NATIONAL RISK ASSESSMENT (NRA) “Penilaian risiko nasional (National Risk Assessment/NRA) merupakan suatu kegiatan terorganisasi dan sistemik untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi sumber dan metode pencucian uang dan pendanaan terorisme, kelemahan dalam sistem anti Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, serta kerawanan lainnya yang dihadapi yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung pada negara tertentu yang melaksanakan penilaian”
FATF Guidance: National Money Laundering and Terrorist Financing Risk Assessment - 2013
TUJUAN NRA Memberikan masukan untuk perbaikan potensial rezim AML/CFT, termasuk melalui perumusan atau kalibrasi kebijakan AML/CFT nasional
Membantu dalam memprioritaskan dan mengalokasikan sumber daya AML/CFT oleh pihak yang berwenang, termasuk memberikan masukan dalam setiap penilaian risiko yang dilakukan secara parsial oleh setiap stakeholder
Memberi masukan dalam penilaian risiko AML/CFT yang dilakukan oleh PJK dan PBJ
NRA METHODOLOGY
MODEL NRA VERSI FATF
MODEL NRA VERSI WORLD BANK
MODEL NRA VERSI FATF Tahap Pertama: Identifikasi Tahap Kedua: Analisis Tahap Ketiga: Evaluasi ILUSTRASI MATRIKS EVALUASI RISIKO
MODEL NRA VERSI WORLD BANK
FORMULASI PENILAIAN RISIKO
=
(
+ Ancaman
(
Risiko
Kerentanan
x
Dampak
PEMANGKU KEPENTINGAN YANG TERLIBAT DALAM PENYUSUNAN NRA ON ML/TF INDONESIA
ILUSTRASI KEGIATAN PENILAIAN RISIKO NASIONAL TERHADAP TPPU
SKEMA PENILAIAN RISIKO NASIONAL TERHADAP TPPU DI INDONESIA
ANCAMAN TPPU
KERENTANAN TPPU
PETA RISIKO TPPU INDONESIA MENURUT TINDAK PIDANA ASAL
PETA RISIKO TPPU DI INDONESIA MENURUT WILAYAH TERJADINYA TRANSAKSI
PETA RISIKO TPPU DI INDONESIA MENURUT PROFIL PENGGUNA JASA
PETA RISIKO TPPU DI INDONESIA MENURUT JENIS PIHAK PELAPOR
EMERGING THREAT TPPU DI INDONESIA • Terkait dengan semakin maraknya penggunaan Bitcoin di Indonesia yang sudah merambah sebagai alternatif pembayaran transaksi properti, kendaraan mewah, senjata illegal, bahkan dimungkinkan untuk pendanaan terorisme, Pemerintah diharapkan memberikan perhatian lebih besar agar Bitcoin tidak berkembang lebih jauh menjadi sarana pencucian uang, mengingat bahwa transaksi dengan Bitcoin bersifat intangible, unknown, dan untraceable. • Namun demikian, hingga saat ini Pemerintah Indonesia belum mengatur secara tegas terkait penggunaan Bitcoin. Dengan memperhatikan Undang-undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta UU No. 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009, Bank Indonesia mengeluarkan pernyataan bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. • Bank Indonesia selaku regulator sistem pembayaran menghimbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap Bitcoin dan virtual currency lainnya. Segala risiko terkait kepemilikan/penggunaan Bitcoin ditanggung sendiri oleh pemilik/pengguna Bitcoin dan virtual currency lainnya. Terkait dengan hal ini, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) yang ada di bawah BI akan terus fokus mengawasi potensi pergeseran sistem pembayaran dari model konvensional ke model baru.
EVALUASI ATAS RISIKO TPPU DI INDONESIA
Dalam penyusunan rekomendasi terkait dengan hasil temuan NRA on ML, Tim NRA Indonesia telah melakukan evaluasi terhadap faktor-faktor risiko TPPU dengan pendekatan PESTEL Analysis dan SWOT Analysis.
Melalui kedua pendekatan ini, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya telah ditemukan 30 (tiga puluh) kerentanankerentanan makro pokok Indonesia terkait dengan TPPU.
Terhadap 30 (tiga puluh) kerentanankerentanan makro pokok tersebut, Tim NRA Indonesia telah mendapatkan masukan/tanggap an dari pakar-pakar dari setiap aspek PESTEL
REKOMENDASI – BAGIAN 1 Penyempurnaan tata kelola legislasi dan regulasi secara berkala, khususnya yang berpotensi mendorong terjadinya TPPU Penyelamatan aset hasil tindak pidana dengan mendorong UU Perampasan Aset
Mendorong agar kriminalisasi mengenai illicit enrichment dimasukkan ke dalam UU TPPU
Mendorong implementasi SIN (Single Identity Number) terhadap masyarakat.
REKOMENDASI – BAGIAN 2 Peningkatan awareness masyarakat terhadap ancaman TPPU di Indonesia dan risiko atas pola hidup yang cenderung hedonis yang menjadi salah satu pemicu terjadinya TPPU. Peningkatan coverage Pihak Pelapor guna menjadi pelapor aktif serta meningkatkan kapabilititas Pihak Pelapor (meliputi: awareness, pemahaman, dan kompetensi) dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan berbasis risiko. Peningkatan awareness, pemahaman, dan kompetensi Lembaga Pengawas Pengatur guna melakukan pengawasan dan pengaturan berbasis risiko terhadap industri yang menjadi kewenangannya. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas Penegak hukum baik Penyidik, Penuntut maupun Hakim diseluruh tingkatan mencakup awareness, pemahaman dan kompetensi guna melakukan upaya penegakan hukum TPPU berbasis risiko.
REKOMENDASI – BAGIAN 3 Pola penanganan tindak pidana pencucian uang secara terpadu.
Perlunya adanya program pendampingan (sistering) dan pengawasan berbasis risiko oleh penegak hukum pada level pusat terhadap upaya pemberantasan TPPU pada level regional. Mendorong upaya perbaikan remunerasi pada profil-profil berisiko tinggi TPPU, termasuk unit yang menangani implementasi rezim APUPPT pada Pihak Pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, serta penegakan hukum TPPU di berbagai Lembaga/Instansi. Optimalisasi peran unit/fungsi audit internal di berbagai stakeholder dalam implementasi rezim APUPPT oleh setiap stakeholder.
Untuk memonitoring optimalisasi rezim APUPPT secara nasional di berbagai lini, perlu dibangun statistik nasional terintegrasi terkait pencegahan dan pemberantasan TPPU.
TERIMA KASIH