No. 56/ 10/ 94/ Th.IX, 1 Oktober 2015
KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 28,17 PERSEN Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan terakhir mengalami kenaikan sebesar 0,36 persen poin yaitu dari 27,80 persen pada September 2014 menjadi 28,17 persen pada Maret 2015. Garis Kemiskinan (GK) di perkotaan pada September 2014 sebesar Rp440.697,- lebih tinggi dari GK perdesaan yang mencapai Rp388.095. Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Peranan komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan), yaitu 75,32 persen berbanding 24,68 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap GK di perkotaan adalah beras, rokok kretek, kua basah, telur ayam ras, tongkol/tuna/cakalang dan kembung. Sedangkan komoditi yang berpengaruh besar terhadap GK di perdesaan adalah ketela rambat, beras, rokok kretek, daging babi dan gula pasir. Pada periode Maret 2014 – September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan kenaikan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin besar.
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 56/10/94/ Th. IX, 1 Oktober 2015
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009 – Maret 2015
Selama lima belas tahun terakhir (1999-2015) kondisi kesejahteraan masyarakat Papua kian membaik. Tercatat persentase penduduk miskin pada periode tersebut menurun secara signifikan sebesar 26,95 persen, yaitu dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 28,17 pada Maret 2015. Pada lima tahun pertama Otonomi Khusus (Otsus) Papua berjalan (2001-2005) persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Sedangkan pada lima tahun kedua pelaksanaan Otsus (2006-2010) persentase penduduk miskin menurun sebesar 4,72 persen. Penurunan persentase penduduk miskin terbesar terjadi pada periode Maret 2010 - Maret 2011 di mana terdapat 4,82 persen penduduk yang pada tahun 2010 penghasilannya di bawah garis kemiskinan kini bergeser di atas garis kemiskinan sehingga menjadi tidak miskin. Gambar 1. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Papua Tahun 1999-2015
54.75
41.52
38.69
46.35 41.8 41.8
39.03
37.08 40.83
36.80
40.78
31.24
37.53 31.98
31.52
30.66 31.11
27.8 31.13
30.05
28.17
% Miskin
Ket : - Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat
2.
Tingkat Kemiskinan menurut Tipe Daerah
Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin di Papua terkonsentrasi di daerah perdesaan, di mana pada Maret 2015 terdapat 36,66 persen penduduk miskin tinggal di perdesaan, sedangkan di perkotaan hanya 4,61 persen. Jika dibandingkan dengan kondisi pada periode sebelumnya (September 2014), terdapat kenaikan jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan sebesar 0,78 persen. Untuk daerah perkotaan jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar 0,15 persen.
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 56/10/94/ Th. IX, 1 Oktober 2015
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Papua menurut Daerah, 2001-2015 Persentase Penduduk Miskin
Tahun Kota
Desa
Kota+Desa
1 2001
2 9,23
3 53,14
4 41,80
2002
9,76
51,21
41,80
2003
8,32
49,75
39,03
2004
7,71
49,28
38,69
2005
9,23
50,16
40,83
2006
8,71
51,31
41,52
2007
7,97
50,47
40,78
2008
7,02
45,96
37,08
2009
6,10
46,81
37,53
2010
5,55
46,02
36,80
Mar-11
4,60
41,58
31,98
Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15
4,75 4,24 5,81 6,11 5,22 4,47 4,46
40,53 40,55 39,39 39,92 40,71 38,92 35,87
31,24 31,11 30,66 31,13 31,52 30,05 27,80
4,61
36,66
28,17
Ket : -
3.
Data sebelum tahun 2006 masih gabung dengan Papua Barat
Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi
Gambar 2 menunjukkan persentase penduduk miskin menurut provinsi se-Indonesia berdasarkan data Susenas Maret 2015. Dari gambar tersebut tampak bahwa tiga provinsi di Kawasan Timur Indonesia yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah dengan persentase penduduk miskin terbesar yaitu berturut-turut 28,17 persen; 25,62 persen; dan 22,61 persen. Dari 34 provinsi, 10 provinsi diantaranya mengalami penurunan persentase penduduk miskin, dengan penurunan terbesar terjadi di Provinsi Maluku Utara, yang mencapai 0,57 persen.
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 56/10/94/ Th. IX, 1 Oktober 2015
3
Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin Maret 2014 dan Perubahan Persentase Penduduk Miskin Periode September 2014 – Maret 2015 menurut Provinsi Papua Papua Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Gorontalo Bengkulu Nusa Tenggara Barat Aceh DI Yogyakarta Sulawesi Tengah Lampung Sumatera Selatan Jawa Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Jawa Timur Indonesia Sumatera Utara Jawa Barat Sulawesi Selatan Jambi Sulawesi Utara Riau Kalimantan Barat Sumatera Barat Maluku Utara Kepulauan Riau Kalimantan Utara Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Banten Bangka Belitung Kalimantan Selatan Bali DKI Jakarta
0.36
28.17
-0.44
25.82 3.01 1.08 0.91 0.80 0.05 0.10 0.37 1.06 0.14 0.62
-0.01
0.13 0.35 0.06 0.27 0.68 0.36 -0.15
0.48 0.39 0.43 -0.03 0.42 -0.57 -0.16 -0.08 -0.13 0.39 0.44 0.18 -0.01 -0.15
-5
0
22.61 19.51 18.32 17.88 17.10 17.08
14.91 14.66 14.35 14.25 13.58 12.90 12.40 12.34 11.22 10.53 9.53 9.39 8.86 8.65 8.42 8.03 7.31 6.84 6.24 6.24 6.23 5.94 5.90 5.40 4.99 4.74 3.93
5
10
Perubahan Sep -14 s.d. Mar - 15
4.
15
20
25
30
% Miskin
Perubahan Garis Kemiskinan September 2013 – Maret 2014
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Seiring dengan kenaikan harga (inflasi) yang terjadi dari tahun ke tahun, besarnya GK juga mengalami peningkatan. Selama September 2014 – Maret 2015 terjadi kenaikan GK yang cukup tinggi mencapai Rp 43,827,- atau sebesar 12,24 persen. Kenaikan GK periode ini meupakan kenaikan GK paling tinggi yang tercatat selama ini. Ditinjau menurut tipe daerahnya, GK daerah perkotaan pada Maret 2015 sebesar Rp440.697,lebih tinggi dibanding GK perdesaan yang mencapai Rp388.095,-. Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. 4
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 56/10/94/ Th. IX, 1 Oktober 2015
Tabel 2. Garis Kemiskinan Provinsi Papua menurut Daerah 2010 – Maret 2015
Tahun 1
Gambar 3. Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan, 2010 – Maret 2015
Garis Kemiskinan (Per Kapita Per Bulan) Kota Desa K+D 2 3 4
2010
298.285
247.563
259.128
Mar-11
314.606
262.626
276.116
Sep-11
320.321
266.271
280.302
Mar-12
321.228
271.431
284.388
Sep-12
344.415
281.022
297.502
86,624 99,224 89,772 77,372 91,417 74,162 68,88670,079 68,151 64,674
265,608 252,472
223,340
Mar-13
362.401
298.395
302807
237,652
266786
214,309
315.025
211,416
Sep-13
387.789
322.079
339.096
207,965 194,454
Mar-14
404.944
338.206
355.380
Sep-14
408.419
340.846
358.204
Mar-14
440,697
388,095
402,031
Makanan
Non Makanan
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2015, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,32 persen (Rp302.807/kapita/bulan), dan GKBM hanya menyumbang 24,68 persen (Rp99.224/kapita/bulan) dari total GK Provinsi Papua. Komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK berbeda jenisnya antara daerah perkotaan dan perdesaan. Lima komoditi terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK di perkotaan adalah beras (23,75 persen), rokok kretek filter (12,08 persen), kue basah (4,87 persen), telur ayam ras (4,280 persen), dan tongkol/tuna/cakalang (4,38 persen). Sedangkan lima jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah ketela rambat/ubi (41,94 persen), beras (13,84 persen), rokok kretek filter (5,35 persen), daging babi (4,67persen) dan gula passir (3,16).
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 56/10/94/ Th. IX, 1 Oktober 2015
5
Tabel 3. Daftar Komoditi Makanan yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2015 Kota Desa Komoditi
No
Nilai (Rp/kap/bl n)
%
Komoditi
Nilai (Rp/kap/bln)
%
1
Beras
36,444
23.75
Ketela rambat/ubi
80,011
41.94
2
Rokok kretek filter
18,541
12.08
Beras
26,417
13.85
3
Kue basah
7,470
4.87
Rokok kretek filter
10,220
5.36
4
Telur ayam ras
7,362
4.80
Daging babi
8,902
4.67
5
Tongkol/tuna/cakala ng
6,723
4.38
Gula pasir
6,033
3.16
6
Kembung
6,033
3.93
Bayam
5,219
2.74
7
Gula pasir
5,848
3.81
Ketela pohon/singkong
4,489
2.35
8
Mie instan
5,177
3.37
Mie instan
4,275
2.24
Jumlah 5.
153.441
Jumlah
190.772
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Sisi lain dari kemiskinan, selain jumlah dan persentase penduduk miskin yang juga perlu mendapat perhatian adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan terkait kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selama periode 2007 – 2015 indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan Indeks keparahan kemiskinan (P2) di Papua umumnya memiliki kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 10,84 pada Maret 2007 menjadi 8,821 pada Maret 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 3,88 menjadi 3,78 pada periode yang sama (Tabel 4). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin juga semakin mengecil. Namun jika dilihat pada periode September 2014 – Maret 2015, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Provinsi Papua mengalami kenaikan yang cukup besar. Tercatat P1 naik 2,4 poin, sementara itu P2 naik sebesar 1,6 poin. Kondisi ini menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Provinsi Papua semakin menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin besar.
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 56/10/94/ Th. IX, 1 Oktober 2015
Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, Maret 2007 – Maret 2015 Tahun Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (P1) Kota Desa K+D Kota Desa K+D 1 2 3 4 5 6 7 2007
1,25
13,67
10,84
0,29
4,94
3,88
2008
1,73
13,60
10,89
0,54
5,04
4,01
2009
0,80
11,51
9,07
0,17
3,81
2,98
2010
0,78
11,89
9,36
0,17
4,32
3,37
Mar-11
0,70
10,37
7,86
0,15
3,74
2,80
Sep-11
0,84
10,41
7,93
0,24
3,65
2,76
Mar-12
0,65
10,47
7,91
0,14
3,72
2,79
Sep-12
1,27
9,49
7,35
0,48
3,13
2,44
Mar-13
1,11
8,92
6,89
0,29
2,88
2,21
Sep-13
0,48
8,69
6,56
0,10
2,67
2,01
Mar-14
0,72
8,96
6,84
0,17
3,04
2,30
Sept-14
0,48
8,48
6,40
0,10
2,91
2,19
Mar-15
0,79
11,72
8,82
0,21
5,07
3,78
Sumber: Diolah dari data Susenas 2007-2015 Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada perkotaan. Pada bulan Maret 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 0,79 sementara di daerah perdesaan mencapai 11,72. Demikian juga untuk nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di mana nilai Indeks untuk perkotaan hanya 0,21 sementara di daerah perdesaan mencapai 5,07. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan jauh lebih parah daripada daerah perkotaan karena dari semua segi (jumlah, persentase, kedalaman maupun keparahan kemiskinan) daerah perdesaan jauh lebih memprihatinkan dibanding daerah perkotaan. 6. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro. b. Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun. Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 56/10/94/ Th. IX, 1 Oktober 2015
7
c. Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota. d. Terhitung mulai tahun 2011, Susenas dilakukan secara triwulanan yang berarti dalam satu tahun terdapat empat kali pendataan lapangan yaitu pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Data kemiskinan yang dirilis pada tahun 2014 sebanyak dua kali yaitu kondisi kemiskinan pada triwulan pertama (Maret) dan kemiskinan pada triwulan ketiga (September). e. Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. f.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
g. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. h. Garis Kemiskinan (GK) adalah representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Gedung Pelni Lantai III Jl. Argapura No. 15 Jayapura-Papua Telp. (0967) 534519, 533028 (Hunting), Fax. (0967) 536490 8 Berita Resmi Statistik Provinsi Papua Nomor 56/10/94/ Th. IX, 1 Oktober 2015 E-mail:
[email protected] Homepage: http://papua.bps.go.id