EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS HUJAN DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA BOBOT (SCORE) DI WILAYAH SUNGAI PALU-LARIANG PROVINSI SULAWESI TENGAH
JURNAL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh:
ATIK AMALIA KHUSNAWATI NIM. 115060400111022 – 64
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2015
EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS HUJAN DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA BOBOT (SCORE) DI WILAYAH SUNGAI PALU-LARIANG PROVINSI SULAWESI TENGAH Atik Amalia Khusnawati1, Ery Suhartanto2, Donny Harisuseno2, 1
Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang 2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang Jln. MT Haryono 167 Malang 65145 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak Data hujan adalah masukan utama dalam penyediaan informasi hidrologi. Keakuratan data hujan dipengaruhi oleh jumlah dan pola penempatan pos hujan. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi dan merencanaan kerapatan jaringan pos hujan di Wilayah Sungai Palu-Lariang Provinsi Sulawesi Tengah menggunakan analisa bobot (score) dan metode Kriging. Analisa metode Kriging dalam studi ini menggunakan dua rekomendasi. Keoptimalan letak pos hujan rekomendasi dilihat dari besarnya nilai RMSE dan MAE. Sedangkan pengujian metode kriging dilakukan dengan menentukan besarnya kesalahan relatif antara curah hujan rancangan eksisting dengan curah hujan rancangan pada pos hujan rekomendasi hasil metode Kriging. Hasil analisa kerapatan jaringan dengan standar WMO (World Meteorological Organization), terdapat 5 pos hujan eksisting yang masuk dalam kondisi sulit (1000-9500 km2). Sedangkan berdasarkan hasil evaluasi menggunakan Analisa Bobot (Score) terdapat 3 pos hujan eksisting yang masuk skala prioritas 3. Dari hasil perhitungan metode kriging diperoleh nilai RMSE dan MAE pos hujan rekomendasi lebih kecil dibandingkan dengan pos hujan eksisting. Sedangkan rata-rata kesalahan relatif untuk rekomendasi I yaitu 0,966% dan untuk rekomendasi II yaitu 1,323%. Setelah dianalisa dengan standar WMO, pos hujan rekomendasi I dan II masuk kedalam kondisi ideal maupun normal, oleh karena itu pos hujan rekomendasi hasil metode Kriging dapat diterapkan pada Wilayah Sungai Palu- Lariang. Kata Kunci: Standar WMO, Analisa Bobot (Score), Metode Kriging, Kerapatan Jaringan Pos Hujan, Curah Hujan Rancangan
Abstract The rainfall data is a main input in the supply of hydrological information. The rainfall data accuracy is affected by the quantity and the placement system of rain gauge station. The aim of this study is evaluating and planning the network density of rain gauge station in the Palu-Lariang river’s area of Central Sulawesi which is using Weight Analysis (Score) and Kriging method. In this study, the Kriging method are using two recommendations. The best location for recommendation station seen by the value of RMSE and MAE. The trial of Kriging method by determining the value of relative error of the rainfall design for existing station and recomendation station. Based on the analys of network density with WMO (World Meteorological Organization) standard in the Palu-Lariang river’s area, there are 5 existing rain gauge stations were including in the difficult conditions (1000-9500 km2). Based on the result of evaluation using Weight Analysis (Score) there are 3 stations were including to the 3rd priority scale. From the calculation used kriging method, the value of RMSE and MAE for recommendation station are smaller than the existing station. The average of relative error for the first recomendation is 0,966% and for the second recomendation is 1,323%. After the stations were analyzed with WMO standard, the first and second recommendation station were including to the ideal and normal conditions, therefor the rain gauge station with the Kriging method can be applied to the Palu Lariang River’s Area. Key Word: WMO Standard, Weight Analysis (Score), Kriging Method, Network Density of Rain Gauge Station, Rainfall Design
1.
PENDAHULUAN Dalam kegiatan analisa hidrologi dibutuhkan data hujan sebagai masukan utama dalam penyediaan informasi hidrologi siap pakai. Keakuratan data hujan dipengaruhi oleh jumlah dan pola penempatan pos hujan. Pedoman yang dikeluarkan oleh WMO menyebutkan bahwa untuk daerah tropik seperti Indonesia, diperlukan kerapatan minimum sebesar 300-1000 km2 tiap pos untuk keadaan normal. Jumlah pos hujan di Wilayah Sungai Palu-Lariang saat ini masih kurang memadai dan pola penyebaran yang tidak merata, oleh karena itu diperlukan evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan untuk mencapai kerapatan jaringan yang optimum dan perolehan informasi yang maksimum. Apabila pertimbangan utama dalam penentuan penempatan pos penakar hujan adalah faktor keamanan dan kemudahan dalam pengoperasian pos, maka sebaiknya dipergunakan Metode Kriging (Priombodo, et.al 2012). Oleh karena itu dalam studi ini menggunakan analisa Bobot (Score) untuk mengevaluasi pos hujan eksisting serta metode Kringing untuk mengevaluasi dan merencanakan kerapatan jaringan pos hujan. Hal itu dikarenakan kondisi topografi di Wilayah Sungai Palu-Lariang sebagian besar adalah pegunungan.
2. 2.1.
Tinjauan Pustaka Analisa Bobot (Score) Analisa Bobot (Score) digunakan untuk analisa rasionalisasi jaringan pos hujan apabila di suatu WS atau Sub WS atau DAS atau Sub DAS tersebut tidak dijumpai pos hidrometri. Jumlah pos hujan dalam suatu DAS biasanya relatif lebih banyak dibanding dengan pos duga air, oleh karena itu dapat ditentukan lokasi pos yang:
a) Masih beroperasi, dan ditentukan sebagai pos yang diklasifikasikan sebagai pos hujan : • Mutlak-Perlu, dipilih sebagai pos primer. • Perlu, dilanjutkan pengoperasiannya dengan skala prioritas, ditentukan sebagai pos sekunder atau pos khusus. b) Sudah tidak beroperasi, dan : • Diusulkan di lokasi yang bersangkutan dibangun diaktifkan kembali apabila berdasarkan hasil analisa skala prioritas merupakan skala prioritas pertama. • Diusulkan dihentikan pengoperasiannya, apabila skala prioritas tidak pertama. Penentuan skala prioritas dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : n
SP Fi ki dengan: SP = nilai skala prioritas F = nilai dari faktor penentu k = koefisien faktor penentu i = 1, 2, 3,.... ...... n banyaknya faktor penentu. Dengan ketentuan : Skala prioritas pertama (SP1) diperoleh jika SP > SPRAT + 1 SD Skala prioritas kedua (SP2) diperoleh jika SPRAT - 1 SD < SP < SPRAT + 1 SD) Skala prioritas ketiga (SP3) diperoleh jikaa SP < SPRAT - 1 SD Penjelasan: SPRAT = nilai SP rata-rata SD = deviasi standar nilai SP Faktor penentu dan koefisien faktor yang telah ditetapkan diberikan pembobotan (Score) sehingga masingmasing pos hujan akan terlihat berapa jumlah skor yang dimiliki, dan skala prioritas ditentukan berdasarkan skor yang didapat oleh masing-masing pos hujan.
2.2. Analisa Data Hujan 2.2.1. Pengisian Data Hujan yang Hilang Untuk keperluan analisa data hujan diperlukan data yang lengkap dari masing-masing pos. Untuk melengkapi data hujan yang hilang bisa di lakukan jika (Montarcih, 2010: 45): 1. Di sekitarnya ada pos penakar (minimal 2) yang lengkap datanya; 2. Pos penakar yang datanya hilang diketahui hujan rata-rata tahunannya. Ada 2 cara untuk pengisian data hujan yaitu Normal Ratio Method dan Reciprocal Method (Triatmodjo, 2010: 39). 2.2.2. Pengujian Data Hujan Analisa Kurva Massa Ganda Kurva massa ganda adalah salah satu metode grafis untuk alat identifikasi atau untuk menguji konsistensi dan kesamaan jenis data hidrologi dari suatu pos hidrologi (Soewarno, 1995: 28). Dengan cara membandingkan curah hujan komulatif tahunan dari pos yang diuji dengan kumulatif curah hujan tahunan rerata beberapa pos pada waktu yang bersesuaian, kemudian diplotkan pada kurva. Apabila garis yang terbentuk lurus berarti pencatatan di pos tersebut adalah konsisten. Apabila kemiringan kurva patah/berubah, berarti pencatatan di pos tersebut tidak konsisten dan perlu dikoreksi. Analisa Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) adalah salah satu cara untuk menguji konsistensi data tanpa data acuan, aka tetapi menggunakan data pos itu sendiri. Secara umum metode ini dilakukan dengan pengujian statistik untuk melihat adanya loncatan nilai rata-rata (mean) data hujan (Harto, 2009: 39).
2.2.3. Analisa Curah Hujan Rerata Daerah Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rencana pemanfaatan air dan rencana pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah (area rainfall), bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (point rainfall). Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono, 1977: 27). Dalam studi ini perhitungan curah hujan rerata daerah menggunakan metode Poligon Thiessen. Cara ini didasarkan atas rata-rata timbang, masing-masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar. Thiessen memberi rumusan sebagai berikut: R
A1 .R1 A2 .R2 ......... An .Rn A1 A2 ......... An
dimana: R R1, R2, ..., Rn A1, A2, ..., An N
= Curah hujan daerah rata-rata = Curah hujan ditiap titik pos curah hujan = Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah hujan = Jumlah pos curah hujan
2.2.4. Analisa Distribusi Frekuensi dan Perhitungan Curah Hujan Rancangan Untuk perhitungan curah hujan rancangan dalam studi ini menggunakan distribusi Log Pearson Type III, Gumbel, dan Log Normal. Persamaan distribusi Log Pearson Type III adalah sebagai berikut (Soewarno, 1995: 142): log X log X K S
dengan: log X = nilai logaritma curah hujan rancangan log X = nilai rata-rata logaritma dari curah hujan maksimum tahunan S = nilai deviasi standar K = merupakan konstanta yang didapatkan dari tabel Log Pearson Type III dari hubungan antara Cs dan periode ulang (T) Persamaan distribusi Gumbel adalah sebagai berikut:
Dalam studi ini, uji kesesuaian distribusi yang digunakan adalah Uji Smirnov-Kolmogorov dan Uji ChiSquare. 2.2.6. Analisa Statistik Data Hujan Uji-T (Tee-Test), t Dalam hal ini pengujian dilakukan untuk menguji apakah sifat hujan dari kedua pos hujan memiliki perbedaan yang nyata pada derajat kepercayaan tertentu. Pengujian distribusi-t dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995: 18):
XTr = X + Sd . K dengan: K
Yt Yn Sn
dimana: K Yt
= Konstanta = Reduksi sebagai fungsi dari probabilitas Yn dan Sn = Besaran yang merupakan fungsi dari jumlah data (n) Persamaan distribusi Log Normal adalah sebagai berikut (Soewarno, 1995: 148): Log X = log X + K . Sd dimana : X = Curah hujan maksimum tahunan Log X = Logaritmik variat X Log X = Nilai rata-rata dari logaritmik variat X S = Simpangan baku n = Jumlah data K = Karakteristik distribusi peluang Log Normal, didapat dari nilai variabel Gauss berdasarkan periode ulang (Tr) atau Peluang (P). 2.2.5. Uji Kesesuaian Distribusi Uji kesesuaian distribusi digunakan untuk mengetahui apakah distribusi yang dipilih dapat digunakan atau tidak untuk serangkaian data yang tersedia.
|
t
=
X
X
|
| |
dengan: t = variabel-t terhitung
X1 X2 N1 N2
= rata-rata hitung sampel ke-1 = rata-rata hitung sampel ke-2 = jumlah sampel set ke-1 = jumlah sampel set ke-2 =|
|
dengan: S12, S22 = varian sampel set ke-1 dan ke2 dk = N1 + N2 – 2 = derajat kebebasan
Uji-F (Alf-Test), F Uji-F digunakan untuk menguji nilai varian, dan untuk menguji sampel dalam analisis varian. Pengujian distribusi-F dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995: 38): ( ) F = ( ) dengan: F = perbandingan F N1 = jumlah sampel kelompok ke-1 N2 = jumlah sampel kelompok ke-2 S1 = standar deviasi kelompok sampel ke-1 S2 = standar deviasi kelompok sampel ke-2
2.2.7. Analisa Kerapatan Jaringan Pos Penakar Hujan Data hujan yang diperoleh dari pos penakar hujan merupakan data hujan lokal yang hanya mewakili pengukuran hujan untuk luas daerah tertentu. Sehingga untuk menentukan besarnya curah hujan suatu DAS diperlukan beberapa pos penakar hujan yang tersebar di dalam DAS yang bersangkutan dengan kerapatan dan pola penyebaran yang memadai. 2.2.7.1.Standar WMO (World Meteorological Organization) Badan Meteorologi Dunia atau WMO (World Meteorological Organization) menyarankan kerapatan minimum jaringan pos hujan sebagai berikut: Tabel 1. Kerapatan Minimum yang Direkomendasikan WMO No. 1 2 3 4
Tipe Daerah dataran tropis mediteran dan sedang Daerah pegunungan tropis mediteran dan sedang Daerah kepulauan kecil bergunung dengan curah hujan bervariasi Daerah arid dan kutub
Luas Daerah (km2) per Satu Pos Hujan Kondisi Normal Kondisi Sulit 1000 – 2500 3000 – 9000 (600 – 900) 300 – 1000 1000 – 5000 (100 – 250) 140 – 300 (25) 5000 – 20000 (1500 – 10000)
Sumber: Hasil Analisa
2.2.7.2.Metode Kriging Metode Kriging merupakan cara perkiraan yang dikembangkan oleh Matheron (1965) yang pada dasarnya ditekankan bahwa interpolasi data dari satu titik terukur ke titik lain dalam suatu region (DAS) tidak hanya ditentukan oleh jarak antara titik terukur tersebut dengan titik yang dicari, akan tetapi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu (Harto, 1993: 63): 1. Jarak antara titik yang dicari dengan titik terukur 2. Jarak antara titik-titik terukur 3. Struktur variabel yang dimaksudkan Persamaan umum metode kriging adalah sebagai berikut:
Z0* = rata-rata dihitung (computed) λi = bobot Z (xi) = nilai ‘z’ pada titik x yang ditinjau Alat yang efisien untuk penyelesaian permasalahan optimasi jaringan dalam metode kriging adalah nilai estimasi error variansi. Persamaan estimasi error variansi, yaitu: [ ∑
( ) (
( )] )
Sebelum melakukan interpolasi dengan metode kriging ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu pembuatan semivariogram dan perhitungan cross validation. Semivariogram Dalam metode kriging, fungsi semivariogram sangat menentukan. Oleh sebab itu, semivariogram data perlu diketahui terlebih dahulu. Pada dasarnya semivariogram mempunyai tiga persamaan dasar yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan hubungan antara jarak (km) dan besaran variable (dalam hal ini besar hujan, mm2), yaitu spherical, exponential, dan gaussian. 1. Model spherical dapat disajikan dalam persamaan: ( )
(
( ) )
Gambar 1. Semivariogram Model Spherical 2. Model exponential disajikan dalam persamaan: ( )
* -
-
( )+
n
Z 0 * i Z ( x i ) i 1
dengan:
Gambar 2. Semivariogram Model Exponential
3. Model gaussian dapat disajikan dalam persamaan: ( )
* -
(
-
)+
2. Mean Absolute Error (MAE) Ukuran ini mengindikasikan seberapa jauh penyimpangan prediksi dari nilai sesungguhnya. Semakin kecil nilai MAE suatu model interpolasi spasial, semakin kecil penyimpangan prediksi dari nilai sesungguhnya. ∑
Gambar 3. Semivariogram Model Gaussian Cross Validation Sebelum model interpolasi digunakan, perlu diketahui terlebih dahulu seberapa akuratkah model yang akan digunakan. Salah satu cara untuk menguji keakuratan suatu model adalah dengan menggunakan validasi silang (cross validation). Metode ini menggunakan seluruh data untuk mendapatkan suatu model. Kemudian secara bergantian satu per satu data dihilangkan, dan kemudian data diprediksi dengan menggunakan model tersebut. Dari hasil prediksi dapat ditentukan galat prediksi yang diperoleh dari selisih antara nilai sesungguhnya dengan hasil prediksi. ( )- ( ) dengan: ei = galat (error) Z(xi) = nilai sesungguhnya pada lokasi ke-i Z*(xi) = prediksi nilai pada lokasi ke-i Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk membandingkan keakuratan model adalah: 1. Root Mean Square Error (RMSE) Ukuran ini paling sering digunakan untuk membandingkan akurasi antara 2 atau lebih model dalam analisis spasial. Semakin kecil nilai RMSE suatu model menandakan semakin akurat model tersebut. √ ∑
| |
2.2.8. Kesalahan Relatif Penentuan kesalahan relatif curah hujan rancangan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Xa Xb Kr x100 Xa
dengan: Kr = Kesalahan relatif curah hujan rancangan (%) Xa = Curah hujan rancangan berdasarkan jaringan pos hujan eksisting (mm). Xb = Curah hujan rancangan berdasarkan metode Kriging (mm). 2.2.9. Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (Prahasta, 2002: 55). Dalam studi ini menggunakan ArcView GIS 9.3. untuk menganalisa Poligon Thiessen dan interpolasi metode kriging. 3. 3.1.
METODE PENELITIAN Kondisi Daerah Studi Lokasi studi yang dikaji pada studi ini adalah Wilayah Sungai PaluLariang, yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan.
Gambar 4. Peta Wilayah Sungai (WS) Palu-Lariang Luas Wilayah Sungai PaluLariang yaitu 14.532 km2. Secara geografis Wilayah Sungai Palu-Lariang terletak 119º16’29,8” BT - 120º30’44,7” BT dan 00º01’21,5” LS - 02º23’5,2” LS. 3.2.
Alur Penyelesaian Studi Berikut ini adalah langkahlangkah penyelesaian studi: 1. Pengumpulan Data, Survey dan Pengamatan 2. Evaluasi Pos Hujan Eksisting dengan Analisa Bobot (Score) 3. Analisa data hujan pada pos hujan eksisting 4. Perhitungan curah hujan rancangan (kondisi eksisting), 5. Analisa Kerapatan Pos Hujan Eksisting dengan standar WMO, 6. Analisa Kerapatan dan Pola Penyebaran Jaringan Pos Hujan Metode Kriging (menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3), 7. Perhitungan curah hujan rancangan (rekomendasi), 8. Perhitungan Kesalahan Relatif dengan cara Membandingkan hasil curah hujan rancangan Eksisting dan Metode Kriging.
4. 4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Bobot (Score) Berdasarkan hasil Analisa Bobot (Score), dapat dilihat bahwa dari 13 pos hujan yang telah dievaluasi terdapat 2 pos hujan yang termasuk Skala Prioritas 1 yaitu pos hujan Palolo dan Bora sehingga diklasifikasikan sebagai pos primer, terdapat 8 pos hujan yang termasuk Skala Prioritas 2 yaitu pos hujan Tuva, Porame, Tanamea, Tompe, Sibalaya, Miu, Kulawi dan Lalundu sehingga diklasifikasikan sebagai pos primer dan terdapat 3 pos hujan yang masuk Skala Prioritas 3 yaitu pos hujan Bangga Bawah, Sibowi dan Wuasa sehingga diklasifikasikan sebagai pos sekunder. 4.2.
Analisa Statistik Data Hujan Uji-T (Tee-Test), t Berdasarkan hasil perhitungan analisa statistik dengan Uji-t didapatkan kesimpulan bahwa jarak pos hujan tidak selalu mempengaruhi sifat hujan. Dalam studi ini pos hujan yang mempunyai jarak berdekatan dengan pos yang lain ada yang menerima hipotesis nol (H0 diterima) yang berarti bahwa sifat hujan dari kedua pos yang diuji tersebut tidak
mempunyai perbedaan yang nyata dan ada yang menolak hipotesis nol (H0 ditolak) yang berarti bahwa sifat hujan dari kedua pos yang diuji tersebut mempunyai perbedaan yang nyata. Uji-F (Alf-Test) Berdasarkan hasil perhitungan analisa statistik dengan Uji-F didapatkan kesimpulan bahwa jarak pos hujan tidak selalu mempengaruhi sifat hujan. Dalam studi ini pos hujan yang mempunyai jarak berdekatan dengan pos yang lain ada yang menerima hipotesis nol (H0 diterima) yang berarti bahwa sifat hujan dari kedua pos yang diuji tersebut tidak mempunyai perbedaan yang nyata dan ada yang menolak hipotesis nol (H0 ditolak) yang berarti bahwa sifat hujan dari kedua pos yang diuji tersebut mempunyai perbedaan yang nyata. Dalam hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa jarak pos hujan tidak mempengaruhi sifat hujan. 4.3.
Analisa Kerapatan Jaringan Pos Penakar Hujan dengan Standar WMO (Eksisting) Dari hasil analisa kerapatan jaringan pos hujan dengan standar WMO, diketahui bahwa pada WS PaluLariang terdapat 4 pos hujan masuk dalam kondisi ideal (100-250 km2/pos), 5 pos hujan masuk dalam kondisi normal (300-1000 km2/pos) dan 5 pos hujan dimana luas daerah pengaruhnya termasuk dalam kategori kondisi sulit (1000-5000 km2/pos) yaitu pos hujan Porame, Tompe, Wuasa, Kulawi dan Lalundu. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan standar WMO, kerapatan pos hujan di WS Palu-Lariang tersebut kurang sehingga perlu adanya rekomendasi pos hujan baru. 4.4.
Analisa Jaringan Pos Hujan dengan Metode Kriging Dalam perencanaan jaringan pos hujan dengan metode Kriging didasarkan pada curah hujan tahunan
rerata setiap pos hujan. Dari data curah hujan tahunan rerata tersebut dilakukan pemodelan semivariogram. dengan menggunakan tiga model semivariogram yaitu spherical, exponential, dan gaussian. Untuk mengetahui model semivariogram yang terbaik yang nantinya akan dipakai dalam membuat prediksi interpolasi kriging, dilakukan cross validation. Hasil perhitungan cross validation dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Hasil Cross Validation Ketiga Model Semivariogram (Eksisting) Model Semivariogram Spherical Exponential Gaussian Sumber: Hasil Perhitungan
RMSE
MAE
752,6 702,1 753,3
552,0 530,5 542,8
Setelah dilakukan pemodelan semivariogram, model terpilih selanjutnya digunakan untuk membuat peta kontur galat baku prediksi (prediction standart error map). Pembuatan peta kontur ini bertujuan untuk mengetahui besar kesalahan distribusi kontur jaringan pos hujan pada kondisi eksisting. Peta kontur galat baku prediksi pos hujan eksisting dapat dilihat pada gambar 5. Dalam studi ini untuk analisa metode Kriging menggunakan 2 rekomendasi. Pada rekomendasi I menambahkan sebanyak 13 pos hujan baru, sedangkan pada rekomendasi II menambahkan 11 pos hujan baru dan memindahkan 2 pos hujan yang sudah ada (eksisting) namun mempunyai nilai skala prioritas (SP) 3 yaitu pos hujan Bangga Bawah dan pos hujan Sibowi. Perencanaan dengan metode Kriging memperhatikan faktor tata guna lahan, faktor hidraulik dan faktor jaringan transportasi. Peta jaringan jalan dan sungai untuk pos hujan rekomendasi I disajikan pada gambar 6, dan untuk rekomendasi II pada gambar 7.
Gambar 5. Peta Galat Baku Prediksi Pos Hujan Eksisting Hasil Metode Kriging Tabel 3. Perbandingan Nilai RMSE dan MAE Pos Hujan Eksisting dan Pos Hujan Rekomendasi
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari peta kontur tersebut, dapat dilihat bahwa pola penyebaran pos hujan mempengaruhi distribusi kontur. Pada daerah dengan kerapatan pos hujan yang rendah memiliki kesalahan distribusi kontur yang tinggi. Sehingga perlu adanya rekomendasi pos hujan baru pada daerah tersebut. Keoptimalan letak pos hujan rekomendasi didasarkan pada perbandingan nilai RMSE dan MAE pos hujan eksisting dengan pos hujan rekomendasi. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai RMSE dan MAE pos hujan rekomendasi lebih kecil dibandingkan nilai RMSE dan MAE pos hujan eksisting, sehingga pos rekomendasi hasil interpolasi kriging layak untuk diterapkan pada WS PaluLariang. Selanjutnya adalah pembuatan peta kontur galat baku prediksi pos hujan rekomendasi I dan II seperti pada gambar 8 dan gambar 9. Selanjutnya dilakukan analisis curah hujan hujan rata-rata daerah dan curah hujan rancangan dari metode Kriging. Hasil perbandingan curah hujan rata-rata daerah dapt dilihat pada gambar 10. Dari hasil perhitungan curah
hujan rancangan pada kondisi eksisting dan rekomendasi, diperoleh besarnya nilai kesalahan relatif untuk berbagai kala ulang. Kesalahan relatif digunakan sebagai pengujian metode kriging, dimana nilai kesalahan relatif curah hujan rancangan < 5%. Hasil perhitungan kesalahan relatif dapat dilihat pada Tabel 4 dan tabel 5. Dari hasil analisa berdasarkan metode Kriging, diketahui kerapatan pos hujan rekomendasi I dan rekomendasi II telah memenuhi standar WMO. Pada pos hujan rekomendasi I dari 27 pos hujan, didapatkan 4 pos hujan masuk dalam kondisi ideal (100250 km2/pos) dan tedapat 23 pos hujan masuk dalam kondisi normal (300-1000 km2/pos). Sedangkan pada pos hujan rekomendasi II dari 25 pos hujan, didapatkan 1 pos hujan masuk dalam kondisi ideal (100-250 km2/pos) dan tedapat 24 pos hujan masuk dalam kondisi normal (300-1000 km2/pos). Hal ini membuktikan bahwa penentuan letak pos hujan baru berdasarkan metode Kriging dapat diterapkan di WS Palu - Lariang.
Gambar 6. Peta Jaringan Jalan dan Sungai Pos Hujan Rekomendasi I
Gambar 7. Peta Jaringan Jalan dan Sungai Pos Hujan Rekomendasi II
Gambar 8. Peta Galat Baku Prediksi Pos Hujan Rekomendasi I
Gambar 9. Peta Galat Baku Prediksi Pos Hujan Rekomendasi II Berikut ini adalah tabel pola penyebaran pos hujan rekomendasi hasil metode Kriging, yang meliputi letak geografis dan letak astronomis. Pola penyebaran pos hujan digunakan sebagai acuan pada saat pembangunan pos hujan rekomendasi. Tabel 6. Pola Penyebaran Pos Hujan Rekomendasi I No Nama Pos Hujan
Gambar 10. Grafik Perbandingan Hasil Perhitungan Hujan Rerata Daerah Tabel 4. Kesalahan Relatif Curah Hujan Rancangan Pos Rekomendasi I No 1 2 3 4 5 6 7
Tr (tahun) 2 5 10 25 50 100 1000
Curah Hujan Rancangan Curah Hujan Rancangan Pos Hujan Eksisting Metode Kriging Rekomendasi I (mm) (mm) 32,333 33,255 42,532 43,198 49,285 49,781 57,817 58,099 64,147 64,270 70,430 70,395 91,190 90,634 Rata-Rata
Kesalahan Relatif Rekomendasi I (%) 2,851 1,565 1,007 0,488 0,192 0,049 0,609 0,966
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 5. Kesalahan Relatif Curah Hujan Rancangan Pos Rekomendasi II No 1 2 3 4 5 6 7
Curah Hujan Rancangan Curah Hujan Rancangan Pos Hujan Eksisting Metode Kriging Rekomendasi II (tahun) (mm) (mm) 2 32,333 33,615 5 42,532 43,415 10 49,285 49,903 25 57,817 58,101 50 64,147 64,183 100 70,430 70,219 1000 91,190 90,167 Rata-rata Tr
Sumber: Hasil Perhitungan
Kesalahan Relatif Rekomendasi II (%) 3,964 2,074 1,254 0,491 0,056 0,298 1,122 1,323
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Tuva Porame Tanamea Palolo Bangga Atas Bangga Bawah Kalawara Tompe Sibalaya Sibowi Wuasa Kulawi Bora Lalundu A B C D E F G H I J K L M
Letak Geografis Kecamatan Gumbasa Kinovara Banau Selatan Palolo Marawola Gumbasa Sigi Biromuru Sirenja Taman Bulava Gumbasa Lore Utara Kulawi Biromaru Rio Pakawa Dolo Lore Selatan Kulawi Kulawi Pasangkayu Pasangkayu Lore Utara Tavaili Sindue Balaesang Lore Selatan Masamba Kulawi
Sumber: Hasil Analisa
Letak Astronomis BT LS 119˚ 57' 16,88" 1˚ 18' 45,68" 119˚ 50' 3,52" 0˚ 57' 24,01" 119˚ 37' 29,6" 0˚ 48' 51,3" 120˚ 4' 45,01" 1˚ 8' 24" 119˚ 42' 46,04" 1˚ 13' 2,17" 119˚ 55' 2,6" 1˚ 15' 33,41" 119˚ 59' 22,09" 1˚ 11' 41,96" 119˚ 48' 11,48" 0˚ 14' 14,78" 119˚ 55' 35" 1˚ 9' 6,98" 119˚ 56' 28,72" 1˚ 7' 39,68" 120˚ 18' 55,19" 1˚ 25' 54,01" 119˚ 59' 7,12" 1˚ 26' 55,72" 119˚ 55' 7,1" 1˚ 1' 52,9" 119˚ 32' 14,5" 1˚ 17' 8,09" 119˚ 46' 6,49" 1˚ 22' 22,73" 120˚ 17' 49,02" 1˚ 45' 26,6" 119˚ 56' 12,91" 1˚ 43' 38,82" 119˚ 47' 42,32" 1˚ 33' 1,12" 119˚ 27' 10,01" 1˚ 25' 2,96" 119˚ 29' 5,39" 1˚ 11' 30,66" 120˚ 15' 56,95" 1˚ 18' 38,12" 119˚ 58' 25,07" 0˚ 43' 35,72" 119˚ 50' 15,83" 0˚ 32' 9,78" 119˚ 49' 29,86" 0˚ 8' 11,11" 120˚ 15' 17,78" 2˚ 1' 23,56" 120˚ 7' 40,12" 2˚ 8' 14,14" 120˚ 7' 31,22" 1˚ 50' 9,71"
Tabel 7. Pola Penyebaran Pos Hujan Rekomendasi II No Nama Pos Hujan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Tuva Porame Tanamea Palolo Bangga Atas Kalawara Tompe Sibalaya Wuasa Kulawi Bora Lalundu A B C D E F G H I J K L M
Letak Geografis Kecamatan Gumbasa Kinovara Banau Selatan Palolo Marawola Sigi Biromuru Sirenja Taman Bulava Lore Utara Kulawi Biromaru Rio Pakawa Pasangkayu Pasangkayu Dolo Kulawi Palu Utara Sindue Balaesang Lore Selatan Lore Utara Kulawi Masamba Masamba Kulawi
Letak Astronomis BT LS 119˚ 57' 16,88" 1˚ 18' 45,68" 119˚ 50' 3,52" 0˚ 57' 24,01" 119˚ 37' 29,6" 0˚ 48' 51,3" 120˚ 4' 45,01" 1˚ 8' 24" 119˚ 42' 46,04" 1˚ 13' 2,17" 119˚ 59' 22,09" 1˚ 11' 41,96" 119˚ 48' 11,48" 0˚ 14' 14,78" 119˚ 55' 35" 1˚ 9' 6,98" 120˚ 18' 55,19" 1˚ 25' 54,01" 119˚ 59' 7,12" 1˚ 26' 55,72" 119˚ 55' 7,1" 1˚ 1' 52,9" 119˚ 32' 14,5" 1˚ 17' 8,09" 119˚ 26' 48,05" 1˚ 24' 21,31" 120˚ 29' 33,04" 1˚ 10' 37,74" 119˚ 48' 53,71" 1˚ 18' 51,62" 119˚ 45' 47,41" 1˚ 30' 25,92" 119˚ 55' 59,27" 0˚ 49' 18,05" 119˚ 52' 18,8" 0˚ 32' 56,08" 119˚ 50' 7,04" 0˚ 8' 2,08" 120˚ 17' 29,54" 1˚ 45' 2,05" 120˚ 15' 50,26" 1˚ 18' 21,92" 120˚ 8' 0,1" 1˚ 50' 47,22" 120˚ 19' 56,35" 2˚ 8' 55,68" 120˚ 8' 8,59" 2˚ 6' 44,21" 119˚ 55' 19,38" 1˚ 44' 26,45"
Sumber: Hasil Analisa
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Dari hasil evaluasi terhadap 13 pos hujan eksisting dengan Analisa Bobot (Score) didapatkan 2 pos hujan yang termasuk kedalam Skala Prioritas 1, 8 pos hujan yang termasuk kedalam skala prioritas 2, dan 3 pos hujan yang termsuk kedalam skala prioritas 3. Skala prioritas 1 diklasifikasikan sebagai pos primer sedangkan skala prioritas 2 dan 3 diklasifikasikan sebagai pos sekunder. Penentuan skala prioritas tersebut digunakan untuk menentukan apakah pos hujan harus diperbaiki/ dipertahankan atau dihilangkan/ dipindahkan. Pada Analisa Bobot (Score) tidak memperhatikan statistik maupun sifat data hujan. 2. Penentuan letak pos hujan baru dilakukan dengan cara simulasi yang didasarkan pada peta galat baku prediksi pos hujan eksisting yang terbentuk dari hasil metode Kriging. Dimana penentuannya memperhatikan beberapa faktor diantaranya faktor tata guna lahan, faktor hidraulik dan faktor jaringan transportasi guna memudahkan proses pembangunan, operasi maupun pemeliharaan pos hujan.
Dalam studi ini menggunakan dua rekomendasi yaitu rekomendasi I dan rekomendasi II. Rekomendasi I dan rekomendasi II direncanakan untuk memilih perencanaan mana yang sesuai untuk daerah studi. Pada rekomendasi I menambahkan 13 pos hujan baru, sedangkan pada rekomendasi II menambahkan 11 pos hujan baru dan memindahkan 2 pos hujan yang sudah ada (eksisting) namun mempunyai nilai skala prioritas (SP) 3 yaitu pos hujan Bangga Bawah dan pos hujan Sibowi. Keoptimalan letak pos hujan rekomendasi dilihat dari perbandingan nilai RMSE dan MAE antara pos hujan eksisting dan pos hujan rekomendasi. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai RMSE pos hujan rekomendasi II lebih kecil daripada pos hujan eksisting maupun pos hujan rekomendasi I yaitu dengan nilai RMSE 356,4 (pada metode Spherical). Nilai MAE pos hujan rekomendasi I lebih kecil daripada pos hujan eksisting maupun pos hujan rekomendasi II nilai 278,2 (pada metode Gaussian). 3. Dari hasil analisa curah hujan rancangan untuk kondisi jaringan pos hujan eksisting dan kondisi jaringan pos hujan berdasarkan metode Kriging diketahui besarnya kesalahan relatif berkisar antara 0,049% 2,851% untuk rekomendasi I dan 0,056% - 3,964% untuk rekomendasi II. 4. Dari hasil analisa kerapatan jaringan pos hujan berdasarkan standar WMO (World Meteorological Organization) dapat diketahui bahwa kerapatan pos hujan pada rekomendasi I dan rekomendasi II telah memenuhi standar WMO yang berarti bahwa luas daerah pengaruh pos hujan termasuk dalam kondisi ideal ataupun normal. Oleh karena itu, pos hujan baru hasil analisa
metode Kriging layak diterapkan pada WS Palu- Lariang Provinsi Sulawesi Tengah. 5. Dalam studi ini pos hujan rekomendasi I lebih efisien dibandingkan pos hujan rekomendasi II. Hal itu dikarenakan dalam memindahkan pos hujan dibutuhkan biaya yang digunakan untuk memindahkan alat serta untuk membangun kembali di tempat lain. Selain itu pada pos hujan rekomendasi I mempunyai nilai MAE dan kesalahan relatif yang lebih kecil dibandingkan pos hujan rekomendasi II. Sehingga pos hujan yang dipilih dalam studi ini adalah pos hujan rekomendasi I. 5.2. Saran 1. Dalam mengevaluasi pos hujan eksisting dengan Analisa Bobot (Score) diperlukan survey untuk mendapatkan data yang akurat. Survey dapat berupa pengamatan secara langsung maupun bertanya jawab kepada petugas penjaga pos hujan, namun kelemahan metode ini adalah apabila pos hujan tidak disurvey karena beberapa alasan (misalnya keamanan, keuangan, transportasi) maka pos tersebut tidak dapat dievaluasi. Untuk itu kepada pihak peneliti lanjutan agar lebih banyak menggunakan variasi metode yang digunakan untuk mengevaluasi kerapatan jaringan pos hujan. 2. Dalam merencanakan suatu jaringan pos hujan, sebaiknya
dilakukan dengan metode Kriging, hal ini dikarenakan secara aplikasi lebih mudah karena penentuan tata letak pos hujan baru memperhatikan faktor tata guna lahan, faktor hidraulik, faktor jaringan transportasi serta faktor sosio-ekonomi guna memudahkan proses pembangunan, operasi maupun pemeliharaan pos hujan. DAFTAR PUSTAKA Harto Br, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Montarcih L, Lily. 2008. Hidrologi Dasar. Malang: Tirta Media. Prahasta E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika. Priombodo A., et al., 2012. Kajian Kalibrasi Hidrograf Representatif di DAS Samiran Kabupaten Pamekasan. Malang: Jurnal Teknik Pengairan, 3 (2), 195-203.
Soemarto, CD. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional. Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1. Bandung: Nova. Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 2. Bandung: Nova. Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1977. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.