PEMBELAJARAN, MEKAKOGNITIF, DAN HASIL, BELAJAR KIMIA DASAR (Suatu Survei terhadap Staf Pengajar Kimia Dasar dan Mahasiswa Jurusan Biologi Angkatan 2007/2008 FMIPA Universitas Makassar) Learning, Metacognitive, and Academic Achievement of Basic Chemistry (A survey to lecturers for basic chemistry and students of biology department on 2007/2008 FMIPA, Makassar State of University) Oleh: Muhammad Danial6 Abstract: The survey research aim to obtained information about 1) learning process of basic chemistry for biology in this time that consist of strategi, thinking empowerment, and evaluation, 2) metacognitive skill and 3) academic achievement of basic chemistry. The research method is survey to 10 lecturers of basic chemistry and 98 students of biology department on 2007/2008. Data is obtained via learning quiestionnaire, metacognitive awareness inventory, and document of basic chemistry academic achievement. This research result shown that learning apply to contructivism philosophy does not realization well. Apply of learning strategy according to contructivism only 20% that is STAD and variety accustomed and never measured. Paremeter for study evaluation that used is refres to true and false answer via essay and quiz test, and it is not related directly to real conditions or contextual. Class completing is scala range 60-75% and receive supporter of learning is ready expect RPP is less. Metacognitive ability is beginning to progress category and mean score 80.2755. academic achievement of basic chemistry is medium category and mean score 64.8919. Keywords: learning, metacognitive, achievement, basic chemistry PENDAHULUAN Pada umumnya pembelajaran dan evaluasi MIPA di sekolah dasar, sekolah menengah, dan bahkan perguruan tinggi lebih berorientasi pada pemberdayaan kemampuan kognitif peserta didik. Pembelajaran dan evaluasinya yang terkait dengan pemberdayaan atau keterampilan berpikir belum mendapat perhatian serius dan terencana. Hal ini kita dapat lihat pelaksanaan pembelajaran selama ini, yang terkait dengan metode atau strategi yang digunakan serta urusan pelaksanaan teknis lainnya yang tidak memperlihatkan adanya pengungkapan aspek pemberdayaan berpikir. Metode dan strategi pembelajaran yang diterapkan masih bersifat teacher-contered, bukan students-centered yang lebih mengutamakan proses belajar aktif terjadi pada diri peserta didik. Demikian halnya dalam mengevaluasi hasil belajar peserta didik, misalnya pada pelaksanaan ujian semester, ujian akhir nasional, dan seleksi masuk perguruan tinggi. Ke tiga keadaan ini kebanyakan menggunakan tes kognitif yang sangat beriorentasi teoritis dan mengabaikan sisi praktis dan autentiknya. Keadaan ini menjadi sangat parah ketika tes kognitif yang dijalani peserta didik sebagian besar atau hanya berupa tes obyektif dan atau tes pilihan Benar-Salah. Sebenarnya pada setiap strategi pembelajaran melibatkan pemberdayaan berpikir, namun tidak terencana dan tidak terorganisir dengan baik. Orang lupa atau mungkin tidak tahu bahwa pemberdayaan kemampuan berpikir selama pembelajaran dapat dilakukan melalui macam-macam upaya (Corebima, 2005),misalnya melaluiteknik bertanyak, memanfaatkan statege pembelajaran, dan teknik bertanya, sedangkan yang lainnya menggunakan strategi-strategi pembayaran yang
diyakiniberpotensi memberdayakan kemampuan berfikir. Penelitian-penelitian yang memberdayakan kemampuan berfikir melalui teknik bertanyak dari yang telah disebut di antaranya adalah Corebima, dkk (2004) dalam korebima (2005) dan Jannah I.N (2006), sedangkan yang memanfaatkan strategistrategi pembelajarantertentu adalah yang dilakukan oleh mustami, M.K. (2007), Khotimah, L. (2007),dan Wibowo, Y. (2008) dan beberapa mahasiswa S3 di program studi biologi angkatan 2007 yang telah merancang proposal penelitian dan telah melakukan penelitian survai awal termaksuk penulis dalam rangka penyusunan disertai. Metakognisi (Metacognition) mengacuh pada kesadaran dan pemantauan pikiran dan hasil kerja seseorang, atau lebih sederhananya metakognisi adalah berfikir mengenai apa yang sedang dipikirkan (Flavell, 1979). Metakognisi mengacau pada proses mental yang lebih tinggi yang terlibat dalam pembelajaran seperti membuat rencana-rencana belajar, menggunakan keterampilan, dan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, membuat perkiraan-perkiraan hasil dan penyesuaian cakupan belajar. Metakognisi terdiri dari dua komponen utama yaitu pengetahuan metakognitif dan regulasi metakognitif. Pengetahuan metakognitif mengancu pada pengetahuan tentang kognisi seperti pengetahuan tentang keterampilan (skill) dan strategi kerja yang baik untuk pembelajaran dan bagaimana serta kapan menggunakan keterampilan dan strategi tersebut. Regulasi metakognitif mengacu pada kegiatan-kegiatan yang mengontrol keterampilan pebelajar seperti merencanakan, memonitor pemahaman, dan mengevaluasi. Metakognisi penting dalam belajar dan merupakan penentu penting dalam keberhasilan akademik (dunning, jhonson, Ehrlinger, dan Kruger, 2003) siswa yang memiliki metakognisi yang bagus memperlihatkan keberhasilan akademik yang bagus pula dibandingkan dengan siswa yang memiliki metakognisi yang kurang bagus memang, perbedaan-perbedaan individual tetap ada dalam metakognisi dan siswa yang memiliki metakognisi yang kurang bagus cenderung “tidak kompeten” namun demikian, siswa yang memiliki metakognisi yang kurang bagus bisa ditingkatkan melalui pelatihan metakognitif dan juga keberhasilan akademik mereka. Menurut Coutinho, S.A (2007), hubungan antara tujuan Ipenguasaan isi dan kinerja terhadap kesuksesan akademik dimediasi sepenuhnya oleh kongnisi. Dengan demikian siswa yang fokus pada penguasaan isi dan juga kinerja dianggap memiliki metakognisi yang bagus dan ini akan mengantar mereka pada pencapaian akademik yang bagus pula. Jika tujuan penguasa isi maupun kinerja merupakan penentu yang signifikan dalam keberhasilan akademik seseorang, berarti para guru bisa memperbaiki kesuksesan atau keberhasilan akademik siswa belum mendaftar di Universitas berdasarkan penguasa isi, kinerja, dan metakognisi mereka. Beberapa hasil penelitian luar negri yang menunjukan keterkaitan antara kemampuan metakognisi dengan kesuksesan akademik. Kemampuan memonitoring pemahaman metakognitif (CMA) berhubungan secara signifikan terhadap IPK siswa SD kelas 10-12 di Spanyol meskipun korelasinya tidak begitu tinggi (Hopkins, Otero, dan Companairo, 1992). metakognisi merupakan mediator parsial dari penguasa isi untuk mencapai sukses akademik yang lebih baik dan penguasa isi berkorelasi kuat dengan metakognisi (r=0.73,p=0.01) (Coutinho, 2007). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan tahapan awal dari tiga rencana tahapan, yaitu survey awal, uji coba terbatas, perangkat pembelajaran dan instrument penelitian, dan pelaksanaan penelitian eksprimen. Penelitian survei ini melibatkan 10 dosen kimia dasar dari jurusan kimia dan 98 mahasiswa jurusan biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar. Dosen kimia dasar yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah dosen yang mengajar kimia dasar di jurusan biologi (bergilir setiap tahun) dan
mahasiswa yang menjadi responden adalah mahasiswa jurusan biologi yang telah memprogramkan mata kuliah kimia dasar tahun akademik 2007/2008. Mata kuliah kimia dasar untuk bioligi berada di semesrter pertama dan saat pengambilan data survei ini, mereka sudah berada di awal semester ketiga. Data diperoleh melalui akngket dan dokumentasi. Data pembelajaran diperolesh dari dosen kimia dasar denga menggunakan angket terbuka yang terdiri dari 22 item pertanyaan. Angket ini disusun sendiri oleh penelitian berdasarkan jumlah variable penelitian dan divalidasi isi oleh pembimbingan penelitian ini. Data kemampuan metakognitif mahasiswa diperoleh dari mahasiswa jurusan biologi dengan menggunakan angket MAI yang disusun oleh Schraw dan Denission (1994) yang memiliki tingkat reliabilitas dan validitas tinggi. Angket ini terdiri dari 25 item dengan 3 skala poin ( ya, tidak jelas, dan tidak ). Selain itu, juga diperoleh data demografis atau identitas dosen dan mahasiswa. Terakhir, dokumen hasil belajar kimia dasar diperoleh dari dosen kimia dasar yang mengajar dikelas responden dan penanggung jawab praktikum saat memprogramkan mata kuliah tersebut. Hasil belajar kimia dasar mahasiswa meliputi skor mid dan final tes semester, response, laporan, dan ujian praktikum. Pokok bahanasan (teori dan praktikum) yang terdapat pada matakuliah kimia dasar untuk mahasiswa biologi adalah stoikiometri, larutan, termokimia, kinetika reaksi, elektrokimia, dan aspekaspek biokimia (Tim Kimia Dasar, 2007). Data tentang pembelajaran diolah dengan analisi presentasi jumlah dosen yang member komentar pada setiap komponen dan hasil belajar kimia dasar diolah dengan analisis statistic deskriptif meliputi mean, standar defiasi, distribusi nilai. Terakhir dilakukan pengkatgorian terhadap kemampuan metakognitif dan hasil belajar kimia dasar mahasiswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyajian hasil penelitian ini diawali tentang data demografis dosen kimia dasar dan selanjutnya deskripsi pembelajaran disajikan pada Tabel 1, kemampuan metakognitif mahasiswa dan hasil belajar kimia dasar disajikan pada Tebel 2. Secara umum, dosen kimia dasar memiliki masa kerja di atas 5 tahun dan telah menempuh pendidikan S-2 dalam negeri dengan bidang keahlian pendidikan kimia dan kimia. Selain mengajar kimia dasar, mereka juga mengajar makuliah sesuai bidang keahliannya. Survei yang dilakukan oleh penulis di jurusan kimia FMIPA Universitas Negeri Makassar tahun 2008 terhadap 10 dosen kimia dasar ditemukan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang terkait dengan metode, strategi, dan urusan teknis pelaksanaan laiinnya tidak memperlihatkan adanya upaya pemberdayaan berpikir secara sengaja dan terencana. Pembelajaran dengan filosofi kontruktivisme belum berjalan dengan baik. Penerapan strategi pembelajaran yang bersifat kontruktivistik di kelas masih sangat terbatas, hanya 20% berupa STAD dan diskusi bervariasi, selebihnya mengggunakan strategi konvensional atau multistrategi. Demikian halnya pemberdayaan berpikir (khususnya metakognitif) mahasiswa yang belum terlatihkan hingga mengukurnya sama sekali belum dilakukan. Parameter evaluasi belajar yang diungkap melalui pemberian tes essai dan kuis, kurang atau bahkan tidak memperlihatkan aspek pemberdayaan berpikir atau penalaran terutama hal-hal yang berkaitan dengan keadaan nyata atau kontekstual dan kepraktisan. Dengan tidak terencana dan sengaja melakukan pembelajaran yang tidak memberdayakan kemampuan berpikir atau penalaran, ternyata juga memberikan dampak lemah terhadap hasil belajar kognitif itu sendiri. Hasli survei menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif kimia dasar untuk dua tahun terakhir berada pada kategori sedang dengan presentase 45-65% dan ketuntasan kelas berada pada rentang 60-75%. Nampaknya data ini sejalan dengan hasil survai terhdap 98 mahasiswa untuk matakuliah kimia dasar jurusan biologi angkatan 2007/2008 berasa pada kategori sedang dengan skor rata-rata
64.8919. Hal ini (data 45-65%) menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang memperoleh nilai sedang lebih banyak dibanding mahasiswa yang berada dalam kategori rendah atau tinggi. Sedangkan kemampuan metakognitif mahasiswa berada dalam kategori mulai berkembang dengan skor rata-rata 80.2755. Tabel 1. Deskripsi pembelajaran yang meliputi komponen strategi pembelajaran, pemberdayaan berpikir metakognitif, dan evaluasi Komponen Aspek Pengamatan Presentase Keterangan Responden 1. Dosen menerapkan strategi pembelajaran 20 STAD, Diskusi kontruktivistik untuk mata kuliah dasar. 2. Dosen memahami kekuatan dan 100 kelemahan strategi pembelajaran yang mereka gunakan 3. Dosen menggunakan unsur pendukung 100 pada pelaksanaan proses pembelajaran di kelas 4. Dosen menggunakan berbagai strategi 50 pembelajaran sebagai upaya untuk Strategi meningkatkan keterlibatan mahasiswa Pembelajaran dalam proses pembelajaran 5. Dosen memahami berbagai strategi 50 PBL pembelajara yang bersifat 10 GI konstruktivistik (PBL dan GI). 6. Dosen memahami kekuatan dan 30 kelemahan pembelajaran yang bersifat kontruktivistik Pemberdayaan 1. Dosen memahami kekuatan dan Berpikir pentingnya pemberdayaan keterampilan Metakognitif metakognitif dalam proses pembelajaran 2. Dosen mengarahkan mahasiswa untuk selalu memantau dan merefleksi proses belajar mereka 3. Dosen memahami kendala yang dapat ditemui dalam memberdayakan katerampilan metakognitif 4. Dosen melakukan pengukuran terhadap keterampilan metakognitif mahasiswa Evaluasi 1. Dosen menyusun berbagai bentuk tes untuk mengevaluasi hasil belajar kognitif mahasisea 2. Sifat materi tes yang disusun oleh dosen berupa teoritis, penyelidikan, dan permasalahan nyata di alam 3. Evaluasi terhadap hasil belajar kognitif mahasiswa dan tahun terakhir: Tinggi Sedang
40
60
60
0
Tidak memberi komentar
40
(lebih dari satu bentuk tes)
40
Teoritis
30 30
Teoritis dan praktis Teoritis, praktis, dan permasalahan nyata 10-25% Mhs 45-65% Mhs
Rendah 20-30% Mhs Ketuntasan Kelas 60 – 75% Kategori mulai berkembang sebenarnya juga berada pada kategori tengah, Karena yang lebih tinggi dari kategori ini ada dua yakni kategori sudah berkembang baik dan berkembang sangat baik. Demikian juga pada posisi bawah ada belum begitu berkembang, masih sangat berisiko, dan belum berkembang (Green, 2007). Namun demikian, peserta didik yang memiliki metakognisi dan keberhasilan akademik yang kurang bagus bisa ditingkatkan melalui pelatihan metakognitif. Sehubungan dengan hal tersebut Marzono, dkk (1988) dalam Corebima (2005) juga berpendapat bahwa kita perlu memperluas konsep tes sehingga mencakup aspek-aspek kemampuan berpikir yang lebih kaya dan lebih dinamis. Tabel 2. Deskripsi kemampuan metakognitif dan hasil belajar kimia dasar mahasiswa jurusan Biologi Statistik Deskriptif Parameter
Kategori N
Rerata
St. Deviasi
Kemampuan Metakognitif
98
80.2755
9.9034
Skor Min. 58
Hasil Belajar Kimia Dasar
98
8.4212
8.4212
39.77
Skor Max. 100.00
85.21
Mulai Berkembang (Green, 2007) Sedang (Jihad dan Hars 2008)
Keterbatasan-keterbatasan di atas (khususnya, untuk kasus di jurusan kimia FMIPA UNM) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yakni kurangnya sosialisasi dan informasi, menemui banyak kendala dalam penerapannya, merepotkan dalam pelaksanaannya karena butuh waktu, tenaga, dan pikiran lebih banyak, atau karena pembelajaran memilih diam untuk hal ini (bermasabodoh). Namun demikian, penulis membidik bahwa keterbatasan-keterbatasan di atas sangat disebebkan oleh kurangya sosialisasi dan informasi mengenai berbagai strategi pembelajaran dan evaluasinya yang dapat memberdayakan kemampuan berpikir peserta didik. Hal ini tercermin dari hasil survai penulis yang menemukan berbagai strategi pembelajaran berbasis konstruktivistik (di mana peserta didik merekonstruksi pengetahuannya sendiri) belum banyak dipahami atau diketahui (50%). Demikian juga dengan pengetahuan mereka tentang metakognisi dan pengukurannya masih sangat terbatas. Hasil survai menunjukkan bahwa terdapat 40% yang memahami tentang metakognisi dan kekuatannya. Terlebih lagi, mengenai bagaimana mengukur dan melatihkannya. Semuanya (100%) mengatakan belum pernah melatihkan kepada mahasiswa dan mengukurnya. Hal ini menunjukkan bahwa, mereka memang belum paham tentang metakognisi, meskipun sebenarnya pada setiap strategi pembelajaran terdapat keterlibatan keterampilan metakognitif, namun tidak terencana dan tidak terorganisir dengan baik. Kesimpulan 1. Pelaksanaan pembelajaran dengan filosofi konstruktivisme belum berjalan dengan baik. Penerapan strategi pembelajaran yang bersifat konstruktivistik di kelas masih sangat terbatas, hanya 20% berupa STAD dan diskusi bervariasi, selebihnya menggunakan strategi konvensional. STAD secara sederhana dilakukan dengan mengerjakan soal-soal. Setiap kelompok diberi soal yang berbeda untuk kemudian di bahas dalam kelompok mereka dan dipresentasekan di kelas. Diskusi bervariasi
dilakukan dengan memberikan materi diskusi dan tes lisan disela-sela berlangsungnya proses pembelajaran. Demikian halnya pemberdayaan berpikir metakognitif, belum terlatihkan dan belum pernah di ukur. Parameter evaluasi belajar yang digunakan adalah pemberian tes essai dan kuis yang lebCoih memperlihatkan aspek kemampuan kognitif mahasiswa dan belum aspek metakognitifnya. Namun demikian ketuntasan kelas sebagian tercapai dengan rentang ketuntasan 60-75%. 2. Kemampuan metakognitif mahasiswa berada dalam kategori mulai berkembang dengan skor rata-rata 80.2755. 3. Hasil belajar kimia dasar berada pada kategori sedang dengan skor rata-rata 64.8919. 4. Unsur pendukung pembelajaran pada umumnya tersedia dan digunakan. Daftar Pustaka Corebima, A.D 2005. Pengukuran Kemampuan Berpikir. Makalah pada Pelatihan PBMP bagi Guru dan Mahasiswa Sains Biologi dalam Rangka RUKK VA, 25 Juni 2005 di Malang. Coutinho, S.A. 2007. The Relationship between Goals, Metacognition, and Academic Success Northern Illinois University, United States of America . Educated-Vol.7,No.1 2007, pp. 3947. Research Paper. http://www.educatejournal.org/, diakses 12 Oktober 2008. Dunning, D., Jhonson, K., Ehrlinger, J., dan Kruger, J. 2003. Why people fail to recognize their own incompetence. Current Directions in Psychological Science 12, 3. Flavell, J.H. 1979. Metacognition and Cognitive Monitoring: A New area of psychological inquiry. American Psicological, 34, 906-911. Green, R. 2007. Better Thingking Better Learning An Introduction to Cognitive Education, (online), (http://curriculum.pgwe.gov.za/curr_dev/cur_home/better_think/indeks.htm, diakses 10 september 2008). Hopkins, K.D., Otero, J., dan Companairo, J.M. 1992. The Relation between Academic Achivment and Metacognitive Comperehension Monitoring Ability of Spanish Secondary School Students. Educational and Psichological Measurement. 52,419-430. Jannah, I.N. 2006. Pengaruh Penerapan PBMP dengan Metode TPS terhadap Kemampuan Berfikir dan Hasil Belajar Siswa Berkemampuan Tinggi dan Rendah pada Pembelajaran IPA Biologi Kelas VIII SMPN 1 Tumpang Kabupaten Malang. Skripsi tidak Diterbitkan. FMIPA Universitas Negeri Malang. Jihad, A. dan Haris, A. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Multi Presindo. Khotimah, L. 2007. Kemampuan berpikir dan Hasil Belajar Siswa Berkemampuan Tinggi dan Rendah Melalui Pembelajaran Kooperatif GI (Group Investigation) pada Tiga Pokok Bahasan Kelas XI IPA A2 SMAN 9 Malang. Skripsi tidak Diterbitkan. FMIPA Universitas Negeri Malang. Mustamin, M.K. 2007. Pengaruh Model Pembelajaran Synectics yang Dipadu Mind Maps dan Kooperatif STAD terhadap Berfikir Kreatif, Sikap Kreatif, dan Penguasaan Materi Biologi Siswa SMP Kota Makassar yang Berkemampuan Tinggi dan Rendah. Disertasi tidak Diterbitkan. PPS (S3) Universitas Negeri Malang.
Schraw, G. dan Dennison,R.S. 1994. Assessing Metacognitive Awareness. Contemporary Educational Psychology 19, 460-475. Tim Kimia Dasar, 2007. Kimia Dasar untuk Biologi. Makassar: Jurusan Kimia FMIPA UNM Wibobo, Y. 2008. Pengaruh Pembelajaran Diagram Roundhouse Melalui Kooperatif CIRC terhadap Hasil Belajar Biologi dan Keterampilan Metakognisi Siswa Kelas XI SMA Laboratorium UM Malang. Tesis tidak Diterbitkan. PPS (S2) Universitas Negeri Malang