KAJIAN POTENSI ALIH TEKNOLOGI HCFC KE NON-HCFC PADA INDUSTRI MANUFAKTUR REFRIGERASI DI JABODETABEK
ASTUTIE WIDYARISSANTIE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Potensi Alih Teknologi HCFC Ke Non-HCFC Pada Industri Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor,
Februari 2014
Astutie Widyarissantie NIM P052110091
RINGKASAN ASTUTIE WIDYARISSANTIE. Kajian Potensi Alih teknologi HCFC ke Non-HCFC pada Industri Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek. Dibimbing oleh AKHMAD ARIF AMIN dan PURNAMA HIDAYAT. Hydrochlorofluorocarbon (HCFC) adalah satu satu jenis bahan kimia yang berpengaruh terhadap kelestarian atmosfir terkait dengan kontribusinya sebagai bahan perusak ozon dan salah satu jenis gas rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global. Mengingat karakteristik HCFC dan dampak ganda bahan tersebut, maka pada pertemuan para pihak Protokol Montreal yang ke-19 pada tahun 2007 telah disepakati untuk mempercepat penghapusan HCFC dari tahun 2040 menjadi 2030. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh penting pada keberhasilan program alih teknologi HCFC menjadi non HCFC, dan 2) mengetahui potensi sosial, ekonomi, teknis dan lingkungan yang ada di industri manufaktur refrigerasi yang dapat mendukung keberhasilan program alih teknologi HCFC ke non-HCFC. Penelitian dilakukan di 11 perusahaan manufaktur refrigerasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Waktu penelitian dimulai dari Bulan Maret – Juni 2013. Pengambilan contoh dilakukan secara purposive sampling dimana responden yang menjadi obyek penelitian merupakan pihak yang mengetahui tentang kegiatan manufaktur refrigerasi, program alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC. Metode kualitatif digunakan untuk menggambarkan potensi penghapusan HCFC dari sisi sosial, ekonomi, teknis dan lingkungan dengan analisis deskriptif menggunakan SPSS 21 dan Microsoft Excel 2007. Sementara untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC menggunakan metode analisis komponen utama (Principles Component Analysis) dengan SPSS 21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara sosial masih perlu ada perbaikan sistem terutama terkait dengan aspek keselamatan bahan pengganti HCFC. Dari sisi ekonomi, biaya investasi yang cukup tinggi kurang lebih US$ 450 000 menjadi kendala bagi perusahaan untuk melakukan alih teknologi, terutama bagi perusahaan skala kecil dan menengah. Secara teknis, HFC-32 merupakan pilihan alternatif yang dianggap layak untuk menggantikan HCFC-22, karena jangkauan aplikasinya yang lebih luas dibanding pengganti yang lain. Oleh karena itu HFC-32 dipilih oleh sebagian besar perusahaan responden. Penghapusan HCFC akan memberikan kontribusi penghapusan HCFC-22 sebanyak 440.36 MT atau 24.22 ODP ton, HCFC-141b sebanyak 135.88 MT atau 14.99 ODP ton, serta berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 895 564.60 setara CO2. Kata kunci: lapisan ozon, bahan perusak ozon, gas rumah kaca, hydrochlorofluoroarbon (HCFC), hydrofluorocarbon (HFC), alih teknologi
SUMMARY ASTUTIE WIDYARISSANTIE. Potential Assessment of Technology Transfer of HCFC to Non-HCFC in the Refrigeration Manufacturer in Jabodetabek. It supervised by AKHMAD ARIF AMIN and PURNAMA HIDAYAT. Hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) is one of chemical that have significant influences to the preservation of atmosphere due to their contribution as ozone depleting substance and green house gases. Consider to their characteristic as green house gases, the 19th Meeting of Parties (MOP19) of the Montreal Protocol was decided acceleration of HCFCs phase-out from 2040 to 2030. The objective of this study are 1) to find out social, economy, technical, and environment potential for technology transfer of HCFCs to non-HCFC; 2). To find out factors which have significant contrbution to the succesful of the technology transfer. The study has been done in 11 refrigeration manufacturer in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi. Duration of the study was 4 months started from March-June 2013. This study used purposive sampling to collect data, and analyzed on qualitative and quantitative methods. Qualitativemethod to describepotential of the HCFCs phase-out on social, economy, technical and environment aspects through descriptive method by SPSS 21 and Microsof Excel 2007. Meanwhile, to find out the significant factors were contributed to the succesful of the program, it used Principles Component Analysis (PCA) by SPSS 21. The study indicated that social aspect has still need improvement of manufacturer practices due to the safety risk of several HCFCs substitutes. The high investment cost could be an obstacle to manufacturer to transfer HCFCs to non-HCFCs technology. The investment cost of technology transfer process approximately US$450.000 included machine modification and replacement. Technically, HFC32 is the best alternative option to replace HCFC-22. HFC32 has a wide range for the application, and mostly the respondents have chosen it in their technology transfer program. Potential HCFC-22 phase-out in 11 refrigeration manufacturer is 440,36 MT or 24,22 ODP ton, and HCFC-141b is 135,88 MT or 14,95 ODP ton. HCFC-22 phase-out program in 11 companies will contribute to the GHG emission reduction is around 797.051,60 ton CO2-eq, and HCFC-141b is around 98.513 ton CO2-eq. Keywords: ozone layer, ozone depletion substances, green house gas, hydrochlorofluorocarbon (HCFC), hydrofluorocarbon (HFC), technology transfer
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KAJIAN POTENSI ALIH TEKNOLOGI HCFC KE NON-HCFC PADA INDUSTRI MANUFAKTUR REFRIGERASI DI JABODETABEK
ASTUTIE WIDYARISSANTIE
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Drs. Zainal Alim M. DEA, PhD.
Judul Tesis : Kajian Potensi Alih Teknologi HCFC ke non-HCFC Pada Industri Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek Nama : Astutie Widyarissantie NIM : P052110091 Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Drh Akhmad Arif Amin Ketua
Dr Ir Purnama Hidayat, M.Sc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Cecep Kusmana, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 27 Desember 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis memilih topik penelitian yang berjudul Kajian Potensi Alih Teknologi HCFC Ke Non-HCFC Pada Industri Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Terima kasih penulis kepada Bapak Dr Drh Akhmad Arif Amin dan Bapak Dr Ir Purnama Hidayat, MSc, selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Selain itu, penulis juga menyampaikan penghargaan kepada para pimpinan perusahaan manufaktur refrigerasi dan Unit Ozon Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup atas dukungan dan bantuannya dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada alm. ayah, ibu, suami, dan anak-anakku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014 Astutie Widyarissantie
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Protokol Montreal dan Pemanasan Global 2.2 HCFC dan Refrigerasi 3 METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Rancangan Penelitian 3.3 Pelaksanaan Penelitian 3.4 Alat dan Bahan 3.5 Prosedur Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Perusahaan Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek 4.2 Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan alih teknologi 4.3 Potensi Alih Teknologi HCFC ke Non-HCFC 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xi xii xiii 1 1 7 8 8 8 8 8 14 16 16 16 18 20 20 23 23 25 29 55 55 56 56 59 86
DAFTAR TABEL 1.1 1.2 2.1 2.2 2.3 2.4 3.1 3.2 4.1 4.2
Jumlah permintaan peralatan pendingin selama tahun 2010-2012 Konsumsi HCFC sektor manufaktur refrigerasi pada tahun 2009 Nilai ODP dan GWP beberapa jenis bahan pendingin Jenis BPO dan penggunaannya Jadwal penghapusan HCFC menurut Protokol Montreal Karakteristik kimia dan fisika HCFC Variabel dan indikator penelitian Matriks metode analisis data Jenis dan penggunaan HCFC pada 11 industri manufaktur refrigerasi Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor sosial
4 4 12 13 13 14 18 21 24 26
Lanjutan Daftar Tabel 4.3 Total varians hasil analisis komponen utama faktor ekonomi 4.4 Total varians hasil analisis komponen utama faktor teknis 4.5 Total varians hasil analisis komponen utamafaktor lingkungan 4.6 Transformasi nilai skor Z tentang pemahaman responden 4.7 Transformasi nilai skor Z untuk tingkat kepuasan responden 4.8 Nilai ekonomi HCFC di 11industri manufaktur refrigerasi di Jabodetabek 4.9 Jumlah realisasi impor HCFC nasional pada tahun 2009 4.10 Jumlah konsumsi HCFC di Industri Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek tahun 2009 4.11 Teknologi pengganti HCFC 4.12 Potensi penyebab perusakan ozon dan pemanasan global dari penggunaan HCFC-22 dan HCFC-141b
27 28 29 29 32 41 44 45 49 54
DAFTAR GAMBAR 1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18
Luas “lubang ozon” tahun 1979-2012 Konsentrasi molekul ozon pada kurun waktu 1979-2012 Konsumsi HCFC di Indonesia tahun 1992-2012 Kaitan Penipisan Ozon dan Perubahan iklim Kemasan HCFC-22 Kemasan HCFC-141b Proses produksi panel busa Panel busa siap rakit Titik batas antar kategori Batas bawah dan batas atas dengan selang interval Tingkat pemahaman pelaku industri tentang isu perlindungan lapisan ozon dan perubahan iklim Titik batas antar jenis kategori Batas bawah, batas atas dan selang interval Tingkat kepuasan pelaku industri manufaktur refrigerasi Sumber informasi tentang perlindungan lapisan ozon dan perubahan iklim Kepemilikan sertifikat kompetensi pekerja di 11 perusahaan manufaktur refrigerasi Pengalaman kerja pekerja di industri manufaktur refrigerasi Ketrampilan dan pendidikan bagi pekerja Jam kerja pekerja di 11 industri manufaktur refrigerasi Perlengkapan kerja karyawan di 11 industri manufaktur refrigerasi Komitmen perusahaan terhadap pelaksanaan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) Pelaksanaan kegiatan pelatihan K3 Harga pembelian HCFC-22 Harga pembelian HCFC-141b
2 2 5 11 14 15 24 25 30 30 31 32 32 33 34 35 36 36 37 38 39 40 41 42
Lanjutan Daftar Gambar 4.19 Cara pembelian HCFC oleh industri manufaktur refrigerasi 4.20 Skenario pengurangan HCFC Indonesia tahun 2009 – 2030 4.21 Alasan perusahaan menggunakan HCFC 4.22 Jenis kegiatan alih teknologi yang dilakukan oleh perusahaan 4.23 Pilihan teknologi pengganti HCFC-22 4.24 Pilihan teknologi pengganti HCFC-141b 4.25 Alasan penggantian HCFC oleh pelaku industri 4.26 Jumlah stok HCFC yang disimpan dalam gudang 4.27 Jumlah stok HCFC yang tidak terpakai/kadaluarsa 4.28 Proses pengelolaan limbah HCFC yang tidak terpakai 4.29 Limbah lain yang dihasilkan 4.30 Pengelolaan limbah jenis lain
42 44 45 46 48 48 50 51 52 52 53 53
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Peraturan nasional tentang program penghapusan BPO Kuesioner kepada industri manufaktur refrigerasi Hasil analisis dengan Analisis Komponen Utama (AKU) pada faktor potensi sosial Hasil analisis dengan Analisis Komponen Utama (AKU) pada faktor potensi ekonomi Hasil analisis dengan Analisis Komponen Utama (AKU) pada faktor potensi teknis Hasil analisis dengan Analisis Komponen Utama (AKU) pada faktor potensi lingkungan Hasil analisis pembobotan kriteria untuk pemahaman dengan pendekatan distribusi Z Hasil analisis pembobotan kriteria untuk tingkat kepuasan dengan pendekatan distribusi Z
59 61 67 72 75 80 86 87
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Lapisan Ozon merupakan salah satu komponen yang ada di atmosfer, terutama di lapisan stratosfer yang berada di ketinggian antara 10-50 kilometer dari permukaan bumi. Ozon merupakan molekul yang terdiri atas 3 atom Oksigen (O3) yang jumlahnya sangat kecil di udara. Dan dari setiap milyar molekul udara yang ada di atmosfer hanya terdapat 12 000 molekul ozon. Konsentrasi molekul ozon inilah yang disebut lapisan ozon. Keberadaan lapisan ozon di atmosfer ada di dua lapisan, yaitu di lapisan troposfer (10%) yang bersifat negatif karena merupakan akumulasi dari pencemar udara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan lapisan ozon yang kedua berada di lapisan stratosfer (90%). Lapisan ozon di stratosfer mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting, yaitu menjadi penyerap radiasi sinar Ultra Violet (UV) yang sangat berbahaya yang berasal dari sinar matahari. Ada tiga jenis sinar UV, yaitu sinar UV-A (315-400 nm), UV-B (280-315 nm) dan UV-C (100-280 nm). Seluruh radiasi sinar UV-C, dan 90% dari sinar UV-B dapat diserap oleh ozon dan oksigen, sedangkan untuk sinar UV-A tidak terlalu dipengaruhi oleh atmosfer. Dengan demikian, hanya sinar UV-A dan UV-B saja yang dapat mencapai permukaan bumi. Penurunan konsentrasi lapisan ozon dapat meningkatkan radiasi sinar UV-B yang mencapai permukaan bumi (Aucamp 2006). Ketebalan lapisan ozon berubah-ubah sesuai musim dan geografi. Pengukuran konsentrasi molekul ozon dilakukan menggunakan Dobson Spektrofotometer, yang diambil dari nama seorang ahli meteorologi Inggris yang bernama G.M.B. Dobson. Satuan dari ketebalan atau konsentrasi lapisan ozon adalah Dobson Unit (DU). Konsentrasi ozon yang disebut sebagai normal adalah apabila berada pada konsentrasi 300–350 DU. Bila konsentrasi ozon berada dibawah 200 DU, maka sudah terjadi penipisan konsentrasi molekul ozon, kondisi ini yang disebut sebagai “lubang ozon” (Sivasakthivel and Reddy 2011). Pengamatan data ozon global dan “lubang ozon” di wilayah kutub selatandari tahun ke tahun dilakukan oleh NASA Ozone Watch. Gambar 1.1 menyajikan data luasan “lubang ozon” mulai dari tahun 1979 sampai 2012, dan dari gambaran tersebut diketahui bahwa bumi pernah mengalami fenomena “lubang ozon” dengan luas terbesar yaitu 26.6 juta km2 yang terjadi pada tahun 2006. Gambar 1.2 menyampaikan konsentrasi molekul ozon dari tahun 1979 sampai dengan tahun 2012, dan dari hasil seri data tersebut diperoleh data konsentrasi molekul ozon yang paling rendah terjadi pada tahun 1994 yaitu 92.3 DU.
2
Luas lubang ozon (km2)
30 25 20 15 10 5 0 1979 1982 1985 1988 1991 1994 1997 2000 2003 2006 2009 2012 Tahun a
Sumber: diolah dari data ozon total oleh NASA Ozone Watch 2013
Gambar 1.1 Luas “lubang ozon” tahun 1979-2012
Konsentrasi molekul ozon di atmosfir (DU)
250
200
150
100
50
0 1979 1982 1985 1988 1991 1994 1997 2000 2003 2006 2009 2012 Tahun a
Sumber: diolah dari data ozon total oleh NASA Ozone Watch 2013
Gambar 1.2 Konsentrasi molekul ozon pada kurun waktu 1979-2012 Penipisan lapisan ozon dapat mengakibatkan radiasi sinar UV-B tidak terserap dengan efektif sehingga memberikan dampak yang merugikan bagi kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Sivasakthivel and Reddy (2011) menyampaikan berbagai dampak yang dapat terjadi
3 akibat penipisan lapisan ozon. Penipisan lapisan ozon akan meningkatkan radiasi UV-B yang dapat menyebabkan kerusakan sistem mata, katarak, kanker kulit, penurunan sistem kekebalan tubuh. Penipisan ozon juga berpengaruh terhadap tanaman yaitu dapat mengakibatkan perubahan atau mutasi terhadap komposisi spesies, bentuk tanaman, kualitas produktifitas tanaman, keseimbangan sistem kompetitif suatu spesies dan mengubah keragaman hayati suatu ekosistem. Pada sistem perairan, meningkatnya paparan radiasi sinar UV-B akibat tidak diserap oleh lapisan ozon secara efektif juga dapat menganggu sistem distribusi fitoplankton yang merupakan dasar siklus makanan di sistem perairan, dan lebih lanjut dapat mengganggu siklus rantai makanan di perairan yang akan berpengaruh terhadap produktifitas perikanan ataupun sumber protein bagi manusia. Penipisan lapisan ozon juga memberikan dampak kurang baik terhadap kualitas udara karena pengurangan ozon stratosfir dan peningkatan paparan radiasi sinar UV-B akan meningkatkan disosiasi foto yang lebih tinggi dari gas-gas yang penting dalam proses kimia di troposfir. Selain itu, material bangunan juga dapat terkena dampak peningkatan radiasi sinar UV-B berupakerusakan terhadap bahan polimer sintetik, mengurangi umur hidup suatu jenis material, menyebabkan diskolorisasi atau warna menjadi cepat kusam. Dampak terhadap perubahan iklim, bervariasi tergantung di bagian mana terjadi perubahan molekul ozon, karena selain menyerap radiasi sinar matahari, ozon juga berfungsi untuk mengatur keseimbangan temperatur di permukaan bumi. Tingginya intervensi manusia melalui penggunaan Bahan Perusak Ozon (BPO) menyebabkan terganggunya keseimbangan produksi dan penguraian molekul ozon di stratosfer. Potensi suatu BPO dalam menyebabkan kerusakan lapisan ozon diistilahkan sebagai Ozone Depleting Potential (ODP). Sedangkan Global Warming Potential (GWP)merupakan satuan potensi suatu bahan yang dapat mengakibatkan pemanasan global. Berbagai jenis BPO selain dapat merusak ikatan molekul ozon juga dapat memicu terjadinya pemanasan global, bahkan nilai potensinya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis Gas Rumah Kaca (GRK) lain seperti CO2 dan CH4. Protokol Montreal yang merupakan perangkat global yang disepakati secara internasional telah melarang produksi dan konsumsi CFC, halon, CTC, TCA dan metil bromida untuk penggunaan tertentu. Salah satu jenis bahan alternatif sementara yang digunakan untuk menggantikan jenis BPO yang sudah dihapuskan tersebut, adalah Hydrochlorofluorocarbon (HCFC). HCFC mempunyai nama kimia chlorodifluoromethane atau difluoromonochloromethane dengan formula molekul CHClF2 merupakan salah satu jenis BPO yang banyak digunakan setelah Chlorofluorocarbon (CFC) dilarang untuk diproduksi dan digunakan sejak 1 Januari 2011 sesuai jadwal penghapusan yang diatur dalam Protokol Montreal. Jenis HCFC bermacam-macam, dengan nilai ODP yang bervariasi antara 0.02 (HCFC123) sampai 0.11 (HCFC-141b) dan GWP yang berkisar antara 76 (HCFC123) sampai 2270 (HCFC-142b) (Berglof 2010). Salah satu sektor pengguna yang menjadi konsumer terbesar HCFC adalah sektor pendingin (refrigerasi).
4 Pertumbuhan ekonomi yang makin pesat terutama di sektor retail mendorong makin tingginya permintaan terhadap peralatan pendingin komersial untuk mengawetkan sayuran, ikan, daging, buah-buahan dan produk lainnya yang memerlukan suhu tertentu dalam penyimpanannya. Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) menyampaikan bahwa selama tahun 2010–2012 terjadi peningkatan permintaan peralatan pendingin. Data asosiasi tersebut disajikan dalamTabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah permintaan peralatan pendingin selama tahun 2010-2012a Tahun Jumlahb (unit) 2010 3 500 000 2011 3 900 000 2012 4 500 000 a
Sumber: Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia; b Merupakan angka prediksi
Menurut ARPI, pada tahun 2010 tercatat penggunaan bahan pendingin sebanyak 235 Metrik Ton (MT), dan diperkirakan pada tahun 2012 akan mengalami kenaikan menjadi 300 MT. Pelarangan konsumsi CFC mendorong perusahaan manufaktur untuk menggunakan HCFC sebagai penggantinya karena harganya yang cukup ekonomis dibandingkan dengan jenis bahan pengganti lain, kemudian secara teknis juga tidak perlu terlalu banyak melakukan modifikasi sehingga dari sisi investasi juga lebih murah. Jumlah impor HCFC yang masuk ke Indonesia selama kurun waktu 1992–2010 terus mengalami kenaikan. Gambaran analisis trend produksi dan konsumsi HCFC di Indonesia disajikan dalam Gambar 1.3. Total konsumsi HCFC sampai tahun 2009 mencapai 5832 MT, dengan rincian HCFC-22 sebanyak 4327 MT (75%) dan HCFC 141-b sebanyak 1186 MT (20%). Untuk sektor refrigerasi atau pendingin dibagi menjadi sub sektor manufacturing dan servicing. Terdapat 33 perusahaan manufaktur refrigerasi yang menggunakan HCFC, dan perusahaan yang berada dalam 3 grup perusahaan besar menjadi konsumer terbesar yaitu 60%. Tabel 1.2 Konsumsi HCFC sektor manufaktur refrigerasi pada tahun 2009 Sub Sektor Penggunaan Konsumsi HCFC (MT) HCFC-22 HCFC 141-b Total Komersial Peralatan pendingin retail 39 28 67 (<12 HP) dan perlengkapan pendingin dapur Industri Ruang pendingin 53 60 113 (>12 HP) industri, gudang berpendingin Total 92 88 180 a
Sumber : KLH 2010
5
Konsumsi HCFC (MT)
500 450 400 350 300 250 200 150 100 0
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
50
Tahun a
Sumber: Diolah dari data laporan konsumsi HCFC kepada Sekretariat Ozon, UNEP 2011;
Gambar 1.3Konsumsi HCFC di Indonesia tahun 1992-2012 Total konsumsi HCFC pada tahun 2009 untuk sektor refrigerasi sebesar 1703 MT, dan 33% diantaranya dikonsumsi oleh sektor manufaktur refrigerasi yaitu sebesar 578 MT, dan sisanya 64% atau 1125 MT digunakan di sektor servis/pemeliharaan peralatan refrigerasi. Pada sub sektor refrigerasi komersial, HCFC-22 digunakan sebagai refrigeran atau bahan pendingin, dan HCFC-141b sebagai bahan pengembang pada proses insulasi. Data konsumsi HCFC untuk sektor manufaktur refrigerasi dapat dilihat pada Tabel 1.2. Pada Meeting of Parties (MOP) ke-19 yang dilaksanakan di Montreal, Canada pada tanggal 17 sampai dengan 21 September 2007 dihasilkan keputusan yang cukup krusial yaitu percepatan penghapusan bahan perusak ozon jenis HCFC. Decision XIX/6 menetapkan bahwa negara berkembang yang termasuk dalam negara Artikel 5 menurut Protokol Montreal mempunyai kewajiban menghapuskan HCFC 100% pada tahun 2030 (2.5% untuk kebutuhan servicing sampai tahun 2040), dan untuk negara maju yang termasuk dalam negara Non Artikel 5 mempunyai kewajiban menghapus 100% konsumsi dan produksinya pada tahun 2020 (Kozakiewicz 2010). Salah satu alasan keputusan percepatan penghapusan konsumsi dan produksi HCFC adalah selain karena masih punya potensi merusak molekul ozon juga memicu adanya pemanasan global. HCFC sebagai bahan perusak ozon mempunyai nilai ODP yang berkisar antara 0.02 (HCFC-123) sampai 0.11 (HCFC-141b), sementara itu HCFC juga mempunyai nilai GWP yang cukup tinggi yaitu 76 (HCFC-123) sampai 2270 (HCFC-142b) (Kozakiewicz 2010). Dalam dokumen pedoman kebijakan HCFC dan pilihan pengaturannya (Kozakiewicz 2010) dinyatakan bahwa negara-negara Artikel 5 diharapkan dapat mengadopsi teknologi yang ramah ozon dan ramah iklim, meningkatkan efisiensi energi, mendorong lapangan kerja, dan
6 memberikan kontribusinya untuk pengembangan ekonomi hijau. Protokol Montreal melalui program penghapusan BPO telah mendorong tidak hanya perbaikan kualitas lingkungan tetapi juga terhadap peningkatan ekonomi yang seimbang antara ekonomi secara definitif maupun ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan. Dari sisi ekonomi, penggantian teknologi HCFC harus mampu mendorong inovasi yang terus menerus untuk melakukan alih teknologi yang benar-benar bersih memberikan pengaruh negatif paling minimal terhadap lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Proses inovasi untuk menciptakan teknologi non-HCFC yang lebih efisien tidak hanya dari sisi ekonomi produksi tetapi juga ekonomi secara makro melalui peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Dari sisi sosial, proses alih teknologi HCFC menjadi teknologi baru yang non-HCFC dapat mendorong dilaksanakannya kegiatan pelatihan bagi pemangku kepentingan sehingga turut meningkatkan pengetahuan dan pendidikan tenaga kerja karena makin banyak teknologi baru yang perlu dipelajari. Dengan adanya alih teknologi maupun penghapusan HCFC dapat membantu mengurangi risiko masyarakat terhadap efek sosial berupa penyakit akibat dampak tidak langsung dari penipisan ozon maupun bahaya langsung dari penggunaan HCFC. Dari sisi lingkungan, tentunya sudah pasti penghapusan HCFC mendorong upaya konservasi dan pemulihan terhadap kualitas lingkungan atmosfer, dan mengurangi pemanasan global mengingat BPO juga merupakan GRK. Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam sambutan di KTT G20 yang diselenggarakan di Pittsburgh, USA pada bulan September 2009 menyampaikan komitmen Indonesia untuk secara sukarela menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dengan kondisi Bussiness As Usual (BAU) dan 41% apabila ada skenario bantuan pendanaan dan teknologi. Untuk mewujudkan hal tersebut telah disusun suatu Rencana Aksi Nasional (RAN) yang melibatkan berbagai sektor yang mempunyai kontribusi besar dalam emisi GRK. belum dilakukan penghitungan potensi penghapusan HCFC dalam mendukung upaya pencapaian target pengurangan emisi GRK 26% tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi kontribusi penghapusan HCFC melalui alih teknologi non-HCFC yang rendah karbon, dengan memperhatikan aspek sosial dan ekonomi mikro pada sektor refrigerasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok,Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Dengan berbagai program dan peraturan yang telah diterbitkan dan dilaksanakan, yang dikombinasikan dengan kondisi sesungguhnya dari industri refrigerasi atau pendingin maka program penghapusan HCFC dapat diketahui potensi keberhasilannya dan faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan dan faktor kendala yang dapat menghalangi keberhasilan program tersebut. Namun demikian selain sektor-sektor yang telah ditentukan tersebut, ada suatu upaya pengurangan emisi GRK yang belum masuk dalam perencanaan yaitu melalui penghapusan BPO, salah satunya jenis HCFC. Hal tersebut karena belum dilakukan penghitungan potensi penghapusan
7 HCFC dalam mendukung upaya pencapaian target pengurangan emisi GRK 26% tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Lapisan ozon merupakan lapisan pelindung bumi yang mulai mengalami degradasi akibat penggunaan bahan perusak ozon secara luas di seluruh dunia. Berbagai dampak negatif sudah mulai dapat dirasakan saat ini, seperti makin menurunnya pH air hujan (hujan asam) yang disebabkan oleh bahan pencemar udara dan perubahan proses kimia atmosfer salah satu akibat makin tinggi radiasi ultra violet matahari di atmosfer. Selain itu makin meningkatnya kasus kanker dan katarak, perubahan kondisi ekosistem perairan dengan makin berkurangnya jumlah plankton. Keseimbangan proses pembentukan dan peruraian molekul ozon terganggu akibat makin tingginya tingkat akumulasi bahan perusak ozon di atmosfer. Kondisi lapisan ozon di Indonesia memang masih berada dalam kondisi yang belum mengkhawatirkan tetapi secara global, Indonesia juga mempunyai kontribusi yang cukup signifikan dalam merusak lapisan ozon melalui konsumsi BPO di berbagai sektor usaha dan berbagai kegiatan. Salah satu jenis BPO yang punya potensi menguraikan ikatan molekul ozon dan menyebabkan pemanasan global adalah HCFC. Pengguna terbesar HCFC adalah sektor refrigerasi atau pendingin, baik manufaktur maupun servis. Oleh karena itu sektor ini juga menjadi salah satu prioritas dalam program penghapusan ozon. Untuk mendukung upaya penghapusan HCFC yang akan dimulai periode pembekuannya pada tahun 2013, maka perlu segera dicari teknologi baru yang non-HCFC. Sudah banyak pilihan teknologi non-HCFC yang dikembangkan oleh berbagai pihak, yang perlu dilihat dari semua aspek baik teknis, ekonomi dan sosialnya. Pilihan-pilihan tersebut harus dilihat tidak hanya dari kontribusinya terhadap pemulihan kondisi lapisan ozon tetapi juga dalam pencegahan pemanasan global. Secara internasional sudah ada Protokol Montreal yang mengatur jadwal pengurangan produksi dan konsumsi HCFC secara bertahap sampai penghapusan total pada tahun 2030. Mengingat potensinya yang dapat mengakibatkan dual impact yaitu mengurangi kerusakan lapisan ozon dan pemanasan global, maka implementasi program penghapusan HCFC harus memperhatikan kedua dampak tersebut. Selain dampak lingkungan perlu juga dipertimbangkan dampak yang lebih luas terhadap kehidupan sosial dan perkembangan ekonomi negara secara makro dan mikro. Namun dalam penelitian ini hanya akan melihat dampak ekonomi secara mikro saja. Berbagai aspek ini perlu dianalisis lebih jauh untuk melihat kontribusinya terhadap penerapan ekonomi hijau yang sudah menjadi komitmen pemerintah yaitu mengembangkan rencana pembangunan negara yangprogrowth, pro-job dan pro-poor dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Dari hasil perumusan masalah tersebut, diperoleh beberapa pertanyaan yang akan menjadi obyek penelitian yaitu: a. Faktor-faktor apa saja yang dapat memberikan pengaruh paling
8 signifikan terhadap keberhasilan program alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC. b. Seberapa besar potensi keberhasilan proses alih teknologi HCFC dari sisi sosial, ekonomi, teknis dan lingkungan, karena berkaitan dengan potensi kontribusi industri terhadap keberhasilan program penghapusan HCFC. 1.3 Tujuan Penelitian Dari uraian perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan: a. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh penting pada keberhasilan program alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC. b. Mengetahui potensi HCFC dari aspek sosial, ekonomi, teknis dan lingkungan yang ada di industri manufaktur refrigerasi. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak yang terkait, yaitu: a. Bagi pengambil keputusan: memberi masukan dalam menyusun kebijakan dan program yang tepat dalam implementasi penghapusan HCFC yang memenuhi kriteria lingkungan, sosial dan ekonomi untuk sektor refrigerasi b. Bagi pelaku industri: mempunyai pilihan dalam proses alih teknologi HCFC yang memberikan kontribusi lebih besar terhadap lingkungan, sosial dan perekonomian secara mikro c. Bagi masyarakat: mempunyai pilihan memilih produk yang ramah ozon dan iklim, dan mendapatkan lingkungan yang lebih baik. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup potensi keberhasilan dari program alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC yaitu jumlah konsumsi HCFC secara nasional, jumlah konsumsi industri manufatur refrigerasi yang diteliti berdasarkan jumlah produksi dan penggunaan HCFC untuk masing-masing peralatan, serta dampak dari alih teknologi dari sisi pengurangan emisi GRK dari sumber HCFC yang digunakan pada peralatan yang diproduksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program alih teknologi, serta dampak yang dihasilkan dari program tersebut dilihat dari sisi ekonomi, sosial, teknis dan lingkungan. Lingkup wilayah penelitian mencakup industri manufaktur refrigerasi di Jabodetabek.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Protokol Montreal dan Pemanasan Global Pada akhir tahun 1920-an, sistem pendingin dan pengatur udara menggunakan bahan kimia seperti amonia, klorometana, propana dan sulfur oksida sebagai bahan pendingin. Walaupun efektif, bahan-bahan kimia tersebut bersifat racun, mudah terbakar dan dapat menyebabkan penyakit dan kematian yang cukup serius. Thomas Midgley, Jr. dan Albert L. Henne mengembangkan suatu bahan yang menggabungkan fluor dan hidrokarbon menjadi Chlorofluorocarbon atau yang lebih dikenal dengan CFC. “Freon” yang merupakan merek dagang menjadi sebutan umum untuk CFC. Pada tahun 1974, dua orang ilmuwan yang bernama Sherwood Rowland dan Mario Molina dari University of California menyampaikan hasil penelitian yaitu bahwa bahan kimia CFC dapat menguraikan ikatan molekul ozon yang berada di statosfir. Lapisan ini berguna untuk melindungi permukaan bumi dari bahaya radiasi ultraviolet yang berasal dari sinar matahari (Hidayat, et al., 2010). Penipisan lapisan ozon dapat berdampak negatif terhadap kehidupan manusia, karena dapat menyebabkan perubahan metabolisme sel tumbuhan maupun hewan dan dapat merusak material genetik. Di alam, adanya peningkatan radiasi UV-B yang berlebihan akan dapat mempengaruhi reaksi kimia atmosfer yang dapat memicu terjadinya hujan asam dan pemanasan global (Hidayat et al. 2010). Salah satu akibat negatif dari makin menipisnya lapisan ozon adalah gangguan kesehatan yang berupa katarak mata, kanker kulit dan menurunnya efek imunitas tubuh. Menurut US EPA (2011) paparan sinar UV-B dapat menyebabkan kerusakan kumulatif terhadap sistem mata, karena dapat merusak kornea mata, selain itu juga dapar menyebabkan terjadinya katarak mata. Penggunaan kaca mata hitam (sunglasses) sangat disarankan pada saat matahari bersinar sangat terang. Pada penelitian yang dilakukan di Kota Makassar pada tahun 20092010, diperoleh hasil bahwa pada lokasi dengan paparan UV yang rendah mempunyai kecenderungan prevalensi katarak yang lebih kecil dibandingkan dengan daerah yang mendapatkan paparan UV yang tinggi. Penurunan risiko pada paparan UV rendah mencapai 30%. Kemudian pada daerah dengan lokasi yang terpapar sinar UV pada kadar yang rendah memiliki faktor proteksi terhadap katarak hingga kurang lebih 40%. Namun demikian, perlu juga dilihat adanya faktor lain yang mempengaruhi prevalensi kasus katarak mata ini (Moeloek et al. 2010). Pemanasan global merupakan salah satu permasalahan lingkungan global yang saat ini menjadi isu paling hangat seiring dengan makin menghangatnya bumi akibat pemanasan global. Ozon mempengaruhi iklim, dan iklim mempengaruhi ozon. Suhu, kelembaban, angin, dan adanya bahan kimia lainnya yang berpengaruh dalam pembentukan ozon atmosfer, dan kehadiran ozon, merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi ruang atmosfer. Interaksi antara ozon dan iklim telah menjadi subyek diskusi sejak awal 1970-an ketika para ahli
10 menyatakan bahwa bahan kimia buatan manusia dapat menguraikan ikatan molekul ozon. Gambar 2.1 menunjukkan kaitan antara penipisan ozon dan perubahan iklim. Ozon berdampak pada iklim terutama terkait dengan perubahan suhu. Semakin banyak ozon yang ada di kantung udara, maka panas yang ada tetap bertahan. Ozon menghasilkan panas di stratosfer, baik yang berasal dari absorpsi radiasi ultraviolet matahari maupun hasil serapan radiasi infrared di troposfer. Akibatnya, ozon stratosfer makin menurun pada suhu yang makin rendah. Hasil pengamatan menunjukkan,selama beberapa dasawarsa terakhirsudah terjadi pendinginan sebesar 1 °C sampai 6 °Cpada jarak 30 hingga 50 kilometer di atas permukaan bumi. Proses penurunan suhu di stratosfer berlangsung bersamaan dengan makin meningkatnya emisi gas rumah kaca di lapisan troposfer. Penipisan lapisan ozon dan pemanasan global mempunyai kaitan yang sangat erat mencakup masalah ilmiah, teknologi maupun dampaknya. Peningkatan temperatur permukaan bumi menyebabkan turunnya temperatur lapisan stratosfir, sehingga dapat memperlambat pemulihan lapisan ozon. Ilmuwan NASA memperkirakan bahwa terjadinya pemanasan global dapat memperlambat pemulihan lapisan ozon 18 tahun dari perkiraan semula tahun 2050 menjadi 2068. Bahan-bahan perusak ozon seperti CFC, HCFC, Halon, dan Metil bromida memiliki kemampuan yang lebih tinggi ribuan kali dibandingkan dengan CO2 dalam menyebabkan pemanasan global. Dengan demikian, refrigeran yang termasuk dalam kelompok halokarbon seperti CFC dan HCFC merupakan GRK yang cukup kuat (Indartono 2009). Protokol Montreal melalui mekanisme penghapusan BPO yang sudah dijalankan mulai tahun 1987 sampai saat ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pengurangan jumlah emisi GRK, yaitu sebesar 8 Giga ton setara CO2 per tahun atau 30% dari emisi GRK dunia (Shende 2006). Emisi bahan pendingin dari jenis HCFC pada tahun 2002 mencapai setengah dari konsumsi bahan pendingin total 470 000 ton di seluruh dunia. Apabila tidak ada upaya pengurangan atau penghapusan maka pada tahun 2015 diperkirakan jumlah emisi pendingin bisa mencapai dua kali lipatnya. Dan bila dilakukan berbagai upaya penghapusan emisi bahan pendingin jumlahnya tidak akan bertambah secara signifikan dari jumlah tahun 2002. Jumlah terbesar dari bahan pendingin yang digunakan, jenis HCFC-22 merupakan jumlah yang paling banyak, diikuti oleh CFC-12, dan HFC-134a. Tetapi bila dilihat dari dampak pemanasan global, emisi CFC-12 merupakan emiter terbesar yang diikuti oleh HCFC-22 dan HFC-134a. Pada tahun 2015, dengan skenario tanpa ada upaya penghapusan, maka total emisi bahan pendingin dapat mencapai 1.5 Giga ton setara CO2 dan apabila dilakukan berbagai upaya pengurangan, maka jumlah emisi bahan pendingin tersebut dapat dikurangi sampai 0.8 Giga ton setara CO2 pada tahun 2015. Dari jumlah prosentasenya, dampak bahan pendingin terhadap pemanasan global mencapai 55% untuk CFC, HCFC (30%) dan HFC memberikan kontribusi pemanasan global sebanyak 15% (Shende 2006).
11
Perubahan sirkulasi atmosfir global
Penurunan kerentanan manusia Pendinginan Suhu Stratosfir
Pembentukan awan stratosfir kutub
Perubahan curah hujan
Perubahan sirkulasi laut global
Terjadi peningkatan
Pencairan es
Perubahan luasan tutupan salju
lubang ozon di atas Antartika (dan konsentrasi yang lebih rendah di atas Arktik)
Peningkatan radiasi sinar UVB ke bumi
Perubahan tutupan awan
Proses perusakan molekul ozon stratosfir
Terjadi peningkatan
Sinar UV Matahari
PERUBAHAN IKLIM
PENIPISAN OZON GLOBAL
Kenaikan suhu rata2 (pemanasan global)
Peningkatan kaca efek rumah
Pengurangan
Pelepasan atom klorin dan bromin
Bahan Perusak Ozon Carbon Tetrachloride Methyl Chloride Methyl
Gas Rumah Kaca CFC
Halon
Bromide
CH4
HCFC
Methyl Chloroform
N 2O
CO2
HFC
Aktivitas Manusia a
Sumber:Bournay 2007
Gambar 2.1 Kaitan Penipisan Ozon dan Perubahan iklim
12 HCFC sebagai bahan pendingin atau refrigeran tidak hanya mempunyai nilai ODP tetapi juga mempunyai nilai GWP yang mengacu pada nilai CO2.Tabel 2.1. menunjukkan perbandingan nilai ODP dan GWP dari beberapa jenis bahan pendingin.
CFC HCFC HFC
Alami
a
Tabel 2.1 Nilai ODP dan GWP beberapa jenis bahan pendingina Jenis BPO Rumus Umur Hidup Nilai ODP Nilai GWP Kimia (Tahun) (100 thn) CFC-11 CCl3F 45 1 4600 CFC-12 CCl2F2 100 1 10600 HCFC-22 CHClF2 12 0.055 1810 HCFC-141b CCl2F-CH3 9.3 0.11 700 HFC-32 CH2F2 5 0 550 HFC-125 CHF2-CF3 29 0 3400 HFC-134a CF3-CH2F 13.8 0 1300 HFC-143a CH3-CF3 52 0 4300 HFC-152a CHF2-CH3 1.4 0 120 Amonia NH3 1 0 0 Karbondiok CO2 120 0 0 sida Isobutan CH(CH3)3 1 0 3
Sumber: Indartono 2009
Pada tanggal 22 Maret 1985, para negara yang berada dibawah PBB sepakat untuk melakukan aksi nyata melindungi lapisan ozon dalam bentuk kerjasama penelitian dan penyebarluasan informasi tentang penipisan lapisan ozon. Kesepakatan tersebut ditandatangani di Wina, Austria sehingga disebut sebagai Konvensi Wina. Sebagai tindakan nyata untuk mengimplementasikan kesepakatan tersebut, pada tanggal 16 September 1987 telah disahkan Protokol Montreal yang mengatur pembatasan dan penghapusan tingkat produksi dan konsumsi berbagai jenis BPO. BPO adalah bahan-bahan kimia baik yang berbentuk tunggal ataupun senyawa yang digunakan sebagai bahan dasar atau bahan pembantu dalam proses produksi suatu jenis industri yang mempunyai potensi untuk merusak molekul ozon stratosfer. Jenis-jenis BPO yang diatur dalam Protokol Montreal dan penggunanya dapat dilihat pada Tabel 2.2. Sesuai perkembangan waktu, Protokol Montreal perlu dilakukan pemutahiran secara terus menerus sesuai kebutuhan sehingga dilakukan beberapa amandemen terhadap kesepakatan tersebut. Pada amandemen kedua, yaitu Amandemen Kopenhagen yang disahkan pada tahun 1992, disepakati untuk menambahkan jenis bahan yang diawasi dan diatur yaitu Metil bromida dan HBFC dan HCFC. HCFC ditambahkan sebagai jenis BPO yang perlu diatur produksi dan konsumsinya menurut Protokol Montreal, selain itu HCFC juga merupakan gas rumah kaca yang mempunyai potensi cukup besar dalam menyebabkan pemanasan global. Nilai ODP dari berbagai jenis HCFC berkisar antara 0.02– 0.11 sedangkan nilai GWP dari berbagai jenis HCFC berkisar antara 76–2270. Oleh karena itu HCFC juga perlu masuk dalam perencanaan pengurangan
13 emisi gas rumah kaca selain CO2 dan metana (Berglof 2010). Tabel 2.2 Jenis BPO dan penggunaannyaa Jenis BPO Yang Sektor pengguna Jenis produk Digunakan Foam/Busa Kasur busa, kemasan makanan, jok CFC-11, kursi sofa, jok mobil, sol sepatu, dll HCFC-141b Refrigerasi Kulkas, dispenser, chiller, AC, CFC-11, CFC-12 /Pendingin kendaraan berpendingin HCFC-22, HCFC-123 Pemadam api Pemadam api portable; terpasang Halon 1211, Halon 1301, HCFC-123 Solvent/Pelarut Pelarut kimia dalam: industri CFC-113, Carbon Kimia logam, suku cadang kendaraan, Tetra Chloride (CTC) karbon aktif Trichloroethane (TCA) Aerosol Pengharum ruangan, obat nyamuk CFC-12 semprot, parfum, dll Tembakau Pengembang dalam produksi rokok CFC-11 Pertanian Pestisida utk hama penyakit, Metil Bromida pengolahan tanah, karantina dan pra pengapalan, dll a
Sumber: Hidayat et al. 2010;
Shende,et al. (2006) menyampaikan bahwa program penghapusan BPO melalui skema Protokol Montreal telah memberikan kontribusi pengurangan emisi HCFC sebanyak 2000 kali dibandingkan dengan jenis CO2, dan juga memberikan kontribusi penghematan energi pada peralatan pendingin dan pengatur udara. Meeting of Parties (MOP) ke-19 di Montreal, Kanada pada tanggal 17– 21 September 2007 dihasilkan keputusan yang cukup krusial yaitu percepatan penghapusan bahan perusak ozon jenis HCFC. Decision XIX/6menetapkan penjadwalan baru untuk penghapusan HCFC, termasuk untuk negara berkembang, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Jadwal penghapusan HCFC menurut Protokol Montreala Penghapusan HCFC = produksi + impor – ekspor Base level= rata-rata konsumsi HCFC tahun 2009 dan 2010 1 Januari 2013 Periode pembekuan (Freeze period) 1 Januari 2015 Pengurangan konsumsi sebesar 10% 1 Januari 2020 Pengurangan konsumsi sebesar 35% 1 Januari 2025 Pengurangan konsumsi sebesar 67.5% 1 Januari 2030 Pengurangan konsumsi sebesar 100% Setelah 2030 hanya 2.5% base levelb a
Sumber: KLH 2010; bUntuk kegiatan perawatan masih diperbolehkan konsumsi tahunan sebesar 2,5% dari baseline selama periode 2030 – 2040
Pemerintah telah melakukan perencanaan secara bertahap untuk pengurangan konsumsi HCFC. Untuk tahap pertama dengan periode waktu
14 2011–2015 dengan target penghapusan sebesar 402.16 MT pada tahun 2011 dan 361.94 MT pada tahun 2015 diharapkan dapat mengurangi 1.5 juta ton setara CO2. 2.2 HCFC dan Refrigerasi HCFC mempunyai nama kimia chlorodifluoromethane atau difluoromonochloromethane denga formula molekul CHClF2merupakan salah satu jenis Bahan Perusak Ozon (BPO) yang banyak digunakan setelah Chlorofluorocarbon (CFC) dilarang untuk diproduksi dan digunakan sejak 1 Januari 2011 sesuai jadwal penghapusan yang diatur dalam Protokol Montreal.Karakteristik fisika dan kimia HCFC adalah sebagai berikut: Tabel 2.4 Karakteristik kimia dan fisika HCFCa Karakteristik Nilai 1.49 g/cm3 Densitas (ρ) pada -69 °C (cairan) 3.66 kg/m3 Densitas (ρ) pada suhu 15 °C (gas) Suhu kritis (Tc) 96.2 °C Tekanan kritis (pc) 4 936 MPa (49.36 bar) Densitas kritis (ρc) 6.1 mol/liter Viskositas (η) at 0 °C 12.56 Ns/m2 (0.1256 cP) a
a
Sumber:Honeywell 2000
Sumber: Photobucket 2013
Gambar 2.2 Kemasan HCFC-22
15
a
Sumber: Photobucket 2013
Gambar 2.3 Kemasan HCFC-141b HCFC banyak digunakan di sektor refrigerasi dan pengatur udara (77%), busa (foam) (10%), bahan pemadam api (1%), propelan pada produk aerosol, solven (2%) dan juga sebagai feedstock pada industri kimia. Dari sekian jumlah volume konsumsi HCFC di seluruh dunia, sekitar 75% digunakan pada sektor refrigerasi dan pengatur udara. Jenis HCFC yang paling banyak digunakan adalah HCFC-22, tetapi HCFC juga bisa dicampur dengan bahan pendingin jenis lain. Jenis HCFC lain yang juga digunakan dalam sektor industri ini adalah HCFC-141b yang merupakan bahan pengembang dalam proses pembuatan insulasi pada proses produksi peralatan pendingin. Industri refrigerasi terbagi menjadi beberapa sub sektor kegiatan, dan penggunaan utama bahan pendingin HCFC ada di sub sektor refrigerasi komersial, refrigerasi industri, transportasi refrigerasi, pompa panas, pengatur udara dan chiller. EPA memperkirakan bahwa pada tahun 2009, terdapat 1.5–1.8 milyar peralatan refrigerasi domestik dan freezer yang masih beroperasi dengan baik, dan kurang 100 juta unit baru diproduksi dan dijual setiap tahunnya. Dalam setiap unit peralatan refrigerasi menggunakan bahan pendingin kurang lebih 0.05–0.25 kg dan lebih dari 1 kg bahan pengembang untuk insulasinya. Dari jumlah tersebut dapat dibayangkan seberapa besar penggunaan BPO dari jenis HCFC-22 dan HCFC-141b yang digunakan yang dapat memberikan kontribusinya terhadap penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Untuk Indonesia, peningkatan suhu akibat pemanasan global juga berpengaruh terhadap permintaan peralatan pendingin yang makin banyak. Untuk sektor retail, dari data yang disampaikan oleh Asosiasi Rantai Pendingin terjadi kenaikan sebesar 13.6% untuk permintaan peralatan
16 pendingin di sektor retail, dari 3.96 juta unit menjadi 4.5 juta unit pada tahun 2012. Kebutuhan akan bahan pendingin juga makin bertambah dari 264 MT pada tahun 2011 menjadi 300 MT pada tahun 2012. Protokol Montreal melalui program penghapusan BPO telah mendorong tidak hanya perbaikan kualitas lingkungan tetapi juga terhadap peningkatan ekonomi yang seimbang antara ekonomi secara definitif maupun ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan. Dari sisi ekonomi, Protokol Montreal mendorong inovasi yang terus menerus untuk melakukan alih teknologi dari BPO menjadi non-BPO, menciptakan teknologi yang lebih efisien tidak hanya dari sisi ekonomi produksi tetapi juga ekonomi secara makro melalui peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Dari sisi sosial, kegiatan pelatihan bagi pemangku kepentingan turut meningkatkan pengetahuan dan pendidikan tenaga kerja karena makin banyak teknologi baru yang perlu dipelajari. Dengan adanya alih teknologi maupun penghapusan BPO dapat membantu mengurangi risiko masyarakat terhadap efek sosial berupa penyakit. Dari sisi lingkungan, tentunya sudah pasti penghapusan BPO mendorong upaya konservasi dan pemulihan terhadap kualitas lingkungan atmosfer, dan mengurangi pemanasan global mengingat BPO juga merupakan GRK.
3
METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Jakarta dan pengumpulan data yang diperoleh dari sumber data Unit Ozon Nasional dibawah Kementerian Lingkungan Hidup, dan industri manufaktur refrigerasi. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2013 dan memakan waktu empat bulan sampai bulan Juni 2013. Tempat penelitian di 11 lokasi industri manufaktur refrigerasi yang tersebar di Jakarta Utara; Cileungsi, Bogor; Depok, daerah Cikupa Tangerang; dan Bekasi. 3.2 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan survey dan expose facto. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Penelitian ini menggambarkan variabel-variabel yang diamati, gejala dan keadaan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari responden, maupun data sekunder yang berasal dari pihak ketiga dari institusi terkait. Bentuk data skematik, narasi atau uraian, data numerik yang berasal dari narasumber dalam bentuk dokumen pemerintah, catatan lapangan, rekaman dan foto sebagai dokumentasi.
17 Metode pengambilan contoh dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling atau pemilihan contoh dilakukan dengan sengaja dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku baik individu atau lembaga yang dianggap mengerti permasalahan mengenai penghapusan HCFC, kegiatan manufaktur refrigerasi dan alih teknologi HCFC. Pengambilan contoh dilakukan dengan cara wawancara, observasi, kuesioner dan dokumentasi. Besaran contoh disesuaikan dengan kebutuhan data yang akan diolah. Populasi dalam penelitian ini adalah populasi pemangku kepentingan yang terkait dengan upaya perlindungan lapisan ozon dan penghapusan HCFC di Indonesia. Contoh penelitian adalah industri refrigerasi yang terkait langsung dengan tujuan penelitian, dan populasi target ini diambil population sampling. Sumber data untuk industri refrigerasi dilakukan dengan pengambilan contoh yang dianggap representatif yang dapat menggambarkan kondisi pada industri refrigerasi yang akan melakukan alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC. Jumlah populasi industri yang terdata saat ini di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi mencapai 22 perusahaan. Dari jumlah populasi yang ada ditentukan jumlah besaran contoh dengan menggunakan rumus Slovin: n=
N
n = jumlah contoh
1 + Ne2
N = Jumlah populasi e =kesalahan
Jumlah populasi perusahaan diperkirakan berjumlah 22 perusahaan. Tingkat kesalahan pengambilan contoh ditentukan sebanyak 5%, dengan demikian dapat dihitung jumlah contoh yang digunakan sebanyak 20 perusahaan. n=
22 1 + 22(0,05)2
= 20
Namun dalam pelaksanaannya, ada kesulitan untuk masuk ke dalam lingkungan industri manufaktur refrigerasi yang menjadi target contoh, sehingga jumlah data yang diperoleh menjadi tidak lengkap karena dari 20 perusahaan yang dihubungi hanya 11 perusahaan yang bersedia menerima kuesioner dan kunjungan. Wawancara dan kuesioner yang dilakukan terhadap responden yang menjadi sumber data dalam bentuk pertanyaan untuk menggali informasi sesuai tujuan, check list maupun pilihan menggunakan skala Likerts (1 = tidak tahu, 2=cukup tahu, 3=tahu, 4=sangat tahu), dan skala Guttman (0=tidak, 1=ya).
18 3.3 Pelaksanaan Penelitian Penelitian diawali dengan inventarisasi data dan informasi terkait dengan lingkup penelitian melalui berbagai sumber, selanjutnya divalidasi dan dianalisis sehingga diperoleh gambaran awal mengenai lingkup dan permasalahan penelitian. Selanjutnya dilakukan penyebaran kuesioner dan wawancara untuk mendapatkan data lebih lanjut terkait dengan permasalahan. Wawancara atau kuesioner ditujuan kepada pelaku usaha pengguna HCFC mengenai konsumsi HCFC di industri manufaktur, alih teknologi yang sudah dilakukan, jumlah bahan pengganti HCFC yang digunakan, jenis alat yang digunakan, konsumsi energi dan sumber daya, kualitas produk akhir, efisiensi penggunaan teknologi, efisiensi energi dan sumber daya yang diperoleh dari proses alih teknologi, rencana alih teknologi dan kelayakan secara teknis, ekonomi dan keberlanjutannya, kendala dalam penerapan alih teknologi HCFC yang rendah karbon, tingkat pendidikan pekerja dan kondisi kesehatan, pekerja. Kisi-kisi pertanyaan dalam kuesioner yang harus diisi oleh responden adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Variabel dan indikator penelitian No. Variabel Indikator Jumlah Skala pertanyaan pengukuran 1 Tingkat a. Industri manufaktur 11 • Ordinal pemahaman refrigerasi dalam bentuk industri memahami tentang skala Likert terhadap isu penipisan ozon (1=tidak program dan pemanasan tahu/tidak perlindungan global, puas; lapisan ozon penyebabnya, dan 2=Cukuptahu dan dampak yang /sedikit puas; pengendalian ditimbulkannya 3=tahu/puas; pemanasan b. Industri manufaktur 4=sangat global refrigerasi tahu/sangat memahami puas peraturan tentang • Kategorial program (nominal) penghapusan BPO terutama HCFC 2 Tingkat Tingkat kepuasan kepuasan industri terhadap responden peraturan dan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah dalam mendukung program penghapusan BPO
19 Lanjutan Tabel 3.1. No. Variabel
3
Sumber informasi
4
Potensi Sosial
5
Potensi Ekonomi
6
Potensi Teknis
Indikator
Responden memperoleh informasi tentang penipisan lapisan ozon dan perubahan iklim dari koran, internet, televisi, dan lain-lain.
a. Tingkat pendidikan pekerja b. Pengalaman kerja pegawai c. Jumlah jam kerja d. Kegiatan pelatihan untuk pegawai e. Program Keselamatan, Keamanan dan Kesehatan (K3) pegawai a. Jumlah pembelian dan penggunaan HCFC serta jenis HCFC yang digunakan b. Cara pembelian HCFC a. penggunaannya untuk apa b. Alasan menggunakan HCFC c. Rencana penggantian HCFC dan rencana teknologi penggantinya d. Alasan penggantian HCFC e. Kendala yang
Jumlah pertanyaan dalam Kuesioner 1
12
Skala pengukuran Kategorial
• Ordinal dengan skala Guttman (0=tidak; 1=ya) • Kategorial/n ominal • Interval
20 Lanjutan Tabel 3.1. No. Variabel
6
Potensi Lingkungan
Indikator
Jumlah Skala pertanyaan pengukuran dalam Kuesioner
dihadapi dalam alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC a. Jumlah limbah HCFC yang dihasilkan tiap bulan b. Jenis limbah lain
5
• Skala interval • Kategorial/ Nominal
yang dihasilkan dalam produksi peralatan manufaktur yangmenggunakan HCFC d. Cara pengelolaan HCFC dan limbah lain 3.4 Alat dan Bahan Dalam penelitian ini, bahan yang digunakan berupa data primer dan sekunder yang terkait dengan tujuan penelitian. Peralatan yang digunakan dalam penelitian berupa alat tulis, kamera, komputer yang mempunyai program microsoft excel 2007 dan SPSS 21 untuk analisa data. 3.5 Prosedur Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif, dan analisis data yang dihasilkan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan uji statistik non parametrik, hal ini mengingat data yang diperoleh berupa data kategorial atau data nominal, dan data ordinal (skala likerts dan skala guttman). Menurut Miles dan Huberman (1992) tahapan yang dilakukan dalam penelitian kualitatif mencakup (1) Pengumpulan data; (2) Reduksi data, yaitu pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan; (3) Penyajian data menjadi sebuah informasi tersusun yang digunakan dalam proses penarikan kesimpulan. Penyajian data dalam penelitian kualitatif biasanya berbentuk teks naratif yang dilengkapi dengan grafik, gambar, dan bagan; dan, Penarikan kesimpulan dari data dan informasi yang disajikan melalui hasil analisis data.
21
No 1
Tabel 3.2 Matriks metode analisis data Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan alih teknologi nonHCFC Analisis potensi sosial
Data primer (wawancara dan kuesioner), dan data sekunder Data primer (wawancara dan kuesioner)
Principal Component Analysis (PCA) menggunakan SPSS 21
3
Analisis potensi ekonomi
Analisis deskriptif dan perhitungan biaya penggantian teknologi
4
Analisis potensi teknis
5
Analisis potensi lingkungan
Data primer (wawancara dan kuesioner), dan data sekunder Data primer (wawancara dan kuesioner), dan data sekunder Data primer (wawancara dan kuesioner), dan data sekunder
2
Analisis deskriptif dengan Microsoft Excel 2007
Analisis deskriptif dan analisis kebutuhan penggantian teknologi Analisis deskriptif dengan Microsoft Excel 2007 perhitungan reduksi emisi GRK
Proses analisis data dilakukan dengan menyusun tabulasi hasil kuesioner, dan karena jumlah contoh yang kecil, serta sifat data non parametrik maka sifat distribusi tidak terlalu diperhatikan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap keberhasilan proses alih teknologi digunakan metoda PCA. Untuk analisis potensi dilakukan dengan statistik deskriptif yang menggambarkan secara nyata kondisi yang ada dan diperoleh di lapangan dalam bentuk tabulasi frekuensi dan prosentase serta dijelaskan dalam bentuk grafik batang. Sementara untuk potensi HCFC secara lingkungan, dilakukan analisis terhadap nilai ODP dan GWP dari HCFC yang digunakan dan bahan penggantinya. Analisis PCA dilakukan dengan program SPSS 21 sebagai berikut:
22 a.
b.
c.
d.
e.
Uji Correlation Matrix Uji ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antar variabel yang didasarkan pada determinan, bila nilai determinan mendekati 0 maka dapat dikatakan antar variabel terdapat korelasi yang terkait satu sama lain. Uji Keiser-Meyer-Olkin (KMO) Uji KMO dilakukan untuk mengetahui indeks perbandingan antara koefisien korelasi dengan koefisien parsialnya, dengan maksud menguji apakah contoh yang digunakan cukup baik dan layak untuk dianalisis lebih lanjut. Bila nilai KMO yang dihasilkan dalam analisis sama dengan atau lebih besar dari 0.5 maka dapat disimpulkan bahwa variabel data yang digunakan baik dan layak untuk dianalisis lebih lanjut. Uji Measure Sampling Adequacy (MSA) Dilakukan untuk mengetahui data variabel yang digunakan valid dan dapat dianalisis lebih lanjut. Variabel yang memenuhi syarat kecukupan contoh harus mempunyai nilai > 0.5. Uji Communalities Uji communalitiies dilakukan untuk mengetahui jumlah varians (%) dari suatu variabel berperan dalam pembentukan sebuah faktor yang dianggap berpengaruh signifikan terhadap sebuah respon. Jumlah variabel yang dianggap dapat menjadi pembentuk faktor didasarkan pada nilai eigen yang dihasilkan harus lebih besar dari 1. Hal tersebut juga dapat dilihat pada grafik scree plot yang dihasilkan dalam proses analisis menggunaan SPSS. Uji Rotated Component Matrix Tujuan uji ini adalah untuk memperjelas distribusi variabel yang masuk ke dalam faktor tertentu yang telah terbentuk.
Untuk mengetahui sikap pemahaman dan kepuasan responden digunakan pengukuran skala likert. Analisis pembobotan pernyataan responden terhadap pemahaman dan kepuasan mereka tentang perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global menggunakan pendekatan distribusi Z. Langkah-langkah analisis sebagai berikut: 1. Menghitung frekuensi (f) dari seluruh jawaban responden 2. Menentukan proporsi (p) dengan membagi f dengan banyaknya subyek 3. Menentukan titik tengah proporsi kumulatif (pk) dengan menambahkan p dengan proporsi kategori dipaling kiri 4. Menentukan titik tengah proporsi kumulatif (pk-t) 5. Dari pk-t dapat dicari nilai Z pada tabel normal distribusi Z 6. Mengetahui nilai skor Z dengan menambahkan nilai Z dengan nilai yang paling kiri sehingga diperoleh nilai skor yang menjadi bobot skor skala likert
23
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Perusahaan Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek Perusahaan yang bergerak dibidang pendingin atau refrigerasi terbagi menjadi beberapa kegiatan, yaitu (1) manufaktur yang menghasilkan produk refrigerasi termasuk Air Conditioning (AC), 2) perusahaan perakit komponen peralatan dihasilkan oleh perusahaan lain ataupun hasil impor menjadi produk refrigerasi, dan 3) perusahaan distributor yang hanya melakukan pengisian bahan pendingin sementara mesin ataupun produk dihasilkan oleh produsen lain ataupun impor. Sebagian besar penggunaan HCFC adalah untuk sektor refrigerasi atau pendingin, dan yang masuk dalam lingkup penelitian ini adalah peralatan refrigerasi domestik maupun komersial dan pengatur udara ringan. Perusahaan yang dipilih untuk menjadi target contoh merupakan perusahaan yang sudah disurvey awal oleh Kementerian Lingkungan Hidup yang masih menggunakan HCFC dan berpotensi untuk dapat menerima bantuan hibah dalam alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC. Industri manufaktur refrigerasi beragam dari skala kecil, menengah dan besar dilihat dari permodalan maupun kapasitas produksi. Sebagian besar merupakan perusahaan modal dalam negeri, dan sebagian dari perusahaan tersebut masih menggunakan sistem manajemen kekeluargaan. Hal ini berpengaruh terhadap konsumsi HCFC yaitu perusahaan skala menengah dengan kapasitas produksi yang tidak terlalu besar memberikan kontribusi konsumsi HCFC yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan industri yang mempunyai kapasitas produksi yang besar. Sifat perusahaan yang tertutup menjadi salah satu kendala dalam melakukan penelitian ini, hal ini disebabkan oleh: a. Ketidakpercayaan, karena ada kekuatiran data perusahaan akan diberikan kepada perusahaan kompetitor atau disalahgunakan untuk kepentingan lain b. Persaingan usaha, perusahaan menjaga supaya data teknis produk tidak tersebar kepada perusahaan lain c. Sikap antipati terhadap pemerintah, karena adanya ketakutan terhadap kewajiban tertentu, misalnya pembayaran pajak. Lokasi industri manufaktur refrigerasi sebagian besar berada di kawasan industri yang ada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Dari 11 perusahaan yang disurvey hanya satu perusahaan yang berada dikawasan yang bukan khusus industri. Berdasarkan kuesioner dan wawancara yang dilakukan, pada sebagian besar perusahaan yang menjadi responden merupakan perusahaan manufaktur refrigerasi yang bergerak dibidang produksi peralatan pendingin dan alat pengatur udara (AC). Semua perusahaan tersebut menggunakan HCFC, baik HCFC-22 sebagai bahan pendingin danHCFC-141b sebagai bahan pengembang insulasi/busa. HCFC-22 merupakan jenis pendingin yang baik digunakan untuk menggantikan CFC-11 yang sebelumnya digunakan, sedangkan untuk insulasi digunakan bahan HCFC jenis HCFC-
24 141b yang merupakan bahan alternatif sementara dari CFC-11 yang selain digunakan untuk bahan pendingin juga sebagai bahan pengembang dalam produksi panel pendingin. Jenis peralatan pendingin yang diproduksi sebagian besar berupa peralatan pendingin komersial, dan yang masuk dalam lingkup penelitian ini adalah (1) Pengatur udara komersial, yaitu ducted split; 2) Peralatan pendingin dapur, yaitu chiller upright 4 doors, cold room; dan 3) Pengatur udara residensial, yaitu AC split. Tabel 4.1 menggambarkan jumlah perusahaan yang menggunakan HCFC-22 dan HCFC-141b. Perusahaan yang hanya menggunakan HCFC22 sebagai pendingin adalah perusahaan perakit (assembler) dan distributor. Kedua jenis perusahaan tersebut melakukan perakitan dan pemasangan sistem pendingin di lokasi konsumen, dan mengisi bahan pendingin HCFC22 ke dalam sistem tersebut. Tabel 4.1
Jenis dan penggunaan HCFC pada 11 industri manufaktur refrigerasi Jenis HCFC Jenis Penggunaan Jumlah pengguna Persentase (perusahaan) (%) HCFC-22 Bahan pendingin 5 45 HCFC-141b Bahan pengembang HCFC-22 Bahan pendingin dan 6 55 danHCFC-141b pengembang Jumlah 11 100
Perusahaan yang menggunakan HCFC-22 dan HCFC-141b adalah perusahaan yang melakukan produksi mulai dari komponen-komponen penyusun sistem pendingin sampai melakukan pemasangan di tempat konsumen. Dalam sistem pendingin tersebut, ada bagian komponen yang perlu dilapis dengan busa untuk menahan panas maupun dingin. Proses produksi komponen tersebut menggunakan bahan baku kimia isocyanat dan polyol yang ditambah HCFC-141b sebagai bahan pengembang busa. Selanjutnya apabila komponen-komponen tersebut telah dirakit menjadi sistem pendingin dan siap dipasang di lokasi konsumen, perusahaan akan mengisi bahan pendingin HCFC-22 ke dalam sistem tersebut.
Gambar 4.1 Proses produksi panel busa
25
Gambar 4.2 Panel busa siap rakit 4.2
Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan alih teknologi
Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap berhasilnya program alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC. Dalam kajian ini identifikasi faktor-faktor potensi yang dianggap memberikan kontribusi penting dalam pelaksanaan alih teknologi tersebut. Potensi-potensi tersebut dilihat dari sisi sosial, ekonomi, teknis dan lingkungan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner dan wawancara kepada responden yang merupakan pengelola industri manufaktur refrigerasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Untuk menentukan faktor-faktor yang dianggap memberikan pengaruh signifikan terhadap keberhasilan program alih teknologi ini dilakukan analisis dengan metodePCA, yaitu salah satu jenis analisis faktor yang merupakan salah satu analisis multivariat generasi ke-2 sama halnya dengan analisis regresi. Rancangan penelitian menggunakan 40 indikator tetapi hanya menggunakan 22 contoh dan ternyata hanya 11 yang masuk, sehingga dilakukan reduksi indikator. a.
Faktor sosial Dari 12 pertanyaan dalam kuesioner yang menjadi variabel respon, variabel pertanyaan no. 1, 9 dan 10 direduksi karena mempunyai data yang sama untuk semua responden yaitu sebesar 1, sehingga dikeluarkan dari proses analisis faktor. Setelah dilakukan analisis lanjutan ternyata nilai KMO Bartlet belum keluar sehingga data dianggap belum baik dan cukup untuk dianalisis lebih lanjut, untuk itu dikeluarkan variabel pertanyaan no. 5 karena mempunyai data yang sama dengan no. 6. Selanjutnya, setelah dilakukan analisis faktor, maka nilai KMO belum bisa dihasilkan oleh karena itu perlu dilakukan reduksi lagi terhadap variabel pertanyaan yang ada, dan yang dipilih adalah yang mempunyai nilai paling rendah yaitu variabel no. 6.
26 Nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan contoh/contoh dengan cara membandingkan koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien parsialnya. Dari hasil analisis dengan SPSS 21 yang disampaikan dalam Tabel 4.2 dihasilkan nilai KMO sebesar 0.46, sehingga dapat dikatakan hasil analisa ini cukup baik untuk dapat dianalisis lebih lanjut. Dari hasil analisis komponen utama diperoleh hasil faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aspek sosial dalam program alih teknologi ini adalah persyaratan kompetensi (Sos-2), pengalaman kerja (Sos-3), ketrampilan kerja yang diperlukan (Sos-4), jumlah jam kerja (Sos-7), perlengkapan kerja (Sos-8), komitmen perusahaan dalam K3 (Sos-11) dan pelatihan rutin K3 (Sos-12). Dari variabel-variabel tersebut dikelompokkan dalam tiga faktor yaitu faktor 1 yang terdiri dari Sos-8 dan Sos-11. Faktor 2 terdiri dari Sos-3, dan Sos-7, sedangkan faktor 3 terdiri dari Sos-2 dan Sos-4. Faktor 1 dapat disebut sebagai faktor “kompetensi”, faktor 2 disebut faktor pengalaman kerja, dan faktor 3 disebut faktor keamanan dan keselamatan kerja (K3). Tabel 4.2 menunjukkan faktor yang berhasil dibentuk ada 3 dengan nilai eigen sebesar 2.78, 1.76, dan 1.45. Nilai eigen tersebut menggambarkan jumlah variabel pembentuk faktor, bila nilai eigen < 1 maka tidak ada variabel pembentuk. Total varians yang diperoleh dari hasil analisis faktor tersebut adalah 6. Apabila jumlah faktor sudah diketahui dan jumlah varians variabel juga sudah dapat diketahui, maka faktor sosial dapat dijelaskan dengan variabel-variabel Sos-2; Sos-3; Sos-4; Sos-8; Sos-11 dan Sos-12 sebesar 85.12%, dan sisanya 14.88% dijelaskan oleh faktor yang lain.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC dipengaruhi oleh 3 faktor sosial, yaitu kompetensi pekerja, pengalaman kerja dan faktor keamanan dan keselamatan kerja. Tabel 4.2 Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor sosial Com pone nt
Total
1
2.78
39.76
39.76
2.78
39.76
39.76
2.54
36.21
36.21
2
1.76
25.09
64.85
1.76
25.09
64.85
1.75
24.97
61.18
3
1.45
20.66
85.51
1.45
20.66
85.51
1.70
24.33
85.51
4
0.44
6.34
91.85
5
0.29
4.19
96.04
6
0.19
2.75
98.79
7
0.09
1.21
100.00
b.
Initial Eigenvalues
Extraction Sums of Squared Loadings
Rotation Sums of Squared Loadings
% Comula Total % Comulat Total % Variance tif % Variance if % Variance
Comula tif %
Faktor ekonomi Untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan program alih teknologi HCFC ke non-HCFC dilakukan
27 pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara. Dari enam pertanyaan yang terkait dengan faktor ekonomi, setelah dilakukan reduksi dengan analisis komponen utama diperoleh hasil bahwa variabel ketersediaan di pasar (Eko-6) harus dihilangkan karena untuk semua perusahaan mempunyai nilai yang sama sehingga tidak bisa dibedakan. Setelah dilakukan analisis kembali, nilai KMO belum dapat diperoleh sehingga data variabel dianggap belum cukup baik untuk dianalisis, oleh karena itu harus dilakukan reduksi lagi. Eko-1 dan eko-2 mempunyai nilai angka yang sama sehingga salah satu harus dihilangkan, dalam hal ini eko-2 dipilih untuk dihilangkan dengan alasan karena konsumsi HCFC di Indonesia dihitung dari nilai impor atau nilai pembelian, sementara jumlah penggunaan dipengaruhi oleh jumlah pembelian. Setelah dilakukan analisis faktor kembali maka diperoleh nilai KMO 0.54> 0.5 sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut. Berdasarkan hasil analisis lanjutan dari faktor ekonomi ini diperoleh hasil terbentuk dua faktor yaitu faktor pembelian dengan variabel pembentuknya jumlah pembelian HCFC dan harga pembelian HCFC-22. Faktor yang kedua adalah faktor cara pembelian dengan variabel pembentuknya adalah harga pembelian HCFC-141b dan cara pembelian. Tabel 4.3 Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor ekonomi Com Initial Eigenvalues Extraction Sums of Rotation Sums of Squared pone Squared Loadings Loadings nt Total % Comula Total Total % Comula % Total Variance tif % Variance tif % Variance 1
1.70
42.48
42.48 1.70
42.48
42.48
1.60
39.92
39.92
2
1.09
27.29
69.77 1.09
27.29
69.77
1.19
29.85
69.77
3
0.78
19.52
89.29
4
0.43
10.71
100.00
Tabel 4.3 menjelaskan tentang varians dari variabel pembentuk dua faktor yaitu jumlah pembelian, harga pembelian HCFC-22, harga pembelian HCFC-141b, dan cara pembelian. Pada Tabel 4.3 diperoleh nilai eigen untuk kedua faktor tersebut lebih besar dari 1 (1.70 dan 1.09), dan kumulatif % mencapai 69.77. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa faktor ekonomi dapat dijelaskan 69.77% dengan menggunakan variabel-variabel tersebut, dan sisanya 30.23% dijelaskan dengan faktor lain. c.
Faktor teknis Dari variabel respon diatas, dilakukan analisis faktor dengan metode PCA, dan hasilnya belum dapat dihasilkan nilai KMO yang menandakan bahwa data tersebut belum cukup baik dan belum dapat dianalisis lebih lanjut. Oleh karena itu dilakukan reduksi terhadap data yang ada, yaitu dengan mengeluarkan Tek-2 dan Tek-4 karena mempunyai nilai yang sama untuk semua responden. Selanjutnya dilakukan analisis faktor kembali dan dihasilkan nilai KMO yang lebih besar dari 0.5 yaitu 0.65, sehingga dapat
28 disampaikan bahwa data tersebut sudah cukup baik untuk dianalisis lebih lanjut. Dari hasil analisis lanjut dengan metode PCA, diperoleh hasil terbentuknya dua faktor. Faktor 1 merupakan faktor penggantian HCFC yang terdiri atas rencana pengganti HCFC-22 (Tek-6), rencana pengganti HCFC-141b (Tek-7) dan alasan penggantian HCFC (Tek-8). Faktor 2 yaitu faktor penggunaan HCFC yang dibentuk dari variabel jenis HCFC yang digunakan (Tek-1), Alasan penggunaan HCFC (Eko-3), jenis kegiatan alih teknologi (Tek-5). Tabel 4.4 menunjukkan total varians variabel pembentuk faktor dengan nilai eigen >1 yaitu 2.86 dan 1.52. Kumulatif persentase yang dihasilkan mencapai 73.13 % yang artinya dua faktor yang terbentuk dari variabel-variabel tersebut mempunyai pengaruh sebesar 73.13 % terhadap keberhasilan program alih teknologi dari HCFC ke non-HCFC. Tabel 4.4 Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor teknis Comp onent
Initial Eigenvalues
Total
Rotation Sums of Squared Loadings
Total
% of Variance
1
2.86
47.74
47.74
2.86
47.74
47.74
2.49
41.58
41.58
2
1.52
25.40
73.13
1.52
25.40
73.13
1.89
31.56
73.13
3
0.78
13.03
86.16
4
0.40
6.63
92.79
5
0.27
4.42
97.21
6
0.18
2.79
100.00
d.
Cumula tive %
Extraction Sums of Squared Loadings
% of Cumula Total Variance tive %
% of Cumula Variance tive %
Faktor lingkungan Untuk faktor lingkungan hanya ada 5 pertanyaan yang ditujukan kepada responden, dan berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai KMO yang dihasilkan mendekati 0,5 sehingga data yang ada masih dapat dikatakan layak untuk dianalisis lebih lanjut, walaupun jumlah contoh yang kurang. Proses analisis lanjutan menggunakan analisis komponen utama menunjukkan ada dua faktor lingkungan yang terbentuk yaitu faktor 1 yaitu pengelolaan limbah dan faktor 2 terkait dengan jumlah limbah. Variabel penyusun faktor 1 adalah pengelolaan limbah HCFC (Ling-3), jenis limbah lain non-HCFC (Ling-4) dan pengelolaan limbah lain non-HCFC (Ling-5). Untuk faktor 2 dibentuk oleh 2 variabel yaitu jumlah stok HCFC (Ling-1) dan jumlah sisa stok HCFC yang tidak terpakai (Ling-2). Dari proses analisis komponen utama yang disajikan dalam Tabel 4.5 diperoleh hasil bahwa dua faktor tersebut dapat terbentuk karena nilai eigen yang diperoleh > 1 sehingga terdapat variabel-variabel yang dapat membentuknya. Dari tabel tersebut juga dapat dijelaskan bahwa keberhasilan program alih teknologi HCFC ke non-HCFC dipengaruhi secara signifikan oleh dua faktor lingkungan yang terbentuk sebesar 75.41%, dan sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain.
29 Tabel 4.5 Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor lingkungan Compo nent
Initial Eigenvalues Total
1 2 3 4 5
2.08 1.69 0.67 0.38 0.18
Extraction Sums of Squared Loadings
% Comulat Total Variance if % 41.56 33.85 13.42 7.64 3.52
41.56 75.41 88.83 96.48 100.00
2.08 1.69
% Comu Variance latif % 41.56 33.85
41.56 75.41
Rotation Sums of Squared Loadings Total
% Comul Varian atif % ce
2.08 1.69
41.55 41.55 33.87 75.41
4.3 Potensi Alih Teknologi HCFC ke Non-HCFC Pemahaman dan persepsi responden Untuk mengetahui tingkat persepsi dan pemahaman pelaku industri tentang isu penipisan lapisan ozon dan pemanasan global, responden diberikan pertanyaan dengan respon menggunakan skala likerts, dengan kategori Tidak Tahu (TT), Cukup Tahu (CT), Tahu (T), dan Sangat Tahu (ST). Tabel 4.6 menyajikan hasil pembobotan pernyataan pemahaman pemangku kepentingan terhadap isu perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global yang dianalisis menggunakan pendekatan distribusi Z. Tabel 4.6 Transformasi nilai skor Z tentang pemahaman responden No. Pertanyaan PEM-1 PEM-2 PEM-3 PEM-4 PEM-5 PEM-6 Jumlah nilai skor Z Rata-rata
TT 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Nilai Skor Z CT T 2.060 3.400 2.060 3.400 0.600 1.810 2.060 3.510 1.470 2.600 -0.150 2.300 8.100 17.020 1.350 2.837
ST 4.690 4.690 3.400 5.090 3.390 3.390 24.650 4.108
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan nilai bobot untuk kategori TT, CT, T dan ST untuk masing-masing pertanyaan. Batas interval antar jenis kategori tersebut dapat dihitung dengan menghitung rata-rata dari nilai Z dari masing-masing kategori. Batas bawah dan batas atas ditentukan dengan membagi nilai skor Z yang paling besar dengan jumlah kategori, hasil
30 pembagian tersebut digunakan untuk menentukan interval masing-masing kategori. Gambar 4.3 menunjukkan titik-titik batas antar kategori. Gambar 4.4 menggambarkan batas bawah dari sikap pemahaman responden yang dimulai dari 0, dengan selang interval sebesar 1.175 untuk menyatakan TT, 2.0935 untuk CT, 3.4725 untuk T dan batas atas sebesar 4.108 untuk menyatakan responden ST. 4.108
2.837
1.350
0.000
Gambar 4.3 Titik batas antar kategori 2.0935
0.675
0.000 Tidak Tahu
Cukup Tahu
3.4725 Tahu
4.108 Sangat Tahu
Gambar 4.4 Batas bawah dan batas atas dengan selang interval Frekuensi dari sikap pemahaman responden terhadap topik perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global dinyatakan dalam bentuk persentase. Ada enam pertanyaan yang diajukan, sebagai berikut: a. PEM1= b. PEM2= c. PEM3= d. PEM4= e. PEM5= f. PEM6=
Isu perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global Bahan perusak ozon penyebab penipisan ozon dan pemanasan global Dampak penipisan ozon dan pemanasan global Kontribusi industri terhadap pencegahan penipisan ozon dan pemanasan global Peraturan larangan penggunaan bahan perusak ozon Jadwal penghapusan bahan perusak ozon
Secara grafik dapat digambarkan dalam gambar 4.5. berikut ini:
31 80
73 70
64
Tidak tahu Cukup tahu Tahu Sangat Tahu
73
64
64
60
Tingkat pemahaman (%)
50
45 36
40
30
18 18
20
18 18
18 9 9
10
0
0
PEM1 (Sd: +0.63)
PEM2 (Sd: +0.63)
9
18 9
9
9
9
9
0
0
PEM3 (Sd: + 0.75)
PEM4 (Sd: +0.54)
PEM5 (Sd: +0.79)
PEM6 (Sd: +0.82)
Topik pemahaman tentang perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global
Gambar 4.5 Tingkat pemahaman pelaku industri tentang isu perlindungan lapisan ozon dan perubahan iklim Perusahaan manufaktur refrigerasi yang menjadi responden dalam penelitian sudah mengetahui dengan baik mengenai isu penipisan ozon dan pemanasan global, karena memang isu ini merupakan isu global yang informasinya dapat diketahui dengan mudah. Pengetahuan tentang kedua isu ini memang harus dimiliki oleh perusahaan karena terkait juga dengan peraturan yang harus ditaati oleh mereka terkait dengan pengaturan bahan baku kimia yang digunakan yaitu HCFC yang masuk kategori bahan perusak ozon dan bahan berbahaya dan beracun. Informasi tentang peraturan dan jadwal penghapusan HCFC juga menjadi hal yang penting untuk diketahui, namun masih banyak perusahaan yang belum mengetahui mengenai adanya peraturan yang mengatur tentang konsumsi HCFC melalui pengaturan tata niaga impor HCFC. Terkait dengan jadwal penghapusan yang sudah ditetapkan oleh Protokol Montreal, banyak perusahaan yang masih belum mengetahui karena kurang sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Lokasi industri yang tersebar di banyak daerah menyebabkan sosialisasi belum berjalan dengan baik. Selain karena kurangnya sosialisasi, kurangnya pengetahuan tentang peraturan dan jadwal penghapusan HCFC juga dikarenakan sikap industri yang tidak menganggap bahwa adanya peraturan dan jadwal tersebut sangat penting bagi kelangsungan usaha mereka, sehingga pada saat pelaksanaan program pengurangan konsumsi HCFC dimulai banyak perusahaan yang masih belum siap.
32 Sedangkan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelaku industri manufaktur refrigerasi terhadap program-program yang telah dilaksanakan pemerintah maka dilakukan identifikasi melalui kuesioner dan wawancara secara langsung. Skala pengukuran menggunakan skala likert dengan kategori Tidak Puas (TP), Cukup Puas (CP), Puas (P) dan Sangat Puas (SP). Untuk mengukur bobot kriteria tiap kategori dianalisis dengan pendekatan distribusi Z. Hasil analisis tersebut disajikan dalam Tabel 4.7. Tabel 4.7 Transformasi nilai skor Z untuk tingkat kepuasan responden Kategori Pilihan No. Pertanyaan TP CP P SP PUAS-1 0.000 1.350 2.610 5.190 PUAS-2 0.000 1.590 2.800 3.400 PUAS-3 0.000 1.470 2.800 5.190 Jumlah 0.000 4.410 8.210 13.780 Rata-rata 0.000 1.470 2.737 4.593 Tabel 4.7 menjelaskan nilai bobot untuk kategori TP, CP, P dan SP dari tiga pertanyaan dan selanjutnya dihitung rata-ratanya untuk mengetahui batas interval untuk semua kategori yang merupakan titik batas antar jenis kategori tersebut. Dari hasil perhitungan tersebut batas interval antara tidak puas dengan cukup puas sebesar1.470, kemudian antara cukup puas dengan puas mempunyai nilai bobot skor Z sebesar 2.737, dan untuk batas atas interval sebesar 4.593 yang menyatakan sangat puas, seperti yang dijelaskan dalam Gambar 4.6. 2.737
1.470
0.000
4.593
Gambar 4.6 Titik batas antar jenis kategori Gambar 4.7 menjelaskan tentang batas bawah dan batas atas dari kategori pertanyaan TP, CP, P dan SP, serta selang interval antar kategori tersebut. 0.735
0.000 Tidak Puas
2.103 Cukup Puas
4.593
3.665 Puas
Sangat Puas
Gambar 4.7 Batas bawah, batas atas dan selang interval Gambar 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pelaku industri manufaktur refrigerasi yang menjadi responden pada penelitian ini merasa cukup puas terhadap program-program yang telah dilaksanakan oleh
33 pemerintah berupa penerbitan peraturan tentang pengaturan konsumsi bahan perusak ozon, demikian juga dengan kegiatan sosialisasi mengenai perlindungan lapisan ozon, dan juga pelatihan serta pendampingan oleh pemerintah kepada perusahaan. Ketidakpuasan beberapa perusahaan disebabkan oleh tidak meratanya program sosialisasi maupun pelatihan yang diberikan pemerintah, sehingga banyak industri yang merasa tidak dibina oleh pemerintah. Salah satu akibat dari ketidakpuasan tersebut adalah sikap masa bodoh industri terhadap program yang dilaksanakan oleh pemerintah. Faktor pendanaan menjadi masalah klasik dalam pelakasanaan program pemerintah, anggaran yang tidak mencukupi menjadi salah satu alasan mengapa sosialisasi dan pelatihan pendampingan untuk industri tidak dapat dilakukan secara merata kepada semua industri yang terkait dengan penggunaaan HCFC. Program pelatihan yang dirancang pemerintah saat ini masih ditujukan kepada perusahaan yang akan menerima bantuan hibah dari pemerintah, baik berupa peralatan maupun bantuan teknis lain. Pemerintah masih kurang melakukan pelatihan yang bersifat umum maupun khusus seperti contohnya pengelolaan bahan kimia HCFC untuk industri manufaktur. Dalam upaya mencapai target penghapusan BPO, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk mengatur tata niaga maupun penggunaan BPO. Namun demikian, sosialisasi maupun penyebarluasan informasi peraturan yang belum maksimal menyebabkan masih banyak pelaku usaha yang belum mengetahui adanya peraturan-peraturan tersebut. Daftar peraturan terkait pengaturan tata niaga dan penggunaan BPO ditunjukkan pada Lampiran 1. Salah satu perusahaan menyampaikan belum adanya peraturan yang khusus mengatur penggunaan HCFC pada industri manufaktur, dan peraturan yang ada saat ini masih ditujukan kepada industri jasa pemeliharaan dan perawatan sistem pendingin yang sudah ada. 80
73
Tingkat kepuasan (%)
70
64 55
60
Tidak puas Cukup Puas Puas
50 36
40
27
30 20 10 0
9
9
9
9
9
0
0
PUAS1 (Sd: +0.65)
PUAS2 (Sd: +0.75)
PUAS3 (Sd: +0.60)
Jenis program pemerintah Gambar 4.8 Tingkat kepuasan pelaku industri manufaktur refrigerasi Pertanyaan yang diajukan kepada responden terkait dengan tingkat kepuasan mereka mencakup (1) program peraturan yang sudah dikeluarkan
34
sumber informasi yang digunakan (%)
oleh pemerintah (PUAS1), 2) program sosialisasi yang dilaksanakan pemerintah (PUAS2), dan 3) program pendampingan dan pelatihan oleh pemerintah (PUAS3). Peran media massa dalam penyebarluasan informasi sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan suatu program. Isu pemanasan global dan perubahan iklim sudah mendunia berkat penyebarluasan informasi yang terus menerus. Hal yang sebaliknya terjadi terhadap isu penipisan lapisan ozon, bagi sebagian orang isu ini sudah cukup dimengerti dan dipahami namun masih lebih banyak orang tidak atau belum mengenal isu global ini yang mungkin kehadirannya lebih dulu dibanding isu perubahan iklim. Salah satu penyebabnya mungkin karena dampak dari penipisan lapisan ozon ini tidak tampak secara nyata seperti perubahan iklim yang dapat dirasakan dari adanya perubahan terhadap suhu permukaan, perubahan pola curah hujan, peningkatan frekuensi peristiwa iklim ekstrim yang dapat mengakibatkan bencana seperti banjir. Dari hasil kuesioner yang ditanyakan kepada responden mengenai sumber informasi mengenai program perlindungan lapisan ozon dan pemanasan gobal, diperoleh hasil sebagaimana disampaikan dalam gambar 4.9 bahwa mereka mendapatkan informasi dari sumber yang beragam, namun sebagian besar mendapatkan informasi dari internet, dan sebagian lagi dari koran dan majalah, serta sosialisasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. 45 36+1.79
40 35 30
27+1.79
27+1.79
25 20 9+1.79
15 10 5
0
0
0 Koran & Televisi & Internet ( C) Iklan (D) Sosialisasi lain-‐lain (F) Majalah (A) Radio (B) Pemerintah (E) Sumber informasi
Gambar 4.9
Sumber informasi tentang perlindungan lapisan ozon dan perubahan iklim
35 Potensi sosial Hasil analisis menggunakan PCA menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial yang memberikan kontribusi penting dalam proses alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC adalah adanya sertifikat kompetensi bagi pekerja, pengalaman kerja teknisi, ketrampilan pekerja, jumlah jam kerja, perlengkapan kerja, komitmen perusahaan dalam meningkatkan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) dan pelatihan K3 bagi pekerja. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa hanya 1 perusahaan yang melengkapi pekerjanya dengan sertifikat kompetensi yang terkait dengan pekerjaannya yang menggunakan HCFC. Modal sosial yang cukup penting adalah tingkat pendidikan dan kompetensi pekerja yang bekerja secara langsung dengan bahan kimia HCFC. Sebagian besar responden belum menyadari sepenuhnya tentang perlunya sertifikat kompetensi. 91% responden tidak mempersyaratkan dokumen sertifikat kompetensi bagi pekerjanya yang menangani HCFC, hanya 9% responden yang mempunyai pekerja bersertifikat kompetensi. Standar deviasi (Sd) yang digunakan +0.3. Mahalnya biaya untuk mendapatkan sertifikat kompetensi ini menjadi salah satu kendala bagi perusahaan dalam melengkapi pekerjanya dengan sertifikat kompetensi. Para pekerja yang bekerja di perusahaan manufaktur refrigerasi ini sebagian besar hanya berbekal pengalaman mereka bekerja, ditambah dengan latar belakang pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulus SMU atau SMK. Masalah sertifikat kompetensi untuk pekerja perusahaan manufaktur memang belum diatur dengan jelas, peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah (Lampiran 1), yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2007 hanya mengatur tentang kewajiban sertifikat kompetensi bagi pekerja di sektor jasa, yaitu jasa pemeliharaan dan perawatan sistem pendingin, bahkan pada tahun 2008-2009 pemerintah telah memberikan subsidi bagi teknisi bengkel yang akan melakukan ujian untuk mendapatkan sertifikat kompetensi. Namun sayang hal tersebut belum tersedia untuk para pekerja di sektor manufaktur. 91+0.3
Tingkat kepemilikan (%)
100 80 60 40 20
9+0.3
0 Ya
Tidak Persyaratan sertifikat kompetensi
Gambar 4.10 Kepemilikan sertifikat kompetensi pekerja di 11 perusahaan manufaktur refrigerasi
36
Tingkat pengelaman kerja di 11 perusahaan (%)
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa rata-rata pengalaman kerja yang dimiliki oleh pekerja di 11 industri manufaktur refrigerasi antara 3-6 tahun (82%), namun ada juga yang lebih dari 6 tahun (18%). Sd yang digunakan sebesar + 0.40. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
82+0.4
18+0.4 0
0
< 1
1–2
3–6
> 6
Pengalaman kerja karyawan (Tahun)
Gambar 4.11 Pengalaman kerja pekerja di industri manufaktur refrigerasi
Tingkat keahlian di 11 perusahaan (%)
Rata-rata tingkat pendidikan pendidikan pekerja di perusahaan responden adalah SMU dan/atau SMK dengan pengalaman kerja antara 3 sampai dengan 6 tahun. 55% responden menyatakan mereka mempersyaratkan pekerjanya yang bekerja di unit produksi mempunyai ketrampilan khusus, kemudian 36% responden yang mempersyaratkan pekerjanya mempunyai pendidikan khusus yang terkait dengan pekerjaan. yang dilaksanakannya, dan hanya 9% yang mewajibkan pekerja memiliki sertifikat kompetensi. Sistem kerja yang tidak memberlakukan sistem rotasi bagi pekerja menyebabkan setiap pekerja mempunyai spesialisasi keahlian tertentu. Keahlian tersebut menjadi modal pekerja dalam melakukan tugasnya. 60
36+0.65
55+0.65
50 40 30 20
9+0.65
10 0 perlu pendidikan tertentu
perlu ketrampilan khusus
perlu sertiVikat kompetensi
Kategori keahlian pekerjaan
Gambar 4.12 Ketrampilan dan pendidikan bagi pekerja
37
Tingkat aplikasi jam kerja di 11 perusahaan (%)
Proses produksi manufaktur refrigerasi merupakan jenis industri yang memerlukan tenaga kerja dengan keahlian atau ketrampilan khusus, terutama untuk pekerja yang berhubungan langsung dengan penggunaan HCFC di pabrik. Sifat HCFC sebagai bahan kimia berbahaya juga perlu ketrampilan khusus dalam menanganinya. Demikian juga dengan operasional mesin produksi yang cukup rumit diperlukan ketrampilan dan pendidikan yang khusus, bahkan bila diperlukan harus dilengkapi dengan sertifikat kompetensi. Gambar 4.12 menunjukkan bahwa rata-rata pekerjaan produksi di 11 industri manufaktur refrigerasi memerlukan ketrampilan khusus, terutama kaitannya dengan keamanan dan keselamatan kerja yang menggunakan bahan kimia. Gambar 4.13 menunjukkan jam kerja pekerja di 11 industri manufaktur refrigerasi yang menjadi cakupan penelitian, dan 91% responden menyatakan bekerja antara 5 sampai dengan 8 jam untuk satu kali shift kerja, dan 9% responden menyatakan bekerja lebih dari 8 jam per shift atau kadang harus lembur untuk memenuhi target produksi.Sd yang digunakan + 0.3. Jam kerja produksi yang efisien dan efektif dapat menjadi salah satu modal penting dalam proses alih teknologi HCFC karena dengan sistem kerja yang baik dan terarah maka perusahaan tidak akan kesulitan untuk melakukan migrasi sistem dari HCFC menjadi non-HCFC. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
91+0.3
9+0.3 0 <5
5 – 8
>8
Jam kerja karyawan (Jam/Shift)
Gambar 4.13 Jam kerja pekerja di 11 industri manufaktur refrigerasi Tingkat keamanan teknologi pengganti HCFC masih menjadi bahan perhatian utama dalam proses alih teknologi ini. Hal ini dapat dikaitkan dengan implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di perusahaan. Dengan menggunakan Sd sebesar + 0.75 18% responden menyatakan mereka hanya memberikan kacamata kerja, sarung tangan dan baju kerja bagi pekerjanya dalam melakukan pekerjaannya termasuk kegiatan yang menggunakan HCFC. Sementara 45% responden menyatakan memberikan kacamata, sarung tangan, dan sepatu sebagai kelengkapan kerja pegawainya. Kemudian, 36% responden memberikan peralatan keselamatan kerja yang lengkap berupa kacamata, sarung tangan, masker, sepatu dan baju kerja kepada karyawan di bagian produksi. Kesiapan perusahaan dalam pelaksanaan program keamanan dan keselamatan kerja (K3) menjadi salah
38
Tingkat penggunaan peralatandi 11 perusahaan (%)
satu jaminan bahwa program penggantian teknologi HCFC menjadi nonHCFC akan berhasil. Perusahaan-perusahaan kecil kebanyakan masih belum memahami mengenai pentingnya keamanan dan keselamatan kerja bagi karyawannya. Beberapa perusahaan bahkan tidak memberikan perlengkapan kerja yang memadai dan layak digunakan oleh para pekerjanya. 50
45+0.75 36+0.75
40 30
18+0.75
20 10 0
0
0
0
0
0
Kacamata, Kaca mata, Sarung Sarung Kacamata, Kacamata, sarung Semua (H) sarung sarung tangan, baju tangan, sarung Masker, tangan, tangan, baju tangan, kerja, sepatu tangan, sarung masker, kerja (A) sepatu (B) sepatu ( C) keamanan, penutup tangan (F) sepatu (G) penutup telinga (E) telinga (D)
Perlengkapan kerja karyawan
Gambar 4.14 Perlengkapan kerja karyawan di 11 industri manufaktur refrigerasi Komitmen perusahaan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan juga menjadi modal penting untuk menunjang keberhasilan proses alih teknologi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.15. Sebagian besar perusahaan (82%) menyatakan memberikan fasilitas kesehatan, memasang tata cara kerja di ruang produksi, memberikan perlengkapan kerja yang memadai bagi karyawan produksinya. Sedangkan 9% responden menyatakan hanya memasang tata cara kerja atau memberikan perlengkapan kerja, pengukuran dilakukan pada Sd sebesar +0.65. Namun masalah K3 ini juga menjadi hal yang sensitif bagi perusahaan, sehingga salah satu perusahaan tidak memperbolehkan untuk melakukan pengambilan gambar. Perusahaan besar, terutama perusahaan yang berafiliasi kepada perusahaan internasional lebih terbuka dalam memberikan informasinya. Mereka juga lebih peduli kepada keselamatan kerja karyawan.
Tingkat komitmen K3 di 11 perusahaan (%)
39 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
82+0.65
9+0.65
9+0.65 0
0
0
Komitmen perusahaan terhadap K3
Gambar 4.15 Komitmen perusahaan terhadap pelaksanaan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) Berdasarkan kajian potensi terhadap modal sosial tersebut diatas, 11 perusahaan manufaktur yang memproduksi peralatan pendingin dan pengatur udara yang ada di Jabodetabek secara pemahaman sudah cukup baik dan cukup siap dalam melakukan proses alih teknologi, sementara dari sisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pekerja, perusahaan responden dianggap cukup besar potensi kesiapannya dalam melakukan alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC. Ketrampilan pekerja dalam menangani penggunaan HCFC juga menjadi modal positif yang baik dalam keberhasilan proses alih teknologi, dan dari hasil kuesioner menunjukkan kesiapan sumber daya manusia yang cukup baik dari perusahaan responden dalam menghadapi kewajiban penggunaan teknologi baru pengganti HCFC. Namun demikian masih perlu peningkatan lagi, terutama terkait dengan penggunaan teknologi baru. Pemerintah sebagai pembuat regulasi perlu menerbitkan peraturan tentang kewajiban pekerja unit produksi yang menggunakan HCFC kompeten secara teknis yang ditunjukkan dengan sertifikat kompetensi. Saat ini peraturan yang ada baru mengatur kewajiban sertifikat kompetensi bagi pekerja yang melakukan retrofit dan daur ulang HCFC saja. Namun, peraturan tersebut juga dapat menjadi dilema bagi perusahaan, karena biaya untuk mendapatkan sertifikat tersebut cukup besar, dan dapat menambah biaya investasi perusahaan. Gambar 4.16 menyatakan bahwa sebagian besar perusahaan (73%) sudah melakukan pelatihan K3 secara rutin sebagai upaya meningkatkan kemampuan karyawannya dalam melaksanakan tugasnya dengan baik dan memperhatikan aspek keselamatan kerja. Namun demikian baru perusahaan besar yang melaksanakan kegiatan tersebut, dikarenakan sudah mendapatkan sertifikat ISO, melaksanakan peraturan ketenagakerjaan dan menyadari bahwa karyawan adalah aset perusahaan. Perusahaan-perusahaan kecil masih belum menyadari pentingnya pelatihan K3 bahkan dalam implementasinya sekalipun.
40
Tingkat pelaksanaan pelatihan (%)
80
73+0.47
70 60 50 40 27+0.47
30 20 10 0 Ya
Tidak Pelaksanaan pelatihan K3
Gambar 4.16 Pelaksanaan kegiatan pelatihan K3 Markandya dan Dale (2010) menyampaikan bahwa dalam proses alih teknologi perlu dilakukan peningkatan dan pembaharuan kapasitas sumber daya manusia yang terkait langsung dengan proses produksi yang menggunakan bahan kimia HCFC. Ketrampilan pekerja yang makin meningkat dan ditunjang dengan sertifikat kompetensi, maka terbuka peluang bagi pekerja untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Masalah keamanan dan keselamatan kerja terkait dengan teknologi baru tersebut juga menjadi hal penting lain yang harus diperhatikan. Dalam proses alih teknologi tersebut perlu adanya rancangan sistem yang baru baik sistem peralatan produksi, sistem kerja dan fasilitas kerja yang dapat mendorong karyawan dapat bekerja dengan baik, aman dan nyaman, terutama bila menggunakan bahan non-HCFC yang bersifat dapat terbakar seperti hidrokarbon dan cyclopentane. Penggantian teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC juga dapat mengurangi akumulasi dampak penipisan ozon terhadap manusia, seperti kanker kulit, katarak mata dan gangguan sistem kekebalan tubuh. Menurut Markandya dan Dale (2010), dengan adanya program alih teknologi HCFC dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs), yaitu target 1A (menanggulangi kemiskinan) melalui peningkatan penghasilan pekerja, target 1B terkait dengan peningkatan produktivitas pekerja melalui penerapan sistem kerja yang baik. Selain itu program alih teknologi ini juga berperan dalam mengurangi kesenjangan pendidikan bagi pekerja, khususnya pekerja wanita sesuai target 3A MDGs. Penggantian HCFC menjadi non-HCFC yang bertujuan memperbaiki kondisi lapisan ozon secara tidak langsung dapat membantu pencapaian target MDGs yang ke-6, yaitu tentang kesehatan masyarakat.
41 Potensi ekonomi Berdasarkan PCA faktor-faktor yang dianggap penting dalam memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program alih teknoogi dari HCFC menjadi non-HCFC adalah jumlah impor HCFC-22 dan HCFC-141b di 11 perusahaan responden, harga pembelian HCFC-22 dan HCFC-141b, cara responden memperoleh HCFC-22 dan HCFC-141b. Kebutuhan HCFC di Indonesia dipenuhi dengan cara impor, karena tidak ada produsen HCFC di Indonesia. Oleh karena itu nilai konsumsi HCFC Indonesia dihitung dari nilai impor. Berdasarkan hasil pengumpulan data, nilai konsumsi HCFC-22 dari 11 perusahaan responden mencapai 440.36 MT dengan nilai ekonominya mencapai kurang lebih Rp. 13 910 972 415. HCFC-141b dengan nilai konsumsi sebesar 135.88 MT dapat dihitung nilai ekonominya sebesar Rp. 5 027 920 000. Gambaran mengenai nilai ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Nilai ekonomi HCFC di 11industri manufaktur refrigerasi di Jabodetabek No.
Jenis HCFC
1 2
HCFC-22 HCFC-141b
Tingkat harga pembelian HCFC-22 di 11 perusahaan (%)
80
Jumlah Konsumsi (Kg) 440 360 135 880 Jumlah (Rp)
Nilai ekonomi(Rp/Kg)
Nilai Ekonomi (Rp)
31 590 37 000
13910 972 400 5 027 560 000 18938532400
73+0.54
70 60 50 40 30 20
18+0.54
9+0.54
10
0
0 <400.000
400.000 – 700.000
700.000 – 1.000.000
>1.000.000
Rentang harga pembelian HCFC-22 (Rp)
Gambar 4.17 Harga pembelian HCFC-22 Gambar 4.17 menyampaikan bahwa 73% responden membeli HCFC22 dengan rentang harga antara Rp. 400 000 sampai dengan 700 000.
42
Tingkat harga pembelian HCFC-141b di 11 perusahaan (%)
Mayoritas responden (83%) yang menggunakan HCFC-141b sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 4.18 menyatakan harga pembelian HCFC-141b antara Rp. 7 000 000-10 000 000, dan 17% perusahaan menyatakan membeli HCFC-141b dengan harga >Rp. 10 000 000. Data dari Unit Ozon Nasional (2010) menyebutkan bahwa pada tahun 2009, harga HCFC-22 sebesar kurang lebih Rp. 429 624 per tabung ukuran 13.6 kg, sedangkan harga HCFC-141b kurang lebih Rp. 9 250 000 per 1 drum isi 250 liter. Harga yang beredar di pasaran tidak ditentukan oleh pemerintah tetapi berjalan sesuai skema pasar yang ada. Mengingat HCFC diperoleh dengan cara impor maka nilai ekonominya juga bersifat fluktuatif mengikuti nilai mata uang dolar yang berlaku. 100
83+1.68
80 60 40 20 0
0
0
< 5.000.000
5.000.000 -‐ 7.000.000
17+1.68 7.000.000 -‐ 10.000.000
>10.000.000
Rentang harga HCFC-141b (Rp)
Gambar 4.18 Harga pembelian HCFC-141b
Cara pembelian HCFC di 11 perusahaan (%)
Bila dilihat dari cara pembelian, 73% perusahaan melakukan pembelian HCFC melalui distributor, kemudian 18% perusahaan menyatakan melakukan pembelian langsung kepada Importir Terdaftar yang sudah ditunjuk oleh Pemerintah, dan 9% perusahaan membeli pada penjual retail, gambaran prosentase cara pembelian HCFC yang dilakukan oleh 11 perusahaan disajikan dalam gambar 4.18. 73+0.54
80 70 60 50 40 30
18+0.54
20 10 0
9+0.54
0 Impor langsung
Importir Terdaftar/ Produsen
Distributor
Retail
Cara pembelian HCFC
Gambar 4.19 Cara pembelian HCFC oleh industri manufaktur refrigerasi
43 Perusahaan-perusahaan yang besar lebih banyak membeli langsung dari importir terdaftar (IT-BPO) karena kebutuhannya besar sehingga bila pembelian langsung kepada IT-BPO dapat dimasukkan ke dalam permohonan impor dari IT-BPO. Sesuai peraturan Menteri Perdagangan No. 3/M-DAG/PER/1/2012 tentang ketentuan impor bahan perusak lapisan ozon (BPO), impor BPO hanya bisa dilakukan oleh importir yang sudah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen BPO (IP-BPO) dan perusahaan yang sudah mendapat penetapan sebagai Importir Terdaftar BPO (IT-BPO). IT-BPO dapat melakukan impor BPO untuk diperdagangkan kembali, sedangkan IP-BPO hanya boleh melakukan impor untuk keperluan produksi sendiri dan tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan. Dengan adanya pengaturan tata niaga impor BPO diharapkan jumlah konsumsi HCFC menjadi lebih mudah diketahui karena adanya sistem pelaporan yang wajib dilakukan oleh para importir. Namun demikian, kegiatan impor ilegal HCFC juga masih dapat dijumpai terutama dilakukan di wilayah-wilayah perairan yang tidak terlalu ketat penjagaannya. Adanya impor ilegal ini yang kadang menyebabkan tidak terpantaunya jumlah konsumsi HCFC, dan kualitas dari HCFC tersebut juga tidak dapat dipastikan. Kegiatan impor ilegal ini berpotensi mengganggu program alih teknologi HCFC untuk penghapusan HCFC secara nasional, karena persediaan HCFC yang seharusnya berkurang sesuai dengan skenario yang telah dibuat menjadi terganggu karena adanya pasokan HCFC ilegal. Terkait dengan potensi ekonomi bahan pengganti HCFC-22 dan HCFC-141b, dari daftar harga yang diperoleh dari retailer, harga bahan pengganti masih berada di rentang harga yang bervariasi tetapi lebih tinggi dari HCFC-22, rata-rata Rp. 600 000,-. Salah satu kendala dalam pelaksanaan transfer teknologi adalah pembiayaan karena memerlukan biaya investasi yang cukup besar, karena adanya beberapa kegiatan penggantian dan modifikasi. Biaya investasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk proses alih teknologi tersebut rata-rata US$ 450 000. Potensi teknis Faktor-faktor yang dianggap penting dalam proses alih teknologi ini adalah faktor jenis HCFC yang digunakan, alasan penggunaan HCFC, jenis teknologi yang dipilih, jenis penggantian yang akan dilakukan dan alasan dari penggantian teknologi HCFC. a.
Konsumsi HCFC secara nasional Setiap tahun, negara peratifikasi Protokol Montreal wajib memberikan laporan data realisasi konsumsi dan produksi Bahan Perusak Ozon (BPO) kepada Sekretariat Ozon. Berdasarkan data realisasi yang dihimpun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dari permohonan dan laporan realisasi impor dari para Importir Terdaftar maupun Importir Produsen diperoleh data sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.9. Menurut Dokumen HPMP yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2010 dinyatakan bahwa kebutuhan HCFC
44 nasional dipenuhi melalui kegiatan import dari Canada, China, India, Belanda, Singapura dan Amerika Serikat.
a
Tabel 4.9 Jumlah realisasi impor HCFC nasional pada tahun 2009a No. Jenis HCFC Jumlah (MetrikTon/MT)b 1 HCFC-22 4 598.93 2 HCFC-141b 737.60 3 HCFC 123 37.63 4 HCFC 124 0.14 5 HCFC Polycold 0.0475 5 374.35 Jumlah
Sumber: KLH 2010; bdata realisasi impor HCFC 2009
Jumlah konsumi HCFC (MT)
Jumlah impor HCFC yang terbesar adalah HCFC-22 yang digunakan di sektor refrigerasi dan AC yang merupakan sektor pengguna terbesar. Oleh karena itu dalam pelaksanaan penghapusan HCFC menjadi prioritas utama. Selanjutnya diurutan kedua adalahHCFC-141b yang digunakan sebagai bahan pengembang (blowing agent) pada industri sektor busa (foam) dan industri refrigerasi dalam kegiatan produksi sandwich panel yang nantinya akan dirakit menjadi produk pendingin. Jadwal penghapusan HCFC dimulai pada tahun 2013 dengan menetapkan waktu pembekuan, dalam arti mulai tahun 2013 tidak boleh ada penambahan jumlah impor HCFC lagi. Dengan kuota impor yang ditetapkan setiap tahun dapat diatur jumlah pengurangan konsumsi HCFC setiap tahun. Jika baseline yang berasal dari perhitungan rata-rata konsumsi 20092010 diperoleh angka 6261.05 MT, maka skenario pengurangan konsumsi HCFC sesuai dengan jadwal penghapusan bertahap yang ditetapkan oleh Protokol Montreal, maka skenario konsumsi HCFC untuk Indonesia sampai tahun 2030 adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar4.19. 7000 6000
6261.05 5634.95
6261.05
5000
4069.68
4000 3000
2034.84
2000 1000
156.53
156.53
0 Baseline (rata-rata 2009-2010)
2013
2015
2020
2025
2030
Pemeliharaan (2,5%)
Durasi waktu penghapusan HCFC (Tahun) a
Sumber: KLH 2010
Gambar 4.20 Skenario pengurangan HCFC Indonesia tahun 2009 - 2030
45 Jumlah konsumsi HCFC nasional tahun 2009 sudah disampaikan dalam tabel diatas, untuk jumlah konsumsi HCFC-22 dan HCFC-141b di 11 industri manufaktur refrigerasi yang menjadi responden penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Jumlah konsumsi HCFC di Industri Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek tahun 2009 No. Perusahaan Jenis HCFC HCFC-22 HCFC-141b (MT) (MT) 1 PT. A 68.48 2 PT. B 78.98 3 PT. C 9.78 4 PT. D 11.88 5 PT. E 28.90 44.10 6 PT.F 19.12 33.46 7 PT. G 28.56 42.84 8 PT. H 5.84 8.76 9 PT. I 2.44 3.66 10 PT.J 2.04 3.06 11 PT. K 184.34 JUMLAH 440.36 135.88 Alasan penggunaan HCFC Mayoritas para pelaku industri (73%) menyatakan bahwa HCFC mudah dalam penggunaannya tidak memerlukan perlakuan khusus. Kemudian 27% responden menyatakan bahwa dengan menggunakan HCFC kualitas produk yang dihasilkan lebih bagus.
Tingkat alasanpenggunaan HCFC (%)
b.
80 70 60 50 40 30 20 10 0
73+0.93
27+0.93 0 Mudah digunakan
Murah biaya produksinya
0 Kualitas hasil Hemat bahan bagus baku dan energi
Alasan penggunaan HCFC
Gambar 4.21 Alasan perusahaan menggunakan HCFC Penggunaan HCFC masih mudah dijumpai karena berbagai alasan, salah satunya adalah karena adanya larangan konsumsi BPO jenis CFC menyebabkan peningkatan penggunaan HCFC sebagai alternatif sementara. Disebut sementara karena HCFC masih mengandung bahan yang dapat
46 menguraikan ikatan molekul ozon, selain itu juga HCFC mempunyai nilai potensi penyebab pemanasan global yang masih cukup signifikan. Kemudahan penggunaan seperti halnya penggunaan CFC menyebabkan penggunaan HCFC-22 masih dominan di sektor pendingin. Selain itu jugaHCFC-141b juga dapat dicampur dengan bahan isocyanat dan polyol yang kemudian dikenal dengan HCFC blended polyol untuk pembuatan busa yang menghasilkan kualitas produk yang cukup bagus menyebabkan HCFC disukai penggunaannya. Selain itu harganya yang kompetitif menjadi pertimbangan penggunaan HCFC jenis ini. c.
Kegiatan penggantian yang akan dilakukan Dari hasil wawancara terhadap responden yang dikunjungi, sebagian besar perusahaan menyatakan pertimbangannya untuk melakukan penggantian teknologi dari teknologi yang menggunakan HCFC menjadi bahan lain yang sesuai dengan kualitas produk yang diharapkan tetapi tidak memberatkan mereka dalam hal biaya investasi. Apabila dilakukan keharusan untuk melakukan penggantian HCFC diterapkan, pelaku industri menyatakan bahwa mereka akan melakukan modifikasi terhadap mesin atau peralatan yang sudah ada (73% perusahaan), kemudian sisanya masing-masing 9% perusahaan menyatakan akan melakukan penggantian mesin atau peralatan dengan sistem yang baru, melakukan penggantian bahan saja, dan melakukan penggantian model. Secara grafik dapat dilihat pada gambar 4.21.
Tingkat aplikasi alih teknologi (%)
80
73+1.18
70 60 50 40 30 20 9+1.18
10
9+1.18
9+1.18 0
0
0
Replacement Penggantian ModiVikasi Pindah lokasi Penggantian Penggantian Mesin & Bahan jenis produk model Peralatan Jenis kegiatan alih teknologi HCFC
Gambar 4.22
Jenis kegiatan alih teknologi yang akan dilakukan oleh perusahaan
Jenis kegiatan alih teknologi yang dilakukan olehperusahaan terkait dengan pembiayaan, oleh karena itu tidak semua sistem dalam proses produksi perusahaan akan diganti dengan yang baru. Hal yang mungkin
47 dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan modifikasi dan penyesuaian sistem dan peralatan kerjanya dengan sistem yang baru. Karakteristik yang berbeda dari tiap jenis bahan kimia menyebabkan perbedaan sistem. Alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC berpengaruh terhadap perubahan kompresor karena jenis pendingin yang berbeda, dan jenis coil yang berbeda pula.Untuk proses manufaktur di perusahaan penghasil peralatan pendingin ada beberapa hal yang harus dimodifikasi, diganti maupun disesuaikan, yaitu: 1. Melakukan perancangan ulang sistem produksi dan produk 2. Mengubah dais atau cetakan (mould) 3. Mengurangi ukuran diameter pipa dari 3/8 menjadi ¼ sehingga perlu mengubah mesin fin press, hairpin 4. Mengubah susunan pipa menjadi sebaris-sebaris 5. Mengubah jarak pipa menjadi 1.4 karena ukuran pipa berubah 6. Mengganti mesin mandrel/ekspander dengan mesin yang bebas pelumas 7. Perubahan ukuran badan peralatan pendingin luar menjadi lebih kecil 8. Modifikasi terhadap peralatan charging 9. Menyediakan charging service area yang lebih baik karena sifat bahan pengganti yang dapat terbakar d.
Rencana teknologi pengganti HCFC yang dipilih Dari hasil survey dihasilkan 45% responden belum memikirkan ataupun mempertimbangkan teknologi pengganti apa yang akan digunakan untuk menggantikan HCFC karena memerlukan perhitungan dan pertimbangan masak-masak dari semua sisi, sedangkan 55% responden menyatakan bahwa mereka akan menggantikan HCFC dengan HFC, terutama HFC-32 dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Selain itu pemilihan HFC-32 menjadi alternatif pengganti karena rekomendasi yang diberikan konsultan yang ditunjuk oleh pemerintah pada saat melakukan survey lapangan dan melakukan berbagai kajian dan pertimbangan sesuai informasi dan kondisi teknis perusahaan. 82% responden menyatakan akan menggantikan HCFC-141b dengan cyclopentane yang termasuk dalam kategori hidrokarbon, dan 12% responden menyatakan belum tahu karena belum ada arahan dari pemerintah. Penggantian jenis HCFC dengan nonHCFC merupakan kewajiban perusahaan, dengan demikian jenis teknologi pengganti yang akan digunakan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan faktor keuangan yang dimiliki oleh perusahaan.
48
Tingkat penggunaan pengganti HCFC-22 (%)
60
55+0.52 45+0.52
50 40 30 20 10
0
0
0
0 HFC
Hidrokarbon
Amonia
Karbondioksida
Tidak ada respon
Pilihan teknologi alternatif pengganti HCFC-22
Tingkat penggunaan pengganti HCFC-141b (%)
Gambar 4.23 Pilihan teknologi pengganti HCFC-22
90
82+0.82
80 70 60 50 40 30
18+0.82
20 10 0
0 HFC
0 Cyclopentane
Air
Tidak ada respon
Pilihan teknologi alternatif pengganti HCFC-141b
Gambar 4.24 Pilihan teknologi pengganti HCFC-141b HFC-32 atau R32 banyak dipilih oleh perusahaan responden sebagai pengganti HCFC-22 selain karena rekomendasi pemerintah, juga karena secara teknis mudah dan luas jangkauan aplikasinya, tidak terbatas unit besar atau kecil, dan dapat diaplikasikan untuk peralatan pendingin dan pengatur udara. Selain itu dilihat dari sisi pemanasan global, mempunyai nilai GWP yang cukup rendah yaitu 675, umur tinggal di atmosfer yang pendek yaitu 4.9 tahun dan efisiensi energinya lebih besar 10% dibandingkan dengan jenis bahan pengganti yang lain. Sementara untuk pengganti HCFC-141b, ada dua pilihan tergantung kemampuan pembiayaan perusahaan. Untuk perusahaan besar sebagian besar memilih untuk menggantikannya dengan cyclopentane atau hidrokarbon, karena secara
49 aplikasi lebih mudah dan tidak terlalu banyak modifikasi yang harus dilakukan. Selain itu juga bahan ini sudah tidak mengandung bahan perusak ozon atau mempunyai nilai ODP nol, dan nilai GWP yang rendah. Untuk perusahaan skala kecil dan menengah bahan alternative yang akan dipilih adalah HFC-245fa. Saat ini sudah tersedia beberapa alternatif teknologi pengganti HCFC baik yang berasal dari alam maupun sintetik. Daftar teknologi pengganti dan aplikasinya ditunjukkan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Teknologi pengganti HCFC Jenis Bahan GWP Aplikasi Keterangan Amonia 0 Refrigerasi Masih punya kendala industri, chiller dengan sifat mudah terbakar dan toksisitas CO2 1 Peralatan Perlu rancang ulang pendingin baru terhadap sistem komersial, AC yang berdampak mobil terhadap biaya investasi Hidrokarbon <15 Peralatan Masih punya kendala refrigerasi dengan sifat domestik skala flammability, tidak kecil dan dapat digunakan secara komersial luas pada sistem dengan kapasitas besar HFC-32 675 Peralatan Komponen tunggal pendingin refrigeran, sedikit komersial skala flammable, tekannya kecil dan AC lebih tinggi, jumlah pengisian refrigeran per unit HFC-134a 1300 Peralatan Tidak efisien pada pendingin sistem temperatur domestik dan rendah dan aplikasi komersial dengan refrigerasi industri, temperatur menggunakan oli medium sintetik HFC-407c 1520 AC Karakteristiknya mendekati HCFC-22, sedikit lebih efisien dibandingkan dengan HCFC-22 HFC-410a 1710 AC Merupakan campuran antara R32 dan R125, GWP tinggi karena masuk dalam golongan HFC.
50 Lanjutan Tabel 4.11 Jenis Bahan GWP Aplikasi HFC-404a 3260 Peralatan pendingin temperatur rendah HFC-507 3900 Peralatan pendingin temperatur rendah a
Keterangan GWP tinggi karena masih termasuk dalam HFC Merupakan campuran antara HFC-125 dan HFC-143a
Sumber: KLH 2010
e.
Alasan penggantian Tabel 4.24 menyatakan bahwa sebagian besar industri (82%) menyatakan bahwa penggantian HCFC dilakukan karena adanya penerapan peraturan tentang pengurangan konsumsi HCFC, sedangkan 9% responden menyatakan karena alasan lain yaitu karena akan mengganti jenis produknya dan mengganti bahan baku (9%). Apabila tidak ada peraturan tentang pengurangan bertahap penggunaan HCFC kemungkinan para pelaku usaha juga tidak akan melakukan alih teknologi karena kenyamanan yang sudah diperoleh saat ini.Dari sisi teknologi, ada beberapa kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh suatu teknologi untuk dapat menggantikan teknologi HCFC yang saat ini digunakan, yaitu : 1) Teknologi tersebut sudah teruji dan cukup matang 2) Produk akhir dan kinerja tetap terjaga dari sisi kualitas 3) Biaya konversinya rendah dan tidak terlalu mengganggu kegiatan operasional manufaktur saat ini 4) Memenuhi ketentuan standar lokal dan internasional untuk kesehatan, keamanan dan lingkungan 5) Mempunyai emisi Setara CO2 yang rendah baik secara langsung maupun tidak langsung. 6) Dapat diimplementasikan dalam jangka waktu pendek Tingkat alasan penggantian HCFC (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
82+1.83
9+1.83
9+1.83
Penggantian Penggantian jenis produk bahan
0
Peralatan rusak
0
0
Revitalisasi Penggantian Peraturan usaha Manajemen Pemerintah
Alasan alih teknologi
Gambar 4.25 Alasan penggantian HCFC oleh pelaku industri
51 Sedangkan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah bahan pengganti yang nantinya akan digunakan untuk menggantikan HCFC adalah: a. Memiliki sifat fisika dan kimia yang menguntung bagi semua aplikasi b. Inert dan stabil c. Kompatibel dengan bahan yang sekarang ada d. Lebih diutamakan yang tidak mudah terbakar e. Tidak beracun f. Mempunyai nilai ODP nol dan GWP yang rendah g. Mudah diperoleh Potensi lingkungan
Tingkat penyimpanan HCFC per bulan di 11 perusahaan (%)
Terkait dengan pengelolaan limbah HCFC dan limbah lain yang dihasilkan dalam proses produksi diperoleh informasi bahwa jumlah stok HCFC yang ada digudang mencapai jumlah kurang dari 68 kg dalam sebulan (64%), namun ada juga yang menyimpan lebih dari jumlah tersebut (27%), dan 9% responden tidak memberikan respon terhadap pertanyaan tersebut. Sedangkan untuk sisa stok yang tidak terpakai dan menjadi limbah karena berbagai alasan, sebagian besar (82%) menyatakan tidak ada stok yang tersisa, sedangkan 9% responden menyatakan kurang lebih 13.6 kg yang tidak digunakan dan menjadi limbah, kemudian 9% responden tidak menjawab pertanyaan tersebut. Terkait dengan pengelolaan limbah HCFC maupun limbah lain 55% responden menyatakan dibiarkan begitu saja, 36% responden menyatakan dilakukan lain-lain seperti dijual atau dikembalikan ke distributor, dan 9% dibuang di tempat penimbunan sampah. 70
64+0.6
60 50 40 27+0.6
30 20
9+0.6
10
0
0 Tidak ada respon
< 5
5 – 10
> 10
Jumlah stok (drum/bulan)
Gambar 4.26 Jumlah stok HCFC yang disimpan dalam gudang
90
82+0.45
80 70 60 50 40 30 20
9+0.45
9+0.45
10
0
0
3-‐5
>5
0 Tidak ada respon
0
1-‐3
Jumlah stok tidak terpakai (drum/bln)
Gambar 4.27 Jumlah stok HCFC yang tidak terpakai/kadaluarsa 60 Tingkat pengelolaan limbah HCFC (%)
Tingkat jumlah stok HCFC yang tidak terpakai (%)
52
55+1.44
50 40 30 20
18+1.44
18+1.44 9+1.44
10 0
0 Tidak ada respon
Dibiarkan
Dibuang ke Dikelola di penimbunan fasilitas sampah pengolah limbah
Lain-‐lain
Pengelolaan limbah HCFC
Gambar 4.28 Proses pengelolaan limbah HCFC yang tidak terpakai
Tingkat produksi limbah non-HCFC (%)
53 80
45+2.09
55+2.09
70 60 50 40 30 20 10
0
0
0
0
0 Tidak ada respon
Oli
Limbah cair Busa sisa produksi
Logam
Kertas
Jenis limbah non-HCFC yang dihasilkan
Gambar 4.29 Limbah lain yang dihasilkan Salah satu alasan percepatan penghapusan HCFC adalah karena potensi penyebab pemanasan global bahan tersebut yang cukup besar disamping dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon. Dari hasil perhitungan diperoleh potensi pengurangan gas rumah kaca untuk HCFC-22 dan HCFC-141b sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.12.
Tingkat pengelolaan limbah non HCFC (%)
80 70
55+1.96
60 50 36+1.96
40 30 20 9+1.96
10
0
0 Tidak ada respon
0
Dibiarkan
Dibuang ke penimbunan sampah
Dikelola di fasilitas pengolah limbah
Pengelolaan limbah lain non-HCFC
Gambar 4.30 Pengelolaan limbah jenis lain
Lain-‐lain
54 Tabel 4.12 Potensi penyebab perusakan ozon dan pemanasan global dari penggunaan HCFC-22 dan HCFC-141b Jenis HCFC HCFC-22 HCFC-141b Potensi Jumlah Potensi No. Perusahaan Jumlah Emisi GRK konsumsi Emisi GRK Konsumsi (Setara (Metrik (Setara CO2) (MT) CO2) Ton/MT) (GWP=1810) (GWP=725) 1 PT. A 68.48 123 948.80 2 PT. B 78.98 142 953.80 3 PT. C 9.78 17 701.80 4 PT. D 11.88 21 502.80 5 PT. E 28.9 52 309.00 44.1 31 972.50 6 PT. F 19.12 34 607.20 33.46 24 258.50 7 PT. G 28.56 51 693.60 42.84 31 059.00 8 PT. H 5.84 10 570.40 8.76 6351.00 9 PT. I 2.44 4416.40 3.66 2653.50 10 PT. J 2.04 3692.40 3.06 2218.50 11 PT. K 184.34 333 655.40 JUMLAH 440.36 797 051.60 135.88 98 513.00 Potensi HCFC-22 sebagai bahan perusak ozon yang dapat dihapus dengan program alih teknologi ini sebanyak 440.36 MT atau 24.22 ODP ton (1 ODP ton HCFC-22=18.18), sementara untuk HCFC-141b sebanyak 135.88 MT atau 14.99 ODP ton (1 ODP ton HCFC-141b=9.06). Sedangkan potensi gas rumah kaca HCFC-22 sebanyak 797 051.60 setara CO2, dan HCFC-141b sebanyak 98 513 setara CO2. HCFC termasuk refrigeran yang memerlukan penanganan khusus karena sifatnya yang berpotensi menimbulkan luka apabila ceroboh dalam penanganannya. Tempat penyimpanan juga harus diperhatikan supaya tidak terjadi kebocoran, karena HCFC masuk dalam daftar bahan berbahaya dan beracun sesuai PP No. 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. Penanganan HCFC yang salah dapat menyebabkan terlepasnya HCFC ke atmosfer sehingga dapat dikatakan melakukan tindakan yang dapat merusak lingkungan. HCFC yang sudah tidak terpakai karena berbagai sebab seperti kadaluarsa, rusak atau sisa pakai harus dikelola secara benar sesuai Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Kendala yang dihadapi saat ini adalah belum tersedianya fasilitas pengelolaan limbah HCFC yang memadai dari segi jumlah, karena hanya ada satu fasilitas pengelolaan limbah BPO di Indonesia, yaitu fasilitas yang dikelola oleh PT. Geocycle yang merupakan anak perusahaan PT. Holcim Indonesia. Proses pemusnahannya memanfaatkan temperatur tinggi
55 (+2000°C) dari tungku pembakar (burner) pada cement kiln. Biaya pemusnahan BPO yang masih mahal juga menjadi kendala untuk pengelolaan limbah HCFC ini. Untuk 1 kg HCFC dikenakan biaya $US 5, sehingga saat ini fasilitas tersebut belum berjalan maksimal, dan limbah HCFC masih belum tertangani dengan baik. Selain limbah HCFC, limbah lain yang dihasilkan dalam proses produksi peralatan pendingin juga harus mendapat perhatian, karena dapat menjadi masalah dalam upaya menjaga lingkungan. Dalam kegiatan produksi peralatan pendingin, limbah lain yang dihasilkan antara lain berupa potongan logam (scrap), kertas dan oli. Beberapa perusahaan yang menjadi responden tidak bersedia merespon masalah limbah ini. Sementara perusahaan lain sudah mulai menerapkan produksi bersih dengan memanfaatkan kembali limbah tersebut dalam bentuk lain ataupun menjual limbah tersebut kepada vendor lain. Untuk memenuhi komitmen Indonesia yang secara sukarela akan menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dengan kondisi BAU dan 41% apabila ada skenario bantuan pendanaan dan teknologi, penghapusan HCFC dengan potensi pengurangan GRK sebesar 895 564.60 setara CO2juga harus dimasukkan sebagai kontribusi terhadap 26% tersebut, walaupun HCFC tidak masuk dalam pengaturan dalam Protokol Kyoto.Variabel sosial dan kesehatan kerja dalam mendukung proses alih teknologi
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Faktor sosial yang berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan program alih teknologi dari HCFC ke non-HCFC mencakup kompetensi pekerja, pengalaman kerja dan pelaksanaan program keamanan dan keselamatan kerja (K3). Faktor ekonomi yang memberikan kontribusi penting dalam keberhasilan program pengurangan HCFC melalui alih teknologi adalah jumlah pembelian HCFC, harga HCFC-22, dan harga HCFC-141b, serta cara perusahaan mendapatkan suplai HCFC. Keberhasilan program alih teknologi dari HCFC ke non-HCFC juga dipengaruhi oleh variabel-variabel yang masuk dalam faktor teknis, yaitu jenis HCFC yang digunakan, alasan penggunaan HCFC, jenis kegiatan alih teknologi yang akan dilaksanakan, rencana bahan pengganti HCFC baik HCFC-22 maupun HCFC-141b, serta alasan melakukan alih teknologi. Faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh penting dalam keberhasilan program penggantian teknologi HCFC adalah jumlah stok HCFC dan proses pengelolaan limbah yang dilakukan baik untuk limbah HCFC maupun jenis limbah lain yang dihasilkan. Potensi sosial yang dimiliki oleh industri manufaktur yang berupa kapasitas sumber daya manusia sudah cukup memadai dan siap menghadapi
56 proses alih teknologi dari HCFC ke non-HCFC. Kompetensi pekerja masih perlu ditingkatkan, perlu ada insentif dari pemerintah.Komitmen perusahaan cukup baik dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja pegawainya dirasakan cukup dalam menghadapi proses alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC. Potensi ekonomi HCFC yang dimiliki oleh 11 industri manufaktur refrigerasi di Jabodetabek cukup besar yaitu mencapai Rp. 18 938 532 400. Harga HCFC-22 dan HCFC-141b masih bervariasi dengan harga rata-rata mencapai Rp. 429 624 untuk HCFC-22, dan Rp. 9 250 000 untuk HCFC141b. Pembelian melalui distributor lebih banyak dilakukan oleh perusahaan manufaktur refrigerasi di wilayah Jabodetabek. Jenis HCFC yang banyak digunakan pada sektor manufaktur refrigerasi adalah HCFC-22 sebagai bahan pendingin dan HCFC-141b sebagai bahan pengembang pada proses pembuatan panel busa. Peraturan pemerintah tentang larangan impor dan penggunaan HCFCmerupakan alasan utama perusahaan melakukan alih teknologi dari HCFC ke nonHCFC. Untuk bahan pengganti HCFC, sebagian besar memilih menggunakan HFC-32 karena dari sisi harga cukup kompetitif dan mempunyai jangkauan yang luas dalam aplikasinya. Selain itu karena rekomendasi dari tim ahli pemerintah. Sedangkan untuk penggantian HCFC-141b untuk perusahaan besar memilih menggunakan cyclopentane yang termasuk golongan bahan hidrokarbon, sementara untuk perusahaan skala kecil dan menengah lebih memilih menggunakan HFC-245fa. Pengembangan sistem yang murah dan mudah untuk pengelolaan limbah atau sisa stok HCFC sangat diperlukan oleh industri. Kontribusi pengurangan HCFC-22 sebanyak 440.36 MT atau 24.22 ODP ton, dan untuk HCFC-141b sebanyak 135.88 MT atau 14.99 ODP ton. Sementara untuk potensi emisi Gas Rumah Kaca yang dapat dikurangi sebanyak 895564.60 setara CO2. 5.2 Saran 1. 2. 3.
Pengawasan dan penerapan peraturan yang lebih intensif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya importasi HCFC ilegal maupun pengawasan secara rutin terhadap penggunaan dan pengelolaan HCFC. Perlu adanya peraturan khusus yang mengatur tentang penanganan HCFC di kegiatan manufaktur, karena peraturan yang ada saat ini baru untuk kegiatan pemeliharaan/perawatan. Perlu juga dilakukan penelitian tentang valuasi ekonomi dari program alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC yang dapat mendukung rekomendasi Protokol Montreal tentang bahan yang bebas ODP dan rendah karbon serta dapat memberikan kontribusi terhadap ekonomi hijau dalam skala makro di suatu wilayah.
57
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2000. The Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer. Nairobi. UNEP Aucamp, Pieter J. 2006. Questions and Answers about the Environmental Effects of the Ozone Layer Depletion and Climate Change. EEAP.Faerie Glen (SA).UNEP. Aucamp, Pieter J and Bjorn, LO. 2010. Questions and Answers about the Environmental Effects of the Ozone Layer Depletion and Climate Change: 2010 Update. Nairobi. EEAP,UNEP. Berglof, K. 2010. Alternatives to HCFCs in the Refrigeration and Air Conditioning Sector. Paris. UNEP DTIE. Bournay, E. 2007. Ozone Depletion and Climate Change, dari Koleksi : Vital Ozone Graphic. Diunduh pada 28 Januari 2013. Tersedia pada http://www.grida.no/graphicslib/detail/ozone-depletion-and-climatechange_1667 Hidayat, A., Widyarissantie, A., dan Asnahati, T. 2010. Mari Bertanya Tentang Ozon dan Permasalahannya. Jakarta. KLH. HM Government. 2011. Impact Assessment Toolkit: How To Do an Impact Assessment. London. The National Archives. Honeywell. 2000. Safety Data Sheet, media online. diunduh pada 17 Desember 2013. Tersedia pada http://www.srw.co.uk/SDS/msdsr22_honeywell.pdf Indartono, Y.S., 2009. Perlindungan Lapisan Ozon, Perubahan Iklim, dan Efisiensi Energi: Manfaat Ganda dari Implementasi Protokol Montreal Pada Sektor Refrigerasi Terhadap Perubahan Iklim. Jakarta. KLH. IPCC and TEAP. 2005. IPCC/TEAP Special Report: Safeguarding the Ozone layer and the Global Climate Sistem: Issues Related to Hydrofluorocarbons and Perfluorocarbons. Nairobi. UNEP. KLH and UNDP. 2010. Indonesia HCFC Phase-out Management Plan (HPMP Stage-1) for Compliance with the 2013 and 2015 Control Targets for Annex- C, Group-1 Substances. Jakarta. KLH. KLH. 2011. Kumpulan Peraturan Tentang Bahan Perusak Ozon. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup.
58 Kozakiewicz, J. 2010. HCFC Policy & Legislative Options, A Guide for developing countries. Paris. UNEP DTIE. Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Country Programme Report 2009. Jakarta. KLH. Markandya, A., dan Dale, N. 2012. The Montreal Protocol and the Green Economy. Paris. UNEP DTIE. Moeloek, N., Bani A., Karel, S., Riono, P., dan Mangunsong, C. 2010, Studi Dampak Penipisan Lapisan Ozon Terhadap Prevalensi Katarak Mata di Indonesia. Jakarta. KLH. NASA Ozone Watch, media online. Diunduh pada 13 Januari 2013. Tersedia pada http://ozonewatch.gsfc.nasa.gov/meteorology/annual_data.html Photobucket, media online. Diunduh pada 13 Januari 2013. Tersedia pada s1116.photobucket.com/user/masverde/media/as-HCFC-141B-.jpg.html Photobucket, media online. Diunduh pada 13 Januari 2013. Tersedia pada s1116.photobucket.com/user/masverde/media/as-HCFC-22Clorodifluoromethane-.jpg.html Sangadji dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian, Pendekatan Praktis Dalam Penelitian. Yogyakarta. Penerbit Andi. Sappaile, BI. 2007. Pembobotan Butir Pernyataan Dalam Bentuk Skala Likert Dengan Pendekatan Distribusi Z.Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 64(13), 5-7. Shende, R., Coulomb, D., Asinari, P., Cavalini, A., Halozan, H., and Patrick, A 2006. Ozone Depletion, Climate Change and Energy Efficiency.Cassale Monferrato. Ministry of Environment of Italy dan UNEP. Sivasakthivel. T dan K.K. Siva Kumar Reddy. 2011. Ozone Layer Depletion and Its Effects: A Review. International Journal of Environmental Sciene and Development, Vol. 2, No. 1. US EPA, 2011, Health and Environment Effect of Ozone Layer Depletion, online media. Diunduh pada 13 Januari 2013. Tersedia pada http://www.epa.gov/ozone/science/effects/
59 Lampiran 1. Peraturan nasional tentang program penghapusan BPO No. 1
2
3
4
No. dan Judul Peraturan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 57 (4) : Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi (b) upaya perlindungan lapisan ozon
PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 4 : Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup
Isi peraturan
Semua jenis HCFC masuk dalam lampiran 1 yang berisi daftar Bahan Berbahaya dan Beracun yang dipergunakan PP No. 85 Tahun 1999 Masuk dalam lampiran limbah B3 yang tentang pengelolaan bersifat kronis limbah bahan berbahaya dan beracun Peraturan Menteri Pasal 2 (3) : BPO sebagaimana tercantum Perdagangan No. dalam Lampiran II dan III hanya dapat 24/Mdiimpor dari negara-negara yang terdapat DAG/PER/06/2006 dalam daftar yang diterbitkan KLH, oleh tentang tata niaga perusahaan yang mendapat pengakuan bahan perusak lapisan sebagai IP-BPO atau penunjukkan sebagai ozon IT-BPO Pasal 2 (4) : impor BPO hanya bisa dilakukan melalui 6 pelabuhan yang ditunjuk Pasal 4 : jumlah BPO yang dapat diimpor oleh IP-BPO dan IT-BPO ditetapkan dengan berpedoman volume yang boleh digunakan secara nasional yang ditetapkan oleh KLH Pasal 5 (1) BPO yang diimpor oleh IP-BPO hanya dipergunakan sebagai bahan baku/bahan penolong dalam proses produksi industri manufaktur sendiri dan dilarang untuk diperdagangkan atau dipindahtangankan Lampiran III : jenis BPO yang impornya masih tetap diperkenankan setelah 31 Desember 2007 yaitu jenis HCFC
60 Lanjutan Lampiran 1 No. dan Judul No. Peraturan 4 Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/4/2007 tentang larangan memproduksi bahan perusak ozon serta memproduksi barang yang menggunakan bahan perusak lapisan ozon
5
Peraturan Menteri LH No. 2 Tahun 2007 tentang Pedoman teknis dan persyaratan kompetensi pelaksanaan retrofit dan recycle pada sistem refrigerasi
6
Permendag No. 03/MDAG/PER/1/2012 Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon (BPO)
a
Sumber: KLH, 2011
Isi peraturan Pasal 2 : BPO sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dilarang untuk diproduksi Pasal 3 : BPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1 dilarang digunakan pada produksi mesin pengatur suhu udara (Air Conditioning) yang digunakan dalam ruangan dan kendaraan bermotor, lemari es tipe rumah tangga; dan alat pemadam api Lampiran 1 yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1 belum memasukkan HCFC sebagai jenis BPO yang harus diatur penggunaannya Saat ini peraturan ini sedang dalam proses revisi untuk memasukkan HCFC dalam jenis BPO yang diatur penggunaannya Pasal 3 angka (2b) dalam pelaksanaan retrofit tidak diperbolehkan melepas refrigeran jenis CFC dan HCFC ke atmosfer Pasal 3 angka (4) : limbah yang dihasilkan dari proses retrofit wajib dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pasal 4 angka (2) : Dilarang melepas refrigeran CFC dan HCFC ke atmosfer dalam pelaksanaan recycle Pasal 4 angka (4) : CFC dan HCFC hasil daur ulang harus disimpan dan diberi label yang menunjukkan jenis refrigeran yang disimpan Pasal 3 (1) : BPO dalam Lampiran II hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai IP-BPO atau penetapan sebagai IT-BPO Pasal 4 (1) : Ompor BPO hanya dapat dilakukan melalui 7 pelabuhan yang ditunjuk Pasal 4 (2) Impor BPO melalui Pelabuhan Batu Ampar, Batam hanya dapat dilakukan oleh IP-BPO Pasal 5: jumlah BPO yang dapat diimpor oleh IP-BPO dan IT-BPO ditetapkan dengan berpedoman volume yang yang ditetapkan oleh KLH Lampiran II: Jenis BPO yang diatur tata niaga impornya, yaitu HCFC
61 Lampiran 2. Kuesioner kepada industri manufaktur refrigerasi Nama Jabatan Nama Perusahaan Alamat Telp/Fax Email Jenis Kegiatan usaha Tahun berdiri perusahaan Jumlah karyawan Jenis Usaha Jenis produksi
Jumlah produksi/bulan
DATA RESPONDEN : ................................................................ : ................................................................ : ................................................................ : ................................................................ ................................................................ : ................................................................ : ................................................................ : ................................................................ : ................................................................ : ................................................................ : PMDN / PMA*) : Lemari Es AC Rumah Tangga Dispenser Showcase chiller Freezer Cold room Freezer room freezer box Chiller Chiller upright 4 doors Chiller upright 7 doors Ice cube maker Mobile freezer Lain-lain........................................... : a. Lemari Es:........................unit/bulan b. AC:……………:..............unit/bulan c. Dispenser:.........................unit/bulan d. Showcase chiller:..............unit/bulan e. Freezer:.............................unit/bulan f. Cold room:.......................unit/bulan g. Freezer room:...................unit/bulan h. freezer box:.......................unit/bulan i. Chiller:..............................unit/bulan j. Chiller upright 4 door ......unit/bulan k. Chiller upright 7 doors:....unit/bulan. l. Ice cube maker:................unit/bulan. m. Mobile freezer:................unit/bulan. n. Lain-lain..........................unit/bulan.
1. PEMAHAMAN DAN PERSEPSI INDUSTRI TENTANG PERLINDUNGAN LAPISAN OZON DAN PEMANASAN GLOBAL Tujuan : 1. Mengetahui tingkat pemahaman perusahaan terhadap isu perlindungan lapisan ozon dan perubahan iklim
62 2. Menyebarluaskan informasi tentang perlindungan lapisan ozon dan perubahan iklim 3. Mengetahui kepuasan industri refrigerasi terhadap implementasi program penghapusan HCFC oleh pemerintah Pertanyaan: 1. Apakah Saudara mengetahui tentang lapisan ozon dan pemanasan global? Sangat tahu Tahu Sedikit tahu tidak tahu 2. Apakah Saudara mengetahui bahwa Chlorofluorocarbon (CFC) dan Hydrochlorofluorocarbon (HCFC) dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon? Sangat tahu Tahu Sedikit tahu tidak tahu 3. Apakah Saudara mengetahui akibat kerusakan lapisan ozon dan pemanasan global? Sangat tahu Tahu Sedikit tahu tidak tahu 4. Apakah Saudara mengerti bagaimana kalangan industri dapat berkontribusi mengurangi dan mencegah penipisan lapisan ozon dan pemanasan global Sangat tahu Tahu Sedikit tahu tidak tahu 5. Apakah Saudara mengetahui adanya peraturan tentang larangan penggunaan bahan perusak ozon dalam kegiatan produksi peralatan pendingin? Sangat tahu Tahu Sedikit tahu tidak tahu 6. Apakah Saudara puas dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah dalam mengatasi masalah lingkungan yang terkait dengan perlindungan lapisan ozon? Sangat puas Puas Kurang puas Tidak puas 7. Apakah kegiatan sosialisasi tentang perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global yang dilaksanakan oleh Pemerintah sudah cukup memuaskan untuk peningkatan pengetahuan kalangan swasta? Sangat puas Puas Kurang puas Tidak puas 8. Menurut Saudara, apakah kegiatan pelatihan dan pendampingan yang diberikan oleh Pemerintah sudah cukup memuaskan untuk meningkatkan kapasitas industri dalam berkontribusi dalam program perlindungan lapisan ozon Sangat puas Puas Kurang puas Tidak puas 9. Dari mana anda mengetahui informasi tentang penipisan lapisan ozon dan pemanasan global? Koran dan majalah Televisi dan radio Internet dan situs tentang lingkungan Iklan Sosialisasi yang diberikan pemerintah Lain-lain...................................................................................... 10. Kendala apa yang dihadapi oleh industri dalam menghadapi program penghapusan HCFC, yang akan dimulai tahun 2013 ini?
63 Ketersediaan teknologi pengganti HCFC yang ramah lingkungan dan murah Harga teknologi termasuk bahan pengganti HCFC yang masih cukup mahal Kualitas teknologi pengganti non HCFC yang belum teruji Kompatibilitas teknologi pengganti HCFC terhadap kualitas akhir produk Kompatibilitas teknologi pengganti HCFC terhadap mesin dan sistem produksi yang sudah ada Kendala biaya untuk alih teknologi dari HCFC ke non HCFC Kesiapan sumber daya manusia untuk menangani teknologi baru Lainlain........................................................................................................ ..
2. FAKTOR SOSIAL Tujuan : 1. Mengetahui kapasitas pekerja dalam menangani teknologi yang masih menggunakan HCFC 2. Mengetahui kesiapan pekerja dalam proses alih teknologi baru 3. Mengetahui kondisi awal kesehatan dan keselamatan pekerja yang bekerja menggunakan HCFC Pertanyaan: 1. Tingkat pendidikan pekerja bagian produksi: SMP SMU/SMK Diploma 2. Apakah teknisi atau pekerja dibagian produksi memiliki sertifikasi kompetensi Ya Tidak Apabila tidak, alasannya:............................................................................. 3. Rata-rata berapa lama pekerja sudah bekerja diunit produksi yang menggunakan HCFC? < 1 tahun 1 – 3 tahun 3 – 6 tahun > 6 tahun 4. Ketrampilan penggunaan mesin produksi yang menggunakan Freon HCFC Perlu pendidikan tertentu Perlu ketrampilan khusus Perlu sertifikat kompetensi 5. Apakah pekerja diberikan pelatihan atau pendidikan sebelum mengoperasionalkan mesin produksi? Ya Tidak Apabila tidak, alasannya:............................................................................. 6. Apakah ada kegiatan pelatihan atau pendidikan berkelanjutan bagi para pekerja?
64 Ya Tidak Apabila tidak, alasannya:............................................................................. 7. Jumlah jam kerja produksi tiap hari (perhitungan 1 shift jam kerja) < 5 jam kerja/hari 5 – 8 jam kerja/hari > 8 jam kerja/hari 8. Perlengkapan kerja pekerja produksi: Kacamata sarung tangan, baju kerja Kacamata, sarung tangan, sepatu kerja Sarung tangan, baju kerja, sepatu kerja Sarung tangan, sepatu kerja, penutup telinga Kacamata, sarung tangan, penutup telinga Kacamata, masker, sarung tangan Sarung tangan, masker, sepatu Semuanya lengkap 9. Apakah ada jaminan sosial kesehatan untuk para pekerja? Ya Tidak 10. Apakah ada Standard Operational Procedure (SOP) yang mewajibkan pekerja mematuhi ketentuan kesehatan dan keselamatan kerja Ya Tidak 11. Bagaimana upaya perusahaan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja? memberikan perlengkapan perlindungan diri saat bekerja dengan alat dan bahan memasang penjelasan tentang tata cara kerja di area kerja menyediakan ruang kerja yang nyaman bagi pekerja menyediakan fasilitas kesehatan bagi pekerja menyediakan asuransi kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja Semuanya 12. Apakah ada kegiatan rutin pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja bagi karyawan? ya tidak 3. FAKTOR EKONOMI Tujuan : 1. Mengetahui jumlah pembelian HCFC di perusahaan manufaktur, 2. Mengetahui harga pembelian HCFC di tingkat pengguna 3. Mengetahui ketersediaan HCFC di pasaran dan kemudahan aksesnya Pertanyaan 1. Jumlah pembelian HCFC per bulan (Kg) < 20 kg 21 – 50 kg 51 – 80 kg 81 – 100 kg > 100 kg 2. Jumlah penggunaan HCFC per bulan
65
3. 4. 5. 6.
< 20 kg 21 – 50 kg 51 – 80 kg 81 – 100 kg > 100 kg Harga pembelian HCFC-22 di tingkat pengguna
Rp. 1 000 000 Harga pembelian HCFC-141b di tingkat pengguna Rp. 10 000 000 Cara pembelian Impor langsung Melalui Importir Terdaftar/Importir Produsen Distributor Retail Ketersediaan di pasar Mudah diperoleh Sulit diperoleh 4. FAKTOR TEKNIS
Tujuan : 1. Mengetahui spesifikasi dan kondisi teknis produksi sebelum penggantian 2. Mengetahui rencana penggantian teknologi produksi yang masih menggunakan HCFC Pertanyaan 1. Jenis HCFC yang digunakan dalam proses produksi perusahaan HCFC 22 HCFC 141b HCFC 123 lain-lain............................................. 2. Penggunaan HCFC : Bahan pengembang insulasi Bahan pendingin Pencuci kimia Lain-lain.......................... 3. Alasan penggunaan teknologi saat ini: mudah digunakan murah biaya produksinya Kualitas hasilnya bagus Hemat bahan baku dan energi 4. Apakah ada rencana menggantikan teknologi yang digunakan saat ini? Ya tidak 5. Rencana penggantian : Penggantian mesin dan peralatan produksi Jenis mesin yang diganti : ................................................................................... Penggantian bahan baku dan bahan penolong Modifikasi mesin dan peralatan Pindah lokasi Penggantian jenis produk Penggantian model produk 6. Rencana penggantian HCFC22:
66 HFC Hidrokarbon Amonia Karbondioksida tidak ada respon 7. Rencana penggantian HCFC-141b: HFC Cyclopentane Air tidak ada respon 8. Alasan penggantian teknologi : Penggantian jenis produk Penggantian bahan baku dan bahan penolong Peralatan rusak atau tidak berfungsi lagi Revitalisasi usaha Penggantian management Melaksanakan peraturan pemerintah Biaya produksi lebih rendah Lain-lain................................................................................... 5. FAKTOR LINGKUNGAN Tujuan : 1. Mengetahui dampak penggunaan HCFC terhadap lingkungan kerja industri 2. Mengetahui jenis dan jumlah limbah sampingan yang dihasilkan dalam proses produksi peralatan pendingin yang menggunakan HCFC Pertanyaan: 1. Berapa jumlah stok HCFC yang disimpan dalam gudang penyimpanan per bulan? < 5 drum 5 - 10 drum > 10 drum 2. Berapa jumlah sisa stok yang tidak terpakai atau kadaluarsa per bulan? 0 < 1 drum 1 – 3 drum 3 – 5 drum > 5 drum 3. Bagaimana proses pengelolahan sisa stok HCFC yang tidak terpakai? Dibiarkan saja Dibuang ke tempat penimbunan sampah Dikelola dalam fasilitas pengolahan limbah Lain-lain................................................... 4. Jenis limbah/bahan lain yang dihasilkan dalam proses produksi oli :...............liter Limbah cair :..........liter busa sisa insulasi:........kg logam :...........kg kertas :..............kg 5. Bagaimana proses pengolahan limbah/bahan lain tersebut? Dibiarkan saja Dibuang ke tempat penimbunan sampah Dikelola dalam fasilitas pengolahan limbah
67 Lampiran 3. Hasil analisis dengan metode PCA pada faktor potensi sosial No Variabel Respon Kode Indikator Respon . 1.
Tingkat pendidikan
2.
Persyaratan sertifikat Sos-2 kompetensi Pengalaman kerja teknisi Sos-3
3.
Sos-1
4.
Kebutuhan kerja
ketrampilan Sos-4
5.
Pelatihan sebelum bekerja
Sos-5
6.
Pelatihan berkelanjutan
Sos-6
7.
Jumlah jam kerja/shift
Sos-7
8.
Perlengkapan kerja
Sos-8
9.
Jaminan sosial
Sos-9
10. Standard Operational Sos-10 Procedures (SOP) 11. Komitmen perusahaan Sos-11 melaksanakan keamanan dan keselamatan kerja (K3)
SMP SMU/SMK (2) (3) Diploma/Sarjana (1) Ya (2) Tidak (1) <1 tahun (2) 1-3 tahun 3-6 tahun (3) (4) >6 tahun (1) perlu pendidikan khusus (2) perlu ketrampilan khusus perlu sertifikat (3) kompetensi (1) Ya (2) Tidak (1) Ya (2) Tidak (1) <5 jam (2) 5-8 jam >5 jam (3) (1) Kacamata, sarung tangan, baju kerja (2) Kacamata, sarung tangan, sepatu (3) Sarung tangan, baju kerja, Sarung tangan, sepatu, (4) penutup telinga Kacamata, sarung tangan, (5) penutup telinga Kacamata, masker, (6) sarung tangan Sarung tangan, masker, (7) (8) Semua (1) Ya Tidak (2) (1) Ya Tidak (2) (1) Perlengkapan kerja Pemasangan tata cara kerj (2) (3) Ruang kerja yang nyaman Fasilitas kesehatan (4) (5) Asuransi kesehatan Semua (6) (1)
68 Lanjutan Lampiran 1 No Variabel Respon
Kode
Indikator Respon
. 12. Pelatihan rutin K3
Sos-12
(1) (2)
Sos-2 Sos-2 1.00 Sos-3 -0.15 Sos-4 0.65 Correlation Sos-7 -0.10 Sos-8 0.36 Sos-11 0.14 Sos-12 0.19 a. Determinant = .015
Ya Tidak
Correlation Matrixa Sos-3 Sos-4 Sos-7 Sos-8 Sos-11 Sos-12 -0.15 0.65 -0.10 0.36 0.14 0.19 1.00 -0.17 0.67 -0.12 -0.17 -0.24 -0.17 1.00 0.14 0.32 0.04 0.00 0.67 0.14 1.00 0.36 0.14 0.19 -0.12 0.32 0.36 1.00 0.73 0.73 -0.17 0.04 0.14 0.73 1.00 0.72 -0.24 0.06 0.19 0.73 0.72 1.00
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Approx. Chi-Square Bartlett's Test of Sphericity df Sig.
Sos-2 0.37 -0.15 -0.26 0.16 -0.10 0.06 -0.08 .341a -0.47 -0.71 0.57
Anti-image Matrices Sos-3 Sos-4 Sos-7 -0.15 -0.26 0.16 0.26 0.16 -0.20 0.16 0.36 -0.15 -0.20 -0.15 0.21 0.07 0.00 -0.10 -0.04 0.00 0.06 0.11 0.12 -0.09 -0.47 -0.71 0.57 a .293 0.53 -0.84 0.53 .329a -0.54 -0.84 -0.54 .285a
Sos-2 Sos-3 Sos-4 Anti-image Sos-7 Covariance Sos-8 Sos-11 Sos-12 Sos-2 Sos-3 Sos-4 Anti-image Sos-7 Correlation Sos-8 -0.33 0.28 0.00 Sos-11 0.17 -0.15 0.00 Sos-12 -0.24 0.39 0.34 a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
-0.44 0.23 -0.32
0.46 28.69 21 0.12
Sos-8 Sos-11 Sos-12 -0.10 0.06 -0.08 0.07 -0.04 0.11 0.00 0.00 0.12 -0.10 0.06 -0.09 0.24 -0.15 -0.07 -0.15 0.35 -0.13 -0.07 -0.13 0.32 -0.33 0.17 -0.24 0.28 -0.15 0.39 0.00 0.00 0.34 -0.44 0.23 -0.32 .667a -0.52 -0.24
-0.52 .683a -0.38
-0.24 -0.38 0.651a
69 Communalities Initia Extract l ion Sos-2 1.000 0.80 Sos-3 1.000 0.87 Sos-4 1.000 0.86 Sos-7 1.000 0.92 Sos-8 1.000 0.88 Sos-11 1.000 0.83 Sos-12 1.000 0.83 Extraction Method: Principal Component Analysis. Total Variance Explained Compo
Initial Eigenvalues
nent Total
% of Variance
Extraction Sums of
Rotation Sums of
Squared Loadings
Squared Loadings
Cumulati Total ve %
% of
Cumula Total
Variance tive %
% of
Cumula
Variance tive %
1
2.783
39.756
39.756 2.783
39.756 39.756 2.535
36.213 36.213
2
1.757
25.097
64.853 1.757
25.097 64.853 1.748
24.968 61.181
3
1.446
20.659
85.512 1.446
20.659 85.512 1.703
24.331 85.512
4
0.44
6.342
91.853
5
0.29
4.189
96.042
6
0.19
2.747
98.789
7
0.09 1.211 100.000 Extraction Method: Principal Component Analysis.
70
Component Matrixa Component 1 2 3 Sos-2 0.51 -0.42 0.61 Sos-3 -0.24 0.83 0.35 Sos-4 0.44 -0.31 0.75 Sos-7 0.26 0.86 0.33 Sos-8 0.92 0.16 -0.03 Sos-11 0.81 0.12 -0.39 Sos-12 0.83 0.10 -0.36 Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 3 components extracted.
71 Rotated Component Matrixa Component 1 2 Sos-2 0.14 0.88 Sos-3 -0.22 -0.14 Sos-4 0.04 0.92 Sos-7 0.25 0.05 Sos-8 0.87 0.32 Sos-11 0.91 -0.01 Sos-12 0.91 0.04 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 4 iterations. Component Transformation Matrix Component 1 2 3 1 0.90 0.44 0.01 2 0.17 -0.38 0.91 3 -0.40 0.82 0.42 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
3 -0.12 0.90 0.04 0.92 0.15 -0.04 -0.05
72 Lampiran 4. Hasil analisis dengan metode PCA pada faktor potensi ekonomi No. 1.
Variabel Respon Kode Jumlah pembelian HCFC per bulan Eko-1 (kg)
(1) (2) (3) (4) (5)
2.
Jumlah penggunaan per bulan (kg)
Eko-2
(1) (2) (3) (4) (5)
3.
Harga pembelian (Rp/unit (13,6 kg))
HCFC-22 Eko-3
(1) (2) (3) (4)
4.
Harga pembelian (Rp/unit (250 liter))
HCFC-141b Eko-4
(1) (2) (3) (4)
5.
Cara pembelian
Eko-5
(1) (2) (3) (4)
6.
Ketersediaan di pasar
Eko-6
(1) (2)
Indikator Respon <20 kg 21-50 kg 51-80 kg 81-100 kg >100 kg <20 kg 21-50 kg 51-80 kg 81-100 kg >100 kg Rp. 1.000.000 Rp. 10.000.000 Impor langsung Importir Terdaftar/produsen Distributor Retail Mudah Sulit
Correlation Matrixa
Eko-1 (kg) Correla Eko-3 (Rp) tion Eko-4 (Rp) Eko-5 Eko-1 (kg) Sig. (1- Eko-3 (Rp) tailed) Eko-4 (Rp) Eko-5 a. Determinant = 0.621
Eko-1 (kg) 1.00 0.56 -0.25 -0.06 0.04 0.23 0.44
Eko-3 (Rp) 0.56 1.00 -0.14 -0.03 0.04 0.34 0.46
Eko-4 (Rp) -0.25 -0.14 1.00 0.19 0.23 0.34 0.29
Eko-5 -0.06 -0.03 0.19 1.00 0.44 0.46 0.29
73 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Approx. Chi-Square Bartlett's Test of Sphericity Df Sig. Anti-image Matrices Eko-1 Eko-3 (kg) (Rp) Eko-1 (kg) 0.66 -0.37 -0.37 0.69 Anti-image Eko-3 (Rp) Covariance Eko-4 (Rp) 0.16 0.00 Eko-5 0.01 0.00 a Eko-1 (kg) 0.526 -0.55 -0.55 0.527a Anti-image Eko-3 (Rp) Correlation Eko-4 (Rp) 0.21 0.00 Eko-5 0.01 0.00 a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
0.54 3.74 6 0.71
Eko-4 (Rp) 0.16 0.00 0.91 -0.17 0.21 0.00 0.612a -0.18
Eko-5 0.01 0.00 -0.17 0.96 0.01 0.00 -0.18 0.547a
Communalities Initial Extraction Eko-1 (kg) 1.000 0.77 Eko-3 (Rp) 1.000 0.76 Eko-4 (Rp) 1.000 0.55 Eko-5 1.000 0.72 Extraction Method: Principal Component Analysis. Total Variance Explained Co mp one nt
Initial Eigenvalues
Extraction Sums of Squared Loadings
Rotation Sums of Squared Loadings
Total
% of Varianc e
Cumul ative %
Total
% of Varianc e
Cumul ative %
Total
% of Varianc e
Cumul ative %
1
1.70
42.48
42.48
1.70
42.48
42.48
1.60
39.92
39.92
2
1.09
27.29
69.77
1.09
27.29
69.77
1.19
29.85
69.77
3
0.78
19.52
89.29
4 0.43 10.71 100.00 Extraction Method: Principal Component Analysis.
74
Component Matrixa Component 1 2 Eko-1 (kg) 0.85 0.23 Eko-3 (Rp) 0.80 0.35 Eko-4(Rp) -0.53 0.51 Eko-5 -0.25 0.81 Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted. Rotated Component Matrixa Component 1 2 Eko-1 (kg) 0.87 -0.14 Eko-3(Rp) 0.87 -0.01 Eko-4(Rp) -0.28 0.69 Eko-5 0.11 0.84 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.a a. Rotation converged in 3 iterations. Component Transformation Matrix Component 1 2 1 0.91 -0.41 2 0.41 0.91 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
75 Lampiran 5. Hasil analisis dengan metode PCA pada faktor potensi teknis No. 1.
Variabel Respon Jenis HCFC yang digunakan
Kode Tek-1
2.
Penggunaan HCFC
Tek-2
3.
Alasan penggunaan Tek-3 teknologi HCFC
4.
Rencana penggantian Tek-4 teknologi HCFC Jenis kegiatan alih teknologi Tek-5 HCFC menjadi non-HCFC
5.
6.
Rencana teknologi Tek-6 pengganti HCFC-22
Indikator respon (1) HCFC-22 (2) HCFC-141b (3) HCFC-22 dan HCFC 141b (4) HCFC-123 (1) Bahan pengembang (2) Bahan pendingin (3) Pencuci kimia (4) Tidak ada respon (1) Mudah digunakan (2) Murah biaya produksinya (3) Kualitas hasil bagus (4) Hemat bahan baku dan energy (1) Ya (2) Tidak (1) Penggantian mesin dan peralatan menjadi baru (2) Penggantian bahan (3) Modifikasi sistem yang sudah ada (4) Pindah lokasi (5) Penggantian jenis produk (6) Penggantian model (7) Lain-lain (1) HFC (2) Hidrokarbon (3) Amonia (4) Karbondioksida (5) Tidak ada respon
76 Lanjutan lampiran 5 7. Rencana teknologi Tek-7 pengganti HCFC-141b
(1) (2) (3) (4)
8.
Alasan penggantian HCFC- Tek-8 22 dan HCFC-141b
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
HFC Cyclopentane Air Tidak ada respon Penggantian jenis produk Penggantian bahan Peralatan rusak Revitalisasi usaha Penggantian manajemen Peraturan pemerintah Biaya produksi lebih rendah Lain-lain
Correlation Matrixa Tek-3 Tek-5 Tek-6 Tek-7 -0.38 0.00 -0.26 0.29 1.00 0.36 -0.26 -0.77 0.36 1.00 -0.32 -0.42 -0.26 -0.32 1.00 0.52 -0.77 -0.42 0.52 1.00 -0.30 -0.69 0.51 0.45
Tek-1 Tek-1 1.00 Tek-3 -0.38 Tek-5 0.00 Correlation Tek-6 -0.26 Tek-7 0.29 Tek-8 -0.18 a. Determinant = .060 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Approx. Chi-Square Bartlett's Test of Sphericity Df Sig.
Tek-8 -0.18 -0.30 -0.69 0.51 0.45 1.00
.65 20.14 15 0.17
77 Anti-image Matrices Tek-1 Tek-3 Tek-5 Tek-1 0.64 0.07 0.03 Tek-3 0.07 0.37 -0.05 0.03 -0.05 0.49 Anti-image Tek-5 Covariance Tek-6 0.22 -0.06 -0.03 Tek-7 -0.12 0.21 0.00 Tek-8 0.11 -0.02 0.28 a Tek-1 0.51 0.14 0.06 a Tek-3 0.14 0.67 -0.13 0.06 -0.13 0.69a Anti-image Tek-5 Correlation Tek-6 0.39 -0.14 -0.06 Tek-7 -0.30 0.66 0.01 Tek-8 0.22 -0.05 0.62 a. Measures of Sampling Adequacy(MSA) Communalities Initial
Tek-6 0.22 -0.06 -0.03 0.51 -0.18 -0.10 0.39 -0.14 -0.06 0.63a -0.48 -0.22
Tek-7 -0.12 0.21 0.00 -0.18 0.27 -0.06 -0.30 0.66 0.01 -0.48 .627a -0.17
Tek-8 0.11 -0.02 0.28 -0.10 -0.06 0.40 0.22 -0.05 0.62 -0.22 -0.17 0.68a
Extraction
Tek-1 1.00 Tek-3 1.00 Tek-5 1.00 Tek-6 1.00 Tek-7 1.00 Tek-8 1.00 Extraction Method: Principal Component Analysis.
0.80 0.80 0.58 0.61 0.83 0.77
Total Variance Explained Compo
Initial Eigenvalues
Extraction Sums of Squared
Rotation Sums of Squared
Loadings
Loadings
Nent Total
% of
Cumula
Variance
tive %
Total
% of
Cumulative
Variance
%
Total
% of
Cumul
Variance
ative %
1
2.86
47.74
47.74
2.86
47.74
47.74
2.50
41.58
41.58
2
1.52
25.40
73.13
1.52
25.40
73.13
1.89
31.56
73.13
3
0.78
13.03
86.16
4
0.40
6.63
92.79
5
0.27
4.42
97.21
6
0.17
2.79
100.00
Extraction Method: Principal Component Analysis.
78
Communalities Component 1 2 Tek-1 0.11 0.89 Tek-3 -0.74 -0.51 Tek-5 -0.74 0.20 Tek-6 0.66 -0.41 Tek-7 0.86 0.31 Tek-8 0.77 -0.42 Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.
79 Rotated Component Matrixa Component 1 2 Tek-1 -0.37 0.81 Tek-3 -0.36 -0.82 Tek-5 -0.73 -0.21 Tek-6 0.78 0.00 Tek-7 0.57 0.72 Tek-8 0.87 0.05 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.
Component Transformation Matrix Component 1 2 1 0.85 0.53 2 -0.53 0.85 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
80 Lampiran 6. Hasil analisis dengan metode PCA pada faktor potensi lingkungan No.
Variabel respon
Kode
1.
Jumlah stok HCFC di
Ling-1
gudang penyimpanan (drum/bulan) 2.
Jumlah sisa stok yang tidak
Ling-2
terpakai
(drum/bulan) 3.
Proses HCFC
pengelolaan yang
Ling-3
tidak
terpakai 4.
Jenis limbah lain
Ling-4
5.
Proses
Ling-5
Pengelolaan
limbah jenis lain
Ling-1 Ling-2 Correlation Ling-3 Ling-4 Ling-5 a. Determinant = 0.159
Indikator respon (1) Tidak ada respon (2) < 5 drum/bulan (3) 5 – 10 drum/bulan (4) >10 drum/bulan (1) Tidak ada respon (2) 0 drum/bulan (3) 1-3 drum/bulan (4) 3-5 drum/bulan (5) >5 drum/bulan (1) Tidak ada respon (2) Dibiarkan (3) Dibuang ke penimbunan sampah (4) Dikelola di fasilitas pengolah limbah (5) Lain-lain (1) Tidak ada respon (2) Oli (3) Limbah cair (4) Busa sisa produksi (5) Logam (6) Kertas (1) Tidak ada respon (2) Dibiarkan (3) Dibuang ke penimbunan sampah (4) Dikelola di fasilitas pengolah limbah (5) Lain-lain
Correlation Matrixa Ling-1 Ling-2 Ling-3 1.00 0.37 -0.36 0.37 1.00 -0.31 -0.36 -0.31 1.00 0.03 0.43 0.44 -0.11 0.46 0.36
Ling-4 0.03 0.43 0.44 1.00 0.57
Ling-5 -0.11 0.46 0.36 0.57 1.00
81 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Approx. Chi-Square Bartlett's Test of Sphericity Df Sig. Anti-image Matrices Ling-1 Ling-2 Ling-3 Ling-1 0.76 -0.15 0.07 Ling-2 -0.15 0.36 0.24 Anti-image Ling-3 0.07 0.24 0.41 Covariance Ling-4 -0.04 -0.19 -0.23 Ling-5 0.14 -0.22 -0.17 a Ling-1 0.64 -0.29 0.12 a Ling-2 -0.29 0.39 0.62 Anti-image Ling-3 0.12 0.62 0.39a Correlation Ling-4 -0.06 -0.47 -0.55 Ling-5 0.23 -0.52 -0.39 a. Measures of Sampling Adequacy(MSA) Communalities Initial Extraction Jumlah stok HCFC di gudang penyimpanan 1.00 0.61 (drum/bulan) Jumlah sisa stok yang tidak 1.00 0.85 terpakai (drum/bulan) Proses pengelolaan HCFC 1.00 0.79 yang tidak terpakai Jenis Limbah lain 1.00 0.77 Proses pengolahan limbah 1.00 0.75 lain Extraction Method: Principal Component Analysis.
0.48 13.79 10 0.18
Ling-4 -0.04 -0.19 -0.23 0.45 -0.06 -0.06 -0.47 -0.55 0.56a -0.13
Ling-5 0.14 -0.22 -0.17 -0.06 0.48 0.23 -0.52 -0.39 -0.13 0.58a
82 Total Variance Explained Comp
Initial Eigenvalues
Extraction Sums of Squared
Rotation Sums of Squared
Loadings
Loadings
onent Total
% of
Cumula
Variance
tive %
Total
% of
Cumula
Variance
tive %
Total
% of
Cumula
Variance
tive %
1
2.08
41.56
41.56
2.08
41.56
41.56
2.08
41.55
41.55
2
1.69
33.85
75.41
1.69
33.85
75.41
1.69
33.87
75.41
3
0.67
13.42
88.83
4
0.38
7.64
96.48
5
0.18
3.52
100.00
Extraction Method: Principal Component Analysis.
83 Component Matrix Component 1 2 Jumlah stok HCFC di gudang -0.03 penyimpanan (drum/bulan) Jumlah sisa stok yang tidak 0.56 terpakai (drum/bulan) Proses pengelolaan HCFC 0.49 yang tidak terpakai Jenis Limbah lain 0.88 Proses pengolahan limbah lain 0.87 Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.
0.78 0.73 -0.74 0.00 -0.02
Rotated Component Matrixa Component 1 2 Jumlah stok HCFC di gudang 0.01 0.78 penyimpanan (drum/bulan) Jumlah sisa stok yang tidak 0.60 0.71 terpakai (drum/bulan) Proses pengelolaan HCFC 0.46 -0.77 yang tidak terpakai Jenis Limbah lain 0.88 -0.04 Proses pengolahan limbah lain 0.86 -0.07 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations. Component Matrix Component 1 2 1 0.999 -0.049 2 0.049 0.999 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
84
Lampiran 7. Hasil analisis pembobotan kriteria untuk pemahaman dengan pendekatan distribusi Z 1. PEM-1 No. Pertanyaan PEM-1 F p=f/N Pk pk-t=0,5p+pkb Z Z-skor 2. PEM-2 No. Pertanyaan PEM-2 F p=f/N Pk pk-t=0,5p+pkb Z Z-skor 3. PEM-3 No. Pertanyaan PEM-3 F p=f/N pk pk-t=0,5p+pkb Z Z-skor 4. PEM-4 No. Pertanyaan PEM-4 f p=f/N pk pk-t=0,5p+pkb Z Z-skor
TT 0 0.000 0.000 0.000 -3.400 0.000
TT 0 0.000 0.000 0.000 -3.400 0.000
TT 1 0.091 0.091 0.045 -1.700 0.000
TT 0 0.000 0.000 0.000 -3.400 0.000
Kategori Pilihan CT T 2 7 0.180 0.640 0.180 0.820 0.091 0.500 -1.340 0.000 2.060 3.400
Kategori Pilihan CT T 2 7 0.180 0.640 0.180 0.820 0.091 0.500 -1.340 0.000 2.060 3.400
Kategori Pilihan CT T 1 8 0.091 0.727 0.182 0.909 0.136 0.545 -1.100 0.110 0.600 1.810
Kategori Pilihan CT T 2 8 0.182 0.727 0.182 0.909 0.091 0.545 -1.340 0.110 2.060 3.510
ST 2 0.180 1.000 0.909 1.290 4.690
ST 2 0.180 1.000 0.909 1.290 4.690
ST 1 0.091 1.000 0.955 1.700 3.400
ST 1 0.091 1.000 0.955 1.690 5.090
85 5. PEM-5 No. Pertanyaan PEM-5 f p=f/N pk pk-t=0,5p+pkb Z Z-skor 6. PEM-6 No. Pertanyaan PEM-6 f p=f/N pk pk-t=0,5p+pkb Z Z-skor
1 0.091 0.091 0.045 -1.700 0.000
Kategori Pilihan CT T 7 2 0.636 0.182 0.727 0.909 0.409 0.818 -0.230 0.900 1.470 2.600
TT 1 0.091 0.091 0.045 -1.700 0.000
Kategori Pilihan CT T 5 4 0.455 0.364 0.545 0.909 0.318 0.727 -1.850 0.600 -0.150 2.300
TT
ST 1 0.091 1.000 0.955 1.690 3.390
ST 1 0.091 1.000 0.955 1.690 3.390
86
Lampiran 8. Hasil analisis pembobotan kriteria untuk tingkat kepuasan 1. PUAS-1 No. Pertanyaan PUAS-1 F p=f/n Pk pk-t=0,5p+pkb Z Z-skor
TT 1 0.091 0.091 0.045 -1.700 0.000
Kategori Pilihan CT T 6 4 0.455 0.364 0.545 0.909 0.318 0.727 -1.850 0.600 -0.150 2.300
ST 0 0.091 1.000 0.955 1.690 3.390
2. PUAS-2 No. Pertanyaan PUAS-2 F p=f/n Pk pk-t=0,5p+pkb Z Z-skor 3. PUAS-3 No. Pertanyaan PUAS-3 F p=f/n pk pk-t=0,5p+pkb Z Z-skor
TT 1 0.091 0.091 0.045 -1.700 0.000
TT 1 0.091 0.091 0.045 -1.700 0.000
Kategori Pilihan CT T 8 1 0.727 0.091 0.818 0.909 0.455 0.864 -0.110 1.100 1.590 2.800
Kategori Pilihan CT T 7 3 0.636 0.273 0.727 1.000 0.409 0.864 -0.230 1.100 1.470 2.800
ST 1 0.091 1.000 0.955 1.700 3.400
ST 0 0.000 1.000 1.000 3.490 5.190
87
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1973, dia merupakan putri pertama Alm. Bapak Antonius Walidi dan Ibu Theresia Mintarsih. Penulis menjalani masa pendidikannya mulai dari sekolah dasar di SD Negeri 7 Wonosobo (1979-1985), dan dilanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Wonosobo (1985-1988), dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Wonosobo (1988-1991). Sarjana S1 penulis diperoleh dari Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta (1991-1996). Penulis menempuh pendidikan pascasarjana di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor mulai tahun 2011 dengan Nomor Induk Mahasiswa P052110091. Saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Lingkungan Hidup, unit kerja Asisten Deputi Adaptasi Perubahan Iklim.