Indonesian National Assessment Program (INAP)
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A.
Latar Belakang ......................................................................................... 1
B.
Tujuan ....................................................................................................... 4
C.
Ruang Lingkup ......................................................................................... 5
D.
Manfaat ..................................................................................................... 5
LANDASAN TEORI .............................................................................................. 6 A.
Pembelajaran Matematika SD/MI ............................................................ 6
B.
Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar ............................... 11
C.
Tes .......................................................................................................... 15
D.
Ragam Bentuk Soal ................................................................................ 18
E.
Teori Respons Butir pada Data Dikotomi .............................................. 24
F.
Teori Respons Butir pada Data Politomi ................................................ 25
G.
Kecocokan Model ................................................................................... 29
H.
Variabel yang Diukur ............................................................................. 31
I.
Strategi Asesmen ................................................................................... 33
J.
Siklus Asesmen ...................................................................................... 34
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 35 A.
Target Populasi ....................................................................................... 35
B.
Sampel .................................................................................................... 35
C.
Instrumen Penelitian ............................................................................... 35
D.
Strategi Pengumpulan Data .................................................................... 37
E.
Kerangka Kerja Pengembangan Instrumen ............................................ 37
F.
Pelaksanaan Kegiatan Survei ................................................................. 39
KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA DAN KARAKTER BUTIR ............. 44 A.
Kemampuan Matematika Siswa ............................................................. 44
B.
Siswa DIY dan Kaltim Terhadap Benchmark Internasional .................. 46
C.
Karakter butir soal INAP nasional dibandingkan dengan soal internasional ........................................................................................... 48
D.
Contoh butir-butir soal INAP yang setara dengan soal internasional .... 51
LATAR BELAKANG SISWA DAN NILAI MATEMATIKA ........................... 56 LATAR BELAKANG GURU DAN KEMAMPUAN MATEMATIKA ............. 92
Indonesian National Assessment Program (INAP)
ii
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 130 A.
Kesimpulan ........................................................................................... 130
B.
Saran ..................................................................................................... 131
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 133
Indonesian National Assessment Program (INAP)
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Mutu sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan bagi kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, mutu sumber daya manusia yang baik lebih penting daripada sumber daya alam yang melimpah. Mutu sumber daya manusia yang baik hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang baik dan bermutu. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak dapat ditawar dalam rangka meningkatkan mutu SDM bangsa Indonesia yang siap dan mampu bersaing dalam pergaulan dan pasar kerja global saat ini. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa permasalahan pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan memperlihatkan berbagai kendala yang meng-hambat tercapainya tujuan pendidikan seperti diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rendahnya mutu pendidikan ini dapat terlihat dari berbagai indikator mikro, seperti: hasil studi Trends in International Mathematic and Science Study (TIMSS), yang bertujuan mengetahui perkembangan matematika dan sains peserta didik usia 13 tahun (SMP/MTs kelas VIII) belum menunjukkan prestasi yang memuaskan. Peserta didik Indonesia dalam kemampuan matematika pada tahun 1999 hanya mampu menempati peringkat 34 dari 38 negara, kemampuan dalam bidang sains berada di urutan ke 32. Pada tahun 2003 kemampuan matematika peserta didik Indonesia berada pada peringkat 35 dari 46 negara, sedangkan untuk kemampuan dalam bidang sains berada di urutan ke 37. Selanjutnya, pada tahun 2007 prestasi Indonesia tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu kemampuan matematika berada pada peringkat 36 dari 48 negara dan kemampuan sains berada pada peringkat 35. Keprihatinan yang sama dapat dilihat dalam laporan studi Programme for International Student Assessment (PISA). Pada
tahun 2000 prestasi literasi
membaca (reading literacy) bagi peserta didik Indonesia usia 15 tahun berada
Indonesian National Assessment Program (INAP)
1
pada peringkat 39 dari 41 negara, prestasi literasi matematika (mathematical literacy) berada pada peringkat 39, dan prestasi literasi sains (scientific literacy) berada pada peringkat 38. Pada tahun 2003, untuk literasi membaca peserta didik Indonesia berada di peringkat 39 dari 40 negara peserta, literasi matematika berada di peringkat 38, dan untuk literasi sains berada pada peringkat 38. Pada tahun 2006 prestasi literasi membaca peserta didik Indonesia berada pada peringkat 48 dari 56 negara, literasi matematika berada pada peringkat 50 dari 57 negara, dan literasi sains berada pada peringkat 50 dari 57 negara. Hasil studi PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) tahun 2006 dalam bidang membaca pada anak-anak kelas IV sekolah dasar di seluruh dunia di bawah koordinasi The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang diikuti 45 negara/negara bagian, baik berasal dari negara maju maupun dari negara berkembang, memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke 41. Secara nasional, mutu prestasi peserta didik kelas IX SMP/MTs, kelas XII SMA/MA berdasarkan ujian nasional (UN) masih sangat bervariasi dilihat dari rata-rata nasional setiap mata pelajaran. Hasil UN baik pada tahun 2006, 2007, maupun 2008 menunjukkan rentang nilai terendah dan tertinggi masih di atas 9 dari skala 10; yang menunjukkan bahwa perbedaan peserta didik kemampuan terendah dan kemampuan tertinggi masih terlampau jauh. Standar deviasi hasil UN dari tahun ke tahun pun menunjukkan peningkatan yang berarti keragaman nilai semakin bervariasi. Sebagai contoh mata pelajaran matematika; pada tahun 2006 untuk jenjang SMP/MTs standar deviasi meningkat dari 1,10 menjadi 1,61 di tahun 2008, dan untuk jenjang SMA/MA, standar deviasi meningkat dari 0,90 di tahun 2006 menjadi 1,58 di tahun 2008. Keberagaman ini menunjukkan lebarnya penyebaran kemampuan matematika peserta didik di tahun 2008 dibandingkan tahun 2006. Rerata nilai matematika dan bahasa Indonesia di tingkat SMP/MTs-pun menunjukkan trend penurunan. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan pemantauan mutu pendidikan secara periodik dan sistematik agar diperoleh hasil yang lebih
Indonesian National Assessment Program (INAP)
2
menyeluruh dari permasalahan yang dihadapi, sehingga kebijakan yang diambil dapat sinkron dengan permasalahan yang ada dan dapat menjawab pertanyaan yang sering muncul sehubungan dengan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Hasil pemantauan mutu yang dilakukan secara periodik dan sistematik ini juga dapat mendiagnosa sehat tidaknya sistem pendidikan yang sedang berlaku, baik di tingkat nasional maupun provinsi/kabupaten/ kota. Selama ini di Indonesia belum ada mekanisme yang terlembaga yang memantau mutu secara periodik dan sistematik. Di negara maju sistem pemantauan mutu sudah berjalan dengan baik dan terlembaga, seperti di Amerika (NAEP), juga di negara berkembang telah terbukti bahwa asesmen yang terlembaga dan dilaksanakan secara profesional sangat berguna untuk menyusun kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu, seperti di Chili. Berdasarkan kenyataan ini, mengembangkan sistem pemantauan melalui asesmen secara nasional yang terlembaga bagi Indonesia sangatlah penting, mengingat Indonesia sangat besar dan heterogen dilihat dari berbagai aspek. Dengan adanya sistem pemantauan terlembaga yang dilakukan secara periodik dan sistematik, dapat dikembangkan kebijakan yang tepat sesuai hasil diagnosa pemantauan ini, kemudian dapat dibuat laporan secara berkala, mana yang berhasil dan mana yang tidak berhasil sebagai akuntabilitas kepada publik. Dalam arti pendidikan diarahkan kepada sistem yang transparan, akuntabel, dan demokratis. Sehubungan dengan hal tersebut, Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdik-nas membentuk sistem pemantauan mutu yang terlembaga di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pemantauan mutu dilakukan melalui survei yang disebut Indonesian National Assessment Program (INAP). Survei ini bersifat “longitudinal” untuk memantau mutu pendidikan secara nasional pada satuan pendidikan SD/MI (kelas I – VI), SMP/MTs (kelas VII – IX), dan SMA/MA (kelas X – XII). Berdasarkan survei longitudinal ini diperoleh data tentang mutu pendidikan yang valid, tidak hanya menggambarkan pencapaian kemampuan peserta
didik,
tetapi
juga
faktor-faktor
Indonesian National Assessment Program (INAP)
yang
mempengaruhinya.
Pada
3
implementasinya, survei INAP dilakukan bertahap dengan membidik target kelas yang berbeda di setiap tahunnya hingga satu kurun siklus pelaksanaan. Diharapkan melalui pengambilan
keputusan
INAP, berbagai pihak
mengenai
pendidikan,
yang terlibat dalam
antara
lain
Kementerian
Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Bappenas, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, DPR/DPRD, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat akan memperoleh informasi secara berkala, sistematis, dan ilmiah. Permasalahan yang dapat dirumuskan dari uraian tersebut adalah: (1) belum adanya sistem pemantauan yang terlembaga di Indonesia. Kalaupun ada, sifatnya adalah adhoc; (2) kurangnya kemampuan Provinsi, Kabupaten/Kota untuk melakukan survei dalam rangka memantau mutu pendidikan, (3) belum adanya informasi secara berkala dan terbuka kepada masyarakat luas mengenai perkembangan mutu pendidikan, baik di tingkat Provinsi, maupun Kabupaten/ Kota, terlebih lagi dalam hubungannya dengan kebijakan yang sudah diambil (transparansi dan akuntabilitas), dan (4) belum disusunnya pengambilan kebijakan yang berdasarkan hasil analisis terhadap data atau informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan mutu.
B. Tujuan Tujuan INAP adalah melakukan pemantauan mutu pendidikan untuk: 1. Membentuk sistem pemantauan mutu pendidikan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang terlembaga. 2. Meningkatkan kemampuan provinsi, kabupaten/kota untuk melakukan survei dalam rangka memantau mutu pendidikan. 3. Membandingkan tingkat keberhasilan program pendidikan (prestasi) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota 4. Mengidentifikasi domain konten dan kognitif yang belum dikuasai/lemah. 5. Mengidentifikasi variabel latar belakang peserta didik, guru, dan sekolah yang menentukan keberhasilan peserta didik.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
4
6. Memantau tingkat ketercapaian pembelajaran dari waktu ke waktu secara periodik dan sistematik. 7. Menyusun laporan tingkat ketercapaian pembelajaran pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
C. Ruang Lingkup Ruang lingkup survei ini meliputi: 1. Objek survei ini adalah peserta didik kelas IV SD/MI Negeri dan Swasta di 2 Provinsi INAP (Kalimantan Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta) 2. Kemampuan yang diukur adalah kemampuan matematika, membaca, dan IPA. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik baik dari latar belakang peserta didik, guru, maupun sekolah dijaring melalui angket yang diberikan kepada peserta didik, guru, dan kepala sekolah.
D. Manfaat Manfaat dari hasil analisis terhadap data atau informasi INAP adalah: 1. Orang tua dapat mengetahui ketercapaian prestasi peserta didik serta faktorfaktor yang mempengaruhinya. 2. Guru dapat memanfaatkan informasi untuk perbaikan proses pembelajaran. 3. Kepala sekolah dapat memanfaatkan informasi untuk merencanakan dan memperbaiki program manajemen sekolah, termasuk kegiatan pembelajaran. 4. Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota), Kemdiknas (Dikdasmen, PMPTK, LPMP), Kementerian Agama, Bappenas, Kementerian Keuangan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Parlemen, Perguruan Tinggi, Pengembang Kurikulum, dan lain-lain akan dapat memanfaatkan informasi dari INAP yang tersedia secara berkala, sistematis, dan ilmiah. 5. Masyarakat secara luas dapat memperoleh informasi secara berkala dan terbuka mengenai perkembangan mutu pendidikan baik di tingkat Nasional maupun Provinsi, atau Kabupaten/Kota, terlebih lagi dalam hubungannya dengan kebijakan yang sudah diambil (transparansi dan akuntabilitas).
Indonesian National Assessment Program (INAP)
5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Matematika SD/MI Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan disebut matematika sekolah. Matematika sekolah atau School Mathematics adalah unsur atau bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan
dan
berorientasi
kepada
kepentingan
kependidikan
dan
perkembangan IPTEK (R.Soedjadi, 2000:3). Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Tujuan diberikannya matematika di sekolah menurut Moch. Masykur dan Abdul Halim (2007:36) adalah untuk mempersiapkan siswa agar bisa menghadapi perubahan kehidupan dan dunia yang selalu berkembang dan sarat perubahan, melalui latihan bertindak atas dasar kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Tujuan umum pembelajaran matematika di sekolah adalah penataan nalar, pembentukan sikap siswa dan keterampilan dalam penerapan ilmu matematika. Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI
Indonesian National Assessment Program (INAP)
6
meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) Bilangan, (2) Geometri dan pengukuran, dan (3) Pengolahan data. Kurikulum yang diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah mulai tahun pelajaran 2006/2007 adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab 1 Pasal 1, KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP dibuat berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). KTSP memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Guru diberi otonomi dalam menjabarkan kurikulum dan siswa sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Guru leluasa memilih bahan ajar yang sesuai dengan kondisi sekolah dan kemampuan peserta didiknya. Selain itu, siswa diharapkan dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Selain itu, implementasi KTSP diharapkan dapat memenuhi standarisasi evaluasi belajar siswa. Berikut standar kompetensi dan kompetensi dasar pada jenjang SD/MI yang menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
7
Kelas I, Semester 1 Standar Kompetensi Bilangan 1. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20
Kompetensi Dasar 1.1 Membilang banyak benda 1.2 Mengurutkan banyak benda 1.3 Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 1.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan sampai 20 Geometri dan Pengukuran 2.1 Menentukan waktu (pagi, siang, malam), hari, 2. Menggunakan dan jam (secara bulat) pengukuran waktu dan 2.2 Menentukan lama suatu kejadian berlangsung panjang 2.3 Mengenal panjang suatu benda melalui kalimat sehari-hari (pendek, panjang) dan membandingkannya 2.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu dan panjang 3. Mengenal beberapa 3.1 Mengelompokkan berbagai bangun ruang bangun ruang sederhana (balok, prisma, tabung, bola, dan kerucut) 3.2 Menentukan urutan benda-benda ruang yang sejenis menurut besarnya Kelas I, Semester 2 Standar kompetensi Bilangan 4. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah
Kompetensi Dasar 4.1 Membilang banyak benda 4.2 Mengurutkan banyak benda 4.3 Menentukan nilai tempat puluhan dan satuan 4.4 Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka 4.5 Menggunakan sifat operasi pertukaran dan pengelompokan 4.6 Menyelesaikan masalah yang melibatkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka Geometri dan Pengukuran 5.1 Membandingkan berat benda (ringan, berat) 5. Menggunakan 5.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan pengukuran berat dengan berat benda 6. Mengenal bangun datar 6.1 Mengenal segitiga, segi empat, dan lingkaran sederhana 6.2 Mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya
Indonesian National Assessment Program (INAP)
8
Kelas II, Semester 1 Standar kompetensi Bilangan 1. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500
Kompetensi Dasar 1.1 Membandingkan bilangan sampai 500 1.2 Mengurutkan bilangan sampai 500 1.3 Menentukan nilai tempat ratusan, puluhan, dan satuan 1.4 Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500 Geometri dan Pengukuran 2.1 Menggunakan alat ukur waktu dengan satuan 2. Menggunakan jam pengukuran waktu, panjang 2.2 Menggunakan alat ukur panjang tidak baku dan berat dalam pemecahan dan baku (cm, m) yang sering digunakan masalah 2.3 Menggunakan alat ukur berat 2.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan berat benda Kelas II, Semester 2 Standar Kompetensi Bilangan 3. Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka Geometri dan Pengukuran 4. Mengenal unsur-unsur bangun datar sederhana Kelas III, Semester 1
Kompetensi Dasar 3.1 Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka 3.2 Melakukan pembagian bilangan dua angka 3.3 Melakukan operasi hitung campuran 4.1 Mengelompokkan bangun datar 4.2 Mengenal sisi-sisi bangun datar 4.3 Mengenal sudut-sudut bangun datar
Standar Kompetensi Bilangan 1. Melakukan operasi hitung bilangan sampai tiga angka
Kompetensi Dasar 1.1 Menentukan letak bilangan pada garis bilangan 1.2 Melakukan penjumlahan dan pengurangan tiga angka 1.3 Melakukan perkalian yang hasilnya bilangan tiga angka dan pembagian bilangan tiga angka 1.4 Melakukan operasi hitung campuran 1.5 Memecahkan masalah perhitungan termasuk yang berkaitan dengan uang Geometri dan Pengukuran 2.1 Memilih alat ukur sesuai dengan fungsinya 2. Menggunakan pengu(meteran, timbangan, atau jam) kuran waktu, panjang dan 2.2 Menggunakan alat ukur dalam pemecahan berat dalam pemecahan masalah masalah 2.3 Mengenal hubungan antar satuan waktu, antar satuan panjang, dan antar satuan berat
Indonesian National Assessment Program (INAP)
9
Kelas III, Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 3.1 Mengenal pecahan sederhana Bilangan 3. Memahami pecahan 3.2 Membandingkan pecahan sederhana sederhana dan penggu3.3 Memecahkan masalah yang berkaitan naannya dalam pemecahan dengan pecahan sederhana masalah Geometri dan Pengukuran 4.1 Mengidentifikasi berbagai bangun datar 4. Memahami unsur dan sederhana menurut sifat atau unsurnya sifat-sifat bangun datar 4.2 Mengidentikasi berbagai jenis dan besar sederhana sudut 5. Menghitung keliling, luas 5.1 Menghitung keliling persegi dan persegi persegi dan persegi panjang, panjang serta penggunaannya dalam 5.2 Menghitung luas persegi dan persegi pemecahan masalah panjang 5.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling, luas persegi dan persegi panjang Kelas IV, Semester 1 Standar Kompetensi Bilangan 1. Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah
Kompetensi Dasar
1.1 Mengidentifikasi sifat-sifat operasi hitung 1.2 Mengurutkan bilangan 1.3 Melakukan operasi perkalian dan pembagian 1.4 Melakukan operasi hitung campuran 1.5 Melakukan penaksiran dan pembulatan 1.6 Memecahkan masalah yang melibatkan uang 2. Memahami dan menggu- 2.1 Mendeskripsikan konsep faktor dan kelipatan nakan faktor dan keli-patan 2.2 Menentukan kelipatan dan faktor bilangan dalam pemecahan masalah 2.3 Menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dan faktor persekutuan terbesar (FPB) 2.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan KPK dan FPB Geometri dan Pengukuran 3.1 Menentukan besar sudut dengan satuan tidak 3. Menggunakan baku dan satuan derajat pengukuran sudut, panjang, 3.2 Menentukan hubungan antar satuan waktu, dan berat dalam pemecahan antar satuan panjang, dan antar satuan berat masalah 3.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan satuan waktu, panjang dan berat 3.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan satuan kuantitas 4. Menggunakan konsep 4.1 Menentukan keliling dan luas jajargenjang keliling dan luas bangun dan segitiga datar sederhana dalam 4.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan pemecahan masalah dengan keliling dan luas jajargenjang dan segitiga
Indonesian National Assessment Program (INAP)
10
Kelas IV, Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 5.1 Mengurutkan bilangan bulat Bilangan 5. Menjumlahkan dan 5.2 Menjumlahkan bilangan bulat mengurangkan bilangan bulat 5.3 Mengurangkan bilangan bulat 5.3 Melakukan operasi hitung campuran 6. Menggunakan pecahan 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya dalam pemecahan masalah 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan 7. Menggunakan lambang 7.1 Mengenal lambang bilangan Romawi bilangan Romawi 7.2 Menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi dan sebaliknya Geometri dan Pengukuran 8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang 8. Memahami sifat bangun sederhana ruang sederhana dan 8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan kubus hubungan antar bangun datar 8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan bangun datar simetris 8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar
B. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar Pengukuran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu yang disebut objek pengukuran (Djaali & Pudji Muljono, 2008:2). Pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang siswa telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran bersifat kuantitatif. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu, sedangkan mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Pengukuran hasil belajar dilakukan dengan menggunakan tes. Berdasarkan standarisasinya, tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar ada dua yaitu tes baku dan tes buatan guru (Djaali & Pudji Muljono, 2008:4).
Indonesian National Assessment Program (INAP)
11
Adapun terkait penilaian, menurut Suharsimi Arikunto (2010:3), menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian merupakan suatu tindakan atau proses menentukan nilai sesuatu objek (Djaali & Pudji Muljono, 2008:2). Penilaian bersifat kualitatif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab 1 pasal 1, penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Nana Sudjana, 1989:3). Berdasarkan pengertian tersebut, penilaian berarti menilai sesuatu. Menilai mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit dan sebagainya. Penilaian dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa. Selain itu, untuk pengambilan keputusan dalam menentukan keberhasilan mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran yang dilakukan dalam bentuk ujian sekolah/ madrasah. Sedangkan penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu yang dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Tentang pengertian evaluasi, menurut Norman E. Gronlund & Robert L. Linn (1990: 5), evaluasi merupakan suatu proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi untuk menentukan besarnya tujuan pembelajaran yang dicapai siswa. Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas objek yang dievaluasi. Evaluasi hasil belajar digunakan untuk menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan- tujuan kurikuler.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
12
Berdasarkan pengertian pengukuran, penilaian, dan evaluasi di atas, maka jelas bahwa pengukuran, penilaian dan evaluasi saling berkaitan, namun berbeda dan pelaksanaannya. Pengukuran adalah langkah awal dari kegiatan evaluasi. Penilaian tidak dapat terjadi tanpa pengukuran. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai, dilakukan pengukuran. Kegiatan mengukur dan menilai itulah yang disebut dengan evaluasi. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Nana Sudjana,1989:22). Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran. Menurut Anas Sudijono (1998:50), Bloom membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif menjadi enam, yaitu pengetahuan
(knowledge),
pemahaman
(comprehension),
aplikasi
(application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan evaluasi (evaluation), namun telah direvisi oleh Lorin W. Anderson dan David R.Krathwohl (2001) menjadi mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), menciptakan (create). Perbaikan Lorin W. Anderson and David R.Krathwohl memadukan jenis pengetahuan yang akan dipelajari dan proses yang digunakan untuk belajar (proses kognitif). Pengetahuan terbagi dalam pengetahuan faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan meta kognitif (metacognitive knowledge).
Indonesian National Assessment Program (INAP)
13
Tabel 1. Aspek Kognitif dalam Taksonomi Bloom yang Direvisi Oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl (2001)
Aspek kognitif 1. Mengingat (remember) 1.1 Mengenali (recognizing)
1.2 Memunculkan kembali (recalling) 2. Memahami (understand) 2.1 Menterjemahkan (interpreting) 2.2 Mencontohkan (exemplifying) 2.3 Menggolongkan (classifying) 2.4 Meringkas (summarizing) 2.5 Menunjukkan (inferring) 2.6 Membandingkan (comparing) 2.7 Menerangkan (explaining) 3. Menerapkan (apply) 4. Menganalisis (analyze)
4.1 Membedakan (differentiating)
Keterangan Memunculkan kembali pengetahuan relevan dari kenangan jangka panjang (long-term memory). Menemukan pengetahuan di kenangan jangka panjang (long-term memory) yang konsisiten dengan bahan yang diberi. Contohnya pada soal benar-salah dan soal pilihan ganda. Memunculkan kembali pengetahuan relevan dari kenangan jangka panjang (long-term memory). Membangun konsep dari pesan instruksional, termasuk lisan, tertulis, komunikasi grafik. Menguraikan dengan kata-kata sendiri dari satu bentuk gambaran atau representasi. Menemukan contoh khusus atau gambaran dari konsep atau prinsip Mengetahui bahwa sesuatu mempunyai kategori. Mengintisarikan tema umum atau poin utama. Menarik kesimpulan logis dari informasi yang diberi. Mengetahui korespondensi antara dua gagasan, objek dan sejenisnya. Membangun hubungan sebab-akibat dari sebuah sistem. Menggunakan prosedur di dalam situasi tertentu. Membagi materi ke dalam bagian-bagian unsur pokoknya dan menentukan bagaimana bagianbagian tersebut berhubungan satu sama lain seperti sampai kepada maksud keseluruhan. Membedakan bahan yang diberikan, bagianbagian yang relevan dari yang tidak relevan, bagian-bagian yang penting dari yang tidak penting.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
14
4.2 Menyelenggarakan (organizing)
Menentukan bagaimana elemen sesuai atau berfungsi dalam struktur.
4.3 Mengaitkan (attributing)
Menentukan sudut pandang, prasangka, nilai atau maksud yang mendasari materi yang diberikan. Membuat keputusan berdasarkan kriteria atau ukuran tertentu.
5. Menilai (evaluate) 5.1 Memeriksa (checking)
5.2 Mengomentari (critiquing)
6. Menciptakan (create) 6.1 Menghasilkan (generating) 6.2 Merencanakan (planning) 6.3 Menghasilkan (producing)
Mengetahui ketidakkonsistenan atau kekeliruan dalam proses atau produk yang mempunyai konsistensi mendalam, mengetahui keefektifan prosedur saat dilaksanakan. Mengetahui ketidakkonsistenan antara produk dan kriteria eksternal, memutuskan apakah produk mempunyai ketetapan eksternal, mengetahui kepatutan prosedur untuk masalah yang diberikan. Penyatuan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk yang menyeluruh. Menghasilkan hipotesis alternatif yang berdasarkan kriteria. Memikirkan prosedur untuk menyelesaikan beberapa tugas. Menciptakan produk.
C. Tes Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Menurut Nana Sudjana (1989:35), tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1984:33), yang dimaksud tes hasil belajar (achievement tes) ialah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa-siswanya, dalam jangka waktu tertentu. Pendapat lain menyatakan bahwa tes hasil belajar dapat didefinisikan sebagai alat atau prosedur
Indonesian National Assessment Program (INAP)
15
sistematik untuk mengukur hasil belajar siswa (Cece Rakhmat dan Didi Suherdi, 1998/1999:67). Suatu kemajuan program pendidikan dibuktikan dengan peningkatan hasil yang diperoleh yang dapat dilihat dari hasil tes belajar. Meskipun fungsi utama dari tes hasil belajar adalah mengukur prestasi belajar siswa, bukan berarti tes hasil belajar semata-mata untuk memberikan angka di rapor. Umpan balik dari diadakannya tes hasil belajar adalah nilai. Anggapan yang salah adalah jika siswa beranggapan bahwa nilai menjadi tujuan utama dalam belajar, yang terkadang dicapai dengan cara apapun. Dengan demikian, tes tersebut akan memberikan hasil yang tidak sesuai dengan apa yang hendak diukur. Tes hasil belajar diharapkan mampu menjadi motivator siswa dalam belajar. Bentuk soal yang biasa dipakai dalam tes adalah soal pilihan ganda dan soal uraian. Keunggulan soal pilihan ganda yaitu dapat diskor dengan mudah, cepat, serta objektif dan mencakup ruang lingkup materi yang luas dalam suatu tes. Soal pilihan ganda menuntut peserta tes untuk memberikan jawaban atas pertanyaan atau pernyataan yang tercantum dalam pokok soal atau stem yang disertai dengan sejumlah kemungkinan jawaban. Pilihan jawaban terdiri atas jawaban yang benar yang disebut kunci jawaban, serta kemungkinan jawaban salah yang dinamakan pengecoh (distractor). Tugas peserta tes adalah memilih salah satu diantara jawaban yang tersedia, yang benar atau yang paling benar. Menurut Sumarna Surapranata (2004:133), bentuk soal pilihan ganda dibedakan menjadi dua macam yaitu bentuk soal dengan pokok soal (stem) pertanyaan dan bentuk soal dengan pokok soal (stem) pernyataan. Pada soal pilihan ganda berbentuk pertanyaan, stem disajikan dengan tanda tanya dan langsung ke arah permasalahan, sedangkan pada soal pilihan ganda berbentuk pernyataan, stem disajikan dengan empat buah titik di akhir kalimat yang terdapat pada stem atau dengan tiga buah titik (di awal kalimat atau di tengah kalimat). Menurut Ruseffendi (1991: 21), tipe soal yang cocok untuk assessment proses belajar siswa dalam mengerjakan soal sebagai suatu bentuk pengukuran
Indonesian National Assessment Program (INAP)
16
hasil belajar adalah soal yang bertipe uraian atau essay. Pada dasarnya tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Maka dalam tes uraian dituntut kemampuan siswa untuk menggeneralisasikan gagasannya melalui bahasan tulisan (Nana Sujana, 1992:35). Tipe essay test lebih bersifat power test. Pada tes ini hasil penilainnya relatif tergantung penilainya. Karena itu tes uraian ini subjektif. Tujuan utama tes berbentuk uraian adalah agar siswa dapat menunjukkan proses jawaban secara terperinci, tidak hanya hasil, misalnya membuktikan dan menghitung. Selain itu, tes uraian bisa digunakan untuk melatih ingatan dan kreativitas siswa dalam mengolah suatu jawaban. Kelebihan dari tes tertulis adalah: (a) Menyusunnya mudah, (b) Siswa bebas menjawab, (c) Siswa dilatih megemukakan pendapat, (d) Mudah disiapkan dan disusun, (e) Siswa tidak mudah berspekulasi, (f) Mendorong siswa untuk dapat mengemukakan pendapat dan serta menyusun dalam kalimat yang baik, (g) Ekonomis, karena menggunakan kertas yang sedikit. Adapun kelemahan tes uraian adalah: (a) Kadar validitas dan reliabilitas rendah, (b) Scope yang dinilai sempit, (c) Pemeriksaan yang sulit dan subjektif, (d) Hanya dapat diperiksa oleh penyusun tes atau pihak lain yang menguasai bidang yang sama, (e) Jawabannya heterogen, sehingga menyulitkan tester, (f) Baik-buruk tulisan, panjang pendek, tidak sama jawaban menimbulkan penskoran kurang objektif, dan (g) Adanya salah pengertian dalam memahami soal tes. Adapun cara mengatasi kelemahan tes uraian dapat dilakukan dengan cara: (a) Hendaknya penulis soal menentukan batasan jawab yang diharapkan agar jawaban tes tidak terlalu beraneka ragam, (b) Bahasa yang digunakan hendaknya seefisien mungkin, ringkas, tepat dan langsung pada permasalahan sehingga mudah dipahami oleh siswa, (c)
Jika soal diambil dari buku,
sebaiknya redaksinya dirubah menurut redaksi penulis soal, (d) Dalam pemeriksaan sebaiknya dilakukan pernomor soal bukan perorangan, (e) Untuk
Indonesian National Assessment Program (INAP)
17
mengurangi subyektivitas, ada baiknya jika hasil pemeriksaan yang telah kita lakukan, kembali kita periksa untuk yang kedua kalinya setelah beberapa waktu tertentu, (f) Sebelum soal-soal tes diujikan, kita membuat dulu kunci jawaban atau penyelesaiannya, atau paling tidak pokok-pokok jawabannya. Dalam mata pelajaran matematika dapat dibuat perkiraan skor atau nilai tertentu untuk setiap tahap penyelesaian yang diberikan oleh siswa. Langkah ini dimaksudkan agar setiap siswa mendapat nilai yang sesuai dengan langkah-langkah pengerjaannya yang benar. Terkait dengan penyusunan tes uraian agar diperoleh soal-soal yang berkualitas, perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini: a. Hendaknya tes meliputi ide-ide pokok bahan yang akan diteskan. b. Soal tidak sama persis dengan contoh yang ada pada catatan. c. Pada waktu menyusun soal, hendaknya juga dibuatkan kunci jawaban. d. Pertanyaan menggunakan kata tanya yang bervariasi. e. Hendaknya rumus yang digunakan dalam menjawab soal jelas dan mudah dipahami. f. Hendaknya ditegaskan model jawaban yang dikehendaki oleh pembuat, untuk itu harus spesifik dan tidak terlalu umum.
D. Ragam Bentuk Soal Soal adalah serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik, suatu soal terdiri atas sejumlah butir soal. Ciri khusus soal ialah selalu mempunyai jawaban benar atau salah. Pekerjaan atau jawaban peserta didik tersebut setelah diperiksa benar-salahnya akan menghasilkan skor yang selanjutnya dengan cara tertentu diubah menjadi nilai. Soal dibagi menjadi dua bentuk, yaitu soal bentuk uraian dan soal bentuk objektif. Kedua bentuk soal memiliki kelebihan disamping kekurangan. Pemilihan bentuk soal yang tepat ditentukan oleh tujuan ujian, jumlah peserta ujian, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban, cakupan materi, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan (Djemari Mardapi, 2008: 91).
Indonesian National Assessment Program (INAP)
18
1. Soal Bentuk Uraian Instrumen penilaian hasil belajar bentuk soal adalah instrumen untuk merekam hasil belajar peserta didik. Hasil belajar merupakan manifestasi tujuan belajar dalam bentuk kompetensi belajar. Oleh karenanya hasil belajar peserta didik berupa kompetensi hasil belajar, yang berisi dua hal: a. kompetensi aspek kognitif, afektif, dan/atau psikomotor; b. materi kimia dalam bentuk pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan/atau meta kognitif.
Pada soal bentuk uraian, butir soal berbentuk kalimat dan peserta didik harus menjawab dalam bentuk kalimat pula. Atas dasar hal ini, peserta didik harus memiliki kemampuan menulis kalimat dengan cara dan bahasa ilmiah yang benar. Pada soal bentuk objektif, butir soal berupa pertanyaan atau pernyataan dan diikuti dengan sejumlah alternatif jawaban. Peserta didik menjawab butir soal dengan memilih alternatif jawaban yang sudah disediakan Soal bentuk uraian terdiri atas butir-butir soal uraian. Butir soal uraian yang dimaksud di sini adalah butir soal yang mengandung pertanyaan yang jawabannya harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta didik. Pada butir soal bentuk uraian tidak tersedia alternatif jawaban. Dalam menjawab butir soal uraian peserta didik dituntut untuk menguraikan jawabannya dengan kata-kata sendiri dan cara sendiri. Jawaban dari peserta didik selalu berbeda dalam hal bentuk, cara, dan gaya bahasanya. Soal uraian disebut soal non objektif, karena penilaian yang dilakukan terhadap hasil ujian dengan soal bentuk ini cenderung dipengaruhi subjektivitas dari penilai (unsur pribadi penilai). Bentuk soal ini menuntut kemampuan peserta didik untuk menyampai-kan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Soal bentuk uraian memiliki kelebihan dibandingkan soal bentuk objektif, baik dalam cara penyusunannya maupun pelaksanaannya. Keunggulan bentuk soal ini dapat mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu
Indonesian National Assessment Program (INAP)
19
mulai dari aspek kognitif mengingat sampai mengevaluasi. Kelebihan lainnya adalah: a. cara menyusunnya lebih mudah daripada soal objektif, b. mengukur hasil belajar kompleks, yang tidak dapat diukur dengan soal objektif, c. peserta didik tidak dapat menebak jawaban.
Namun disamping kelebihan yang dimilikinya, soal uraian juga memiliki berbagai kekurangan, diantaranya: a. untuk koreksi diperlukan waktu lama, b. materi yang dicakup sangat terbatas, c. subjektivitas tinggi, d. reliabilitas rendah Untuk mengurangi subjektivitas yang tinggi, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu: a. jawaban tiap soal tidak dituntut terlalu panjang, sehingga dapat mencakup materi yang banyak, b. tidak melihat nama peserta ujian, c. memeriksa tiap butir soal dalam waktu bersamaan atau sesuai nomor soal, sehingga jika penilai kelelahan dalam mengoreksi dapat berhenti di nomor soal yang sama. Hal ini dilakukan karena suasana hati penilai sangat berpengaruh dalam menilai, dan d. menyiapkan pedoman penskoran dalam bentuk “tabel penskoran” atau “marking scheme” untuk setiap butir soal uraian yang berupa tahap-tahap perhitungan, sedangkan jika jawaban soal bersifat argumentatif, maka harus ditetapkan kata kunci yang harus ada dalam jawaban.
Soal uraian dibagi menjadi tipe uraian terbatas dan uraian bebas. Pada tipe soal uraian terbatas, jawaban peserta didik dibatasi rambu-rambu yang ditentukan dalam butir soal uraian tersebut. Jawaban peserta didik bersifat memusat
Indonesian National Assessment Program (INAP)
20
(konvergen). Ragam soal ini ada tiga yaitu ragam soal uraian melengkapi (isian), ragam soal uraian jawaban singkat, dan ragam soal uraian terbatas sederhana. Pada tipe soal uraian bebas, peserta didik bebas menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Jawaban peserta didik terhadap soal tersebut bersifat menyebar (divergen). Ragam butir soal ini ada dua, yaitu ragam soal uraian bebas sederhana dan ragam soal uraian bebas ekspresif. Pemberian skor soal uraian melengkapi dan jawaban singkat, cara menskornya sederhana. Skor tiap butir soal untuk jawaban benar adalah 1 (satu) dan skor tiap butir soal untuk jawaban salah adalah 0 (nol). Pemberian skor soal uraian terbatas sederhana, soal uraian bebas sederhana dan uraian bebas ekspresif, perlu dibuat cara penskorannya dengan suatu tabel penskoran atau marking scheme. Setiap langkah yang dijawab benar diberi skor, sehingga penskoran menjadi lebih objektif. Dalam menyusun soal bentuk uraian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya: a. Materi soal uraian merupakan materi yang tidak cocok diukur dengan soal objektif. b. Setiap butir soal menggunakan petunjuk dan rumusan yang jelas dan mudah dipahami sehingga tidak menimbulkan kebimbangan pada peserta didik. c. Jangan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih beberapa butir soal dari soal yang diberikan. d. Butir soal uraian mengarah pada aspek kognitif yang tinggi (C2 ke atas).
2. Soal Bentuk Objektif Soal bentuk objektif terdiri atas sejumlah butir soal. Butir soal objektif adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau pernyataan yang alternatif jawabannya telah disediakan. Peserta didik diminta memilih salah satu alternatif jawaban yang benar. Bentuk soal objektif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif. Soal uraian objektif sering digunakan pada bidang sains (IPA) dan teknologi atau bidang sosial yang
Indonesian National Assessment Program (INAP)
21
jawabannya sudah pasti dan hanya satu jawaban yang benar. Sedangkan soal uraian non objektif (esai) sering digunakan pada bidang ilmu sosial, yaitu jika jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar, tergantung argumentasi peserta ujian. Bentuk soal objektif pilihan ganda dan benar salah sangat tepat digunakan bila jumlah peserta ujian banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan materi yang diujikan banyak. Bentuk soal uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang batasnya jelas, seperti mata pelajaran fisika, kimia, biologi, atau IPA terpadu, matematika, dan teknik. Soal pada ujian bentuk ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat, memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil, dan menafsirkan hasilnya. Soal uraian objektif penskorannya juga jelas dan rinci. Secara umum soal berbentuk objektif memiliki beberapa kelebihan, yaitu: a. cara mengoreksi jawaban mudah, cepat, dan dapat dilakukan oleh siapapun, b. materi pokok kimia yang dicakup luas, c. objektivitas tinggi.
Sedangkan kekurangan soal objektif antara lain: a. cara menyusunnya sukar dan lama, b. hanya sesuai untuk mengukur hasil belajar pada aspek kognitif tingkat rendah (mengingat), c. ada kemungkinan peserta didik menebak jawaban.
Soal objektif dibagi menjadi tipe objektif benar-salah, objektif menjodohkan, dan objektif pilihan ganda. Jawaban soal objektif dapat diskor dengan mudah dan bersifat objektif. Umumnya dipakai dasar, bila jawaban butir soal benar skor adalah 1, sedangkan bila jawaban butir soal salah, skor adalah 0. Soal objektif bentuk pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar dari dimensi proses kognitif sederhana sampai dengan yang kompleks dan berkenaan dengan aspek mengingat, mengerti, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Butir soal objektif bentuk plihan ganda terdiri atas
Indonesian National Assessment Program (INAP)
22
pokok soal dan alternatif pilihan jawaban. Pokok soal disebut juga stem, yang dapat berbentuk pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Pilihan jawaban dapat berbentuk perkataan, bilangan, atau kalimat, dan disebut juga option. Kelebihan soal bentuk pilihan ganda adalah lembar jawaban dapat diperiksa dengan komputer, sehingga objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun membuat soal pilihan ganda yang baik tidak mudah, perlu tahapan validasi kualitatif dan kuantitatif yang harus ditempuh agar benar-benar diperoleh soal dengan kualitas yang baik, valid, dan reliabel. Soal berbentuk pilihan ganda memiliki kelebihan, diantaranya: a. cara penilaian dapat dilakukan dengan mudah, cepat, objektif, b. kemungkinan peserta didik menjawab dengan menebak dapat dikurangi, untuk option sebanyak 5 kemungkinan menebak adalah 20% dan option sebanyak 4 kemungkinan menebak adalah 25%, c. dapat digunakan untuk meneliti kemampuan peserta didik dalam menginterpretasi, memilih, dan menemukan pendapat, d. dapat digunakan berulang-ulang, dan e. sangat cocok untuk menilai kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip. Disamping kelebihan, soal berbentuk pilihan ganda memiliki kekurangan, yaitu: a. kebanyakan hanya digunakan untuk menilai ingatan, b. sukar menyusun soal yang benar-benar baik, c. memerlukan waktu dan tenaga yang banyak untuk menyusunnya.
Dalam menyusun soal pilihan ganda,, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya: a. Berilah petunjuk mengerjakan soal yang jelas. b. Jangan memasukkan materi yang`tidak relevan dengan apa yang sudah dipelajari peserta didik.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
23
c. Pernyataan pada pokok soal (stem) seharusnya merumuskan persoalan yang jelas dan berarti. d. Pernyataan dan alternatif jawaban (option) hendaknya merupakan kesatuan kalimat yang tidak terputus. e. Option hendaknya homogen dalam hal materi dan panjangnya, urutan bilangan dari besar ke kecil atau sebaliknya. f. Panjang option pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripada stem-nya. g. Usahakan agar stem dan option tidak mudah diasosiasikan. h. Dalam penyusunannya, pola kemungkinan jawaban yang benar hendaknya jangan sistematis. i. Harus diyakini bahwa hanya ada satu jawaban yang benar.
E. Teori Respons Butir pada Data Dikotomi Pada analisis butir dengan teori respons butir ada asumsi yang harus dipenuhi untuk analisis ini yakni independensi lokal dan unidimensi. Pada teori ini, pendekatan probabilistik untuk menyatakan hubungan antara kemampuan peserta dengan harapan menjawab benar. Hubungan ini dinyatakan dengan model logistik dengan parameter indeks kesukaran, indeks daya beda butir dan indeks tebakan semu (pseudoguessing). Pada model logistik tiga parameter dapat dinyatakan sebagai berikut (Hambleton, & Swaminathan, 1985 : 49; Hambleton, Swaminathan, & Rogers, 1991: 17; Baker, 2001 ).
Pi ( ) = ci + (1-ci) dengan
e Dai ( bi ) ……................…… (1) Dai ( bi ) 1 e
tingkat kemampuan peserta tes, Pi ( ) probabilitas peserta tes yang
memiliki kemampuan dapat menjawab butir i dengan benar, a i indeks daya pembeda, bi indeks kesukaran butir ke-i, c i indeks tebakan semu butir ke-i, e bilangan natural yang nilainya mendekati 2,718, n banyaknya butir dalam tes, dan
D faktor penskalaan yang harganya 1,7.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
24
Model 2 parameter dan model 3 parameter merupakan kasus khusus dari persamaan 1.
Model
2 parameter merupakan kasus khusus dari model 3
parameter, yakni ketika c=0. Model 1 parameter merupakan kasus khusus model 1 parameter, yakni ketika a=1. Fungsi informasi butir (item information functions) merupakan suatu metode untuk menjelaskan kekuatan suatu butir pada perangkat soal dan menyatakan kekuatan atau sumbangan butir soal dalam mengungkap kemampuan laten (latent trait) yang diukur dengan tes tersebut (Hulin, C.L., Drasgow, F. & Parsons, C.K. ,1983). Secara matematis, fungsi informasi butir didefinisikan sebagai berikut. Ii () =
P ( ) '
2
i
Pi ( )Qi ( )
…………………………………………................…
(2) dengan i merupakan 1,2,3,…,n, Ii () fungsi informasi butir ke-i, Pi () peluang peserta dengan kemampuan menjawab benar butir i, P'i () turunan fungsi Pi () terhadap , Qi () peluang peserta dengan kemampuan menjawab salah butir i. Fungsi informasi tes merupakan jumlah dari fungsi informasi butir-butir tes tersebut (Hambleton & Swaminathan, 1985: 94; De Gruijter, D.M. & van der Kamp, L.J.T., 2005). Berkaitan dengan hal ini, nilai fungsi informasi perangkat tes akan tinggi jika butir-butir penyusun tes mempunyai fungsi informasi yang tinggi pula. Fungsi informasi perangkat tes (I()) secara matematis dapat didefinisikan sebagai berikut. I () =
n
I i ( )
……………………………......................…….. (3)
i 1
F. Teori Respons Butir pada Data Politomi Selain model respons butir dikotomi, ada model lain yang dapat digunakan untuk menskor respons peserta terhadap suatu butir tes, yakni model politomi. Model-model politomi pada teori respons butir antara lain nominal resons model (NRM), rating scale model (RSM), partial credit model (PCM),
Indonesian National Assessment Program (INAP)
25
graded respons model (GRM) dan generalized partial credit model (GPCM) (Van der Linden & Hambleton, 1997). Model respons butir politomous dapat dikategorikan menjadi model respons butir nominal dan ordinal, tergantung pada asumsi karakteristik tentang data. Model respons butir nominal dapat diterapkan pada butir yang mempunyai alternatif jawaan yang tidak terurut (ordered) dan adanya berbagai tingkat kemampuan yang diukur. Pada model respons ordinal terjadi pada butir yang dapat diskor ke dalam banyaknya kategori tertentu yang tersusun dalam jawaban. Skala Likert diskor berdasarkan pedoman penskoran kategori respons terurut, yang merupakan penskoran ordinal. Butir-butir tes matematika dapat diskor menggunakan sistem parsial kredit, langkah-langkah menuju jawaban benar dihargai sebagai penskoran ordinal. Model penskoran yang pang sering dipakai ahli yakni GRM, PCM, dan GPCM.
1. Graded Respons Model (GRM) Respons peserta terhadap butir j dengan model GRM dikategorikan menjadi m+1 skor kategori terurut, k=0,1,2,...,m dengan m merupakan banyaknya langkah dalam menyelesaikan dengan benar butir j, dan indeks kesukaran dalam setiap langkah juga terurut. Hubungan parameter butir dan kemampuan peserta dalam GRM untuk kasus homogen (aj sama dalam setiap langkah) dapat dinyatakan oleh Muraki & Bock (1997:7) sebagai berikut.
Pjk ( ) Pjk* ( ) Pj*k 1 ( ) ...............................................(4) Pjk ( )
exp[ Da j ( b jk )] 1 exp[ Da j ( b jk )]
.................................................(5)
Dengan Pj*0 ( ) 1 dan Pj* m1 ( ) =0 aj
: indeks daya beda butir j
: kemampuan peserta,
bjk
: indeks kesukaran kategori k butir j
Indonesian National Assessment Program (INAP)
26
Pjk ( )
: probabilitas peserta berkemampuan yang memperoleh skor kategori k pada butir j
Pjk* ( )
: probabilitas peserta berkemampuan yang memperoleh skor kategori k atau lebih pada butir j
D
: faktor skala
2. Partial Credit Model (PCM) PCM merupakan perluasan dari model Rasch, dengan asumsi setiap butir mempunyai daya beda yang sama. PCM mempunyai kemiripan dengan GRM pada butir yang diskor dalam kategori berjenjang, namun indeks kesukaran dalam setiap langkah tidak perlu terurut, suatu langkah dapat lebih sukar dibandingkan langkah berikutnya. Bentuk umum PCM menurut Muraki & Bock (1997:16) sebagai berikut.
k
Pjk ( )
exp ( b jv ) v 0
m
h 0
k
exp ( b jv )
, k=0,1,2,...,m
v 0
Dengan
Pjk ( ) = probabilitas peserta berkemampuan memperoleh skor kategori k pada butir j,
: kemampuan peserta, m+1 : banyaknya kategori butir j, bjk : indeks kesukaran kategori k butir j
k
( b h 0
jh
)0
h
dan
( b h 0
Indonesian National Assessment Program (INAP)
h
jh
) ( b jh ) ………………….(6) h 1
27
Skor kategori pada PCM menunjukkan banyaknya langkah untuk menyelesaikan dengan benar butir tersebut. Skor kategori yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan yang lebih besar daripada skor kategori yang lebih rendah. Pada PCM, jika suatu butir memiliki dua kategori, maka persamaan 5 menjadi persamaan model Rasch. Sebagai akibat dari hal ini, PCM dapat diterapkan pada butir politomus dan dikotomus.
3. Generalized Partial Credit Model (GPCM) GPCM menurut Muraki (1997) merupakan bentuk umum dari PCM, yang dinyatakan dalam bentuk matematis, yang disebut sebagai fungsi respons kategori butir sebagai berikut. h
Pjh ( )
exp Z jr ( ) v 0
mi
e 0
e exp Z jr ( ) v 0
, k=0,1,2,...,mj
.........................................................(7) dan Zjh( )=Daj( -bjh)=Daj( -bj+dh), bj0=0
..............................(8)
Dengan Pjk( ) : probabilitas peserta berkemampuan memperoleh skor kategori k pada butir j,
: kemampuan peserta,
aj
: indeks daya beda butir j,
bjh
: indeks kesukaran kategori k butir j,
bj
: indeks kesukaran lokasi butir j (parameter butir lokasi)
dk
: parameter kategori k,
mj+1
: banyaknya kategori butir j, dan
D
: faktor skala (D=1.7)
Indonesian National Assessment Program (INAP)
28
Parameter bjh oleh Master dimamai dengan parameter tahap butir. Parameter ini merupakan titik potong antara kurva Pjk( ) dengan Pjk-1( ). Kedua kurva hanya berpotongan di satu titik pada skala . Jika = bjk, maka Pjk( ) = Pjk-1( ) Jika > bjk, maka Pjk( ) > Pjk-1( ) Jika < bjk, maka Pjk( ) < Pjk-1( ), K=1,2,3,...,mj
G. Kecocokan Model Kemampuan peserta tes sebanyak N dinyatakan dengan yang merupakan skaa kontinu. Metode expected a posteriori (EAP) digunakan sebagai estimator untuk setiap kemampuan peserta. Menurut Du Toit (2003) estimasi EAP merupakan rerata dari distribusi posterior dari dengan diberikan pola respons terobservasi xi. Skor EAP didekati dengan titik quadrature (quadrature point) Xf dan bobot A(Xf) yakni
F
l
f 1
X f Ll ( X f ) A( X f )
F
L ( X f ) A( X f ) f 1 l
.........................(9)
Dengan Ll ( X f ) merupakan probabilitas dari pola respons xi. Standar deviasi posterior dari skor EAP didekati dengan
PSD(l) =
F f 1
( X f l ) 2 Ll ( X f ) A( X f )
F
....................(10)
L ( X f ) A( X f ) f 1 l
Setelah semua skor EAP peserta tes dikelompokkan pada suatu interval yang telah di perdeterminasikan H interval pada skala kontinu, frekuensi terobservasi dari respons kategori ke-k pada butir j dalam interval h yakni rhjk dan banyaknya peserta tes yang mengerjakan butir j dalam h interval yakni Nhj dihitung. Skala kemampan yang telah diestimasi diskalakan sehingga varians dari distribusi sampel sama pada distribusi laten dari estimasi MML parameter butir yang selalu diset berdistribusi normal N(0,1). H dengan mj+1 tabel kontingensi
Indonesian National Assessment Program (INAP)
29
untuk setiap butir ke-j. Untuk setiap interval, dihitung rerata interval h dan nilai fungsi respons yang cocok Pjk ( h ) . Statistik 2 perbandingan likelihood untuk setiap butir dihitung dengan H j mj
G 2j 2 rhjk ln h 1 k 0
rhjk N hj Pjk ( h )
.............................................(11)
Dengan Hj merupakan banyaknya interval setelah interval dengan nilai frekuensi kurang dari 5 digabung dengan interval terdekat. Derajat kebebasan sama dengan banyaknya interval Hj dikalikan dengan mj. Statistik uji 2 perbandingan likelihood untuk tes keseluruhan merupakan jumlahan dari statistik uji 2 secara terpisah. Derajat kebebasan ini juga merupakan jumlahan dari derajat kebebasan dari tiap butir. Uji kecocokan ini digunakan untuk mengevaluasi kecocokan model pada data respons yang sama ketika model tersarang pada parameter-parameternya. Untuk mengetahui perbandingan model, menurut Thissen et. al. (1993: 72) dan Camilli dan Shepard (1994 : 76) dapat digunakan dengan metode perbandingan likelihood dalam teori respons butir (IRT-LR). Langkahlangkah untuk melakukan perbandingan likelihood sebagai berikut. Misalkan L * merupakan nilai fungsi likelihood L. Ada dua model yang akan diperbandingkan, model C, yaitu model kompak (compact) dan model A, yaitu model yang ditingkatkan (augmented). Model C merupakan model yang lebih sederhana. Kemudian dirumuskan hipotesis : Ho : = Set C ( Set C memuat N parameter) ….....…..……….. (12) Ha : = Set A ( Set A memuat N+M parameter) …….......…… (13) dianggap memiliki set parameter yang benar. Model C memiliki M parameter lebih sedikit dibandingkan dengan model A. Perbandingan likekihood (Likelihood Ratio, LR) untuk dua model dinyatakan dengan persamaan :
Indonesian National Assessment Program (INAP)
30
LR =
L*( C ) L( A )
…………………………….........................…………. (14)
dengan:
L*(C ) : nilai fungsi likelihood model C L*( A) ] : nilai fungsi likelihood model A. Kemudian ditransformasikan dengan logaritma natural : 2 (M ) = -2 ln(LR)
=[-2 ln L*(C ) ]-[-2ln L*( A) ] ……………..............………(15) dengan:
L*(C ) : nilai fungsi likelihood model C L*( A) ] : nilai fungsi likelihood model A. Agar lebih mudah, G(C) = [-2 ln L*(C ) ] dan G(A) =[-2ln L*( A) ], sehingga rasio/perbandingan logaritma likelihood menjadi 2 (M ) = -2ln(LR) = G( C) – G(A) ……………………………..……(16)
Persamaan 16 tersebut berdistribusi khi-kuadrat dengan M derajat kebebasan.
H. Variabel yang Diukur Variabel yang diukur dalam survei INAP terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), serta latar belakang peserta didik, guru, dan sekolah. 1. Pengetahuan dan Keterampilan Pengetahuan yang diukur berupa materi yang terdapat dalam kurikulum (curriculum focused) dan materi yang bersifat lintas kurikulum (cross-curricular elements) dengan penekanan pada pemahaman konsep dan kemampuan untuk menggu-nakannya dalam kehidupan pada berbagai situasi. Pengetahuan dan keterampilan yang diukur meliputi:
Indonesian National Assessment Program (INAP)
31
a. Literasi membaca (reading literacy), meliputi: (1) kemampuan membaca (perfor-mative), (2) kemampuan menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (functional), (3) kemampuan mengakses pengetahuan dengan bahasanya (informational), dan (4) kemampuan mentransformasi pengetahuan serta mengeva-luasi (epistemic). a. Literasi matematika (mathematical literacy), meliputi: (1) kemampuan mengetahui fakta dan prosedur matematika (knowing), (2) kemampuan menggunakan konsep matematika untuk menjawab permasalahan matematis sederhana (using), (3) dan kemampuan bernalar untuk memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran matematis (reasoning). b. Literasi sains (scientific literacy), mencakup kemampuan: 1) menggunakan pengeta-huan atau konsep-konsep sains secara bermakna, 2) mengidentifikasi masalah, 3) menganalisis dan mengevaluasi data atau peristiwa; 4) merancang penyelidikan; 5) menggunakan dan memanipulasi alat, bahan atau prosedur; serta 6) memecahkan masalah dalam rangka memahami fakta-fakta tentang alam dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan.
2. Latar Belakang Peserta Didik, Guru, dan Sekolah a. Latar Belakang Peserta Didik Berdasarkan penggalian latar belakang peserta didik akan dicari informasi mengenai: demografi peserta didik, latar belakang status sosial dan ekonomi, tingkat motivasi dan minat peserta didik, partisipasi lingkungan peserta didik terhadap pendidikan, kebiasaan belajar peserta didik, persepsi peserta didik terhadap bidang studi yang diujikan, serta ekspektasi (harapan) peserta didik terhadap hasil pembelajaran.
b. Latar Belakang Guru Setiap guru yang mengajar peserta didik yang menjadi sampel pada INAP akan diberikan angket yang mengukur aspek-aspek: demografi guru, pengalaman mengajar, latar belakang pendidikan dan pelatihan, alokasi waktu guru dalam
Indonesian National Assessment Program (INAP)
32
mengajar, opini dan persepsi guru terhadap sekolah dan peserta didik, serta kesiapan guru mengajarkan materi yang diujikan.
c. Latar Belakang Sekolah Aspek yang diukur yang berkaitan dengan latar belakang sekolah meliputi: demografi sekolah, jumlah peserta didik dan guru, latar belakang pendidikan semua guru, status semua guru (tetap atau honorer), kebijakan sekolah dalam penerimaan peserta didik, sumber dana sekolah dan pengalokasiannya, kebijakan pembelajaran di sekolah (penentuan mata pelajaran, buku yang digunakan), dan variabel-variabel lain yang berhubungan dengan pengelolaan sekolah.
I. Strategi Asesmen Strategi asesmen yang ditempuh dalam INAP adalah dengan cara survei yang menggunakan metodologi, prosedur, dan mekanisme yang diadaptasi dari beberapa survei Internasional yang telah dilakukan, antara lain Programme for International Students Assessment (PISA) oleh Organization for Economics Cooperation Development (OECD), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), dan Programme for International Reading Literacy Study
Tabel 4. SK dan KD IPA Kelas IV SD/MI Berdasarkan Standar Isi Semester
Jumlah SK
1
6
2
5
Nomor SK 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5
Perincian KD 4 4 2 2 2 3 2 4 2 3 3
Jumlah KD
17
14
(PIRLS) oleh International Evaluation Assessment (IEA), National Assessment of Educational Progress (NAEP).
Indonesian National Assessment Program (INAP)
33
Setiap rangkaian survei INAP diawali dengan pengembangan kerangka kerja, pengembangan instrumen yang dilaksanakan dengan memenuhi kaidah psikometrik, pemilihan sampel sekolah, pengumpulan data, pengolahan data, serta pelaporan. Di setiap tahapan, pelaksanaan dilaksanakan dengan mematuhi ramburambu yang diadaptasi dari prosedur kerja survei internasional. Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) adalah institusi yang mengkoordinir semua kegiatan INAP. Dalam pelaksanaannya Puspendik dibantu oleh Dinas Pendidikan terkait dan juga bekerjasama dengan Institusi Perguruan Tinggi di Indonesia.
J. Siklus Asesmen Survei INAP merupakan survei tahunan yang target keseluruhannya adalah memantau pencapaian hasil pendidikan dari kelas I hingga kelas XII. Tahun 2012, kemampuan yang diukur dalam survei INAP adalah penguasaan domain konten dan kognitif kelas IV, serta latar belakang peserta didik, guru, dan sekolah yang menentukan keberhasilan peserta didik. Diharapkan dalam jangka waktu enam tahun, survei INAP telah mencapai satu siklus penuh dari kelas I hingga kelas XII.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Target Populasi Populasi dari survei INAP adalah seluruh peserta didik kelas IV SD/MI di Provinsi Kalimantan Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Di setiap jenjang sekolah, target populasi INAP mencakup sekolah Negeri dan Swasta; sekolah baik, sedang dan kurang berdasar hasil UN SD.
B. Sampel Teknik sampling yang digunakan adalah multi-stages stratified probability proportional to size sampling. Di setiap provinsi sekolah yang menjadi target populasi diklasifikasikan berdasar tiga jenis strata (stratified): (1) jenis sekolah (SD/MI), (2) status sekolah (Negeri dan Swasta), dan (3) mutu sekolah (baik, sedang, kurang). Kriteria sekolah berdasarkan nilai rata-rata sekolah pada soalsoal linking Nasional UN SD. Di setiap Provinsi, ditentukan sekolah-sekolah yang memenuhi kriteria, yaitu lokasi terjangkau, jumlah peserta didik terdaftar memadai untuk pengambilan data (>7 peserta didik per sekolah), serta mencakup minimal 95% total populasi peserta didik di Provinsi tersebut. Sekolah dikelompokkan berdasarkan setiap strata dan diurutkan berdasarkan jumlah peserta didik terdaftar di masingmasing sekolah. Sebanyak 100 sekolah Provinsi terpilih sebagai sampel utama studi INAP 2012 dan setiap sekolah sampel utama disiapkan 2 sekolah cadangan.
C. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam survei ini terdiri atas tes dan angket. Tes digunakan untuk mengukur prestasi peserta didik dan angket digunakan untuk mendapatkan informasi tentang variabel-variabel yang mempengaruhi prestasi peserta didik, yang meliputi variabel peserta didik, guru, sekolah, dan proses belajar-mengajar. Setiap peserta didik akan menempuh tes Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
35
Berdasarkan jenis mata pelajaran yang diujikan, terdapat dua macam buku tes, yaitu: (1) buku tes Matematika dan membaca, dan (2) buku tes Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Masing-masing buku tes terdiri atas 8 buku tes, sehingga jumlah buku tes keseluruhan adalah 16 buku tes. Antarbuku tes tersebut terdapat soal yang sama (anchor item) yang bertujuan untuk menyetarakan kemampuan peserta didik dalam satu skala, meskipun menempuh buku tes yang berbeda. Buku tes INAP didesain dengan mengikuti matriks pemetaan soal. Untuk setiap jenjang sekolah, soal-soal dari setiap mata pelajaran dikelompokkan dalam 8 cluster soal. Setiap buku tes terdiri atas 4 cluster soal yang berasal dari mata pelajaran yang berbeda. Pengaturan cluster dalam setiap buku tes dapat dilihat dalam Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Pemetaan Cluster Soal dalam Setiap Buku Tes Matematika dan Membaca BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 BUKU 5 BUKU 6 BUKU 7 BUKU 8 BUKU 9
BIN INT 1 (1-13) MAT CLUSTER 2 (1-14) BIN CLUSTER 3 (1-13) MAT INT 1 (1-10) BIN INT 2 (1-11) MAT CLUSTER 4 (1-14) BIN CLUSTER 5 (1-12) MAT CLUSTER 6 (1-13) BIN CLUSTER 1 (1-14)
BIN CLUSTER 1 (14-27) MAT INT 2 (15-25) BIN CLUSTER 2 (14-26) MAT CLUSTER 3 (11-24) BIN CLUSTER 4 (12-25) MAT CLUSTER 5 (15-28) BIN INT 1 (13-25) MAT INT 2 (14-24) BIN CLUSTER 6 (15-27)
Indonesian National Assessment Program (INAP)
MAT INT 1 (28-37) BIN CLUSTER 2 (26-38) MAT CLUSTER 3 (27-40) BIN INT 1 (25-37) MAT INT 2 (26-36) BIN CLUSTER 4 (29-42) MAT CLUSTER 5 (26-39) BIN CLUSTER 6 (25-37) MAT CLUSTER 1 (28-42)
MAT CLUSTER 1 (38-52) BIN INT 2 (39-49) MAT CLUSTER 2 (41-54) BIN CLUSTER 3 (38-50) MAT CLUSTER 4 (37-50) BIN CLUSTER 5 (43-54) MAT INT 1 (40-49) BIN INT 2 (38-48) MAT CLUSTER 6 (43-55)
36
Tabel 6. Pemetaan Cluster Soal dalam Setiap Buku Tes IPA BUKU 10 BUKU 11 BUKU 12 BUKU 13 BUKU 14 BUKU 15 BUKU 16 BUKU 17 BUKU 18
IPA INT 1 (1-10) IPA CLUSTER 2 (1-12) IPA CLUSTER 3 (1-12) IPA INT 1 (1-10) IPA INT 2 (1-11) IPA CLUSTER 4 (1-11) IPA CLUSTER 5 (1-12) IPA CLUSTER 6 (1-12) IPA CLUSTER 1 (1-12)
IPA CLUSTER 1 (11-22) IPA INT 2 (13-23) IPA CLUSTER 2 (13-24) IPA CLUSTER 3 (11-22) IPA CLUSTER 4 (12-22) IPA CLUSTER 5 (12-23) IPA INT 1 (13-22) IPA INT 2 (13-23) IPA CLUSTER 6 (13-24)
Sementara itu, angket yang digunakan dalam survei ini terdiri atas satu angket peserta didik, tiga angket guru (guru Matematika, guru Bahasa Indonesia, guru IPA), dan satu angket sekolah.
D. Strategi Pengumpulan Data Dalam survei INAP ini digunakan buku tes dan angket. Buku tes digunakan untuk mengukur prestasi peserta didik dan angket digunakan untuk mendapatkan informasi tentang variabel-variabel yang mempengaruhi prestasi peserta didik, yang meliputi variabel peserta didik, guru, sekolah, dan proses belajar-mengajar.
E. Kerangka Kerja Pengembangan Instrumen Kerangka kerja pengembangan instrumen prestasi belajar mengacu pada (1) Standar Nasional Kompetensi Lulusan, (2) format item dan proses kognitif mengadopsi PIRLS, TIMSS, dan PISA. Kerangka kerja pengembangan instrumen angket peserta didilk, guru, dan sekolah mengacu pada PIRLS, TIMSS, PISA dan dikembangkan sesuai dengan kondisi di Indonesia
Indonesian National Assessment Program (INAP)
37
Langkah-langkah
yang
dilakukan
dalam
kegiatan
pengembangan
instrumen INAP sebagai berikut: 1. Spesifikasi Tes Spesifikasi tes merupakan matriks yang memuat pokok-pokok bahasan, kompe-tensi, subkompetensi yang akan diukur, bentuk soal, jumlah soal, domain kognitif soal, dan indikator soal yang akan diukur dalam tes.
2. Pengembangan Butir Soal Butir soal dikembangkan dengan mengacu pada spesifikasi tes yang sudah ditetapkan. Soal yang telah disusun ditelaah secara kualitatif. Selanjutnya, validasi soal secara empiris dilakukan dengan mengujicobakan soal. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan IRT untuk menentukan apakah suatu butir soal dapat dipakai, atau perlu direvisi, atau dibuang. Soal-soal yang dinyatakan baik (valid) dikalibrasi tingkat kesukarannya untuk kemudian disimpan dalam bank soal. Selanjutnya soal-soal yang ada dalam bank soal dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam mendesain tes.
3. Penyusunan Pedoman Pedoman yang digunakan dalam survei INAP terdiri dari 9 (sembilan) jenis manual, yaitu: (1) pedoman umum, (2) pedoman pengembangan instrumen, (3) pedoman koordinator sekolah, (4) pedoman administrator tes, (5) pedoman pelaksanaan survei, (6) pedoman entri data, (7) pedoman skoring, (8) pedoman analisis, dan (9) pedoman pemantau independen. a. Pedoman Umum memuat tentang desain survei INAP, meliputi: (1) latar belakang, (2) tujuan, (3) ruang lingkup, (4) sampel survei, dan (5) pelaksanaan survei. b. Pedoman Pengembangan Instrumen, memuat: (1) penjelasan dari konstruk yang akan diukur, (2) spesifikasi instrumen, (3) pedoman penyusunan pengembangan item, (4) pedoman penelaahan, (5) pedoman uji coba, (6) pedoman analisis hasil uji coba, dan (7) pedoman kriteria pemilihan soal.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
38
c. Pedoman Koordinator Sekolah, meliputi: (1) peran koordinator sekolah, (2) tanggung jawab koordinator sekolah, (3) mengirimkan daftar peserta didik, (4) menentukan
tanggal
pelaksanaan
tes,
(5)
mengkoordinasikan
dan
memberitahukan pelaksanaan tes, (6) mengkoordinasikan kegiatan dengan administrator tes, dan (7) menyebarkan dan mengumpulkan angket kepala sekolah dan guru. d. Pedoman Pelaksanaan Survei, meliputi: (1) metodologi pelaksanaan survei, (2) unsur-unsur yang terlibat dalam survei, (3) instrumen survei, (4) sampel survei, dan (5) kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam survei. e. Pedoman Administrator Tes, meliputi: (1) peranan administrator tes, (2) persiapan pelaksanaan survei, (3) pelaksanaan survei, dan (4) penyusunan laporan pelaksanaan survei. f. Pedoman Entri Data, meliputi: (1) penyusunan data entry manager, (2) penyusunan pengembangan program entri data, dan (3) pedoman cleaning data. g. Pedoman Skoring, meliputi: (1) kerangka pedoman penkodean, (2) penetapan prinsip umum dalam pengkodean, (3) permasalahan dalam pengkodean, (4) kode-kode khusus, dan (5) kode dianulir. h. Pedoman Analisis, meliputi: (1) penetapan teknik analisis yang digunakan, (2) prosedur interpretasi hasil analisis, (3) pedoman pembobotan, dan (4) pedoman penanganan hasil analisis yang tidak lazim. i. Pedoman Pemantau Independen, meliputi: (1) latar belakang, (2) tujuan, (3) ruang lingkup, (4) sampel survei, (5) pedoman teknis pelaksanaan pemantauan, dan (6) pedoman penyusunan laporan hasil pemantauan.
F. Pelaksanaan Kegiatan Survei
1. Identifikasi Sampel Setelah sekolah sampel ditentukan, Puspendik mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi mengenai survei dan memberitahukan daftar sekolah sampel di masing-masing Provinsi. Selanjutnya,
Indonesian National Assessment Program (INAP)
39
kontak person Provinsi menginformasikan
kepada sekolah sampel mengenai
survei INAP secara umum, mata pelajaran dan materi yang akan diujikan. Kontak person Provinsi juga menghubungi sekolah sampel untuk memperoleh daftar nama peserta didik pada target kelas. Kalau pada sekolah tersebut terdapat kelas paralel, Puspendik akan menentukan kelas mana yang menjadi kelas sampel. Selanjutnya daftar nama peserta didik yang terdaftar di kelas terpilih akan didokumetasikan oleh tim pengolah data di Dinas Pendidikan Provinsi ke dalam database daftar nama peserta didik. Selanjutnya Puspendik akan memberikan petunjuk bagaimana mengolah daftar nama peserta didik tersebut menjadi formulir identifikasi peserta didik, sehingga Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengirimkan formulir tersebut kepada Kepala Sekolah untuk divalidasi.
2. Penggandaan dan Pengiriman Instrumen Instrumen digandakan sesuai dengan banyaknya sampel ditambah cadangan. Di setiap sampul instrumen terdapat kotak pengisian identitas sampel. Selain itu disiapkan pula label identifikasi sampel yang berisi kode standar dari Puspendik. Selanjutnya semua instrumen akan dikirimkan ke setiap Provinsi sesuai dengan jumlah sampel.
3. Pelatihan Administrator Tes Dinas Pendidikan Provinsi akan menentukan petugas Provinsi yang akan bertugas melaksanakan pengumpulan data di sekolah. Semua petugas tes harus mengikuti pelatihan Administrator Tes (AT) di Dinas Pendidikan Provinsi yang dikoordinir oleh tim INAP Provinsi. Selanjutnya petugas Provinsi berkoordinasi dengan kontak person di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tentang mekanisme pengumpulan data di sekolah sampel. Bahan-bahan survei dibawa oleh AT dari Dinas Pendidikan Provinsi untuk diujikan kepada peserta didik sampel dengan komitmen menjaga kerahasiaan. Pelaksanaan tes di sekolah sampel dilakukan oleh seorang AT. AT tidak hanya berasal dari staf Dinas Pendidikan Provinsi, tetapi memungkinkan juga
Indonesian National Assessment Program (INAP)
40
menggunakan mahasiswa tingkat akhir, pengawas, atau dosen. AT ini ditentukan oleh kontak person dengan mematuhi kriteria dari Puspendik. AT di Provinsi dilatih oleh koordinator INAP Provinsi sebelum melaksanakan tes di sekolah sampel yang menjadi tanggung jawabnya. Koordinator INAP Provinsi membagikan bahan-bahan survei kepada AT sesuai dengan sekolah sampelnya. AT memeriksa kelengkapan bahan-bahan survei dan menandatangani berita acara serah terima. Semua bahan survei bersifat rahasia, sehingga AT perlu menandatangani surat pernyataan menjaga kerahasiaan.
4. Pelaksanaan Pengumpulan Data Sebelum hari pelaksanaan tes di sekolah, AT berkoordinasi dengan Kepala Sekolah berkaitan dengan jadwal pelaksanaan tes dan persiapan peserta didik yang menjadi sampel. AT melaksanakan tes dengan berpedoman pada manual administrator tes agar tes dapat dilaksanakan dengan cara yang sama di seluruh sekolah sampel. Adapun pembagian buku tes diatur sesuai Tabel 7. Bila jumlah peserta didik kurang dari 40 orang, buku tes yang tidak dipakai disimpan dan dipisahkan dari buku tes yang dipakai. Tabel 7. Pengaturan Buku Tes Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Buku 5
Buku 6
Buku 7
Buku 8
Buku 9
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Buku 5
Buku 6
Buku 7
Buku 8
Buku 9
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Buku 5
Buku 6
Buku 7
Buku 8
Buku 9
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Buku 5
Buku 6
Buku 7
Buku 8
Buku 9
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Waktu untuk mengerjakan masing-masing buku tes adalah 120 menit dan angket peserta didik sekitar 35 menit. Tes dilaksanakan selama dua hari. Hari pertama, tes Matematika dan membaca. Hari kedua, tes fisika, biologi, dan kimia. Apabila ada peserta didik yang telah selesai sebelum waktu tes berakhir, peserta didik tidak diperbolehkan keluar ruangan. Angket peserta didik diberikan pada hari kedua setelah tes, sedangkan angket guru dan angket sekolah diberikan pada
Indonesian National Assessment Program (INAP)
41
hari pertama. Guru yang mengisi angket adalah guru yang mengajar peserta didik yang menjadi sampel. Pada saat tes, peserta didik mengisi daftar hadir yang berisi nama peserta didik, nomor buku tes yang diterimanya (sesuai dengan format daftar hadir yang tersedia), sedangkan bagian identitas daftar hadir diisi oleh AT. Selain itu, AT juga membuat berita acara pelaksanaan tes. Setelah waktu tes berakhir, AT mengumpulkan dan menghitung kembali buku tes, serta mengurutkannya sesuai dengan urutan nomor absen peserta didik. Bila pelaksanaan survei di satu sekolah telah selesai, AT memeriksa kembali kelengkapan bahan-bahan dan kemudian bahan-bahan tersebut dibawa kembali ke Dinas Pendidikan Provinsi untuk diolah lebih lanjut oleh tim pengolah INAP Provinsi. Laporan pelaksanaan tes akan direkap oleh koordinator INAP Provinsi sebagai bahan laporan pelaksanaan ke Puspendik.
5. Pemilahan Data Bahan-bahan yang telah terkumpul dari semua sekolah sampel oleh tim Provinsi dipilah untuk keperluan penskoran dan pengentrian data. Sebelum dipilah, semua bahan dicek kelengkapannya. Selanjutnya, kode peserta didik pada dua buku tes dan angket yang ditempuh oleh seorang peserta didik dicek kesesuaiannya. Pengecekan ini dilakukan per sekolah dengan mengacu pada daftar hadir peserta didik. Apabila ditemukan kode peserta didik yang tidak sesuai, pemberkas melakukan penyesuaian atau pengkodean ulang. Setelah itu, angket peserta didik diikat kembali per sekolah, sedangkan angket guru dan angket sekolah diikat per Provinsi. Angket-angket tersebut dientri, sehingga diperoleh file data angket yang berisi identitas dan jawaban untuk tiap pernyataan dalam angket. Buku-buku tes dari satu sekolah dipilah berdasarkan nomor buku tes, sehingga diperoleh 16 tumpukan buku tes. Hal ini dilakukan pada semua sekolah dalam satu Provinsi. Tiap tumpukan buku tes diikat dan diberi label yang berisi nama dan kode Provinsi, nomor buku tes, jumlah buku tes, nama dan kode penskor. Tumpukan buku tes ini siap diskor.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
42
6. Penskoran Penskoran dilakukan oleh guru-guru mata pelajaran. Guru-guru ini dilatih terlebih dahulu mengenai metode penskoran soal-soal INAP agar mereka memiliki pemahaman yang sama terhadap soal-soal uraian dan pedoman penskorannya. Setelah pelatihan, guru-guru tersebut bekerja secara individual dengan didampingi seorang koordinator bidang studi. Untuk memantau reliabilitas penskoran, beberapa buku diskor oleh dua orang penskor dan hasilnya dibandingkan.
7. Entri Data Data-data hasil survei dientrikan ke dalam komputer dengan menggunakan program data entry manager. Pengentri dilatih terlebih dulu agar dapat mengentrikan data INAP. Data yang dientrikan terdiri atas: buku tes, angket peserta didik, angket guru, angket sekolah, kehadiran peserta didik, dan laporan pelaksanaan tes.
8. Teknik Analisis Data File data hasil entri/scan yang berisi hasil penskoran setiap peserta didik dan setiap mata pelajaran dianalisis dengan model IRT 3 parameter logistic (1-PL) dan model generalized partial credit (GPCM), sedangkan file data hasil entri angket dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif perbandingan mean untuk melihat hubungan variabel dalam angket dengan kemampuan peserta didik.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
43
BAB IV KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA DAN KARAKTER BUTIR
A. Kemampuan Matematika Siswa Pada survey INAP, diujikan pula soal-soal studi internasional kelas 4 bidang studi matematika yang berasal dari studi Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) . Soal-soal internasional tersebut bersifat sebagai anchor kemampuan siswa target sampel INAP dengan rerata kemampuan internasional berdasarkan hasil TIMSS. Pada studi INAP 2012 ini digunakan 21 soal survey internasional dari total 105 butir soal atau sekitar 20%. Soal-soal internasional tersebut kemudian dianggap memiliki nilai item parameter yang tetap (fixed) sebagaimana dilaporkan pada hasil analisis internasional. Kemudian soal-soal INAP yang disusun di level nasional diklaibrasi terhadap soal-soal internasional tersebut. Hasil estimasi kemampuan siswa kemudian diskalakan ke dalam skala TIMSS dengan mean 500 dan standar deviasi 100. Berikut adalah hasil komparasi rerata skor matematika siswa DIY dan Kaltim dalam studi INAP dibandingkan dengan negara Singapore, Jepang, Thailand, Iran, dan United States.
Rerata Skor Matematika 650
600 550 500 450 400
SINGAPO THAILAN JEPANG RE D
DIY
KALTIM
RERATA SKOR
479
470
606
585
INTERNASIONAL
500
500
500
500
IRAN
UNITED STATES
458
431
541
500
500
500
Gambar 4.1 Rerata Skor Matematika Dibandingkan Hasil TIMSS
Indonesian National Assessment Program (INAP)
44
Terlihat pada gambar 4.1 bahwa DIY memiliki rerata skor lebih tinggi dibandingkan Kaltim namun masih berada di bawah rerata skor internasional. Meskipun demikian, hasil DIY dan Kaltim masih lebih baik dibandingkan dengan Thailand dan Iran. Hasil inipun lebih baik dari rerata nilai matematika Indonesia pada survey TIMSS untuk grade 8 yaitu 386. Nilai DIY dan Kaltim memang terpaut jauh dibandingkan dengan Singapore, Jepang maupun United states, namun hasil INAP kedua provinsi tersebut tidak jauh dari rerata internasional. Dengan melihat tabel 4.1 kita memperoleh informasi yang lebih dari sekedar perbandingan antar provinsi yang biasa kita peroleh dari hasil ujian nasional, namun kita juga mampu melakukan benchmark dengan negara lain. Selain itu pada studi INAP, soal-soal matematika dipetakan menjadi tiga level berdasarkan psikologi kognitif: knowing, applying, dan reasoning. Secara umum asumsi kemampuan kognitif terendah adalah knowing. Siswa pada level knowing sekedar mengetahui prosedur dan fakta yang terkait dengan matematika. Siswa pada level applying lebih mampu dibandingkan pada level knowing karena siswa tidak sekedar mengetahui prosedur dan fakta matematika namun mampu mengaplikasikannya pada konteks yang lain. Sedangkan level reasoning dianggap sebagai level kognitif yang tertinggi diantara level yang lain karena siswa telah mampu bernalar dengan kemampuan matematika yang dimilikinya. Siswa mampu mengaitkan permasalahan dalam konteks yang tidak familiar dengan konsep matematika yang diketahuinya. Deskripsi ketiga kemampuan tersebut terefleksi dari hasil INAP 2012 baik untuk provinsi DIY dan Kalimantan Timur. Secara umum di setiap level kognitif, rerata skor matematika DIY lebih tinggi dibandingkan dengan Kaltim serta di masing-masing provinsi skor tertinggi pada level knowing diikuti oleh applying dan reasoning. Artinya siswa kita paling baik ketika menjawab soal-soal knowing.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
45
Rerata Skor Matematika Setiap Level Kognitif 505 500 495 490 485 480
DIY
KALTIM
knowing
500.42
496.74
applying
495
488.99
reasoning
492.98
486.79
Gambar 4.2 Rerata Skor Matematika Berdasar Level Kognitif
B. Siswa DIY dan Kaltim Terhadap Benchmark Internasional Pada survey INAP selain diperoleh informasi mengenai posisi provinsi relatif terhadap provinsi lainnya ataupun negara lainnya, dapat diperoleh juga informasi mengenai persentase siswa yang mampu meraih benchmark kemampuan yang ditetapkan pada survey internasional TIMSS Persentase Peserta di Setiap Kategori Benchmark Internasional Matematika BELOW LOW
36.2
LOW
INTERMEDIATE
HIGH
ADVANCE
39.4
38.4
28 17.1
13.5
12.5
11.7
2
1.2
DIY
KALTIM
Gambar 4.3 Sebaran Siswa Pada Benchmark Internasional
Indonesian National Assessment Program (INAP)
46
Pada survey internasional TIMSS didefinisikan 5 benchmark internasional: Below Low (skor <400), Low (skor 400-474), Intermediate (skor 475-549), High (skor 550-624), dan Advance (skor >625). Masing-masing benchmark didefinisikan sebagai berikut:
Advanced: siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan dan pemahaman mereka akan konsep matematika dengan penjelasan yang rasional pada berbagai situasi yang kompleks
High: siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan dan pemahaman konsep matematika untuk memecahkan masalah
Intermediate: Siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan dasar matematika pada situasi yang sederhana
Low: Siswa memiliki pengetahuan dasar matematika. Kemampuan yang relatif dimiliki oleh siswa pada level ini adalah mampu menjumlah dan mengurangi bilangan bulat, mengenal konsep garis paralel dan berpotongan, familiar dengan bentuk geometri dan sumbu koordinat. Siswa pada level ini juga mampu membaca diagram batang dan tabel sederhana.
Below Low: pengetahuan siswa akan konsep dasar matematika belum memadai
Hasil INAP menunjukkan bahwa 11% siswa DIY dan 17% siswa Kaltim masih berada pada kategori below Low, pengetahuan dasar matematika masih belum memadai. Persentase terbesar masih di sekitar benchmark low dan intermediate. Meskipun di DIY persentasenya menunjukkan ada pergeseran sebagian siswa dari kategori low menjadi intermediate dibandingkan Kaltim, namun secara umum 85% siswa baik di DIY maupun di Kaltim hanya memiliki pengetahuan dasar matematika dan meski dapat menggunakannya untuk memecahkan masalah, masalah tersebut sifatnya masih sederhana dan sangat familiar konteksnya dengan siswa (straighforward situation). Secara umum siswa kita belum mampu menggunakan pengetahuan matematika yang dimilikinya untuk bernalar dalam memecahkan masalah.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
47
C. Karakter butir soal INAP nasional dibandingkan dengan soal internasional Untuk dapat membayangkan bagaimanakah yang dimaksud dengan bernalar matematika bagi siswa kelas 4 SD berikut disajikan hasil analisis butirbutir soal INAP baik yang merupakan hasil penulisan di tingkat nasional maupun soal-soal dari studi internasional.
kode_soal
konten
level
par-a
par-b
M1_01
Pecahan dgn gambar piktorial
K-2
0.908
-0.524
M1_02
Nilai angka/nilai tempat suatu bilangan
K-1
0.784
-0.057
M1_03
Urutan kelipatan bilangan
K-1
0.988
-0.121
M1_04
Operasi hitung pecahan
K-2
1.193
0.82
M1_05
Nama dan jenis sudut
K-1
0.711
-0.252
M1_06
Identifikasi bentuk bangun datar
K-1
0.391
-0.983
0.279
M1_07
Volume dengan kubus satuan (satuan tdk baku)
K-1
0.799
-0.369
0.18
M1_08
Pencerminan bangun datar
K-1
0.822
-0.339
M1_09
Keliling Persegi
K-2
0.89
0.215
0.129
M1_10
Mengidentifikasi bangun datar
K-1
0.75
-0.415
1.816
M2_01
urutan bilangan (deret hitung)
K-1
0.532
-1.483
0.183
M2_02
Urutan bilangan Bulat
K-!
0.583
0.118
0.192
M2_03
Perhitungan waktu :jam, menit dan detik
K-2
0.631
1.253
0.137
M2_04
Operasi hitung satuan panjang
K-2
0.645
1.412
0.179
M2_05
Operasi hitung satuan kuantitas
K-2
0.648
1.142
0.109
M2_06
Besar sudut jam
K-1
1.444
0.825
M2_07
Pencerminan bangun datar
K-2
0.559
-0.455
0
M2_08
Kelipatan bilangan
K-1
0.697
0.92
-0.179
M2_09
Pengukuran kuantitas
K-2
1.921
1.116
M2_10
Pemecahan masalah yang berkaitan dgn KPK
K-3
1.032
1.16
0.762
M2_11
Ukuran waktu (jama , menit dan detik)
K-1
0.732
1.24
0.074
M2_12
Keliling Jajar genjang
K-2
0.509
-0.149
M2_13
Luas jajar genjang
K-2
0.5
1.165
0.137
M2_14
melengkapi urutan bialangan deret hitung
K-1
0.474
-0.109
-2.174
M2_15
Pencerminan benda
K-2
1.071
-0.075
M3_01
Pembulatan bilangan
K-1
0.409
1.396
0.194
M3_02
Penjumlahan bilangan bulat dengan garis bilangan
K-1
0.476
-0.064
0.146
M3_03
FPB tiga bilangan dua angka
K-1
0.604
0.857
0.197
M3_04
Keliling bangun datar persegi panjang
K-2
0.96
0.982
0.1
M3_05
Luas bangun segitiga
K-2
1.256
1.337
0.084
Indonesian National Assessment Program (INAP)
par-c
48
kode_soal
konten
level
par-a
par-b
M3_06
Membandingkan dua pecahan biasa
K-1
0.775
-0.438
M3_07
Faktor persektuan dua bilangan
K-1
0.908
0.605
0.906
M3_08
Sumbu simetri bangun datar
K-1
0.52
-1.496
0.361
M3_09
Pengunkuran kuantitas dalam soal cerita
K-2
0.91
1.608
0.144
M3_10
Operasi hitung campuran bilangan bulat
K-1
0.715
1.777
0.325
M3_11
Operasi hitung pengurangan pecahan biasa
K-1
0.255
-0.34
0.257
M3_12
Pemecahan masalah dalam FPB
K-2
0.735
0.918
M3_13
Pengurangan pecahan dalam pemecahan masalah
K-2
1.225
0.591
M3_14
Pengukuran panjang dalam pemecahan masalah
K-3
2.005
1.165
M4_01
Penjumlahan bilangan cacah dua bilangan dua-tiga angka
K-1
0.446
-1.532
M4_02
Urutan pola bilangan
K-2
1.183
0.319
M4_03
Perbandingan dalam pecahan
K-3
0.796
0.171
M4_04
Pola dan kelipatan bilangan
K-1
1.018
1.922
0.044
M4_05
mencari salah satu suku dalam Pengurangan
K-2
0.732
-0.696
0.147
M4_06
Pola hitungan
K-3
1.45
0.443
0.183
M4_07
Ukuran berat
K-1
1.235
-0.148
0.193
M4_08
Ukuran Luas dgn satuan baku
K-2
0.875
0.379
M4_09
Aplikasi Pembagian dalam pemecahan masalah
K-1
1.388
-0.019
0.18
M4_10
Besar sudut
K-1
0.779
-0.229
0.188
M4_11
Urutan Pola bentuk
K-2
1.071
-0.335
0.15
M5_01
Mengurutan beberapa pecahan
K-1
1.674
2.316
0.577
M5_02
Operasi hitung campuran bilangan cacah
K-2
1.537
1.61
0.193
M5_03
Mengubah satuan waktu (jam, menit dan detik)
K-1
0.993
1.173
0.171
M5_04
Mengenal pecahan dengan gambar Piktorial
K-1
0.418
-1.983
-1.553
M5_05
Uang dan belanja dalam soal cerita
K-2
1.112
-0.036
M5_06
Simetri lipat bangun datar
K-1
0.287
-1.17
0.891
M5_07
Luas gabungan dua buah bangun datar
K-2
0.876
1.42
0.425
M5_08
Mata Uang dan belanja dalam soal cerita
K-2
0.555
1.039
0.181
M5_09
Urutan pecahan dalam soal cerita
K-1
0.268
0.532
0.274
M5_10
Nilai pecahan dengan bidang Piktorial
K-1
0.18
-6.607
0.21
M5_11
Ukuran satuan kuantitas dalam soal cerita
K-2
0.424
1.3
0.195
M5_12
Menentukan salah satu unsur bangun ruang (Balok)
K-1
0.548
-0.324
0.168
M5_13
Pengukuran waktu dalam soal cerita
K-2
1.606
0.941
M5_14
Jaring-jaring bangun ruang
K-1
0.963
-0.029
M6_01
Kelipatan Persekutuan dua bilangan
K-1
0.562
-0.14
M6_02
Nama lain pecahan biasa
K-1
0.692
0.154
0.137
M6_03
Unsur bangun ruang (sisi, sudut dan rusuk)
K-1
0.419
1.477
0
M6_04
Sifat-sifat bangun ruang
K-2
0.445
-1.207
0.188
M6_05
Penjumlahan pecahan campuran
K-1
1.424
0.495
Indonesian National Assessment Program (INAP)
par-c
49
1.15
kode_soal
konten
level
par-a
M6_06
Ukuran satuan waktu (windu, tahun, abad)
K-1
1.386
0.711
M6_07
Ukuran satuan panjang dalam soal cerita
K-2
1.244
0.89
M6_08
Operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah
K-2
0.602
-0.056
-0.296
M6_09
Faktor persekutuan dua bilangan dua angka
K-1
0.453
-0.11
0
M6_10
Penjumlahan pecahan biasa dgn pecahan campuran
K-1
2.076
1.161
0.08
M6_11
Unsur bangun ruang tabung
K-1
1.035
1.47
0.11
M6_12
Jaring-jaring kubus
K-2
0.408
-0.519
0
M6_13
Pengurangan pecahan dalam soal cerita
K-1
1.601
0.944
M6_14
Uang dan belanja dalam soal cerita
K-2
0.756
1.48
-0.064
M7_01
Pengurangan pecahan 3 buah biasa
K-1
0.431
-0.007
0.211
M7_02
Penjumlahan ukuran berat dgn satuan berbeda
K-2
0.927
1.73
0.25
M7_03
FPB dalam pemecahan masalah
K-2
0.476
1.258
0.238
M7_04
Pencerminan bangun datar
K-1
0.588
-0.875
0.154
M7_05
KPK dalam pemecahan masalah
K-2
1.499
0.887
M7_06
Penjumlahan satuan ukuran panajang yang berbeda
K-2
0.974
0.345
M7_07
Bangun simetris
K-1
0.692
-0.96
1.212
M7_08
Penjumlahan satuan ukuran waktu dalam soal cerita
K-2
1.138
1.36
0.851
M7_09
Kpk dari dua bilangan dua angka
K-1
1.117
1.037
0.093
M7_10
Urutan bilangan 4 angka
K-1
0.427
-1.163
0.198
M7_11
Pola operasi hitung bilangan cacah
K-3
1.441
1.989
0.094
M7_12
Jaring-jaring kubus
K-1
0.569
-0.119
0
M7_13
Pencerminan bidang datar
K-1
0.525
-0.128
0.148
M7_14
Bangun datar tidak simetris
K-1
0.881
-0.362
M8_01
Urutan bilangan 4 buah bilangan 4 angka
K-1
0.28
-1.794
0.214
M8_02
Urutan bilangan bulat 6 buah bilangan satu angka
K-1
0.689
-0.342
0.125
M8_03
Perkalian dan pembagian bilangan
K-1
0.911
0.629
0.196
M8_04
Opearsi hitung ukuran waktu yang berbeda
K-1
1.292
1.43
0.272
M8_05
Menjumlahkan satun ukuran waktu (jam, menit ,daetik)
K-2
0.702
1.336
0.153
M8_06
Pengukuran sudut dengan sudut satuan baku
K-1
0.775
1.125
0.226
M8_07
Pencderminan bangun datar
K-1
0.487
-1.928
0.191
M8_08
Keliling bangun datar jajargenjang
K-1
1.009
1.367
0.13
M8_09
Operasi hitung campuran bilangan cacah
K-2
1.561
0.864
M8_10
Menyederhanakan bentuk pecahan biasa
K-1
1.681
0.96
M8_11
Penjumlahan Ukuran kuantitas dengan satuan berbeda
K- 1
1.422
0.984
M8_12
Simetri lipat bangun datar
K-1
0.421
1.377
M8_13
Sumbu simetri dalam pemecahan masalah
K-3
0.652
0.343
Indonesian National Assessment Program (INAP)
par-b
par-c
50
1.481
Soal-soal INAP dianalisis berdasarkan item response theory dengan menggunakan dua model: tiga parameter logistik model untuk soal-soal bentuk pilihan ganda dan model generalized partial credit model untuk soal-soal isian dan uraian. Hasil analisis butir menunjukkan bahwa sebagian besar soal tersebut memiliki daya beda yang baik (> 0.5) dan tersebar pada rentang tingkat kesukaran yang memadai (antara -2 sampai +2). Soal-soal pada cluster M1 dan M4 adalah soal-soal dari survey internasional. Terlihat pada hasil analisis, item parameter butir soal INAP sebanding dengan item parameter butir soal internasional, padahal soal
INAP
sifatnya
lebih
curriculum
matched
dibandingkan
soal-soal
internasional. Artinya survey INAP memang menggunakan alat ukur yang dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya.
D. Contoh butir-butir soal INAP yang setara dengan soal internasional
Berikut contoh butir soal INAP yang ditulis pada level nasional namun memiliki karakter butir yang sebanding dengan butir internasional setelah dikalibrasi pada skala yang sama.
M7_11 Perhatikan hasil operasi bilangan di bawah ini!
2 3 2 5
Hasil dari A. B. C. D.
3 2 5 2
= 7 = 11 = 9 = ...
5 2 = ....
7 9 23 27
Indonesian National Assessment Program (INAP)
51
Soal ini merupakan soal mengenai pola operasi hitung bilangan cacah dam masuk pada kategori soal reasoning. Soal ini termasuk soal sukar dengan nilai threshold 1.989 dan daya beda soal ini baik sekali yaitu 1.441. Lambang * pada soal merupakan suatu fungsi yang membuat pola jwaban di sebelah kanan. Jika siswa mengamati maka sebenarnya tanda * memiliki fungsi kudratkan bilangan pertama dan jumlahkan dengan bilangan kedua sehingga 2*3 adalah 22+3=7, 3*2 adalah 32+2=11, 2*5 adalah 22+5=9, sehingga 5*2 adalah 52+2=27.
Butir tersebut sebenarnya setara dengan butir internasional yang meminta siswa untuk menentukan formula yang tepat agar dihasilkan pola bilangan yang disajikan.
M04_06
Ebru menggunakan sebuah rumus untuk memperoleh bilangan pada
yang berasal dari bilangan di . Manakah rumus yang tepat? A. B. C. D.
Kalikan dengan 1 lalu tambah 5. Kalikan dengan 2 lalu tambah 2. Kalikan dengan 3 lalu kurang 1. Kalikan dengan 4 lalu kurang 4. Namun soal nasional INAP lebih tinggi tingkat kesukarannya karena siswa
tidak diberikan pilihan jawaban mengenai rumus yang digunakan. Pilihan jawaban merupakan hasil hitung terhadap pasangan bilangan yang baru. Soal INAP yang disajikan sebelumnya tidak memberi peluang kepada siswa untuk mencoba
Indonesian National Assessment Program (INAP)
52
formula pada pilihan jawaban agar dihasilkan pola yang sesuai sebagaimana pada soal internasional.
Contoh berikut ini adalah contoh soal pada level knowing dengan topik membandingkan dua pecahan biasa. Daya beda soal adalah 0.775 dengan tingkat kesukaran -0.438. pada soal ini siswa diminta menuliskan lambang persamaan aritmatika yang paling sesuai menggambarkan perbandingan dua bilangan pecahan yang disajikan.
M3_06 Tuliskan tanda “<”, “=”, atau tanda “>” pada titik-titik berikut, sehingga menjadi kalimat yang benar.
3 5 .... 7 4 Jawab :
Soal nasional tersebut setara dengan soal internasional yang juga mengukur kemampuan siswa menelaah persamaan aritmatika, namun soal internasional tidak menggunakan stimulus berupa bilangan pecahan. Berikut contoh soal internasional yang setara dengan soal M3_06
Adalah banyak pensil yang dipunyai Pandu. Kiki memberi ke Pandu sebanyak 3 pensil. Berapa banyak pensil Pandu sekarang? A. 3 : B.
+3
C.
–3
D. 3 x
Indonesian National Assessment Program (INAP)
53
Soal tersebut memiliki daya beda 0.732 dengan tingkat kesukaran -0.696. parameter butir sebanding dengan soal M3_06 baik dari segi daya beda maupun tingkat kesukaran.
Sedangkan contoh soal INAP untuk level applying terlihat pada soal berikut yang menguji pengetahuan mengenai konsep bilangan pecahan dalam keseharian. Daya beda soal tersebut 1.225 dengan tingkat kesukaran 0.591. Sebenarnya konteks aplikasi dari soal ini masih sederhana dan familiar bagi siswa karena konteks inilah yang memang biasa disajikan di pembelajaran maupun di buku teks. Namun soal ini sudah lebih dari sekedar mengetahui bilangan pecahan karena diaplikasikan untuk masalah sederhana dikehidupan.
M3_13 Ibu membuat sebuah kue bolu.
1 bagian dari kue tersebut diberikan 2
1 bagian diberikan kepada Adik. Berapa bagian kue bolu 8 yang tersisa?
pada ayah,
Jawab :
Contoh soal internasional yang setara dengan soal INAP adalah soal berikut:
Tono makan roti ½ bagian dan Jeni makan ¼ bagian. Berapa bagian kue yang mereka makan? Jawab :
Soal ini memiliki daya beda 1.193 dan tingkat kesukaran 0.82 yang sedikit lebih sukar namun masih dapat dikatakan setara.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
54
Perbandingan soal-soal nasional INAP dengan soal internasional baik dari segi konten maupun statistik butir soal menunjukkan bahwa INAP merupakan asesmen yang bersifat nasional namun dapat disandingkan kualitasnya dengan asesmen tingkat internasional.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
55
BAB V LATAR BELAKANG SISWA DAN NILAI MATEMATIKA
FAKTOR DIRI SISWA DAN KELUARGA a. Jenis Kelamin Pada survei INAP diberikan angket kepada setiap siswa sampel. Hasil angket menunjukkan bahwa responden perempuan dan laki-laki di setiap provinsi relatif seimbang. DIY responden laki-laki berjumlah 1315 dan responden perempuan 1371, sedangkan di Kaltim responden laki-laki 1802 dan responden perempuan 1724. DIY Peremp uan 51%
KALTIM Peremp uan 49%
KALTIM Lakilaki 51%
DIY Laki-laki 49%
Gambar 5.1 Proporsi Sampel Siswa
Berdasarkan jenis kelaminnya, dihitung rerata skor matematika di setiap provinsi. Terlihat pada grafik untuk laki-laki skor matematikanya hanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan perempuan,
namun
di
yogya
kondisinya
berkebalikan.
Nilai
matematika siswa perempuan secara rata-rata berbeda secara signifikan lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
56
Perempuan
KALTIM
469.49
Laki-laki
470.88
Perempuan
DIY
481.98
Laki-laki
475.48
460
465
470
475
480
485
Gambar 5.2 rerata skor matematika berdasar jenis kelamin
b. Cita-Cita Siswa Data angket berdasarkan cita-cita siswa, menunjukkan dari jumlah responden sebanyak 2663 siswa di DIY dan 3519 siswa di Kaltim dengan pembagian berimbang sekitar 6% bercita-cita menjadi tentara, 6-7% bercita-cita menjadi polisi, 20% siswa di DIY dan 25,5% siswa di Kaltim bercita-cita menjadi tenaga ahli,, 4% bercita-cita menjadi pengusaha, hanya sekitar 0.5% bercita-cita menjadi pedagang, 20% siswa di DIY berminat menjadi guru dan 14% siswa Kaltim bercita-cita menjadi guru, dosen, pengajar, terbesar sekitar 30% siswa DIY dan 27% siswa di Kaltim bercita-cita menjadi atlit, 5% bercita-cita menjadi artis, 1% bercita-cita menjadi pemimpin, dan 8% bercita-cita selain yang tersebut di atas. Tabel berikut ini, menggambarkan proporsi dan rerata skor matematika dari masing-masing citacita siswa.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
57
Tabel 5.1 Diri/Cita-cita profesi yang ingin diraih Kode provinsi
Cita-cita
Mean
N
DIY
Tentara (Darat/Laut/Udara)
477.22
173
Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan)
468.08 490.02
161 538
Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll)
479.31 440.73 482.31 471.24
117 17 546 812
Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis)
475.18
110
Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur)
477.66
15
Lainnya Tentara (Darat/Laut/Udara)
487.69 461.04
174 208
Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan)
471.04 471.23
248 895
Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll)
493.74 467.46 473.99 466.46
147 19 517 955
Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis)
467.94
182
Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur)
475.94
35
Lainnya
469.12
313
KALIMANTAN TIMUR
Untuk DIY, siswa yang memiliki cita-cita sebagai tenaga ahli memiliki rerata skor matematika tertinggi, sedangkan untuk Kaltim rerata skor matematika tertinggi dimiliki oleh kelompok siswa yang bercita-cita sebagai pengusaha/wiraswasta. Grafik berikut
menggambarkan
rerata
skor
matematika
setiap
kelompok siswa berdasarkan cita-cita yang dipilih dan provinsinya.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
58
Tabel 5.2 Diri/Persentase siswa berdasar cita-cita profesi Tentara (Darat/Laut/Udara)
% DIY %KALTIM 6.50 5.91
Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan)
6.05 20.20
7.05 25.43
Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll)
4.39 0.64 20.50 30.49
4.18 0.54 14.69 27.14
Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis)
4.13
5.17
Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur) Lainnya
0.56
0.99
6.53
8.89
Indonesian National Assessment Program (INAP)
59
rerata skor matematika 500 480 460 440
420 400 DIY
KALTIM
Tentara (Darat/Laut/Udara) Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan) Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll) Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis) Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur) Lainnya
Gambar 5.3 Cita-cita siswa dan skor matematika
Berdasarkan hasil respon siswa terhadap bahasa sehari-hari yang dominan digunakan dirumah, terjadi perbedaan pola antara siswa DIY dengan siswa Kaltim. Siswa DIY dominan menggunakan bahasa daerah (65%) sedangkan siswa Kaltim dominan menggunakan bahasa Indonesia (80%). Namun pada kedua provinsi tersebut, kelompok siswa yang memiliki rerata skor matematika tertinggi adalah siswa yang dominan menggunakan bahasa Indonesia di rumah.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
60
Tabel 5.3 Diri/Penggunaan Bahasa di Rumah Kode provinsi
Bahasa Sehari-hari
DIY
B. Indonesia B. Daerah B. Asing B. Indonesia B. Daerah B. Asing
KALTIM
Mean 486.07 476.74 440.99 470.95 457.6 477.3
N 600 2078 6 3288 212 27
KALTIM
B. Asing % B. Daerah B. Indonesia
DIY
B. Asing B. Daerah B. Indonesia 0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
Gambar 5.4 persentase bahasa di rumah
Berdasarkan lokasi rumah tinggal, tidka ada siswa di kalimantan timur yang memilih jawaban pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya. Sebaliknya untuk siswa di DIY persentase terbesar (40%) siswa justru rumah tinggalnya berlokasi di daerah pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya. Siswa di DIY hanya sekitar 10% yang merespon tinggal di kompleks perumahan. Namun siswa di Kaltim sekitar 30% tinggal di kompleks perumahan. Persentase terbesar siswa Kaltim bertempat tinggal di perkampungan /gang yang rapat penduduk (hampir 50%). Siswa di yogya juga cukup banyak yang berlokasi
Indonesian National Assessment Program (INAP)
61
dikategori perkampungan/gang yang rapat penduduk. Persentase terkecil baik di DIY maupun di Kaltim adalah siswa yang berumah tinggal di lokasi daerah keramaian.
Tabel. 5.4 Siswa berdasarkan Lokasi Tempat tinggalnya Kode provinsi
Lokasi Rumah
DIY
Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun)
493.89 496.24
239 117
Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya
478.32
1000
474.55
1309
Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun)
469.77 474.61
1163 469
Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya
469.61
1606
465.68
260
KALTIM
Mean
N
Kompleks Perumahan 50.0
DIY KALTIM
25.0 Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya
0.0
Daerah Keramaian (Pasar/pertokoa n/stasiun)
Perkampungan/ gang yang rapat penduduk
Gambar 5.5 lokasi rumah tinggal
Indonesian National Assessment Program (INAP)
62
Berdasarkan lokasi rumah tinggal dilihat rata-rata skor matematika. Untuk siswa di DIY, kelompok dengan rerata nilai matematika tertinggi adalah pedesaan yang tenang. Sedangkan untuk di kaltim rerata skor matematika tertinggi adalah bagi kelompok siswa yang tinggal di perkampungan/gang yang rapat penduduk.
Pendidikan Ayah 540 520
Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI
500
Tamat SMP/MTS
480
SLTA/Sederajat
460
TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana
440 Magister 420
DOKTOR
400 DIY
KALTIM
Saya tidak tahu
Gambar 5.6 pendidikan ayah dan skor matematika
Berdasarkan latar belakang pendidikan ayah terdapat perbedaan pola rerata skor matematika antara siswa DIY dan siswa di Kaltim. Jika di DIY semakin tinggi tingkat pendidikan ayah, rerata skor matematikanya akan semakin tinggi pula. Namun untuk di kalimantan timur tidak ditemukan kecenderungan tersebut. Di kaltim apapun tingkat pendidikan tertinggi ayah, rerata skor matematikanya sama saja.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
63
Jumlah siswa dengan ayah berpendidikan 1200 1000 800 600 400 200 0
DIY
KALTIM
Tidak tamat SD/tidak sekolah
79
162
Tamat SD/MI
266
364
Tamat SMP/MTS
374
425
SLTA/Sederajat
651
1007
TAMAT D1/D2/D3/Akademi
68
120
Sarjana
201
473
Magister
36
86
DOKTOR
26
37
Saya tidak tahu
823
829
Gambar 5.7 pendidikan ayah
Jumlah siswa di masing-masing provinsi yang dikelompokkan berdasar latar belakang pendidikan ayah menunjukkan persentase terbesar adalah pendidikan ayah sederajat SLTA. Sekitar 10% siswa memiliki ayah dengan latar belakang pendidikan sarjana. Namun masih ada sekitar 0,5% siswa memiliki ayah dengan latar belakang pendidikan tidak tamat SD/tidak bersekolah. Berdasarkan latar belakang pendidikan ibu terjadi pola yang hampir serupa dengan latar belakang pendidikan ayah. Di DIY sampai jenjang magister, semakin tinggi pendidikan ibu, maka rerata skor matematika siswa semakin tinggi pula. Namun untuk siswa di
Indonesian National Assessment Program (INAP)
64
Kalimantan timur tidak ada pola keterkaitan antara tingkat pendidikan ibu dengan rerata skor matematika. Apapun tingkat pendidikan ibu, skor matematika siswa sama saja. Yang menarik dari hasil analisis ini adalah, jika di DIY siswa dengan ayah berpendidikan doktor memiliki nilai matematika tertinggi dibandingkan kelompok siswa yang lain, maka sebaliknya ketika siswa memiliki ibu dengan latar belakang pendidikan doktor, rerata skor matematikanya justru menurun dan sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok siswa dengan ibu berlatar belakang pendidikan tamat diploma. Kajian yang menelaah lebih jauh sebab terjadinya hal ini menarik untuk melihat sejauh mana dwi fungsi wanita sebagai ibu dan wanita karir berpengaruh terhadap prestasi anaknya, khususnya untuk pencapaian akademis di bidang matematika.
540 520
Tidak tamat SD/tidak sekolah
Tamat SD/MI
500
Tamat SMP/MTS
480
SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi
460
Sarjana
440
Magister DOKTOR
420
Saya tidak tahu
400 DIY
KALTIM
Gambar 5.8 pendidikan ibu dan skor matematika
Indonesian National Assessment Program (INAP)
65
Jumlah Siswa dengan Ibu Berpendidikan 1200
1000 800 600 400 200
0
DIY
KALTIM
Tidak tamat SD/tidak sekolah
81
185
Tamat SD/MI
291
429
Tamat SMP/MTS
384
450
SLTA/Sederajat
659
1021
TAMAT D1/D2/D3/Akademi
74
139
Sarjana
193
355
Magister
39
44
DOKTOR
13
22
Saya tidak tahu
764
818
Gambar 5.9 pendidikan ibu
Sama kondisinya dengan tingkat pendidikan ayah. Persentase terbesar adalah siswa dengan ibu berpendidikan sederajat SLTA kemudian tamat SMP/MTs. Namun ternyata cukup besar siswa yang merespon tidak tahu tingkat pendidikan ibu (20%). Jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan siswa yang tidak tahu latar belakang pendidikan ayahnya. Hal ini menyiratkan kecendurangan lingkungan domestik rumah yang lebih menonjolkan unsur ayah sebagai figur akademis relatif terhadap figur ibu. Berdasarkan pekerjaan ayahnya, 3% siswa di DIY memiliki ayah tentara, 1% tenaga ahli, 21% pengusaha, 5% sebagai guru, 17%
Indonesian National Assessment Program (INAP)
66
sebagai petani, 4% sebagai suoir, 25% sebagai buruh baik itu buruh tani, angkutan ataupun pabrik, dan 1% tidak bekerja..
DIY
Tamat SMA/Sederajat
3% 1% 1% 1%
Guru/dosen/pengajar
13%
21%
25%
Petani/bercocok tanam 9%
Nelayan/Penangkap ikan Supir
17% 5% 4%
Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta
0%
Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya
Gambar 5.10 pekerjaan ayah
Di kalimantan timur, 3% siswa ayahnya tentara, 31% pengusaha/wiraswasta, 6% guru dan hanya 7% yang merupakan buruh. Terlihat dari persentase pekerjaan ayah, siswa di DIY masih banyak yang termasuk golongan ekonomi lemah dibandingkan siswa di kaltim. Jika di DIY 25% siswa ayahnya tenaga buruh, di kaltim hanya sekitar 7%. Besarnya jumlah siswa yang memilih kategori lainnya perlu penjabaran rinci agar dapat dilihat gambaran kekuatan ekonomi keluarga siswa yang menjadi sampel INAP.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
67
KALTIM
Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Tamat SMA/Sederajat
3% 2%
Guru/dosen/pengajar 28%
1%
31%
Nelayan/Penangkap ikan
7% 6%
2% 4%
Petani/bercocok tanam
12%
Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan
2% 2%
Lainnya
Gambar 5.11 pekerjaan ayah
Tabel. 5.5 Siswa berdasarkan pekerjaan ayah Pekerjaan Ayah Tentara (Darat/laut/udara/polisi)
DIY
KALTIM
489.3
476.2
Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Tamat SMA/Sederajat Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik)
499.83
490.56
486.86 483.31 508.07 450.55 418.77 471.13 476.33
468.21 465.94 469.16 480.73 496.58 461.17 473.33
Tidak Bekerja (menganggur)
480.41
463.86
Pensiunan Lainnya
460.45 493.75
462.91 471.77
Ketika melihat rerata skor matematika siswa pada setiap kelompok berdasarkan latar belakang pekerjaan ayah, terlihat siswa dengan
Indonesian National Assessment Program (INAP)
68
orangtua tenaga ahli rerata nilai matematikanya relatif tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Berdasarkan pekerjaan ibu, rerata nilai matematika kelompok siswa dengan ibu berprofesi sebagai tenaga pengajar ralatif tinggi baik untuk provinsi DIY maupun provinsi kaltim. Namun tidak ada pola tertentu yang dapat dibuat generik sebagai kaitan antara suatu profesi ibu dengan rerata skor matematika anaknya. Tabel dan grafik berikut menunjukkan proporsi siswa dengan latar belakang profesi ibu dan nilai rerata skor matematika setiap kelompok.
Tabel. 5.6 Siswa berdasarkan pekerjaan ibu Pekerjaan Ibu
DIY
KALTIM
Tentara (Darat/laut/udara/polisi)
498.65
456.26
Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Tamat SMA/Sederajat Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik)
515.12
459.21
482.01 478.19 505.02 450.7 450.84 434.24 468.2
464.25 463.13 481.2 473.06 406.58 482.88 493.72
Tidak Bekerja (menganggur)
494.54
472.73
Pensiunan Lainnya
478.1 492.19
482.5 469.65
Indonesian National Assessment Program (INAP)
69
Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta
DIY 2% 0%
Tamat SMA/Sederajat 12%
21%
Guru/dosen/pengajar
0%
16%
Petani/bercocok tanam
13% 7% 13%
Nelayan/Penangkap ikan
16%
Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan
0% 0%
Gambar 5.12 pekerjaan ibu di DIY
KALTIM 2%
Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Tamat SMA/Sederajat
0%
Guru/dosen/pengajar
9% 16% 53%
Petani/bercocok tanam
7%
Nelayan/Penangkap ikan
10% 1% 0% 1%
1% 0%
Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan
Gambar 5.13 pekerjaan ibu di Kaltim
Indonesian National Assessment Program (INAP)
70
Salah atu indikator kondisi ekonomi siswa adalah kondisi bangunan
rumah.
Pada
angket
siswa
INAP
siswa
diminta
mengategorikan bangunan fisik rumah menjadi sederhana, sedang, dan bagus. Berikut pertanyaan pada angket siswa yang berkenaan dengan kondisi fisik bangunan rumah tinggal:
Tabel berikut merupakan summary respon siswa terhadap pertanyaan tersebut beserta rerata skor matematika siswa di masingmasing kategori.
Tabel. 5.7 Siswa berdasarkan kondisi rumah Kode provinsi
Kondisi rumah
Mean
DIY
Sederhana Sedang Bagus Sederhana Sedang Bagus
450.06 480.62 487.29 466.68 472.77 458.87
KALIMANTAN TIMUR
N 228 2021 410 467 2541 492
Terlihat baik di DIY maupun di Kaltim, mayoritas siswa tinggal di rumah dengan kondisi fisik bangunan sedang dengan dinding tembok dan ukuran cukup besar. Di Kaltim proporsi siswa dengan kondisi rumah sederhana dan bagus seimbang, sedangkan di DIY lebih banyak siswa kondisi rumahnya bagus dibandingkan yang kondisi rumahnya sederhana. Siswa di DIY rerata skor matematika tertinggi ada kelompok dengan kondisi rumah bagus, diikuri kondisi rumah sedang, dan terendah kondisi rumah sederhana. Namun di Kaltim sebaliknya,
Indonesian National Assessment Program (INAP)
71
tertinggi rerata skor matematika untuk kelompok siswa dengan kondisi rumah sedang, diikuti sederhana, dan terakhir rumah bagus.
Tidak sekedar mengetahui bagaimana kondisi fisik bangunan rumah tinggal namun juga dikaji bagaimana persepsi siswa mengenai kondisi non fisik rumah. Apakah siswa tersebut senang berada di rumah ataukan tidak. Hasil menunjukkan bahwa hampir 95% siswa menjawab senang berada di rumah. Namun anehnya 5% siswa yang merespon tidak senang berada di rumah justru menunjukkan rerata skor matematika yang lebih tinggi. Perbedaan skor matematika terlihat mencolok khususnya untuk siswa di kalimantan timur. Jika selisih rerata skor matematika antara kelompok siswa yang merespon senang di rumah dengan tidak senang di rumah untuk provinsi DIY hanya berkisar 4 poin, maka untuk provinsi Kaltim, selisihnya lebih dari 20 poin.
Tabel. 5.8 senang berada di rumah Kode provinsi DIY KALIMANTAN TIMUR
Senang berada di rumah Ya Tidak Ya Tidak
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Mean 478.72 482.7 469.76 482.22
N 2573 84 3399 119
72
KALTIM
Tidak Ya DIY
430
440
450
460
470
480
490
Gambar 5.14 senang di rumah dan skor matematika
Pertanyaan lain yang muncul pada survei INAP adalah siapa yang dominan menemani siswa belajar di rumah.terdapat pilihan ayah, ibu, kakak, paman/bibi/kakek/nenek/kerabat, pengasuh, guru les, dan tidak ada seorangpun. Siswa-siswa di Kaltim tidak ada yang memilih option pengasuh. Namun siswa di DIY, meskipun yang memilih pengasuh hanya sedikit tidak sampai 1% namun siswa-siswa tersebut rerata skor matematikanya sangat tinggi yaotu 536,57. Rerata skor yang lebih tinggi dibandingkan rerata internasional survei TIMSS. Pola jawaban siswa menunjukkan bahwa dominan ibulah yang berperan menemani anak belajar di rumah (30%). Sedihnya, teradapat sekitar 10-15% siswa yang menyatakan tidak ada seorangpun menemani mereka belajar di rumah.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
73
Tabel. 5.9 Yang menemani belajar di rumah Kode provinsi
Menemani Belajar
DIY
Ayah Ibu Kakak Paman/Bibi/Kakek/Nenek/kerabat
477.1 480.93 465.89 489.66
734 1112 442 75
Pengasuh Guru Les Tidak ada seorangpun Ayah Ibu Kakak Paman/Bibi/Kakek/Nenek/kerabat
536.57 488.25 488.39 470.46 473.51 465.53 472.46
5 82 229 860 1213 727 45
465.7 470
231 446
KALTIM
Guru Les Tidak ada seorangpun
Mean
N
Pertanyaan selanjutnya aalah mengenai seberapa sering siswa belajar di rumah: apakah setiap hari, kalau ada PR, kalau mau ulangan/ujian saja, dan lainnya. Rerata skor matematika tertinggi diperoleh siswa pada kelompok respon lainnya. Lainnya ini dapat bermakna beberapa hari seminggu tidak bergantung pada PR ataupun pada ulangan/ujian saja. Siswa yang menyatakan belajar setiap hari, setiap ada PR atau kalau mau ulangan saja ternyata tidka menunjukkan perbedaan skor matematika, nilai ketiga kelompok ini relatif sama. Padahal sebagian besar siswa (80%) menyatakan bahwa mereka belajar setiap hari. Bisa jadi pola belajar setiap hari ini tidak muncul dari kesadaran siswa namun sekedar jadwal yang ditetapkan orangtua, sehingga tidak berpengaruh terhadap peningkatan akademik.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
74
Setiap hari 500
Lainnya
450
DIY
Kalau ada PR
KALTIM
Kalau mau ulangan/ujian saja
Gambar 5.15 waktu belajar dan skor matematika
Tabel. 5.10 waktu belajar di rumah Kode provinsi
Waktu Belajar di rumah
DIY
Setiap hari Kalau ada PR Kalau mau ulangan/ujian saja
477.65 477.08 475.78
1861 435 169
Lainnya Setiap hari Kalau ada PR Kalau mau ulangan/ujian saja
493.19 470.48 467.94 467.25
210 2667 426 275
Lainnya
476.55
156
KALTIM
Mean
N
Pertanyaan selanjutnya adalah mengenai kegiatan apa saja yang dilakukan siswa saat belajar di rumah.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
75
Persentase terbesar adalah mengerjakan tugas/PR sebanyak hampir 80%. Selanjutnya yang banyak siswa lakukan adalah membaca ulang pelajaran yang telah diberikan di sekolah. Ternyata hasil analisis skor matematika dengan cross tabulasi kelompok jawaban siswa terhadap pertanyaan ini menunjukkan bahwa siswa yang dominan mengisi kegiatan belajar di rumah dengan mengulang pelajaran di sekolah memiliki rerata skor matematika yang tertinggi dibandingkan kelompok respon lainnya. Artinya sekedar mengerjakan PR tidak berarti mencoba memahami pelajaran yang sudah diberikan. Membaca ualang pelajaran yang telah diberikan di sekolah lebih manjur untuk mencapai ketuntasan pelajaran. Mengerjakan tugas/PR 90.0
DIY KALTIM
60.0 Lainnya
30.0
Menyempurnak an catatan
0.0
Mencoretcoret/menggam bar
Membaca ulangan pelajaran
Gambar 5.16 aktivitas saat belajar
Indonesian National Assessment Program (INAP)
76
Tabel. 5.11 aktivitas belajar di rumah Kode provinsi
Belajar di rumah
DIY
Mengerjakan tugas/PR Menyempurnakan catatan Membaca ulangan pelajaran
473.58 476.98 489.13
1685 67 805
Mencoret-coret/menggambar
478.87
72
Lainnya Mengerjakan tugas/PR Menyempurnakan catatan Membaca ulangan pelajaran
499.89 469.65 466.94 471.53
42 2316 107 934
Mencoret-coret/menggambar
473.81
114
Lainnya
468.51
51
KALTIM
Mean
N
Pertanyaan lain yang berkaitan dengan kondisi rumah adalah alat-alat pendukung belajar yang dimiliki siswa di rumah.
Berikut adalah rekap respon siswa mengenai alat-alat pendukung belajar yang dimiliki di rumah. Mayoritas yang dimiliki adalah buku pelajaran. Pertanyaan ini kurang tepat karena seharusnya tidak hanya dicentang di satu kotak saja, sebaiknya siswa memungkinkan menjawab semua pilihan barang yang tersedia bergantung pada kondisi sebenarnya di rumah. Hal inilah yang mungkin menjadi penyebab tidak adanya pola kaitan antara kepemilikan alat-alat pendukung belajar di rumah dengan rerata skor matematika.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
77
Tabel. 5.12 pendukung belajar di rumah Kode provinsi
Pendukung belajar di rumah
DIY
Buku Pelajaran Alat tulis Meja Belajar Kalkulator Komputer/Laptop Kamar sendiri/ruang belajar
Mean 480.29 462.99 477.76 437.63 475.93 490.54
N 2279 245 62 3 39 43
KALIMANTAN TIMUR
Buku Pelajaran Alat tulis Meja Belajar Kalkulator Komputer/Laptop Kamar sendiri/ruang belajar
469.92 464.19 480.18 489.11 483.27 467.07
2915 263 81 18 129 116
Selain faktor kepemilikan alat-alat pendukung belajar di rumah, diberikan juga serangkaian pertanyaan mengenai seberapa besar dukungan orangtua akan kemajuan akademis anaknya. Pertanyaan tersebut berupa skala frekuensi dengan sembilan statement. Setiap statement terdiri atas empat kategori. Sembilan statement tersebut kemudian diolah menjadi satu skala dukungan orangtua dengan skala antara 9 sampai 36. Berdasarkan skornya dilakukan kategorisasi menjadi sangat mendukung, mendukung, kurang mendukung, tidak mendukung. Sangat mendukung jika siswa mendapat skor 1-9, mendukung untuk skor 10-18, kurang mendukung untuk skor 19-27, dan tidak mendukung untuk skor 28-36. Berikut adalah kesembilan statement pada skala dukungan orangtua terhadap kemajuan akademis anaknya:
Indonesian National Assessment Program (INAP)
78
SANGAT MENDUKUNG 500
470 TDK MENDUKUNG
440
MENDUKUNG
DIY KALTIM
KURANG MENDUKUNG
Gambar 5.17 dukungan ortu dan skor matematika
Ternyata hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok siswa yang orangtua nya sangat mendukung rerata skor matematikanya tidak yang tertinggi. Untuk
Indonesian National Assessment Program (INAP)
79
provinsi kalimantan timur skornya malah rendah. Hal ini menunjukkan dukungan orangtua berupa pertanyaan dan bantuan intensif setiap hari bisa jadi malah tidak melahirkan sikap kemandirian dalam belajar pada anak. Motivasi diri siswa untuk meningkatkan prestasi akademik tidak tumbuh karena biasa dikawal oleh orangtua. Tabel. 5.13 dukungan orangtua Kode provinsi DIY
KALIMANTAN TIMUR
DUKUNGAN ORANGTUA SAAT BELAJAR DI RUMAH SANGAT MENDUKUNG MENDUKUNG KURANG MENDUKUNG TDK MENDUKUNG SANGAT MENDUKUNG MENDUKUNG KURANG MENDUKUNG TDK MENDUKUNG
N
Mean
244 1341 637 118 609 1900 732 108
474.27 482.54 483.55 479.85 459.59 474.61 470.97 474.01
Selanjutnya adalah pertanyaan mengenai aktivitas yang dilakukan murid di waktu luang.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
80
DIY Membaca 1% 2%
13%
Menonton TV Berolahraga
25%
8%
Bermain bersama teman
16%
17% 18%
Bermain
Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya
Gambar 5.18 kegiatan saat libur di DIY
Siswa DIY persentase terbesar (25%) menghabiskan waktu libur untuk menbaca. Kegiatan lain yang cukup besar persentasenya adalah menonton TV, berolahraga, bermain bersama teman, dan piknik bersama keluarga. Pola seperti ini juga ditemui untuk siswa di Kalimanta Timur. Persentase terbesar adalah membaca (34%). Aktivitas lain yang juga besar persentasenya adalah menonton TV, berolahraga, dan bermain bersama teman.
KALTIM Membaca Menonton TV
2% 2%
9%
8%
34%
Berolahraga Bermain bersama teman
11%
Bermain 17%
17%
Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya
Gambar 5.19 kegiatan saat libur di Kaltim
Indonesian National Assessment Program (INAP)
81
Analisis selanjutnya adalah melihat rerata skor matematika siswa untuk setiap kategori aktivitas yang dilakukan di waktu libur. Untuk siswa di DIY skor tertinggi adalah kelompok siswa yang mengisi waktu libur dengan piknik bersama keluarga. Sedangkan untuk siswa di Kaltim skor matematika tertinggi untuk kelompok siswa yang mengisi waktu libur dengan menonton TV. Uniknya siswa yang membaca dalam mengisi waktu libur ternyata rerata skor matematika-nya biasa saja. Maka menarik untuk dikaji jenis bacaan seperti apakah yang dibaca oleh siswa untuk mengisi waktu luang. Tabel. 5.14 kegiatan waktu libur Kode provinsi
Kegiatan waktu libur
Mean
N
DIY
Membaca Menonton TV Berolahraga Bermain bersama teman Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya Membaca Menonton TV Berolahraga Bermain bersama teman Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya
476.98 472.08 476.3 472.89 485.66 489.9 493.64 502.85 463.95 484.37 464.22 472.44 472.3 471.41 469.79 485.21
672 466 475 420 221 48 354 25 1179 600 602 379 275 77 327 78
KALIMANTAN TIMUR
Untuk mendalami jenis bacaan yang sering dibaca oleh siswa, pada angket siswa INAP 2012 disajikan pertanyaan berikut:
Indonesian National Assessment Program (INAP)
82
Hasil analisis respon siswa menunjukkan mayoritas siswa membaca buku cerita. Di Kaltim proporsi siswa yang menbaca buku cerita seimbang dengan siswa yang membaca komik ataupun buku ilmu pengetahuan. Hanya sedkiti siswa yang membaca koran/majalah, nemun meskipun demikian rerata skor matematikanya tinggi.
Tabel. 5.15 jenis bacaan Kode provinsi
Jenis bacaan
Mean
N
DIY
Komik Buku cerita Buku ilmu pengetahuan Koran/majalah Komik
480.86 474.37 479.33 490.16 468.85
666 1102 668 235 1203
Buku cerita Buku ilmu pengetahuan Koran/majalah
476.56 464.7 473.46
1097 1151 66
KALIMANTAN TIMUR
Indonesian National Assessment Program (INAP)
83
Komik 500 DIY KALTIM
Koran/majalah
450
Buku cerita
Buku ilmu pengetahuan
Gambar 5.20 jenis bacaan dan skor matematika
Selain itu juga disajikan pertanyaan mengenai jenis tontonan TV yang paling disukai. Pertanyaan ini muncul mengingat kecenderungan anak-anak menghabiskan waktu menonton televisi. Berikut pertanyaan yang disajikan pada angket siswa INAP 2012.
Persentase terbesar adalah menonton kartun. Hal ini terjadi baik di DIY maupun di Kaltim. Namun baik di DIY maupun di Kaltim tidak ada pola antara jenis tontonan TV dengan rerata skor matematika yang diraih.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
84
Tabel. 5.16 jenis tontonan Kode provinsi
Jenis tontonan TV
Mean
N
DIY
Berita Kartun Musik Sinetron/telenovela Komedi/humor/lawak Hiburan/infotainment Ilmu pengetahuan Berita
468.1 479.23 477.51 475.96 490.92 491.23 490.55 468.98
425 1361 302 182 171 84 151 734
Kartun Musik Sinetron/telenovela Komedi/humor/lawak Hiburan/infotainment Ilmu pengetahuan
469.86 470.09 471 476.52 478.7 465.57
1549 364 177 273 86 336
KALIMANTAN TIMUR
Persepsi siswa akan sekolah juga mrupakan faktor yang diukur dalam angket siswa. Pertanyaan mendasar pertama adalah apakah senang belajar di sekolah. Kemungkinan jawaban hanya ya dan tidak. Sebagian besar siswa (95%) menjawab ya. Dan secara sistematis di DIY dan di Kaltim siswa yang merasa senang belajar di sekolah rerata skor matematikanya lebih tinggi dibandingkan yang tidak merasa senang belajar di sekolah.
Tabel. 5.17 senang belajar di sekolah Kode provinsi DIY KALIMANTAN TIMUR
Senang belajar di sekolah Ya Tidak Ya Tidak
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Mean 479.39 470.03 470.59 463.95
N 2595 47 3347 169
85
Senang Belajar di Sekolah? Tidak
Ya
463.95 KALTIM 470.59
470.03 DIY
479.39
Gambar 5.21 senang di sekolah dan skor matematika
Selanjutnya ditanyakan pula pengalaman kejadian tidak menyenangkan yang dialami siswa di sekolah. Frekuensi terjadinya kejadian-kejadian tersebut merupakan indikasi bagaimanakah kondisi keamanan di sekolah. Berikut adalah kejadian-kejadian tidak menyenangkan yang dijadikan indikator keamanan siswa di sekolah:
Berdasarkan respon siswa pada lima statement tersebut dilakukan coding kondisi keamanan di sekolah yaitu aman, kurang aman, dan tidak aman.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
86
Persentase terbesar adalah kurang aman artinya kejadian tidak menyenangkan itu terjadi meskipun frekuensinya jarang.
Tabel. 5.18 kondisi keamanan di sekolah Kode provinsi DIY
KALIMANTAN TIMUR
KONDISI KEAMANAN DI SEKOLAH AMAN KURANG AMAN TIDAK AMAN AMAN KURANG AMAN TIDAK AMAN
Mean
N
473.89 482.3 473.79 462.35 472.6 464.31
189 1999 283 288 2683 469
Kondisi Keamanan di Sekolah AMAN
KURANG AMAN
TIDAK AMAN
482.3 473.89
473.79
472.6 464.31
462.35
DIY
KALTIM
Gambar 5.22 keamanan di sekolah dan skor matematika
Selanjutnya disajikan pertanyaan persepsi siswa mengenai mata pelajaran. Berikut adalah respon siswa terhadap pertanyaan mata pelajaran yang paling disukai. Mata palajaran favorit siswa DIY dan Kaltim adalah matematika.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
87
Mata pelajaran paling disukai Komputer Olahraga/kesenian KALTIM
Agama
DIY
PKN
IPS IPA Bahasa Matematika 0%
10%
20%
30%
40%
50%
Gambar 5.23 mata pelajaran yang paling disukai
Mata pelajaran yang dianggap paling mudah adalah bahasa Indonesia
Mata pelajaran paling mudah 40% 30% 20% DIY
10%
KALTIM 0%
Gambar 5.24 mata pelajaran yang paling mudah
Indonesian National Assessment Program (INAP)
88
Mata pelajaran yang dianggap paling sulit adalah matematika
Mata pelajaran paling sulit 50% 40% 30% 20% 10%
0%
DIY
KALTIM
Gambar 5.25 mata pelajaran yang paling sulit
Sedangkan palajaran yang dianggap siswa paling penting adalah matematika oleh sekitar 20% siswa. Uniknya meskipun matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang paling penting, namun rerata skor matematika kelompok siswa ini tidaklah yang tertinggi. Di DIY, rerata skor matematika tertinggi justru ditunjukkan oleh siswa yang menganggap mata pelajaran agama paling penting.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
89
Tabel. 5.19 mata pelajaran paling penting Kode provinsi
Mapel paling penting
DIY
Matematika Bahasa IPA IPS PKN Agama Olahraga/kesenian Komputer Matematika Bahasa IPA IPS PKN Agama Olahraga/kesenian Komputer
KALIMANTAN TIMUR
Mean 477.89 488.23 474.75 480.5 476.25 495.21 488.02 483.47 468.45 474.58 465.56 477.62 471.68 471.62 480.09 469.54
N 638 211 144 89 185 323 41 52 771 562 246 215 284 570 36 128
Pertanyaan berikutnya adalah frekuensi guru memberi PR. Pola jawaban di DIY dan Kaltim hampir sama. Guru berimbang memberikan PR antara 1-2 kali seminggu, 3-4 kali seminggu, ataupun setiap hari. Hanya sekitar 10% siswa yang mengaku gurunya tidak pernah memberi PR atau memberi PR kurang dari satu kali seminggu.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
90
Tabel. 5.20 frekuensi guru memberi PR skor matematika Kode provinsi
Frekuensi guru memberi PR Tidak pernah
DIY
KALIMANTAN TIMUR
Mean 465.17
N 141
Kurang dari satu kali seminggu 1 atau 2 kali seminggu 3 atau 4 kali seminggu Setiap hari
473.46 483.76 485.74 470.97
310 616 892 713
Tidak pernah Kurang dari satu kali seminggu 1 atau 2 kali seminggu 3 atau 4 kali seminggu Setiap hari
463.37 465.19 474.18 472.68 468.65
291 398 999 814 1013
Indonesian National Assessment Program (INAP)
91
BAB VI LATAR BELAKANG GURU DAN KEMAMPUAN MATEMATIKA
KARAKTERISTIK GURU SAMPEL Studi INAP 2012 juga mengkaji karakteristik guru sampel. Untuk angket guru, bagian awal menanyakan identitas dari responden; baik usia, jenis kelamin, status kepegawaian, tahun lamanya mengajar, ijazah tertinggi yang dimiliki, asal perguruan tinggi, pengalaman mengikuti pelatihan, serta kepemilikan sertifikasi mengajar. Datanya tersaji sebagai berikut.
a. Usia guru
PROPORSI RESPONDEN GURU PADA TIAP KELOMPOK USIA 30-34 th 9%
35-39 th 9%
25-29 th 12% < 25 th 3% >54 th 9% 50-54 th 15%
40-44 th 21%
45-49 th 22%
Grafik 6.1 memberikan gambaran proporsi responden guru pada setiap kelompok usia.
Terdapat 417 guru responden dengan persentase terbesar berusia antara 45-49 tahun. Sedangkan responden yang usianya di
Indonesian National Assessment Program (INAP)
92
atas 54 tahun hanya 9 % demikian juga sebaliknya responden guru yang usianya sangat muda, dibawah 25 tahun, juga hanya 3%. Siswa yang memiliki rerata skor membaca tertinggi yakni sebesar 456,78, umumnya memiliki guru yang berada pada kelompok usia 30-34 tahun. Siswa yang memperoleh rerata skor membaca terendah dengan rerata skor 426,88, memiliki guru yang terdapat pada kelompok usia kurang dari 25 tahun. Data selengkapnya disajikan pada tabel berikut. Tabel 6.1 Tabulasi rerata nilai siswa untuk setiap kelompok usia guru di masing-masing provinsi ID_Provinsi
Usia
Mean
N
DI YOGYAKARTA
< 25 th 25-29 th 30-34 th 35-39 th 40-44 th 45-49 th 50-54 th >54 th < 25 th 25-29 th 30-34 th 35-39 th 40-44 th 45-49 th 50-54 th >54 th
472.3 481.36 486.79 485.9 466.74 471.56 481.89 470.48 452.68 462.67 501.5 470.8 490.2 484.3 482.09 476.42
6 17 19 10 32 21 25 21 5 32 21 29 55 70 38 16
KALIMANTAN TIMUR
Terlihat bahwa rerata skor matematika tertinggi diperoleh oleh murid yang diajar oleh guru pada rentang usia 30-34 tahun. Namun tidak ada pola kaitan antara usia guru dengan rerata skor matematika siswanya.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
93
b. Jenis kelamin guru Responden studi INAP 2012 memiliki proporsi yang lebih besar untuk guru perempuan dibandingkan guru laki-laki. Hal ini memang cenderung menggambarkan kondisi guru-guru untuk jenjang sekolah dasar. Terlihat bahwa 67% responden berjenis kelamin perempuan.
PROPORSI RESPONDEN GURU BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Laki-laki 33% Perempuan 67%
Grafik 6.2 Rerata skor siswa dan jenis kelamin guru Tabel 6.2 Jenis kelamin guru dan rerata skor siswa
ID_Provinsi
Jenis Kelamin
Mean
N
DI YOGYAKARTA
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
465.8 482.52 474.67 484.27
58 93 79 187
KALIMANTAN TIMUR
Siswa yang diajar oleh guru berjenis kelamin perempuan skor matematikanya lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar oleh guru berjenis kelamin laki-laki. Hal ini terjadi mungkin karena sampel
Indonesian National Assessment Program (INAP)
94
INAP 2012 adalah siswa kelas 4 SD/MI yang dominan dengan figur ibu dalam pendidikan, baik di rumah ataupun sekolah, sehingga lebih mudah menerima pelajaran saat disampaikan oleh sosok perempuan dibandingkan laki-laki.
Status kepegawaian Guru sampel INAP sebagian besar (74%) merupakan guru PNS dan hanya sekitar 4% yang merupakan guru PNS yang diperbantukan. 28% lainnya terbagi merata ke dalam kelompok guru swasta tetap dan guru honorer. Meskipun persentase guru bantu atau kontrak adalah terkecil, namun rerata nilai siswa yang diajarnya adalah yang tertinggi dibandingkan kelompok guru yang lainnya. Guru-guru swasta tetap juga memiliki rerata nilai siswa yang diajarnya cukup tinggi. Perlu dikaji lebih mendalam mengapa kedua golongan guru tersebut, meskipun minoritas namun memiliki prestasi murid yang lebih baik.
RESPONDENSI BERDASARKAN STATUS KEPEGAWAIAN 2% 11%
Guru PNS
9%
Guru PNS bantu
4%
Guru SWasta Tetap Guru Honorer 74%
Guru Bantu/Kontrak
Grafik 6.3 Proporsi Responden Berdasarkan Status Kepegawaian
Indonesian National Assessment Program (INAP)
95
Tabel 6.3 kelompok status kepegawaian guru dan skor siswa ID_Provinsi DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
Status Kepegawaian Guru PNS Guru PNS bantu Guru SWasta Tetap Guru Honorer Guru Bantu/Kontrak Guru PNS Guru PNS bantu Guru SWasta Tetap Guru Honorer Guru Bantu/Kontrak
Mean
N
473.57 493.81 493.18
106 1 23
461.5 515.99
18 3
482.69 486.4 476.39
203 15 14
466.12 509.06
28 6
Terlihat pada tabel 6.3 meskipun hanya sedikit guru yang statusnya guru bantu/kontrak namun rerata skor matematika siswa yang diajar oleh kelompok guru ini nilainya paling baik dibandingkan kelompok guru lainnya. Hal ini terjadi konsisten baik di DIY maupun di Kaltim.
Pengalaman guru mengajar Pengalaman guru mengajar diukur dengan melihat lamanya guru tersebut mengajar dalam satuan tahun. Untuk memudahkan proses pengolahan, instrumen telah menyajikan alternatif pilihan berupa rentang tahun mengajar dengan interval 5 tahun; mulai kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 25 tahun. Ternyata hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada nilai siswa yang diajar oleh guru-guru dari kelompok pengalaman mengajar yang berbeda. Perbandingan rerata nilai siswa oleh guru dalam setiap kelompok pengalaman mengajar dapat dilihat pada tabel berikut
Indonesian National Assessment Program (INAP)
96
RERATA BERDASARKAN LAMA MENGAJAR
16%
0-5 th
30%
6-10 th 11-15 th 19%
16-20 th 21-25 th
15%
8%
>25 th
12%
Grafik 6.4 Proporsi Responden Berdasarkan Status Kepegawaian
Tabel 6.4 tahun lama mengajar dan nilai siswa ID_Provinsi
Lama Mengajar
Mean
N
DI YOGYAKARTA
0-5 th 6-10 th 11-15 th 16-20 th 21-25 th >25 th 0-5 th 6-10 th 11-15 th 16-20 th 21-25 th >25 th
479.04 476.97 487.41 464.85 476.47 474.4 477.64 480.34 477.15 487.38 489.77 477.6
29 31 11 13 11 56 38 49 24 35 49 69
KALIMANTAN TIMUR
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 6.4 terlihat bahwa tidak terlihat pola antara lama mengajar atau pengalaman guru mengajar dengan rerata skor matematikanya.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
97
Ijazah tertinggi yang dimiliki oleh guru Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pendidikan guru sampel INAP 2012 sangat beragam, mulai dari tamatan SD, sampai lulusan magister S2. Persentase terbesar adalah tamatan sarjana S1 (77%). Hanya 3% responden yang berijazah magister S2. Dari hasil analisis terlihat, bahwa ketika guru tersebut memiliki pendidikan sarjana muda atau sarjana, maka prestasi siswanya baik dan cenderung tinggi dibandingkan guru lulusan jenjang di bawahnnya. Hal menarik lainnya adalah bahwa meskipun gurunya lulusan magister S2, namun prestasi siswanya biasa saja bahkan cenderung lebih rendah. Perlu dikaji lebih mendalam sebab-sebab rendahnya nilai siswa ketika gurunya justru sudah menyelesaikan pendidikan magister S2.
RESPONDENSI GURU BERDASARKAN IJAZAH 3% 1%
SMP/Sederajat
6% 12%
SMA/Sederajat
1% D1/D2 D3/Akademi/Sarjana Muda
77%
Sarjana Magister
Grafik 6. 5 Proporsi Guru Berdasarkan Ijazah
Indonesian National Assessment Program (INAP)
98
Tabel 6.5 Ijazah tertinggi guru dan rerata nilai siswa ID_Provinsi
Ijazah yang dimiliki
Mean
N
DI YOGYAKARTA
SMA/Sederajat D1/D2 D3/Akademi/Sarjana Muda Sarjana Magister SMP/Sederajat SMA/Sederajat D1/D2 D3/Akademi/Sarjana Muda Sarjana Magister
470.45 461.02 505.87
11 30 2
480.67 441.93 476.24 483.6 455.18 523.22
107 1 3 13 22 3
482.59 506.65
212 11
KALIMANTAN TIMUR
SMP/Sederajat 550 Magister
500
SMA/Sederajat
450 DIY
400 Sarjana
KALTIM D1/D2
D3/Akademi/Sar jana Muda
Grafik 6. 6 Ijazah Guru dan skor matematika Sama halnya dengan pengalaman guru mengajar, tidak terlihat pula pola kaitan antara tingkat pendidikan guru dengan rerata skor matematika siswanya.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
99
Jurusan yang diambil di perguruan tinggi Hasil menunjukkan bahwa nilai siswa pada bidang studi tertentu akan lebih tinggi jika diajar oleh guru dengan jurusan yang sesuai ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini patut menjadi perhatian akan perlunya suatu regulasi untuk menerapkan sistem guru bidang studi di jenjang pendidikan sekolah dasar. Dan yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian antara bidang studi yang diajarnya dengan latar belakang pendidikan yang pernah ditempuh guru tersebut. Tabel 6.6 Jurusan di Perguruan Tinggi ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Jurusan di Perguruan Tinggi Matematika IPA IPS Bahasa Indonesia Bahasa Inggris PKN Agama Kependidikan Bimbingan Konseling Matematika IPA IPS Olah raga Bahasa Indonesia Bahasa Inggris PKN Agama Keterampilan Komputer Kependidikan Bimbingan Konseling
Mean
N
512.73 495.25 481.43 485.99
7 6 7 5
439.44 479.67 434.53 474.22 486.24
2 9 2 81 8
486.45 504.47 462.99 457.53 480.64
27 18 13 6 16
476.38 500.25 451.07 445.43 424.87 490.31 468.44
15 4 19 1 2 119 1
100
Dari tabel terlihat bahwa guru dengan latar pendidikan matematika memang benar nilai matematika siswa yang diajarnya lebih tinggi dibandingkan kelompok guru lainnya. Sehingga kebijakan spesialisasi bidang studi di tingkat SD dan menyediakan tenaga pengajar berlatarbelajang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu menjadi penting.
Perguruan tinggi asal Responden guru dipilah-pilah berdasarkan jenis perguruan tinggi guru tersebut berasal, apakah dari perguruan tinggi negeri kependidikan, perguruan tinggi negeri non kependidikan, perguruan tinggi swasta kependidikan, ataukan perguruan tinggi swasta non kependidikan. Hasil analisis ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 6.7 Asal Perguruan Tinggi ID_Provinsi DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
Asal Prguruan Tinggi PTN Kependidikan PTN NonKependidikan PTS Kependidikan PTS Non Kependidikan PTN Kependidikan PTN NonKependidikan PTS Kependidikan PTS Non Kependidikan
Mean
N
471.15
85
503.56
9
480.02
40
474.52
4
478.65
162
511.78
7
487.1
76
458.76
10
Hasil analisis menunjukkan bahwa skor matematika tertinggi baik di DIY maupun di Kaltim diraih oleh siswa-siswa yang gurunya berlatar berasal dari PTN non kependidikan. Artinya muatan pedagogik pada
Indonesian National Assessment Program (INAP)
101
perguruan tinggi kependidikan tidak menjadi jaminan siswa menjadi lebih baik setelah diajar oleh guru tersebut.
KALTIM PTS Non Kependidikan PTS Kependidikan PTN Non-Kependidikan PTN Kependidikan DIY
420
440
460
480
500
520
Grafik 6. 7 asal perguruan tinggi dan skor matematika Pelatihan profesi guru Tabel dan grafik berikut menunjukkan perbandingan prestasi siswa yang diajar oleh guru pernah mengikuti pelatihan profesi guru dan yang diajar oleh guru yang tidak mengikuti pelatihan profesi guru. Ternyata secara konsisten baik pada kemampuan matematika, membaca, dan sains, siswa-siswa dari guru yang pernah ikut pelatihan profesi guru nilainya lebih tinggi. Jumlah guru yang telah mengikuti profesi guru juga lebih banyak dibandingkan yang belum mengikuti yaitu 145 dibandingkan 97. Sehingga hasil perbandingan kemampuan siswanya juga relatif stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa pelatihan profesi guru memiliki dampak yang baik untuk peningkatan kualitas siswa.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
102
PROPORSI BERDASARKAN PENGEMBANGAN PROFESI Tidak 33% Ya 67%
Grafik 6. 8. Proporsi Guru berdasarkan Pengembangan Profesi
Tabel 6. 8 Pelatihan Profesi Guru Dan Nilai Siswa ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
Pelatihan Pengembangan Profesi Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
480.06 469.49 481.71 480.77
100 47 164 85
Di DIY terlihat perbedaan yang signifikan antara rerata skor matematika siswa yang diajar oleh guru dengan pelatihan pengembangan profesi dan tidak. Namun perbedaan itu hanya sedikit untuk provinsi Kaltim. Namun demikian hal ini dapat menjadi indikator bahwa pelatihan pengembangan profesi guru memang diperlukan dan berpengaruh positif terhadap prestasi akademik matematika siswa yang diajarnya.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
103
Status memperoleh sertifikasi mengajar Dari sekitar 405 responden guru sebesar 42% (171 orang) belum mendapatkan sertifikasi mengajar, dan 58% (234 orang) lainnya sudah. Namun demikian jika dilihat nilai rata-rata siswa yang diajar oleh kedua kelompok guru tersebut, ternyata tidak ada perbedaan yang berarti. Nilainya cenderung sama. Artinya meskipun belum mendapat sertifikasi mengajar, namun ditinjau dari segi prestasi siswanya tidak ada beda dengan siswa-siswa yang diajar oleh guru yang sudah tersertifikasi.
`
PROPORSI BERDASARKAN PEROLEHAN SERTIFIKASI MENGAJAR Belum 42% Sudah 58%
Grafik 6. 9 Proporsi Guru berdasarkan Perolehan Sertifikasi Mengajar
Tabel 6. 9 Sertifikasi Mengajar Guru Dan Nilai Siswa ID_Provinsi
Sertifikasi
Mean
N
DI YOGYAKARTA
Sudah Belum Sudah Belum
474.51 480.91 482.6 480
81 59 153 112
KALIMANTAN TIMUR
Indonesian National Assessment Program (INAP)
104
Hasil analisis pada tabel 6.9 menunjukkan tidak ada relevansi antara sertifikasi guru dengan rerata skor matematika siswa. Hal senada juga diperoleh
dalam
banyak
studi
yang mencoba
membandingkan
kemampuan kognitif siswa yang diajar oleh guru bersertifikasi dan belum tersertifikasi. Sehingga sekali lagi berdasarkan data hasil penelitian perlu dipertanyakan bagaimanakan efektifitas program sertifikasi guru terhadap peningkatan prestasi akademis siswa yang merupakan outcome dari program tersebut.
FAKTOR PENGALAMAN MENGAJAR Responden guru terdiri atas 196 guru kelas dan 51 guru mata pelajaran. Tidak ada perbedaan yang berarti dari segi hasil belajar siswa terhadap status mengajar Guru.
Tabel 6. 10 Status Mengajar Guru Dan Nilai Siswa ID_Provinsi DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
STATUS MENGAJAR Guru Kelas Guru MAPEL Guru Kelas Guru MAPEL
Mean
N
476.7 462.58 483.82 467.84
130 19 66 32
Demikian juga halnya dengan latar belakang pendidikan apakah sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, sebagian besar responden (84%) menyatakan sesuai, meskipun tidak spesifik terlihat apakah lulusan pendidikan guru sekolah dasar, ataukan lulusan guru bidang studi. Dan status kesesuaian latar belakang pendidikan ternyata berdampak terhadap nilai siswanya sebagaimana terlihat pada grafik. Untuk bidang studi matematika ada kecenderungan guru yang latar belakang pendidikan
Indonesian National Assessment Program (INAP)
105
sesuai nilainya lebih baik. Meskipun kesesuaian ini tidka secara detail dikupas untuk bidang studi atau jurusan apa.
PROPORSI BERDASARKAN KESESUAIAN MAPEL YANG DIJARKAN Tidak 16%
Ya 84%
Grafik 6. 10. Proporsi Guru berdasarkan Kesesuaian Mata Pelajaran Tabel 6. 11 Kesesuaian Mapel dengan pendidikan Guru ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Kesesuaian MAPEL dg Pendidikan Guru Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
478.37 465.29 484.06 458.46
127 22 79 18
106
Kesesuaian mapel dengan pendidikan guru Tidak
Ya
458.46 KALTIM 484.06
465.29 DIY 478.37
Grafik 6. 11. Kesesuaian Mata Pelajaran dan Nilai Matematika Pada angket guru juga ditanyakan apakah guru tersebut mengajar di sekolah lain. Ternyata 96% responden menyatakan bahwa ia tidak mengajar di sekolah lain. Dan nilai siswa pada bidang studi matematika yang diajar oleh guru-guru tersebut lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar oleh guru yang mengajar juga di sekolah lain. Artinya ketika guru mengajar di sekolah lain, kemungkinan perhatiannya terbagi dan tidak dapat fokus, sehingga nilai siswanya tidak sebaik siswa yang diajar oleh guru yang hanya mengajar di sekolah tersebut. Meskipun alasan ini masih harus dikaji lebih mendalam.
Tabel 6.12 Mengajar Di Sekolah Lain dan Nilai Siswa ID_Provinsi DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Mengajar di Sekolah Lain Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
451.02 476.26 445.08 481.18
1 150 9 87
107
Mengajar di sekolah lain? Tidak
Ya
481.18 KALTIM 445.08
476.26 DIY 451.02
Grafik 6. 11. Mengajar di sekolah lain dan Nilai Matematika Ketika responden diminta memilih berapa persen kesulitan mata pelajaran matematika maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Terlihat ternyata benar, bahwa semakin besar persentase kesulitan mengajar mata pelajaran tertentu yang dirasakan oleh guru, maka nilai siswanya pada mata pelajaran tersebut juga semakin kecil. Artinya memang benar bahwa kemahiran guru dalam mengajarkan suatu materi pelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswanya. 1-10% sebanyak 113 orang, 11-20% sebanyak 67 orang, dan >20% sebanyak 24 orang.
Tabel 6.9. Persen Kesulitan Matematika Dan Nilai Siswa ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Kesulitan Pengajaran MAPEL MAT 1-10% 11-20% >20% 1-10% 11-20% >20%
Mean
N
474.55 481.45 468.42 475.98 492.67 467.84
65 46 17 48 21 7
108
Hasil INAP nasional juga menunjukkan bahwa hampir seluruh guru (95%) membuat rencana pengajaran untuk setiap tahun. Rencana pengajaran tiap tahun yang dibuat oleh guru tersebut kemudian dimonitor ataupun dievaluasi sebagian besar oleh pengawas/penilik (83%). Selain pengawas, Dinas Kependidikan juga relatif banyak memonitor (16%). Hanya sebagian kecil yang diperiksa oleh Kepala Sekolah maupun pihak lainnya. Untuk lebih lengkapnya disajikan data disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 6.10 Memperbaharui RPP Dan Nilai Siswa ID_Provinsi DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
Memperbaharui RPP tiap tahun Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
476.21 438.46 482.59 466.82
148 1 245 19
Terlihat bahwa ketika gurunya memperbaharui RPP setiap tahun, rerata skor matematikanya pun lebih baik. Artinya kepedulian guru akan proses pembelajaran berpengaruh positif terhadap perstasi siswa. Terlihat juga baha RPP yang dievaluasi dengan rutin oleh Dinas pendidikan akan lebih baik prestasi siswanya.
Tabel 6.11 Evaluasi RPP Dan Nilai Siswa ID_Provinsi DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
Evaluasi RP oleh Disdik DINAS PENDIDIKAN PENGAWAS/PENILIK KEPALA SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN PENGAWAS/PENILIK
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Mean
N
500.79 480.65 451.9 472.69 482.81
4 93 3 51 186
109
Penggunaan alat peraga dari hasil studi INAP menunjukkan bahwa untuk mata pelajaran matematika sebagian besar guru (90%) menggunakan alat peraga.
Penggunaan alat peraga matematika 11%
Ya Tidak
89%
Grafik 6. 12. Penggunaan alat peraga matematika
Tabel 6.12 penggunaan alat peraga matematika Dan Nilai Siswa ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
478.54 453.23 480.9 472.37
119 7 10 9
Hasil menunjukkan bahwa rerata skor matematika siswa yang gurunya menggunakan alat peraga matematika lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa yang gurunya tidak menggunakan alat peraga. Oleh karena itu perlu dilakukan pelatihan dan sosialisasi mengenai pemanfaatan alat peraga matematika dalam pembelajaran selain juga memfasilitasi sekolah dengan alat-alat pengajaran yang diperlukan.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
110
Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa 60% guru merasa bahwa mereka memiliki hambatan dalam kelas. Hambatan tersebut ternyata membuat siswa yang diajarnya menjadi lebih rendah nilainya dibandingkan dengan siswa yang gurunya tidak merasa memiliki hambatan dalam kelas. Hal ini terlihat pada tabel berikut:
Ya 32%
Tidak 68%
Grafik 6.13 Proporsi Besar Hambatan Di Kelas Tabel 6.13 hambatan menguasai kelas dan nilai siswa ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
Indonesian National Assessment Program (INAP)
ADA HAMBATAN DALAM MENGUASAI KELAS Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
468.83 481.36 477.04 481.26
58 89 72 188
111
PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA Hasil analisis data INAP 2011 menunjukkan bahwa 78 % guru tidak memiliki fasilitas komputer di dalam kelas yang dapat digunakan untuk pembelajaran membaca. Padahal hasil menunjukkan bahwa dengan adanya komputer di dalam kelas, maka nilai membaca, nilai matematika, dan nilai sains akan menjadi lebih baik. Hasil angket sekolah menunjukkan bahwa hampir semua sekolah memiliki komputer. Namun penempatan komputer tersebut tidaklah di dalam ruangan kelas, sehingga pemanfaatan komputer tersebut tidak optimal untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas. Negara-negara Asia yang maju seperti Jepang, Korea, Singapore mulai melakukan modelling program optimalisasi teknologi informasi di dalam ruang kelas. Siswa memperoleh akses yang luas untuk membuka komputer di dalam kelas, bahkan mereka mulai berekspansi mengganti papan tulis menjadi smartboard yang terkoneksi dengan laptop guru dan internet, sehingga mudah menyajikan suatu website atau file kepada siswa. Hal ini tentu saja masih jauh dari kemampuan siswa Indonesia. Namun setidaknya penempatan komputer di sekolah tidak hanya di ruang kepala sekolah ataupun ruang guru/TU, sehingga tidak optimal menunjang pembelajaran di kelas.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
112
PROPORSI KETERSEDIAAN KOMPUTER DALAM PELAJARAN
Ya 22% Tidak 78%
Grafik 6.14 Proporsi Ketersediaan Komputer dalam Pelajaran
Tabel 6.14. Tersedianya Komputer Di Kelas Dan Nilai Siswa ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
KETERSEDIAAN KOMPUTER UTK DIGUNAKAN DLM PELAJARAN MEMBACA Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
497.46 470.86 489.91 467.37
29 117 8 11
Tuntutan era teknologi informasi yang mengandalkan koneksi internet juga belum terpenuhi oleh sebagian besar sekolah. Sekitar 66% sekolah telah memiliki komputer dengan akses internet. Hal ini dapat dimaklumi mengingat lokasi sekolah sampel INAP tersebar sampai ke pelosok kabupaten, sehingga jaringan internet belum memadai. Namun di sisi lain pemakluman tersebut ada PR yang sangat berat untuk pusat teknologi dan komunikasi kemdikbud melakukan ekspansi jaringan
Indonesian National Assessment Program (INAP)
113
pendidikan nasional (jardiknas) sampai ke pelosok negeri mengingat pesatnya laju informasi saat ini.
Tabel 6.15 Memiliki Komputer Dengan Akses Internet Dan Nilai Siswa ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
KOMPUTER YG MEMILIKI AKSES INTERNET Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
490.56 451.05 500.51 450.6
39 16 10 9
PROPORSI KOMPUTER TANG MEMILIKI AKSES INTERNET Tidak 34%
Ya 66%
Grafik 6.15 Proporsi Komputer yang Memiliki Akses Internet Dengan tidak spesifik menunjuk kepada komputer di sekolah ataukah komputer di rumah, guru diberi pertanyaan seberapa sering meminta siswa untuk melakukan aktivitas mencari informasi dengan komputer, membaca cerita atau tulisan lain di komputer, menggunakan pembelajaran dalam perangkat lunak, serta menggunakan komputer
Indonesian National Assessment Program (INAP)
114
untuk menulis cerita atau tulisan lain. Hasil analisis ditunjukkan pada tabel berikut. Secara umum, masih banyak guru yang belum memberikan tugas siswa mencari informasi dari komputer, hal ini wajar mengingat masih rendahnya akses internet yang dimiliki sekolah. Demikian juga dengan penugasan lain yang menggunakan komputer masih banyak guru menjawab tidak pernah memberikan tugas semacam itu. Hal ini juga mungkin disebabkan karena jenjang sekolah yang menjadi sampel inap adalah sekolah dasar, yang lokasinya tersebar dan jumlahnya begitu besar, sehingga sarana prasarana berupa komputer masih terbatas.
FAKTOR KEADAAN SEKOLAH
Berikut proporsi lokasi sekolah menurut pendapat guru:
PROPORSI LOKASI SEKOLAH
Kompleks Perumahan
30% 38%
15%
Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk
17%
Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya
Grafik 6.16. Proporsi Lokasi Sekolah
Indonesian National Assessment Program (INAP)
115
Proporsi sekolah yang berada di perkampungan rapat penduduk sebesar 38%, daerah keramaian sebesar 30%, pedesaan yang tenang sebesar 17%, dan kompleks perumahan sebesar 15%. Artinya sekitar 45% sekolah berada di wilayah yang cukup baik aksesnya. Namun demikian, amat disayangkan, karena sebagaimana yang telah kita bahas akses internet yang dimiliki sekolah masih sangat minim. Tabel 6. 16. Lokasi Sekolah Dan Nilai Siswa ID_Provinsi DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
LOKASI SEKOLAH
Mean
N
Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun)
473.73 487.99
9 17
Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya
479.89
65
467.16
53
Kompleks Perumahan
496.95
52
Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun)
482.17
105
Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya
474.21
90
465.95
17
Terjadi pola yang berbeda antara DIY dan Kaltim. Di DIY hanya sedikit sekolah yang berada di kompleks perumahan dibandingkan Kaltim. Mayoritas sekolah di Kaltim berada di daerah keramaian dan perkampungan/gang yang rapat penduduk. Namun nilai tertinggi kaltim adalah yang berada di kompleks perumahan, sedangkan di DIY adalah yang berada di daerah keramaian.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
116
Sebanyak 76% guru berpendapat bahwa lokasi sekolah tidak akan membawa pengaruh yang negatif terhadap guru. Yang menarik dari hal ini adalah, guru-guru yang termasuk dalam kelompok beropini lingkungan sekolah dapat membawa dampak negatif ternyata nilai siswanya lebih tinggi dibandingkan siswa-siswa yang gurunya berpendapat bahwa lingkungan sekolah tidak akan berdampak negatif kepada siswa. Namun hal ini mungkin lebih tepat jika dikaitkan dengan faktor lokasi yang beresiko biasanya ada di perkotaan dan tempat yang ramai. Dan perkotaan serta tempat yang ramai akan lebih mudah memperoleh informasi. Mudahnya akses terhadap informasi inilah yang sebenarnya berpengaruh terhadap lebih tingginya nilai siswa. Sehingga interpretasi lebih jauhnya adalah pengetahuan
yang
sudah umum kita pahami, kemudahan mengakses informasi di satu sisi berdampak positif dengan mudahnya mempertajam pengetahuan. Namun seperti sebuah koin, di sisi yang lain memudahkan siswa terimbas dampak negatif dari informasi yang tidak baik.
Tabel 6.17. Pendapat Guru Mengenai Potensi Dampak Negatif Dari Lokasi Sekolah Dan Nilai Siswa
ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
LOKASI SEKOLAH MEMBAWA PENGARUH NEGATIF BAGI SISWA Ya Tidak Ya Tidak
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Mean
N
469.54 477.77 475.57 483.77
34 112 65 199
117
Hasil analisis terhadap waktu pembelajaran di sekolah apakah pagi ataukah sore menunjukkan bahwa di DIY 95% sekolah memiliki waktu pembelajaran di pagi hari, sedangkan di Kaltim 80% yang di pagi hari. Hasil di kedua provinsi menunjukkan bahwa nilai matematika siswa pada sekolah-sekolah yang jam pembelajarannya pagi lebih tinggi dibandingkan sekolah-sekolah yang waktu pembelajarannya siang hari. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6.18 Waktu pembelajaran Dan Nilai Siswa ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA KALIMANTAN TIMUR
WAKTU PEMBELAJARAN DI SEKOLAH PAGI HARI SIANG HARI PAGI HARI SIANG HARI
Mean
N
476.68 453.06 481.92 479.81
143 2 213 49
MEMBUAT PERSIAPAN MENGAJAR
7%
7%
INTERAKSI DGN SISWA SECARA PERORANGAN
13% 9%
10% 7%
MELAKUKAN PEMBELAJARAN DI KELAS
MENYUSUN SOAL TES
9% 38%
MENJALIN HUBUNGAN DENGAN ORTU/MASYARAKAT MEMERIKSA HASIL ULANGAN, TUGAS, UJIAN SISWA MELAKUKAN PENCATATAN PRESTASI & KONDISI SISWA
Grafik 6.17. Proporsi Alokasi Waktu dalam Kegiatan Belajar Terlihat dari grafik bahwa secara rata-rata waktu kegiatan belajar mengajar dalam satu semester digunakan dalam porsi terbanyak untuk pembelajaran di kelas dengan nilai rerata 38 %. Kemudian kegiatan
Indonesian National Assessment Program (INAP)
118
persiapan mengajar, memeriksa hasil ulangan, berinteraksi dengan siswa,
mempersiapkan
tes/ulangan,
menjalin
hubungan
atau
berinteraksi dengan orangtua/wali murid, memeriksa hasil ulangan secara rata-rata memiliki alokasi waktu yang sama, yaitu dalam rentang sekitar 7-13%. Namun variasi pembagian waktu guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar ini sangat besar, yang artinya strategi guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar di Indonesia masih sangat beragam. Demikian juga halnya dengan fokus perhatian guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Meskipun guru memiliki otoritas dalam melakukan strategi pembelajaran, namun penting dilakukan suatu penelitian yang membahas pembagian waktu yang ideal untuk siswa-siswa dalam beberapa karakter.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
119
Tabel 6.18 Alokasi waktu guru ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
Mean
Std. Deviation
Mean
Std. Deviation
12.7
11.375
15.47
15.63
9.32
9.577
11.6
15.289
46.23
19.444
41.41
20.995
9.27 5.8
8.619 8.68
11.4 8.43
14.984 15.101
9.46
8.884
12.44
15.904
MELAKUKAN PENCATATAN PRESTASI & KONDISI SISWA
5.73
8.432
9.17
15.24
MENGISI RAPOR
6.4
8.741
8.62
13.98
MEMBUAT PERSIAPAN MENGAJAR INTERAKSI DGN SISWA SECARA PERORANGAN MELAKUKAN PEMBELAJARAN DI KELAS MENYUSUN SOAL TES MENJALIN HUBUNGAN DENGAN ORTU/MASYARAKAT MEMERIKSA HASIL ULANGAN, TUGAS, UJIAN SISWA
Pada angket guru INAP 2012 ditanyakan pula sebarapa sering guru menugaskan siswa tugas-tugas tertentu menggunakan komputer. Berikut contoh pertanyaan pada angket guru yang berkaitan dengan hal tersebut: Selama pelajaran membaca berlangsung, seberapa sering Anda meminta para siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas komputer berikut? a.
Mencari informasi .................................................
b.
Membaca cerita atau tulisan lain di komputer ......
c.
Menggunakan pengajaran dalam perangkat lunak untuk mengembangkan keterampilan dan strategi membaca ...............................................................
d.
Menggunakan komputer untuk menulis cerita atau tulisan lain .....................................................
Indonesian National Assessment Program (INAP)
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
120
Hasil analisis respon siswa terhadap pertanyaan tersebut disajikan pada tabeltabel berikut:
Tabel 6.19 Mencari informasi dengan komputer
ID_Provinsi DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
MENCARI INFORMASI Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan Tidak Pernah Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan Tidak Pernah
Mean
N
500.5 481.21
6 20
507.7
8
463.26 427.62 476.65
13 6 3
497.64
5
515.31
5
Tabel 6.20 Membaca cerita atau tulisan lain di komputer ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
MEMBACA CERITA ATAU TULISAN LAIN DI KOMPUTER 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan Tidak Pernah Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan Tidak Pernah
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Mean
N
496
19
481.45
16
465.34 435.05 484.84
12 4 5
494.25
6
482.62
4
121
Tabel 6.21 Menggunakan pengajaran perangkat lunak
ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
MENGGUNAKAN PENGAJARAN PERANGKAT LUNAK UITK KETRAMPILAN & MEMBACA 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan Tidak Pernah Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan Tidak Pernah
Mean
N
486.24
18
496.36
15
464.76 446.01 467.69
15 2 4
468.35
8
510.16
5
Tabel 6.22 Menggunakan komputer untuk menulis cerita atau tulisan lain
ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
MENGGUNAKAN KOMPUTER UTK MENULIS CERITA ATAU TULISAN LAIN 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan Tidak Pernah Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan Tidak Pernah
Mean
N
503.08
8
497.32
19
461.68 467.88 477.3
21 9 35
486.03
37
485.62
70
Secara umum, meskipun analisis yang dilakukan adalah pada skor matematika, terdapat kaitan antara frekuensi guru memberikan tugas kepada siswa menggunakan komputer dengan rerata skor matematika siswanya, terutama di
Indonesian National Assessment Program (INAP)
122
DIY. Semakin sering guru memberi tugas berkaitan dengan komputer, skor matematika siswa juga semakin tinggi.
Hal lain yang digali dari angket guru adalah pendapat guru mengenai kelengkapan buku-buku pegangan sebagai sumber belajar untuk menunjang kegiatan pemebelajaran. Sekitar 70% guru menyatakan cukup lengkap, 17% menyatakan kurang lengkap, dan hanya 13% yang merasa sangat lengkap. Pendapat guru akan kelengkapan buku pegangan ini ternyata berbanding lurus dengan prestasi siswanya. Semakin lengkap buku pegangan untuk menunjang pembelajaran, maka nilai siswanya semakin tinggi.
Tabel 6.22 Kelengkapan buku pegangan dan nilai siswa ID_Provinsi
DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
KELENGKAPAN BUKU-BUKU PEGANGAN SBG SUMBER BELAJAR SANGAT LENGKAP LENGKAP KURANG LENGKAP SANGAT LENGKAP LENGKAP
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Mean
N
483.3
15
478.03 463.06
105 27
488.66
7
466.8
11
123
70% SANGAT LENGKAP CUKUP LENGKAP
13%
KURANG LENGKAP
17%
Grafik 6.18. Proporsi kelengkapan buku pegangan Untuk mata pelajaran matematika , pola berlatih perlu dikembangkan bagi siswa. Hal ini terlihat dari tabel yang membandingkan skor matematika siswa berdasarkan frekuensi guru memberi PR matematika. Semkain sering guru memberikan PR matematika, dalam hal ini empat kali seminggu, nilai matematika siswanya semakin baik. Artinya pembiasan mengerjakan dan berlatih soal-soal matematika berdampak baik bagi pencapaian prestasi akademis di bidang matematika.
Tabel 6.23 Frekuensi PR matematika dan nilai siswa ID_Provinsi DI YOGYAKARTA
KALIMANTAN TIMUR
PR MATEMATIKA 1 KALI 2 KALI 4 TIDAK PERNAH 1 KALI 2 KALI 4
Indonesian National Assessment Program (INAP)
Mean
N
447.55 472.6 478.5 449.52 486.71 486.04 483.28
8 46 77 7 28 53 59
124
1 KALI 510 480
450 DIY
420
4 KALI
KALTIM
2 KALI
Grafik 6.19. Frekuensi PR matematika dan skor siswa Selain itu ditanyakan pula frekuensi guru memberikan jenis-jenis tugas tertentu kepada siswa. Jenis-jenis tugas itu adalah membaca buku sumber lain, membuat kliping, mempraktekkan materi yang baru saja diajarkan, menuliskan pendapat tentang materi, melakukan pengamatan di luar lingkungan sekolah, mengerjakan soal-soal, membuat ringkasan materi, serta mengunjungi perpustakaan. Hasil analisis respon guru dari pertanyaan tersebut sebagai berikut:
Indonesian National Assessment Program (INAP)
125
Tabel 6.24 Frekuensi Pemberian Jenis Tugas
MEMBACA BUKU SUMBER LAIN
MEMBUAT KLIPING INFORMASI DR BERBAGAI SUMBER
MEMPRAKTEKKAN MATERI YG BARU DIAJARKAN
MENULIS PENDAPAT TTG MATERI YANG BARU DIAJARKAN
MELAKUKAN PENGAMATAN KEJADIAN DI LUAR LINGKUNGAN SEKOLAH
MENGERJAKAN SOAL-SOAL
MEMBUAT RINGKASAN MATERI
MENGUNJUNGI PERPUSTAKAAN
Indonesian National Assessment Program (INAP)
TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG
DI YOGYAKARTA 0
KALIMANTAN TIMUR 2
26 119 9
54 205 31
107 30 0
158 70 3
19 126 2
37 219 4
51 93 3
72 183 8
81 61 0
167 88 0
3 143 0
2 261 3
22 125 6
43 215 8
39 102
72 183
126
14 111 Membuat ringkasan materi 3 65 05 Melakukan pengamatan kejadian di… 11 6 123 3 56 Mempraktekkan materi yang baru… 40 2 80 Membaca buku sumber lain 0% Tidak pernah
285 340 404 248
20% jarang
149 276 345 265
100
324 40%
60%
80%
100%
sering
Grafik 6.19. Proporsi Jenis-Jenis Tugas pada Siswa Terlihat dari hasil analisis semua responden menyatakan sering memberi tugas siswa untuk mengerjakan soal-soal. Sedangkan belajar melalui informasi yang langsung seperti membaca buku, koran, majalah atau artikel yang dapat diperoleh dari tugas membuat kliping dan mengunjungi perpustakaan ternyata sekitar 10% guru menyatakan tidak pernah memberi tugas semacam itu. Untuk mengetahui keragaman jenis penilaian yang digunakan oleh guru di dalam kelas untuk mengungkap kemampuan siswanya maka disajikan soal mengenai seberapa sering jenis-jenis penilaian yang digunakan.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
127
Tabel 6.25 Frekuensi Pemberian Bentuk Penilaian
BENTUK PENIALAIAN SOAL PILIHAN GANDA
BENTUK PENIALAIAN SOAL ISIAN
BENTUK PENIALAIAN SOAL MENJODOHKAN
BENTUK PENIALAIAN SOAL BENAR-SALAH
BENTUK PENIALAIAN SOAL URAIAN/MENGARANG
BENTUK PENIALAIAN PERTANYAAN LISAN
BENTUK PENIALAIAN PENUGASAN/PR INDIVIDUAL
BENTUK PENIALAIAN PENUGASAN KELOMPOK
BENTUK PENIALAIAN PORTOFOLIO
BENTUK PENIALAIAN PRAKTEK
BENTUK PENIALAIAN APERSEPSI/PENGULANGAN KEMBALI MATERI
TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG TIDAK PERNAH SERING JARANG
Indonesian National Assessment Program (INAP)
DI YOGYAK ARTA 2
KALIMANT AN TIMUR
33 111 1
43 204 13
1 145 27
7 242 48
84 34 75
152 57 5
58 11 2
10 3 3
20 122 0
2 13 0
11 135 0
3 15 0
3 143 0
3 15 0
48 98 1
6 12 17
86 58 0
87 64 8
55 88 0
72 93 0
14 131
20 148
12
128
Jenis-jenis penilaian yang ditanyakan adalah soal pilihan ganda, isian, menjodohkan, benar-salah,uraian, pertanyaan lisan, PR individual, tugas kelompok, portofolio, tes praktek dan pengulangan kembali materi. Hasil menunjukkan jenis soal yang sering digunakan oleh guru adalah soal isian, pertanyaan lisan, soal uraian/mengarang, serta penugasan/PR individu. Guru juga sering melakukan apersepsi atau pengulangan kembali materi yang telah diberikan sebelumnya. Terlihat pula pada tabel bahwa soal menjodohkan dan soal benar-salah relatif jarang digunakan dibandingkan soal jenis lainnya.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
129
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa item soal untuk survei Indonesia National Assessment Program (INAP) 2012 adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan studi INAP 2012 rerata kemampuan matematika siswa DIY dan Kaltim masih berada di bawah rerata internasional, namun sudah lebih baik dibandingkan negara Thailand ataupun Iran. 2. Rerata skor matematika INAP untuk masing-masing cognitive domain pada menunjukkan bahwa literasi matematika siswa di propinsi DIY lebih unggul dibanding propinsi Kalimantan Timur. 3. Berdasarkan hasil analisis butir ditunjukkan bahwa soal-soal INAP daat disandingkan dengan soal-soal internasional dari segi karakteristik statistik butir, meskipun kontennya telah disesuaikan dengan kurikulum nasional. 4. Siswa sampel INAP 2012 sebagian besar masih berada pada posisi low internasional benchmark dan intermediate low benchmark yang artinya siswa baru mampu mengetahui konsep matematika yang dasar saja. 5. Berdasarkan data angket siswa dapat diketahui perolehan skor literasi yang tinggi dipengaruhi oleh faktor diri siswa dan keluarga, faktor kegiatan belajar dan fasilitas belajar, faktor kegiatan di waktu luang/libur, persepsi siswa mengenai sekolah, dan persepsi siswa mengenai mata pelajaran. 6. Berdasarkan angket guru, diperoleh data bahwa literasi membaca siswa dipengaruhi oleh karakteristik guru sampel, pengalaman mengajar guru, penggunaan komputer dalam pembelajaran, keadaan sekolah, dan faktor siswa dan pembelajaran.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
130
B. Saran Memperhatikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, diajukan saran sebagai berikut: c. Soal-soal nasional yang mengukur level kognitif reasoning perlu diperkaya dan ditingkatkan sesuai tuntutan di tingkat inernasional namun tidka lepas dari konteks nasional. d. Hasil analisis angket siswa menunjukkan bahwa faktor rumah berpengaruh terhadap pencapaian akademis siswa. Siswa perlu merasa senang di rumah, didukung belajar di rumah namun tidak bermakna selalu dituntun dalam belajar. Sinergi antara orangtua dan sekolah dalam pendidikan adalah kunci utama keberhasilan siswa meningkatkan prestasinya. e. Hasil perbandingan antara latar belakang jurusan yang diambil guru di perguruan tinggi dengan nilai siswa yang diajarnya pada bidang studi tertentu menggambarkan adanya kebutuhan guru bidang studi di jenjang sekolah dasar. Lebih khusus lagi guru bidang studi tersebut hendaknya lulusan perguruan tinggi dengan jurusan yang sesuai. Oleh karena iu disarankan agar wacana menggeser paradigma guru kelas menjadi guru bidang studi di jenjang sekolah dasar perlu digalakkan. Terutama untuk siswa di kelas 4 sampai kelas 6. f. Fakta yang menunjukkan bahwa siswa dengan guru pernah mengikuti pelatihan pengembangan profesi guru nilainya lebih baik sebaiknya ditindaklanjuti dengan perencanaan pelatihan yang berkesinambungan dan komprehensif. Proses difusi dan diseminasi pelatihan juga perlu lebih dicermati
Indonesian National Assessment Program (INAP)
131
sehingga dampak pelatihan tersebut akan semakin dirasakan oleh siswa. g. Perlu ditingkatkan sarana komputer di sekolah. Kemudian komputer tersebut hendaknya digunakan secara optimal untuk menunjang proses belajar mengajar di kelas. Sehingga komputer disarankan diletakkan di dalam ruang kelas atau ruangan lain yang dapat diakses siswa. Tidak hanya dipasang di ruang kepala sekolah, ruang guru, atau ruang TU. Jika komputer disentralkan di laboratorium komputer, maka perlu dilakukan penjadwalan mata pelajaran bidang studi di laboratorium komputer. Akses internet juga merupakan hal yang disarankan untuk segera diekspansi pengadaannya. h. Dana anggaran dan pendapatan negara perubahan di kementerian pendidikan dan kebudayaan dapat disalurkan untuk pengadaan dan pendistribusian buku-buku pegangan bagi guru. Perencanaan dan keakuratan pemetaan kebutuhan buku pegangan juga memegang peranan penting atas pemerataan buku. Hal ini penting mengingat hasil studi INAP menunjukkan
bahwa
kelengkapan
buku
pegangan
berpengaruh pada kemampuan siswa.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
132
TINJAUAN PUSTAKA
Allen, M. J. & Yen, W. M. (1979). Introduction to measurement theory. Monterey, CA: Brooks/Cole Publishing Company. American
Educational
Research
Association,
American
Psychological
Association, and National Council on Measurement in Education. (1999). Standards for educational and psychological testing. Washington, DC: American Psychological Association. Anas Sudijono.(1998).Pengantar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Cizek, G.J., Rosenberg, S.L. & Koons, H.H. (2008). Source of validity evidence for educational and psychological test. Educational and Psychological Measurement, Vol. 68, pp. 397-412. Djaali & Pudji Muljono.(2008).Pengukuran dalam Bidang Pendidikan.Jakarta:PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Ebel, R.L. & Frisbie, D.A. (1986). Essentials of educational measurement. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc. Embretson, S.E. & Reise, S.P., (2000). Item response theory for psychologists. Marwah, NJ: Lawrence Erlbaum. Fernandes, H. J. X. (1984). Evaluation of educational program. Jakarta: National Education Planning, Evaluating and Curriculum Development. Hambleton, R.K., Swaminathan, H., & Rogers, H.J. (1991). Fundamental of item response theory. Newbury Park, CA: Sage Publication Inc. Hambleton, R.K. & Swaminathan, H. (1985). Item response theory. Boston, MA: Kluwer Inc.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
133
Hulin, C.L., Drasgow, F. & Parsons, C.K. (1983). Item response theory : Application to psychological measurement. Homewood, IL: Dow JonesIrwin. Linn, R.L. & Gronlund, N.E. (1995). Measurement and assessment in teaching (7th ed.). EnglewoodCliffs, NJ: Prentice-Hall. Lord, F.M. (1980). Application of item response theory to practical testing problems. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum. McDonald, R.P. (1999). Test theory: A unified treatment. Mahwah, NJ: Lawrence Elrbaum. Mehrens, W.A. & Lehmann, I.J. (1973). Measurement and evaluation in education and psychology. New York: Hold, Rinehart and Wiston, Inc. Nana Sudjana.(1989).Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Nunally, J. (1978). Psychometric theory (2nd ed.) . New York: McGraw Hill. R.
Soedjadi.(2000).Pendidikan Matematika di
Indonesia.Jakarta:Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Suharsimi Arikunto.(2010).Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Sumarna Surapranata.(2004).Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004.Jakarta: PT Remaja Rosdakarya Bandung. Syaifudin Azwar. (2000). Reliabilitas dan validitas (Edisi 4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Walpole, R.E., Mers, R.H., Myers, S.L. et al. 2002. Probability and statistics for engineers and scientists. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Indonesian National Assessment Program (INAP)
134