DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................1 PENDAHULUAN ...................................................................................................3 A.
Latar Belakang .............................................................................................3
B.
Tujuan ..........................................................................................................6
C.
Ruang Lingkup .............................................................................................7
D.
Manfaat ........................................................................................................7
LANDASAN TEORI ...............................................................................................8 A.
Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar .....................................8
B.
Tes ..............................................................................................................12
C.
Ragam Bentuk Soal .................................................................................15 1. Soal Bentuk Uraian ..........................................................................15 2. Soal Bentuk Objektif........................................................................18
D.
Teori Respons Butir pada Data Dikotomi ..................................................21
E.
Teori Respons Butir pada Data Politomi ...................................................22 1. Graded Respons Model (GRM) ..........................................................23 2. Partial Credit Model (PCM) ...............................................................23 3. Generalized Partial Credit Model (GPCM) .......................................25
F.
Kecocokan Model ......................................................................................26
G.
Variabel yang Diukur .................................................................................28
H.
Strategi Asesmen ......................................................................................29
I.
Siklus Asesmen ..........................................................................................30
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................32 A.
Target Populasi ..........................................................................................32
B.
Sampel........................................................................................................32
C.
Instrumen Penelitian ..................................................................................32
D.
Strategi Pengumpulan Data ........................................................................34
E.
Kerangka Kerja Pengembangan Instrumen................................................34
F.
Pelaksanaan Kegiatan Survei .....................................................................36
LATAR BELAKANG SISWA ..............................................................................41 A.
Faktor Diri Siswa Dan Keluarga ................................................................41
B.
Kegiatan belajar dan fasilitas belajar .........................................................62
Indonesia National Assessment Program (INAP)
1
C.
Kegiatan Di Waktu Luang/Libur ...............................................................66
D.
Mengenai Sekolah ......................................................................................72
E.
Mengenai Mata Pelajaran...........................................................................74
LATAR BELAKANG GURU ...............................................................................84 A.
Karakteristik Guru Sampel.........................................................................84
B.
Faktor Pengalaman Mengajar ....................................................................99
C.
Penggunaan Komputer Dalam Pembelajaran Membaca ..........................107
D.
Faktor Keadaan Sekolah ..........................................................................110
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................121 A.
Kesimpulan ..............................................................................................121
B.
Saran ........................................................................................................122
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................124
Indonesia National Assessment Program (INAP)
2
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Mutu sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan
bagi kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, mutu sumber daya manusia yang baik lebih penting daripada sumber daya alam yang melimpah. Mutu sumber daya manusia yang baik hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang baik dan bermutu. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak dapat ditawar dalam rangka meningkatkan mutu SDM bangsa Indonesia yang siap dan mampu bersaing dalam pergaulan dan pasar kerja global saat ini. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa permasalahan pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan memperlihatkan berbagai kendala yang meng-hambat tercapainya tujuan pendidikan seperti diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rendahnya mutu pendidikan ini dapat terlihat dari berbagai indikator mikro, seperti: hasil studi Trends in International Mathematic and Science Study (TIMSS), yang bertujuan mengetahui perkembangan matematika dan sains peserta didik usia 13 tahun (SMP/MTs kelas VIII) belum menunjukkan prestasi yang memuaskan. Peserta didik Indonesia dalam kemampuan matematika pada tahun 1999 hanya mampu menempati peringkat 34 dari 38 negara, kemampuan dalam bidang sains berada di urutan ke 32. Pada tahun 2003 kemampuan matematika peserta didik Indonesia berada pada peringkat 35 dari 46 negara, sedangkan untuk kemampuan dalam bidang sains berada di urutan ke 37. Selanjutnya, pada tahun 2007 prestasi Indonesia tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu kemampuan matematika berada pada peringkat 36 dari 48 negara dan kemampuan sains berada pada peringkat 35. Keprihatinan yang sama dapat dilihat dalam laporan studi Programme for International Student Assessment (PISA). Pada tahun 2000 prestasi literasi membaca (reading literacy) bagi peserta didik Indonesia usia 15 tahun berada
Indonesia National Assessment Program (INAP)
3
pada peringkat 39 dari 41 negara, prestasi literasi matematika (mathematical literacy) berada pada peringkat 39, dan prestasi literasi sains (scientific literacy) berada pada peringkat 38. Pada tahun 2003, untuk literasi membaca peserta didik Indonesia berada di peringkat 39 dari 40 negara peserta, literasi matematika berada di peringkat 38, dan untuk literasi sains berada pada peringkat 38. Pada tahun 2006 prestasi literasi membaca peserta didik Indonesia berada pada peringkat 48 dari 56 negara, literasi matematika berada pada peringkat 50 dari 57 negara, dan literasi sains berada pada peringkat 50 dari 57 negara. Hasil studi PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) tahun 2006 dalam bidang membaca pada anak-anak kelas IV sekolah dasar di seluruh dunia di bawah koordinasi The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang diikuti 45 negara/negara bagian, baik berasal dari negara maju maupun dari negara berkembang, memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke 41. Secara nasional, mutu prestasi peserta didik kelas IX SMP/MTs, kelas XII SMA/MA berdasarkan ujian nasional (UN) masih sangat bervariasi dilihat dari rata-rata nasional setiap mata pelajaran 3 tahun terakhir. Hasil UN baik pada tahun 2006, 2007, maupun 2008 menunjukkan rentang nilai terendah dan tertinggi masih di atas 9 dari skala 10; yang menunjukkan bahwa perbedaan peserta didik kemampuan terendah dan kemampuan tertinggi masih terlampau jauh. Standar deviasi hasil UN dari tahun ke tahun pun menunjukkan peningkatan yang berarti keragaman nilai semakin bervariasi. Sebagai contoh mata pelajaran matematika; pada tahun 2006 untuk jenjang SMP/MTs standar deviasi meningkat dari 1,10 menjadi 1,61 di tahun 2008, dan untuk jenjang SMA/MA, standar deviasi meningkat dari 0,90 di tahun 2006 menjadi 1,58 di tahun 2008. Keberagaman ini menunjukkan lebarnya penyebaran kemampuan matematika peserta didik di tahun 2008 dibandingkan tahun 2006. Rerata nilai matematika dan bahasa Indonesia di tingkat SMP/MTs-pun menunjukkan trend penurunan. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan pemantauan mutu pendidikan secara periodik dan sistematik agar diperoleh hasil yang lebih
Indonesia National Assessment Program (INAP)
4
menyeluruh dari permasalahan yang dihadapi, sehingga kebijakan yang diambil dapat sinkron dengan permasalahan yang ada dan dapat menjawab pertanyaan yang sering muncul sehubungan dengan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Hasil pemantauan mutu yang dilakukan secara periodik dan sistematik ini juga dapat mendiagnosa sehat tidaknya sistem pendidikan yang sedang berlaku, baik di tingkat nasional maupun provinsi/kabupaten/ kota. Selama ini di Indonesia belum ada mekanisme yang terlembaga yang memantau mutu secara periodik dan sistematik. Di negara maju sistem pemantauan mutu sudah berjalan dengan baik dan terlembaga, seperti
di Amerika (NAEP), juga di negara berkembang telah
terbukti bahwa asesmen yang terlembaga dan dilaksanakan secara profesional sangat berguna untuk menyusun kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu, seperti di Chili. Berdasarkan kenyataan ini, mengembangkan sistem pemantauan melalui asesmen secara nasional yang terlembaga bagi Indonesia sangatlah penting, mengingat Indonesia sangat besar dan heterogen dilihat dari berbagai aspek. Dengan adanya sistem pemantauan terlembaga yang dilakukan secara periodik dan sistematik, dapat dikembangkan kebijakan yang tepat sesuai hasil diagnosa pemantauan ini, kemudian dapat dibuat laporan secara berkala, mana yang berhasil dan mana yang tidak berhasil sebagai akuntabilitas kepada publik. Dalam arti pendidikan diarahkan kepada sistem yang transparan, akuntabel, dan demokratis. Sehubungan dengan hal tersebut, Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdiknas membentuk sistem pemantauan mutu yang terlembaga di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pemantauan mutu dilakukan melalui survei yang disebut Indonesia National Assessment Program (INAP). Survei ini bersifat “longitudinal” untuk memantau mutu pendidikan secara nasional pada satuan pendidikan SD/MI (kelas I – VI), SMP/MTs (kelas VII – IX), dan SMA/MA (kelas X – XII). Berdasarkan survei longitudinal ini diperoleh data tentang mutu pendidikan yang valid, tidak hanya menggambarkan pencapaian kemampuan peserta
didik,
tetapi
juga
faktor-faktor
Indonesia National Assessment Program (INAP)
yang
mempengaruhinya.
Pada
5
implementasinya, survei INAP dilakukan bertahap dengan membidik target kelas yang berbeda di setiap tahunnya hingga satu kurun siklus pelaksanaan. Diharapkan melalui pengambilan
keputusan
INAP, berbagai pihak
mengenai
pendidikan,
yang terlibat dalam
antara
lain
Kementerian
Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Bappenas, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, DPR/DPRD, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat akan memperoleh informasi secara berkala, sistematis, dan ilmiah. Permasalahan yang dapat dirumuskan dari uraian tersebut adalah: (1) belum adanya sistem pemantauan yang terlembaga di Indonesia. Kalaupun ada, sifatnya adalah adhoc; (2) kurangnya kemampuan Provinsi, Kabupaten/Kota untuk melakukan survei dalam rangka memantau mutu pendidikan, (3) belum adanya informasi secara berkala dan terbuka kepada masyarakat luas mengenai perkembangan mutu pendidikan, baik di tingkat Provinsi, maupun Kabupaten/ Kota, terlebih lagi dalam hubungannya dengan kebijakan yang sudah diambil (transparansi dan akuntabilitas), dan (4) belum disusunnya pengambilan kebijakan yang berdasarkan hasil analisis terhadap data atau informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan mutu.
B.
Tujuan Tujuan INAP adalah melakukan pemantauan mutu pendidikan untuk:
1. Membentuk sistem pemantauan mutu pendidikan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang terlembaga. 2. Meningkatkan kemampuan provinsi, kabupaten/kota untuk melakukan survei dalam rangka memantau mutu pendidikan. 3. Membandingkan tingkat keberhasilan program pendidikan (prestasi) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota 4. Mengidentifikasi domain konten dan kognitif yang belum dikuasai/lemah. 5. Mengidentifikasi variabel latar belakang peserta didik, guru, dan sekolah yang menentukan keberhasilan peserta didik.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
6
6. Memantau tingkat ketercapaian pembelajaran dari waktu ke waktu secara periodik dan sistematik. 7. Menyusun laporan tingkat ketercapaian pembelajaran pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
C.
Ruang Lingkup Ruang lingkup survei ini meliputi:
1. Objek survei ini adalah peserta didik kelas V SD/MI Negeri dan Swasta di dua Provinsi pilot project INAP (Sumatera Utara dan Sumatera Utara) 2. Kemampuan yang diukur adalah kemampuan matematika, membaca, dan IPA. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik baik dari latar belakang peserta didik, guru, maupun sekolah dijaring melalui angket yang diberikan kepada peserta didik, guru, dan kepala sekolah.
D.
Manfaat Manfaat dari hasil analisis terhadap data atau informasi INAP adalah:
1. Orang tua dapat mengetahui ketercapaian prestasi peserta didik serta faktorfaktor yang mempengaruhinya. 2. Guru dapat memanfaatkan informasi untuk perbaikan proses pembelajaran. 3. Kepala sekolah dapat memanfaatkan informasi untuk merencanakan dan memperbaiki program manajemen sekolah, termasuk kegiatan pembelajaran. 4. Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota), Kemdiknas (Dikdasmen, PMPTK, LPMP), Kementerian Agama, Bappenas, Kementerian Keuangan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Parlemen, Perguruan Tinggi, Pengembang Kurikulum, dan lain-lain akan dapat memanfaatkan informasi dari INAP yang tersedia secara berkala, sistematis, dan ilmiah. 5. Masyarakat secara luas dapat memperoleh informasi secara berkala dan terbuka mengenai perkembangan mutu pendidikan baik di tingkat Nasional maupun Provinsi, atau Kabupaten/Kota, terlebih lagi dalam hubungannya dengan kebijakan yang sudah diambil (transparansi dan akuntabilitas).
Indonesia National Assessment Program (INAP)
7
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar Pengukuran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu yang disebut objek pengukuran (Djaali & Pudji Muljono, 2008:2). Pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang siswa telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran bersifat kuantitatif. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu, sedangkan mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Pengukuran hasil belajar dilakukan dengan menggunakan tes. Berdasarkan standarisasinya, tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar ada dua yaitu tes baku dan tes buatan guru (Djaali & Pudji Muljono, 2008:4). Adapun terkait penilaian, menurut Suharsimi Arikunto (2010:3), menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian merupakan suatu tindakan atau proses menentukan nilai sesuatu objek (Djaali & Pudji Muljono, 2008:2). Penilaian bersifat kualitatif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab 1 pasal 1, penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Nana Sudjana, 1989:3). Berdasarkan pengertian tersebut, penilaian berarti menilai sesuatu. Menilai mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit dan sebagainya. Penilaian dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa. Selain itu, untuk pengambilan keputusan dalam menentukan keberhasilan mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Penilaian hasil
Indonesia National Assessment Program (INAP)
8
belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran yang dilakukan dalam bentuk ujian sekolah/ madrasah. Sedangkan penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu yang dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Tentang pengertian evaluasi, menurut Norman E. Gronlund & Robert L. Linn (1990: 5), evaluasi merupakan suatu proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi untuk menentukan besarnya tujuan pembelajaran yang dicapai siswa. Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas objek yang dievaluasi. Evaluasi hasil belajar digunakan untuk menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan- tujuan kurikuler. Berdasarkan pengertian pengukuran, penilaian, dan evaluasi di atas, maka jelas bahwa pengukuran, penilaian dan evaluasi saling berkaitan, namun berbeda dan pelaksanaannya. Pengukuran adalah langkah awal dari kegiatan evaluasi. Penilaian tidak dapat terjadi tanpa pengukuran. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai, dilakukan pengukuran. Kegiatan mengukur dan menilai itulah yang disebut dengan evaluasi. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Nana Sudjana,1989:22). Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran. Menurut Anas Sudijono (1998:50), Bloom membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif menjadi enam, yaitu pengetahuan
(knowledge),
pemahaman
Indonesia National Assessment Program (INAP)
(comprehension),
aplikasi
9
(application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan evaluasi (evaluation), namun telah direvisi oleh Lorin W. Anderson dan David R.Krathwohl (2001) menjadi mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), menciptakan (create). Perbaikan Lorin W. Anderson and David R.Krathwohl memadukan jenis pengetahuan yang akan dipelajari dan proses yang digunakan untuk belajar (proses kognitif). Pengetahuan terbagi dalam pengetahuan faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan meta kognitif (metacognitive knowledge). Tabel 1. Aspek Kognitif dalam Taksonomi Bloom yang Direvisi Oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl (2001) Aspek kognitif 1. Mengingat (remember) 1.1 Mengenali (recognizing)
1.2 Memunculkan kembali (recalling) 2. Memahami (understand) 2.1 Menterjemahkan (interpreting) 2.2 Mencontohkan (exemplifying) 2.3 Menggolongkan (classifying) 2.4 Meringkas (summarizing) 2.5 Menunjukkan (inferring)
Keterangan Memunculkan kembali pengetahuan relevan dari kenangan jangka panjang (long-term memory). Menemukan pengetahuan di kenangan jangka panjang (long-term memory) yang konsisiten dengan bahan yang diberi. Contohnya pada soal benar-salah dan soal pilihan ganda. Memunculkan kembali pengetahuan relevan dari kenangan jangka panjang (long-term memory). Membangun konsep dari pesan instruksional, termasuk lisan, tertulis, komunikasi grafik. Menguraikan dengan kata-kata sendiri dari satu bentuk gambaran atau representasi. Menemukan contoh khusus atau gambaran dari konsep atau prinsip Mengetahui bahwa sesuatu mempunyai kategori. Mengintisarikan tema umum atau poin utama. Menarik kesimpulan logis dari informasi yang diberi.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
10
2.6 Membandingkan (comparing) 2.7 Menerangkan (explaining) 3. Menerapkan (apply)
Mengetahui korespondensi antara dua gagasan, objek dan sejenisnya. Membangun hubungan sebab-akibat dari sebuah sistem. Menggunakan prosedur di dalam situasi tertentu.
4. Menganalisis (analyze)
Membagi materi ke dalam bagian-bagian unsur pokoknya dan menentukan bagaimana bagianbagian tersebut berhubungan satu sama lain seperti sampai kepada maksud keseluruhan. Membedakan bahan yang diberikan, bagianbagian yang relevan dari yang tidak relevan, bagian-bagian yang penting dari yang tidak penting. Menentukan bagaimana elemen sesuai atau berfungsi dalam struktur.
4.1 Membedakan (differentiating)
4.2 Menyelenggarakan (organizing) 4.3 Mengaitkan (attributing) 5. Menilai (evaluate) 5.1 Memeriksa (checking)
5.2 Mengomentari (critiquing)
6. Menciptakan (create) 6.1 Menghasilkan (generating) 6.2 Merencanakan (planning) 6.3 Menghasilkan (producing)
Menentukan sudut pandang, prasangka, nilai atau maksud yang mendasari materi yang diberikan. Membuat keputusan berdasarkan kriteria atau ukuran tertentu. Mengetahui ketidakkonsistenan atau kekeliruan dalam proses atau produk yang mempunyai konsistensi mendalam, mengetahui keefektifan prosedur saat dilaksanakan. Mengetahui ketidakkonsistenan antara produk dan kriteria eksternal, memutuskan apakah produk mempunyai ketetapan eksternal, mengetahui kepatutan prosedur untuk masalah yang diberikan. Penyatuan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk yang menyeluruh. Menghasilkan hipotesis alternatif yang berdasarkan kriteria. Memikirkan prosedur untuk menyelesaikan beberapa tugas. Menciptakan produk.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
11
B. Tes Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Menurut Nana Sudjana (1989:35), tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1984:33), yang dimaksud tes hasil belajar (achievement tes) ialah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa-siswanya, dalam jangka waktu tertentu. Pendapat lain menyatakan bahwa tes hasil belajar dapat didefinisikan sebagai alat atau prosedur sistematik untuk mengukur hasil belajar siswa (Cece Rakhmat dan Didi Suherdi, 1998/1999:67). Suatu kemajuan program pendidikan dibuktikan dengan peningkatan hasil yang diperoleh yang dapat dilihat dari hasil tes belajar. Meskipun fungsi utama dari tes hasil belajar adalah mengukur prestasi belajar siswa, bukan berarti tes hasil belajar semata-mata untuk memberikan angka di rapor. Umpan balik dari diadakannya tes hasil belajar adalah nilai. Anggapan yang salah adalah jika siswa beranggapan bahwa nilai menjadi tujuan utama dalam belajar, yang terkadang dicapai dengan cara apapun. Dengan demikian, tes tersebut akan memberikan hasil yang tidak sesuai dengan apa yang hendak diukur. Tes hasil belajar diharapkan mampu menjadi motivator siswa dalam belajar. Bentuk soal yang biasa dipakai dalam tes adalah soal pilihan ganda dan soal uraian. Keunggulan soal pilihan ganda yaitu dapat diskor dengan mudah, cepat, serta objektif dan mencakup ruang lingkup materi yang luas dalam suatu tes. Soal pilihan ganda menuntut peserta tes untuk memberikan jawaban atas pertanyaan atau pernyataan yang tercantum dalam pokok soal atau stem yang disertai dengan sejumlah kemungkinan jawaban. Pilihan jawaban terdiri atas jawaban yang benar yang disebut kunci jawaban, serta kemungkinan jawaban
Indonesia National Assessment Program (INAP)
12
salah yang dinamakan pengecoh (distractor). Tugas peserta tes adalah memilih salah satu diantara jawaban yang tersedia, yang benar atau yang paling benar. Menurut Sumarna Surapranata (2004:133), bentuk soal pilihan ganda dibedakan menjadi dua macam yaitu bentuk soal dengan pokok soal (stem) pertanyaan dan bentuk soal dengan pokok soal (stem) pernyataan. Pada soal pilihan ganda berbentuk pertanyaan, stem disajikan dengan tanda tanya dan langsung ke arah permasalahan, sedangkan pada soal pilihan ganda berbentuk pernyataan, stem disajikan dengan empat buah titik di akhir kalimat yang terdapat pada stem atau dengan tiga buah titik (di awal kalimat atau di tengah kalimat). Menurut Ruseffendi (1991: 21), tipe soal yang cocok untuk assessment proses belajar siswa dalam mengerjakan soal sebagai suatu bentuk pengukuran hasil belajar adalah soal yang bertipe uraian atau essay. Pada dasarnya tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Maka dalam tes uraian dituntut kemampuan siswa untuk menggeneralisasikan gagasannya melalui bahasan tulisan (Nana Sujana, 1992:35). Tipe essay test lebih bersifat power test. Pada tes ini hasil penilainnya relatif tergantung penilainya. Karena itu tes uraian ini subjektif. Tujuan utama tes berbentuk uraian adalah agar siswa dapat menunjukkan proses jawaban secara terperinci, tidak hanya hasil, misalnya membuktikan dan menghitung. Selain itu, tes uraian bisa digunakan untuk melatih ingatan dan kreativitas siswa dalam mengolah suatu jawaban. Kelebihan dari tes tertulis adalah: (a) Menyusunnya mudah, (b) Siswa bebas menjawab, (c) Siswa dilatih megemukakan pendapat, (d) Mudah disiapkan dan disusun, (e) Siswa tidak mudah berspekulasi, (f) Mendorong siswa untuk dapat mengemukakan pendapat dan serta menyusun dalam kalimat yang baik, (g) Ekonomis, karena menggunakan kertas yang sedikit. Adapun kelemahan tes uraian adalah: (a) Kadar validitas dan reliabilitas rendah, (b) Scope yang dinilai sempit, (c) Pemeriksaan yang sulit dan
Indonesia National Assessment Program (INAP)
13
subjektif, (d) Hanya dapat diperiksa oleh penyusun tes atau pihak lain yang menguasai bidang yang sama, (e) Jawabannya heterogen, sehingga menyulitkan tester, (f) Baik-buruk tulisan, panjang pendek, tidak sama jawaban menimbulkan penskoran kurang objektif, dan (g) Adanya salah pengertian dalam memahami soal tes. Adapun cara mengatasi kelemahan tes uraian dapat dilakukan dengan cara: (a) Hendaknya penulis soal menentukan batasan jawab yang diharapkan agar jawaban tes tidak terlalu beraneka ragam, (b) Bahasa yang digunakan hendaknya seefisien mungkin, ringkas, tepat dan langsung pada permasalahan sehingga mudah dipahami oleh siswa, (c)
Jika soal diambil dari buku,
sebaiknya redaksinya dirubah menurut redaksi penulis soal, (d) Dalam pemeriksaan sebaiknya dilakukan pernomor soal bukan perorangan, (e) Untuk mengurangi subyektivitas, ada baiknya jika hasil pemeriksaan yang telah kita lakukan, kembali kita periksa untuk yang kedua kalinya setelah beberapa waktu tertentu, (f) Sebelum soal-soal tes diujikan, kita membuat dulu kunci jawaban atau penyelesaiannya, atau paling tidak pokok-pokok jawabannya. Dalam mata pelajaran matematika dapat dibuat perkiraan skor atau nilai tertentu untuk setiap tahap penyelesaian yang diberikan oleh siswa. Langkah ini dimaksudkan agar setiap siswa mendapat nilai yang sesuai dengan langkah-langkah pengerjaannya yang benar. Terkait dengan penyusunan tes uraian agar diperoleh soal-soal yang berkualitas, perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini: a. Hendaknya tes meliputi ide-ide pokok bahan yang akan diteskan. b. Soal tidak sama persis dengan contoh yang ada pada catatan. c. Pada waktu menyusun soal, hendaknya juga dibuatkan kunci jawaban. d. Pertanyaan menggunakan kata tanya yang bervariasi. e. Hendaknya rumus yang digunakan dalam menjawab soal jelas dan mudah dipahami. f. Hendaknya ditegaskan model jawaban yang dikehendaki oleh pembuat, untuk itu harus spesifik dan tidak terlalu umum.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
14
C. Ragam Bentuk Soal Soal adalah serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik, suatu soal terdiri atas sejumlah butir soal. Ciri khusus soal ialah selalu mempunyai jawaban benar atau salah. Pekerjaan atau jawaban peserta didik tersebut setelah diperiksa benar-salahnya akan menghasilkan skor yang selanjutnya dengan cara tertentu diubah menjadi nilai. Soal dibagi menjadi dua bentuk, yaitu soal bentuk uraian dan soal bentuk objektif. Kedua bentuk soal memiliki kelebihan disamping kekurangan. Pemilihan bentuk soal yang tepat ditentukan oleh tujuan ujian, jumlah peserta ujian, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban, cakupan materi, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan (Djemari Mardapi, 2008: 91). 1.
Soal Bentuk Uraian Instrumen penilaian hasil belajar bentuk soal adalah instrumen untuk
merekam hasil belajar peserta didik. Hasil belajar merupakan manifestasi tujuan belajar dalam bentuk kompetensi belajar. Oleh karenanya hasil belajar peserta didik berupa kompetensi hasil belajar, yang berisi dua hal: a. kompetensi aspek kognitif, afektif, dan/atau psikomotor; b. materi kimia dalam bentuk pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan/atau meta kognitif.
Pada soal bentuk uraian, butir soal berbentuk kalimat dan peserta didik harus menjawab dalam bentuk kalimat pula. Atas dasar hal ini, peserta didik harus memiliki kemampuan menulis kalimat dengan cara dan bahasa ilmiah yang benar. Pada soal bentuk objektif, butir soal berupa pertanyaan atau pernyataan dan diikuti dengan sejumlah alternatif jawaban. Peserta didik menjawab butir soal dengan memilih alternatif jawaban yang sudah disediakan Soal bentuk uraian terdiri atas butir-butir soal uraian. Butir soal uraian yang dimaksud di sini adalah butir soal yang mengandung pertanyaan yang jawabannya harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta didik.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
15
Pada butir soal bentuk uraian tidak tersedia alternatif jawaban. Dalam menjawab butir soal uraian peserta didik dituntut untuk menguraikan jawabannya dengan kata-kata sendiri dan cara sendiri. Jawaban dari peserta didik selalu berbeda dalam hal bentuk, cara, dan gaya bahasanya. Soal uraian disebut soal non objektif, karena penilaian yang dilakukan terhadap hasil ujian dengan soal bentuk ini cenderung dipengaruhi subjektivitas dari penilai (unsur pribadi penilai). Bentuk soal ini menuntut kemampuan peserta didik untuk menyampai-kan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Soal bentuk uraian memiliki kelebihan dibandingkan soal bentuk objektif, baik dalam cara penyusunannya maupun pelaksanaannya. Keunggulan bentuk soal ini dapat mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari aspek kognitif mengingat sampai mengevaluasi. Kelebihan lainnya adalah: a. cara menyusunnya lebih mudah daripada soal objektif, b. mengukur hasil belajar kompleks, yang tidak dapat diukur dengan soal objektif, c. peserta didik tidak dapat menebak jawaban.
Namun disamping kelebihan yang dimilikinya, soal uraian juga memiliki berbagai kekurangan, diantaranya: a. untuk koreksi diperlukan waktu lama, b. materi yang dicakup sangat terbatas, c. subjektivitas tinggi, d. reliabilitas rendah Untuk mengurangi subjektivitas yang tinggi, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu: a. jawaban tiap soal tidak dituntut terlalu panjang, sehingga dapat mencakup materi yang banyak, b. tidak melihat nama peserta ujian,
Indonesia National Assessment Program (INAP)
16
c. memeriksa tiap butir soal dalam waktu bersamaan atau sesuai nomor soal, sehingga jika penilai kelelahan dalam mengoreksi dapat berhenti di nomor soal yang sama. Hal ini dilakukan karena suasana hati penilai sangat berpengaruh dalam menilai, dan d. menyiapkan pedoman penskoran dalam bentuk “tabel penskoran” atau “marking scheme” untuk setiap butir soal uraian yang berupa tahap-tahap perhitungan, sedangkan jika jawaban soal bersifat argumentatif, maka harus ditetapkan kata kunci yang harus ada dalam jawaban.
Soal uraian dibagi menjadi tipe uraian terbatas dan uraian bebas. Pada tipe soal uraian terbatas, jawaban peserta didik dibatasi rambu-rambu yang ditentukan dalam butir soal uraian tersebut. Jawaban peserta didik bersifat memusat (konvergen). Ragam soal ini ada tiga yaitu ragam soal uraian melengkapi (isian), ragam soal uraian jawaban singkat, dan ragam soal uraian terbatas sederhana. Pada tipe soal uraian bebas, peserta didik bebas menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Jawaban peserta didik terhadap soal tersebut bersifat menyebar (divergen). Ragam butir soal ini ada dua, yaitu ragam soal uraian bebas sederhana dan ragam soal uraian bebas ekspresif. Pemberian skor soal uraian melengkapi dan jawaban singkat, cara menskornya sederhana. Skor tiap butir soal untuk jawaban benar adalah 1 (satu) dan skor tiap butir soal untuk jawaban salah adalah 0 (nol). Pemberian skor soal uraian terbatas sederhana, soal uraian
bebas sederhana dan uraian bebas
ekspresif, perlu dibuat cara penskorannya dengan suatu tabel penskoran atau marking scheme.Setiap langkah yang dijawab benar diberi skor, sehingga penskoran menjadi lebih objektif. Dalam menyusun soal bentuk uraian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya: a. Materi soal uraian merupakan materi yang tidak cocok diukur dengan soal objektif. b. Setiap butir soal menggunakan petunjuk dan rumusan yang jelas dan mudah dipahami sehingga tidak menimbulkan kebimbangan pada peserta didik.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
17
c. Jangan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih beberapa butir soal dari soal yang diberikan. d. Butir soal uraian mengarah pada aspek kognitif yang tinggi (C2 ke atas).
2. Soal Bentuk Objektif Soal bentuk objektif terdiri atas sejumlah butir soal. Butir soal objektif adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau pernyataan yang alternatif jawabannya telah disediakan. Peserta didik diminta memilih salah satu alternatif jawaban yang benar. Bentuk soal objektif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif. Soal uraian objektif sering digunakan pada bidang sains (IPA) dan teknologi atau bidang sosial yang jawabannya sudah pasti dan hanya satu jawaban yang benar. Sedangkan soal uraian non objektif (esai) sering digunakan pada bidang ilmu sosial, yaitu jika jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar, tergantung argumentasi peserta ujian. Bentuk soal objektif pilihan ganda dan benar salah sangat tepat digunakan bila jumlah peserta ujian banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan materi yang diujikan banyak. Bentuk soal uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang batasnya jelas, seperti mata pelajaran fisika, kimia, biologi, atau IPA terpadu, matematika, dan teknik. Soal pada ujian bentuk ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat, memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil, dan menafsirkan hasilnya. Soal uraian objektif penskorannya juga jelas dan rinci.
Secara umum soal berbentuk objektif memiliki beberapa kelebihan, yaitu: a. cara mengoreksi jawaban mudah, cepat, dan dapat dilakukan oleh siapapun, b. materi pokok kimia yang dicakup luas, c. objektivitas tinggi.
Sedangkan kekurangan soal objektif antara lain:
Indonesia National Assessment Program (INAP)
18
a. cara menyusunnya sukar dan lama, b. hanya sesuai untuk mengukur hasil belajar pada aspek kognitif tingkat rendah (mengingat), c. ada kemungkinan peserta didik menebak jawaban.
Soal objektif dibagi menjadi tipe objektif benar-salah, objektif menjodohkan, dan objektif pilihan ganda. Jawaban soal objektif dapat diskor dengan mudah dan bersifat objektif. Umumnya dipakai dasar, bila jawaban butir soal benar skor adalah 1, sedangkan bila jawaban butir soal salah, skor adalah 0. Soal objektif bentuk pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar dari dimensi proses kognitif sederhana sampai dengan yang kompleks dan berkenaan dengan aspek mengingat, mengerti, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Butir soal objektif bentuk plihan ganda terdiri atas pokok soal dan alternatif pilihan jawaban. Pokok soal disebut juga stem, yang dapat berbentuk pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Pilihan jawaban dapat berbentuk perkataan, bilangan, atau kalimat, dan disebut juga option. Kelebihan soal bentuk pilihan ganda adalah lembar jawaban dapat diperiksa dengan komputer, sehingga objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun membuat soal pilihan ganda yang baik tidak mudah, perlu tahapan validasi kualitatif dan kuantitatif yang harus ditempuh agar benar-benar diperoleh soal dengan kualitas yang baik, valid, dan reliabel.
Soal berbentuk pilihan ganda memiliki kelebihan, diantaranya: a. cara penilaian dapat dilakukan dengan mudah, cepat, objektif, b. kemungkinan peserta didik menjawab dengan menebak dapat dikurangi, untuk option sebanyak 5 kemungkinan menebak adalah 20% dan option sebanyak 4 kemungkinan menebak adalah 25%,
Indonesia National Assessment Program (INAP)
19
c. dapat digunakan untuk meneliti kemampuan peserta didik dalam menginterpretasi, memilih, dan menemukan pendapat, d. dapat digunakan berulang-ulang, dan e. sangat cocok untuk menilai kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip. Disamping kelebihan, soal berbentuk pilihan ganda memiliki kekurangan, yaitu: a. kebanyakan hanya digunakan untuk menilai ingatan, b. sukar menyusun soal yang benar-benar baik, c. memerlukan waktu dan tenaga yang banyak untuk menyusunnya.
Dalam menyusun soal pilihan ganda,, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya: a. Berilah petunjuk mengerjakan soal yang jelas. b. Jangan memasukkan materi yang`tidak relevan dengan apa yang sudah dipelajari peserta didik. c. Pernyataan pada pokok soal (stem) seharusnya merumuskan persoalan yang jelas dan berarti. d. Pernyataan dan alternatif jawaban (option) hendaknya merupakan kesatuan kalimat yang tidak terputus. e. Option hendaknya homogen dalam hal materi dan panjangnya, urutan bilangan dari besar ke kecil atau sebaliknya. f. Panjang option pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripada stem-nya. g. Usahakan agar stem dan option tidak mudah diasosiasikan. h. Dalam penyusunannya, pola kemungkinan jawaban yang benar hendaknya jangan sistematis. i. Harus MATakini bahwa hanya ada satu jawaban yang benar.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
20
D.
Teori Respons Butir pada Data Dikotomi Pada analisis butir dengan teori respons butir ada asumsi yang harus
dipenuhi untuk analisis ini yakni independensi lokal dan unidimensi. Pada teori ini, pendekatan probabilistik untuk menyatakan hubungan antara kemampuan peserta dengan harapan menjawab benar. Hubungan ini dinyatakan dengan model logistik dengan parameter indeks kesukaran, indeks daya beda butir dan indeks tebakan semu (pseudoguessing). Pada model logistik tiga parameter dapat dinyatakan sebagai berikut (Hambleton, & Swaminathan, 1985 : 49; Hambleton, Swaminathan, & Rogers, 1991: 17; Baker, 2001 ).
Pi ( ) = ci + (1-ci) dengan
e Dai ( bi ) ……................…… (1) Dai ( bi ) 1 e
tingkat kemampuan peserta tes, Pi ( ) probabilitas peserta tes yang
memiliki kemampuan dapat menjawab butir i dengan benar, a i indeks daya pembeda, bi indeks kesukaran butir ke-i, c i indeks tebakan semu butir ke-i, e bilangan natural yang nilainya mendekati 2,718, n banyaknya butir dalam tes, dan
D faktor penskalaan yang harganya 1,7. Model 2 parameter dan model 3 parameter merupakan kasus khusus dari persamaan 1.
Model
2 parameter merupakan kasus khusus dari model 3
parameter, yakni ketika c=0. Model 1 parameter merupakan kasus khusus model 1 parameter, yakni ketika a=1. Fungsi informasi butir (item information functions) merupakan suatu metode untuk menjelaskan kekuatan suatu butir pada perangkat soal dan menyatakan kekuatan atau sumbangan butir soal dalam mengungkap kemampuan laten (latent trait) yang diukur dengan tes tersebut (Hulin, C.L., Drasgow, F. & Parsons, C.K. ,1983). Secara matematis, fungsi informasi butir didefinisikan sebagai berikut. Ii () =
P ( ) '
2
i
Pi ( )Qi ( )
…………………………………………................…
(2)
Indonesia National Assessment Program (INAP)
21
dengan i merupakan 1,2,3,…,n, Ii () fungsi informasi butir ke-i, Pi () peluang peserta dengan kemampuan menjawab benar butir i, P'i () turunan fungsi Pi () terhadap , Qi () peluang peserta dengan kemampuan menjawab salah butir i. Fungsi informasi tes merupakan jumlah dari fungsi informasi butir-butir tes tersebut (Hambleton & Swaminathan, 1985: 94; De Gruijter, D.M. & van der Kamp, L.J.T., 2005). Berkaitan dengan hal ini, nilai fungsi informasi perangkat tes akan tinggi jika butir-butir penyusun tes mempunyai fungsi informasi yang tinggi pula. Fungsi informasi perangkat tes (I()) secara matematis dapat didefinisikan sebagai berikut. I () =
n
I i ( ) ……………………………......................……..
(3)
i 1
E. Teori Respons Butir pada Data Politomi Selain model respons butir dikotomi, ada model lain yang dapat digunakan untuk menskor respons peserta terhadap suatu butir tes, yakni model politomi. Model-model politomi pada teori respons butir antara lain nominal resons model (NRM), rating scale model (RSM), partial credit model (PCM), graded respons model (GRM) dan generalized partial credit model (GPCM) (Van der Linden & Hambleton, 1997). Model respons butir politomous dapat dikategorikan menjadi model respons butir nominal dan ordinal, tergantung pada asumsi karakteristik tentang data. Model respons butir nominal dapat diterapkan pada butir yang mempunyai alternatif jawaan yang tidak terurut (ordered) dan adanya berbagai tingkat kemampuan yang diukur. Pada model respons ordinal terjadi pada butir yang dapat diskor ke dalam banyaknya kategori tertentu yang tersusun dalam jawaban. Skala Likert diskor berdasarkan pedoman penskoran kategori respons terurut, yang merupakan penskoran ordinal. Butir-butir tes matematika dapat diskor menggunakan sistem parsial kredit, langkah-langkah menuju jawaban benar dihargai sebagai penskoran ordinal. Model penskoran yang pang sering dipakai ahli yakni GRM, PCM, dan GPCM.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
22
1. Graded Respons Model (GRM) Respons peserta terhadap butir j dengan model GRM dikategorikan menjadi m+1 skor kategori terurut, k=0,1,2,...,m dengan m merupakan banyaknya langkah dalam menyelesaikan dengan benar butir j, dan indeks kesukaran dalam setiap langkah juga terurut. Hubungan parameter butir dan kemampuan peserta dalam GRM untuk kasus homogen (aj sama dalam setiap langkah) dapat dinyatakan oleh Muraki & Bock (1997:7) sebagai berikut.
Pjk ( ) Pjk* ( ) Pj*k 1 ( ) ...............................................(4) Pjk ( )
exp[ Da j ( b jk )] 1 exp[ Da j ( b jk )]
.................................................(5)
Dengan Pj*0 ( ) 1 dan Pj* m1 ( ) =0 aj
: indeks daya beda butir j
: kemampuan peserta,
bjk
: indeks kesukaran kategori k butir j
Pjk ( )
: probabilitas peserta berkemampuan yang memperoleh skor kategori k pada butir j
Pjk* ( )
: probabilitas peserta berkemampuan yang memperoleh skor kategori k atau lebih pada butir j
D
: faktor skala
2. Partial Credit Model (PCM) PCM merupakan perluasan dari model Rasch, dengan asumsi setiap butir mempunyai daya beda yang sama. PCM mempunyai kemiripan dengan GRM pada butir yang diskor dalam kategori berjenjang, namun indeks kesukaran dalam setiap langkah tidak perlu terurut, suatu langkah dapat lebih sukar dibandingkan langkah berikutnya.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
23
Bentuk umum PCM menurut Muraki & Bock (1997:16) sebagai berikut.
k
Pjk ( )
exp ( b jv ) v 0
m
h 0
k
exp ( b jv )
, k=0,1,2,...,m
v 0
Dengan
Pjk ( ) = probabilitas peserta berkemampuan memperoleh skor kategori k pada butir j,
: kemampuan peserta, m+1 : banyaknya kategori butir j, bjk : indeks kesukaran kategori k butir j
k
( b jh ) 0 h 0
dan
h
h
h 0
h 1
( b jh ) ( b jh ) ………………….(6)
Skor kategori pada PCM menunjukkan banyaknya langkah untuk menyelesaikan dengan benar butir tersebut. Skor kategori yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan yang lebih besar daripada skor kategori yang lebih rendah. Pada PCM, jika suatu butir memiliki dua kategori, maka persamaan 5 menjadi persamaan model Rasch. Sebagai akibat dari hal ini, PCM dapat diterapkan pada butir politomus dan dikotomus.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
24
3. Generalized Partial Credit Model (GPCM) GPCM menurut Muraki (1997) merupakan bentuk umum dari PCM, yang dinyatakan dalam bentuk matematis, yang disebut sebagai fungsi respons kategori butir sebagai berikut. h
Pjh ( )
exp Z jr ( ) v 0
mi
e 0
,
e exp Z jr ( ) v 0
k=0,1,2,...,mj
.........................................................(7) dan Zjh( )=Daj( -bjh)=Daj( -bj+dh), bj0=0
..............................(8)
Dengan Pjk( ) : probabilitas peserta berkemampuan memperoleh skor kategori k pada butir j,
: kemampuan peserta,
aj
: indeks daya beda butir j,
bjh
: indeks kesukaran kategori k butir j,
bj
: indeks kesukaran lokasi butir j (parameter butir lokasi)
dk
: parameter kategori k,
mj+1
: banyaknya kategori butir j, dan
D
: faktor skala (D=1.7)
Parameterbjh oleh Master dimamai dengan parameter tahap butir. Parameter ini merupakan titik potong antara kurva Pjk( ) dengan Pjk-1( ). Kedua kurva hanya berpotongan di satu titik pada skala . Jika = bjk, maka Pjk( ) = Pjk-1( ) Jika > bjk, maka Pjk( ) > Pjk-1( ) Jika < bjk, maka Pjk( ) < Pjk-1( ), K=1,2,3,...,mj
Indonesia National Assessment Program (INAP)
25
F.
Kecocokan Model Kemampuan peserta tes sebanyak N dinyatakan dengan yang
merupakan skaa kontinu. Metode expected a posteriori (EAP) digunakan sebagai estimator untuk setiap kemampuan peserta. Menurut Du Toit (2003) estimasi EAP merupakan rerata dari distribusi posterior dari dengan diberikan pola respons terobservasi xi. Skor EAP didekati dengan titik quadrature (quadrature point) Xf dan bobot A(Xf) yakni
F
l
f 1
X f Ll ( X f ) A( X f )
F
L ( X f ) A( X f ) f 1 l
.........................(9)
Dengan Ll ( X f ) merupakan probabilitas dari pola respons xi. Standar deviasi posterior dari skor EAP didekati dengan
PSD(l) =
F f 1
( X f l ) 2 Ll ( X f ) A( X f )
f 1 Ll ( X f ) A( X f ) F
....................(10)
Setelah semua skor EAP peserta tes dikelompokkan pada suatu interval yang telah di perdeterminasikan H interval pada skala kontinu, frekuensi terobservasi dari respons kategori ke-k pada butir j dalam interval h yakni rhjk dan banyaknya peserta tes yang mengerjakan butir j dalam h interval yakni Nhj dihitung. Skala kemampan yang telah diestimasi diskalakan sehingga varians dari distribusi sampel sama pada distribusi laten dari estimasi MML parameter butir yang selalu diset berdistribusi normal N(0,1). H dengan mj+1 tabel kontingensi untuk setiap butir ke-j. Untuk setiap interval, dihitung rerata interval h dan nilai fungsi respons yang cocok Pjk ( h ) . Statistik 2 perbandingan likelihood untuk setiap butir dihitung dengan H j mj
G 2j 2 rhjk ln h 1 k 0
rhjk N hj Pjk ( h )
.............................................(11)
Indonesia National Assessment Program (INAP)
26
Dengan Hj merupakan banyaknya interval setelah interval dengan nilai frekuensi kurang dari 5 digabung dengan interval terdekat. Derajat kebebasan sama dengan banyaknya interval Hj dikalikan dengan mj. Statistik uji 2 perbandingan likelihood untuk tes keseluruhan merupakan jumlahan dari statistik uji 2 secara terpisah. Derajat kebebasan ini juga merupakan jumlahan dari derajat kebebasan dari tiap butir. Uji kecocokan ini digunakan untuk mengevaluasi kecocokan model pada data respons yang sama ketika model tersarang pada parameter-parameternya. Untuk mengetahui perbandingan model, menurut Thissen et. al. (1993: 72) dan Camilli dan Shepard (1994 : 76) dapat digunakan dengan metode perbandingan likelihood dalam teori respons butir (IRT-LR). Langkah-langkah untuk melakukan perbandingan likelihood sebagai berikut. Misalkan L* merupakan nilai fungsi likelihood L. Ada dua model yang akan diperbandingkan, model C, yaitu model kompak (compact) dan model A, yaitu model yang ditingkatkan (augmented). Model C merupakan model yang lebih sederhana. Kemudian dirumuskan hipotesis : Ho : = Set C ( Set C memuat N parameter) ….....…..……….. (12) Ha : = Set A ( Set A memuat N+M parameter) …….......…… (13) dianggap memiliki set parameter yang benar. Model C memiliki M parameter lebih sedikit dibandingkan dengan model A. Perbandingan likekihood (Likelihood Ratio, LR) untuk dua model dinyatakan dengan persamaan : LR =
L*( C ) L( A )
…………………………….........................…………. (14)
dengan: L*(C ) : nilai fungsi likelihood model C
L*( A) ] : nilai fungsi likelihood model A. Kemudian ditransformasikan dengan logaritma natural : 2 (M ) = -2 ln(LR) =[-2 ln L*(C ) ]-[-2ln L*( A) ] ……………..............………(15)
Indonesia National Assessment Program (INAP)
27
dengan: L*(C ) : nilai fungsi likelihood model C
L*( A) ] : nilai fungsi likelihood model A. Agar lebih mudah, G(C) = [-2 ln L*(C ) ] dan G(A) =[-2ln L*( A) ], sehingga rasio/perbandingan logaritma likelihood menjadi 2 (M ) = -2ln(LR) = G( C) – G(A) ……………………………..……(16) Persamaan 16 tersebut berdistribusi khi-kuadrat dengan M derajat kebebasan.
G. Variabel yang Diukur Variabel yang diukur dalam survei INAP terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), serta latar belakang peserta didik, guru, dan sekolah. 1. Pengetahuan dan Keterampilan Pengetahuan yang diukur berupa materi yang terdapat dalam kurikulum (curriculum focused) dan materi yang bersifat lintas kurikulum(cross-curricular elements) dengan penekanan pada pemahaman konsep dan kemampuan untuk menggu-nakannya dalam kehidupan pada berbagai situasi. Pengetahuan dan keterampilan yang diukur meliputi: a. Literasi membaca (reading literacy), meliputi: (1) kemampuan membaca (perfor-mative), (2) kemampuan menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (functional), (3) kemampuan mengakses pengetahuan dengan bahasanya (informational), dan (4) kemampuan mentransformasi pengetahuan serta mengeva-luasi (epistemic). a. Literasi matematika (mathematical literacy), meliputi: (1) kemampuan mengetahui fakta dan prosedur matematika (knowing), (2) kemampuan menggunakan konsep matematika untuk menjawab permasalahan matematis sederhana (using), (3) dan kemampuan bernalar untuk memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran matematis (reasoning). b. Literasi sains (scientific literacy), mencakup kemampuan: 1) menggunakan pengeta-huan atau konsep-konsep sains secara bermakna, 2) mengidentifikasi masalah, 3) menganalisis dan mengevaluasi data atau peristiwa; 4) merancang
Indonesia National Assessment Program (INAP)
28
penyelidikan; 5) menggunakan dan memanipulasi alat, bahan atau prosedur; serta 6) memecahkan masalah dalam rangka memahami fakta-fakta tentang alam dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan.
2. Latar Belakang Peserta Didik, Guru, dan Sekolah a. Latar Belakang Peserta Didik Berdasarkan penggalian latar belakang peserta didik akan dicari informasi mengenai: demografi peserta didik, latar belakang status sosial dan ekonomi, tingkat motivasi dan minat peserta didik, partisipasi lingkungan peserta didik terhadap pendidikan, kebiasaan belajar peserta didik, persepsi peserta didik terhadap bidang studi yang diujikan, serta ekspektasi (harapan) peserta didik terhadap hasil pembelajaran.
b. Latar Belakang Guru Setiap guru yang mengajar peserta didik yang menjadi sampel pada INAP akan diberikan angket yang mengukur aspek-aspek: demografi guru, pengalaman mengajar, latar belakang pendidikan dan pelatihan, alokasi waktu guru dalam mengajar, opini dan persepsi guru terhadap sekolah dan peserta didik, serta kesiapan guru mengajarkan materi yang diujikan.
c. Latar Belakang Sekolah Aspek yang diukur yang berkaitan dengan latar belakang sekolah meliputi: demografi sekolah, jumlah peserta didik dan guru, latar belakang pendidikan semua guru, status semua guru (tetap atau honorer), kebijakan sekolah dalam penerimaan peserta didik, sumber dana sekolah dan pengalokasiannya, kebijakan pembelajaran di sekolah (penentuan mata pelajaran, buku yang digunakan), dan variabel-variabel lain yang berhubungan dengan pengelolaan sekolah.
H. Strategi Asesmen Strategi asesmen yang ditempuh dalam INAP adalah dengan cara survei yang menggunakan metodologi, prosedur, dan mekanisme yang diadaptasi dari
Indonesia National Assessment Program (INAP)
29
beberapa survei Internasional yang telah dilakukan, antara lain Programme for International Students Assessment (PISA) oleh Organization for Economics Cooperation Development (OECD), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), dan Programme for International Reading Literacy Study(PIRLS) oleh International Evaluation Assessment (IEA), National Assessment of Educational Progress (NAEP). Tabel 2. SK dan KD IPA Kelas IV SD/MI Berdasarkan Standar Isi Semester
Jumlah SK
1
6
2
5
Nomor SK 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5
Perincian KD 4 4 2 2 2 3 2 4 2 3 3
Jumlah KD
17
14
Setiap rangkaian survei INAP diawali dengan pengembangan kerangka kerja, pengembangan instrumen yang dilaksanakan dengan memenuhi kaidah psikometrik, pemilihan sampel sekolah, pengumpulan data, pengolahan data, serta pelaporan. Di setiap tahapan, pelaksanaan dilaksanakan dengan mematuhi ramburambu yang diadaptasi dari prosedur kerja survei internasional. Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) adalah institusi yang mengkoordinir semua kegiatan INAP. Dalam pelaksanaannya Puspendik dibantu oleh Dinas Pendidikan terkait dan juga bekerjasama dengan Institusi Perguruan Tinggi di Indonesia.
I. Siklus Asesmen Survei INAP merupakan survei tahunan yang target keseluruhannya adalah memantau pencapaian hasil pendidikan dari kelas I hingga kelas XII. Tahun 2012, kemampuan yang diukur dalam survei INAP adalah penguasaan
Indonesia National Assessment Program (INAP)
30
domain konten dan kognitif kelas IV, serta latar belakang peserta didik, guru, dan sekolah yang menentukan keberhasilan peserta didik. Diharapkan dalam jangka waktu enam tahun, survei INAP telah mencapai satu siklus penuh dari kelas I hingga kelas XII.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Target Populasi Populasi dari survei INAP adalah seluruh peserta didik kelas V SD/MI di Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Utara. Di setiap jenjang sekolah, target populasi INAP mencakup sekolah Negeri dan Swasta; sekolah baik, sedang dan kurang berdasar hasil UN SD.
B. Sampel Teknik sampling yang digunakan adalah multi-stages stratified probability proportional to size sampling. Di setiap provinsi sekolah yang menjadi target populasi diklasifikasikan berdasar tiga jenis strata (stratified): (1) jenis sekolah (SD/MI), (2) status sekolah (Negeri dan Swasta), dan (3) mutu sekolah (baik, sedang, kurang). Kriteria sekolah berdasarkan nilai rata-rata sekolah pada soalsoal linking Nasional UN SD. Di setiap Provinsi, ditentukan sekolah-sekolah yang memenuhi kriteria, yaitu lokasi terjangkau, jumlah peserta didik terdaftar memadai untuk pengambilan data (>7 peserta didik per sekolah), serta mencakup minimal 95% total populasi peserta didik di Provinsi tersebut. Sekolah dikelompokkan berdasarkan setiap strata dan diurutkan berdasarkan jumlah peserta didik terdaftar di masingmasing sekolah. Sebanyak 50 sekolah pada provinsi terpilih sebagai sampel utama studi INAP 2013 dan setiap sekolah sampel utama disiapkan 2 sekolah cadangan.
C.
Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam survei ini terdiri atas tes dan angket. Tes
digunakan untuk mengukur prestasi peserta didik dan angket digunakan untuk mendapatkan informasi tentang variabel-variabel yang mempengaruhi prestasi peserta didik, yang meliputi variabel peserta didik, guru, sekolah, dan proses
Indonesia National Assessment Program (INAP)
32
belajar-mengajar. Setiap peserta didik akan menempuh tes Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Berdasarkan jenis mata pelajaran yang diujikan, terdapat dua macam buku tes, yaitu: (1) buku tes Matematika dan membaca, dan (2) buku tes Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Masing-masing buku tes terdiri atas 8 buku tes, sehingga jumlah buku tes keseluruhan adalah 16 buku tes. Antarbuku tes tersebut terdapat soal yang sama (anchor item) yang bertujuan untuk menyetarakan kemampuan peserta didik dalam satu skala, meskipun menempuh buku tes yang berbeda. Buku tes INAP didesain dengan mengikuti matriks pemetaan soal. Untuk setiap jenjang sekolah, soal-soal dari setiap mata pelajaran dikelompokkan dalam 8 cluster soal. Setiap buku tes terdiri atas 4 cluster soal yang berasal dari mata pelajaran yang berbeda. Pengaturan cluster dalam setiap buku tes dapat dilihat dalam Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 3. Pemetaan Cluster Soal dalam Setiap Buku Tes Matematika dan Membaca BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 BUKU 5 BUKU 6 BUKU 7 BUKU 8 BUKU 9
BIN INT 1 (1-13) MAT CLUSTER 2 (1-14) BIN CLUSTER 3 (1-13) MAT INT 1 (1-10) BIN INT 2 (1-11) MAT CLUSTER 4 (1-14) BIN CLUSTER 5 (1-12) MAT CLUSTER 6 (1-13) BIN CLUSTER 1 (1-14)
BIN CLUSTER 1 (14-27) MAT INT 2 (15-25) BIN CLUSTER 2 (14-26) MAT CLUSTER 3 (11-24) BIN CLUSTER 4 (12-25) MAT CLUSTER 5 (15-28) BIN INT 1 (13-25) MAT INT 2 (14-24) BIN CLUSTER 6 (15-27)
Indonesia National Assessment Program (INAP)
MAT INT 1 (28-37) BIN CLUSTER 2 (26-38) MAT CLUSTER 3 (27-40) BIN INT 1 (25-37) MAT INT 2 (26-36) BIN CLUSTER 4 (29-42) MAT CLUSTER 5 (26-39) BIN CLUSTER 6 (25-37) MAT CLUSTER 1 (28-42)
MAT CLUSTER 1 (38-52) BIN INT 2 (39-49) MAT CLUSTER 2 (41-54) BIN CLUSTER 3 (38-50) MAT CLUSTER 4 (37-50) BIN CLUSTER 5 (43-54) MAT INT 1 (40-49) BIN INT 2 (38-48) MAT CLUSTER 6 (43-55)
33
Tabel 4. Pemetaan Cluster Soal dalam Setiap Buku Tes IPA BUKU 10 BUKU 11 BUKU 12 BUKU 13 BUKU 14 BUKU 15 BUKU 16 BUKU 17 BUKU 18
IPA INT 1 (1-10) IPA CLUSTER 2 (1-12) IPA CLUSTER 3 (1-12) IPA INT 1 (1-10) IPA INT 2 (1-11) IPA CLUSTER 4 (1-11) IPA CLUSTER 5 (1-12) IPA CLUSTER 6 (1-12) IPA CLUSTER 1 (1-12)
IPA CLUSTER 1 (11-22) IPA INT 2 (13-23) IPA CLUSTER 2 (13-24) IPA CLUSTER 3 (11-22) IPA CLUSTER 4 (12-22) IPA CLUSTER 5 (12-23) IPA INT 1 (13-22) IPA INT 2 (13-23) IPA CLUSTER 6 (13-24)
Sementara itu, angket yang digunakan dalam survei ini terdiri atas satu angket peserta didik, tiga angket guru (guru Matematika, guru Bahasa Indonesia, guru IPA), dan satu angket sekolah.
D.
Strategi Pengumpulan Data Dalam survei INAP ini digunakan buku tes dan angket. Buku tes
digunakan untuk mengukur prestasi peserta didik dan angket digunakan untuk mendapatkan informasi tentang variabel-variabel yang mempengaruhi prestasi peserta didik, yang meliputi variabel peserta didik, guru, sekolah, dan proses belajar-mengajar.
E. Kerangka Kerja Pengembangan Instrumen Kerangka kerja pengembangan instrumen prestasi belajar mengacu pada (1) Standar Nasional Kompetensi Lulusan, (2) format item dan proses kognitif mengadopsi PIRLS, TIMSS, dan PISA. Kerangka kerja pengembangan instrumen angket peserta didilk, guru, dan sekolah mengacu pada PIRLS, TIMSS, PISA dan dikembangkan sesuai dengan kondisi di Indonesia
Indonesia National Assessment Program (INAP)
34
Langkah-langkah
yang
dilakukan
dalam
kegiatan
pengembangan
instrumen INAP sebagai berikut: 1. Spesifikasi Tes Spesifikasi tes merupakan matriks yang memuat pokok-pokok bahasan, kompe-tensi, subkompetensi yang akan diukur, bentuk soal, jumlah soal, domain kognitif soal, dan indikator soal yang akan diukur dalam tes.
2. Pengembangan Butir Soal Butir soal dikembangkan dengan mengacu pada spesifikasi tes yang sudah ditetapkan. Soal yang telah disusun ditelaah secara kualitatif. Selanjutnya, validasi soal secara empiris dilakukan dengan mengujicobakan soal. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan IRT untuk menentukan apakah suatu butir soal dapat dipakai, atau perlu direvisi, atau dibuang. Soal-soal yang dinyatakan baik (valid) dikalibrasi tingkat kesukarannya untuk kemudian disimpan dalam bank soal. Selanjutnya soal-soal yang ada dalam bank soal dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam mendesain tes.
3. Penyusunan Pedoman Pedoman yang digunakan dalam survei INAP terdiri dari 9 (sembilan) jenis manual, yaitu: (1) pedoman umum, (2) pedoman pengembangan instrumen, (3) pedoman koordinator sekolah, (4) pedoman administrator tes, (5) pedoman pelaksanaan survei, (6) pedoman entri data, (7) pedoman skoring, (8) pedoman analisis, dan (9) pedoman pemantau independen. a. Pedoman Umum memuat tentang desain survei INAP, meliputi: (1) latar belakang, (2) tujuan, (3) ruang lingkup, (4) sampel survei, dan (5) pelaksanaan survei. b. Pedoman Pengembangan Instrumen, memuat: (1) penjelasan dari konstruk yang akan diukur, (2) spesifikasi instrumen, (3) pedoman penyusunan pengembangan item, (4) pedoman penelaahan, (5) pedoman uji coba, (6) pedoman analisis hasil uji coba, dan (7) pedoman kriteria pemilihan soal.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
35
c. Pedoman Koordinator Sekolah, meliputi: (1) peran koordinator sekolah, (2) tanggung jawab koordinator sekolah, (3) mengirimkan daftar peserta didik, (4) menentukan
tanggal
pelaksanaan
tes,
(5)
mengkoordinasikan
dan
memberitahukan pelaksanaan tes, (6) mengkoordinasikan kegiatan dengan administrator tes, dan (7) menyebarkan dan mengumpulkan angket kepala sekolah dan guru. d. Pedoman Pelaksanaan Survei, meliputi: (1) metodologi pelaksanaan survei, (2) unsur-unsur yang terlibat dalam survei, (3) instrumen survei, (4) sampel survei, dan (5) kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam survei. e. Pedoman Administrator Tes, meliputi: (1) peranan administrator tes, (2) persiapan pelaksanaan survei, (3) pelaksanaan survei, dan (4) penyusunan laporan pelaksanaan survei. f. Pedoman Entri Data, meliputi: (1) penyusunan data entry manager, (2) penyusunan pengembangan program entri data, dan (3) pedoman cleaning data. g. Pedoman Skoring, meliputi: (1) kerangka pedoman penkodean, (2) penetapan prinsip umum dalam pengkodean, (3) permasalahan dalam pengkodean, (4) kode-kode khusus, dan (5) kode dianulir. h. Pedoman Analisis, meliputi: (1) penetapan teknik analisis yang digunakan, (2) prosedur interpretasi hasil analisis, (3) pedoman pembobotan, dan (4) pedoman penanganan hasil analisis yang tidak lazim. i. Pedoman Pemantau Independen, meliputi: (1) latar belakang, (2) tujuan, (3) ruang lingkup, (4) sampel survei, (5) pedoman teknis pelaksanaan pemantauan, dan (6) pedoman penyusunan laporan hasil pemantauan.
F. Pelaksanaan Kegiatan Survei 1. Identifikasi Sampel Setelah sekolah sampel ditentukan, Puspendik mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi mengenai survei dan memberitahukan daftar sekolah sampel di masing-masing Provinsi. Selanjutnya,
Indonesia National Assessment Program (INAP)
36
kontak person Provinsi menginformasikan
kepada sekolah sampel mengenai
survei INAP secara umum, mata pelajaran dan materi yang akan diujikan. Kontak person Provinsi juga menghubungi sekolah sampel untuk memperoleh daftar nama peserta didik pada target kelas. Kalau pada sekolah tersebut terdapat kelas paralel, Puspendik akan menentukan kelas mana yang menjadi kelas sampel. Selanjutnya daftar nama peserta didik yang terdaftar di kelas terpilih akan didokumetasikan oleh tim pengolah data di Dinas Pendidikan Provinsi ke dalam database daftar nama peserta didik. Selanjutnya Puspendik akan memberikan petunjuk bagaimana mengolah daftar nama peserta didik tersebut menjadi formulir identifikasi peserta didik, sehingga Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengirimkan formulir tersebut kepada Kepala Sekolah untuk divalidasi.
2. Penggandaan dan Pengiriman Instrumen Instrumen digandakan sesuai dengan banyaknya sampel ditambah cadangan. Di setiap sampul instrumen terdapat kotak pengisian identitas sampel. Selain itu disiapkan pula label identifikasi sampel yang berisi kode standar dari Puspendik. Selanjutnya semua instrumen akan dikirimkan ke setiap Provinsi sesuai dengan jumlah sampel.
3. Pelatihan Administrator Tes Dinas Pendidikan Provinsi akan menentukan petugas Provinsi yang akan bertugas melaksanakan pengumpulan data di sekolah. Semua petugas tes harus mengikuti pelatihan Administrator Tes (AT) di Dinas Pendidikan Provinsi yang dikoordinir oleh tim INAP Provinsi. Selanjutnya petugas Provinsi berkoordinasi dengan kontak person di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tentang mekanisme pengumpulan data di sekolah sampel. Bahan-bahan survei dibawa oleh AT dari Dinas Pendidikan Provinsi untuk diujikan kepada peserta didik sampel dengan komitmen menjaga kerahasiaan. Pelaksanaan tes di sekolah sampel dilakukan oleh seorang AT. AT tidak hanya berasal dari staf Dinas Pendidikan Provinsi, tetapi memungkinkan juga
Indonesia National Assessment Program (INAP)
37
menggunakan mahasiswa tingkat akhir, pengawas, atau dosen. AT ini ditentukan oleh kontak person dengan mematuhi kriteria dari Puspendik. AT di Provinsi dilatih oleh koordinator INAP Provinsi sebelum melaksanakan tes di sekolah sampel yang menjadi tanggung jawabnya. Koordinator INAP Provinsi membagikan bahan-bahan survei kepada AT sesuai dengan sekolah sampelnya. AT memeriksa kelengkapan bahan-bahan survei dan menandatangani berita acara serah terima. Semua bahan survei bersifat rahasia, sehingga AT perlu menandatangani surat pernyataan menjaga kerahasiaan.
4. Pelaksanaan Pengumpulan Data Sebelum hari pelaksanaan tes di sekolah, AT berkoordinasi dengan Kepala Sekolah berkaitan dengan jadwal pelaksanaan tes dan persiapan peserta didik yang menjadi sampel. AT melaksanakan tes dengan berpedoman pada manual administrator tes agar tes dapat dilaksanakan dengan cara yang sama di seluruh sekolah sampel. Adapun pembagian buku tes diatur sesuai Tabel 7. Bila jumlah peserta didik kurang dari 40 orang, buku tes yang tidak dipakai disimpan dan dipisahkan dari buku tes yang dipakai. Tabel 5. Pengaturan Buku Tes Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Buku 5
Buku 6
Buku 7
Buku 8
Buku 9
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Buku 5
Buku 6
Buku 7
Buku 8
Buku 9
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Buku 5
Buku 6
Buku 7
Buku 8
Buku 9
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Buku 5
Buku 6
Buku 7
Buku 8
Buku 9
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Waktu untuk mengerjakan masing-masing buku tes adalah 120 menit dan angket peserta didik sekitar 35 menit. Tes dilaksanakan selama dua hari. Hari pertama, tes Matematika dan membaca. Hari kedua, tes fisika, biologi, dan kimia. Apabila ada peserta didik yang telah selesai sebelum waktu tes berakhir, peserta didik tidak diperbolehkan keluar ruangan. Angket peserta didik diberikan pada hari kedua setelah tes, sedangkan angket guru dan angket sekolah diberikan pada
Indonesia National Assessment Program (INAP)
38
hari pertama. Guru yang mengisi angket adalah guru yang mengajar peserta didik yang menjadi sampel. Pada saat tes, peserta didik mengisi daftar hadir yang berisi nama peserta didik, nomor buku tes yang diterimanya (sesuai dengan format daftar hadir yang tersedia), sedangkan bagian identitas daftar hadir diisi oleh AT. Selain itu, AT juga membuat berita acara pelaksanaan tes. Setelah waktu tes berakhir, AT mengumpulkan dan menghitung kembali buku tes, serta mengurutkannya sesuai dengan urutan nomor absen peserta didik. Bila pelaksanaan survei di satu sekolah telah selesai, AT memeriksa kembali kelengkapan bahan-bahan dan kemudian bahan-bahan tersebut dibawa kembali ke Dinas Pendidikan Provinsi untuk diolah lebih lanjut oleh tim pengolah INAP Provinsi. Laporan pelaksanaan tes akan direkap oleh koordinator INAP Provinsi sebagai bahan laporan pelaksanaan ke Puspendik.
5. Pemilahan Data Bahan-bahan yang telah terkumpul dari semua sekolah sampel oleh tim Provinsi dipilah untuk keperluan penskoran dan pengentrian data. Sebelum dipilah, semua bahan dicek kelengkapannya. Selanjutnya, kode peserta didik pada dua buku tes dan angket yang ditempuh oleh seorang peserta didik dicek kesesuaiannya. Pengecekan ini dilakukan per sekolah dengan mengacu pada daftar hadir peserta didik. Apabila ditemukan kode peserta didik yang tidak sesuai, pemberkas melakukan penyesuaian atau pengkodean ulang. Setelah itu, angket peserta didik diikat kembali per sekolah, sedangkan angket guru dan angket sekolah diikat per Provinsi. Angket-angket tersebut dientri, sehingga diperoleh file data angket yang berisi identitas dan jawaban untuk tiap pernyataan dalam angket. Buku-buku tes dari satu sekolah dipilah berdasarkan nomor buku tes, sehingga diperoleh 16 tumpukan buku tes. Hal ini dilakukan pada semua sekolah dalam satu Provinsi. Tiap tumpukan buku tes diikat dan diberi label yang berisi nama dan kode Provinsi, nomor buku tes, jumlah buku tes, nama dan kode penskor. Tumpukan buku tes ini siap diskor.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
39
6. Penskoran Penskoran dilakukan oleh guru-guru mata pelajaran. Guru-guru ini dilatih terlebih dahulu mengenai metode penskoran soal-soal INAP agar mereka memiliki pemahaman yang sama terhadap soal-soal uraian dan pedoman penskorannya. Setelah pelatihan, guru-guru tersebut bekerja secara individual dengan didampingi seorang koordinator bidang studi. Untuk memantau reliabilitas penskoran, beberapa buku diskor oleh dua orang penskor dan hasilnya dibandingkan.
7. Entri Data Data-data hasil survei dientrikan ke dalam komputer dengan menggunakan program data entry manager. Pengentri dilatih terlebih dulu agar dapat mengentrikan data INAP. Data yang dientrikan terdiri atas: buku tes, angket peserta didik, angket guru, angket sekolah, kehadiran peserta didik, dan laporan pelaksanaan tes.
8. Teknik Analisis Data File data hasil entri/scan yang berisi hasil penskoran setiap peserta didik dan setiap mata pelajaran dianalisis dengan model IRT 3 parameter logistic (1-PL) dan model generalized partial credit (GPCM), sedangkan file data hasil entri angket dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif perbandingan mean untuk melihat hubungan variabel dalam angket dengan kemampuan peserta didik.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
40
BAB IV LATAR BELAKANG SISWA A. FAKTOR DIRI SISWA DAN KELUARGA a. Jenis Kelamin Pada survei INAP 2013 diberikan angket kepada setiap siswa sampel. Hasil angket menunjukkan bahwa responden perempuan dan laki-laki di setiap provinsi Sumatera Utara responden laki-laki berjumlah 687 dan responden perempuan814.
Perempuan 48%
Laki-laki 52%
Gambar4.1 Proporsi Sampel Siswa
Berdasarkan jenis kelaminnya, dihitung rerata skor siswa di setiap bidang mata pelajaran. Terlihat pada grafik untuk perempuan memiliki score rerata yang lebih tinggi untuk semua bidang mata pelajaran dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin dilatarbelakangi oleh sifat anak perempuan yang cenderung lebih sabar dan lebih rajin dibandingkan anak laki-laki.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
41
492,61
IPA
505,03 368,35
BIN
394,01 445,14
MAT
455,11 0
100
200
300
Perempuan
400
500
600
Laki-laki
Gambar4.2Rerata Skor Matematika Berdasar Jenis Kelamin
b. Cita-Cita Siswa Data angket
berdasarkan cita-cita siswa, menunjukkan
dari
jumlah responden sebanyak 1481 siswa dengan pembagian berimbang sekitar 15% bercita-cita menjadi tentara, 11% bercita-cita menjadi polisi,
20% siswa bercita-cita menjadi tenaga ahli,5% bercita-cita
menjadi pengusaha, hanya sekitar 1% bercita-cita menjadi pedagang, 26% siswa berminat menjadi guru, dosen, pengajar, sekitar 14% siswa bercita-cita menjadi atlit, 4% bercita-cita menjadi artis, 1% bercitacita menjadi pemimpin, dan 3% bercita-cita selain yang tersebut di atas.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
42
1% 4%
3%
15%
14% 11%
26%
20% 5% 1%
Tentara (Darat/Laut/Udara)
Polisi
Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan)
Pengusaha/Wiraswasta
Pedagang
Guru/Dosen/Pengajar
Atlet (sepakbola/basket/dll)
Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis)
Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur)
Lainnya
Gambar4.3Proporsi Cita-cita siswa
Untuk siswa yang memiliki cita-cita selain dari yang disebutkan memiliki score rerata tertinggi untuk Mapel Bahasa. Kelompok siswa yang bercita-cita sebagai pemimpin memiliki skor rerata tertinggi untuk mapel Matematika dan mapel IPA.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
43
Tabel 4.1 Diri/Cita-cita profesi yang ingin diraih Cita-cita MAT
Tentara (Darat/Laut/Udara) Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan) Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll) Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis) Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur) Lainnya
BIN
Tentara (Darat/Laut/Udara) Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan) Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll) Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis) Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur) Lainnya
IPA
Tentara (Darat/Laut/Udara) Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan) Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll) Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis) Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur) Lainnya
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
N
439.69 436.72 451.28 462.91
231 170 308 67
424.82 458.28 456.66 433.54 456.8 456.04 362.65 359.48 386.9
11 391 219 59 20 47 231 170 308
384.75 324.73 395.18 381.51 395.95 377.55 409.06 489.35
67 11 391 219 59 20 47 231
482.89 501.26 496.60 463.18 508.17 505.38 496.00 529.6 502.02
170 308 67 11 391 219 59 20 47
44
c. Bahasa yang digunakan sehari-hari Berdasarkan hasil respon siswa terhadap bahasa sehari-hari yang dominan digunakan dirumah, sebesar 95% siswa sudah menggunakan Bahasa Indonesia, 5% siswa menggunakan Bahasa Indonesia, namun sangat minim menggunakan Bahasa Asing.
PROPORSI PENGGUNAAN BAHASA DI RUMAH 5% 0% B. Indonesia B. Daerah B. Asing
95%
Gambar4.4Proporsi Penggunaan Bahasa
Dari grafik dibawah ini terlihat pola yang sama antara skor rerata untuk semua mata pelajaran baik Matematika, Bahasa, dan IPA. Skor rerata tertinggi diraih siswa yang dominan menggunakan bahasa Indonesia di rumah.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
45
PENGGUNAAN BAHASA DI RUMAH 481 477,29 500,33
IPA 410,33 362,08 382,66
BIN
431,67 422,13 451,95
MAT
0
100
200 B. Asing
300 B. Daerah
400
500
600
B. Indonesia
Gambar4.5Penggunaan Bahasa dan skor Mapel
Tabel 4.2 Diri/Penggunaan Bahasa di Rumah MAT
IPA
BIN
Bahasa Sehari-hari B. Indonesia B. Daerah B. Asing B. Indonesia B. Daerah B. Asing B. Indonesia B. Daerah B. Asing
Mean
N
451.95 422.13 431.67 382.66 362.08 410.33 500.33 477.29 481
1458 72 3 1458 72 3 1458 72 3
d. Lokasi Tempat Tinggal Berdasarkan lokasi rumah tinggal, sebagaian besar siswa di Sumatera
Utara
memiliki
lokasi
rumah
tinggal
di
daerah
perkampungan yang rapat penduduk yaitu sebesar 37%, sebesar 14% siswa berlokasi rumah tinggal di daerah Kompleks Perumahan, 12% didaerah keramaian, 33% berada di lokasi pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya dan 4% sisanya berada di lokasi perkotaan (Pusat Kota).
Indonesia National Assessment Program (INAP)
46
PROPORSI LOKASI RUMAH Kompleks Perumahan
4% 14% 33%
12% 37%
Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya Di Perkotaan (Pusat Kota)
Gambar4.6Lokasi Rumah Tinggal
Tabel. 4.3 Diri/ Siswa berdasarkan Lokasi Tempat tinggalnya Lokasi Rumah MAT
Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya Di Perkotaan (Pusat kota)
BIN
Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya Di Perkotaan (Pusat kota)
IPA
Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya Di Perkotaan (Pusat kota)
Dari
hasil
analisis
berdasarkan
lokasi
Mean
N
459.96 442.69 452.81 447.86 433.4 372.56 376.64 391.64 378.82
215 176 556 504 62 215 176 556 504
364.26 495.6 492.43 501.9 504.99 464.6
62 215 176 556 504 62
rumah
tinggal
menunjukkan hasil yang variatif, skor rerata tertinggi untuk mapel Matematika di Provinsi Sumatera Utara adalah kelompok siswa yang berlokasi tempat tinggal di Kompleks Perumahan, untuk mapel IPA
Indonesia National Assessment Program (INAP)
47
adalah kelompok siswa yang berlokasi tempat tinggal di Pedesaan yang tenang, sedangkan untuk mapel Bahasa adalah kelompok siswa yang berlokasi tempat tinggal di daerah keramaian.Skor rerata terendah untuk semua mapel adalah kelompok siswa yang berlokasi tempat tinggal daerah perkotaan/pusat kota, hal ini bisa saja diakibatkan banyaknya fasilitas hiburan yang tersedia. e. Tingkat Pendidikan Ayah
TINGKAT PENDIDIKAN AYAH Saya tidak tahu
176
DOKTOR
3
Magister
17
Sarjana
107
TAMAT D1/D2/D3/Akademi
46
SLTA/Sederajat
599
Tamat SMP/MTS
295
Tamat SD/MI
180
Tidak tamat SD/tidak sekolah
86 0
100
200
300
400
500
600
700
Gambar4.7Tingkat Pendidikan Ayah
Dari sejumlah 1442 siswa responden, sebagian besar yaitu 180 siswa memiliki ayah yang berlatar belakang pendidikan Tamat SD, 599 siswa menjawab SLTA/Sederajat, 295 siswa menjawab Tamat SMP/MTS, 86 siswa menjawab tdk Tamat SD/ tdk sekolah, 107 siswa menjawab sarjana, 46 siswa menjawab Tamat Akademi, 17 siswa menjawab magister, 3 siswa menjawab Doktor, dan 176 siswa lainnya tidak mengetahui latar belakang pendidikan ayahnya.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
48
Tabel4.4Diri/ Tabel Pendidikan Ayah MAT
Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu
BIN
Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu
IPA
Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu
Mean
N
432.03 430.58 439.68 457.23
86 180 295 599
449.2 476.14 437.71 448.67 459.3 349.47 366.12 373.27 389.83
46 107 17 3 176 86 180 295 599
385.46 400.9 373.82 375.67 388.79 479.48 482.83 491.87
46 107 17 3 176 86 180 295
505.75 501.65 527.6 465.06 487.67 496.09
599 46 107 17 3 176
Berdasarkan latar belakang pendidikan ayah terlihat pola yang sama terhadap semua mapel, skor rerata tertinggi justru dengan ayah berlatar belakang Sarjana. Dari tabel diatas terlihat hal yang
Indonesia National Assessment Program (INAP)
49
menarik,kemampuan siswa tidak bisa diukur dari latar belakang pendidikan ayah.
f. Tingkat Pendidikan Ibu
TINGKAT PENDIDIKAN IBU Saya tidak tahu
168
DOKTOR
11
Magister
10
Sarjana
114
TAMAT D1/D2/D3/Akademi
49
SLTA/Sederajat
525
Tamat SMP/MTS
290
Tamat SD/MI
181
Tidak tamat SD/tidak sekolah
81 0
100
200
300
400
500
600
Gambar4.8Tingkat Pendidikan Ibu
Dari sejumlah 1442 siswa responden, sebesar 181 siswa memiliki ibu yang berlatar belakang pendidikan Tamat SD, 525 siswa menjawab SLTA/Sederajat, 290 siswa menjawab Tamat SMP/MTS, 81 siswa menjawab tdk Tamat SD/ tdk sekolah, 114 siswa menjawab sarjana, 49 siswa menjawab Tamat Akademi, 10 siswa menjawab magister, dan 168 siswa lainnya tidak mengetahui latar belakang pendidikan ibunya. Berdasarkan latar belakang pendidikan ibu terjadi pola yang hampir serupa dengan latar belakang pendidikan ayah, kecuali untuk mapel Matematika dan Bahasa.Untuk skor tertinggi rerata mapel Matematikaadalah kelompok siswa dengan ibu yang berlatar pendidikan magister, semakin tinggi pendidikan ibu, maka rerata skor matematika siswa semakin tinggi pula. Namun untuk skor tertinggi rerata mapel Bahasa adalah kelompok siswa dengan ibu yang berlatar pendidikan Akademi. Yang menarik dari hasil analisis ini adalah,
Indonesia National Assessment Program (INAP)
50
siswa dengan ayahdan ibu berpendidikan lebih dari Sarjanamengalami penurunan di skorreratadi setiap satuan jenjang lebih tinggi dalam kasus ini Magister dan Doktor untuk semua mapel.. Kajian yang menelaah lebih jauh sebab terjadinya hal ini menarik untuk melihat sejauh mana dwi fungsi wanita sebagai ibu dan wanita karir berpengaruh terhadap prestasi anaknya, khususnya untuk pencapaian akademis.
Gambar4.5Diri/ Tingkat Pendidikan Ibu MAT
Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu
BIN
Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu
IPA
Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
N
425.6 437.73 444.53 456.93
81 181 290 525
444.29 476.27 469.1 449.73 457.99 346.26 372.68 378.35
49 114 10 11 168 81 181 290
391.4 368.8 394.56 407.5 381.36 391.3 474.91 487.8 496.03
525 49 114 10 11 168 81 181 290
508.84 491.39 517.8
525 49 114
51
Magister
526.8 495.36 498.07
DOKTOR Saya tidak tahu
10 11 168
g. Pekerjaan Orang Tua Berdasarkan pekerjaan ayahnya, 72 siswa memiliki ayah tentara, 23 tenaga ahli, 580 pengusaha, 35 sebagai guru, 180 sebagai petani, 36 sebagai nelayan, 16 pensiunan, 106 sebagai supir, 204 sebagai buruh baik itu buruh tani, angkutan ataupun pabrik, dan 20 tidak bekerja.
PEKERJAAN AYAH Lainnya Pensiunan Tidak Bekerja (menganggur) Buruh (tani/angkutan/pabrik) Supir Nelayan/Penangkap ikan Petani/bercocok tanam Guru/dosen/pengajar Pengusaha/wiraswasta Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Tentara (Darat/laut/udara/polisi)
0 16 20 204 106 36 180 35 580 23 72
Gambar4.9Proporsi pekerjaan ayah
Indonesia National Assessment Program (INAP)
52
Tabel. 4.6 Diri/Siswa Berdasarkan Pekerjaan ayah Mean MAT
BIN
IPA
N
Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar
439.68 457.74 456.51 458.69
72 23 580 35
Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan)
428.22 408 459.18 460.61 424.75 459 0 375.36 374.3
180 36 106 204 20 16 0 72 23
Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan
389.24 397.2 355.91 346.08 372.79 400.69 353.5 386.62
580 35 180 36 106 204 20 16
Lainnya Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik)
0 487.97 491.09 506.36 506.51 481.67 459.44 505.05 510.55
0 72 23 580 35 180 36 106 204
Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya
479.3 506.5 0
20 16 0
Indonesia National Assessment Program (INAP)
53
Ketika melihat rerata skor mapel siswa pada setiap kelompok berdasarkan latar belakang pekerjaan ayah, terlihat siswa dengan orangtua sopir rerata nilai matematikanya relatif tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Untuk skor rerata mapel Bahasa dan IPA, siswa dengan orang tua buruh tani lebih tinggi dibanding yang lainnya.
PEKERJAAN IBU Lainnya Pensiunan Tidak Bekerja (menganggur) Buruh (tani/angkutan/pabrik) Supir Nelayan/Penangkap ikan Petani/bercocok tanam Guru/dosen/pengajar Pengusaha/wiraswasta Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Tentara (Darat/laut/udara/polisi)
191 21
273 65 7 8 119 81 232 28 5
Gambar4.10Proporsi pekerjaan ibu
Persentase pekerjaan ibunya, 5 siswa memiliki ibu tentara, 28 tenaga ahli, 232 pengusaha, 81 sebagai guru, 119 sebagai petani, 8 sebagai nelayan, 21 pensiunan, 7 sebagai supir, 365 sebagai buruh baik itu buruh tani, angkutan ataupun pabrik, dan 273 tidak bekerja. Berdasarkan pekerjaan ibu, rerata nilai semua mapel baik Matematika, Bahasa, dan IPA kelompok siswa dengan ibu berprofesi sebagai tenaga pengajar ralatif tinggi. Namun tidak ada pola tertentu yang dapat dibuat generik sebagai kaitan antara suatu profesi ibu dengan rerata skor anaknya. Tabel dan grafik berikut menunjukkan proporsi siswa dengan latar belakang profesi ibu dan nilai rerata skor mapel setiap kelompok.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
54
Tabel. 4.7 Siswa Berdasarkan Pekerjaan Ibu MAT
Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya
BIN
Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya
IPA
Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
N
407.6 434.14 447.57 465.23
5 28 232 81
428.37 403 393.86 455.43 460.25 444.76 467.18 316.4 385.46
119 8 7 65 273 21 191 5 28
388.22 393.16 362.28 330.12 334 397.77 387.45 366.43
232 81 119 8 7 65 273 21
392.32 461.2 499.96 495.73 511.46 476.04 463.38 467.43 504.68
191 5 28 232 81 119 8 7 65
508.45 458.9 511.85
273 21 191
55
h. Kondisi Rumah Tinggal Salah atu indikator kondisi ekonomi siswa adalah kondisi bangunan
rumah.
Pada
angket
siswa
INAP
siswa
diminta
mengategorikan bangunan fisik rumah menjadi sederhana, sedang, dan bagus. Berikut pertanyaan pada angket siswa yang berkenaan dengan kondisi fisik bangunan rumah tinggal:
Tabel berikut merupakan summary respon siswa terhadap pertanyaan tersebut beserta rerata skor matematika siswa di masingmasing kategori.
PROPORSI KEADAAN RUMAH SISWA Sedang 53%
Sederhana 10%
Bagus 37%
Gambar. 4.11 Siswa berdasarkan kondisi rumah
Indonesia National Assessment Program (INAP)
56
Tabel 4.8Tabel Kondisi Rumah siswa MAT
BIN
IPA
Kondisi rumah Sederhana Sedang Bagus Sederhana Sedang Bagus Sederhana Sedang Bagus
Mean
433.61 451.42 451.92 366.46 384.04 383.69 486.67 502.53 498.85
N
150 798 549 150 798 549 150 798 549
Terlihat baik di semua mapel, mayoritas siswa tinggal di rumah dengan kondisi fisik bangunan sedang dengan dinding tembok dan ukuran cukup besar. Proporsi siswa dengan kondisi rumah sederhana dan bagus hampir seimbang. Siswa dengan skor rerata matematika tertinggi adalah kelompok dengan kondisi rumah bagus, diikuti kondisi rumah sedang, dan terendah kondisi rumah sederhana. Pada skor rerata mapelIPAdan Bahasa sebaliknya, tertinggi rerata skor matematika untuk kelompok siswa dengan kondisi rumah sedang, diikuti rumah bagus, dan terakhir rumah sederhana.
i. Ketersediaan Internet Berdasarkan ketersediaan internet, sebesar 82% siswa belum mempunyai akses internet. Dari hasil survei menunjukkan ketersediaan akses internet berbanding lurus terhadap skor rerata untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, dan IPA. Terlihat dari skor rerata tertinggi untuk semua mapel untuk siswa yang memiliki ketersediaan akses internet.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
57
PROPORSI KETERSEDIAAN INTERNET Tidak 82%
Ya 18%
Gambar4.14Proporsi Ketersediaan Internet
Tabel. 4.11Tabel Ketersediaan Internet MAT BIN IPA
Ketersediaan Internet Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
N
457.82 458.89 385.55 390.7 496.96 509.94
168 779 168 779 168 779
58
k. Ketersediaan Komputer Begitu juga berdasarkan ketersediaan komputer, sebesar 58% siswa belum mempunyai komputer. Dari hasil survei menunjukkan ketersediaan komputer berbanding lurus terhadap skor rerata untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, dan IPA. Terlihat dari skor rerata tertinggi untuk semua mapel untuk siswa yang memiliki ketersediaan komputer.
PROPORSI KETERSEDIAAN KOMPUTER Tidak 58%
Ya 42%
Gambar4.15Proporsi Ketersediaan Komputer
Tabel. 4.12Tabel Ketersediaan Komputer MAT BIN IPA
Ketersediaan Komputer Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
N
463.84 457.35 394.71 386.55 508.58 507.88
430 599 430 599 430 599
59
l. Senang Berada di Rumah Tidak sekedar mengetahui bagaimana kondisi fisik bangunan rumah tinggal namun juga dikaji bagaimana persepsi siswa mengenai kondisi non fisik rumah. Apakah siswa tersebut senang berada di rumah ataukah tidak. Hasil menunjukkan bahwa hampir 98% siswa menjawab senang berada di rumah. Terlihat adanya hubungan rasa senang berada dirumah terhadap skor rerata untuk semua mapel, terbukti dari kelompok siswa yang menjawab senang berada dirumah memiliki skor rerata tertinggi untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, maupun IPA.
PROPORSI SISWA SENANG BERADA DI RUMAH Ya 98%
Tidak 2%
Gambar4.12Proporsi siswa merasa senang di rumah
Tabel. 4.9Tabel siswa merasa senang di rumah MAT BIN IPA
Senang berada di rumah Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean 450.76 433.06 382.69 352.15 499.16 494.88
N 1489 33 1489 33 1489 33
60
m. Bahagia bersama keluarga Selainmengkaji bagaimana persepsi siswa mengenai rasa senang berada dirumah, INAP 2013 ini juga mengkaji Apakah siswa tersebut merasa bahagia bersama keluarga ataukah tidak. Hasil menunjukkan sebesar 99% lebih siswa menjawab merasa bahagia bersama keluarga.Disinipun juga terlihat adanya hubungan merasa bahagia bersama keluarga terhadap skor rerata untuk semua mapel, terbukti dari kelompok siswa yang menjawab merasa bahagia bersama keluarga memiliki skor rerata tertinggi untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, maupun IPA.
PROPORSI SISWA MERASA BAHAGIA BERSAMA KELUARGA
Ya 100% Tidak 0%
Gambar4.13Proporsi siswa senang bersama keluarga
Tabel. 4.10Tabel siswa senang bersama keluarga MAT BIN IPA
Senang bersama keluarga Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
N
450.36 453.17 381.98 354.33 499.05 482
1523 6 1523 6 1523 6
61
B. KEGIATAN BELAJAR DAN FASILITAS BELAJAR a. Yang menemani siswa belajar Pertanyaan lain yang muncul pada survei INAP 2013 adalah siapa yang dominan menemani siswa belajar di rumah. Terdapat pilihan ayah, ibu, kakak, paman/bibi/kakek/nenek/kerabat, pengasuh, guru les, dan tidak ada seorangpun. Sebesar 1% siswa-siswa responden menjawab paman/bib/kerabat, meskipun yang memilih menjawab paman/bib/kerabat hanya sedikit namun siswa-siswa tersebut memiliki rerata skortertinggi untuk semua mapel. Pola jawaban siswa menunjukkan bahwa dominan ibulah yang berperan menemani anak belajar di rumah (33%). Sedihnya, teradapat sekitar 10% siswa yang menyatakan tidak ada seorangpun menemani mereka belajar di rumah.
PROPORSI YANG MENEMANI SISWA BELAJAR Ayah
0% 1%
12% 10%
21%
23%
Ibu Kakak
33%
Paman/Bibi/Kakek/Nenek /kerabat Pengasuh Guru Les Tidak ada seorangpun
Gambar. 4.16Proporsi yang menemani siswa belajar di rumah
Indonesia National Assessment Program (INAP)
62
Tabel 4.13 Tabelyang menemani siswa belajar di rumah MAT
BIN
IPA
Menemani Belajar Ayah Ibu Kakak Paman/Bibi/Kakek/Nenek/kerabat Pengasuh Guru Les Tidak ada seorangpun Ayah Ibu Kakak Paman/Bibi/Kakek/Nenek/kerabat Pengasuh Guru Les Tidak ada seorangpun Ayah Ibu Kakak Paman/Bibi/Kakek/Nenek/kerabat Pengasuh Guru Les Tidak ada seorangpun
Mean
N
448.5 448.25 442.70 491.60 436.00 466.67 454.18 377.12 378.05 377.37 422.85 329.5 396.8 391.82 497.12 498.36 493.03 533.15 413.00 514.19 496.68
323 513 352 20 2 177 148 323 513 352 20 2 177 148 323 513 352 20 2 177 148
b. Pendukung Belajar Di Rumah Pertanyaan lain yang berkaitan dengan kondisi rumah adalah alat-alat pendukung belajar yang dimiliki siswa di rumah.
Berikut adalah rekap respon siswa mengenai alat-alat pendukung belajar yang dimiliki di rumah. Mayoritas yang dimiliki adalah buku
Indonesia National Assessment Program (INAP)
63
pelajaran. Pertanyaan ini kurang tepat karena seharusnya tidak hanya dicentang di satu kotak saja, sebaiknya siswa memungkinkan menjawab semua pilihan barang yang tersedia bergantung pada kondisi sebenarnya di rumah. Hal inilah yang mungkin menjadi penyebab tidak adanya pola kaitan antara kepemilikan alat-alat pendukung belajar di rumah dengan rerata skor.
Tabel. 4.14Tabel pendukung belajar di rumah MAT BIN IPA
Pendukung belajar di rumah Buku Pelajaran Lainnya Buku Pelajaran Lainnya Buku Pelajaran Lainnya
Mean 452.65 439.64 383.92 356.47 501.37 485.58
N 1369 55 1369 55 1369 55
c. Dukungan Orang Tua Selain faktor kepemilikan alat-alat pendukung belajar di rumah, diberikan juga serangkaian pertanyaan mengenai seberapa besar dukungan orangtua akan kemajuan akademis anaknya. Pertanyaan tersebut berupa skala frekuensi dengan sembilan statement. Setiap statement terdiri atas empat kategori. Sembilan statement tersebut kemudian diolah menjadi satu skala dukungan orangtua dengan skala antara 9 sampai 36. Berdasarkan skornya dilakukan kategorisasi menjadi sangat mendukung, mendukung, kurang mendukung, tidak mendukung. Sangat mendukung jika siswa mendapat skor 1-9, mendukung untuk skor 10-18, kurang mendukung untuk skor 19-27, dan tidak mendukung untuk skor 28-36. Berikut adalah kesembilan statement pada skala dukungan orangtua terhadap kemajuan akademis anaknya:
Indonesia National Assessment Program (INAP)
64
PROPORSI DUKUNGAN ORANG TUA 5% 9% 14%
Sangat mendukung Mendukung
72%
Kurang mendukung Tidak mendukung
Gambar4.17Proporsi Dukungan Orang Tua
Indonesia National Assessment Program (INAP)
65
Tabel 4.15Tabel Dukungan Orang Tua MAT
BIN
IPA
Ortu Memeriksa PR Siswa Sangat mendukung Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung Sangat mendukung Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung Sangat mendukung Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung
Mean
N
454.19 462.34 447.87 452.87 386.25 387.67 372.93 387.95 502.85 514.14 482.56 500.23
870 174 55 114 870 174 55 114 870 174 55 114
Ternyata hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok siswa yang orangtuanya sangat mendukung,memiliki rerata skor tertinggi untuk semua mapel. Hal ini menunjukkan dukungan orangtua berupa pertanyaan dan bantuan intensif setiap hari bisa jadi malah tidak melahirkan sikap kemandirian dalam belajar pada anak. Motivasi diri siswa untuk meningkatkan prestasi akademik tidak tumbuh karena biasa dikawal oleh orangtua.
C. KEGIATAN DI WAKTU LUANG/LIBUR a. Kegiatan yanag paling disukai pada waktu luang Selanjutnya
adalah
pertanyaan
mengenai
aktivitas
yang
dilakukan murid di waktu luang.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
66
PROPORSI KEGIATAN SISWA WAKTU LIBUR 1% 7%
2%
13%
Membaca Menonton TV
34%
Berolahraga Bermain bersama teman
17% 14%
12%
Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya
Gambar4.18Proporsi kegiatan siswa saat libur
Sebesar34% siswa menghabiskan waktu libur dengan membaca, disusul 17% bermain bersama teman, , 14% berolahraga, 13% piknik bersama keluarga, 12% menonton TV, 7% bermain, dan 2% lainnya mengerjakan hobi. Analisis selanjutnya adalah melihat rerata skor mapel siswa untuk setiap kategori aktivitas yang dilakukan di waktu libur. Untuk siswa dengan skor rerata tertinggisemua mapel adalah kelompok siswa
Indonesia National Assessment Program (INAP)
67
yang mengisi libur dengan kegiatan yang tidak disebutkan diatas.. Uniknya siswa yang membaca dalam mengisi waktu libur ternyata rerata skor mapel biasa saja. Maka menarik untuk dikaji jenis bacaan seperti apakah yang dibaca oleh siswa untuk mengisi waktu luang.
Tabel. 4.16Tabel kegiatan siswa saat libur Kode provinsi MAT
BIN
IPA
Kegiatan waktu libur Membaca Menonton TV Berolahraga Bermain bersama teman Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya Membaca Menonton TV Berolahraga Bermain bersama teman Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya Membaca Menonton TV Berolahraga Bermain bersama teman Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya
Mean
N
443.42 441.86 456.1 452.19 458.95 447.41 462.22 483.17 374.42 378.52 382.96 386.89 388.52 385.41 389.94 421.33 496.1 488.47 505.6 497.52 512.64 504.31 501.16 531.67
513 187 216 262 111 32 200 6 513 187 216 262 111 32 200 6 513 187 216 262 111 32 200 6
b. Jenis bacaan paling disukai pengisi waktu luang/libur Untuk mendalami jenis bacaan yang sering dibaca oleh siswa, pada angket siswa INAP 2013 disajikan pertanyaan berikut:
Indonesia National Assessment Program (INAP)
68
Hasil analisis respon siswa menunjukkan mayoritas siswa membaca buku cerita. Namun kelompok siswa yang membaca komik memiliki rerata skor tertinggi untuk semua mapel.
Tabel. 4.17 Tabel Jenis Bacaan MAT
BIN
IPA
Jenis bacaan Komik Buku cerita Buku ilmu pengetahuan Koran/majalah Komik Buku cerita Buku ilmu pengetahuan Koran/majalah Komik Buku cerita Buku ilmu pengetahuan Koran/majalah
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
N
455.87 449.46 448.18 456.36 387.58 386.23 376.3 349.4 507.27 497.75 497.39 487.36
264 656 560 45 264 656 560 45 264 656 560 45
69
Komik 800
600 400 200 Koran/majalah
0
Buku cerita
MAT BIN IPA
Buku ilmu pengetahuan
Gambar5.19 Proporsi jenis bacaan paling disukai
c. Jenis tontonan televisi paling kamu sukai untuk mengisi waktu luang Selain itu juga disajikan pertanyaan mengenai jenis tontonan TV yang paling disukai. Pertanyaan ini muncul mengingat kecenderungan anak-anak menghabiskan waktu menonton televisi. Berikut pertanyaan yang disajikan pada angket siswa INAP 2013.
Persentase terbesar adalah menonton kartun. Dari hasil analisis terlihat hal yang menarik, kelompok siswa yang menonton ilmu pengetahuan memiliki skor rerata tertinggi untuk mapel Matematika dan IPA, sedangkan skor rerata tertinggi untuk mapel Bahasaadalah kelompok siswa yang menonton acara sinetron/telenovela.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
70
JENIS TONTONAN TV SISWA Ilmu pengetahuan Hiburan/infotainment Komedi/humor/lawak
161 39 74
Sinetron/telenovela Musik
115 69
Kartun
770
Berita
301
Gambar. 4.20 Proporsi jenis tontonan siswa
Tabel 4.18Tabel Jenis Tontonan Siswa MAT
BIN
IPA
Jenis tontonan TV Berita Kartun Musik Sinetron/telenovela Komedi/humor/lawak Hiburan/infotainment Ilmu pengetahuan Berita Kartun Musik Sinetron/telenovela Komedi/humor/lawak Hiburan/infotainment Ilmu pengetahuan Berita Kartun Musik Sinetron/telenovela Komedi/humor/lawak Hiburan/infotainment Ilmu pengetahuan
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
N
434.73 456.24 434.41 456.17 467.57 441.9 448.54 367.68 387.1 362.33 397.17 389.81 364.67 379.41 488.01 502.88 472.28 504.99 511.09 478.82 507.73
301 770 69 115 74 39 161 301 770 69 115 74 39 161 301 770 69 115 74 39 161
71
D. MENGENAI SEKOLAH a. Pendapat tentang sekolah Persepsi siswa akan sekolah juga mrupakan faktor yang diukur dalam angket siswa. Pertanyaan mendasar pertama adalah apakah senang belajar di sekolah. Kemungkinan jawaban hanya ya dan tidak. Sebagian besar siswa (96%) menjawab ya. Dan secara sistematis siswa yang merasa senang belajar di sekolah rerata skor untuk semua mapel lebih tinggi dibandingkan yang tidak merasa senang belajar di sekolah.
Tabel. 4.19 Tabel pendapat siswa tentang sekolah MAT BIN IPA
Senang belajar di sekolah Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
451.55 445.47 383.64 364.08 501.48 482.59
1372 59 1372 59 1372 59
PROPORSI SISWA MERASA BELAJAR DI SEKOLAH
Ya 96%
Tidak 4%
Gambar5.21Proposri Pendapat tentang sekolah
Indonesia National Assessment Program (INAP)
72
b. Hal-hal yang sering dialami di sekolah Selanjutnya
ditanyakan
pula
pengalaman
kejadian
tidak
menyenangkan yang dialami siswa di sekolah. Frekuensi terjadinya kejadian-kejadian tersebut merupakan indikasi bagaimanakah kondisi keamanan di sekolah. Berikut adalah kejadian-kejadian tidak menyenangkan yang dijadikan indikator keamanan siswa di sekolah:
Berdasarkan respon siswa pada lima statement tersebut dilakukan coding kondisi keamanan di sekolah yaitu aman, kurang aman, dan tidak aman. Persentase terbesar adalah kurang aman artinya kejadian tidak menyenangkan itu sering terjadi.
KEAMANAN SEKOLAH Tidak aman 25%
Aman 35%
Kurang aman 40%
Tabel. 4.22Gambar Proporsi Keamanan Sekolah
Indonesia National Assessment Program (INAP)
73
Tabel 4.20Tabel Kondisi Keamanan Sekolah
MAT
BIN
IPA
KONDISI KEAMANAN DI SEKOLAH Aman Kurang aman Tidak aman Aman Kurang aman Tidak aman Aman Kurang aman Tidak aman
Mean
N
447.04 457.22 457.21 375.18 391.99 385.56 499.34 509.98 502.19
457 522 321 457 522 321 457 522 321
E. MENGENAI MATA PELAJARAN a. Persepsi siswa mengenai mata pelajaran Selanjutnya disajikan pertanyaan persepsi siswa mengenai mata pelajaran. Berikut adalah respon siswa terhadap pertanyaan mata pelajaran yang paling disukai. Mata palajaran favorit siswa adalah Mtematika.
MAPEL YANG PALING DISUKAI SISWA? IPS
192
IPA
467
Bahasa
60
Matematika
530 0
100
200
300
400
500
600
Gambar4.23Mata Pelajaran Yang Paling Disukai
Indonesia National Assessment Program (INAP)
74
Tabel 4.21Tabel Mata Pelajaran Yang Paling Disukai Mapel yang paling disukai siswa Matematika Bahasa IPA IPS Matematika Bahasa IPA IPS Matematika Bahasa IPA IPS
MAT
BIN
IPA
Mean
N
454.84 453.05 452.29 457.65 379.66 385.32 393.29 386.4 497.72 497.55 512.88 502.56
530 60 467 192 530 60 467 192 530 60 467 192
Mata pelajaran yang dianggap paling sulit oleh siswa adalah Matematika.
MAPEL YANG PALING SULIT? IPS
155
IPA
66
Bahasa
263
Matematika
705 0
100
200
300
400
500
600
700
800
Gambar4.24Mata Pelajaran Yang Paling Sulit
Indonesia National Assessment Program (INAP)
75
Tabel 4.22Mata Pelajaran Yang Paling Sulit MAT
BIN
IPA
Mapel yang paling sulit Matematika Bahasa IPA IPS Matematika Bahasa IPA IPS PKN Matematika Bahasa IPA IPS
Mean
N
453.63 462.6 452.52 452.3 386.3 396.22 379.76 377.86 506.66 511.38 482.23 502.04 506.66
705 263 66 155 705 263 66 155 705 263 66 155 705
b. Seberapa sering hal-hal berikut dilakukan di sekolah?
Indonesia National Assessment Program (INAP)
76
Hasil analisis dari bentu pertanyaan diatas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.23Hal-hal yang biasa terjadi di kelas IPA MEAN
N
MAT MEAN
N
BIN MEAN
N
Guru membaca nyaring/keras untuk siswa
Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1atau 2 kali sebulan Hampir tidak pernah
453.34 459.09 453.14 443.11
832 221 35 179
383.56 392.12 364.71 377.58
832 221 35 179
507.28 504.27 484.77 490.42
832 221 35 179
Saya membaca nyaring untuk seluruh kelas
Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1atau 2 kali sebulan Hampir tidak pernah
450.97 458.24 469.37 462.26
552 400 79 199
381 391.09 395.16 394.66
552 400 79 199
500.57 510.77 514.66 508.63
552 400 79 199
c. Keaktifan siswa setelah membaca buku Untuk
mengukurkeaktifan
siswa
setelah
membaca
buku
dibuatlah pertanyaan sebagai berikut: Setelah kamu membaca sesuatu di kelas, seberapa sering kamu melakukan hal berikut?
Indonesia National Assessment Program (INAP)
77
PROPORSI MEMBICARAKAN BACAAN OLEH SISWA
58%
Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu
13% 6%
23%
1 atau 2 kali sebulan tidak atau hampir tidak pernah
Gambar4.25Proporsi frekuensi siswa membicarakan bacaan
Grafik proporsi seberapa sering siswa membicarakan bacaan setalah membaca menunjukkan 58% dilakukan setiap hari oleh siswa, 23% siswa melakukan 1-2 kali seminggu, 6% siswa melakukan 1-2 kali sebulan, sedangkan 13% lainnya tidak pernah melakukannya.
Tabel 4.24Tabel frekuensi siswa membicarakan bacaan MAT
BIN
IPA
Membicarakan bacaan oleh siswa Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan tidak atau hampir tidak pernah Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan tidak atau hampir tidak pernah Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 1 atau 2 kali sebulan tidak atau hampir tidak pernah
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
454.81 465.21 453.25 446.48 384.05 403.36 385.59 380.63 506.29 516.05 500.69 494.81
N
681 267 75 154 681 267 75 154 681 267 75 154
78
Berdasarkan analisis seberapa sering siswa membicarakan bacaan setalah membaca, kelompok siswa yang melakukannya 1-2 kali seminggu memiliki skor rerata siswa tertinggi untuk semua mapel.
d. Frekuensi guru memberi PR Pertanyaan berikutnya adalah frekuensi guru memberi PR. Persentase terbesar guru memberikan PR setiap hari, diikuti persentase guru memberikan PR 3-4 kali seminggu, 1-2 kali seminggu, , kurang dari 1 kali seminggu.
SEBERAPA SERING GURU MEMBERI PR? Setiap hari
723
3 atau 4 kali seminggu
276
1 atau 2 kali seminggu
287
Kurang dari satu kali seminggu
135
Tidak pernah
98 0
100 200 300 400 500 600 700 800
Gambar4.26Proporsi Frakuensi guru memberi PR
Indonesia National Assessment Program (INAP)
79
Tabel. 4.25Frekuensi Guru Memberi PR MAT
BIN
IPA
Frekuensi guru memberi PR Tidak pernah Kurang dari satu kali seminggu 1 atau 2 kali seminggu 3 atau 4 kali seminggu Setiap hari Tidak pernah Kurang dari satu kali seminggu 1 atau 2 kali seminggu 3 atau 4 kali seminggu Setiap hari Tidak pernah Kurang dari satu kali seminggu 1 atau 2 kali seminggu 3 atau 4 kali seminggu Setiap hari
Mean
N
441.31 430.72 457.44 452.28 452.13 363.05 369.2 379.18 393.17 383.97 483.28 472.38 501.24 514.44 499.71
98 135 287 276 723 98 135 287 276 723 98 135 287 276 723
Berdasarkan frekuensi guru memberi PR, hasil analisis menunjukkan siswa yang diberi 3 atau 4 kali PR seminggu memiliki skor rerata tertinggi untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, maupun IPA.
LAMA PENGERJAAN PR? Saya tidak pernah mengerjakan PR
23
Lebih dari 2 jam
141
1 jam-2jam
243
30 menit - 1 jam
610
Kurang dari 30 menit
495 0
100
200
300
400
500
600
700
Gambar4.27Proporsiwaktu yang dibutuhkan siswa mengerjakan PR
Indonesia National Assessment Program (INAP)
80
e. Waktu yang dibutuhkan siswa untuk mengerjakan PR Selain frekuensi guru memberi PR, lama pengerjaan PR juga ikut dikaji.Persentase terbesar guru pengerjaan PR kurang dari 30 menit, diikuti persentase pengerjaan PR 30 menit - 1 jam, 1-2 jam,> 2jam, dan terakhir dengan persentase terkecil siswa tidak pernah mengerjakan PR. Tabel. 4.26 Tabel waktu yang dibutuhkan siswa mengerjakan PR MAT
BIN
IPA
Lama Pengerjaan PR Kurang dari 30 menit 30 menit - 1 jam 1 jam-2jam Lebih dari 2 jam Saya tidak pernah mengerjakan PR Kurang dari 30 menit 30 menit - 1 jam 1 jam-2jam Lebih dari 2 jam Saya tidak pernah mengerjakan PR Kurang dari 30 menit 30 menit - 1 jam 1 jam-2jam Lebih dari 2 jam Saya tidak pernah mengerjakan PR
Mean
N
437.63 461.26 448.52 447.79 501.96 370.39 392.02 383.67 375.13 408.70 493.99 505.03 499.23 489.33 543.83
495 610 243 141 23 495 610 243 141 23 495 610 243 141 23
Dari hasil analisis berdasarkan waktu yang dibutuhkan siswa mengerjakan PR, menunjukkan siswa yang tidak pernah mengerjakan PR memiliki skor rerata tertinggi untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, maupun IPA. Hal ini menjadi menarik karena justru ketika siswa tidak mengerjakan PR tetapi siswa memiliki skor rerat tertinggi. Untuk hal ini sebaiknya dikaji lebih dalam.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
81
f. Minat baca siswa
PROPORSI SISWA SENANG DIBERI BUKU
Ya 90% Tidak 10%
Gambar4.28Proporsi minat baca siswa
Selanjutnya disajikan analisis minat membaca siswa, dengan pertanyaan apakahsenang diberi hadiah buku. Berikut adalah respon siswa terhadap pertanyaan siswa senang diberi hadiah buku atau tidak. Terlihat 90% siswa senang diberi hadiah buku. Dari hasil analisis menunjukkan antara siswa merasa senang diberi hadiah buku berbanding lurus terhadap skor rerata mapel.
Tabel 4.27Tabel minat baca siswa MAT BIN IPA
Siswa senang diberi hadiah buku Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean
N
456.43 451.64 388.65 368.15 508.07 497.19
997 105 997 105 997 105
82
g. Kemampuan membaca Untuk mengkaji kemampuan membaca, siswa diberi beberapa pertanyaan untuk menilai kemampuannya. Berikut ini bentuk pertanyaannya: Seberapa baik kamu membaca? Nyatakan seberapa setujukah kamu terhadap pernyataan berikut.
Berdasarkan pertanyaan diatas menunjukkan siswa yang setuju membaca sangat mudah memiliki skor rerata lebih tinggi dibandingkan yang tidak setuju untuk semua mapel. Sedangkan siswa yang setuju membaca lebih lambat daripada teman yang lain memiliki skor rerata lebih rendah dibandingkan yang tidak setuju. Tabel 4.28Tabel IPA MEAN
N
MAT MEAN N
BIN MEAN
N
Membaca Sangat Mudah Ya Buat Saya Tidak
454.55 441.38
1193 82
385.42 369.01
1193 82
505.12 486.84
1193 82
Membaca Lebih Lambat Ya Daripada Teman Lain Tidak
426.16 466.96
242 785
357.51 397.33
242 785
476.99 518.12
242 785
Indonesia National Assessment Program (INAP)
83
BAB V LATAR BELAKANG GURU
A. KARAKTERISTIK GURU SAMPEL Studi INAP 2013 juga mengkaji karakteristik guru sampel. Untuk angket guru, bagian awal menanyakan identitas dari responden; baik usia, jenis kelamin, status kepegawaian, tahun lamanya mengajar, ijazah tertinggi yang dimiliki, asal perguruan tinggi, pengalaman mengikuti pelatihan, serta kepemilikan sertifikasi mengajar. Datanya tersaji sebagai berikut.
a. Usia guru
PROPORSI RESPONDEN GURU PADA TIAP KELOMPOK USIA
>54 th 16% 50-54 th 14% 45-49 th 10%
< 25 th 2% 25-29 th 6% 30-34 th 17% 35-39 th 6% 40-44 th 29%
Grafik 5.1 memberikan gambaran proporsi responden guru pada setiap kelompok usia.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
84
Terdapat 59 guru responden dengan persentase terbesar berusia antara 50-54 tahun sebesar 16%. Sedangkan responden yang usianya di atas 54 tahun hanya 14 % demikian juga sebaliknya responden guru yang usianya sangat muda, dibawah 25 tahun, juga hanya 2%. Tabel 5.1 Tabulasi rerata nilai siswa untuk setiap kelompok usia guru
T
IPA
e r l i h
MAT
a t
b a h
BIN
w a
r
Usia < 25 th 25-29 th 30-34 th 35-39 th 40-44 th 45-49 th 50-54 th >54 th < 25 th 25-29 th 30-34 th 35-39 th 40-44 th 45-49 th 50-54 th >54 th < 25 th 25-29 th 30-34 th 35-39 th 40-44 th 45-49 th 50-54 th >54 th
Mean 477.35 510.72 515.97 460.92 492.14 488.32 502.08 477.68 404.23 467.22 456.44 425.79 443.00 455.39 459.78 427.14 351.65 378.66 393.26 357.84 374.57 388.18 392.49 356.01
N 1 3 8 3 14 5 7 8 1 3 8 3 14 5 7 8 1 3 8 3 14 5 7 8
e Skor rerata tertinggi diperoleh oleh kelompok guru pada rentang usia 50-54 tahun. Namun tidak ada pola kaitan antara usia guru dengan rerata skor.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
85
b. Jenis kelamin guru Responden studi INAP 2013 memiliki proporsi yang lebih besar untuk guru perempuan dibandingkan guru laki-laki. Hal ini memang cenderung menggambarkan kondisi guru-guru untuk jenjang sekolah dasar. Terlihat bahwa 88% responden berjenis kelamin perempuan.
PROPORSI RESPONDEN GURU BERDASARKAN JENIS KELAMIN Laki-laki 12%
Perempuan 88%
Grafik 5.2 Rerata skor siswa dan jenis kelamin guru Tabel 5.2 Tabel Jenis kelamin guru
IPA MAT BIN
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Mean 498.34 494.50 460.52 443.32 376.38 377.47
N 6 44 6 44 6 44
Siswa yang diajar oleh guru berjenis kelamin laki-laki memiliki skor rerata lebih tinggi untuk mapel IPA dan Matematika, dibandingkan siswa yang diajar oleh guru berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk mapel Bahasa justru sebaiknya.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
86
c. Status kepegawaian Guru sampel INAP sebagian besar (65%) merupakan guru PNS dan hanya sekitar 19% yang merupakan guru swasta tetap, dan16% lainnya adalah kelompok guru honorer. Walaupun persentase guru PNS yang besar, tapi skor rerata lebih rendah dibandingkan kelompok guru yang lainnya untuk semua mapel. Guru-guru swasta dan honorer tetap juga memiliki skor rerata yang cukup tinggi. Perlu dikaji lebih mendalam mengapa kedua golongan guru tersebut, meskipun memiliki prestasi murid yang lebih baik.
RESPONDENSI BERDASARKAN STATUS KEPEGAWAIAN 16% Guru PNS
Guru SWasta Tetap
19% 65%
Guru Honorer
Grafik 5.3Proporsi Responden Berdasarkan Status Kepegawaian
Indonesia National Assessment Program (INAP)
87
Tabel 5.3 kelompok status kepegawaian guru dan skor rerata Status Kepegawaian IPA
MAT
BIN
Guru PNS Guru Swasta Tetap Guru Honorer Guru PNS Guru Swasta Tetap Guru Honorer Guru PNS Guru Swasta Tetap Guru Honorer
Mean 489.04 505.89 498.15 441.00 390.14 449.30 374.79 390.14 372.86
N 32 9 8 32 9 8 32 9 8
Terlihat pada tabel 5.3 guru Swasta di Provinsi Sumatera Utara memiliki skor rerata siswa paling tinggi adalah kelompok guru swasta dan honorer untuk semuap mapel.
d. Pengalaman guru mengajar Pengalaman guru mengajar diukur dengan melihat lamanya guru tersebut mengajar dalam satuan tahun. Untuk memudahkan proses pengolahan, instrumen telah menyajikan alternatif pilihan berupa rentang tahun mengajar dengan interval 5 tahun; mulai kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 25 tahun. Ternyata hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada nilai siswa yang diajar oleh guru-guru dari kelompok pengalaman mengajar yang berbeda. Perbandingan rerata nilai siswa oleh guru dalam setiap kelompok pengalaman mengajar dapat dilihat pada tabel berikut
Indonesia National Assessment Program (INAP)
88
RERATA BERDASARKAN LAMA MENGAJAR 10% 0-5 th
31%
16%
6-10 th 11-15 th
12%
8%
16-20 th 21-25 th
23%
>25 th
Grafik 5.4Proporsi Responden Berdasarkan Status Kepegawaian Tabel 5.4 tahun lama mengajar dan nilai siswa
IPA
MAT
BIN
Lama Mengajar 0-5 th 6-10 th 11-15 th 16-20 th 21-25 th >25 th 0-5 th 6-10 th 11-15 th 16-20 th 21-25 th >25 th 0-5 th 6-10 th 11-15 th 16-20 th 21-25 th >25 th
Mean 507.7932 507.2058 488.7188 498.5341 469.2398 486.5223 449.7518 454.4796 459.0837 446.8367 413.7443 442.6748 387.1966 382.8532 374.611 387.1544 355.891 370.5825
N 5 8 6 11 4 15 5 8 6 11 4 15 5 8 6 11 4 15
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 6.4 terlihat bahwa tidak terlihat pola antara lama mengajar atau pengalaman guru mengajar dengan skor reratanya.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
89
e. Ijazah tertinggi yang dimiliki oleh guru Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pendidikan guru sampel INAP 2013 sangat beragam, mulai dari tamatan SMA, sampai lulusan Sarjana. Persentase tamatan D1/D2 dan Sarjana berimbang sebesar 34%, sedangkan SMA/Sederajatsebesar 32%. Hanya 7% responden yang berijazah magister Sarjana. Dari hasil analisis terlihat, bahwa ketika guru tersebut memiliki pendidikan sarjana, maka prestasi siswanya baik cenderung lebih tinggi.
RESPONDENSI GURU BERDASARKAN IJAZAH
32%
34%
SMA/Sederajat D1/D2
34%
Sarjana
Grafik 5.5 Proporsi Guru Berdasarkan Ijazah Tabel 5.5 Ijazah tertinggi guru dan rerata nilai siswa Ijazah yang dimiliki IPA SMA/Sederajat D1/D2 Sarjana MAT SMA/Sederajat D1/D2 Sarjana BIN SMA/Sederajat D1/D2 Sarjana
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean 469.01 489.75 498.69
N 6 1 43
409.61 463.56 449.95 345.65 401.9 381.18
6 1 43 6 1 43
90
Dari tabel diatas terlihat pola kaitan antara tingkat pendidikan guru dengan skor reratanya. Pendidikan guru berbanding lurus dengan skor raratanya, semakin tinggi pendidikan guru semakin tinggi skor reratanya. f. Jurusan yang diambil di perguruan tinggi Hasil menunjukkan bahwa nilai siswa pada bidang studi tertentu akan lebih tinggi jika diajar oleh guru dengan jurusan yang sesuai ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini patut menjadi perhatian akan perlunya suatu regulasi untuk menerapkan sistem guru bidang studi di jenjang pendidikan sekolah dasar. Dan yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian antara bidang studi yang diajarnya dengan latar belakang pendidikan yang pernah ditempuh guru tersebut.
RESPONDENSI BERDASARKAN JURUSAN DIPERGURUAN TINGGI 10%
17%
Matematika
2%
IPS Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
19%
PKN
38% 2% 10%
Agama Kependidikan
2%
Bimbingan Konseling
Grafik 5.6 Proporsi Guru Jurusan di Perguruan Tinggi
Indonesia National Assessment Program (INAP)
91
Tabel5.6Jurusan di Perguruan Tinggi
IPA
D a r
MAT
i
t a b e l
t e r
BIN
Jurusan di Perguruan Tinggi Matematika IPS Bahasa Indonesia Bahasa Inggris PKN Agama Kependidikan Bimbingan Konseling Matematika IPS Bahasa Indonesia Bahasa Inggris PKN Agama Kependidikan Bimbingan Konseling Matematika IPS Bahasa Indonesia Bahasa Inggris PKN Agama Kependidikan Bimbingan Konseling
Mean 531.65 536.89 504.02 466.14 504.17 502.06 475.36 482.98 473.51 467.49 459.71 410.48 445.11 527.28 426.08 438.55 397.47 417.70 385.88 391.32 390.76 377.32 357.03 371.51
N 4 1 16 1 4 1 8 7 4 1 16 1 4 1 8 7 4 1 16 1 4 1 8 7
Berdasarkan hasil analisis, bahwa guru dengan latar pendidikan IPS memiliki skor rerata tertinggi untuk mapel IPA dan Bahasa dibandingkan kelompok guru lainnya. Sedangkan untuk mapel Matematika skor rerata tertinggi adalah kelompok guru yang berlatar pendidikan Agama. Perlu dikaji lebih mendalam mengapa guru berlatarbelakang pendidkan sesuai tidak mendapatkan skor rerata terbaik untuk masing-masing bidangnya.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
92
g. Perguruan tinggi asal Responden guru dipilah-pilah berdasarkan jenis perguruan tinggi guru tersebut berasal, apakah dari perguruan tinggi negeri kependidikan,
perguruan
tinggi
negeri
non
kependidikan,
perguruan tinggi swasta kependidikan, ataukan perguruan tinggi swasta non kependidikan. Hasil analisis ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel5.7Asal Perguruan Tinggi
IPA MAT BIN
Asal Prguruan Tinggi PTN Kependidikan PTS Kependidikan PTN Kependidikan PTS Kependidikan PTN Kependidikan PTS Kependidikan
Mean 482.0821 503.2672 438.2528 453.6158 368.4733 385.2371
N 11 32 11 32 11 32
Hasil analisis menunjukkan bahwa skor nilai rerata tertinggi adalah kelompok guru yang berasal dari PTS kependidikan. Artinya muatan pendidik pada perguruan tinggi kependidikan swasta menjadi jaminan siswa menjadi lebih baik setelah diajar oleh guru tersebut.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
93
ASAL PERGURUAN TINGGI
385,2371 368,4733
BIN
453,6158 438,2528
MAT
503,2672 482,0821
IPA 0
100
200
PTS Kependidikan
300
400
500
600
PTN Kependidikan
Grafik 5.7 asal perguruan tinggi dan skor mapel h. Pelatihan profesi guru Tabel dan grafik berikut menunjukkan perbandingan prestasi siswa yang diajar oleh guru pernah mengikuti pelatihan profesi guru dan yang diajar oleh guru yang tidak mengikuti pelatihan profesi guru. Ternyata secara konsisten baik pada kemampuan matematika, membaca, dan sains, siswa-siswa dari guru yang pernah ikut pelatihan profesi guru nilainya lebih tinggi. Jumlah guru di Provinsi Sumatera Utara yang telah mengikuti profesi guru juga lebih banyak dibandingkan yang belum mengikuti yaitu 58% dibandingkan 42. Sehingga hasil perbandingan kemampuan siswanya juga relatif stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa pelatihan profesi guru memiliki dampak yang baik untuk peningkatan kualitas siswa.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
94
PROPORSI BERDASARKAN PENGEMBANGAN PROFESI
Ya 58%
Tidak 42%
Grafik 5.8. Proporsi Guru berdasarkan Pengembangan Profesi
Tabel 5.8 Pelatihan Profesi Guru Dan Nilai Siswa
IPA MAT BIN
Pelatihan Pengembangan Profesi Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya
Mean 487.67 503.32 443.71 450.40 370.63 385.11
N 19 26 19 26 19 26
Dari tabel diatas terlihat perbedaan yang antara rerata skor siswa yang diajar oleh guru dengan pelatihan pengembangan profesi dan tidak. Namun demikian hal ini dapat menjadi indikator bahwa pelatihan pengembangan profesi guru memang diperlukan dan berpengaruh positif terhadap prestasi akademik siswa yang diajarnya.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
95
i. Status memperoleh sertifikasi mengajar Dari sekitar 58 responden guru di Provinsi Sumatera Utara sebesar 35% belum mendapatkan sertifikasi mengajar, dan 65% lainnya sudah. Namun demikian jika dilihat skor rerata oleh kedua kelompok guru tersebut, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan. Nilainya cenderung sama. Artinya meskipun belum mendapat sertifikasi mengajar, namun ditinjau dari segi prestasi siswanya tidak ada beda dengan siswa-siswa yang diajar oleh guru yang sudah tersertifikasi. `
PROPORSI BERDASARKAN PEROLEHAN SERTIFIKASI MENGAJAR
Sudah 65%
Belum 35%
Grafik 5.9 Proporsi Guru berdasarkan Perolehan Sertifikasi Mengajar
Indonesia National Assessment Program (INAP)
96
Tabel 5.9Sertifikasi Mengajar Guru Dan Nilai Siswa Sertifikasi IPA MAT BIN
Mean 498.44 489.59 450.38 439.49 377.65 375.53
Belum Sudah Belum Sudah Belum Sudah
N 17 31 17 31 17 31
Hasil analisis pada tabel 5.9 menunjukkan tidak ada relevansi antara sertifikasi guru dengan skor rerata. Hal senada juga diperoleh dalam banyak studi yang mencoba membandingkan kemampuan kognitif siswa yang diajar oleh guru bersertifikasi dan belum tersertifikasi. Sehingga sekali lagi berdasarkan data hasil penelitian perlu dipertanyakan bagaimanakan efektifitas program sertifikasi guru terhadap peningkatan prestasi akademis siswa yang merupakan outcome dari program tersebut.
PROPORSI KEAKTIFAN KKG-MGMP Ya 17%
Tidak 83%
Grafik 5.10 Proporsi Guru berdasarkan Keaktifan KKG-MGP Sebesar 83% korespondensi menjawab tidak aktif KKGMGP, sedangkan 17% korespondensi lainnya menjawab turut aktif
Indonesia National Assessment Program (INAP)
97
dalam kegiatan KKG-MGP. Disini terlihat hal yang menarik lagi, justru korespondensi yang tidak aktif mengikuti KKG-MGP memiliki skor rerata yang lebih tinggi. untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.10 Keaktifan KKG-MGP
IPA MAT BIN
Keaktifan KKG-MGP Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya
Mean 493.92 502.56 441.64 472.85 375.85 388.21
N 6 44 6 44 6 44
KKG-MGMP MENDAPAT BANTUAN 397,87 395,21 381,51
BIN
459,01 451,72 447,99
MAT
520,74 498,33 500,55
IPA
0,00
100,00
200,00 Thn 2012
300,00 Thn 2011
400,00
500,00
600,00
Thn 2010
Grafik 5.11 Proporsi KKG-MGP Mendapat Bantuan Langsung
Indonesia National Assessment Program (INAP)
98
Tabel 5.11Tabel KKG-MGP Mendapat Bantuan Langsung
IPA
MAT
BIN
Sertifikasi Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
Mean 500.55 498.33 520.74 447.99 451.72 459.01 381.51 395.21 397.87
N 12 4 2 12 4 2 12 4 2
Begitupun dengan dana bantuan langsung KKG-MGP, tidak terlihat pola hubungan dengan skor rerata.
B. FAKTOR PENGALAMAN MENGAJAR Demikian juga halnya dengan latar belakang pendidikan apakah sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, sebagian besar responden (90%) menyatakan sesuai, meskipun tidak spesifik terlihat apakah lulusan pendidikan guru sekolah dasar, ataukan lulusan guru bidang studi. Dan status kesesuaian latar belakang pendidikan ternyata berdampak terhadap nilai siswanya sebagaimana terlihat pada grafik. Untuk bidang studi matematika ada kecenderungan guru yang latar belakang pendidikan sesuai nilainya lebih baik. Meskipun kesesuaian ini tidka secara detail dikupas untuk bidang studi atau jurusan apa.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
99
PROPORSI BERDASARKAN KESESUAIAN MAPEL YANG DIJARKAN Ya 90% Tidak 10%
Grafik 5.12Proporsi Guru berdasarkan Kesesuaian Mata Pelajaran
Tabel 5.12 Kesesuaian Mapel dengan pendidikan Guru
IPA MAT BIN
Kesesuaian MAPEL dg Pendidikan Guru Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Mean
N
496.00 496.22 444.92 454.45 378.06 377.33
43 5 43 5 43 5
Pada angket guru juga ditanyakan apakah guru tersebut mengajar di sekolah lain. Ternyata 47 orang responden menyatakan bahwa ia tidak mengajar di sekolah lain. Dan skor rerata oleh kelompok guru-guru tersebut lebih tinggi dibandingkan skor rerata oleh kelompok guru yang mengajar juga di sekolah lain. Artinya ketika guru mengajar di sekolah lain, kemungkinan perhatiannya terbagi dan tidak dapat fokus, sehingga nilai siswanya tidak sebaik siswa yang diajar oleh guru yang hanya mengajar di sekolah tersebut. Meskipun alasan ini masih harus dikaji lebih mendalam.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
100
Tabel 5.13 Mengajar Di Sekolah Lain dan Nilai Siswa
IPA MAT BIN
Mengajar di Sekolah Lain Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Mean 467.41 496.87 468.06 444.51 373.23 378.07
N 2 47 2 47 47 2
Mengajar di sekolah lain? 378,07 373,23
BIN
444,51 468,06
MAT
496,87 467,41
IPA
0,00
100,00
200,00
300,00 Tidak
400,00
500,00
600,00
Ya
Grafik 5.13. Mengajar di sekolah lain Ketika responden diminta memilih berapa persen kesulitan mata pelajaran IPA maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Terlihat ternyata benar, bahwa semakin besar persentase kesulitan mengajar mata pelajaran tertentu yang dirasakan oleh guru, maka nilai siswanya pada mata pelajaran tersebut juga semakin kecil. Artinya memang benar bahwa kemahiran guru dalam mengajarkan suatu materi pelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswanya.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
101
Tabel 5.14 Kesulitan Mengajar MAPEL IPA IPA
MAT
BIN
Kesulitan Pengajaran MAPEL IPA 1-10% 11-20% >20% 1-10% 11-20% >20% 1-10% 11-20% >20%
Mean 496.39 478.80 490.44 446.34 433.97 432.46 381.63 381.27 365.68
N 23 13 1 23 13 1 23 13 1
Sedangkan ketika responden diminta memilih berapa persen kesulitan mata pelajaran matematika maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Terlihat semakin besar persentase kesulitan mengajar mata pelajaran tertentu yang dirasakan oleh guru, maka nilai siswanya pada mata pelajaran tersebut juga semakin kecil. Artinya memang benar bahwa kemahiran guru dalam mengajarkan suatu materi pelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswanya. Tabel 5.15 Kesulitan Mengajar MAPEL MAT
IPA
MAT
BIN
Kesulitan Pengajaran MAPEL MAT 1-10% 11-20% >20% 1-10% 11-20% >20% 1-10% 11-20% >20%
Mean 501.47 494.23 480.82 455.00 439.31 432.74 392.95 368.92 375.38
N 12 20 7 12 20 7 12 20 7
Dan ketika responden diminta memilih berapa persen kesulitan mata pelajaran Bahasa Indonesia maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Terlihat ternyata benar, bahwa semakin besar persentase kesulitan mengajar mata pelajaran tertentu yang dirasakan oleh guru, maka nilai siswanya pada mata pelajaran tersebut juga semakin kecil. Artinya
Indonesia National Assessment Program (INAP)
102
memang benar bahwa kemahiran guru dalam mengajarkan suatu materi pelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswanya. Tabel 5.16 Kesulitan Mengajar MAPEL BIN
IPA
MAT
BIN
Kesulitan Pengajaran MAPEL BIN 1-10% 11-20% >20% 1-10% 11-20% >20% 1-10% 11-20% >20%
Mean 495.01 492.55 474.85 446.16 442.50 421.62 383.85 376.21 346.32
N 18 15 5 18 15 5 18 15 5
Hasil INAP nasional juga menunjukkan bahwa seluruh guru (100%) DI Provinsi Sumatera Utara membuat rencana pengajaran untuk setiap tahun.
Tabel 5.17 Memperbaharui RPP Dan Nilai Siswa IPA MAT BIN
Memperbaharui RPP tiap tahun Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Mean 494.81 502.06 443.71 527.28 377.34 377.32
N 49 1 49 1 49 1
Terlihat bahwa ketika gurunya memperbaharui RPP setiap tahun, namun rerata skor nilai siswa justru lebih rendah. Hal ini perlu dikaji lagi mengapa hasil analisis bisa demikian.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
103
Penggunaan alat peraga dari hasil studi INAP menunjukkan bahwa untuk mata pelajaran Sains/IPAsemua guru (100%) menggunakan alat peraga. Untuk skor rerata semua mapel dapat dilihat pada tabel 5.18.
Penggunaan alat peraga Sains/IPA Tidak 0%
Ya 100%
Grafik 5.14. Penggunaan alat peraga Sains/IPA Tabel 5.18 Tabel Penggunaan alat peraga Sains/IPA
IPA MAT BIN
PENGGUNAAN ALAT PERAGA SAINS/IPA Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean 494.71 0.00 443.59 0.00 377.06 0.00
N 45 0.00 45 0.00 45 0.00
104
Penggunaan alat peraga Matematika Tidak 0%
Ya 100%
Grafik 5.15 Penggunaan alat peraga matematika
Grafik 5.19 Tabel Penggunaan alat peraga Matematika
IPA MAT
BIN
PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Mean
494.79 0.00 443.74 0.00 377.51 0.00
N
45 0.00 45 0 45 0
Penggunaan alat peraga BHS.INDONESIA Tidak 8%
Ya 92%
Grafik 5.16 Penggunaan alat peraga Bahasa Indonesia
Indonesia National Assessment Program (INAP)
105
Grafik 5.20 Tabel Penggunaan alat peraga Bahasa Indonesia
IPA MAT BIN
PENGGUNAAN ALAT PERAGA B.INDO Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Mean 500.72 462.20 450.89 422.66 382.42 358.58
N 36 3 36 3 36 3
Begitupun bahwa skor rerata kelompok guru yang menggunakan alat peraga Matematika dan Bahasa Indonesia lebih tinggi dibandingkan kelompok guru yang tidak menggunakan alat peraga. Oleh karena itu perlu dilakukan pelatihan dan sosialisasi mengenai pemanfaatan alat peraga matematika dalam pembelajaran selain juga memfasilitasi sekolah dengan alat-alat pengajaran yang diperlukan. Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa 24% guru merasa bahwa mereka memiliki hambatan dalam kelas. Hambatan tersebut ternyata membuat siswa yang diajarnya menjadi lebih rendah nilainya dibandingkan dengan siswa yang gurunya tidak merasa memiliki hambatan dalam kelas. Hal ini terlihat pada tabel berikut:
PROPORSI HAMBATAN DALAM MENGUASAI KELAS
Ya 24%
Tidak 76%
Grafik 5.17 Proporsi Besar Hambatan Di Kelas
Indonesia National Assessment Program (INAP)
106
Tabel 5.21 Hambatan Menguasai Kelas Dan Nilai Siswa
IPA MAT BIN
C. PENGGUNAAN MEMBACA
ADA HAMBATAN DALAM MENGUASAI KELAS Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
KOMPUTER
DALAM
Mean 452.47 454.23 414.28 412.76 357.04 352.76
N 23 32 23 32 23 32
PEMBELAJARAN
Hasil analisis data INAP 2013 menunjukkan bahwa 90 % guru tidak memiliki fasilitas komputer di dalam kelas yang dapat digunakan untuk pembelajaran membaca. Padahal hasil menunjukkan bahwa dengan adanya komputer di dalam kelas, maka nilai membaca, nilai matematika, dan nilai sains akan menjadi lebih baik. Hasil angket sekolah menunjukkan bahwa hampir semua sekolah memiliki komputer. Namun penempatan komputer tersebut tidaklah di dalam ruangan kelas, sehingga pemanfaatan komputer tersebut tidak optimal untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas. Negara-negara Asia yang maju seperti Jepang, Korea, Singapore mulai melakukan modelling program optimalisasi teknologi informasi di dalam ruang kelas. Siswa memperoleh akses yang luas untuk membuka komputer di dalam kelas, bahkan mereka mulai berekspansi mengganti papan tulis menjadi smartboard yang terkoneksi dengan laptop guru dan internet, sehingga mudah menyajikan suatu website atau file kepada siswa. Hal ini tentu saja masih jauh dari kemampuan siswa Indonesia. Namun setidaknya penempatan komputer di sekolah tidak hanya di ruang kepala
Indonesia National Assessment Program (INAP)
107
sekolah ataupun ruang guru/TU, sehingga tidak optimal menunjang pembelajaran di kelas. PROPORSI KETERSEDIAAN KOMPUTER DALAM PELAJARAN
Ya 8%
Tidak 92%
Grafik 5.18 Proporsi Ketersediaan Komputer dalam Pelajaran
Tabel 5.22 Tersedianya Komputer Di Kelas Dan Nilai Siswa
IPA MAT BIN
KETERSEDIAAN KOMPUTER UTK DIGUNAKAN DLM PELAJARAN Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Mean 535.25 491.27 477.55 443.05 402.99 375.71
N 4 45 4 45 4 45
Tuntutan era teknologi informasi yang mengandalkan koneksi internet juga belum terpenuhi oleh sebagian besar sekolah. Sekitar 77% sekolah tidak memiliki komputer dengan akses internet. Hal ini dapat dimaklumi mengingat lokasi sekolah sampel INAP tersebar sampai ke pelosok kabupaten, sehingga jaringan internet belum memadai. Namun di sisi lain pemakluman tersebut ada PR yang sangat berat untuk pusat teknologi dan komunikasi kemdikbud melakukan ekspansi jaringan pendidikan nasional
Indonesia National Assessment Program (INAP)
108
(jardiknas) sampai ke pelosok negeri mengingat pesatnya laju informasi saat ini.
Tabel 5.23 Memiliki Komputer Dengan Akses Internet Dan Nilai Siswa
IPA MAT BIN
KOMPUTER YG MEMILIKI AKSES INTERNET Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Mean 544.24 480.04 491.82 429.01 411.87 361.43
N 3 10 3 10 3 10
PROPORSI KOMPUTER TANG MEMILIKI AKSES INTERNET Tidak 77%
Ya 23%
Grafik 5.19 Proporsi Komputer yang Memiliki Akses Internet Dengan tidak spesifik menunjuk kepada komputer di sekolah ataukah komputer di rumah, guru diberi pertanyaan seberapa sering meminta siswa untuk melakukan aktivitas mencari informasi dengan komputer, membaca cerita atau tulisan lain di komputer, menggunakan pembelajaran dalam perangkat lunak, serta menggunakan komputer
Indonesia National Assessment Program (INAP)
109
untuk menulis cerita atau tulisan lain. Hasil analisis ditunjukkan pada tabel berikut. Secara umum, masih banyak guru yang belum memberikan tugas siswa mencari informasi dari komputer, hal ini wajar mengingat masih rendahnya akses internet yang dimiliki sekolah. Demikian juga dengan penugasan lain yang menggunakan komputer masih banyak guru menjawab tidak pernah memberikan tugas semacam itu. Hal ini juga mungkin disebabkan karena jenjang sekolah yang menjadi sampel inap adalah sekolah dasar, yang lokasinya tersebar dan jumlahnya begitu besar, sehingga sarana prasarana berupa komputer masih terbatas.
D. FAKTOR KEADAAN SEKOLAH Berikut proporsi lokasi sekolah menurut pendapat guru:
PROPORSI LOKASI SEKOLAH Kompleks Perumahan
4% 4% 14%
Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun)
48% 30%
Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya Perkampungan/gang yang rapat penduduk Lainnya
Grafik 5.20 Proporsi Lokasi Sekolah Proporsi sekolah yang berada di perkampungan rapat penduduk sebesar 48%, daerah keramaian sebesar 14%, pedesaan yang tenang sebesar 4%, dan kompleks perumahan cuma sebesar 4%. Artinya
Indonesia National Assessment Program (INAP)
110
sekitar 61% sekolah berada di wilayah yang cukup baik aksesnya. Namun demikian, amat disayangkan, karena sebagaimana yang telah kita bahas akses internet yang dimiliki sekolah masih sangat minim.
Tabel 5.24 Lokasi Sekolah Dan Nilai Siswa
IPA
MAT
BIN
LOKASI SEKOLAH Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya Lainnya Kompleks Perumahan
Mean 517.89 503.78
N 2 7
495.93 487.54 522.92 504.06
24 15 2 2
Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya Lainnya Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/Jauh dari jalan raya
450.39
7
437.04 443.23 457.59 402.00 391.62
24 15 2 2 7
375.95 369.07
24 15
Lainnya
412.32
2
Terlihat pada tabel sekolah yang berada di kompleks perumahan memiliki skor rerata lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang lain. Hal ini mungkin disebabkan karena daerah perumahan memiliki suasana nyaman dibandingkan yang lain. Sebanyak 92% guru berpendapat bahwa lokasi sekolah tidak akan membawa pengaruh yang negatif terhadap guru. Yang menarik dari hal ini adalah, guru-guru yang termasuk dalam kelompok beropini lingkungan
Indonesia National Assessment Program (INAP)
111
sekolah dapat membawa dampak negatif ternyata nilai siswanya lebih tinggi dibandingkan siswa-siswa yang gurunya berpendapat bahwa lingkungan sekolah tidak akan berdampak negatif kepada siswa. Namun hal ini mungkin lebih tepat jika dikaitkan dengan faktor lokasi yang beresiko biasanya ada di perkotaan dan tempat yang ramai. Dan perkotaan serta tempat yang ramai akan lebih mudah memperoleh informasi. Mudahnya akses terhadap informasi inilah yang sebenarnya berpengaruh terhadap lebih tingginya nilai siswa. Sehingga interpretasi lebih jauhnya adalah pengetahuan
yang
sudah umum kita pahami, kemudahan mengakses informasi di satu sisi berdampak positif dengan mudahnya mempertajam pengetahuan. Namun seperti sebuah koin, di sisi yang lain memudahkan siswa terimbas dampak negatif dari informasi yang tidak baik.
PROPORSI LOKASI SEKOLAH MEMBAWA PENGARUH NEGATIF BAGI SISWA
Tidak 92%
Ya 8%
Grafik 5.21 Proporsi Lokasi Sekolah Membawa Pengaruh Negatif Bagi Siswa
Indonesia National Assessment Program (INAP)
112
Tabel 5.25 Pendapat Guru Mengenai Potensi Dampak Negatif Dari Lokasi Sekolah Dan Nilai Siswa LOKASI SEKOLAH MEMBAWA Mean N PENGARUH NEGATIF BAGI SISWA 483.66 4 IPA Ya 495.94 46 Tidak 451.84 4 MAT Ya 444.82 46 Tidak 377.59 4 BIN Ya 377.31 46 Tidak Sebanyak49% guru korespondensi merasa puas terhadap hasil kerjanya, 33% cukup puas dan 18% merasa puas. Tidak terlihat adanya pola hubungan antara kepuasan kerja guru dengan skor rerata, dapat dilihat lebih detail pada Tabel dibawah ini.
PROPORSI KEPUASAN KERJA GURU
SEDANG 33%
SANGAT TINGGI 18%
TINGGI 49%
Grafik 5.22 Proporsi Kepuasaan Kerja Guru
Indonesia National Assessment Program (INAP)
113
Tabel 5.26 TabelKepuasaan Kerja Guru KEPUASAAN KERJA GURU IPA
MAT
BIN
SANGAT TINGGI TINGGI SEDANG SANGAT TINGGI TINGGI SEDANG SANGAT TINGGI TINGGI SEDANG
Mean
490.50 482.49 512.08 443.71 428.35 473.47 375.07 365.73 395.90
N
9 24 16 9 24 16 9 24 16
PROPORSI SISWA BERSIKAP HORMAT TERHADAP GURU SEDANG TINGGI 2% 8% SANGAT TINGGI 90%
Grafik 5.23 Proporsi Siswa Bersikap Hormat Terhadap Guru Dari grafik diatas, sebesar 91% siswa sangat hormat terhadap gurunya, sebesar 7% hormat, dan 2% cukup hormat.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
114
Tabel 5.27 Tabel Siswa Bersikap Hormat Terhadap Guru
IPA
MAT
BIN
SISWA BERSIKAP HORMAT TERHADAP GURU SANGAT TINGGI TINGGI SEDANG SANGAT TINGGI TINGGI SEDANG SANGAT TINGGI TINGGI SEDANG
Mean 494.76 495.37 502.06 443.34 447.97 527.28 376.31 388.90 377.32
N 45 4 1 45 4 1 45 4 1
Sama halnya dengan kepuasan kerja guru, siswa bersikap hormat juga tidak terlihat pola hubungan dengan skor rerata. Pada angket guru INAP 2013 ditanyakan pula sebarapa seberapa parah beberapa masalah yang terjadi di lingkungan sekolah. Berikut contoh pertanyaan pada angket guru yang berkaitan dengan hal tersebut:
Di sekolah Anda, seberapa parah masalah-masalah di bawah ini? Beri satu centang (√) pada setiap baris
Tidak Sedikit Sedang Berat masalah masalah masalahnya masalahnya a) b) c) d)
e)
Gedung sekolah perlu perbaikan besar ......................................... 1
2
3
4
Ruang sesak
2
3
4
Guru terlalu banyak jam mengajar di kelas .............................. 1
2
3
4
Guru tidak memiliki ruangan kerja yang memadai (misalnya untuk persiapan, rapat, bertemu dengan siswa) ............................. 1
2
3
4
Guru tidak mempunyai materi dan bahanbahan pengajaran yang sesuai
2
3
4
kelas
penuh
Indonesia National Assessment Program (INAP)
1
1
115
Hasil analisis respon siswa terhadap pertanyaan tersebut disajikan pada tabeltabel berikut: Tabel 5.28 Tabel Beberapa masalah di lingkungan Sekolah RUANG KELAS PENUH SESAK
GURU TERLALU BANYAK JAM MENGAJAR DI KELAS
MATERI DAN BAHAN-BAHAN PENGAJARAN TIDAK SESUAI
IPA
MAT
BIN
TIDAK MASALAH SEDIKIT MASALAH SEDANG MASALAHNYA BERAT MASALHNYA TIDAK MASALAH SEDIKIT MASALAH SEDANG MASALAHNYA BERAT MASALHNYA
28 12 6 3 40 4 3 2
28 12 6 3 40 4 3 2
28 12 6 3 40 4 3 2
TIDAK MASALAH SEDIKIT MASALAH BERAT MASALHNYA
35 7 6
35 7 6
35 7 6
RUANG KELAS PENUH SESAK
GURU TERLALU BANYAK JAM MENGAJAR DI KELAS
MATERI DAN BAHAN-BAHAN PENGAJARAN TIDAK SESUAI
Tingkat masalah yang terjadi disekolah? BERAT MASALHNYA SEDIKIT MASALAH TIDAK MASALAH BERAT MASALHNYA SEDANG MASALAHNYA SEDIKIT MASALAH TIDAK MASALAH BERAT MASALHNYA SEDANG MASALAHNYA SEDIKIT MASALAH TIDAK MASALAH 0
100
BIN
MAT
200
300
400
500
600
IPA
Grafik 5.24 Tingkat masalah yang terjadi disekolah dengan skor mapel
Indonesia National Assessment Program (INAP)
116
Hal lain yang digali dari angket guru adalah pendapat guru mengenai kelengkapan buku-buku pegangan sebagai sumber belajar untuk menunjang kegiatan pemebelajaran. Sekitar 78% guru menyatakan cukup lengkap, 12% menyatakan sangat lengkap, dan hanya 10% yang merasa kurang lengkap. Pendapat guru akan kelengkapan buku pegangan ini ternyata berbanding lurus dengan prestasi siswanya. Semakin lengkap buku pegangan untuk menunjang pembelajaran, maka skor rerata juga semakin tinggi.
Tabel 5.29 Kelengkapan buku pegangan dan nilai siswa
IPA
MAT
BIN
KELENGKAPAN BUKU-BUKU PEGANGAN SBG SUMBER BELAJAR SANGAT LENGKAP LENGKAP KURANG LENGKAP SANGAT LENGKAP LENGKAP KURANG LENGKAP SANGAT LENGKAP LENGKAP KURANG LENGKAP
Mean
N
498.82 496.09 481.45 455.24 442.85 453.33 388.73 376.89 367.15
6 39 5 6 39 5 6 39 5
KELENGKAPAN BUKU-BUKU PEGANGAN
10% 12% SANGAT LENGKAP LENGKAP
78%
KURANG LENGKAP
Grafik 5.25 Proporsi kelengkapan buku pegangan
Indonesia National Assessment Program (INAP)
117
Pada angket guru INAP 2013 ditanyakan pula sebarapa seberapa sering menggunakan bentuk penilaian untuk mengungkap kemampuan siswa. Berikut contoh pertanyaan pada angket guru yang berkaitan dengan hal tersebut: Seberapa sering Anda menggunakan bentuk penilaian berikut untuk mengungkap kemampuan siswa? Berilah satu centang( √) pada setiap baris Tidak Pernah Jarang Sering a. Soal pilihan ganda ........................................................... 1 2 3 b. Soal isian ......................................................................... 1 2 3 c. Soal menjodohkan ........................................................... 1 2 3 d. Benar- Salah .................................................................... 1 2 3 e. Soal uraian / mengarang .................................................. 1 2 3 f. Pertanyaan lisan............................................................... 1 2 3 g. Penugasan/PR individual................................................. 1 2 3 h. Penugasan kelompok ....................................................... 1 2 3 i. Portofolio......................................................................... 1 2 3 j. Praktek............................................................................. 1 2 3 k. Apersepsi atau pengulangan kembali materi ................... 1 2 3
Hasil analisis respon responden terhadap pertanyaan tersebut disajikan pada tabel-tabel berikut: Tabel 5.30 Tabel Penilaian Untuk Mengungkap Kemampuan Siswa IPA
MAT
BIN
MEAN
N
MEAN
N
MEAN
N
BENTUK PENIALAIAN SOAL URAIAN/MENGARANG
SERING
488.22
9
445.26
9
377.79
9
JARANG
498.54
40
446.79
40
378.88
40
BENTUK PENIALAIAN PORTOFOLIO
TIDAK PERNAH
457.54
4
420.12
4
343.59
4
SERING
499.21
25
449.78
25
375.38
25
JARANG
497.46
17
444.42
17
385.67
17
SERING
493.28
7
459.96
7
384.96
7
JARANG
494.50
41
443.12
41
374.81
41
TIDAK PERNAH
493.10
1
431.00
1
387.98
1
BENTUK PENIALAIAN APERSEPSI/PENGULANGAN KEMBALI MATERI
Indonesia National Assessment Program (INAP)
118
Untuk mata pelajaran matematika, pola berlatih perlu dikembangkan bagi siswa. Hal ini terlihat dari tabel yang membandingkan skor rerata berdasarkan frekuensi guru memberi PR matematika. Semkain sering guru memberikan PR matematika, dalam hal ini lebih dari 2 kali seminggu, skor rerata semakin baik. Artinya pembiasan mengerjakan dan berlatih soal-soal matematika berdampak baik bagi pencapaian prestasi akademis di bidang matematika.
Tabel 5.31 Tabel Frekuensi PR matematika dan nilai siswa IPA
MAT
BIN
PR MATEMATIKA 1 KALI 2 KALI >2 kali 1 KALI 2 KALI >2 kali 1 KALI 2 KALI >2 kali
Mean 510.79 475.18 497.51 474.40 433.16 445.57 400.35 352.30 381.14
N 2 8 39 2 8 39 2 8 39
Tabel 5.32 Frekuensi PR BIN dan nilai siswa IPA
MAT
BIN
PR B.INDO 1 KALI 2 KALI >2 kali 1 KALI 2 KALI >2 kali 1 KALI 2 KALI >2 kali
Indonesia National Assessment Program (INAP)
Mean 510.79 478.17 494.06 474.40 440.83 442.22 400.35 360.24 377.34
N 2 7 39 2 7 39 2 7 39
119
Tabel 5.33 Frekuensi PR SAINS/IPA dan nilai siswa IPA
MAT
BIN
PR SAINS/IPA TIDAK PERNAH 1 KALI 2 KALI >2 kali TIDAK PERNAH 1 KALI 2 KALI >2 kali TIDAK PERNAH 1 KALI 2 KALI >2 kali
Mean 493.10 492.35 479.12 497.75 431.00 454.80 429.82 448.47 387.98 382.25 345.76 382.72
N 1 3 8 35 1 3 8 35 1 3 8 35
Begitu pun dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA , pola berlatih perlu dikembangkan bagi siswa. Hal ini terlihat dari tabel yang membandingkan skor rerata berdasarkan frekuensi guru memberi PR matematika. Semkain sering guru memberikan PR Bahasa Indonesia dan IPA, dalam hal ini lebih dari 2 kali seminggu, skor reratanya semakin baik. Artinya pembiasan mengerjakan dan berlatih soal-soal berdampak baik bagi pencapaian prestasi akademis di bidang.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
120
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa item soal untuk survei Indonesia National Assessment Program (INAP) 2012 adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan studi INAP 2012 rerata kemampuan matematika siswa MAT dan IPA masih berada di bawah rerata internasional, namun sudah lebih baik dibandingkan negara Thailand ataupun Iran. 2. Rerata skor matematika INAP untuk masing-masing cognitive domain pada menunjukkan bahwa literasi matematika siswa di propinsi MAT lebih unggul dibanding propinsi Kalimantan Timur. 3. Berdasarkan hasil analisis butir ditunjukkan bahwa soal-soal INAP daat disandingkan dengan soal-soal internasional dari segi karakteristik statistik butir, meskipun kontennya telah disesuaikan dengan kurikulum nasional. 4. Siswa sampel INAP 2012 sebagian besar masih berada pada posisi low internasional benchmark dan intermediate low benchmark yang artinya siswa baru mampu mengetahui konsep matematika yang dasar saja. 5. Berdasarkan data angket siswa dapat diketahui perolehan skor literasi yang tinggi dipengaruhi oleh faktor diri siswa dan keluarga, faktor kegiatan belajar dan fasilitas belajar, faktor kegiatan di waktu luang/libur, persepsi siswa mengenai sekolah, dan persepsi siswa mengenai mata pelajaran. 6. Berdasarkan angket guru, diperoleh data bahwa literasi membaca siswa dipengaruhi oleh karakteristik guru sampel, pengalaman mengajar guru, penggunaan komputer dalam pembelajaran, keadaan sekolah, dan faktor siswa dan pembelajaran.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
121
B. Saran Memperhatikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, diajukan saran sebagai berikut: a. Soal-soal nasional yang mengukur level kognitif reasoning perlu diperkaya dan ditingkatkan sesuai tuntutan di tingkat inernasional namun tidka lepas dari konteks nasional. b. Hasil analisis angket siswa menunjukkan bahwa faktor rumah berpengaruh terhadap pencapaian akademis siswa. Siswa perlu merasa senang di rumah, didukung belajar di rumah namun tidak bermakna selalu dituntun dalam belajar. Sinergi antara orangtua dan sekolah dalam pendidikan adalah kunci utama keberhasilan siswa meningkatkan prestasinya. c. Hasil perbandingan antara latar belakang jurusan yang diambil guru di perguruan tinggi dengan nilai siswa yang diajarnya pada bidang studi tertentu menggambarkan adanya kebutuhan guru bidang studi di jenjang sekolah dasar. Lebih khusus lagi guru bidang studi tersebut hendaknya lulusan perguruan tinggi dengan jurusan yang sesuai. Oleh karena iu disarankan agar wacana menggeser paradigma guru kelas menjadi guru bidang studi di jenjang sekolah dasar perlu digalakkan. Terutama untuk siswa di kelas 4 sampai kelas 6. d. Fakta yang menunjukkan bahwa siswa dengan guru pernah mengikuti pelatihan pengembangan profesi guru nilainya lebih baik sebaiknya ditindaklanjuti dengan perencanaan pelatihan yang berkesinambungan dan komprehensif. Proses difusi dan diseminasi pelatihan juga perlu lebih dicermati sehingga dampak pelatihan tersebut akan semakin dirasakan oleh siswa.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
122
e. Perlu ditingkatkan sarana komputer di sekolah. Kemudian komputer tersebut hendaknya digunakan secara optimal untuk menunjang proses belajar mengajar di kelas. Sehingga komputer disarankan diletakkan di dalam ruang kelas atau ruangan lain yang dapat diakses siswa. Tidak hanya dipasang di ruang kepala sekolah, ruang guru, atau ruang TU. Jika komputer disentralkan di laboratorium komputer, maka perlu dilakukan penjadwalan mata pelajaran bidang studi di laboratorium komputer. Akses internet juga merupakan hal yang disarankan untuk segera diekspansi pengadaannya. f. Dana anggaran dan pendapatan negara perubahan di kementerian pendidikan dan kebudayaan dapat disalurkan untuk pengadaan dan pendistribusian buku-buku pegangan bagi guru. Perencanaan dan keakuratan pemetaan kebutuhan buku pegangan juga memegang peranan penting atas pemerataan buku. Hal ini penting mengingat hasil studi INAP menunjukkan
bahwa
kelengkapan
buku
pegangan
berpengaruh pada kemampuan siswa.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
123
TINJAUAN PUSTAKA
Allen, M. J. & Yen, W. M. (1979). Introduction to measurement theory. Monterey, CA: Brooks/Cole Publishing Company. American
Educational
Research
Association,
American
Psychological
Association, and National Council on Measurement in Education. (1999). Standards for educational and psychological testing. Washington, DC: American Psychological Association. Anas Sudijono.(1998).Pengantar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Cizek, G.J., Rosenberg, S.L. & Koons, H.H. (2008). Source of validity evidence for educational and psychological test. Educational and Psychological Measurement, Vol. 68, pp. 397-412. Djaali & Pudji Muljono.(2008).Pengukuran dalam Bidang Pendidikan.Jakarta:PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Ebel, R.L. & Frisbie, D.A. (1986). Essentials of educational measurement. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc. Embretson, S.E. & Reise, S.P., (2000). Item response theory for psychologists. Marwah, NJ: Lawrence Erlbaum. Fernandes, H. J. X. (1984). Evaluation of educational program. Jakarta: National Education Planning, Evaluating and Curriculum Development. Hambleton, R.K., Swaminathan, H., & Rogers, H.J. (1991). Fundamental of item response theory. Newbury Park, CA: Sage Publication Inc.
Indonesia National Assessment Program (INAP)
124
Hambleton, R.K. & Swaminathan, H. (1985). Item response theory. Boston, MA: Kluwer Inc. Hulin, C.L., Drasgow, F. & Parsons, C.K. (1983). Item response theory : Application to psychological measurement. Homewood, IL: Dow JonesIrwin. Linn, R.L. & Gronlund, N.E. (1995). Measurement and assessment in teaching (7th ed.). EnglewoodCliffs, NJ: Prentice-Hall. Lord, F.M. (1980). Application of item response theory to practical testing problems. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum. McDonald, R.P. (1999). Test theory: A unified treatment. Mahwah, NJ: Lawrence Elrbaum. Mehrens, W.A. & Lehmann, I.J. (1973). Measurement and evaluation in education and psychology. New York: Hold, Rinehart and Wiston, Inc. Nana Sudjana.(1989).Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Nunally, J. (1978). Psychometric theory (2nd ed.) . New York: McGraw Hill. R. Soedjadi.(2000).Pendidikan Matematika di Indonesia.Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Suharsimi Arikunto.(2010).Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Sumarna Surapranata.(2004).Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004.Jakarta: PT Remaja Rosdakarya Bandung. Syaifudin Azwar. (2000). Reliabilitas dan validitas (Edisi 4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Walpole, R.E., Mers, R.H., Myers, S.L. et al. 2002. Probability and statistics for engineers and scientists. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall
Indonesia National Assessment Program (INAP)
125