3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam (Hardjowigeno et al., 2001). Definisi mengenai penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) pada hakekatnya berbeda walaupun sama-sama menggambarkan keadaan fisik permukaan bumi. Lillesand dan Kiefer (1993) mendefinisikan penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Sebagai contoh pada penggunaan lahan untuk permukiman yang terdiri atas permukiman, rerumputan, dan pepohonan. Sistem penggunaan lahan dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. penggunaan lahan pertanian antara lain tegalan, sawah, ladang, kebun, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian antara lain penggunaan lahan perkotaan atau pedesaaan, industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989).
2.2
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas
terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri (Kazaz dan Charles, 2001 dalam Munibah, 2008). Sementara menurut Muiz (2009), perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial
4
ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri. Perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta penggunaan lahan dan penutupan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan lahan. Barlowe (1986) menyatakan bahwa dalam menentukan penggunaan lahan terdapat empat faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu : faktor fisik lahan, faktor ekonomi, dan faktor kelembagaan. Selain itu, faktor kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat juga akan mempengaruhi pola penggunaan lahan. Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk. Demikian pula permintaan terhadap hasil non pertanian seperti kebutuhan perumahan dan sarana prasarana wilayah. Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktorfaktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nasoetion (1991) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan penggunaan lahan antara lain : 1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan 2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek perumahan) 3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan menggeser kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan
5
4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.
2.2.1
Faktor Fisik Lahan dan Perubahan Penutupan Lahan Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan dan penutupan lahan adalah
faktor-faktor yang terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor-faktor lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan budidaya tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun pengolahan lahan dan kelestarian lingkungan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim, sumberdaya air dan kemungkinan perairan, bentuklahan dan topografi, serta karakteristik tanah, yang secara bersama akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pada sebidang lahan (Sys et al., 1991 dalam Gandasasmita, 2001). Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peranan topografi terhadap penggunaan lahan dibedakan berdasarkan unsur-unsurnya adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan elevasi terkait dengan iklim, terutama suhu dan curah hujan. Elevasi juga berpengaruh terhadap peluang untuk pengairan. Peranan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan kelestarian lingkungan. Daerah yang berlereng curam mengalami erosi yang terus-menerus sehingga tanah-tanah ditempat ini bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horison lambat dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan air
tersedia
bagi
tumbuh-tumbuhan
sehingga
mempengaruhi
pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut dan seterusnya juga mempengaruhi pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1993). Tanah merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi penyebaran penggunaan lahan (Barlowe, 1986). Sehubungan dengan fungsinya sebagai sumber hara, tanah merupakan faktor fisik lahan yang paling sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan hasil yang maksimal. Tanah merupakan kumpulan benda alam dipermukaan bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan penopang atau mampu menopang
6
pertumbuhan tanaman. Tanah meliputi horison-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk dan relief. Bahan-bahan di bawah tanah atau bahan induk tanah bukanlah selalu berasal dari batuan yang keras, tetapi dapat juga berasal dari bahan-bahan lunak seperti bahan alluvium, abu volkan, tufa volkan, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1993). Iklim merupakan faktor fisik yang sulit dimodifikasi dan paling menentukan keragaman penggunaan lahan. Unsur-unsur iklim seperti hujan, penyinaran matahari, suhu, angin, kelembaban dan evaporasi, menentukan ketersediaan air dan energi, sehingga secara langsung akan mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman. Penyebaran dari unsur-unsur iklim ini bervariasi menurut ruang dan waktu, sehingga penggunaan lahan juga beragam sesuai dengan penyebaran iklimnya (Mather, 1986 dalam Gandasasmita, 2001 ).
2.3
Pantai dan Perubahan Garis Pantai Pantai merupakan kawasan peralihan antara ekosistem darat dan laut serta
tempat bertemunya dua aktivitas yang saling berlawanan yaitu gelombang laut dan aliran sungai (Dahuri, 2001 dalam Witanto, 2004). Garis pantai adalah batas air laut pada waktu pasang tertinggi telah sampai ke darat. Perubahan garis pantai ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, eksploitasi bahan galian di daratan pesisir yang dapat merubah keseimbangan garis pantai melalui suplai muatan sedimen yang berlebihan (Tarigan, 2007). Perubahan bentuk garis pantai yang terjadi di wilayah pesisir, terutama disebabkan oleh faktor dari daratan akibat sedimentasi melalui aliran sungai dan adanya tumbuhan pantai. Air sebagai media pembawa sedimen mengalir melalui aliran sungai. Aliran ini memuat butiran lumpur halus, endapan lumpur, tanah lempung yang dihasilkan oleh pelapukan. Pada daerah curam, aliran sungai membawa pasir atau tanah kerikil dari hasil pengikisan formasi batuan. Sedimen kasar juga diturunkan dari lava dan abu hasil letusan gunung berapi (Bird dan Ongkosono, 1980 dalam Susilowati, 2004). Air hujan yang jatuh di permukaan akan segera berubah menjadi aliran permukaan yang dapat mengangkut butir-butir tanah dari permukaan (Gany,
7
2002). Di sisi lain butir-butir tanah yang terangkut oleh aliran permukaan akan mengalir menuju ke sungai utama dan pada alur sungai yang kemiringan dasarnya landai akan mengendap di dasar sungai dan akhirnya mengakibatkan sedimentasi. Dua faktor utama dari faktor alam penyebab perubahan garis pantai adalah faktor dari daratan dan laut. Faktor dari daratan berupa sedimentasi melalui sungai dan adanya tumbuhan pantai. Faktor dari laut berupa arus dan gelombang laut, pasang surut, sedimentasi dari laut dan morfologi dasar laut. Adapun arus dan gelombang laut dipengaruhi oleh kekuatan angin yang akan berakibat mempercepat proses erosi ataupun sedimentasi.
2.4
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik dari obyek dapat ditentukan
berdasarkan
radiasi
elektromagnetik
yang
dipancarkan
atau
dipantulkan oleh obyek tersebut dan terekam oleh sensor. Hal ini berarti, masingmasing obyek mempunyai karakteristik pantulan atau pancaran elektromagnetik yang unik dan berbeda pada lingkungan yang berbeda (Murai, 1996). Sistem penginderaan jauh pasif (foto udara dan citra aster), yaitu sistem penginderaan jauh yang energinya dari matahari. Panjang gelombang yang digunakan oleh sistem pasif, tidak memiliki kemampuan menembus atmosfer yang dilaluinya, sehingga atmosfer ini dapat menyerab (absorp) dan menghamburkan (scatter) energi pantulan (reflektan) obyek yang akan diterima oleh sensor (Lillesand dan Kiefer, 1997). Faktor inilah yang menyebabkan nilai reflektan obyek yang diterima sensor tidak sesuai dengan nilai reflektan obyek yang sebenarnya di bumi. Secara umum, konsep perekaman obyek permukaan bumi pada sistem penginderaan jauh pasif disajikan pada Gambar 1.
8
Gambar 1. Perekaman Obyek pada Sistem Penginderaan Jauh Pasif
Data penginderaan jauh dapat berupa : (1) data analog, misalnya foto udara cetak atau data video, dan (2) data digital, misalnya citra satelit (Jensen, 1996). Teknologi Penginderaan jauh berkembang pesat dewasa ini seiring peranannya pengumpulan
yang
semakin
informasi
diperlukan
mengenai
dalam
obyek
yang
proses
pengambilan
diamati.
Murai
dan
(1996)
mengklasifikasikan tipe-tipe informasi yang bisa diekstrak melalui data penginderaan jauh menjadi 5 tipe (Tabel 1). Tabel 1. Tipe-tipe informasi hasil ekstraksi dari data penginderaan jauh Tipe Contoh Klasifikasi Land Cover, Vegetasi Deteksi Perubahan Perubahan Land Cover Ekstraksi Kualitas Fisik Temperatur, Komponen Atmosfer, Elevasi Ekstraksi Index Index Vegetasi, Index Kekeruhan Identifikasi Feature Identifikasi Bencana Alam seperti Kebakaran Hutan, Spesifik atau Banjir, Ekstraksi of Linearment, Deteksi Feature Arkeologi. Sumber: Murai, 1996 2.4.1
Landsat Satelit Landsat merupakan satelit tak berawak pertama yang dirancang
untuk memperoleh data tentang sumberdaya bumi. Satelit Landsat pertama kali diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972 dengan nama ERTS-1, dan tepat sebelum peluncuran ERTS-B pada tanggal 22 Januari 1975 NASA secara resmi mengganti nama program ERTS menjadi program Landsat. Program Landsat telah
9
meluncurkan beberapa generasi, yaitu : generasi pertama terdiri dari Landsat 1, Landsat 2, dan Landsat 3, generasi kedua terdiri dari Landsat 4 dan Landsat 5, dan generasi ketiga yang terdiri dari Landsat 6 dan Landsat 7. Citra Landsat MSS (Multi Spectral Scanner) dan citra Landsat TM (Thematic Mapper) merupakan citra hasil Landsat 5 yang diluncurkan pada 1 Maret 1984 dan beroperasi sampai sekarang. Satelit generasi ini mempunyai ketinggian 705 km. Landsat TM merupakan Landsat telah mengalami perbaikan dalam hal kualitas sensor. Sensor TM sebenarnya adalah sensor MSS yang jauh lebih maju dengan peningkatan teknis dan geometrik. Perbaikan Landsat MSS dalam bentuk resolusi spasial, perolehan data, dan radiometrik (Lillesand dan Kiefer, 1997). Data teknis Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Teknis Landsat TM No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Data Ketinggian orbit Sifat orbit Cakupan satuan citra Resolusi temporal Resolusi spektral
Keterangan 705 km Selaras matahari (sun synchronous) 185 x 185 km2 16 hari 0.45-0.52 µm : saluran satu 0.52-0.60 µm : saluran dua 0.63-0.69 µm : saluran tiga 0.76-0.90 µm : saluran empat 1.55-1.75 µm : saluran lima 2.08-2.35 µm : saluran enam 10.40-12.50µm : saluran tujuh 6. Resolusi spasial Saluran 1-5 dan 7 : 30 x 30 m2 Saluran 6 : 120 x 120 m2 7. Resolusi radiometrik 8 bit Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997)
Resolusi spektral merupakan fungsi dari panjang gelombang yang digunakan dalam perekaman obyek. TM memiliki tujuh saluran spektral yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM Saluran 1
Kegunaan Dirancang untuk membuahkan peningkatkan penetrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi 2 Hijau Terutama dirancang untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua saluran spektral serapan klorofil dengan maksud untuk membedakan vegetasi dan penilaian kesuburan 3 Merah Untuk memisahkan vegetasi, memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi, juga menajamkan kontras antar kelas vegetasi 4 Inframerah Untuk mendeteksi sejumlah biomassa vegetasi. Hal dekat ini akan membantu identifikasi tanaman dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air 5 Inframerah Untuk penentuan jenis tanaman, kandungan air pada pendek tanaman dan kondisi kelembaban tanah 6 Inframerah Untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan thermal vegetasi, pemisahan kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas 7 Inframerah Untuk memisahkan formasi batuan dan dapat juga pendek untuk pemetaan hidrotermal Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997)
2.5
Spektral Biru
Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara atau citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra dan menilai arti penting obyek tersebut (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Di dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, ada rangkaian kegiatan yang diperlukan, yaitu : deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi adalah pengamatan atas ada atau tidaknya suatu obyek pada citra. Identifikasi adalah upaya untuk mencirikan obyek yang dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup yaitu menggunakan unsur interpretasi citra. Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut untuk membuat kesimpulan (Lint dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986).
11
Pengenalan obyek merupakan tahap yang sangat penting dalam interpretasi citra, bila obyek tidak dikenal maka analisis maupun pemecahan masalah tidak mungkin dilakukan. Tujuh unsur-unsur interpretasi citra yang dikemukakan oleh Lillesand dan Kiefer (1990) yaitu : 1. Bentuk; ialah konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk beberapa obyek demikian mencirikan sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung hanya berdasarkan kriteria ini. 2. Ukuran; obyek harus dipertimbangkan sehubungan dengan skala foto. 3. Pola; ialah hubungan susunan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun bangunan, dan akan memberikan suatu pola yang membantu penafsir untuk mengenali obyek tersebut. 4. Bayangan; penting bagi penafsir dalam dua hal yang bertentangan, yaitu: o Bentuk atau kerangka bayangan dapat memberikan gambaran profil suatu obyek (dapat membantu interpretasi). o Obyek di bawah bayangan hanya dapat memantulkan sedikit cahaya dan sukar diamati pada foto (menghalangi interpretasi). 5. Rona; ialah warna atau kecerahan relatif obyek pada foto. 6. Tekstur; adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi. Tekstur dihasilkan oleh kumpulan unit kenampakan yang mungkin terlalu kecil apabila dibedakan secara individual, seperti daun tumbuhan dan bayangannya. 7. Situs atau lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek yang lain, dapat sangat berguna untuk membantu pengenalan suatu obyek. Kemudian Avery (1992) memberikan penambahan karakteristik asosiasi yang menunjukkan keterkaitan suatu obyek tehadap lokasi dimana obyek tersebut ditemukan.
2.6
Sistem Informasi Geografis SIG adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data
yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi
12
spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang dirancang khusus, yang mempunyai kemampuan untuk mengelola data : pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, analisis, pemodelan, dan penyajian data spasial (keruangan) dan non spasial (tabular/tekstual), yang mengacu pada lokasi di permukaan bumi (data bergeoreferensi). Pada dasarnya, sistem informasi geografis adalah suatu “sistem” terdiri dari komponen-komponen yang saling berkait (berhubungan) dalam mencapai suatu sasaran, berdasarkan “informasi” (data, fakta, kondisi, fenomena) berbasis “geografis” (daerah, spasial, keruangan) yang dapat dicek posisinya di permukaan bumi (bergeoreferensi). Kedua jenis data, baik spasial maupun tabular/tekstual disimpan dalam suatu sistem yang dikenal dengan basis data SIG. Sistem basis data ini merupakan komponen utama yang harus tersedia dalam SIG, disamping komponen lain seperti sistem komputer, sumber daya manusia dan organisasi atau wadah pengelolaan yang mengendali penggunaan SIG (Soenarmo, 2003). Tipe basis data ada dua macam, yaitu basis data spasial dan non spasial. Basis data spasial (keruangan) adalah data yang dapat diamati atau diidentifikasikan di lapangan, yang berkaitan dengan data di permukaan maupun di dalam bumi. Data ini dapat diukur/ditentukan oleh besaran lintang dan bujur atau sistem koordinat lain (termasuk peta, foto udara, dan citra satelit). Data spasial (keruangan) ada tiga macam : titik, garis dan poligon (daerah), yang diorganisasikan dalam bentuk lapis-lapis peta. Sedangkan basis data non spasial adalah
data
yang
melengkapi
keterangan
data
spasial,
keterangan
penampakan/feature data baik statistik, numerik, maupun deskriptif dengan tampilan tabular, diagram, maupun tekstual. Aplikasi SIG telah banyak digunakan untuk perencanaan pertanian, industri, dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap penggunaan lahan, debit air, data kependudukan dan pengaruh dari masing-masing data dapat dilakukan. Dengan menggunakan SIG maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem dapat dianalisis (Aronoff, 1989).