KINERJA LURAH DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN DI KELURAHAN TONA II KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE Oleh : Ravenska Christin Kansil, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sam Ratulangi Abstrak Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) merupakan salah satu program yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan kualitas perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini diwujudkan melalui kegiatan bedah rumah. Yang mendasari terlaksananya program ini adalah “kemiskinan” yang merupakan salah satu masalah sosial yang sangat mendasar dihadapi oleh bangsa indonesia dewasa ini. Hal tersebut ditandai dengan adanya berbagai kekurangan dan keterbatasan daya beli masyarakat, hingga cenderung tidak mampu memelihara dirinya sendiri serta tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian yang serius dari berbagai pihak untuk memberdayakan masyarakat, disinilah Lurah Tona II berfungsi mendukung dan menunjang serta merealisasikan program sebagai bentuk kinerja yang baik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan berfokus pada Produktivitas, Kualitas layanan, Responsivitas, dan Akuntabilitas. Dari hasil penelitian keempat indikator tersebut penulis berkesimpulan bahwa pemerintah Kelurahan Tona II masih harus melakukan pembebahan. Kata Kunci : Miskin, Pemberdayaan Masyarakat, Kinerja, Lurah Tona II
1
provinsi, dan kabupaten/kota. Fokus penelitian tentang Produktivitas, tidak tepat sasaran karena dialokasikan untuk bantuan pembangunan rumah untuk masyarakat miskin, tetapi secara kegunaan untuk pembangunan rumah dapat berdampak pada peningkatan ekonomi lewat layaknya tempat tinggal untuk masyarakat miskin. Kualitas layanan, kualitas pelayanan yang diberikan oleh Lurah Tona II masih belum maksimal, karena masih ada masalah yang belum terjawab oleh masyarakat Kelurahan Tona II, di sebabkan kurangnya program pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Tona II. Responsivitas, dalam memberdayakan masyarakat di Kelurahan Tona II tidak maksimal penerapannya kebutuhan masyarakat, dilihat dari pelayanan Lurah Tona II dalam program bantuan pembangunan rumah untuk masyarakat miskin itu tidak maksimal. Akuntabilitas, masih ada kesalah pahaman pengalokasian dana, karena lebih di fokuskan pada pembangunan sumberdaya manusia yang ada di Kelurahan Tona II. Dalam rangka percepatan upaya penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik, pemerintah melaksanakan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang pada prinsipnya memberikan bantuan untuk menanggulangi berbagai persoalan kehidupan atau lingkungan beban masyarakat miskin dengan harapan dapat memutuskan rantai kemiskinan. Oleh karena itu butuh perhatian dari berbagai pihak untuk memberdayakan masyarakat, disinilah Lurah Tona II berfungsi melaksanakan berbagai program dan merealisasikan program sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat serta wujud kerja nyata pemimpinnya dalam hal bagaimana memberdayakan masyarakat sehingga mereka mampu keluar dari kesulitan dan keterpurukan hidup. Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka dikemukakan perumusan masalah, yaitu: Bagaimana Kinerja Lurah dalam Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Tona II Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Lurah dalam Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Tona II.
Pendahuluan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.73 tahun 2005 tentang pemerintahan kelurahan yang merupakan dasar dalam menuju masyarakat yang berkembang yaitu kelurahan. Hal ini harus dipahami bahwa kelurahan merupakan suatu kesatuan hukum yang memiliki hak dan kekuasaan dalam mengatur dan melayani semua kebutuhan serta kepentingan masyarakatnya menuju kesejahteraan. Konsep pemberdayaan pemerintahan kelurahan ini dapat dilaksanakan melalui program peningkatan kualitas atau kemampuan aparatur pemerintah setempat. Hal ini sangat penting mengingat kelurahan merupakan unit pemerintahan yang paling terkecil dalam tatanan pemerintahan yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan langsung terhubung dengan masyarakat. Dengan demikian diharapkan bahwa aparatur pemerintahan khususnya pemerintah kelurahan dapat meningkatkan pelayanan yang baik dan berkualitas kepada masyarakatnya. Termasuk juga di kelurahan Tona II dalam hal ini pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Tona II masih menghadapi kendala dalam hal kemiskinan, seperti bedah rumah yang layak huni. Tidak terlepas dari latar belakang keadaan penduduknya sendiri yang masih menunjukan lemahnya pemberdayaan masyarakat. Jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Tona II adalah 2020 jiwa. Dari jumlah tersebut sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Masyarakat lapisan bawah perlu diberdayakan karena masih mencerminkan adanya kelemahan dan kekurangan. Selain itu dengan jenis pekerjaan yang berat, dan pendapatan yang kecil, belum bisa meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Pemberdayaan dewasa ini yang terlihat menyentuh langsung kepada masyarakat melalui program peningkatan kualitas permukiman adalah Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), dan sejauh ini cukup efektif untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, sehingga tidak satupun SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) yang tidak memiliki program/kegiatan pemberdayaan masyarakat. Bahkan, diseluruh 2
Di lihat dari : - Produktivitas - Kualitas Layanan - Responsivitas - Akuntabilitas Konsep Kinerja Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja menurut Prawirosentono (1999:2) Kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mendapai tujuan organisasi. Menurut Samsudin (2005:159) menyebutkan bahwa kinerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Menurut Nurlaila, 2010:71), Kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Dessler (2000:41), kinerja adalah prestasi kerja yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan. Indikator Kinerja menurut Agus Dwiyanto (2008:50-51) adalah sebagai berikut: 1. Produktivitas 2. Kualitas layanan 3. Responsivitas 4. Akuntabilitas 1. Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi tetapi juga efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian general Accounting Oficce (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukan seberapa besar itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. 2. Kualitas Layanan Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan
kenera. Banyak pandangan negatif yang terbentuk muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali dapat diperoleh dari media masa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bias menjadi suatu ukuran kinerja yang mudah dipergunakan. Kepuasaan masyarakat bisa menjadi parameter untuk memiliki kinerja. 3. Responsivitas Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan programprogram sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukan sebagai salah satu indikator kinerja dalam menjalankan misi dan tujuannya. Terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditujukan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukan misi dan tujuan organisasi. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. 4. Akuntabilitas Akuntabilitas menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan itu konsisten dengan kehendak masyarakat. Kinerja tidak hanya bias dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi atau pemerintah, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai 3
dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.
ini sering disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya (Pranaka dan Moeljarto, dalam Prijono dan Pranaka 1996:56-57). Pemberdayaan merupakan suatu bentuk upaya memberikan kekuatan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan berbagai bentuk inovasi kreatif sesuai dengan kondisi, yang secara potensial dimiliki. Disamping itu secara bertahap masyarakat juga didorong untuk meningkatkan kapasitas dirinya untuk mengambil peran yang sejajar dengan mereka yang lebih berdaya melalui proses penyadaran. Konsep pemberdayaan (empowernment) dapat dikatakan sebagai jawaban realitas ketidakberdayaan (disempowerment). Pemberdayaan intinya adalah manusia. Dalam arti mendorong orang untuk menampilkan dan merasakan hak-hak asasinya, pemberdayaan mengandung unsur pengakuan dan penguatan posisi seseorang melalui penegasan terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki dalam suatu tantangan kehidupan. Pemberdayaan mengutamakan usaha sendiri dan orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaan. Oleh karena itu, pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan (Mulander dan Thamrin 1996:97). Sementara dalam sumber yang sama, Carver dan Clatter Back (1995:12) mendevinisikan pemberdayaan sebagai berikut upaya memberi keberanian dan kesempatan pada individu untuk mengambil tanggung jawab perorangan guna meningkatkan dan memberikan kontribusi pada tujuan organisasi. Sementara menurut Shardlow (1998:32) melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok maupun komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Gagasan Shardlow ini, tidak jauh dengan gagasan yang mengartikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong
Konsep Mengukur Kinerja Cakupan dan cara mengukur indikator kinerja sangat menentukan apakah suatu organisasi publik dapat dikatakan berhasil atau tidak (Keban,1995). Lebih lanjut Keban menjelaskan bahwa ketepatan pengukuran seperti cara atau metode pengumpulan data untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan penilaian akhir kinerja. Donald dan Lawton (dalam Keban,1995:11) mengatakan bahwa penilaian kinerja organisasi dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu dan penilai tersebut juga dapat dijadikan input bagi perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi. Levine dkk (1990:295) mengusulkan tiga konsep yang bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu: responsiveness, responsibility dan accountability (Dwiyanto, 1995:48). Georgepoulus dan Tannenbaum dalam Emitai Etzioni (1982:98) Menggunakan ukuran keberhasilan sebuah organisasi dengan: 1. Produktivitas organisasi 2. Bentuk organisasi yang luwes sehingga berhasil menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di dalam organisasi yang bersangkutan. 3. Tidak adanya ketegangan, tekanan maupun konflik di antara bagian-bagian dalam oganisasi tersebut. Konsep Pemberdayaan Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat itu sendri. Dalam implementasinya, konsep pemberdayaan menampakkan dua kecendurungan, pertama, pemberdayaan menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses 4
klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya.
Masyarakat miskin adalah suatu kondisi dimana fisik masyarakat yang tidak memiliki akses ke sarana dan prasarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standart kelayakan serta mata pencaharian yang tidak menentu.
Konsep Masyarakat Miskin Dalam konteks Bahasa Indonesia “kemiskinan” sebuah kata yang terbentuk dari kata dasar “miskin” selanjutnya mendapat imbuhan (awalan dan akhiran). Miskin diartikan dengan “tidak berharta bendah”, serba kekurangan, berpenghasilan rendah, dalam pengertian lain miskin didefinisikan dengan orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.Dimensi ekonomi rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga sampai batas yang layak. Pendapat Schiller (dalam Soetrisno 2001:78), menyatakan bahwa, esensi kemiskinan adalah menyangkut kemungkinan orang atau keluarga miskin untuk melangsungkan dan mengembangkan kegiatan perekonomian dalam upaya meningkatkan taraf kehidupannya.Selajutnya Bayo Ala (2001:92), mendefinisikan kemiskinan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana serba memiliki keterbatasan hidup dan serba kekurangan dimana orang miskin tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya secara maksimal. Kemiskinan biasanya ditandai dengan suatu sikap bahwa dirinya tidak bisa mengubah nasib agar menjadi lebih baik biasanya mereka mempunyai anggapan ataupun pandangan bahwa untuk mengubah kehidupannya tidak memiliki modal yang cukup dan memadai untuk memulai suatu usaha, sehingga muncul rasa tidak percaya diri yang berlebihan dan kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat sangat terbatas. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti tempat berlindung. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pekerjaan.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kualitatif, Pendekatan kualitatif ini, peneliti akan terjun langsung kelapangan untuk meneliti obyek kajiannya dan mengadakan interaksi langsung dengan masyarakat yang bertujuan langsung dengan informasi yang mendalam mengenai kinerja lurah dalam pemberdayaan masyarakat di kelurahan tona II termasuk faktor penghambat dan pendorong untuk memberdayakan masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data. Deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bodgan Dan Taylor dalam Moleong, 2006). Untuk memudahkan peneliti dalam pengambilan data maka peneliti membatasi fokus penelitian pada wewenang dan tanggung jawab kinerja lurah dalam pemberdayaan masyarakat di kelurahan tona II adalah sebagai berikut : 1. Produktivitas -> sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). 2. Kualitas layanan -> proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. 3. Responsivitas -> kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 4. Akuntabilitas -> suatu ukuran yang menunjukan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran atau nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Agar dapat mengumpulkan informasi dari objek penelitian sesuai dengan yang diamati dilakukan pemilihan terhadap unsur-unsur masyarakat yang ada secara purposive artinya 5
sampel yang diambil berdasarkan pertimbangan peneliti. Berikut ini yang menjadi informan sumber data dalam penelitian: 1. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat 2. Camat 3. Ketua RT kelurahan Tona II 4. Masyarakat 5 orang
Lurah kami tidak tahu karena bukan kepada kami laporan pertanggung jawabannya”. Ketua RT Tona II bapak R.P mengatakan“belum cukup baik kinerja Lurah karena masyarakat saya belum ada perubahan kearah lebih baik”. Menurut informan tentang efektif tidaknya program pemberdayaan Lurah, untuk menyempurnakannya penulis menanyakan tentang efisien atau efisiensi program pemberdayaan Lurah dikaitkan dengan waktu pelaksanaan program-program yang ada. Mengenai efisiensi tergantung berhasil tidaknya suatu program, terselanggarakan tepat waktu sesuai dengan waktu yang ditentukan di Lurah Tona II sudah efisien hanya saja tertumbuk dengan waktu pelaksanaan program pemberdayaan dilapangan dengan jam kerja yang sudah disediakan. “Adapun kami memiliki jadwal untuk turun langsung dengan masyarakat tetapi kadang kami disibukkan dengan laporan pertanggung jawaban sedikit molor”. (wawancara dengan bapak R.G lembaga pemberdayaan masyarakat). Dilihat dari efisiennya bahwa program pemberdayaan masyarakat yang sementara dilaksanakan oleh Lurah Tona II secara pengalokasian tidak tepat sasaran karena dialokasikan untuk bantuan pembangunan rumah untuk masyarakat miskin, tetapi secara kegunaan untuk pembangunan rumah dapat berdampak pada peningkatan ekonomi lewat layaknya tempat tinggal untuk masyarakat miskin.
Hasil Penelitian A. Kinerja dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin 1. Produktifitas Konsep produktifitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi tetapi juga efektifitas pelayanan. Produktifitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Proses produktifitas dirasa terlalu sempit dan kemudian “General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktifitas lebih luas dengan memasukan seberapa besar itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. Penulis ingin menjelaskan tentang efisiensi dan efektifitas kinerja Lurah dari hasil penelitian dalam rangka memberdayakan masyarakat miskin, oleh karena itu penulis menanyakan tentang apakah program pemberdayaan Lurah terhadap masyarakat miskin efektif? “sejauh ini melihat fasilitas dan sumber daya yang tersedia menurut saya sudah cukup baik, tetapi soal pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah kelurahan belum keseluruhan tepat sasaran langsung menyentuh kepada masyarakat miskin dalam pelaksanaannya” (petikan wawancara dengan Bapak R.G lembaga pembrdayaan masyarakat). Pertanyaan yang sama penulis menanyakan kepada ketua RT Tona II mengatakan menurut ukuran dan pengamatan kami lalu dikolaborasikan oleh pihak masyarakat sendiri kurang merespon baik bahkan tidak mendukung program dari pemerintah (lurah) itu sendiri sudah cukup baik. Tanggapan masyarakat miskin yang tidak memahami kinerja tentang efektifitas? Petikan wawancara Y.L “kami hanya tahu berkebun dan melaut sedangkan tentang efektif tidaknya program pemberdayaan
2. Kualitas Layanan Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja. Banyak pandangan negative yang terbentuk muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima. Dengan demikian kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja adalah informan mengenai kepuasan masyarakat seringkali dapat diperoleh dari media masa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relative sangat tinggi, maka bisa satu ukuran kinerja yang muda dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa 6
menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik. Informan mengenai kepuasan masyarakat terhadap kinerja Lurah dalam pemberdayaan masyarakat miskin di Kelurahan Tona II. Pendapat dari informan “pelayanan Lurah memuaskan terhadap kami masyarakat miskin” (wawancara dengan N.M). Ketua RT tona II Bpk R.P mengenai kepuasan masyarakat terhadap pelayanan Lurah “bagi saya belum merasa baik melihat masyarakat saya yang selalu membutuhkan PEMDA dalam hal ini Lurah tetapi masih belum terjawab”. Mengenai kendala yang dihadapi Lurah sehingga banyak masyarakat mengatakan belum baik dengan pelayanan Lurah. Ia mengatakan “banyak sekali kendala yang kami hadapi sebagai pelaksana program baik dari segi internal maupun eksternal tetapi selama ini kami sudah berusaha semampu kami untuk melayani dengan baik” (wawancara dengan Bpk R.G). Bpk M menambahkan “dalam menjalankan program terdapat banyak kendala yang dihadapi salah satunya masalah pihak masyarakat”. 3. Responsivitas Dilihat responsivitas diatas penulis menanyakan tentang keselarasan antara program dan kegiatan pemberdayaan Lurah terhadap masyarakat miskin di Kelurahan Tona II sudah selaras antara program dan kegiatan kami terhadap masyarakat dengan apa yang kami programkan itulah kami lakukan sebagai kegiatan kami (wawancara dengan Bpk R.G). Bpk M mengatakan “menurut saya selaras karena apa yang sudah kami programkan itulah yang kami lakukan”. Faktor-faktor yang menghambat keselarasan antara program dan kegiatan oleh Bpk E.S dijelaskan mengenai faktor-faktor yang tidak jauh berbeda ialah waktu dan letak geografis wilayah ini. Bpk M melaksanakan atau menjalankan sesuatu sudah tentu ada kendalanya. Dihadapi Lurah faktor masyarakat tidak mendukung program dari pemerintah (lurah). Bapak R.P mengatakan bahwa “ sikap pemeritah Kelurahan dalam hal ini Lurah tidak responsivitas dalam pelaksanaan pemberdayaan kepada masyarakat, hal ini dikarenakan program yang dijalankan oleh
pemerintah Kelurahan tidak mengenah pada program pemberdayaan masyarakat karna membangun rumah bagi masyarakat miskin bukan memberikan pelatihan untuk masyarakat miskin di Kelurahan Tona II”. Sesuai dengan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa kinerja Lurah dalam hal ini dilihat dari responsivitas dalam memberdayakan masyarakat di Kelurahan Tona II tidak maksimal penerapannya mengenai pada kebutuhan masyarakat. Karena konsep responsivitas yang dimaksud adalah untuk mengetahui kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan programprogram pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Jika dilihat dari pelayanan Lurah Tona II dalam program bantuan pembangunan rumah untuk masyarakat miskin itu tidak selaras antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat Tona II, karena yang lebih bermanfaat untuk masyarakat Tona II dalam program pemberdayaan masyarakat kelurahan adalah peningkatan sumber daya manusia yang ada di Kelurahan Tona II seperti peningkatan ekonomi masyarakat miskin lewat pelatihan masyarakat nelayan bisa menggunakan peralatan modern dalam penangkapan ikan supaya lebih mendapat hasil yang banyak dibanding menggunakan peralatan tradisional, sekaligus memberikan bantuan fisik peralatan nelayan kepada masyarakat miskin agar mereka bisa berkembang lewat bantuan tersebut. 4. Akuntabilitas Mengenai kebijakan dan kegiatan Lurah, kebijakan yang diambil Lurah dalam mengatasi masalah kemiskinan di Kabupaten sangihe terlebih khusus di Kelurahan Tona II. Wawancara dengan Bpk R.G, Kebijakan atau langkah-langkah yang kami lakukan ialah membuat evaluasi untuk mengetahui seberapa berhasilnya program dan kegiatan yang tidak berhasil akan menjadi prioritas untuk periode berikutnya sehingga ada kesinambungan kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah kemiskinan melalui pemberdayaan 7
yang kami lakukan dan kegiatan diinstansi terhadap masyarakat miskin yang ada. Bapak R.P mengatakan “ kinerja Lurah Tona II sudah baik tetapi kalau program pemberdayaan belum terasa karena pemerintah kelurahan belum terlalu fokus pada peingkatan sumber daya manusia, masih kepada program fisik saja”. Sesuai dengan hasil wawancara dapat dilihat bahwa kinerja Lurah Tona II dilihat dari konteks akuntabilitas belum sepenuhnya melihat pada kehendak atau kemauan masyarakat, masih ada kesalah pahaman pengalokasian dana, yang sebenarnya kebijakan pengalokasian dana untuk pemberdayaan masyarakat desa lebih difokuskan pada pembangunan sumber daya manusia yang ada di Kelurahan Tona II, bukan lagi pada pembangunan fisik seperti bantuan pembangunan rumah untuk masyarakat miskin.
kegiatan berjalan lancar karena respon yang baik dari pemerintah dalam menanggapi masalah yang terjadi di masyarakat tona II menentukan keberhasilan dari kinerja lurah. 4. Dari segi akuntabilitasnya perlu konsistensi yang lebih dari pemerintah kelurahan dalam hal penetapan kebijakan agar setiap kegiatan yang masuk di kelurahan dapat berjalan sesuai dengan perencanaan awal. Saran 1. Dalam peningkatan produktivitas kinerja lurah tona II, lurah dalam menanggapi persoalan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat kelurahan tona II, lewat turun langsung berdiskusi dengan masyarakat miskin di kelurahan tona II. 2. Dalam peningkatan kualitas lurah tona II lebih aktraktif dan melibatkan masyarakat setempat dalam menentukan kebijakan, supaya kebijakan mengenah dan menyentuh langsung kepada masyarakat miskin. 3. Dalam peningkatan Responsivitas lurah tona II lebih giat untuk mengarahkan aparat kelurahan untuk sama-sama mendukung dan memberikan masukan kepada pemerintah kelurahan dalam kemajuan kelurahan tona II. 4. Dalam peningkatan akuntabilitas lurah tona II, lurah lebih memperhatikan aturan yang berlaku supaya dalam penentuan kebijakan itu sesuai dengan atauran yang mengatur, sehingga tercipta keserasian antara aturan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah lewat rancangan program kerja khususnya untuk pemberdayaan masyarakat miskin.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Kinerja Lurah dalam Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Tona II sebagaimana yang telah diuraikan diatas penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan: 1. Pemerintah kelurahan dalam hal ini lurah tona II terkait dengan produktivitas dalam hal ini meningkatkan kesejahteraan masyarakat sejauh ini dinilai masih perlu pembenahan dalam pemanfaatan dana untuk pemberdayaan masyarakat, walaupun banyak bantuan pemerintah yang berhasil dilakukan di kelurahan tona II sehingga cukup membantu kebutuhan hidup masyarakat terlebih khusus masyarakat berpenghasilan rendah. 2. Dari segi kualitas pelayanan masih perlu pembenahan dan lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang ada di kelurahan tona II. 3. Responsivitas pihak kelurahan juga perlu pembenahan dalam hal merespon kegiatan pemberdayaan masyarakat sehingga semua
DAFTAR PUSTAKA AA. Anwar Prabu Mangkunegara. (2000:67). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya. A. M. W. Pranarka dan Vidhandika Moeljarto. Pemberdayaan 8
(Empowerment)”, dalam Onny S. Prijono dan A.M.W Pranarka (end), 1996. Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan dan Impelementasi, CSIS, Jakarta, hal. 44-46 Ambar Teguh Sulistyani. 2004:29-30). Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta : Graha Ilmu Amstrong, Mischael, (1999:15). Manajemen Sunber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan Haryanto. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Bayo Ala. Andre. 2001. Kemiskinan dan strategi menerangi Kemiskinan. Yogyakarta: Penerbit Liberti. Charles H. Levine (1990:295). Publik Administration; Challenge, Choices, Consequences. IIIinois; Dessler, Gary. (2000:41). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 9, Jilid 1, Kelompok Gramedia, Jakarta. Dwiyanto, Agus. Dkk. (2008:50:51). Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Etzioni, Amitai. (1982:98). OrganisasiOrganisasi Modern. Alih bahasa oleh Suryatim. Jakarta: Diterbitkan atas kerja sama Universitas Indonesia dan Pustaka Bradjaguna. Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003 pusat bahasa Departemen Pendidikan Naional Keban, Yeremias T. (1995:11). Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan Manajemen dan Kebijakan”, Makalah, Seminar Sehari, Fispol UGM, Yogyakarta. Luthans, Fred. (2005:165). Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Diterjemahkan oleh: Vivin Andhika Yuwono; Shekar Purwanti; Th.Arie Prabawati; dan Winong Rosari. Penerbit Andi, Yogyakarta. Mangkunegara, Anwar Prabu. (2002:22). Manajemen Sumber Daya Manusia. Remaja Rosdakarya. Bandung Mathis, R.L. & J.H. Jackson. (2006:65). Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia.
Terjemahan Dian Angelia. Jakarta : Salemba Empat. Moleong L. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Moleong, J, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Murphy, K.R, dan J.N. Cleveland (1995:113). ClevelandUnderstanding Performance Apprasial. California: SAGE Publication. Nurlaila. (2010:71). Manajemen Sumber Daya I. Penerbit: LepKhair. http://www.kajianpustaka.com/2014/0 1/pengertian-indikatorfaktormempengaruhikinerja.htmI[Online] Prawirosentono, Suryadi. (1999:2). Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE. Prijono Onny S dan A.M.W. Pranaka, (1996:56:57). Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi, Centre of Strategic and International Studies. Jakarta. Rivai, Vethzal & Basri. (2005:50). Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Sadili Samsudin. (2005:159). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung Pustaka Seita. Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama Sastrohadiwiryo, B. Siswanto. (2005:235). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara. Simamora, Henry. (2004:339). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Ketiga, Cetakan Pertama, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta. Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES Jakarta. SustrisnoR. (2001:78). Pemberdayaan Masyarakat dan upaya pembebasan 9
kemiskinan.Yogyakarta: philosophy press bekerja sama dengan fakultas filsafat UGM. Srimulyo Koko. (1999:33). Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Terhadap Kinerja Perpustakaan di Kotamadaya Surabaya. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Universitas Airlangga. Tika, H.Moh. Pabundu. (2006:121). Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Whittaker, James. (1993:44). The Government Performance Result Act, Educational Services Institute. Sumber Lainnya: Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan https://id.m.wikipedia.org/wiki/kemiskinan
10