43
IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK
4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor, kolektor, koperasi dan eksportir. Sebagian koperasi langsung bertindak sebagai eksportir kopi organik. Keberadaan prosesor tergantung dari konsentrasi petani di dalam suatu wilayah serta produktifitas dan jumlah pasokan kopi organik yang sanggup di hasilkan petani. Artinya, tidak semua wilayah sentra produksi kopi organik mempunyai jaringan rantai pasok yang melibatkan prosesor dalam pendistribusian kopi. Dalam melakukan pengawasan mutu terhadap standarisasi kualitas kopi organik maka dibentuk suatu lembaga independen yaitu ICS (Internal Control System) yang bertugas mengevaluasi proses sertifikasi yang telah diperoleh. Koperasi Baburrayyan di Aceh Tengah bekerjasama dengan NCBA (National Corporative Business Association) dalam melakukan proses sertifikasi organik terhadap komunitas petani yang berada di bawah naungan koperasi ini. Tetapi secara keseluruhan Struktur rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas empat pelaku yaitu : petani, prosesor, kolektor dan koperasi (Gambar 17). Sistem koordinasi melalui mekanisme kontrak hanya terdapat antara pelaku koperasi (eksportir) dengan importir di luar negri. Hal ini membuat jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah rentan terhadap berbagai gangguan dan risiko. Kerentanan ini dipicu oleh tidak adanya koordinasi dari koperasi sebagai distributor kopi organik dengan pelaku bagian hulu (upstream) rantai pasok sehingga proteksi terhadap jalur pasokan dan berbagai risiko yang terdapat di sepanjang jalur rantai pasokan tidak bisa diantisipasi dan ditanggulangi dengan baik. Ketidakseimbangan antara risiko yang ditanggung pelaku terutama petani dengan profit yang diperolehnya mengakibatkan gangguan terhadap jalur pasokan semakin tinggi. Koperasi Baburrayyan sebagai distributor kopi organik di Aceh Tengah tidak melakukan transparansi informasi dengan baik dari hilir sampai ke hulu jalur rantai pasokan kopi organik sehingga mekanisme pengaturan harga jual tidak transparan.
44
Kontrol kualitas produk organik
Pengumpul kopi
Petani
Masa tanam dan perawatan kopi
Packaging (goni)
Proses panen kopi
Packaging (goni)
Proses kopi
Proses pengeringan kopi
Pengumpul besar kopi
Up down loading
Transportasi penggudangan
Koperasi
Pemerintah dinas perkebunan
Mendukung usaha tani Penyuluhan, pengembangan verietas, pemberian bibit, dll
Eksportir
Proses pengeringan kopi
Proses pengeringan kopi
Transportasi penggudangan
Transportasi penggudangan
Sertifikasi · Organik · Fair Trade Pemerintah dinas perkebunan
Asosiasi kopi AEKI APKI LSM
Esternal control Sertifikasi sesuai negara tujuan
ICS Internal Control System
Importir
Asosiasi kopi AEKI APKI LSM Mendukung pemasaran kopi Memberi informasi, perkembangan harga Dan keadaan pasar
Sertifikasi · Organik · Fair Trade
Kerjasama perusahaan pemasaran
Kerjasama perusahaan pemasaran
Dokumen, transportasi, packaging, kontainer
Dokumen, transportasi, packaging, kontainer
Bea dan cukai
Gambar 17 Struktur rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah
4.2. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Kopi Organik Berdasarkan hasil studi literatur (Halikas et al., 2004) serta interview mendalam dengan beberapa pakar yang mengetahui dengan baik permasalahan pelaku rantai pasok, maka diperoleh struktur hirarki dari proses identifikasi risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Pengelolaan risiko jaringan rantai pasok pada penelitan ini difokuskan pada prinsip membangun rantai pasok yang bersifat leanness sehingga parameter perbaikan pada sisi mutu dan biaya menjadi fokus proses mitigasi risiko. Struktur hirarki yang diperoleh terdiri atas empat level yaitu : 1. Tujuan (goal) : identifikasi faktor risiko pada setiap tingkatan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. 2. Tujuan manajemen risiko rantai pasok : penetapan tujuan manajemen risiko ranai pasok dilakukan berdasarkan prinsip leanness dengan fokus perhatian pada peningkatan kualitas pasokan, peningkatan kuantitas pasokan,
45
peningkatan total profit rantai pasok dan menjamin kontinuitas pasokan yang stabil. 3. Aktor : merupakan pelaku rantai pasok terdiri dari tingkat petani, tingkat prosesor, tingkat kolektor dan tingkat koperasi yang sekaligus bertindak sebagai eksportir. 4. Alternatif faktor risiko : faktor risiko difokuskan pada faktor risiko pasokan, faktor risiko proses, faktor risiko permintaan dan faktor risiko harga. Faktor risiko terdiri atas beberapa variabel risiko untuk memperjelas deskripsi risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Risiko standarisasi proses dan budidaya organik difokuskan pada faktor risiko proses dan pasokan. Jenis variabel risiko sebagai bagian faktor risiko dapat dilihat pada Gambar 18. Petani
Pengumpul
Pedagang pengumpul
Kopeasi
RISIKO Dari sisi suply : - Penggunaan bibit organik - Sejarah lahan - Sumber air - Degradasi kesuburan lahan Dari sisi proses (Budi daya) : - Ganguan dan penanganan Hama - Peralatan yang digunakan - penanganan lahan - Proses pemanenan - tempat penyimpanan sementara Dari sisi permintaan (demand) : - Tidak terpenuhi permintaan - kelebihan pasokan - Pengembalian hasil panen - Kepastian pasar Dari sisi harga (pricing) : - Harga jual yang sesui - Penurunan harga jual produk - peningkatan harga bahan baku - Kenaikan biaya tenaga kerja - Kenaikan harga input penunjang - kecukupan modal
Dari sisi suply : - jumlah pasokan - Kualitas pasokan Dari sisi proses : - Sumber air - Peralatan yang digunakan - penanganan kopi cerri - tempat penyimpanan sementara
Dari sisi suply : - jumlah pasokan - Kualitas pasokan Dari sisi proses : - Sumber air - Peralatan yang digunakan - penanganan kopi cerri - tempat penyimpanan sementara
Dari sisi suply : - jumlah pasokan - Kualitas pasokan Dari sisi proses : - Sumber air - Peralatan yang digunakan - penanganan kopi labu - Gudang penyimpanan - Penanganan transportasi Dari sisi permintaan (demand) : Dari sisi permintaan (demand) : - Pengemasan Dari sisi permintaan (demand) : - Tidak terpenuhi permintaan - Tidak terpenuhi permintaan - Tidak terpenuhi permintaan - kelebihan pasokan - kelebihan pasokan - Pengembalian hasil penjualan - Pengembalian hasil penjualan - kelebihan pasokan Dari sisi harga (pricing) : Dari sisi harga (pricing) : - Pengembalian hasil penjualan Dari sisi harga (pricing) : - Peningkatan harga beli kopi - Peningkatan harga beli kopi - peningkatan harga bahan baku - peningkatan harga bahan baku - Peningkatan harga beli kopi - peningkatan harga bahan baku - Kenaikan biaya tenaga kerja - Kenaikan biaya tenaga kerja - Kenaikan harga input penunjang - Kenaikan harga input penunjang - Kenaikan biaya tenaga kerja - Kenaikan harga input penunjang - penurunan harga jual - penurunan harga jual - penurunan harga jual - Biaya transportasi
Gambar 18 Parameter variabel risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Dari struktur hirarki kemudian dilakukan perbandingan tingkat kepentingan dengan melibatkan beberapa pengukuran secara kuantitatif terhadap variabel risiko pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Berdasarkan tujuan dari
46
manajemen risiko rantai pasok maka dilakukan pendistribusian terhadap variabel risiko yang mempunyai dampak terhadap peningkatan kualitas pasokan, peningkatan profit (harga) serta peningkatan kuantitas pasokan (Tabel 6) Tabel 6 Distribusi risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok Aktor
Risiko kualitas pasokan (%) Petani 68,90 Prosesor 0,00 Kolektor 37,90 Koperasi 28,20 Sumber: Data primer 2012
Risiko kuantitas pasokan (%) 7,75 32,50 0,00 55,90
Risiko Harga (%) 23,34 67,50 62,03 158,00
Dari Tabel 4 terlihat bahwa risiko kualitas pasokan mempunyai persentase tertinggi yaitu 68.9 % yang disusul dengan risiko kuantitas pasokan 55.9 %. Faktor risiko ini mendominasi hampir pada semua tingkatan pelaku rantai pasok. Risiko harga harga sebagai faktor dalam peningkatan total profit pelaku rantai pasok turut mendominasi dan mempunyai bobot yang cukup tinggi pada beberapa tingkatan pelaku rantai pasok. Ketika dikaji secara lebih mendalam terlihat bahwa persentase risiko yang tinggi pada setiap tingkatan rantai pasok berada pada level strategis berdasarkan peranan pelaku di dalam rantai pasok. Di tingkat petani terlihat nyata dari persentase keseluruhan risiko, nilai risiko tertinggi terdapat pada kualitas pasokan. Faktor ini disebabkan tidak terjadinya pendistribusian total profit rantai pasok yang baik ke petani sehingga kemampuan untuk melakukan budidaya pertanian organik tidak sanggup dipenuhi oleh petani. Penyebab utamanya terdapat pada faktor biaya operasional budidaya kopi organik yang lebih tinggi dari budidaya kopi konvensional. Penurunan kualitas sebenarnya diikuti dengan penurunan terhadap produktifitas petani dalam menghasilkan kopi organik atau bahan baku bagi koperasi sebagai distributor dan pelaku kunci dalam menentukan besar profit yang akan diperoleh pelaku dibawahnya. Sehingga dampak penurunan kuantitas pasokan baru terlihat di tingkat koperasi sebagai eksportir produk kopi organik yaitu 55.9 %. Dari total keseluruhan nilai persentase risiko koperasi ternyata konsentrasi dari variabel risiko terletak di risiko kuantitas pasokan dari petani sebagai pemasok utama bahan baku.
47
Sementara dari sisi harga yang mempengaruhi perolehan profit koperasi, terlihat bobot risiko sangat rendah. Hal ini membuktikan bahwa koperasi sebagai pelaku yang mempunyai peranan penting dalam menentukan total profit pelaku rantai pasok tidak mendistribusikan profit dengan baik ke pelaku di bawahnya (downstream). Sebaliknya, efek ini langsung terasa ketika produktifitas petani menurun sehingga jumlah pasokan merosot secara tajam. Sementara dua pelaku rantai pasok lainnya hanya yaitu prosesor dan kolektor faktor risiko terbesar ada pada risiko harga sebagai akibat pendistribusian marjin profit yang tidak baik dari koperasi. Ditingkat prosesor risiko kualitas sama sekali tidak ada karena memang terjadi proses pemberian nilai tambah (pengolahan) di tingkat pelaku ini. Sementara pelaku berikutnya yaitu kolektor selain risiko yang paling tinggi berada di harga, serta risiko pada kualitas pasokan karena adanya proses pemberian nilai tambah (pengolahan). Faktor lainnya yang akan diuraikan secara lebih mendalam pada pembahasan identifikasi risiko dibawah ini. Distribusi risiko pelaku untuk setiap sphere bisa ditabulasikan dalam bentuk risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok secara umum. Hasil ini bisa memberikan pemahaman yang jelas berkaitan dengan risiko pelaku ketika dikaji dalam konsep rantai pasok secara lebih umum (Tabel 7). Tabel 7 Distribusi risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok Aktor Petani Prosesor Kolektor Koperasi Total risiko dalam jaringan rantai pasok Sumber : Data primer 2012
Risiko kualitas pasokan (%) 17,23 0,00 9,48 7,06
Risiko kuantitas pasokan (%) 1,94 8,13 0,00 13,99
Risiko harga (%) 5,84 16,88 15,52 3,95
33,77
24,05
42,18
Pada Tabel 7 terlihat bahwa variabel risiko harga mempunyai bobot yang paling besar di dalam jaringan rantai pasok. Hal ini sesuai dengan hasil tabulasi pada tabel 6 bahwa semua pelaku rantai pasok menanggung beban risiko terhadap mekanisme pengaturan harga di dalam jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Dari proses identifikasi risiko jaringan rantai pasok ini terlihat bahwa beban risiko yang ditanggung oleh pelaku lebih dominan disebabkan tidak
48
terjadinya pendistribusian profit yang baik sehingga mekanisme pengaturan harga tidak sebanding dengan risiko yang harus ditangung pelaku untuk setiap sphere rantai pasok. 4.2.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani Petani sebagai sumber pasokan produk kopi organik di Aceh Tengah tersebar di 13 kecamatan berbeda. Konsentrasi pasokan berada di delapan kecamatan yang berbeda yaitu : kecamatan Pegasing, Bintang, Silih Nara, Rusip Antara, Bebesan, Atu Lintang, Kebayakan dan Jagong. Ketidakseimbangan risiko yang ditanggung petani dengan profit yang diperoleh mengakibatkan jumlah dan kualitas pasokan semakin menurun. Besarnya biaya yang diperlukan untuk melaksanakan budidaya organik tidak sebanding dengan nilai harga jual yang diperoleh. Penentuan mekanisme besaran profit yang diperoleh pelaku rantai pasok sepenuhnya berada di tingkat koperasi sebagai distributor kopi yang secara berantai turun ke pelaku di bawahnya. Ketidak seimbangan antara risiko yang ditanggung dengan profit yang diperoleh membuat produktifitas dan kulitas pasokan petani menurun. Faktor lain penurunan kuantitas pasokan juga diakibatkan karena penurunan jumlah petani kopi organik yang berpindah ke sistem pengolahan budidaya kopi konvensional. Budidaya kopi konvensional dianggap menguntungkan bagi petani karena membutuhkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan budidaya kopi organik. Secara lebih detail variabel risiko yang menyebabkan rendahnya kualitas dan kuantitas pasokan dari petani dapat dilaihat dari Tabel 8. Tabel 8 Variabel risiko tingkat petani Fakor risiko Pasokan
Proses
Variabel risiko * Standarisasi bibit organik Sejarah lahan Sumber air Degradasi kesuburan lahan Standarisasi penanganan hama organik Penanganan hama secara umum Standarisasi organik perlakuan peralatan Standarisasi organik penanganan lahan Standarisasi organik pemanenan Standarisasi proses
Peluang risiko (%) 81,63 96,94 66,33 79,59 86,73 19,39 71,43 83,67 100,00 42,86
49
Tabel 8 Variabel risiko tingkat petani (lanjutan) Fakor risiko
Variabel risiko * Peluang risiko (%) Standarisasi organik inventori 48,98 Ketinggian tempat 38,78 Permintaan Pemenuhan pesanan 91,84 Kelebihan pasokan ke downstream 0,00 Kepastian pasar 97,96 Harga Kesesuian harga jual 86,73 Penurunan harga jual produk 50,00 Harga bahan baku 98,70 Kenaikan biaya tenaga kerja 93,40 Kenaikan harga peralatan penunjang 97,90 Kecukupan modal 91,84 Sumber : Data primer 2012 *) Daftar periksa standar mutu organik internasional PT. XYZ Ketika dilihat dari variabel risiko penyebab rendahnya kualitas produk kopi organik ternyata penyebab utamanya disebabkan budidaya standarisasi organik yang tidak diikuti dengan baik oleh petani. Bahkan dari variabel risiko pemanenan standarisasi organik sebagai salah satu faktor penentu kualitas organik produk nilai peluang risikonya hampir 100 %. Artinya, belum ada sama sekali petani kopi organik di Aceh Tengah yang mengikuti prosedur ini. Dominasi risiko dari sisi kualitas organik produk telihat melalui nilai variabel risiko yang tinggi pada penanganan hama secara organik, perlakuan peralatan, inventori, penanganan lahan serta variabel risiko yang berhubungan dengan kualitas organik produk lainnya. Penurunan kuantitas pasokan juga terjadi yang baru dirasakan dampaknya ketika berada di tingkat koperasi selaku distributor kopi organik karena petani merupakan opsi tunggal untuk pasokan bahan baku kopi organik. Pertanian kopi organik yang mewajibkan petani untuk tidak melakukan penanganan lahan dan budidaya yang melibatkan penggunaan bahan kimia menyebabkan produktifitas lahan menurun drastis. Pengolahan lahan pertanian organik dilakukan seadanya tanpa ada pemupukan dan penanganan hama karena faktor biaya yang tidak mencukupi dari hasil penjualan kopi organik. Penanganan lahan yang buruk berakibat terhadap produktifitas lahan semakin lama semakin menurun. Dari observasi di lapangan, rata-rata produktifitas lahan kopi organik hanya 50 % dari total produktifitas kopi konvensional. Idealnya untuk satu ha lahan kopi organik menghasilkan minimal 2 ton gabah basah kopi organik setiap
50
tahunnya. Belum lagi kalau ditelaah lebih jauh, dari keseluruhan jumlah petani kopi organik yang ada di Aceh Tengah hanya sebagian yang mampu mencapai 50 % total produktifitas ideal sementara sebagian lagi berada jauh dibawah standar tersebut. Permasalahan inilah yang menyebabkan petani kopi organik banyak yang berpindah ke budidaya kopi secara konvensional dengan rata-rata produktifitas lahannya masih berada di batas ideal. Nilai variabel risiko yang tinggi pada risiko pesanan (jumlah pasokan kopi dari petani) merupakan nilai implisit yang baru terlihat ketika berada di tingkat koperasi. Oleh
karena
itu
diperlukan
diperlukan
mekanisme
yang
bisa
menyeimbangkan antara risiko yang ditanggung petani dengan profit yang diterimanya. Mekanisme yang mengatur tranparansi informasi harga jual di tingkatan koperasi sebagai faktor penentu jumlah profit yang diterima petani juga sangat diperlukan. 4.2.2. Identifikasi Risiko Tingkat Prosesor Pelaku tingkat prosesor tidak semuanya terlibat di dalam jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Hanya untuk wilayah dengan jumlah petani kopi organik yang besar keberadaan prosesor dibutuhkan oleh kolektor untuk membantu proses pengumpulan kopi organik dari petani. Dari prosesor yang ada hanya sedikit sekali yang mempunyai tenaga kerja untuk membantu usaha yang dilakukannya. Sehingga penelitian ini seperti yang telah diuraikan sebelumya hanya mengambil sampel untuk wilayah dengan jaringan rantai pasok yang melibatkan prosesor sebagai salah satu pelaku rantai pasok. Peranan prosesor di dalam rantai pasok hanya terbatas sebagai perantara sehingga konsentrasi risiko lebih terfokus kepada risiko harga dan risiko pasokan (Tabel 9). Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa pada tingkatan pelaku prosesor nilai bobot risiko yang paling tinggi berada pada risiko harga karena pendistribusian profit yang tidak adil pada jaringan rantai pasok. Indikasi ini terlihat dari dominasi dan tingginya variabel risiko harga pada tingkat prosesor. Dominasi terlihat dari variabel risiko harga bahan baku dengan persentase 90,82 % sampai kepada variabel risiko kenaikan biaya tenaga kerja hampir 100 % untuk prosesor yang membutuhkan tenaga kerja dalam membantu pelaksanaan usahanya.
51
Tabel 9 Variabel risiko tingkat prosesor. Fakor risiko Variabel pasokan
Variabel risiko Kuantitas pasokan Sumber air Proses Standarisasi organik perlakuan peralatan Standarisasi proses Standarisasi organik inventori Permintaan Pemenuhan pesanan Kelebihan pasokan ke downstream Produk reject Harga Harga bahan baku Harga jual produk Kenaikan biaya tenaga kerja Kenaikan biaya peralatan penunjang Sumber : Data primer 2012
Peluang risiko (%) 72,45 0,00 75,51 0,00 42,86 89,80 0,00 2,04 90,82 12,24 100,00 98,98
Perbandingan antara marjin keuntungan yang diperoleh dengan biaya operasional yang diperlukan untuk mobilisasi pengumpulan kopi dari petani menjadi faktor penyebab risiko harga di tingkat prosesor menjadi sangat tinggi. Kondisi ini diperparah dengan jumlah pasokan yang tidak memadai dari petani yang ditandai dengan persentase variabel risiko kuantitas pasokan yang tinggi yaitu 72,45 %. Perolehan profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional menyebabkan
kinerja
prosesor
menjadi
sangat
rendah.
Kompleksitas
permasalahan ini bermuara kepada penurunan profit koperasi yang juga ikut dirasakan oleh pelaku di bawahnya (Upstream). Untuk risiko kualitas poduk organik tidak begitu tinggi karena dalam prakteknya semua pasokan dari prosesor kepada kolektor belum ada pemeriksaan standar kualitas organik produk. Sehingga hampir semua pasokan dari prosesor lolos dan diterima oleh kolektor. Indikasi ini dapat dilihat dari variabel risiko produk reject yang sangat rendah yaitu 2,04 % yang berarti peluang terjadinya risiko pengembalian produk dari kolektor sangat rendah. Mekanisme pendistribusian harga yang adil berdasarkan risiko usaha yang ditanggung prosesor perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan ini melalui mekanisme penetapan harga jual yang berimbang.
52
4.2.3. Identifikasi Risiko Tingkat Kolektor Berdasarkan hasil identifikasi risiko tingkat kolektor ternyata risiko harga mempunyai bobot yang paling tinggi. Penggelembungan risiko kualitas produk kopi organik dari petani ikut dirasakan oleh pelaku tingkat kolektor. Secara lebih rinci variabel risiko yang menjadi penyebab tingginya bobot risiko di tingkat kolektor dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10 Variabel risiko tingkat kolektor. Fakor risiko Variabel risiko Pasokan Kuantitas pasokan Sumber air Proses Standarisasi organik perlakuan peralatan Standarisasi proses Standarisasi organik inventori Permintaan Pemenuhan pesanan Kelebihan pasokan Harga Harga bahan baku Kenaikan biaya tenaga kerja Kenaikan harga input penunjang Penurunan harga jual kopi Biaya transportasi Sumber : Data primer 2012
Peluang risiko (%) 73,09 50,00 80,77 76,92 69,23 88,46 0,00 86,15 100,00 100,00 54,23 46,15
Persentase variabel risiko kuantitas pasokan yang tinggi yaitu 73,.08 % tidak berdampak nyata terhadap kolektor disebabkan dominasi variabel risiko yang rendah terhadap faktor risiko yang ada. Penurunan kualitas organik produk di tingkat kolektor sebagian disebabkan karena risiko pada proses penjemuran yang merupakan bagian dari variabel risiko standarisasi proses yaitu 76,92 % diikuti variabel risiko penanganan peralatan serta inventori sesuai prosedur masing-masing 80,77 % dan 69,23 % sehingga kualitas organik produk ikut menurun.
Sementara
sebagian
besar
risiko
lainnya
disebabkan
faktor
penggelembungan risiko kualitas organik produk dari petani. Risiko harga di tingkat kolektor disebabkan karena nilai harga jual produk yang belum sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Kenaikan biaya tenaga kerja, biaya input penunjang, biaya transportasi serta mahalnya harga bahan baku menjadi penyebab risiko harga di tingkat kolektor menjadi tinggi. Fluktuasi harga jual dengan indikasi variabel risiko penurunan harga jual yang
53
cukup tinggi yaitu 54,23 % ikut menjadi penyebab tingginya risiko harga. Penetrasi dari eksportir di luar struktur jaringan rantai pasok juga menjadi penyebab terjadinya fluktuasi harga di tingkat kolektor. Oleh karena itu mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) dengan profit yang diperoleh melalui penetapan harga jual yang berimbang diperlukan utuk mengatasi persoalan ini. Koordinasi rantai pasok yang baik sangat diperlukan untuk mengontrol mekanisme penyeimbangan risiko
(balancing risk) dan
distribusi profit. Koordinasi juga bermanfaat untuk memproteksi jaringan rantai pasok terhadap gangguan eksportir dari luar struktur yang ada sehingga mekanisme penyeimbangan risiko
(balancing risk) yang dilakukan bekerja
dengan baik. 4.2.4. Identifikasi Risiko Tingkat Koperasi Berdasarkan hasil identifikasi risiko tingkat koperasi diperoleh faktor risiko dominan terdapat pada kuantitas, kualitas serta harga. Rendahnya kuantitas pasokan merupakan penyebab risiko pasokan di tingkat koperasi menjadi tinggi. Risiko pasokan juga berdampak kepada variabel risiko kontrak yang menyebabkan bobot risiko harga di tingkat koperasi ikut meningkat. Tingkat frekuensi penalti kontrak yang tinggi dari pihak importir kepada koperasi selaku eksportir disebabkan karena koperasi tidak mampu memenuhi kuantitas pasokan yang disepakati selama periode yang telah ditetapkan. Akibatnya koperasi harus menanggung risiko pemotongan sejumlah harga dari harga jual normal yang belaku di kontrak. Koperasi telah berusaha melakukan perbaikan dengan meninjau ulang periode kontrak serta kuantitas pasokan yang telah disepakati tetapi hasilnya tidak signifikan dalam mengurangi bobot risiko pasokan dan harga yang ditanggung koperasi. Jumlah pasokan yang semakin menurun mengakibatkan nilai kuantitas pasokan yang disepakati didalam kontrak dalam peride bersangkutan tetap tidak terpenuhi. Kualitas pasokan yang rendah dari kolektor sebagai akibat faktor penggelembungan risiko dari kualitas pasokan petani yang rendah mengakibatkan terjadinya penurunan harga jual produk ditingkat koperasi. Indikasi ini yang menyebabkan risiko harga di tingkat koperasi tinggi yaitu 69.01 %. Koordinasi yang buruk menyebabkan ketidakstabilan jumlah pasokan sehingga kinerja
54
koperasi dalam memenuhi permintaan exportir juga menjadi rendah. Rincian dari variabel risiko yang menyebabkan bobot risiko pasokan dan harga di tingkat koperasi menjadi tinggi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Variabel risiko tingkat koperasi. Fakor risiko Pasokan
Variabel risiko Kuantitas pasokan Sumber air Proses Standarisasi organik perlakuan peralatan Proses standarisasi organik Pengolahan kopi Permintaan Pengemasan Pengananan transportasi sesuai standar organik Permintaan Harga Kenaikan biaya transportasi Kontrak Kelebihan pasokan Harga bahan baku Kenaikan biaya tenaga kerja Kenaikan harga input penunjang Penurunan harga jual Sumber : Data primer 2012
Peluang risiko (%) 40,85 0,00 8,00 15,00 12,50 0,00 0,00 40,85 29,30 46,67 0,00 30,56 5,63 4,23 29,01
Mekanisme koordinasi rantai pasok untuk mengatur jalur pasokan agar tetap stabil sangat diperlukan koperasi dalam mengurangi variabel-variabel risiko yang menyebabkan rendahnya kualitas dan kuantitas pasokan. Peningkatan kemampuan petani dalam melaksanakan budidaya pertanian secara organik dapat dilakukan melalui mekanisme penyeimbangan risiko (balancing risk) dengan penetapan harga jual yang berimbang. 4.3. Evaluasi risiko rantai pasok Evaluasi risiko rantai pasok dilakukan untuk mengetahui bobot risiko yang ditanggung oleh setiap tingkatan pelaku rantai pasok dengan melakukan agregasi terhadap variabel risiko pada masing – masing tingkatan pelaku rantai pasok. Untuk menghindari efek bias dalam penilaian bobot risiko tingkatan pelaku rantai pasok maka beberapa variabel risiko yang merupakan faktor penggelembungan risiko tidak diperhitungkan kecuali berdampak langsung terhadap pelaku rantai
55
pasok. Proses agregasi juga dilakukan terhadap beberapa variabel risiko berdasarkan dampak dari risiko terhadap pelaku rantai pasok (Tabel 12) Tabel 12 Evaluasi bobot risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok Petani Prosesor Kolektor Koperasi Variabel risiko * (%) (%) (%) (%) Standarisasi bibit organik 81,63 Sejarah lahan 96,94 Sumber air 66,33 Degradasi kesuburan lahan 79,59 Standarisasi penanganan hama organik 86,73 Penanganan hama secara umum 19,39 Standarisasi organik perlakuan peralatan 71,43 8,00 Standarisasi organik penanganan lahan 83,67 Standarisasi organik pemanenan 100,00 Standarisasi proses 42,86 11,20 15,00 Standarisasi organik inventori 48,98 Ketinggian tempat 38,78 Pemesanan 91,84 15,60 Kuantitas pasokan 15,41 Kepastian pasar 97,96 Kesesuian harga jual 86,73 4,24 9,10 12,90 Penurunan harga jual produk Kecukupan modal 91,84 Product reject 2,04 Harga bahan baku Biaya Transportasi 9,20 Kontrak 14,60 Bobot risiko pelaku -0,74 0,03 0,1 0,14 Sumber : Data primer 2012 *) Daftar periksa standar mutu organik internasional PT. XYZ Dari Tabel 11 diketahui ternyata bobot risiko yang ditanggung oleh petani didalam struktur rantai pasok sangat tinggi yaitu 0,74 sementara profit yang dperoleh dari harga jual produk kopi organik tidak sebanding dengan besarnya risiko yang ditanggung. Nilai bobot risiko petani berbanding terbalik dengan koperasi sebagai distributor kopi yang hanya menanggung bobot risiko sebesar 0,32. Kondisi ini tidak seimbang dengan konsentrasi profit rantai pasok yang lebih banyak berada di tingkat koperasi. Dari uraian risiko dan dampak yang terjadi terhadap setiap pelaku rantai pasok diatas terlihat bahwa model mitigasi risiko melalui pendekatan distribusi
56
risiko sangat diperlukan dalam membangun rancangan rantai pasok agroindustri kopi organik di Aceh Tengah. Rancangan model distribusi risiko tidak lagi harus terfokus untuk
menjaga
kesinambungan
pasokan tetapi
sekaligus
bisa
meningkatkan profit pelaku rantai pasok. Mekanisme seperti ini akan mempermudah proses transparansi harga di tingkat koperasi kepada pelaku dibawahnya (Upstream). Pendekatan model distribusi risiko juga memberikan keuntungan kepada koperasi dalam hal posisi tawar (bargaining position) terhadap importir. Posisi tawar bisa diartikan sebagai peningkatan nilai harga jual produk di tingkat koperasi maupun pengurangan risko penalti kontrak. Kerangka kerja model distribusi risiko dalam menanggulangi kompleksitas risiko pelaku rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 19. Peningkatan kualitas pasokan
petani
prosesor
kolektor
pendistribusi profit
Peningkatan kuantitas pasokan
Koperasi
Transparansi harga jual
Model risk sharing ?
Gambar 19 Kerangka kerja model distribusi risiko rantai pasok kopi organik