Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
HUBUNGAN ANTARA KADAR GARAM DAN KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA PADA MAKANAN TRADISIONAL RONTO DARI KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Meiliana Sho’etanto Fakultas Farmasi
[email protected]
Abstrak Adanya kandungan air, protein dan karbohidrat dalam ronto merupakan media pertumbuhan mikroorganisme yang baik dan dapat bertindak sebagai pembawa (transmitter) beberapa penyakit yang terkadang berbahaya bagi kesehatan manusia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar garam untuk pengawetan dan mencegah pertumbuhan mikroba pada ronto yang memenuhi persyaratan Angka Lempeng Total (ALT) SNI 7388:2009. Sampel ronto yang digunakan adalah dengan kadar garam 50%, 65%, 80% dan sampel jadi sebagai pembanding, Hasil ALT menunjukkan jumlah mikroba pada ronto dengan kadar garam 65% dan 80% memenuhi persyaratan SNI 7388:2009. Sedangkan ronto pembanding dan ronto kadar garam 50% tidak memenuhi syarat SNI 7388:2009. Garam yang higroskopis menyebabkan peningkatan kandungan air pada ronto. Peningkatan kadar air ditentukan dengan metode gravimetri diperoleh hasil 1,79%; 2,96%; 4,07% dan 12,16% pada ronto dengan kadar garam 50%, 65%, 80% dan sampel pembanding. Penetapan kadar garam dilakukan dengan destruksi kering kemudian dilanjutkan pengukuran kadarnya menggunakan instrumen Inductively Coupled Plasma Spectrophotometer (ICPS)-ARL Fisons 3410+. Terjadi penurunan kadar garam dalam 10 g ronto setelah proses fermentasi diperoleh hasil: Na 0,904 g; Mg 0,032 g; dan K 0,01 g (sampel pembanding); Na 1,725 g; Mg 0,013 g; dan K 0,12 g (ronto kadar garam 50%); Na 2,543 g; Mg 0,009 g; dan K 0,017 g (ronto kadar garam 65%); dan Na 3,358 g; Mg 0,005 g; dan K 0,022 g (ronto kadar garam 58%). Pemilihan kadar garam optimum yang memenuhi persyaratan SNI:2009 antara ronto kadar garam 65% dan 80% hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan peningkatan jumlah pertumbuhan mikroba yang bermakna pada ronto kadar garam 65% dan 80%, maka dipilih kadar garam yang paling kecil. Sehingga dapat disimpulkan konsentrasi garam optimum untuk pengawetan ronto adalah ronto dengan kadar garam 65%. Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam PENDAHULUAN Makanan tradisional adalah makanan dan minuman, termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia (Handayani dan
1
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
Werdiningsih, 2010). Ronto merupakan makanan khas tradisional dari suku Bugis yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Kotabaru Kalimantan Selatan, yang terbuat dari udang rebon yang kaya akan protein, nasi (karbohidrat), dan garam. Pangan yang layak dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan pasal 67 ayat 2: “Keamanan Pangan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.”. Sebagai jaminan agar masyarakat terhindar dari makanan dan minuman yang dapat membahayakan kesehatan, pemerintah telah menetapkan standar dan persyaratan SNI (Standar Nasional Indonesia) 7388: 2009 dan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan produk bakteri istimewa yaitu, produk makanan yang mengalami proses pemanisan, pengasinan, dan penggurihan. Batas maksimum ALT (Angka Lempeng Total) adalah 1 x 104 koloni/g (BPOM, SNI 7388: 2009). Penelitian ini dilakukan berguna untuk mengetahui dan memberikan informasi tentang penambahan garam yang baik untuk pengawetan pada produksi ronto, yang dapat memenuhi syarat keamanan untuk konsumsi. Berdasarkan keterangan dari produsen didapat, komposisi ronto yang beredar di pasaran yaitu, garam : nasi : udang rebon (4 : 1 : 1) maka didapat kadar garam 66,66%. Sampel ronto dalam penelitian ini dibuat dengan perbandingan kadar garam konsentrasi 50%, 65%, dan 80%. Ronto dibuat sendiri oleh peneliti untuk mengurangi kontaminasi mikroba dari wadah, bahan, dan proses pembuatan. Kemudian dilihat hubungan kadar garam dan kadar air yang terdapat pada ronto terhadap pertumbuhan mikroba. Penelitian ini menggunakan pembanding, yaitu produk ronto yang beredar di pasaran. Pembanding diperlukan untuk parameter jumlah mikroba dan kadar air antara produk ronto di pasaran dengan ronto yang dibuat oleh peneliti setelah proses fermentasi. Analisis keberadaan mikroba patogen yang melebihi jumlah persyaratan keamanan pangan dapat dilakukan dengan metode ALT (Angka Lempeng Total). 2
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
Dalam penelitian ini, digunakan metode ALT untuk menghitung jumlah pertumbuhan mikroba, penetapan kadar garam dilakukan dengan destruksi kering kemudian dilanjutkan pengukuran kadarnya menggunakan instrumen Inductively Coupled Plasma Spectrophotometer (ICPS)-ARL Fisons 3410+ dan metode gravimetri untuk penetapan kadar air. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Ronto Udang rebon diperoleh dari Kotabaru Kalimantan Selatan. dicuci bersih. Pembuatan ronto dengan konsentrasi garam 50%, 65%, dan 80% komposisi udang rebon : nasi : garam masing-masing adalah 250 g : 250 g : 500 g; 175 g : nasi 175 g : 650 g; 100 g : 100 g : 800 g. Dilakukan proses fermentasi selama 14 hari sampai terjadi perubahan bau kecut dan warna coklat kemerahan pada ronto yang telah ditutup rapat dalam wadah. 2. Penetapan Kadar Air Metode Gravimetri Sampel dikeringkan menggunakan oven suhu 1100C selama 2 jam. Pendinginan sampel didalam eksikator selama 30 menit. Dilakukan pengeringan kembali selama 1 jam sampai bobot tetap yaitu, pada penimbangan berturut–turut berbedaan tidak lebih dari 0,25% sisa yang ditimbang (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995). Dilakukan pada hari pertama pembuatan, hari ke 14 dan ke 21. Kadar air =
𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒘𝒂𝒍!𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒘𝒂𝒍
x 100%
3. Prosedur Angka Lempeng Total (ALT) Perhitungan jumlah koloni mikroba dengan Angka Lempeng Total (ALT) menggunakan media PCA yang dibuat sesuai dengan persyaratan SNI 3547.1: 2008 dan larutan NaCl 0,9% steril sebagai larutan pengencer dan kontrol. Preparasi sampel: sampel ditimbang sebanyak 1 g, ditambahkan NaCl
3
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
0,9% steril 9 ml dihomogenkan sampai menjadi suspensi dan disaring kemudian dilakukan pengenceran-pengenceran selanjutnya. Diinkubasi pada suhu 370C ± 10C selama 48 jam (PPOMN, 2001). Dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada cawan petri.. Dilakukan pada hari pertama pembuatan, hari ke 14 dan ke 21. Rumus Perhitungan Angka Lempeng Total: Angka Lempeng Total (koloni/g) = n x F n = rata-rata koloni dari cawan petri satu pengenceran F= faktor pengenceran dari rata-rata koloni yang dipakai Jika hasil dari dua pengenceran jumlahnya terletak antara 25 - 250 koloni, maka jumlah koloni dari masing-masing pengenceran koloni per g dihitung dengan rumus: 𝐴𝑳𝑻 =
𝟏𝒙𝒏𝟏
𝑪 + 𝟎, 𝟏𝒙𝒏𝟐 𝒙 𝒅
C = jumlah koloni dari setiap petri 𝑛! = jumlah petri dari pengenceran pertama yang dihitung 𝑛! = jumlah petri dari pengenceran kedua d = pengenceran pertama yang dihitung 4. Prosedur Penetapan Kadar Garam dalam Sampel Pembanding dan Sampel Ronto Setelah Fermentasi Penetapan kadar garam dilakukan dengan destruksi kering menggunakan furnace kemudian dilanjutkan pengukuran kadarnya menggunakan instrumen Inductively Coupled Plasma Spectrophotometer (ICPS)-ARL Fisons 3410. Dilakukan setelah fermentasi (14 hari).
4
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengamatan Kadar Air pada Ronto Tabel 1. Hasil Pengamatan Peningkatan Kadar Air pada Ronto
Sampel Ronto pembanding Ronto kadar garam 50% Ronto kadar garam 65% Ronto kadar garam 80% Keterangan:
Replikasi 1 2 3 1 2 1 2 1 2
Peningkatan kadar air (%) hari pertama pembuatan sampai hari ke 14 0,98a 1,00a 2,74b 2,76b 4,09c 4,10c
Peningkatan kadar air (%) hari ke 14 sampai hari ke 21 12,16a 12,16a 12,17a 1,82b 1,75b 2,95c 2,96c 4,06d 4,08d
Ratarata (%) 12,16a 1,79b 2,96c 4,07d
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam peningkatan jumlah mikroba pada uji tukey pada α = 0,01. Berdasarkan analisis menggunakan One way Anova didapat P value adalah 0,000. P value ˂ 0,01 maka terdapat perbedaan peningkatan kadar air yang bermakna antara ronto dengan kadar garam 50%, 65%, 80%, dan sampel pembanding. Berdasarkan analisis korelasi didapat harga r = 0,999844306. 2. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Table 2. Hasil Penentuan Angka Lempeng Total
Jumlah koloni mikroba (Koloni/g) Hari Setelah Setelah fermentasi 14 hari dan Sampel Replikasi pertama fermentasi dalam kondisi terkendali 7 hari pembuatan (14 hari) (21 hari) a 4 1 2,1 x 10 9,4a x 104 Pembanding 2 2,1a x 104 9,0a x 104 a 4 3 2,3 x 10 9,1a x 104 1 6,4a x 103 1,0b x 104 1,6b x 104 50% a 3 b 4 2 6,2 x10 1,1 x 10 1,9b x 104 1 2,4b x103 6,6c x 103 8,9c x 103 65% 2 2,0b x103 5,8c x 103 8,4c x 103 b 3 d 3 1 1,4 x10 1,7 x 10 7,8c x 103 80% 2 1,2b x103 1,5d x 103 7,9c x 103
5
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam peningkatan jumlah mikroba pada uji tukey pada α = 0,01. Berdasarkan analisis menggunakan One way Anova jumlah pertumbuhan mikroba pada hari pertama pembuatan, setelah proses fermentasi (14 hari) dan setelah didiamkan 7 hari setelah fermentasi didapat P value adalah 0,000. P value ˂ 0,01 maka terdapat perbedaan jumlah pertumbuhan mikroba yang bermakna antara ronto dengan kadar garam 50%, 65%, 80%, dan sampel pembanding. Table 3. Hasil Peningkatan Jumlah Mikroba
Sampel Ronto pembanding
Replikasi
Peningkatan Jumlah Mikroba (Koloni/g) 7,3 𝑥10! 6,9 𝑥10! 6,8 𝑥10! 9,6 𝑥10! 1,3 𝑥10!
1 2 3 1 2 1 2 1 2
Rata-rata (Koloni/g) 7,0b x 104
Ronto kadar garam 1,1a x 104 50% 6,5 x 103 Ronto kadar garam 6,4a x 103 65% 6,4 x 103 6,4 x 103 Ronto kadar garam 6,6a x 103 80% 6,7 𝑥 10! Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam peningkatan jumlah mikroba pada uji tukey pada α = 0,01. Perhitungan peningkatan jumlah mikroba adalah selisih jumlah koloni mikroba dari hari pertama pembuatan atau hari ke 14 (untuk sampel pembanding) dengan hari ke 21. Berdasarkan analisis menggunakan One way Anova didapat P value adalah 0,000. P value ˂ 0,01 maka terdapat perbedaan peningkatan jumlah pertumbuhan mikroba yang bermakna antara ronto dengan kadar garam 50%, 65%, 80%, dan sampel pembanding. Berdasarkan analisis korelasi didapat harga r =0,846153846.
6
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
3. Pengamatan Kadar Garam Natrium (Na), Magnesium (Mg) dan Kalium (K) Tabel 4. Hasil Pengamatan Kadar Na, Mg dan K Sebelum Penambahan Bahan
Garam Na Mg K
Kadar garam (%) 95,95 0,20
Kadar garam dalam 100 g (g) 95,95 0,20
Tabel 5. Kadar Na, Mg dan K dalam Sampel Ronto Kadar Garam 50%, 65%, 80% Sebelum Penambahan Bahan
Sampel Ronto kadar garam 50% Ronto kadar garam 65% Ronto kadar garam 80%
Kadar Na (%) 47,98 62,37 76,76
Kadar Mg (%) -
Kadar K (%) 0,10 0,13 0,16
Tabel 6. Hasil Pengamatan Kadar Na, Mg dan K Setelah Fermentasi (14 hari) pada Sampel Ronto
Sampel Ronto pembanding Ronto kadar garam 50% Ronto kadar garam 65% Ronto kadar garam 80%
Garam Na Mg K Na Mg K Na Mg K Na Mg K
Kadar garam rata-rata (%) 9,04a 0,32a 0,10a 17,25b 0,13b 0,12a 25,43c 0,09b 0,17a 33,58d 0,05b 0,22a
Kadar garam dalam 100 g ronto (g) 9,04 0,32 0,10 17,25 0,13 0,12 25,43 0,09 0,17 33,58 0,05 0,22
Kadar garam dalam 1 sendok makan (10g) 0,904 0,032 0,01 1,725 0,013 0,012 2,543 0,009 0,017 3,358 0,005 0,022
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dengan warna yang sama berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam peningkatan jumlah mikroba pada uji tukey pada α = 0,01. Setelah metode analisis memenuhi persyaratan validasi, maka dilakukan analisis pada sampel. Perhitungan kadar garam natrium (Na), magnesium (Mg) dan kalium (K) dalam sampel ronto. Berdasarkan analisis menggunakan One way Anova didapat P value adalah 0,000. P value ˂ 0,01 maka terdapat perbedaan kadar Na, Mg,
7
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
dan K yang bermakna antara ronto kadar garam 50%, 65%, dan 80% selama proses fermentasi (14 hari). Tabel 7. Hasil Pengamatan Penurunan Kadar Na dan Peningkatan Kadar Mg, K pada Ronto
Sampel
Garam
Ronto kadar garam 50% Ronto kadar garam 65% Ronto kadar garam 80%
Na Mg K Na Mg K Na Mg K
Kadar sebelum penambahan bahan (%) 47,98 0,1 62,37 0,13 76,76 0,16
Kadar sesudah fermentasi 14 hari (%) 17,25 0,13 0,12 25,43 0,09 0,17 33,58 0,05 0,22
Penurunan Kadar (%)
Peningkatan kadar (%)
30,73 36, 94 46,18 -
0,13 0,02 0,09 0,04 0,05 0,06
Tabel 8. Hasil Pengamatan Peningkatan Kadar Air, Peningkatan Jumlah Pertumbuhan Mikroba dan Penurunan Na
Sampel Sampel pembanding Ronto kadar garam 50% Ronto kadar garam 65% Ronto kadar garam 80%
Peningkatan kadar air (%) 12,16 1,79 2,96 4,07
Pengingkatan jumlah koloni mikroba (koloni/g) 7,0 𝑥10! 1,1 𝑥10!
6,4 x 103 6,6 x 103
Penurunan kadar Na (%) 30,73 36, 94 46,18
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui penambahan garam yang baik untuk pengawetan pada produksi ronto yang dapat memenuhi persyaratan keamanan ronto untuk masyarakat di Kotabaru, ditinjau dari perhitungan jumlah mikroba yang sesuai dengan persyaratan SNI 7388: 2009 menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT). Sampel ronto dalam penelitian ini dibuat baru untuk mengurangi kontaminasi. Ronto yang dibuat menggunakan perbandingan kadar garam konsentrasi 50%, 65%, dan 80%. Berdasarkan dari hasil perhitungan jumlah koloni mikroba metode ALT pada ronto kadar garam 65% dan 80% pada hari ke 14 dan hari ke 21 memenuhi
8
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
persyaratan SNI 7388:2009. Maka ronto aman untuk dikonsumsi, untuk ronto yang beredar dipasaran yaitu: selesai proses fermentasi (14 hari) hingga penyimpanan pada hari ke 21. Sedangkan sampel pembanding dan ronto kadar garam 50% untuk ronto yang beredar dipasaran yaitu: selesai proses fermentasi (14 hari) sudah tidak memenuhi persyarat SNI 7388: 2009 yaitu, tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan produk bakteri istimewa meliputi produk makanan yang mengalami proses pemanisan, pengasinan, dan penggurihan. Batas maksimum ALT (Angka Lempeng Total) adalah 1 x 104 koloni/g. Berdasarkan Peningkatan jumlah koloni mikroba dengan kadar garam pada ronto setelah hari ke 21 didapat harga r =0,846153846, maka hubungan antara kadar garam dan jumlah peningkatan koloni mikroba memiliki korelasi yang sangat kuat karena harga r mendekati 1 yaitu, semakin besar kadar garam peningkatan jumlah koloni mikroba semakin kecil. Pemilihan kadar garam optimum yang memenuhi persyaratan SNI 7388:2009 adalah antara ronto kadar garam 65% dan 80% karena hasil analisis data antara keduanya diperoleh yaitu: tidak terdapat perbedaan peningkatan jumlah pertumbuhan mikroba yang bermakna pada ronto kadar garam 65% dan 80%, maka dipilih kadar garam yang memiliki konsentrasi yang paling kecil. Mekanisme pengawetan garam adalah dengan memecahkan (plasmolisis) membran sel mikroba, karena garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, garam juga dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob tidak dapat tumbuh (Mustafa, 2006). Pada garam konsentrasi 65% semua sel mikroba telah mengalami plasmolisis sehingga pada garam konsentrasi 80% tidak ada lagi sel mikroba yang di plasmolisis. Maka, pada ronto kadar garam 80% dan 65% peningkatan jumlah pertumbuhan mikroba tidak berbeda jauh, karena pada ronto kadar garam 65% daya pengawetan sudah optimal. Penetapan kadar air pada ronto digunakan metode gravimetri. Berdasarkan hasil peningkatan kadar air dengan kadar air pada ronto didapat harga r = 0,999844306, maka hubungan antara kadar garam dan kadar air memiliki korelasi 9
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
yang sangat kuat, semakin besar kadar garam semakin meningkatkan kadar air setelah penyimpanan. Kandungan garam yang paling besar adalah Na, Mg, dan K. Pemeriksaan kadar garam natrium (Na), magnesium (Mg), dan kalium (K) pada ronto menggunakan metode destruksi kering kemudian dilanjutkan pengukuran kadarnya menggunakan ICPS -ARL Fisons 3410+. Analisis kadar garam dalam sampel garam yang belum ditambahkan udang rebon dan nasi, untuk 100 g garam mengandung Na 95,95 g; K 0,20 g; dan tidak terdapat kandungan kadar Mg. Kadar garam pada sampel ronto setelah fermentasi (14 hari) mengalami penurunan kadar. Karena semakin meningkatnya kandungan air mengencerkan kadar garam. Angka kebutuhan Na, Mg dan K untuk orang dewasa adalah: Natrium 1500 mg per hari, Magnesium 270-300 mg per hari, dan Kalium 4700 mg per hari (Nirmala, 2010). Ronto biasanya dikonsumsi sebagai lauk tambahan untuk makan, dikonsumsi satu sendok makan untuk satu piring nasi. Satu sendok makan dalam penelitian ini ronto diasumsikan sebanyak 10 g. Maka sampel ronto dengan kadar garam 50%, 65%, dan 80% melebihi persyaratan untuk Na, sedangkan kandungan Mg dan K kurang untuk memenuhi kebutuhan orang dewasa. Udang rebon merupakan udang yang hidup dilaut. Pada sampel garam yang belum ditambahkan udang rebon dan nasi tidak terdapat kadar Mg akan tetapi pada sampel ronto terdapat Mg dan terjadi peningkatan kadar K, hal ini dimungkinkan karena udang rebon yang diambil dari Kotabaru mengandung Mg dan K. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ronto yang mengalami fermentasi (14 hari) menunjukkan terjadinya penurunan kadar garam Na. Peningkatan jumlah koloni mikroba semakin kecil dengan adanya kadar garam yang besar. Semakin tinggi kandungan garam semakin meningkatkan kadar air setelah penyimpanan. Hal ini disebabkan karena sifat garam yang higroskopis sehingga terjadi peningkatan kadar air, menurunkan konsentrasi garam karena adanya air setelah penyimpanan, penurunan daya pengawetan garam, dan semakin lama
10
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
disimpan akan semakin besar terjadinya peningkatan jumlah pertumbuhan koloni mikroba karena adanya peningkatan kadar air. Pada penelitian ini dapat diperoleh informasi penambahan garam optimum yang baik untuk pengawetan pada produksi ronto yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan memenuhi persyaratan keamanan adalah ronto dengan kadar garam 65% yang ditinjau dari perhitungan jumlah mikroba yang sesuai dengan persyaratan SNI 7388: 2009 menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT) akan tetapi bisa menyebabkan tekanan darah tinggi jika dikonsumsi terus-menerus. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: hubungan antara kadar garam dan kadar air memiliki korelasi yang sangat kuat, semakin besar kadar garam semakin meningkatkan kadar air setelah penyimpanan. Hubungan antara kadar garam dan jumlah peningkatan koloni mikroba memiliki korelasi yang sangat kuat yaitu, semakin besar kadar garam peningkatan jumlah koloni mikroba semakin kecil. Ronto yang mengalami penyimpanan menunjukkan terjadinya penurunan kadar garam, peningkatan kadar air, penurunan daya pengawetan dan terjadi peningkatan jumlah pertumbuhan mikroba. Hal ini dapat dicegah dengan penambahan garam optimum. Penambahan garam optimum untuk pengawetan ronto yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang memenuhi persyaratan Angka Lempeng Total (ALT) pada SNI 7388: 2009 adalah ronto dengan konsentrasi garam 65%. Dari hasil penelitian ini, saran yang ingin disampaikan adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada sampel-sampel ronto yang berada di pasaran agar tidak berbahaya bagi masyarakat dengan memenuhi persyatan SNI 7388: 2009 tentang produk istimewa dilihat dari cemaran mikrobanya. Dihimbau untuk produsen ronto sebaiknya memperhatikan penambahan garam pada ronto yang memberi hasil optimum untuk pengawetan ronto yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba yaitu, ronto dengan konsentrasi garam dapur 65%. 11
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2009, Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan, p.12. Badan POM, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Republik Indonesia, 2001, Metode Analisis PPOMN Pangan, Mikrobiologi, Vaksin, Farmakologi, Toksikologi, p. 21-60. Badan Standarisasi Nasional, Batasan Cemaran Mikroba dalam Pangan, SNI 7388, 2009, p.10. Badan Standarisasi Nasional, Kembang Gula, SNI 3547.1, 2008, p.26-29 Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi 4, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, p. 1036. Handayani BR, Werdiningsih W, 2010, Kondisi Sanitasi dan Keracunan Makanan Tradisional, Jurnal Agroteksos, Vol. 20 No.02-03, p.131-138. Mustafa RM, 2006, Studi Efektivitas Bahan Pengawet Alami dalam Pengawetan Tahu. Skripsi tidak dipublikasikan, Bogor, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, p.9 Nirmala D, 2010, Gizi untuk Keluarga, Kompas Media Nusantara, Jakarta, p. 13, 102, 105. Undang-Undang Republik Indonesia, Pangan, Nomor 18 Tahun 2012, p.21.
12