K A J I A N F I S K A L R E G I O N A L
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah, rahmat dan karunia-Nyalah maka Kajian Fiskal Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur Semester II dapat disusun dan diselesaikan dengan baik. Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup perkembangan ekonomi makro regional, inflasi, , keuangan pemerintah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan pada periode 2013. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Kanwil Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih memerlukan pengembangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian Kajian ini. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Harapan kami, semoga dengan adanya Kajian Fiskal Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur Semester II ini nantinya dapat menjadi solusi dan alternatif bagi Satuan Kerja K/L maupun Pemerintah Daerah di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam menjalankan roda perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya dan secara nasional pada umumnya.
Kupang, Maret 2014 Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Herry Sunardjo NIP. 195708231983021001
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman ii
DAFTAR ISI Halaman Judul ..…………………………………………………………………………......... Sambutan Gubernur ...…………………………………………………………………………
i
Kata Pengantar ...…………………………………………………………………………........
ii
Daftar Isi ...…………………………………………………………………………………........
iii
Daftar Grafik ...…………………………………………………………………………..........
iv
Daftar Tebel ......…………………………………………………………………………..........
vi
Daftar Boks ......…………………………………………………………………………..........
vii
Daftar Singkatan ………………………………………………………………………..........
viii
Ringkasan Eksekutif .....………………………………………………………………….........
xi
Bab I Perkembangan Ekonomi Regional …………………………………………….........
1
A. Perkembangan Indikator Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi ..….........
1
B. Perkembangan Indikator Demografis ....……………………………………...........
10
C. Perkembangan Indikator Sektoral Terpilih …………………………………...........
14
Bab II Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Pusat ……………………………..............
22
A. I-Account Tingkat Propinsi ……………………………………………………...........
22
B. Pendapatan Pemerintah Pusat ………………………………………………...........
23
C. Belanja Pemerintah Pusat ……………………………………………………............
27
Bab III Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Daerah …………………………..............
77
A. Profil APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota ………………………………..............
77
B. Perkembangan Realisasi APBD ..........................................................................
93
Bab IV Analisis Fiskal Regional ..……………………………………….…….......................
94
A. Pendapatan Pusat dan Daerah ..…………………………………….......................
94
B. Belanja Pusat dan Daerah ……………………………………………......................
97
C. Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah ……………………………......................
99
D. Rasio Belanja Sektoral …………………………………………………....................
100
E. SILPA dan Pembiayaan ..……………………………………………........................
104
Bab V Penutup .…………………………………………………………………......................
106
Lampiran …………………………………………………………………................................
110
Daftar Pustaka …………………………………………………………………......................
114
Keanggotaan Tim Penyusun …………………………………………………......................
115
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman iii
DAFTAR GRAFIK Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12
Grafik Grafik Grafik
2.13 2.14 2.15
Grafik
2.16
Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
2.17 2.18 2.19 2.20 2.21 2.22 2.23 2.24 2.25 2.26 2.27 2.28 2.29 3.1 3.2 3.3 3.4
Grafik
3.5
Grafik
3.6
Perbandingan Inflasi Semester II 2013 Kota Kota di Indonesia Timur Pengukuran Laju Inflasi IHK (yoy) Komposisi Penduduk Prov. NTT Tahun 2011 Persentase Jumlah Penduduk Miskin Prov.NTT dalam Kurun Waktu 2008-2013 Struktur Perekonomian Prov. NTT Tahun 2013 Perkembangan Nilai Tukar Petani Prov. NTT Tahun 2013 Kinerja Subsektor Pertania Penambahan Jalan Darat Prov. NTT Perbandingan Volume Bongkar Muat Barang Setiap Pelabuhan Perbandingan Volume Bongkar Muat Barang Setiap Pelabuhan Udara Perkembangan Tingkat Hunian Kamar Hotel di Prov. NTT Perkembangan Realisasi Penerimaan Perpajakan Tahun 2012 dan 2013 Perbandingan Pagu dan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2009-2013 10 K/L Pagu Tertinggi TA.2013 Pagu Anggaran Per Jenis Belanja TA.2013 Pergerakan Blokir Anggaran Periode Semester II Perkembangan Dana DK, TP, dan UB Prov. dan Kab/ Kota di NTT Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja Perbandingan Realisasi Anggaran Belanja Pegawai Pola Penyerapan Belanja Pegawai K/L Perbandingan Pagu dan Realisasi Belanja Barang Tahun 2012 dan 2013 Perbandingan Pagu Belanja Barang TA 2012 dan 2013 Perbandingan pagu dan Realisasi Belanja Modal Tahun Anggaran 2012 dan 2013 Total Pagu Belanja Modal dan Realisasi Berdasarkan RM DIPA TA.2013 Total Pagu Belanja Modal dan Realisasi Berdasarkan Sumber Dana Perbandingan Pagu dan Belanja Modal Berdasarkan Jenis Belanja TA 2012 dan 2013 Perbandingan Pagu Belanja Bantuan Sosial Berdasarkan Jenis Belanja TA.2012 dan 2013 Perbandingan Realisasi Belanja Barang Per Bulan TA.2013 Pergerakan Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja TA.2013 Pagu dan Realisasi Belanja Barang Pagu dan Realisasi Belanja Barang Operasional TA.2013 Pergerakan Realisasi Belanja Barang Operasional TA.2013 K/L dengan Pagu Belanja Barang Operasional Terbesar Alokasi Belanja Perjalanan Dinas Dalam Negeri Tahun 2013 Pergerakan Realisasi Belanja Perjalanan Dinas 5 K/L Realisasi terendah Belanja Perjalanan Dinas Lainnya Porsi Alokasi Belanja Modal Jalan dan Jembatan Prov.NTT Pergerakan Realisasi Belanja Modal TA.2013 K/L yang Mendapat Belanja Modal Jalan dan Jembatan Pagu dan Realisai Pembangunan Wilayah Perbatasan Profil APBD Prov dan Kab/Kota Di NTT berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Defisit APBD Prov dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 Alokasi Pendapatan Pada APBD Prov dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 Persentase PAD terhadap Total Pendapatan APBD Prov dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 Persentase Komponen PAD Terhadap total APBD Prov dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 Persentase DBH, DAU dan DAK terhadap total dana Perimbangan APBD Prov dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman iv
Grafik
3.7
Grafik Grafik
3.8 3.9
Grafik
3.10
Grafik
3.11
Grafik Grafik
3.12 3.13
Grafik
4.1
Grafik
4.2
Jumlah Dana Perimbangan dan Dana Penyesuaian dan Otsus APBD Prov dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 Jumlah Alokasi Belanja APBD Provinsi dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 % komponen Belanja Tidak langsung terhadap total Belanja Tidak Langsung APBD Provinsi dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 % Komponen Belanja Langsung total Belanja Langsung APBD Provinsi dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 % Per Jenis Belanja terhadap Total Belanja APBD Provinsi dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 Profil APBD Provinsi dan Kab/Kota Berdasarkan Klasifikasi Fungsi Perkembangan % Alokasi Belanja Berdasarkan Urusan APBD Provinsi dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013 Perkembangan Alokasi Belanja Kesehatan dan Pendidikan dan Belanja Daerah Lingkup Prov.NTT Defisit APBD Provinsi dan Kab/Kota TA.2010 s.d 2013
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman v
DAFTAR TABEL Tabel Tabel
1.1 1.2
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 2.1
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9
Tabel Tabel Tabel
2.10 3.1 3.2
Indeks Harga Konsumen dan Laju Inflasi Provinsi NTT Perkembangan Inflasi Semester II 2013 Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nasional Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha Struktur PDRB Menurut Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan Komponen-Komponen PDRB Pengeluaran Andil Komponen Pengeluaran Terhadap PDRB Triwulan III dan IV Tahun 2013 Penduduk Nusa Tenggara Timur Usia 15 Tahun ke Atas Jumlah dan Persentase Penduduk miskin Pagu dan Ralisasi Pendapatan dan Belanja Sampai dengan Akhir Desember 2014 Perbandingan Realisasi PNBP Lainnya Perbandingan Realisasi PNBP Fungsional Blokir K/L Semester II Posisi Blokir Anggaran K/L Pada 31 Desember 2013 Perbandingan Alokasi Anggaran Berdasarkan Fungsi TA.2013 Perbandingan Alokasi Anggaran Berdasarkan Prioritas TA.2013 Kategori Penyebab Rendahnya Realisasi Anggaran Satker pada Kementerian PU yang Mendapat alokasi Belanja Modal Jalan dan Jembatan Pagu dan Realisasi Anggaran Berdasarkan MDGs TA.2013 Profil APBD Prov dan Kab/ Kota di NTT TA.2010 s.d 2013 Profil APBD Prov dan Kab/ Kota Berdasarkan Klasifikasi Urusan TA.2010 s.d 2013
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman vi
DAFTAR BOKS
Boks
1
Dampak positif penyelenggaraan Sail Komodo 2013 terhadap pariwisata di NTT
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman vii
DAFTAR SINGKATAN APBD
: Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBN-P
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
BANSOS
: Bantuan Sosial
BLU
: Badan Layanan Umum
BLUD
: Badan Layanan Umum Daerah
BKF
: Badan Kebijakan Fiskal
BAPPENAS
: Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
BPHTB
: Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan
BOS
: Bantuan Operasional Sekolah
BPPSDMK
: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
BPS
: Badan Pusat Statistk
BPN
: Badan Pertanahan Nasional
BPKP
: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
BSM
: Bantuan Siswa Miskin
BUMD
: Badan Usaha Milik Daerah
BUD
: Bendahara Umum Daerah
BUN
: Bendahara Umum Negara
DAK
: Dana Alokasi Khusus
DAU
: Dana Alokasi Umum
DBH
: Dana Bagi Hasil
DIPA
: Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Dit. PA
: Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Dit. APK
: Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
DJA
: Direktorat Jenderal Anggaran
DJP
: Direktorat Jenderal Pajak
DJPB
: Direktorat Jenderal Perbendaharaan
DJPK
: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
DK
: Dekonsentrasi
DPK
: Dana Pihak Ketiga
GR
: Gini Ratio
HDI
: Human Development Index
IKU
: Indikator Kinerja Utama
IMF
: International Monetary Fund
IPM
: Indeks Pembangunan Manusia
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman viii
KER
: Kajian Ekonomi Regional
KFR
: Kajian Fiskal Regional
K/L
: Kementerian/Lembaga
KPPN
: Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
KUA
: Kebijakan Umum Anggaran
LDR
: Loan to Deposit Ratio
LKPD
: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
LKPP
: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
LKPP
: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah
LPNRT
: Lembaga Profit Non Rumah Tangga
MDG’s
: Millenium Development Goals
Monev
: Monitoring dan Evaluasi
Musrenbang : Musyawarah Perencanaan Pembangunan NPL
: Non Performing Loan
NTP
: Nilai Tukar Petani
OPDP
: Optimalisasi Pemanfaatan Data Perpajakan
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
PBB
: Pajak Bumi Bangunan
PDB
: Produk Domestik Bruto
PDRB
: Produk Domestik Regional Bruto
PDRD
: Pajak Daerah dan Restribusi Daerah
PHLN
: Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
PKP
: Penghasilan Kena Pajak
PMA
: Penanaman Modal Asing
PMDN
: Penanaman Modal Dalam Negeri
PMTB
: Pembentukan Modal Tetap Bruto
PMK
: Peraturan Menteri Keuangan
PNBP
: Penerimaan Negara Bukan Pajak
PPh
: Pajak Penghasilan
PPN
: Pajak Pertambahan Nilai
PPnBM
: Pajak Penjualan atas Barang Mewah
PRJ
: Perjanjian
PTKP
: Penghasilan Tidak Kena Pajak
RDI
: Rekening Dana Investasi
RENJA
: Rencana Kerja
RENSTRA
: Rencana Strartegis
RM
: Rupiah Murni
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman ix
RMP
: Rupiah Murni Pendamping
RKPD
: Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPD
: Rekening Pemerintah Daerah
RPJMD
: Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJPD
: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
SiLPA
: Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
SKPD
: Satuan Kerja Pemerintah Daerah
SLA
: Subsidiary Loan Agreement
SAL
: Sisa Anggaran Lebih
SOP
: Standar Operasional Prosedur
SPI
: Sistem Pengendalian Internal
SPIP
: Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
SPM
: Surat Perintah Membayar
CPI
: Center Poin of Indonesia
DPRD
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPR
: Dewan Perwakilan Rakyat
FKPPI
: Forum Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi
Gapoktan
: Gabungan Kelompok Tani
GK
: Garis Kemiskinan
GKG
: Gabah Kering Giling
GKM
: Garis Kemiskinan Makanan
GKN
: Gerakan Kewirausahaan Nasional
BNPPTKI
: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
BPOM
: Badan Pengawasan Obat dan Makanan
BPK
: Badan Pemeriksa Keuangan
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman x
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan daerah menjadi semakin luas untuk mengatur bidang pemerintahan. Pemerintah Daerah mempunyai ruang yang cukup untuk melakukan inovasi dan kreatifitas dalam membangun daerahnya karena daerahlah yang paling tahu kebutuhannnya., ada beberapa kewenangan yang masih dipegang oleh Pemerintah Pusat, diantaranya adalah kewenangan kebijakan fiskal. Pengelolaan kebijakan fiskal identik dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D).
Saat ini, Provinsi NTT masih dihadapkan pada tingginya penduduk miskin, tingkat pendidikan yang rendah, dan pelayanan kesehatan yang belum memadai. Strategi pembangunan Provinsi NTT sudah lebih fokus untuk menyelesaikan permasalahanpermasalahan tersebut, melalui alokasi anggaran yang cukup untuk memberikan dukungan terhadap program-program di bidang pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan. Namun hasil dari alokasi anggaran tersebut belum mampu memberikan dampak yang signifikan kepada kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut terlihat dari indikator IPM yang masih rendah, penduduk miskin masih diatas 20% dengan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang tinggi. Evaluasi pelaksanaan program harus segera dilakukan untuk memberikan dampak yang maksimal terhadap perbaikan sektor strategis di Provinsi NTT.
Dari sisi potensi daerah yang dimiliki, Provinsi NTT harus memberikan perhatian kepada sektor pertanian terutama peternakan sapi, dan sektor pariwisata budaya. Kondisi alam Provinsi NTT yang memiliki banyak sekali objek wisata alam, budaya yang kaya, dan padang rumput luas sangat cocok untuk peternakan sapi. Namun dari alokasi anggaran, pemerintah daerah belum mencerminkan keseriusan dalam memberikan perhatian kepada kedua sektor tersebut. Pertanian yang memberikan sumbangan 36% PDRB hanya mendapat alokasi anggaran 3,3% dan pariwisata merupakan sektor yang paling kecil alokasi anggarannya yaitu sebesar 0,67%. Rasio pajak Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 menunjukkan angka 1,34% masih jauh dari tax ratio nasional yang dikisaran angka 13% Sedangkan untuk rasio PAD menunjukkan angka 2,99%, sangat kecil dari potensi ekonomi NTT yang bisa diberdayakan. PAD merupakan salah satu sumber pendapatan KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman xi
yang penting bagi daerah karena dengan PAD, kita dapat mengetahui bagaimana daerah menggali pendapatan daerahnya, Potensi-potensi ekonomi daerah seperti kelautan, pariwisata, dan produk pertanian tertentu (jagung, sapi) harus lebih digali. Selain menggali potensi daerah, Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat mengajukan dana ke pemerintah pusat dengan mengajukan penambahan dana transfer. Namun, permintaan seperti itu harus didukung dengan program strategis dan capaian output dan outcome yang jelas Rasio belanja pegawai sebesar 48,77%, angka tersebut menunjukkan bahwa hampir separuh anggaran daerah digunakan untuk belanja pegawai. Apabila dibandingkan dengan belanja pegawai alokasi APBN lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur yang di angka 22,77%, maka porsi alokasi belanja pegawai alokasi APBD sangat tinggi. Tingginya rasio belanja pegawai akan mengakibatkan porsi anggaran untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan akan tergerus Anggaran Pemerintah Daerah seluruh Povinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa belanja modal mempunyai rasio 19,66% atau 3,017 triliun rupiah. Apabila dibandingkan dengan belanja modal alokasi APBN lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur yang di angka 38,91% atau 3,280 triliun, maka porsi alokasi belanja modal alokasi APBD belum optimal. Hal ini dikuatkan dengan rasio antara belanja modal di APBN dengan belanja modal di APBD yang di angka 108,7%, yang artinya belanja modal pemerintah pusat di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih besar daripada alokasi belanja modal pada anggaran Pemerintah Daerah seluruh Nusa Tenggara Timur Ruang
fiskal
anggaran
seluruh
pemerintah
daerah
pada
Tahun
2013
sebesar
Rp.6.383.086,000,000 namun berdasarkan struktur APBD pemerintah daerah Tahun 2013, hanya sebagian dana yang betul-betul digunakan untuk investasi dan pembangunan. Sesuai rincian jenis belanja pada APBD 2013, jenis belanja modal sebagai indikator tingkat intensitas investasi dan pembangunan adalah sebesar 3,017 trilun. Alokasi tersebut hanya 47,27% dari ruang fiskal yang ada, sedangkan sisanya sebesar 52,73% lebih banyak digunakan untuk belanja barang, hibah, dan belanja pegawai langsung. Dimana jenis belanja tersebut tidak memiliki efek langsung terhadap peningkatan pembangunan ekonomi. kondisi anggaran daerah terkait dengan pengelolaan pembiayaan relatif moderat. Angka rasio tidak mencerminkan kondisi yang ekstrem, seperti rasio defisit terhadap PDRB masih dibawah 3%, dan terhadap APBD yang masih dibawah kisaran 5%. Sumber dana pembiayaan untuk menutup defisit lebih banyak menggunakan dana SILPA. Defisit Tahun 2013 yang sebesar 755 miliar rupiah, ditutup dari SILPA hampir sebesar 552 miliar rupiah atau 73,1%. Kekurangan sumber dana baru diambil dari sumber seperti pencairan dana cadangan dan pinjaman. Hal tersebut terlihat dari kecilnya persentase rasio pinjaman terhadap defisit anggaran yaitu 3,53%. Di provinsi Nusa Tenggara Timur anggaran pembangunan yang bertema MDGs tersebar di KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman xii
beberapa
Kementerian/Lembaga
yang
dialokasikan
pada
program–program
dan
komponen output satuan kerja Kementerian/Lembaga. Program MDGs ini dialokasikan pada beberapa Kementerian antara lain Kementerian Dalam Negeri, Pertanian,
Pendidikan dan Kebudayaan, Kesehatan, Kehutanan, Pekerjaan Umum dan lain – lain. Alokasi anggaran untuk program MDGs mencapai Rp. 1,7 triliun atau 16,47 % dari total pagu DIPA tahun 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 10,4 triliun. Alokasi
anggaran
pembangunan
bertema
MDGs
porsi terbesar
adalah
untuk
Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan (MDGs 1) sebesar 83,07 % atau Rp. 1,4 triliun diikuti oleh Infrastruktur (MDGs 9) sebesar Rp. 183,6 milyar atau 10,69 %. terdapat dua tema tidak mendapat alokasi anggaran yaitu Penurunan angka kematian anak (MDGS 4) dan Pemberantasan HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Lainnya (MDGs 6), artinya bahwa penyebaran alokasi anggaran tidak merata untuk semua komponen tema MDGs yang ada di provinsi Nusa Tenggara Timur sehingga terkesan sistem pengalokasian anggaran masih bersifat sektoral dan bukan berbasis kewilayahan.
Secara umum kemampuan keuangan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dilihat berdasarkan seberapa cukup untuk membiayai kebijakan ekspansif dengan defisit anggaran yang ada maka, perlu mendapat perhatian sumber pembiayaan utama dari SILPA. Perlu di kaji bagaimana kondisinya jika besaran SILPA tidak lagi tersedia, atau bahkan SIKPA. Maka harus dipikirkan untuk mencari sumber pembiayaan lain sebagai bagian dari pengelolaan fiscal sustainability.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman xiii
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
A. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan, dan Konsumsi 1. Inflasi
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK).Perubahan Indeks Harga Konsumen dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu : 1. Kelompok Bahan Makanan 2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau 3. Kelompok Perumahan 4. Kelompok Sandang 5. Kelompok Kesehatan 6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga 7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi. Selama Tahun 2013, NTT mengalami delapan kali inflasi dan empat kali deflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli sebesar 4,63 persen dan deflasi tertinggi terjadi pada bulan September sebesar -1,03 persen. Gambar 1.1 Perkembangan Inflasi Nusa Tenggara Timur (2007=100) Desember 2012-Desember 2013 5
4,63
4 3 2 1,43
1
1,38
1,36
-0,87 -0,59
-1 Des12
% 1,43
Jan
Feb
Mrt
1,38
0,31
1,03
Apr
0,75
0,48
0,31
0 -2
1,37
1,03
-1,03
-0,59
Mei
Juni
Juli
Agst
Sept
Okt
-0,87 -0,59
1,37
4,63
0,48
-1,03 -0,59
Nov
Des
0,75
1,36
% Sumber: BPS Provinsi NTT
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 1
Inflasi sebesar 1,36 persen di Nusa Tenggara Timur ini dipicu oleh naiknya indeks harga pada sebagian besar kelompok pengeluaran. Kelompok pengeluaran bahan makanan mengalami kenaikan indeks terbesar, yakni sebesar 3,58 persen, diikuti kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga yang naik 1,27 persen dan kelompok sandang yang naik 0,73 persen. Kelompok yang mengalami penurunan indeks terjadi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang turun sebesar 0,17 persen. Sedangkan jika dilihat menurut laju inflasi tahun kalender dan inflasi year on year, kelompok pengeluaran transpor, komunikasi dan jasa keuangan, sepanjang 2013 (Januari-Desember) mengalami kenaikan tertinggi yakni sebesar 16,22 persen. Tabel 1.2 Indeks Harga Konsumen dan Laju Inflasi Provinsi Nusa Tenggara Timur Desember 2013, Tahun Kalender 2013 dan Year on Year menurut Kelompok Pengeluaran (2007=100)
IHK
Kelompok Pengeluaran
(1)
Laju Inflasi tahun
Inflasi Laju Des Inflasi 2013 Des Nov Des *) Kalender YOY 2012 2013 2013 **) ***) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 146,94 157,17 157,3 1,36 8,41 8,41 165,75 167,34 173,33 3,58 4,57 4,57
Umum 1 Bahan Makanan 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 159,91 174,75 175,85 0,63 9,97 9,97 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 140,29 151,74 152,76 0,67 8,89 8,89 4 Sandang 150,48 157,93 159,08 0,73 5,71 5,71 5 Kesehatan 125,55 130,88 130,99 0,09 4,33 4,33 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 127,79 135,17 136,88 1,27 7,12 7,12 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa keuangan 125,88 146,54 146,3 -0,17 16,22 16,22 *)Persentase perubahan IHK bulan Desember 2013 terhadap IHK sebelumnya **)Persentase perubahan IHK bulan Desember 2013 terhadap IHK bulan Desember 2012 ***)Persentase perubahan IHK bulan Desember 2013 terhadap IHK bulan Desember 2012
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 2
Selama Tahun 2013, angka inflasi tahun kalender di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai
8,41 persen. Sedangkan angka inflasi nasional mencapai 8,38
persen. Inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur ternyata lebih tinggi dari inflasi nasional untuk periode yang sama, kondisi tersebut disebabkan Tekanan laju inflasi pada periode laporan secara umum disebabkan oleh tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga dengan masing-masing andil sebesar 1,01% dan 0,18% terhadap laju inflasi secara umum. Tingginya inflasi pada periode laporan secara umum disebabkan oleh perayaan Natal, perayaan Tahun Baru dan kondisi cuaca yang buruk. Selain itu, kenaikan TTL setiap triwulannya turut mendorong laju inflasi NTT ke arah yang lebih tinggi. Sementara itu, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan memiliki andil terhadap laju inflasi sebesar -0,03%. Secara tahunan, inflasi NTT secara umum disebabkan oleh kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, kelompok bahan makanan, serta kelompok kesehatan yang masing-masing sebesar 16,22% (yoy), 4,33% (yoy) dan 4,57% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar -0,08% (yoy), 2,06% (yoy), dan 3,43% (yoy). Peningkatan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan andil sebesar 2,73% (yoy) menjadi penyebab utama tingginya inflasi NTT. Selain itu, peningkatan Tarif Tenaga Listrik (TTL) setiap triwulannya, kenaikan cukai tembakau dan penerapan kuotasi impor hortikultura turut mendongkrak inflasi lebih tinggi. Berikut disampaikan perkembangan inflasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Inflasi secara nasional. Pembentukan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih didominasi oleh dua kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan makanan terutama subkelompok ikan segar dikarenakan tingginya gelombang laut. dan kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Data inflasi Semester II 2013 menunjukkan bahwa pergerakan harga dua kelompok pengeluaran ini secara signifikan menyumbang tingkat inflasi maupun deflasi secara keseluruhan. Berikut data inflasi Semester II Tahun 2013 menurut kelompok pengeluaran.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 3
Tabel 1.3 Perkembangan Inflasi Tahun 2013 Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nasional (2007=100)
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi NTT
Secara tahunan, inflasi NTT pada tahun 2013 disebabkan kelompok administered prices dari 2,03% (yoy) pada tahun 2012 menjadi sebesar 18,39% (yoy). tingginya inflasi yang terjadi terutama disebabkan oleh kenaikan BBM pada pertengahan tahun. Selain itu, peningkatan TTL setiap triwulannya dan cukai tembakau turut mengakselerasi laju inflasi NTT. Sejalan dengan hal tersebut, kelompok bergejolak (volatile foods) turut mengalami peningkatan dari 3,12% (yoy) menjadi sebesar 4,91% (yoy). Tingginya laju inflasi kelompok bergejolak disebabkan kebijakan pemerintah terkait kuotasi impor hortikultura serta terjadinya gagal panen subkelompok bumbu-bumbuan. Namun demikian, Menurunnya tekanan yang terjadi pada kelompok inti (core inflation) dari 8,09% (yoy) menjadi sebesar 6,84% (yoy) memberikan hambatan cukup besar terhadap akselerasi inflasi NTT. Inflasi yang lebih rendah tersebut terutama disebabkan oleh subkelompok sandang yang mengalami penurunan dari 9,27% (yoy) menjadi sebesar 5,71% (yoy).
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 4
Grafik 1.2 Pengukuran Laju Inflasi IHK (yoy) Di Provinsi NTT 20
16 %,yoy
%,yoy
Inflasi IHK (yoy)
Volatile Foods
14
Adm Price
Core
Core
15
12
Adm Price Volatile Foods
10
10 8
5
6 4
0
2 -5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2011
2012
2013
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2011
2012
2013
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)
Pengukuran laju inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur didasarkan pada perkembangan Indeks Harga Konsumen di kota Kupang dan Kota Maumere. Untuk Membandingkan perkembangan inflasi di Provinsi Nusa tenggara timur, perlu dilakukan komparasi dengan wilayah (kota) yang memiliki kondisi ekonomi dan karakteristik yang mirip dengan kota-kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berikut disampaikan data laju inflasi di beberapa kota di wilayah Indonesia timur yang mempunyai kondisi ekonomi dan karakteristik yang mirip dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Kinerja perekonomian NTT yang digambarkan oleh perkembangan PDRB atas dasar harga konstan 2000, pada triwulan III tahun 2013 meningkat sebesar 3,96 persen bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (q-to-q) dan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2012 mengalami pertumbuhan 5,72 persen (y-on-y). Sedangkan kinerja perekonomian NTT pada triwulan IV tahun 2013 meningkat sebesar 2,37 persen bila dibandingkan dengan triwulan
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 5
sebelumnya (q-to-q) dan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2012 mengalami pertumbuhan 5,62 persen (y-on-y). Perekonomian NTT yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun 2013 mencapai Rp. 10,54 triliun rupiah, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 adalah Rp. 3,78 triliun rupiah. Sedangkan Perekonomian NTT yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan IV tahun 2013 mencapai Rp. 10,90 triliun rupiah, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 adalah Rp. 3,86 triliun rupiah. Sektor pertanian pada triwulan III tahun 2013 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -0,23 persen, setelah mengalami pertumbuhan sebesar 2,28 persen pada triwulan II tahun 2013. Kontraksi pertumbuhan sektor pertanian Provinsi NTT triwulan III utamanya disebabkan oleh subsektor tanaman bahan makanan yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -6,11 persen. Sementara subsektor perikanan tumbuh sebesar 6,95 persen; subsektor tanaman perkebunan mengalami pertumbuhan sebesar 5,14 persen; subsektor peternakan mengalami pertumbuhan sebesar 4,83 persen; subsektor kehutanan hanya mengalami pertumbuhan sebesar 3,43 persen. Pada triwulan III tahun 2013 semua sektor mengalami pertumbuhan; Sektor pertambangan-penggalian pada triwulan III tumbuh sebesar 6,06 persen, sementara sektor industri pengolahan tumbuh 6,30 persen. Selanjutnya sektor listrik dan air bersih tumbuh 6,92 persen. Sektor
konstruksi
perdagangan-hotel-restoran
mengalami
pertumbuhan
3,82
persen,
sektor
mengalami
pertumbuhan
5,19
persen,
sektor
pengangkutan dan komunikasi 6,84 persen, sektor keuangan-persewaan-jasa perusahaan 9,28 persen, serta sektor jasa-jasa 6,81 persen. Sedangkan sektor pertanian pada triwulan IV tahun 2013 mengalami pertumbuhan sebesar 1,24 persen, setelah mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -0,87 persen pada triwulan III tahun 2013. Pertumbuhan sektor pertanian Provinsi NTT triwulan IV didukung oleh terjadinya pertumbuhan pada subsektor kehutanan sebesar 5,16 persen, tanaman perkebunan sebesar 5,13 persen, peternakan sebesar 3,73 persen dan perikanan sebesar 2,45 persen. Subsektor pertanian yang mengalami kontraksi pertumbuhan terjadi pada subsektor tanaman bahan makanan yang mengalami kontraksi sebesar -1,84 persen. Kondisi ini tidak KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 6
terlepas dari kondisi alam NTT yang mengandalkan hujan sebagai sumber air untuk pertanian. Sektor keuangan-persewaan-jasa perusahaan pada triwulan IV mengalami pertumbuhan sebesar 5,51 persen, sektor listrik dan air bersih tumbuh 5,04 persen, sektor jasa-jasa tumbuh 3,38 persen. Sedangkan sektor lainnya mengalami pertumbuhan di bawah 5 persen. Berikut data pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT periode Semester II dan IV Tahun 2013. TABEL 1.3. LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT SEKTOR EKONOMI/LAPANGAN USAHA triw III 2013
Triw IV 2013
Triw IV 2013
Sumber
Sumber
SEKTOR EKONOMI/
Terhadap
Terhadap
Terhadap
Pertumbuhan
Pertumbuhan
LAPANGAN USAHA
Triw II 2013
Triw III 2013
Triw IV 2012
Triw IV 2013
Triw IV 2013
(Q to Q) (2)
(Q to Q) (3)
(Y on Y) (4)
(Q to Q) (5)
(Y to Y) (6)
1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian
-0,87
1,24
2,82
0,41
0,96
6,06
1,86
4,10
0,03
0,06
3. Industri Pengolahan
6,30 triw III 2013
2,83 Triw IV 2013
3,48 Triw IV 2013
0,04
0,05
Sumber
Sumber
4. Listrik dan Air Bersih
6,92
5,04
7,02
0,02
0,03
5. Konstruksi/Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan, dan JasaPerusahaan
3,82
2,18
4,39
0,14
0,28
5,19
2,36
8,82
'0,44
1,58
6,68
2,02
6,20
0,15
0,46
9,28
5,51
9,89
0,23
0,41
9. Jasa-jasa
6,81
3,38
6,65
0,91
1,79
PDRB
3,71
2,37
5,62
2,37
5,62
(1)
Sumber: BPS Provinsi NTT
Pada triwulan IV tahun 2013, sektor ekonomi yang memiliki peranan terbesar adalah sektor Pertanian yaitu sebesar 34,08 persen; diikuti oleh sektor Jasa-jasa sebesar 26,46 persen; sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran sebesar 18,66 persen. Secara keseluruhan ketiga sektor tersebut mempunyai andil peranan sebesar 79,20 KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 7
persen dalam PDRB. Sedangkan enam sektor lainnya mempunyai andil berkisar antara 0,46 sampai dengan 7,21 persen. Berikut perbandingan struktur PDRB ekonomi Provinsi NTT menurut sektor.
TABEL 1.4. STRUKTUR PDRB MENURUT SEKTOR EKONOMI/ LAPANGAN USAHA, TRIWULAN IV 2012 DAN TRIWULAN IV 2013 (Persen)
SEKTOR EKONOMI/ Triwulan IV 2012 2013 LAPANGAN USAHA (1) (2) (3) 1. Pertanian 34,64 34,08 2. Pertambangan dan Penggalian 1,39 1,34 3. Industri Pengolahan 1,50 1,51 4. Listrik dan Air Bersih 0,43 0,46 5. Konstruksi/Bangunan 7,34 7,21 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,93 18,66 7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,62 5,66 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,48 4,62 9. Jasa-jasa 26,67 26,46 PDRB 100,00 100,00 Sumber: BPS Provinsi NTT Sebagaimana diketahui apabila ditinjau dari sisi pengeluaran atau permintaan, PDRB NTT dipengaruhi oleh berbagai komponen permintaan yaitu Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga, Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, Pembentukan Modal atau Investasi, dan Ekspor Netto serta Perubahan Stok/ Inventori. Pengeluaran konsumsi rumah tangga secara riil (atas dasar harga konstan 2000) meningkat sebesar 2,43 persen pada triwulan IV tahun 2013 (3,09 triliun rupiah) dibandingkan dengan triwulan III tahun 2013 (3,01 triliun rupiah). Peningkatan pengeluaran konsumsi rumah tangga tersebut terjadi karena peningkatan pada komoditas makanan sebesar 2,38 persen dan pada komoditas bukan makanan sebesar 2,59 persen. Demikian pula pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga berlaku naik sebesar 3,43 persen dari 7,66 triliun rupiah pada triwulan III tahun 2013 menjadi sebesar 7,92 triliun rupiah pada triwulan IV tahun 2013.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 8
Pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan IV tahun 2013 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang disebabkan oleh meningkatnya belanja barang dan jasa oleh pemerintah. Besarnya pengeluaran konsumsi pemerintah atas dasar harga konstan 2000 naik sebesar persen 5,56 persen atau dari 0,86 triliun rupiah pada triwulan III tahun 2013 menjadi 0,91 triliun rupiah pada triwulan IV tahun 2013. Sementara atas dasar harga berlaku naik sebesar 7,62 persen atau dari 2,56 triliun rupiah pada triwulan III tahun 2013 menjadi 2,75 triliun rupiah pada triwulan IV tahun 2013. TABEL 1.5 LAJU PERTUMBUHAN KOMPONEN-KOMPONEN PDRB PENGELUARAN (Persen) Trw IV Trw IV 2013 2013 Jenis Pengeluaran Terhadap Terhadap Trw III Trw IV 2013 2012 (q-to-q (y-on-y) (1) (2) (3) 01. Konsumsi Rumahtangga 2,43 1,70 02. Konsumsi Lembaga Non Profit 3,21 0,52 03. Konsumsi Pemerintah 5,56 4,10 04. PMTB 2,42 6,37 05. Ekspor Barang dan Jasa 1,85 3,32 06. Impor Barang dan Jasa 5,12 2,74 07. Perubahan Stok/Inventori 14,36 39,78 PDRB 2,37 5,62 Sumber: BPS Provinsi NTT
Sumber Pertumbuhan Trw IV 2013 (y-on-y) (4) 1,41 0,02 0,98 1,08 1,00 1,80 2,93 5,62
Sedangkan sebaran masing masing komponen-komponen pengeluaran dalam memberikanandil dalam pembentukan PDRB di triwulan III dan triwulan IV adalah sebagai berikut:
TABEL 1.6. ANDIL KOMPONEN PENGELUARAN TERHADAP PDRB TRIWULAN III DAN TRIWULAN IV TAHUN 2013 (Persen) Harga Berlaku Jenis Pengeluaran (1) 01. Konsumsi Rumahtangga 02. Konsumsi Lembaga Non Profit 03. Konsumsi Pemerintah 04. PMTB 05. Ekspor Barang dan Jasa 06. Impor Barang dan Jasa 07. Perubahan Stok/Inventori PDRB
Trw III 2013 (2) 72,78 4,00 24,31 20,40 18,35 43,70 3,86 100,00
Trw IV 2013 (3) 72,67 4,02 25,25 21,30 18,56 45,77 3,96 100,00
Harga Konstan Trw Trw III IV 2013 2013 (4) (5) 79,89 79,94 4,23 4,27 22,74 23,45 17,09 17,10 29,61 29,46 62,,28 63,95 8,72 9,74 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi NTT KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 9
B.
Perkembangan Indikator Demografis 1.
Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk merupakan angka yang menunjukan tingkat pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar. Sebelum melakukan analisis atas laju pertumbuhan penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur, perlu untuk memahami komposisi dari populasi penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur yang pada Tahun 2011 tercatat sebesar 4.776.485 orang. Grafik.1.3 Komposisi Penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011
60 - 17+
50 - 59
15 - 49
0 -14 0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
Sumber: BPS Provinsi NTT, data diolah
Pada grafik 2.4 menunjukkan bahwa komposisi penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 lebih di dominasi usia produktif yaitu antara 15 sampai 49 tahun. Kondisi yang perlu mendapat perhatian adalah besarnya penduduk yang siap untuk masuk dalam usia kerja, sehingga perlu strategi dalam menciptakan lapangan kerja untuk menyerap tenaga kerja baru. Laju pertumbuhan penduduk provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan sensus penduduk 2010 menunjukkan bahwa untuk periode Tahun 2000 sampai 2010 terjadi lonjakan yang cukup tinggi yaitu 2,07%, bahkan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nasional dan provinsi tetangganya yaitu provinsi Nusa Tenggara Barat. Kondisi sejalan dengan komposisi penduduk pada Tahun 2011, yaitu besarnya jumlah penduduk di usia 0 sampai 14 tahun yang 5 sampai 15 tahun kedepan akan terjadi ledakan angkatan kerja.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 10
2. Ketenagakerjaan
Tabel 1.7 Penduduk Nusa Tenggara Timur Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Februari 2012-Februari 2013 Jenis Kegiatan Penduduk 15+ Angkatan Kerja Bekerja Penganggur Bukan Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Satuan jiwa jiwa jiwa jiwa jiwa
2012 Februari Agustus 3.030.527 3,057,373 2.266.005 2,158,039 2.211.869 2,095,683 54.136 62,356 764.522 899,334
2013 Februari 3.085.361 2.312.493 2.266.120 46.373 772.868
%
2,39
2.89
2,01
%
74,77
70.58
74,95
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi yang difokuskan oleh pemerintah adalah pro job, sehingga pembangunan ekonomi dianggap berhasil apabila indikator ini mengalami peningkatan yang signifikan. Data BPS provinsi Nusa Tenggara Timur pada bulan pebruari 2013 menunjukkan bahwa angkatan kerja Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebesar 2,31 juta orang, bertambah 46,5 ribu orang (2,05 persen) dibanding angkatan kerja Pebruari 2012 sebesar 2,27 juta orang. Penduduk yang bekerja di Nusa Tenggara Timur pada Februari 2013 mencapai 2,27 juta orang, bertambah 54,3 ribu orang (2,45 persen) dibanding dengan keadaan pada Pebruari 2012 sebesar 2,21 juta orang. Penduduk yang bekerja pada periode setahun terakhir (Pebruari 2012 – Pebruari 2013) mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya yaitu peningkatan di sektor industri sebesar 12,6 ribu orang (7,32 persen) dan sektor jasa-jasa sebesar 15,3 ribu orang (2,88persen), dan 26,3 ribu orang (1,74persen) di sektor pertanian. Sumber: BPS Provinsi NTT, data diolah Isu utama dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran. Indikator umum yang digunakan adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT adalah persentase pengangguran terhadap angkatan kerja. Suatu negara dianggap sudah mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) atau pengangguran normal jika tingkat penganggurannya berada di bawah 5 persen. TPT Nusa Tenggara Timur pada Februari 2013 sebesar 2,01 persen, berkurang 0,38 point dibanding TPT Februari 2012 yang sebesar 2,39 persen. Penurunan TPT ini antara lain dipengaruhi oleh faktor musim yang sangat berpengaruh terhadap lapangan pekerjaan pertanian, tempat dimana mayoritas pekerja Nusa Tenggara Timur bekerja.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 11
3. Kesejahteraan
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum pengukuran keberhasilan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat adalah menggunakan indikator jumlah penduduk miskin dalam periode tertentu. Batas garis kemiskinan yang digunakan adalah sebesar Rp. 235.805 (per September 2012). Berdasarkan batas garis tersebut, data Maret 2013 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur sebesar 993,56 ribu orang (20,03 persen). Jumlah penduduk miskin Maret 2013 berkurang 6,73 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang berjumlah 1.000,29 ribu orang (20,41 persen) dan berkurang sekitar 18,96 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang berjumlah 1.012,52 ribu orang (20,88 persen). Berikut perkembangan jumlah miskin di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam 5 tahun terakhir. Grafik 1.4 Persentase Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam kurun waktu 2008 sampai 2013 30 25,65 25
23,31
23,03 21,23
20,88
20,03
20
15
10
5
0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: BPS Provinsi NTT, data diolah
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 12
Tabel 1.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2012-Maret 2013 Daerah/Tahun Perkotaan Maret 2012 September 2012 Maret 2013 Pedesaan Maret 2012 September 2012 Maret 2013 Kota+Desa Maret 2012 September 2012 Maret 2013
Jumlah Penduduk Miskin (ribuan)
Persentase Penduduk Miskin
115,46 117,39 113,57
12,22 12,21 11,54
897,06 882,91 879,99
22,98 22,41 22,13
1.012,52 1.000,29 993,56
20,88 20,41 20,03
Sumber: BPS Provinsi NTT, data diolah
Berdasarkan daerah tempat tinggal, jumlah penduduk miskin di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih banyak tinggal di daerah pedesaan. Data bulan Maret 2013, penduduk miskin di perkotaan sebesar 11,54%, sedangkan di daerah pedesaan sebesar 22,13%. Laju peningkatan kesejahteraan penduduk pedesaan jauh lebih lambat dari pada daerah perkotaan. Data BPD Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa selama periode September 2012-Maret 2013, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan maupun perdesaan mengalami penurunan dengan persentase penurunan sebesar 0,67 persen untuk perkotaan dan 0,28 persen untuk perdesaan. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. “Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan” Pada periode Maret 2012 – Maret 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 13
C. Perkembangan Indikator Sektoral Terpilih Strategi pembangunan suatu daerah, seharusnya difokuskan kepada potensi dan permasalahan krusial dalam daerah tersebut. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu daerah bagian timur Indonesia, yang secara kualitas pembangunan masih tertinggal dengan daerah lain. Beberapa sektor masih cukup memprihatinkan, seperti kualitas pendidikan dan kesehatan. Namun demikian, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan dapat menjadi besar apabila potensi tersebut digarap dengan benar. Untuk KFR Provinsi Nusa Tenggara Timur semester II 2013 difokuskan untuk sektor kesehatan, pendidikan, pertanian, transportasi, dan pariwisata.
1. Kesehatan Salah satu ukuran dalam mengukur kualitas hidup suatu masyarakat adalah bagaimana kemudahan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan. Indikator yang digunakan dalam mengukur pelayanan kesehatan suatu daerah diantaranya adalah jumlah fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas. Indikator lainnya adalah jumlah tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan akan semakin mudah diakses. Secara keseluruhan selama periode 3 tahun antara 2009 sampai 2011, tenaga kesehatan mengalami peningkatan secara kuantitas, hanya tenaga kesehatan masyarakat mengalami penurunan di Tahun 2011 dari 619 orang di Tahun 2010 menjadi 599 orang di Tahun 2011.
2. Pendidikan
Untuk melihat pencapaian indikator dasar yang telah dicapai oleh suatu daerah
atas pembangunan di bidang pendidikan, angka melek huruf digunakan
sebagai alat pengukuran. Alasan utama adalah karena membaca merupakan dasar utama dalam memperluas ilmu pengetahuan, sehingga dapat diprediksi sejauh mana suatu daerah terbuka terhadap pengetahuan. Kondisi pada tahun 2012 menunjukkan bahwa penduduk buta huruf di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih tinggi dari angka buta huruf secara nasional. Persentase penduduk buta huruf provinsi Nusa Tenggara Timur hanya lebih baik dari Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Papua. 3. Pertanian Sektor pertanian merupakan sektor paling penting di Provinsi Nusa tenggara Timur, karena mayoritas penduduk mangandalkan pertanian sebagai mata pencaharian. Kontibusi sektor perekonomian dalam struktur perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur selama lima tahun terakhir berkisar antara 36% sampai 40% terhadap PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur. Struktur perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur di Tahun 2013 menunjukkan, sektor pertanian mempunyai kontribusi sebesar 36,54%.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 14
Grafik.1.5 Struktur Perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
25,65
Listrik dan Air Bersih
36,54
Konstruksi/Bangunan 4,16
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
5,75 17,71
6,99
1,33 1,42 0,45
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Perhatian terhadap kehidupan petani di Provinsi Nusa Tenggara Timur seharusnya menjadi hal yang prioritas, mengingat begitu besarnya peran sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peningkatan kualitas hidup petani mencerminkan perkembangan sektor pertanian di suatu wilayah. Secara umum indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup petani suatu daerah adalah Nilai Tukar Petani. NTP digunakan untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di Nusa Tenggara Timur pada Juni 2013, NTP di Nusa Tenggara Timur mengalami kenaikan sebesar 0,42 persen dibanding bulan Mei 2013, yaitu dari 99,73 menjadi 100,15. Kenaikan NTP pada Juni 2013 disebabkan naiknya indeks harga hasil produksi pertanian sementara terjadi penurunan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Selama Tahun 2013, NTP wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami fluktuasi. Hal tersebut diduga berhubungan dengan fluktuasi harga bahan makanan, mengingat faktor harga bahan makanan sangat berperan dalam membentuk pendapatan petani. Berikut data perkembangan NTP Tahun 2013 willayah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 15
Grafik.1.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 100,6 100,47
100,4 100,2
100,15
100
99,91
99,8
99,73
99,73
99,66
99,6 99,4 99,2 Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Sumber: BPS Provinsi NTT, data diolah
sektor pertanian tumbuh cukup tinggi dari 2,42% (yoy) menjadi sebesar 2,82% (yoy). Tiga sektor utama yang menjadi penggerak roda perekonomian Provinsi NTT memiliki andil paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan adalah sektor pertanian, sektor jasa-jasa serta sektor PHR. Ketiga sektor tersebut masing-masing memiliki andil sebesar 33,42%, 26,83%, dan 18,42%. Sementara sektor lainnya yang memiliki andil cukup besar (di atas 5%) yaitu sektor angkutan dan komunikasi (7,52%) serta sektor bangunan/konstruksi (6,39%).
Kinerja
sektor
pertanian
meningkat
dibandingkan
triwulan
sebelumnya. Kinerja sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,82% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang sebesar 2,42% (yoy). Peningkatan kinerja sektor pertanian terutama didorong oleh membaiknya kinerja subsektor perkebunan seiring dengan minimnya gangguan pada panen raya. Sementara itu, kinerja subsektor peternakan menunjukkan penurunan. Hal ini diindikasikan dari penurunan pengiriman ternak melalui jalur laut yakni dari sebesar 16,50% (yoy) menjadi sebesar -22,24% (yoy). Grafik 1.7 Kinerja Sub Sektor Petenakan 15,000
Sumber : PTkanan) Pelindo diolah yoy (axis
Loading Ternak
80% 60%
12,500
40%
10,000
20% 7,500 0% 5,000
-20%
2,500
-40%
Ekor
-
-60% I
KAJIAN FISKAL REGIONAL
II
III 2011
IV
I
II
III 2012
IV
I
II
III
IV
2013
Halaman 16
4. Transportasi Sektor
transportasi
merupakan
infrastruktur
yang
penting
dalam
mendukung
pembangunan ekonomi suatu daerah. Kondisi sarana dan prasarana transportasi penting dalam mobilisasi baik barang maupun manusia dalam melakukan kegiatan ekonomi. Perkembangan pembangunan sektor transportasi dapat didekati dengan beberapa indikator, diantaranya adalah pertumbuhan panjang jalan di daerah tersebut, dan daya bongkar muat pelabuhan laut, dan pertumbuhan penerbangan mengingat Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geogafis terdiri dari kepulauan sehingga transportasi udara vital bagi mobilisasi masyarakat.
Grafik.1.8 Penambahan Jalan Darat Provinsi Nusa Tenggara Timur Periode 2010 sampai 2013 (dalam km)
40,82
40,93
36,71 30,64
2010
2011
2012
2013
Penjelasan dari Gambar 2.9 menunjukkan bahwa penambahan jalan di Provinsi Nusa Tenggara Timur periode Tahun 2010 sampai 2013 tidak terlalu tinggi. Penambahan tiap tahun berkisar antara 30 km sampai 41 km. Untuk transportasi melalui laut selama periode 2011 terjadi penurunan volume baik bongkar maupun muat. Diduga penurunan tersebut, akibat masyarakat yang beralih melalui transportasi udara, karena dinilai lebih cepat.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 17
Grafik.1.9 Perbandingan Volume Bongkar Muat Barang Setiap Pelabuhan Di Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 1.386.818
1.331.282
967.401 765.543
743.920
225.893
2010
2009
2011
Bongkar
Kondisi
perkembangan
transportasi
Muat
udara
di
Provinsi
Nusa
Tenggara
Timur
menunjukkan angka yang cukup tinggi. Untuk kegiatan bongkar muat barang, peningkatan mencapai 400%. Dari arus bongkar 2,2 juta ton di Tahun 2010 menjadi 8,9 ton di Tahun 2011. Sedangkan arus muat dari 1,6 juta ton menjadi 7,3 juta ton .
Grafik.1.10 Perbandingan Volume Bongkar Muat Barang Setiap Pelabuhan Udara Di Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 8.928.470 7.374.783
2.288.811 1.602.456
2010
2011 Bongkar
Muat
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 18
Sektor
lainnya
yang
memiliki
perananan
cukup
besar
dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi adalah sektor angkutan dan komunikasi serta sektor bangunan. Pada triwulan laporan, laju pertumbuhan sektor transportasi dan komunikasi mengalami pertumbuhan sebesar 6,20% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,59% (yoy). Meningkatnya laju pertumbuhan sektor transportasi dan komunikasi pada triwulan laporan salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan subsektor jasa angkutan udara yakni dari 9,27% (yoy) menjadi sebesar 10,10% (yoy). Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh pertambahan frekuensi penerbangan serta beroperasinya maskapai penerbangan baru. Sejalan dengan hal tersebut di atas, kinerja sektor bangunan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya dengan laju pertumbuhan sebesar 4,39% (yoy). Peningkatan sektor bangunan terkait realisasi proyek pemerintah pada akhir tahun serta pelaksanaan proyek MP3EI seperti renovasi bandara El Tari Kupang, pengembangan dermaga pariwisata di Ende, dan peningkatan jalan Ende – Maumere. Hal tersebut terkonfirmasi dari konsumsi semen pada periode laporan dari 1,95% (yoy) menjadi sebesar 19,49% (yoy). 5. Pariwisata Dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011– 2025, ditetapkan bahwa Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara mempunyai tema “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional”. Kegiatan ekonomi utama difokuskan kepada peningkatan sektor pariwisata, perikanan, dan peternakan. Untuk sektor terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam kajian Semeter ini, difokuskan kepada pembahasan sektor pariwisata sebagai suplemen KFR Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur Semester II Tahun 2013. Provinsi Nusa Tenggara Timur memliki potensi yang luar biasa, dengan terpilihnya Pulau Komodo sebagai 7 Keajaiban Dunia, diharapkan menjadi magnet wisatawan untuk datang ke Nusa Tenggara Timur Perkembangan sektor pariwisata di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat diamati menggunakan Tingkat Penghunian Kamar Hotel. Selama 2 tahun terakhir, perkembangan tingkat penghunian kamar belum menunjukkan angka peningkatan yang signifikan. Pada masa-masa liburan saja yaitu sekitar bulan Juni-Juli, tingkat hunian kamar masih berada di 45%. Usaha peningkatan sektor pariwisata di Nusa Tenggara Timur, harus mendapat perhatian dan prioritas utama, agar dapat mengejar ketertinggalan dengan provinsi tetanggan yaitu Bali dan Nusa Tenggara Barat.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 19
Grafik.1.11 Perkembangan Tingkat Hunian Kamar Hotel di Provinsi Nusa Tenggara Timur
40,65 33,63
44,22 45,07 36,36
30,45
KAJIAN FISKAL REGIONAL
37,49 39,14
39,24 35,39
37,99 37,65
37,60 27,67 33,04
38,31
37,83
Halaman 20
Boks 1 Dampak Positif Penyelenggaraan Sail Komodo 2013 terhadap Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Timur memiliki objek wisata dan budaya yang tidak dimiliki oleh negara manapun di dunia, termasuk biawak raksasa komodo yang kini ditetapkan sebagai salah satu keajaiban dunia. Sail Komodo 2013 adalah event berskala internasional yang merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk mempromosikan Provinsi NTT sebagai tujuan wisata kelas dunia. Peserta yang terlibat dalam event ini berasal dari Malaysia, Australia, Belanda, Thailand, Philipina, Amerika Serikat, dan Indonesia sebagai tuan rumah. Sesuai jadwal penyelenggaraan Sail Komodo 2013, para peserta dalam perjalanannya dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mengambil jalur pelayaran ke Kota Kupang, sementara kelompok kedua mengambil jalur pelayaran ke Kabupaten Rote Ndao.
Lokasi tujuan akhir dari Sail Komodo 2013 adalah Taman Nasional Komodo di ujung barat Provinsi NTT yang saat ini termasuk dalam The New 7 Wonders of The World., yaitu Pulau Komodo, Rinca, dan Padar. Dengan adanya event internasional Sail Komodo 2013 yang diadakan tahunan dan menjadi agenda pariwisata nasional memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi NTT. Dampak langsung, dampak langsung adanya event internasional Sail Komodo 2013 menjadi faktor pendorong investasi. Pembangunan serta pembenahan fasilitas-fasilitas pendukung seperti bandara, pelabuhan maupun infrastruktur jalan sedang dalam tahap akhir dan direncanakan akan selesai sebelum kegiatan berlangsung. Selain itu, proyek – proyek MP3EI yang berfokus pada pembenahan infrastruktur berdampak positif terhadap pertumbuhan investasi di NTT. Selain itu, adanya event ini berdampak terhadap pertumbuhan investasi di sektor PHR dan jasa. Contohnya untuk sektor PHR, adanya Sail Komodo 2013 meningkatkan investasi di sektor Hotel. Selain itu pemerintah merencanakan penyediaan 5000 kamar inap untuk menyambut event ini. b.Dampak tidak langsung, Sesuai dengan tujuan dan sasaran dari Sail Komodo 2013, yaitu menambah lokasi dan kegiatan sebagai tujuan wisata nasional dan internasional secara tidak langsung memperkenalkan pariwista yang dimiliki provinsi NTT. Hal ini akan berdampak terhadap kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara ke provinsi NTT Seperti Pulau Dewata dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat karena sektor pariwisatanya. Dengan berbagai asumsi diatas, diproyeksikan pertumbuhan ekonomi provinsi NTT untuk semester II-2013 lebih tinggi dibandingkan semester laporan. Selain itu, menjelang akhir tahun diperkirakan kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara masih terus meningkat
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 21
BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT
A. I-Account Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Anggaran 2013 Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 1.765.870.103.299,- merupakan penerimaan pemerintah yang dihimpun dari sektor pajak sampai dengan 31 Desember 2013. Realisasi anggaran Pendapatan Negara dan Belanja dapat didilihat pada table berikut : Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan dan Belanja sampai dengan akhir Desember 2013 NO A
URAIAN
PAGU
REALISASI
% Real
PENDAPATAN NEGARA & HIBAH I. PENERIMAAN DALAM NEGERI
1.114.994.701.124
2.046.676.852.577
183,1%
1.075.713.461.971
1.765.870.103.299
164,2%
39.281.239.153
275.484.391.942
701,3%
1.114.994.701.124
2.046.676.852.577
184,5%
10.312.160.170.000
9.677.163.108.293
93,8%
1. BELANJA PEGAWAI
1.897.464.449.000
1.817.742.612.881
95,8%
2. BELANJA BARANG
2.751.584.992.000
2.299.613.069.897
83,6%
3. BELANJA MODAL
4.222.880.599.000
4.254.108.152.654
100,7%
1.440.230.130.000
1.305.699.272.861
90,7%
36.638.072.853
26.650.791.334
72,7%
10.348.798.242.853
9.703.813.899.627
93,8%
(9.233.803.541.729)
(7.657.137.047.050)
83,0%
(9.233.803.541.729)
(7.657.137.047.050)
83,0%
1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK II PENERIMAAN HIBAH JUMLAH PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH (A.I+A.1) B
BELANJA NEGARA I. BELANJA NEGARA
4. BELANJA PEMBAYARAN KEWAJIBAN UTANG 5. BELANJA SUBSIDI 6. BELANJA HIBAH 7. BELANJA BANTUAN SOSIAL 8. BELANJA LAIN-LAIN II. TRANSFER KE DAERAH JUMLAH BELANJA NEGARA (B.I+B.II) C
SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN (A-B)
D
PEMBIAYAAN
E
SILPA/SIKPA (C+D)
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 22
Realisasi pendapatan dan hibah mencapai 184,5% dengan rincian untuk pajak dengan pencapaian yang cukup tinggi yaitu sebesar 164,2% dan penerimaan negara bukan pajak sebesar 701,3%. Sedangkan untuk belanja negara realisasi tahun 2013 sebesar 93,8%. Berdasarkan realisasi diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja pelaksanaan anggaran tahun 2013 berjalan dengan cukup baik. B. Pendapatan Pemerintah Pusat
Secara garis besar pendapatan pemerintah pusat terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Tahun 2013 tidak terdapat realisasi dari penerimaan hibah. Sedangkan penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan pajak dan dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
1. Penerimaan Perpajakan Realisasi penerimaan perpajakan pada Tahun 2013 mencapai Rp. 1.765.870.103.299 atau turun sebesar 11,2% dari Tahun 2012. Penerimaan tersebut
terdiri
dari
492.806.965.880,
penerimaan
dan
pajak
pajak
dalam
perdagangan
negeri
mencapai
internasional
Rp.
sebesar
Rp.341.594.137. Komposisi penerimaan pajak dalam negeri antara Tahun 2013 dan 2012 tidak terlalu berbeda. Berikut data perbandingan realisasi pendapatan pajak dalam negeri Tahun 2012 dengan 2013. Tabel 2.2 Perbandingan Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri
Jenis Pajak
2013 Realisasi
2012 Andil
Realisasi
Andil
Kenaikan/ Penurunan
PPh
803.649.539.275
45.525%
848.165.141.968
46.197%
- 5.54%
PPN
899.957.036.310
50.981%
958.380.804.988
52.200%
- 6.49%
PBB
30.691.627.476
1.739%
28.579.685.023
1.557%
6.88%
753.905.000
0.043%
814.952.000
0.044%
- 8.09%
30.222.364.293
1.712%
26.115.621.828
1.402%
15.725%
Cukai Pajak Lainnya Total
1.765.274.472.354
1.862.056.205.807
5.482%
Sumber: LKPP Tingkat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 23
Sedangkan untuk realisasi pajak perdangangan internasional Tahun 2013 mengalami penurunan realisasi pendapatan yang sangat tajam dengan realisasi Rp. 595.630.945 dimana Tahun 2012 realisasinya mencapai Rp. 8.532.505.193. Berikut perkembangan realisasi penerimaan pajak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Grafik.2.1 Perkembangan Realisasi Penerimaan Perpajakan Tahun 2012 dan 2013 Rp1.880.000.000.000 Rp1.860.000.000.000 Rp1.840.000.000.000 Rp1.820.000.000.000 Rp1.800.000.000.000
Pajak Perdagangan Internasional
Rp1.780.000.000.000 Rp1.760.000.000.000 Rp1.740.000.000.000 Rp1.720.000.000.000 Rp1.700.000.000.000 2012
2013
Realisasi pajak dalam negeri 2013 mengalami penurunan sebesar 5.20% dari Tahun 2012. Walaupun tidak sebesar penurunan pada pajak perdagangan internasional, namun angka 5.20% seharusnya menjadi lampu kuning bagi Direktorat Pajak dalam mengejar target penerimaan pajak. Pajak perdagangan internasional di Tahun 2013 seluruhnya berasal dari pendapatan bea masuk. Sedangkan di Tahun 2012 hampir 99% berasal dari bea masuk, sisanya berasal dari pendapatan denda administrasi kepabeanan. Berdasarkan data diatas, aktifitas impor dari dari luar negeri menurun drastis di Tahun 2013. Aktifitas perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan negara lain lebih banyak melibatkan negara Australia dan Timor Leste.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 24
2. Penerimaan Bukan Pajak Selain dari pajak, penerimaan dalam negeri disumbang juga oleh penerimaan Negara bukan pajak. Untuk kasus Provinsi Nusa Tenggara Timur di Semester II Tahun 2013, penerimaan PNBP ternyata lebih didominasi oleh penerimaan PNBP dari jenis PNBP Lainnya. Sedangkan dari PNBP sumber daya alam hanya menyumbang sebagian kecil dari total PNBP.
a) Perkembangan PNBP per Jenis PNBP Penerimaan PNBP Semester II Tahun 2013, sebagian besar berasal dari jenis PNBP Lainnya. Total realisasi PNBP Semester II sebesar Rp. 146.421.822.845, angka tersebut disumbang oleh PNBP dari penerimaan sumber daya alam sebesar Rp. 1.229.798.850 (1%) dan dari PNBP Lainnya sebesar 145.192.023.995 (99%).
Realisasi PNBP sumber daya alam seluruhnya berasal dari pendapatan pertambangan umum. Kecilnya realisasi PNBP dari sumber alam disebabkan Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak memiliki kekayaan sumber alam yang potensial, seperti hasil tambang atau galian. Namun demikian, sebenarnya Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki kekayaan yang berlimpah di kelautan. Sehingga kreatifitas dan fokus pembangunan perlu ditingkatkan untuk menggali potensi kelautan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penerimaan PNBP Semester II Tahun 2013 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan Tahun 2012. Realisasi 2013 meningkat sebesar Rp.13.296.798.828 atau 10% dari tahun sebelumnya. Namun untuk PNBP dari sumber daya alam mengalami penurunan, yaitu sebesar Rp. 148.410.740 atau 11% dari Tahun 2012. Peningkatan justru terjadi di PNBP lainya, yaitu sebesar Rp.13.445.209.568 atau sebesar 10%. Jenis PNBP Lainnya terdiri dari 8 jenis penerimaan. Dari 8 jenis tersebut, penerimaan yang signifikan mengalami penurunan adalah dari penerimaan pengelolaan BMN yaitu sebesar 45,1%.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 25
Tabel 2.2 Perbandingan Realisasi PNBP Lainnya Jenis PNBP Lainnya
2013
Pengelolaan BMN
16.714.373.054
Pendapatan Jasa
53.673.010.717
2012 28.038.582.11 8 50.182.965.66 2
Peningkatan/Penurunan Rupiah
%
1.1324.209.064
40,39
3.490.045.055
6,95
Pendapatan Bunga Pendapatan Kejaksaan, Peradilan, dan Hasil Tindak Pidana Korupsi Pendapatan Pendidikan
2.230.286.780
1.436.139.418
794.147.362
55,30
84.863.038.364
77.259.573.62 6
7.603.464.738
9,84
Pendapatan Gratifikasi dan Sitaan Hasil Korupsi Pendapatan Iuran dan Denda
1.871.918.799
580.048.365
1.291.870.434
222,72
13.941.074.080
5.815.351.314
71,57
Pendapatan Lain-Lain
98.131.677.207
8.125.722.766 71.441.115.25 6
26690561951
37,36
Sumber: LKPP Tingkat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT
a)
Perkembangan PNBP Fungsional/Kementerian/Lembaga Selain dikelompokkan berdasarkan jenis penerimaannya, PNBP juga
dapat
dikelompokkan
berdasarkan
fungsi/kementerian/lembaga.
Berdasarkan
fungsinya, penerimaan PNBP yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Perbandingan Realisasi PNBP Fungsional Jenis PNBP Fungsional Pendapatan Rumah Sakit dan Instansi Kesehatan Lainnya Pendapatan Surat Keterangan, visa, paspor Pendapatan hak dan perijinan Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan Pendapatan jasa KUA Pendapatan jasa bandara, pelabuhan, kenavigasian Pendapatan pelayanan pertanahan Pendapatan pengelolaan TSA dan penempatan uang negara
2013
2012
Peningkatan/Penurunan Rupiah %
104.074.819
245.622.517
-141.547.698
-57,63
4.336.810.000
4.429.390.000
-92.580.000
-2,09
63.400.000
29.582.500
33.817.500
114,31
1.301.663.123
1.125.036.359
176.626.764
15,70
114.120.000
120.620.000
-6.500.000
-5,39
9.315.687.455
7.652.196.917
1.6634.90.538
21,74
9.352.620.092
9.174.307.025
178.313.067
1,94
114.359.850
674.011.150
-559.651.300
-83,03
21.621.422.00 20.663.411.000 958.011.000 0 Pendapatan jasa kepolisian II 582.430.000 543.772.000 38.658.000 Sumber: LKPP Tingkat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT Pendapatan jasa kepolisian I
KAJIAN FISKAL REGIONAL
4,64 7,11
Halaman 26
Sesuai dengan tabel 3.4 diatas, banyak PNBP yang mengalami penurunan realisasi di Tahun 2013. Penurunan paling besar dialami oleh pendapatan pengelolaan TSA dan penempatan uang negara yaitu sebesar 83.03%. Dan peningkatan realisasi penerimaan terbesar terjadi pada penerimaan dari pendapatan hak dan perijinan yaitu sebesar 114.31%. c. Belanja Pemerintah Anggaran
Pendapatan
Belanja
Negara
(APBN)
2013
setelah
mendapat persetujuan DPR dan ditetapkan dengan Undang-Undang APBN, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mendapat alokasi anggaran belanja yang tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) petikan sejumlah : 864 DIPA dengan jumlah pagu sebesar Rp.10.436.259.041.853,atau mengalami penurunan sebesar Rp.1,5 triliun atu 14,58 % dari pagu anggaran kementerian/lembaga di tahun 2012 (Rp 11,9 triliun). Dari total alokasi anggaran tahun anggaran 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur adalah untuk membiayai seluruh kegiatan yang tercantum pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja Kementerian/Lembaga yang terdiri dari 2.319 Kegiatan dan 4.715 Output yang tersebar pada seluruh satuan kerja di wilayah kerja Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Perbandingan alokasi anggaran dan realisasi dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dapat dilihat pada tabel berikut :
Triliun
Grafik 2.2 Perbandingan Pagu dan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2009 - 2013 (dalam ribuan rupiah) 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0
2009
2010
2011
5.824.942.504.
5.507.814.504.
7.809.722.412.
11.958.102.909 10.436.259.041
REALISASI 5.403.029.734.
5.326.536.968.
7.297.628.179.
10.956.298.134
PAGU
PAGU
2012
2013 9.719.876.209.
REALISASI
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 27
Dengan membandingkan pagu dan realisasi pada grafik di atas, terlihat bahwa alokasi anggaran untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur tiap tahun cenderung meningkat meskipun pada tahun 2013 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Selama periode lima tahun terakhir kenaikan alokasi anggaran tertinggi terjadi pada tahun anggaran 2012 hingga mencapai Rp. 11,9 triliun. Tingkat
penyerapan
anggaran
pada
suatu
wilayah
tentunya
dipengaruhi oleh besarnya alokasi pagu anggaran. Pada tahun 2013, terdapat 10 kementerian/lembaga (pagu anggaran terbesar) dengan total pagu sebesar Rp.
8.7
triliun,
atau
sebesar
83,50
%
dari
total
pagu
seluruh
kementerian/lembaga yang ada di provinsi Nusa Tenggara Timur. Komposisi 10 kementerian/lembaga dengan pagu terbesar di TA 2013 tidak banyak berubah apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, karena masih didominasi Kementerian/Lembaga yang sama seperti pada grafik di bawah ini : Grafik 2.3 10 K/L Pagu Tertinggi Tahun aNggaran 2013 276.666.766
KPU
364.932.736
PERTAHANAN DIKBUD
539.880.165
KESEHATAN
545.044.177
AGAMA
576.228.956
KEPOLISIAN
742.866.078
DALAM NEGERI
777.432.984
PERTANIAN
791.576.226 1.668.588.599
PERHUBUNGAN
2.431.563.332
PU -
1.000.000.000 2.000.000.000 10 KL PAGU TERTINGGI
3.000.000.000
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 28
Dari alokasi anggaran belanja yang tercantum pada DIPA petikan tahun
2013
diperuntukan
membiayai
pos
belanja
Pegawai
sebesar
Rp.1.915.406.798.000,- Belanja Barang Rp. 2.750.200.092.000,- Belanja Modal
Rp.4.224.579.899.000,-
dan
Belanja
Bantuan
Sosial
sebesar
Rp.1.509.434.180.000,- dengan proporsi belanja sebagaimana yang tercantum pada grafik berikut : Grafik 2.4 Pagu Anggaran Per Jenis Belanja Tahun Anggaran 2013
KOMPOSISI ANGGARAN PER JENIS BELANJA TA. 2013
1.509.434.180.000
1.915.406.798.000
2.750.200.092.000 4.224.579.899.000
BELANJA PEGAWAI (51) BELANJA BARANG (52) BELANJA MODAL (53)
Sumber : Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa dari empat jenis komponen belanja yang dialokasikan untuk provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013 belanja modal menempati urutan teratas dengan pagu Rp. 4,2 triliun. Dibanding dengan tahun 2012 sebesar Rp.5.801.422.845.010,- pagu belanja KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 29
modal tahun 2013 mengalami penurunan sebesar Rp.1,5 triliun atau 37,32 %. Berkurangnya alokasi belanja modal berdampak pada ketersediaan lapangan kerja menjadi berkurang dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat menjadi rendah. Alokasi Belanja Bantuan Sosial juga mengalami penurunan yang
sangat
tajam
dibanding
tahun
tahun
2012
menjadi
Rp.1.509.434.180.000,- atau terjadi penurunan sebesar 53,33 %
dari total
pagu Belanja Sosial tahun 2012 sebesar Rp.2.359.264.939.000,-. Kenaikan alokasi justru terjadi pada Belanja Pegawai yang mengalami kenaikan secara proporsional sebesar 12% dari Rp.1.7 triliun tahun 2012 menjadi Rp. 1.9 triliun pada tahun 2013. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang menaikan gaji pegawai negeri sipil sebesar 7 % disamping adanya mutasi dan kenaikan pangkat PNS. Pagu Belanja Barang juga mengalami kenaikan sebesar Rp.743 milyar dari Rp.2.007.373.024.107,tahun 2012 menjadi Rp.2.750.200.092.000,- pada tahun 2013 atau kenaikan mencapai 37,02 %. Kenaikan belanja barang tahun 2013 menggambarkan bahwa
satuan
kerja
Kementerian
Negara/Lembaga
lebih
dominan
membutuhkan barang dalam manunjang kegiatan – kegiatan yang telah direncanakan maupun mengganti barang – barang yang tidak lagi berfungsi secara efektif.
3.1. Blokir Anggaran Kebijakan pemblokiran anggaran pada satuan kerja atau Kementerian Negara/Lembaga di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur belum semua dibuka tanda blokirnya pada pelaksanaan anggaran Semester II tahun 2013. Kebijakan blokir anggaran ini secara otomatis mempengaruhi laju penyerapan anggaran tahun berjalan. Jumlah anggaran yang masih diblokir pada awal Semester II tahun 2013 (Januari) adalah sebesar Rp.1.060.155.298.000,- atau 13,69 % dari total pagu anggaran sebesar Rp.7.746.206.213.000,-. Kemudian pada akhir Semester II tahun 2013 turun menjadi Rp.287.626.985.000,-. Jumlah anggaran blokir tersebut tersebar pada 19 Kementerian/Lembaga dengan blokir terbesar pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp.143.000.000.000,Kondisi blokir Semester II pada Kementerian/Lembaga dapat dilihat pada tabel
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 30
Tabel 2.4 Blokir Kementerian / Lembaga Semester II TA. 2013 (dalam rupiah) NO
KEMENTERIAN / LEMBAGA
PAGU
REALISASI
BLOKIR
1
Pendidikan dan Kebudayaan
479,316,528,000
86,155,640,742
143,000,000,000
2
Dalam Negeri
731,145,869,000
207,761,171,213
74,415,000,000
3
Agama
559,279,981,000
134,577,049,528
29,168,700,000
4
Kehutanan
248,221,053,000
58,263,112,031
12,983,220,000
5
Pertanian
400,585,580,000
146,319,266,853
12,803,539,000
6
BKKBN
55,181,893,000
9,081,065,113
5,475,688,000
7
Pekerjaan Umum
1,812,731,941,000
523,471,160,388
2,062,990,000
8
Perhubungan
1,168,092,911,000
153,532,489,892
2,030,662,000
9
Mahkamah Agung
102,938,090,000
62,541,495,469
1,586,370,000
96,154,653,000
31,671,028,307
1,096,473,000
8,403,284,390,853
2,268,796,418,413
287,626,985,000
10
Tenaga Kerja & Transmigrasi TOTAL
Dibandingkan dengan Semester II tahun 2013, anggaran yang masih diblokir relatif mengalami penurunan, hal ini secara umum berpengaruh positif terhadap realisasi anggaran karena kecenderungan penurunan blokir anggaran diikuti dengan tren realisasi anggaran yang meningkat. Pergerakan blokir sampai akhir periode Semester II tahun 2013 dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 2.5 Pergerakan Blokir Anggaran Periode Semester II 2103
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 31
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sampai dengan akhir Semester IITahun Anggaran 2013 masih terdapat anggaran yang diblokir sebesar Rp. 287.3 milyar. Blokir anggaran yang terjadi hampir setiap tahun anggaran dapat menyebabkan keterlambatan penyerapan anggaran pada satuan kerja Kementerian / Lembaga. Dengan demikian kebijakan blokir anggaran yang terjadi selama ini perlu ditinjau kembali atau setidaknya diganti dengan pola yang lain, sehingga penyerapan anggaran pada Kementerian/Lembaga tetap dapat berjalan secara normal dan efektif. Beberapa Kementerian/Lembaga yang masih diblokir dananya sampai dengan akhir semester II tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.5 Posisi Blokir Anggaran Kementerian/Lembaga Pada 31 Desember Tahun Anggaran 2013 (dalam rupiah) KD
NO
DEPT
NMDEPT
1
005
2
010
3
022
4
033
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
5
091
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
MAHKAMAH AGUNG KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
PAGU
REALISASI
BLOKIR
150.098.701.000
149.990.121.462
180.000.000
777.432.984.000
684.059.838.320
1.800.000.000
1.668.588.599.000
1.591.923.300.944
10.159.412.000
2.431.563.332.000
2.383.089.358.683
727.572.000
154.444.350.000
25.152.507.566
445.383.000
5.182.127.966.000
4.834.215.126.975
13.312.367.000
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran 3.2 Alokasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan Dana Dekonsentrasi (DK), Tugas Pembantuan (TP), dan Urusan Bersama (UB) merupakan dana pemerintah pusat yang dialokasikan melalui Kementerian Negara/Lembaga terkait. Misalnya dana dekonsentrasi untuk sektor pertanian dialokasikan melalui DIPA Kementerian Pertanian. Dana DK/TP/UB
direalisasikan
KAJIAN FISKAL REGIONAL
melalui
mekanisme
APBN
dan
Halaman 32
dipertanggungjawabkan kepada Pemerintah Pusat melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. 3.2.1 Dana Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepala instansi vertikal di wilayah tertentu. Sesuai ketentuan yang berlaku, Dana Dekonsentrasi hanya dapat dialokasikan kepada Pemerintah Provinsi dan digunakan untuk kegiatan yang sifatnya non-fisik. Belanja dekonsentrasi mesti disinkronisasi dengan belanja APBD. Agar tidak terjadi tumpang tindih atau duplikasi pada belanja daerah, diperlukan perencanaan yang dapat mensinkronkan sumber – sumber belanja dari pemerintah pusat (APBN Dana Dekonsentrasi) dan belanja yang menggunakan sumber APBD. Dengan demikian kemungkinan duplikasi anggaran pada suatu jenis program atau kegiatan akan dapat diminimalkan. Alokasi dana dekonsentrasi untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai
dengan
akhir
semester
II
Tahun
2013
adalah
sebesar
Rp.373.950.366.000,- dengan tingkat realisasi mencapai 89,68% atau sebesar Rp.335.370.646.518,-.
3.2.2 Dana Tugas Pembantuan Tugas Pembantuan (TP) adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah
Daerah
dengan
kewajiban
melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Dana TP dapat dialokasikan kepada provinsi/kabupaten/kota dan digunakan untuk kegiatan yang sifatnya fisik. Alokasi dana tugas pembantuan untuk Provinsi dan Kabupaten / Kota di Nusa Tenggara Timur pada Tahun 2013 (semester I) adalah sebesar Rp.890.757.615.000,- kemudian mengalami penambahan alokasi hingga mencapai Rp.1.191.206.502.000,- pada semester II atau terjadi kenaikan sebesar Rp.300.448.887.000,- dengan realisasi mencapai 83,52 % atau sebesar Rp. 994.976.249.456,-.
3.2.3 Dana Urusan Bersama Dana Urusan Bersama adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara,
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 33
indeks fiskal dan kemiskinan daerah, serta indikator teknis yang digunakan untuk
penanggulangan
kemisikinan.
DUB
biasanya
digunakan
untuk
membiayai kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan biasanya terdapat dana sharing dari APBD dalam bentuk Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB). Daerah yang memiliki Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah terdiri dari Indeks Ruang Fiskal Daerah (IRFD) dan Indeks Persentase Penduduk Miskin Daerah (IPPMD) di atas rata-rata nasional harus menyediakan DDUB sangat tinggi. Alokasi dana urusan bersama pada Provinsi dan Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Timur pada semester II Tahun 2013 adalah sebesar Rp.610.918.037.000,- pada semester II terjadi penambahan alokasi sebesar Rp.95.749.634.000,- menjadi Rp.706.667.680.000,- Tingkat realisasi dana Urusan Bersama akhir triwulan II tahun 2013 mencapai 89,91% atau sebesar Rp.635.376.276.500,-. Perkembangan dana dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan urusan bersama pada Tahun 2013 dapat dilihat pada grafik berikut:
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 34
Grafik 2.6 Perkembangan Dana DK, TP, dan UB Provinsi dan Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Timur Semester II Tahun 2013 1.200.000.000.000 1.000.000.000.000 800.000.000.000 600.000.000.000 400.000.000.000 200.000.000.000 PAGU
DK 373.950.366.000
TP 1.191.206.502.000
UB 706.667.680.000
REALISASI
335.370.646.518
994.976.249.456
635.376.276.500
SISA DANA
38.579.719.482 PAGU
196.230.252.544 REALISASI SISA DANA
71.291.403.500
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Memperhatikan grafik perbandingan pagu dan realisasi dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama di atas menunjukan bahwa
proporsi
penyerapan
anggaran
pemerintah
pusat
yang
penyelenggaran kegiatannya didelegasikan pada daerah atau provinsi dan kabupaten/kota cukup realistis dengan tingkat prosentase yang relatif tinggi. Mengingat sebagian besar dana Tugas Pembantuan dialokasi untuk pembangunan sarana dan prasarana dan pembangunan infrastruktur lainnya, yang secara langsung menjawab kebutuhan masyarakat maka pola penyerapannya harus betul – betul diarahkan pada sektor – sektor yang tepat sasaran yang sudah ditetapkan. Fungsi pengawasan dan koordinasi harus dikedepankan dalam implementasi pelaksanaan kegiatan sehingga semua dapat terlaksana dengan baik.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 35
3.3 Alokasi Anggaran Berdasarkan Fungsi Dalam
pelaksanaan
APBN
tahun
2013
di
lingkup
Ditjen
Perbendaharaan Provinsi NTT terdapat 11 (sebelas) kelompok fungsi anggaran. Masing-masing fungsi tentu memiliki tujuan tertentu, dengan tetap dalam koridor tujuan pembangunan nasional yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Alokasi anggaran dapat dijadikan tolak ukur terhadap perhatian atau fokus pemerintah dalam melakukan pembangunan. Misalnya apabila alokasi anggaran untuk fungsi kesehatan, maka dapat dinilai bahwa pemerintah sedang serius/fokus dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Berikut komposisi alokasi APBN tahun 2013 berdasarkan fungsi anggaran dapat dilihat pada grafik berikut : Tabel 2.6 Perbandingan Alokasi Anggaran Berdasarkan Fungsi TA. 2013 NO
NMFUNGSI
PAGU
REALISASI
SISA DANA
1
EKONOM I
3.620.966.876.000
3.354.145.450.201
266.821.425.799
2
PELAYANAN UM UM
2.504.127.790.853
2.341.319.490.299
162.808.300.554
1.634.076.307.000
1.598.518.175.491
35.558.131.509
1.054.480.639.000
951.384.277.254
103.096.361.746
3
PERUM AHAN DAN FASILITAS UM UM
4
PENDIDIKAN
5
KETERTIBAN DAN KEAM ANAN
491.773.046.000
466.853.412.297
24.919.633.703
6
PERTAHANAN
364.932.736.000
327.717.452.549
37.215.283.451
7
KESEHATAN
345.605.545.000
305.491.923.143
40.113.621.857
8
LINGKUNGAN HIDUP
296.784.360.000
259.050.642.498
37.733.717.502
9
AGAM A
75.415.414.000
69.472.174.908
5.943.239.092
10
PERLINDUNGAN SOSIAL
40.643.328.000
39.646.607.072
996.720.928
11
PARIWISATA DAN BUDAYA
7.453.000.000
6.276.603.747
1.176.396.253
10.436.259.041.853
9.719.876.209.459
716.382.832.394
TOTAL
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Komposisi APBN tahun 2013 berdasarkan fungsi pada tabel di atas, dilihat dari jumlah besaran alokasi pagu anggaran masih didominasi oleh 4 (empat) fungsi utama, yaitu fungsi Ekonomi, Pelayanan Umum, Perumahan dan KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 36
Fasilitas Umum dan fungsi pendidikan. Sedangkan 7 (tujuh) fungsi yang lain alokasi anggarannya relatif kecil. Fungsi yang memiliki alokasi dana terkecil adalah fungsi pariwisata dan budaya, hanya 0,1% atau 8,9 miliar rupiah. Hal tersebut menjadi tidak konsisten, terkait dengan program dan potensi pembangunan
di daerah
Provinsi NTT.
Berdasarkan
Program
Percepatan Pembangunan Indonesia Bagian Timur, Provinsi NTT ditetapkan sebagai gerbang pariwisata. Seharusnya dengan potensi pariwisata yang ada, Provinsi NTT lebih fokus dalam mengembangkan potensi pariwisata dengan alokasi anggaran yang memadai.
3.4 Alokasi Anggaran Berdasarkan Prioritas Dalam APBN tahun 2013, alokasi anggaran belanja berdasarkan prioritas masih didominasi oleh Infrastruktur (39,18 persen) Ketahanan Pangan (24,44 persen), yang kemudian diikuti secara berturut - turut oleh Kesehatan (9,72 persen), Kementerian Lembaga (7,52 persen), Pertahan Keamanan (4,27 persen), Ekonomi (4,11 persen) sedangkan sisanya sebesar 10,75 persen tersebar pada prioritas - prioritas lainnya, seperti prioritas pendidikan, sarana prasarana, politik, lingkungan hidup, penanggulangan kemiskinan dan lain – lain dengan tingkat prosentase yang kecil. Dalam
perencanaan
anggaran
oleh
Kementerian
/
Lembaga
pengalokasian anggaran dinilai belum mengedepankan skala prioritas karena di satu sisi mengalokasikan dana yang besar untuk pos-pos yang kurang produktif sementara di sisi lain menyisakan sedikit porsi untuk pos - pos yang memberi kontribusi besar bagi pembangunan. Tabel di bawah ini menggambarkan komposisi alokasi anggaran Kementerian/ Lembaga berdasarkan prioritas :
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 37
Tabel 2.7 Perbandingan Alokasi Anggaran Berdasarkan Prioritas TA. 2013 NO
NAMA PRIORITAS
PAGU
REALISASI
1
Prioritas Infrastruktur
311.581.464.000
311.317.121.576
2
Prioritas Ketahanan Pangan
194.326.960.000
61.549.172.300
3
Prioritas Kesehatan
77.260.529.000
47.428.568.831
4
Prioritas Kementerian / Lembaga
59.776.077.000
52.911.657.987
5
Prioritas Pertahanan dan Keamanan
33.980.302.000
31.961.665.687
6
Prioritas Bidang Ekonomi
32.688.188.000
30.796.708.218
7
Prioritas Iklim Investasi dan Iklim Usaha
22.084.490.000
21.775.430.800
18.294.306.000
17.708.765.959
8
Prioritas Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik
9
Prioritas Lainnya Bidang Perekonomian
10.611.300.000
10.577.238.900
10
Prioritas Lainnya Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
6.464.092.000
4.504.956.797
11
Prioritas Pendidikan
5.597.987.000
5.508.740.200
12
Prioritas Sarana dan Prasarana
4.544.650.000
4.312.455.000
13
Prioritas Penanggulangan Kemiskinan
4.435.860.000
4.151.683.050
14
Prioritas Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
3.996.719.000
3.680.743.600
15
Prioritas Bidang SDA Dan Lingkungan Hidup
3.634.130.000
3.532.763.300
16
Prioritas Lainnya Bidang Kesejahteraan Rakyat
17
Prioritas Bidang Politik
18
Prioritas Lingkungan Hidup Dan Pengelolaan Bencana
564.904.000
406.925.300
19
Prioritas Kebudayaan, Kreatifitas, Dan Inovasi Teknologi
210.000.000
209.999.950
20
Prioritas Bidang Hukum dan Aparatur
38.347.000
37.697.000
795.173.128.000
617.389.099.955
TOTAL
3.473.000.000 1.609.823.000
3.472.694.000 1.544.111.500
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Komposisi APBN tahun 2013 berdasarkan prioritas pada tabel di atas, dilihat dari jumlah besaran alokasi pagu anggaran prioritas infrastruktur dan ketahanan pangan mendapat porsi anggaran yang relatif besar dibandingkan dengan prioritas lainnya. Secara keseluruhan terlihat bahwa pola alokasi ini belum merata untuk semua sektor dan menunjukan perbedaan porsi alokasi yang tidak berimbang. Idealnya dalam tahap perencanaan anggaran harus memperhatikan sektor–sektor utama yang berkaitan dengan pelayanan kebutuhan publik dan perspektif suatu daerah. Efektivitas Perencanaan dan penganggaran harus dilengkapi dengan indikator yang terukur dan realistis sebagai sebuah standar baku, sehingga dalam menyusun skala prioritas harus mengacu pada realitas yang ada di berbagai daerah dengan membuat
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 38
parameter - parameter yang akurat dan memadai. Sebagai contoh pada tabel di atas alokasi anggaran untuk prioritas penanggulangan kemiskinan, perekonomian dan pendidikan alokasi anggaran relatif sangat kecil padahal sektor–sektor ini harusnya layak mendapat porsi alokasi anggaran besar.
3.3 Penyerapan Anggaran Sebagaimana yang kita ketahui bahwa alokasi Belanja Pemerintah diarahkan pada penciptaan kondisi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pendapatan masyarakat dan stabilitas perekonomian yang semakin terjaga. Untuk mencapai hal tersebut seharusnya Belanja Negara yang telah tertuang dalam DIPA masing-masing Satker dapat direalisasikan secara proporsional sepanjang tahun anggaran berjalan. Akan tetapi kenyataan yang ada, penyerapan belanja berjalan lambat (khususnya belanja modal) dan biasanya menumpuk pada akhir tahun anggaran sehingga mengakibatkan dampak terhadap pertumbuhan perekonomian kurang optimal dan kualitas pekerjaan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mengamati pola penyerapan anggaran setiap jenis belanja pada satuan kerja Kementerian/Lembaga di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur dapat
disimpulkan
bahwa
setiap
jenis
belanja
memiliki
karakteristik
penyerapan yang berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut identifikasi yang komprehensif terhadap tren penyerapan masing – masing jenis belanja wajib dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi sehingga penyerapan suatu jenis belanja menjadi tidak realistis dan kurang optimal. Dengan mengetahui variabel – variabel penyebab sehingga penyerapan anggaran tidak maksimal, maka dapat dilakukan langkah-langkah dan kebijakan-kebijakan untuk mendapatkan tindak lanjut atas permasalahan jenis belanja dimaksud agar penyerapannya menjadi lebih baik. Solusi yang pas dan tepat adalah opsi yang paling ideal untuk mengatasi atau meminimalisir permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam penyerapan anggaran pada satuan kerja Kementerian/Lembaga. Pagu dan realisasi anggaran per jenis belanja tahun 2013 seperti terlihat pada grafik berikut:
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 39
Grafik 2.7 Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja TA 2013 Wilayah Kanwil Ditjen Perbendaharaan NTT
4.500.000.000.000 4.000.000.000.000 3.500.000.000.000 3.000.000.000.000 2.500.000.000.000 2.000.000.000.000 1.500.000.000.000 1.000.000.000.000 500.000.000.000 PAGU
51 1.915.406.798
52 2.750.200.092
53 4.224.579.899
57 1.509.434.180
REALISASI
1.824.217.736
2.305.262.149
4.128.715.843
1.308.190.533
PAGU
REALISASI
Sumber : Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Berdasarkan grafikdi atas maka dapat dijelaskan bahwa dari porsi anggaran APBN tahun 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur,belanja Modal merupakan kelompok belanja dengan alokasi anggaran tertinggi yaitu sebesar 4.224 triliun. Kemudian pada posisi kedua Belanja Barang dengan porsi anggaran sebesar 2,750 triliun diikuti Belanja Pegawai dengan porsi anggaran Rp 1,915 triliun dan Belanja Sosial dengan alokasi anggaran terendah yaitu sebesar Rp 1,509 triliun. Selanjutnya dari sisi realisasi kelompok belanja modal disamping alokasi pagu terbesar juga merupakan jenis belanja dengan tingkat realisasi tertinggi. Belanja pegawai di posisi kedua dengan realisasi 95,24 % atau Rp 1,824 triliun dari pagu Rp 1,915 triliun, belanja Bantuan Sosial pagu Rp 1,509 triliun tingkat realisasi Rp 1,308 triliun atau 86,67 %. Sedangkan belanja barang merupakan belanja dengan tingkat realisasi paling rendah dibandingkan dengan ketiga belanja lainnya yaitu 83,82 % dari pagu Rp 2,305 triliun. KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 40
3.5.1 Belanja Pegawai (51) Tahun 2013 kebijakan belanja pegawai lebih diarahkan untuk : (a) penyesuaian gaji dan pensiun pokok bagi PNS/TNI-Polri, serta penyesuaian gaji hakim, (b) melanjutkan pemberian gaji dan pensiun ke-13, (c) menampung kebutuhan anggaran remunerasi K/L terkait reformasi birokrasi, dan (d) melakukan penatan jumlah dan distribusi PNS mengacu pada prinsip zero growth dan berbasis kompetensi. Alokasi anggaran belanja pegawai dalam APBN tahun anggaran 2013 untuk Kementerian/Lembaga di provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebesar Rp.1.915.406.798.000,- jumlah ini mengalami peningkatan 9,35 % bila dibandingkan dengan APBN tahun 2012 yang mencapai Rp.1.7 triliun. Perbandingan kenaikan alokasi anggaran Belanja Pegawai tahun 2013 seperti terlihat pada grafik berikut. Grafik 2.8 Perbandingan Realisasi Anggaran Belanja Pegawai Tahun Anggaran 2012 dan 2013
1.915.406.798.000 1.950.000.000.000 1.900.000.000.000
1.823.650.382.908
1.850.000.000.000 1.800.000.000.000 1.750.000.000.000
1.736.400.639.883 1.669.090.353.239
1.700.000.000.000 1.650.000.000.000 1.600.000.000.000 1.550.000.000.000 1.500.000.000.000 PAGU
TA. 2012 1.736.400.639.883
TA. 2013 1.915.406.798.000
RELISASI
1.669.090.353.239
1.823.650.382.908
PAGU
RELISASI
Sumber : Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Pada grafik di atas menunjukan bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun anggaran 2013 mendapat alokasi Belanja Pegawai sebesar
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 41
Rp.1.915.406.798.000,-
dibanding
tahun
anggaran
2012
sebesar
Rp.1.768.536.788.883,- mengalami kenaikan sebesar Rp.146.870.009.117,atau 9,35 %. Salah satu faktor kenaikan tersebut adalah Kebijakan pemerintah menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil sebesar 10 % disamping adanya mutasi pegawai dan kenaikan pangkat pegawai. Belanja pegawai merupakan jenis belanja yang relatif memiliki kecenderungan
penyerapan
dana
yang
proporsional
sepanjang
tahun
anggaran. Penyerapan rata-rata tiap bulan adalah 7,91 %. Kondisi penyerapan belanja pegawai yang proporsional tersebut menunjukkan bahwa mekanisme pembayaran maupun pencairan dana untuk belanja pegawai telah berjalan baik sesuai dengan perencanaan. Hal tersebut terkait dengan sebagian besar dana belanja pegawai digunakan untuk pembayaran gaji Pegawai Negeri Sipil yang merupakan pengeluaran non-discretionary dan wajib dibayarkan secara berkala setiap
bulan.
Pola
penyerapan
Belanja
Pegawai
satuan
kerja
Kementerian/Lembagadi provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada grafik 3.8 di bawah ini. Grafik 2.9 Pola Penyerapan Belanja Pegawai Kementerian/Lembaga 2013 Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 400,00%
'999
350,00%
'117 '116
300,00%
'107 250,00%
'104 '089
200,00%
'076
150,00%
'075
100,00%
'068 '063
50,00%
'060 0,00% JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
REALISASI
NOV
DES
'059 '056
Sumber :WebMonev,DirektoratPelaksanaanAnggaran
Dari grafik terlihat terjadi peningkatan pada bulan Juli disebabkan pembayaran gaji ke-13. Satu hal sebagai catatan terkait belanja pegawai tahun 2013, bahwa sampai dengan akhir tahun anggaran 2013 pagu minus belanja KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 42
pegawai masih terjadi sebagaimana beberapa tahun sebelumnya. Dalam kaitan dengan konsep anggaran berbasis kinerja hal tersebut seharusnya tidak perlu terjadi, karena pengalokasian anggaran belanja pegawai didasarkan pada input yang sangat riil dan faktual yaitu berdasarkan jumlah pegawai sebuah unit satuan kerja dan penyesuaian tambahan (acress) dengan tingkat persentase tertentu. Tapi pada kenyataannya alokasi anggaran untuk belanja pegawai untuk satu tahun anggaran sering tidak mencukupi bahkan sampai pada level Kementerian/Lembaga.
3.5.2 Belanja Barang (52) Dalam APBN tahun 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur, anggaran belanja barang dialokasikan sebesar Rp. 2.750.200.092.000,.Peruntukan belanja barang tersebut meliputi pembelian atau pengadaan barang/jasa habis pakai yang berupa: (1) Belanja barang yang mencakup belanja barang operasional dan non operasional, barang penunjang, serta barang fisik lain; (2) Belanja jasa yang mencakup langganan daya dan jasa, jasa pos dan giro, sewa, serta jasa lainnya; (3) Belanja perjalanan yang mencakup perjalanandalam dan luar negeri; (4) Belanja pemeliharaan yang mencakup pemeliharaan: gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi, jaringan, serta pemeliharaan lainnya. Sementara itu, kelompok (5) dari belanja
barang
adalah
belanja
barang
untuk
diserahkan
kepada
masyarakat/Pemda yang mencakup belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat/Pemda, belanja barang penunjang dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk diserahkan kepada masyarakat/Pemda, belanja barang lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat/Pemda. Realisasi belanja barang tersebut, sampai dengan akhir semester II tahun 2013 mencapai Rp. 2.305 triliun atau 83,82 persen dari pagu belanja barang dalam APBN tahun 2013. Kinerja penyerapan belanja barang tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan penyerapan dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 89,07 persen dari pagu sebesar Rp.2,007 triliun dalam APBN ahun 2012. Perbandingan pagu dan realisasi anggaran belanja barang tahun 2013 dengan tahun sebelumnya dapat dilihat pada grafik berikut :
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 43
Grafik 2.10
Billions
Perbandingan Pagu dan Realisasi Belanja Barang Tahun anggaran 2012 dengan 2013
3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 -
PAGU
2012 2.007.373.024.107
2013 2.750.200.092.000
REALISASI
1.787.922.565.361
2.305.262.149.690
SISA DANA
219.450.458.746
444.937.942.310
PAGU
REALISASI
SISA DANA
Sumber :WebMonev,DirektoratPelaksanaanAnggaran
Memperhatikan grafik di atas dapat dijelaskan bahwa dari pagu anggaran belanja barang terjadi kenaikan sebesar Rp 742,827 milyar atau 27,01 persen menjadi Rp 2,750 triliun dibanding tahun 2012 sebesar Rp 2,007 triliun. Meskipun porsi pagu terjadi kenaikan yang signifikan tetapi dari sisi realisasi justru mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 83,82 persen daripada tahun 2012 yang mencapai 89,07 persen. Lebih rendahnya penyerapan belanja barang pada tahun 2013tersebut terutama disebabkan oleh dampak dari kebijakan pemotongan belanja barang K/L,yang dilakukan terhadap kegiatan yang bersumber dari rupiah murni saja. Kriteria kebijakan pemotongan belanja K/L tersebut dilaksanakan dengan ketentuan: (1) tidak mengurangianggaran
untuk
kebutuhan
belanja
barang
operasional
penyelenggaraan kantor; (2) diupayakan menjaga terpenuhinya kebutuhan KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 44
anggaran
dalam
rangka
percapaian
output
dan
outcome
dariprogram/kegiatan prioritas nasional; dan (3) tidak memotong anggaran pendidikan. Selain itu, rendahnya penyerapan belanja K/L juga karena keterlambatan penunjukan pejabat pengelola keuangan satker. Pada sisi lain, masih terdapat anggaran yang diblokir dan tingginya kehati-hatian pejabat pengelola keuangan dalampelaksanaan anggaran turut serta mempengaruhi daya serap atau realisasi belanja. Dari total pagu anggaran belanja barang pada tahun anggaran 2013 sebesar Rp. 2.750 triliun untuk provinsi Nusa Tenggara Timur dialokasikan dalam lima jenis belanja yaitu Belanja Barang (521), Belanja Jasa (522), Belanja Pemeliharaan (523), Belanja Perjalanan (524), Belanja Barang untuk diserhkan kepada masyarakat (526). Sebagaimana tahun sebelumnya Belanja Barang (521) masih mendominasi dengan alokasi anggaran terbesar dibandingkan dengan belanja lainnya. Perbandingan alokasi anggaran dalam kelompok belanja 52 seperti tampak pada grafik berikut :
Grafik 2.11 Perbandingan Pagu Belanja Barang Tahun Anggaran 2012 dan 2013
1.400.000.000.000 1.200.000.000.000 1.000.000.000.000 800.000.000.000 600.000.000.000 400.000.000.000 200.000.000.000 -
521 TA.2012 882.000.46
522 249.333.04
523 170.069.84
524 377.030.55
526 328.939.11
TA.2013
240.701.05
179.258.56
498.484.69
618.913.58
1.212.842.
TA.2012
TA.2013
Sumber : Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 45
Memperhatikan grafik di atas terlihat bahwa alokasi anggaran belanja barang tahun 2013 jika bandingkan dengan tahun 2012 ada yang mengalami kenaikan cukup signifikan pada alokasi anggaran Belanja Barang (44,73%), Belanja Pemeliharaan (5,13%), Belanja Perjalanan (24,36%), Belanja Barang untuk diserahkan kepada masyarakat (46,85%). Pengurangan terjadi pada Belanja Jasa sebesar 3,59% dari tahun sebelumnya sebesar Rp.249,333 milyar.
3.5.3 Belanja Modal (53) Alokasi anggaran belanja modal dalam APBN tahun 2013 Provinsi Nusa Tenggara Timur memperoleh sebesar Rp. 4.224.579.899.000,-. Sebagaimana diketahui bahwa fungsi Belanja Modal dalam perekonomian adalah
sebagai
faktor
pendorong
pertumbuhan
ekonomi
melalui
pengembangan infrastruktur. Secara umum biaya-biaya yang dikelompokkan sebagai belanja modal adalah biaya untuk pembelian, pengadaaan, atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Biaya-biaya tersebut antara lain : pengadaan tanah, peralatan dan mesin, pembangunan gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta aset tetap lainnya. Realisasi anggaran belanja modal sampai akhir semester II tahun 2013 mencapai Rp 4.255 triliun atau 100,73 persen dari pagu anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN tahun 2013 atau lebih tinggi dari tingkat realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 95,80 persen. Peningkatan penyerapan anggaran belanja modal tahun 2013 terutama berkaitan dengan penyempurnaan mekanisme pengadaan barang dan jasa sebagaimana Peraturan Pemerintah (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 yang telah disempurnakan menjadi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2012. Sebagaimana tahun anggaran sebelumnya, bahwa pengalokasian anggaran belanja modal dalam DIPA lebih ditujukan untuk meningkatkan pelayanan publik misalnya dengan membangun fasilitas/sarana-prasarana yang menunjang kesejahteraan masyarakat. Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun anggaran 2013 mendapat alokasi belanja modal sebesar
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 46
Rp.4.224 triliun atau 40,48% dari total pagu anggaran secara keseluruhan. Alokasi belanja modal tahun 2013 jika dibanding tahun sebelumnya mengalami penurunan dengan perbandingan seperti dilihat pada grafik berikut :Grafik 2.12 Perbandingan Pagu dan Realisasi Belanja Modal Tahun Anggaran 2012 dengan Tahun 2013
6.000.000.000.000 5.000.000.000.000 4.000.000.000.000 3.000.000.000.000 2.000.000.000.000 1.000.000.000.000 PAGU
2012 5.801.422.845.010
2013 4.224.579.899.000
REALISASI
5.557.864.530.024
4.076.930.524.056
243.558.314.986
2.606.872.000
BLOKIR
PAGU
REALISASI
BLOKIR
Sumber :WebMonev,DirektoratPelaksanaanAnggaran
Pada grafik di atas menunjukan bahwa Tahun 2013 alokasi Belanja modal mengalami penurunan sebesar 27,18 persen menjadi Rp.4,224 triliun dibanding tahun anggaran 2012 yang mencapai Rp 5,801 triliun. Meskipun ada penurunan dari segi alokasi pagu namun tingkat realisasi / penyerapan belanja modal tahun 2013 jauh lebih meningkat dari tahun sebelumnya hingga mencapai persentase 96,50%.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 47
Grafik 2.13 Total Pagu Belanja Modal Dan Realisasi Berdasarkan Rupiah Murni DIPA TA. 2013
4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000
PAGU
2.000.000
REALISASI
1.500.000
BLOKIR
1.000.000 500.000 0 PAGU
RM 4.157.168
REALISASI
4.077.541
BLOKIR
2.607
Grafik 2.14 Total Pagu Belanja Modal Dan Realisasi Berdasarkan Sumber Dana DIPA TA. 2013 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000
PAGU
15.000
REALISASI
10.000
BLOKIR
5.000 0 PAGU
'PLN 36.660
'RMP 9.327
'PNP 21.357
'HDN 68
'HLD 0
'HLBD 0
'HLBL 0
REALISASI
28.757
3.568
18.238
0
136
463
11
0
0
0
0
0
0
0
BLOKIR
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 48
Sumber dana terbesar pada Belanja Modal adalah Rupiah Murni sebesar Rp.4,157 triliun atau 98,40 % dan sisanya bersumber dari
PLN
sebesar Rp.36,660 miliar atau 0,86%, RMP sebesar Rp.9,27 miliar atau 0,22% , dan sumber dana lainya berasal dari PNBP serta hibah sebesar 0,60%. Dari alokasi belanja modal yang tercantum dalam DIPA tahun 2013 yang
dialokasikan
untuk
Kementerian/Lembaga
membiayai
terbagi
dalam
semua
kegiatan
beberapa
satuan
kelompok
kerja
belanja
berdasarkan jenis belanja dan peruntukan sesuai dengan kebutuhan dan sasaran. Perbandingan Belanja Modal berdasarkan komponen belanja dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 2.15 Perbandingan Pagu Belanja Modal Berdasarkan Jenis Belanja TA 2012 dengan TA 2013
5.000.000.000.000 4.500.000.000.000 4.000.000.000.000 3.500.000.000.000 3.000.000.000.000 2.500.000.000.000 2.000.000.000.000 1.500.000.000.000 1.000.000.000.000 500.000.000.000 2012
531 58.460.369.
532 412.155.009
533 632.582.148
534 4.682.641.3
536 15.583.967.
2013
31.687.440.
608.024.547
490.719.243
3.073.740.2
20.407.575.
2012
2013
Sumber : Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 49
Grafik di atas menunjukan bahwa alokasi anggaran belanja modal (53), alokasi anggaran terbesar adalah Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan (534) dibanding tahun sebelumnya mengalami penurunan sebesar Rp.1,6 triliun atau (34,35%). Penurunan juga terjadi pada Belanja Modal Gedung dan Bangunan (533) sebesar Rp.141,8 milyar atau 22,42% dan Belanja Modal Tanah (531) penurunan sebesar Rp.26,7 milyar atau 45,79% pada tahun 2013. Meskipun terjadi penurunan alokasi pada tiga jenis belanja modal diatas, namun pada belanja modal lainnya justru mengalami kenaikan yaitu belanja modal Peralatan dan Mesin (532) kenaikan sebesar Rp.195,8 milyar
atau 47,52 % dan Belanja Modal Lainnya (536) sebesar Rp.4,82
milyar atau 30,95% pada tahun 2013.
3.5.4
Belanja Bantuan Sosial (57) Pada tahun anggaran 2013 Provinsi Nusa Tenggara Timur mendapat
alokasi anggaran Bantuan sosial sebesar Rp.1.509.434.180.000,- Bantuan Sosial merupakan salah satu pengeluaran dalam bentuk uang / barang atau jasa kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, bersifat tidak terus menerus dan selektif. Grafik di bawah ini menampilkan perbandingan alokasi belanja Bantuan Sosial (57) Tahun Anggaran 2013 dengan tahun sebelumnya sebagai berikut: Grafik 2.16 Perbandingan Pagu Belanja Bantuan Sosial Berdasarkan Jenis Belanja TA 2012 dengan TA 2013 2012
2013
1.600.000.000.000 1.400.000.000.000 1.200.000.000.000 1.000.000.000.000 800.000.000.000 600.000.000.000 400.000.000.000 200.000.000.000 -
571 2012 1.163.166
572 115.460.1
573 796.390.0
574 3.430.000
575 1.441.517
576 1.303.989
2013 1.280.824
70.081.70
613.781.8
725.000.0
822.726.6
838.114.0
Sumber : Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 50
Memperhatikan perbandingan alokasi anggaran belanja Bantuan Sosial pada grafik di atas, memberikan gambaran bahwa hampir semua alokasi anggaran Belanja Bantuan Sosial mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan hanya terjadi pada Belanja Bantuan Sosial Untuk Rehabilitasi Sosial (571) menjadi Rp 117,6 juta Tahun anggaran 2013 alokasi belanja Bantuan Sosial untuk provinsi Nusa Tenggara Timur turun sebesar Rp 849,8 milyar atau 36,02 % dari alokasi anggaran Belanja Bantuan Sosial tahun anggaran 2012 sebesar Rp 2,359 triliun.
3.6 Reviu Pelaksanaan Anggaran 3.6.1 Pelaksanaan Anggaran TA. 2013 Sejak tahun 2009 sampai 2013, tingkat penyerapan anggaran Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami pola penyerapan yang tidak stabil, artinya tidak selalu meningkat tiap tahun. Tahun 2013, tingkat realisasi anggaran memang sedikit mengalami peningkatan dibanding tahun 2012. Namun secara keseluruhan pola penyerapan anggaran yang ada di Nusa Tenggara Timur harus dianalisa lebih jauh untuk mempertimbangkan kapan belanjabelanja
tersebut
sebaiknya
dilakukan,
terutama
mengingat
adanya
kecenderungan di berbagai daerah dimana sebagian besar belanja baru dilakukan di tiga bulan terakhir dari tahun anggaran tersebut. Sehubungan dengan kecenderungan mayoritas realisasi belanja publik atau langsung selalu dilakukan dalam waktu yang relatif singkat menjelang akhir tahun anggaran, hal ini disebabkan karena siklus anggaran yang tidak ditepati secara baik. Akibatnya banyak program yang dilaksanakan hanya untuk mengejar target penyerapan anggaran, sementara aspek proses dan kinerja program kurang mendapat perhatian. Pengguna Anggaran Kementerian/Lembaga mesti mengatur kembali pola alokasi anggaran belanja agar sesuai dengan prioritas pembangunan yang ada di daerah. Realokasi anggaran diperlukan untuk menjamin bahwa sumber daya fiskal yang terbatas telah dialokasikan pada seluruh bidang secara tepat. Untuk menjamin kesesuaian antara tujuan pembangunan, prioritas pembangunan dan alokasi anggaran yang tepat diperlukan kemampuan perencanaan yang memadai. Peningkatan kapasitas aparatur
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 51
perencana diperlukan untuk menjamin adanya kesesuaian antara tujuan pembangunan dan alokasi anggaran. Upaya peningkatan kapasitas aparatur dapat dilakukan misalnya melalui pelatihan pengendalian perencanaan dan pelatihan penggunaan data base untuk perencanaan. Perbandingan pagu dan realisasi anggaran pada semester II dengan semester II tahun 2013 dapat dilihat pada grafik berikut: Grafik 2.17 Perbandingan Realisasi Belanja Barang Per Bulan Tahun Anggaran 2013
700.000.000.000
600.000.000.000
500.000.000.000
400.000.000.000
300.000.000.000
200.000.000.000
100.000.000.000
-
JAN
PEB MRT APRL MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOP DES
REALISASI 3.22 43.8 79.5 123. 152. 162. 243. 147. 191. 208. 331. 617.
REALISASI
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Dari grafik terlihat bahwa, penyerapan anggaran belanja semeseter II tahun 2013 dibandingkan dengan Semester II tahun 2013 maupun periode yang sama tahun 2012 mengalami peningkatan yang lebih besar. Hal ini seiring dengan adanya kenaikan pagu DIPA petikan 2013 dari semester II sebesar
Rp.
8.429.186.716.853,-
menjadi
Rp.
10.419.941.998.853,-
Kenaikan yang signifikan pada semester II lebih disebabkan oleh adanya KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 52
perubahan kebijakan anggaran berupa adanya revisi/perubahan alokasi anggaran, dan hibah sehingga pagu DIPA secara keseluruhan mengalami perubahan. Memperhatikan
realisasi anggaran pada
Semester II
dimana
penyerapan anggaran baru mencapai Rp.2.26 triliun atau sebesar 27.07 % maka dapat disimpulkan bahwa penyerapan anggaran pada semester II tahun 2013 mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari web monev Direktorat Pelaksanaan Anggaran, penyerapan anggaran pada akhir semester II tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 7.4 triliun atau 71,40 % dari total alokasi anggaran, menunjukan bahwa terjadi penumpukan penyerapan pada Semester II / akhir tahun. Dengan mengacu pada tren pola penyerapan yang menumpuk diakhir tahun dapat disimpulkan bahwa rencana penarikan pada satuan kerja Kementerian / Lembaga belum berjalan dengan baik sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini : Grafik 2.18 Pergerakan Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja TA 2013 Wilayah Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT 3.000.000.000.000
2.500.000.000.000
2.000.000.000.000
1.500.000.000.000
1.000.000.000.000
500.000.000.000
JAN
PEB
MRT APRL 51
MEI 52
JUNI 53
JULI AGST SEPT
OKT
NOV
DES
57
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 53
Memperhatikan grafik pergerakan penyerapan anggaran dari semua komponen jenis belanja jelas terlihat bahwa ada dua komponen jenis belanja yang pergerakan realisasinya justru mengalami peningkatan yang tinggi diakhir semeseter II yaitu belanja barang (52), belanja modal (53) sementara belanja bantuan sosial (57) relatif stabil namun ada sedikit peningkatan pada bulan Juli dan Desember. Jika dibandingkan dengan tiga komponen belanja lainnya pergerakan penyerapan belanja pegawai (51) menunjukan cenderung merata setiap bulan, lonjakan penyerapan hanya terjadi pada bulan Juli hingga mencapai Rp. 260,906 milyar, hal ini lebih dipengaruhi adanya pembayaran gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil. Tren penyerapan anggaran belanja yang tidak merata setiap bulan, tidak hanya terjadi pada satuan kerja Kementerian / Lembaga di provinsi Nusa Tenggara Timur tetapi juga melanda satuan kerja di daerah lain bahkan ditingkat nasional. Terkait kondisi penyerapan anggaran tahun 2013 yang ditandai dengan rendahnya penyerapan pada Semester II dan meningkat secara tajam pada semester II upaya-upaya percepatan penyerapan anggaran sebenarnya telah banyak dilakukan, akan tetapi memang belum memberikan dampak yang signifikan. Hal ini terjadi karena percepatan penyerapan anggaran tersebut sepenuhnya tergantung pada Satker selaku Kuasa Pengguna Anggaran meskipun berbagai kebijakan / regulasi / tindakan untuk meningkatkan percepatan penyerapan sudah dilakukan. Dari hasil monitoring dan evaluasi terhadap penyerapan anggaran tahun
2013
menemukan
fakta
bahwa
lemahnya
koordinasi
antara
perencanaan dan pelaksanaan anggaran menciptakan potensi angka penyerapan menjadi kurang realistis. Permasalahan - permasalahan tersebut terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu permasalahan yang bersumber dari : (1) internal K/L sendiri, (2) proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa (pejabat pengadaan kurang), (3) dokumen pelaksanaan anggaran dan proses revisi anggaran karena tidak sesuai dengan kebutuhan, (4) SK penunjukan PPK, PPSPM, dan bendahara pengeluaran terlambat ditetapkan, (5) dan (4) permasalahan lainnya, seperti adanya peningkatan alokasi belanja K/L pada saat terjadi perubahan APBN. Faktor–faktor penghambat tersebut diatas juga diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada seluruh satuan kerja bulan November 2013, KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 54
dalam rangka pelaksanaan kegiatan Rapat Koordinasi Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dengan Satuan Kerja di Daerah tentang Kebijakan Fiskal 2013 dan Percepatan Realisasi Anggaran TA.2013 serta persiapan Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2014. Dari hasil kuesioner monev yang telah dilakukan, beberapa penyebab yang menghambat realisasi anggaran sesuai dengan kategori pada kuisioner adalah sebagai berikut : Tabel 2.8 Kategori Penyebab Rendahnya Realisasi Anggaran NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
KATEGORI PERMASALAHAN Dokumen Pelaksanaan Anggaran Penganggaran Panitia Pengadaan Peraturan dan Petunjuk Pelaksanaan Proses Lelang Keuangan Tanah Peralatan dan mesin Dokumen Pelaksanaan Kegiatan Koordinasi
VOTE K/L 229 200 178 186 128 98 81 56 54 51
Menyikapi permasalahan penyerapan anggaran yang telah diuraikan di atas dan mengacu pada pola penyerapan anggaran yang cenderung tidak merata dan kurang realistis setiap bulan dalam satu tahun anggaran, maka reviu pelaksanaan anggaran semester II tahun 2013 di wilayah Kanwil Ditjen Perbendaharaan provinsi NTT lebih difokuskan pada analisis dan identifikasi faktor-faktor masalah yang menyebabkan terjadinya keterlambatan penyerapan anggaran pada beberapa level jenis belanja yaitu Belanja Barang Operasional, Non Operasional, belanja perjalanan dinas dan belanja modal. Hal ini dipandang perlu karena pada unsur belanja tersebut merupakan komponen pendukung utama dalam memobilisasi satuan kerja dalam melaksanakan semua kegiatan Kementerian / Lembaga yang sudah direncanakan sebelumnya. Dari semua alokasi Belanja Barang yang tertuang dalam DIPA tahun anggaran 2013, dialokasikan untuk membiayai semua kegiatan pada satuan kerja Kementerian / Lembaga. Belanja Barang tersebut kemudian dirinci dan dikemas dalam kelompok belanja untuk mencapai sasaran dan output sebagai KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 55
komponen input tercapainya satu kegiatan. Grafik dibawah ini menjelaskan pagu dan realisasi Belanja Barang TA. 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : Garfik 2.19 Pagu dan Realisasi Belanja Barang Tahun Anggaran 2013 (dalam rupiah) 1.400.000.000.000 1.200.000.000.000 1.000.000.000.000 800.000.000.000 600.000.000.000 400.000.000.000 200.000.000.000 PAGU
521 1.212.842.1
522 240.701.057
523 179.258.564
524 498.484.693
526 618.913.584
REALISASI
1.049.863.3
197.502.338
168.335.979
402.211.657
472.870.385
SISA
162.978.795
43.198.718.
10.922.584.
96.273.035.
146.043.198
PAGU
REALISASI
SISA
Sumber : Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Dari grafik diatas menunjukan bahwa alokasi anggaran terbesar adalah Belanja Barang (521) sebesar Rp 1,212 triliun, diikuti oleh Belanja Barang untuk diserahkan kepada masyarakat / Pemda (526) sebesar Rp 618,913 milyar, Belanja Perjalanan (524) sebesar Rp 498.484 milyar, Belanja Jasa (522) sebesar Rp 240.701 milyar dan Belanja Pemeliharaan (523) dengan alokasi pagu terendah sebesar Rp 179,258 milyar. Alokasi anggaran untuk beberapa kelompok belanja tersebut dalam pelaksanaannya cenderung tidak efisien dan efektif. Dari sisi belanja umumnya output kegiatan yang direncanakan sering tidak realistis sehingga pada tahapan pelaksanaan kegiatan tersebut sering dilakukan perubahan/revisi anggaran. Di sisi lain
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 56
untuk alokasi belanja perjalanan dinas juga sering mengabaikan asas efektifitas sehingga pada tahap
realisasi anggaran terdapat ketidak
seimbangan dalam realisasi dan cenderung menumpuk pada akhir tahun anggaran atau bahkan tidak ada realisasi sama sekali. Dari alokasi anggaran untuk belanja barang (521) sebesar Rp 1,212 triliun kemudian dialokasikan dalam dua jenis belanja dengan alokasi anggaran
terbesar
untuk
Belanja
Barang
Operasional
(5211)
Rp
309.747.121.508,- dan Belanja Barang Non Operasional (5212) sebesar Rp 873.343.168.000,-. Data Jumlah Pagu dan Realisasi Belanja Barang Operasional lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 2.20 Pagu dan Realisasi Belanja Barang Operasional Tahun Anggaran 2013 (dalam rupiah)
Belanja Barang Operasional 180.000.000.000 160.000.000.000 140.000.000.000 120.000.000.000 100.000.000.000 80.000.000.000 60.000.000.000 40.000.000.000 20.000.000.000 -
521111 68.767.51
521112 36.503.63
521113 3.411.715
521114 5.022.971
521115 55.103.87
521119 166.665.5
REALISASI 65.487.55
34.086.57
3.145.939
3.951.086
50.331.08
152.744.8
PAGU
PAGU
REALISASI
Sumber : Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa, pada tahun 2013 di provinsi Nusa Tenggara Timur pagu anggaran tertinggi adalah Belanja Barang Operasional Lainnya (521119) sebesar Rp 166.665.572.000,- dengan tingkat realisasi Rp 152.744.882.730,- atau 91,64 %. Belanja Keperluan Perkantoran
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 57
(521111) merupakan merupakan kelompok akun dengan tingkat realisasi tertinggi yaitu sebesar Rp 65.487.550.377,- atau 95,23 %. Kemudian Belanja Pengiriman Surat Dinas Pos Pusat (521114) dengan tingkat realisasi 78,66 % dari pagu sebesar Rp 5.022.971.000,Mengacu pada besaran alokasi anggaran di atas, terlihat bahwa terjadi pengalokasian anggaran yang terlalu tinggi pada akun Belanja Barang Operasional Lainnya (521119) sehingga terkesan terfokus pada kegiatan yang terkait dengan tupoksi satuan kerja. Akun 521119 merupakan akun penampung untuk dana-dana operasional yang tidak dapat dialokasikan pada akun lainnya yang secara teknis berhubungan langsung dengan tugas dan fungsi satker. Seharusnya untuk memaksimalkan pencapaian output, alokasi anggaran belanja operasional harus dimaksimalkan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan operasional kantor, sedangkan sisa anggaran yang tidak terserap, seharusnya dialokasikan untuk kegiatan atau kelompok belanja lain yang lebih strategis dalam pencapaian prioritas pembangunan. Pergerakan Realisasi Belanja Barang Operasional tahun anggaran 2013 di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah seperti pada grafik berikut ini :
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 58
Grafik 2.21 Pergerakan Realisasi Belanja Barang Operasional Tahun Anggaran 2013 (dalam rupiah) 90.000.000.000 80.000.000.000 70.000.000.000 60.000.000.000 50.000.000.000 40.000.000.000 30.000.000.000 20.000.000.000 10.000.000.000 0 JAN 521111
PEB MRT APRL MEI 521112 521113
JUNI
JULI AGST SEPT OKT 521114 521115
NOP DES 521119
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Dari pagu belanja barang operasional (521119) yang dialokasikan untuk Kementerian/Lembaga di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 34,23 % tersebar pada lima kementerian/Lembaga dengan alokasi anggaran terbesar
yaitu
Kepolisian
Negara
RI,
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Hukum dan HAM serta Kementerian Kehutanan. Data kementerian/lembaga yang mendapat alokasi belanja barang operasional terbesar dapat dilihat pada tabel berikut ini :
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 59
Grafik 2.22 Kementerian/Lembaga Dengan Pagu Belanja Barang Operasional Terbesar Lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Nusa Tenggara Timur (dalam rupiah)
120.000.000.000
100.000.000.000
80.000.000.000
60.000.000.000
40.000.000.000
20.000.000.000
0 BA. 060
BA. 023 PAG
BA. 022 REALISASI
BA. 015
BA. 029
SISA
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Pada grafik di atas menunjukan bahwa alokasi tertinggi Belanja Barang Operasional Lainnya adalah Kepolisian Negara RI yaitu sebesar Rp 108,901 milyar atau 24,93 % dari total pagu Belanja Barang Operasional. Tingkat realisasi satker tersebut termasuk dalam kategori yang baik karena mencapai 94,43 % atau sebesar Rp 102,840 milyar. Sebaliknya BA yang tingkat realisasi terendah adalah Kementerian Perhubungan yaitu sebesar 72,06 % dari pagu sebesar Rp 9,571 miliar atau 2,19 % dari total keseluruhan pagu belanja barang operasional. Sedangkan tingkat realisasi paling tinggi terdapat pada BA Kementerian Keuangan yaitu
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 60
97.12 %. Dilihat dari rata-rata realisasi anggaran pada keseluruhan Bagian Anggaran,
penyerapan
belanja
barang operasional cenderung
belum
maksimal dan masih bisa ditingkatkan. Dan permasalahan yang masih sering ditemukan pada setiap tahun anggaran adalah pemblokiran anggaran untuk belanja operasional kantor pada setiap awal tahun anggaran sehingga harus menunggu proses pembukaan
tanda
blokir dari Direktorat Jenderal
Anggaran. Belanja perjalanan dinas termasuk salah satu jenis belanja yang direviu, karena akun belanja tersebut yang memberikan kontribusi yang sangat penting dalam capaian output kegiatan pada satuan kerja Kementerian / Lembaga. Alokasi anggaran untuk belanja perjalanan dinas tahun 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar Rp 377.030.550.800,- menjadi Rp 498.484.693.000,- pada tahun 2013. Kenaikan pagu perjalanan dinas juga dipengaruhi oleh kebijakan penyesuaian akun belanja yaitu biaya transport dan paket meeting semula dialokasikan pada akun Belanja Barang Non Operasional Lainnya (521219) direvisi / dialokasikan ke belanja perjalanan dinas. Kebijakan tersebut memicu lonjakan
pagu
perjalanan
dinas
bertambah
dari
pagu
semula
Rp
315.965.508.000,- (posisi akhir Januari 2013) menjadi Rp 387.133.507.000,(posisi
Semester
II
2013)
kemudian
meningkat
lagi
menjadi
Rp
377.030.550.800,- (Akhir semester II 2013). Dengan penambahan anggaran yang cukup signifikan tersebut harusnya peningkatan realisasi menjadi lebih baik, namun pada kenyataanya realisasi belanja perjalanan tahun 2013 hanya sebesar 81,29%. Alokasi anggaran perjalanan dinas terdiri dari dua kelompok berdasarkan jenis perjalanan yaitu perjalanan dinas dalam negeri (5241) dengan pagu sebesar Rp 497.358.729.000,- dan perjalanan dinas dalam negeri (5242) sebesar Rp 1.125.964.000,-. Besaran alokasi anggaran perjalanan dinas dalam negeri tahun anggaran 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur adalah seperti pada grafik berikut :
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 61
Grafik 2.23 Alokasi Belanja Perjalanan Dinas Dalam Negeri Tahun 2013 Lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT (dalam rupiah)
350.000.000.000 300.000.000.000 250.000.000.000 200.000.000.000 150.000.000.000 100.000.000.000 50.000.000.000 0 PAGU
524111 524112 524113 524114 524119 100.424.570 734.450.000 15.745.813. 70.540.706. 309.913.190
REALISASI 76.990.501. 500.014.000 12.668.084. 51.172.399. 263.317.548 PAGU
REALISASI
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Garfik di atas menunjukkan bahwa alokasi terbesar pagu belanja perjalanan dinas dalam negeri untuk seluruh satuan kerja lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur didominasi oleh kelompok belanja perjalanan lainnya (524119) dengan pagu tertinggi sebesar Rp 309,91 milyar dengan tingkat penyerapan sebesar Rp 263,31 milyar atau 84,96%. Tingkat penyerapan ini masih di bawah standar ideal penyerapan anggaran, namun sudah menunjukan tingkat penyerapan yang memadai. Anggaran untuk kelompok belanja ini merupakan pengeluaran untuk mendukung seluruh kegiatan Kementerian / Lembaga di luar alokasi belanja perjalanan dinas lainnya.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 62
Akun belanja perjalanan dinas dalam kota (524113) berada pada posisi dengan pagu terendah sebesar Rp 15.74 milyar namun menempati urutan kedua realisasi tertinggi sebesar 80,45%. Sedangkan untuk kelompok belanja perjalanan biasa (524111) yang fungsinya digunakan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pembinaan dan konsultasi serta perjalanan dinas dalam rangka pengawasan dan pemeriksaan dalam kaitan dengan tugas dan tupoksi satuan kerja mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 100,04 milyar atau 20,19% dari total belanja perjalanan dinas dalam negeri dengan tingkat realisasi Rp 76,99 milyar atau (76,66%). Meskipun kenaikan pagu perjalanan dinas memberikan gambaran kinerja yang sangat signifikan yaitu melebihi 50% dari pagu belanja perjalanan, fakta inipun memberikan gambaran bahwa adanya kelemahan pada siklus anggaran yaitu pada fase perencanaan, dimana capaian output kegiatan pada Semester II dapat diduga dipengaruhi oleh biaya perjalanan yang kurang memadai dalam menunjang pelaksanaan kegiatan. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut :
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 63
Grafik 2.24 Pergerakan Realisasi Belanja Perjalanan Dinas Wilayah Provinsi NTT Tahun Anggaran 2013 (dalam rupiah) 60.000.000.000
50.000.000.000
40.000.000.000
30.000.000.000
20.000.000.000
10.000.000.000
0
JAN
PEB MART APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGST SEPT
OKT
NOV
DES
524111 828.5 5.651 7.011 5.749 6.943 5.770 7.425 3.216 5.522 6.423 7.194 15.25 524112
0
524113
0
0
-
21.6
524114
0
0
0
3.740 1.924 2.244 3.453 2.419 8.976 8.716 11.13 12.30
440.0 17.39 5.287 55.56 87.35 65.15 84.55 88.85 5.460 39.52 50.42 587.
662. 371.4 556.5 1.086 1.672 2.967 4.742
524119 604.5 4.617 12.79 17.66 26.10 22.36 27.72 18.57 21.09 21.97 35.25 54.52 524120
-
524111
0
0
524112
7.519 45.52 60.93 524113
0
524114
38.94 52.29 77.48 163.1 141.1 524119
524120
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Dengan melihat pergerakan realisasi pada grafik di atas, menunjukan bahwa dari semua jenis perjalanan dinas terjadi pergerakan realisasi yang hampir merata untuk setiap jenis perjalanan. Kecuali belanja perjalanan dinas lainnya (524119) yang cenderung tidak stabil bahkan mengalami peningkatan realisasi yang sangat tajam pada periode tiga bulan terakhir tahun berjalan. Mengacu pada pola penyerapan yang tidak realistis di atas dapat diindikasikan bahwa terdapat kelemahan dari sisi perencanaan yang tidak akurat di tingkat satuan kerja Kementerian/Lembaga sehingga dalam pelaksanaan kegiatan menjadi tidak sinkron antara pergerakan realisasi anggaran kegiatan dengan realisasi belanja perjalanan dinas. Asumsinya bahwa ketika kegiatan dilaksanakan harusnya selalu diikuti dengan
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 64
pergerakan realisasi belanja perjalanan sebagai faktor penunjang tercapai tidaknya suatu kegiatan. Dampak dari perencanaan anggaran yang kurang tajam dan akurat tadi, menyebabkan banyak capaian output kegiatan tidak tercapai yang secara langsung mempengaruhi penyerapan menjadi tidak stabil pada setiap level jenis belanja. Dari alokasi belanja perjalanan dinas secara keseluruhan masih terdapat sisa anggaran sebesar Rp.23.434.068.508,- yang tidak terserap.
Kondisi
seperti
ini
harusnya
bisa
diminimalisir
dengan
memaksimalkan sisa anggaran tersebut ke kegiatan lain melalui mekanisme revisi berupa pergesran anggaran atau revisi. Dari seluruh Kementerian / Lembaga yang mendapat alokasi anggaran belanja perjalanan dinas lainya (524119) di provinsi Nusa Tenggara Timur, terdapat 5 (lima) Kementerian / Lembaga dengan tingkat penyerapan terendah seperti dilihat pada grafik berikut : Grafik 2.25 5 Kementerian / Lembaga Realisasi Terendah Belanja Perjalanan Dinas Lainnya (524119) (dalam rupiah) 25.000.000.000
20.000.000.000
15.000.000.000
10.000.000.000
PAGU REALISASI
5.000.000.000
0 PAGU
091 006 076 066 057 763.330.001.652.395.24.892.21710.121.1622.862.757.
REALISASI 527.662.701.138.726.16.129.4876.472.983. 1.811.903.
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 65
Memperhatikan grafik di atas terlihat bahwa rata – rata realisasi belanja perjalanan dinas lainnya (524119) pada Kementerian/Lembaga berada di atas 60 %. Capaian realisasi sebesar itu belum maksimal karena masih terdapat sisa anggaran yang belum dapat direalisasikan sampai dengan akhir semester II. Bagian anggaran Komisi Pemilihan Umum (BA.076) terdapat sisa anggaran yang tidak terealisasikan sebesar Rp 8,762 milyar atau 35,20% dari total pagu BA.076 secara keseluruhan sebesar Rp 24,892 milyar. Kemudian Badan Narkotika Nasional (BA.066) dari pagu perjalanan dinas lainnya sebesar Rp 10,121 milyar masih terdapat sisa anggaran yang tidak teralisasi sebesar Rp 3,648 milyar atau 36,04 %. Realisasi anggaran belanja modal provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013 mencapai 96,50 persen. Sebagai perbandingan dengan penyerapan pada periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi belanja modal tahun 2013 menunjukkan peningkatan. Dengan demikian, realisasi anggaran belanja modal secara keseluruhan dari sisi penyerapan dapat diserap dalam berbagai kegiatan pada Kementerian / Lembaga. Alokasi Belanja Modal (53) tahun 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Rp 4.224 milyar atau 40,48 % dari total pagu anggaran secara keseluruhan yaitu Rp 10,436 milyar. Dari Alokasi anggaran belanja modal tersebut Belanja Modal Jalan dan Jembatan merupakan jenis belanja yang mendapat alokasi anggaran terbesar yaitu sebesar Rp 3,073 milyar atau 72,76 % dari total pagu Belanja Modal (53). Dengan porsi alokasi yang cukup besar maka jenis belanja modal jalan dan jembatan sangat menentukan proporsi tingkat penyerapan belanja modal keseluruhan. Proporsi alokasi anggaran belanja modal jalan dan jembatan seperti pada grafik berikut :
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 66
Grafik 2.26 Proporsi Alokasi Belanja Modal Jalan dan Jembatan (53411) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (dalam juta rupiah)
2.000.000 1.800.000 1.600.000 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 0 PAGU
534111 534131 534121 534151 534161 534138 534135 534128 1.804.549 905.197.3 276.611.7 34.917.69 20.299.51 7.424.660 6.729.513 5.947.981
REALISASI 1.786.409 1.042.344 273.063.5 34.903.89 20.293.61 5.964.153 6.595.894 4.998.469 PAGU
REALISASI
Sumber: Web Monev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Grafik di atas menggambarkan realisasi belanja modal tahun 2013 menunjukkan nominal penyerapan yang cukup baik. Belanja modal Jalan dan Jembatan mendapat alokasi anggaran terbesar yaitu 42,32 persen dari total belanja modal tahun 2013 atau sebesar Rp 1,804 triliun, diikuti dengan belanja modal jaringan sebesar 21,43 persen atau sebesar Rp 905,197 milyar serta 6,55 persen belanja modal irigasi atau sebesar Rp 276,611 milyar, sedangkan belanja modal lainnya dengan alokasi yang relatif kecil. Dengan alokasi anggaran yang cukup tinggi pada jenis belanja modal jalan dan sssjembatan, maka dapat dikatakan bahwa hampir semua anggaran belanja modal lebih diarahkan untuk membiayai semua kegiatan infrastruktur dan sarana jalan dan jembatan. Sesuai hakekatnya belanja modal ditujukan untuk
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 67
membiayai program dan kegiatan pembangunan yang manfaatnya dinikmati oleh masyarakat maka dalam pelaksanaannya harus terukur dan tepat sasaran. Kecenderungan
lonjakan
penyerapan
dana
pada
akhir tahun
anggaran sebagaimana pada belanja barang lebih drastis terjadi pada belanja modal. Sepanjang bulan pertama hingga akhir semester kedua, penyerapan belanja modal cenderung menurun. Namun pada bulan November hingga Desember, penyerapan belanja modal melonjak hingga 23 persen dari pagu DIPA. Lambatnya resapan belanja modal bukan hal yang baru. Sebabnya, sudah menjadi fenomena lama jika belanja modal mulai meningkat pada periode akhir tahun anggaran. Grafik di bawah ini merupakan pergerakan realisasi belanja modal dengan kategori alokasi anggaran terbesar. Grafik 2.27 Pergerakan Realisasi Belanja Modal Tahun Anggaran 2013 Berdasarkan Komponen Belanja Alokasi Terbesar (dalam juta rupiah) 534111
534131
534121
534151
534161
534138
534135
600000
500000
400000
300000
200000
100000
0
JAN
PEB
MRT
APRL
MEI
JUNI
JULI
AGST
SEPT
OKT
NOP
DES
534111
0
2.277. 74.375 84.668 46.647 104.51 153.02 95.679 174.94 243.12 291.60 515.54
534131
0
10.855 18.418 38.520 26.000 66.259 58.226 55.412 91.178 115.27 161.45 411.58
534121
0
0
18.519 4.454. 1.624. 14.935 10.283 21.749 18.400 27.132 55.080 100.88
534151
0
0
5.539. 1.102. 712.11 3.023. 1.381. 3.110. 8.305. 2.962. 5.630. 3.135.
534161
0
0
2.465. 2.417. 44.570 4.273. 1.749. 1.099. 3.926. 1.720. 1.703. 892.19
534138
0
0
66.873 240.42 816.04 408.22 827.07 498.10 665.83 501.64 732.24 1.207.
534135
0
0
0
40.587 311.09 40.820 86.997 207.21 1.073. 1.015. 1.053. 2.766.
Sumber : WebMonev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 68
Memperhatiakan grafik pergerakan realisasi anggaran di atas, terlihat bahwa dari alokasi anggaran belanja modal untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagian besar digunakan untuk pembangunan / perbaikan jalan dan jembatan. Pergerakan realisasi beberapa kelompok belanja modal jalan dan jembatan (534111), belanja modal jaringan (534131) dan belanja modal irigasi (534121) menunjukan tingkat realisasi yang sangat tinggi pada periode November dan Desember. Mengingat kegiatan ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan fisik, maka tingkat efektifitas dan kualitas pelaksanaan kegiatan dapat dipertanyakan ketika dibandingkan dengan waktu pelaksanaan yang relatif singkat. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa kegiatan pembangunan
fisik
/
bangunan
pada
beberapa
satuan
kerja
Kementerian/Lembaga yang pelaksanaannya tidak selesai / tertunda karena waktu pelaksanaan yang terlalu mepet sehingga harus dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya. Alokasi anggaran belanja modal jalan dan jembatan (534111) yang ditetapkan dalam DIPA tahun 2013 sebesar Rp.1.804 triliun atau 42,72 persen dari total pagu keseluruhan Belanja Modal dialokasikan kepada 6 (enam) Kementerian / Lembaga yang ada di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur dengan porsi alokasi yang berbeda – beda dan disesuaikan dengan Kegaiatan pada K/L tersebut. Kementerian/Lembaga yang mendapat alokasi belanja modal tersebut dapat dilihat pada grafik berikut :
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 69
Grafik 2.28 Kementerian/Lembaga Yang Mendapat Belanja Modal Jalan Dan Jembatan Tahun 2013 (dalam rupiah) 1.200.000.000.000
1.000.000.000.000
800.000.000.000
600.000.000.000
400.000.000.000
200.000.000.000
0 PAGU
018 022 026 032 033 111 200.000.00 742.748.31 17.586.940 175.500.00 1.040.756. 3.082.638.
REALISASI 200.000.00 725.215.85 17.517.238 173.500.00 1.040.324. 2.977.775. SISA DANA
-
17.532.45 PAGU
69.701.60
REALISASI
2.000.000
431.125.5
104.863.0
SISA DANA
Sumber : WebMonev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Dari 6 Kementerian/Lembaga pada grafik di atas memiliki daya serap rata – rata melampaui batas normal nasional 95 persen. Namun demikian 1 (satu) Kementerian/Lembaga yang daya serap belanja modalnya mencapai persentase 100 persen yaitu Kementerian Pertanian (018). Kementerian Pekerjaan Umum (033) merupakan BA dengan alokasi anggaran tertinggi yaitu sebesar Rp.1,040 triliun atau 57,67 persen dari total belanja modal Jalan dan Jembatan (534111) atau 24,63 persen dari total keseluruhan Belanja Modal (53) menunjukan tingkat realisasi yang cukup baik hingga mencapai 99,96 persen, dibanding dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 97,80 persen mengalami kenaikan. Realisasi terendah KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 70
96,60 persen adalah BA Badan Pengelola Perbatasan (111) tapi masih diatas batas normal nasional. Selanjutnya
Kementerian
Perhubungan
(022)
meskipun realisasi mencapai 97,64 persen tetapi dana masih tersisa sebesar 17.532 milyar. Dari alokasi belanja modal jalan dan jembatan (534111) tahun anggaran 2013 pada Bagian Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (033) sebesar Rp.1,040 triliun terserap pada 7 (tujuh) satuan kerja lingkup Kementerian Pekerjaan Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur. Satuan Kerja tersebut di atas sebagaimana terlihat pada tabel. Tabel 2.9 Satuan Kerja Pada Kementerian Pekerjaan Umum Yang Mendapat Alokasi Belanja Modal Jalan dan Jembatan Tahun Anggaran 2013 (dalam rupiah) KODE
NAMA SATUAN KERJA
498654
Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Prov. NTT
498656
PAGU
REALISASI
%
636.450.090.000
636.313.365.087
99,98
Pelaksana Jalan Nasional Wilayah IV Prov. NTT
616.607.896.000
567.527.226.559
92,04
498653
Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Prov. NTT
583.474.865.000
583.474.865.000
100,00
498657
Pelaksana Jalan Nasional Wilayah III Prov. NTT
493.745.801.000
491.989.069.609
99,64
485392
Perencanaan Dan Pengawasan Jalan Nasional
80.210.463.000
80.204.231.036
99,99
17.923.227.000
15.658.614.000
87,36
2.662.921.000
2.662.921.000
100,00
Provinsi Nusa Tenggara Timur 486661
Pengembangan Kawasan Permukiman Dan Perbatasan Nusa Tenggara Timur
249016
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT Jumlah Total
2.431.075.263.000
2.377.830.292.291
Sumber : WebMonev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Dari data tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dari alokasi anggaran Belanja Modal Jalan dan Jembatan (534111) pada Kementerian Pekerjaan Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp.1,040 triliun dialokasikan kepada 7 satuan kerja di Lingkup Kementerian Pekerjaan Umum. Alokasi terbesar adalah Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Provinsi NTT (498654) sebesar Rp.636,450 milyar dengan tingkat realisasi mencapai 99,98 persen, Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional Wilayah IV Provinsi NTT (498656) dengan alokasi dana sebesar Rp. 616,607 milyar 92,04 persen. Satuan Kerja dengan penyerapan anggaran tertinggi mencapai 100 persen KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 71
adalah Pelaksana Jalan Nasional Wilayah IV Provinsi NTT (498653) dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT (249016). Satuan Kerja dengan tingkat realisasi terendah sebesar 87,36 persen adalah Pengembangan Kawasan Permukiman dan Perbatasan Nusa Tenggara Timur (486661) dengan pagu sebesar Rp.17,923 milyar. Belanja modal dari sisi Kenyataan adalah mendorong perbaikan yang cukup besar pada prasarana jalan provinsi, tetapi kualitas jalan tingkat perdesaan tidak mengalami perbaikan kualitas. Pembangunan infrastruktur lainnya (sanitasi, air bersih, listrik) di NTT menunjukkan kinerja yang beragam. Pada satu sisi akses terhadap air bersih dan penerangan / listrik masih rendah, namun di sisi lain akses terhadap sanitasi tergolong tinggi. Akses terhadap air besih yang rendah tersebut menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat mobiditas di Nusa Tenggara Timur dibanding daerah lain di Indonesia. Belanja modal digunakan untuk membangun infrastruktur daerah seperti
jalan,
jembatan,
gedung
sekolah,
irigasi,
rumah
sakit,
dan
pembangunan fisik lainnya. Termasuk didalamnya pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan dan unit kerja yang lain. Belanja modal memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi regional. Alokasi anggaran APBN dari pemerintah daerah ini akan bekerja setidaknya lewat dua tahap. Pertama, akan ada belanja material dan penyerapan tenaga kerja dalam jangka pendek. Selanjutnya, belanja modal akan berperan melalui efek pengganda dalam jangka panjang. Porsi belanja modal yang besar juga akan menarik sektor swasta untuk melirik dan menanamkan modal di suatu daerah. Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBN. Untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh penyerapan belanja saja tetapi juga harus didukung oleh perencanaan anggaran yang lebih baik, penetapan anggaran yang lebih tepat waktu dan pelaksanaan anggaran yang lebih disiplin. Tetapi harus diakui saat ini kondisi tersebut belum sepenuhnya bisa dicapai. Hal itu antara lain tercermin dari pergerakan realisasi penyerapan belanja APBN yang belum berjalan optimal dan masih tingginya dana idle yang belum digunakan. KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 72
3.7 Millenium Development Goals (MDGs) Millenium Development Goals atau tujuan pembangunan millennium adalah sebuah paradigma pembangunan yang berpihak pada pemenuhan hakhak dasar manusia dan akan menjadi landasan pembangunan di abad millennium. Arah pembangunan MDGs dikemas menjadi satu paket yang dipilah menjadi 8 tujuan yang satu sama lain saling mempengaruhi dan bermuara pada percepatan peningkatan kualitas manusia yang lebih tinggi. Yakni, memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrim, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Masing-masing tujuan, dilengkapi dengan parameter kuantitatif, untuk dapat dicapai pada 2015. Dengan mengacu pada 8 item tujan MDGs di atas, pada tahun 2004 Indonesia menerbitkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang diuraikan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun sejak tahun 2004 hingga saat ini. Secara umum pencapaian pembangunan manusia dengan tujuan MDGs pertama hingga kedelapan, telah menjadi latar belakang dalam pengambilan keputusan penyusunan RPJM selanjutnya. Dengan demikian maka dokumen – dokumen tersebut secara khusus juga mengukur dan menalaah kemajuan pencapaiannya, termasuk mengenai tantangan dan menkaji program serta kebijakan ke depan untuk mencapai sasaran MDGs. Meskipun
gambaran
pencapaian
MDGs
di
Indonesia
sudah
menunjukkan kemajuan yang signifikan, tetapi masih harus bekerja ekstra keras untuk
mencapainya,
terutama
dalam
penurunan
angka
kematian
ibu,
penanggulangan HIV/AIDS dan akses terhadap air minum serta sanitasi layak. Di provinsi Nusa Tenggara Timur anggaran pembangunan yang bertema MDGs tersebar di beberapa Kementerian / Lembaga yang dialokasikan pada program – program dan komponen output satuan kerja Kementerian / Lembaga. Program MDGs ini dialokasikan pada beberapa Kementerian antara lain Kementerian Dalam Negeri, Pertanian, Pendidikan dan Kebudayaan, Kesehatan, Kehutanan, Pekerjaan Umum dan lain – lain. KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 73
Pagu dan realisasi anggaran pembangunan bertema MDGs untuk provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013, seperti tertera pada table di bawah ini : Tabel 2.10 Pagu dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Tahun Anggaran 2013 (dalam rupiah) NO
BA
TEMA
1
010,018
001
027,033 2
005,018
NAMA TEMA MDGs
PAGU
REALISASI
1.428.080.568.000
1.344.050.860.764
183.691.240.000
180.017.415.200
93.300.955.000
9.380.391.200
Responsif Gender
9.874.096.000
46.927.470.401
1.985.525.000
1.814.413.647
2.119.665.000
2.025.590.458
3.500.000
3.500.000
Pemberantasan Kemiskinan dan Kelaparan
009
Infrastruktur
020,033 068 3
010,023
002
Pencapaian Pendidikan Dasar Umum
4
018,033
003
Peningkatan Persamaan Gender dan Pemberdayaan Wanita / Anggaran
5
024
005
Peningkatan Kesehatan Ibu
6
029
007
Penjaminan Kelangsungan Lingkungan Hidup / Climate Change
7
024
008
Mengembangkan Kerjasama Global
8
-
004
Penurunan Angka Kematian Anak
9
-
006
Pemberantasan HIV / AIDS, Malaria
bagi Pembangunan
-
-
-
dan Penyakit Lainnya Jumlah Total
1.719.055.549.000
1.584.219.641.670
Sumber : WebMonev, Direktorat Pelaksanaan Anggaran
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa Rp 1,7 triliun atau 16,47 % dari total pagu DIPA tahun 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 10,4 triliun dilalokasikan untuk membiayai pembangunan bertema MDGs ( Millenium Development Goals) di beberapa sektor yang menjadi isu penting di daerah ini. Alokasi anggaran pembangunan bertema MDGs porsi terbesar adalah
untuk
Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan (MDGs 1) sebesar 83,07 % atau Rp 1,4 triliun diikuti oleh Infrastruktur (MDGs 9) sebesar Rp. 183,6 milyar atau 10,69 %. Dengan prosentase alokasi anggaran yang sangat tinggi pada tema tertentu dan sangat rendah pada tema yang lain, bahkan terdapat dua tema tidak mendapat
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 74
alokasi anggaran yaitu Penurunan angka kematian anak (MDGS 4) dan Pemberantasan HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Lainnya (MDGs 6), artinya bahwa penyebaran alokasi anggaran tidak merata untuk semua komponen tema MDGs yang ada di provinsi Nusa Tenggara Timur sehingga terkesan sistem pengalokasian anggaran masih bersifat sektoral dan bukan berbasis kewilayahan. Kementeria/Lembaga mesti mengatur kembali pola alokasi anggaran belanja agar sesuai dengan prioritas pembangunan daerah. Realokasi anggaran diperlukan untuk menjamin bahwa sumber daya fiskal yang terbatas telah dialokasikan pada seluruh bidang secara tepat. Untuk menjamin kesesuaian antara tujuan pembangunan, prioritas pembangunan dan alokasi anggaran yang tepat diperlukan kemampuan perencanaan yang memadai. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Pengelola Perbatasan, penyusunan dan penetapan rencana induk dan rencana aksi pembangunan serta penyusunan anggaran pembangunan dan pengelolaan Batas Wilayah dan Kawasan Perbatasan sesuai skala prioritas menjadi kewenangan Badan Pengelola Perbatasan. Selama ini, alokasi anggaran untuk pengembangan wilayah perbatasan terdapat pada masing-masing kementerian/ lembaga (sektoral), sehingga terkadang terjadi tumpang tindih antara program suatu kementerian dengan kementerian yang lain. Dengan dibentuknya Badan Pengelola Perbatasan diharapkan pengembangan wilayah perbatasan dapat dilakukan lebih terpadu dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah perbatasan. Sebagai badan yang bertanggung jawab melakukan pengelolaan wilayah perbatasan, alokasi anggaran Badan Pengelola Perbatasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk membiayai kegiatan pembangunan di daerah perbatasan Republik Indonesia dengan Timor Leste dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 menunjukan trend pagu dana yang semakin menurun. Pada Tahun Anggaran 2012, alokasi dana diberikan kepada Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Belu, dan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan total alokasi dana sebesar Rp.14.752.948.000,- menurun pada Tahun Anggaran 2013 menjadi 10.675.489.000,- Alokasi Anggaran Badan Pengelola Perbatas per kabupaten yang berada pada wilayah perbatasan pada tahun 2012 dan 2013
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 75
Grafik 2.29 Pembangunan Wilayah Perbatasan
3000
2500 2000 1500 Pagu 2012
1000
Realisasi 2012
500
Realisasi 2013 Pagu 2013 Realisasi 2012
0 Kab. Kupang
Kab. Belu
Pagu 2013 Realisasi 2013
Pagu 2012 Kab. TTU
Kab. Kupang
Prov. NTT
Kab. Belu
Kab. TTU
Prov. NTT
Alokasi anggaran Badan Pengelola Perbatasan masih sebatas anggaran untuk Pagu 2012 0 0 0 2076 Realisasi 2012
0
0
0
2042
Pagu 2013
1700
1800
1700
2800
Realisasi 2013
1672
0
1623
2799
kegiatan pelaporan dan belum menyentuh alokasi anggaran untuk pembangunan wilayah perbatasan. Belanja modal yang terdapat pada dokumen anggaran BPP Kabupaten Kupang belanja penunjang administrasi satker sebesar Rp. 100.700.000,- dan belanja modal gedung dan bangunan sebesar Rp. 1.599.300.000, Kabupaten Belu belanja penunjang administrasi satker sebesar Rp. 100.700.000,- dan belanja modal gedung dan bangunan sebesar Rp. 1.699.300.000 dan Kabupaten Timur Tengah Utara belanja penunjang administrasi satker sebesar Rp. 100.700.000,- dan belanja modal gedung dan bangunan sebesar Rp. 1.599.300.000 dialokasikan untuk pembangunan gedung kantor BPP masing-masing kabupaten dan belum dialokasikan untuk sarana dan prasarana di wilayah perbatasan. Sebagai contoh BPP Kabupaten Kupang mendapatkan alokasi anggaran TA. 2013 sebesar Rp.1.700.000.000,- dan dialokasikan untuk pembangunan gedung kantor (Belanja Modal) sebesar Rp.1.599.300.000,- atau sebesar Rp.94 %. Masih belum adanya alokasi anggaran di BPP kabupaten yang ditujukan untuk peningkatan kualitas sarana dan prasarana perbatasan maupun peningkatan kualitas hidup masyarakat perbatasan hendaknya dijadikan pembahasan pada penyusunan alokasi anggaran BPP secara nasional
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 76
BAB III PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN DAERAH
Maksud dan tujuan dari dilaksanakannya desentralisasi fiskal adalah untuk memperbaiki relevansi kualitas penyediaan pelayanan publik terhadap kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal dengan tetap mengacu pada tujuan pembanguan ekonomi dan sosial baik regional maupun nasional, pengambilan keputusan untuk pelayanan publik, program dan proyek yang dilakukan lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat, serta perencanaan, pelaksanaan, dan pembiayaan diharapkan dapat terjamin keberadaanya sesuai dengan kemampuan daerah.
Penyelenggaraan otonomi yang luas dan bertanggungjawab, harus memperhatikan empat pilar dari desentralisasi fiskal itu sendiri, yaitu : Pendelegasian/pendistribusian
tanggung
jawab
pengeluaran
(the
assignment
of
expenditure responsibility). Harus tegas apa fungsi dan tanggung jawab masing-masing (level) pemerintahan. Pendistribusian sumber perpajakan (assignment of tax resources). Pemerintah daerah diberi tanggung jawab atas pengeluaran tertentu, sumber pajak dan non tax apa saja yang dapat dikelola oleh Pemda. Transfer dari Pemerintah pusat kepada Daerah (inter govermental fiscal transfer). Pemerintah pusat dapat menyediakan tambahan dana untuk menambah sumber pendapatan daerah melalui transfer dan subsidi. Defisit Daerah, pinjaman dan utang (subnational deficit, borrowing, and debt). Pemda harus berhati-hati untuk mengantisipasi celah fiskalnya
agar tidak terbebani dengan
utang. A. Profil APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu alat Pemerintah Daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Struktur
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 77
APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah serta pembiayaan daerah. Struktur APBD sebagaimana dimaksud di atas diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Wilayah Nusa Tenggara Timur terdiri dari 23 (dua puluh tiga) Pemerintah Daerah, yaitu 1 (satu) Pemerintah Provinsi, 1 (satu) Kota, dan 21 (dua puluh satu) Kabupaten, dengan profil APBD sebagai berikut :
. Tabel 3.1 Profil APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013 Jumlah (jutaan rupiah) STRUKTUR APBD 2010 2011 2012 2013 PENDAPATAN 8.744.401 10.455.500 12.802.247 14.712.243 PAD 666.386 852.589 948.337 1.103.502 Pajak daerah 214247 302.821 348.294 436.467 Retribusi daerah 178996 177.452 219.518 267.151 Hasil pengelolaan kekayaan daerah 58741 89.885 123.539 137.787 yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah 214402 282.431 256.986 262.096 Dana Perimbangan 7.789.115 9.035.501 10.706.037 12.068.724 DBH 443633 419.074 494.729 485.934 DAU 6485894 7.466.459 8.918.641 9.994.373 DAK 859588 1.149.968 1.292.667 1.588.417 Lain-lain Pendapatan Daerah yang 288.900 567.410 1.147.874 1.540.016 Sah Hibah 93.684 4.707 5.892 Dana darurat 9.487 Dana bagi hasil pajak dari Provinsi 73.969 88.496 102.659 126.405 dan Pemda lainnya Dana penyesuaian dan otonomi 47.186 456.437 1.020.154 1.404.925 khusus Bantuan keuangan dari Provinsi atau 44.741 3.977 2.794 Pemda lainnya Lain-lain 19.833 13.793 25.060 BELANJA 9.504.901 11.266.641 13.452.789 15.347.581 Belanja Tidak Langsung 5.413.778 5.975.966 7.580.263 8.884.857 Belanja Pegawai 4.380.535 5.034.635 5.907.891 6.740.740 Belanja Bunga 6.700 Belanja Subsidi 500 2.795 2.921 7.378 Belanja Hibah 316.225 171.874 914.831 1.258.021 Belanja Bantuan sosial 175.275 212.239 107.690 127.579 Belanja Bagi hasil kpd 72.868 126.289 102.865 120.769 Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bagi hasil kpd 72.868 126.289 102.865 120.769 Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan keuangan kpd 421.078 376.396 487.041 560.145 Prov/Kab/Kota dan Pemdes KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 78
Belanja tidak terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Modal PEMBIAYAAN NETTO Penerimaan Pembiayaan SiLPA TA sebelumnya Pencairan dana cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Pembayaran Kegiatan Lanjutan Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga
47.298 4.091.122 446.393 1.731.942 1.912.787 771.398 874.484 828.330 -
45.038 5.290.674 530.356 2.305.527 2.454.791 812.763 942.801 845.897 61.650
57.023 5.872.526 658.207 2.319.212 2.895.106 654.160 834.390 768.374 40.479
70.225 6.462.724 745.556 2.700.023 3.017.145 618.359 755.281 551.952 176.658
-
-
-
-
15.426
2.000
-
9.517
30.728
33.254
25.536
17.154
103.086 -
130.038 37.000
180.229 72.500
136.922 22.000
63.193
70.800
86.156
100.328
39.893
22.238
1.000 19.786 787
14.594 -
-
-
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2013
1.
Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi.
Arah kebijakan suatu daerah dapat dilihat dari struktur APBD daerah tersebut yang tercermin dari seberapa besar jumlah pendapatan yang dialokasikan dalam periode tertentu, serta berapa besar belanja yang akan dilaksanakan. Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD. Surplus APBD terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah. Dalam hal APBD diperkirakan surplus, diutamakan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial. Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial sebagaimana dimaksud di atas diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang secara fungsional terkait dengan tugasnya melaksanakan program dan kegiatan tersebut. Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah. Batas maksimal defisit APBD untuk setiap tahun anggaran berpedoman pada penetapan batas maksimal defisit APBD oleh Menteri
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 79
Keuangan. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang Grafik.3.1 Profil APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Tahun 2010 s.d. 2013 (dalam jutaan rupiah)
Pendapatan
2010 8.744.401
2011 10.455.500
2012 12.802.247
2013 14.712.243
Belanja
9.504.901
11.266.641
13.452.789
15.347.581
771.398
812.763
654.160
618.359
Pembiayaan
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2013
Dari Gambar 3.1 di atas, jumlah pendapatan dan belanja APBD dari Tahun 2010 sampai dengan 2013 semakin meningkat. APBD Tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013 merupakan APBD defisit dengan defisit terbesar terjadi pada Tahun 2011 yang mencapai Rp. 812.763.000.000,-. Sedangkan defisit APBD Tahun 2012 dan 2013 mengalami
penurunan
masing-masing
menjadi
Rp.654.160.000.000,-
dan
Rp.618.359.000.000,Perkembangan defisit APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Grafik 4.2.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 80
Grafik.3.2 Defisit APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013 (dalam jutaan rupiah)
a.
Alokasi Pendapatan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Timur masih didominasi dari sumber Dana Transfer. Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah hanya menyumbang rata-rata 7,67% dari total pendapatan pada APBD Tahun 2010 s.d. 2013. Sedangkan alokasi pendapatan Dana Transfer yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus menyumbang 85,29 % dari total alokasi pendapatan.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 81
Grafik.3.3 Alokasi Pendapatan Pada APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013 (dalam jutaan rupiah)
Alokasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Telah disebutkan di atas, Pendapatan Asli Daerah yang merupakan simbol kemandirian daerah hanya menyumbang rata-rata 7,67%. Dilihat dari jumlah rupiah, alokasi PAD dari Tahun 2010 s.d. 2013 semakin meningkat. Sebagai contoh PAD Tahun 2013 sebesar Rp.1.103.502.000.000,- meningkat 16,36% dibandingkan dengan PAD Tahun 2012 yaitu sebesar Rp.948.337.000.000,-. Namun, apabila dilihat dari persentase alokasi PAD dibandingkan dengan total alokasi pendapatan, terjadi fluktuasi pada APBD Tahun 2010 s.d. 2013 yang dapat dilihat pada Grafik 4.4.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 82
Grafik.3.4 Persentase PAD terhadap Total Pendapatan APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013
Dari gambar di atas, persentase alokasi PAD terhadap total pendapatan terbesar terdapat pada APBD Tahun 2011 yaitu 8,15%. Alokasi PAD pada Tahun 2011 menurun tajam menjadi sebesar 7,41% dan naik menjadi 7,50% pada APBD Tahun 2013. Masih kecilnya alokasi PAD terhadap total pendapatan dapat disimpulkan bahwa APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur masih menggantungkan pada pendapatan lain diluar PAD. Pajak Daerah menjadi komponen terbesar pada Pendapatan Asli Daerah. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Sedangkan pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pada APBD Tahun 2010 Pajak Daerah menyumbang 32,15% dari total PAD dan semakin meningkat pada APBD Tahun 2013 menjadi sebesar 39,55% dari total PAD. Komponen kedua terbesar dari PAD pada APBD Tahun 2010 s.d. 2012 adalah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, yaitu 32,17% dari total PAD pada Tahun 2010, 33,13% Tahun 2011, dan 27,10% pada Tahun 2012. Pada APBD
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 83
Tahun 2013, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah hanya menempati posisi ketiga sebesar 23,75%. Kecenderungan semakin menurunnya persentase Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah diakibatkan semakin besarnya persentase Retribusi Daerah sebagai penyumbang PAD di Nusa Tenggara Timur. Pada APBD Tahun 2013, Retribusi Daerah menyumbang 24,21 % dari PAD atau menjadi komponen terbesar PAD setelah Pajak daerah.
Grafik.3.5 Persentase Komponen PAD terhadap Total PAD APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013
Alokasi Dana Transfer. Dana transfer merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dana Perimbangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur adalah : 1) Dana Alokasi Umum (DAU), yaitu sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 84
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 2) Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus dibagi atas beberapa bidang antara lain bidang pertanian, bidang pendidikan, bidang kehutanan dan bidang kelautan dan perikanan. 3) Dana Bagi Hasil (DBH) yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. DBH dibagi atas DBH Pajak, DBH Sumber Daya Alam dan DBH Cukai.
Dana Perimbangan yang diterima Provinsi, Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur antara Tahun 2010 s.d. 2013 semakin meningkat. Alokasi Dana Perimbangan pada APBD Tahun 2013 sebesar Rp.12.068.724.000.000,- atau meningkat 12,73% apabila dibandingkan APBD Tahun 2012 yaitu sebesar Rp.10.706.037.000.000,-. Sedangkan apabila dibandingkan dengan Dana Perimbangan pada APBD Tahun 2010 yaitu sebesar RP.7.789.115.000.000,-,
Dana Perimbangan pada APBD
Tahun 2013 meningkat 54,94% atau lebih dari dua kali lipat.
Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dari Dana Perimbangan. Pada APBD Tahun 2010 s.d. 2013 persentase DAU rata-rata mencapai 83% dari total Dana Perimbangan. Sedangkan persentase Dana Alokasi Khusus mencapai ratarata 12% dan persentase Dana Bagi Hasil rata-rata 5 % pada APBD Tahun 2010 s.d. 2013.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 85
Grafik.3.6 Persentase DBH, DAU, dan DAK terhadap Total Dana Perimbangan APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian merupakan dana dari APBN untuk mendukung pelaksanaan bidang pendidikkan dan bidang lainnya yang menjadi prioritas nasional di daerah. Sebagai salah satu komponen Dana Tranfer, Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian yang diterima Provinsi dan Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Timur semakin meningkat pada APBD Tahun 2010 s.d. 2013. Pada APBD Tahun 2010, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus hanya sebesar Rp.47.186.000.000,-
dan
pada
APBD
Tahun
2013
menjadi
sebesar
Rp.1.404.925.000,- atau meningkat sebesar 2.877%. Perbandingan jumlah Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian dapat dilihat pada Grafik 4.7.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 86
Grafik.3.7 Jumlah Dana Perimbangan dan Dana Penyesuaian dan Otsus APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013 (dalam jutaan rupiah)
b. Alokasi Belanja Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi basil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Pada APBD Tahun 2013 Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur, jumlah Belanja Tidak Langsung sebesar Rp.8.884.857.000.000,- meningkat 17,21% apabila dibandingkan dengan jumlah Belanja Tidak Langsung Tahun 2012. Sedangkan Belanja Langsung Tahun 2013 sebesar Rp. 6.462.724.000.000,- meningkat 10,05% apabila dibandingkan Belanja Langsung Tahun 2012.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 87
Grafik.3.8 Jumlah Alokasi Belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013 (dalam jutaan rupiah)
Alokasi terbesar Belanja Tidak Langsung adalah Belanja Pegawai, yaitu sebesar 80,91% dari seluruh Belanja Tidak Langsung pada APBD Tahun 2010, 84,25% pada APBD Tahun 2011, 77,94% pada APBD Tahun 2012, dan 75,87% pada APBD Tahun 2013. Tren penururan persentase belanja Pegawai pada APBD Tahun 2012 dan 2013 diikuti dengan naiknya persentase alokasi belanja lainnya, antara lain Belanja Subsidi, Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Tidak Terduga.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 88
Grafik.3.9 Persentase Komponen Belanja Tidak Langsung terhadap Total Belanja Tidak Langsung APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013
Pada Belanja Langsung, alokasi terbesar adalah Belanja Modal yaitu sebesar 46,75% dari seluruh Belanja Langsung pada APBD Tahun 2010, 46,40% pada APBD Tahun 2011, 49,30% pada APBD Tahun 2012, dan 46,69% pada APBD Tahun 2013. Grafik.3.10 Persentase Komponen Belanja Langsung terhadap Total Belanja Langsung APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 89
Berdasarkan jenis belanja, alokasi belanja pegawai merupakan alokasi terbesar pada total belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Timur. Pada APBD Tahun 2010 alokasi belanja pegawai sebesar Rp.4.826.928.000.000,atau 50,78% dari total belanja, Tahun 2011 sebesar Rp.5.564.991.000.000,(49,39%), Tahun 2012 Rp.6.566.099.000.000,- (48,81%), dan Tahun 2013 Rp.7.486.296.000.000,- (48,78%). Grafik.3.11 Persentase Per Jenis Belanja terhadap Total Belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013
2.
Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Fungsi Klasifikasi APBD berdasarkan fungsi diuraikan menjadi fungsi Pelayanan Umum, Ketertiban dan keamanan, Ekonomi, Lingkungan Hidup, Perumahan dan Fasilitas Umum, Kesehatan, Pariwisata dan Budaya, Pendidikan, dan Perlindungan Sosial. Profil
APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur berdasarkan
klasifikasi ekonomi dapat dilihat pada Grafik 4.12.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 90
Grafik.3.12 Profil APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Klasifikasi Fungsi Tahun 2010 s.d. 2013 (dalam jutaan rupiah)
Fungsi Pelayanan Umum merupakan alokasi terbesar pada APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur. Pada Tahun 2010 alokasi fungsi Pelayanan Umum sebesar Rp.4.862.433.000.000,- (32,63% dari total alokasi APBD) dan meningkat pada APBD Tahun 2013 menjadi Rp.5.012.087.000.000,- (32,78% dari total alokasi APBD). Sedangkan alokasi terkecil pada fungsi Pariwisata dan Budaya yaitu sebesar Rp.96.538.000.000,- (0,65% dari total alokasi APBD) pada APBD Tahun 2010, dan Rp.102.741.000.000,- (0,67% dari total alokasi APBD) pada APBD Tahun 2013.
3. Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Urusan Belanja
daerah
dipergunakan
dalam
rangka
mendanai
pelaksanaan
urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang -
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 91
undangan. Profil APBD
Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur
berdasarkan klasifikasi urusan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 3.2 Profil APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Klasifikasi Urusan Tahun 2010 s.d. 2013 (dalam jutaan rupiah) Urusan 2010 2011 2012 Pendidikan 2.501.063 3.603.827 4.144.411 Kesehatan 911.696 1.079.724 1.219.776 Pekerjaan Umum 1.136.727 1.038.036 1.304.080 Perumahan 23.010 39.126 55.188 Penataan Ruang 5.638 11.079 12.752 Perencanaan 103.047 196.387 145.491 Pembangunan Perhubungan 121.180 133.801 139.077 Lingkungan Hidup 78.571 88.616 100.302 Pertanahan 6.923 19.007 23.694 Kependudukan dan Capil 49.252 56.853 81.817 Pemberdayaan Perempuan 44.252 47.889 52.892 KB dan Keluarga Sejahtera 29.314 37.919 45.800 Sosial 89.978 95.600 110.416 Tenaga Kerja 33.000 36.539 39.063 Koperasi dan UKM 62.868 56.508 63.382 Penanaman Modal 14.324 19.322 23.926 Kebudayaan 45.122 44.427 50.593 Pemuda dan Olah Raga 11.786 26.760 28.723 Kesatuan Bangsa dan 128.963 135.906 158.899 Politik Dalam Negeri Pemerintahan Umum 2.959.623 3.357.618 4.099.888 Kepegawaian 10.376 4.602 5.525 Pemberdayaan Masyarakat 144.509 211.398 178.943 dan Desa Statistik 465 937 1.031 Kearsipan 24.004 17.306 17.233 Komunikasi dan Informatika 23.919 31.413 34.249 Ketahanan Pangan 78.791 95.922 114.041 Perpustakaan 19.251 21.517 27.479 Pertanian 352.842 406.573 496.480 Kehutanan 95.189 100.386 114.002 Energi dan SD Mineral 82.356 109.765 112.694 Pariwisata 21.735 34.517 32.169 Kelautan dan Perikanan 132.543 140.419 155.861 Perdagangan 27.149 49.511 64.842 Perindustrian 20.914 26.926 21.073 Transmigrasi 1.683 6.225 7.121 Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2013
2013 4.585.728 1.458.022 1.585.869 55.241 9.717 161.285 184.107 115.333 15.550 75.603 57.923 51.227 127.113 46.478 75.432 26.309 62.693 37.593 200.788 4.787.051 6.516 179.904 1.239 18.071 37.927 131.676 31.115 508.017 129.771 174.113 40.047 186.812 76.429 41.655 7.840
Urusan Pemerintahan Umum menjadi alokasi terbesar pada APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur. Pada APBD Tahun 2010 alokasi urusan Pemerintahan Umum sebesar Rp.2.959.623.000.000,- atau sebesar 31,51% dari total KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 92
belanja dan meningkat menjadi Rp.4.787.051.000.000,- atau 31,31 % pada APBD Tahun 2013. Alokasi kedua terbesar adalah urusan pendidikan yaitu sebesar 26,63% pada APBD Tahun 2010 dan meningkat menjadi 30% pada APBD Tahun 2013. Alokasi urusan pendidikan pada APBD Tahun 2013 sudah bisa memenuhi amanat Undang Undang Dasar 1945 yang mengatur alokasi 20% dari total belanja APBD untuk pendidikan. Perkembangan persentase alokasi berdasarkan urusan yang memperoleh alokasi terbesar dapat dilihat pada Grafik 4.13.
Grafik.3.13 Perkembangan Persentase Alokasi Belanja Berdasarkan Urusan APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013
2010
2011
2012
2013
Pemerintahan Umum
31,51
29,50
30,87
31,31
Pendidikan
26,63
31,66
31,20
30,33
Pekerjaan Umum
12,10
9,12
9,82
10,37
Kesehatan
9,71
9,49
9,18
9,83
Pertanian
3,76
3,57
3,74
3,32
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2013, data diolah.
B. Perkembangan Realisasi APBD. Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Nusa Tenggara Timur Semester II Tahun 2013 dapat diuraikan menjadi realisasi pendapatan dan realisasi belanja. Realisasi pendapatan merupakan pendapatan yang diperoleh pada Semester II 2013 yang meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Sedangkan realisasi belanja merupakan belanja daerah yang telah dikeluarkan pada Semester II Tahun 2013, baik termasuk Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 93
BAB IV ANALISIS FISKAL REGIONAL
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan daerah menjadi semakin luas untuk mengatur bidang pemerintahan. Pemerintah Daerah mempunyai ruang yang cukup untuk melakukan inovasi dan kreatifitas dalam membangun daerahnya karena daerahlah yang paling tahu kebutuhannnya. Namun demikian, ada beberapa kewenangan yang masih dipegang oleh Pemerintah Pusat, diantaranya adalah kewenangan kebijakan fiskal. Pengelolaan kebijakan fiskal identik dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D). APBN/D berperanan penting dalam perekonomian, karena merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. Pemaparan kondisi sosial ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur yang meliputi pelaksanaan APBN/D, dan pengelolaan manajemen investasi/BLU akan dijelaskan dengan menggunakan data terkini, dengan melakukan analisis terhadap peran pendapatan dan pengeluaran pemerintah dalam mempengaruhi kondisi sosial ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Metode analisis dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan. Diantaranya adalah dengan
pendekatan
pendapatan,
pengeluaran,
kemandirian
fiskal
daerah,
pembiayaan, dan analisis sektor terpilih sesuai dengan fokus kajian dan potensi Provinsi Nusa Tenggara Timur.
A. Pendapatan Pusat dan Daerah
Dalam menjalankan kewajibannya
sebagai pelayan publik maupun
pengendali pembangunan baik di pusat maupu di daerah, pemerintah membutuhkan sumber dana (Penerimaan). Penerimaan yang dihimpun dari kegiatan perekonomian di daerah dalam bentuk pajak, bea, maupun retribusi. Kontribusi perekonomian dari jenis penerimaan tersebut akan dikembalikan oleh pemerintah melalui pelayanan kepada masyarakat, penyediaan infrastruktur, dan KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 94
bantuan sosial. Semakin besar kontribusi sektor perekonomian, maka pemerintah mempunyai modal yang cukup untuk mensejahterakan masyarakat melalui program-program pembangunan. Untuk mengukur kontribusi perekonomian dari penerimaan pemerintah, digunakan analisis rasio antara pendapatan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Rasio pajak Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 menunjukkan angka 1,34% masih jauh dari tax ratio nasional yang dikisaran angka 13% (lihat lampiran 4.1). Potensi perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur dibandingkan rata-rata nasional memang masih cukup rendah. Penerimaan pajak secara teori berbanding lurus dengan kegiatan ekonomi di suatu daerah. Semakin besar aktifitas ekonomi di suatu daerah seharusnya semakin besar juga potensi pajak yang bisa dihimpun dan begitu sebaliknya. Rasio pajak yang rendah itu menggambarkan perspektif yang beragam. Misalnya wajib pajak tidak jujur melaporkan pendapatannya, ataukah memang aktifitas perkonomian di Nusa Tenggara Timur masih kurang bergeliat sehingga penerimaan pajaknya juga kecil. Dengan kondisi tax ratio rendah ini, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak harus berusaha keras meningkatkan pajak daerah dimasa yang akan datang. Rasio pajak juga merupakan indikator utama untuk mengukur kontibusi perekonomian kepada penerimaan pemerintah. Indikator pendukung lainnya adalah rasio bea dan cukai, rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontibusi penerimaan bea dan cukai sangat kecil, hal tersebut disebabkan kegiatan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak ada perusahaan rokok atau produk lain yang menjadi subjek cukai. Penerimaan bea hampir 99% berasal dari bea masuk, itupun sangat kecil karena aktifitas ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak banyak berhubungan dengan Negara lain. Sedangkan untuk rasio PAD menunjukkan angka 2,99%, sangat kecil dari potensi ekonomi NTT yang bisa diberdayakan. PAD merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi daerah karena dengan PAD, kita dapat mengetahui bagaimana daerah menggali pendapatan daerahnya sendiri. PAD yang kecil menjelaskan juga akan karakter dari daerah itu kaya sumber daya alam atau miskin akan sumber daya alam.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 95
1. Rasio Pendapatan per Kapita
Metode lain untuk mengukur efektifitas penerimaan negara/daerah adalah mengukur kontribusi penduduk terhadap pendapatan negara/daerah. Metode ini dilakukan dengan membandingkan antara besaran penerimaan negara/daerah terhadap jumlah penduduknya. Angka yang dihasilkan mencerminkan kontribusi rata-rata per penduduk atas pendapatan yang diterima negara/daerah. Berikut disampaikan rasio pendapatan per kapita Provinsi Nusa Tenggara Timur (lihat lampiran 4.2). Analisis
atas
kontribusi
rata-rata
penduduk
terhadap
penerimaan
negara/daerah Semester II Tahun 2013, tidak jauh berbeda dengan analisis rasio pendapatan diatas. Secara keseluruhan kontribusi penduduk kepada penerimaan negara/daerah masih cukup kecil. Kecilnya kontribusi penduduk berkaitan dengan tingkat pendidikan dari penduduk itu sendiri. Karena sebagian besar penduduk Indonesia masih berpendidikan rendah, hal itu mengakibatkan pendapatan yang diterima juga rendah sehingga berdampak pada kecilnya penerimaan negara/daerah. Sumber pendapatan yang kecil adalah masalah besar dalam meningkatkan pembangunan suatu daerah. Dengan pendapatan kecil, tentu saja pemerintah daerah akan kesulitan melaksanakan program-program strategisnya yang tentunya membutuhkan dana besar. Masih banyak daerah yang mengalami ketergantungan dana dari Pemerintah Pusat, sama halnya dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk mengejar ketertinggalan kemajuan ekonomi dan kesejahteraan dengan daerah lain, Provinsi Nusa Tenggara Timur harus menciptakan dan berinovasi dalam mencari sumber pendapatan lain, diluar dana pembiayaan terutama dari utang, karena utang sangat berisiko apabila tidak dikelola dengan hati-hati. Potensi-potensi ekonomi daerah seperti kelautan, pariwisata, dan produk pertanian tertentu (jagung, sapi) harus lebih digali. Selain menggali potensi daerah, Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat mengajukan dana ke pemerintah pusat dengan mengajukan penambahan dana transfer. Namun, permintaan seperti itu harus didukung dengan program strategis dan capaian output dan outcome yang jelas.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 96
B. Belanja Pusat dan Daerah
Salah satu fungsi APBN/D adalah fungsi alokasi yang berkaitan dengan tugas pemerintah di daerah untuk mengalokasikan sumber daya yang ada agar ketersediaan barang kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Dibawah ini akan dijelaskan fungsi analisis tersebut untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur. Analisis akan dilakukan atas alokasi dana baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui formula rasio-rasio belanja (lihat lampiran 4.3). Rasio belanja APBN ini digunakan untuk mengetahui perbandingan proporsi dana APBN yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan belanja pada APBD. Pada Semester II Tahun 2013, rasio menunjukkan angka 8,76%, masih cukup rendah. Untuk analisis pada rasio pendapatan, bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki pendapatan yang cukup kecil, sehingga apabila program-progam strategis tidak memperoleh dukungan pendanaan dari Pemerintah Pusat, tentu saja pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur akan stagnan. Konsekuensinya adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur akan kesulitan mengejar ketertinggalan dengan daerah lain. Angka yang realistis adalah peningkatan dana transfer sampai 15%, untuk dapat memberikan akselerasi pembangunan yang memadai. Berdasarkan perhitungan rasio-rasio diatas, dapat dijelaskan bahwa besarnya anggaran daerah untuk tiap-tiap penduduk adalah 2,8 juta rupiah. Sebenarnya cukup tinggi untuk ukuran daerah seperti Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Namun
apabila
kita
bandingkan
dengan
capaian
pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur, seperti indikator Indeks Pembangunan Manusia, Angka Partisipasi Sekolah, dan jumlah penduduk miskin yang masih besar. Maka ada hal yang kurang tepat dalam alokasi dan distribusi belanja pemerintah daerah. Untuk melihat alokasi belanja pemerintah daerah, hal itu dilihat dari rasio
belanja
pegawai
dan
belanja
modal.
Rasio
belanja
pegawai
menunjukkan seberapa besar proporsi APBD yang digunakan untuk membayar belanja pegawai, semakin tinggi angka rasionya maka semakin besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai, dan begitu sebaliknya. Dan rasio belanja modal akan menunjukkan tingkat fokus pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui alokasi KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 97
belanja modal, yang tercermin dari proporsi alokasi belanja modal dari belanja pada APBD. Rasio belanja pegawai sebesar 48,77%, angka tersebut menunjukkan bahwa hampir separuh anggaran daerah digunakan untuk belanja pegawai. Apabila dibandingkan dengan belanja pegawai alokasi APBN lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur yang di angka 22,77%, maka porsi alokasi belanja pegawai alokasi APBD sangat tinggi. Tingginya rasio belanja pegawai akan mengakibatkan porsi anggaran untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan akan tergerus. Untuk melihat hal tersebut, mari kita lihat rasio belanja modal sebagai indikator dalam pengukuran tingkat perhatian pemerintah dalam menigkatkan pembangunan. Anggaran Pemerintah Daerah seluruh Povinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa belanja modal mempunyai rasio 19,66% atau 3,017 triliun rupiah. Apabila dibandingkan dengan belanja modal alokasi APBN lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur yang di angka 38,91% atau 3,280 triliun, maka porsi alokasi belanja modal alokasi APBD belum optimal. Hal ini dikuatkan dengan rasio antara belanja modal di APBN dengan belanja modal di APBD yang di angka 108,7%, yang artinya belanja modal pemerintah pusat di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih besar daripada alokasi belanja modal pada anggaran Pemerintah Daerah seluruh Nusa Tenggara Timur. Dalam teori pertumbuhan yang menyatakan bahwa government spending mempunyai hubungan lurus terhadap pertumbuhan ekonomi, terlebih jenis belanja modal merupakan instrumen utama dalam memberikan akselerasi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Rendahnya alokasi belanja modal dalam angaran Pemerintah Daerah diduga menjadi faktor penyumbang rendahnya
pertumbuhan
ekonomi
Provinsi
Nusa
Tenggara
Timur
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun 2012 ekonomi nasional tumbuh sebesar 6,08% sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur tumbuh sebesar 5,35%. Sedangkan di triwulan I 2013 pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,02%, Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya di angka 5,37%.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 98
C. Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah
Keuangan daerah merupakan alat fiskal pemerintah daerah yang merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, memeratakan hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi. Pentingnya peranan keuangan daerah, selain karena keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa DBH, DAU dan DAK, tetapi juga karena makin kompleksnya persoalan yang dihadapi daerah serta pemecahannya yang membutuhkan partisipasi aktif masyarakat daerah. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab diperlukan kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. Sehubungan dengan tersebut, maka daerah hendaknya memiliki kewenangan yang luas dan kemampuan yang optimal untuk menggali dan mengembangkan potensi sumber keuangannya sendiri. Analisis ruang fiskal dan kemandirian daerah dilakukan untuk mengetahui suatu daerah memiliki ruang fiskal yang cukup untuk melakukan investasi dan pembangunan di daerahnya, hal tersebut penting dilakukan terkait dengan pengalokasian anggaran yang optimal. sedangkan analisis kemandirian suatu daerah diperlukan untuk mengetahui ketergantungan keuangan daerah kepada pemerintah pusat melalui alokasi dana perimbangan dari APBN. Analisis ruang fiskal dilakukan dengan mengurangi pendapatan dengan alokasi earmarked (DAK) dan belanja wajib (belanja pegawai dan belanja barang yang mengikat). Angka yang muncul dari formula tersebut adalah besaran alokasi yang dapat digunakan untuk investasi dan pembangunan daerah tersebut. Sedangkan analisis kemadirian daerah dilakukan dengan menggunakan dua indikator rasio, yaitu rasio PAD terhadap pendapatan daerah dan rasio dana transfer terhadap pendapatan daerah. Dari dua indikator tersebut akan tercermin seberapa besar daerah tersebut mempunyai ketergantungan dari pemerintah pusat. Ruang fiskal anggaran seluruh pemerintah daerah pada Tahun 2013 sebesar Rp.6.383.086,000,000,(lihat lampiran 4.4). Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dana sebesar 6,3 triliun tersebut dapat digunakan untuk KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 99
investasi dan pembangunan. Namun berdasarkan struktur APBD pemerintah daerah Tahun 2013, hanya sebagian dana yang betul-betul digunakan untuk investasi dan pembangunan. Sesuai rincian jenis belanja pada APBD 2013, jenis belanja modal sebagai indikator tingkat intensitas investasi dan pembangunan adalah sebesar 3,017 trilun. Alokasi tersebut hanya 47,27% dari ruang fiskal yang ada, sedangkan sisanya sebesar 52,73% lebih banyak digunakan untuk belanja barang, hibah, dan belanja pegawai langsung. Dimana jenis belanja tersebut tidak memiliki efek langsung terhadap peningkatan pembangunan ekonomi. Kondisi ruang fiskal yang kecil semakin memprihatinkan ketika diketahui bahwa rasio kemandirian daerah ternyata lebih rendah lagi. Berdasarkan perhitungan pada anggaran Tahun 2013, diperoleh angka bahwa rasio PAD terhadap total pendapatan daerah hanya sebesar 7,5%. Kontribusi yang sangat kecil dari potensi ekonomi daerah Nusa Tenggara Timur, mengingat angka tersebut tidak meningkat secara signifikan selama periode 2010 sampai 2013. Realisasi PAD masih di dominasi oleh penerimaan pajak daerah (39,55%), sedangkan sumber lain seperti retribusi daerah sebagai indikator kreatifitas dalam menciptakan pendapatan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah belum optimal.
D. Rasio Belanja Sektoral
Peningkatan kualitas hidup masyarakat merupakan tujuan utama dari pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pembangunan dilakukan di segala bidang, dengan menggerakkan setiap potensi sumber daya yang dimiliki. Sumber daya yang terbatas menyebabkan strategi pembangunan di setiap daerah mempunyai prioritas yang berbeda, tergantung dengan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Seperti halnya dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang menghadapi permasalahan dan potensi yang mungkin berbeda dengan daerah lain. Saat ini, Provinsi Nusa Tenggara Timur masih dihadapkan pada tingginya penduduk miskin, tingkat pendidikan yang rendah, dan pelayanan kesehatan yang belum memadai. Strategi pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur seharusnya lebih fokus untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 100
tersebut, melalui alokasi anggaran yang cukup untuk memberikan dukungan terhadap program-program di bidang pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan. Dari sisi potensi daerah yang dimiliki, Provinsi Nusa Tenggara Timur harus memberikan perhatian kepada sektor pertanian terutama peternakan sapi, dan sektor pariwisata dan budaya. Kondisi alam Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki banyak sekali objek wisata alam, budaya yang kaya, dan padang rumput luas sangat cocok untuk peternakan sapi.
Karena dua sektor tersebut memberikan manfaat ekonomi yang besar sebagai modal dalam menyelesaikan permasalahan dasar di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal tersebut sejalan dengan program pemerintah dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011–2025, yang menetapkan bahwa Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara mempunyai tema “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional”. Kegiatan ekonomi utama difokuskan kepada peningkatan sektor pariwisata, perikanan, dan peternakan. Terkait dengan analisis rasio belanja sektoral, KFR Semester II Tahun 2013 akan melakukan pembahasan pada 5 sektor terpilih (lihat lampiran 4.5). Dari hasil perhitungan 5 rasio terpilih menunjukkan bahwa belanja sektor pelayanan publik paling besar menyerap anggaran yaitu 31,68%. Belanja sektor publik sebagian besar digunakan untuk belanja gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil (birokrasi), selebihnya digunakan untuk administrasi pelayanan kepada masyarakat. Apabila dibandingkan dengan alokasi fungsi anggaran dibidang pelayanan publik pada belanja APBN di Provinsi Nusa Tenggara Timur di angka 25,1%, rasio belanja pelayanan publik di daerah relatif lebih tinggi. Secara prinsip semakin rendah rasio belanja pelayanan publik, berarti pemerintah mampu
melaksanakan
kewajibannnya
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat secara efisien dan sebaliknya. Sektor kesehatan dan sektor pendidikan memiliki rasio yang cukup besar yaitu 9,83% untuk kesehatan dan 30,33 untuk pendidikan. Selama 4 tahun terakhir alokasi kedua sektor tersebut menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda. Artinya pemerintah daerah sudah memiliki perhatian atau fokus dalam mengatasi permasalahan utama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berikut perkembangan alokasi kedua sektor tersebut. KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 101
Grafik 4.1 Perkembangan Alokasi Belanja Kesehatan dan Pendidikan Dalam Belanja Daerah Lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur 35 30
31,66
31,2
30,33
9,49
9,18
9,83
26,63
25 20 15 10
9,71
5 0 2010
2011 kesehatan
2012
2013
pendidikan
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Alokasi dana yang besar belum menjamin bahwa permasalahan di kedua sektor tersebut akan teratasi. Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menjadi indikator atas perkembangan taraf hidup masyarakat dari sisi basic need (pendidikan, kesehatan, sandang pangan), ternyata kondisi masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur belum ada perbaikan yang signifikan. Secara nasional IPM provinsi Nusa Tenggara Timur masih dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. IPM Provinsi Nusa Tenggara Timur masih tentinggal dengan Provinsi Maluku dan Papua Barat. Rangking IPM Tahun 2011 untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur berada di 3 terbawah, dengan hanya lebih baik dari Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Papua. Pemerintah daerah sudah melakukan langkah yang benar dengan memberikan alokasi yang cukup di kedua sektor tersebut. Hasil yang belum optimal diduga disebabkan oleh efektifitas pelaksanaan program belum maksimal. Evaluasi pelaksanaan program harus segera dilakukan untuk memberikan dampak yang maksimal terhadap perbaikan sektor pendidikan dan kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 102
Perbedaan terjadi pada dua sektor lainnya, yaitu sektor pertanian dan pariwisata. Kedua sektor ini mempunyai alokasi anggaran yang sangat kecil apabila dibandingkan dengan potensi yang dimiliki oleh kedua sektor ini, sektor pertanian memiliki rasio 3,31% dan yang menyedihkan sektor pariwisata memiliki rasio 0,67%, paling rendah dari seluruh sektor. Apabila di strategi pertama Pemerintah daerah telah menetapkan strategi
yang
tepat
dengan
memberikan
alokasi
yang
besar
pada
permasalahan utama. Untuk strategi kedua, sepertinya pemerintah belum memberikan perhatian kepada sumber daya yang memiliki potensi besar dalam menggerakkan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu sektor pertanian. Pertanian merupakan aktifitas utama penduduk dalam perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan data BPS, sektor pertanian selalu menjadi penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar. Tahun 2013, sektor pertanian memiliki porsi 36,54% dari pembentukan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur. Apabila pemerintah menginginkan peningkatan taraf hidup masyarakat luas, seharusnya sektor pertanian dijadikan fokus program, terutama produk pilihan seperti jagung dan peternakan sapi. Program pemerintah daerah kepada kedua produk pertanian tersebut dapat dilakukan dengan perluasan lahan untuk jagung dan pemberian bibit sapi secara massive kepada tiap-tiap rumah tangga potensial. Sedangkan untuk sektor pariwisata dan budaya, dengan banyak objek wisata yang eksotis di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan budaya yang unik, seharusnya Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah menjadi daerah tujuan utama pariwisata di timur Indonesia. Pantai Kolbano yang indah dan orisinil, pesona kehidupan bawah laut di Alor, Danau Tiga Warna Kelimutu, dan yang paling dasyat wisata zaman purba di Pulau Komodo. Semuanya itu belum termasuk budaya yang amat kaya, dari produk tenun, tarian, dan rumah adat. Kecilnya alokasi anggaran di bidang pariwisata, akan menghambat promosi dan pengenalan pariwisata di Provinsi Nusa Tenggara Timur terutama untuk go internasional. Belum lagi dihadapkan oleh sarana dan prasarana di objek wisata yang akan membutuhkan dana besar. Sangat menyedihkan ketika menikmati pantai Tablolong yang indah, namun fasilitas sanitasi tidak layak. Pada hal bila dilihat dari sektor yang mempunyai KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 103
multiplier effect yang kuat, maka sektor pariwisatalah yang mampu mendongkrak sektor lain. Misalnya bila ingin mempraomosikan danau Kelimutu maka harus di perbaiki sarana jalan raya ke lokasi itu, akibat dari baiknya akses jalan ke lokasi itu maka pengusaha lain akan membuka jasa penginapan dan masyarakat juga mulai berkreatifitas untuk menjajakan barang mereka sehingga perekonomian masyarakat mulai meningkat. Akibat meningkatnya perekonomian masyarakat maka pemerintah tinggal menata dan mengelola aktifitas masyarakat itu dengan penetapan pajak dan retribusi yang tepat sehingga PAD bergerak naik.
E. SILPA dan Pembiayaan
Kebijakan fiskal secara umum dibagi menjadi dua, yaitu kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif dan kebijakan fiskal yang bersifat kontraktif. Selama empat tahun terakhir APBD Lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur menerapkan kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif yang berdampak pada defisit anggaran. Kebijakan ini ditempuh untuk menggenjot belanja daerah untuk memberikan pelayanan dan pembangunan masyarakat Nusa Tenggara Timur. Berikut perkembangan defisit anggaran Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Grafik 4.2 Defisit APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 s.d. 2013 (dalam jutaan rupiah) 900.000
811.141
800.000 700.000 600.000
635.238 760.500 650.542
500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 2010
2011
2012
2013
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, data diolah
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 104
Dalam melakukan analisis SILPA dan pembiayaan digunakan dua variable yaitu perkembangan surplus/defisit APBD dan perkembangan pembiayaan, keduanya memiliki beberapa rasio. Berdasarkan perhitungan rasio-rasio (lihat lampiran 4.6), kondisi anggaran daerah terkait dengan pengelolaan pembiayaan relatif moderat. Angka rasio tidak mencerminkan kondisi yang ekstrem, seperti rasio defisit terhadap PDRB masih dibawah 3%, dan terhadap APBD yang masih dibawah kisaran 5%. Sumber dana pembiayaan untuk menutup defisit lebih banyak menggunakan dana SILPA. Defisit Tahun 2013 yang sebesar 755 miliar rupiah, ditutup dari SILPA hampir sebesar 552 miliar rupiah atau 73,1%. Kekurangan sumber dana baru diambil dari sumber seperti pencairan dana cadangan dan pinjaman. Hal tersebut terlihat dari kecilnya persentase rasio pinjaman terhadap defisit anggaran yaitu 3,53%. Kondisi yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan primer yang mengalami angka defisit, artinya keuangan daerah secara likuiditas tidak dapat membiayai defisit anggaran. Dalam jangka panjang, kemampuan keuangan pemerintah akan dilihat berdasarkan seberapa cukup untuk membiayai kebijakan ekspansif dengan defisit anggaran yang ada. Untuk kasus Provinsi Nusa Tenggara Timur, perlu mendapat perhatian sumber pembiayaan utama dari SILPA. Bagaimana kondisinya jika besaran SILPA tidak lagi tersedia, atau bahkan SIKPA. Maka harus dipikirkan untuk mencari sumber pembiayaan lain sebagai bagian dari pengelolaan fiscal sustainability.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 105
BAB V PENUTUP
1.1.
Kesimpulan Pelaksanaan Anggaran pada
Tahun Anggaran 2013 di lingkup
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan data realisasi pendapatan dan hibah mencapai 184,5%, sedangkan untuk belanja negara realisasi tahun 2013 sebesar 93,8%. Indikator lainnya seperti pertumbuhan ekonomi sebesar 5,62% dan inflasi akumulasi 2013 di angka 8,5% masih relatif mangikuti tren secara nasional. Berdasarkan realisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja pelaksanaan anggaran tahun 2013 berjalan sesuai rencana dengan dan cukup baik. Namun demikian, beberapa permasalahan klasik masih terjadi seperti belanja negara yang tertuang dalam DIPA masing-masing Satker belum dapat direalisasikan secara proporsional sepanjang tahun anggaran berjalan. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi
NTT
melalui
penyampaian
kuesioner
kepada
Satker
untuk
mengetahui permasalahan pelaksanaan anggaran tahun 2013 diperoleh hasil bahwa 3 faktor utama penghambat penyerapan anggaran adalah terkait Dokumen Pelaksanaan Anggaran (18,1%), Proses Penganggaran (15,8%), dan Panitia Pengadaan (14,1%). Hasil tersebut konsisten dengan kondisi blokir anggaran di awal tahun yang mencapai Rp.1.060.155.298.000,- atau 13,69 % dari total pagu anggaran dan jumlah revisi yang cukup besar yaitu mencapai 620 kali revisi. Fakta tersebut memperkuat bahwa proses perencanaan yang kurang baik mempunyai potensi besar dalam menghambat penyerapan anggaran. Permasalahan penyerapan anggaran yang cenderung tidak merata dan kurang realistis setiap bulan dalam satu tahun anggaran, maka review pelaksanaan anggaran semester II tahun 2013 di wilayah Kanwil Ditjen Perbendaharaan provinsi NTT lebih difokuskan pada analisis dan identifikasi faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan penyerapan anggaran pada beberapa level jenis belanja yaitu Belanja Barang Operasional dan belanja perjalanan dinas. Hal ini dipandang perlu karena pada unsur belanja tersebut merupakan komponen pendukung utama dalam memobilisasi KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 106
satuan kerja dalam melaksanakan semua kegiatan Kementerian/Lembaga. Untuk belanja barang operasional didominasi oleh belanja barang operasional lainnya (521119) yang mencapai 49,7% dari total anggaran untuk belanja operasional. Besarnya alokasi anggaran tersebut menunjukkan belum fokusnya anggaran pada kegiatan yang terkait dengan tupoksi satuan kerja. Akun 521119 merupakan akun penampung untuk dana-dana operasional yang tidak dapat dialokasikan pada akun lainnya yang secara teknis berhubungan langsung dengan tugas dan fungsi satker. Seharusnya untuk memaksimalkan pencapaian
output,
alokasi
anggaran
belanja
operasional
harus
dimaksimalkan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan operasional kantor, sedangkan sisa anggaran yang tidak terserap, seharusnya dialokasikan untuk kegiatan atau kelompok belanja lain yang lebih strategis dalam pencapaian prioritas pembangunan. Mirip dengan belanja operasional, untuk anggaran belanja perjalanan alokasi terbesar terdapat di belanja perjalanan lainnya (524119). Alokasi anggaran untuk akun belanja perjalanan lainnya (524119) mencapai 62,3% dari total anggaran untuk belanja perjalanan. Terkait kesejahteraan
dengan
fungsi
masyarakat
alokasi
terutama
APBN dalam
untuk
meningkatkan
melaksanakan
tujuan
pembangunan Millenium Development Goals (MDGs). Arah pembangunan MDGs dikemas menjadi satu paket yang dipilah menjadi 8 tujuan yang satu sama lain saling mempengaruhi dan bermuara pada percepatan peningkatan kualitas manusia yang lebih tinggi. Di provinsi Nusa Tenggara Timur anggaran pembangunan
yang
Kementerian/Lembaga
bertema yang
MDGs
dialokasikan
tersebar pada
di
beberapa
program–program
dan
komponen output satuan kerja Kementerian/Lembaga. Program MDGs ini dialokasikan pada beberapa Kementerian antara lain Kementerian Dalam Negeri, Pertanian, Pendidikan dan Kebudayaan, Kesehatan, Kehutanan, Pekerjaan Umum dan lain – lain. Alokasi anggaran untuk program MDGs mencapai Rp. 1,7 triliun atau 16,47 % dari total pagu DIPA tahun 2013 untuk provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 10,4 triliun. Alokasi anggaran pembangunan bertema MDGs porsi terbesar adalah untuk Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan (MDGs 1) sebesar 83,07 % atau Rp. 1,4 triliun diikuti oleh Infrastruktur (MDGs 9) sebesar KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 107
Rp. 183,6 milyar atau 10,69 %. Dengan prosentase alokasi anggaran yang sangat tinggi pada tema tertentu dan sangat rendah pada tema yang lain, bahkan terdapat dua tema tidak mendapat alokasi anggaran yaitu Penurunan angka kematian anak (MDGS 4) dan Pemberantasan HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Lainnya (MDGs 6), artinya bahwa penyebaran alokasi anggaran tidak merata untuk semua komponen tema MDGs yang ada di provinsi Nusa Tenggara Timur sehingga terkesan sistem pengalokasian anggaran masih bersifat sektoral dan bukan berbasis kewilayahan. Wilayah perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Wilayah perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting
dalam
penentuan
batas
wilayah
kedaulatan,
pemanfaatan
sumberdaya alam, serta keamanan dan keutuhan wilayah. Masalah perbatasan memiliki dimensi yang kompleks. Terdapat sejumlah faktor krusial yang terkait didalamnya seperti yurisdriksi dan kedaulatan negara, politik, sosial ekonomi, dan pertahanan keamanan. Perbatasan darat Republik Indonesia dan Timor Leste terletak sepanjang 230 Km yang mencakup 3 wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Belu sepanjang 115 km, Kabupaten TTU 104,5 km, dan Kabupaten Kupang 10,5 km. Seangkan perbatasan laut antar negara terdapat di Kabupaten Alor, Kupang, Timor Tengah Utara, Belu, dan Rote Ndao. Berdasarkan data BPS yang mencakup parameter pendidikan, keseharan, dan taraf hidup penduduk, dapat digambarkan bahwa wilayah perbatasan secara menyeluruh masih perlu peningkatan dan perhatian.
5.2 Rekomendasi Berdasarkan review pelaksanaan anggaran tahun 2013 oleh Kanwil Ditjen
Perbendaharaan
Provinsi
NTT,
dapat
dirumuskan
beberapa
rekomendasi yang dapat diusulkan kepada beberapa pemangku kepentingan terkait, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Terkait dengan permasalahan penyerapan anggaran, sesuai dengan temuan monev bahwa blokir anggaran dan jumlah revisi yang besar merupakan implikasi dari proses penyusunan perencanaan anggaran yang kurang baik. Satuan kerja dalam menyusun perencanaan anggaran KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 108
terbukti
masih
Perbendaharaan
mengalami diberikan
kendala. kewenangan
Diharapkan untuk
Kanwil
dapat
Ditjen
melakukan
bimbingan/pendampingan kepada satker dalam menyusun rencana anggaran (RKA-K/L). 2. Alokasi belanja barang operasional dan belanja perjalanan masih didominasi oleh tujuan yang tidak melekat pada fungsi pokok satker. Alokasi belanja ini harus mendapat perhatian khusus dengan pembatasan alokasinya, agar penggunaan anggaran secara efektif dan efisien dapat mendukung operasional tupoksi satker. 3. Masih terdapat dua tema MDGs yang belum mendapat alokasi anggaran yaitu Penurunan angka kematian anak (MDGS 4) dan Pemberantasan HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Lainnya (MDGs 6). Untuk menjamin kesuksesan tujuan MDGs di Provinsi NTT, Kementerian/Lembaga lingkup Provinsi NTT seharusnya mengatur kembali pola alokasi anggaran belanja agar sesuai dengan prioritas pembangunan daerah. Realokasi anggaran diperlukan untuk menjamin bahwa sumber daya fiskal yang terbatas telah dialokasikan pada seluruh bidang secara tepat. 4. Selama ini, alokasi anggaran untuk pengembangan wilayah perbatasan terdapat pada masing-masing Kementerian/Lembaga (sektoral), sehingga terkadang terjadi tumpang tindih antara program suatu kementerian dengan kementerian yang lain. Dengan dibentuknya Badan Pengelola Perbatasan
diharapkan
pengembangan
wilayah
perbatasan
dapat
dilakukan lebih terpadu dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah perbatasan.
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 109
LAMPIRAN – LAMPIRAN
4.1. Pendapatan Pusan dan Daerah. Rasio pendapatan terhadap PDRB Rasio Pajak
=
x 100%
=
x 100%
= 1,34%
Rasio Bea dan Cukai
=
x 100%
=
x 100%
= 0,0009%
Rasio PAD
=
x 100%
=
x 100%
= 2,99%
4.2. Rasio Pendapatan per Kapita Rasio Pajak
= =
x 100% x 100%
= 92,282% Rasio Bea dan Cukai = =
x 100% x 100%
= 63,92% Rasio PAD
=
x 100%
=
x 100%
= 206,497%
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 110
4.3. Belanja Pusat dan Daerah Rasio Belanja APBN =
x 100%
=
x 100%
= 8,76%
Rasio Total Belanja Terhadap Populasi: Rasio Total Belanja Terhadap Populasi
= = = 2.871.980
Rasio Belanja Pegawai: Rasio Belanja Pegawai
=
x 100%
=
x 100%
= 48,77% Rasio Belanja Modal Pemerintah Pusat: Rasio Belanja Modal Pemerintah Pusat
=
x 100%
=
x 100%
= 108,7%
Rasio Belanja Modal Pemerintah Daerah: Rasio Belanja Modal Daerah
=
x 100%
=
x 100%
= 19,66%
4.4. Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah Ruang Fiskal
KAJIAN FISKAL REGIONAL
=
(Total Pendapatan – DAK) - (Belanja Pegawai Tak Langsung)
=
(14.712.243.000,000 – 1.588.417,000,000) – (6.740.740.000,000)
=
6.383.086.000.000
Halaman 111
Rasio PAD - Pendapatan
=
=
Rasio PAD Pendapatan
PAD Total Pendapatan Daerah 1.103.502.000,000
=
14.712.243.000,000
0,075
=
7,5%
PAD
=
Total Pendapatan Daerah 12.068.724,000,000
=
=
14.712.243.000,000
0,82
=
82%
4.5. Rasio Belanja Sektoral Rasio Belanja Pelayanan
=
Publik/Birokrasi
=
Rasio Belanja Kesehatan
=
=
Rasio Belanja Pendidikan
=
=
Rasio Belanja Pariwisata Dan Budaya
=
=
Rasio Belanja Pertanian
=
=
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Pagu Belanja Pelayanan Publik Pagu Total Belanja Daerah 4.862.433.000.000
=
15.347.581.000.000
0,3168
=
31,68%
Pagu Belanja Kesehatan Pagu Total Belanja Daerah 1.509.248.000.000
=
15.347.581.000.000
0,0983
=
9,83%
Pagu Belanja Pendidikan Pagu Total Belanja Daerah 4.654.437.000.000 15.347.581.000.000
=
0,3033
=
30,33%
Pagu Belanja Pariwisata Dan Budaya Pagu Total Belanja Daerah 102.741.000.000 15.347.581.000.000
=
0,0067
=
0,67%
Pagu Belanja Pertanian Pagu Total Belanja Daerah 508.017.000.000 15.347.581.000.000
=
0,0331
=
3,31%
Halaman 112
4.6. SILPA dan Pembiayaan 1.
Perkembangan Surplus/Defisit APBD a.
Rasio Surplus/Defisit Terhadap Aggregate Pendapatan Rasio Surplus/Defisit terhadap APBD
Surplus/Defisit
=
Total Pendapatan Daerah (755.281.000.000)
=
b.
14.712.243.000.000
Terhadap PDRB
=
-5,13%
Surplus/Defisit
=
PDRB (755.281.000.000)
=
=
36.880.000.000.000
-0,0204
=
-2,04%
Rasio SILPA Terhadap Alokasi Belanja Rasio SILPA terhadap Belanja Daerah
SILPA
=
Total Belanja Daerah 551.952.000.000
= 2.
-0,0513
Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB Rasio Surplus/Defisit
c.
=
=
15.347.581.000.000.000
0,0360
=
3,60%
Perkembangan Pembiayaan a.
Rasio Pinjaman Daerah Terhadap Total Pembiayaan Rasio Pinjaman Terhadap Pembiayan
=
b.
Realisai Pinjaman
=
Realisasi Pembiayaan 26.671.000.000 755.281.000.000
=
0,0353
=
3,53%
Rasio Keseimbangan Primer Keseimbangan Primer
=
=
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Total Pendapatan-Total Belanja-Belanja Bunga Total Pendapatan (635.338.000.000) 14.712.243.000.000
=
0,0432
=
-4,32%
Halaman 113
DAFTAR PUSTAKA Sims, A. Christopher, (1991). Interpreting the Macroeconomic Time Series Facts: The Effect of Monetary Policy. European Economic Review, Vol. 36, No. 5, pp.118. Siregar, H and B. Ward. (2000). The Role of Aggregate Demand Shock in Explaining Indonesian Macro-Economic Fluctuations. Lincoln University, Canterbury. Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta, 2006. Guideline (Pedoman) Penyusunan Reviu Pelaksanaan Anggaran Wilayah Tahun 2013. Silalahi, Ulbert, Pemahaman Praktis Asas-Asas Manajemen, Bandung : Mandar Maju, 2002. Peraturan Perundangan : Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/Pmk.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi Dan Dana Tugas Pembantuan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/Pmk.07/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/Pmk.07/2008 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. PER-12/PB/2013 tentang Petunjuk Teknis Revisi Anggaran Yang Menjadi Bidang Tugas Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013. Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-3412/PB/2013 tanggal 16 Mei 2013 hal Pengalihan Laporan Hasil Monev Pelaksanaan Anggaran dan Penyampaian Guideline Penyusunan Reviu Pelaksanaan Anggaran. Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-4842/PB/2013 hal Penjelasan Penyusunan Reviu Pelaksanaan Anggaran Wilayah Semester II 2013.
www.bi.go.id www.bps.go.id www.bpsntt.go.id www.bappedantt.go.id www.depkes.go.id. www.dinaspuntt.go.id www.imf.org
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 114
KEANGGOTAAN TIM PENYUSUN KFR Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi NTT
No I.
Jabatan Tim Penanggung Jawab
Nama/ Jabatan Herry Sunardjo Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT
II.
Ketua
Ahmad Sapriannoor Kepala Bidang PPA I
III.
Anggota
1. Agus Pranoto 2. Karel MF Yewun 3. Suherman 4. Proksrein D Hetaria 5. Budhi Satrijo Utomo 6. Wihers Kana Wadu 7. Ilyas Achmad 8. Johana Diana Rohi 9. Enggelina Saudila 10. Sufiatul Marhamah Alboneh 11. Melkianus Rihi 12. Merry Christine 13. Udin Daeng Mustafa 14. Veronilka Berlinda Wahyu Wiyanti
IV.
Tim Editor Jim D.G.P Sarmento Sufiatul Marhamah Alboneh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi NTT
Herry Sunardjo NIP 195708231983021001
KAJIAN FISKAL REGIONAL
Halaman 115