PERKEMBANGAN OTOMOTIF DAN ALIH TEKNOLOGI INDUSTRI MOBIL MITSUBISHI DI INDONESIA 1970-1998 Yunita Kusuma Wardani Sarjana Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas tentang perkembangan otomotif di Indonesia dan alih teknologi yang dilakukan oleh Mitsubishi. Sejak masa pemerintahan Soekarno sampai dengan Soeharto, Indonesia memiliki satu obsesi, yakni memproduksi mobil secara lokal. Indonesia pada saat itu tidak memiliki teknologi yang dapat menciptakan mobil, salah satu cara untuk medapatkan teknologi tersebut adalah dengan melakukan alih teknologi. Sampai pada tahun 1970, ketika Mitsubishi masuk ke Indonesia, dan mendirikan pabrik pertama mereka di sini. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama Mitsubishi ada di Indonesia, secara tidak langsung telah berperan penting dalam meningkatkan teknologi di Indonesia, walaupun belum seperti yang kita harapkan.
Development of Automotive and Technology Transfer of Mitsubishi Car Industry 1970-1998 Abstract This study discusses about the development of automotive and technology transfer done by Mitsubishi in Indonesia. Since Soekarno until Soeharto's reign, Indonesia had one obsession which is to produce cars locally. But at that time, Indonesia did not have the technology to build a car. Thus, the way to get the technology was by doing the technology transfer until 1970 when Mitsubishi first entered Indonesia and established their first factory here. The results of this study show that during that time, Mitsubishi had an important role to improve technology in Indonesia. Even though it wasn't like what we expected. Keywords: Indonesia; Industrialization; Mitsubishi; Automotive; Technology.
Mobil pertama di Indonesia adalah Benz Phaeton dari Jerman, yang dipesan oleh Sultan Solo pada tahun 1894 dan dipasok oleh John C. Potter yang merupakan pedagang mobil pertama di Indonesia 2 . Pada tahun 1901, baru terdapat 15 unit mobil di jawa3. Kemudian pada tahun 1903 mulai berdatangan mobil-mobil dari Eropa di pelabuhan Tanjung Priok, namun jumlah
1. Pendahuluan 1
Di Indonesia, awal industri otomotif berkembang dari jalur perdagangan yang kegiatannya hanya sekedar melakukan impor kendaraan utuh dari luar negeri kesini. Awal perdagangan mobil tersebut dimulai sejak jaman Hindia Belanda. 1
“Industri otomotif”, Menurut butir 3843 dalam Internasional Standard Industrial Classification (ISIC) sebagaimana yang ditetapkan PBB, mencakup tiga kegiatan produksi, yaitu: produksi mobil penumpang, kendaraan niaga (truk, mobil van dan bus), serta bagian dan komponen yang digunakan dalam perakitan akhir kendaraan-kendaraan ini.
2
Neneng Herbawati, 2013, Analisa Manufaktur : Menyoal Arah Industri Mobil Nasional, Juli 23, 2003. Bisnis Indonesia 3 Mona Lohanda, Sejarah Pembesar Mengatur Batavia, Masup Jakarta, Depok, 2007, hlm. 236
1 Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
2
mobil masih belum banyak sampai pada berakhirnya Perang Dunia I tahun 1918. Para importir kendaraan bermotor itu mendatangkan kendaraan berdasarkan pesanan para pembeli disini. Sehingga waktu itu dikenal istilah "indent" bagi setiap orang yang ingin membeli kendaraan bermotor. Karena kendaraan bermotor waktu itu tidak bisa langsung dibeli tetapi harus dipesan dahulu dengan cara "indent" dari pabriknya di luar negeri melalui para importir, yang memakan waktu beberapa bulan sampai tahun 4 . Namun kemudian seiring waktu, mobil tetap didatangkan oleh importir mobil walaupun belum ada yang memesan5. Pada masa itu hanya ada perdagangan dan sangat sedikit adanya perakitan. Salah satu pabrik perakitan yang ada di Indonesia pada saat itu adalah pabrik yang dibangun di Tanjung Priok pada tahun 1927, yaitu NV General Motors Java Handel Mij 6 . Kemudian pada tahun 1950 dibangun juga NV Indonesia Service Company (ISC). Pabrik perakitan ini adalah pabrik pertama yang sepenuhnya milik Indonesia. Walaupun Indonesia sudah memiliki pabrik perakitan sendiri, kegiatan impor kendaraan masih tetap berlangsung. Industri otomotif Indonesia pada saat sebagian besar dimiliki oleh swasta dan modal asing. Hal itu membuat Presiden Soekarno memiliki ide bahwa Indonesia harus bisa mandiri dan menguasai industri ini, kemudian beliau mencanangkan kebijakan “Berdikari”. Dari kebijakan tersebut muncul rencana untuk memproduksi kendaraan buatan Indonesia. Rencana tersebut merupakan salah satu proyek paling ambisius pada masa
pemerintahan Soekarno. Menurutnya dengan memproduksi mobil merk lokal akan melambangkan kemandirian ekonomi dan kedaulatan negara. Proyek ini terlihat lebih banyak dikendalikan oleh pertimbangan-pertimbangan politik dibanding perhitungan-perhitungan ekonomi. Karena terbatasnya sumber negara, akhirnya rencana Soekarno untuk mengambil alih industri otomotif berhenti ditengah jalan. Lain halnya pada masa pemerintahan Soekarno, masa pemerintahan Soeharto memutuskan untuk membangun kembali hubungan baik dengan negara-negara Barat dan Jepang. Untuk dapat membangun kembali industri otomotif lokal maka diperlukan modal asing. Sejalan dengan sikap positif terhadap penanaman modal asing, Undang-Undang Penanaman Modal Asing yang baru diberlakukan pada Januari 1967. UU penanaman modal asing yang baru tahun 1967 membuka jalan bagi mengalir masuknya secara cepat modal asing di penghujung tahun 1960-an yang lalu menjadi banjir modal asing besarbesaran sepanjang dekade 1970-an. Undang-undang investasi asing tahun 1967 terdiri dari insentif-insentif pemerintah untuk modal asing, termasuk 6 tahun masa „tax holiday‟ dan bebas bea masuk untuk mesin-mesin dan alat – alat produksi lainnya selama tahun-tahun pertama produksi. Sebagaimana disebut dalam pasal 21 UU ini, perusahaan-perusahaan asing mendapat jaminan pemerintah untuk tidak dinasionalisasikan di masa depan 7 , kecuali dianggap perlu bagi kepentingan nasional, itu pun dengan kompensasi penuh sesuai dengan hukum internasional yang berlaku 8 . Undang-undang ini berisi berbagai insentif dan jaminan kepada para
4
“Industri Otomotif, Industri Yang Belum Mandiri”. 1991, 24 April. Kompas 5 A.A. Navis, Pasang Surut Pengusaha Pejuang: Otobiografi Hasjim Ning, PT. Pustaka Grafitpers, Jakarta, 1986, hlm. 55 6 Ian Chalmers, Konglomerasi: Negara Dan Modal Dalam Industri Otomotif Indonesia 1950-1985, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hlm. 116
7
Syamsul Hadi. Strategi Pembangunan Mahathir & Soeharto, Politik Industrialisasi Dan Modal Jepang Di Malaysia Dan Indonesia. Japan Foundation Dan Pelangi Cendekia, Jakarta, 2005, hlm. 166 8 Thee Kian Wie. Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-An Sampai 1990-An. Freedom Institute dan Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005, hlm. L
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
3
calon investor asing. Pada saat itu mulailah banyak perusahaan transnasional yang masuk ke Indonesia, hampir semua cabang industri utama di mana investasi asing diperbolehkan, penanam modal terbesar adalah perusahaan-perusahaan Jepang 9 , dan salah satunya adalah Mitsubishi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah, sejak awal berdirinya sampai tahun 1998 apakah alih teknologi yang dilakukan oleh Mitsubishi di Indonesia telah berhasil terjadi ataukah belum?.
Salah satu alasan masuknya Mitsubishi masuk ke Indonesia adalah ingin mencari daerah pemasaran baru, dan posisi Indonesia juga dipandang sangat penting, karenanya menjadi salah satu tempat pengalihan pabrik mobil merk Mitsubishi, di samping Amerika Serikat dan Muangthai10. Mitsubishi menyatakan akan meningkatkan kegiatannya di Indonesia, karena keadaan politik dan ekonomi Indonesia yang stabil, disamping itu adanya Undang-undang PMA yang membuat Mitsubishi lebih merasa terjamin. Sejak awal Mitsubishi masuk ke Indonesia, pihak Indonesia sudah “memaksa” Mitsubishi agar menjadikan Krama Yudha adalah perusahaan pertama yang memasarkan mobil buatan Indonesia yang seutuhnya.
Untuk mempermudah penelitian ini, akan diajukan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu :
Dari awal didirikannya, Mitsubishi selalu merajai penjualan kendaraan komersil, yaitu melalui merk Colt. Colt merupakan kendaraan yang identik dengan “minibus” diseluruh Indonesia. Mitsubishi juga pelopor dalam penggunaan kandungan lokal dalam produksi. Namun pada sekitar tahun 1980-an dominasi Mitsubishi dalam kendaraan komersil mulai digantikan oleh Toyota. Keberadaan Mitsubishi di Indonesia ini memiliki peranan yang tergolong cukup menarik untuk diteliti secara lebih mendalam. Kehadiran Mitsubishi ini juga dapat dikatakan turut memberikan banyak sumbangan penting dalam industri otomotif nasional.
9
Hal Hill, Investasi Asing Dan Industrialisasi Di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1990, hlm. 238 10 “Mitsubishi Tingkatkan Kegiatan Di Indonesia”, Kompas, 27 Nov1987
1.
Bagaimana kondisi otomotif Indonesia dari tahun 1970-1998?
di
2.
Bagaimana kiprah Mitsubishi Jepang dan di Indonesia?
di
3.
Bagaimana proses alih teknologi dilakukan oleh Mitsubishi dalam perkembangan industri otomotif Indonesia dan hambatannya?
Ruang Lingkup yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari ruang lingkup tema, ruang lingkup spasial dan ruang lingkup temporal. Ruang lingkup tema pada penelitian ini adalah mengenai alih teknologi yang dilakukan oleh Mitsubishi. Adapun ruang lingkup spasial pada penelitian ini adalah Indonesia, namun penulis lebih memfokuskan ke wilayah Jakarta dibanding dengan wilayah lain yang terdapat pabrik Mitsubishi, seperti di Surabaya. Hal tersebut karena hampir sebagian besar seluruh kegitan industri dan administrasinya berada di Jakarta. Kemudian ruang lingkup temporal, penulis memilih tahun 1970 menjadi awal dari pembahasan penelitian ini karena tahun tersebut merupakan tahun dimana didirikannya PT. Krama Yudha Tiga Berlian yang merupakan perusahaan patungan antara Mitsubishi dengan Indonesia. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi sampai tahun 1998, karena pada tahun tersebut Indonesia sedang mengalami keruntuhan ekonomi yang
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
4
diakibatkan karena krisis global, krisis ini secara langsung telah memberikan dampak kepada industri otomotif pada umumnya dan Mitsubishi pada khususnya. Penulis memilih tema Mitsubishi karena seperti yang kita ketahui Mitsubishi merupakan pabrik perakitan milik luar negeri pertama yang secara resmi dibangun di Indonesia dan salah satu produsen otomotif terbesar yang ada di Indonesia. Belum banyak yang membahas mengenai peran Mitsubishi ini di Indonesia, khususnya dalam sejarah industri otomotif di Indonesia. Hal yang ingin dilihat oleh penulis adalah dengan masuknya Mitsubishi di Indonesia secara tidak langsung telah mengantarkan Indonesia kepada zaman baru yaitu zaman industrialisasi. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah metode sejarah. Pengertian metode sejarah adalah proses pengujian dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman peninggalan pada masa lampau melalui tahapan-tahapannya. Metode tersebut terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Pada tahap pertama yaitu Heuristik, penulis mengumpulkan data yang bisa dijadikan sumber, baik sumber primer 11 maupun sumber sekunder 12 . Adapun sumber primer yang penulis dapatkan adalah surat kabar dan majalah yang sejaman dengan masa penelitian. Surat kabar sejaman yang digunakan adalah surat kabar Kompas terbitan 1970-1998. 11
Sumber primer adalah kesaksian seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain, lihat : Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Tej. Nugroho Notosusanto), UI Press, Jakarta 1986, hlm. 35 12 Sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni dari seorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya. Ibid, hlm. 35
Majalah yang digunakan adalah majalah yang bertema otomotif, yaitu majalah MM (majalah Mobil Motor). Selain majalah otomotif penulis juga menggunakan majalah sejaman yang berhubungan dengan penelitian, yaitu majalah Prisma. Kemudian sumber sekunder yang penulis gunakan adalah buku-buku yang membahas tentang tema penelitian yang didapatkan dari berbagai perpustakaan. Tahap selanjutnya adalah kritik terhadap sumber yang sudah didapat. Tahapan ini peneliti harus dapat melihat kredibelitas sumber, yaitu dengan cara memilih mana yang dapat digunakan sebagai sumber penelitian. Kritik internal dilakukan dengan cara menganalisis materi yang telah didapat agar diperoleh sumber terkait untuk digunakan dalam penulisan ini. Kritik eksternal dilakukan dengan cara meneliti bentuk fisik dan sumber data bahan penulisan. Kritik eksternal dilakukan untuk membuktikan keabsahan dokumen tersebut agar dapat dijadikan acuan dalam penulisan ini. Penulis memilih sumber yang kurun waktunya sesuai dengan zaman yang penelitian, yaitu tahun 1970-1998. Tahap berikutnya adalah tahap interpretasi. Interpretasi adalah menganalisa data yang diperlukan untuk memaparkan sebuah peristiwa sejarah. Pada tahapan ini penulis melakukan interpretasi terhadap data-data yang telah dipilah sebelumnya. Penelitian ini berkaitan dengan dinamika sebuah perusahaan, sehingga banyak data yang berupa tabel dan grafik yang harus dipahami oleh penulis untuk dapat menggambarkan bagaimana kondisi perusahaan tersebut. Dan tahap terakhir adalah Historiografi atau penulisan sebuah peristiwa menjadi sebuah karya sejarah. Seperti pada umumnya penulis mencoba menuliskan hasil penelitian ini kedalam sebuah tulisan karya ilmiah secara naratif yang lebih layak untuk dibaca, dengan menggunakan metode deskriptif analitis secara
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
5
kronologis berdasarkan atas fakta dan interpretasi yang dilakukan 3. Hasil dan Pembahasan Seperti yang dijelaskan sebelumnya, industri otomotif Indonesia hanya ada perdagangan dan sangat sedikit adanya perakitan. Perakitan pada masa itu pun hanya merakit mobil impor yang masuk ke Indonesia dalam bentuk CKD (Complete Knocked Down) atau terurai, dan bukan merakit mobil buatan Indonesia sendiri. Kemudian setelah ditetapkannya Undangundang PMA pada tahun 1967, mulai banyak investor yang masuk ke Indonesia. Investasi tersebut sebagian besar ada pada bidang manufaktur. Tabel. 1 Investasi yang Disetujui untuk Sektor Manufaktur di Indonesia 1967-1980 (dalam US$ Juta)
No
Negara
Jumlah
Banyaknya proyek
1
Jepang
2.331,0
138
2
Hongkong
551,7
-
3
Amerika serikat
306,6
88
4
Jerman barat
192,5
30
5
Belanda
169,8
34
6
Taiwan
134,8
-
7
Singapura
101,5
30
8
Australia
78,9
26
9
India
72,6
-
10
Inggris
67,6
29
Sumber: Thee Kian Wie ( Prisma, 7 Juli 1983, hlm.33).
Pada tabel. 1 menunjukan disektor manufaktur, Jepang memimpin dalam volume investasi, dengan jumlah US$ 2331 juta, diikuti Hongkong dan Amerika Serikat. Tidak hanya itu, pada
hampir semua cabang industri utama di mana investasi asing diperbolehkan, penanam modal terbesar adalah perusahaan-perusahaan Jepang 13 . Dalam studinya tentang investasi Jepang di Indonesia Yoshi Tsurumi sampai pada kesimpulan bahwa 28 dari 30 orang pribumi yang menjadi partner bisnis Jepang adalah orang-orang yang terseleksi karena hubungan mereka dengan orangorang penting di pemerintahan, dan bahwa penyertaan saham mereka pun dibayar oleh partner bisnis asing (Jepang)14. Rasa ketidakpuasaan masyarakat luas terhadap pembangunan ekonomi yang dianggap berbelok menjadi melayani kepentingan investor asing (terutama Jepang) menyebabkan meledaknya kerusuhan massa di bulan januari 1974, yang terkenal dengan nama "Peristiwa Malari". Setelah kerusuhan serius pada bulan Januari 1974 telah menyebabkan perubahan-perubahan penting dalam kebijakan ekonomi Indonesia, khususnya bidang industri otomotif. Pada tanggal 22 Januari, Dewan Stabilisasi Ekonomi yang dipimpin oleh Presiden mengumumkan Tiga Keputusan: “melarang impor mobil jadi, meyerukan „hidup sederhana‟, dan membantu bisnis pribumi” 15 . Larangan impor mobil jadi memberikan pengaruh besar pada perusahaan transnasional. Kemudian pada bulan Maret 1974, Departemen Perindustrian mengeluarkan peraturan yang mengharuskan perusahaan transnasional untuk mempersiapkan mobil serta kendaraan niaga yang diimpor dalam bentuk CKD. Namun kebijakan tersebut kacau balau karena kurangnya otoritas pemerintah dalam mempertahankan konsistensi. Selain itu dibanding dengan CBU, harga jual mobil CKD masih lebih mahal, sehingga hanya merugikan konsumen. 13
Hal Hill, Op.Cit., hlm. 238 Syamsul Hadi, Op.Cit., hlm. 187 15 Ian Chalmers, Op.Cit., hlm. 171 14
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
6
Selanjutnya muncul Keputusan Menteri pada tahun 1976 (SK Menteri No. 307/ 1976) memperkenalkan program wajib penghapusan/penanggalan beberapa komponen kendaraan niaga secara bertahap yang sebelumnya diimpor dalam bentuk CKD untuk dirakit di Indonesia, lambat laun tidak boleh diimpor lagi (deletion program). Jadwal penanggalan komponen yang diimpor didasarkan atas jenis komponen, sehingga membantu perusahaan-perusahaan komponen lokal dalam merencanakan produksi sendiri komponen-komponen tersebut16. Surat Keputusan Menteri/SK No. 307 yang terbit pada tahun 1967 tersebut menetapkan bahwa pada tahun 1977 produk sederhana seperti cat, aki, dan ban akan dihapus dari kemasan impor. Komponen universal seperti penahan goncangan, jendela, knalpot, radiator dan sasis dihapus dalam tiga tahun berikutnya. Namun segi paling mencolok dari SK ini adalah jadwalnya yang ambisius untuk memproduksi komponen utama di dalam negeri, dengan menetapkan tahun 1984 sebagai waktu penghapusan impor mesin, persneling, kopling, dan gandar. Pada akhirnya menjelang tahun 1978 hanya segelintir perusahaan yang perusahaan yang masih dapat mengikuti jadwal dari kebijakan SK 307, banyak perusahaan kecil yang sama sekali telah menghentikan impor paket CKD. Pada 29 November 1978 penerapan program lokalisasi secara resmi ditunda. Alasan resmi bagi surat keputusan tersebut adalah untuk meninjau kembali jadwal itu, karena pedoman umum yang kabur sebagaimana yang tertera pada jadwal semula dalam SK 307/1976, disebut terlalu umum untuk diterapkan dan tidak mendukung para importir kecil. Program lokalisasi dilanjutkan kembali satu tahun
setelah penangguhannya, dan suatu program penanggalan diumumkan pada bulan september 1979 (SK Menteri Perindustrian No. 168) 17 . SK 168 tahun 1979 berbeda dari SK 307 tahun 1976, karena bertujuan untuk menghilangkan beberapa efek samping negatif dari SK 307, yaitu pertumbuhan perusahaan-perusahaan besar yang hanya menghasilkan komponen-komponen yang diperlukan dan kali ini tujuan lokalisasi diperlunakan oleh pertimbangan-pertimbangan lain, terutama simpati terhadap perusahaan kecil. Setelah lokalisasi sekali lagi menjadi fokus tujuan kebijakan negara dalam industri otomotif. Pada tahun 1980 para pejabat mengalihkan perhatiannya pada rasionalisasi. Rasionalisasi dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan baru yang tercantum pada jadwal yang direvisi pada tahun 1979 (SK 168), yaitu menggalakkan lokalisasi seraya mengendalikan pertumbuhan konglomerat bisnis. Tahap pertama rasionalisasi diumumkan pada April 1980. Waktu itu dinyatakan dari 57 dan 140 type, diciutkan menjadi 30 merk dan 72 type18. Walaupun sedang dicanangkannya kebijakan penciutan jumlah merk, produksi mobil di Indonesia mengalami peningkatan. Produksi mobil tahun 1980 merupakan loncatan tertinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Produksi tahun 1980 mencapai 174.676 unit yang berarti meningkat 77,69 persen dibanding tahun 1979 sebanyak 98.303 unit 19 . Loncatan produksi ini benar-benar diluar perhitungan. Sebelumnya GAAKINDO (Gabungan Agentunggal Asembler Kendaraan Bermotor Indonesia) pada bulan Februari 1980 pernah melakukan perhitungan bahwa produksi mobil tahun 1980 hanya mengalami kenaikan 10 persen 17
Ian Chalmers, Op.Cit., hlm.266 “Dirjen ILD: Penciutan Merk Mobil Tidak Dilakukan Lagi”, Kompas, 14 Mei1981 19 “Produksi Mobil Indonesia Tahun 1980: Tertinggi Dibanding Tahun-Tahun Sebelumnya”. Kompas 20 April 1981 18
16
Thee Kian Wie, Industrialisasi Indonesia: Analisis dan Catatan Kritis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1988, hlm. 216
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
7
dari produksi tahun sebelumnya, yaitu diperkirakan hanya sekitar 110.000 unit, namun dalam kenyataannya produksi mobil tahun 1980 jauh melampaui perhitungan tersebut. Loncatan produksi ini dianggap luar biasa karena pada sejak 1975 sampai tahun 1978 produksi mobil setiap tahunnya tidak pernah mengalami kenaikan lebih dari 24,18 persen. Loncatan tertinggi produksi mobil tahun 1980 juga membuktikan bahwa industri mobil di Indonesia sudah benar-benar sehat kembali setelah terkena musibah tahun 1978, yaitu kebijaksanaan Pemerintah tahun 1978 yang merupakan devaluasi rupiah terhadap dollar AS 20 . Akibat devaluasi tersebut, industri mobil tahun 1979 mengalami kelesuan, sehingga produksi mobil pun menurun dibanding tahun 1978. Selain tahun 1979, industri mobil Indonesia juga pernah mengalami penurunan pada tahun 1976. Penurunan ini dikarenakan SK 307/1976 yang mengenai keharusan penggunaan komponen dalam negeri. Tahun 1980 memang merupakan loncatan produksi tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Tapi tahun 1981 adalah puncak produksi mobil di Indonesia, yaitu mencapai 212.674 unit. Namun setelah terjadinya puncak produksi pada tahun 1982 produksi mobil mulai menurun. Hal tersebut disebabkan oleh anjloknya permintaan akan kendaraan bermotor di dalam negeri, yang diakibatkan keadaan harga minyak dunia yang tidak menguntungkan bagi Indonesia. Kemudian pada tahun 1983 keadaan pasar bagi industri otomotif sebagai keseluruhan benar-benar bertambah suram dengan merosotnya produksi mobil di segala bidang, baik di bidang produksi mobil niaga maupun di bidang produksi mobil serbaguna dan mobil penumpang 21 . Produksi mobil di Indonesia tahun 1986 mencapai 162.474 unit atau meningkat
20
“Produksi Mobil Indonesia Tahun 1980: Tertinggi Dibanding Tahun-Tahun Sebelumnya”. Op.Cit., 21 Thee Kian Wie, Op.Cit., 1988, hlm. 262
16,5 persen dibanding tahun sebelumnya22. Peningkatan ini merupakan yang pertama sejak tahun 1981, yang merupakan puncak produksi mobil di Indonesia, yaitu 212.674 unit. Jumlah ini belum tercapai lagi, bahkan mulai tahun 1982 sampai 1985 merosot terus. Namun, di bawah tekanan dari liberalisasi perdagangan global, pemerintah Indonesia akhirnya harus meninggalkan peraturan perdagangan non-tarif dan Program penghapusan pada tahun 1993 23 . Pada tahun 1993 Pemerintah merubah kebijakannya dalam mengembangkan industri kendaraan bermotor dari deletion program ke pola Incentive Program 24 . Pada kebijakan ini industri kendaraan bermotor diberi kebebasan untuk memilih penggunaan komponen lokal, dimana komponen yang dilokalkan tersebut diberi keringanan bea masuk untuk subkomponennya. Dengan kebijakan ini tumbuh beberapa industri komponen utama yang tidak hanya memasok kebutuhan dalam negeri saja tetapi juga untuk pasar ekspor. Produsen sekarang bebas untuk menentukan jenis komponen yang mereka ingin menghasilkan, dan itu tidak wajib lagi untuk memproduksi komponen tertentu pada jadwal waktu yang telah ditentukan. Runtuhnya ekonomi Indonesia pada tahun 1997-8 memberikan dampak yang cukup signifikan kepada industri otomotif Indonesia, yaitu menurunnya angka penjualan. Selama duabelas tahun terakhir, rata-rata penjualan mobil di Indonesia adalah 321.543 unit/tahun. Penjualan 22
“Setelah Merosot Terus Produksi Mobil Di Indonesia Tahun 1986 Mulai Naik Lagi”, Kompas, 2 Feb 1987, 23 Dr. Lepi T. Tarmidi. 2001, 11-12 October. Indonesian Industrial Policy For The Automobile Sector With Focus On Technology Transfer. Paper Was Presented At The Workshop On „New Global Networking In Auto Industry: The Effects Of Technology Transfer In The Case Of Japanese Transplants In East Asia And Europe‟. Leiden, Netherlands 24 Laporan Studi 2007 Departemen Perindustrian. Perkembangan Daya Saing Industri Otomotif, Elektronika, Peralatan Listrik Dan Alat Berat. Hlm. 3-3
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
8
terendah terjadi di tahun 1998 saat terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan penjualan turun sekitar 500% dibanding tahun 1997. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, setelah pemerintah Indonesia menetapkan UU PMA 1967 banyak investor yang masuk ke Indonesia dan sebagian besar berasal dari Jepang, salah satunya adalah Mitsubishi. Mitsubishi merupakan salah satu zaibatsu25 terbesar sejak jaman Meiji. Mitsubishi zaibatsu muncul dari sebuah perusahaan pelayaran yang didirikan pada tahun 1870 oleh Yataro Iwasaki. Di bawah presiden ketiga dan keempat, Iwasaki Hisaya dan Iwasaki Koyata, perusahaan berkembang menjadi zaibatsu besar dan simbol terkemuka kekuatan industri Jepang26. Pada tahun 1934 Iwasaki Koyata, presiden keempat Mitsubishi, mendirikan Mitsubishi Heavy Industries yang merupakan gabungan dari Mitsubishi Shipbuilding dan Mitsubishi Aircraft. Pada akhir Perang Dunia II, Jepang berada dibawah masa kependudukan Amerika. Para sekutu melakukan pembubaran terhadap zaibatsu dan melakukan dekonsentrasi ekonomi 27 . Semenjak zaibatsu memiliki hubungan dekat dengan militer, pada saat perang berakhir maka perubahan radikal dalam tradisi ekonomi dapat dibenarkan. Setelah pembubaran zaibatsu, saham perusahaan induk benarbenar tersebar. Ditambah lagi perusahaan
induk yang sudah dibubarkan dan dilikuidasi, para keluarga zaibatsu dilarang bekerja di perusahaan yang sama kembali. Untuk mencegah munculnya kembali zaibatsu dan konsentrasi industri lain, yang pada akhirnya mengarahkan kepada terbentuknya Anti-monopoly Act (secara resmi disebut Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance of Fair Trade --Undang-undang Mengenai Larangan Monopoli Swasta dan Pemeliharaan Perdagangan Berkeadilan--). Menurut Corwin D. Edwards, kepala StateWar Mission pada Japanese Combines, “tujuan dari pembubaran zaibatsu bukan untuk mereformasi masyarakat Jepang demi Ekonomi Amerika ataupun Jepang sendiri: itu untuk menghancurkan kekuataan militer Jepang baik psikologi maupun secara kelembagaan28. Akibat dari adanya Undang-undang tersebut Mitsubishi Heavy Industries dipecah menjadi tiga perusahaan, yaitu West Japan Heavy Industries, Central Japan Heavy Industries, dan East Japan Heavy Industries. Masing-masing dengan keterlibatan dalam pengembangan kendaraan bermotor. Akibat dari dipecahnya perusahaan besar tersebut, menyebabkan persaingan domestik yang ketat. Perusahaan-perusahaan terpaksa mencari cara bertahan yang lain, dan secara agresif mencari pasar-pasar ekspor guna mempertahankan tingkat produksi. Mereka pun mulai mengadakan kontrakkontrak luar negeri pada tahun 1970-an.
25
Zaibatsu adalah fitur unik dan menonjol pada sebelum Perang Dunia II, dapat didefinisikan sebagai badan usaha yang terdiri dari beragam perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan secara eksklusif oleh satu keluarga. Hidemasa Morikawa, The Organizational Structure Of Mitsubishi And Mitsui Zaibatsu, 1868-1922: A Comparative Study. The Business History Review, Vol. 44, No. 1, Japanese Entrepreneurship, Pp. 62-83, 1970, (Diunduh pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul. 17.00). http://www.jstor.org/stable/3112590. hlm. 62 26 Naofumi Nakamura, The Present State Of Research On "Zaibatsu": The Case Of Mitsubishi. Social Science Japan Journal, Vol. 5, No. 2, Pp. 233-242, Oktober 2002 (Diunduh Pada Tanggal 19 Mei 2011 Pukul 23:30). http://www.jstor.org/stable/30209382. hlm. 236 27 Kenji Suzuki, Competition Law Reform In Britain And Japan: Comparative Analysis Of Policy Networks. Routledge, London, 2002, hlm. 18
Dua perusahaan Jepang Mitsubishi Jukogyo (Mitsubishi Heavy Industries) dan Mitsubishi Shoji (Mitsubishi Trading Company) mencari persetujuan resmi pemerintah Indonesia dan Jepang mengenai suatu kontrak sementara untuk mendirikan perusahaan penjualan mobil di Indonesia dengan partner swasta Indonesia. Partner swasta Indonesia itu adalah Marwa Motor Company. Ketiga perusahaan tersebut Mitsubishi Heavy Industries, 28
Ibid. 2002, hlm. 19
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
9
Mitsubishi Shoji dan Marwa, dikatakan telah mencapai persetujuan dasar mengenai joint venture sales company yang menurut rencana akan mempunyai modal 29 permulaan $300.000.000 AS . Dikatakan bahwa 49 persen dari saham-saham perusahaan bersama itu akan dipegang oleh pihak Jepang dan 51 persen oleh partnerpartner Indonesia. Direncanakan akan diassemblir 60 buah kendaraan bermotor komersiil sebulan yang dapat ditingkatkan lebih banyak lagi dikemudian hari. Namun, Jendral Ibnu Soetowo secara berangsur-angsur menyingkirkan Suwarma, dari usaha impor kendaraan bermotor. Kemudian otomatis saham yang dulunya milik Suwarma jatuh ketangan Ibnu Soetowo. Ibnu Soetowo memegang 50 persen saham di keagenan Mitsubishi maupun Mercedes. Walaupun Ibnu Soetowo yang memegang saham, pengelolaannya diserahkan kepada para tangan kanannya di Pertamina, yaitu Sjarnubi Said. Presiden Direktur PT. Krama Yudha 30 , Sjarnubi Said menandatangani kesepakatan dengan Presiden Mitsubishi Corporation Mr. C. Fujino. Penandatanganan perjanjian kerja sama mengarah kepada didirikannya PT. Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB). jalur utama pengoperasian KTB adalah sebagai satu-satunya distributor dari kendaraan Mitsubishi di Indonesia 31 . Krama Yudha mengibarkan bendera nasionalisme yang memihak industri otomotif, memerankan diri sebagai pemuka industrialisasi otomotif. Sjarnubi Said paling giat menggembar-gemborkan misinya untuk “memaksa” Mitsubishi agar menjadikan Krama Yudha perusahaan pertama yang memasarkan mobil buatan 29
“Mitsubishi Ingin Dirikan Perusahaan Penjualan Mobil Di Jakarta”. Kompas, 14 Nov 1969 30 PT. Krama Yudha adalah perusahaan induk dari PT. Krama Yudha Tiga Berlian yang didirikan tahun 1970. 31 Zein Heflin Frinces, The Effect Of Japanese Technology Transfer To Indonesia: A Study Of Effect Of Technology Transfer On Managerial Skill Formation Of The Host Country’S Employees, University Of Wollongong, Australia, 1991, hlm. 223
Indonesia yang seutuhnya 32 . Hal tersebut berarti memaksa Mitsubishi untuk mempercepat alih teknologinya ke Indonesia. Negara berkembang, seperti Indonesia, pada umumnya masih relatif miskin akan teknologi hasil pengembangannya sendiri. Dalam bidang otomotif negara-negara berkembang hampir tidak ada perkembangan atau penemuan dalam hal teknologi. Maka sebagai langkah yang cukup praktis adalah bagi negara berkembang adalah dengan melakukan alih teknologi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia alih teknologi memiliki arti pengalihan pengetahuan dan keterampilan teknologi, terutama pemindahan materialnya, dari suku cadang yg terkecil sampai ke pabrik yg paling lengkap. Dalam alih teknologi terdapat saranasarana yang dapat menjamin terjadinya pengalihan teknologi. Salah satunya adalah dengan joint venture (usaha patungan). Penandatanganan persetujuan antara Krama Yudha dan Mitsubishi Corporation, dan antara Krama Yudha Tiga Berlian Motors dan Mitsubishi Motor Corporation yang berbasis perusahaan patungan (joint venture) menjadi sebuah pengakomodasian transfer teknologi dari Jepang ke Indonesia. Skala teknologi yang ditransfer dari Jepang ke Indonesia melalui joint venture ini, sangat besar, dan teknologi itu dapat di klasifikasikan sebagai 'teknologi terbaru' dibanding dengan teknologi yang sudah digunakan di negara lain. Selain itu, teknologi yang di transfer ke Indonesia tidak berbeda dengan yang digunakan di negara asal di Jepang. Seperti proses transfer teknologi internasional lainnya, transfer teknologi Mitsubishi kepada partners atau subsidiaries di indonesia melalui bermacam mekanisme seperti memperkerjakan pegawai dari Jepang atau ahli dalam perusahaan, melalui transfer dokumen sepertu layout pabrik, proses desain, spesifikasi produk, blue print, 32
Ian Chalmers, Op.Cit., hlm.203
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
10
software komputer dan program, buku instruksi, dan melalui pelatihan pegawai baik di indonesia dan di Jepang33.
pabrik di Jepang untuk melakukan training untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman. latihan disana.35”
Untuk mengetahui sejauh mana transfer teknologi terjadi adalah melihat tingkat kandungan lokal pada produksi mobilnya. Salah satu yang pertama kali berpindah ke produksi lokal berskala besar pada pertengahan 1970-an ialah agen Mitsubishi, PT Krama Yudha, yang dalam waktu singkat sudah dapat mengklaim penggunaan 51 persen kandungan lokal untuk truk mininya, Colt, merk yang paling laris terjual di Indonesia 34 . Pada tahun 1978 Colt sudah memiliki kandungan lokal mencapai 78 persen, dan menguasai 20 persen dari jumlah total penjualan mobil.
Naiknya upah buruh di Jepang menyebabkan perusahaan-perusahaan Jepang di sektor ini lalu mencari wilayahwilayah lain di asia tenggara yang upah buruhnya masih murah, termasuk ke Indonesia 36 . Karena itu pihak Jepang sangat mendukung program ini. Pihak Mitsubishi Jepang sangat bersemangat untuk membantu kita agar bisa mentransfer teknologi secepatnya.
Menurut Syarnoebi Said, mentransfer teknologi harus diasah dengan meningkatkan kemampuan lewat pendidikan dan latihan. Alih teknologi tak bisa sekaligus, tetapi harus dilakukan secara bertahap. Alih teknologi juga tidak bisa diharapkan seperti mengirim barang, begitu barang dikirim barang sudah jadi. Alih teknologi harus dibarengi dengan alih keterampilan juga. Alih teknologi tidak akan terjadi bila tidak adanya tenagatenaga ahli Indonesia yang bisa mengambil alih teknologi itu. Karena itu untuk meningkatkan kemampuan menyerap teknologi tersebut perlu ditingkatkan kemampuan sumber daya manusianya. Upaya peningkatan sumber daya manusia dapat ditempuh lewat pendidikan dan pelatihan, termasuk pendidikan konsentrasi, pelatihan ilmu dasar manufaktur, dan pemagangan di pabrik-pabrik. Langkah yang dilakukan oleh Mitsubishi/ Krama Yudha Tiga Berlian (KTB) untuk meningkatkan kualitas para pekerjanya adalah dengan mendatangkan pekerja ahli Jepang yang berpengalaman untuk mengawasi pekerja Indonesia, atau dengan mengirimkan pekerja Indonesia ke pabrik-
Indonesia menganggap alih teknologi yang dilakukan oleh pihak prinsipal tergolong lambat, padahal proses ini sepenuhnya tergantung pada kemampuan untuk menyerap dan posisi tawar-menawar yang dimiliki Indonesia. Dan hal yang bisa ditawarkan oleh Indonesia pada Jepang dalam posisi tawar-menawar, adalah selain pasar yang luas, juga sumber daya alam dan banyaknya sumber daya manusia. Pendapat yang mengatakan Jepang pelit dalam memberikan teknologinya, hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena Jepang tentu ingin melindungi kepentingannya. Untuk memperoleh teknologi itu diperlukan inisiatif, kalau perlu dengan mencuri atau mengakali, mengingat tak semua pemilik teknologi bersedia menularkan. Indonesia harus siap dan bekerja keras mengingat alih teknologi ini sifatnya juga mengambil alih sebagian dari penghasilan mereka.
4. Kesimpulan Selama lebih dari 20 tahun Mitsubishi berada di Indonesia, alih teknologi yang diharapkan belum terjadi. Mitsubishi masuk ke Indonesia pada era 1970-an dimana kendaraan sebagai penunjang 35
33
Zein Heflin Frinces, Op.Cit., hlm. 226 34 Ian Chalmers. Op.Cit., hlm. 156
“Perlu Banyak Kreasi Untuk Mengambil Alih Teknologi”, Op.Cit., hlm. 4 36 Syamsul Hadi, Op.Cit., hlm. 185
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
11
transportasi menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Tahap Indonesia masih berada dalam tahap memegang obeng saja atau baru hanya dalam tahap merakit, dan belum dapat membuat mobil secara utuh. Lambatnya atau tidak berhasilnya alih teknologi yang dilakukan Jepang ke Indonesia dikarenakan berbagai hambatan. Pihak Indonesia mengatakan bahwa tidak berhasilnya alih teknologi ini dikarenakan sikap Jepang, dalam kasus ini Mitsubishi, kurang terbuka dalam hal membagi teknologinya kepada Indonesia. Indonesia merasa bahwa teknologi yang diberikan oleh Jepang ke Indonesia sudah kadaluarsa, sedangkan teknologi terbaru mereka tetap mereka simpan di negara mereka. Hal tersebut juga terjadi di Malaysia. Saat Mitsubishi yang ingin masuk ke pasar Malaysia, Mitsubishi diminta untuk membangun merek lokal kerjasama dengan perusahaan setempat, dan menghasilkan mobil nasional. Mereka tidak boleh masuk Malaysia dengan merk asli. Dalam prosesnya pihak Mitsubishi telihat enggan untuk memberikan teknologi mereka kepada Malaysia, namun Malaysia berhasil “memaksa” Mitsubishi untuk membantu mereka membuat mobil nasional merk Proton, bahkan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengancam akan berhenti melakukan bisnis dengan Mitsubishi jika Jepang tidak lebih terbuka dengan teknologi mereka. Ketidakberhasilan Indonesia untuk mencapai alih teknologi, tidak semata-mata karena kesalahan pihak Jepang. Salah satu hambatan terjadinya alih teknologi itu adalah kurangnya sumber daya manusia Indonesia yang memadai. Bila suatu hari nanti kita bisa mendapatkan teknologi yang kita inginkan, tetapi tidak ada tenaga ahli yang bisa menggunakan atau pun mengolah teknologi tersebut, hal itu sungguh sangat sia-sia. Sikap pemerintah Indonesia yang terkadang kurang tegas kepada para prinsipal untuk segera mengalihkan teknologi mereka ke
Indonesia, juga dianggap sebagai sebuah hambatan. Seharusnya kita bisa belajar dari Malaysia dalam menghadapi sikap Jepang yang kurang terbuka dalam hal teknologi. Selain itu kebijakan pemerintah Orde Baru yang tidak konsisten membuat para prinsipal kesulitan. Kondisi Mitsubishi saat ini tidak sama dengan pada saat tahun-tahun awal mereka berdiri. Sejak awal Mitsubishi selalu merajai penjualan mobil di Indonesia. Namun semua berubah pada tahun 1980an, gagalnya mengantisipasi kondisi pasar Indonesia mengakibatkan dominasi Mitsubishi digantikan oleh Toyota. Proses alih teknologi sampai sekarang belum terwujud, terbukti sudah banyak mobil buatan Indonesia yang dibuat seperti MR90, Maleo, Timor, Asemka, dan mobil listrik. Namun tidak ada satu pun mobil tersebut yang laku dipasaran. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini proses alih teknologi dan kemandirian di bidang otomotif masih merupakan tantangan yang harus diselesaikan Indonesia di masa yang akan datang. Seperti yang kita ketahui bahwa untuk mendapatkan teknologi yang mereka rasakan sekarang ini, mereka membutuhkan waktu dan kerja keras. Karena itu sangatlah tidak elok jika kita hanya mengeluh kepada Jepang karena sikap mereka yang tidak ingin memberikan semua teknologi yang mereka miliki tanpa adanya usaha dari Indonesia sendiri.
Daftar Acuan “Dirjen ILD: Penciutan Merk Mobil Tidak Dilakukan Lagi”. 1981, 14 Mei. Kompas “Di indonesia: Direncanakan Hanya Ada Delapan Grup Perusahaan”. 1981, 13 Mei. Kompas
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
12
“Industri Otomotif, Industri yang Belum Mandiri”. 1991, 24 April. Kompas “Krama Yudha Sidoarjo Tutup, 320 Karyawannya Menganggur”. 1986, 23 Sept. Kompas “Mitsubishi Ingin Dirikan Perusahaan Penjualan Mobil di Jakarta”. 1969, 14 Nov. Kompas “Pabrik Mobil Pertama Di Indonesia”. 1973, 8 jun. Kompas “Perlu Banyak Kreasi Untuk Mengambil Alih Teknologi”. 1993, 14 Januari. Kompas “Pragmantis, Kebijakan Industri Otomotif RI”. 1991, 8 Juni. Kompas “Produksi Mobil Indonesia Tahun 1980: Tertinggi Dibanding Tahun-Tahun Sebelumnya”. 1981, 20 April. Kompas “PT Krama Yudha Mulai Mengurangi Produksi”. 1991, 8 Juli. Kompas “PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors keluarkan produk baru”. 1986, 13 September. Bisnis Indonesia “Mitsubishi Tingkatkan Kegiatan Indonesia”. 1987, 27 Nov. Kompas
di
“Setelah Merosot Terus Produksi Mobil di Indonesia Tahun 1986 Mulai Naik Lagi”. 1987, 2 Feb. Kompas “Tidak Semua Mobil Buatan RI Mahal”. 1992, 21 Juli. Kompas Neneng Herbawati. 2003, Juli 23. “Analisa Manufaktur : Menyoal Arah Industri Mobil Nasional”. Bisnis Indonesia “Sejarah Mitsubishi Indonesia (Part I)”. 2010, Desember. Majalah Evolution. Edisi I
Harahap, Filino. 1975, Februari. “Problematik Pemindahan Teknologi”. Prisma 1 Herudi Kartowisastro. 1975. Februari. “Informasi Dan Pemindahan Teknologi”. Prisma 1 M. Dawam Rahardjo. 1983, Juli 7. “Dunia Bisnis di Simpang Jalan”. Prisma Soekirno. 1995, Desember. “Kendala Alih Teknologi Dan Alternatif Solusinya”. BACA, Vol. XX, No. 5 Frinces, Zein Heflin. 1991. The Effect of Japanese Technology Transfer to Indonesia: a Study of Effect of technology transfer on managerial skill formation of the host country’s employees. University of Wollongong. Australia Ricardi S. Adnan. 2010. The Shifting Patronage Dinamika Hubungan Pengusaha dan Penguasa (Dalam Industri Otomotif 1969-1998). Universitas Indonesia. Depok Siska Hendrawati Hariyono. 2002. Peran Iwasaki Yatoro Di Dalam Mengembangkan Kewirausahaan Mitsubishi Pada Era Meiji. Universitas Indonesia. Depok A.A. Navis. 1986. Pasang Surut Pengusaha Pejuang: Otobiografi Hasjim Ning. Jakarta: PT. Pustaka Grafitpers Abbott, Jason P. 2003. Developmentalism and Dependency in Southeast Asia: The case of the automotive industry. London: RoutledgeCurzon Booth, Anne & Peter McCawley (eds). Ekonomi orde baru. (Boediono, penerjemah). Jakarta: LP3ES Chalmers, Ian. 1996. Konglomerasi: Negara Dan Modal Dalam Industri Otomotif Indonesia 1950-1985. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014
13
Endang Purwaningsih. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property Right: Kajian Hukum Terhadap Kekayaan Intelektual Dan Kajian Komparatif Hukum Paten. Bandung: Ghalia Indonesia. Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (tej. Nugroho Notosusanto). Jakarta : UI Press. Hill, Hal. 1990. Investasi Asing dan Industrialisasi di Indonesia. Jakarta: LP3ES. Hidemasa Morikawa. 1992. Zaibatsu, The Rise and Fall of Family Enterprise Groups in Japan. Japan: University of Tokyo Press Kenji Suzuki. 2002. Competition Law Reform in Britain and Japan: Comparative Analysis of Policy Networks. London: Routledge. Mochtar, Dewi Astutty. 2001. Perjanjian Lisensi Alih Teknologi Dalam Pengembangan Teknologi Indonesia. Bandung: Penerbit P.T. Alumni Mona Lohanda. 2007. Sejarah Pembesar Mengatur Batavia. Depok: Masup Jakarta M. Sahari Besari. 2008. Teknologi Di Nusantara: 40 Abad Hambatan Inovasi. Jakarta: Penerbit Salemba Teknika Posthumus, G.A. 1971. The Inter Governmental Group on Indonesia (I.G.G.I.). Rotterdam: Rotterdam University Press Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Sri-Bintang Pamungkas (ed). 1986. Industri Otomotif Menjelang Tinggal Landas. Jakarta: Yayasan Bina Pembangunan. Sumantoro. 1993. Masalah Pengaturan Alih Teknologi. Bandung: Penerbit Alumni Syamsul Hadi. 2005. Strategi Pembangunan Mahathir & Soeharto, Politik Industrialisasi Dan Modal Jepang di Malaysia dan Indonesia. Jakarta: Japan Foundation dan Pelangi Cendekia. Thee Kian Wie. 1988. Industrialisasi Indonesia: Analisis dan Catatan Kritis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan . 2005. Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990an. Jakarta: Freedom Institute dan Penerbit Buku Kompas Zaim Saidi.1998. Soeharto Menjaring Matahari: Tarik ulur Reformasi Ekonomi Orde Baru Pasca 1980. Bandung: Mizan Hidemasa Morikawa. 1970. The Organizational Structure of Mitsubishi and Mitsui Zaibatsu, 1868-1922: A Comparative Study. The Business History Review, Vol. 44, No. 1, Japanese Entrepreneurship, pp. 62-83. http://www.jstor.org/stable/3112590. Kozo Yamamura. The Founding of Mitsubishi: A Case Study in Japanese Business. The Business History Review, Vol. 41, No. 2 (Summer, 1967), pp. 141160. http://www.jstor.org/stable/3112564 Naofumi Nakamura. 2002, Oktober. The Present State of Research on "Zaibatsu": The Case of Mitsubishi. Social Science Japan Journal, Vol. 5, No. 2, pp. 233-242. http://www.jstor.org/stable/30209382
Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Perkembangan otomotif..., Yunita Kusuma Wardani, FIB UI, 2014