KOORDINASI EKONOMI DAN KELEMBAGAAN KOPERASI SERTA UKM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ACFTA (Achmad H. Gopar)
KOORDINASI EKONOMI DAN KELEMBAGAAN KOPERASI SERTA UKM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ACFTA*) Achmad H. Gopar **) Abstract World is borderless. Increasing relationship among countries has created many agreements for the best outcomes. For eaample, ASEAN Free Trade Agreement/AFTA and ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA, have been implemented regionally and globally. These enforce countries to adjust their policies related to agreements in order to empower their economies through coordinating and integrating their economic institutions. This paper explored possible roles of cooperatives in dealing with the fundamental problems of coordinating economic activity in the real world of uncertainty. In a private enterprise economy, coordination take place across markets and within firms, always, of course, within a set of institutional constraints enforced by government and custom. Coordination across markets and within firms requires transactions. In both cases, the transactions involve exchanges of claims to benefits and agreements; implicit and explicit contracts. In transactions across markets, explicit prices are central to coordination and contracts tend to be more specific. Transactions within firms involve more general agreements, authority relationships, and implicit prices. Cooperatives represent a third general mode of organizing coordination, combining characteristics of markets and internal (integrated) coordination in ways that are different from others. Koperasi, pasar, perusahaan koperasi, koordinasi ekonomi, integrasi vertikal, skala ekonomi, biaya transaksi, kontrak, informasi imparsial, oportunis, eksternalitas, countervailing power, harga monopolistik
I.
Pendahuluan Dunia sudah semakin menuju tanpa batas, “Borderless World” kata Kenichi Ohmae. Dunia yang semakin terbuka tersebut membawa beragam implikasi terhadap hubungan antar negara dan bagaimana suatu bangsa mengatur negaranya. John Naisbitt dalam Global Paradox menyatakan
*) **)
Artikel diterima 26 April 2010, peer review 26 April-24 Mei 2010, review akhir 15 Juni 2010. Achmad H.Gopar, peneliti koperasi pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (Alumni Center for Development dan Center for Cooperatives, University of Wisconsin-Madison, USA)
143
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 143 - 153
adanya kecenderungan-kecenderungan dunia secara luar biasa menuju ke arah kebebasan politik dan pemerintahan sendiri pada satu pihak, dan pembentukan aliansi ekonomi pada pihak lain. Hubungan antar negara semakin meningkat, terutama dalam hal hubungan perdagangan yang semakin menuju perdagangan bebas. Oleh karena itu menjadi sangat penting bagaimana suatu negara menyiasati dan menyusun strategi agar hubungan perdagangan bebas tersebut dapat menguntungkan negaranya masing-masing. Perdagangan mempunyai tiga unsur penting, yaitu produk, pasar dan pelakunya. Produk bisa berbentuk macam-macam, mulai dari produk primer, produk olahan, hingga produk ‘hi-tech’, maupun jasa. Pasar juga bermacammacam, mulai dari tingkat barter, pasar tradisional, pasar nasional, pasar regional, hingga pasar dunia. Sedangkan pelaku perdagangan, yang juga pelaku usaha, adalah perorangan, usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, hingga usaha besar dan multinasional. Suatu negara akan berhasil menghadapi perdagangan bebas jika bisa mengatur dan mengkoordinasikan ketiga unsur perdagangan tersebut menjadi menjadi suatu kekuatan untuk menghadapi negara lain dalam perdagangan bebas. Indonesia sebagai negara berdaulat tentunya tidak bisa melepaskan diri menghadapi era perdagangan bebas. Saat ini saja Indonesia sudah terikat dalam Asean Free Trade Agreement (AFTA) dan Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA). Oleh karena itu Indonesia harus bisa menyusun kekuatan ekonominya agar bisa merebut manfaat sebesar-besarnya dari perdagangan bebas tersebut. Untuk menyusun perekonomian yang kuat perlu pula kita cermati apa yang diramalkan John Naisbitt: “Semakin besar ekonomi dunia, semakin kuat perusahaan kecil”. Perlu dicermati karena Indonesia mempunyai lebih dari 40an juta unit UKM, termasuk koperasi, yang umumnya masih lemah dan belum terintegrasi menjadi suatu kekuatan ekonomi nasional untuk menghadapi perdagangan bebas. II.
Permasalahan Koordinasi Dalam ekonomi modern, aktivitas ribuan manusia dan sumberdaya yang berserakan ribuan kilometer berkontribusi untuk memproduksi dan mendistribusikan satu jenis produk, misalnya karet. Kontribusi tersebut sudah terjadi sekian lama, dan hal ini berhubungan dengan barang modal, pengetahuan, struktur kelembagaan (termasuk organisasi perusahaan), dan inventori. Bagaimana mengkoordinasikan semua kontribusi tersebut, di mana pada setiap tahapan produksi-distribusinya informasi dan mekanisme kontrol kurang baik, adalah masalah ekonomi sangat penting. Keputusan produksi harus dibuat dalam kondisi yang serba tidak pasti mengenai pasokan bahan mentah dan permintaan terhadap produk. Masa depan selalu penuh ketidakpastian. Jika informasi mengenai pasokan bahan mentah, permintaan terhadap produk, dan fungsi transformasi lengkap dan canggih, sumberdaya
144
KOORDINASI EKONOMI DAN KELEMBAGAAN KOPERASI SERTA UKM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ACFTA (Achmad H. Gopar)
tentunya akan mudah dialihkan dan disebarkan, kontrak akan mudah dibuat dan diberlakukan, dan tidak ada satupun perusahaan mempunyai kemampuan untuk menentukan harga, sehingga koordinasi ekonomi akan lebih mudah dilaksanakan. Sayangnya tak ada satupun kondisi tersebut terjadi di dunia nyata. Masalah koordinasi setidaknya mencakup empat tahap pengkoordinasian, yaitu: (1) Koordinasi dalam perusahaan (koordinasi mikromikro); (2) Koordinasi antar perusahaan (koordinasi mikro); (3) Koordinasi pasokan total dengan permintaan total untuk komoditi atau industri pada setiap tingkatan proses produksi-distribusi (koordinasi makro); dan (4) Koordinasi permintaan keseluruhan (agregat) dengan pasokan keseluruhan untuk ekonomi secara keseluruhan (koordinasi makro-makro). Keputusan internal perusahaan mempengaruhi keragaan, dan harga yang dihasilkan dari interaksi di pasar merupakan bagian situasi ke mana perusahaan harus diarahkan. Ketidakpastian harga merupakan hasil dari ketidakpastian pasokan dimasa depan dan permintaan bahan mentah dan produk, yang ditentukan oleh keputusan masing-masing perusahaan berdasarkan ketidakpastian harga di masa mendatang. Ketidakcocokan antara pasokan dan permintaan agregat juga mempengaruhi harga dan menimbulkan ketidakpastian harga. Ketidakpastian ini akan menjadi masalah yang lebih besar lagi jika ditambahkan dengan ketidakpastian yang terjadi diluar ekonomi, misalnya politik. Semua masalah ketidakpastian di atas memerlukan koordinasi ekonomi, dan koperasi merupakan salah satu mekanisme koordinasi ekonomi tersebut (Shaffer, 1987). III. Koordinasi dan Integrasi Sebelum membahas masalah peranan koperasi terhadap karakteristik pasar dan transaksi, kiranya perlu kita kupas sepintas tentang integrasi secara umum. Integrasi vertikal didefinisikan sebagai pengkoordinasian secara teknis aktivitas yang terpisah kedalam urutan vertikal proses produksi dan distribusi produk di bawah kontrol organisasi berdasarkan kepemilikan. Manfaat untuk melakukan integrasi vertikal mencakup: (1) Mengurangi biaya atau masalah transaksi di pasar; (2) Biaya pencarian informasi, negosiasi, dan monitoring; dan (3) Masalah ketidakpastian, informasi imparsial, oportunisme, eksternalitas, dan meraih skala ekonomi pada pengalokasian bahan mentah untuk berbagai aktivitas. Integrasi juga bisa digunakan untuk meraih pertumbuhan yang dilakukan oleh manajemen sebagai suatu investasi perusahaan. Integrasi horizontal mencakup penggabungan didalam perusahaan berbagai sistem produksi-distribusi yang secara teknis terpisah untuk produk yang sama. Misalnya dua sistem produksi atau dua pabrik membuat sabun mandi. Manfaat melakukan integrasi horizontal ini mencakup potensi perbaikan agar permintaan dapat terpenuhi pasokan (koordinasi makro), potensi kekuatan
145
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 143 - 153
pasar, dan umumnya memperbaiki kemampuan untuk mengontrol lingkungan yang berhubungan dengan ukuran dan skala ekonomi. Integrasi cakupan (scope integration) dalam suatu perusahaan meliputi upaya penggabungan produksi-distribusi berbagai produk atau jasa yang secara teknis terpisah. Manfaat integrasi cakupan termasuk potensi kekuatan ekonomi dan kemungkinan skala ekonomi, khususnya dalam pemasaran. Perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi koordinasi sistem melalui penggunaan kekuatan politik dan ekonomi, khususnya dengan menggunakan iklan untuk meningkatkan kemampuan pemenuhan pasokan sesuai dengan permintaan. Apa yang membatasi perluasan integrasi? Atau apa yang membatasi ekonomi atau subsektornya ditata dengan baik melalui kombinasi integrasi dan koordinasi kegiatan ekonomi? Meskipun manfaat integrasi dan koordinasi pasar sudah diketahui, mengapa pasar sebagai tempat intermediasi produk tetap saja tidak memperlihatkan perbaikan? Organisasi membutuhkan birokrasi, dan semakin besar serta lebih beragamnya fungsi di dalam organisasi, semakin besar dan lebih kompleks lagi birokrasi yang dibutuhkan. Peserta di dalam sebuah organisasi mempunyai kepentingan dan persepsi masing-masing dan hal itu mungkin saja tidak sama dengan pemiliknya. Organisasi mempunyai biaya transaksi internal. Informasi mungkin mempengaruhi, misalnya tingkah laku oportunis. Menilai pasokan dan alokasi biaya tambahan sangatlah sulit dan ditentukan oleh tekanan politik internal. Organisasi akan lebih lambat berkembang. Dorongan untuk menambah upaya dan perhatian terhadap detil dan kesempatan umumnya sedikit sekali pada organisasi yang besar jika dibandingkan dengan individu dan usaha kecil yang secara langsung dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pasar. Kadangkala skala ekonomi menjadi faktor yang sangat penting untuk memproduksi produk tertentu. Boleh jadi akan lebih murah dan lebih rendah risikonya untuk mendapatkan produk tertentu tersebut di pasar dibandingkan memproduksi langsung produk tersebut. Perusahaan pengolah makanan, misalnya, akan menjadi sangat besar untuk mencapai skala ekonomi dari kepemilikan pabrik pengolahan baja untuk bahan baku pengalengan makanan. Membeli atau mendirikan pabrik pengolahan baja untuk keperluan seperti itu akan mengurangi fleksibilitas dan meningkatkan risiko jika terjadi perubahan selera dan teknologi dalam pengepakan makanan. Risikonya akan lebih kecil jika pabrik pengolahan baja tersebut melayani berbagai kebutuhan pengalengan untuk berbagai perusahaan. Untuk mencapai skala ekonomi dalam memproduksi semua pasokan untuk pengolahan membutuhkan organisasi yang sangat besar dengan segala permasalahan birokrasinya. Aspek penting lainnya adalah keterbatasan modal. Memobilisasi modal secara internal adalah proses yang lamban, karena pemilik modal biasanya
146
KOORDINASI EKONOMI DAN KELEMBAGAAN KOPERASI SERTA UKM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ACFTA (Achmad H. Gopar)
lebih menyukai menanamkan modalnya tidak di satu tempat agar risikonya tidak terlalu besar. Manajemen sebuah organisasi yang sangat besar sangatlah mungkin membuat kesalahan yang sangat besar pula. Mengintegrasikan bisnis yang tidak terlalu dipahami mengandung risiko dan biaya yang sangat besar. Kekurangpahaman atas suatu bisnis merupakan penghalang yang sangat penting untuk melakukan integrasi dan mengakibatkan banyak terjadi proses divestasi. Dan yang tak kalah pentingnya adalah adanya pembatasan politik terhadap upaya untuk melakukan akumulasi kekuatan pasar. IV.
Biaya Transaksi Pendekatan biaya transaksi, sebagaimana dikembangkan oleh banyak pakar seperti Williamson dan Ouchi, memfokuskan bagaimana karakteristik suatu transaksi berpengaruh terhadap biaya untuk transaksi tersebut baik melalui pasar, birokrasi, maupun melalui organisasi lainnya. Suatu transaksi terjadi ketika “a good or service is transferred across a technologically separable interface” (Williamson, 1981). Biaya transaksi mencakup ongkos untuk mengumpulkan dan memproses informasi yang diperlukan untuk melakukan transaksi, mencapai keputusan, menegosiasikan kontrak, dan melaksanakan kontrak tersebut sesuai hukum kontrak. Pendekatan biaya transaksi menegaskan bahwa bentuk organisasi atau “governance structure” yang meminimalkan jumlah produksi dan biaya transaksi untuk suatu kegiatan akan mempunyai keunggulan kompetitif dan cenderung mendominasi kegiatan tersebut. Kelemahan pendekatan biaya transaksi adalah kecenderungannya untuk menganggap struktur biaya sebagai hal yang baku, mengabaikan kemampuan organisasi bentuk lainnya untuk mengubah distribusi hak milik dan definisi efisiensi (Bromley, 1982). Williamson (1981) mengemukakan setidaknya ada empat prinsip yang dapat digunakan untuk merancang organisasi usaha yang efisien guna menentukan struktur organisasi yang cenderung mendominasi aktivitas ekonomi tertentu (dimana efisiensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk meminimalisasikan biaya transaksi), yaitu: (1) Prinsip perbaikan aset, (2) Prinsip ketidakpastian, (3) Prinsip eksternalitas, dan (4) Prinsip penguraian hirarki. Prinsip perbaikan aset mengemukakan bahwa jika aset menjadi lebih khusus atau spesifik, kontrak di pasar yang lebih otonom menjadi kurang efisien untuk mengalokasikan aset tersebut. Suatu aset menjadi lebih khusus untuk penggunaan tertentu atau pengguna tertentu jika biaya untuk mengubah aset tersebut meningkat. Biaya ini bisa merefleksikan karakteristik teknis aset itu sendiri, penyebaran lokasi produksi, atau pasar yang kurang berfungsi dengan baik. Prinsip perbaikan aset memunculkan dua alasan rasional pentingnya membentuk koperasi yaitu kebutuhan untuk membangun kekuatan penyeimbang (countervailing power) dan kebutuhan untuk memperbesar akses pasar (Staatz , 1987).
147
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 143 - 153
Prinsip ketidakpastian menyatakan bahwa semakin besar ketidakpastian melingkupi suatu transaksi semakin kecil kemungkinannya transaksi tersebut menjadi efisien jika dilakukan dengan kontrak di pasar yang otonom. Jika ketidakpastian meningkat begitu pula dengan biaya untuk menegosiasikan kontrak, jika hal-hal dadakan yang tidak bisa diprediksi meningkat begitu pula dengan perilaku oportunis. Oleh karena itu peningkatan ketidakpastian akan memunculkan insentif untuk beralih dari institusi seperti pasar spot ke kontrak jangka panjang yang lebih besar dan melakukan integrasi vertikal. Koperasi dapat memberikan kemanfaatan yang lebih banyak untuk menghadapi ketidakpastian dibandingkan bentuk badan usaha lainnya. Hal tersebut dikarenakan koperasi dapat melakukan integrasi vertikal dan menyatukan kontrak seperti itu. Prinsip eksternalitas menyatakan bahwa suatu badan usaha dapat mengambil manfaat untuk melakukan integrasi vertikal jika peserta transaksi lainnya di pasar memaksakan untuk memperoleh eksternalitas dari badan usaha tersebut. Sebagai contoh, suatu perusahaan produsen susu yang menggunakan distributor, akan rusak reputasinya di mata konsumen jika distributor tersebut tidak handal menangani produk susu tersebut sehingga terjadi kerusakan yang menurunkan kualitasnya. Contoh lainnya adalah pengalaman the Californian Fruit Grower Exchange (yang kemudian berubah nama menjadi Sunkist) yang memperbaiki saluran distribusinya dengan cara melakukan integrasi vertikal untuk menjamin kualitas produknya di mata konsumen. Prinsip penguraian hirarki mengemukakan bahwa organisasi internal perusahaan sebaiknya dirancang sedemikian rupa agar pengaruh dari bagianbagiannya yang kurang bermanfaat dan dinamika yang tinggi pada kegiatan hariannya serta rendahnya dinamika dalam perencanaan strategis, bisa diketahui lebih jelas. Selain itu insentif seharusnya lebih merata di dalam dan antar komponen organisasi sehingga bisa meningkatkan efektivitas, baik lokal maupun global. Penguraian aktivitas perusahaan menjadi unitunit yang lebih independen akan sangat membantu petinggi manajemen agar tidak berkutat pada persoalan operasi harian, meningkatkan arus informasi di dalam perusahaan, dan membantu manejer pada suatu divisi lebih kreatif dalam tugasnya. V.
Implikasi dari Karakteristik Pasar dan Transaksi Mungkin terlalu menyederhanakan jika dikatakan melakukan koordinasi ekonomi cukup dengan mengatur transaksi di seputar pasar, transaksi antara anggota dan perusahaan milik koperasi, dan transaksi antar perusahaan. Pasar, badan usaha koperasi dan badan usaha lainnya mempunyai keragaman yang besar. Mereka beradaptasi terhadap berbagai lingkungan, mereka mengadopsi berbagai struktur dan prosedur operasi standar (SOP), dan berbagai variasi ini berpengaruh terhadap kinerja koordinasinya.
148
KOORDINASI EKONOMI DAN KELEMBAGAAN KOPERASI SERTA UKM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ACFTA (Achmad H. Gopar)
Jika diasumsikan dunia penuh ketidakpastian, maka para pelaku usaha akan mencoba untuk mengurangi ketidakpastian bagi mereka dengan cara melakukan kontrol terhadap aspek yang mempengaruhi mereka. Kontrol itu termasuk mempengaruhi syarat-syarat perdagangan agar mereka bisa menurunkan biaya transaksi, yang pada akhirnya alasan tersebut akan mempengaruhi bentuk koordinasi. Di dunia dimana kondisinya memungkinkan terjadinya pasar bebas murni, pembandingan antara pasar dan koperasi menjadi tidak relevan karena kinerjanya akan sama saja dengan ada atau tidak adanya koperasi. Namun pembandingan tersebut menjadi relevan. Hal tersebut dikarenakan, di dunia nyata ada banyak ketidakpastiannya, biaya transaksi, rasionalitas terbungkam, tingkah laku oportunis, informasi tidak seimbang, eksternalitas, produk penyerupa (serupa tapi tak sama), selera pribadi, pasokan asalan, aset mati suri, skala dan cakupan ekonomi, penyebaran kewenangan, dan harga yang sulit berubah. Semua karakteristik di dunia nyata tersebut membuat koordinasi menjadi lebih kompleks lagi. Semuanya tersebut harus menjadi bahan pertimbangan untuk membahas alternatif institusi pelaku koordinasi. VI. Koordinasi Ekonomi dan Kelembagaan Koperasi dan UKM Koordinasi Mikro-Mikro. Perusahaaan koperasi yang dimiliki anggota pelanggan (patron owned firm, POF), dimana pelanggan dan pemilik perusahaan tersebut adalah UKM pemilik koperasi (userowner cooperatives), nampaknya tidak dapat menawarkan keunggulan jika dikaitkan dengan upaya koordinasi didalam perusahaan sepanjang perusahaan beroperasi pada pasar yang benar-benar bersaing. Pasar mendorong dan memaksa semua perusahaan agar mencari mekanisme yang efektif untuk melakukan koordinasi internal. Namun demikian, direksi perusahaan koperasi yang mewakili anggota mempunyai potensi akses lebih untuk mengetahui konsekuensi dari proses koordinasi internal dalam pelayanan kepada pelanggan dan mempunyai lebih banyak insentif untuk mempengaruhi proses tersebut dibandingkan dengan direksi badan usaha lainnya yang mewakili investor. Kasusnya menjadi berbeda jika perusahaan beroperasi pada kondisi pasar yang kurang kompetitif dimana perusahaan tersebut mempunyai surplus yang bisa dibagi kepada peserta pasar dalam bentuk keuntungan, kompensasi, atau pengenduran kinerja. Perusahaan koperasi mempunyai kelompok anggota yang khas guna mendukung proses pembuatan kebijakan perusahaan (prinsip pelangganpemilik). Mereka memiliki dorongan yang kuat untuk mengurangi pengenduran kinerja tersebut agar dapat menghasilkan harga dan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan. Pembuatan kebijakan yang efektif membutuhkan direksi yang berdedikasi tinggi dan mempunyai pengetahuan yang cukup (antara lain tentang birokrasi dan tingkah laku). Pada saat yang sama, karena perusahaan koperasi tidak beroperasi berdasarkan saham yang dijual di pasar saham,
149
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 143 - 153
tekanan terhadap manajemen untuk meningkatkan harga sahamnya dapat ditiadakan, termasuk analisis investasi dan pengambilalihan. Kelompok pelanggan-pemilik juga dapat mempengaruhi proses koordinasi internal untuk keunggulan mereka dengan cara mengatur transfer harga internal atau mengalokasikan biaya tambahan. Hal ini merupakan permasalahan besar yang harus dipecahkan, komplikasi jabatan pengurus dan manajemen dengan potensi konflik diantara anggota. Namun bagaimanapun juga sangatlah berdasar jika dikatakan bahwa koperasi dapat berperan lebih baik untuk meningkatkan koordinasi internal UKM yang beroperasi di pasar yang memungkinkan pelemahan organisasi perusahaan. Koordinasi Mikro. Cara koperasi mengorganisasikan transaksi antar UKM mungkin bisa lebih atau kurang efektif jika dibandingkan koordinasi melalui pasar. Hal tersebut tergantung SOP-nya koperasi dan karakteristik alternatif pasarnya. Potensi untuk mencapai koordinasi yang lebih efektif mungkin kurang disadari. Jika perusahaan koperasi beroperasi hanya untuk memaksimalkan pendapatan bersihnya saja, maka peranannya dalam koordinasi mikro hanya sedikit berbeda dengan badan usaha lainnya. Namun, dalam dunia nyata, organisasi koperasi mempunyai potensi untuk melakukan koordinasi mikro yang lebih efektif. Perjanjian yang lebih spesifik antara anggota dan perusahaan koperasi mungkin akan lebih efektif dan bermanfaat. Misalnya, koperasi distribusi dapat menurunkan persediaan dan ongkos angkut serta kesalahan pesanan. Juga dapat meningkatkan ketersediaan pasokan barang untuk anggotanya dengan menerapkan sistem pesanan dimuka. Spesifikasi karakteristik yang lebih maju terhadap produk, jumlahnya, dan jadwal pengiriman; akan memperbaiki koordinasi pada pengolahan dan pemasaran. Jika transaksi memasukkan aset yang lebih spesifik (baik untuk persediaan, pemasaran dan perjanjian jangka panjang) memungkinkan investasi menjadi lebih menguntungkan. Semakin intensif penggunaan kontrak antara koperasi dan anggotanya nampaknya akan lebih memungkinkan untuk mengambil kemanfaatan dari proses integrasi perusahaan. Tentunya dengan tetap memelihara pengambilan keputusan yang didesentralisasikan. Prosedur pembuatan perjanjian menjadi hal yang sangat diperlukan dalam kondisi ketidakpastian. Dikarenakan hasil yang diperoleh dari proses transaksi antara koperasi dan anggotanya tergantung pada kinerja koperasi dan kepercayaan, maka faktor yang sangat penting untuk kinerja koperasi adalah pengembangan ideologi organisasi yang menekankan tanggung jawab bersama dan saling percaya. Koordinasi Makro. Koperasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam koordinasi antara suplai total suatu komoditi dan permintaan total dengan harga yang merefleksikan biaya produksi dan selera konsumen. Pasar spot mungkin bisa efisien mengalokasikan komoditi yang telah diproduksi diantara pengguna-pengguna alternatif, namun tidak bisa menghasilkan mekanisme yang efektif untuk koordinasi makro. Koordinasi makro yang
150
KOORDINASI EKONOMI DAN KELEMBAGAAN KOPERASI SERTA UKM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ACFTA (Achmad H. Gopar)
efektif membutuhkan sebuah mekanisme untuk menghasilkan informasi yang dapat diandalkan tentang suplai yang akan datang, permintaan, dan harga sebelum mengambil keputusan produksi yang penting. Koperasi pemasaran dapat memulai dengan insentif untuk memperbaiki koordinasi makro. Masalahnya adalah membedakan antara koordinasi makro dan penetapan harga monopolistik. Prinsip keanggotaan yang terbuka akan membatasi potensi terjadinya praktek monopolistik sehingga koperasi dapat berperan maksimal untuk menjalankan koordinasi makro. Koperasi yang mengelola sistem kontrak dimuka dapat mengatasi masalah koordinasi makro dan meniadakan peluang terjadinya harga monopolistik, meskipun dengan aturan yang mengharuskan adanya partisipasi anggota dalam sistem tersebut. Peranan koperasi dalam koordinasi makro perlu lebih diperhatikan lagi. Koperasi mungkin bisa menjadi penahan (buffer) adanya perubahan harga yang disebabkan oleh perubahan permintaan pasar terhadap teknologi; memperlambat penyesuaian oleh anggota terhadap perubahan kondisi. Kegagalan karena penyesuaian mendadak akan berdampak buruk, baik terhadap koperasi maupun kepada anggotanya. Koordinasi Makro-Makro. Suplai dan harga produk pertanian yang sangat rentan perubahan lebih menyulitkan pelaksanaan koordinasi suplai dan permintaan agregat. Ketidakstabilan nilai uang, suku bunga dan nilai tukar juga menyulitkan koordinasi sistem pangan. Misalnya harga pangan yang merupakan komponen utama dalam indeks biaya hidup, serta banyak kontrak dan program berkaitan dengan indeks tersebut. Perbaikan dalam koordinasi makro untuk sistem pangan mengurangi kemungkinan ketidakstabilan harga yang disebabkan oleh kesalahan pembuatan keputusan produksi, akan berkontribusi untuk memperbaiki koordinasi makro-makro untuk ekonomi. Selanjutnya mengurangi meluasnya dampak buruk ketidakstabilan ekonomi secara menyeluruh terhadap sistem pangan. VII. Kesimpulan dan Saran Menghadapi era perdagangan bebas saat ini, pemerintah sudah seharusnya mendayagunakan semua sumberdaya yang ada, baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya kelembagaan. Sumberdaya kelembagaan (institutional resouces) adalah sumberdaya hasil rekayasa, sehingga lebih mudah dibentuk dan disesuaikan dibandingkan dengan sumberdaya lainnya. Salah satu sumberdaya kelembagaan tersebut adalah koperasi. Oleh karena itu koperasi seharusnya didayagunakan semaksimal mungkin untuk meraih keunggulan dari perdagangan bebas seperti AFTA dan ACFTA. Dari bahasan sebelumnya, terlihat bahwa koperasi dapat digunakan untuk mengkoordinasikan ekonomi agar lebih efisien, terutama dalam hal pencapaian keseimbangan antara suplai dan permintaan. Di dunia nyata
151
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 143 - 153
yang penuh ketidakpastian ini koperasi dapat berperan sebagai lembaga yang mewakili anggotanya sebagai kekuatan penyeimbang (countervailing power) yang mempunyai kekuatan untuk melakukan tawar-menawar (bargaining power) untuk menghasilkan kontrak-kontrak yang menguntungkan anggotanya. Koperasi juga dapat melakukan integrasi vertikal tanpa melanggar azas monopolistik karena koperasi mempunyai prinsip keanggotaan terbuka (open membership). Ada empat model koordinasi ekonomi yang dapat dilakukan oleh koperasi, yaitu: koordinasi mikro-mikro, koordinasi mikro, koordinasi makro, dan koordinasi makro-makro. Koordinasi mikro-mikro dilakukan koperasi secara internal, dimana anggota koperasi yang merupakan pelaku ekonomi, biasanya UKM, dikoordinasikan kegiatannya, tanpa mengintervensi masingmasing usaha anggotanya. Hal tersebut dilakukan untuk memaksimalkan potensi yang ada pada anggota. Melalui koordinasi yang dilakukan oleh perusahaan koperasi, anggota mendapatkan harga dan pelayanan yang lebih baik sebagai pelanggan sekaligus pemilik (user-owner). Jika UKM yang merupakan anggota koperasi semuanya melakukan proses produksi-distribusi secara maksimal tanpa terkendali (sehingga melebihi permintaan), maka koperasi harus melakukan pengenduran usaha yang berdampak pada perubahan harga. Oleh karena itu koperasi dapat melakukan koordinasi mikro agar kegiatan ekonomi anggotanya tidak menyebabkan kerugian bagi mereka sendiri. Koordinasi mikro ini dapat dilakukan melalui kontrak dengan anggota sehingga bisa dihasilkan kesimbangan antara suplai dan permintaan. Koordinasi makro dilakukan koperasi yang mewakili anggotanya untuk mempengaruhi pasar melalui kontrak-kontrak yang lebih menguntungkan bagi anggotanya. Dengan adanya kontrak dengan pihak luar maka proses produksidistribusi bisa dilakukan oleh anggota sesuai pengaturan yang dilakukan oleh koperasi. Koordinasi makro-makro dilakukan koperasi melalui hubungan usaha antar lembaga untuk kepentingan pemenuhan suplai agregat sesuai dengan permintaan agregat. Koordinasi makro-makro ini dilakukan pada tingkat yang lebih luas, bahkan pada tingkat regional. Jika potensi ekonomi koperasi untuk melakukan koordinasi ekonomi sudah diketahui, mengapa potensi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan nasional, terutama menghadapi AFTA dan ACFTA? Di sinilah peranan pemerintah sangat diperlukan untuk membangun kelembagaan koperasi yang kuat. Setiap program pemerintah untuk membangun koperasi harus dikaitkan dengan pembangunan kelembagaan koperasi, tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan fisik dan modal saja. Berbeda dengan badan usaha lainnya, koperasi menjalin hubungan usaha dengan anggotanya, yang merupakan pemilik sekaligus pengguna koperasi, lebih mengandalkan
152
KOORDINASI EKONOMI DAN KELEMBAGAAN KOPERASI SERTA UKM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ACFTA (Achmad H. Gopar)
hubungan personal yang dilandasi saling percaya (trust), sehingga pola hubungan kerjanya harus dibangun berdasarkan kemanusiaan. Menghadapi AFTA dan ACFTA nampaknya kita masih mengandalkan produk primer dan turunannya, selain hasil tambang. Produk primer dihasilkan oleh UKM, khususnya petani, namun mereka tidak bisa meraih nilai tambah yang optimal dari hubungan perdagangan tersebut karena mereka tidak bisa memanfaatkan kelebihan koperasi sebagaimana telah dibahas di atas. Oleh karena itu pemerintah seyogyanya memanfaatkan organisasi koperasi untuk melakukan koordinasi ekonomi menghadapi perdagangan bebas tersebut sehingga dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang selama ini hanya dinikmati oleh pesaing kita seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam. DAFTAR PUSTAKA Bromley, Daniel W. 1982. “Land and Water Problems: An Institutional Perspective”. American Journal of Agricultural Economics 64: 834-44. Naisbitt, John. 1994. Global Paradox. alih bahasa; Drs. Budijanto. Binarupa Aksara, Jakarta. Ouchi, William G. 1980. “Market, Bureaucracies, and Clans”. Administrative Science Quarterly 25: 129-41. Shaffer, James D. 1987. “Thinking about Farmers’ Cooperatives, Contracts, and Economic Coordination”. Dalam Jeffrey S. Royer (Ed.): Cooperative Theory: New Approaches, USDA, Washington, DC, hal 61-86. Staatz, John M. 1987. “Farmers’ Incentives to Take Collective Action via Cooperatives: A Transaction Cost Approach”. Dalam Jeffrey S. Royer (Ed.): Cooperative Theory; New Approaches, USDA Washington, DC, hal. 87-107. Williamson, Olivier E. 1981. “The Modern Corporation: Origins, Evolution, Attributes”. Journal of Economic Literature 19: 1537-568.
153