LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M DANA DIPA
JUDUL PELATIHAN PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS BERORIENTASI KURIKULUM 2013 BAGI GURU-GURU SD DI KABUPATEN BULELENG
OLEH: I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd. Drs. I Made Suarjana, M.Pd. Drs. Dewa Nyoman Sudana, M.Pd. Dra. Ni Wayan Arini, M.Pd. Dra. Nyoman Kusmariyatni, M.Pd.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2015 i
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT 1. Judul Porposal : Pelatihan Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas Berorientasi Kurikulum 2013 Bagi Guru-guru SD di Kabupaten Buleleng 2. Ketua Tim Pengusul a. Nama : I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd. b. NIP/NIDN : 0020088401 c. Bidang Keahlian : Pendidikan Dasar (IPA) d. Jabatan/Pangkat/Golongan : Asisten Ahli/Penata Muda TK.I/IIIb e. Jurusan/Fakultas : PGSD/Ilmu Pendidikan f. Alamat Rumah/Telp : Perum. Banyuning Lestari Blok I-1 No. 8 Singaraja/087861279605 3. Jumlah Anggota Tim : 4 Orang a. Identitas Anggota 1 - Nama Lengkap : Drs. I Made Suarjana, M.Pd - NIP : 196012311986031022 - Jabatan/Pangkat/Golongan : Lektor Kepala/IVb b. Identitas Anggota 2 - Nama Lengkap : Drs. Dewa Nyoman Sudana, M.Pd. - NIP : 195512311980031039 - Jabatan/Pangkat/Golongan : Lektor Kepala/IVb c. Identitas Anggota 2 - Nama Lengkap : Dra. Ni Wayan Arini, M.Pd. - NIP : 19551003 197903 2 001 - Jabatan/Pangkat/Golongan : Lektor Kepala/IVb c. Identitas Anggota 3 - Nama Lengkap : Dra. Nyoman Kusmariyatni, M.Pd. - NIP : 195903111986022001 - Jabatan/Pangkat/Golongan : Lektor/IIIc d. Mahasiswa yang terlibat : 4 orang 4. Lokasi Kegiatan : 5. Jumlah Biaya yang Diusulkan : Rp. 10.500.000,- (Sepuluh juta lima ratus ribu rupiah) Singaraja, 7 Oktober 2015 Ketua Pelaksana,
I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd. NIP 198408202012121004
ii
PELATIHAN PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS BERORIENTASI KURIKULUM 2013 BAGI GURU-GURU SD DI KECAMATAN BULELENG, KABUPATEN BULELENG
Abstrak Tujuan pengabdian pada masyarakat ini adalah (1) memberikan pengetahuan dan wawasan secara teoretik kepada guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013, dan (2) memberikan pengalaman melalui praktik langsung kepada guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. Khalayak sasaran utama dalam kegiatan ini adalah guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah menggunakan metode seminar dan workshop (pelatihan). Indikator keberhasilan telah ditetapkan, yaitu 1) meningkatnya wawasan guru tentang PTK dan kurikulum 2013, dan (2) berhasilnya guru-guru menyusun draf proposal PTK. Tercapai tidaknya tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan ini akan diketahui melalui evaluasi. Rancangan evaluasi yang disusun terdiri dari: jenis data yang diperoleh dan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, dapat disimpulkan bahwa (1) melalui pelatihan penyusunan proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 bagi guru-guru sekolah dasar di Kabupaten Buleleng dapat meningkatkan wawasan guru dan (2) pelatihan penyusunan proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 bagi guru-guru sekolah dasar di Kabupaten Buleleng dapat memfasilitasi guru-guru dalam menyusun proposal PTK. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan guru-guru SD di kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 mengalami peningkatan. Guru-guru telah mampu menghasilkan draf proposal PTK beserta instrumen penilaiannya dengan baik. Dampak dan manfaat dari kegiatan ini adalah guru-guru mampu menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. Kata-kata kunci: Pelatihan, PTK, kurikulum 2013
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNyalah laporan pengabdian kepada masyarakat ini dapat terselesaikan sesuai dengan rencana. Dalam proses penelitian ini, kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. I Nyoman Jampel, M.Pd., selaku rektor yang telah memberikan kesempatan kepada tim pelaksana untuk melaksanakan kegiatan. 2. Prof. Dr. Ketut Suma, M.S., selaku ketua LPM yang telah memberikan ijin dan bimbingan dalam penyusunan laporan ini. 3. Drs. Ketut Pudjawan M.Pd., selaku Dekan FIP Undiksha yang telah membantu kelancaran tim dalam melakukan kegiatan. 4. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Akhirnya, kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan.
Singaraja, Oktober 2015
Tim Pelaksana
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul ………………………………………………………………
i
Halaman Pengesahan ………………………………………………………..
ii
Abstrak………………………………………………………………………
iii
Kata Pengantar……………………………………………………………….
iv
Daftar Isi …………………………………………………………………….
v
Daftar Lampiran……………………………………………………………..
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi………………………………………………………
1
1.2 Permasalahan ……………………………………………………….
6
1.3 Tujuan Kegiatan………………………………………………………
6
1.4 Manfaat Kegiatan……………………………………………………
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas………………………………...
8
2.2 Prosedur PTK…………………………………………………………
9
2.3 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data dalam PTK………………
10
2.4 Metode Analisis Data dalam PTK…………………………………….
11
2.5 Kurikulum 2013……….……………..……………………………….
12
BAB III AKTIVITAS P2M 3.1 Gambaran Lokasi Kegiatan………………………………………….
16
3.2 Tim Pelaksana Peran Masing-masing Anggota……………………..
16
3.3 Masyarakat/Kelompok Sasaran……………………………………..
17
3.4 Metode Pelaksanaan Kegiatan………………………………………
17
3.5 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan ....................................................
20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran dan Hasil Pelaksanaan Kegiatan ………………………..
21
4.2 Indikator Keberhasilan………………………………………………
21
4.3 Gambaran Keberlanjutan Khalayak Sasaran ……………………….
22
v
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan............................................................................................
23
5.2 Saran .................................................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
25
Lampiran ………………………………………………………………………
26
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto-foto Kegiatan
Lampiran 1
2. Makalah
Lampiran 2
3. Surat-surat
Lampiran 3
4. Daftar hadir peserta
Lampiran 4
5. Contoh Produk kegiatan
Lampiran 5
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi Masalah pendidikan menjadi perhatian serisus bagi setiap negara di dunia. Kualitas pendidikan suatu bangsa sejalan dengan kemajuan suatu bangsa dan negara. Indonesia, sampai saat ini masih ketinggalan mutu pendidikannya dibandingkan negara-negara maju dan berkembang di dunia. Nilan (2009) mengungkapkan bahwa mutu pendidikan Indonesia lebih rendah dari negara tetangganya di Asia Tenggara, yaitu Malaysia dan Thailand. Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia berimplikasi pada rendahnya pula sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. Pemerintah sesungguhnya menyadari bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam pembentukan manusia yang berkualitas. Manusia berkualitas dibutuhkan bagi kemajuan pembangunan. Sebagai bukti komitmen pemerintah tersebut telah direalisasikan melalui pembenahan pada segenap komponen pendidikan, mulai dari peningkatan anggaran pendidikan sampai pada sarana
dan
prasarana
pendidikan.
Peningkatan
anggaran
pendidikan
diimplementasikan dalam program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran (Kemendiknas, 2010). Pemerintah juga telah berupaya mengadakan penyempurnaan dalam bidang kurikulum, yaitu dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum tahun 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kini, pada tahun 2014 telah diberlakukan kurikulum 2013 sebagai pengganti kurikulum 2006. Dengan upaya-upaya dan komitmen yang dilakukan oleh pemerintah tersebut seyogyanya tujuan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dapat tercapai secara optimal. Namun, hasil-hasil studi menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Pada tahun 2005, terungkap bahwa mutu pendidikan di Indonesia berada di peringkat 10 dari 14 negara berkembang di kawasan AsiaPasifik. Peringkat ini dilansir dari laporan monitoring global yang dikeluarkan lembaga PBB, UNESCO (Muhliz, 2009). Penelitian terhadap kualitas pendidikan
1
dasar ini dilakukan oleh Asian South Pacific Beurau of Adult Education (ASPBAE) dan Global Campaign for Education. Studi dilakukan di 14 negara pada bulan Maret-Juni 2005. Konsorsium Internasional (2010), melaporkan bahwa dalam bidang IPA, Indonesia masuk peringkat 32 dari 36 negara. Indeks pembangunan pendidikan untuk semua (education for all) menurut UNESCO dalam EFA Global Monitoring Refort 2011, melaporkan bahwa Indonesia menepati 67 dari 127 negara (Kompas, 2011). Hal serupa juga dilaporkan oleh United Nations Development Programme (UNDP), yaitu Human Development Index (HDI) Indonesia berada diperingkat 109 dari 179 negara (UNDP, 2009). Fakta-fakta tersebut memberikan gambaran bahwa kualitas pendidikan Indonesia perlu ditingkatkan. Bercermin dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, tentu ada permasalahan yang mesti dibenahi. Salah satunya adalah persoalan mutu tenaga pendidik (guru). Guru merupakan ujung tombak di dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kurikulum yang bagus, sarana dan prasarana yang memadai belum menjadi jaminan dapat meningkatkan kualitas pendidikan tanpa didukung oleh guru yang berkualitas. Oleh karena itu, peningkatan kualitas guru merupakan suatu keharusan. Sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas guru adalah melalui kegiatan pengembangan profesi. Pengembangan profesi guru merupakan kegiatan yang dilakukan guru dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk meningkatkan mutu, baik dalam proses pembelajaran,
menghasilkan
sesuatu
yang
bermanfaat
bagi
dunia
pendidikan/masyarakat, maupun peningkatan profesionalisme guru. Oleh karena itu, peningkatan profesi guru harus bertumpu pada paradigma pengembangan dan peningkatan kualitas guru. Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai konsekuensi logis bagi para guru dan dosen untuk memenuhi beberapa hal yang diundangkan tersebut. Pada Undang-undang No. 14 tahun 2005 tersebut dijelaskan bahwa guru/dosen harus meningkatkan dan mengembangkan profesi sebagai pendidik. Peningkatan profesionalisme guru sebagai pendidik dapat ditempuh dengan cara mengikuti jenjang pendidikan lebih tinggi, sertifikasi guru, dan kenaikan pangkat ke golongan yang lebih tinggi. Fakta menunjukkan
2
bahwa hanya sebagian kecil guru yang mampu menduduki golongan IVb di Bali (Diknas Propinsi Bali). Dengan kata lain, guru-guru hanya mampu menduduki golongan IVa. Hal ini dapat dicapai karena kenaikan golongan sampai IVa hanya diperoleh melalui angka kredit yang belum mensyaratkan karya tulis ilmiah (KTI). Ini membuktikan bahwa ketidaksiapan para guru menyongsong perubahan paradigma tuntutan peningkatan profesionalisme guru. Sejak
tahun
2004,
diterapkan
kebijakan
bahwa
peningkatan
profesionalisme guru melalui kenaikan pangkat ke golongan IVb dengan mempersyaratkan agar guru memiliki KTI dengan nilai Cum 12 poin. Persyaratan adanya KTI ini menjadi kendala bagi guru untuk naik pangkat ke golongan IVb. Terlebih lagi, kini dengan adanya peraturan baru yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam bentuk PermenPANRB No. 16 tahun 2009 tentang kenaikan pangkat guru (termasuk kepala sekolah), yang telah diberlakukan sejak tahun 2011, menjadi tantangan tersendiri bagi guru-guru dan kepala sekolah. Adapun aturan baru tentang kenaikan pangkat bagi guru yang dimaksud adalah sebagai berikut (Sulipan, 2010). 1) Kenaikan pangkat dari IIIa ke IIIb wajib melaksanakan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit. 2) Kenaikan pangkat dari IIIb ke IIIc wajib melaksanakan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 4 angka kredit. 3) Kenaikan pangkat dari IIIc ke IIId wajib melaksanakan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 3 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 6 angka kredit. 4) Kenaikan pangkat dari IIId ke IVa wajib melaksanakan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 8 angka kredit.
3
5) Kenaikan pangkat dari IVa ke IVb wajib melaksanakan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 12 angka kredit. 6) Kenaikan pangkat dari IVb ke IVc wajib melaksanakan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 12 angka kredit (dan harus presentasi di depan tim penilai). 7) Kenaikan pangkat dari IVc ke IVd wajib melaksanakan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 5 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 14 angka kredit. 8) Kenaikan pangkat dari IVc ke IVd wajib melaksanakan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang besarnya 5 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif (karya tulis ilmiah, membuat alat peraga, alat pelajaran, karya teknologi/seni) dengan 20 angka kredit. Berdasarkan PermenPANRB No. 16 tahun 2009 di atas, tampak bahwa kenaikan pangkat mulai dari IIIb ke IIIc dan seterusnya, semua mensyaratkan pengembangan diri dan publikasi ilmiah/karya inovatif yang berupa karya tulis ilmiah (KTI). KTI untuk guru SD dapat berupa penelitian tindakan kelas (PTK). Oleh karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, jika seorang guru ingin naik pangkat, maka harus mampu menghasilkan karya ilmiah berupa PTK. Berkaitan dengan aturan kenaikan pangkat tersebut, apabila hal ini tidak diantisipasi, dikawatirkan ke depannya guru-guru hanya mampu menduduki golongan IIIb. Sebagai contoh, para guru SD-SMP-SMA/SMK di Provinsi Bali, pada umumnya banyak mengalami kegagalan saat menempuh uji sertifikasi dan juga sangat sedikit yang bisa naik pangkat dari golongan IVa ke golongan IVb. Jika dipersentasekan hanya mencapai 7% yang mampu mencapai golongan IVb (Disdikpora Provinsi Bali). Untuk itu, penting dilakukan langkah antisipatif berupa kegiatan seminar dan workshop penulisan KTI/KIP bagi guru-guru. Melalui kegiatan seminar dan workshop penysusunan proposal PTK diharapkan
4
nantinya dapat menyiapkan guru-guru dalam memenuhi aturan kenaikan pangkat sesuai dengan PermenPANRB No. 16 tahun 2009 tentang kenaikan pangkat guru. Sosialisai penulisan KTI, sudah sering dilakukan dalam berbagai kesempatan baik melalui seminar maupun workshop di kalangan guru-guru. Namun, sebagian besar guru menyatakan bahwa menulis merupakan pekerjaan yang sulit. Sebagai contoh, guru-guru yang SD yang ada di Kecamatan Buleleng yang memiliki golongan IVa sebanyak 413 orang dan belum ada yang memiliki pangkat golongan IVB (Disdikpora Kabupaten Buleleng). Kendalanya karena mereka tidak mampu membuat KTI. Menurut kepala UPP Kecamatan Buleleng yang akan menjadi mitra dalam kegaiatan ini menyatakan ada beberapa alasan mereka mengalami kesulitan dalam menulis, di antaranya sebagai berikut. 1) Kesulitan mencari ide. Guru-guru menyatakan sulit menemukan idea apa yang akan ditulis. 2) Kesulitan dalam mengembangkan ide. Setelah memiliki ide, ternyata guru-guru juga kesulitan mengembangkan idenya. 3) Kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik dan benar. Selain kesulitan mencari dan mengembangkan ide, guru-guru SD juga menyatakan kesulitan dalam menyusun kalimat yang efektif. 4) Kesulitan menentukan bahasa baku yang harus digunakan dalam karya ilmiah. 5) Kesulitan dalam menyusun kalimat yang sistematis. Hal ini terjadi karena guru-guru SD belum mampu menghubungkan antara kalimat yang satu dengan kalimat lain sebagai pendukungnya. 6) Kesulitan dalam mengkaitkan antara paragraf yang satu dengan paragraf lainnya. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kemampuan guru-guru SD dalam menulis KTI sangat rendah. Oleh karena itu, dipandang perlu mencarikan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi mitra di atas. Solusi yang ditawarkan yaitu seminar dan workshop. Berdasarkan paparan di atas, kegiatan pengabdian pada masyarakat melalui program perapan IPTEKS ini dipandang sangat urgen dilakukan untuk membantu masalah yang dihadapi oleh mitra dalam usaha meningkatkan
5
kemampuan menulis. Dengan meningkatnya kemampuan menulis, diharapkan berdampak pada pengembangan profesionalisme guru.
1.2 Permasalahan Berdasarkan analisis situasi di atas, dapat diidentifkasi permasalahan yang dihadapi guru-guru SD Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut. 1) Kurangnya wawasan guru-guru tentang penelitian tindakan kelas dan kurikulum 2013. 2) Belum memiliki pengalaman menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. 3) Kurangnya wawasan guru tentang masalah-masalah yang layak diangkat menjadi PTK. 4) Minimnya
pengetahuan
guru
tentang
pendekatan
dan
model-model
pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan dalam PTK. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu dan dana yang tersedia, masalah yang ingin diatasi melalui kegiatan ini adalah berkaitan dengan rendahnya kemampuan guru-guru SD dalam penyusunan proposal PTK. Dengan demikian, perumusan masalah dalam program pengabdian kepada masyarakat ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimana cara memberikan pengetahuan dan wawasan secara teoretik kepada guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013? 2) Bagaimana cara meningkatkan kemampuan guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013?
1.3 Tujuan Kegiatan Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah di atas, tujuan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut.
6
3) Memberikan pengetahuan dan wawasan secara teoretik kepada guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. 4) Memberikan pengalaman melalui praktik langsung kepada guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013.
1.4 Manfaat Kegiatan Adapun manfaat kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut. 1) Bagi Guru Melalui program pengabdian pada masyarakat ini diharapkan guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dapat menyusun proposal PTK. Kemampuan menyusun PTK berdampak pada pengembangan profesionalisme guru. 2) Bagi Sekolah, Siswa, dan Orang Tua Guru yang sudah dapat meningkatkan profesionalismenya akan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada siswa, karena dengan melakukan PTK diharapkan guru dapat mencobakan beberapa inovasi pembelajaran yang lebih bermakna kepada para siswanya. Dampak langsung akan dirasakan oleh anak melalui pelayanan pembelajaran yang diperoleh dari gurunya. Sedangkan dampak tidak langsung akan dirasakan oleh orang tua siswa yang dipercayakan mengenyam pendidikan di sekolah tempat menimba ilmu.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Suyanto, dkk. (1997) mendefinisikan penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas secara lebih professional. Sanford (dalam Tantra, 2006), menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan siklutis yang bersifat menyeluruh, yang terdiri atas analisis, penemuan fakta, konseptualisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan penemuan fakta tambahan, dan evaluasi. Definisi PTK lebih lengkap yang menggambarkan sifat atau karakteristik dikemukan oleh Kemmis sebagai berikut. Penelitian tindakan merupakan sebuah inkuiri yang bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh partisipan dalam situasi sosial termasuk kependidikan dengan maksud untuk meningkatkan kemantapan rasional dari (a) praktek-praktek sosial maupun kependidikan, (b) pemahaman terhadap praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi pelaksanaan praktek-praktek pembelajaran (Kemmis, 1982). McNiff (1992) lebih berani lagi mendefinisikan bahwa PTK merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita artikan PTK adalah penelitian yang bersifat aplikatif (terapan), segera, dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses atau program (program) pembelajaran yang sedang berjalan. Oleh karena itu, PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran yang dihadapi oleh guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi rendahnya minat siswa belajar IPA, sehingga kondisi ini sangat menghambat pencapaian tujuan kurikuler, maka guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat siswa belajar IPA dapat ditingkatkan. Dengan PTK, guru dapat mencoba berbagai tindakan yang berupa program pembelajaran tertentu, misalnya mencoba mengajak siswa langsung ke alam, menyiapkan alat-alat peraga yang dibuat dari
8
lingkungan sekitar, menampilkan tayangan-tayangan (media) audio-visual, dan lain sebagainya. Dari program pembelajaran yang dirancang, akhirnya guru dapat memperbaiki persoalan rendahnya minat siswa belajar IPA.
2.2 Prosedur PTK Prosedur PTK yang sering digunakan adalah menggunakan model Stephen Kemmis dan Robin McTaggart, terdiri dari 4 tahapan yaitu: (1) Rencana, (2) Tindakan, (3) Observasi/Evaluasi, dan (4) Refleksi. Adapun rancangan PTK seperti tersebut, ditunjukkan pada Gambar 1.
4
Siklus II
1
siklus ke-n
1 2
Siklus I 3 4
Refleksi Awal
2 3
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Kemmis & McTaggart, 1988) Keterangan: 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Observasi/evaluasi 4. Refleksi 1) Rencana Tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau perubahan perilaku atau sikap sebagai solusi. Jadi, di sini ada rencana tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki proses pelaksanaan program pembelajaran yang sedang berjalan. 2) Tindakan Apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan.
9
3) Observasi/Evaluasi Mengamati proses dan mengevaluasi hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan kepada siswa. Peneliti mengamati dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan dalam proses pembelajaran. 4) Refleksi Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan dari pelbagai kriteria. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama guru dapat melakukan perbaikan terhadap rencana awal. Jadi, di sini peneliti mengkaji dan mempertimbangkan hasil observasi dan evaluasi serta mencari alternatif pemecahan terbaik untuk diterapkan pada siklus berikutnya.
2.3 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data dalam PTK Berdasarkan pengalaman di lapangan, metode pengumpulan data yang sering digunakan dalam PTK adalah (1) tes, (2) observasi, (3) angket/kuesioner, dan wawancara. 1) Metode Tes Metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan oleh seorang atau kelompok orang yang dites (testee), dan dari tes dapat menghasilkan suatu skor. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang perubahan ranah kognitif hasil belajar sesuai bidang studi. 2) Metode Observasi Metode observasi adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang sesuatu objek tertentu. Metode observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang perubahan ranah psikomotorik seperti: keaktifan belajar, kegairahan, kedisiplinan, kerjasama, prakarsa, dan sebagainya. 3) Metode Angket/Kuesioner Metode angket/kuesioner adalah suatu cara memperoleh atau mengumpulkan data
dengan
mengirimkan
suatu
pernyataan/pertanyaan
kepada
responden/subjek penelitian. Metode angket/kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang perubahan ranah afektif, seperti: sikap/rasa
10
senang, tertarik, dan kepuasan, termotivasi dalam pembelajaran dengan tindakan tersebut. 4) Metode Wawancara Metode wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab yang sistematis kepada responden/orang, dan hasil Tanya jawab ini dicatat/direkam secara cermat. Metode wawancara ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang perubahan ranah afektif, seperti: sikap/rasa senang, tertarik, dan kepuasan, termotivasi dalam pembelajaran dengan tindakan tersebut. 2.4 Metode Analisis Data dalam PTK Metode analisis data yang sering digunakan dalam PTK adalah metode analisis statistik deskriptif. Metode analisis statistik deskriptif adalah suatu cara mengelolaan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif seperti rata-rata/Mean (M), Median (Md), Modus (Mo), dan standar deviasi. Analisis deskriftif tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu objek/variabel tertentu sehingga diperoleh simpulan umum. Di antara statistik dskriptif tersebut yang paling sering dan cukup sederhana digunakan adalah Mean (rata-rata). Cara menghitung Mean (M) adalah sebagai berikut.
M
X
(Agung, 2005:9)
N
Keterangan: M
= Mean (rata-rata) = Jumlah skor klasikal = Jumlah individu
X
N
Untuk memudahkan penentuan kriteria keberhasilan PTK, analisis data juga dilengkapi dengan mencari persentase rata-rata (M%). M%
M SMI
100%
(Agung, 2005:96) Keterangan: M% = Rata-rata persentase M = Rata-rata skor SMI = Skor maksimal ideal
11
Selanjutnya, mengkonversikan persentase rata-rata (M%) tersebut ke dalam PAP skala lima. Tabel 1. Pedoman Penggunaan PAP Skala Lima Persentase ratarata (M%) 85 – 100 70 – 84 55 – 69 40 – 54 0 – 39
Kategori Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang
Keterangan Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas
(Diadaptasi dari Pedoman Studi Undiksha, 2013) Analisis PTK juga bisa dilihat dari ketuntasan belajar siswa dengan rumus sebagai berikut. Banyak siswa yang tuntas x100% Banyak siswa yang ikut tes Keterangan: KB = Ketuntasan belajar
KB =
2.5 Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum. Hal ini berarti bahwa pengembangan kurikulum
diarahkan pada
pencapaian kompetensi
yang
dirumuskan dari standar kompetensi lulusan (SKL). Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik (Kemdikbud, 2013a). Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, lulusan SD/MI/SDLB/Paket A memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut. Tabel 3.2 Kompetensi Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A Dimensi Sikap
Kualifikasi Kemampuan Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
12
Pengetahuan
Keterampilan
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.
Dari SKL di atas, dijabarkan lebih lanjut menjadi kompetensi. Kompetensi untuk Kurikulum 2013 dirancang sebagai berikut (Kemdikbud, 2013a). 1) Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. 2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses pembelajaran siswa aktif. 3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK. 4) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah pada kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi). 5) Kompetensi
Inti
menjadi
unsur organisatoris
(organizing
elements)
Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti. 6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). 7) Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI) atau satu kelas dan satu mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK).
13
Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas tersebut. 8) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan kelas tersebut. Untuk kurikulum SD/MI organisasi Kompetensi Dasar kurikulum dilakukan melalui pendekatan terintegrasi (integrated curriculum). Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang mengintegrasikan konten mata pelajaran IPA dan IPS di kelas I, II, dan III ke dalam mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Dengan pendekatan ini maka struktur Kurikulum SD/MI menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran berkurang (Kemdikbud, 2013b). Prinsip pengintegrasian IPA dan IPS di kelas I, II, dan III di atas dapat diterapkan dalam pengintegrasian muatan lokal. Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan seni, budaya dan keterampilan, serta bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Selain melalui penyederhanaan jumlah mata pelajaran, penyederhanaan dilakukan juga terhadap Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran. Penyederhanaan dilakukan dengan menghilangkan Kompetensi Dasar yang tumpang tindih dalam satu mata pelajaran dan antarmata pelajaran, serta Kompetensi Dasar yang dianggap tidak sesuai dengan usia perkembangan psikologis peserta didik. Di kelas IV, V, dan VI nama mata pelajaran IPA dan IPS tercantum dan memiliki Kompetensi Dasar masing-masing. Untuk proses pembelajaran Kompetensi Dasar IPA dan IPS, sebagaimana Kompetensi Dasar mata pelajaran lain, diintegrasikan ke dalam berbagai tema. Oleh karena itu, proses pembelajaran semua Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran terintegrasi dalam berbagai tema. Dengan demikian, pembelajaran di SD menggunakan pendekatan tematik. Selain menggunakan pendekatan tematik, pembelajaran menurut kurikulum 2013 juga menggunakan pendekatan scientific. Pendekatan scientific menggunakan
14
langkah-langkah,
yaitu
Observing
(mengamati),
Questioning
(menanya),
Associating (menalar), Experimenting (mencoba), dan Networking (membentuk Jejaring) (Kemdikbud, 2013c). Di dalam kurikulum 2013 diatur kompetensi inti setiap jenjang pendidikan. Kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah antara konten Kompetensi Dasar
keterkaitan
satu kelas atau jenjang pendidikan ke
kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar
dari mata pelajaran yang
berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).
15
BAB III AKTIVITAS P2M
3.1 Gambaran Lokasi Kegiatan Kegiatan ini dilaksanakan di kabupaten Buleleng. Kapupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Bali. Dipilihnya lokasi kabupaten Buleleng karena kampus Universitas Pendidikan Ganesha terletak di kabupaten Buleleng. Dengan demikian, lebih mudah melakukan koordinasi dan pelaksanaan kegiatan. Sekolah-sekolah yang terlibat terletak di sekitar kampus di Kabupaten Buleleng.
3.2 Tim Pelaksana Peran Masing-masing Anggota Organisasi tim pelaksana program pengabdian pada masyarakat ini disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Organisasi dan Pengalaman Tim Pelaksana Nama/Status I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd./Ketua
Drs. I Made Suarjana, M.Pd./Anggota I
Drs. Dewa Nyoman Sudana, M.Pd./Anggota II
Dra. Ni Wayan Arini, M.Pd./Anggota III
Dra. Ni Nyoman Kusmaryatni, M.Pd./Anggota IV
Keahlian/Pengalaman Bidang keahlian pendidikan fisika, dengan pengalaman memeroleh berbagai penghargaan dalam karya tulis Bidang Pendidikan Matematika, dengan pengalaman sebagai sekretaris jurusan dan menyelenggarakan berbagai kegiatan seminar dan workshop Bidang penelitian dan evaluasi pendidikan, dengan pengalaman sebagai mengasuh mata kuliah evaluasi pendidikan Bidang Pendidikan Bahasa Indonesia, dengan pengalaman memegang mata kuliah penulisan karya ilmiah selama 5 tahun Bidang keahlian IPA SD, dengan pengalaman mengasuh mata kuliah IPA
16
Dukungan Buku-buku sebagai referensi, laptop, media gambar, dan Software Mind Mapping Auditorium, aula, sarana dan prasarana lainnya, seperti LCD, laptop, dan lain-lain
Melakukan evaluasi melalui instrumen
Buku-buku terkait dengan penulisan karya tulis ilmiah, artikel, dan esai
Buku-buku referensi, contoh-contoh karya ilmiah
3.3 Masyarakat/Kelompok Sasaran Khalayak sasaran utama dalam kegiatan ini adalah guru-guru SD di Kabupaten Buleleng. Guru-guru yang dilibatkan adalah mereka yang akan mengusulkan kenaikan pangkat/golongan, yaitu sebanyak 20 Orang. Dipilihnya guru-guru SD sebagai mitra dalam melakukan program pengabdian pada masyarakat ini karena guru-guru SD mengalami kesulitan untuk menyusun proposal penelitian tindakan kelas. Pihak-pihak yang terkait dan terlibat dalam kegiatan ini adalah pihak lembaga pengabdian pada masyarakat Undiksha, Ka. UPP Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, pengawas TK/SD Kecamatan Buleleng, para guru SD yang akan mengusulkan kenaikkan pangkat.
3.4 Metode Pelaksanaan Kegiatan Kerangka pemecahan masalah yang diterapkan dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini disajikan pada Gambar 3.1. Kegiatan pertama dimulai dengan melakukan identifikasi masalah. Setelah masalah teridentifikasi, selanjutnya dirumuskan solusi pemecahannya. Dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini solusinya melalui seminar dan workshop. Materi yang dikaji dalam seminar adalah berkaitan dengan kurikulum 2013 dan penyusunan proposal PTK. Kegiatan dirancang dalam waktu 3 (tiga hari). Melalui seminar, guru-guru diberikan wawasan secara teoretis berkaitan dengan kurikulum 2013 dan teknik menyusun proposal PTK selama 1 hari. Setelah melakukan seminar, kegiatan selanjutnya akan diselenggarakan workshop (pelatihan) selama 2 hari untuk menyusun proposal PTK. Setelah melakukan rangkaian kegiatan seminar dan workshop, apabila dipandang perlu, tim akan menyediakan proses pendampingan. Pendampingan dilaksanakan melalui bimbingan face to face secara berkelanjutan sampai dihasilkan produk berupa proposal PTK. Secara ringkas, kerangka pemecahan masalah disajikan pada Gambar 3.1
17
Identifikasi Masalah
Merumuskan Solusi
Seminar Mengkaji Teori PTK dan kurikulum 2013
Guru-guru SD di Kec. Buleleng
Output
Proposal PTK
Dampak
Meningkatnya Kompetensi Guru Menyusun Proposal PTK
Workshop Penyusunan Proposal PTK berorientasi kurikulum 2013
Gambar 3.1 Skema Pemecahan Masalah
Berdasarkan kerangka pemecahan masalah di atas, adapun metode pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah menggunakan metode seminar dan workshop (pelatihan). Seminar berkaitan dengan pengkajian penelitian tindakan kelas dan kurikulum 2013. Workshop berkaitan dengan penyusunan proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. Adapun secara lebih rinci kegiatannya adalah sebagi berikut. Hari/tanggal : Selasa, 16 Juni 2015 No 1 2
Waktu (Wita) 08.00-08.30 08.30-09.00
3 4
09.00-09.30 09.30-11.15
5 6 7
11.15-12.15 12.15-13.00 13.00-15.00
Acara Registrasi Pembukaan - Doa - Laporan Ketua Pelaksana - Sambutan Ketua LPM Undiksha sekaligus membuka acara secara resmi Istirahat (Snack) Penyajian Materi I Penyajian Materi II Tanya Jawab Istirahat (Makan siang) Latihan penyusunan draft proposal
18
Hari/tanggal : Rabu, 17 Juni 2015 No 1 2 3 4 5 6
Waktu (Wita) 08.00-09.00 09.00-11.00 11.00-12.30 12.30-13.00 13.00-13.30 13.30-14.00
Acara Registrasi + Snack Lanjutan penyusunan draft proposal Latihan penyusunan instrumen Istirahat (Makan) Lanjutan penyusunan instrumen Penutupan
Hari/tanggal : Kamis, 18 Juni 2015 No 1 2 3 4 5 6
Waktu (Wita) 08.00-09.00 09.00-11.00 11.00-12.00 12.00-12.30 12.30-13.30 13.30-14.00
Acara Registrasi + Snack Presentasi draft proposal Presentasi draf instrumen Istirahat (Makan) Penyempurnaan draf proposal dan instrumen Penutupan
Mengacu pada tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan ini, ada beberapa indikator keberhasilan telah ditetapkan, yaitu 1) meningkatnya wawasan guru tentang PTK dan kurikulum 2013, dan (2) berhasilnya guru-guru menyusun draf proposal PTK. Tercapai tidaknya tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan ini akan diketahui melalui evaluasi. Rancangan evaluasi yang disusun terdiri dari: jenis data yang diperoleh dan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kiranya dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelatihan penyusunan proposal PTK ini. Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan evaluasi, perlu dibuatkan matrik indikator kegiatan seperti pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Rancangan Evaluasi Pemantauan Kegiatan Penulisan Karya Ilmiah No. 1
2
Aspek yang dinilai Pengetahuan tentang PTK dan kurikulum 2013
Kemampuan guru-guru dalam menyusun draf
Sumber Data Guru-guru SD yang mengikuti program SKGJ, Kabupaten Buleleng Guru-guru SD yang mengikuti
Indikator Keberhasilan Penguasaan pengtahuan
Kriteria Keberhasilan Memiliki pemahaman tentang PTK dan kurikulum 2013
Guru-guru dapat menghasilkan
Contoh produk yang dihasilkan guru
19
Instrumen Butir-butir pertanyaan tentang PTK dan kurikulum 2013 Butir-butir pedoman penilaian
proposal PTK,
program SKGJ, Kabupaten Buleleng
produk yang diminta dalam pelatihan
berupa draf proposal PTK
proposal
3.5 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan Rencana dan jadwal kerja program pengabdian pada masyarakat ini disusun seperti pada Tabel 3.3. Tabel 13.3 Rencana dan Jadwal Kegiatan Kegiatan
Bulan keII III IV 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Perbaikan proposal dan pengumpulan kembali ke LPM Undiksha Tahap persiapan 1 Mengkoordinasikan kegiatan 3 Pembuatan jadwal kegiatan 4 Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan 5 Melakukan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait
I
Tahap pelaksanaan 1 Pelaksanaan workshop penyusunan proposal PTK dan penulisan artikel ilmiah 2 Pelaksanakan pendampingan 3 Pelaksanaan evaluasi Tahap pelaporan 1 Penyusunan laporan akhir dan artikel ilmiah 2 Penggandaan laporan akhir 3 Penjilidan dan pengiriman laporan 4 Publikai ilmiah
x
20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran dan Hasil Pelaksanaan Kegiatan Sejalan dengan tujuan kegiatan ini, yaitu melatih guru-guru SD di Kabupaten Buleleng untuk mampu menyusun proposal penelitian tindakan kelas berorientasi kurikulum 2013, maka gambaran dan hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat dipaparkan sebagai berikut. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 16-18 Juni 2015 mengambil tempat di Aula PGSD FIP Undiksha. Dipilihnya tempat tersebut, Kegiatan diikuti oleh 20 guru yang berasal dari sekolah-sekolah di kabupaten Buleleng. Sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahulu dilakukan registrasi dan pembagian snack. Kegiatan dimulai dengan upacara pembukaan. Pertama, laporan ketua panitia yang pada intinya megucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas kerjasamanya sehingga pengabdian ini dapat dilaksanakan. Kedua, sambutan dari ketua LPM yang diwakili oleh stafnya yang sekaligus membuka acara. Dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi dan mendukung kegiatan ini karena sangat bermanfaat bagi kemajuan profesionalisme guru. Ketiga, penyampaian materi oleh narasumber. Setelah penyajian materi, dilanjutkan dengan tanya jawab. Setelah selesai tanya jawab, peserta dipersilakan istirahat menikmati kudapan (makan siang), sebelum dilanjutkan ke acara berikutnya.
4.2 Indikator Keberhasilan Mengacu pada tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan ini, ada beberapa indikator keberhasilan telah ditetapkan, yaitu 1) meningkatnya wawasan guru tentang kurikulum 2013 dan (2) berhasilnya guru-guru menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. Tercapai tidaknya tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan ini akan diketahui melalui evaluasi. Rancangan evaluasi yang disusun terdiri dari: jenis data yang diperoleh dan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kiranya dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelatihan ini. Untuk
21
memudahkan pelaksanaan kegiatan evaluasi, perlu dibuatkan matrik indikator kegiatan seperti pada Tabel 10.1. Tabel 10.1 Rancangan Evaluasi Pemantauan Kegiatan Pelatihan No 1
2
Aspek yang dinilai Pengetahuan tentang kurikulum 2013
Sumber Data Guru-guru
Indikator Keberhasilan Penguasaan pengetahuan
Kriteria Keberhasilan Memiliki pemahaman tentang kurikulum 2013
Kecakapan dan keterampilan guru-guru dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013
Guru-guru
Kecakapan dan keterampilan guru-guru dalam menghasilkan produk yang diminta dalam pelatihan
Contoh produk yang dihasilkan guru berupa proposal dan instrument penilaian
Instrumen Butir-butir pertanyaan tentang kurikulum 2013 Butir-butir pedoman penilaian proposal ptk
4.3 Gambaran Keberlanjutan Khalayak Sasaran Menyimak antusiasme peserta pelatihan, tampaknya keberlajutan kegiatan ini optimis dapat dilaksanakan. Sebagai tindak lanjut kegiatan ini adalah guruguru yang telah berhasil menyusun proposal dapat mengimplementasikan langsung di lapangan. Pengimplementasian proposal tersebut dapat membantu guru-guru
meningkatkan
kualitas
pembelajaran.
pembelajaran berdampak baik pada hasil belajar siswa.
22
Peningkatan
kualitas
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1) Cara meningkatkan wawasan guru melalui pelatihan penyusunan proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 bagi guru-guru sekolah dasar di Kabupaten Buleleng adalah dengan melakukan pelatihan/ workshop. 2) Pelatihan penyusunan proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 bagi guruguru sekolah dasar di Kabupaten Buleleng dapat memfasilitasi guru-guru dalam menyusun proposal PTK. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan guruguru SD di kabupaten Buleleng dalam menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013 mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari produk yang dihasilkan, di mana guru-guru telah mampu menghasilkan draf proposal PTK beserta instrumen penilaiannya dengan baik.
5.2 Saran Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dan simpulan di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut. 1) Kepada Guru Guru-guru peserta pelatihan diharapkan menindaklanjuti secara mandiri roposal yang dibuat. Proposal tersebut diharapkan diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolahnya masing-masing. 2) Kepada Sekolah Pihak sekolah diharapkan terus menyebarluaskan kepada guru-guru lainnya yang tidak berkesempatan mengikuti kegiatan pelatihan, agar termotivasi menyusun proposal PTK berorientasi kurikulum 2013. Di samping itu, memberikan kesempatan lebih banyak lagi kepada guru-guru untuk mengikuti kegiatan pelatihan yang sejenis dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru.
23
3) Kepada Pengambil Kebijakan Kepada pengambil kebijakan/pemerintah, diharapkan lebih melakukan pemerataan kegiatan yang sejenis, yaitu melaksanakan pelatihan penyususnan proposal PTK bagi guru-guru SD sampai di pelosok desa-desa. Dengan demikian, guru-guru yang belum dapat kesempatan dalam pelatihan ini, bisa mengikuti pelatihan dikesempatan lain.
24
DARTAR PUSTAKA Arini, N. W., Japa, IGN., Arcana, N, dan Astawan, I G. 2012. IbM Kelompok Kerja Guru (KKG) Kecamatan Buleleng. Laporan (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha Hobri. 2007. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru dan Praktisi. Jember: UPTD Balai Pengembangan Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Jember. Kemdikbud, 2013a. Materi Pelatihan Guru di SD. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud, 2013b. Kompetensi Dasar Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemmis, S. 1982. Action research in retrospect and prospect. In C. Henry, C. Cook, Kemmis, R. Mc Taggart (eds)., The Action Research Reader Action Research and Critical Analysis of Pedahogy. Geelong: Deakin University, Vic., hal. 11-29. Kemmis, S. & Mc Targat, R. 1988. The Action Research Planer. 3rd Victoria: Deaken University. Mc Niff, J. 1992. Action Research: Prinsiples and Praktice. London: Routledge. Suyanto, Soedarsono, FX., Sumarno, dan Muhadjir, N. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK): Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Tantra, D. K. 2006. Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Sekolah. Makalah disampaikan dalam pelatihan penulisan karya ilmiah bagi guru-guru SLTA sekota Denpasar pada tanggal 13 Desember 2006 di Aula Balai Bahasa Denpasar.
25
LAMPIRAN-LAMPIRAN
26
FOTO-FOTO KEGIATAN
Gambar 1. MC Membuka Kegiatan
Gambar 2. Perwakilan dari LPM, Ketua Panitia, dan Penyaji sedang Mengikuti Acara Pembukaan
Gambar 3. Penyaji Menyampaikan Materi didampingi oleh Moderator
Gambar 4. Peserta Menyimak Materi yang disajikan
Gambar 5. Peserta Melakukan Diskusi Menyusun Proposal
Gambar 6. Peserta Mempresentasikan Hasil Karya yang Dibuat
KEMENTERIAN PENDIDIKAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT Alamat: Jln. Udayana No. 12 Singaraja-Bali Telp. (0362) 26327, Fax. (0362) 25735 Kode Pos. 81116
Singaraja, 12 Juni 2015 Nomor :Lampiran : 1 (satu gabung) Hal : Permohonan Membuka Acara
Kepada Yth. Ketua LPM Undiksha di Singaraja Dengan hormat, Dalam rangka menyelenggarakan kegiatan pengabdian pada masyarakat “Pelatihan Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas Berorientasi Kurikulum 2013 bagi Guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng”, kami mohon kepada Bapak untuk memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan tersebut secara resmi pada: Hari/Tanggal : Selasa, 16 Juni 2015 Pukul : 08.30 Wita-selesai Tempat : Aula Gedung Kuliah PGSD Demikian permohonan ini, atas perhatian dan kerjasamanya, disampaikan terima kasih.
Ketua Pelaksana,
I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd. NIP 198408202012121004
KEMENTERIAN PENDIDIKAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT Alamat: Jln. Udayana No. 12 Singaraja-Bali Telp. (0362) 26327, Fax. (0362) 25735 Kode Pos. 81116
Singaraja, 12 Juni 2015 Nomor :Lampiran : Hal : Permohonan sebagai Peserta
Kepada Yth. Korti SKGJ Input SMA dan Input D2 Kelas Buleleng di Singaraja Dengan hormat, Dalam rangka menyelenggarakan kegiatan pengabdian pada masyarakat “Pelatihan Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas Berorientasi Kurikulum 2013 bagi Guru-guru SD di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng”, kami panitia mohon kepada Bapak/Ibu untuk hadir mengikuti kegiatan tersebut pada: Tanggal Pukul Tempat
: 16-18 Juni 2015 : 08.00 Wita-selesai : Aula Gedung Kuliah PGSD
Bersamaan ini juga kami sampaikan agar Bapak/Ibu Korti mengkoordinasikan kepada seluruh teman lainnya untuk wajib mengikuti kegiatan tersebut. Contact person: I Gede Astawan (087861279605) dan I Made Suarjana (081338469735). Demikian permohonan ini, atas perhatian dan kerjasamanya, disampaikan terima kasih.
Ketua Pelaksana,
I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd. NIP 198408202012121004
KEMENTERIAN PENDIDIKAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT Alamat: Jln. Udayana No. 12 Singaraja-Bali Telp. (0362) 26327, Fax. (0362) 25735 Kode Pos. 81116
SUSUNAN ACARA
Hari/tanggal : Selasa, 16 Juni 2015 No 1 2
Waktu (Wita) 08.00-08.30 08.30-09.00
3 4
09.00-09.30 09.30-11.15
5 6 7
11.15-12.15 12.15-13.00 13.00-15.00
Acara Registrasi Pembukaan - Doa - Laporan Ketua Pelaksana - Sambutan Ketua LPM Undiksha sekaligus membuka acara secara resmi Istirahat (Snack) Penyajian Materi I Penyajian Materi II Tanya Jawab Istirahat (Makan siang) Latihan penyusunan draft proposal
Hari/tanggal : Rabu, 17 Juni 2015 No 1 2 3 4 5 6
Waktu (Wita) 08.00-09.00 09.00-11.00 11.00-12.30 12.30-13.00 13.00-13.30 13.30-14.00
Acara Registrasi + Snack Lanjutan penyusunan draft proposal Latihan penyusunan instrumen Istirahat (Makan) Lanjutan penyusunan instrumen Penutupan
Hari/tanggal : Kamis, 18 Juni 2015 No 1 2 3 4 5 6
Waktu (Wita) 08.00-09.00 09.00-11.00 11.00-12.00 12.00-12.30 12.30-13.30 13.30-14.00
Acara Registrasi + Snack Presentasi draft proposal Presentasi draf instrumen Istirahat (Makan) Penyempurnaan draf proposal dan instrumen Penutupan
TEKNIK PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS BERORIENTASI KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR Oleh I Gede Astawan, dkk. 1. Pendahuluan Masalah pendidikan menjadi perhatian serisus bagi setiap negara di dunia. Kualitas pendidikan suatu bangsa sejalan dengan kemajuan suatu bangsa dan negara. Indonesia, sampai saat ini masih ketinggalan mutu pendidikannya dibandingkan negara-negara maju dan berkembang di dunia. Nilan (2009) mengungkapkan bahwa mutu pendidikan Indonesia lebih rendah dari negara tetangganya di Asia Tenggara, yaitu Malaysia dan Thailand. Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia berimplikasi pada rendahnya pula sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. Pemerintah sesungguhnya menyadari bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam pembentukan manusia yang berkualitas. Manusia berkualitas dibutuhkan bagi kemajuan pembangunan. Sebagai bukti komitmen pemerintah tersebut telah direalisasikan melalui pembenahan pada segenap komponen pendidikan, mulai dari peningkatan anggaran pendidikan sampai pada sarana dan prasarana pendidikan. Peningkatan anggaran pendidikan diimplementasikan dalam program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran (Kemendiknas, 2010). Pemerintah juga telah berupaya mengadakan penyempurnaan dalam bidang kurikulum, yaitu dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum tahun 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sejak tahun 2014 telah diberlakukan kurikulum 2013 sebagai pengganti kurikulum 2006. Walapun pemberlakuan kurikulum 2013 ditunda pelaksanaannya dan tetap diberlakukan di sekolah-sekolah tertentu. Dengan upaya-upaya dan komitmen yang dilakukan oleh pemerintah tersebut seyogyanya tujuan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dapat tercapai secara optimal. Namun, hasil-hasil studi menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Pada tahun 2005, terungkap bahwa mutu pendidikan di
1
Indonesia berada di peringkat 10 dari 14 negara berkembang di kawasan AsiaPasifik. Peringkat ini dilansir dari laporan monitoring global yang dikeluarkan lembaga PBB, UNESCO (Muhliz, 2009). Penelitian terhadap kualitas pendidikan dasar ini dilakukan oleh Asian South Pacific Beurau of Adult Education (ASPBAE) dan Global Campaign for Education. Studi dilakukan di 14 negara pada bulan Maret-Juni 2005. Konsorsium Internasional (2010), melaporkan bahwa dalam bidang IPA, Indonesia masuk peringkat 32 dari 36 negara. Indeks pembangunan pendidikan untuk semua (education for all) menurut UNESCO dalam EFA Global Monitoring Refort 2011, melaporkan bahwa Indonesia menepati 67 dari 127 negara (Kompas, 2011). Hal serupa juga dilaporkan oleh United Nations Development Programme (UNDP), yaitu Human Development Index (HDI) Indonesia berada diperingkat 109 dari 179 negara (UNDP, 2009). Fakta-fakta tersebut memberikan gambaran bahwa kualitas pendidikan Indonesia perlu ditingkatkan. Bercermin dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, tentu ada permasalahan yang mesti dibenahi. Salah satunya adalah persoalan mutu tenaga pendidik (guru). Guru merupakan ujung tombak di dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kurikulum yang bagus, sarana dan prasarana yang memadai belum menjadi jaminan dapat meningkatkan kualitas pendidikan tanpa didukung oleh guru yang berkualitas. Oleh karena itu, peningkatan kualitas guru merupakan suatu keharusan. Sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas guru adalah melalui kegiatan pengembangan profesi. Pengembangan profesi guru merupakan kegiatan yang dilakukan guru dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk meningkatkan mutu, baik dalam proses pembelajaran, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia pendidikan/masyarakat, maupun peningkatan profesionalisme guru. Oleh karena itu, peningkatan profesi guru harus bertumpu pada paradigma pengembangan dan peningkatan kualitas guru. Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai konsekuensi logis bagi para guru dan dosen untuk memenuhi beberapa hal yang diundangkan tersebut. Pada Undang-undang No. 14 tahun 2005 tersebut dijelaskan bahwa guru/dosen harus meningkatkan dan mengembangkan profesi sebagai pendidik. Peningkatan profesionalisme guru sebagai pendidik dapat ditempuh dengan cara mengikuti jenjang pendidikan lebih tinggi, sertifikasi guru, dan kenaikan pangkat ke golongan yang lebih tinggi. Fakta menunjukkan bahwa
2
hanya sebagian kecil guru yang mampu menduduki golongan IVb di Bali (Diknas Propinsi Bali). Dengan kata lain, guru-guru hanya mampu menduduki golongan IVa. Hal ini dapat dicapai karena kenaikan golongan sampai IVa hanya diperoleh melalui angka kredit yang belum mensyaratkan karya tulis ilmiah (KTI). Ini membuktikan bahwa ketidaksiapan para guru menyongsong perubahan paradigma tuntutan peningkatan profesionalisme guru. Bedasarkan paparan tersebut, peningkatan kemampuan melaksanakan penelitian tindakan kelas seiring dengan kurikulum 2013 merupakan suatu keniscayaan untuk meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran.
2. Sekilah tentang Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum. Hal ini berarti bahwa pengembangan
kurikulum
diarahkan
pada
pencapaian
kompetensi
yang
dirumuskan dari standar kompetensi lulusan (SKL). Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik (Kemdikbud, 2013a). Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, lulusan SD/MI/SDLB/Paket A memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut. Tabel 3.2 Kompetensi Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A Dimensi Sikap
Kualifikasi Kemampuan Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Pengetahuan
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Keterampilan
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.
3
Dari SKL di atas, dijabarkan lebih lanjut menjadi kompetensi. Kompetensi untuk Kurikulum 2013 dirancang sebagai berikut (Kemdikbud, 2013a). 1) Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. 2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses pembelajaran siswa aktif. 3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK. 4) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah pada kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi). 5) Kompetensi
Inti
menjadi
unsur
organisatoris
(organizing
elements)
Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti. 6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). 7) Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD/MI) atau satu kelas dan satu mata pelajaran (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK). Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas tersebut. 8) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan kelas tersebut. Untuk kurikulum SD/MI organisasi Kompetensi Dasar kurikulum dilakukan melalui pendekatan terintegrasi (integrated curriculum). Berdasarkan pendekatan ini
maka
terjadi
reorganisasi
Kompetensi
Dasar
mata
pelajaran
yang
mengintegrasikan konten mata pelajaran IPA dan IPS di kelas I, II, dan III ke
4
dalam mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Dengan pendekatan ini maka struktur Kurikulum SD/MI menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran berkurang (Kemdikbud, 2013b). Prinsip pengintegrasian IPA dan IPS di kelas I, II, dan III di atas dapat diterapkan dalam pengintegrasian muatan lokal. Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan seni, budaya dan keterampilan, serta bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Selain melalui penyederhanaan jumlah mata pelajaran, penyederhanaan dilakukan juga terhadap Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran. Penyederhanaan dilakukan dengan menghilangkan Kompetensi Dasar yang tumpang tindih dalam satu mata pelajaran dan antarmata pelajaran, serta Kompetensi Dasar yang dianggap tidak sesuai dengan usia perkembangan psikologis peserta didik. Di kelas IV, V, dan VI nama mata pelajaran IPA dan IPS tercantum dan memiliki
Kompetensi Dasar masing-masing. Untuk proses pembelajaran
Kompetensi Dasar IPA dan IPS, sebagaimana Kompetensi Dasar mata pelajaran lain, diintegrasikan ke dalam berbagai tema. Oleh karena itu, proses pembelajaran semua Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran terintegrasi dalam berbagai tema. Dengan demikian, pembelajaran di SD menggunakan pendekatan tematik. Selain menggunakan pendekatan tematik, pembelajaran menurut kurikulum 2013 juga menggunakan pendekatan scientific. Pendekatan scientific menggunakan langkah-langkah,
yaitu
Observing
(mengamati),
Questioning
(menanya),
Associating (menalar), Experimenting (mencoba), dan Networking (membentuk Jejaring) (Kemdikbud, 2013c). Di dalam kurikulum 2013 diatur kompetensi inti setiap jenjang pendidikan. Kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik
5
untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah
keterkaitan
antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).
3. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Suyanto, dkk. (1997) mendefinisikan penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas secara lebih professional. Sanford (dalam Tantra, 2006), menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan siklutis yang bersifat menyeluruh, yang terdiri atas analisis, penemuan fakta, konseptualisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan penemuan fakta tambahan, dan evaluasi. Definisi PTK lebih lengkap yang menggambarkan sifat atau karakteristik dikemukan oleh
6
Kemmis sebagai berikut. Penelitian tindakan merupakan sebuah inkuiri yang bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh partisipan dalam situasi sosial termasuk kependidikan dengan maksud untuk meningkatkan kemantapan rasional dari (a) praktek-praktek sosial maupun kependidikan, (b) pemahaman terhadap praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi pelaksanaan praktek-praktek pembelajaran (Kemmis, 1982). McNiff (1992) lebih berani lagi mendefinisikan bahwa PTK merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita artikan PTK adalah penelitian yang bersifat aplikatif (terapan), segera, dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses atau program (program) pembelajaran yang sedang berjalan. Oleh karena itu, PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran yang dihadapi oleh guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi rendahnya minat siswa belajar IPA, sehingga kondisi ini sangat menghambat pencapaian tujuan kurikuler, maka guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat siswa belajar IPA dapat ditingkatkan. Dengan PTK, guru dapat mencoba berbagai tindakan yang berupa program pembelajaran tertentu, misalnya mencoba mengajak siswa langsung ke alam, menyiapkan alat-alat peraga yang dibuat dari lingkungan sekitar,
menampilkan
tayangan-tayangan
(media)
audio-visual,
dan
lain
sebagainya. Dari program pembelajaran yang dirancang, akhirnya guru dapat memperbaiki persoalan rendahnya minat siswa belajar IPA.
4. Prosedur PTK Prosedur PTK yang sering digunakan adalah menggunakan model Stephen Kemmis dan Robin McTaggart, terdiri dari 4 tahapan yaitu: (1) Rencana, (2) Tindakan, (3) Observasi/Evaluasi, dan (4) Refleksi. Adapun rancangan PTK seperti tersebut, ditunjukkan pada Gambar 1. 1) Rencana Tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau perubahan perilaku atau sikap sebagai solusi. Jadi, di sini ada rencana tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki proses pelaksanaan program pembelajaran yang sedang berjalan.
7
2) Tindakan Apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan. 3) Observasi/Evaluasi Mengamati proses dan mengevaluasi hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan
atau
dikenakan
kepada
siswa.
Peneliti
mengamati
dan
mengevaluasi proses dan hasil tindakan dalam proses pembelajaran. 4) Refleksi Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan dari pelbagai kriteria. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama guru dapat melakukan perbaikan terhadap rencana awal. Jadi, di sini peneliti mengkaji dan mempertimbangkan hasil observasi dan evaluasi serta mencari alternatif pemecahan terbaik untuk diterapkan pada siklus berikutnya.
4
Siklus II
1
siklus ke-n
1 2
Siklus I 3 4
Refleksi Awal
2 3
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Kemmis & McTaggart, 1988) Keterangan: 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Observasi/evaluasi 4. Refleksi
5. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data dalam PTK Berdasarkan pengalaman di lapangan, metode pengumpulan data yang sering digunakan dalam PTK adalah (1) tes, (2) observasi, (3) angket/kuesioner, dan wawancara.
8
1) Metode Tes Metode tes adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan oleh seorang atau kelompok orang yang dites (testee), dan dari tes dapat menghasilkan suatu skor. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang perubahan ranah kognitif hasil belajar sesuai bidang studi. 2) Metode Observasi Metode observasi adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang sesuatu objek tertentu. Metode observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang perubahan
ranah
psikomotorik
seperti:
keaktifan
belajar,
kegairahan,
kedisiplinan, kerjasama, prakarsa, dan sebagainya. 3) Metode Angket/Kuesioner Metode angket/kuesioner adalah suatu cara memperoleh atau mengumpulkan data
dengan
mengirimkan
suatu
pernyataan/pertanyaan
kepada
responden/subjek penelitian. Metode angket/kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang perubahan ranah afektif, seperti: sikap/rasa senang, tertarik, dan kepuasan, termotivasi dalam pembelajaran dengan tindakan tersebut. 4) Metode Wawancara Metode wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab yang sistematis kepada responden/orang, dan hasil Tanya jawab ini dicatat/direkam secara cermat. Metode wawancara ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang perubahan ranah afektif, seperti: sikap/rasa senang, tertarik, dan kepuasan, termotivasi dalam pembelajaran dengan tindakan tersebut. 6. Metode Analisis Data dalam PTK Metode analisis data yang sering digunakan dalam PTK adalah metode analisis statistik deskriptif. Metode analisis statistik deskriptif adalah suatu cara mengelolaan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif seperti rata-rata/Mean (M), Median (Md), Modus (Mo), dan standar deviasi. Analisis deskriftif tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu objek/variabel tertentu sehingga diperoleh simpulan umum. Di antara statistik
9
dskriptif tersebut yang paling sering dan cukup sederhana digunakan adalah Mean (rata-rata). Cara menghitung Mean (M) adalah sebagai berikut.
X
M
(Agung, 2005:9)
N
Keterangan: M
= Mean (rata-rata) = Jumlah skor klasikal = Jumlah individu
X
N
Untuk memudahkan penentuan kriteria keberhasilan PTK, analisis data juga dilengkapi dengan mencari persentase rata-rata (M%). M%
M SMI
100%
(Agung, 2005:96) Keterangan: M% = Rata-rata persentase M = Rata-rata skor SMI = Skor maksimal ideal Selanjutnya, mengkonversikan persentase rata-rata (M%) tersebut ke dalam PAP skala lima. Tabel 1. Pedoman Penggunaan PAP Skala Lima Persentase ratarata (M%) 85 – 100 70 – 84 55 – 69 40 – 54 0 – 39
Kategori Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang
Keterangan Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas
(Diadaptasi dari Pedoman Studi Undiksha, 2013)
Analisis PTK juga bisa dilihat dari ketuntasan belajar siswa dengan rumus sebagai berikut. Banyak siswa yang tuntas x100% Banyak siswa yang ikut tes Keterangan: KB = Ketuntasan belajar
KB =
10
7.
Penutup Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui
peningkatan kualitas pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan lewat penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas dilaksanakan sesuai dengan kebijakan pemerintah, yaitu sejalan dengan penerapan kurikulum 2013. Penerapan kurikulum 2013 menuntut guru dalam pembelajaran lebih kreatif dan inovatif menerapkan berbagai metode pembelajaran yang dipadukan dengan pendekatan saintifik dan tematik. Pendekatan saintifik memiliki langkah-langkah sistematis yang meliputi aspek mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen/mencoba, mengasosiasikan/mengolah informasi/menalar, dan mengkomunikasikan/membentuk jejaring.
DAFTAR PUSTAKA Agung, A. A. G. 2010. Penelitian Tindakan Kelas: Teori dan Analisis Data daalam PTK. Makalah disajikan pada Workshop Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP Undiksha pada tanggal 27 September 2010 di Kampus PGSD FIP Undiksha. Arikuto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara. BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 t e n t a n g Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. Hopkins, D. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Reasearch. Buckingham: Open University Press. Kemmis, S. 1982. Action research in retrospect and prospect. In C. Henry, C. Cook, Kemmis, R. Mc Taggart (eds)., The Action Research Reader Action Research and Critical Analysis of Pedahogy. Geelong: Deakin University, Vic., hal. 11-29. Kemmis, S. & Mc Targat, R. 1988. The Action Research Planer. 3rd Victoria: Deaken University. Mc Niff, J. 1992. Action Research: Prinsiples and Praktice. London: Routledge. Suyanto, Soedarsono, FX., Sumarno, dan Muhadjir, N. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK): Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
11
Sudjana. 1980. Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito. Tantra, D. K. 2006. Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajarandi Sekolah. Makalah disampaikan dalam pelatihan penulisan karya ilmiah bagi guru-guru SLTA sekota Denpasar pada tanggal 13 Desember 2006 di Aula Balai Bahasa Denpasar. Undiksha. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Singaraja: Undiksha. Undiksha. 2013. Pedoman Studi Undiksha. Singaraja: Undiksha. Wardani, I.G.A.K. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
12
LAMPIRAN: Contoh Judul-Judul Proposal PTK Berorientasi Kurikulum 2013 1.
Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Asesmen Portofolio pada Tema Selalu Berhemat Energi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SD……..
2.
Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Asesmen Produk pada Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SD……..
3.
Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Peta Pikiran Untuk Meningkatkan Kreativitas dan Prestasi Belajar pada Tema Berbagi Pekerjaan Siswa Kelas IV SD………………………
4.
Penerapan
Pendekatan
Saintifik
Berseting
Kooperatif
STAD
Untuk
Meningkatkan Sikap Sosial dan Prestasi Belajar Pada Tema Indahnya Kebersamaan Siswa Kelas IV SD……………………… 5.
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Peristiwa Alam Melalui Pendekatan Saintifik dengan Media Audiovisual pada Siswa Kelas I SD………………………………..
6.
Peningkatan Sikap Sosial dan Hasil Belajar pada Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Makananku Sehat dan Bergizi Melalui Model Project Based Learning Kelas IV SD………………………………..
7.
Peningkatan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar pada Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Peristiwa Alam Melalui Model Inquiry Learning Kelas V SD………………………………..
8.
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Keluargaku Melalui Pendekatan Saintifik dengan Media Konkrit pada Siswa Kelas I SD………………………………..
9.
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Kegemaranku Melalui Pendekatan Saintifik dengan Media Lingkungan Sekitar pada Siswa Kelas I SD………………………………..
10. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Tematik Terpadu Tema Kegiatanku Melalui Pendekatan Saintifik dengan strategi TANDUR pada Siswa Kelas I SD………………………………..
13
Sistematika Proposal PTK A. Judul Penelitian B. Latar Belakang Masalah C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa b. Bagi Guru c. Bagi Peneliti Lain F. Kajian Pustaka 1………………………………………… 2………………………………………… 3. dan seteruasnya……………………. 4. Penelitian yang Relevan 5. Kerangka Berpikir 6. Hipotesis Tindakan G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian 2. Subjek dan Objek Penelitian 3. Prosedur Penelitian 4. Teknik Pengumpulan Data 5. Teknik Analisis Data H. Jadwal Penelitian Daftar Pustaka
14
TEKNIK PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS BERORIENTASI KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR
JUDUL
Oleh: I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd. Drs. I Made Suarjana, M.Pd. Drs. Dewa Nyoman Sudana, M.Pd. Dra. Ni Wayan Arini, M.Pd. Dra. Nyoman Kusmariyatni, M.Pd.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2015
15
A. Judul Penelitian Penerapan pendekatan saintifik dengan bantuan media konkrit untuk meningkatkan hasil belajar Calistung di kelas I SD
B. Latar Belakang Masalah 1. Kesulitan menerapkan pemblajaran calistung di kelas 1 SD karena banyak faktor yang mempengaruhi,seperti alat peraga dan kondisi lingkungan keluarga. 2. Minat belajar siswa sangat rendah 3. Karena kekurangan guru
C. Rumusan Masalah Apakah dengan penerapan pendekatan saintifik dengan bantuan media konkret dapat meningkatkan hasil belajar calistung pada siswa kelas I SD?
D. Tujuan Penelitian Untuk meningkatkan hasil belajar calistung pada siswa kelas I SD dalam pembelajaran calistung.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini memberikan penjelasan lebih mendalam tentang pendekatan sinstifik berbantuan media konkret. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Dengan bantuan media konkret siswa lebih mudah memahami materi calistung yang disampaikan oleh guru b. Bagi Guru Guru dapat menerapkan pembelajaran calistung dengan baik c. Bagi Peneliti Lain Penelitian dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan saintifik dengan bantuan media konkret
F. Landasan Teori 1. Pendekatan saintifik 2. Media konkret 3. Pendekatan saintifik berbantuan media konkret 4. Hasil Belajar 5. Penelitian yang Relevan - Hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan pendekatan saintifik - Hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan media atau media konkret 6. Kerangka Berpikir 7. Hipotesis Tindakan Jika penerapan pendekatan saintifik dengan bantuan media konkrit dilaksanakan dengan baik, maka dapat meningkatkan hasil belajar Calistung di kelas I SD G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tindakan kelas (PTK) 2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I SD Negeri 4 Selat yang berjumlah 25 orang. Objek penelitian meliputi pendekatan saintifik dengan bantuan media konkret dan hasil belajar calistung.
3. Prosedur Penelitian
4
Siklus II
1
siklus ke-n
1 2
Siklus I 3 4
Refleksi Awal
2 3
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas
(Kemmis & McTaggart, 1988)
Keterangan: 1) Perencanaan 2) Pelaksanaan 3) Observasi/evaluasi 4) Refkelsi
4. Teknik Pengumpulan Data -
Data yang dikumpulkan hasil belajar calistung
-
Pengumpulan data dengan metode tes
-
Instrumennya tes
5. Teknik Analisis Data -
Deskriptif
H. Jadwal Penelitian Daftar Pustaka
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAVI BERMUATAN PETA PIKIRAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V SD
Oleh Kelompok I
‘ UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA TAHUN 2015
i
DAFTAR ISI
Halaham Judul ...............................................................................................
i
Daftar Isi ........................................................................................................
ii
A. Judul Penelitian .........................................................................................
1
B. Latar Belakang Masalah …………………………………………........…
1
C. Rumusan Masalah ………………………………………..………………
4
D. Tujuan Penelitian …………………………….…………………………
4
E. Manfaat Penelitian ………………………………………………………
4
F. KAJIAN PUSTAKA …………………………………………………….
5
1. Pembelajaran SAVI ……..……………………………………………
6
2. Peta Pikiran............................................................................................
8
3. Pembelajaran SAVI Berbantuan Peta Pikiran...................................... .
10
4. Motivasi Belajar......................………………………………………..
11
6. Hasil Belajar IPA..................................................................................
13
7. Hasil Penelitian yang Relevan…………………………………………
13
8. Kerangka Berpikir ……………………………………………………
14
9. Hipotesis Tindakan …………………………………………………...
15
G. METODE PENELITIAN ..........................................................................
16
1. Jenis Penelitian ……………………………………………………….
16
2. Subjek dan Objek Penelitian …………………………………………
16
3. Prosedur Penelitian ……………………………………………………
16
4. Teknik Pengumpulan Data .........................................………………..
19
5. Teknik Analisis Data …………………………………………………
20
H. JADWAL KEGIATAN………………………………………………….
21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
21
ii
A. Judul Penelitian Penerapan Model Pembelajaran SAVI Bermuatan Peta Pikiran Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD
B. Latar Belakang Masalah Masalah yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia sampai saat ini berkaitan dengan dunia pendidikan adalah persoalan mutu pendidikan (Sutikno, 2006). Indonesia, dilihat dari mutu pendidikannya masih jauh ketinggalan dibandingkan negara-negara maju dan berkembang di dunia. Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2009 menempatkan Indonesia di peringkat 10 besar, paling buncit dari 65 negara peserta PISA. Kriteria penilaian yang digunakan mencakup: kemampuan kognitif dan keahlian siswa membaca, matematika, dan sains. Hampir semua siswa Indonesia ternyata hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja. Sementara, banyak siswa negara maju dan berkembang lainnya menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6 (Majelis, 2013). Rendahnya mutu pendidikan tersebut, berimplikasi pada rendahnya sumber daya manusia (SDM). Rendahnya SDM menjadi penyebab tidak mampunya bangsa Indonesia berkompetisi menghadapi era globalisasi (Degeng, 2001). Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Program-program yang telah dilakukan sebagai upaya ke arah perbaikan pembelajaran telah banyak dilakukan, seperti: penataran guru-guru, penyediaan sarana dan prasarana, sampai pada penyediaan buku paket. Pemerintah juga telah menyediakan peluang kepada siswa untuk mencapai pemahaman yang lebih baik, melalui perubahan-perubahan kurikulum ke arah yang lebih baik, sesuai dengan tuntutan masyarakat seperti diimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompotensi yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan pada 2013 ini telah dicanangkan kurikulum 2013. Namun, upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai hasil survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei dunia tentang kualitas SDM Indonesia. Khomson (2008), menyatakan HDI Indonesia pernah berada diperingkat ke-96 pada tahun 1998 dari 175 negara.
1
Tetapi, kini posisi HDI Indonesia berada pada peringkat ke-111. Hal ini sejalan dengan laporan United Nations Development Programme (UNDP) 2007/2008, mengungkapkan bahwa pada tahun 2005, HDI Indonesia berada di peringkat 109 dari 179 negara (UNDP, 2009). Secara khusus, kualitas pendidikan sains juga masih rendah. Hal ini ditunjukkan dari hasil Studi PISA tahun 2003, melaporkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 38 dari 41 negara peserta pada bidang literasi sains. Rendahnya mutu pendidikan sains juga terjadi di sekolah sebagai ujung tombak penyelenggaraan pendidikan. Salah satunya kondisi di atas juga tercermin dari kualitas pendidikan di SD. Berdasarkan hasil observasi terungkap hasil belajar IPA siswa kelas V SD, seperti Tabel 1.1. Tabel 1.1 Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas V SD Ulangan Ke-
NilaiMaksimum
I II
80 79
Nilai Minimum 40 45
Rata-Rata
KK
65 66
60% 65%
(Dokumentasi guru kelas V SD) Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, tampak bahwa hasil belajar IPA siswa kelas V SD sangat rendah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada kepala sekolah dan guru pengasuh dapat diidentifikasi berbagai faktor penyebab rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V SD, di antaranya adalah metode pembelajaran yang diterapkan cenderung mentoleransi unitary ways of knowing. Artinya, metode yang diterapkan masih memandang siswa memiliki pengetahuan yang sama. Substansi kurikulum cenderung dekontekstual. Artinya, kurikulum kurang link and match antara isi dengan kehidupan sehari-hari. Perumusan tujuan jarang diorientasikan pada pemahaman mendalam. Pembelajaran yang diberikan masih bersifat konvensional. Artinya, pembelajaran
menggunakan model
ekspositori di mana guru sebagai pusat informasi dan memegang otoritas penuh atas pembelajaran. Di dalam
proses pembelajaran sains, guru kurang
memperhatikan gaya belajar yang dimiliki siswa. Dalam pembelajaran guru cenderung menganggap peserta didik memiliki gaya belajar yang sama dan memberikan perlakuan yang sama dalam pemberian pembelajaran satu sama lain
2
baik dalam minat, bakat, kemampuan, kesenangan atau kegemaran dan gaya belajarnya. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran dan alat belajar, perlu beragam yang disesuaikan dengan karakteristik siswa, seperti gaya belajar mereka. Dalam mengemas pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar, akan dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa, sehingga diperlukan suatu pendekatan yang menekankan pada pengoptimalisasian potensi dan sarana belajar yang ada pada siswa. Untuk itu, penulis mencoba memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu melalui model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran. Menurut Meier (2000), menyatakan bahwa pembelajaran SAVI mengandung prinsip belajar berdasarkan aktivitas. Artinya, siswa belajar bergerak aktif secara fisik saat belajar, dengan memanfaatkan indera sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Model pembelajaran SAVI berpijak pada dasar pemikiran bahwa setiap orang memiliki gaya belajar tertentu. DePorter dan Hernacki (2005), mengungkapkan bahwa gaya belajar yang sering dikenal dengan modalitas adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi antarpribadi. Gaya belajar akan dapat memberi kemudahan kepada seseorang untuk menyerap dan mengelola informasi. Seseorang akan lebih mudah belajar dan berkomunikasi dengan gayanya sendiri. Meier (2000) mengelompokkan gaya belajar siswa mejadi tiga jenis, yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik. Menurut Putranti (2008), modalitas belajar dapat menentukan hasil belajar seorang pebelajar. Apabila seorang pebelajar diberikan strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajarnya, maka pebelajar dapat berkembang dengan lebih baik. Untuk lebih mengoptimalkan gaya belajar siswa tersebut, penting menggunakan bantuan peta pikiran. Peta Pikiran adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan seseorang mengingat banyak informasi (Buzan, 1993). Arini (2011), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa implementasi metode peta pikiran berbantuan objek langsung dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada aspek menulis deskripsi.
3
Berdasarkan kajian teoretik dan buktik empirik di atas, dengan mensinergiskan model pembelajaran SAVI dan metode peta pikiran, dapat diyakini bahwa dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar IPA siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “penerapan model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran untuk meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD.”
C. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah implementasi model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas V SD? 2. Apakah implementasi model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD ?
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa kelas V SD melalui model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran. 2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas V SD melalui model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapakan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis Bagi pengembang teori pembelajaran, hasil penelitian ini dafat dijadikan referensi/rujukan dalam mengemas pembelajaran inovatif. Selain itu, hasil penelitian ini memberikan eksplanasi yang rinci tentang model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran pada pembelajaran IPA di SD. 2. Manfaat Praktis
4
1) Bagi Siswa Melalui implementasi pendekatan SAVI berbantuan peta pikiran diharapkan motivasi belajar dan hasil belajar IPA siswa meningkat. 2) Bagi Guru Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu upaya inovatif dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA siswa. 3) Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu rujukan bagi peneliti lain apabila hendak melakukan penelitian yang sejenis.
F. KAJIAN PUSTAKA 1. Pembelajaran SAVI Pembelajaran SAVI mengandung prinsip belajar berdasarkan aktivitas yang berarti bergerak aktif secara fisik saat belajar, dengan memanfaatkan indera sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Belajar berdasarkan aktivitas secara umum lebih efektif dari pola yang didasarkan atas presentasi materi. Alasannya sederhana, yaitu cara belajar tersebut mengajak orang terlibat sepenuhnya. Telah terbukti bahwa orang belajar lebih banyak dari berbagai aktivitas dan pengalaman dari pada jika mereka belajar dengan duduk di depan penceramah dan buku panduan (Meier, 2000). Pendekatan ini sangat sesuai dengan salah satu asas konstruktivisme dalam pembelajaran yaitu asas auto-activitiet yang mengamanatkan perlunya keaktifan belajar baik mental maupun fisik dalam pembelajaran. Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan berlari-lari kesana-kemari, akan tetapi menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera dalam belajar yaitu “Somatis“ berarti belajar dengan bergerak dan berbuat, “Auditori” yaitu belajar dengan berbicara dan mendengar. “Visual” yaitu belajar dengan mengamati dan menggambarkan dan “Intelektual” yaitu belajar dengan menelaah masalah dan merenung. 1) Belajar Somatis
5
Somatis berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh, jadi belajar somatis berarti belajar dengan menggunakan indera peraba dan kinestika Praktis melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Untuk dapat membangun hubungan pikiran dan tubuh ciptakanlah suasana belajar yang dapat membuat bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Tidak semua pembelajaran memerlukan aktivitas fisik, tetapi dengan berganti-ganti menjalankan aktivitas belajar. Seorang guru akan membantu pembelajaran setiap siswa dalam menyimpan dan memahami informasi (pengetahuan baru) lebih lama. 2) Belajar Auditori Belajar auditori berarti belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran auditori sebenarnya sangat kuat, telinga manusia terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita sadari dan ketika membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak menjadi aktif. Banyak orang (terutama yang memiliki kecerdasan auditori yang kuat) belajar dari suara, dari dialog, dari membaca keras, dari bercerita kepada orang lain apa yang baru saja mereka alami, mengingat bunyi irama, dan mengulang suara dalam hati (Salahudin dalam Putrayasa, 2006:26). 3) Belajar Visual Siswa yang memiliki gaya belajar visual akan lebih mudah memahami suatu informasi itu dengan membaca (melihat). Indera visual lebih mendominasi dalam memproses. Dengan kata lain, otak akan lebih cepat menangkap dan memproses informasi-informasi yang bersifat visual daripada informasi lainnya. Pebelajar visual atau setiap orang, belajar paling baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar dari dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar. 4) Belajar Intelektual Belajar intelektual yaitu belajar menciptakan makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untuk “berpikir” menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf belajar dengan merenung dan memecahkan masalah. Intelektual sendiri adalah bagian dari merenung, menciptakan, memecahkan masalah dan membangun makna.
6
Pembelajaran SAVI dapat dimplemenatsikan dalam pembelajaran sains sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah formal. Pengimplementasian pembelajaran SAVI tersebut dapat menggunakan empat strategi pembelajaran yang merupakan tahapan yang umum dalam pembelajaran formal di sekolah. Empat strategi ini disebut dengan strategi 4P yakni: Preparation (persiapan), Presentation (penyampaian), Practise (pelatihan), dan Performance (penampilan hasil). Jika keempat tahap itu semuanya ada dalam suatu proses pembelajaran, maka belajar yang sebenarnya akan berlangsung (Meier, 2000:103). 1) Tahap Persiapan (Preparation) Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para pebelajar, memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, menempatkan mereka dalam suasana optimal untuk belajar. 2) Tahap Penyampaian (Presentation) Tahap ini dapat dikatakan tahapan yang bertujuan untuk menemukan pebelajar dengan materi belajar yang mengawali proses belajar menarik dan menyenangkan (Meier, 2000). Dalam pembelajaran sains, tahap ini dapat dilaksanakan dengan pengamatan terhadap fenomena interaktif, pemampangan media yang menarik dan representatif, serta berlatih menemukan dalam kelompok maupun indvidual melalui kegiatan demonstrasi (Putrayasa, 2006). 3) Tahap Pelatihan (Practise) Tahap ini merupakan tahapan di mana siswa mengintegrasikan, menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai pengalaman belajar secara keseluruhan. Pada tahapan ini berlangsungnya pembelajaran yang sebenarnya dan merupakan inti dari pembelajaran. 4) Tahap Penampilan Hasil (perfomance) Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menerapkan dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilan baru mereka pada dunia nyata sehingga pembelajaran tetap melekat dan prestasi terus meningkat. Pembelajaran akan terganggu jika siswa tidak punya kesempatan untuk menerapkan apa yang mereka pelajari. Jika tidak segera menerapkan pengetahuan dan keterampilan
7
yang baru mereka pelajari ke dunia nyata, sebagian besar akan menguap dan hilang (Putrayasa, 2006).
2. Peta Pikiran Peta Pikiran adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan seseorang mengingat banyak informasi (Buzan, 1993). Setelah selesai, catatan yang dibuat membentuk sebuah pola gagasan yang saling berkaitan, dengan topik utama di tengah dan subtopik dan perincian menjadi cabang-cabangnya. Peta pikiran terbaik adalah peta pikiran yang warna-warni dan menggunakan banyak gambar dan simbol, biasanya tampak seperti karya seni. Metode mencatat yang baik dapat membantu siswa mengingat perkataan dan
bacaan,
meningkatkan
pemahaman
terhadap
materi,
membantu
mengorganisasi materi, dan memberikan wawasan baru (Sistiani, 2010). Peta pikiran (Mind Mapping) memungkinkan terjadinya semua hal itu (De Porter, et al., 2001). Peta pikiran ini dikembangkan oleh Tony Buzan, Kepala Brain Foundation. Metode mencatat ini, didasarkan pada penelitian tentang cara otak memproses informasi, bekerja bersama otak, dan bukan menentangnya (Buzan, 1993). Sebagian para ahli pernah beranggapan bahwa otak memproses dan menyimpan informasi secara linear, seperti metode mencatat tradisional. Namun, penelitian menunjukkan bahwa otak mengambil informasi campuran gambar, bunyi, aroma, pikiran, dan perasaan dan memisah-misahkannya ke dalam bentuk linear, misalnya pidato atau karya tulis (De Porter, et al., 2001). Saat otak mengingat informasi, biasanya dilakukannya dalam bentuk gambar warna-warni, simbol, bunyi dan perasaan (Alamsyah, 2009). Peta pikiran menirukan proses berpikir, yakni memungkinkan berpindahpindah topik, merekam informasi melalui simbol, gambar, arti emosional, dan dengan warna, persis seperti cara otak memprosesnya. Peta pikiran melibatkan kedua belah otak, sehingga informasi yang didapat lebih mudah untuk diingat. Menurut Buzan (1993), untuk membuat peta pikiran (Mind Map) diperlukan tujuh langkah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut. 1) Mulai dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar. Dengan memulai dari tengah akan memberi kebebasan kepada otak
8
untuk menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih bebas dan alami. 2) Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral. Karena sebuah gambar akan bermakna seribu kata dan membantu kita menggunakan imajinasi. Sebuah gambar sentral akan lebih menarik, membuat kita tetap fokus, membantu kita berkonsentrasi dan mengaktifkan otak kita. 3) Gunakanlah warna, karena bagi otak, warna sama menariknya dengan gambar. Warna membuat Mind Map atau peta pikiran kita lebih hidup, menambah energi kepada pemikiran kreatif, dan menyenangkan. 4) Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabangcabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya. Karena otak bekerja menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga, atau empat) hal sekaligus. Bila kita menghubungkan cabang-cabang, kita akan lebih mudah mengerti dan mengingat. Penghubungan cabang-cabang utama akan menciptakan dan menetapkan struktur dasar atau arsitektur pikiran kita. Ini serupa dengan cara pohon mengaitkan cabang-cabangnya yang menyebar dari batang utama. Jika ada celah-celah kecil di antara batang sentral dengan cabang-cabang utamanya atau di antara cabang-cabang utama dengan cabang dan ranting yangg lebih kecil, alam tidak akan bekerja dengan baik. Tanpa hubungan dengan mind map anda, segala sesuatu (terutama ingatan dan pembelajaran) akan berantakan. 5)
Buatlah garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus, karena garis lurus akan membosankan otak. Cabang-cabang yang melengkung dan organis, seperti cabang-cabang pohon, jauh lebih menarik bagi mata.
6)
Gunakanlah satu kata kunci untuk setiap garis, karena kata kunci tunggal memberi lebih banyak daya dan fleksibelitas kepada Peta Pikiran. Setiap kata tunggal atau gambar adalah seperti pengganda, menghasilkan sederet asosiasi dan hubungannya sendiri. Bila kita menggunakan kata tunggal, setiap kata ini akan lebih bebas dan karenanya lebih bisa memicu ide dan pikiran baru. Kalimat atau ungkapan cenderung menghambat efek pemicu ini. Mind map yang memiliki lebih banyak kata kunci seperti tangan yang semua sendi jarinya bekerja. Mind map yang memiliki kalimat atau ungkapan adalah
9
seperti tangan yang semua jarinya diikat oleh belat kaku. 7)
Gunakanlah gambar, karena seperti gambar sentral, setiap gambar bermakna seribu kata. Jadi, bila kita hanya mempunyai 10 gambar di dalam mind map, mind map kita sudah setara dengan 10.000 kata catatan. Penggunaan peta pikiran dapat diterapkan di berbagai bidang, termasuk
dalam pembelajaran IPA. Salah contoh peta pikiran materi hukum archimedes pada mata pelajaran IPA ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Contoh Peta Pikiran pada Materi IPA pokok Bahasan Hukum Archimedes
3. Pembelajaran SAVI Berbantuan Peta Pikiran Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pembelajaran SAVI diterapkan dengan menggunakan empat strategi pembelajaran, yaitu preparation (persiapan), presentation (penyampaian), practise (pelatihan), dan performance (penampilan) (Meier, 2000). Peta pikiran merupakan teknik mencatat kreatif yang didasarkan atas pola kerja otak yang berpikir menyebar, bukan linear (Buzan, 1993). Berdasarkan pengertian tersebut, pembelajaran ini dirancang dengan memadukan kedua konsep tersebut sehingga terbentuk pola pembelajaran yang kreatif dan inovatif sebagai upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA siswa. Secara
lebih
operasional,
langkah-langkah
pembelajaran
dengan
menggunakan pembelajaran SAVI berbantuan peta pikiran disajikan pada Tabel 2.1.
10
Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran SAVI berbantuan peta pikiran Tahapan preparation (persiapan)
presentation (penyampaian)
practise (pelatihan)
performance (penampilan)
Kegiatan Guru Guru memberikan pertanyaan berdasarkan topik pelajaran dan mengaitkan pertanyaan tersebut dengan kehidupan sehari-hari siswa Guru memberikan target yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran dengan menyampaikan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang harus dicapai siswa - Guru menyampaikan bentuk evaluasi - Tahapan-tahapan dalam pembelajaran sebagai tuntutan yang mesti dipenuhi oleh siswa dengan menggunakan metode peta pikiran - Guru menjadi fasilitator dan mediator ketika siswa berdikusi - Guru mendampingi siswa dalam memecahkan masalah
Kegiatan Siswa Siswa menyimak dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru Siswa menyimak dengan saksama target yang harus dicapai dalam mempelajari mata pelajaran IPA
- Siswa menyimak bentuk evaluasi
- Siswa mulai belajar dengan membuat peta pikiran - Siswa memecahkan permasalahan yang telah diberikan pada fase pertama - Siswa mendiskusikannya
4. Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kehidupannya. Motivasi belajar dibedakan menjadi dua, yaitu yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik, motivasi interinsik ditandai dengan dorongan yang berasal dari dalam diri siswa untuk berprilaku tertentu sebagai contoh siswa senang belajar sains karena ia senang terutama dalam melakukan eksperimen tanpa harus dipaksa belajar oleh orang tua atau guru dia akan berusaha belajar dan menyelesaikan tugas yang diberikan sebaliknya motivasi belajar sains agar diakui hebat atau dianggap cerdas, ini dapat digolongkan motivasi ekstrinsik yaitu dipengaruhi oleh faktor luar dirinya (lingkungan). Guru perlu mengetahui dengan lebih jelas interaksi antara tingkat motivasi siswa dengan pembelajaran supaya dapat melakukan intervensi pengajaran yang tepat dalam proses pembelajaran hal ini dapat dilakukan berdasarkan beberapa
11
temuan mengenai hubungan antara motivasi dengan hasil belajar. Berbagai faktor yang mempengaruhi motivasi dapat dijelaskan dengan menggunakan berbagai teori diantaranya: 1. Teori kebutuhan Maslow (dalam Uno, 2006) Salah satu teori motivasi manusia yang cukup komprehensif dikemukakan oleh Maslow. Maslow (dalam Uno, 2006) menyatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun secara hierarkis dalam diri manusia yang terdiri dari lima tingkat kebutuhan, adapun tingkatan dari teori Moslow dapat dilihat seperti pada Gambar 2.2. Aktualisasi diri Pengahargaan / Penghormatan penghormatan Rasa memiliki dan rasa cinta/sayang Perasaan nyaman dan tentram Kebutuhan Fisiologis Gambar 2.2. Hirarki Kebutuhan Maslow
2. Kebutuhan untuk berprestasi Menurut MC Clelland (dalam Suwatra, 2007) faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) keinginan untuk berprestasi sebagai motif untuk mencapai suatu standar kualitas. Seseorarng yang digerakkan oleh motif ini akan berusaha melakukan usahanya sebaik mungkin, tanpa memikirkan apakah hasilnya akan menguntungkan atau tidak.
3.
Teori Atribusi Teori atribusi menjelaskan bahwa faktor kognisi mempengaruhi motivasi
dan pola prilaku seseorang. Menurut Weiner (dalam Suwatra, 2007) seseorang akan melakukan suatu prestasi bukan saja dipengaruhi oleh pemahamannya tentang kualitas tujuan yang akan dicapai, tetapi juga oleh bagaimana individu tersebut memandang penyebab keberhasilan. Apabila seseorang menganggap
12
kemammpuan pribadi dan usaha sebagai penyebab keberhasilan, mereka cenderung mencoba melakukan kegiatan untuk berprestasi.
5. Hasil Belajar IPA Secara umum prestasi dapat diartikan hasil yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan/aktivitas tertentu. Sedangkan belajar merupakan aktivitas atau usaha perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu. Untuk mencapai prestasi setiap individu harus belajar sebaik-baiknya. Dari dua pengertian kata prestasi dan belajar tersebut maka prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil belajar, secara lebih khusus setelah siswa mengikuti pelajaran dalam kurun waktu tertentu. Prestasi belajar adalah suatu tingkat pencapaian kecakapan dalam kegiatan akademik yang biasanya dinilai oleh guru dengan tes yang telah dibakukan atau tes yang dibuat oleh guru sendiri atau dengan kedua alat tersebut Answar (Suarni, 1997). Suryabrata (Suarni, 1998) memberi batasan, prestasi belajar itu menunjuk sampai sejauh mana seorang individu dapat menguasai bahan pelajaran di sekolah. Bagi kebanyakan orang prestasi belajar diartikan sebagai hasil ulangan yang dimaksudkan untuk memperoleh suatu nilai hasil belajar dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar. Prestasi belajar di sekolah dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk angka (kuantitatif) dan pernyataan verbal (kualitatif) yang didasarkan pada penilaian yang dilakukan oleh guru. Prestasi belajar yang dituangkan dalam angka misalnya: 100,90,80 dan seterusnya. Sedangkan prestasi belajar yang dituangkan dalam bentuk pernyataan verbal misalnya, baik sekali, baik, sedang, kurang dan sebagainya.
6. Hasil Penelitian Yang Relevan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meier (2000), mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan SAVI dalam pembelajaran dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Hal ini juga bermuara pada perolehan hasil belajar yang lebih baik. Putrayasa (2006), menyatakan melalui implementasi pendekatan SAVI dengan Srategi 4P dapat meningkatkan
13
kompetensi dasar baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotor siswa kelas X1 SMA Laboratorium IKIP Negeri Singaraja. Astawan (2010), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa perbedaan gaya belajar siswa tidak mempengaruhi pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa SD Gugus V Singaraja. Artinya, setiap gaya belajar adalah baik, apabila difasilitasi dengan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan gaya belajar anak. Arini (2011) dalam penelitiannya berjudul “Implementasi Metode Peta Pikiran Berbantuan Objek Langsung Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Deskripsi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Nomor 4 Kampung Baru” menyimpulkan bahwa metode peta pikiran berbantuan objek langsung efektif meningkatkan keterampilan menulis deskripsi siswa. Arini dan Yani (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kreativitas dan keterampilan menulis narasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode peta pikiran berbasis pengalaman pribadi siswa kelas IV SD No. 4 Gitgit, Sukasada, Buleleng tahun pelajaran 2011/2012. 7. Kerangka Berpikir Belajar dalam konsep sekarang ini tidak sekedar mengingat saja, namun lebih dari itu yaitu siswa benar-benar mengerti dan menerapkan ilmu pengetahuan. Mereka juga harus dapat mengidentifikasi masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, dan selalu bergelut dengan ide-ide. Tugas pendidik tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam dengan kuat dalam benak siswa. Namun kenyataan banyak siswa yang kurang berhasil dalam mengikuti pembelajaran khususnya dalam pembelajaran sains. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya metode atau pendekatan pembelajaran yang diterapkan belum dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, substansi kurikulum yang cenderung dekontekstual, perumusan tujuan jarang diorientasikan pada pemahaman yang mendalam, pembelajaran yang diberikan masih bersifat konvensional artinya pengajaran yang menggunakan model ekspositori,
dalam
pembelajaran
khususnya
pembelajaran
sains
kurang
memperhatikan gaya belajar yang dimiliki siswa. Oleh karena itu gurulah yang
14
berperan penting untuk meminimalisir faktor penyebab dari kurang berhasilnya siswa
mengikuti
pembelajaran
khususnya
pembelajaran
sains,
dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengoptimalisasian potensi dan sarana belajar yang ada pada siswa, yaitu salah satunya dengan pendekatan SAVI. Pendekatan SAVI menekankan pada pengoptimalan seluruh indra dan pikiran siswa dalam proses belajar. Pendekatan SAVI merupakan penggunaan cara-cara belajar yang dapat mengoptimalkan fungsi kerja otak dalam memperoleh dan mengkonstruksi pengalaman menjadi suatu pengetahuan dan keterampilan serta sikap-sikap yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut. Dalam pelaksanaannya di kelas, implementasi pendekatan SAVI dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan pembelajaran yang sederhana dan umum yang disebut tahapan pembelajaran 4P. Dalam setiap tahapan 4P, pendekatan SAVI diimplementasikan dengan cara mengoptimalkan fisik/indera serta pikiran dan mental siswa dalam belajar melalui tahapan-tahapan yang terstruktur. Dengan kegiatan pembelajaran yang menciptakan suasana yang kondusif bagi siswa, baik fisik maupun psikologis akan menjadikan pengalaman belajar yang didapatkan oleh pebelajar menjadi maksimal serta pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari menjadi lebih optimal.hal tersebut merupakan kunci dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa serta bermuara pada peningkatan prestasi belajar siswa. 8. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka serta kerangka berpikir yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut. a) Pengoptimalisasian pendekatan SAVI berbantuan peta pikiran dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. b) Implementasi pendekatan SAVI berbantuan peta pikiran dapat meningkatkkan hasil belajar IPA. G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
15
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (action research), karena penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang ingin dapat dicapai. 2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas V SD yang berjumlah 22 orang. Kelas V hanya terdiri dari 1 kelas. Objek penelitian tindakan kelas ini, yaitu model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran, motivasi belajar dan hasil belajar siswa. 3. Prosedur Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan mengikuti pola Kemmis dan Taggart (1988), yaitu berbentuk spiral dan siklus yang satu ke siklus berikutnya. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi/evaluasi, dan (4) refleksi. Adapun desainnya tersaji seperti Gambar 1. Perencanaan Tindakan I Refleksi I Observasi/Evaluasi I
Pelaksanaan Tindakan I Perencanaan Tindakan II Refleksi II
Observasi/Evaluasi II
Pelaksanaan Tindakan II Laporan
Gambar 1. Skema Desain Penelitian Tindakan Kelas (Diadaptasi dari Kemmis dan Taggart, 1988) Adapun penjelasan lebih lanjut rencana tindakan adalah sebagai berikut. 1) Siklus I
16
Sesuai dengan siklus yang telah ditetapkan seperti pada skema yang digambarkan di atas, maka tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian tindakan ini adalah seperti berikut ini. a) Tahap perencanaan Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini. i)
Menyiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan LKS.
ii) Menyiapkan instrumen, yaitu tes hasil belajar, angket motivasi belajar, dan pedoman wawancara. b) Tahap pelaksanaan tindakan Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini. i)
Memberikan angket motivasi sebelum melaksanakan pembelajaran.
ii) Menyampaikan kepada siswa tentang pola pembelajaran yang akan dilaksanakan,
menyampaikan
indikator,
tujuan
pembelajaran,
dan
menekankan manfaat yang diperoleh. iii) Membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4 anggota. iv) Membagikan lembar kerja siswa (LKS). v) Melaksanakan proses model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran c) Tahap observasi/evaluasi Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini. i. Melaksanakan evaluasi sesuai dengan pedoman evaluasi pada saat proses pembelajaran berlangsung ii. Membagikan
instrumen
berupa
tes
prestasi
belajar
pada
akhir
pembelajaran. iii. Mengevaluasi kendala-kendala dan kesulitan yang ditemukan selama pelaksanaan tindakan. d) Tahap refleksi Refleksi terhadap hasil siklus I dilakukan pada akhir siklus I. Sebagai dasar refleksi adalah hasil tes prestasi belajar siswa, observasi motivasi belajar siswa, dan hasil wawancara dengan siswa terhadap kendala-kendala yang dialami siswa serta fenomena yang muncul pada saat proses pembelajaran berlangsung. 2) Siklus II
17
Pada prinsipnya pada siklus II dilaksanakan serupa dengan siklus I. Persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan disesuaikan berdasarkan perbaikan dari hasil refleksi siklus I. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut. a) Tahap perencanaan Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah menyiapkan instrumen, yaitu tes hasil belajar, angket motivasi belajar, dan pedoman wawancara. b) Tahap pelaksanaan tindakan Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini. i)
Memberikan angket motivasi belajar sebelum melaksanakan pembelajaran.
ii) Menyampaikan kepada siswa tentang pola pembelajaran yang akan dilaksanakan, menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran, dan menekankan manfaat yang diperoleh. iii) Membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4 anggota. iv) Membagikan lembar kerja siswa (LKS). v) Melaksanakan proses model pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran c) Tahap observasi/evaluasi Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti berikut ini. i) Melaksanakan evaluasi sesuai dengan pedoman evaluasi pada saat proses pembelajaran berlangsung ii) Membagikan instrumen berupa tes prestasi belajar pada akhir pembelajaran, di akhir siklus. i) Membagiakn instrumen berupa angket motivasi belajar siswa pada akhir pembelajaran, di akhir siklus. ii) Membagikan instrument berupa angket motivasi belajar. iii) Mengevaluasi kendala-kendala dan kesulitan yang ditemukan selama pelaksanaan tindakan. d) Tahap refleksi Refleksi terhadap hasil siklus I dilakukan pada akhir siklus I. Sebagai dasar refleksi adalah hasil tes hasil belajar siswa, motivasi belajar siswa, dan hasil wawancara dengan siswa terhadap kendala-kendala yang dialami siswa serta fenomena yang muncul pada saat proses pembelajaran berlangsung.
18
4. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: 1) motivasi belajar siswa, 2) hasil belajar, dan 3) tanggapan siswa terhadap implementasi pembelajaran SAVI bermuatan peta pikiran. Jenis instrumen dan teknik pengumpulan data terlihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data No
Jenis Data
Teknik pengumpulan data
Instruemen Penelitian
Waktu
1
Motivasi belajar
Angket
Angket motivasi belajar
Di awal dan akhir siklus
Hasil Belajar IPA
Tes
Tes hasil belajar
Di setiap akhir siklus
2
Data motivasi belajar siswa dikumpulkan dengan menggunakan angket motivasi belajar. Dalam angket tersebut terdapat pernyataan dengan masingmasing 5 pilihan yaitu selalu (SL), Sering (SR), kadang-kadang (KK), jarang (JR), tidak pernah (TP). Pemberian skor pada setiap item SL=5, SR=4, KK=3, JR=2, TP=1 untuk pernyaataan positif. Untuk pernyataan negatif diberi skor SL=1, SR=2, KK=3, JR=4, TP=5. Skor motivasi belajar siswa diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh siswa untuk setiap item Data prestasi belajar siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes hasil belajar. Tes hasil belajar berupa pilihan ganda diperluas dengan memberikan alasan setiap itemnya. Pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar seperti rubrik penilaian pada Tabel 3.2.
Skor 0 1 2
Tabel 3.2 Format Penilaian Tipe Pilihan Ganda Kriteria Tidak menjawab atau jawaban salah Menjawab benar, tetapi tidak menunjukkan alasan, atau menunjukkan alasan yang salah. Menjawab benar dan menunjukkan alasan yang benar.
5. Teknik Analisis Data 1) Motivasi Belajar
19
Data motivasi belajar siswa dianalisis secara deskritif berdasarkan skor rata-rata (M) dan rata-rata persentase (M%) sebagai berikut. X N
M
Keterangan: M X
N M% =
= skor rata-rata = jumlah skor = banyaknya siswa Jumlah total skor yang dicapai siswa X 100% Jumlah total skor maksimum
Selanjutnya, mengkonversikan persentase rata-rata (M%) tersebut ke dalam PAP skala lima. Tabel 1. Pedoman Penggunaan PAP Skala Lima Persentase ratarata (M%) 85 – 100 70 – 84 55 – 69 40 – 54 0 – 39
Kategori Sangat Tinggi Tinggi Cukup Kurang Sangat kurang
Keterangan Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas
(Diadaptasi dari Pedoman Studi Undiksha, 2013) Penelitian ini dikatakan berhasil apabila motivasi belajar siswa berada ada kategori minimal tinggi.
2) Hasil Belajar IPA Data prestasi belajar siswa dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan menentukan nilai hasil belajar siswa yang diperoleh melalui tes. Setelah diperoleh skor prestasi belajar siswa, selanjutnya dicari skor rata-rata (M) dan rata-rata persentase (M%) sebagai berikut. X N
M
Keterangan: M X
= skor rata-rata = jumlah skor
20
N
= banyaknya siswa
Ketuntasan hasil belajar siswa dalam penelitian ini dinyatakan dengan tingkat penguasaan siswa dengan rumus sebagai berikut. M% =
Jumlah total skor yang dicapai siswa X 100% Jumlah total skor maksimum
Selanjutnya, mengkonversikan persentase rata-rata (M%) tersebut ke dalam PAP skala lima. Tabel 2. Pedoman Penggunaan PAP Skala Lima Persentase ratarata (M%) 85 – 100 70 – 84 55 – 69 40 – 54 0 – 39
Kategori
Keterangan
Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang
Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas
(Diadaptasi dari Pedoman Studi Undiksha, 2013) Ketuntasan kelas dinyatakan dengan ketuntasan belajar siswa dengan rumus sebagai berikut. KB =
Banyak siswa yang tuntas X 100% Banyak siswa yang ikut tes
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila hasil belajar IPA siswa berada pada kategori minimal baik (M%
70%) dan KB
85%.
H. JADWAL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama delapan (8) bulan, mulai bulan April sampai bulan Nopember 2013. Jadwal penelitian selama 8 bulan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jadwal Penelitian Selama 8 bulan No
Kegiatan
1
Perbaikan proposal yang telah
Apr
Mei
21
Jun
Bulan Jul Agt
Sep
Okt
Nop
2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
disejutui Bersama tim melakukan review dan penghalusan kajian pustaka Tim melakukan penghalusan instrumen penelitian Tim melakukan konsultasi instrumen kepada pembimbing Tim menyamakan persepsi dalam pengumpulan data Tim melakukan tabulasi data Tim melakukan analisis data Penyususnan draf laporan Seminar draf laporan Revisi laporan yang telah diseminarkan Penyusunan artikel ilmiah nasional Penggandaan dan pengiriman laporan
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, M. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan Prestasi dengan Mind Mapping. Jogjakarta: Mitra Pelajar. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta. Arini, N.W. 2011. Implementasi Metode Peta Pikiran Berbantuan Objek Langsung Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Deskripsi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Nomor 4 Kampung Baru. Laporan Penelitian (Tidak dipublikasikan). Jurusan PGSD FIP UNDIKSHA. Arini, N.W. & Yani, N.P.D. 2012. Meningkatkan Kreativitas dan Keterampilan Menulis Narasi dengan Menggunakan Metode Peta Pikiran Berbasis Pengalaman Pribadi Siswa Kelas IV SD No. 4 Gitgit, Sukasada, Buleleng Tahun Pelajaran 2011/2012. Laporan Penelitian (Tidak dipublikasikan). Jurusan PGSD FIP UNDIKSHA. Buzan, T. 1993. The Mind Map Book. New York: Dutton. Degeng, I N. S. 2001. Landasan Dan Wawasan Kependidikan. Malang: Lembaga Pengembangan dan Pendidikan (LP3) Universitas Negeri Malang. DePorter, B., Reardon, M., & Nourie, S.S. 2001. Quantum Teaching: Mempraktekkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa. DePorter, B & Hernacki, M. 2003. Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman Dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa. Dimyati & Mudjiono. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
22
Kemis, W.C. & Taggart, R. M. 1988. The Action Research Planner. Geelong Victoria: Deakin University. Khomson, A. 2008. Bercermin BHMN, Menolak BHP. Kompas, edisi Sabtu, 27 desember 2008. Koyan, I W. 2007. Statistik Terapan: Teknik Analisis Data Kuantitatif. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Majelis. 2013. Perubahan Kurikulum Pendidikan. Majelis, Media Informasi dan Komunikasi Konstitusi. Edisi No. 01/TH.VII/Januari 2013. Meier, D. 2000. The Acceelerated Learning HandBook. Bandung: Kafia. Putrayasa, I K. 2006. Implementasi pemdekatan SAVI dengan Srategi 4P Dalam Pembelajaran Fisika sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kompetensi Dasar Siswa Kelas X1 SMA Laboratorium IKIP Negerri Singaraja Tahun Ajaran 2005/2006. Rose, C & Nicholl, M.J. 1997. Accelerated Learning for the 21st Century. Bandung: Nuansa. Santyasa, I W. 2004. Pendidikan, Pembelajaran, dan Penilaian Berbasis Kompetensi. Makalah. Disajikan dalam seminar akademik Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja tanggal 27 Februari 2003 di Singaraja. Suarni, Ni Kt. 2004. Kontribusi Gaya Belajar Transformasional Guru Terhadap Motivasi Berprestasi dan Prestasi Belajar Siswa SMAN Dalam Menunjang Implementasi KBK Pada Sekolah Pelaksana KBK Di Propinsi Bali. IKIP Negeri Singaraja. Suastra, I W. 2004. Belajar dan Pembelajaran sains. Buku ajar. IKIP Negeri Singaraja. Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam pembelajaran. Yogyakarta: Kanisius. Sutikno, S. M. 2006. Pendidikan Sekarang dan Masa Depan. Mataram: NTP Press. Suwatra, Ign. W. dkk. 2007. Modul Belajar dan Pembelajaran. Undiksha Singaraja. UNDP. 2009. Statistics Of The Human Development Report. http://hdr.undporg/en/statistics/, Diakses Jumat, 23 Januari 2009. Uno, Hamzah B. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Gorontalo: Bumi Aksara.
23