melalui jaringan intranet dan internet itu dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi sebagai berikut : Tabel 3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tentang Larangan Pengunduhan Karya Musik dan Lagu Melalui Jaringan Intranet dan Internet No 1. 2.
Kategori Mengetahui Tidak Mengetahui Jumlah Sumber : Saddam Shauqi, Tesis, 2015.
Frekuensi 85 15 100
Persentase 85% 15% 100%
Dari total 100 responden, 85% diantaranya mengetahui bahwa perbuatan pengunduhan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta adalah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Ketika kepada mereka yang mengetahui itu dipertanyakan mengapa (mereka yang sudah mengetahui) tapi tetap saja melakukan pengunduhan, diperoleh persentase bagai mana tertera dalam tabel berikut ini.
Tabel 4 Kepatuhan Mahasiswa Fakultas Hukum USU Atas Perilaku Pengunduhan Tanpa Hak No 1.
Kategori Mengetahui Undang-undang Hak Cipta dan tidak melakukan pengunduhan 2. Mengetahui Undang-undang Hak Cipta tapi melakukan pengunduhan Jumlah Sumber : Saddam Shauqi, Tesis, 2015.
Frekuensi 0
Persentase 0%
85
100%
85
100%
Dari tabel di atas, dari total 85 responden yang mengetahui tentang Undang-undang Hak Cipta melarang perbuatan pengunduhan tanpa izin, tetapi mereka seluruhnya (100%) melakukan pengunduhan. Adapun alasan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang mengetahui bahwa perbuatan mengunduh melalui jaringan intranet dan internet terhadap karya cipta lagu dan musik tanpa izin pencipta atau pemegang hak adalah merupakan perbuatan melawan hukum namun mereka tetap melakukannya. Alasan mereka adalah : 1. Perbuatan itu dilakukan tanpa sengaja 2. Untuk menambah pemahaman tentang proses pengunduhan melalui teknologi informasi. 76
3. 4.
Lebih praktis dilakukan. Tidak ada sanksi hukum yang tegas terhadap penegakan hukum atas kejahatan pengunduhan karya cipta musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet. 5. Karena ada sebagian lagu luar negeri tidak dijual di dalam negeri, sehingga kita harus mendapatkannya via intranet ata internet. 6. Karena bebas, semua bisa di-download. 7. Perbuatan itu hanya iseng saja. 8. Men-download lebih gampang. 9. Dapat dilakukan kapan dan dimana saja. Selanjutnya, hanya sebahagian mahasiswa juga yang mengetahui adanya ancaman hukuman pidana atas peristiwa hukum pengunduhan karya musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tentang Ancaman Pidana Pengunduhan Karya Musik dan Lagu Melalui Jaringan Intranet dan Internet No 1. 2.
Kategori Mengetahui Tidak Mengetahui Jumlah Sumber : Saddam Shauqi, Tesis, 2015.
Frekuensi 44 56 100
Persentase 44% 56% 100%
Meskipun mereka mengetahui adanya ancaman pidana, namun mereka tetap saja melakukan pengunduhan. Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah mahasiswa Fakultas Hukum USU yang faham dan mengerti bahwa pengunduhan hak cipta tanpa hak (tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta) adalah perbuatan yang dapat diancam dengan hukum pidana (bahkan juga gugatan ganti rugi perdata), jumlahnya juga cukup tinggi yakni 56%. Meskipun jawaban tersebut tidak konsisten dengan jawaban responden pada tabel 4 yakni terdapat angka 85%. Jika pada tabel 4, mereka hanya ditanyakan tentang adanya larangan pengunduhan tanpa izin, pada tabel 5 pertanyaannya lebih spesifikasi, yakni mengetahui tentang adanya ancaman hukum pidana. Ternyata mereka yang mengetahui adanya ancaman hukum pidana hanya 56%. Berdasarkan jawaban ini, kiranya tetap masih diperlukan sosialisasi terhadap Undang-undang Hak Cipta Nasional. Alasannya adalah pada tataran mahasiswa Fakultas Hukum saja hanya 56% yang mengetahui pengunduhan tanpa hak diancam dengan hukuman pidana. Responden dalam penelitian ini melibatkan mahasiswa S2 dan S3 yang artinya sudah menyelesaikan studi S1 Ilmu Hukum. Pertanyaannya adalah bagaimana pula dengan anggota masyarakat luas, yang tak pernah mengetahui tentang Undang-undang Hak Cipta Nasional atau tak pernah mendapat pencerahan tentang hukum yang berhubungan dengan hak cipta. Terhadap 56% responden yang mengetahui adanya ancaman pidana terhadap pengunduhan tanpa izin itu, ternyata seluruhnya (100%) melakukan aktivitas pengunduhan seperti dapat dilihat dari tabel berikut ini.
77
Tabel 6 Kepatuhan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Mengetahui Adanya Ancaman Pidana, Tetapi Tetap Melakukan Aktivitas Pengunduhan Karya Musik dan Lagu Melalui Jaringan Intranet dan Internet No 1.
Kategori Tahu ada ancaman pidana dan tidak melakukan 2. Tahu ada ancaman pidana tetapi melakukan Jumlah Sumber : Saddam Shauqi, Tesis, 2015.
Frekuensi 0
Persentase 0%
56
15%
56
100%
Ketika kepada mereka dipertanyakan, tentang apa yang menjadikan alasan mereka tetap melakukan pengunduhan diperoleh penjelasan sebagai berikut : 1. Tanpa adanya unsur kesengajaan. 2. Ingin mengetahui perkembangan teknologi pengunduhan melalui jaringan internet. 3. Karena tujuannya bukan untuk memperdagangkan hanya untuk pribadi. 4. Karena tidak ada pelaksanaan yang tegas dari sanksi undang-undang tersebut. 5. Karena tidak pernah tertulis dalam sistem pendownloadan bahwa dilarang untuk mendownload dan harus mendapatkan persetujuan dari pencipta karya cipta musik dan lagu tersebut. F. Solusi Untuk Mengatasi Pembajakan Melalui Jaringan Intranet dan Internet Setelah ring back tone (RBT) “mati suri”, perusahaan label rekaman Tanah Air ketar-ketir mencari jalan untuk hidup. Apalagi dengan pembajakan lagu serta CD yang masih menjadi masalah dalam negeri ini. Berbagai cara dilakukan label rekaman untuk mempertahankan industri musik Tanah Air agar tetap bertahan, dari sekadar menjual album dengan tidak lazim, seperti menjual album di rumah makan cepat saji, pom bensin, bank, hingga minimarket. Penjualan tidak hanya di toko-toko kaset dan CD saja, melainkan juga di berbagai toko tersebut. Berbagai format baru dalam memasarkan artisnya juga dilakukan, seperti menjual lagu lewat website di internet. Namun, di lain pihak unduh ilegal juga masih menjadi momok bagi label rekaman. 68 Tanggal 6 Februari lalu perusahaan komputer Apple mengumumkan bahwa iTunesberhasil menjual 25 Milyar lagu. Apple menawarkan hadiah bagi pengunduh lagu ke 25 milyar dan Seorang pria asal Jerman, Phillip Lupke mendapat hadiah uang sebesar Euro 10.000 atau sekitar 130 Juta karena berhasil mengunduh lagu ke 25 milyar tersebut dan lagu “Monkey Drums” (Goksel Vancin Remix) dari Chase Buch adalah lagu ke 25 Milyar yang terjual. Para pemakai produk Apple seperti iPod, iPhone, iPad pasti pernah mampir ke iTunes storedimana kita bisa membeli berbagai produk digital seperti music, film dll. Sebenarnya tak perlu pakai produk Apple juga kita bisa download konten digital dari iTunes Store karena software iTunes ini tersedia dalam versi yang bisa dijalankan dengan sistem operasi Mac OS X, Windows 2000, XP dan Vista. iTunes adalah piranti lunak dari Apple computer yang bisa memutar, mengorganisasi dan membeli lagu dari iTunes Store yaitu toko digital onlineyang dikelola oleh Apple. iTunes store diresmikan pada 28 April 2003 dan menjadi vendor musik paling popular di Amerika sejak tahun 2008 dan didunia sejak tahun 2010. iTunes store menawarkan lebih dari 28 juta lagu di 119 negara. Sebelum munculnya iTunes, sebuah perusahaan piranti lunak Casady & Greene sudah menciptakan sebuah piranti pemutar lagu bernama SoundJam MP. Apple membeli piranti lunak tersebut dari Casady & Greene dan membawa tiga programmer dari perusahaan tersebut untuk 68
iTunes Berhasil Jual 25 Milyar Lagu (dan inilah salahsatu wadah musik era-digital), diunduh tanggal 29 September
2015.
78
menciptakan iTunes. Versi iTunes yang pertama terlihat sangat mirip dengan SoundJam MP hanya ditambah dengan kemampuan merekam lagu ke dalam CD dan beberapa perubahan dalam penampilannya. Untuk versi selanjutnya Apple sudah menambahkan banyak fitur lainnya. Sejak iPod muncul tahun 2001 dan iTunes tahun 2003, Apple menjadi pemimpin dalam peredaran musik digital mengalahkan amazon dan google play. Rata-rata 15.000 lagu diunduh tiap menit. keberadaan on line store ini sangat membantu musisi menjual singledan albumnya ditengah maraknya download illegal dan penjualan fisik CD yang terus menurun dari tahun ketahun. Harga yang dipatok 1 single termasuk murah untuk ukuran kocek orang Amerika yaitu 0.99 sen atau sekitar Rp 9000,- satu kali unduh lagu dan album mulai dari USD 9,9 atau sekitar Rp 90.000,Tahun 2012 lalu tepatnya tanggal 4 Desember, para pecinta musik dan film di Indonesia sudah bisa membeli lagu dan film di iTunes Store Indonesia. Harga satu lagu di iTunes Store Indonesia antara Rp 5.000 dan Rp 7.000. Adapun harga lagu-lagu dalam satu album mulai Rp 45.000 sampai Rp 65.000. Lagu-lagu dari sejumlah artis Indonesia sudah hadir di toko multimedia Apple tersebut. Film racikan lokal, The Raid, juga sudah bisa dibeli dengan harga Rp 149.000. iTunes Store terlambat masuk Indonesia karena masalah hak cipta dan pembajakan. Tingginya angka pembajakan musik dan film sempat membuat Apple ragu masuk ke Indonesia. Dengan munculnya toko musik digital sebenarnya bisa menolong para musisi Indonesia untuk menjual single atau album mereka dengan harga yang terjangkau. Misalnya Raisa mematok harga Rp 45.000 untuk album dan Rp 5000 untuk 1 lagunya nah daripada beli RBT yang cuma 20 detik, dengan harga nyaris sama, mendingan beli 1 lagu utuh. Tapi kendalanya adalah untuk bisa beli lagu dari iTunes store, kita butuh kartu kredit dan hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang punya kartu kredit akhirnya selama ini banyak orang Indonesia yang lebih suka unduh lagu illegal dari internet apalagi masih banyak situs yang menyediakan ribuan lagu yang bisa diunduh gratis. Bagi yang tidak punya kartu kredit dan tidak terbiasa dengan internet, mereka bisa dengan mudah membeli VCD MP3 bajakan dipinggir jalan. Walaupun iTunes store sudah ada di Indonesia dan lagu-lagunya dijual dengan harga terjangkau, nampaknya butuh waktu lama bagi konsumen untuk beralih dari unduh illegal ke legal dan beli lagu secara fisik ke digital. Para musisi di Indonesia terpaksa harus bersabar beberapa tahun kedepan untuk bisa menikmati keuntungan aduhai dari penjualan lagu secara digital. Di Amerika dan beberapa negara maju lainnya, butuh waktu 12 tahun hingga masyarakatnya terbiasa membeli lagu secara legal di internet. Walaupun iTunes store sudah ada di Indonesia dan lagu-lagunya dijual dengan harga terjangkau, nampaknya butuh waktu lama bagi konsumen untuk beralih dari unduh illegal ke legal dan beli lagu secara fisik ke digital. Para musisi di Indonesia terpaksa harus bersabar beberapa tahun kedepan untuk bisa menikmati keuntungan aduhai dari penjualan lagu secara digital. Di Amerika dan beberapa negara maju lainnya, butuh waktu 12 tahun hingga masyarakatnya terbiasa membeli lagu secara legal di internet. Dibawah ini grafik penjualan lagu digital mulai tahun 2004 (iTunes Store diperkenalkan pertama kali tahun 2003) hingga 2014.
79
Grafik penjualan lagu di Tunes tahun 2004 s/d 2014 foto digitalmusicnews.com
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 sampai dengan 2009 penjualan lagu lewat digital mencapai angka $. 7.000.000.000 dan peningkatan itu menjadi sangat signifikan pada kurun waktu periode 2009 sampai 2010 mencapai $ 14.000.000.000 dan angka itu mengalami kenaikan yang luar biasa selama kurun waktu 2 tahun berikutnya yakni pada periode 2010 sampai 2012 mencapai angka $ 25.000.000.000. Angka-angka tersebut di atas menunjukkan bahwa penjualan lagu secara digital dapat mengukuhkan posisi hak ekonomi (economic rights) yang dimiliki oleh pencipta. Akan tetapi untuk kasus yang berlangsung selama ini justeru yang terjadi adalah lebih banyak pengunduhan karya musik dan lagu secara illegal yang merugikan kalangan pencipta, produser dan pemegang hak terkait (neighbouring rights). Untuk kasus Indonesia pemahaman dan pengetahuan masyarakat Indonesia tentang larangan pengunduhan karya cipta lagu dan musik melalui jaringan intranet dan internet cukup memadai namun pada tingkat penerapan hukumnya terlihat bahwa aspek kepatuhan masyarakat masih sangat rendah. Penelitian yang kami lakukan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa cukup tinggi terhadap norma-norma hukum terkait perlindungan hak cipta melalui jaringan intranet dan internet, akan tetapi tingkat kepatuhan berbanding terbalik dengan tingkat pengetahuan pemahamannya. Oleh karena itu, menurut hemat kami sosialisasi terhadap perlunya mematuhi peraturan perundang-undangan hak cipta terkait pengunduhan lagu melalui jaringan intranet dan internet illegal perlu dilakukan tentu saja melalui kerjasama dengan pihak perguruan tinggi, asosiasi rekaman dan produser karya cipta musik dan lagu dan pihak-pihak terkait lainnya. Keberadaan hak cipta sebagai hak kebendaan immateril patut dicermati dari aspek hukum keperdataan yang menempatkan hak tersebut sebagai harta kekayaan (property rights). Oleh karena itu tidak tepat jika pelanggaran terhadap hak cipta ditempatkan dalam kategori delik aduan. Sudah semestinya pemerintah kembali memikirkan agar pelanggaran terhadap hak cipta itu ditempatkan sebagai delik biasa. Kelemahannya selama ini adalah ketika ditempatkan sebagai delik biasa, seringkali ini menjadi “lahan” bagi aparat penyidik yang dalam berbagai kasus justeru melahirkan “pemerasan” karena pihak yang dirugikan tidak pernah mengetahui telah terjadi
80
pelanggaran terhadap hak cipta karya musik dan lagu yang mereka miliki. Akan tetapi hal semacam itu tidak akan terjadi jika pelanggaran terhadap hak cipta itu ditempatkan sebagai delik aduan, karena pihak penyidik tidak dapat memulai proses penyidikan jika tidak ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Namun hal itu justeru tidak dapat memproteksi hak cipta yang dimiliki oleh para pencipta dan penerima hak karena tidak selamanya pihak pencipta dan penerima hak mengetahui pelanggaran yang terjadi. Sebagai contoh pemegang hak cipta lagu dan musik di Amerika dan di India misalnya tidak pernah mengetahui karya musik dan lagu mereka telah dibajak di Kota Medan. Demikian juga ketika pengunduhan terhadap karya musik dan lagu itu melalui jaringan intranet dan internet para pemegang hak cipta juga tidak mengetahui dimana pengunduhan itu berlangsung. Oleh karena itu, harus ada formula baru yang diterapkan untuk mencegah terjadinya pembajakan karya musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet yang illegal. Misalnya seperti yang diungkapkan oleh Wakil Direktur WIPO Singapura yang mengatakan hal itu dapat mengacu pada format penggunaan pulsa pada telepon dan listrik si pengunduh apabila mengunduh lagu-lagu tersebut langsung dibebani dengan biaya-biaya yang telah ditetapkan oleh pemilik atau dengan menggunakan instrument lain yang sekarang telah diterapkan oleh iTunes dengan modifikasi khusus pada jaringan Information Technology yang digunakan oleh media telepon seluler. Menurut Mahmul Siregar69 perlu juga dikaji dari pihak yang melakukan upload. Pihak yang melakukan upload justeru penyebab awal dari maraknya pembajakan hak cipta melalui jaringan intranet dan internet. Jika tidak ada orang atau subyek yang melakukan upload, maka dapat dipastikan tidak aka nada pihak lain yang dapat melakukan aktivitas download. Memang mereka yang menyediakan “ruangan” atau halaman web sendiri atau menempatkan hasil uploadnya di youtube misalnya, adalah pihak yang pertama kali yang melakukan “pelanggaran hukum” hak cipta. Mereka-lah sebenarnya yang pertama kali “diburu” oleh penyidik. Akan tetapi saat ini delik pelanggaran hak cipta, bukan lagi dikategorikan sebagai pelanggaran atau pidana kejahatan yang ditempatkan sebagai delik biasa tetapi sudah ditempatkan sebagai delik aduan. Sehingga penyidik hanya dapat melakukan penyidikan jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan atas peristiwa pelanggaran hak cipta itu. 70 Menurut hemat penulis, penempatan hak cipta sebagai delik aduan, kurang tepat, dan bahkan tidak tepat. Alasannya adalah hak cipta itu termasuk pada harta kekayaan (hak kebendaan immaterial). Hak kekayaan itu merupakan hak kebendaan absolute (zaakenlijke) yang dapat dipertahankan terhadap siapa saja yang dibedakan dengan hak perorangan (persoonlijke),71 sehingga kejahatan terhadap pembajakan atau pengambilan hak cipta (dengan cara apapun, termasuk pengunduhan tanpa izin) adalah kejahatan terhadap harta kekayaan, orang yang mengunduh tanpa izin adalah orang yang melakukan kejahatan terhadap harta kekayaan orang lain. Berbeda kalau kejahatan harta kekayaan yang dilakukan dalam keluarga, misalnya “pencurian dalam keluarga” itu kemudian dalam KUH Pidana dikategorikan dalam delik aduan.72 Kejahatan terhadap harta kekayaan milik orang lain (bukan milik dalam satu keluarga batih atau keluarga inti, nuclear family yang terdiri dari ibu, ayah dan anakanak), mestilah ditempatkan sebagai delik kejahatan biasa, bukan delik aduan. Hanya dengan penempatan kejahatan terhadap hak cipta sebagai delik biasa, kejahatan atas pengunduhan hak cipta karya musik dan lagu dapat dikurangi. Penulis sengaja menggunakan kata “dikurangi” sebab sebelum Undang-undang No. 28 Tahun 2014 yakni Undang-undang No. 19 Tahun 2002, delik terhadap pelanggaran hak cipta dikategorikan sebagai delik biasa, tetapi pelanggaran terhadap hak cipta tetap 69 Mahmul Siregar, dalam Seminar Hasil Penelitian, Saddam Shauqi, Perlindungan Hak Cipta Karya Musik dan Lagu Dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia (Studi Terhadap Kesadaran Hukum Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tentang Pengunduhan Hak Cipta Musik dan Lagu Melalui Intranet dan Internet), Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum USU, Medan, 2015, hal. 161. 70 Lebih lanjut lihat Pasal 120 Undang-undang No. 28 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa : “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan delik aduan”. 71 Lebih lanjut lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981 dan Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 2010. 72 Lihat pasal 367 Bab XXI tentang Pencurian Dalam Keluarga.
81
saja tidak dapat dihentikan bahkan ada kecenderungan mengalami peningkatan. 73 Namun demikian perkiraan kami pelanggaran hak cipta akan jauh lebih meningkat lagi jika delik kejahatan hak cipta ditempatkan sebagai delik aduan, seperti yang dianut oleh Undang-undang No. 28 Tahun 2014. Kembali pada persoalan upload melalui jaringan internet atas karya musik dan lagu, dalam kasus ini yang menjadi pelaku utama kejahatan adalah pihak yang melakukan upload, pihak-pihak lain yang melakukan download adalah orang yang “meneruskan” kejahatan itu. Seumpama hak-hak dalam hukum perdata, maka pihak yang mendownload adalah pihak yang melakukan “kejahatan suigeneris” kejahatan turunan. Kejahatan yang diturunkan dari kejahatan induk sebelumnya. Menempatkan karya musik dan lagu milik orang lain di atas situs (web) tanpa izin dari pemegang hak cipta adalah sebuah kejahatan seumpama orang menanam ganja atau memproduksi narkoba, lalu kemudian orang lain menggunakan produk itu, sebagai pengedar, pengguna atau pemakai. Begitulah kejahatan atas pengunduhan karya cipta melalui jaringan intranet dan internet terus “marak” karena perilaku para peng-upload karya cipta musik dan lagu tanpa izin pencipta dan pemegang hak cipta yang kemudian terbuka luas bagi para pengunduh (pen-download) sebagai sarana memperluas kegiatan pembajakan hak cipta. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya ini menurut Mahmul Siregar, dapat mengambil model yang diterapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, yakni dengan memblokir semua situs film yang berbau pornografi. Penulis sependapat dengan pandangan Mahmul Siregar, bahwa model itu dapat diterapkan untuk para peng-upload karya cipta musik dan lagu. Bahkan untuk tiap karya cipta yang di upload, tanpa izin dari pencipta dan pemegang hak cipta tidak dapat ditempatkan dalam halaman web siapapun, apalagi web itu kemudian tidak memasang rambu-rambu untuk pencegahan pengunduhan yang menyebabkan pelanggaran lebih luas terhadap karya cipta musik dan lagu. Oleh lembaga yang berwenang atau institusi semacam asosiasi seniman atau pencipta meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokade situs atau web tersebut. Cara ini paling tidak dapat digunakan sebagai sarana untuk mengurangi aktivitas pembajakan karya musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet.
G. Penutup Bentuk perlindungan hukum yang dirumuskan secara normatif dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia pada beberapa kali perubahan, sebelum terakhir dirubah melalui Undang-undang No. 28 Tahun 2014 terhadap karya cipta musik dan lagu masih terbatas pada perlindungan hak eksklusif sebagai hak keperdataan immaterial dan hak moral serta hak terkait, tetapi dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014 sudah lebih tegas disebutkan sebagai hak ekonomi dan hak moral yang keduanya terdapat juga pada hak terkait, namun demikian sekalipun sanksi pidana sudah lebih tinggi dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014, namun perubahan bentuk delik dari delik biasa menjadi delik aduan justru memperlemah bentuk perlindungan hukum. Tingkat kesadaran hukum mahasiswa Fakultas Hukum USU terhadap perlindungan karya musik dan lagu menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2014, untuk tingkat pemahaman dan pengetahuan, berada pada batas peringkat yang cukup tinggi (85%) tapi pada tingkat kepatuhan pada tataran law enforcement cukup rendah. Adapun alasan mereka melanggar ketentuan itu sangat variatif, namun yang memiliki implikasi hukum adalah alasan bahwa tidak adanya sanksi hukum yang tegas atas tindakan mengunduh tanpa izin pencipta atau pemegang hak termasuk tidak adanya bukti nyata tentang penegakan hukum atas peristiwa kejahatan itu. Cara untuk mengantisipasi pembajakan karya musik dan lagu melalui jaringan intranet dan internet adalah melalui instrumen/tone pada fitur phone dan sistem penangkalannya dapat dilakukan seperti perhitungan pemakai pulsa pada penggunaan telepon dan listrik atau dapat diminimalisir 73 Lihat Saddam Shauqi, Perlindungan Karya Sinematografi Dalam Bentuk DVD Menurut UU No. 19 Tahun 2002 (Sduti di Kota Medan), Skripsi, FH-USU, Medan, 2013 dan OK. Saidin, Transplantasi Hukum Asing ke Dalam Undang-undang Hak Cipta Nasional dan Penerapannya Terhadap Perlindungan Karya Sinematografi (Studi Kritis Terhadap Dinamika Politik Hukum dari Auteurswet 1912 ke TRIPs Agreement 1994), Disertasi, Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum, FH USU, Medan, 2013.
82
melalui pemblokiran terhadap pihak-pihak yang meng-upload karya musik dan lagu tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta seperti yang dilakukan oleh Kementerian Informasi dan Komunikasi untuk situs pornografi.
83
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Bachtiar, W. Harsya, Sistem Budaya Indonesia, Budaya dan Manusia di Indonesia, Hanidita, Yogyakarta, 1985. Badrulzaman, Mariam Darus, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 2010. Black, Donald, Sociological Justice, Oxford University Press, New York, 1989. Ihromi, T.O., Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993. Kleden, Igna,s Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta, 1987, hal. 17. Lihat juga Kathleen Newland dan Kemala Candrakirana Soedjatmoko, Menjelajah Cakrawala, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994. Koetyaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1987. ------------------, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, 1986, hal. 180-181. Saidin, OK., Transplantasi Hukum Asing ke Dalam Undang-undang Hak Cipta Nasional dan Penerapannya Terhadap Perlindungan Karya Sinematografi (Studi Kritis Terhadap Dinamika Politik Hukum dari Auteurswet 1912 ke TRIPs Agreement 1994), Disertasi, Program Doktor (S3) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013. Shauqi, Saddam, Perlindungan Hak Cipta Karya Musik dan Lagu Dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia (Studi Terhadap Kesadaran Hukum Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tentang Pengunduhan Hak Cipta Musik dan Lagu Melalui Intranet dan Internet), Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum USU, Medan, 2015 ----------------, Perlindungan Karya Sinematografi Dalam Bentuk DVD Menurut UU No. 19 Tahun 2002 (Sduti di Kota Medan), Skripsi, FH-USU, Medan, 2013. Soedewi, Sri Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981. Soekanto, Soerjono, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Rajawali, 1988. Valdes, J. Mario (ed), Reflection and York, 1991.
Imagination : A Ricour Reader, Harvester Wheatsheaf, New
Internet : Suara.com, Jumat (10/7/2015). Ribunnews.com, Jakarta, diunduh tanggal 29 September 2015.
84
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................................
i
A. Pendahuluan ......................................................................................................................
1
B. Fenomena Pembajakan Hak Cipta Musik dan Lagu .........................................................
2
C. Beberapa Kasus Pembajakan Karya Musik dan Lagu yang Digelar di Pengadilan ......................................................................................................................... D. Dampak
3
Pembajakan Hak Cipta Terhadap Pertumbuhan Industri
Rekaman Musik dan Lagu ................................................................................................
5
E. Kesadaran Hukum Mahasiswa FH USU Dalam Penegakan Hukum Hak Cipta Musik dan Lagu Melalui Jaringan Intranet dan Internet ..........................................
6
F. Solusi Untuk Mengatasi Pembajakan Melalui Jaringan Intranet dan Internet ..............................................................................................................................
9
G. Penutup .............................................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
14
i
85
PENEGAKAN HUKUM KARYA CIPTA MUSIK DAN LAGU MELALUI JARINGAN INTRANET DAN INTERNET
Oleh :
Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum USU
Disampaikan pada Acara : “Penyuluhan Hukum Tentang Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Perlindungan Karya Cipta Musik dan Lagu”
MEDAN 15 DESEMBER 2015
86
LAMPIRAN. Kegiatan Penyuluhan Hukum Tentang Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Perlindungan Karya Cipta Musik dan Lagu Dalam Foto
Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum sedang memberikan penjelasan pada acara penyuluhan dipandu oleh Dr. Edy Ikhsan, SH, MA
Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum didampingi Dr. Abdul Hakim Siagian, SH, M.Hum dan Dr. Edy Ikhsan, SH, MA pada saat pembukaan acara penyuluhan.
Para peserta penyuluhan sedang menikmati snack pada acara penyuluhan.
Peserta penyuluhan sedang mengikuti acara penyuluhan
1
Salah seorang peserta Maxi Bahajjaj (musisi dan seniman) bertanya kepada Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum pada acara penyuluhan.
Salah seorang peserta Maxi Bahajjaj (musisi dan seniman) bertanya kepada Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum pada acara penyuluhan.
Dr. Abdul Hakim Siagian sedang memberikan penjelasan pada saat penyuluhan.
Dr. Edy Ikhsan, SH, MA sedang memandu acara tanya jawab pada penyuluhan.
Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum menyerahkan berkas penyuluhan kepada Dr. Abdul Hakim Siagian selaku anggota tim penyuluhan.
Foto bersama Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum dengan sebahagian peserta
2