Tiarapuri, Hubungan Antara Asupan Kalsium dan Status Amenore ....
Perbedaan Berat Badan dan Panjang Badan Bayi Lahir Antara Ibu Hamil Risiko Kurang Energi Kronis dan Non Kurang Energi Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Sidoharjo, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah Ummaya Rufaida1,Th. Ninuk Sri Hartini2, Agung Nugroho3
2
1 Puskesmas Sidoharjo, Kabupaten Klaten, Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogjakarta, Jl. Tata Bumi No. 3 Banyuraden Gamping, Sleman, 3 Minat Kesehatan Ibu dan Anak- Kesehatan Reproduksi- Fakultas Kedokteran – Universitas Gadjah Mada, Jl. Farmako Sekip Utara No. 1 Yk (Email:
[email protected])
ABSTRACT Background: Malnutrition during pregnancy causes anemia, low birth weight, and can even cause birth defects. The most common nutritional problems during pregnancy are iron deficiency anemia and Chronic Energy Deficiency (CED). Birth weight and birth length are affected by nutritional status during pregnancy. Pregnancy and lactation period are two of the most vulnerable periods for women in childbearing age. The results of several studies suggested that low birth weight were more prevalent in women with high CED risks than in women that did not suffer from CED. Objective: To determine differences in birth weight and birth length among pregnant women with and without CED risk. Method: This was a cross-sectional research. The research was conducted at Puskesmas Sidoharjo, Sragen on January to April 2013 with 264 expectant mothers and their babies as samples. The analysis used in this research was independent t-test and chi square test, α=0.05. Results: Most of the expectant mothers (78.4%) did not suffer from CED. 9.5% infants were born weighing <2500 g and 16.3% were born with body length <48 cm. Based on the analysis results from statistical test using t-test, there was 577.65 g birth weight difference with the value of p = 0.000 (p <0.05), and also birth length difference of 1.51 cm with the value of p = 0.000 (p <0.05). Conclusions: There was a difference in the average birth weight and birth length among pregnant women with and without CED. Keywords: pregnant women, chronic energy deficiency, birth weight, birth length
ABSTRAK Latar belakang: Kekurangan gizi selama kehamilan dapat menyebabkan anemia gizi, bayi terlahir dengan berat badan rendah, bahkan bisa menyebabkan bayi lahir cacat. Masalah gizi yang sering dijumpai saat hamil adalah anemia gizi besi dan Kurang Energi Kronik. Berat badan dan panjang badan bayi lahir dipengaruhi oleh status gizi ibu saat hamil. Wanita terutama ibu hamil dan menyusui merupakan masa yang rawan dalam siklus kehidupan. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami risiko KEK lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang non KEK. Tujuan: Mengetahui perbedaan berat badan dan panjang badan bayi baru lahir antara ibu hamil dengan risiko KEK dan non KEK. Metode Penelitian: Desain penelitian yang digunakan cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo, Kabupaten Sragen pada bulan Januari s.d April 2013 dengan 264 ibu hamil yang melahirkan serta bayinya. Analisis yang digunakan adalah uji independent t-test dan kai kuadrat, α=0,05. Hasil: Sebagian besar (78,4%) ibu hamil tidak mengalami KEK. Sejumlah 9,5% bayi lahir dengan berat badan < 2500 g dan 16,3% bayi lahir dengan panjang badan < 48 cm. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji statistik didapatkan beda berat badan lahir sebesar 577,65 g (p = 0,000) dan beda panjang badan lahir sebesar 1,51 cm (p = 0,000) Kesimpulan: Ada perbedaan rata-rata berat badan bayi lahir antara ibu hamil yang mengalami risiko KEK dan non KEK, serta ada perbedaan rata-rata panjang badan bayi lahir antara ibu hamil yang mengalami risiko KEK dan non KEK. Kata Kunci: ibu hamil, kurang energi kronis, berat badan bayi lahir, panjang badan bayi lahir
1
Jurnal Nutrisia, Vol. 17 Nomor 1, Maret 2015, halaman 1-5
PENDAHULUAN Kurang gizi sebagai akibat tidak terpenuhinya asupan energi dan gizi lainnya merupan suatu keadaan yang kronis dan sangat berdampak pada negara-negara berkembang3. Beberapa dampaknya adalah risiko kurang energi kronis (KEK), berat badan lahir rendah (BBLR) dan panjang badan lahir rendah. Di Indonesia, prevalensi risiko KEK wanita hamil umur 15–49 tahun, secara nasional sebanyak 24,2%. Prevalensi risiko KEK terendah di Bali (10,1%) dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur (45,5%). Persentase BBLR tahun 2013 (10,2%) lebih rendah dari tahun 2010 (11,1%). Persentase BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,9%) dan terendah di Sumatera Utara (7,2%). Persentase panjang badan lahir <48 cm sebesar 20,2persen dan 48-52 cm sebesar 76,4%. Persentase bayi lahir pendek (panjang badan lahir <48 cm) tertinggi di Nusa Tenggara Timur (28,7%) dan terendah di Bali (9,6%)14. Wanita terutama ibu hamil dan menyusui merupakan masa yang rawan dalam siklus kehidupan. Kekurangan gizi selama kehamilan dapat menyebabkan anemia gizi, bayi terlahir dengan berat badan rendah, bahkan dapat menyebabkan bayi lahir cacat. Masalah gizi yang sering dijumpai saat hamil adalah anemia gizi besi dan Kurang Energi Kronik20. Ibu hamil yang mengalami gizi kurang mepunyai risiko tinggi melahirkan anak yang lebih kecil, lemah, mudah sakit, kurang cerdas, angka kematian tinggi, serta gagngguan perkembangan19. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian BBLR adalah karakteristik ibu hamil (umur ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, dan penyakit pada saat kehamilan), pemeriksaan kehamilan atau Antenatal Care (ANC), kondisi lingkungan dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil16. Ibu hamil yang mengalami risiko KEK mempunyai risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) 5 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak KEK. Tingginya prevalensi ibu hamil dengan risiko KEK mempunyai kontribusi terhadap angka BBLR di Indonesia14. Prevalensi status gizi ibu hamil yang risiko KEK pada tahun 2011 sebesar 7,4%, sedangkan jumlah bayi yang lahir dengan BBLR sebesar 4,5%. Data Profil Kesehatan Kabupaten Sragen (2011), menunjukkan jumlah ibu hamil 16.460 orang yang menderita risiko KEK sebesar 896 (5,4 %). Sedangkan jumlah ibu hamil yang mengalami risiko KEK di wilayah Puskesmas Sidoharjo tahun 2011 sebesar 8,3%. Untuk itu perlu dilihat perbedaan berat badan dan panjang badan bayi baru lahir antara ibu hamil KEK dan non KEK6.
2
METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Data dikumpulkan dari data sekunder pada bulan Januari s.d April 2013. Sebagai sampel adalah 264 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan dan melahirkan di Puskesmas Sidoharjo Kabupaten Sragen. Klasifikasi risiko kurang energi kronis digunakan ambang batas nilai lingkar lengan atas ibu hamil <23,5 cm. Berat badan lahir rendah bila berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram, dan bayi lahir pendek bila panjang badan bayi lahir kurang dari 48 cm (lahir pendek) (Kemenkes RI, 2013). Analisis perbedaan menggunakan uji independent t-test dan X2 dengan α= 0,05.
HASIL Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar (89%) ibu hamil berumur 20-35 tahun dan 71,6% tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, serta 119 (45,1%) lulus sekolah menengah atas (SMA). Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa 51,9% bayi baru lahir berjenis kelamin perempuan, 25 (9,5%) bayi lahir dengan berat badan < 2500 g. Sebagian besar (83,7%) bayi lahir dengan panjang badan ≥ 48 cm. Dari sejumlah 137 bayi perempuan, diketahui bahwa 19 (13,9%) bayi perempuan lahir dengan berat badan < 2500 g dan dari 127 bayi laki-laki, ternyata 6 (4,7%) bayi laki-laki lahir dengan berat badan < 2500 g. Rerata berat badan lahir pada bayi laki-laki 3.071,3 ± 346,7 g dan bayi perempuan sebesar 2.946,4 ± 425,5 g. Berdasarkan panjang badan lahir menunjukkan bahwa 13 (10,2%) bayi laki-laki lahir dengan panjang badan < 48 cm dan 30 (21,9%) bayi perempuan lahir dengan panjang badan < 48 cm. Rerata panjang badan lahir pada bayi laki-laki sebesar 48,7 ± 1,1 cm dan bayi perempuan sebesar 48,6 ± 1,1 cm. Tabel 1. Karakteristik ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Sidoharjo Kab. Sragen pada bulan Januari s.d April 2013 No Karakteristik Ibu Hamil 1. Umur (th) a. 20-35 b. >35 2. Pekerjaan a. Tidak bekerja b. Bekerja 3. Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA d. PT Total Karakteristik Bayi Baru Lahir
n
%
235 29
89 11
189 75
71,6 28,4
33 101 119 11 264
12,5 38,3 45,1 4,2 100
Perbedaan Berat Badan dan Panjang Badan Bayi Lahir ...
Tabel 2. Karakteristik Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Sidoharjo Kab. Sragen pada bulan Januari s.d April 2013 No 1.
2.
3.
Karakteristik Bayi Baru Lahir Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Berat Badan (g) a. < 2500 b. ≥ 2500 Panjang Badan (cm) a. < 48 b. ≥ 48 Total
n
% 48,1 51,9
127 137 25 239
9,5 90,5
43 221 264
16,3 83,7 100
Tabel 3. Status Gizi menurut Karakteristik Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Sidoharjo Kabupaten Sragen pada bulan Januari s.d April 2013 Karakteristik Ibu Hamil 1. Umur (th) 20-35 > 35 2. Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja 3. Pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah
Risiko KEK n %
Non KEK n
%
Total n
p %
51 6
21,7 20,7
184 23
78,3 79,3
235 29
100 0,901 100
45 12
23,8 16
144 63
76,2 84
189 75
100 0,191 100
12 18 25 2 57
36,4 17,8 21 18.2 21,6
21 83 94 9 207
63,6 82,2 79 81.8 78.4
33 101 119 11 264
100 0,320 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa 21,7% ibu hamil yang berumur 20-35 tahun mengalami risiko KEK. Besarnya nilai p = 0,901 (p > 0,05), berarti tidak ada beda persentase umur ibu hamil dengan risiko KEK dan non KEK. Demikian pula sejumlah 45 (23,8%) Ibu hamil yang tidak bekerja mengalami KEK (p = 0,191). Sejumlah 12 (36,4%) ibu hamil lulusan SD yang mengalami risiko KEK Pada Tabel 4 terlihat bahwa ibu hamil yang mengalami non KEK melahirkan bayi yang lebih berat dibanding ibu hamil yang mengalami KEK. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji statistik t-test didapatkan hasil beda mean berat badan lahir sebesar 577,7 g. ada perbedaan rata-rata berat badan bayi baru lahir antara ibu hamil yang mengalami risiko KEK dan non KEK (p=0,000) Pada Tabel 5 terlihat bahwa ibu hamil yang mengalami non KEK melahirkan bayi yang lebih panjang dibanding ibu hamil yang mengalami risiko KEK.
Tabel 4. Berat Badan Bayi Baru Lahir menurut risiko kurang energi kronis Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Sidoharjo Kabupaten Sragen pada bulan Januari s.d April 2013
Variabel
Berat Badan Bayi Lahir (g)
KEK
Mean ± SD 2553,5 ± 366,2
Non KEK
3131,2 ± 298,6
Beda Mean
p value
577,7
0,000
Tabel 5. Panjang Badan Bayi Lahir antara Ibu Hamil dengan risiko KEK dan Non KEK di Wilayah Kerja Puskesmas Sidoharjo Kabupaten Sragen pada bulan Januari s.d April 2013 Panjang Badan Bayi Lahir Beda (cm) Mean Mean ± SD RisikoKEK 47,3 ± 1,24 1,5 48,9 ± 0,86 Non KEK Variabel
p value 0,000
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hamil yang non KEK lebih panjang 1,5 cm dari pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai risiko KEK (p = 0,000). PEMBAHASAN Sejumlah 9,5% bayi lahir dengan berat badan < 2500 g. Hasil Riskesdas tahun 201314, prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Angka kejadian berat badan lahir rendah di wilayah kerja Puskesmas tidak jauh berbeda dengan angka nasional. Dibandingkan angka kejadian BBLR pada tahun 2011 di Gambia yang mencapai 20%13, maka persentase BBLR di wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo lebih rendah dari Indonesia. Persentase BBLR lebih tinggi pada bayi perempuan daripada bayi laki-laki. Perbedaan tersebut sama dengan hasil Riskesdas 2013 yaitu Persentase BBLR pada bayi perempuan (11,2%) lebih tinggi daripada bayi laki -laki (9,2%)14. Persentase bayi lahir dengan panjang badan < 48 cm di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo lebih rendah dibanding hasil Riskesdas tahun 2013.Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa persentase bayi laki-laki yang lahir pendek lebih rendah daripada bayi perempuan. Secara nasional perbedaan tersebut sama dengan hasil Riskesdas tahun 2013, yaitu Persentase bayi lahir pendek pada anak perempuan (21,4%) lebih tinggi daripada anak laki-laki (19,1%)14. Berdasarkan data menunjukkan bahwa ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Sidoharjo Kab. Sragen pada bulan Januari s.d April 2013 yang mengalami risiko KEK sejumlah 21,6%. Berdasarkan Riskesdas 2013,
3
Jurnal Nutrisia, Vol. 17 Nomor 1, Maret 2015, halaman 1-5
prevalensi risiko KEK wanita hamil umur 15–49 tahun, secara nasional sebanyak 24,2 persen, angka tersebut menunjukkan bahwa prevalensi ibu hamil yang berisiko KEK di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo lebih rendah dari angka nasional14. Gambaran status gizi menurut karakteristik ibu hamil diketahui bahwa ibu hamil yang mengalami risiko KEK sejumlah 21,7 % pada usia produktif. Dua puluh tiga koma delapan persen ibu hamil yang tidak bekerja mengalami risiko KEK. Ditinjau dari tingkat pendidikan, sepertiga ibu hamil lulusan SD mengalami risiko KEK. tingkat pendidikan ibu yang rendah mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi ibu hamil sehingga mempengaruhi juga asupan makanannya selama hamil. Penyuluhan gizi ibu hamil perlu dilakukan. Hal ini sesuai dengan penelitian Akbari dkk (2015) di Iran bahwa ada hubungan penyuluhan gizi tingkat individu dan kelompok dengan peningkatan asupan makanan dan menurunkan angka kejadian berat badan bayi rendah. Hasil penelitian ini ada perbedaan rata-rata berat badan bayi lahir antara ibu hamil mengalami risiko KEK dan non KEK di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo, Kabupaten Sragen. Lingkar lengan atas merupakan faktor yang dominan terhadap risiko terjadinya BBLR dengan besaran risiko 8,24 kali4. Demikian pula dengan penelitian Setyaningrum (2005) yang menyatakan bahwa ibu hamil yang mengalami risiko KEK lebih banyak melahirkan bayi yang beratnya ≤ 2500 g sebesar 35%. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Wijoyo, dkk (2005), ibu hamil yang mengalami risiko KEK melahirkan bayi dengan berat lahir lebih rendah dibanding ibu non KEK. BBL bayi dari kelompok KEK sebesar 3034,92 ± 419,06 g sedangkan pada kelompok non KEK sebesar 3168,24 ± 441,61 g. Keadaan tersebut sesuai dengan Hanantyo (2005) yang mengatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang mengalami risiko KEK mempunyai rata-rata berat badan lahir lebih rendah dibandingkan rata-rata berat badan lahir dari bayi yang lahir dari ibu yang tidak mengalami KEK. Panjang badan bayi baru lahir perempuan lebih pendek dibandingkan dengan bayi laki-laki dengan beda mean 1,5 cm. Ibu hamil yang mengalami KEK 61,4% melahirkan bayi dengan panjang badan < 48 cm. Panjang badan merupakan ukuran tubuh yang menggambarkan keadaan yang menggambarkan skeletal. Terdapat kecenderungan makin ringan berat bayi lahir maka panjang badan makin pendek. Bayi normal mempunyai kecenderungan karakteristik ukuran panjang badan antara 48-50 cm17. Hasil analisis data pada penelitian ini diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan antara panjang badan bayi lahir dari ibu yang mengalami risiko KEK dan ibu non KEK (p = 0,000). Ibu-ibu hamil yang mengalami risiko KEK perlu mendapatkan penyuluhan tentang gizi ibu hamil dengan metode konsultasi menggunakan media yang mudah diterima dan dipahami. Selain itu perlu adanya pemberian
4
makanan tambahan selama hamil untuk mencegah ibu hamil mengalami risiko KEK. Mali adalah negara tertinggi kedua di dunia yang memilik angka kelahiran dan kematian bayi. Melakukan intervensi pada ibu-ibu hamil di Mali. Intervensi tersebut dalam bentuk pemberian makanan tambahan (PMT) dari lokal bagi ibu hamil2. Melakukan intervensi pda ibu hamil guna mencegah bayi lahir dengan berat badan rendah. Penelitian dilakukan di Indramayu, Jawa Barat. Hasil dari intervensi dengan suplemen tersebut adalah rerata berat badan lahir sebesar 40 g lebih tinggi pada kelompok ibu hamil yang mengonsumsi suplemen18. Di Belanda dilakukan penelitian pada wanita usia subur dengan status gizi normal sebelum hamil, selanjutnya ketika hamil diberi PMT yang mengandung kurang dari 1000 kkal per hari selama hamil, ternyata wanita-wanita tersebut melahirkan bayi dengan BBLR dan pendek, tetapi di Leningrad, wanita yang mengalami gizi buruk (sangat kurus) baik sebelum dan selama hamil melahirkan bayi belum cukup umur, meninggal, dan penyakit infeksi10. Penelitian yang dilakukan oleh Evans dan Evans (2004) di Maryland pada 300 ibu hamil, ternyata ada hubungan antara asupan energi berat badan bayi lahir. Hartini dkk (2005) dalam penelitiannya terhadap 450 ibu hamil di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, ternyata 28% ibu hami memantang makanan. Ibu-ibu hamil tersebut tidak hanya memantang makanan tetapi juga selama hamil mengurangi makan agar ibu mudah dalam melahirkan karena bayi yang dilahirkan kecil . Selanjutnya perlu diperhatikan faktor-faktor sosial ekonomi seperti tempat tinggal, pendidikan, urutan kelahiran, umur ibu juga dapat menyebabkan bayi yang dilahirkan dengan berat badan rendah9. Demikian pula, ibu yang ketika dilahirkan dengan berat badan lahir rendah akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah pula, karena gizi kurang dan kemiskinan berkontribusi terhadap siklus trans-generasi15. Oleh karena itu, merancang intervensi penyuluhan dan intervensi gizi yang tepat, seperti, mengalokasikan makanan khusus untuk ibu hamil dengan risiko KEK dengan pengawasan dan tindak lanjut sehingga dampak yang signifikan pada penurunan kejadian bayi lahir belum cukup bulan dan BBLR dan pendek. KESIMPULAN 1. Ada perbedaan rata-rata berat badan pada bayi baru lahir antara ibu hamil yang mengalami risiko KEK dan non KEK di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo, Kabupaten Sragen, dengan nilai beda mean 577,7 g. 2. Ada perbedaan rata-rata panjang badan pada bayi baru lahir antara ibu hamil yang mengalami risiko KEK dan non KEK di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo, Kabupaten Sragen, dengan nilai beda mean 1,5 cm.
Perbedaan Berat Badan dan Panjang Badan Bayi Lahir ...
SARAN Penyuluhan kepada ibu hamil perlu ditingkatkan dengan menggunakan metode dan media yang tepat dan pemberian makanan tambahan perlu ada pendampingan dan ditindak lanjuti.
10. 11.
DAFTAR PUSTAKA 1. Akbari. Z, Mansourian. M, and Kelishadi. R., 2015. Relationship of the intake of different food groups by pregnant mothers with the birth weight and gestational age: Need for public and individual educational programs. J Educ Health Promot. 27;4:23. doi: 10.4103/2277-9531.154109. 2. Allison Bechman, Robert D Phillips, and Jinru Chen. 2015. The use of nutrient-optimizing/cost-minimizing software to develop ready-to-use therapeutic foods for malnourished pregnant women in Mali. Food Sci Nutr. 3(2):110-119. 3. Briend A. dan Nestel P. Malnutrition: primary causes, epidemiology, and prevention. In: Prentice A, editor; Caballero B, Allen L, editors. Encylopedia of human nutrition. 2nd ed. Oxford, UK: Elsevier Academic Press; 2005. pp. 203–212. 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur (WUS). Jakarta: Dirjen Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat 5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia – Tahun 2007. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan. 6. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. (2011). Profil Kesehatan Jawa Tengah 2011. Semarang: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah 7. Dinas Kesehatan Sragen. (2011). Profil Kesehatan Kabupaten Sragen 2011. Sragen: Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen. 8. Langley Evans JL, Langley Evans CS. (2004). Relationship between maternal nutrient intake in early and late pregnancy and infants weight and proportions at birth. Prospective cohort study. J R Soc Promot Health.;123:210–6. 9. Gagan ASA, Kapil G, Vijay K, Parul G, Garg M, Punj A. (2012). Maternal risk factors associated
12.
13.
14.
15.
16.
17. 18.
19.
20.
with low birth weight neonates in a tertiary care hospital, Northern India. J Community Med Health Educ.02(9):177–80. Gilbert ES, Harmon JS.. 2003. Manual of high risk pregnancy and delivery. 3rd ed. London: Saunders. Hanantyo, S. (2005). Berat Badan Lahir Rendah. Surakarta: UNS Hrtini., TNS.Padmawati., RS., Lindholm., L., Surjono., A and Winkvist., A. (2005). The importance of eating rice: changing food habits among pregnant Indonesian women during the economic crisis. Social Science and Medicine, 61: 199-210 Jammeh ASJ, Vangen S. (2011). Maternal and obstetric risk factors for low birth weight and preterm birth in rural Gambia: a hospital-based study of 1579 deliveries. OJOG.;1:94–103. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar –Riskesdas 2013. Jakarta: kemenkes RI. Mustika, I. (2004). Pengaruh Kurang Energi Kronis terhadap kejadian BBLR. Yogyakarta: UGM Roberfroid D, Huybregts L, Lanou H, Henry MC, Meda N, Menten J, et al. (2008). Effects of maternal multiple micronutrient supplementation on fetal growth: a double-blind randomized controlled trial in rural Burkina Faso. Am J Clin Nutr. 88(5):1330–40. Setianingrum, S. I. (2005). “Hubungan Antara Kenaikan Berat Badan, Lingkar Lengan Atas, dan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester III dengan Berat Bayi Lahir di Puskesmas Ampel I Boyolali Tahun 2005”. Tersedia dalam: http://www. kesmasunnes.or.id. [Diakses 02 Oktober 2013] Soetjiningsih dan Ranuh, I Gde. (2001). Gizi dan Tumbuh Kembang. Jakarta: FKUI. Sunawang, Utomo B, Hidayat A, Kusharisupeni, Subarkah. 2009. Preventing low birthweight through maternal multiple micronutrient supplementation: a cluster-randomized, controlled trial in Indramayu, West Java. Food Nutr Bull. 2009 Dec;30(4 Suppl):S488-95 Victora CG, Adair L, Fall C, Hallal PC, Martorell R, Richter L, et al. Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. Lancet. 2008;371:340–357. Waryana. (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
5